Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
UCAPAN TERIMA KASIH Tim kajian telah dibantu, didukung dan dibimbing oleh Direktur Kesejahteran Sosial Anak di Kementerian Sosial, Dr. Edi Suharto, dan stafnya. Kami juga berterima kasih atas kerja sama yang intensif dan kontribusi yang sangat berharga dari Lauren Rumble dan Astrid Gonzaga Dionisio (UNICEF Indonesia). Selanjutnya, kajian ini juga memperoleh manfaat dari komentar-komentar atas draf yang disampaikan oleh Ibu Yosi Dianitresna (BAPPENAS), Ibu Patricia Bachtiar (komentar DFAT) dan Bapak Marco Schaefer (GIZ). Akhirnya kami berterima kasih kepada anak-anak, orangtua, guru, perwakilan badan-badan internasional, kantor-kantor dinas sosial dan BAPPEDA di tingkat provinsi dan kabupaten, serta lembaga-lembaga pengasuhan anak yang dengan penuh kesabaran telah berbagi pengetahuan selama wawancara dan diskusi kelompok terarah (FGD). Kendati demikian, para penulis bertanggung jawab atas isi dari kajian ini.
KATA SAMBUTAN Banyak anak-anak di Indonesia yang beresiko mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran. Perlindungan dari risiko-risiko tersebut dan menjamin kepentingan terbaik bagi anak merupakan dasar pekerjaan yang dilakukan di Kementrian Sosial. Laporan ini, “Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak” bertujuan untuk memberikan penilaian terbaru dan independen pada Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) di Indonesia dan juga untuk memberikan informasi untuk merevisi pedoman internal dalam pelaksanaan program. PKSA telah dirancang untuk membantu memenuhi hak-hak termasuk Perlindungan anak dan kebutuhan anak-anak termiskin dan paling rentan melalui penyediaan bantuan tunai bersyarat dan pelayanan kesejahteraan sosial yang menyertainya. Sejak tahun 2010 hingga 2015, PKSA sudah menjangkau 173.611 anak-anak yang paling rentan di seluruh Indonesia. Program ini telah mendorong aksesibilitas yang lebih baik pada pendidikan, gizi, akta kelahiran dan inklusi keuangan untuk penerima manfaat. Penemuan-penemuan kunci dari penilaian ini adalah kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan cakupan layanan kesejahteraan sosial di seluruh Indonesia sehingga banyak anak yang berisiko dan mengalami kekerasan, perlakuan salah, penelantaran dan eksploitasi dapat mengakses bantuan kapanpun dan di manapun mereka membutuhkannya dan untuk memastikan bahwa program ini lebih efisien dalam hal biaya dan terkait dengan layanan pemerintah dan program lainnya. Penilaian ini juga menggarisbawahi perlunya mengurangi atau menghilangkan secara keseluruhan kebutuhan untuk mencantumkan “syarat” mengingat ukuran bantuan tunai yang terbatas dan kesulitan yang berhubungan dengan pelaksanaan program. Kementerian Sosial berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi ini, termasuk melalui program yang direvisi yang dapat memberikan bantuan langsung kepada anak-anak yang rentan dengan bantuan layanan perawatan di dalam keluarga dan komunitas. Ini berarti program tidak hanya berpusat pada anak, tetapi juga berpusat pada keluarga. Di dalam Konvensi Hak Anak (KHA) Perserikatan Bangsa - Bangsa yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, kita semua diingatkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk dilindungi dan untuk hidup di dalam lingkungan keluarga. Jika dapat diterapkan, semua tindakan harus dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan untuk menjaga
hak anak untuk tumbuh dan berkembang dalam sebuah keluarga dan komunitas. Kami memiliki aspirasi agar semua anak, terutama yang paling rentan, untuk dapat memenuhi potensi mereka dan untuk dapat berpartisipasi penuh dalam komunitas mereka. Pekerjaan pekerja sosial dan pakar kesejahteraan anak lainnya adalah sangat penting untuk kesejahteraan dan perkembangan anak-anak di Indonesia. Untuk itu, para pekerja sosial memerlukan pedoman yang relevan dan mekanisme kerja lintas sektor. Investasi pada penilaian PKSA merupakan investasi pada anak-anak bangsa kita yang paling rentan dan kami selaku pembuat kebijakan akan terus berusaha untuk membuat layanan unggul bekerjasama dengan kementerian dan mitra lainnya. Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk UNICEF Indonesia, BAPPENAS, DFAT, GIZ dan yang lainnya atas kontribusi mereka untuk evaluasi ini. Yang terakhir, saya juga ingin memberikan penghargaan kepada pekerja sosial dan pakar terkait lainnya yang melakukan tugas sehari-hari yang menuntut banyak energi mereka agar dapat melayani anak-anak yang kurang mampu sehingga mereka bisa menjadi yang terbaik. Dalam upaya kita ke depan untuk memperkuat kesejahteraan sosial di Indonesia, saya berharap penilaian ini dapat menjadi referensi untuk peningkatan kualitas PKSA.
Jakarta, Januari 2015
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia
Drs. H. Samsudi, M.M.
DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI.......................................................................................... i DAFTAR TABEL DAN GAMBAR.............................................................. ii AKRONIM/SINGKATAN.......................................................................... iii RINGKASAN......................................................................................... 1 Latar Belakang dan Tujuan Kajian............................................................ 1 Peranan, Tugas dan Pendekatan PKSA..................................................... 2 Ringkasan Hasil-Hasil Penilaian................................................................ 3 Rekomendasi........................................................................................ 6 1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN.................................................. 7 Tujuan Penelitian .............................................................................. 7 Perangkat Penelitian dan Pengumpulan Data......................................... 8 Analisis Data.................................................................................... 9 Batasan Kajian.................................................................................. 10 2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA......................................................................... 11 2.1 Kerentanan Anak di Indonesia..................................................... 11 2.2 Intervensi Kesejahteraan Anak dan Perlindungan Anak di Indonesia.. 13 2.3 Angin Perubahan – Inisiatif yang Sedang Berjalan dan yang Direncanakan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan yang Sensitif Anak ........................................... 15 3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA ................................................... 17 4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA.......................................... 20 4.1 Efektivitas – Apakah PKSA Telah Mencapai Tujuannya?................. 20 4.2 Kinerja – Seberapa Baik PKSA Mengimplementasikan Kegiatan-Kegiatan Program Utama............................................... 40 4.3 Efisiensi – Apakah PKSA Menghasilkan Sesuatu yang Sebanding dengan Nilai Uang yang Diberikan?............................... 50 4.5 Keberlanjutan – Apakah PKSA Dalam Bentuknya yang Sekarang Ini Bisa Terus Berlanjut?............................................... 55 5. REKOMENDASI................................................................................. 56 5.1 Meningkatkan Pelaksanaan PKSA Dalam Batasan Lingkungan Institusi Saat Ini....................................................... 56 5.2 Reformasi Institusi – Mendefinisikan Kembali Peranan dan Program.. 67 5.3 Mendasarkan Reformasi Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Anak Pada Bukti ...................................................................... 68 REFERENSI ........................................................................................... 73
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
i
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 1 Jumlah Anak yang Dibantu oleh PKSA di Tahun 2012 dan 2013 Menurut Sub-Program............................................................ 17 Tabel 2
Rencana Cakupan PKSA Pemerintah Pusat dan Anggaran
2010-2020 .......................................................................... 19 Tabel 3
Daftar Anggaran Tahunan PKSA Untuk Tahun 2012 dan 2013.... 50
Tabel 4
Cakupan Populasi Target yang Dicapai oleh PKSA di Tahun
2012 dan 2013..................................................................... 54
Gambar 1 Peta Area Kerja Lapangan...................................................... 8 Gambar 2 Roadmap PKSA (2009 – 2019).............................................. 18 Gambar 3 Sistem Tujuan PKSA............................................................. 21
ii
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
AKRONIM/SINGKATAN
ABH
Anak Berkonflik dengan Hukum
ABT
Anak Balita Terlantar
ADK
Anak Dengan Kecacatan
AMPK
Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus
Antar
Anak Terlantar
APBD
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN
Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Bappeda
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BOL
Bantuan Operasional Lembaga
BOP
Bantuan Operasional Pendampingan
BPS
Badan Pusat Statistik
BSM
Bantuan Siswa Miskin
CCT
Conditional Cash Transfer (BantuanTunai Bersyarat)
Dekon De-concentration budget (Anggaran Dekonsentrasi) DinSos
Dinas Sosial
FDS Family Development Session (Sesi Pengembangan Keluarga) FGDs Focused-Group Discussions (Diskusi Kelompok Terarah) HAM
Hak Asasi Manusia
IDR Indonesian Rupiah (Rupiah Indonesia) (USD 1 = IDR 12,000) ILO International Labour Organization (Organisasi Buruh Internasional) IRS Integrated Referral System (Sistem Rujukan Terpadu) JKN
Jaminan Kesehatan Nasional
JSLU
Jaminan Sosial Lanjut Usia
JSPACA
Jaminan Sosial Penyandang Cacat
Kejar Paket Kelompok Belajar Paket Kemensos
Kementerian Sosial
LKSA
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
LSM
Lembaga swadaya masyarakat
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
iii
AKRONIM/SINGKATAN
MOU
Memorandum of Understanding (Memorandum Kesepahaman)
MP3KI
Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di
Indonesia Panti
Lembaga Penitipan Anak/ Panti Asuhan
Perda
Peraturan Daerah
PKH
Program Keluarga Harapan
PKSA
Program Kesejahteraan Sosial Anak
PPLS
Pendataan Program Perlindungan Sosial
RasKin
Beras Miskin
RPJMD
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPSA
Rumah Perlindungan Sosial Anak
Sakti PekSos Pekerja sosial
iv
Sekda
Sekretaris Daerah
Susenas
Survei Sosial Ekonomi Nasional
TKSK
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan
TNP2K
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (National Team .
for the Acceleration of Poverty Reduction)
TOR
Terms of Reference (Kerangka Acuan)
UDB
Unified Data Base (Database terpadu)
UPTPK
Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN
Latar Belakang dan Tujuan Kajian PKSA, singkatan dari Program Kesejahteraan Sosial Anak, merupakan program bantuan langsung tunai bersyarat bagi anak-anak yang kurang beruntung yang dilaksanakan oleh Direktorat Kesejahteraan Anak di Kementerian Sosial. Pada tahun 2013, PKSA telah mencakup 173.611 anak dan merupakan salah satu dari empat bantuan langsung tunai yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Keempat program tersebut adalah: Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Sosial bagi Lanjut Usia (JSLU), Jaminan Sosial Penyadang Kecatatan (JSPACA) dan PKSA. Sampai taraf tertentu, PKSA kadang tumpang tindih dengan program bantuan langsung tunai lain yang disebut Program Keluarga Harapan (PKH) yang juga dikelola oleh Kementerian Sosial. PKH menargetkan keluarga sangat miskin yang memiliki anak dan/atau perempuan hamil dan saat ini meliputi 3.2 juta keluarga. Dua program lainnya, yaitu JSLU dan JSPACA, menargetkan orangtua dan orang cacat parah dan masing-masing memiliki kurang dari 20.000 penerima manfaat. Keempat program bantuan tunai yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial saling melengkapi dan sebagian tumpang tindih dengan antara 150 sampai 250 program bantuan sosial dan bantuan tunai lain yang dilaksanakan oleh kementerian lain dan badan-badan pemerintah daerah. Tidak ada yang tahu jumlah pastinya. Pendek kata, sistem kesejahteraan sosial di Indonesia, di mana PKSA menjadi salah satu komponen kecil dan sangat terfragmentasi. Setelah menggambarkan tujuan dan metodologi dari kajian ini, laporan ini diawali dengan sebuah review tentang kerentanan anak, ringkasan tentang kesejahteraan anak dan sistem perlindungan anak di Indonesia dan peranan dan organisasi PKSA. Laporan ini memberikan sebuah penilaian tentang efektivitas, kinerja implementasi, efisiensi, relevansi dan keberlanjutan dari PKSA. Berdasarkan penilaian tersebut, kajian ini juga memberikan rekomendasi tentang bagaimana meningkatkan kualitas pelaksanaan PKSA.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1
RINGKASAN
Peranan, Tugas dan Pendekatan PKSA Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial No. 15A/HUK/2010 , tujuan dari PKSA dijabarkan sebagai berikut: Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dasar anak dan perlindungan anak dari penelantaran, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga pembangunan anak, kelangsungan hidup dan partisipasi mereka bisa dicapai. PKSA diluncurkan karena Indonesia memiliki banyak anak-anak yang dalam krisis dan anak-anak yang berisiko yang kebanyakan tinggal di rumah tangga miskin dan tidak terjangkau oleh PKH atau program lain atau membutuhkan layanan yang tidak diberikan oleh program lain. Jumlah anak terlantar, anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum, anak penyandang disabilitas, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk mendapatkan akses pada layanan sosial dasar diperkirakan oleh Kementerian Sosial berjumlah sekitar 4.3 juta jiwa1. PKSA bertujuan untuk menjangkau anak-anak ini dengan bantuan tunai sebesar Rp.1,5 juta per anak per tahun (di tahun 2014 dikurangi menjadi Rp.1 juta) yang digabungkan dengan bimbingan dan pengasuhan yang diberikan kepada anak-anak dan keluarga mereka oleh pekerja sosial dan/ atau lembaga-lembaga pengasuhan anak yang menghubungkan anakanak dan keluarga mereka dengan layanan sosial dasar. Pendekatan ini, yakni integrasi bantuan tunai, pengasuhan, dan layanan sosial, dibuat untuk menghasilkan perubahan yang positif dalam perilaku anak dan pengasuh yang mengarah pada peningkatan pengasuhan dan penurunan persentase anak yang memiliki masalah-masalah sosial. Untuk mencapai layanan ini, PKSA menggunakan 686 orang pekerja sosial dan bekerja sama dengan 5.563 lembaga pengasuhan anak. Mengingat anak-anak yang kurang beruntung tersebut merupakan kelompok yang heterogen, PKSA telah menjabarkan panduan yang spesifik, menggunakan pekerja sosial khusus dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pengasuhan anak khusus untuk lima kategori anakanak kurang beruntung di atas. Beberapa kategori anak-anak dalam krisis seperti anak-anak dalam situasi darurat, korban perdagangan anak, dan korban kekerasan fisik dan/atau kekerasan mental membutuhkan pengasuhan institusional sementara. Namun demikian, salah satu tujuan dari PKSA adalah menggunakan pengasuhan institusional hanya bila perlu dan untuk mempromosikan pengasuhan berbasis keluarga bilamana mungkin. 1
2
Sumber: Bagian pendahuluan Panduan PKSA (Kementerian Sosial , 2011)
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN
Ringkasan Hasil-Hasil Penilaian Sesuai dengan Kerangka Acuan (TOR), kajian ini telah menilai efektivitas, kinerja implementasi, efisiensi, relevansi, dan keberlanjutan PKSA. Dalam hal efektivitas, PKSA telah menunjukkan bahwa pendekatan dasarnya, yaitu kombinasi bantuan uang tunai dengan panduan intensif dan pengasuhan melalui pekerja sosial dan lembaga-lembaga pengasuhan anak, yang memfasilitasi akses pada layanan sosial dan mempromosikan pengasuhan berbasis keluarga, cukup baik. Bila pendekatan ini telah diimplementasikan sesuai dengan panduan dan secara profesional, maka hal ini akan membuahkan hasil yang positif. Pendekatan ini meningkatkan pemanfaatan layanan sosial dasar, meningkatkan perilaku anak dan pengasuh dan berkontribusi pada kesejahteraan anak dalam hal kesehatan, nutrisi, dan pendidikan. Tetapi PKSA hanya memiliki 686 pekerja sosial untuk 5.563 Lembaga Kesejahteraan Sosial anak (LKSA) yang mengimplementasikan PKSA. LKSA memiliki sejumlah pekerja sosial sementara kebanyakan tidak memiliki latar belakang pekerja sosial. Ini berarti bahwa kurang dari 10 persen penerima manfaat PKSA yang bisa dijangkau oleh pendekatan PKSA secara utuh yaitu – integrasi uang tunai, pekerja sosial, dan akses pada layanan sosial.
Anak-anak yang menjadi penerima bantuan tunai tanpa dukungan kesejahteraan sosial yang memadai telah kehilangan layanan rehabilitatif yang diberikan untuk memfasilitasi keluarga dan anak untuk mendapatkan kembali kemampuan untuk berfungsi – elemen utama dari rancangan program. Kenyataan bahwa jumlah anak yang tidak terlayani oleh pekerja sosial relatif besar dibandingkan dengan kelompok yang menerima dukungan penuh dari PKSA menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas program. Tujuan utama PKSA, yaitu penurunan persentase anak yang memiliki masalah sosial (Kementerian Sosial, 2011), masih belum tercapai. PKSA hanya mencakup 3 persen dari kelompok targetnya yang sebesar 4,3 juta anak kurang beruntung (informasi selanjutnya tentang kelompok target PKSA dan sumber data kelompok target, lihat Tabel 4). Berdasarkan asumsi bahwa jumlah anak yang berisiko dan anak dalam krisis telah meningkat lebih dari 3 persen sejak tahun 2010 (populasi meningkat sebesar 8 persen), kita dapat menyimpulkan bahwa persentase anak yang memiliki masalah sosial justru meningkat, bukannya menurun. Hal ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa 3 persen anak-anak yang terjangkau oleh PKSA bukanlah anak yang betul-betul membutuhkan perlindungan sosial. Rendahnya cakupan dan kekeliruan dalam menetapkan target sebagian
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
3
RINGKASAN
disebabkan oleh tidak tercapainya tujuan lain dari PKSA, yaitu Meningkatnya jumlah pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang mensinergikan PKSA dengan program-program kesejahteraan yang ada dan perlindungan untuk anak yang didanai oleh APBD (Kementerian Sosial, 2011). Alih-alih mengintegrasikan struktur Pemerintah Daerah, sumber daya manusia, dan data ke dalam proses penargetan, PKSA sangat bergantung kepada sejumlah lembaga-lembaga pengasuhan anak (LKSA) yang tidak dibekali dengan baik untuk tugas ini. Kinerja implementasi PKSA memiliki beberapa kekuatan dan kelemahan. LKSA dan pekerja sosial pada umumnya memberikan layanan yang berharga pada para penerima manfaat. Mereka adalah tulang punggung PKSA. Berdasarkan kekuatan ini, Kementerian Sosial harus lebih banyak berbuat untuk meningkatkan kapasitas LKSA dan memperbaiki kondisi kerja pekerja sosial. Sosialisasi dan penetapan target adalah titik lemah program ini. Meskipun PKSA di tahun 2012 telah menghabiskan Rp. 7.949 juta untuk sosialisasi dan rapat-rapat koordinasi, struktur Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lokal lainnya merasa tidak diberi tahu dan diabaikan. Ini adalah salah satu alasan mengapa PKSA tidak bisa mensinergikan dan membangun kemitraan yang efektif dengan pemerintah daerah. LKSA menangani hampir semua aktivitas penetapan target, yang memilih penerima manfaat berdasarkan data yang tidak tepat. Hal ini menyebabkan hasil penetapan target yang berkualitas sangat rendah.LKSA tidak bisa dan sebagian tidak mau untuk secara sistematis memilih anak-anak yang paling membutuhkan. PKSA mendukung LKSA dari klaster anak-anak terlantar yang menerima jumlah anak yang besar, yang orangtuanya tinggal di provinsi lain dan hanya menginginkan pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Ini tidak konsisten dengan prinsip yang umumnya diterima untuk mempromosikan pengasuhan berbasis keluarga dan untuk menggunakan pengasuhan institusional sebagai langkah terakhir. Kementerian Sosial tidak memonitor hasil dan dampak dari PKSA dan tidak memiliki prosedur pengaduan. Tidak adanya mekanisme umpan balik mungkin menjadi salah satu alasan mengapa ada kesenjangan antara tujuan dan regulasi sebagaimana disampaikan dalam panduan PKSA dan realitas di lapangan. Memberikan persyaratan, memberikan sanksi jika tidak mematuhi, dan melaksanakan strategi kelulusan merupakan isu-isu yang saling terkait yang perlu ditelaah. Sanksi apabila tidak mematuhi persyaratan dapat berakibat buruk bagi sebagian besar anakanak rentan. Kriteria lulusan mungkin bisa dibatasi pada pencapaian batas usia dan bisa dilengkapi dengan strategi tindak lanjut.
4
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
RINGKASAN
Mengenai efisiensi, biaya operasional PKSA mencapai 20 persen dari biaya keseluruhan. Biaya ini tidak berlebihan, tetapi jika dibandingkan dengan program bantuan tunai lainnya yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial, PKSA memiliki biaya operasional yang paling tinggi. Relevansi kontribusi PKSA terhadap kesejahteraan dan perlindungan anak harus dinilai dari dua perspektif. Dari perspektif konseptual, pendekatan PKSA, yaitu integrasi bantuan tunai dengan akses pada layanan sosial dan pengasuhan anak oleh LKSA dan panduan dan mentoring oleh pekerja sosial, merupakan respons yang relevan dengan kebutuhan anak yang berisiko dan anak yang dalam situasi krisis. Namun demikian, karena organisasinya yang tidak tepat sebagai sebuah program pemerintah pusat yang terisolasi, karena beberapa isu implementasi dan karena cakupan yang sangat rendah, hasil dan dampak dari PKSA tidaklah begitu signifikan dilihat dari perspektif makro. Agar bisa berkelanjutan secara finansial, program ini memerlukan dukungan dari kekuatan politik yang berpengaruh. Anggaran PKSA telah stagnan sejak tahun 2012. Anggaran tahun 2014 telah dipotong meskipun pada kenyataannya perlindungan anak merupakan salah satu prioritas pemerintah, sementara anggaran PKH terus meningkat. Ini menunjukkan tidak adanya dukungan politis dan menimbulkan pertanyaan tentang
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5
RINGKASAN
bagaimana PKSA bisa mendapatkan dukungan politik yang diperlukan agar bisa berkelanjutan secara finansial. Mengintegrasikan PKSA dan PKH (sebagai program yang lebih besar dan lebih mapan secara politis) bisa menjadi salah satu opsi untuk menjaga keberlanjutan PKSA. Mendapatkan dukungan yang berkomitmen dan pembiayaan dari Pemerintah Daerah bisa menjadi strategi lain. Dengan tetap berada di dalam isolasi, keberlangsungan PKSA tidak dapat terjamin.
Rekomendasi Laporan ini mengajukan tiga rekomendasi: 1. Bagaimana meningkatkan pelaksanaan PKSA dalam batasan lingkup institusional sekarang Rekomendasi di bawah judul ini fokus pada bagaimana mencapai cakupan geografis yang sistematis, bagaimana mensinergikan dengan struktur Pemerintah Daerah dan program, memikirkan kembali peranan LKSA dalam konsep PKSA, bagaimana meningkatkan kondisi kerja, kualifikasi, supervisi dan motivasi pekerja sosial, bagaimana memastikan bahwa panduan PKSA bisa digunakan dan akan digunakan, bagaimana mendasarkan penetapan target dan verifikasi pada bukti yang bisadipercaya, bagaimana meningkatkan manajemen kasus, monitoring (termasuk persyaratan) dan manajemen data, dan bagaimana mengimplementasikan sebuah strategi penyelesaian dan tindak lanjutyang jelas dan realistis. 2. Reformasi institusional – mendefinisikan kembali peranan dan program Rekomendasi di bawah judul ini mencakup fokus pada desentralisasi yang konsisten, implementasi konsep PKSA melalui Dinas Sosial tingkat kabupaten yang kuat, kerja sama atau integrasi yang erat dengan PKH untuk memastikan bahwa kemiskinan keluarga (pendorong utama kerentanan anak) dapat berkurang dan tentang mendefinisikan kembali peranan Kementerian Sosial.. 3. Mendasari kesejahteraan sosial dan perlindungan anak pada bukti Bagian ini menantang sejumlah asumsi yang mendasari sistem perlindungan sosial dan kesejahteraan di Indonesia seperti kecenderungan untuk mengaitkan bantuan dengan persyaratan, prevalensi penetapan target menurut kategori daripada penetapan target berbasis keluarga yang inklusif, dan kecenderungan untuk memusatkan program-program perlindungan sosial yang bisa diimplementasikan secara lebih efektif oleh Pemerintah Daerah. Pada akhirnya ini menimbulkan pertanyaan apakah rendahnya cakupan dari program bantuan sosial yang memberikan aluran dana dengan tingkatyang begitu rendah dapat mengurangi kemiskinan dan kerentanan yang diakibatkan oleh kemiskinan.
6
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN Tujuan Penelitian Penilaian cepat atas Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) telah dirancang untuk memberikan Kementerian Sosial dan UNICEF informasi tentang kinerja program dan beberapa rekomendasi untuk implementasi di masa mendatang. Menurut TOR, kajian ini memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Menilai apakah model program PKSA yang sekarang ini efektif dan efisien dalam mencapai hasil dan dampak perlindungan anak yang relevan dan berkelanjutan. Selain itu, juga dilihat apakah program PKSA memainkan peranan yang memadai dalam sistem kesejahteraan sosial dan perlindungan anak di Indonesia. 2. Untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk memperkuat efektivitas dan efisiensi PKSA dengan meningkatkan(apabila diperlukan) prosedur PKSA seperti penetapan target, verifikasi, penyampaian bantuan, menghubungkan penerima manfaat dengan layanan sosial dasar, menetapkan dan memonitor persyaratan, mengimplementasikan strategi penyelesaian dan memberikan tindak lanjut kepada penerima manfaat dalam konteks yang lebih luas dari peningkatan sistem perlindungan anak di Indonesia, dan menyelaraskan dengan layanan kesejahteraan sosial yang terintegrasi di tiga provinsi pilot. 3. Merevisi panduan PKSA sesuai dengan rekomendasi yang diberikan. Hasil-hasil yang terkait dengan dua tujuan pertama di atas didokumentasikan di dalam laporan ini. Rekomendasi untuk merevisi panduan PKSA akan diberikan dalam laporan yang terpisah.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
7
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN
Perangkat Penelitian dan Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk menghasilkan luaran yang disebutkan di atas telah dikumpulkan melalui desk review dan melalui kerja lapangan di tiga provinsi. Desk review mencakup publikasi tentang perlindungan sosial dan perlindungan anak di Indonesia dengan fokus pada PKSA dan program bantuan tunai (lihat referensi). Ini juga mencakup seluruh evaluasi yang ada, dokumen-dokumen kebijakan, panduan, statistik, dan dokumen-dokumen anggaran. Catatan-catatan kasus yang dikumpulkan oleh pekerja sosial, kartu monitoring pertumbuhan anak, laporan kehadiran siswa, dan laporan pekerja sosial dipilih secara acak dan ditelaah. Kerja lapangan dilakukan dalam tiga minggu berturut-turut pada bulan Oktober dan November 2014 oleh sebuah tim peneliti yang terdiri dari seorang pemimpin tim dari Team Consult dan tiga orang peneliti dari Universitas Padjadjaran. Kerja lapangan mencakup 6 kabupaten/kota, yaitu Jakarta Timur dan Jakarta Barat (Provinsi DKI Jakarta), Kota Surakarta dan Kota Magelang (Provinsi Jawa Tengah), serta Kota Makassar dan Kabupaten Gowa (Provinsi Sulawesi Selatan). Daerah ini dipilih setelah berkonsultasi dengan UNICEF. Ini meliputi kabupaten-kota, di mana kebanyakan sub-program PKSA diimplementasikan sejak tahun 2009 dan di mana 3 program pilot Kementerian Sosial dan UNICEF yang berbasis daerah terletak untuk menjalankan intervensi kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial yang terpadu untuk perlindungan anak di Indonesia. Gambar 1. Peta Area Kerja Lapangan
8
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN
Sources
Size
Anak-anak
40
Orangtua / Pengasuh
45
Pekerja sosial / TKSK
42
Badan-Badan Pelaksana
12
Guru, Terapis, Petugas Kesehatan Pemerintah: Kementerian Sosial , BAPPENAS, DINSOS, BAPPEDA Badan-badan Internasional
8
Tools Diskusi Kelompok Terarah (FGD)/ Wawancara Diskusi Kelompok Terarah (FGD) Diskusi Kelompok Terarah (FGD), Telaah catatan kasus Wawancara Wawancara, Catatan Kehadiran di Sekolah, Catatan Monitoring Kasus/ Pertumbuhan
33
Wawancara
6
Wawancara
Sumber informasi, jumlah responden dan perangkat / instrumen penelitian Responden untuk wawancara dan untuk FGD telah dipilih guna mendapatkan representasi yang seimbang dari berbagai perspektif, lokasi dan fungsi dalam bidang perlindungan anak. LKSA dipilih dari catatan yang diberikan oleh Direktorat Kesejahteraan Anak di Kementerian Sosial. Anak-anak dan orangtua dipilih oleh pekerja sosial dan LKSA. Etika yang jelas dan protokol perlindungan anak yang merujuk pada Ethical Research Involving Children (UNICEF, 2013) memandu komponen penelitian dan proses pengumpulan data, yang menangani isu-isu terkait dengan pencegahan dampak buruk, izin, kerahasiaan, dan kompensasi atas partisipasi.
Analisis Data Efektivitas PKSA telah dinilai dengan membandingkan luaran, hasil dan dampak yang dicapai dengan tujuan PKSA sebagaimana disampaikan dalam keputusan Menteri Sosial di mana PKSA didasarkan. Kinerja dianalisa dengan menilai kualitas dari aktivitas yang dilakukan oleh PKSA untuk mencapai tujuannya. Efisiensi PKSA ditentukan dengan menghitung rasio biaya operasional dengan biaya program secara keseluruhan. Relevansi PKSA telah dinilai dalam hal sejauh mana program memenuhi kebutuhan kelompok target dan apakah itu berkontribusi secara signifikan bagi kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia. Keberlanjutan program telah dinilai dengan membandingkan rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang menyangkut cakupan PKSA dan anggarannya dengan perkembangan cakupan yang sesungguhnya dan anggaran dari tahun 2010 sampai 2014 dan dengan menganalisa alasan-alasan mengapa cakupan dan anggaran itu stagnan.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
9
1. TUJUAN DAN METODOLOGI KAJIAN
Berdasarkan temuan dari penilaian cepat dan analisis biaya, tim telah menyampaikan rekomendasi tentang bagaimana memastikan bahwa PKSA yang telah meningkat memainkan peranan yang efektif sebagai sebuah komponen dari sebuah sistem perlindungan sosial dan perlindungan anak yang terintegrasi. Rekomendasi-rekomendasi tersebut dikembangkan dengan bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan UNICEF dan telah disampaikan dan dibicarakan dalam sebuah lokakarya nasional yang diadakan di Jakarta pada tanggal 3 Desember 2014. Begitu sebuah konsensus tentang hasil-hasil penilaian dan tentang implikasi pada PKSA telah dicapai, tim akan merevisi panduan PKSA bekerja sama dengan Direktorat Kesejahteraan Anak di Kementerian Sosial.
Batasan Kajian Meskipun beberapa literatur yang dikutip merujuk ke seluruh Indonesia, kerja lapangan yang dilakukan untuk kajian ini dibatasi pada 6 kabupaten di 3provinsi. Seluruh LKSA yang dikunjungi oleh tim peneliti memiliki pekerja sosial. Dengan memusatkan perhatian pada LKSA yang memiliki pekerja sosial, tim peneliti bisa mengamati hasil apa yang telah dicapai ketika pendekatan PKSA diterapkan secara penuh, yaitu integrasi bantuan tunai, pekerja sosial, dan hubungan dengan layanan sosial. Tapi kajian ini belum menilai hasil dan dampak PKSA dalam LKSA yang tidak memiliki pekerja sosial. Responden tidak dipilih secara acak. Pemangku kepentingan yang diwawancarai atau yang berpartisipasi dalam FGD dipilih oleh LKSA dan oleh pekerja sosial dan oleh sebab itu tidak representatif. Kementerian Sosial tidak bisa memberikan hasil monitoring menyangkut perubahan perilaku atau perubahan dalam kesejahteraan yang dicapai oleh anakanak dan orangtua yang berpartisipasi di PKSA. Tidak ada survei baseline dan/ atau survei lanjutan menyangkut hasil dan dampak PKSA. Kajian ini tidak mencakup risiko fidusia (fiduciary risk) yang terkait dengan pendelegasian manajemen bantuan tunai ke LKSA dan kontrol finansial dan mekanisme audit yang telah dibuat untuk memastikan transparansi manajemen dana publik melalui badan-badan swasta.
10
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA 2.1 Kerentanan Anak di Indonesia Sepertiga dari populasi Indonesia sebesar 237,6 juta terdiri dari anak-anak di bawah usia 18 tahun (BPS, 2011). Secara keseluruhan, kesejahteraan dan kualitas kehidupan dari populasi tersebut terus meningkat. Antara tahun 1980 dan 2012, Indeks Pembangunan Manusia meningkat sebesar 49 persen. Selama periode ini harapan hidup saat lahir telah meningkat lebih dari 12 tahun, rata-rata sekolah hampir 3 tahun, dan pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita sebesar 225 persen. Meskipun ada pencapaian, banyak anak Indonesia masih hidup dengan kerentanan yang menghalangi kesejahteraan dan perkembangannya. Indonesia masih belum menunjukkan kinerja yang baik dalam menjamin hak atas pencatatan kelahiran. Pencatatan kelahiran memberikan pengakuan resmi tentang identitas dan eksistensi seorang anak. Hal bisa memberikan perlindungan dari pengucilan dan eksploitasi anak termasuk perkawinan ilegal, perkawinan anak adopsi ilegal, dan perdagangan anak. Data dari Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas) tahun 2011 menunjukkan bahwa 40% anak usia 0-4 tahun tidak memiliki akta kelahiran (Badan Statistik Nasional, 2012). Proporsinya diasumsikan akan lebih tinggi jika anak yang usianya lebih tua tanpa akta kelahiran dimasukkan. Pemerintah, melalui amandemen Undang-undang Administrasi Kependudukan di tahun 2013 menghapuskan biaya yang berkaitan untuk mendapatkan dokumen-dokumen sipil termasuk akta kelahiran. Walaupun begitu, dalam prakteknya orangtua masih dihadapkan dengan prosedur yang rumit, biaya pendaftaran dan kurangnya akses (Ramdhani, 2014). Kemiskinan merupakan penyebab utama kerentanan anak di Indonesia. Kemiskinan menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar anak terhadap kesehatan, nutrisi, dan pendidikan yang baik. Stres yang berkaitan dengan kemiskinan, pengangguran, dan akses yang terbatas pada sumber daya menambah risiko penelantaran anak. Data dari PPLS menunjukkan bahwa di tahun 2011, 23,4 juta anak usia di bawah 16 tahun hidup dalam kemiskinan dan 3,4 juta anak usia antara 10-17 tahun bekerja sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar. Mayoritas dari mereka hanya tamat sekolah dasar, yang berarti bahwa mereka telah dikeluarkan dari sekolah pada usia dini dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik. Untuk memastikan keberlanjutan pendidikan anak-anak mereka, banyak orangtua yang mengirim anak-anak mereka ke salah satu dari 5000-8000 lembaga pengasuhan anak yang disebut Panti yang kebanyakan adalah lembaga swasta.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
11
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
12
Meskipun Panti bisa memenuhi kebutuhan anak akan pendidikan, pangan, dan tempat tinggal, tapi kebanyakan dari lembaga itu tidak banyak memberikan pengasuhan yang yang memadai pada anak (Kementerian Sosial , Save the Children, UNICEF, 2007). Kerentanan sebagian anak Indonesia disebabkan oleh kurangnya pengasuhan yang memadai dari orangtua atau pengasuh mereka. Sekitar 19,6 persen anak balita menderita gizi buruk, yang meningkatkan risiko mereka untuk mengalami masalah kesehatan dan masalah kognitif (Riskesdas, 2013). Di tahun 2011, dua puluh persen dari anakanak dibawah 5 tahun kurang berat badannya dan lebih dari 17 persen bayi dilahirkan tanpa bantuan tenaga kesehatan yang profesional. Sebagian dari hal-hal tersebut terjadi karena ketidakmampuan mereka untuk membiayai layanan kesehatan. Di tahun 2011, ada sekitar 1,2 juta anak balita dan 3,1 juta anak di atas 5 tahun yang dikategorikan sebagai anak terlantar (BPS, 2011). Di Indonesia, anak-anak penyandang disabilitas menghadapi risiko lebih besar untuk mengalami diskriminasi, penelantaran, dan perlakuan buruk dibandingkan saudaranya yang ‘mampu’ karena stigma yang melekat pada kondisi mereka, kurangnya sumber daya dan fasilitas, masalah akses dan kebijakan perlindungan yang lemah. Di tahun 2009, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Kementerian Sosial mencatat bahwa sebanyak 199.163 anak di 24 provinsi menyandang disabilitas – 78.412 anak dengan disabilitas ‘ringan’, 74.603 anak dengan disabilitas ‘sedang’ dan 46.148 anak dengan disabilitas ‘parah’. Angka ini meningkat menjadi 367.520
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
anak di tahun 2013. Sebagian besar dari mereka tinggal di keluarga-keluarga miskin (Kementerian Sosial, 2014). Banyak anak yang dibiarkan tanpa pengasuhan dan perlindungan yang memadai dan terpaksa menjadi anak jalanan. Anak jalanan terpapar pada risiko yang meliputi masalah kesehatan, eksploitasi dan kekerasan, putus sekolah, dan terlibat dalam aksi kejahatan. Anak jalanan yang diidentifikasi oleh Kementerian Sosial pada tahun 2007 adalah sebanyak 230.000 anak, sementara CBS dan ILO memperkirakan bahwa ada 320.000 anak jalanan di tahun 2009. Kelompok anak rentan lainnya adalah mereka yang berhadapan dengan hukum dan membutuhkan perlindungan khusus. Data dari Kementerian Hukum menunjukkan bahwa 54.712 anak melakukan pelanggaran hukum dan ditahan pada tahun 2011 (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, 2012). Susenas melaporkan bahwa 285.500 anak telah menjadi korban kejahatan. Menyangkut eksploitasi seksual (misalnya prostitusi dan pornografi anak), data sulit diperoleh karena kasus seperti itu tidak dilaporkan. Kendati demikian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2012) mencatat bahwa 30% dari 30.000 – 70.000 pekerja seks di Indonesia masih tergolong anak-anak. Data dari Kepolisian Indonesia (dikutip oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2012) menyebutkan bahwa sebanyak 344 anak, kebanyakan perempuan, telah menjadi korban perdagangan anak selama periode 2007 sampai 2011.
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
2.2 Intervensi Kesejahteraan Anak dan Perlindungan Anak di Indonesia
Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan anak dengan mengadopsi kebijakan-kebijakan dan memperkuat kerangka hukum yang menjamin perlindungan hak-hak anak. Di tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konvensi ini mewajibkan pemerintah untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan dan menjalankan aksiaksi untuk kepentingan terbaik anak, untuk menghargai hak-hak anak di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan sipil dan domain politik dan untuk melindungi anak dari perlakuan salah, eksploitasi, diskriminasi, dan kekerasan. Di tingkat nasional, pemerintah telah memberlakukan berbagai undang-undang yang sejalan dengan konvensi tersebut termasuk Undang-undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, Undangundang No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undangundang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan sejumlah rencana aksi lain untuk mengurangi pekerja anak dan eksploitasi
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
13
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
anak. Perlindungan anak juga merupakan sebuah prioritas antar sektor di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014.
14
Di tahun 2000, Indonesia mulai mengatur pengasuhan kelembagaan dan menyadari perlunya pergeseran dari pengasuhan kelembagaan atau panti ke pengasuhan berbasis keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak. Pergeseran ini sebagian didasarkan pada temuan dari penelitian tentang pengasuhan institusional yang dilakukan beberapa panti. Penelitian itu menunjukkan bahwa hanya 6% dari anak yang ada di pantipanti itu yang anak yatim. Kebanyakan dari anak-anak dikirim ke panti oleh keluarga mereka untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan kebanyakan anak yang tinggal di lembaga-lembaga ini tidak mendapatkan pengasuhan dan perlindungan yang memadai (Florence & Sudrajat, 2007). Di tahun 2011, Standar Nasional Pengasuhan Anak dalam institusi disahkan dan kebijakan ini mendukung anak untuk hidup bersama keluarga atau dalam lingkungan keluarga sementara pengasuhan institusional dianggap sebagai langkah atau upaya terakhir.
Meskipun sudah ada kerangka hukum yang sudah demikian komprehensif, namun intervensi pengasuhan anak dan perlindungan anak masih belum terintegrasi dengan baik dan konsisten dengan promosi kepentingan terbaik untuk anak. Tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebar di berbagai program dari berbagai kementerian pusat dan di berbagai direktorat dalam lembaga pemerintahan yang sama. Hal yang sama juga terjadi di lembagalembaga pemerintah di bawahnya. Program-program perlindungan anak terfragmentasi dan tidak terkoordinasi. Ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih layanan serta kesenjangan dalam cakupan dan menimbulkan dampak yang terbatas.
Praktek yang dominan dalam menangani Perubahan paradigma untuk anak-anak rentan telah lama dilakukan mempromosikan pengasuhan berbasis hak dalam pengasuhan institusional. dan berbasis keluarga telah diterjemahkan Implementasi Undang-undang No. 3 ke dalam beberapa program termasuk tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang inisiatif pengentasan kemiskinan dan mengatur intervensi rehabilitasi anak perlindungan anak. Ini mengikuti Instruksi telah lama dikritik karena tidak responsif Presiden Nomor 1 tahun 2010 tentang dalam melindungi hak-hak anak yang Akselerasi Implementasi Prioritas berkonflik dengan hukum. Pengasuhan Pembangunan Nasional untuk tahun 2010 terhadap anak yatim dan anak terlantar dan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun kebanyakan dilakukan oleh lembaga2010 tentang Pembangunan Berkeadilan. lembaga swasta di seluruh negeri. Bantuan tunai Program Keluarga Harapan Sayangnya, pemerintah dengan suatu (PKH) dimulai pada tahun 2007. Program cara mendukung praktek pengasuhan ini memberikan bantuan tunai kepada residensial itu dengan memberikan keluarga miskin yang memiliki ibu hamil bantuan biaya operasional untuk anakatau menyusui, bayi, dan anak usia anak yang diasuh oleh lembaga-lembaga sekolah. Di tahun 2004, 3,2 juta keluarga /panti (Martin, 2013). miskin menerima bantuan tunai dari PKH.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
PKSA diperkenalkan di tahun 2009 sebagai intervensi perlindungan anak tingkat sekunder dan tersier. Program ini menggabungkan bantuan tunai dan layanan sosial untuk membantu anak yang berisiko atau anak dalam krisis (lebih lanjut lihat Bab 3). Sebuah undang-undang baru tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di tahun 2012 menekankan orientasi ke arah peradilan restoratif. Undang-undang ini mempromosikan sistem peradilan pidana diluar pengadilan dan rehabilitasi pelaku kejahatan remaja melalui layanan berbasis masyarakat.
Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia telah mulai mengembangkan sebuah sistem perlindungan anak yang komprehensif dan terintegrasi yang difokuskan pada pengasuhan berbasis keluarga dan pengasuhan berbasis masyarakat. Model tersebut mengintegrasikan layanan sosial, kesehatan, pendidikan, dan keadilan, mengurangi duplikasi, inefisiensi, dan fragmentasi layanan dan bertujuan untuk meningkatkan akses pada layanan.
2.3 Angin Perubahan – Inisiatif yang Sedang Berjalan dan yang Direncanakan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan yang Sensitif Anak Kementerian Sosial, TN2PK, Bappenas, berbagai mitra internasional mereka, dan
beberapa pemerintah daerah telah memulai dan/atau merencanakan sejumlah intervensi untuk menyebarluaskan dan mencoba cara-cara baru untuk meningkatkan perlindungan sosial. Tujuannya adalah untuk mengurangi fragmentasi ekstrem program sosial, mengintegrasikan bantuan tunai dan layanan sosial dan menguji tempat rujukan satu pintu (one-stop referral) dan model-model layanan. Subsidi BBM telah dikurangi untuk mendapatkan dana untuk pengentasan kemiskinan yang lebih efektif. Ada seruan yang meminta agar seluruh aktivitas bantuan sosial dipusatkan di dalam program bantuan tunai yang harmonis. Beberapa inisiatif tersebut adalah: •
Kementerian Sosial bekerja sama dengan UNICEF merencanakan programprogram pilot berbasis daerah yang akan menguji sebuah pendekatan yang terintegrasi dengan kesejahteraan dan perlindungan anak berbasis keluarga di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (Griffith University, 2014).
• TNP2K dan Bappenas bekerja sama dengan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia sudah memulai 11 proyek pilot untuk meningkatkan data nasional terpadu (national unified data-base atau UDB) dengan memperkenalkan sistem rujukan terpadu atau Integrated Referral System (IRS), yang memberikan solusi teknologi untuk menghapuskan fragmentasi program perlindungan sosial dan untuk meningkatkan koordinasi dan integrasi layanan perlindungan sosial di tingkat nasional dan daerah.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
15
2. ISU-ISU KESEJAHTERAAN ANAK DAN PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
•
“Model Sragen” adalah inisiatif pemerintah daerah yang disebut UPTK yang langsung melapor kepada Sekretaris Daerah (Sekda). Ini ditujukan untuk koordinasi tingkat daerah untuk perlindungan sosial melalui sebuah sistem pencatatan online yang terintegrasi. Model ini mengalihkan implementasi perlindungan sosial dari Kementerian Sosial ke pemimpin daerah. Model ini merupakan respons terhadap fakta bahwa sistem penetapan target nasional (UDB) memiliki kesalahan inklusi dan eksklusi yang tinggi. Namun demikian, UPTK dalam bentuknya yang sekarang ini tidak cocok untuk mengidentifikasi anak-anak yang sangat rentan yang tidak punya akte kelahiran atau bentuk identifikasi lainnya
• Surakarta memiliki database sendiri tentang keluarga miskin dan sedang melakukan uji coba pencatatan sipil online yang menghubungkan catatan rumah sakit dengan data pencatatan sipil sehingga pengguna bisa dengan mudah menentukan pencatatan sipil dan status kesehatan dari rumah tangga tertentu. Keempat inisiatif di atas fokus untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan dari sistem perlindungan anak dan sistem kesejahteraan yang ada sekarang. Menggabungkan inisiatif-inisiatif ini bisa menghasilkan sinergi yang signifikan dan akan menghindar fragmentasi inisiatif yang bertujuan untuk mengurangi fragmentasi 16
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah program bantuan tunai perlindungan anak bersyarat, yang dirancang sebagai sebuah model untuk merespon masalah-masalah anak yang menghadapi krisis yang tinggal di keluarga miskin. PKSA menggabungkan elemen-elemen bantuan tunai dengan bantuan pekerja sosial dan akses pada layanan sosial dasar untuk menghasilkan keuntungan rehabilitatif agar keluarga bisa berfungsi. Persyaratan fokus pada perubahan perilaku yang meliputi perubahan perilaku yang positif dan peningkatan fungsi sosial dari anak-anak dan keluarga, serta meningkatkan pemanfaatan layanan sosial dasar. Sebuah pendekatan manajemen kasus dan serangkaian sesi pembangunan keluarga diaplikasikan untuk mencapai perubahan perilaku, untuk memastikan rehabilitasi sosial dan untuk memfasilitasi akses pada layanan sosial. Sesuai dengan kategori situasi krisis yang dialami oleh anak-anak, PKSA diatur dalam enam sub-program, masing-masing dengan profil kelompok target sendiri (lihat Tabel 1). Tabel 1: Jumlah Anak yang Dibantu oleh PKSA di Tahun 2012 dan 2013 Menurut Sub-Program Sub-Program 1 2 3 4 5 6
PKSA untuk Anak Balita Terlantar PKSA untuk Anak Terlantar (5- 18 tahun) PKSA untuk Anak Jalanan PKSA untuk Anak-Anak yang Berhadapan dengan Hukum dan Remaja Rentan PKSA untuk Anak Penyandang Disabilitas PKSA untuk Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus *) Total
Jumlah Anak Terjangkau 2012 2013 7.540 15.000 137.242 110.000 8.415 9.315 1.040 7.840 1.750 1.210
8.600 8.146
157.197
158.901
Sumber : Lampiran “Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)”
*) mencakup anak korban berbagai macam kekerasan/perlakuan salah dan eksploitasi seperti perdagangan anak, perlakuan salah seksual dan eksploitasi, dan pekerja anak, anak yang hidup dengan HIV/AIDS, dan anak dari masyarakat adat terpencil
Kementerian Sosial telah merencanakan untuk secara perlahan mentransformasikan 5 sub-program ke dalam sebuah model yang terintegrasi, satu PKSA untuk semua (lihat Gambar 1). Untuk periode 2010 sampai 2011, PKSA telah merencanakan untuk
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
17
3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA
mengelola sub-sub program secara terpusat. Pada saat yang sama, sebagian dari dana pusat dikirimkan ke pemerintah daerah(yang dikenal dengan istilah dana dekonsentrasi) agar daerahmemulai program-program kesejahteraan anak sendiri yang mirip dengan PKSA. Sebagai langkah selanjutnya yang dimulai di tahun 2011, direncanakan untuk memulai proses pengintegrasian PKSA pusat dan program kesejahteraan anak daerah. Untuk periode 2014 sampai 2019 direncanakan untuk meningkatkan peranan dan kontribusi Pemerintah Daerah. Pada tahun 2020, pemerintah daerah diharapkan bisa melaksanakan sebagian besar intervensi PKSA sementara pemerintah pusat memainkan peranan pendukung. Gambar 2. Roadmap PKSA (2009-2019)
Sumber: Presentasi Powerpoint dari Dr. Ir. R. Harry Hikmat: Best Practice PKSA 2009-2011, Kementerian Sosial RI, 2012
Sebagai sebuah model untuk respons yang efektif terhadap kebutuhan perlindungan anak dan kesejahteraan secara nasional, PKSA seharusnya dipakai sebagai referensi untuk otoritas dan masyarakat provinsiatau kabupaten untuk memberikan pengasuhan dan perlindungan untuk anak-anak (Kementerian Sosial, 2010). Oleh sebab itu, rancangan PKSA mencakup pemerintah provinsidan kabupaten sebagai bagian dari struktur pelaksana, bersamaan dengan deskripsi peranan yang khusus dari setiap level. Panduan PKSA bahkan menyebutkan bahwa Dinas Sosial di seluruh level harus membentuk unit pelaksana PKSA di kantor mereka masing-masing. Pendek kata, diperkirakan sejak awal bahwa pada tahun 2019 pemerintah daerah akan memiliki kapasitas untuk mengelola PKSA secara independen menggunakan sumber daya mereka sendiri.
18
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
3. PERANAN DAN ORGANISASI PKSA
Tabel 2: Rencana Cakupan PKSA Pemerintah Pusat dan Anggaran 2010-2020 Tahun Jumlah Anak Anggaran
2010
2011
138.000 158.000 271 M
287 M
2012
2013
172.000 222.000 313 M
400 M
2014
2015
2016
2017
322.000 522.000 822.000 822.000 580 M
940 M 1,500 M 1,500 M
2018
2019
2020
822.000 822.000
822.000
1,500 M 1,500 M
1,500 M
Sumber: Presentasif Dr. Ir. R. Harry Hikmat: Best Practice PKSA2009-2011, Kementerian Sosial RI, 2012
Tabel 2 menunjukkan rencana jangka panjang. PKSA bertujuan untuk meliputi 522.000 anak di tahun 2015 dan 822.000 anak pada periode 2016-2020 dari anggaran pusat. Jumlah ini adalah 20 persen dari total populasi target dari anak yang membutuhkan. Untuk secara perlahan mengurangi kesenjangan antara jumlah anak yang membutuhkan dan jumlah anak yang sudah terjangkau program, diasumsikan bahwa 80% lainnya dari kelompok target akan dicakup oleh sumber daya provinsidan kabupaten. Untuk memastikan bahwa pemerintah daerah akan mengalokasikan tambahan dana untuk implementasi program kesejahteraan anak, Kementerian Sosial harus mendapatkan komitmen dan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Oleh sebab itu, salah satu tujuan utama PKSA adalah untuk mensinergiskan, bekerja sama dengan erat dan berbagi sumber daya dengan pemerintah daerah.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
19
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA 4.1 Efektivitas – Apakah PKSA Telah Mencapai Tujuannya? Keputusan Menteri Sosial No. 15A/HUK/2010 menyatakan bahwa tujuan dari PKSA adalah sebagai berikut (Kementerian Sosial , 2010). Tujuan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah terwujudnya pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari penelantaran,eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud. Keputusan yang sama memberikan tujuan-tujuan berikut untuk dicapai dalam periode 2010 sampai 2014: 1.
meningkatnya persentase anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dengan kecacatan dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk memperoleh akses pelayanan sosial dasar;
2. meningkatnya persentase orangtua / keluarga yang bertanggung jawab dalam pengasuhan dan perlindungan anak; 3. menurunnya persentase anak yang mengalami masalah sosial; 4. meningkatnya lembaga kesejahteraan sosial yang menangani anak; 5. meningkatnya Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial dan relawan sosial di bidang pelayanan kesejahteraan sosial anak yang terlatih; 6. meningkatnya pemerintah daerah (kabupaten/kota) yang bermitra dan berkontribusi melalui APBD dalam pelaksanaan PKSA; dan 7. meningkatnya produk hukum perlindungan hak anak yang diperlukan untuk landasan hukum PKSA Diringkas dan diurutkan dengan urutan luaran - hasil - dampak, tugas PKSA adalah untuk menghasilkan empat luaran berikut ini: : • Meningkatkan jumlah lembaga-lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan layanan perlindungan untuk anak-anak (tujuan 4) • Meningkatkan jumlah pekerja sosial terlatih yang profesional (tujuan 5). • Mensinergiskan PKSA dengan program-program kesejahteraan dari pemerintah daerah (tujuan 6) • Meningkatkan kerangka hukum sebagai landasan hukum untuk PKSA (tujuan 7)
20
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Sebagai akibat dari empat luaran itu, PKSA diharapkan untuk mencapai dua luaran: •
Meningkatnya persentase anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak yang berkonflik dengan hukum, anak penyandang disabilitas, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk mendapatkan akses pada layanan sosial dasar (tujuan 1).
• Meningkatnya persentase orangtua/keluarga yang akan bertanggung jawab atas pengasuhan anak dan perlindungan (tujuan 2). Luaran ini akan menghasilkan dampak berikut ini: • Berkurangnya persentase anak yang memiliki masalah-masalah sosial (tujuan 3) Gambar 3. Sistem Tujuan PKSA
Berdasarkan tinjauan pustaka dan observasi yang dilakukan selama kerja lapangan, sub-sub bab berikut ini menganalisa sampai sejauh mana PKSA telah mencapai luaran, hasil dan dampaknya. 4.1.1 Meningkatnya Jumlah Lembaga-Lembaga Kesejahteraan Sosial yang Memberikan Layanan Perlindungan Kepada Anak Menjaga hak-hak anak dan melindungi anak adalah tanggung jawab dari unsur-unsur pemerintah dan non-pemerintah. Jumlah dan kualitas pemberi layanan menentukan sejauh mana dan seberapa baik layanan perlindungan anak. Implementasi PKSA tergantung dari kolaborasi dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) untuk memberikan layanan kesejahteraan dan perlindungan anak di tingkat masyarakat.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
21
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Panduan PKSA mengatur kriteria pemilihan LKSA, tanggung jawab, dan hak. Kriteria pemilihannya adalah: Disetujui oleh Dinas Sosial setempat, memiliki pengalaman yang cukup dalam menangani isu-isu anak, memiliki sumber daya manusia dan sumber daya finansial serta memiliki infrastruktur yang memadai untuk melaksanakan programnya. LKSA yang terpilih diberikan tugas untuk mengidentifikasi dan memverifikasi anak-anak yang berhak, membuka rekening bank untuk setiap anak, mentransfer bantuan tunai ke rekening anak, menghubungkan penerima manfaat dengan layanan sosial, memfasilitasi informasi dan sesi informasi untuk orangtua, dan memonitor kepatuhan pada persyaratan. Sebaliknya, Kementerian Sosial memberikan pelatihan untuk personil LKSA dan bantuan finansial yang disebut Bantuan Operasional Pendampingan (BOP) dan Bantuan Operasional Lembaga (BOL). BOP adalah pendukung biaya operasional, misalnya, untuk pendampingan dan seleksi, untuk kunjungan rumah, manajemen kasus dan transportasi untuk pekerja sosial. BOL adalah untuk mendukung biaya administrasi, seperti makanan untuk rapat-rapat koordinasi, gaji pegawai LKSA dan infrastruktur kantor. Di antara tahun 2009 sampai 2013, setiap LKSA menerima sebanyak Rp. 300.000 untuk BOP dan BOL per satu penerima manfaat. Namun demikian, di tahun
22
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
2014, merespon kepada instruksi presiden tentang pengurangan anggaran negara, PKSA menghapuskan BOP dan BOL. Alih-alih, setiap LKSA diberikan bantuan finansial yang bervariasi antara Rp. 10 juta sampai Rp. 15 juta sebagai lumsum (berapa pun jumlah anak yang mereka layani). Kajian ini menemukan bahwa PKSA telah berhasil meningkatkan jumlah LKSA yang dapat bekerja sama, tapi tidak bisa meningkatkan kualitas mereka untuk memberikan layanan perlindungan anak. Di tahun 2010, ada 5400 LKSA. Angka itusedikit meningkat menjadi 5712 di tahun 2011 dan menurun menjadi 4596 di tahun 2013. Pada tahun2014 jumlah LKSA telah mencapai 5563. Karena PKSA hanya mempekerjakan 686 pekerja sosial, mayoritas LKSA beroperasi tanpa pekerja sosial. Karena pekerja sosial memainkan peranan penting dalam pendekatan PKSA, sebuah LKSA yang tidak memiliki pekerja sosial mungkin tidak akan bisa mengimplementasikan konsep PKSA secara efektif (lihat Bab 4.1.2) Kerja lapangan menemukan beragam bukti yang berhubungan dengan kualitas LKSA. Kebanyakan LKSA yang disurvei telah beroperasi sebelum PKSA dibentuk, yang mengindikasikan bahwa mereka telah memiliki pengalaman yang memadai dalam membantu anak-anak. Banyak dari mereka yang memberikan pengasuhan berbasis masyarakat/keluarga, yang sejalan dengan tujuan PKSA untuk mempromosikan pengasuhan yang bukan berbasis institusi.
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Namun kekhawatiran atas kapasitas mereka untuk mengimplementasikan PKSA cukup besar. Beberapa LKSA ditemukan tidak memiliki infrastruktur dan fasilitas dasar yang memadai untuk memberikan layanan dan pengasuhan yang memadai untuk anak, meskipun mereka telah lama terlibat dalam PKSA. Beberapa dari mereka juga beroperasi tanpa transparansi dan akuntabilitas. Misalnya, beberapa LKSA tidak pernah memperlihatkan buku tabungan kepada penerima manfaat atau memberi tahu mereka tentang jumlah uang yang tersisa (saldo), sementara panduan PKSA menyebutkan: “Tabungan PKSA adalah komponen dari proses bantuan sosial untuk mendidik anak belajar menabung dan mengetahui bagaimana sistem perbankan” (Kementerian Sosial , 2010) Di Makassar, beberapa pekerja sosial mengeluh bahwa mereka tidak pernah dilibatkan oleh LKSA dalam mendistribusikan dan memonitor bantuan tunai. Di samping itu, ada indikasi malpraktek yang sudah lama ada di beberapa lembaga pengasuhan berbasis lembaga untuk anak-anak terlantar (panti) yang juga telah diamati dalam kajian sebelumnya (Kementerian Sosial , Save the Children, UNICEF, 2013; 2008). Beberapa peserta di Sulawesi Selatan yakin bahwa mengambil keuntungan merupakan motif yang dominan bagi beberapa panti yang terlibat dalam PKSA. Panti-panti secara reguler merekrut anak dari kabupaten atau provinsi lain. Banyak anak-anak yang direkrut itu masih memiliki orangtua dan keluarga yang masih mampu mengasuh mereka. Bekerja dengan LKSA semacam itu jelas tidak konsisten dengan tujuan mempromosikan pengasuhan berbasis keluarga.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
23
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Isu-isu lain yang terkait dengan penetapan target dan layanan, aktivitas penetapan target yang dilakukan oleh LKSA tidak bermuara pada pemilihan anak yang sangat miskin dan anak yang betul-betul membutuhkan (lihat Bab 4.2.2). Di samping itu, meskipun banyak LKSA yang disurvei menyatakan bahwa mereka tidak terpengaruh secara signifikan dengan pengurangan bantuan operasional, kajian ini menunjukkan hal sebaliknya. Beberapa LKSA telah mengurangi frekuensi dan keteraturan pendampingan dan aktivitas dengan orangtua/anak karena ada kendala finansial. Banyak isu-isu yang diamati seharusnya bisa dideteksi dan dikurangi melalui kriteria pemilihan yang tepat untuk LKSA, penilaian yang tepat, monitoring dan evaluasi. Sesungguhnya, baik PKSA maupun pemerintah daerah tidak secara hati memilih badan-badan pelaksana atau mengontrol kinerja mereka dan/atau meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas mereka. Menurut responden, pendaftaran LKSA sangat arbitrer dan monitoring serta inspeksi yang dilakukan secara reguler. Apabila itu terjadi, hal itu tidak dilakukan secara menyeluruh dan sistematis. 4.1.2 Meningkatnya Jumlah Pekerja Sosial Terlatih yang Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan Relawan Sosial di Bidang Kesejahteraan Anak dan Perlindungan Anak. Pekerja sosial adalah komponen utama dalam program ini. Jumlah dan kualitas mereka menentukan efektivitas intervensi-intervensi PKSA. Pekerja sosial yang bekerja untuk PKSA, yang juga dikenal dengan sebutan Sakti Peksos, memberikan layanan kepada anak-anak dan pengasuh, menghubungkan mereka dengan organisasi layanan sosial dan mempromosikan perubahan perilaku di tingkat keluarga dan masyarakat. Peranan dan kompetensi pekerja sosial menjadi sangat penting dalam platform PKSA yang baru karena program itu akan memberikan lebih banyak prioritas untuk layanan rehabilitasi dan tidak akan banyak fokus pada bantuan tunai. Panduannya mengatur bahwa setiap pekerja sosial harus memiliki kompetensi profesional, pribadi, dan sosial yang tepat. Meskipun jumlah pekerja sosial yang dipekerjakan oleh PKSA senantiasa bertambah, tapi peningkatan ini tidak sesuai dengan peningkatan LKSA yang melaksanakan kegiatan. Di tahun 2010 dan 2011, Kementerian Sosial mempekerjakan 46 dan 140 pekerja sosial profesional. Di tahun
24
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
2012/2013 jumlahnya meningkat jadi 623 dan akhirnya mencapai 686 di tahun 2014. Pada umumnya pekerja sosial melihat pekerjaan mereka itu penting dan juga menyenangkan secara emosional. Badan-badan pelaksana dan penerima manfaat sangat menghargai kegigihan dan dedikasi dari para pekerja sosial (lihat bab 4.2.4). Tapi karena PKSA memiliki 5.563 LKSA, kebanyakan LKSA melaksanakan program tanpa pekerja sosial (lihat bab 4.1.1). Ini berarti bahwa kurang dari 10 persen penerima manfaat dijangkau oleh pendekatan PKSA secara penuh, yaitu integrasi bantuan tunai, pekerja sosial, dan akses pada layanan sosial. Anak-anak penerima bantuan tunai tanpa dukungan kesejahteraan sosial yang tepat telah kehilangan layanan rehabilitatif yang diberikan oleh pekerja sosial untuk memfasilitasi bahwa keluarga dan anak-anak mendapatkan kembali kemampuan mereka untuk berfungsi, sebuah elemen penting dari rancangan program ini. Kenyataan bahwa jumlah anak yang tidak dilayani oleh pekerja sosial relatif besar dibandingkan dengan kelompok yang menerima dukungan PKSA secara penuh menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas program. Di beberapa LKSA yang tidak memiliki pekerja sosial, rasio antara anak per pekerja sosial cukup problematis. Rasio yang sangat timpang adalah pada klaster anak terlantar, dimana dalam rata- rata seorang pekerja sosial harus menangani antara 915 anak (tahun 2013) sampai lebih dari 1000 anak (2012). Rasio rata-rata malah lebih buruk pada klaster balita terlantar (1:47 di tahun 2012 dan 1:93 di tahun 2013) dan di klaster anak yang membutuhkan perlindungan sosial (1:17 di tahun 2012 dan 1:78 di tahun 2013). Pekerja sosial dengan rasio yang tinggi dan bidang pekerjaan yang luas mengakui bahwa mereka merasa kesulitan untuk melakukan kunjungan rumah secara reguler atau memberikan layanan yang tepat untuk memperkuat pengetahuan dan kapasitas orangtua. Banyak pekerja sosial yang tidak puas dengan kondisi pekerjaan mereka karena tidak adanya asuransi kesehatan, tidak adanya keamanan pekerjaan, pengembangan karier yang terbatas, dan tidak adanya pengakuan profesionalisme dari profesi lain. Beberapa dari masalahmasalah ini telah dilaporkan dana kajian-kajian terdahulu (World Bank, 2011, Lahiri, 2013).
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
25
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
PKSA juga belum bekerja dengan baik untuk meningkatkan kompetensi profesional pekerja sosial. Pelatihan kerja yang ada sekarang dianggap terlalu singkat (10 hari untuk gelombang pertama dan 3 hari untuk gelombang berikutnya), terlalu umum dan tidak dibuat secara khusus untuk kompetensi yang dibutuhkan dalam setiap klaster. Pelatihan itu terlalu terfokus pada pengetahuan, alih-alih pengembangan keterampilan. Banyak yang merasa bahwa tanggung jawab untuk membagikan dan memonitor bantuan telah mendorong mereka untuk melakukan tugas sebagai “teller bank” atau “petugas administrasi” dan bukan pekerjaan sosial yang sesungguhnya. Kecemasan akan kompetensi kerja terutama disuarakan oleh mereka dalam klaster anak penyandang disabilitas, anak yang berhadapan dengan hukum dan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, karena kadang mereka harus menangani kasuskasus yang rumit yang membutuhkan keterampilan yang lebih khusus dan kompetensi yang lebih besar. Seorang pekerja sosial dari anak yang membutuhkan perlindungan khusus merangkum tantangan kompetensi yang telah ia hadapi sebagai berikut: “Kadang saya meragukan apakah saya melakukan tugas dengan benar atau telah membuat perubahan yang positif untuk anak-anak. Ketika saya harus menangani korban yang seringkali berada dalam kondisi traumatis, saya seringkali tidak tahu apa yang harus saya lakukan … Saya tidak mengerti metode apa yang harus saya gunakan untuk terlibat dalam percakapan atau aktivitas apa yang bisa saya lakukan dengan mereka. Saya tidak pernah mendapatkan pelatihan bagaimana menangani anak yang traumatis dan saya juga tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang teknik komunikasi dengan anak. Untuk mengatasi keterbatasan ini, saya kadang-kadang berkonsultasi dengan pekerja sosial lain tapi kami semua tidak tahu pasti apakah pendekatan kami sudah benar.” Sejak pertengahan September 2014, Kementerian Sosial telah merespon masalah mengenai kurangnya supervisi melalui pemberian supervisor pekerja sosial. Beberapa orang dari supervisor yang baru diangkat itu mengeluh bahwa panduan dan indikator yang tidak jelas untuk melalukan tugas, tidak adanya pelatihan, dinamika kekuasaan dan beban kerja yang begitu berat menimbulkan kesulitan untuk melakukan tugas secara efektif. Kesimpulannya, bisa dikatakan bahwa PKSA belum mampu untuk mencapai tujuannya untuk meningkatkan jumlah pekerja sosial profesional untuk program ini. Pekerja sosial tidak terdistribusi secara merata dan kurang dari 10 persen dari seluruh LKSA yang memiliki pekerja sosial. Perhatian kurang diberikan kepada peningkatan kondisi kerja dan kompetensi.
26
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.1.3 Mensinergiskan PKSA dengan Program Kesejahteraan Pemerintah Daerah Sinergi merujuk pada interaksi atau kerja sama antara dua organisasi atau lebih untuk menciptakan efek gabungan yang lebih besar dari jumlah efek terpisah. Sinergi bisa terjadi dalam tahap perencanaan, implementasi dan/ atau monitoring/evaluasi. Beberapa organisasi bisa bersinergi dalam satu atau lebih aspek seperti kebijakan dan program, berbagi sumber daya finansial dan sumber daya manusia, dan dalam manajemen data dan informasi. Komunikasi dan koordinasi yang baik adalah prasyarat untuk memastikan bahwa tujuan, peranan dan tanggung jawab dibagi dan dipahami secara bersama. Sinergi dalam program pengasuhan dan perlindungan anak adalah penting untuk menangani penyebab-penyebab yang kompleks dan konsekuensi dari kerentanan anak. Ia memerlukan sebuah pendekatan yang holistik, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan menuntut adanya sumber daya yang substansial. Mengingat PKSA adalah program pemerintah pusat, ia harus mencari cara untuk menyelaraskan dirinya dengan struktur dan program kesejahteraan pemerintah daerah agar bisa memberikan pengasuhan dan perlindungan yang efektif. Kajian ini menemukan bahwa tujuan untuk meningkatkan sinergi antara PKSA dan program-program kesejahteraan Pemerintah Daerah masih belum tercapai. Tidak ada pemerintah kabupaten yang dikunjungi yang berkomitmen untuk mengalokasikan dana dari anggaran daerah untuk mendukung PKSA. Banyak badan Pemerintah Daerah yang diwawancarai dalam kajian ini tidak begitu tahu tentang PKSA, termasuk mereka yang sebenarnya bertanggung jawab atas kesejahteraan anak dan keluarga. PKSA dianggap sebagai program Pemerintah Pusat, yang tidak begitu banyak melibatkan Pemerintah Daerah. Banyak keputusan dibuat di Jakarta tanpa melibatkan masukan dan kepentingan Pemerintah Daerah. Dengan demikian Pemerintah Daerah tidak merasa berkomitmen dengan PKSA. Bahkan dalam mekanisme dekonsentrasi PKSA, Dinas Sosial provinsi hanya memainkan peranan yang terbatas. Tidak adanya keterlibatan yang signifikan dari Pemerintah Daerah mengurangi efektivitas PKSA dan menyebabkan tidak adanya komitmen dari Pemerintah Daerah untuk mendukung keberlanjutan PKSA. Secara ringkas, tujuan untuk mensinergiskan PKSA dengan programprogram kesejahteraan Pemerintah Daerah belum tercapai. PKSA tetap dianggap sebagai sebuah program dari pusat yang melangkahi lembagalembaga setempat. Kementerian Sosial perlu mengembangkan sebuah strategi yang jelas untuk mensinergiskan PKSA dengan struktur pemerintah daerah dan program-program kesejahteraan dan perlindungan anak.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
27
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.1.4 Meningkatkan Kerangka Hukum Sebagai Landasan Hukum Untuk PKSA Tidak ada bukti yang mendukung bahwa PKSA turut memperkuat kerangka hukum yang melandasinya.Panduan program tidak menjelaskan jenis-jenis kerangka hukum yang akan ditingkatkan oleh PKSA dan bagaimana itu akan dicapai. Di tingkat nasional, keberlanjutan PKSA sebagai program nasional diatur oleh peraturan menteri yang berasal dari Undang-undang Kesejahteraan Sosial tahun 2009. Peraturan-peraturan tersebut menjelaskan bagaimana program harus dikelola dan diatur dari tingkat pusat sampai ke tingkat kabupaten dan tingkat masyarakat. Namun aturan itu tidak mencakup jaminan bahwa PKSA akan didanai secara memadai. Panduan PKSA adalah kerangka hukum untuk menjaga konsistensi layanan dan manajemen program. Sayangnya, panduan yang ada sekarang tidak sepenuhnya dipakai sebagai rujukan untuk memandu implementasi PKSA di berbagai tingkat. Di tingkat lokal belum ada kerangka hukum untuk intervensi PKSA yang dibuat (lihat bab 4.1.3). Perkembangan terkini dengan diberlakukannya dua regulasi baru yaitu Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Keputusan Presiden tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Situasi Konflik tahun 2014 memberikan kesempatan bagi PKSA untuk memperkuat signifikansinya dan mendapatkan dukungan politik yang lebih banyak. Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak mempromosikan implementasi pengasuhan berbasis masyarakat sebagai model utama untuk merehabilitasi anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pendekatan ini telah diperkenalkan dan diimplementasikan oleh PKSA dalam klaster anak yang berkonflik dengan hukum. Di bawah undang-undang yang baru, anak yang dituntut hukum penjara kurang dari 7 tahun harus direhabilitasi dalam pelayanan berbasis masyarakat. Keputusan Presiden terbaru menekankan perlunya layanan yang tepat untuk membantu anak yang berada dalam situasi konflik. Sejalan dengan keputusan itu PKSA telah membuat klaster untuk membantu anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, termasuk anak yang menjadi korban bencana alam atau konflik sosial. PKSA perlu mengembangkan struktur dan kapasitas untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab yang dibuat oleh keputusan yang disebutkan di atas. Menyangkut anak-anak yang berkonflik dengan hukum, penting sekali untuk mengklarifikasi dan memperkuat mandat pekerja sosial melalui pengembangan regulasi-regulasi baru dan MoU dengan kementerian terkait. Banyak pekerja sosial dalam klaster ini
28
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
mengungkapkan kekhawatiran mereka dengan kurangnya pengakuan dari petugas departemen lain terhadap peranan, tanggung jawab, dan mandat pekerja sosial. Perlu dihargai bahwa LKSA (misalnya di Magelang) mengembangkan fasilitas yang bisa berfungsi sebagai tempat tahanan berbasis masyarakat. Di samping itu, PKSA melalui Kementerian Sosial perlu memonitor dan mengontrol implementasi regulasi dan praktek-praktek di tingkat daerah guna mencegah terjadi pelanggaran hak-hak anak. Ini meliputi ‘sweeping’ intensif terhadap anak jalanan yang ditemukan di Surakarta, Makassar, dan Jakarta Utara, kebijakan sekolah yang mengeluarkan anak-anak yang ditemukan berkonflik dengan hukum, dan praktek-praktek sekolah yang tidak bersahabat untuk anak yang menjadi korban perlakuan salah. Kesimpulannya, tujuan PKSA untuk memperkuat kerangka hukum hanya baru bisa dicapai sebagian. Program ini perlu mengembangkan, melalukan advokasi, dan memberlakukan lebih banyak aturan/regulasi baik di tingkat pusat maupun tingkat lokal yang melindungi dan mempromosikan hakhak anak. Pada saat yang sama, program perlu merespon meningkatnya kesempatan yang diberikan oleh undang-undang yang baru. 4.1.5 Meningkatnya Jumlah Anak Terlantar (Termasuk Balita), Anak Jalanan, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak Penyandang Disabilitas dan Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, yang Bisa Mengakses Layanan Dasar. Peningkatan akses pada layanan dasar adalah salah satu tujuan PKSA untuk memastikan pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak. Program ini memberikan bantuan tunai yang dikirim melalui rekening penerima yang bisa dipakai untuk mengakses layanan. Pada saat ini, setiap penerima manfaat menerima setiap tahunnya sebesar Rp. 1 juta dibandingkan Rp.1,2 sampai Rp.1,5 juta pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk memonitor kemajuannya, Kementerian Sosial mulai menjalankan sistem verifikasi di tahun 2014. Namun demikian, sampai pada saat laporan ini ditulis, tim peneliti belum bisa mendapatkan hasil dari aktivitas monitoring PKSA. Kerja lapangan menemukan bahwa jumlah anak yang memiliki akses pada layanan dasar meningkat setelah mereka bergabung dengan PKSA. Pendidikan bisa diakses oleh kebanyakan anak usia sekolah di kebanyakan wilayah dan klaster. Pemeriksaan silang dengan para guru
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
29
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
mengonfirmasikan bahwa angka kehadiran sekolah anak-anak cukup tinggi (85% atau lebih). Wawancara dengan pekerja sosial dan kepala LKSA menunjukkan bahwa jumlah anak yang memiliki akta kelahiran tumbuh antara 10-30 persen. Hal ini terlihat jelas di Jakarta dan Sulawesi Selatan di kalangan anak balita terlantar, anak yang membutuhkan perlindungan khusus, dan anak penyandang disabilitas. Khusus untuk anak balita terlantar, akses mereka pada makan bergizi, imunisasi dasar, dan layanan kesehatan dasar hampir sama. Kebanyakan dari anak ini juga mendapatkan akses untuk pendidikan prasekolah kecuali di Makassar. Akses yang lebih besar juga dilaporkan untuk pengobatan psikososial dan aktivitas pengayaan (misalnya, tutorial akademis, olahraga, seni, dan aktivitas rekreasi lainnya) di kalangan klaster anak yang memerlukan perlindungan khusus, anak yang berkonflik dengan hukum, dan anak jalanan atau anak terlantar. Di Jakarta, anak penyandang disabilitas mengakses layanan kesehatan atau pengobatan menggunakan uang bantuan mereka dan dibantu oleh pekerja sosial. Di Gowa, beberapa kemajuan terlihat tapi beberapa anak masih menghadapi kesulitan untuk mengakses pengobatan reguler karena masalah tingginya biaya pelayanan, ketersediaan pelayanan dan jaraknya yang jauh. Jumlah anak yang bisa mendapatkan alat bantu tertentu (misalnya, alat bantu untuk mobilitas dan alat bantu dengar masih terbatas di kedua wilayah itu). Berikut adalah beberapa komentar peserta yang menyoroti bagaimana elemen-elemen PKSA meningkatkan akses pada layanan sosial dasar: “Sebelum mendapat bantuan saya merasa malu untuk pergi ke sekolah karena saya tidak punya sepatu dan tas yang bagus. Sekarang saya senang bisa sama dengan anak-anak yang lain. Bahkan saya bisa beli sepeda dari tabungan saya, sehingga saya bisa ke sekolah lebih cepat” (anak di Surakarta) “Meskipun tidak banyak dari anak-anak ini yang mendapat nilai yang tinggi, tapi kehadiran mereka di sekolah sangat tinggi, sekitar 85%. Sebelum mereka bergabung dengan PKSA, banyak anak jalanan keluar dari sekolah. Orangtua mereka tidak bisa membayar uang sekolah dan biaya lainnya. Uang dari PKSA telah berbuat banyak untuk mengurangi beban orangtua dan untuk memotivasi anak jalanan ini untuk pergi ke sekolah secara teratur.” (guru di Jakarta)
30
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
“Banyak orangtua anak jalanan yang tidak punya surat nikah atau KTP. Dokumen-dokumen ini diperlukan untuk meminta akta kelahiran. Syukurlah pekerja sosial dan LKSA bekerja keras untuk melakukan advokasi atas nama orangtua dan anak. Dari 12 permohonan akta kelahiran yang diajukan tahun ini, 6 telah disetujui dan 6 lagi masih dalam proses.” (Kepala LKSA di Surakarta) “Sekarang anak saya mendapatkan pengobatan reguler untuk disabilitas dan ia semakin membaik. Terima kasih atas uang yang diberikan kepadanya sehingga ia bisa membayar terapi kalau tidak ia tidak akan bisa mendapatkan terapi. Pekerja sosial sangat membantu kami. Ia telah menghubungkan kami dengan sekolah dimana anak saya sekarang mendapatkan pendidikan khusus.” (orangtua di Jakarta) Meskipun ada prestasi seperti ini, anak-anak masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka karena di tahun 2014 volume bantuan tunai telah dikurangi. Kebanyakan orangtua menyadari bahwa bantuan tunai hanya sementara dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan tanggung jawab mereka untuk memenuhi kebutuhan anakanak mereka. Tapi beberapa orang menyatakan bahwa bantuan itu tidak memadai untuk mendukung anak mereka. Orangtua yang memiliki anak penyandang disabilitas dan tinggal di kota besar atau wilayah terpencil menyampaikan keprihatinan yang lebih besar mengingat lebih tingginya biaya perawatan atau biaya hidup yang harus mereka keluarkan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Di samping dikurangi, bantuan tunai itu juga sering tidak reguler dan tertunda-tunda, yang menghalangi kemampuan orangtua untuk membuat rencana dan untuk membayar pengeluaran lain seperti uang sekolah tepat waktu (lihat bab 4.2.3) Dapat disimpulkan bahwa tidak adanya sistem manajemen data yang tepat yang memonitor akses anak pada layanan sosial membatasi kemungkinan untuk menilai efektivitas program. Sampai taraf tertentu programnya telah bisa membantu anak mengakses layanan dasar. Namun bagi keluarga yang sangat miskin, yang tidak menerima bantuan PKH, kecilnya besaran bantuan ditambah dengan seringnya keterlambatan pengiriman menjadi masalah yang cukup besar. Sulit bagi mereka untuk memastikan bahwa anak akan mendapatkan akses yang cukup pada layanan sosial. Masalah ini menjadi sangat serius bagi keluarga yang memiliki anak penyandang disabilitas. Bantuan tunai seringkali tidak mencukupi untuk membayar uang transpor ke tempat yang memberikan layanan yang diperlukan oleh anak.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
31
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.1.6 Meningkatnya Jumlah Orangtua atau Keluarga, yang Bertanggung Jawab Dalam Pengasuhan dan Perlindungan Anak Mereka Secara prinsip, PKSA melibatkan orangtua sebagai pengasuh dan pelindung terbaik bagi anak-anak dan memperlihatkan bahwa keluarga adalah tempat terbaik bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. Memperkuat kapasitas orangtua atau keluarga untuk memikul tanggung jawab dalam mengasuh dan melindungi anak-anak mereka merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, panduan mengatur bahwa setelah menerima bantuan, orangtua harus memperlihatkan peningkatan sikap dan perilaku mereka dalam: (1) mengasuh anak mereka secara bertanggung jawab dengan melakukan interaksi yang tepat, memberikan panduan dan perlindungan, memenuhi kebutuhan pokok, dan memastikan bahwa anak-anak mereka disalahgunakan, tidak mendapatkan perlakuan buruk, dieksploitasi atau ditelantarkan; (2) berpartisipasi dalam sesi-sesi pengembangan keluarga yang dilakukan atau difasilitasi oleh LKSA atau pekerja sosial, dan (3) terlibat dalam mendapatkan layanan rehabilitasi sosial yang diberikan oleh LKSA atau difasilitasi oleh bantuan LKSA sesuai dengan rencana yang telah disepakati dan dengan kebutuhan anak. Panduan itu untuk setiap klaster berisi indikator tanggung jawab orangtua, yang sama dengan poin-poin yang diberikan di atas tapi tidak begitu praktis. Meskipun PKSA pada tataran konsep dipersembahkan untuk pengasuhan berbasis keluarga dan de-institusionalisasi, dalam prakteknya ia melanggar prinsip ini dengan mendukung LKSA yang menarik anak-anak dari keluarga dan memasukkan mereka ke institusi. Hampir separuh dari anakanak yang didukung oleh PKSA masih memiliki orangtua yang tinggal di kabupaten atau provinsi lain. Banyak dari anak ini hanya bertemu dengan orangtua mereka sekali dalam setahun (lihat bab 4.1.1). Untuk PKSA yang mendukung anak-anak untuk tinggal dengan keluarga mereka, tim peneliti menemukan kesulitan untuk menilai apakah sikap orangtua berubah sebagai hasil dari program. Tidak ada sistem atau data yang menginformasikan sejauh mana pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak berubah setelah mendapatkan layanan dari PKSA. Untuk memonitor orang, banyak pekerja sosial yang mengandalkan angka kehadiran orangtua dalam sesisesi keluarga dan/atau laporan dari anak atau tetangga mereka. Beberapa mencatat observasi mereka terhadap sikap dan perilaku orangtua tapi catatan itu cenderung bersifat sangat umum.
32
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. ASSESSMENT OF PKSA EFFECTIVENESS, IMPLEMENTATION PERFORMANCE, EFFICIENCY, RELEVANCE AND SUSTAINABILITY
Wawancara dan diskusi kelompok terarah (FGD) menunjukkan bahwa tanggung jawab orangtua dalam mengasuh dan melindungi anak mereka telah meningkat. Kebanyakan orangtua cukup kooperatif dan berusaha keras untuk memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan akses pada layanan dasar. Ada pemahaman yang solid dan luas di kalangan orangtua bahwa bantuan tunai yang diberikan oleh program ini harus digunakan untuk kebutuhan anak-anak mereka dan hanya dalam keadaan yang luar biasa boleh dipakai untuk kebutuhan keluarga. Beberapa orangtua melaporkan bahwa mereka menjadi lebih percaya diri, lebih sadar dan termotivasi untuk memberikan pengasuhan dan perlindungan yang lebih baik untuk anak-anak mereka. Mereka juga melaporkan berkurangnya penggunaan hukuman fisik dan verbal kepada anak-anak mereka, menggunakan standar kebersihan dan nutrisi yang lebih tinggi, mempraktekkan komunikasi yang lebih egalitarian dan berempati dengan anak dan memberikan pengawasan yang lebih efektif. Namun demikian, kehadiran orangtua dalam FGD tetap rendah di beberapa klaster. Kemajuan dalam pengetahuan dan sikap terhadap hak-hak anak, pengasuhan anak, dan kebutuhan anak, dukungan dari pekerja sosial, dan kepatuhan akan persyaratan dilaporkan telah memiliki pengaruh positif pada perilaku orangtua/keluarga. Berikut adalah beberapa komentar yang menggambarkan perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku di kalangan orangtua: “The pendamping (social worker) helped me through the bad
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
33
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
“Pekerja sosial membantu saya di saat-saat yang sedang susah … kami ngobrol dan ngobrol. Ia tanpa lelah mendorong saya untuk tetap kuat dan ada untuk anak perempuan saya karena ia akan memerlukan pengasuhan dan perhatian saya. Sekarang saya merasa lebih baik dan tidak merasa tertekan.” (orangtua di Magelang). “Apa yang saya pelajari dari pertemuan orangtua dengan pekerja sosial adalah bahwa orangtua harus memenuhi hak-hak anak mereka. Seperti mendapatkan pendidikan … mendapatkan pengobatan bila mereka sakit … menuntun dan mencintai mereka. Saya ingat ketika saya marah terhadap anak saya, kadang saya ancam dia dengan mengatakan saya akan meninggalkannya atau saya bukan ibunya. Sekarang saya mencoba menghindari hal itu … itu salah dan itu melukai perasaan anak saya.” (orangtua di Jakarta). Saya suka mencubit anak saya kalau ia sulit diatur. Kadang-kadang saya pukul kakinya kalau bandel. Perangainya seringkali menguji kesabaran saya sampai saya kelewat batas. Sekarang saya jarang melakukan itu karena pendamping atau terapisnya di LKSA mengatakan pada saya bahwa saya harus menangani anak saya dengan penuh hormat, kasih sayang dan kesabaran. Saya menyesal telah berlaku kasar padanya.” (orangtua di Jakarta) “Sebelumnya saya hanya cemas bahwa anak saya akan ditangkap polisi ketika dia bekerja di jalanan. Setelah beberapa waktu, pendampingnya mengatakan pada saya tentang bahaya lain yang mungkin timbul seperti terbunuh, disodomi atau memakai narkoba. Saya betul-betul ingin anak saya berhenti bekerja. Saya ingin ia sekolah, tapi kadang-kadang ia masih melakukannya (bekerja di jalanan) tanpa sepengetahuan saya.´(orangtua di Jakarta) “Pendamping selalu mengingatkan kami bahwa uang itu hanya untuk anak dan kami tidak boleh memakainya untuk keperluan lain. Kami harus mematuhi aturan itu atau bantuan itu akan dihentikan oleh pemerintah.” (orangtua) “Saya sebelumnya berpikir bahwa anak-anak akan baik-baik saja jika saya bekerja karena ada kakek dan nenek yang akan mengasuh mereka. Saya rasa saya telah menjadi ibu yang baik bila saya bekerja keras untuk keluarga. Saya sangat menyesalkan kejadian ini (anak perempuannya diperkosa oleh seorang anak laki-laki).Pembicaraan dengan pendamping telah membuka mata saya bahwa menyediakan barang materi tidaklah cukup. Saya memutuskan untuk berhenti bekerja sehingga saya bisa memberikan pengasuhan yang lebih baik kepada anak-anak saya. Saya harus ada untuk mereka, bicara sebanyak mungkin dengan mereka dan mengawasi mereka sehingga saya merasa yakin akan keselamatan mereka.” (orangtua di Magelang)
34
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
“Sekarang ibu saya sering marah-marah jika saya lama bermain di luar rumah. Ia akan mencari saya di sekitar jalanan. Jika ia mendapati saya di dekat jalanan bersama teman-teman saya, ia akan marah. Ia tidak ingin saya dapat pengaruh buruk dari mereka. Ya … banyak teman saya yang merokok, ngelem, dan kadang mengajak berantem juga.” (anak di Jakarta). “Sebelum bergabung dengan PKSA, banyak orangtua menyembunyikan anak-anak mereka yang cacat di rumah, tidak membawa mereka untuk memeriksa kesehatannya atau ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan khusus dan tidak membersihkan atau merawat mereka dengan baik. Ada juga orangtua yang menelantarkan anak mereka yang cacat, memberi makannya di pagi hari dan kemudian meninggalkannya di rumah sendirian dalam waktu yang lama untuk bekerja di ladang. Mereka lakukan itu karena mereka merasa malu dan takut akan stigma sosial atau dalam banyak kasus hanya karena mereka begitu miskin dan tidak punya pengetahuan tentang bagaimana mengasuh anak mereka. Beberapa di antara mereka menolak kami dengan mengatakan mereka tidak mengizinkan adanya intervensi dari pihak luar. Setelah berada di PKSA selama beberapa bulan kami menemukan banyak perubahan yang positif. Sekarang orangtua lebih kooperatif dengan kami, dan mereka juga mematuhi arahan kami untuk membolehkan anak mereka masuk ke SLB.” (pekerja sosial di Gowa). Sejumlah isu perlu mendapatkan perhatian yang serius mengingat potensi dampaknya untuk melemahkan usaha peningkatan tanggung jawab orangtua atau keluarga untuk pengasuhan dan perlindungan anak-anak. Menurut rancangannya, PKSA adalah program yang berpusat pada anak. Program ini tidak secara langsung dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ini mengabaikan bukti bahwa kemiskinan keluarga merupakan salah satu pendorong utama penelantaran dan perlakukan buruk terhadap anak. Meningkatkan keadaan sosio-ekonomi keluarga adalah penting untuk memperkuatkan dan menahan dampak yang dihasilkan dari peningkatan pengetahuan, sikap orangtua dan praktek-praktek pengasuhan dan perlindungan anak. Berbagai bentuk dan mekanisme untuk menghubungkan keluarga dengan lebih banyak sumber daya dan kesempatan telah dibicarakan secara rinci oleh Lahiri (2013). Salah satu opsi untuk memastikan bahwa seluruh keluarga miskin yang tercakup oleh PKSA juga tercakup oleh PKH, Raskin, BSM dan JKN. Karena PKSA dan PKH keduanya diimplementasikan oleh Kementerian Sosial, menghubungkan keduanya tentu tidak akan begitu sulit.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
35
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Familly Development Session (FDS) memerlukan beberapa revisi dalam hal substansi dan mekanisme penyampaian untuk menciptakan dampak positif yang lebih besar pada perilaku orangtua. Saat ini, materi P2K2 lebih kepada penguatan pengetahuan orangtua sementara mereka perlu meningkatkan keterampilan pengasuhan. Topik yang diharapkan dipelajari oleh orangtua meliputi teknik dan keterampilan yang terkait dengan pengungkapan kehangatan emosional, stimulasi fisik, kognitif, dan emosional, panduan dan batasan, serta komunikasi mengenai isu-isu remaja yang spesifik seperti kesehatan reproduksi dan zat-zat berbahaya. Para ibu memerankan peranan yang lebih besar dibandingkan ayah untuk mengasuh anak dan memastikan kepatuhan pada program. Beban yang tidak proporsional dan tanggung jawab yang dipikul oleh para ibu bisa membuat mereka kewalahan dan berpotensi untuk mengurangi kualitas pengasuhan mereka. Sebuah strategi perlu dikembangkan untuk mendorong ayah untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam mengasuh dan melindungi anak. Kesimpulannya, kurangnya data untuk mengidentifikasi perubahan perilaku orangtua dalam pengasuhan dan perlindungan anak tidak memungkinkan untuk menilai efektivitas program secara kuantitatif. Bukti anekdotal yang diberikan di atas cukup menggembirakan. Tapi secara keseluruhan kelihatannya PKSA, agar bisa lebih efektif, harus bergeser dari bersifat berpusat pada anak ke berpusat pada keluarga.
4.1.7 Berkurangnya Jumlah Anak yang Memiliki Masalah Sosial Tujuan PKSA untuk mengurangi jumlah anak yang menghadapi masalahmasalah sosial masih belum tercapai. Data baseline yang dipakai untuk memberikan justifikasi program di tahun 2010 mengasumsikan bahwa kelompok target anak yang membutuhkan pengasuhan dan perlindungan khusus mencapai 4.300.000 anak. Dengan asumsi bahwa jumlah anak kurang beruntung tumbuh dengan angka yang sama dengan pertumbuhan populasi Indonesia (diperkirakan 2 persen per tahun dalam 5 tahun terakhir), secara kasar bisa diperkirakan bahwa jumlah anak yang membutuhkan bisa meningkat sampai 8 persen antara tahun 2011 dan 2014. Sebanyak 158.901 anak yang tercakup oleh PKSA sama dengan 3 persen dari kelompok sasaran. Meskipun kita asumsikan bahwa seluruh anak yang dicakup oleh PKSA memenuhi kriteria eligibilitas dan bahwa semuanya menghadapi masalah yang kurang signifikan, PKSA belum mengurangi jumlah anak yang menghadapi masalah sosial tapi hanya memperlambat peningkatannya.
36
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Di tataran mikro, kerja lapangan menemukan bahwa PKSA memainkan peranan untuk mengurangi jumlah anak yang menghadapi masalahmasalah sosial. Ini sebagian ditunjukkan oleh peningkatan kondisi dan perilaku anak di seluruh klaster. Jumlah bayi yang sebelumnya dikategorikan sebagai kelompok gizi buruk menurun sementara jumlah anak yang sehat, bergizi baik, dan telah mencapai pertumbuhan fisik yang sesuai usia dan perkembangan mental meningkat. Di samping itu, laporan dari klaster anak jalanan menegaskan bahwa beberapa anak berhenti bekerja di jalanan. Anak-anak yang lain mengurangi durasi atau frekuensi bekerja di jalanan. Ini sesuai dengan meningkatnya jumlah anak jalanan yang kembali ke sekolah sebagaimana yang dilaporkan oleh guru dan orangtua. Jumlah anak dengan kecacatan yang mengalami peningkatan fungsi (misalnya, kemampuan merawat diri sendiri), atau mengalami perkembangan (misalnya bahasa, mobilitas, akademis) dan orangtua yang peduli juga meningkat. Untuk anak-anak dalam kelompok yang membutuhkan perlindungan khusus, laporan menegaskan bahwa rasa percaya diri anak sudah membaik, fungsi sosial dan psikososial juga membaik, dan mereka terlibat dalam aktivitas akademis. Dari beberapa anak yang berkonflik dengan hukum, ada pernyataan bahwa pengetahuan, sikap anak dan praktek ke arah perilaku pro-sosial meningkat setelah bergabung dengan PKSA. Tidak ada dari anak-anak ini kembali dihukum dan kebanyakan dari mereka kembali bersekolah secara reguler. Para informan melaporkan bahwa akses pada layanan-layanan ini telah memberikan anak aktivitas yang terstruktur dan terawasi dan membantu mengurangi isolasi, meningkatkan rasa percaya diri anak, meningkatkan keterampilan sosial, dan memperbesar dukungan sebaya bagi perilaku pro-sosial. Kesimpulannya, beberapa anak menjadi lebih baik setelah bergabung dengan PKSA. Tetapi dari perspektif makro, PKSA cakupannya kecil dan karena itu tidak bisa menghasilkan dampak yang signifikan menyangkut pengurangan jumlah anak yang menghadapi masalah-masalah sosial.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
37
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.1.8 Keberlanjutan Dari Dampak Setelah Keluar Dari Program PKSA belum membuat sebuah mekanisme yang sistematis untuk memonitor perkembangan anak yang keluar dari program atau penerima manfaat yang melakukan aktivitas lanjutan untuk menjaga dampak yang telah dicapai. Dalam sebuah kajian tentang strategi transformasi dari PKSA, Lahiri (2013) menekankan urgensi untuk membangun mekanisme yang bisa menjaga dampak positif setelah penerima manfaat keluar dari program. Kajian itu mencatat bahwa di kalangan LKSA dan pekerja sosial yang menangani anak jalanan/rentan, ada peningkatan kesadaran tentang perlunya layanan lanjutan. Mereka merasa bahwa rancangan PKSA yang ada sekarang ini tidak secara jelas mengindikasikan bagaimana menjaga dampak itu. Mereka lebih fokus pada bagaimana anak jalanan yang telah tamat sekolah non-formal (Kejar Paket) bisa bersaing dalam pasar kerja. Meskipun ijazah yang diperoleh dari Kejar Paket telah dilegalisir, para pemberi kerja umumnya lebih menyukai orang yang memiliki latar belakang pendidikan formal. Oleh sebab itu, mereka akan memerlukan dukungan lanjutan seperti pelatihan yang bisa menjembatani yang memungkinkan mereka untuk bersaing secara lebih kompeten. Apabila mereka tidak bisa dipekerjakan, mereka mungkin akan kembali ke jalanan atau melakukan aktivitas lain yang tidak produktif. Pekerja sosial dari klaster balita terlantar menyarankan program yang menjembatani yang memungkinkan anak-anak yang sudah tamat sekolah bisa dilindungi lebih lama. Menurut mereka, ada satu tahun waktu tunggu sebelum mereka bisa masuk ke sekolah dasar. Untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan pengasuhan dan perlindungan yang tepat, mereka harus diizinkan untuk tetap di PKSA sampai mereka diterima di kelas satu.
38
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.1.9 Ringkasan Tentang Efektivitas PKSA Tim kajian tidak menemukan banyak bukti yang mendukung bahwa PKSA telah mencapai tujuannya. Ini sebagian disebabkan oleh kelemahan dalam manajemen data PKSA dan rancangan monitoring/evaluasi dan praktekpraktek yang dilakukan. Berdasarkan dari apa yang ada atau yang bisa dikumpulkan selama kunjungan lapangan, penilaian ini menyimpulkan bahwa PKSA memiliki hasil dan dampak positif di tataran mikro (di tingkat yang dicapai anak), tapi tidak memiliki dampak yang signifikan di tataran makro. Hasil positif di tingkat mikro dibatasi oleh kenyataan bahwa volume bantuan tunai tidak mencukupi untuk menimbulkan efek yang positif dalam kesehatan anak dan bahwa PKSA tidak ditujukan untuk mengurangi kemiskinan keluarga, yang merupakan pendorong utama kerentanan anak. Hasil positif sebagian besar disebabkan oleh layanan yang diberikan oleh pekerja sosial. Oleh sebab itu kita harus berasumsi bahwa anak-anak yang dilayani oleh LKSA yang tidak memiliki pekerja sosial – 90 persen dari LKSA tidak memiliki pekerja sosial, tidak memberikan banyak manfaat dibandingkan dengan anak-anak yang dilayani oleh LKSA yang memiliki pekerja sosial. Kenyataan bahwa hanya 10 persen dari anak yang tercakup oleh PKSA dilayani oleh pekerja sosial menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas program ini. Bab-bab berikut menganalisa sampai sejauh mana kinerja implementasi PKSA mempengaruhi tercapainya – atau tidak tercapainya, tujuan-tujuan PKSA.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
39
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.2 Kinerja – Seberapa Baik PKSA Mengimplementasikan Kegiatan-Kegiatan Program Utama Sub-sub bab berikut akan menganalisa kegiatan, yang diimplementasikan berkaitan dengan PKSA untuk mencapai tujuan yang telah dinilai dalam bab 4.1. Kegiatan itu meliputi fungsi yang berkaitan dengan implementasi bantuan tunai bersyarat seperti penetapan target, validasi, penyampaian, dan pelaksanaan persyaratan, fungsi-fungsi yang terkait dengan manajemen kasus, konseling dan rujukan dan fungsi-fungsi yang terkait dengan program secara menyeluruh seperti sosialisasi, penuntasan (kelulusan), dan tindak lanjut.
4.2.1 Sosialisasi Sosialisasi memberikan informasi yang memadai bagi otoritas lokal dan lembaga-lembaga untuk bisa terlibat secara efektif dalam implementasi program. Sosialisasi memberi tahu penerima manfaat tentang hak-hak mereka dan kewajiban mereka; ia menjamin bahwa tujuan-tujuan program dan modalitas implementasi dipahami di masyarakat. Ia memberikan informasi berkelanjutan dan pendidikan tentang program selama implementasi; ia menciptakan dukungan untuk program dan memperkuat kemitraan dan kerja sama antar organisasi. Panduan PKSA tidak memberikan informasi tentang bagaimana dan oleh siapa sosialisasi dilakukan. Dengan tidak adanya mekanisme sosialisasi dan diseminasi yang jelas, kebanyakan beban sosialisasi PKSA menjadi inisiatif para pekerja sosial, seperti memberi tahu penerima manfaat dan pemangku kepentingan tentang implementasi program. Meskipun sosialisasi merupakan bagian dari mandat mereka, tapi usaha mereka tidak secara efektif didukung dan diperkuat oleh Kementerian Sosial di tingkat nasional. Selama kerja lapangan, dokumen cetak dari PKSA seperti booklet, pamflet atau flyer, sulit dijumpai di kantor-kantor pemerintah daerah dan di LKSA yang dikunjungi. Para pekerja sosial melaporkan bahwa sosialisasi kepada penerima manfaat dan pemangku kepentingan PKSA dilakukan secara informal oleh mereka atau bersama dengan perwakilan LKSA, umumnya dari mulut ke mulut. Tidak adanya materi diseminasi memaksa mereka untuk menghabiskan waktu tambahan untuk menjelaskan sifat, tujuan, dan komponen program kepada penerima manfaat, pemangku kepentingan, dan badan-badan pemerintah daerah.
40
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Pada umumnya pemuka masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah daerah mengakui bahwa mereka tidak banyak tahu tentang PKSA dan menyarankan agar arus informasinya diperbaiki. Kurangnya keterlibatan lembaga-lembaga pemerintah daerah selama implementasi dan kurangnya informasi tentang program itu menyebabkan mereka merasa diabaikan atau di langkahi. Perasaan semacam ini berkali-kali diungkapkan oleh para pegawai Dinas Sosial. Sampai taraf tertentu, keluhan yang sama juga disampaikan oleh beberapa LKSA. Dinas Sosial dan LKSA menyatakan bahwa mereka tidak diberi tahu tentang pekerja sosial yang baru yang telah dikirim untuk bekerja dengan mereka. Beberapa pekerja sosial masih ingat ketika mereka ditanya, “Kamu siapa?” ketika datang untuk melaksanakan tugas di LKSA ke mana mereka dikirim. Tidak adanya sosialisasi yang efektif di tingkat provinsidan kabupaten/ kota memperlemah dukungan untuk PKSA dan mempengaruhi kinerja para pekerja sosial dalam memberikan akses pada layanan sosial. Misalnya, kantor-kantor pencatatan sipil seringkali ragu untuk mengeluarkan akta kelahiran bagi anak-anak karena mereka tidak pernah diberi tahu tentang keberadaan, peranan, dan mandat dari pekerja sosial. Dengan kurangnya pengakuan ini oleh lembaga-lembaga lokal, mengatasi rintangan birokratis yang menghalang akses anak pada layanan sosial menjadi sebuah tantangan dan membutuhkan lebih banyak waktu dan usaha.
4.2.2 Menetapkan Target dan Verifikasi Menetapkan target adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa penerima manfaat dari sebuah program terpilih secara benar. Kelompok target PKSA adalah anak balita terlantar, anak jalanan dan anak terlantar, anak yang berkonflik dengan hukum, anak penyandang disabilitas, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Klaster dibagi ke dalam beberapa sub-kelompok. Jumlah anak yang memenuhi kriteria eligibilitas dan jumlah anak dari berbagai klaster yang telah disetujui oleh PKSA di tahun 2012 dan 2013 diberikan dalam Tabel 4. Ringkasnya, PKSA menjangkau hanya 3 persen dari kelompok targetnya. Dalam situasi dimana sebuah program hanya bisa menjangkau persentase kecil dari kelompok targetnya, prosedur penetapan target harus menjamin bahwa program itu menyetujui anak-anak yang paling rentan dan paling membutuhkan bantuan program. Program harus menghindari kesalahan inklusi agar sumber daya program yang terbatas difokuskan pada kebutuhan yang betul kritis.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
41
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Sejumlah dokumen yang menilai penetapan target PKSA menunjukkan bahwa prosedur penetapan target PKSA tidak bermuara pada pemilihan anak yang paling membutuhkan kesejahteraan anak dan intervensi perlindungan anak • Ketika kami memeriksa kondisi kehidupan di rumah, anak-anak ini (penerima manfaat PKSA) umumnya tinggal di rumah yang layak beratap genteng, dinding bata dan lantai semen.” (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011) • Selama berinteraksi dengan Panti, terlihat bahwa tidak ada keharusan bagi Panti untuk melakukan penilaian keluarga atau kunjungan rumah untuk mendaftarkan anak di program PKSA. Sebetulnya, administrasi di Panti menyebutkan bahwa pemerintah tidak menanyakan tentang latar belakang keluarga anak ketika mereka mengusulkan dukungan untuk anak-anak” … “Kentara sekali bahwa hampir tidak ada anak yang ada di panti di Jakarta yang berasal dari Jakarta dan hampir tidak ada orangtua mereka yang tinggal di Jakarta. Mereka dikirim dari provinsi lain agar mereka bisa mengakses pendidikan yang baik di panti.” (Lahiri, 2013). • “Namun di kebanyakan tempat, LKSA menominasikan klien mereka sendiri karena tidak cukup waktu dan uang untuk pengumpulan data tambahan dan penilaian. Akibatnya, lebih dari 75 persen dari penerima manfaat PKSA yang sekarang ini adalah klien LKSA …. metode untuk mencari dan mengidentifikasi penerima manfaat yang berhak memerlukan pertimbangan serius dan peningkatan (World Bank, 2012b). Pernyataan-pernyataan ini didukung oleh observasi yang dilakukan selama kerja lapangan
42
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
Untuk mendapatkan daftar anak-anak yang paling membutuhkan yang berhak untuk PKSA, Kementerian Sosial mengandalkan data yang diberikan oleh LKSA, yang menyusun daftar itu tanpa ada kontrol dari Kementerian Sosial atau Dinas Sosial. Ketika LKSA menyusun daftar penerima manfaat yang diusulkan untuk disetujui, mereka tidak mengambil dari database manapun atau daftar semua anak miskin dan rentan di daerah mereka yang sesuai dengan kriteria dari LKSA (seperti anak terlantar usia di atas 5 tahun), tapi hanya menggunakan informasi yang ada saja. Seringkali mereka hanya menggunakan daftar anak yang sudah menjadi klien LKSA. Dinas Sosial menerima proposal dari LKSA termasuk daftar anak yang diusulkan untuk disetujui, tapi tidak memverifikasi apakah anak tersebut memenuhi kriteria eligibilitas. Mereka hanya mengirimkan daftar itu ke Kementerian Sosial . Berdasarkan pertimbangan anggaran, Kementerian Sosial menetapkan berapa banyak anak dari daftar yang dikirim oleh LKSA itu yang bisa disetujui (misalnya, 40 persen). Jika jumlah ini kurang dari jumlah yang diusulkan oleh LKSA, maka LKSA harus menetapkan anak mana dari daftar itu yang harus mendapatkan prioritas. Ini merupakan tingkat kedua dari penetapan target dan dilakukan berbeda di setiap LKSA. Beberapa hanya mengambil saja anak yang berada dalam deretan atas
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
dalam daftar. Yang lain memilih anak berdasarkan berbagai kriteria, misalnya anak yang tinggal dekat LKSA, anak yang berperilaku baik, anak yang orangtuanya menjaga hubungan baik dengan LKSA. Begitu anak yang akan diprioritaskan telah dipilih, mereka dikunjungi oleh pekerja sosial untuk memverifikasi eligibilitas mereka. Namun demikian, karena proposal itu sendiri tidak didasarkan pada bukti yang bisa diandalkan, verifikasi ini hanya mengoptimalkan yang kurang optimal. Dalam beberapa kasus pekerja sosial melaporkan bahwa mereka telah melakukan verifikasi tapi LKSA mengabaikannya. Dalam kasus lain Kementerian Sosial meminta LKSA untuk mengesahkan lebih banyak anak daripada yang mereka usulkan guna memenuhi kuota tertentu. LKSA akan segera mencari lebih banyak anak dari mana pun mereka bisa mendapatkannya. Dinas Sosial dalam banyak hal tidak terlibat dalam memverifikasi. Petugas Kementerian Sosial mengunjungi LKSA untuk melakukan beberapa verifikasi dengan mengadakan pertemuanpertemuan dengan pemangku kepentingan dan dengan mengunjungi beberapa rumah tangga. Tapi ini tidak begitu berpengaruh pada kualitas penetapan target. Kesimpulannya, penetapan target dan verifikasi adalah titik terlemah dari PKSA.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
43
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.2.3 Pemberian Bantuan Tunai Penerima manfaat berhak untuk mendapatkan bantuan tunai sebesar Rp. 1.5 juta per tahun, yang karena pengurangan anggaran di tahun 2014 telah dikurangi menjadi Rp. 1 juta. Kementerian Sosial mentransfer uang itu untuk penerima manfaat ke LKSA, yang selanjutnya mengirimkannya ke rekening anak. Pekerja sosial membantu penerima manfaat untuk membuka rekening atas nama anak. Tabungan atas nama anak memiliki fungsi untuk mempromosikan partisipasi, otonomi dan kebanggaan anak. Pada saat yang sama ini merupakan tugas pekerja sosial untuk memastikan bahwa uang itu dibelanjakan dengan bijak dan untuk kepentingan terbaik anak. Pekerja sosial yang berbeda menggunakan strategi yang berbeda untuk mengatasi situasi ini. Sebagian dari mereka menyimpan buku tabungan dan membeli barang dan layanan untuk anak setelah disetujui oleh anak dan orangtuanya tentang apa yang diperlukan. Yang lain menemani anak dan orangtua ke bank dan kemudian ke toko atau pasar dimana uang itu dibelanjakan. Yang lain memberikan uang ke orangtua dan meminta mereka untuk memperlihatkan apa yang telah mereka beli atau mengirimkan gambar dari barang yang dibeli. Di Gowa, pekerja sosial mengirimkan uang per bulan saat sesi pengembangan keluarga dilakukan. Dari sudut pandang pekerja sosial seluruh aktivitas ini memakan waktu. Beberapa menyebutkan bahwa mereka merasa seperti akuntan keliling yang bolak-balik antara bank dan keluarga anak. Dari perspektif orangtua dan anak seringkali tidak ada akuntabilitas dan transparansi. Beberapa orangtua mengaku bahwa LKSA tidak pernah memperlihatkan kepada mereka buku tabungan anak atau memberi tahu mereka sisa saldo. Pekerja sosial mengeluhkan bahwa mereka tidak punya banyak pengaruh dan transparansi sehubungan dengan distribusi uang dalam LKSA, yang menyebabkan kurangnya kepercayaan. Mereka melaporkan bahwa beberapa LKSA, yang memberikan pengasuhan institusional, menggunakan uang dari PKSA tidak sepenuhnya untuk kebutuhan anak penerima PKSA. Seluruh informan sepakat bahwa bantuan itu tidak bisa diandalkan dalam hal waktu penyampaian. Tertundanya pembayaran bervariasi antara 4 sampai 6 bulan. Ini mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan oleh pekerja sosial dan LKSA karena integrasi bantuan uang dengan konseling, kunjungan rumah, interaksi dengan penerima manfaat dan menghubungkan dengan layanan sosial hanya dilakukan begitu uang sudah ada.
44
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.2.4 Konseling dan Hubungan dengan Penerima Manfaat Konseling memberikan anak dan orangtua nasihat tentang bagaimana memecahkan masalah-masalah anak dan informasi tentang dimana dan bagaimana mendapatkan dukungan yang mereka perlukan. Ini dilakukan melalui kunjungan rumah secara reguler oleh pekerja sosial, dengan FDS dan dengan pertemuan-pertemuan antara orangtua dengan anak. FDS dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan pengasuh untuk menangani isu-isu perlindungan dan untuk memberikan anak mereka interaksi terapis atau rehabilitatif. Pekerja sosial mengalami bahwa pertemuan orang-per-orang bisa membantu baik anak maupun orangtua untuk merasa aman untuk mengungkapkan perasaan mereka dan terbuka terhadap isu-isu yang sensitif seperti perlakuan salah seksual anak. Frekuensi kunjungan rumah dipengaruhi oleh parahnya kasus serta seberapa luas wilayah cakupan dan jumlah penerima manfaat yang ditangani oleh seorang pekerja sosial. Dalam hal jumlah penerima manfaat itu besar dan/atau wilayah cakupannya luas, maka pekerja sosial harus mengurangi frekuensi kunjungan rumah, tapi mereka harus selalu ada untuk penerima manfaat selama 24/7 melalui telepon genggam. Meskipun ada keterbatasan ini, namun komitmen pekerja sosial untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran dari penerima manfaat dan untuk menghubungkan mereka dengan layanan sosial dasar sangat luar biasa.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
45
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Rujukan kepada pemberi layanan sosial dasar dan kepada badan-badan khusus yang bisa memenuhi kebutuhan penerima manfaat dalam banyak hal tidak dilakukan secara sistematis. PKSA belum mengembangkan materi pelatihan untuk pekerja sosial tentang bagaimana melakukan rujukan. Beberapa pekerja sosial tidak punya pengetahuan tentang layanan dasar apa saja yang ada dan bagaimana menilainya. Kebanyakan program ke mana penerima manfaat dirujuk adalah program yang ditawarkan oleh LKSA yang peduli dengan penerima manfaat mereka masing-masing. Skema dan program yang ditawarkan oleh LKSA kepada penerima manfaat PKSA seringkali tidak punya hubungan langsung dengan kebutuhan khusus anak, seperti berkemah atau aktivitas untuk membangun keakraban (outbound).
4.2.5 Monitoring Kemajuan dan Kepatuhan Pada Persyaratan Di tahun 2014, Kementerian Sosial telah memperkenalkan sebuah sistem untuk memonitor kepatuhan penerima manfaat terhadap persyaratan yang dioperasikan oleh pekerja sosial. Mereka bekerja sama dengan sekolah-sekolah dan pusat-pusat kesehatan masyarakat, yang mencatat kehadiran penerima manfaat dan kunjungan, serta kantor pencatatan sipil terkait dengan akte kelahiran untuk anak. Kajian menemukan bahwa memverifikasi kepatuhan terkait dengan pemanfaatan layanan kesehatan lebih sulit daripada monitoring kehadiran di sekolah. Kebanyakan sekolah telah memiliki sistem laporan kehadiran yang bisa dinilai, sementara kebanyakan pusat kesehatan tidak punya catatan kunjungan yang dibuat oleh penerima manfaat. Sistem verifikasi untuk memonitor kepatuhan pada persyaratan belum berfungsi secara benar. PKSA belum mengembangkan formulir untuk mencatat prestasi yang dibuat oleh setiap penerima manfaat. Informasi tentang kepatuhan yang dikumpulkan oleh pekerja sosial di tahun 2014 belum diproses dan dianalisa. Panduan PKSA tidak mencantumkan prosedur hukum yang jelas. Tidak banyak penerima manfaat sejauh ini yang diberikan sanksi karena tidak patuh. Kebanyakan dari mereka tidak bisa memenuhi persyaratan pendidikan. Sebelum berinvestasi lebih jauh ke dalam sistem persyaratan, monitoring dan sanksi, Kementerian Sosial harus memikirkan biaya dan manfaat dari sistem semacam itu. Ini membebani pekerja sosial, yang sudah kelebihan beban, dengan tambahan pekerjaan, menciptakan aktivitas birokratis tambahan di semua tingkat PKSA dan pada akhirnya bisa memberikan sanksi pada anak yang paling rentan – alasan yang tidak di bawah kontrol mereka untuk memenuhi persyaratan. Dalam sebuah
46
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
penilaian yang realistis tentang peranan persyaratan dalam PKSA dapat disimpulkan bahwa mereka lebih banyak memberikan kerugian daripada keuntungan (lihat juga bab 5.3).
4.2.6 Mekanisme Keluhan Mekanisme keluhan menawarkan saluran bagi penerima manfaat atau pemangku kepentingan melalui mana mereka bisa memberikan umpan balik dan mengajukan keluhan tentang implementasi program. Panduan PKSA tidak mencantumkan mekanisme keluhan. Panduan itu hanya memberikan sanksi yang tidak langsung dan tidak spesifik, yang menyatakan “bentuk monitoring dan evaluasi di setiap sub-program, pada dasarnya meliputi monitoring, fasilitasi dan pemecahan masalah, yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah bersama dengan LKSA.” Pekerja sosial melaporkan bahwa kurangnya informasi tentang mekanisme keluhan menimbulkan kebingungan mengenai tanggung jawab untuk menyelesaikan keluhan yang disuarakan oleh penerima manfaat serta oleh badan-badan pelaksana. Ketika respons mendesak dan cepat diperlukan, kebanyakan pekerja sosial akan mengontak petugas di Kementerian Sosial untuk mendapatkan klarifikasi atau solusi. Namun demikian, karena tidak ada petugas khusus yang ditunjuk untuk menangani keluhan, kebanyakan respons dari Kementerian Sosial tidak konsisten dan tergantung dari bagaimana petugas Kementerian Sosial bersangkutan memahami persoalannya. Tidak adanya mekanisme keluhan yang jelas dalam prakteknya menyebabkan kebanyakan keluhan ditangani secara tidak sistematis. Karena tidak ada “formulir keluhan” atau “kotak keluhan”, kebanyakan keluhan secara verbal disuarakan melalui pertemuan-pertemuan informal atau lewat telepon. Penerima manfaat menyatakan bahwa kunjungan rumah dan pertemuan orangtua dengan anak telah dimanfaatkan untuk menyampaikan kekecewaan atau keraguan tentang implementasi PKSA. Laporan tentang keluhan yang dibuat oleh pekerja sosial belum menghasilkan respons yang memadai dari Kementerian Sosial . Kajian ini mencatat bahwa kebanyakan keluhan disampaikan berkaitan dengan isu-isu penetapan target, kurangnya informasi tentang peranan dan mandat dari pekerja sosial, penyampaian bantuan yang tidak bisa diandalkan dan pengurangan jumlah bantuan tunai. Pekerja sosial dan LKSA berpendapat bahwa mereka menerima keluhan dari yang bukan penerima manfaat, yang menanyakan mengapa anak-anak mereka tidak disetujui oleh program. Respons kepada keluhan itu umumnya adalah berupa penjelasan bahwa kuota penerima manfaat yang diberikan oleh Pemerintah Pusat itu terbatas.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
47
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Gove 4.2.7 Kelulusan dan Tindak Lanjut Levinger dan McLeod (2002) mengidentifikasi tiga pendekatan untuk keluar: phase down, phase over, dan phase out. Mereka menyatakan bahwa phase down, yaitu pengurangan secara perlahan input program, merupakan tahap awal bagi phase over dan phase out. Phase out mengacu pada penarikan input program tanpa membuat pengaturan yang eksplisit bagi input atau aktivitas yang akan dilanjutkan oleh entitas lain, karena program itu sendiri menghasilkan perubahan yang kemungkinan akan berlanjut tanpa ini. Phase over mengacu pada pengalihan tanggung jawab untuk aktivitas yang ditujukan untuk mencapai tujuan program (aktivitas yang sekarang, atau aktivitas lain yang ditujukan untuk mencapai hasil yang sama) kepada entitas lain. Phase over juga dapat melibatkan pengalihan tanggung jawab untuk mencapai hasil program kepada organisasi lain, misalnya, cabang setempat, pemerintah daerah atau LSM lokal atau nasional. Menurut Panduan PKSA tahun 2014, bantuan dari PKSA akan berakhir apabila salah satu dari kriteria berikut telah dipenuhi: (1) Penerima manfaat sudah berusia di atas 18 tahun, (2) pindah ke tempat lain, (3) keberadaan mereka tetap tidak diketahui untuk jangka waktu 3 bulan, (4) meninggal dunia, (5) menerima lebih dari satu program yang sama dalam satu waktu, (6) orangtua dianggap mampu untuk memenuhi hak-hak anak, (7) penerima manfaat menikah, (8) orangtua tidak mengikuti pertemuan FDS sampai tiga kali dalam satu tahun, (9) partisipasi anak dalam mengakses layanan (pengasuhan, kesehatan, pendidikan, dan pengembangan diri) di bawah 75%, dan (10) penerima manfaat mengikuti STILA (Strategi Tindak Lanjut) dari PKSA. Karena STILA hanya ada di atas kertas, ini merupakan sebuah strategi phase out tanpa tindak lanjut. Orangtua mengeluhkan prosedur penghentian yang tidak jelas dan terkesan tiba-tiba itu, yaitu sebuah praktek yang menyebabkan mereka tetap merasa khawatir dan tidak nyaman tentang masa depan anak-anak mereka. Kriteria 7,8, dan 9 bisa memberikan sinyal bahwa anak mereka justru membutuhkan lebih banyak bantuan, bukannya dikurangi. Ini bisa bermuara pada penghentian bantuan pada anak-anak yang sangat tidak beruntung, yang tidak bisa memenuhi persyaratan karena alasan-alasan yang ada di luar kendali mereka.
48
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Kendati demikian, meskipun ini tidak terlihat di dalam panduan, pekerja sosial atas inisiatif mereka sendiri memberikan konsultasi dan membantu anak dan keluarga setelah bantuan dihentikan. Informasi tentang perkembangan mantan penerima manfaat mereka didapatkan melalui telepon atau pesan singkat yang dikirim oleh pemberi layanan atau orangtua. Ini menambah beban kerja mereka, tapi kebanyakan pekerja sosial menganggap ini sebagai sebuah apresiasi dari para mantan penerima manfaat mereka.
4.2.8 Ringkasan Kinerja Implementasi PKSA Kebanyakan LKSA dan pekerja sosial memberikan layanan yang bernilai kepada penerima manfaat mereka. Mereka adalah tulang punggung dari PKSA. Berdasarkan kekuatan ini, Kementerian Sosial seharusnya menginvestasikan lebih banyak dalam memperkuat kapasitas mereka dan kondisi kerja mereka (lihat bab 5.1.4). Sosialisasi dan penetapan target adalah titik lemah. Meskipun PKSA telah menghabiskan Rp. 5.598 juta untuk sosialisasi di tahun 2012 (lihat Tabel 3), pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain merasa tidak diberi tahu dan dilangkahi. Ini merupakan salah satu alasan mengapa PKSA tidak bisa bersinergi dan membangun kemitraan yang efektif dengan pemerintah daerah (lihat bab 4.1.3). Aktivitas pendelegasian penetapan target jarang dilakukan oleh LKSA, yang mendasari pemilihan penerima manfaat atas data yang tidak tepat, menyebabkan sangat rendahnya kualitas hasil penetapan target. LKSA tidak bisa dan enggan untuk memilih secara sistematis anak-anak yang paling membutuhkan. Kesalahan inklusi (inclusion errors) yang tinggi berkontribusi pada kenyataan bahwa PKSA tidak berhasil mengurangi jumlah anak yang memiliki masalah sosial yang cukup parah (lihat bab 4.1.7). Memberlakukan persyaratan, memonitor kepatuhan dan mengimplementasikan strategi kelulusan untuk mereka merupakan sebuah seperangkat isu yang saling terkait yang perlu didefinisikan kembali. Sebuah analisis tentang biaya dan manfaat mungkin bisa mengarah pada kesimpulan bahwa ketiga aktivitas itu lebih banyak kerugian daripada keuntungannya dan harus dihapuskan secara perlahan.4.3
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
49
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.3 Efisiensi – Apakah PKSA Menghasilkan Sesuatu yang Sebanding dengan Nilai Uang yang Diberikan? Sebuah panduan DfID terbaru tentang mengukur dan memaksimalkan nilai uang dalam program bantuan tunai menyatakan: Kebutuhan untuk “membuat setiap sen itu bernilai” dalam pendanaan bantuan tunai, dan untuk memastikan bahwa ini dilakukan dengan cara yang bisa diukur dan konsisten, telah menjadi keprihatinan di kalangan negara berkembang dan juga pemerintah donor. Nilai untuk Uang tidak hanya sekedar meminimalisir biaya: ini adalah tentang memaksimalkan dampak dari uang yang dibelanjakan untuk meningkatkan kehidupan orang miskin. Ini berarti membuat analisis tentang biaya dan manfaat dari program bantuan tunai setepat dan sekomprehensif mungkin (DfID, 2013). Tabel 3: Daftar Anggaran Tahunan PKSA Untuk Tahun 2012 dan 2013 Pembiayaan/ Mata Anggaran 1. Bantuan Sosial untuk Anak-Anak 2. Gaji dan Tunjangan Pekerja Sosial 3. Bantuan untuk institusi 4. Dukungan Operasional untuk Pekerja Sosial (BOP) 5. Biaya Operasional LKSA (BOL) 6. Pelatihan Pekerja Sosial 7. Pelatihan untuk LKSA 8. Pemilihan Pekerja Sosial 9. Sosiallisasi 10. Verifikasi 11. Supervisi 12. Monitoring dan Evaluasi 13. Penulisan Laporan 14. Pengembangan Panduan 15. Pertemuan Koordinasi Nasional Total
2012 (Rp) 1,000
%
%
139.726.100
62,59%
13.740.000
6,16%
17.862.000
7,93%
3.182.840
1,43%
4.837.222
2,15%
31.802.400
14,25%
15.719.700
7,04%
15.890.100
7,05%
4.687.330 2.063.075 505.475 5.597.520 1.451.176 1.077.300 672.650 644.920 -
2,10% 0,92% 0,23% 2,51% 0,65% 0,48% 0,30% 0,29% -
2.959.514 2.205.636 392.385 NA 1.178.918 474.740 954.377 799.211 1.101.429
1,31% 0,98% 0,17% 0,52% 0,21% 0,42% 0,35% 0,49%
2.352.130
1,05%
2.382.640
1,06%
223.222.616
Sumber: Kementerian Sosial , Direktorat Kesejahteraan Anak
50
2013 (Rp) 1,000
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
142.311.000 63,18%
31.780.200 14,11%
225.257.827
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Membagi total biaya PKSA ke dalam kategori berikut ini membantu dalam menilai efisiensi biaya -- biaya transfer yang sebetulnya dibayarkan kepada penerima manfaat, biaya untuk pemberian konseling dan pengasuhan oleh LKSA dan pekerja sosial dan biaya operasional untuk penetapan target, verifikasi, pengesahan, pemberian, monitoring, dan administrasi memungkinkan dilakukannya penilaian tentang efisiensi biaya. Biaya Operasional dalam Persen dari Total Biaya dan Total Rasio Biaya - Transfer (total anggaran yang diperlukan untuk membagikan uang tunai dan layanan bernilai Rp. Satu (1) juta kepada penerima manfaat) dihitung dengan membandingkan biaya operasional dengan biaya untuk transfer dan layanan yang bisa menjangkau penerima manfaat. Idealnya rasio yang berasal dari analisis ini kemudian harus dibandingkan dengan standar nasional dan internasional. Namun demikian, PKSA merupakan sebuah jenis program yang sangat spesifik sehingga tidak ada standar. Tabel 3 berisi daftar biaya tahunan untuk bantuan tunai dan layanan yang telah menjangkau penerima manfaat dan biaya operasional untuk melaksanakan PKSA. Bantuan tunai yang diterima oleh penerima manfaat berjumlah 63 persen dari total biaya program di tahun 2012 dan 2013. Layanan yang diberikan oleh pekerja sosial dan LKSA (item 2 dan 4) adalah sebesar 20 persen di tahun 2012 dan 22 persen di tahun 2013. Biaya operasional dari Kementerian Sosial dan LKSA (seluruh item kecuali 1, 2, dan 4) berjumlah 17 persen di tahun 2012 dan 15 di tahun 2013. Namun demikian, biaya operasional belum mencakup gaji dan biaya operasional untuk listrik, kantor, peralatan kantor dari Direktorat Kesejahteraan Anak. Tim peneliti tidak bisa mendapatkan biaya-biaya untuk ini. Kami asumsikan bahwa itu berkisar antara 3 sampai 5 persen. Ini berarti bahwa biaya operasional dalam persentase total biaya berjumlah sekitar 20 persen. Total rasio biaya dengan rasio transfer (TCTR) adalah 1.25. Biaya operasional PKSA untuk bantuan tunai dan layanan adalah Rp. 1 kepada penerima manfaat berjumlah Rp. 0.25. Menurut sebuah kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia (World Bank, 2012b), biaya operasional dalam persentase dari total biaya di tahun 2010 adalah 8 persen dalam JSLU (program untuk orang tua), dan 9 persen di JSPACA (Jaminan Sosial Penyandang Cacat) dengan TCTR masing-masing sebesar 1.09 dan 1.10. Kajian Bank Dunia lainnya (WB, 2012a) memperkirakan biaya operasional PKH di tahun 2010 sebesar 17 persen dari total biaya yang menghasilkan TCTR sebesar 21. Meskipun program-program ini tidak sepenuhnya bisa diperbandingkan, namun perbandingan itu mengindikasikan bahwa efisiensi biaya PKSA relatif rendah meskipun tidak berlebihan.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
51
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Jumlah anak yang memperoleh manfaat dari PKSA adalah sebanyak 158.843 orang di tahun 2012 dan 160.950 orang di tahun 2013. Biaya program tahunan berjumlah sebesar Rp. 223.222.616 Miliar dan Rp. 225.257.827 Miliar Ini berarti bahwa total biaya tahunan per anak adalah sebesar Rp. 1.405.300 di tahun 2012 dan Rp. 1.399.552 di tahun 2013. Pemecahan biaya operasional dalam Tabel 5 menunjukkan bahwa di tahun 2012 program itu telah menghabiskan sebanyak Rp. 7.949 juta untuk sosialisasi dan rapat-rapat koordinasi, yang seharusnya bisa membuat struktur mitra dan pemangku kepentingan di provinsitahu banyak dan bisa mempromosikan kemitraan dan bersinergi. Kendati demikian, sebagaimana diperlihatkan dalam bab 4.1.3 dan 4.2.1 tujuan ini belum tercapai. Ini menunjukkan rendahnya nilai untuk uang yang dikeluarkan. Situasi menyangkut pelatihan untuk pekerja sosial juga sama. Di tahun 2012 PKSA telah menghabiskan Rp. 4.687 juta tapi pekerja sosial hanya mendapatkan 3 hari pelatihan dan merasa bahwa mereka tidak siap untuk melakukan tugasnya (lihat bab 4.1.2). 4.4 Relevansi – Apakah Kontribusi PKSA Terhadap Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Signifikan? Bagian ini menilai signifikansi dari kontribusi PKSA terhadap kesejahteraan dan perlindungan anak dengan menganalisa relevansi tujuan-tujuan PKSA, pendekatannya dan intervensi yang dilakukan dan dengan membandingkan jumlah anak yang dijangkau dengan jumlah anak yang sangat memerlukan intervensi kesejahteraan dan perlindungan. Tujuan dan sasaran PKSA sebagaimana disebutkan dalam panduan PKSA (lihat bab 3 dan 4) merespon berbagai bentuk kerentanan anak di Indonesia sebagaimana dirangkum dalam bab 2.1. PKSA bertujuan untuk “memastikan pemenuhan hakhak dasar bagi anak dan perlindungan anak dari penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi sehingga perkembangan, kelangsungan hidup, dan partisipasi anak bisa dicapai” (Kementerian Sosial, 2010). Pendekatan untuk mencapai tujuantujuan PKSA mengintegrasikan bantuan tunai bersyarat kepada anak-anak dengan konseling anak dan keluarga yang diberikan oleh pekerja sosial dan oleh lembaga-lembaga pengasuhan anak dan dengan akses pada layanan sosial yang menghubungkan anak dan keluarga dengan pemberi layanan. Secara prinsip pendekatan ini masuk akal dan sesuai dengan praktek terbaik internasional. Pekerja sosial, orangtua dan anak-anak melaporkan bahwa anakanak dan keluarga, yang telah dijangkau oleh PKSA telah memperoleh manfaat
52
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
dari layanan yang diberikan (lihat bab 4.1.3). Anak-anak mendapatkan akta kelahiran, pergi ke sekolah secara lebih teratur, bisa mengakses layanan kesehatan dan meningkatkan perilaku mereka. Orangtua dan anggota masyarakat lainnya menghadiri sesi-sesi pengasuhan dan meningkatkan pengetahuan mereka tentang isu-isu anak. Ringkasnya, pendekatan PKSA didasarkan pada prinsip yang kokoh dan memiliki sejumlah hasil dan dampak positif dari perspektif keluarga dan anak yang dijangkau oleh intervensi PKSA. Namun demikian, pernyataan positif ini hanya menggambarkan situasi dari 10 persen penerima manfaat yang bisa dijangkau oleh pekerja sosial. Situasi dari mayoritas anak yang dilayani oleh LKSA yang tidak memiliki pekerja sosial mungkin akan lebih kurang positif. Dari sudut pandang makro, hasil dan dampak dari PKSA secara menyeluruh adalah minimal dibandingkan dengan apa yang seharusnya dicapai dan apa yang bisa dicapai. Alasan utama atas kegagalan untuk mengimplementasikan pendekatan PKSA secara efektif dan berhasil adalah tidak adanya pembuatan sistem kesejahteraan dan perlindungan anak di tingkat lokal dan masyarakat yang diintegrasikan ke dalam mana intervensi PKSA diintegrasikan. Dalam bentuknya yang sekarang sebagai sebuah program pemerintah pusat yang dilaksanakan secara birokratis yang mendelegasikan fungsi manajemen dan layanannya kepada LKSA dan melangkahi pemerintah daerah di semua tingkatan, PKSA tidak banyak mencapai apa yang seharusnya dicapai (lihat bab 4.1). Lima tahun setelah PKSA mulai beroperasi, jumlah anak dengan pertumbuhan dan
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
perkembanganyang terganggu, sebagai akibat dari kegagalan keluarganya untuk mengatasi berbagai situasi krisis, masih tetap tumbuh. Dengan beberapa pengecualian, kemampuan masyarakat dan pemerintah daerah di berbagai tingkat untuk mengembangkan sistem respons yang memadai belum meningkat. Kelompok target PKSA diartikan sebagai anak-anak dari keluarga miskin yang memiliki atau hidup dalam situasi krisis yang mengancam kelangsungan hidup dan kualitas pertumbuhan dan perkembangan mereka. Tidaklah mudah untuk menentukan seberapa besar kelompok target ini. Sistem pengumpulan data yang ada sekarang, baik di tingkat nasional maupun daerah, tidak bisa diandalkan. Berbagai organisasi memberikan data yang berbeda untuk jenis isu tertentu. Analisis data yang ada (lihat Tabel 4) menunjukkan bahwa PKSA menjangkau hanya sebagian kecil jumlah anak yang hidup dalam situasi krisis. Temuan dari kerja lapangan mendukung kesimpulan ini. Di Surakarta, sebuah LKSA baru-baru ini melayani 30 orang anak yang berisiko berkonflik dengan hukum. Anak-anak ini dipilih dari 100 anak rentan yang tinggal di tiga desa dari wilayah cakupan LKSA tersebut, dari total 50 desa yang ada di Surakarta. Anak-anak dari 47 desa lain tidak punya akses pada PKSA karena tidak LKSA lainnya di Surakarta yang menerima anak yang berisiko berkonflik dengan hukum. Di Kabupaten Gowa lebih dari 3000 anak terdaftar di Dinas Sosial sebagai pihak yang layak mendapat bantuan, tapi PKSA hanya menjangkau hanya 100 anak.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
53
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
Tabel 4: Cakupan Populasi Target yang Dicapai oleh PKSA di Tahun 2012 dan 2013 Kategori masalah Anak Terlantar <5 Tahun Anak Terlantar >5 Tahun Anak Jalanan Anak Berkonflik dengan Hukum di Tahanan Anak Penyandang Disabilitas
Pekerja Anak Dalam Pekerjaan Berbahaya
Anak korban Perdagangan Anak Hidup dengan HIV/AIDS Usia <15 Tahun. Anak Masyarakat Asli Total
Populasi
Sumber data
1.217.800 BPS 241.500 31.478 4.300
199.163
2.000.000
890
Pusdatin Kesos Pusdatin Kesos Kemenkumham Dit.RehSos Penyandang Cacat, Kemensos ILO, Survey Pekerja Anak di Indonesia IOM, Lapran Data Layanan 2005-2010
1.075 Kemenkes 650.000
Kemsos. go.id
Tahun
Cakupan PKSA 2012 2013
Dalam persen 2012 2013
2012
7.540
15.020
0,62%
1,23%
2013
137.242
121.792
56,83%
50,43%
2013
9.946
5.779
31,60%
18,36%
2009
1.750
8.600
0,88%
4,32%
2009
1.325
5.939
0,05%
0,30%
2013
2011
2013 2009
4.346.206 Sumber: Bagian pembukaan Panduan PKSA, 2011
157.803
157.130 3,60% Sumber: Sekretariat PKSA
3,60%
Dalam hal cakupan geografis, PKSA diberikan melalui 5.563 LKSA (2014) secara acak di 33 provinsi. Tidak ada pola standar dalam menentukan wilayah target, selain ketersediaan LKSA yang mau bekerja sebagai badan implementasi. Mengingat LKSA lebih terkonsentrasi di daerah perkotaan, banyak anak dari daerah pedesaan yang tidak terjangkau layanan ini. Karena cakupannya yang kecil, pemangku kepentingan tidak menganggap PKSA sebagai sebuah program yang signifikan atau sebagai sebuah model intervensi yang kuat untuk mengatasi masalah anak yang berada dalam krisis. Ringkasan: Dari perspektif konseptual, pendekatan PKSA, yaitu integrasi bantuan tunai dengan akses pada layanan sosial dan bantuan intensif yang diberikan oleh pekerja sosial dan lembaga-lembaga pengasuhan anak, adalah sebuah respons yang relevan dengan kebutuhan anak yang menghadapi krisis. Namun demikian, karena organisasinya yang tidak tepat sebagai sebuah program pemerintah pusat yang terisolasi, karena beberapa isu implementasi dan karena sangat rendahnya cakupan, hasil dan dampak dari PKSA tidak begitu signifikan. 54
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
4. PENILAIAN EFEKTIVITAS, KINERJA IMPLEMENTASI, EFISIENSI, RELEVANSI, DAN KEBERLANJUTAN PKSA
4.5 Keberlanjutan – Apakah PKSA Dalam Bentuknya yang Sekarang Ini Bisa Terus Berlanjut? Keberlanjutan PKSA bergantung pada kinerjanya. Penerima manfaat yang telah diwawancarai dalam penelitian ini umumnya mengakui bahwa PKSA telah berkontribusi pada kesejahteraan anak dan keluarganya yang telah dijangkau. Beberapa pejabat pemerintah daerah yang diwawancarai juga mengakui pentingnya program-program seperti PKSA, termasuk pentingnya pekerja sosial sebagai sebuah elemen penting dalam menangani isu-isu kesejahteraan anak. Apa yang telah dicapai melalui kolaborasi elemen-elemen bantuan tunai, pekerja sosial, dan LKSA akan mendukung pertanyaan PKSA untuk tetap berlanjut. Pada saat yang sama banyak responden mengkritisi bahwa PKSA tidak menjangkau anak-anak yang paling miskin dan paling rentan. Meskipun masalah kinerja seperti buruknya sosialisasi dan penetapan target bisa dikurangi dengan peningkatan struktural dan organisasional (lihat bab 5.1), kurangnya hasil dan dampak yang signifikan (lihat bab 4.4) adalah beban berat bagi kemungkinan berlanjutnya PKSA. Dalam satu hal PKSA telah berputar ke dalam sebuah lingkaran. Hasil dan dampaknya yang tidak signifikan sebagian disebabkan oleh kecilnya anggaran yang disediakan. Pada saat yang sama para pembuat kebijakan ragu untuk meningkatkan atau bahkan mempertahankan pendanaan dari sebuah program yang tidak signifikan. Dari sudut pandang ekonomi politik, PKSA hanya akan tetap bertahan jika program ini mendapatkan dukungan dari kekuatan politik yang berpengaruh. Anggaran PKSA telah stagnan sejak tahun 2012, sementara anggaran PKH meningkat dengan stabil. Ini mengindikasikan kurangnya dukungan politik dan menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana PKSA bisa mendapatkan dukungan politik yang diperlukan. Mengintegrasikan PKSA dan PKH mungkin merupakan sebuah pilihan untuk mengamankan keberlanjutan PKSA. Mendapatkan dukungan dan pendanaan bersama dari pemerintah daerah bisa menjadi strategi lain. Dengan tetap berada di dalam isolasi, keberlangsungan PKSA tidak dapat terjamin.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
55
5. REKOMENDASI
5.1 Meningkatkan Pelaksanaan PKSA Dalam Batasan Lingkungan Institusi Saat Ini Keterbatasan untuk meningkatkan kinerja PKSA dalam lingkungan institusiyang diberikan adalah: •
Struktur organisasi Kementerian Sosial sangatlah terfragmentasi. PKSA, PKH, JSLU, dan JSPACA dilaksanakan oleh berbagai Direktorat yang mempekerjakan pekerja sosial atau fasilitator mereka sendiri.
•
Kementerian Sosial hanya salah satu dari sejumlah entitas pemerintah daerah yang melaksanakan program-program pengurangan kemiskinan dan perlindungan sosial yang tidak terkoordinasi.
•
PKSA adalah intervensi pemerintah pusat yang dikelola oleh sebuah kementerian yang tidak memiliki struktur di tingkat kabupaten.
•
Anggaran PKSA sampai saat ini sangat kecil untuk menjangkau kelompok target yang signifikan dan berfluktuasi dengan tajam sehingga menyebabkan pemotongan-pemotongan yang tidak bisa diduga dalam pengiriman kepada penerima manfaat.
Sejauh keterbatasan ini tidak berkurang, hanya ada satu lingkup terbatas untuk meningkatkan efektivitas dan kinerja PKSA. Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan di bawah ini berasumsi bahwa keterbatasan yang disebutkan di atas tidak akan hilang dalam waktu dekat.
5.1.1 Mencapai Cakupan Geografis yang Sistematis Penyebaran intervensi PKSA yang sekarang ini ditentukan oleh ketersediaan LKSA yang mau bekerja sama dengan Kementerian Sosial. LKSA yang mau bekerja sama tersebar dalam jumlah sedikit di Indonesia dengan penempatan acak. Dimana ada LKSA yang mau bekerja sama, anak dalam wilayah layanan LKSA tersebut, yang cocok dengan spesialisasi khusus dari LKSA tersebut (misalnya, anak balita terlantar), memiliki kesempatan untuk menjadi target. Jika tidak ada LKSA yang terakreditasi untuk PKSA, anak-anak yang membutuhkan tidak dimasukkan dalam target. Jika ada LKSA tapi anak tidak masuk dalam klaster khusus dari LKSA tersebut, anak yang membutuhkan tidak menjadi target. Sistem ini menghasilkan distribusi layanan PKSA yang tidak utuh dan kesalahan eksklusi yang besar dalam penentuan sasaran (exclusion error).
56
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI
PKSA harus menerima bahwa dengan anggaran yang ada ia hanya bisa menjangkau sekitar 3 persen dari anak yang membutuhkan. Ia harus mempertimbangkan untuk memilih kabupaten-kabupaten termiskin (penetapan target geografis) dan memastikan bahwa di kabupatenkabupaten ini seluruh anak yang layak ditargetkan. Atau PKSA harus berkonsentrasi pada kabupaten-kabupaten itu, dimana pemerintah daerah mau berkontribusi untuk 50 persen dari biaya-biaya PKSA, yang akan menggandakan anggaran PKSA. Jika di kabupaten-kabupaten ini jumlah LKSA yang mau tidak mencukupi, PKSA harus “bersinergi dengan program-program pemerintah daerah” (ini adalah salah satu tujuan PKSA – lihat bab 4.1.3) guna “meningkatkan jumlah lembaga-lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan layanan perlindungan untuk anak” (ini merupakan tujuan lain dari PKSA – lihat bab 4.1.1). Konsentrasi geografis dari sumber daya PKSA yang terbatas akan bermuara pada sinergi dan efektivitas biaya. Para pekerja sosial bisa dengan lebih mudah dilatih dan diawasi dan bisa bekerja dalam tim. Implementasi yang efektif dan efisien dengan hasil dan dampak yang signifikan di sejumlah kabupaten lebih disukai dalam situasi sekarang yang tersebar dalam jumlah sedikit dengan hasil yang tidak signifikan. Begitu PKSA bisa terbukti efektif dan efisien di sejumlah kabupaten, ini mungkin bisa menarik pendanaan tambahan yang memfasilitasi pengembangan ke lebih banyak kabupaten/kota lainnya.
5.1.2 Bersinergi dengan Struktur Pemerintah Daerah dan Program Mensinergiskan program-program pemerintah daerah sebenarnya adalah salah satu tujuan dari PKSA (Kementerian Sosial, 2010). Ini merupakan sebuah prakondisi bagi sebuah implementasi PKSA yang efektif. Tapi ini tidak terjadi. Pekerja sosial PKSA tidak bekerja sama dengan struktur pemerintah daerah. Selain Dinas Sosial, struktur pemerintah daerah tidak tahu apa itu PKSA. Bahkan beberapa pegawai Dinas Sosial tidak tahu banyak tentang PKSA. Menurut panduan, mereka harus memverifikasi eligibilitas dari anak-anak yang terdaftar dalam proposal LKSA. Tapi ini tidak terjadi. Mereka hanya mengesahkan proposal itu dan mengirimkannya ke Kementerian Sosial. . Ini merupakan sebuah kesempatan yang hilang untuk meningkatkan kualitas dari penetapan target PKSA dan pemberian layanan, untuk memperkuat struktur pemerintah daerah dan untuk mengintegrasikan program-program kesejahteraan dan perlindungan sosial pusat dan daerah.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
57
5. REKOMENDASI
Dengan melembagakan arus informasi yang reguler antara PKSA dan struktur pemerintah daerah dan sebaliknya, dengan menggunakan pengetahuan dan data dari Dinas Sosial setempat untuk penetapan target dan untuk rujukan dan dengan menempatkan pekerja sosial dan pengawas d kantor Dinas Sosial, PKSA sampai target tertentu bisa diintegrasikan dalam program-program pemerintah daerah yang sedang berjalan. Ini bisa meliputi PKSA yang memberikan sumber daya tertentu ke Dinas Sosial seperti pendanaan pelatihan dan ruang kantor untuk tim pekerja sosial. Memfokuskan cakupan PKSA pada sejumlah kecil kabupaten (lihat bab 5.1.1) akan memudahkan untuk mengintegrasikan PKSA dan struktur pemerintah daerah dan program.
5.1.3 Memikirkan Kembali Peranan LKSA Dalam Konsep PKSA LKSA memainkan peranan penting dalam perlindungan sosial di Indonesia. Mereka mengisi kekosongan ketika struktur perlindungan sosial pemerintah dan program-program dihapuskan di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid di tahun 2000. Namun demikian, memberikan LKSA sebuah monopoli dalam siklus implementasi PKSA adalah salah satu alasan utama atas kurang efektifnya penetapan target dan pemberian layanan oleh PKSA. Ini juga tidak konsisten dengan tujuan untuk deinstitusionalisasi (lihat bab 4.1.6). Meskipun LKSA harus terus memberikan layanan penting di bidang pengasuhan institusional sebagai langkah terakhir, namun peranan mereka dalam menetapkan target, dalam menangani pembayaran transfer dan dalam menerima dan mengawasi pekerja sosial PKSA yang dibayar harus direvisi. Pilihan alamiah untuk mengalihkan fungsifungsi ini kepada organisasi lain adalah untuk Dinas Sosial di tingkat kabupaten. Dinas Sosial mungkin perlu diperkuat, dilatih dan dilengkapi dengan lebih baik agar bisa mengambil alih fungsi-fungsi tertentu yang sekarang diimplementasikan oleh PKSA. Tetapi investasi ini, yang difokuskan pada kabupaten-kabupaten yang menjadi prioritas, adalah penting untuk membebaskan PKSA dari keterbatasan yang disebabkan oleh ketergantungan pada LKSA.
5.1.4 Menentukan Kelompok Target Anak Terlantar Secara Lebih Tepat Klaster “anak terlantar usia di atas 5 tahun” memiliki 3.2 juta anak – 74 persen dari kelompok target PKSA. Anak-anak di LKSA yang peduli
58
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI
dengan klaster ini kebanyakan adalah anak-anak yang memiliki orangtua yang tinggal di kabupaten lain. Mereka dikirim oleh orangtua mereka ke panti semacam ini karena berharap bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik (lihat bab 4.1). Anak-anak ini memerlukan fasilitas pendidikan yang bisa diakses di dekat rumah mereka, hal ini tidak berarti anak-anak tidak memerlukan pengasuhan institusional. Memberikan dukungan kepada anak-anak yang hidup di panti-panti ketika mereka memiliki orangtua di kabupaten atau provinsilain adalahtidak sesuai dengan prinsip de-institusionalisasi. Berdasarkan alasan ini PKSA seharusnya tidak mengesahkan anak yang hidup di panti-panti sebagai anak terlantar ketika orangtua mereka masih hidup dan tinggal di kabupaten atau provinsilain. Berdasarkan hasil kajian lapangan dan kajian-kajian lain, kami berasumsi bahwa lebih dari 80 persen anak yang hidup di panti-panti sebagai anak terlantar memiliki orangtua yang tinggal di daerah lain. Membatasi eligibilitas kepada anak terlantar dari kabupaten yang sama akan memberikan ruang bagi banyak anak-anak yang lain yang memerlukan intervensi PKSA.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
59
5. REKOMENDASI
5.1.5 Meningkatkan Jumlah dan Memperbaiki Manajemen Kinerja Dari Pekerja Sosial Pekerja sosial adalah perangkat utama PKSA untuk melakukan konseling kepada pengasuh dan anak, untuk menghubungkan mereka ke lembaga layanan sosial dan untuk mencapai perubahan perilaku di tingkat keluarga dan masyarakat. Namun demikian, hanya sebagian kecil dari LKSA yang telah dilengkapi dengan pekerja sosial oleh PKSA. Lebih dari 90 persen LKSA tidak memiliki pekerja sosial dan oleh sebab itu tidak mampu untuk sepenuhnya mengaplikasikan konsep PKSA. Oleh sebab itu, penting sekali agar PKSA meningkatkan jumlah pekerja sosial dari yang sekarang berjumlah 686 menjadi paling kurang 5000 dan / atau melatih pekerja sosial di tingkat kabupaten atau kecamatan untuk melakukan fungsifungsi PKSA. Guna memanfaatkan secara penuh potensi pekerja sosial terlatih, kondisi kerja mereka (seperti, keamanan pekerjaan, prospek karier, beban kerja) harus ditingkatkan. Mereka memerlukan pembagian kerja yang tepat, pelatihan kerja berdasarkan model kompetensi, didukung oleh panduan dan supervisi yang memadai. Mereka memerlukan status legal dan wewenang untuk mengintervensi isu-isu perlindungan anak dan harus diatur dalam tim. Berdasarkan asumsi bahwa PKSA akan terus mengembangkan cakupannya dan bahwa peranan utama dari pekerja sosial adalah untuk memfasilitasi rehabilitasi sosial, maka kemudian cara untuk mengelola kinerja pekerja sosial harus diperbaiki. Meskipun PKSA tidak menambah jumlah pekerja sosial yang ada saat ini, sekarang saatnya untuk mengembangkan sebuah sistem manajemen sumber daya manusia yang sistematis. Sistem ini harus menangani seluruh aspek manajemen sumber daya manusia termasuk sistem rekrutmen, rancangan kerja dan organisasi, pengembangan kapasitas dan sikap kerja, supervisi, kondisi kerja, serta sistem kinerja dan penghargaan untuk menjaga motivasi.
60
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI
Model kompetensi untuk pekerja sosial yang efektif bisa didasarkan pada pembagian kerja yang diberikan dalam Buku Panduan Pekerja Sosial. Tapi, pekerja sosial yang baru lulus tidak mampu untuk mengatasi tantangantantangan yang akan ditemukan pada saat bekerja dengan anak-anak yang kurang beruntung dan keluarga mereka. Menggunakan pengalaman yang didapatkan dalam beberapa tahun setelah melaksanakan PKSA, model kompetensi yang lebih akurat dapat dikembangkan. Pekerja sosial yang berkinerja baik bisa menjadi contoh bagaimana tugas sosial dilakukan dalam praktek. Model seperti ini bisa menjadi dasar bagi proses rekrutmen dan untuk penyusunan program pelatihan, yang perlu dipakai untuk menggantikan pelatihan 3-4 hari yang tidak memadai seperti saat ini. Semua ini menjadi sulit untuk disediakan di dalam lingkungan yang terdesentralisasi dimana PKSA dipimpin dari jauh oleh pekerja sosial yang tersebar dalam jumlah sedikit di Indonesia dan bekerja dalam isolasi Ini juga tidak bisa diberikan oleh LKSA, yang merupakan organisasi heterogen yang mengikuti aturan, regulasi dan agenda mereka sendiri dan tidak secara efektif diawasi oleh struktur PKSA di tingkat nasional. Memberikan pekerja sosial kondisi kerja yang mereka butuhkan bisa diatur dengan mengintegrasikan mereka ke dalam struktur pemerintah daerah.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
61
5. REKOMENDASI
5.1.6 Memastikan Bahwa Panduan PKSA Bisa Dipakai dan Akan Dipakai Menurut Kementerian Sosial, panduan PKSA seringkali diperbaharui. Namun demikian, panduan dalam bentuk cetak yang tersedia adalah dari tahun 2011. Tidak ada panduan cetak yang memasukkan perubahan yang terjadi sejak panduan itu dicetak. Pelatihan pekerja sosial dibatasi hanya selama 3 hari kursus. Kursus ini terutama terdiri dari presentasi topik-topik umum dengan hanya 6 jam yang dipersembahkan untuk menjelaskan panduan itu. Tidak ada studi kasus, tidak ada permainan peran. Pendek kata, pelatihan dan arus informasi antara Direktorat Kesejahteraan Anak di Kemensos dan pekerja sosial yang melaksanakan program dan LKSA tidak diatur secara efektif. Supervisi dibatasi pada isu-isu administrasi, tapi tidak bisa mengontrol bagaimana pekerja sosial melakukan fungsi utamanya. Pekerja sosial dan LKSA kelihatannya tidak yakin tentang sejumlah isu-isu implementasi seperti manajemen kasus dan pelaporan. Revisi panduan berikutnya akan meliputi deskripsi yang jelas dari mekanisme keluhan PKSA (lihat bab 4.2.6). Pada saat yang sama, Direktorat Kesejahteraan Anak tidak menyadari adanya kesenjangan antara maksud PKSA seperti yang disebutkan dalam panduan dengan realitas yang ada di lapangan. Ini telah terlihat oleh berbagai laporan yang dipertegas oleh hasil konsultasi ini. Kesenjangan ini kelihatannya sebagian disebabkan oleh jarak antara Direktorat Kesejahteraan Anak dan pelaksana dan oleh kurangnya proses monitoring dan supervisi yang sistematis. Untuk memperbaiki situasi ini, versi terbaru dari panduan PKSA harus dicetak dan seluruh pemangku kepentingan harus dilatih kembali menggunakan pendekatan didaktik yang tepat. Ini harus diikuti oleh proses monitoring dan supervisi yang sistematis. Konsentrasi intervensi PKSA pada sejumlah kecil kabupaten (lihat bab 5.1.1) akan sangat membantu mengontrol secara efektif dan memberlakukan panduan dan memastikan bahwa panduan tersebut dipahami dan diimplementasikan.
62
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI
5.1.7 Mendasarkan Penetapan Target dan Verifikasi Bukti Penetapan target dan verifikasi adalah titik terlemah dari PKSA (lihat bab 4.2.2). Untuk memperbaiki situasi ini, tanggung jawab untuk menetapkan target harus dialihkan dari LKSA ke Dinas Sosial dan pekerja sosial. Agar Dinas Sosial dan pekerja sosial bisa melakukan penetapan target yang efektif, PKSA harus memastikan bahwa pekerja sosial mendapatkan akses ke sejumlah data yang ada tentang isu-isu kemiskinan dan sosial seperti bank data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS meskipun data PPLS sudah terbelakang dan tidak spesifik terkait dengan isu-isu perlindungan anak) dan data tentang struktur pemerintah daerah (seperti Bappeda, Dinas Sosial) yang dikumpulkan dengan cara yang berbeda. PKSA harus terlibat dalam program pilot TNP2K dan Bappenas untuk meningkatkan data-base terpadu (UDB) nasional dengan memperkenalkan sistem rujukan terpadu atau Sistem Rujukan Terpadu (IRS), yang memberikan solusi teknologi untuk menghilangkan fragmentasi dari program perlindungan sosial dan untuk meningkatkan koordinasi dan integrasi layanan perlindungan sosial di tingkat nasional dan lokal. Manajemen PKSA harus memastikan bahwa UDB yang sudah ditingkatkan meliputi seluruh data tentang isu-isu perlindungan anak yang diperlukan untuk penetapan target PKSA. Namun demikian, penetapan target tidak hanya mengandalkan database tapi harus menggunakan seluruh sumber yang memiliki informasi tentang anak dalam keadaan sulit. Dinas Sosial dan pekerja sosial harus tetap menjaga hubungan dengan polisi, klinik dan rumah sakit, telepon bantuan (help-lines), sekolah dan organisasiorganisasi lain untuk mengidentifikasi lebih dini ketika anak menghadapi risiko dan berada dalam krisis.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
63
5. REKOMENDASI
5.1.8 Meningkatkan Manajemen Kasus dan Monitoring Pekerja sosial adalah perangkat utama PKSA untuk memberikan konseling kepada pengasuh dan anak-anak, untuk menghubungkan mereka dengan organisasi-organisasi layanan sosial dan untuk mencapai perubahan perilaku di tingkat keluarga dan masyarakat. Mereka bertanggung jawab untuk membuat perencanaan dengan anak dan pengasuhuntuk monitoring dan mengontrol seluruh usaha untuk mengatasi masalah-masalah anak dan keluarga mereka. Untuk mengatasi masalah anak, berbagai sumber yang potensial dari kesejahteraan sosial di tingkat individu, keluarga, institusi/organisasi, dan masyarakat harus dimobilisasi. Semuanya ini hanya bisa direalisasikan melalui manajemen kasus yang efektif, yang menjamin bahwa kebutuhan anak dinilai dan layanan yang diperlukan untuk menangani masalah direncanakan dengan cara yang partisipatif, disampaikan dan dimonitor. Karena PKSA, berbeda dengan PKH, menekankan pada fungsi rehabilitasi untuk anak yang menghadapi krisis, pekerja sosial harus berusaha lebih keras untuk memastikan bahwa siklus manajemen kasus diterapkan di setiap kasus individu. Namun demikian, sepanjang ada kurang dari 700 pekerja sosial untuk 158.901 anak (lihat bab 5.1.5), hanya sedikit sekali anak yang bisa dinilai dengan manajemen kasus yang tepat. Agar manajemen kasus bisa secara efektif diimplementasikan, PKSA perlu memastikan tersedianya kapasitas yang diperlukan (terkait dengan kuantitas dan kualitas): • Membuat panduan manajemen kasus yang spesifik, praktis dan lengkap dengan protokol yang memandu proses penilaian, perencanaan dan penyampaian layanan, sistem rujukan, kunjungan rumah dan konseling keluarga. Panduan juga harus mencakup prosedur untuk memonitor kemajuan anak dan keluarganya. • Persiapkan seluruh pekerja sosial untuk menjadi manajer kasus melalui pelatihan dan pembinaan yang efektif meliputi:
64
-
Melatih staf LKSA dalam manajemen kasus
-
Merancang sebuah sistem untuk memonitor dan mengawasi praktek manajemen kasus pekerja sosial dan staf PKSA.
-
Meningkatkan jumlah pekerja sosial sebagaimana direkomendasikan dalam bab 5.1.5.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI
5.1.9 Mengimplementasikan Sebuah Jalan Keluar yang Jelas dan Realistis dan Strategi Tindak Lanjut Sampai saat ini anak-anak keluar dari program karena mereka telah melewati batas usia atau karena mereka pindah keluar dari wilayah LKSA atau karena mereka tidak mematuhi persyaratan. Banyak anak yang dihapus dalam program karena pemotongan anggaran PKSA. Pemberhentian sebagai akibat dari pemotongan anggaran berarti bahwa anak yang berisiko atau anak dalam situasi krisis telah ditinggalkan. Ini memperlihatkan betapa tidak andalnya layanan perlindungan anak PKSA itu. Jika tidak ada cara lain untuk melindungi anggaran PKSA, konsekuensi logisnya adalah bahwa PKSA dengan cara tertentu dimasukkan di bawah payung PKH, sebuah program yang tidak pernah meninggalkan penerima manfaatnya karena pemotongan anggaran dan bahkan terus berkembang. Kelulusan berarti situasi anak dan/atau situasi keluarga sudah stabil dengan cara yang berkelanjutan dan sampai taraf tertentu tidak lagi memerlukan intervensi perlindungan sosial. Dengan mempertimbangkan bahwa kebanyakan anak dan keluarga mereka adalah orang termiskin dari yang miskin dan paling rentan (jika ditargetkan dengan benar), pengurangan yang signifikan dan berkelanjutan dari risiko atau krisis yang mengarah pada pengesahan anak mayoritas tidak akan terjadi. Kebanyakan anak dan keluarga mereka akan mengalami perubahan sebagai akibat dari intervensi PKSA, tapi akan gagal lagi jika bantuan dihentikan. Evaluasi kelihatannya mengindikasikan bahwa PKH menghadapi masalah kelulusan yang sama. Banyak rumah tangga bermasalah yang tidak selesai. PKSA harus menerima bahwa kebanyakan anak yang ditargetkan secara tepat (yang paling membutuhkan) tidak selesai dan harus didukung sampai mereka mencapai batas usia. Sayangnya mencapai batas usia (5 tahun untuk anak balita terlantar dan 18 tahun untuk anak-anak) tidak selalu memperlihatkan bahwa risiko atau krisis yang dihadapi oleh anak tersebut telah teratasi. Atas alasan ini, PKSA memerlukan sebuah strategi lanjutan yang sistematis. Sebuah strategi lanjutan terdiri dari sebuah “exit package”, sebuah komponen monitoring dan komponen respons cepat yang beraksi ketika hasil monitoring mengindikasikan sebuah krisis. Ketiga komponen itu perlu dijabarkan dengan jelas dalam panduan PKSA.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
65
5. REKOMENDASI
“Exit package” bertujuan untuk memberikan mereka yang keluar dari program dengan sumber daya dan/atau akses pada layanan yang mereka butuhkan agar tidak jatuh kembali ke dalam risiko atau situasi krisis yang mereka alami sebelum masuk dalam program. Tergantung dari situasi khusus anak, ini bisa dalam bentuk akses bagi beasiswa untuk pendidikan selanjutnya, magang atau kesempatan yang terkait dengan pekerjaan, akses pada program sosial lain atau hibah untuk memulai sebuah aktivitas yang bisa menghasilkan. Agar bisa memberikan layanan semacam itu, pekerja sosial memerlukan panduan, pelatihan, dan informasi dan perlu membuat jejaring dengan kantor-kantor pemerintah daerah, LSM dan sektor swasta. Pekerja-pekerja sosial dari provinsi yang sama memiliki jejaring mereka sendiri dan berbicara dengan bahasa setempat tidak akan lebih mudah untuk memberikan exit package yang tepat dibandingkan dengan pekerja sosial yang direkrut dari wilayah lain. Monitoring yang dikombinasikan dengan konseling harus dilakukan melalui pertemuan bulanan yang reguler dengan anak yang keluar, ditambah dengan diskusi kelompok dengan anak yang keluar untuk berbagi pengalaman. Hasil dari monitoring itu harus didokumentasikan secara sistematis. Kasus-kasus bisa ditutup begitu situasi anak sudah stabil atau begitu organisasi atau program lain telah mengambil alih tanggung jawab atas anak itu. Sekiranya monitoring menemukan bahwa anak kembali mengalami krisis yang serius, pekerja sosial harus dipersiapkan untuk mengambil intervensi respons cepat yang bisa dimulai dari bantuan medis (jika itu masalah kesehatan) sampai rumah aman dalam hal kasus seksual dan perlakuan salah lainnya. Agar bisa merespons dengan baik, pekerja sosial harus kembali dilatih, diberi tahu dan dimantapkan di masyarakat dimana ia bekerja.
66
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI
5.2 Reformasi Institusi – Mendefinisikan Kembali Peranan dan Program Bilamana seluruh rekomendasi yang diberikan di atas diimplementasikan, efektivitas, kinerja dan efisiensi biaya PKSA akan meningkat. Tetapi PKSA masih mencakup hanya sejumlah kecil anak yang membutuhkan perlindungan sosial khusus sementara mayoritas anak yang membutuhkan tetap tidak terjangkau. Agar sepenuhnya efektif dan relevan, PKSA harus memutus sejumlah rantai yang membatasi efektivitasnya. Reformasi kelembagaan utama yang diperlukan adalah: • Desentralisasi yang konsisten – struktur pemerintah daerah harus diberdayakan untuk mengelola sistem kesejahteraan dan perlindungan sosial yang terintegrasi yang meliputi kesejahteraan dan perlindungan anak. • Dinas Sosial tingkat kabupaten/kota yang kuat harus diberdayakan untuk mengimplementasikan konsep PKSA, yang mengintegrasikan bantuan tunai, pekerja sosial, dan akses pada layanan sosial. Dinas Sosial Kabupaten/Kota harus menjadi pusat yang mengoordinasikan dan menghubungkan seluruh aktivitas kesejahteraan dan perlindungan anak, menyimpan database, mengoordinasikan LKSA dan mempekerjakan dan mengawasi para pekerja sosial. •
Kerjasama/integrasi yang erat dengan PKH, untuk memastikan bahwa kemiskinan keluarga (pendorong utama kerentanan anak) dikurangi di seluruh keluarga sangat miskin yang memiliki isu-isu perlindungan anak. Keluarga ini juga harus secara otomatis mendapatkan akses pada raskin, BSM, dan JKN. Begitu kemiskinan keluarga sudah bisa dikurangi, uang bantuan dari PKSA akan dapat memenuhi kebutuhan anak.
•
Dalam konsep ini, peranan Kementerian Sosial adalah untuk memastikan bahwa seluruh kebijakan sektor dan anggaran bersifat sensitif anak, untuk meningkatkan dasar hukum bagi kesejahteraan dan perlindungan anak, untuk mengimplementasikan penelitian terapan pada isu-isu perlindungan anak, untuk memberikan pelatihan dan panduan dan untuk memperkuat struktur pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan perlindungan anak.
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
67
5. REKOMENDASI
5.3 Mendasarkan Reformasi Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Anak Pada Bukti Hal ini adalah tentang menantang sejumlah asumsi yang mendasari sistem kesejahteraan di Indonesia seperti kecenderungan untuk mengaitkan bantuan dengan persyaratan, prevalensi penetapan target berdasarkan kriteria versus penetapan target berbasis keluarga yang inklusif dan kecenderungan untuk menyentralisasikan program-program perlindungan sosial, yang mungkin bisa diimplementasikan secara lebih efektif oleh pemerintah daerah. Bagian Pendidikan dan Penelitian di Kementerian Sosial memiliki mandat dan sumber daya untuk menantang prinsip dan prosedur pemberian layanan yang ada sekarang, untuk menguji pendekatan-pendekatan baru dan untuk menghasilkan bukti empiris yang mungkin bisa meningkatkan sistem kesejahteraan dan perlindungan sosial di Indonesia. Implementasi dari limaprogram pilot berbasis wilayah yang akan menguji pendekatan yang terintegrasi pada kesejahteraan dan perlindungan anak berbasis keluarga di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi merupakan sebuah contoh bagaimana Direktorat Kesejahteraan Anak menguji pendekatan-pendekatan yang menjanjikan untuk meningkatkan pemberian layanan kesejahteraan (lihat bab 2.3). Membandingkan sistem kesejahteraan dan perlindungan sosial yang ada di Indonesia saat ini dengan pengalaman internasional, penulis melihat adanya sejumlah prinsip dan asumsi yang hanya ada dalam sistem di Indonesia, tapi kelihatannya tidak didasarkan pada bukti empiris. Penelitian terapan untuk menguji beberapa asumsi yang mendasari sistem kesejahteraan dan perlindungan sosial di Indonesia secara umum dan PKSA secara khusus bisa menghasilkan pemahaman yang bisa dipakai untuk meningkatkan sistem itu lebih lanjut. Beberapa dari asumsi tersebut yang berbeda dengan pengalaman internasional adalah: • Program bantuan tunai bersyarat dianggap lebih unggul daripada program tidak bersyarat. •
Banyak program berbasis kategori yang masing-masing hanya menargetkan satu kategori kelompok rentan (contohnya anak, orang lanjut usia dan penyandang disabilitas) lebih disukai dibanding program inklusif dimana keluarga yang membutuhkan perlindungan sosial ditargetkan. Struktur pemerintah daerah tidak mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan sosial yang efektif.
• Implementasi dari lebih dari seratus program sosial yang tumpang tindih dan terduplikasi merupakan cara yang efektif dan efisien dalam memberikan perlindungan sosial. • Rendahnya cakupan ditambah dengan rendahnya tingkat bantuan tunai bisa memiliki dampak yang signifikan terkait dengan pengurangan kemiskinan.
68
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
5. REKOMENDASI
Bantuan Tunai Bersyarat Versus Tidak Bersyarat Perancang dan perencana program bantuan tunai bersyarat berasumsi bahwa hasil yang dicapai oleh persyaratan lebih penting daripada biaya penerapan persyaratan, monitoring kepatuhan dan pemberian sanksi ketidakpatuhan. Namun demikian, sejumlah kajian empiris di berbagai negara (misalnya, di Afrika Selatan) menunjukkan bahwa bantuan tunai tanpa syarat mencapai hasil yang sama dibandingkan dengan bantuan tunai bersyarat. Secara umum, kebanyakan program Amerika Latin yang didukung oleh Bank Dunia dan Inter-American Development Bank memberlakukan persyaratan sementara negara-negara di Eropa, Amerika Utara, dan Afrika tidak begitu. Salah satu alasan yang diberikan untuk menerapkan syarat di Amerika Latin adalah bahwa bantuan tunai bersyarat lebih mudah dijual kepada pembayar pajak daripada bantuan tunai tanpa syarat. Ini sepertinya menunjukkan bahwa persepsi pro dan kontra tentang persyaratan mungkin memiliki dimensi budaya dan politis dan bisa dianggap berbeda dalam budaya yang berbeda. Hasil-hasil penelitian empiris tentang isu ini sangat jarang. Evaluasi berdasarkan penelitian kualitatif menunjukkan bahwa bantuan tunai bersyarat di Indonesia memiliki hasil positif terkait dengan kesehatan dan pendidikan menyangkut perilaku penerima manfaat. Kita bisa berasumsi bahwa dampak terkait dengan pengembangan manusia adalah positif. Apa yang tidak ketahui adalah sejauh mana hasil positif itu disebabkan oleh uang tunai dan sejauh mana ini disebabkan oleh persyaratan. Bisa saja bahwa Indonesia sama seperti banyak negara lain dimana bantuan tunai tanpa syarat memiliki hasil yang sama atau hanya sedikit perbedaan dibandingkan dengan bantuan tunai bersyarat. Untuk mengidentifikasi apakah bantuan bersyarat memiliki hasil berbeda dibandingkan dengan bantuan tanpa syarat, diperlukan sebuah sampel survei kuantitatif acak yang dapat membandingkan hasil dari keluarga bantuan bersyarat dengan dengan kelompok kontrol dari keluarga tanpa syarat. Kajian ini merekomendasikan bahwa Kementerian Sosial membentuk sebuah kajian ilmiah yang membandingkan hasil dari bantuan bersyarat dengan bantuan tanpa syarat di Indonesia. Jika hasil positif dari pemberlakuan syarat ternyata tidak signifikan, ini akan memiliki implikasi besar. Tanpa persyaratan PKH dan PKSA akan lebih efisien, membebaskan pekerja sosial dari beban monitoring persyaratan dan akan lebih tidak paternalistik tanpa melakukan kompromi atas
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
69
5. REKOMENDASI
tujuan pengembangan sumber daya manusia. Penerima manfaat bisa diselamatkan dari rasa penghinaan yang mereka rasakan pada saat mereka harus membuktikan kepatuhan. PKH dan PKSA bisa berkembang menjadi program yang memenuhi kewajiban hak asasi manusia pemerintah dengan memberikan perlindungan sosial tanpa ada embelembel dan persyaratan. Perlindungan Sosial Berkategori versus Inklusif PKH, sebagai program bantuan tunai utama di Indonesia, tidak menargetkan seluruh rumah tangga miskin tapi hanya mereka yang memiliki anak dan/atau perempuan hamil. Rumah tangga yang benar-benar miskin yang tidak punya anak tidak dimasukkan. Di antara rumah tangga miskin yang tidak dimasukkan adalah rumah tangga yang terdiri dari orang tuadan/atau penyandang disabilitas dan/atau orang yang sakit kronis. Rumah tangga ini bahkan lebih rentan dari rumah tangga daripada rumah tangga miskin yang memiliki anak, yang kebanyakan dari mereka memiliki orang dewasa yang sehat dalam usia kerja. Dengan tidak memasukkan rumah tangga yang tidak punya anak atau perempuan hamil, PKH secara sistematis tidak memasukkan banyak orang termiskin dari yang miskin. Negara-negara Amerika Latin pada awalnya memiliki fokus yang sama pada rumah tangga miskin yang memiliki anak, tapi sejak itu sudah mulai memasukkan seluruh rumah tangga yang sangat miskin dalam program bantuan tunai mereka. Kajian ini merekomendasikan agar Kementerian Sosial menganalisa implikasi biaya dari membuat PKH bisa diakses oleh seluruh rumah tangga sangat miskin (tidak hanya mereka yang 70
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
memiliki anak atau perempuan hamil) dan selanjutnya mempertimbangkan pengalihan PKH menjadi sebuah program perlindungan sosial yang inklusif dan sepenuhnya sejalan dengan kewajiban HAM pemerintah. Namun tidak disarankan untuk memulai program tambahan yang menargetkan rumah tangga yang saat ini tidak dimasukkan dalam PKH, yang akan meningkatkan fragmentasi program bantuan sosial yang sudah ada. Rekomendasi ini hanya untuk membuka PKH. Tanggung Jawab Pemerintah versus Pemerintah Daerah Perlindungan Sosial
Pusat Atas
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial termasuk bantuan sosial adalah paling efektif apabila ia ditempatkan di bawah tanggung jawab pemerintah daerah sementara pemerintah pusat punya tanggung jawab untuk mengeluarkan undangundang dan regulasi guna memastikan standar minimum pelayanan. Pemerintah pusat juga harus memastikan bahwa pemerintah daerah menerima dana yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan layanan kesejahteraan dan perlindungan sosial yang efektif. Undang-undang nasional tentang Desentralisasi dan Undang-undang tentang Kesejahteraan Sosial mengatur wewenang pemerintah daerah dalam hal kesejahteraan sosial. Undang-undang tersebut menyebutkan pemerintah daerah punya wewenang untuk mengembangkan program-program kesejahteraan sosial dan anggaran yang sejalan dengan kebutuhan, isu-isu, dan kapasitas lokal.
5. REKOMENDASI
Agar menjadi efektif, badan-badan kesejahteraan sosial pemerintah daerah memerlukan sumber daya yang berkualifikasi dan anggaran yang sesuai dengan tugas mereka. Bilamana struktur kesejahteraan dan perlindungan sosial pemerintah daerah lemah, ini seharusnya tidak digunakan sebagai alasan untuk membentuk program perlindungan sosial pemerintah pusat yang mengabaikan pemerintah daerah dan menduplikasi struktur pemerintah daerah. Alih-alih, aksi pasti harus dilakukan untuk memperkuat struktur kesejahteraan pemerintah daerah. Cara yang paling efektif untuk memperkuat struktur pemerintah daerah adalah dengan memberikan mereka tanggung jawab dan sumber untuk melaksanakan programprogram perlindungan sosial. Kebijakan Perlindungan Sosial yang Dirancang dengan Baik Versus Fragmentasi Bantuan sosial di Indonesia seperti sebuah selimut yang terdiri dari perca-perca program yang tumpang tindih dan terduplikasi sementara pada saat yang sama meninggalkan banyak sekali lubang. Beberapa dokumen menyebutkan bahwa jumlah program bantuan sosial mencapai 250 buah. Beberapa rumah tangga mendapat manfaat dari lebih dari lima program kesejahteraan sosial. Banyak dari rumah tangga yang sangat miskin tetap tidak tersentuh. Dalam hal anak berisiko dan anak dalam situasi krisis (kelompok target PKSA) ada ribuan panti yang tidak terkontrol, kebanyakan lebih banyak keburukan daripada kebaikannya. Ada program dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan program dari pemerintah daerah yang tumpang tindih dengan PKSA. Tidak ada yang tahu berapa banyak anak yang membutuhkan yang tercakup dalam satu program atau lebih. Mayoritas kelihatannya tidak terjangkau. Tidak ada pengawasan, komunikasi, koordinasi, dan kerja sama yang efektif. Penelitian ini, seperti kajian-kajian lain yang sudah dilakukan sebelumnya, merekomendasikan bahwa Pemerintah Indonesia merancang ulang kebijakan
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
71
5. REKOMENDASI
dan program perlindungan sosialnya. Masterplan (rencana induk) Percepatan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) belum menghasilkan konsolidasi bantuan sosial yang sistematis. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah: (1) analisis kebutuhan perlindungan sosial yang komprehensif, (2) identifikasi kelompok populasi yang membutuhkan yang terjangkau oleh program untuk mengidentifikasi duplikasi dan kesenjangan perlindungan sosial, (3) memutuskan kombinasi program yang mana yang akan menutupi kesenjangan perlindungan sosial dan program mana yang perlu dihapus. Reformasi itu harus ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dengan menargetkan secara sistematis seluruh rumah tangga dan orang-orang yang membutuhkan perlindungan sosial dan untuk meningkatkan efisiensi dengan menghapuskan fragmentasi dan duplikasi. Pengurangan subsidi BBM adalah sebuah langkah besarmenuju arah yang benar. Bisakah cakupan yang rendah dari program bantuan tunai yang dikombinasikan dengan rendahnya tingkat bantuan tunai mengurangi kemiskinan? PKH adalah program bantuan tunai utama di Indonesia. Program ini mencakup hanya sekitar 50 persen dari keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ini sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa program ini tidak memasukkan seluruh keluarga yang tidak memiliki anak atau perempuan hamil. Program ini memberikan setiap tahunnya uang rata-rata sebesar Rp. 1.750.000 kepada keluarga miskin. Beberapa keluarga hanya mendapatkan Rp. 1 juta per tahun. Dengan keluarga rata-rata sebesar lima orang, bantuan tahunan per orang adalah sebesar Rp. 350.000 atau Rp. 29.000 per bulan atau Rp. 958 per hari. Dibandingkan dengan rata-rata garis kemiskinan sebesar Rp. 302.735 per kapita per bulan, bantuan bulanan PKH sebesar Rp. 29.000 adalah kurang dari 10 persen garis kemiskinan. Untuk keluarga yang menerima Rp. 1 juta per tahun, bantuan bulanan per orang adalah sebesar Rp. 17.700. Ini sama dengan Rp. 556 per hari (US$0.05) atau 6 persen dari garis kemiskinan. Bagaimana bantuan sebesar Rp. 556 per hari per orang bisa memberikan harapan bagi keluarga miskin? Perpaduan antara cakupan yang rendah dengan volume bantuan yang sangat rendah membuat PKH dan program bantuan tunai Kementerian Sosial lainnya tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan kerentanan yang disebabkan oleh kemiskinan yang ekstrem.
72
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
REFERENSI Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - RI (2011), Building a social protection system for children in Indonesia. An assessment on the implementation of the Ministry of Social Affair’s social assistance program PKSA and its contribution to the child protection system. Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - RI 2014), Integrated referral system for social protection in Indonesia. Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - RI& Unicef (2012), Laporan gabungan pemetaan sistem perlindungan anak di 6 provinsi di Indonesia: Aceh, Jawa Timur, jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jakarta. BPS Indonesia (2011): National socio-economic survey (Susenas) 2010. Jakarta de Janvry, Alain, Sadoulet, Elisabeth, and Vakis, Renos 2008, Protecting vulnerable children from uninsured risks:adapting conditional cash transfer programs to provide broader safety nets. Journal of Well-Being and Social Policy, 6(1), pp 161-183. Griffith University (2014a) Developing child protection and social work in Indonesia. Area-based pilot projects design proposal. Meadowbrook Griffith University (2014b) Developing child protection and social work in Indonesia. Report on stage 2 Technical Assistance. Meadowbrook Kementrian Kesehatan RI (2010), Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta. Kementarian PPN/Bappenas presentation. Jakarta
(2014),
Integrated
social
assistance.
Power-point
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak-Badan Pusat Statistik (2012), Profil anak Indonesia 2012. KPPA & BPS. Jakarta Lahiri, Antara (2013), Understanding the Indonesian Child Social Welfare Program. Exit strategies and way forward. Jakarta Levinger, Beryl and Jean McLeod (2002), Hello, I Must Be Going: Ensuring Quality Services and Sustainable Benefits through Well-Designed Exit Strategies. Newton, Massachusetts Kementerian Sosial Republik Indonesia, Save the Children, UNICEF (2007), Someone that matters: the quality of care in childcare institutions in Indonesia. Save the Children UK, the Ministry of Social Affairs & UNICEF. Jakarta
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
73
REFERENSI
Martin, Florence (2013), Changing the paradigm: Save the Children’s work to strengthen the child protection system in Indonesia 2005-2012. Save the Children Indonesia Country Office. Jakarta. Ministry of Social Affairs (2010), Decree of the Minister of Social Affairs of the Republik of Indonesia No: 15 A/HUK/2010 and General Guidelines Child Welfare Program (PKSA). Jakarta Patton, Michael Quinn (2002), Qualitative research & evaluation methods. (3rd ed.). Sage Publication. London PUSKAPA UI (2014), Understanding vulnerability. A study on situatons that affect family separation and the lives of children in and out of family care. Jakarta Ramdahani, Doni (2014), Rumitnya urus administrasi kependudukan di Coblong. Published in Metro Bandung, October 3, 2014. www.inilahkoran.com Riskesdas (2013), Riset Kesehatan Dasar (Basic Health Research), Jakarta Rook, John (2014a), Family-based social assistance in Indonesia: Origins and evolution. Jakarta Rook, John (2014b), Family-based social assistance in Indonesia: Present day provision. Jakarta Sanfilippo, Marco, de Neubourg, Chris and Martorano, Bruno (2012), The Impact of Social Protection on Children: A review of the literature. Working Paper 2012-06. UNICEF Office of Research. Florence, Italy TNP2K (2013), Program Keluarga Harapan (PKH): Indonesian conditional cash transfer program. Research Brief 42. Jakarta UNICEF Indonesia (2012), Child protection. Issue brief. Jakarta UNICEF Indonesia (2013), Mapping child protection systems. A consolidated report of findings in six target provinces in Indonesia. Jakarta World Bank (2011) Program Keluarge Harapan. Main Findings from the Impact Evaluation of Indonesia’s Pilot Household Conditional Cash Transfer Program. Jakarta World Bank (2012a), PKH conditional cash transfer. Jakarta Word Bank (2012b), JSLU, JSPACA, PKSA. Cash transfers for at-risk youth, the disabled and vulnerable elderly. Jakarta
74
Penilaian Cepat Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)