STUDI ANALISIS KEADAAN RUMAH IBU BALITA, KEBIASAAN MAKAN BALITA,STATUS GIZIBALITA DAN STATUS KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI, KABUPATEN BOGOR
DESTI SAGITA PUTRI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ABSTRACT DESTI SAGITA PUTRI. Analysis study of underfives mother house condition, eating habits, nutritional status and health status of underfive children in Tamansari subdistrict, Bogor district. Supervised by DADANG SUKANDAR.
This study analyzes house condition, eating habits, nutrition nutritional status and health status of underfive children in Tamansari, Bogor. This research is part of the research entitlet “A Multi-Approach Intervention to Empower and Posyandu Nutritional Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas” was conducted on February 2012 using cross sectional study design. Sample of this study were 120 mother and underfive children selected by purposive sampling with criterias (1) family who have underfive children (boy and girl 0-60 month), (2) registered as posyandu participant, (3) ready for interviewed. Data used was is primary data including characteristics of the sample and family such as number of family member, family income, age, education, and occupation, underfive children characteristics (gender and age), home conditions, eating habits, nutritional status and health status.Secondary data including overview of location research. The analysis was carried out by Structural Equation Modeling (SEM). Based on SEM analysis, the house condition had significant effect on nutritional status (T-value= 2.533). eating habitshad significant effect on nutritional status(T-value=-2.0798). nutritional status had significant influence to health status (T-value= 8.4189). Key word: Eating habits, health status,nutritional status, and house condition
RINGKASAN Desti Sagita Putri.Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Dadang Sukandar Secara umum, tujuan penelitian ini adalah menganalisis keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu 1) Mengidentifikasi karakteristik balita dan keluarga balita. 2) Mengidentifikasi keadaan rumah ibu balita. 3) Mengidentifikasi kebiasaan makan balita. 4) Mengidentifikasi status gizi balita. 5) Mengidentifikasi status kesehatan balita. 6) Menganalisi hubungan antara keadaan rumah, kebiasaan makan balita, status gizi dan status kesehatan balita. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang dilakukan pada bulan Februari 2012. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita dan yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untuk diwawancarai. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Jenis Data yang digunakan adalah primer data termasuk karakteristik sampel keluarga dan individu (besar keluarga, pendapatan keluarga, usia, pendidikan, dan pekerjaan) karakteristik anak balita (jenis kelamin dan usia), keadaan rumah, kebiasaan makan, status gizi dan status kesehatan. Data sekunder termasuk gambar umum dari lokasi penelitian. Analisis dilakukan dengan Structural Equation Modeling (SEM). Rata-rata jumlah anggota keluarga balita adalah 5 orang. Rata-rata pendapatan keluarga sebesar Rp.362.081. Sebagian besar umur ibu balita berada pada kategori dewasa dini (92.5%). Sebagian besar tingkat pendidikan ibu balita berada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Sebagian besar ibu balita berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Persentase Jenis kelamin balita hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan. Sebagian besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%). Rata – rata luas rumah balita 63,7 m2 termasuk dalam kategori kurang jika luas ruangan <7 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar luas rumah ibu balita termasuk dalam kategori baik (58%), cukup (25%), dan kurang (18%). Untuk frekuensi makan telur per minggu Sebagian balita (19,2%) dengan frekuensi 7-14 kali/minggu. Selain itu, susu yang dikonsumsi ≥14 kali/minggu dengan persentase (14,4%). Sebanyak 14,3% balita mengonsumsi tempe 7-14 kali/minggu. Sebesar 9,1% balita mengonsumsi tahu 7-14 kali/minggu. Sebagian besar balita (45%) dengan frekuensi 1-3kali/minggu. Sebagian besar pepaya (76%) dikonsumsi contoh dengan frekuensi 1-3kali/minggu. Makanan tabu Terdapat beberapa makanan yang ditabukan oleh balita yaitu jantung pisang, pisang ambon, ikan asin, jamur payung, dsb. Hasil penelitian menunjukan bahwa Indeks BBU (berat badan menurut umur) menunjukkan bahwa sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U, kurang (8.3%), buruk (1.7%), dan 3.3% balita yang berstatus gizi lebih. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat sebanyak 50.8% balita yang
iv
memiliki status gizi normal menurut TB/U, 32.5% balita yang pendek,12.5% yang sangat pendek dan balita yang memiliki tubuh tinggi hanya sebanyak 4.2%. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB,14.2% yang memiliki badan gemuk, dan 2.5% balita yang memiliki badan kurus. Berdasarkan kategori lama sakit dapat dilihat lama sakit selama 1-3 hari Diare 67% dan ISPA 64%. Untuk frekuensi sakit frekuensi sakit 1kali/bulan. 77% untuk diare, (75%) dan untuk ISPA. Berdasarkan hasil analisis SEM, keadaan rumah ibu memiliki pengaruh signifikan terhadap status balita (T-value= 2.533). Hasil uji menunjukkan terdapat juga pengaruh signifikan kebiasaan makan balita terhadap status gizi (T-value=2.0798). Sementara itu, hasil uji lainnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan status gizi balita terhadap status kesehatan balita (T-value= 8.1400)
STUDI ANALISIS KEADAAN RUMAH IBU BALITA, KEBIASAAN MAKAN BALITA,STATUS GIZIBALITA DAN STATUS KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI, KABUPATEN BOGOR
DESTI SAGITA PUTRI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar dari program studi ilmu gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul
Nama
: Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor : Desti Sagita Putri
NIM
: I14080003
Menyetujui:
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. DadangSukandar,M.Sc NIP. 19590725 198609 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Assalamu’alaikum Warahmatullaahi wabarakaatuh. Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2.
selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis.
3.
Katrin Roosita, Sp, M.Si selaku dosen pembimbingyang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam akademik
4.
Kepada orang tua terhebat Ibu Kustini Lapake dan adik Julinar Dwi Saputri. Terima kasih atas segala kasih sayang, doa, dukungan, mental, moril, dan material, semangat serta kesediaannya menerima segala keluh kesah penulisan skripsi ini. Tak lupa kepada seluruh keluarga besar (Alm) Tina Sina atas segala doa dan semangatnya selama ini.
5.
Teman-teman GM 45 atas segala cerita yang terukir selama 4 tahun bersama.
6.
Sahabat - sahabatku : Dyan Fajar, Viga, Nur indah, Rahayu, Megah Stefani, Gian , Dheanni, Ayu Sekar, Euis, Tagor, Novfitri, Nazhif, Defriana rakebsa, Anti Karim, Hilda, kak Wahyu, Mitha, Ika,Tri, Asti, dan dr. Vanya, Islah, Febri, Dea, Icha, Isti, Wina, Raya, Ina, Restu, dan Encang atas dukungan dan doa kepada penulis.
7.
Teman-teman KKP Desa Jatinegara, kelompok Internship Dietetik RSUD Cilegon, GM 45-47 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
8.
Para pengajar serta staf laboratorium dan tata usaha atas segala bantuannya dalam memfasilitasi penyelesaian skripsi ini.
9.
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Bogor, Februari 2013
Desti Sagita Putri
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kendari pada tanggal 05 Desember 1990. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Rahman B dan Ibu Kustini Lapake. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 29 Poasia kendari pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 249 Jakarta Barat dan lulus tahun 2005. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMAN 1 Kendari dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil diterima pada Program Studi Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus pada BEM FEMA periode 2009-2010 yaitu sebagai anggota divisi SOSLING (Sosial Lingkungan) dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2010-2011 anggota divisi PSDM (Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Kulinari dan Gizi periode 2012. Penulis mendapatkan kesempatan melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Jatinegara, Kecamatan Jatinegara, Tegal pada bulan JuniAgustus 2012. Pada bulan Maret - April 2012, penulis mengikuti program Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon, Banten.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xiv PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Perumusan Masalah ........................................................................................ 2 Tujuan .............................................................................................................. 3 Hipotesis .......................................................................................................... 3 Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Karakteristik Orang tua Contoh ........................................................................ 4 Pendidikan .................................................................................................... 4 Pekerjaan ..................................................................................................... 4 Pendapatan .................................................................................................. 4 Besar keluarga ............................................................................................. 5 Umur............................................................................................................. 5 Karakteristik Fisik Lingkungan Rumah .......................................................... 5 Kondisi Rumah ............................................................................................. 6 Kebiasaan Makan ......................................................................................... 7 Status Kesehatan ....................................................................................... 10 Penyakit Infeksi .......................................................................................... 10 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 15 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................. 18 Desain, Waktu, dan Tempat ........................................................................... 18 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh ............................................................... 18 Jenis dan Cara Pengambilan Data ................................................................. 18 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 19 Pengolahan data ........................................................................................ 19 Analisis data ............................................................................................... 21 Definisi Operasional ....................................................................................... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 26 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 26 Kondisi Geografis ....................................................................................... 26 Kondisi Demografis..................................................................................... 27 Kondisi Sosial Budaya ................................................................................ 27 Kondisi Ekonomi ......................................................................................... 28 Karakteristik Ibu balita .................................................................................... 29 Besar Keluarga ........................................................................................... 29 Pendapatan Keluarga ................................................................................. 30 Umur........................................................................................................... 31 Pendidikan .................................................................................................. 32 Pekerjaan ................................................................................................... 33 Karakteristik Balita ......................................................................................... 34 Jenis kelamin .............................................................................................. 34 Umur........................................................................................................... 34 Keadaan Rumah Ibu Balita............................................................................. 35 Kebiasaan Makan Balita................................................................................. 36 Tabu Makanan ............................................................................................... 37
xi
Status Gizi Balita ............................................................................................ 38 Status Kesehatan Balita ................................................................................. 40 Gejala dan Jenis Penyakit .......................................................................... 40 Lama dan Frekuensi Sakit .......................................................................... 41 Analisis Hubungan Keadaan rumah ibu balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan ................................................................... 42 Uji kecocokan model................................................................................... 43 Uji hubungan antar variabel ........................................................................ 43 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 46 Kesimpulan .................................................................................................... 46 Saran ............................................................................................................. 47 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 48 LAMPIRAN ........................................................................................................ 51
DAFTAR TABEL Halaman 1 Data primer dan cara pengumpulannya .......................................................... 18 2 Luas tanah dan pola pemanfaatannya ............................................................ 26 3 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin .................... 27 4 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan Tamansari Tahun 2011 ........................................................................................................... 29 5 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga .............................................. 30 6 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga .................................... 31 7 Sebaran ibu balita berdasarkan umur ............................................................. 31 8 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan ......................................... 32 9 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan.............................................. 33 10 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin..................................................... 34 11 Sebaran balita berdasarkan umur ................................................................. 34 12 Sebaran rumah ibu balita berdasarkan keadaan rumah. ............................... 35 13 Sebaran pangan pokok menurut frekuensi konsumsi pangan balita ............. 36 14 Daftar tabu makanan,kelompok yang tabu makanan dan Alasannya. ........... 38 15 Status Gizi Balita .......................................................................................... 39 16 Sebaran status gizi balita menurut TB/U ....................................................... 39 17 Sebaran status gizi balita menurut BB/TB ..................................................... 40 18 Sebaran Gejala/ Tanda/ Jenis Penyakit infeksi yang diderita balita sebulan terakhir. ......................................................................................................... 41 19 Sebaran lama dan frekuensi sakit yang diderita balita sebulan terakhir. ....... 41 20 Nilai T-Value berbagai indikator .................................................................... 44
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka model keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor............... 17 2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian .................................... 21 3 Model Persamaan Struktural (SEM) penelitian................................................ 42
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 kuiseioner penelitian ................................................................................. 52 Lampiran 2 Analisis data dengan metode SAS versi 9.1.3 ..................................... 67
PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Henrik L. Blum diacu dalam Masang (2005), derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lingkungan (30%), perilaku hidup sehat (40%), pelayanan kesehatan (10%), dan keturunan (20%). Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan dan perilaku hidup sehat sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Anonymous (2000) diacu dalam Sari (2004) menyatakan bahwa yang termasuk lingkungan adalah keadaan pemukiman atau perumahan, tempat kerja, sekolah dan tempat umum, serta air dan udara yang bersih. Contoh perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.Pengukuran status kesehatan bisa dilakukan dengan dua jenis indikator, yaitu angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Subandriyo 1993).Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan tersebut adalah status gizi. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan (Sunarti 2004). Status gizi dapat dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan
penyerapan
gizi
akibat
infeksi
penyakit
dari
parasit.Pangan
merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi lainnya, kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Makanan tertentu mungkin dikonsumsi oleh satu kelompok tetapi tidak pada kelompok lain. Adanya perbedaan dalam hal kebiasaan makan ini dapat dihasilkan dari komponen budaya yang ada di masyarakat (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan pada masyarakat ini memiliki peran penting dalam pembentukan kebiasaan makan individu dan rumah tangga. Kepercayaan, pantangan dan kesukaan serta ketidaksukaan terhadap makanan tertentu merupakan salah satu elemen budaya yang berhubungan langsung terhadap kebiasaan makan (Tan et al. 1970). Makanan pantangan ditemukan pada setiap suku atau budaya. Pada beberapa kasus, pantangan ini terkait dengan fungsi fisiologis seperti makanan pantangan bagi wanita hamil, ibu
2
menyusui, dan balita. Hal ini dapat mempengaruhi distribusi pangan dalam keluarga. Salah satu faktor lingkungan yang diduga juga berpengaruh dengan status gizi adalah keadaan rumah. Luas bangunan rumah yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded. Rumah yang terlalu padat bisa menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit karena kebersihan rumah yang kurang, fasilitas yang kurang memadai, penularan penyakit yang cepat jika ada anggota keluarga yang sakit dan privacy anggota keluarga akan terganggu (Sukarni 1994). Jika dilihat dari pendapatan per kapita, sebagian besar keluarga balita berada diatas garis kemiskinan. Akan tetapi, ini bukanlah suatu jaminan bahwa mereka akan memiliki rumah yang sesuai dengan standar dan sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ditinggali didalamnya. Karena pendapatan yang mereka miliki lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Anak balita merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Beberapa alasan yang memperkuat pernyataan tersebut yaitu status imunisasi, diet dan psikologi anak belum matang atau masih dalam taraf perkembangan yang pesat dan kelangsungan hidup anak balita sangat tergantung pada penduduk dewasa terutama keluarga dan ibunya (Sukarni 1989). Masa anak balita merupakan masa yang sangat ideal untuk mulai menanamkan pada anak tentang perilaku-perilaku gaya hidup sehat. Dalam hal ini, orang tua dan guru harus mulai menstimulasi kesadaran anak mengenai isu-isu lingkungan (Marotz et al. 2005). Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut studi analisis keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan.
Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah karakteristik balita dan keluarga balita yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatann, dan besar keluarga ? 2. Bagaimanakah keadaan rumah balita? 3. Bagaimanakah kebiasaan makan balita ? 4. Bagaimanakah status gizi balita? 5. Bagaimanakah hubungan antara keadaan rumah, kebiasaan makan balita, status gizi dan status kesehatan balita ?
Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik ibu balita dan balita. 2. Mengidentifikasi keadaan rumah ibu balita. 3. Mengidentifikasi kebiasaan makan balita 4. Mengidentifikasi status gizi balita 5. Mengidentifikasi status kesehatan balita. 6. Menganalisi hubungan antara keadaan rumah, kebiasaan makan balita, status gizi dan status kesehatan balita di Kecematan Tamansari, kabupaten Bogor. Hipotesis Terdapat hubungan yang signifikan antara keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan, balita status gizi dan status kesehatan. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan. Selanjutnya informasi ini dapat berguna bagi berbagai pihak untuk pembelajaran sehingga ada peningkatan terhadap pengetahuan mengenai keadaan rumah yang baik, kebiasaan makan, gizi dan kesehatan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Orang tua Contoh Pendidikan Tingkat pendidikan orang tua adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi keluarga, terutama anaknya dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Pendidikan juga umumnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tapi kandungan gizinya tinggi, sesuai jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil, sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suharjo 1996). Berg (1986) mengatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik. Pekerjaan Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang (Hardinsyah & Suhardjo 1987). Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Bila mereka bekerja maka akan diupah lebih tinggi dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah. Jenis pekerjaan yang dilakukan individu akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga karena berhubungan dengan pendapatan dan penghasilan keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga erat kaitannya dengan pendidikan anak. Pendapatan Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan, maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Seiring dengan meningkatnya pendapatan perorangan, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanannya (Suhardjo 1989). Pendapatan biasanya identik dengan mutu sumberdaya manusia. Sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula (Guhardja dkk 1992). Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan. Makin tinggi pendapatan akan semakin tinggi pula daya beli
5
seseorang, sehingga akan berpengaruh terhadap semakin beragam dan semakin banyaknya pangan yang dikonsumsi (Sukandar 2008).Menurut Taylor (1977) dalam Hardinsyah (1997) pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dll yang dapat mempengaruhi status gizi. Jika anak hidup dalam keluarga yang memiliki tingkat ekonomi rendah maka kebutuhan anak akan konsumsi menjadi kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajarnya juga terganggu. Sebaliknya, anak dari keluarga golongan ekonomi tinggi memiliki kecenderungan dimanja oleh orang tua. Anak hanya bersenang-senang sehingga kurang dapat memusatkan perhatian pada kegiatan belajar. Besar keluarga Besar keluarga diartikan sebagai jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas dan kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga 10 dan individu. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang (Suhardjo 1996). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Umur Menurut Kotler (2002), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (4060 tahun), dan dewasa lanjut (> 60 tahun) (Hurlock 1980). Sunyoto (1991) mengemukakan bahwa seseorang yang berumur relatif muda cenderung lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru, sedangkan orang yang termasuk golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru. Karakteristik Fisik Lingkungan Rumah Lingkungan merupakan tempat manusia tumbuh dan berkembang, bersosialisasi, serta berinteraksi dengan makhluk hidup dan tak hidup lainnya. Menurut Guhardja, Puspitawati, Hartoyo dan Martianto (1992), lingkungan yang mengelilingi sistem keluarga ada dua macam, yaitu lingkungan mikro dan makro. Lingkungan yang terdekat dengan sistem keluarga disebut lingkungan mikro dan
6
lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan makro. Keduanya masing-masing terdiri dari lingkungan fisik dan sosial. Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan lingkungan di Indonesia mencakup: (1) penyediaan air bersih yang cukup kualitas dan kuantitasnya; (2) program sanitasi dasar bagi masyarakat yang meliputi pembuangan air kotor dan tinja manusia, pengelolaan sampah, pengawasan makanan, pengawasan pencemaran udara, pengawasan pencemaran vektor penyakit, dan penataan perumahan atau pemukiman; dan (3) program-program pelengkap, seperti kebersihan tempat umum, pencegahan kecelakaan dan bencana, pencegahan bahaya radiasi dan sebagainya (Atmodjo 1993). Kondisi Rumah Rumah merupakan bagian dari kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia yang berfungsi sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat tinggal. Aspek kenyamanan dan keamanan tentunya menjadi prioritas dalam menentukan pemilihan rumah. Depkes (1993) memberi beberapa persyaratan rumah sehat, yaitu (1) tersedianya air bersih, ada penampungan air bekas, ada tempat sampah, jamban, saluran pembuangan air hujan, (2) halaman rumah harus
selalu
dibersihkan,
pekarangan
ditanami
tumbuh-tumbuhan
yang
bermanfaat, (3) ruangan rumah harus cukup luas dan tidak padat penghuninya, (4) kamar harus berjendela, ada lubang angin dan sinar matahari dapat masuk ke ruangan rumah, ada jalan keluar untuk asap dapur melalui lubang langitlangit, (5) dinding dan lantai harus kering, tidak lembab, (6) dimanapun tidak terdapat jentik nyamuk, kecoa, ataupun tikus. Winslow dan Entjang (2000) menyatakan bahwa rumah yang sehat adalah rumah yang memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, menghindari terjadinya kecelakaan, dan menghindari terjadinya penyakit. 1. Kebutuhan fisiologis rumah yang sehat adalah rumah dengan suhu ruangan relatif konstan (18-20°C). Suhu ruangan tergantung pada suhu udara luar, pergeseran udara, kelembaban udara, dan suhu benda disekitarnya. Ruangan dalam rumah juga harus cukup mendapat sinar matahari dan penerangan yang cukup. Selain itu, harus ada ventilasi untuk pertukaran udara sehingga ruangan tetap segar karena cukup oksigen dan harus cukup mempunyai isolasi udara. 2. Kebutuhan psikologis rumah merupakan tempat dimana anggota keluarga berkumpul dan saling berhubungan. Seluruh anggota keluarga serta
7
kebiasaan hidup sehari-hari merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan erat dengan kebahagiaan ataupun perbuatan salah satu anggota keluarga lain. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus memiliki syarat: cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan, ada jaminan kebebasan setiap anggota keluarga, ruangan anggota keluarga yang telah dewasa harus sendiri-sendiri sehingga tidak terganggu privasinya, harus ada tempat berkumpul keluarga dan ada ruang tamu untuk bermasyarakat. 3. Konstruksi bahan bangunan yang kuat, tidak mudah terbakar, dan tersedia alat pemadam kebakaran harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan di dalam rumah. 4. Penyakit yang dapat dihindari dengan penyediaan sumber air yang sehat, cukup kualitas dan kuantitasnya. Di sekitar rumah juga harus disediakan tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik, dan dapat mencegah perkembangan vektor penyakit. Selain itu, ruangan harus cukup luas. Luas ruangan per orang dikatakan kurang jika luas ruangan kurang dari 7 m2/orang, dikatakan cukup baik jika memiliki luas 7-10 m2/orang dan baik jika memiliki luas lebih dari 10 m2/orang (Sukarni 1994). Kebiasaan Makan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi lainnya, kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Makanan merupakan kebutuhan esensial bagi manusia. Tanpa makanan orang tidak dapat hidup. Makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh kita, sebagai sumber energi dan zat gizi pengatur metabolisme. Makanan pun merupakan elemen budaya. Tidak hanya nilai gizinya yang penting, tapi makanan juga disajikan dengan rasa, warna, dan bentuk yang baik ( Soemarwoto 1991). Sementara itu adat dan tradisi terkait pangan termasuk jumlah penyajiannya dalam sehari, waktu makan, makan bersama, makanan tambahan (snack), dan adanya prioritas makanan tertentu untuk anggota rumahtangga.Kebiasaan makan yang ada
pada masyarakat
dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Makanan tertentu mungkin dikonsumsi oleh satu kelompok tetapi tidak pada kelompok lain. Andaya perbedaan dalam hal kebiasaan makan ini dapat dihasilkan dari komponen
8
budaya yang ada di masyarakat ( Suhardjo 1989). Kebiasaan makan pada masyarakat ini memiliki peran penting dalam pembentukan kebiasaan makan individu dan rumahtangga. Salah satu penyebab kebiasaan makan adalah kesukaan terhadap makanan, seperti dijelaskan oleh sanjur (1982) yang menyatakan bahwa tingkat kesukaan yang diperoleh seseorang dari pengalamannya dalam mencicipi makanan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap tingkat kesukaa. Ideologi manusia atau sistem nilai mereka juga mempengaruhi apa yang telah mereka alami dan apa yang mereka alami. Individu atau kelompok memiliki karakteristik sosial budaya yang berpengaruh terhadap ideologi mereka mengenai makanan. Tradisi yang terkait dengan kebiasaan makan merupakan manifestasi tingkah laku berdasarkan budaya pada setiap suku atau wilayah. kebiasaan makan juga mengadung arti simbolik dalam penyajian atau konsumsi pangan pada upacara tertentu. Secara tradisional, kebiasaan makan mengandung berbagai macam simbol yang benar-benar menyertai aktivitas makan mereka sendiri. Setiap aspek yang berhubungan dengan makanan dari waktu ke waktu pada setiap komunitas akan terus berkembang sesuai dengan perubahan di masyarakat. perkembangan
Di
indonesia yang
tinggi.
beberapa Namun
masyarakat yang
lainnya
mempunyai
tingkat
mempunyai
tingkat
perkembangan yang rendah. Pada masyarakat dengan tingkat perkembangan yang tinggi, kebiasaan makan mempunyai peran yang komplek dengan peralatan makan yang lebih baik. Sebaliknya, pada masyarakat yang sederhana pola makan dan peran cenderung lebih sederhana begitu pun dengan alat makan mereka. Kepercayaan, pantangan dan kesukaan serta ketidaksukaan terhadap makanan tertentu merupakan salah satu elemen budaya yang berhubungan langsung terhadap kebiasaan makan (Tan et al 1970). Makanan pantangan ditemukan pada setiap suku atau budaya. Pada beberapa kasus, pantangan ini terkait dengan fungsi fisiologis seperti makanan pantangan bagi wanita hamil, ibu menyusui, dan balita. Hal ini dapat mempengaruhi distribusi pangan dalam keluarga.
9
Status Gizi Balita Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara
efisien
akan tercapai
status
gizi
optimal
yang
memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001). Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri, serta data psikososial. Antropometri erat kaitannya dengan status gizi terutama pada masa pertumbuhan (Jahari 1995 dalam Briawan 2005). Antropometri paling sesuai digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, daripada pengukuran secara klinis dan biokimia yang mahal dan sulit dilakukan. Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife dan Jellife
1989).Gibson
(2005)
menyatakan
bahwapengukuran
antropometri
digunakan secara luas dalam penelitian status gizi, terutama apabila terjadi ketidakseimbangan kronis antara intake energi dan protein. Selain itu juga dapat mendeteksi tingkat masalah gizi yang dialami. Pada anak-anak indeks antropometriyang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badanmenurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeksantropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil atau persen terhadap median dengan menggunakan baku antropometri WHO 2006 (Depkes 2009). Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat inikarena mudah berubah. Namun, indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik. Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB Indikator Berat badan menurut umur (BB/U)
Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Status gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Sangat pendek Pendek Normal Tinggi
Keterangan z-score <-3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2 z-score > +2 z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2 z-score > +2
10
Indikator Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Status gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk
Keterangan z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2 z-score > +2
Status Kesehatan Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari. Status kesehatan anak balita merupakan aspek dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi status gizi (BPS 2011). Pengukuran status kesehatan bisa dilakukan dengan dua jenis indikator, yaitu angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Subandriyo 1993). Morbiditas adalah jumlah kejadian suatu penyakit yang dirumuskan sebagai jumlah anak yang sakit pada setiap 1000 populasi anak. Angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan berhubungan dengan berbagai faktor lingkungan, yaitu perumahan, air minum dan kebersihan, serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi dan pelayanan kesehatan di daerah tersebut (Beaglehole 1997). Angka kesakitan sangat sensitif dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat pendidikan ibu, tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak, kondisi kesehatan lingkungan, status gizi, dan perkembangan ekonomi (Subandriyo 1993). Penyakit Infeksi Penyakit
infeksi
merupakan
penyakit
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, protozoa, cacing, dan sebagainya (Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Proses terjadinya penyakit infeksi dikarenakan adanya bibit penyakit (agent) yang masuk ke dalam tubuh manusia yang rentan (host). Munculnya bibit penyakit bervariasi dengan waktu dan kondisi lingkungan, semisal banyaknya ekskresi penderita penyakit pencernaan, kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup agent, tempat masuk dan adanya reservoir lain dari agent. Mobilitas dan kontak interpersonal dalam populasi dan lamanya imunitas terdahulu dengan agent yang sama atau masih dalam satu keluarga, berpengaruh terhadap banyak sedikitnya jumlah orang yang rentan terhadap suatu penyakit (Atmodjo & Rustiawan 1996).
11
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan suatu jenis penyakit infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bagian bawah. Baik di negara berkembang maupun negara maju, penyakit ISPA masih sangat populer terutama di kalangan anak-anak. Tidak sedikit dari pasien ISPA anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena keparahan penyakitnya. Jika tidak ditangani secara baik, maka penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat menyebabkan kecacatan hingga dewasa (Rasmaliah 2004). Menurut Sukarni 1989 dalam Fitriyani 2008, penyakit yang termasuk ISPA meliputi pilek, tonsilitis, pharyngitis, otitis media, laryngitis, bronchitis, dan pneumonia. ISPA masih dianggap sebagai masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian pada bayi dan balita yang cukup tinggi hingga mencapai 20-30%. Sebagian besar kematian tersebut dikarenakan penyakit pneumonia yang kebanyakan diderita bayi yang berumur kurang dari 2 bulan (Rasmaliah 2004).Istilah ISPA sendiri sebenarnya mencakup tiga unsur yaitu : a. Infeksi yatu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Saluran pernafasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adenoksa saluran pernafasan (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura). c. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes 2004 dalam Fitiriyani 2008). a. Pilek dan Influenza Pilek adalah penyakit yang disebabkan disebabkan oleh adenovirus. Gejala dari penyakit ini adalah hidung tersumbat, bersin, batuk, dan sakit tenggorokan (Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Pilek yang lebih berat akan disertai dengan demam dan biasanya terdapat infeksi bakteri lain yang menyebabkan lendir menjadi lebih kental dan suhu badan naik. Influenza atau lebih dikenal dengan istilah flu merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan akut yang ditandai dengan demam dan disebabkan
12
oleh virus influensa tipe A dan tipe B. Pilek dan influenza cenderung memiliki gejala yang sama, hanya jenis virus yang menyerang yang berbeda. Influenza mudah menular terutama melalui bersin dan batuk. Influensa terjadi hampir setiap tahun terutama pada saat cuaca dingin di daerah beriklim sedang. b. Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu jenis penyakit ISPA yang sifatnya kronik dan disebabkan oleh virus Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru (Shulman et al 1994 dalam Fitriyani 2008). Gejala awal yang biasa dirasakan penderita TB yaitu lesu, demam yang tidak terlalu tinggi, berat badan tidak naik, berkeringat di malam hari, dan batuk-batuk. Jika pernyakit bertambah berat, maka akan timbul gejala seperti penderita menjadi semakin kurus, pucat, lemah, hingga batuk berdarah (Entjang 2000 dalam Fitriyani 2008). Di Indonesia sendiri, kasus TB telah terjadi sebanyak 583 kasus dengan kematian berjumlah 130 penderita tuberkulosis positif pada dahaknya. Hasil survei kesehatan rumah tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan usia. Kebanyakan kasus TB terjadi pada kelompok masyarakat yang berada di golongan sosial ekonomi rendah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan oleh daya tahan tubuh, status gizi, kebersihan diri individu, dan kepadatan tempat tinggal (Hiswani 2004). c. Bronchitis Bronchitis merupakan peradangan pada saluran masuknya udara (bronchi) pada paru-paru. Gejala bronchitis meliputi batuk yang mengeluarkan mucus, nafas yang pendek, dan sakit pada dada. Bronchitis dapat bersifat akut dan kronis. Bronchitis akut disebabkan oleh virus parainfluenza (PIV) sedangkan bronchitis kronis merupakan salah satu dari jenis Chronic Obstructive Pulmonay Disease (COPD). Bronchitis kronik biasanya disebabkan oleh rokok, udara yang kotor, dan debu (American Academy of Family Physcians 2006). Infeksi Saluran Pencernaan a. Diare Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang terjadi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih dari sehari) dengan konsistensi lembek hingga encer, bahkan dapat berupa air saja. Diare bisa disebabkan oleh kuman yang ada pada kotoran manusia, kemudian ditularkan oleh lalat atau air yang tidak bersih, tangan yang tidak bersih dan keracunan makanan. Tanda-tanda diare
13
diantaranya adalah buang air besar encer terus menerus (lebih dari tiga kali sehari), kadang disertai muntah dan panas, nafsu makan berkurang dan merasa selalu haus serta badan lesu dan lemas (Latifah et al. 2002). Secara umum, diare ada dua jenis yaitu diare akut dan kronis. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya sedangkan diare akut adalah diare yang timbul secara tiba-tiba dan berlangsung selama beberapa hari. Biasanya, diare akut lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil daripada anak yang lebih besar. Prevalensi diare di negara berkembang cenderung lebih tinggi dikarenakan kontaminasi dari sumber air yang tercemar dan defisiensi zat gizi yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono dalam As’Ad 2002). Diare
akut
dapat
menyebabkan
seseorang
menderita
dehidrasi
(kekurangan cairan). Dehidrasi ini bisa berupa dehidrasi ringan, sedang, hingga berat dan dapat mengenai semua jenis usia, mulai dari bayi hingga lansia. Jika dehidrasi ini terlambat ditanggulangi, maka akan menyebabkan komplikasi yang lebih lanjut.
Pencegahan diare
sendiri dapat
dilakukan dengan mulai
membiasakan diri menggunakan air bersih dan sehat, baik untuk minum, mencuci bahan makanan dan peralatan memasak, serta mencuci tangan setelah buang air besar (Latifah et al. 2002). b. Disentri Disentri adalah salah satu jenis penyakit yang menyerang saluran cerna yang biasanya disertai dengan kram perut dan adanya darah dalam tinja (Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Disentri biasanya bersifat akut. Berdasarkan penyebabnya, disentri dibedakan menjadi dua yaitu disentri amoeba dan disentri basiller. Disentri amoeba disebabkan oleh Entamoeba histolyca sedangkan disentri basiller disebabkan oleh infeksi bakteri golongan Shigella (Hembing 2006). Perbedaan lain disentri amoeba dengan basiller yaitu disentri amoeba biasanya disertai dengan dehidrasi sedangkan disentri basiller tidak (Slamet 1996). c. Gastritis Gastritis merupakan iritasi, peradangan (infeksi) pada lambung. Gastritis dapat bersifat akut dan kronik. Gejala gastritis antara lain mual, muntah, diare, demam, kehilangan nafsu makan, keluarnya gas, dan rasa sakit pada lapisan lambung. Gastritis disebabkan oleh infeksi bakteri/virus. Selain infeksi, gastritis
14
juga bisa terjadi karena kelebihan asam lambung akibat merokok, mengonsumsi alkohol, kafein, makanan yang asam dan pedas, penggunaan aspirin, nonsteroid, dan anti peradangan serta akibat stres (Severance 2001 dalam Fitriyani 2008). d. Hepatitis Hepatitis merupakan salah satu penyakit pada saluran pencernaan yang menyerang hati. Gejala utama hepatitis yaitu demam yang akut, perasaan mual, muntah, hati membengkak, dan sklera mata kekuningan (ikterus). Gejala penyakit ini akan muncul setelah 1-2 bulan terjadinya infeksi dalam tubuh. Penyakit ini dapat menyebar secara langsung melalui air, makanan yang terkontaminasi, virus, dan melalui udara (Fitriyani 2008). Penyakit Kulit a. Cacar Air Cacar air merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang menular. Penularan ini bisa melalui batuk, bersin, ataupun sentuhan langsung dengan cairan lepuh cacar air. Penyakit ini disebabkan oleh virus Varisela zoster. Jika cacar air terjadi pada anak-anak biasanya akan terjadi dalam waktu yang singkat, sebaliknya jika terjadi saat dewasa umumnya akan mengalami gejala yang lebih parah. Sekitar 75% dari masyarakat menderita infeksi cacar air sebelum usia 12 tahun (State Goverment of Victoria 2006). Penderita cacar air biasanya akan mengalami masa inkubasi 10-12 hari, kemudian akan muncul ruam berupa bintik-bintik merah, yang nantinya akan melepuh dalam beberapa jam. Bintik-bintik merah ini dapat muncul di hampir semua bagian tubuh. Gejala umum yang akan dialami penderita cacar air adalah demam, merasa kurang sehat, dan rasa gatal (State Goverment of Victoria 2006). b. Bisul Bisul merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau parasit. Penyakit ini ditandai oleh adanya kumpulan nanah di dalam rongga yang terbentuk oleh tisu akibat terjangkit oleh virus ataupun parasit. Gejala utama yang menyertai yaitu kemerahan, panas, bengkak, dan sakit. Beberapa bisul dapat disebabkan oleh tumbuh rambut atau sebagai hasil dari sempalan atau bahan asing lainnya yang telah menjadi bersarang di kulit (Fauci 2008).
KERANGKA PEMIKIRAN Morbiditas atau angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (Depkes 2008). Menurut Subandrio (1993), angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi, serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Rumah merupakan bagian dari kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia yang berfungsi sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat tinggal. Aspek kenyamanan dan keamanan tentunya menjadi prioritas dalam menentukan pemilihan rumah. Lingkungan fisik yang bersih dan sehat, tentunya akan menentukan kesehatan manusia yang hidup di dalamnya. Lingkungan fisik tersebut mencakup kondisi sanitasi, kondisi lingkungan rumah, sumber air, dan pembuangan limbah. Lingkungan yang
kotor dan tidak sehat tentunya akan
menjadi sasaran empuk bibit penyakit untuk menyebarkan penyakit yang mereka bawa, baik melalui air, udara, ataupun hewan vektor. Kebiasaan makan seseorang merupakan kebiasaan makan keluarga, karena individu tersebut selama tinggal didalam rumah keluarganya terus mengalami proses belajar seumur hidupnya dari keluarga tersebut (suhardjo 1989). Proses belajar yang menghasilkan kebiasaan makan terjadi seumur hidup sejak anak lahir sampai menjadi dewasa dan masih terus berlangsung selama hidupnya (Soedioetama 1989). Kebiasaan makan anak dipengaruhi oleh peranan orang tua terutama ibu. Untuk memperhatikan kebiasaan makan agar pertumbuhan dan perkembangannya dapat terawasi dengan baik (Suhardjo 1989). Faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Dimana kebiasaan makan yang salah dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan berimplikasi terhadap status gizi anak balita. Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan (Sunarti 2004).Status gizi seseorang pada dasarnya merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh (Pasanea 2011). Status gizi dapat menggambarkan keadaan kesehatan
16
tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan (Riyadi 2001). Status gizi akan dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan gizi akibat infeksi penyakit dari parasit. Dengan demikian kondisi lingkungan rumah ibu balita yang semakin baik, kebiasaan makan balita yang baik dan status gizi yang semakin baik juga diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan balita.
17
Karakteristik Orang Tua Balita -
Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besar keluarga
Kebiasaan makan
Status gizi balita
Status kesehatan balita
Sanitasi Rumah
Keterangan : Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Alur variabel yang diteliti Alur variabel yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka model keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor .
METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di DesaSukaluyuh, Sukaresmi, Sukajadi dan Sukajaya,, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memenuhi syarat dari penelitian ini, yaitu adanya ibu balita, dan balita. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2012. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) bersedia untuk diwawancarai. Masing-masing desa diambil 30 orang, sehingga secara keseluruhan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Penentuan jumlah contoh pada masingmasing desa berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam mengkoordinir contoh pada saat pengambilan data serta sulitnya mencari contoh yang mau berpartisipasi pada penelitian ini. Jenis dan Cara Pengambilan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah keluarga), keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita, status gizi dan status kesehatan. Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan dan puskesmas. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Tabel 1 Data primer dan cara pengumpulannya No 1
Data Karakteristik keluarga
Variabel 1. Umur 2. Pendidikan
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuisioner
3. Pekerjaan 4. pendapatan 5. jumlah keluarga 2
Keadaan Rumah
1. Keadaan rumah
Wawancara menggunakan kuisioner dan pengamatan
19
No
Data
Variabel
Cara pengumpulan data
3
Kebiasaan makan
1. frekuensi makan protein hewani, protein nabati, sayuran, dan buah 2. tabu makanan
Wawancara menggunakan kuisioner
4
Status Gizi
1. BBU
Wawancara menggunakan kuisioner dan pengukuran langsung
2. TBU 3. BBTB 5
1. Lama terkena
Status kesehatan
Wawancara menggunakan kuesioner mengenai
penyakit, 2. Fekuensi terkena penyakit contoh.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data yang dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 forwindows,dan Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan statistik inferensia yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Data karakteristik keluarga meliputi besar dan pendapatan keluarga. Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1993). Pendapatan keluarga diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama, maupun pekerjaan tambahan selama satu bulan, yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dan dinyatakan dalam satuan Rp/kapita/bulan. Hasil tersebut kemudian di kategorikan menjadi dua kategori berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS 2011) yaitu miskin(
60 tahun) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan formal dikelompokkan berdasarkan data sebaran, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat,
SMA/sederajat,
dan
Perguruan
Tinggi.
Jenis
pekerjaan
20
dikelompokkan menjadi ibu rumah tangga, wiraswasta, PNS dan swasta, serta lain-lain. Data karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin. Umur balita dikelompokkan menjadi kelompok umur 12-24 bulan, 25-36 bulan, dan 37-60 bulan. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Data keadaan rumah yang dipakai untuk analisis SEM yaitu luas rumah per orang, skor total yang diperoleh yaitu dengan cara membagi luas rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tersebut. Penilaian kebiasaan makan yang dipakai untuk analisis SEM yaitu menggunakan kuesioner food frequency. Pertanyaan kuesioner meliputi frekuensi makan pangan hewani (telur dan susu) per minggu, frekuensi makan pangan nabati (tempe dan tahu) per minggu , frekuensi makan sayuran (bayam) per minggu , frekuensi makan buah-buahan (pepaya) per minggu dan seberapa banyak balita memliki makanan tabu. Untuk mengukur status gizi anak dibawah umur lima tahun dan anak umur lima sampai delapan tahun menggunakan Z-skor. Tiga indikator yang dihitung dengan Z-skor adalah BB/U, BB/TB dan TB/U. Dengan demikian menggunakan rumus : Z – skor BB/U = ( Bbu – BBr ) SDr Keterangan : Bbu
= Berat Badan menurut umur
BBr
= Berat Badan standar pada umur yang sesuai menurut WHO
SDr
= Standar deviasi pada umur dan jenis kelamin yang sesuai. Jika nilai Z-skor BB/U yang diperoleh diantara -2 sampai +2 maka
dikategorikan normal, apabila dibawah -2 dikategorikan underweight dan apabila diatas +2 maka dikategorikan Overweight. Jika nilai Z-skor BB/TB yang diperoleh diantara -2 sampai +2 maka dikategorikan normal, apabila dibawah -2 dikategorikan kurus (wasted) dan apabila diatas +2 dikategorikan lebih. Jika nilai Z-skor TB/U yang diperoleh diantara -2 sampai +2 akan dikategorikan normal, apabila dibawah -2 dikatsegorikan pendek (stunted) dan apabila diatas +2 dikategorikan lebih. Perhitungan
status
kesehatan
balita
menggunakan
analisis
skor
morbiditas dihitung dengan cara menjumlahkan lama sakit dan frekuensi sakit selama sebulan terakhir berdasarkan pengkategorian untuk lama sakit yaitu
21
kategori 1-3 hari, 4 – 6 hari, 8 – 14 hari, >14 hari. Sedangkan untuk frekuensi sakit yaitu kategori 1kali/bulan, 2kali/bulan, 3kali/bulan, ≥4 kali/bulan. Analisis data Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Menurut Wijayanto (2008) model persamaan struktural (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks, baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. SEM memiliki dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana setiap variabel eksogen selalu independen. Variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen. Berikut adalah model SEM yang digunakan pada penelitian ini. x1
λx11 ξ1
λx211 λx311 λx41 λx51 λx61
λx71
γ11 ε11
y1
ε21
y2
λy21
ε31
y3
λy41
ε41
y4
x2
δ11 λx11 δ21
x3
δ31
x4
δ41
x5
δ51
x6
δ61
x7
δ71
λy11 ελ1y31
λy52
β21
ε2
λy62
y5 ε52 ε62
y6
λy72
γ21 ξ2 Gambar 2 Model Structural Equation Modeling
Ka y7 ε72 ra kt eri sti λx82 δ82 xk8 Or an g (SEM) penelitian Tu a Ba lit a -
U m
22
Berikut adalah notasi matematik dari model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian. PersamaanPengukuran : x1= λx11 ξ1 + δ11 x2= λx21ξ1 + δ21 x3= λx31 ξ1 + δ31 x4= λx41ξ1+ δ41 x5= λx51ξ1+ δ51 x6= λx61ξ1+ δ61 x7= λx7ξ1+ δ71 x8= λx82ξ2+ δ82 y1= λy11 ε1 + ε11 y2= λy21 ε1 + ε21 y3= λy31 ε1 + ε31 y4= λy42ε1 + ε42 y5= λy52ε2 + ε52 y6= λy62ε2+ ε62 y7= λy72ε2 + ε72 Model struktural: ε1= β21ε1+δ1 ε2= γ11ξ2 + γ21ξ2 +δ2 Keterangan: Variabel laten eksogen: ξ1 (KSI1) = kebiasaan makan ξ2 (KSI2) = keadaan rumah Variabel laten endogen: ε1(ETA1) = Status Kesehatan ε2 (ETA2)= Status Gizi Manifest laten eksogen: X1= Frekuensi makan telur per minggu X2 = Frekuensi minum susu per minggu
23
X3= Frekuensi makan tahu per minggu x4= Frekuensi makan tempe per minggu x5 = Frekuensi makan bayam per minggu x6= Frekuensi makan pepaya per minggu x7= Tabu makanan x8 = Luas rumah Manifest laten endogen: y1 = Lama sakit diare y2 = Lama sakit ISPA y3 = Frekuensi Sakit Diare y4 = Frekuensi sakit ISPA y5 = BBU y6 = TBU y7 = BBTB
24
Definisi Operasional Ibu balita adalah ibu yang mempunyai anak balita yang terdafar sebagai peserta Posyandu. Balita adalah anak yang berusia 12-60 bulan yang tinggal bersama kedua orang tuanya. Besar keluarga adalah jumlah/banyaknya orang yang tinggal dalam satu keluarga dan menjadi tanggungan kepala keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan dalam bentuk uang dan dibagi dengan seluruh tanggungan keluarga yang dinyatakan dalam rupiah perkapita perbulan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan hingga diwawancarai. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh ibu balita yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi. Pekerjaan ibu adalah jenis pekerjaan atau mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang dikelompokkan menjadi ibu rumah tangga, wiraswasta, PNS dan swasta, dan lain-lain. Food frequency questionnaire adalah salah satu metode penilaian konsumsi pangan untuk mengetahui kebiasaan konsumsi pangan dari individu dalam jangka waktu tertentu. Keadaan rumah adalah keadaan lingkungan rumah yang diperkirakan akan mempengaruhi status gizi balita, meliputi luas rumah. Kebiasaan
makanan
anak
balita
adalah
cara
contoh
memilih
dan
mengkonsumsi makanan pada anak sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, dan budaya, serta pola asuh makan yang dinilai berdasarkan frekuensi makan,dan seberapa banyak tabu makan balita. Makanan pantangan adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap orang yang melanggarnya. Status gizi anak balita adalah kondisi kesehatan tubuh anak balita yangdiakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan.
25
Status kesehatan anak balita adalah kondisi kesehatan (riwayat sakit) anak balita dalam tiga bulan terakhir yang meliputi jenis penyakit, frekuensi sakit(berapa kali sakit) dan lama sakit (dalam hari) dengan menggunakan kuesioner.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Kecamatan Taman Sari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas 2.630.936 Ha. Kecamatan taman sari terdiri dari 8 desa, 25 lingkungan/dusun, 91 RW, 360 RT, dengan jumlah penduduk laki-laki 44.075 jiwa dan perempuan 41.803 jiwa. Secara administrasi Kecamatan Taman Sari mempunyai batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kec. Ciomas dan Bogor selatan; sebelah barat berbatasan dengan Gunung Salak; sebelah selatan berbatasan dengan Kec.Tenjolaya dan Kec. Dramaga; sebelah timur berbatasan dengan Kec. Cijeruk. Kecamatan Taman Sari beriklim sejuk dengan temperatur suhu rata-rata 25ºC pada siang hari dan 30ºC pada malam hari, dengan ketinggian antara 700 meter di atas permukaan laut, yang merupakan kawasan berbukit di bawah kaki Gunung Salak. Berdasarkan karakteristik wilayah dan pola interaksi dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional, Kecamatan Taman Sari termasuk ke dalam pembangunanwilayah Kabupaten Bogor Selatan yang merupakan kawasan penyangga resapan air dan kawasan hijau dengan mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan dan mengadakan gerakan rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon).Sebagai wilayah pengembangan pertanian dan wisata, Kecamatan Taman sari yang menonjol produksi pertaniannya adalah padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan sayur-sayuran.Di samping itu juga sebagai sentra tanaman hias yang pemasarannya telah memasuki pangsa local, regional, dan mancanegara. Pengembangan lainnya adalah industrI sedang berjumlah 27 buah dengan tenaga kerja 77 orang, kecil 400 buah dengan pekerja 1200 orang, dan home industry 74 buah dengan pekerja 400 orang. Untuk pengembangan pariwisata ada Kampung Budaya Sindang Barang, Bumi Perkemahan, Curug Nangka, dan Wisata Situs yang tersebar di Desa Pasireurih, Sukamantri, dan tamansari. Tabel 2 Luas tanah dan pola pemanfaatannya No 1 2 3 4 5
Pemanfaatan Pemukiman Sawah Darat Perkebunan Pertanian
Luas (Ha) 981.94 237.78 1610.75 -
27
No 6 7 8
Pemanfaatan Rawa/Situ Hutan Lapangan olahraga
Luas (Ha) 35.00 8.60
Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari Tahun 2011
Kondisi Demografis Penduduk Kecamatan Tamansari sampai dengan bulan Desember 2011 berjumlah 85,878 jiwa terdiri dari 44,075 jiwa laki-laki dan 41,803 jiwa perempuan. Total jumlah penduduk yang ada tersebar di delapan desa yang terdapat di Kecamatan Tamansari dengan jumlah yang berbeda-beda. Desa yang paling padat penduduknya adalah Desa Sukamantri, sedangkan jumlah yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Desa Sukajadi. Tabel 3 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin No 1 2 3 4 5 6 7 8
Desa Sukamantri Sirnagalih Pasir Eurih Tamansari Sukaresmi Sukaluyu Sukajaya Sukajadi Total
Laki-laki 6,857 6,505 5,805 5,512 5,947 4,602 4,996 3,851 44,075
Perempuan 6,575 6,991 5,818 5,308 5,517 3,910 5,173 3,911 41,803
Total 13,432 12,496 11,223 10,820 11,464 8,512 10,169 7,762 85,878
Kondisi Sosial Budaya Kecamatan Tamansari dikenal sebagai bagian dari wisata Curug Nangka, Bumi Perkemahan Sukamantri, Gunung Salak Endah dan Pura.Setiap hari libur terjadi kemacetan lalu lintas kenderaan, terutama di sekitar wilayah yang dapat memicu kemacetan sebagai akibat dari tidak disiplinnyapengemudi angkut dan para pedagang yang sebagian berjualan di badan jalan. Pada bidang olahraga, Kecamatan Tamansari belum memiliki sarana olahraga terpadu dan memadai. Dalam bidang kebudayaan ditujukan untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerahdi tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negative budaya global. Pengembangan seni dan budaya Kecamatan Tamansari diselenggarakan secar terintegerasi dengan pembangunan kepariwisataan.Pada tahun 2010 telah dilakukan berbagai macam kegiatan untuk melestarikan dan mengaktualisasikan seni dan budaya daerah sebagai
upaya
mengelola
kekayaan
dan
keragaman
budaya
serta
mempromosikan, menjalin kemitraan, dan mengembangkan destinasi pariwisata di Kecamatan Tamansari.
28
Kondisi Ekonomi Denyut nadi perekonomian Kecamatan Tamansari didukung oleh sarana dan prasarana wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana prasarana tersebut dalam pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemicu pertumbuhan wilayah dan pengikat wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perkotaan, diantaranya adalah keterbatasan transportasi, pengairan, jaringan listrik, telekomunikasi, dan pemukiman. 1. Jaringan Transportasi Jaringan transportasi di Kecamatan Tamansari cukup baik, kondisi jalan relatif baik, sebagian besar telah beraspal dan seluruh wilayah dapat dilalui oleh kenderaan beroda empat sepanjang tahun. 2. Jaringan air bersih/irigasi Pemenuhan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Tamansari dan sebagian warga masyarakat memanfaatkan air bawah tanah berupa sumur gali, pembuatan jet pump, dan lain-lain. Untuk mandi cuci kakus (MCK) sebagian besar mempergunakan air bawah tanah. 3. Jaringan listrik Pelayanan jaringan listrik PLN telah menajngkau seluruh wilayah yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pemukiman, perkantoran, industry, perdagangan, dan jasa.Khusus untuk penerangan jalan umum (PJU), sebagian besar wilayah Tamansari telah dilengkapi dengan PJU yang tiap tahun selalu diadakan penambahan PJU untuk peningkatan sarana umum pelistrikan.Sedangkan untuk mengimbangi tingginya penggunaan daya listrik PLN oleh masyarakat, maka di beberapa lokasi pemukiman dan perindustrian memanfaatkan jaringan listrik dari genset.Prasarana telekomunikasi masyarakat mayoritas dilayani oleh PT. Telkom dan sebagian dengan sarana Handphone yang dimiliki oleh masyarakat. Untuk keperluan pos dan giro dilayani langsung oleh kantor Pos dan Giro Ciomas.
29
4. Perekonomian masyarakat Berbagai kebijakan dari pemerintah untuk memberdayakan perekonomian masyarakat telah banyak dilakukan.Di bidang pendidikan program BOS, KBBS dari provinsi Jawa Barat, pemberdayaan PLS, pemberian beasiswa, dan lain-lain. Pada bidang kesehatan ada pemberian Askes Gakin, Raksa Desa Kesehatan, Pemberdayaan
Posyandu,
penanganan
KLB,
dan
bidang
peningkatan
kemampuan day beli penciptaan lapangan kerja baru. Sejalan dengan itu, untuk mengantisipasi naik turunnya denyut nadi perekonomian di Kecamatan Tamansari maka pembangunan perekonomian pada setiap bidang pembagunan penyebarannya diarahkan merata.Perencanaan pembangunan yang ditetapkan dan upaya pengembangan infrastruktur senantiasa diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat perkotaan dengan konsep pengembangan potensi yang dimilki wilayah. Sebagai ibu balita adanya potensi alam berupa situ-situ tentunya akan mendukung pula potensi pengembangan wilayah Kecamatan Tamansari di bidang pariwisata. Potensi alam tersebut adalah Situ Taman di Desa Tamansari dengan luas 2.4 Ha dan Situ Jadi di desa Sukajadi dengan luas 1.5 Ha. Berdasarkan pekerjaan, penduduk Kecamatan Tamansari mempunyai pekerjaan yang beraneka ragam, namun secara garis besar sebagian besar penduduk adalah bekerja sebagai petani, peternak, pengusaha, wiraswasta, karyawan swasta, PNS, Polri, dan lainnya. Tabel 4 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan Tamansari Tahun 2011 No Desa Kecil Menengah 1 Tamansari 12 58 2 Sukajaya 25 84 3 Sukamantri 20 56 4 Sirnagalih 8 183 5 Pasir Eurih 10 125 6 Sukaluyu 12 94 7 Sukajadi 15 60 8 Sukaresmi 20 283 Sumber: Seksi Ekbang Kecamatan Tamansari tahun 2011
Besar 3 7 3 6 4 2
Karakteristik Ibu balita Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya individu yang tinggal bersama dalam satu atap dan dalam sumber penghidupan yang sama. Anggota keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak, saudara dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu atap Menurut Hurlock (1993), besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga
30
kelompok, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 5 Tabel 5 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga Besar keluarga
n
%
kecil (≤4 orang)
71
59.2
sedang (5-7 orang)
37
30.8
Besar ( ≥8 orang)
12
10.0
120
100
Total Rata-rata ± sd
4.9 ± 2.1
Minimum – Maksimum
3 – 14
Berdasarkan tabel sebaran besar keluarga diatas jumlah anggota keluarga terkecil dalam penelitian ini adalah sebanyak 3 orang, sedangkan jumlah jumlah anggota keluarga terbesar sebanyak 14 orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang. Sebagian besar 59.2% keluarga ibu balita berada pada kategori keluarga kecil, sedangkan 30.8 % keluarga ibu balita berada pada kategori keluarga sedang, dan sisanya 10% berada dalam kategori besar. Pendapatan Keluarga Kondisi ekonomi keluarga adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kehidupan
keluarga
lainnya,
diantaranya
pendidikan
keluarga,kesehatan dan gizi balita, serta kualitas tumbuh kembang anak balita (Gunarsa
&Gunarsa
1995).
kesejahteraankeluarga.
Pendapatan
Keluarga
dengan
berhubungan
dengan
tingkat
pendapatan
terbatas
besar
kemungkinan kurangdapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh.Dengan demikian, kondisi ini menyebabkan keanekaragaman bahan makanankurang terjamin, karena dengan keterbatasan uang itu menyebabkan
tidakbanyaknya
pemilihan
dalam
hal
makanan
(Madihah
2002).Oleh sebab itu, pada penelitian ini pendapatan keluarga yang dimaksud yaitu penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh oleh ayah, ibu, dan keluarga lain dalam satu atap per bulannya. Berdasarkan sebaran pendapatan keluarga tabel 6, pendapatan keluarga terkecil adalah sebesar Rp.64.450 perkapita/bulan. Sedangkan pendapatan keluarga
yang
terbesar
adalah
Rp.4.585.700
perkapita/bulan.
Rata-rata
pendapatan keluarga pada penelitian ini adalah sebesar Rp.362.081. Keluarga yang termasuk dalam kategori keluarga tidak miskin sebanyak 75.8%, sedangakan kategori miskin sebanyak sebanyak 24.2%. Kategori tingkat
31
pendapatan ini berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS 2011). Keluarga yang termasuk dalam kategori miskin jika pendapatan keluarga kurang dari Rp.214.338 perkapita/bulan dan yang termasuk dalam kategori miskin jika pendapatan keluarga kurang dari lebih besar sama dengan Rp.214.338 perkapita/bulan. Bedasarkan pada tingkat keluarga, penurunan daya beli akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan, terutama bagi warga kelas ekonomi bawah. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah 1997). Tabel 6 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga (Rp/kap/bln)
n
%
Miskin (
26
21.7
Tidak miskin (≥214.338)
94
78.3
120
100
Total Rata-rata ± sd
362.081 ± 396.887
Minimum – Maksimum
64.450 – 4.585.700
Umur Menurut Kotler (2002), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (4060 tahun), dan dewasa lanjut (> 60 tahun) (Hurlock 1980). Sebaran ibu balita berdasarkan umur disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran ibu balita berdasarkan umur Umur
Suami
Ibu balita
N
%
n
Dewasa dini (18-39)
104
86.7
111
Dewasa madya (40-60)
16
13.3
9
Total Rata-rata ± sd
120 100 31.9 ± 8.0
Minimum – Maksimum
20 – 60
120 26.6 ± 6.9
% 92.5 7.5 100
18 – 50
Berdasarkan tabel sebaran diatas umur suami terendah pada penelitian ini adalah 20 tahun, sedangkan umur suami tertinggi adalah 60 tahun dengan rata-rata umur suami pada penelitian ini adalah 31.9 tahun. Kebanyakan umur suami berada pada kategori umur dewasa dini (86.7%), kemudian sisanya berada pada kategori dewasa madya (13.3%). Sementara itu, umur terendah pada ibu balita adalah 18 tahun, sedangkan umur tertinggi adalah 50 tahun
32
dengan rata-rata 26.6 tahun. Kebanyakan umur ibu balita berada pada kategori dewasas dini (92.5%), kemudian sisanya berada pada kategori dewasa madya (7.5%). Pendidikan Pendidikan adalah salah satu sarana untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Hardinsyah (2007) semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan memiliki akses yang mudah dalam memperoleh informasi mengenai gizi dan kesehatan sehingga akan memiliki pengetahuan gizi yang tinggi pula. Pada penelitian ini tingkat pendidikan ibu balita dan suami dibagi ke dalam lima kategori, yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi. Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan
Suami
Ibu balita
N
%
Tidak tamat SD
42
35.0
1
0.8
SD/sederajat
65
54.2
48
40.0
SMP/sederajat
7
5.8
57
47.5
SMA/sederajat
2
1.7
12
10.0
Perguruan tinggi Total
n
%
4
3.3
2
1.7
120
100
120
100
Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar tingkat pendidikan tertinggi suami adalah SD/sederajat (54.2%). Sementara itu, sebanyak 35% suami tidak tamat SD. Sebagian besar pendidikan tertinggi ibu balita adalah SMP/sederajat (47.5%). Sementara itu, ibu balita yang tidak tamat SD hanya sebesar 0.8%, dapat dilihat sangat jauh dibawah persentase tidak tamat SD pada suami (35%). Secara umum, persentase tingkat pendidikan ibu balita lebih baik dibandingkan tingkat pendidikan suami. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak,
karena
tingkat
pendidikan
ibu
berpengaruh
terhadap
tingkat
pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003). Pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalampendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukkan status kesehatan, fertilitas, dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.
33
Dengan demikian, informasi tentang masalah kesehatan dapat lebih mudah diterima oleh keluarga ataumasyarakat (Sukarni 1989). Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena dengan tingkat pendidikan tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik (Berg 1986). Pekerjaan Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang (Hardinsyah & Suhardjo 1987). Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Bila mereka bekerja maka akan diupah lebih tinggi dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah. Jenis pekerjaan yang dilakukan individu akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga karena berhubungan dengan pendapatan dan penghasilan keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga erat kaitannya dengan pendidikan anak.Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan Pekerjaan
Suami
Ibu balita
n
%
n
%
Petani
9
7.5
2
1.7
Pedagang
9
7.5
7
5.8
Buruh tani
14
11.7
1
0.8
Buruh non-tani
73
60.8
1
0.8
Jasa
9
7.5
2
1.7
IRT/ tidak bekerja
0
0.0
107
89.2
Lain-lain
6
5
0
0
120
100
Total
120
100
Berdasarkan tabel 9, sebagian besar jenis pekerjaan suami adalah buruh non-tani (60.8%). Pekerjaan non-buruh disini diartikan sebagai pengrajin sepatu dan sandal. Sementara itu, persentase terkecil jenis pekerjaan suami dikelompokkan ke dalam kategori lain-lain (5%). Kategori lain-lain ini terdiri dari pekerjaan sebagai PNS, karyawan swasta, sales, bendahara desa, guru sekolah,dan guru les.Persentase terbesar jenis pekerjaan ibu balita berada pada kategori ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%).Sementara itu, ibu yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan hanya dalam jumlah yang kecil, yaitu
34
pedagang (5.8%), petani (1.7%), jasa (1.7%), buruh tani (0.8%), dan buruh nontani (0.8%).
Karakteristik Balita Jenis kelamin Karakteristik balita dalam penelitian ini adalah karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin. sebaran jenis kelamin balita disajikan pada tabel 10. Tabel 10 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
n
%
Laki-laki
61
50.8
Perempuan
59
49.2
120
100.0
Total
Berdasarkan tabel 10, terlihat bahwa persentase jumlah jenis kelamin anak laki-laki dan perempuan cenderung hampir sama. Walaupun balita yang berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih banyak di banding dengan balita berjenis kelamin perempuan yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan. Umur Usia
balita
memperkenalkan
merupakan kepada
anak
masa
yang
tentang
paling
ideal
untuk
mulai
perilaku-perilaku
dasar
yang
berhubungan dengan gaya hidup sehat. Orang tua harus dapat memanfaatkan rasa ingin tahu anak dan menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan masalah kesehatan, keselamatan dan gizi. Orang tua harus dapat meningkatkan kesadaran anak-anak mengenai isu lingkungan yang kompleks serta pengaruh pengaruhnya (Marotz et al. 2005). Umur balita pada penelitian ini dibagi ke dalam lima kategori berdasarkan Riskesdas (2010), yaitu ≤5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan. Sebaran ibu balita berdasarkan umur balita disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran balita berdasarkan umur Umur
n
%
≤5 bulan
11
9.2
6-11 bulan
22
18.3
12-23 bulan
39
32.5
24-35 bulan
37
30.8
36-47 bulan
11
9.2
120
100.0
Total Rata-rata ± sd Minimum – Maksimum
20.1 ± 11.0 1 – 46
35
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat terdapat umur terendah pada balita adalah 1 bulan, sedangkan umur balita yang tertinggi adalah 46 bulan dengan rata-rata 20.1 ± 11.0 bulan. Sebesar 32.5% balita berada pada golongan umur 12-23 bulan dan sebanyak 30.8% balita yang berumur 24-35 bulan. Keadaan Rumah Ibu Balita Rumah merupakan salah satu yang mempengaruhi kehidupan manusia dan sebagian besar kehidupan manusia dihabiskan dirumah. Rata – rata luas rumah balita 63,7 m2. Luas rumah kemudian akan dibandingkan dengan jumlah penghuni dirumah untuk mengetahui tingkat kepadatan suatu rumah. Menurut sukarni (1994), luas ruangan per orang yang dianggap baik adalah >10 m2/orang, cukup jika luas ruangan 7-10 m2/orang. Dan kurang jika luas ruangan < 7 m2. Luas bangunan rumah yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded. Rumah yang terlalu padat bisa menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit karena kebersihan rumah yang kurang, fasilitas yang kurang memadai, penularan penyakit yang cepat jika ada anggota keluarga yang sakit dan privacy anggota keluarga akan terganggu (Sukarni 1994). Jika dilihat dari pendapatan per kapita, sebagian besar keluarga balita berada diatas garis kemiskinan. Akan tetapi, ini bukanlah suatu jaminan bahwa mereka akan memiliki rumah yang sesuai dengan standar dan sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ditinggali didalamnya. Karena pendapatan yang mereka miliki lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat padaSebaran rumah ibu balita berdasarkan kondisi rumah disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran rumah ibu balita berdasarkan keadaan rumah. Variabel
Kategori
n
Luas rumah
Kurang
22
18
Cukup
30
25
Baik
70
58
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
%
luas rumah ibu
balita termasuk dalam kategori baik (58%), cukup (25%), dan kurang (18%). Menurut sukarni (1994), luas ruangan per orang yang dianggap baik adalah >10 m2/orang, cukup jika luas ruangan 7-10 m2/orang dan kurang jika luas ruangan < 7 m2. Luas bangunan rumah yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded.
Kebiasaan Makan Balita Kebiasaan makan bersama dalam keluarga, menurut Tan, et al. (1979) adalah sebuah kebiasaan yang sangat penting untuk dilakukan karena banyak keuntungan yaitu mereka dapat mengkonsumsi makanan yang sama secara bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga dan setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk berkomunikasi satu sama lain. Data kebiasaan makan yang diamati dalam penelitian ini meliputi : food frequencydan makanan tabu untuk balita. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral untuk kesehatan tubuh (Purnawijayanti 2001). Frekuensi makan dapat diukur dengan jumlah konsumsi suatu jenis pangan dalam satuan hari, minggu, maupun bulan Selain jumlah konsumsi pangan dengan metode recall dan perhitungan terhadap TKE, penilaian konsumsi pangan juga dilakukan terhadap frekuensi konsumsi pangan yang diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner food frequency questionnaire (FFQ). Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Konsumsi kualitatif digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui kebiasaan konsumsi balita. Data konsumsi kualitatif yang diambil meliputi kebiasaan makan, kebiasaan konsumsi makanan pokok, kebiasaan konsumsi pangan hewani, konsumsi pangan nabati, kebiasaan konsumsi sayur, dan kebiasaan konsumsi buah. Frekuensi kelompok pangan dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu setiap hari (> 14 kali/minggu), sering (7-14 kali/ minggu), jarang (4-6 kali/minggu), dan sangat jarang (1 -3 kali/minggu). Berikut disajikan sebaran bahan pangan yang biasa dikonsumsi oleh balita. Tabel 13 Sebaran pangan pokok menurut frekuensi konsumsi pangan balita JenisPangan P. Hewani Telur Susu P. nabati Tahu Tempe Sayuran Bayam Buah Pepaya
F. 1-3 kali/minggu n %
F. 4-6 kali/minggu n %
F. 7-14 kali/minggu n %
F. >14 kali/minggu n %
Total N
%
85 86
70,8 72,9
10 5
8,3 4,2
23 10
19,2 8,5
2 17
1,7 14,4
120 118
100 100
98 85
81,0 71,4
10 15
8,3 12,6
11 17
9,1 14,3
2 2
1,7 1,7
121 119
100 100
54
45,0
17
14,2
34
28,3
15
12,5
120
100
98
76,6
7
5,5
21
16,4
2
1,6
128
100
37
Pada tabel diatas disajikan frekuensi konsumsi pangan contoh. Pangan hewani yang ditanyakan dalam penelitian ini telur, susu. Pangan hewani yang paling
sering
dikonsumsi
oleh
balita
adalah
susu
yang
dikonsumsi
≥14kali/minggu dengan persentase (14,4%). Masa balita sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi susu dalam jumlah yang tinggi. Hal ini dikarenakan komponen zat gizi yang terdapat di dalam susu mampu memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh balita.Sebagian balita (19,2%) mengkonsumsi telur dengan frekuensi 7-14 kali/minggu. Hal ini disebabkan harga telur yang murah dan terjangkau oleh sebagian besar keluarga balita. Tempe dan tahu merupakan jenis lauk nabati yang paling sering dikonsumsi
oleh
balita.
Tabel
tersebut
menunjukkan
sebanyak
14,3%
balitamengonsumsi tempe 7-14 kali/minggu dan 9,1% balita mengonsumsi tahu 7-14 kali/minggu. Tempe dan tahu merupakan pangan yang harganya murah dan mudah memperolehnya. Hal ini menyebabkan sebagian besar balita, hampir selalu menyertakan olahan tahu dan tempe dalam menu makan mereka setiap hari. Sayuran mengandung vitamin, mineral, serat, dan komponen lainnya yang sangat penting untuk tubuh. Sayuran yang umum dikonsumsi balita adalah sayuran yang berdaun hijau. Menurut Almatsier (2001), sayuran berwarna hijau merupakan pangan sumber Fe nabati dan vitamin C. Sebagian besar balita (45%) mengkonsumsi bayam dengan frekuensi 1-3kali/minggu. Balita pada penelitian ini hanya mengkonsumsi bayam sebagai sayuran sehari-hari dikarena didaerah penelitian terdapat beberapa tabu makan terhadapat sayuran yang tidak boleh dikonsumsi. Selain sayuran, buah-buahan juga merupakan pangan sumber vitamin dan mineral. Buah-buahan yang paling sering dikonsumsi oleh balita pepaya
yaitu
(76,%) dikonsumsi balita dengan frekuensi 1-3kali/minggu. Terdapat
kesamaan antara sayuran dan buah-buahan balita mempunyai beberapa tabu makan terhadap buah-buahan yang tidak boleh dikonsumsi. Tabu Makanan Tabu makanan masih dijumpai di lokasi penelitian. Tabu makanan bahkan sudah dijumpai sejak usia bayi/balita. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya pemahaman gizi masyarakat dan oleh sebab itu perlu berbagai upaya untuk memperbaikinya. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengonsumsi suatu jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya
38
atau hukuman terhadap yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis yaitu adanya kekuatan supernatural yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut (Susanto, 1991). Dalam penelitian ini, kelompok yang memiliki tabu makanan meliputi bayi, anak laki-laki dan perumpuan dibawah lima tahun mayoritas suku
dari
responden adalah jawa dan sunda. Menurut Suhardjo (1989) menyatakan bahwa tabu makanan adalah salah satu unsur dari sosial budaya yang beragam diindonesia. Ini dapat juga dikatakan bahwa tabu dalam mengkonsumsi makanan tertentu ada secara nyata diseluruh dunia. Daftar tabu makanan,kelompok yang tabu makanan dan Alasannya. Tabel 14 Daftar tabu makanan,kelompok yang tabu makanan dan Alasannya. Jenis Makanan Jantung pisang Pisang ambon
Tabu Untuk Balita Balita
Alasan Khawatir kagetan Suka menyendiri
Jamur payung
Balita
Takut anak menjadi malas
Sop jamur
Balita
Mitos dari warga sekitar
Ikan asin
Balita
Cacingan
Ikan
Balita
Suka gatal-gatal
Makanan pedas
Balita
Takut sakit perut
Asem
Balita
Kalau nikah nanti sakit
Tabel 14 menunjukkan beberapa jenis pangan yang dianggap tabu bagi bayi dan alasannya. Bayi dilarang diberikan makanan seperti jantung pisang, pisang ambon, jamur payung, sop jamur, ikan asin, dsb. Beberapa alasan diungkapkan terkait dengan kesehatan balita maupun kepercayaan terhadap sesuatu yang akan terjadi pada balita jika mengkonsumsi makanan tersebut. Status Gizi Balita Menurut Riyadi (1995) status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi dipengaruhi oleh 56 konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi balita
ditentukan
dengan
menggunakan
beberapa
indeks
yang
telah
direkomendasikan oleh WHO, yaitu indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks tinggi badan menurut umur (TB/U), dan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Hasil pengukuran dengan masing-masing indeks tersebut selanjutnya ditentukan dengan menggunakan nilai z-score. Status gizi balita diklasifikasikan berdasarkan baku antropometri WHO tahun 2006.
39
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks berat badan menurut umur lebih mencerminkan status gizi saat ini karena berat badan menggambarkan massa tubuh yang sensitif terhadap perubahan yang mendadak. Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot. Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U. Terdapat beberapa balita yang yang tergolong status gizi kurang (8.3%) dan bahkan ada yang tergolong status gizi buruk (1.7%). Sementara itu, ada sebanyak 3.3% balita yang berstatus gizi lebih. Tabel 15 Status Gizi Balita BB/U
n
%
Gizi buruk
2
1,7
Gizi kurang
10
8,3
Gizi baik
104
86,7
Gizi lebih
4
3,3
120
100,0
Total Z-score (rata-rata ± sd)
-0,6 ± 1,3
Indeks tinggi badan menurut umur menggambarkan status gizi masa lalu.Hal ini disebabkan tinggi badan lebih menggambarkan pertumbuhan skeletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertumbuhan umur danrelatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek (Supariasa et al. 2001). Data menunjukkan ada sebanyak 50.8% balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U. Sementara itu ada sebanyak 32.5% balita yang pendek dan 12.5% yang sangat pendek. Untuk balita yang memiliki tubuh tinggi hanya sebanyak 4.2%. Menurut Supariasa et al.(2001), indeks TB/U selain memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi keluarga. Banyaknya balita yang memiliki tubuh yang pendek berbanding lurus dengan tingkat ekonomi keluarga yang berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah. Tabel 16 Sebaran status gizi balita menurut TB/U TB/U
n
%
Sangat pendek
15
12,5
Pendek
39
32,5
Normal Tinggi
61 5
50,8 4,2
120 -1,6 ± 1,8
100,0
Total Z-score (rata-rata ± sd )
40
Tabel 17 Sebaran status gizi balita menurut BB/TB BB/TB
n
%
Sangat kurus
0
0,0
Kurus
3
2,5
Normal
100
83,3
Gemuk
17
14,2
Total
120
100,0
Z-score (rata-rata ± sd )
0,5± 1,4
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi. hal ini dikarenakan BB/TB dapat memberi gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, sehingga indeks ini dijadikan indikator kekurusan. Selain itu, ukuran berat badan menurut tinggi badan yang rendah seringkali menunjukkan kekurangan pangan yang belum lama terjadi (Suhardjo et al. 1985). Menurut soekirman (2000) berat badan berkorelasi linear dengan tinggi badan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Berdasarkan Tabel 17, sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB. Sementara itu, ada sebanyak 14.2% yang memiliki badan gemuk. Hanya sebesar 2.5% balita yang memiliki badan kurus. Riyadi (2001) menyatakan bahwa wasting secara luas digunakan untuk menjelaskan proses yang mengarah pada terjadinya kehilangan berat badan, sebagai akibat dari kelaparan akut dan penyakit berat. Berdasarkan kriteria WHO, masalah gizi dan kesehatan masyarakat tergolong tinggi apabila prevalensi kurus (wasting) berkisar antara 10-14%. Oleh karena itu, masalah gizi dan kesehatan di lokasi penelitian masih tergolong rendah. Status Kesehatan Balita Gejala dan Jenis Penyakit Sebagian besar keluarga (87%) termasuk dalam kategori tidak sehat karena terdapat balita yang sakit dalam satu bulan terakhir. Penyakit yang paling banyak ditemukan pada sebagian besar balita yaitu penyakitinfeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkanbakteri, virus, jamur, protozoa, cacing, dan alga (Shulman et al, 1994; Entjang, 2000). Gejala/tanda/jenis penyakit infeksi yang banyak diderita balita dalam satu bulan terakhir yaitu ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) dengan persentase sebesar38% dan Diare (infeksi saluran pencernaan) sebesar 22%.Berikut adalah tabel sebaran Sebaran Gejala/ Tanda/ Jenis Penyakit infeksi yang diderita balita sebulan terakhir:
41
Tabel
18 Sebaran Gejala/ Tanda/ Jenis Penyakit infeksi yang diderita balita sebulan terakhir.
Jenis penyakit
N
%
ya
Tidak
ya
tidak
Diare
59
83
22
35
ISPA
101
19
38
8
Berdasarkan hasil penelitian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan suatu jenis penyakit infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bagian bawah. Menurut Sukarni 1994 dalam Fitriyani 2008, masih tingginya angka kesakitan akibat ISPA di Indonesia, disebabkan masih terbatasnya penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan air limbah, dan lingkungan perumahan yang kotor (kurang sehat). Selain itu, penyakit ISPA merupakan penyakit yang mudah ditularkan melalui udara. Anggota keluarga yang paling rentan terkenapenyakit yaitu balita. Sesuai dengan pendapat Soekirman (2000), bahwa salah satu golongan usia yangrentan terhadap risiko terserangpenyakit adalah anak di bawah usia 5 tahun(balita). Lama dan Frekuensi Sakit Lama sakit balita diketegorikan menjadi empat, yaitu 1-3 hari, 4-7 hari, 814 hari, dan >14 hari. Frekuensi sakit balita dibagi menjadi empat yaitu 1x/bulan, 2x/bulan, 3x/bulan, ≥ 4x/bulan. Berdasarkan kategori lama sakit dapat dilihat bahwa sebagian besar balita memiliki lama sakit selama 1-3 hari. Persentase terbesar yaitu pada Gejala/ tanda/ jenis penyakit infeksi yang banyak diderita yaitu Diare 67% dan ISPA 64%. Untuk frekuensi sakit sebagian besar balita memiliki frekuensi sakit 1kali/bulan. Masing-masing Gejala/ tanda/ jenis penyakit infeksi memiliki persentase sebesar 77% untuk diare, (75%) dan untuk ISPA. Berikut tabel sebaran lama dan frekuensi sakit balita sebulan terakhir. Tabel 19 Sebaran lama dan frekuensi sakit yang diderita balita sebulan terakhir. Variabel lama sakit 1-3 hari 4-7 hari 8- 14 hari > 14 hari frekuensi sakit 1kali/bulan 2kali/bulan 3kali/bulan ≥ 4kali/bulan
n
Diare %
ISPA n
%
35 16 1 0
67 31 2 0
7 0 0 4
64 0 0 36
40 12 0 0
77 23 0 0
76 17 6 2
75 17 6 2
42
Analisis Hubungan Keadaan rumah ibu balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Analisis pengaruh antar variabel pada penelitian ini menggunakan alat analisis Model Persamaan Struktural (SEM) dengan menggunakan software SAS9.1.3. Penggunaan alat analisis Model Persamaan Struktural (SEM) bertujuanuntuk mendapatkan model yang terbaik dari model yang dihasilkan oleh Model Persamaan Struktural (SEM) itu sendiri. Model Persamaan Struktural (SEM) pada penelitian ini menghasilkan sebuah model yang akan memenuhi Goodnessof Fit. Apabila dari indikator yang menilai fit tersebut nilai yang dihasilkan memenuhi standar Cut-off-value, maka dapat dikatakan indikatornya adalah goodfit, dan bila indikator yang menilai fit tidak memenuhi standar maka bisa saja indikatornya termasuk pada marginal fit/close fit/poor fit dengan ketentuan rentang nilai yang semakin jauh dari standar sebenarnya. Adapun model yang dihasilkan oleh Model Persamaan Struktural (SEM) dapat dilihat pada Gambar 3. 3.2189
ξ1
4.0715 3.4079 3.5995 2.3514 2.3661 1.0298
-2.0798
1.0000
1.0000
y1
2.3514 2.3661
1.0000
1.0000
y3
1.0000
x2
1.0000
x3
1.0000
x4
1.0000
x5
1.0000
x6
1.0000
x7
1.0000
2.5995 3.2189
y2
x1
ε1
8.1400
ε2
3.0715
y5
1.0000
y6
1.0000
3.4079 2.0298
y4
Gambar 3 Model Persamaan
Ka y7 1.0000 ra γ21 kt eri sti 3.9999 1.0000 ξ2 xk8 Or an g Tu Struktural (SEM) penelitian.a Ba lit a -
U m u r
43
Manifest Variable Equations with Estimates x1= 3.2189ξ1 + 1.0000 ex1 x2= 4.0715ξ1 + 1.0000 ex2 x3= 3.4079ξ1 + 1.0000 ex3 x4= 3.5995ξ1 + 1.0000 ex4 x5= 2.3514ξ1 + 1.0000 ex5 x6= 2.3661ξ1 + 1.0000 ex6 x7= 1.0298ξ1 + 1.0000 ex7 x8= 3.9999ξ2 + 1.0000 ex8 y1= 2.5995ε2 + 1.0000 ey1 y2= 2.3514ε2 + 1.0000 ey2 y3= 2.3661ε2 + 1.0000 ey3 y4= 2.0298ε2 + 1.0000 ey4 y5= 3.2189ε1 + 1.0000 ey5 y6= 3.0715ε1 + 1.0000 ey6 y7= 3.4079ε1 + 1.0000 ey7 Model struktural: ε1= 8.1400 ε1 + 1.0000 eε1 ε2 = -2.0798ξ1 + 2.5333ξ2 + 1.0000 eε2 Uji kecocokan model Berdasarkan model di atas, maka diperoleh Goodness Of Fit (GOF) yang menentukan model tersebut layak untuk digunakan. Nilai GFI adalah nilai yang biasa digunakan untuk menentukan Goodness Of Fit (GOF). Nilai GFI berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit), dan nilai GFI>0.90 merupakan good fit (kecocokan yang baik), sedangkan 0.80≤GFI≤0.90 disebut sebagai marginal fit. Pada penelitian ini, GFI yang dihasilkan nilainya sebesar 0.8838. Artinya, nilai GFI tersebut tergolong ke dalam marginal fit dan hampir mendekati nilai good fit. Oleh karena itu, nilai GFI ini menunjukkan model SEM pada penelitian ini merupakan model yang cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut. Uji hubungan antar variabel Pengaruh Keadaan rumah ibu balita terhadap status gizi Berdasarkan hasil analisis SEM, keadaan rumah ibu memiliki pengaruh signifikan terhadap status balita (T-value= 2.533). keadaan rumah sangat
44
berpengaruh terhadap staus gizi orang yang tinggal didalamnya. Keadaan tubuh seseorang yang tidak baik akan menyebabkan gangguan penyerapan gizi akibat berbagai penyakit infeksi. Hal ini mudah terjadi pada kondisi rumah yang buruk. Pengaruh kebiasaan makan terhadap status gizi Hasil uji menunjukkan terdapat juga pengaruh signifikan kebiasaan makan balita terhadap status gizi (T-value=-2.0798). Hal ini menunjukkan, kebiasaan makan adalah salah satu unsur penting yang mempengaruhi status gizi seseorang, jika kebiasaan makan balita sehat maka status gizi balita pun akan baik. Pengaruh status kesehatan contoh terhadap status gizi Hasil uji lainnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan status kesehatan balita terhadap status gizi balita (T-value= 8.1400). Status kesehatan balita merupakan aspek dari kualitas fisik a balita dapat mempengaruhi status gizi. Pada analisis SEM, digunakan indikator-indikator untuk mengukur variabel laten yang diteliti. Berdasarkan besarnya T-value, maka dapat dilihat indikator mana yang paling berkontribusi terhadap variabel laten. Hasil analisis disajikan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Nilai T-Value berbagai indikator Manifest
Loading Factor
Standard Error
T-Value
F.M telur
0.2189
0.1003
2.1818*
F.M susu
1.0715
0.3431
3.1233*
F.M tahu
1.4079
0.137
10.2751**
F.M tempe
1.5995
0.1591
10.052**
F.M bayam
0.3514
0.1704
2.0621*
F.M papaya
0.3661
0.1077
3.4002*
tabu mkann
0.0298
0.0153
1.9488*
luas rumah
0.9999
0.0648
15.4364**
BBU
0.2189
0.1003
2.1818*
TBU
1.0715
0.3431
3.1233*
BBTB
1.4079
0.137
10.2751**
lama diare
1.5995
0.1591
10.052**
lama ISPA
0.3514
0.1704
2.0621*
F. Diare
0.3661
0.1077
3.4002*
F. ISPA
0.0298
0.0153
1.9488*
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator luas rumah ibu balita merupakan indikator yang paling baik digunakan untuk keadaan rumah ibu
45
balita. Hal ini terlihat dari nilai T-value luas rumah adalah yang paling tinggi dibandingkan indikator lainnya (T-value=15.4364). Sementara itu, frekuensi makan telur dan minum susu sudah cukup baik untuk mengukur kebiasaan makan balita dengan masing-masing T-value untuk telur (T-value=2.1818). Untuk susu (T-value =3.1233). Begitu juga dengan frekuensi makan tahu, tempe, bayam, pepaya dan makanan tabu sudah bisa dijadikan alat ukur yang baik untuk mengukur kebiasaan makan balita. Status gizi bisa diukur dengan baik oleh BBTB . Hal ini ditunjukkan oleh nilai pada BBTB (T-value= 10.2751). Selain itu, lama sakit diare sudah bisa untuk menjadi salah satu alat ukur yang baik untuk mengukur status kesehatan balita (Tvalue=10.052).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar keluarga ibu balita tergolong keluarga kecil(4
balita
(45%)
mengkonsumsi bayam dengan frekuensi 1-
3kali/minggu. Sebagian besar pepaya (76,% ) dikonsumsi contoh dengan frekuensi 1-3kali/minggu. Terdapat beberapa makanan yang ditabukan oleh balita yaitu jantung pisang, pisang ambon, ikan asin, jamur payung, dsb. Hasil penelitian menunjukan bahwa Indeks BBU (berat badan menurut umur) menunjukkan bahwa sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U, kurang (8.3%), buruk (1.7%), dan (3.3%) balita yang berstatus gizi lebih. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat sebanyak (50.8%) balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U, (32.5%) balita yang pendek, (12.5%) yang sangat pendek dan balita yang memiliki tubuh tinggi hanya sebanyak 4.2%. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB, (14.2%) yang memiliki badan gemuk, dan (2.5%) balita yang memiliki badan kurus. Berdasarkan kategori lama sakit dapat dilihat lama sakit selama 1-3 hari Diare 67% dan ISPA 64%. Untuk frekuensi sakit frekuensi sakit 1kali/bulan (77% ). Untuk diare (75%) dan untuk ISPA. Berdasarkan hasil analisis SEM, keadaan rumah ibu memiliki pengaruh signifikan terhadap status balita (T-value= 2.533). Hasil uji menunjukkan terdapat juga pengaruh signifikan kebiasaan makan balita terhadap status gizi (T-value=2.0798). sementara itu, Hasil uji lainnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan status kesehatan balita terhadap status gizi balita (T-value= 8.1400)
47
Saran Penyuluhan dan pendidikan mengenai keadaan rumah serta kebiasaan makan baik, perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan pada ibu yang memiliki balita. Hal ini ditunjukan untuk meningkatkan status kesehatan balita dan status gizi keluarga. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan mengamati variabel sanitasi terhadap status kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Atmodjo SM. 2003. Pengantar Kesehatan Lingkungan untuk Bidang Gizi Masyarakat dalam A. Rustiawan, SM. Atmodjo, VU. Subandriyo & YH. Effendi (Eds). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Zahara DN, penerjemah. Jakarta: CV Rajawali. Terjemahan dari: The Nutrition Factor,Its Role in National Development. Beaghole et al. 1997. Dasar-Dasar Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes. Fitriyani Y. 2008. Kondisi Lingkungan, Perilaku Hidup Sehat dan Status Kesehatan Wanita Pemetik Teh di PTPN VIII Pengalengan, Bandung, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, dan Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian (Suhardjo, penerjemah). Jakarta: UI Press. Hiswani. 2004. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. [terhubung berkala]. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani12.pdf. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwadaynti, Sudjarwo, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Hurlock EB. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2. M Tjandrasa, M Zarkasih, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Irianti S, Zalbawi S, dan Suprapti. 2000. Penelitian dalam rangka penerapan sistem pembuangan tinja dan sampah tepat guna Desa Pantai di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Lamongan. Buletin PenelitianKesehatan 27(3 dan 4-1999/2000): 346-363. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
49
Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES. 2006. Studi tentang pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan makan pada rumah tangga di daerah dataran tinggi dan pantai. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(1): 23-28. Notoadmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Marotz LR, Marie ZC, Jeanettia MR. 2005. Health, Safety, and Nutrition for Young Child. Edisi ke-6. United State: Thomson Delmar Learning. Martianto D et al. 2008. Analisis situasi ketahanan pangan dan gizi dan program untuk memperkuat ketahanan pangan dan memperbaiki status gizi anak di Kabupaten Timor Tengah selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. http://www.ntt-academia.org [23 Juni 2012]. Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. http://repositoryusu.co.id. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. Prentice-Hal, Inc.,Englewood Cliff, N.J. Sari RA. 2004. Kondisi geografis dan sosial ekonomi hubungannya dengan pembangunan kesehatan serta kondisi rumah rehat di Desa Gasol dan Cijedil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Slamet JS. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Subandriyo. 1993. Pola Penyakit dan Kematian. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sukandar D. 2008. Studi Sosial Ekonomi Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi Petani Transmigran di Rokan Hulu Propinsi Riau. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sukarni M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sunyoto A. 1991. Partisipasi masyarakat sasaran dalam kegiatan posyandu [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Masang T. 2005. Sehat itu Hak: Panduan Advokasi Kebijakan Kesehatan. Jakarta: Koalisi untuk Indonesia Sehat. Ulfa M. 2006. Analisis hubungan pola asuh makan, pengetahuan gizi, persepsi, dan kebiasaan makan sayuran ibu rumahtangga di perkotaan dan pedesaan Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 kuiseioner penelitian
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
Lampiran 2 Analisis data dengan metode SAS versi 9.1.3 proc calis data=desti cov; lineqs x1=lamda1 ft + ex1, x2=lamda2 ft + ex2, x3=lamda3 ft + ex3, x4=lamda4 ft + ex4, x5=lamda5 ft + ex5, x6=lamda6 ft + ex6, x7=lamda7 ft + ex7, x8=lamda8 ftt + ex8, fp=gamma1 ft + gamma2 ftt + dfp, fs=beta2 fp + dfs, y1=lamda1 fs + ey1, y2=lamda2 fs + ey2, y3=lamda3 fs + ey3, y4=lamda4 fp + ey4, y5=lamda5 fp + ey5, y6=lamda6 fp + ey6, y7=lamda7 fp + ey7; std ex1=vx1, ex2=vx2, ex3=vx3, ex4=vx4, ex5=vx5, ex6=vx6, ex7=vx7, ex8=vx8, ft=v_ft, ftt=v_ftt, dfp=v_dfp, dfs=v_dfs, ey1=v_ey1, ey2=v_ey2, ey3=v_ey3, ey4=v_ey4, ey5=v_ey5, ey6=v_ey6, ey7=v_ey7; cov ey2 ey3=cy2y3, ey2 ex1=cy2x1, ey2 ey3=cy2y3, ey1 ey2=cy1y2; run;
68
Output The CALIS Procedure Covariance Structure Analysis: Maximum Likelihood Estimation Fit Function
1.0259
Goodness of Fit Index (GFI)
0.8838
GFI Adjusted for Degrees of Freedom (AGFI)
0.8382
Root Mean Square Residual (RMR)
2.4239
Parsimonious GFI (Mulaik, 1989)
0.7314
Chi-Square Chi-Square DF
122.0858 87
Pr > Chi-Square
0.0078
Independence Model Chi-Square
769.36
Independence Model Chi-Square DF
105
RMSEA Estimate
0.0582
RMSEA 90% Lower Confidence Limit
0.0309
RMSEA 90% Upper Confidence Limit
0.0812
ECVI Esstimate
1.6667
ECVI 90% Lower Confidence Limit
.
ECVI 90% Upper Confidence Limit
1.9589
Probability of Close Fit
0.2791
Bentler's Comparative Fit Index
0.9472
Normal Theory Reweighted LS Chi-Square
118.6407
Akaike's Information Criterion
-51.9142
Bozdogan's (1987) CAIC
-381.4260
Schwarz's Bayesian Criterion
-294.4260
McDonald's (1989) Centrality
0.8640
Bentler & Bonett's (1980) Non-normed Index
0.9363
69
Bentler & Bonett's (1980) NFI
0.8413
James, Mulaik, & Brett (1982) Parsimonious NFI
0.6971
Z-Test of Wilson & Hilferty (1931)
2.4163
Bollen (1986) Normed Index Rho1
0.8085
Bollen (1988) Non-normed Index Delta2
0.9486
Hoelter's (1983) Critical N
108
Manifest Variable Equations with Estimates x1 = 3.2189 * Ft + 1.0000 ex1 Std Err
0.1003
t Value
2.1818
x2
=
4.0715 * Ft
Std Err
0.3431
t Value
3.1233
x3
=
0.1370
t Value
10.2751 =
0.1591
t Value
10.0520
x5
=
0.1704
t Value
2.0621
x6
=
0.1077
t Value
3.4002
x7
=
0.0153
t Value
1.9488
x8
=
0.0648
t Value
15.4364
y1
=
ex4
+ 1.0000
ex5
+ 1.0000
ex6
+ 1.0000
ex7
+ 1.0000
ex8
+ 1.0000
ey1
lamda7
3.9999 * ftt
Std Err
+ 1.0000
lamda6
1.0298 * Ft
Std Err
ex3
lamda5
2.3661 * Ft
Std Err
+ 1.0000
lamda4
2.3514 * Ft
Std Err
ex2
lamda3
3.5995 * Ft
Std Err
+ 1.0000
lamda2
3.4079 * Ft
Std Err x4
lamda1
lamda8
3.2189 * fp
70
Std Err
0.1003
t Value
2.1818
y2
=
0.3431
t Value
3.1233 =
0.1370
t Value
10.2751 =
0.1591
t Value
10.0520
y5
=
0.1704
t Value
2.0621
y6
=
0.1077
t Value
3.4002
y7
=
=
0.0153
t Value
1.9488
0.00959
t Value
-1.1712 =
+ 1.0000
ey5
+ 1.0000
ey6
+ 1.0000
ey7
lamda7
gamma1
8.1400
t Value
0.0627 - ft = - ftt = - fp = - fs = - ex1 = - ex2 = - ex3 = - ex4 = - ex5 = - ex6 =
ξ1 ξ2 ε1 ε2 δ1 δ2 δ3 δ4 δ5 δ6
0.00210
gamma2
-0.2494
8.4189 * Fp
Std Err
Keterangan:
ey4
Latent Variable Equations with Estimates 2,0790 * Ft + 2,5333 * ftt + 1.0000
Std Err fp
+ 1.0000
lamda6
2.0298 * fs
Std Err
ey3
lamda5
2.3661 * fs
Std Err
+ 1.0000
lamda4
2.3514 * fs
Std Err
ey2
lamda3
2.5995 * fs
Std Err
+ 1.0000
lamda2
3.4079 * fp
Std Err y4
fs
3.0715 * fp
Std Err y3
lamda1
beta2
+
1.0000
dfs
dfp
71
- ex7 = - ex8 = - ey1 = - ey2 = - ey3 = - ey4 = - ey5 = - ey6 = - ey7 = - dfp = - dfs =
δ7 δ8 ε1 ε2 ε3 ε4 ε5 ε6 ε7 δ1 δ2