Paparan BPKIMI
“Isu Strategis dan Program Aksi Tahun 2015 BPKIMI” Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2015 Jakarta, 5 Februari 2015
Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian 2015
O U T L I N E I Profil Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) II
Peran BPKIMI Dalam Peningkatan Daya Saing berdasarkan UU Perindustrian
III
Isu Strategis Dalam Peningkatan Daya Saing A. Pengembangan Standardisasi Industri B. Pengembangan Teknologi Industri C. Pengembangan Industri Hijau D. Dukungan Insentif IV Permasalahan Sektor Industri
V Rencana Kerja BPKIMI TA 2015
2
I
Profil BPKIMI BPKIMI
(Pusat, Balai Besar, Baristand Industri dan Balai Sertifikasi Industri)
Tugas Pokok dan Fungsi
Unsur penunjang bagi pengembangan industri yang dilakukan oleh 6 Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pengkajian Kebijakan
Pengembangan Industri • Ditjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi • Ditjen Industri Basis Industri Manufaktur • Ditjen Industri Agro • Ditjen Industri Kecil Menengah
Iklim Industri • Insentif Fiskal • Insentif Non‐Fiskal • Ketentuan Global di bidang lingkungan hidup
Pengembangan Perwilayahan Industri • Ditjen Pengembangan Perwilayahan Industri
Mutu Industri • Penelitian Teknologi • Standardisasi
Program Kerja TA 2015
Aspek Pengaturan dalam UU No.3/2014 Tentang Perindustrian
Pengembangan Kerjasama Internasional • Ditjen Kerjasama Industri Internasional 33
Peran Balai Besar dan Baristand Industri dalam mengembangkan Teknologi Industri Contoh layanan
Layanan jasa teknis dibidang pengujian, kalibrasi, dan sertifikasi dalam rangka menjamin kesesuaian standar dan mutu produk
• Sertifikasi ecolabel, GMP, HACCP, SMMSNI, ISO • Pengujian Limbah & Lingk. • Inspeksi GMP, HACCP & ISO
Layanan jasa teknis dibidang pelatihan dan konsultasi melalui • Pelatihan ISO, HACCP, GMP • Pelatihan manajemen dan traning/diklat teknis dan desain technical assistance Layanan jasa teknis dibidang penelitian dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan mutu produk
•Penelitian tentang derivatisasi minyak atsiri, kelapa & turunan CPO •Penelitian pengembangan teknologi proses aneka produk
Layanan jasa teknis dibidang rancang bangun dan perekaya‐ saan industri melalui pengem‐ bangan desain dan prototype
•Pembuatan peralatan proses produksi aram, biomassa, coklat •Pembangkit Listrik Mikro Hidro, Turbin •dan lain‐lain
Layanan jasa teknis dibidang konsultasi baik teknis maupun manajemen terkait penanggu‐ langan pencemaran industri
•Pemberian konsultasi teknis penerapan Cleaner Production Technology •Pengoperasian IPAL
Kompetitif
Fasilitasi Teknologi
Sektor Industri
Daya Saing
Komparatif
4
II
Peran BPKIMI Dalam Peningkatan Daya Saing berdasarkan UU Perindustrian
•Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi
•Standardisasi Industri •(Bab VII Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri ‐ Bagian Kedua Standardisasi Industri)
•(Bab VI Pembangunan Sumber Daya Industri ‐ Bagian Keempat Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi)
MUTU
TEKNOLOGI
INSENTIF
KELITBANGAN
•Perizinan, Penanaman Modal Bidang Industri dan Fasilitas
•Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi
•(Bab X Pemberdayaan Industri ‐ Bagian Ketiga Fasilitas Industri)
•(Bab VI Pembangunan Sumber Daya Industri ‐ Bagian Keempat Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi – Pasal 38 Ayat 2)
INDUSTRI HIJAU •Industri Hijau Sumber: UU No.3/2014 tentang Perindustrian
•(Bab II Pemberdayaan Industri ‐ Bagian Kedua Industri Hijau)
5
Penugasan BPKIMI dalam Penyusunan Peraturan Pelaksanaan UU Perindustrian Rancangan Peraturan Pemerintah
Rancangan Peraturan Presiden
(RPP)
(RPerPres)
•RPP tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri mencakup tentang: a. Perencanaan, Penerapan, Pemberlakuan, Pembinaan dan Pengawasan SNI, Spesifikasi Teknis dan Pedoman Tata Cara Barang dan/atau Jasa Industri b. Bentuk dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Non‐Fiskal bagi Industri •RPP tentang Pembangunan Sumber Daya Industri mencakup tentang: a. Penjamin Resiko atas Pemanfaatan Teknologi Industri b. Sanksi Administasi dalam Rangka Kewajiban Alih Teknologi melalui Proyek Putar Kunci •RPP tentang Pemberdayaan Industri dan Tindakan Pengamanan Penyelamatan Industri mencakup tentang: a. Industri Hijau b. Penyelamatan Industri atas Pengaruh Konjungtur Ekonomi Global
Sumber: UU No.3/2014 tentang Perindustrian
•Pengadaan Teknologi melalui Proyek Putar Kunci •Penyelamatan Perekonomian Nasional melalui Sektor Industri •Komite Industri Nasional
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPermenperin) •Pengadaan Teknologi •Audit Teknologi Industri •Pemberlakuan secara Wajib Standar Industri Hijau •Tata Cara memperoleh Sertifikasi Industri Hijau •Manajemen Air •Manajemen Energi •Penetapan Kondisi Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Industri Dalam Negeri dan/atau Pembangunan Industri Pionir
6
Isu Strategis Dalam Peningkatan Daya Saing
III
A
Pengembangan Standardisasi Industri
B
Pengembangan Teknologi
C
Pengembangan Industri Hijau
D
Dukungan Insentif 7
BEBERAPA KENDALA YANG DIHADAPI SEKTOR INDUSTRI IV Permasalahan Sektor Industri Nasional NASIONAL Tingginya biaya logistik (buruknya infrastruktur)
Kenaikan Biaya-Biaya terkait Kegiatan Produksi (Upah Tenaga Kerja dan Tarif Tenaga Listrik)
Regulasi yang relatif belum pro bisnis
Kurangnya jaminan pasokan bahan baku (ketergantungan impor) dan energi bagi kegiatan produksi Pangsa Ekspor Semakin Sulit (akibat berbagai Kebijakan/Hambatan)
A.
BURUKNYA KINERJA LOGISTIK
No.
Negara
Peringkat Dunia
Peringkat Subindexes 2014
2007 2010 2012 2014
Singapura
1
Malaysia
2
Customs
Infrastructure Internationa
Logistics Tracking l shipments quality and and tracing competence
Timeliness
1
2
1
5
3
2
6
8
11
9
27
29
29
25
27
26
10
32
23
31
Thailand
31
35
38
35
36
30
39
38
33
29
4 5
Vietnam
53
53
53
48
61
44
42
49
48
56
Indonesia
43
75
59
53
55
56
74
41
58
50
6
Pilipina Kamboja
65 81
44 129
52 101
57 83
47 71
75 79
35 78
61 89
64 71
90 129
3
7 8 9
Laos
117
118
109
131
100
128
120
129
146
137
Myanmar
147
133
129
145
150
137
151
156
130
117
Sumber: The Logistics Performance Index and Its Indicators, World Bank (2014)
Kinerja logistik Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan dibanding tahun 2012, yakni dari peringkat ke-59 menjadi peringkat ke-53 dari 160 negara. Infrastruktur merupakan kendala terbesar, karena mendapatkan penilaian terburuk diantara komponen penilaian lainnya untuk Indonesia. Untuk kawasan ASEAN, peringkat Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Biaya Logistik Indonesia Tahun 2004-2011
Sumber: State of Logistics Indonesia, World Bank (2013)
Biaya logistik di Indonesia tergolong sangat tinggi, mencapai 24,64% dari PDB nasional pada tahun 2011. Biaya tersebut relatif sangat tinggi jika dibandingkan dengan Singapura (8,0%), Malaysia (13,0%), Jepang (10,6%), Korea Selatan (16,3%), dan Thailand (20,0%). Dari angka tahun 2011 tersebut, biaya transportasi menjadi beban logistik tertinggi (47,20% dari total biaya logistik).
B.
KENAIKAN BIAYA-BIAYA TERKAIT KEGIATAN PRODUKSI Komposisi Biaya Industri Manufaktur Rata-Rata 2005-2011 (Persen)
Komposisi Biaya pada Industri Manufaktur didominasi oleh: 1) Bahan Baku & Penolong, 2) Tenaga Kerja, 3) Bahan Bakar, dan 4) Listrik. Sumber: Analisis Dampak Perubahan Ekonomi Terhadap Struktur Biaya Industri, Kemenperin (2013)
Kenaikan Upah Tenaga Kerja Sejak tahun 2005, upah minimum provinsi (UMP) terus mengalami peningkatan. Rata-rata upah di 33 provinsi selama periode 2005-2013 mengalami peningkatan lebih dari 5% per tahun nya, bahkan pada tahun 2013 meningkat 19,10% dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan UMP tersebut juga diiringi dengan kenaikan upah minimum Kabupaten/Kota Kenaikan upah tersebut mengakibatkan beban industri semakin besar, dan beberapa industri berpotensi tutup. Rata-Rata UMP di 33 Provinsi
18,71%
10,89%
11,58%
602.701
672.480
12,85%
841.530
19,10%
7,88%
907.825
8,92%
10,12%
1.296.908
1.088.903
988.829
745.709
507.697
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
UMP Sumber: Ditjen PHI Kemenakertrans, diolah Kemenperin (2013) 12
Upah Tenaga Kerja di Beberapa Negara ...”saat ini, upah minimum pekerja di Indonesia merupakan yang tertinggi ke-3 di ASEAN..” Melihat kondisi saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-7 di ASEAN dalam hal menarik dunia bisnis dari sisi upah minimum pekerja.
Sumber: The 23rd Survey of Investment Related Costs in Asia and Oceania, Jetro (2013)
Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No.9 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan oleh Persero PLN, TTL untuk industri mengalami kenaikan setiap 2 bulan mulai 1 Mei 2014, sehingga total kenaikan per 1 November 2014 akan mencapai 38,85% untuk kelompok I-3 yang go public dan 64,73% untuk kelompok I-4. Sebelumnya, TTL untuk industri juga telah beberapa mengalami kenaikan. Perkembangan TTL untuk kelompok I-3
1200
18,09%
803
64,73%
1000
680
Rp./kWh
Rp./kWh)
800
1.191
1200
38,85%
1000
600
Perkembangan TTL untuk kelompok I-4
1400
1.115
54,90%
439
400
800 600
605
19,50%
723
39,40%
434
400
200
200
0
0 2004
2010
2013
Sumber: Kem. ESDM, diolah Kemenperin (2014)
2014
2004
2010
2013
2014
Interest Rate yang berlaku No.
Country
1 2 3 4 5 6 7 8
Singapore Cambodia Thailand Malaysia Philippines Laos Brunei Vietnam
9
Indonesia
Interest Rate (%)
10 Myanmar
Reference Date
0.01 1.12 2.25 3.00 3.50 5.00 5.50 7.00
Jan-14 Dec-12 Jan-14 Jan-14 Feb-14 Dec-13 Dec-13 Dec-13
7.50
Feb-14
10.00
Dec-13
Sumber: www.tradingeconomics.com (2014)
Myanmar menerapkan interest rate tertinggi di kawasan ASEAN Untuk kawasan ASEAN, interest rate di Indonesia merupakan tertinggi ke-2 (berada di peringkat ke-9 dalam hal daya tarik bagi dunia bisnis)
.....“Selain interest rate yang relatif tinggi tersebut, beberapa industri dalam negeri juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber pembiayaan oleh perbankan nasional....”
C.
KEMUDAHAN MELAKUKAN BISNIS
No.
Negara
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Singapore Malaysia Thailand Brunei Darussalam Vietnam Philippines
7.
Indonesia
8. 9. 10.
Cambodia Lao PDR Myanmar
Peringkat di Peringkat Dunia Tahun (2014) 2013 1 6 18 59 99 108
1 12 18 79 99 138
120
128
137 159 182
133 163 -
Dari beberapa indikator dalam Doing Business, Indonesia masih sangat buruk dalam hal:
Kemudahan memulai bisnis (akibat banyaknya prosedur dan lamanya waktu yang dibutuhkan)
Sumber: Doing Business, World Bank (2014)
Melakukan bisnis di Indonesia masih tergolong sulit. Diantara 189 negara, peringkat kemudahan memulai bisnis di Indonesia berada di peringkat 120, meningkat 8 (delapan) peringkat dari tahun sebelumnya. Indonesia hanya lebih baik daripada Kamboja, Laos dan Myanmar.
D.
KETERGANTUNGAN IMPOR
Perkembangan neraca perdagangan 9 (sembilan) kelompok industri yang impornya tertinggi: Nilai: Juta US$ NO
2012
9 KELOMPOK INDUSTRI
3
IMPOR KELOMPOK INDUSTRI MESIN DAN ALAT‐ 30.889,39 ALAT LISTRIK KELOMPOK INDUSTRI LOGAM (FERRO 21.495,82 DAN NON FERRO) KELOMPOK INDUSTRI OTOMOTIF 11.146,83
4
KELOMPOK INDUSTRI ELEKTRONIKA
5
KELOMPOK INDUSTRI KIMIA DASAR KELOMPOK INDUSTRI MAKANAN, MINUMAN DAN PAKAN TERNAK KELOMPOK INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) KELOMPOK INDUSTRI BARANG KIMIA LAINNYA, PLASTIK, PENGOLAHAN KARET DAN PRODUK FARMASI KELOMPOK INDUSTRI PULP DAN KERTAS
1 2
6 7 8 9
TOTAL 9 KELOMPOK INDUSTRI TOTAL INDUSTRI PERSENTASE
2013
EKSPOR
NERACA
IMPOR
EKSPOR
NERACA
7.687,27
(23.202,12) 28.131,23 8.033,21
(20.098,02)
10.560,12
(10.935,70) 20.662,47 9.870,95
(10.791,52)
16.702,53 18.995,52
4.604,39 9.444,06 5.898,49
(6.542,44) 9.540,40 4.309,29 (7.258,47) 16.564,45 8.520,12 (13.097,03) 18.329,51 6.122,11
(5.231,11) (8.044,33) (12.207,41)
8.958,09
5.278,72 (3.679,37) 8.845,77 6.117,18 (2.728,59)
6.805,46
12.446,51
5.641,04
7.116,16
12.661,68
5.545,52
7.681,04
14.797,20
7.116,17
7.938,00
13.781,33
5.843,32
3.019,93
5.517,97
2.498,04
3.200,57 5.644,00
2.443,43
125.694,60 76.234,73 (49.459,87) 120.328,56 75.059,86 (45.268,70) 139.734,14 116.125,14 (23.609,01) 131.400,68 113.029,94 (18.370,74) 89,95% 65,65% 91,57% 66,41%
Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, neraca perdagangan industri mengalami defisit sebesar USD 23,61 milyar (tahun 2012) dan USD 18,37 milyar (2013). Dari 9 kelompok industri yang mewakili sekitar 90% dari total nilai impor produk industri, 6 kelompok industri diantaranya mengalami defisit yang cukup besar.
Komposisi Impor Berdasarkan Kategori Barang (Broad Economic Categories). Gambar Komposisi 9 Kelompok Industri Berdasarkan Penggunaan Barang 2013 100%
8.29
0.00
2.13
18.02
53.33
57.37
60%
17.00
50% 40%
0.00 27.32
34.27
80% 70%
0.00 0.13
5.53 1.11
90%
93.36
99.87
2.25
4.44
91.71 72.68
97.87 81.98
30% 20%
38.19
48.73
44.42
KELOMPOK INDUSTRI OTOMOTIF
KELOMPOK INDUSTRI ELEKTRONIKA
10% 0% KELOMPOK KELOMPOK INDUSTRI MESIN INDUSTRI LOGAM DAN ALAT‐ALAT (FERRO DAN NON LISTRIK FERRO)
Bahan Baku Dan Penolong
KELOMPOK INDUSTRI KIMIA DASAR
KELOMPOK KELOMPOK KELOMPOK KELOMPOK INDUSTRI INDUSTRI TEKSTIL INDUSTRI INDUSTRI PULP MAKANAN, DAN PRODUK BARANG KIMIA DAN KERTAS MINUMAN DAN TEKSTIL (TPT) LAINNYA, PLASTIK, PAKAN TERNAK PENGOLAHAN KARET DAN PRODUK FARMASI
Barang‐Barang konsumsi
Barang‐Barang Modal
Pada 2013, impor bahan baku dan penolong sebesar USD 89,54 miliar (68,14%), diikuti oleh barang modal USD 31,49 miliar (23,96%), dan barang konsumsi USD 10,37 miliar (7,89%). Catatan: Untuk kelompok industri kimia dasar, makanan, minuman dan pakan ternak, tekstil dan produk tekstil, barang kimia lainnya, plastik, pengolahan karet dan produk farmasi serta pulp dan kertas barang modalnya termasuk didalam kelompok industri mesin dan alat‐alat listrik.
E.
HAMBATAN DI PANGSA EKSPOR Beberapa Isu yang menghambat ekspor produk industri
‣ ‣ ‣
‣ ‣
Penerapan standar yang makin diperketat dari beberapa negara mitra (terutama Uni Eropa) Isu lingkungan dan kesehatan
Mis.: hambatan untuk ekspor CPO terkait dengan isu lingkungan, seperti riwayat penanaman sawit, tidak mau menerima CPO dari hasil perkebunan pada lahan gambut
Munculnya proteksi “gaya baru” berupa non tariff barrier di beberapa negara mitra Mis.: keharusan penerapan nutrient labeling untuk produk makanan, larangan pencantuman merk/label untuk produk rokok
Uni Eropa melakukan hambatan ekspor dengan non tarif terhadap produk perikanan misalnya soal standar dengan memberlakukan sertifikasi wajib The Maritime Security Council (MSC). Pemulihan ekonomi global masih tetap rapuh dan tidak menentu
Dampak Peningkatan Produk Impor (tanpa kendali)
• Defisit neraca perdagangan • Industri dalam negeri kalah bersaing • Ketergantungan tinggi pada produk impor
Pengaruh dalam jangka pendek
Pengaruh dalam jangka menengah • Pangsa pasar dikuasai oleh produk impor. • Banyak industri yang ditutup. • Meningkatnya pengangguran
• Melambatnya pertumbuhan ekonomi. • Menurunnya daya saing industri
Kondisi yang mungkin terjadi
V
Program Kerja BPKIMI TA 2015 Sasaran Kinerja BPKIMI TA 2015
1. Meningkatnya penguasaan teknologi industri dan penerapan HKI 2. Meningkatnya kemampuan Balai dan hasil litbang dalam rangka meningkatkan daya saing industri 3. Meningkatnya penerapan standar 4. Meningkatnya industri yang menerapkan prinsip‐prinsip industri hijau 5. Meningkatnya investasi sektor industri 6. Meningkatnya layanan jasa teknis kepada industri 7. Meningkatnya fasilitasi kelembagaan teknologi, Industri hijau, sarana dan prasarana dan SDM BPKIMI 21
V. 1. No
Kegiatan
1
Pengembangan kebijakan dan fasilitasi dalam meningkatkan iklim usaha industri
Program Kerja Iklim Usaha Industri
Output
Target Volume
Tersusunnya kebijakan penciptaan iklim usaha yg kondusif : 1. Rekomendasi Kebijakan Perpajakan Sektor Industri
2 Rekomendasi
2. Rekomendasi Kebijakan Tarif dan Non Tarif Sektor Industri
4 Rekomendasi
3. Rekomendasi Kebijakan Non Fiskal dan Moneter Bagi Industri
1 Rekomendasi
4. Kebijakan yang Diusulkan Untuk Direkomendasikan
3 Rekomendasi
Meningkatnya pemanfaatan insentif (fiskal dan non‐fiskal) oleh industri : 1. Insentif untuk Industri 2. Diseminasi Pemanfaatan Insentif Oleh Industri
50 Industri 3 Lokasi
22
V. 2. No 2
Program Kerja Standardisasi
Kegiatan
Output
Pengembangan Standardisasi Industri
Target Volume
Tersedianya RSNI, ST, PTC (standar) : 1.
Penyusunan RSNI, PT, dan PTC
2. Kajian Pengembangan Standar
100 RSNI/PT/PTC 2 Kajian
Tersedianya Regulasi Teknis Standardisasi Industri (regulasi) : 1. Penyusunan regulasi Teknis
10 Regulasi
2. Penunjukan LPK
5 LPK
3. Penyusunan Skema Sertifikasi
6 Skema
Tersedianya SDM dibidang Standardiasi Industri (orang) 1. Pengembangan SDM Standardisasi 2. Pemasyarakatan Standardisasi dan Regulasi Teknis
200 Orang 180 Industri
Pembentukan Lembaga Penilaian Kesesuaian : 1. LSPro Pelaksana Penilaian Kesesuaian 2. Pengembangan Lab Uji/Kalibrasi Pelaksana Penilaian Kesesuaian
2 LSPro 3 lab 23
V. 3. No
3
Program Kerja Pengembangan Industri Hijau
Kegiatan
Output
Target Volume
Pengembangan
Tersusunya Kebijakan Industri Hijau :
Industri Hijau
1. Penyusunan Pedoman Teknis Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi GRK
2 Pedoman
2. Penyusunan Kebijakan terkait Konvensi Minamata
1 Pedoman
3. Penyusunan Kebijakan Penghapusan BPO
1 Kajian
4. Penyusunan Kebijakan Mitigasi Perubahan Iklim
1 Pedoman
5. Penyusunan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Industri
2 Pedoman
Pengembangan Infrastruktur Industri Hijau: 1. Pelatihan sistem Informasi Monitoring emisi GRK
160 Industri
2. Penyusunan Standar Industri Hijau
2 Standar
3. Peningkatan Kopetensi SDM Auditor Industri Hijau
10 Orang 24
Program Kerja Pengembangan Industri Hijau (lanjutan)
No
Kegiatan
Output
Target Volume
Pengembangan Industri Yang Menerapkan Industri Hijau 1.
Pemberian Penghargaan Industri Hijau
2.
Expo Industri Hijau
3.
Penyebarluasan Informasi Benefit Penarapan Industri Hijau
85 Industri 12 Perusahan 420 Industri
25
IV. 4. No
4
Program Kerja Pengembangan Teknologi dan HKI Kegiatan
Output
Pengkajian dan
Tersedianya rumusan Kebijakan Teknis Bidang
Pengembangan
Teknologi Industri dan HKI :
Teknologi dan HKI
1. Penyusunan Kebijakan Teknis Bidang Teknologi
Target Volume
2 Kebijakan
Industri dan HKI Tersedianya sistem dan infrastruktur audit teknologi : 1. Pembentukan Sistem dan Infrastruktur Audit
1 Sistem
Teknologi Terfasilitasinya pemanfataan dan penerapan teknologi industri 1. Fasilitasi Pengembangan STP 2. Penerapan Teknologi Hasil Litbang
3 Balai 5 Paket Tek
26
Program Kerja Pengembangan Teknologi dan HKI(lanjutan)
No
Kegiatan
Output
Target Volume
Terlaksanya Pembinaan Perlindungan HKI di Bidang Teknologi Industri 1. Perlindungan HKI
5 Paten
2. Peningkatan Kompetensi SDM Bidang HKI 3. Pelayanan Konsultasi HKI Sektor Industri
30 Orang 4 Kasus
Terlaksananya Monitoring Pelaksanaan Pengembangan Teknologi dan HKI 1. Pelaksanaan Monitoring
6 Laporan
27
V. 5. No
5
Program Kerja Fasilitasi dan Pelayanan Kegiatan
Output
Penyusunan dan
Terwujudnya kebijakan dan program BPKIMI yang
Evaluasi Program
berkualitas dan berkelanjutan :
Pengembangan
1. Penyusunan rencana Program dan Kegiatan
Teknologi dan
Sistem dan Tata Kelola Keuangan Yang Akuntable
Kebijakan Industri
1. Akuntabilitas Pertanggungjawaban Keuangan
Target Volume
2 Dokumen WTP
Terwujudnya Sistem Informasi Yang Handal : 1. Pemasaran Hasil Litbang
1 Kali
Terwujudnya Peningkatan Kompetensi SDM Litbang 1. Pengembangan Kompetensi SDM Litbang (S3)
18 Orang
28
Penutup Defisitnya neraca perdagangan pada kelompok industri, menggambarkan masih lemahnya daya saing produk industri . Perlu penguatan struktur industri untuk memperkecil ketergantungan atas impor bahan baku dan penolong. Dalam upaya menguatkan posisi nilai tambah industri, pemerintah harus segera mendorong berkembangnya industri yang memiliki keunggulan komparatif dan yang produknya berpotensi bergerak ke nilai tambah yang tinggi. Dalam hal ini diharapkan industri berperan sangat aktif dan terus berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing melalui penguasaan teknologi dan mengembangkan inovasi.
UU No.3 tentang Perindustrian memberikan legitimasi yang besar bagi pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan daya saing industri melalui pembangunan sumber daya manusia industri, pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri, pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan industri, industri hijau dan fasilitas industri.
29
Terima kasih Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Jln. Gatot Subroto Kav. 52 – 53 Lantai 19 ‐20, Jakarta http://bpkimi.kemenperin.go.id
30
B. Pengembangan Teknologi
AMANAT RANCANGAN PERATURAN PELAKSANAAN UU NO. 3/2014 TERKAIT PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INDUSTRI
Pengadaan Teknologi PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INDUSTRI Pemanfaatan Teknologi
Pengadaan Pemerintah melalui penelitian dan pengembangan, kontrak penelitian dan pengembangan, usaha bersama, pengalihan hak melalui lisensi, dan/atau akuisisi teknologi (PERMENPERIN) Pengadaan Pemerintah melalui Turnkey Project (Proyek Putar Kunci) (PERPRES) Pemberian penjaminan risiko atas pemanfaatan teknologi industri yang berasal dari dalam negeri (digabung dalam PP SDI) Pengendalian pemanfaatan teknologi industri melalui audit teknologi (PERMENPERIN)
Arah Kebijakan Litbang BPKIMI
Subtitusi terhadap ketergantungan bahan baku/penolong terutama yang raw materialnya tersedia di dalam negeri, Teknologi proses dengan penggunaan energi lebih efisien, produk-produk yang lebih ramah lingkungan (dalam arti menggunakan bahan-bahan yang terbarukan dan non hazardous serta minimum waste); Teknologi pengendalian pencemaran lingkungan sejalan dengan konsepsi pembangunan industri hijau yang sedang digalakkan dan merupakan trend pasar global. Program prioritas litbangyasa ditetapkan melalui peraturan Kepala BPKIMI No 68/BPKIMI/05/2013 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Litbangyasa industri di lingkungan BPKIMI tanggal 1 mei 2013
KEBIJAKAN LITBANG BPKIMI Untuk lebih mengefektifkan litbang industri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh dunia usaha industri serta untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam yang ada
Memberikan arahan/acuan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian dan pengembangan teknologi industri yang sesuai kebutuhan industri
KEBIJAKAN PROGRAM PRIORITAS LITBANG INDUSTRI Melalui Peraturan Kepala BPKIMI No 68/BPKIMI/05/2013 tentang PANDUAN UMUM PELAKSANAAN LITBANGYASA INDUSTRI DI LINGKUNGAN BPKIMI TANGGAL 1 MEI 2013
PROGRAM PRIORITAS LITBANGYASA • Program prioritas litbang industri di bidang Agro untuk 4 komoditi yaitu Kakao, Kelapa Sawit, Karet, dan Tekstil. • Program prioritas di bidang Mineral dan Hasil tambang untuk komoditi : Coating, Besi, Almunium, Nikel, Timah, Tembaga dan Rare Earth Material. • Program prioritas di bidang Energi untuk komoditi : Panel Surya (Solar Cell);
LANDASAN HUKUM PM HKI A. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PP HKI). 1. HKI memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional di berbagai aspek. 2. HKI memiliki nilai ekonomi, sehingga pelanggaran hak tersebut selain merugikan pemegang hak juga merugikan kepentingan negara dan dapat mengganggu hubungan perdagangan internasional. 3. Menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan dan perlindungan HKI agar lebih mendorong kreatifitas, inovasi, kegiatan usaha dan industri. B. Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 10/M‐IND/PER/2/2014 Tentang Pembentukan “Pusat Manajemen Hak Kekayaan Intelektual“ Kementerian Perindustrian. BACK
C. Pengembangan Industri Hijau
C.1. Kebijakan Industri Hijau dalam UU Perindustrian Pasal 77 Untuk mewujudkan Industri Hijau, Pemerintah melakukan: 1.Perumusan kebijakan. 2.Penguatan kapasitas kelembagaan: peningkatan kemampuan dalam litbang; pengujian; sertifikasi dan promosi (pasal 78). 3.Standardisasi: menyusun dan menetapkan standar Industri Hijau, paling sedikit memuat ketentuan mengenai bahan baku, bahan penolong, dan energi; proses produksi; produk; manajemen pengusahaan; dan pengelolaan limbah (pasal 79). 4.Pemberian fasilitas.
Pasal 80 Pemberlakukan Standar Industri Hijau dan Sanksi
Pasal 81 Sertifikasi Industri Hijau dan Lembaga Sertifikasi Industri Hijau
Pasal 82 Tahapan guna mewujudkan Industri Hijau Sumber: UU No.3/2014 tentang Perindustrian
Pasal 2 Salah satu azas penyelenggaraan perindustrian adalah : efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan
Pasal 3
KEBIJAKAN INDUSTRI HIJAU DALAM UU PERINDUSTRIAN
Salah satu tujuan perindustrian adalah mewujudkan industri yang maju, berdaya saing, dan mandiri serta Industri Hijau
Pasal 30 ‐ 35 • Mengatur tentang pemanfaatan sumber daya alam (bahan baku, energi dan air) secara efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan • Kewajiban perusahaan industri dan kawasan industri tertentu untuk melakukan manajemen energi dan manajemen air
C.2. Strategi Pengembangan Industri Hijau
Greening of Existing Industries Mengembangkan Industri yang sudah ada menuju Industri Hijau
Creation of New Green Industries Membangun Industri baru dengan prinsip Industri Hijau
C.3. Pola Pikir Industri Hijau Business as Usual
Teknologi/ Mesin
Supplier
Material Input & Kemasan
Proses Produksi
Energi
Produk & kemasan
Sisa Produk dan kemasan
40
Limbah/Emisi
Air
Eco Friendly
• Low Carbon Technology • Material input Ramah Lingkungan dan terbarukan (jika tersedia) • Efisien & efektif dalam penggunaan sumber daya
• Penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) • Pendayagunaan SDM berwawasan lingkungan • Penerapan SOP • Penerapan tataletak pabrik yang efisien dan efektif
• Eco‐Product • Rendah/ zero waste dan memenuhi BML • Memenuhi ketentuan PROPER
Eco Friendly
Green Production SUPPORTING
•Standard
•Lembaga Sertifikasi
•Kerjasama
• Pembiayaan
•Insentif
•Pendidikan dan Pelatihan
•R & D
• BantuanTeknis
• Sistem Informasi
C.4. Penurunan Emisi GRK
Komitmen Presiden pada G-20 Tahun 2009 di Pittsburgh dan COP15 Menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 Upaya sendiri
26%
26%
41% 15%
Upaya sendiri dan Dukungan internasional
RAN-GRK/ RAD-GRK • •
Telah diterbitkan Perpres No. 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Masing‐masing sektor mempunyai kewajiban dan target penurunan emisi GRK sampai dengan tahun 2020
C.5. Sumber Emisi GRK Sektor Industri Inventarisasi Sektor IPPU
Inventarisasi Sektor Energi GRK
Inventarisasi Sektor Limbah
GRK
GRK
Penggunaan Produk • Refrigerant • Aerosol • Pelarut • Dll.
GRK Proses
Energi
Bahan baku
Bahan bakar
Limbah
C.6. Upaya yang sedang dan akan dilakukan Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Industri Hijau Peraturan Menteri tentang Tata Cara Sertifikasi Industri Hijau, Manajemen Energi, Manajemen Air Penyusunan Standar Industri Hijau (SIH) Penjabaran UU No.3/2014
Pembentukan Lembaga sertifikasi Industri Hijau (LSIH)
Pedoman teknis konservasi energi dan penurunan emisi GRK Penyiapan Insentif untuk Pengembangan Industri Hijau Pemberian Penghargaan Industri Hijau BACK
D. Dukungan Insentif
D. 1. Insentif Bagi Industri (Fiskal dan Non‐ Fiskal) FASILITAS
Fiskal
Fiskal Perpajakan: 1. Pembebasan/Pengurangan PPh 2. Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) 3. Pembebasan PPN Impor 4. Penyusutan dan amortisasi dipercepat 5. Pengurangan pajak dividen 6. Kompensasi kerugian
Non Fiskal
1. Pelayanan Terpadu Satu Pintu 2. Perizinan Keimigrasian bagi Tenaga Kerja Asing 3. Kemudahan usaha di Kawasan Ekonomi Khusus 4. Layanan Kepabeanan Pemberitahuan Pendahuluan (Prenotification) Pelayanan Segera (Rush Handling) Vooruitslag Pembongkaran/Penimbunan di Luar Kawasan Pabean Importir Jalur Prioritas
Moneter
1. Penurunan suku bunga bank (Contoh: Kebijakan Okt-Nov 2011 tentang penurunan suku bunga bank) 2. Keringanan pinjaman bank (Contoh: Kredit Usaha Rakyat)
Fiskal Kepabeanan: 1. Pembebasan Bea Masuk, keringanan Bea Masuk, pengembalian Bea Masuk dan penangguhan Bea Masuk 2. Tarif preferensi 3. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP)
45
D.1. Fasilitas Fiskal Untuk Sektor Industri
• Tax Holiday
(PMK 192/2014 jo.130/2011)
• Tax Allowance (PP 52/2011)
• Bea Masuk Ditanggung Pemerintah-BMDTP
(PMK Induk dan PMK sektor yang ditetapkan setiap tahunnya)
• Pembebasan Bea Masuk untuk Penanaman Modal (PMK 76/2012 jo. PMK 176/2009)
46
D.1.1. Fasilitas Tax Holiday Diberikan kepada industri pionir:
Minimal investasi Rp. 1 Triliun Badan Hukum setelah 15 Agustus 2010
1.
Industri logam dasar Industri pengilangan minyak bumi dan/atau industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam
2. 3. 4. 5.
Industri permesinan Industri di bidang sumber daya alam terbarukan
Bentuk fasilitas: Pembebasan PPh Badan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sampai paling lama 10 (sepuluh) tahun Pengurangan PPh Badan sebesar 50 % dari PPh Badan terutang selama 2 (dua) tahun
Industri peralatan komunikasi
D.1.2. Insentif bagi industri – Tax Allowence Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal dibidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah – daerah tertentu
Tujuan PP No.52/2011
• Untuk meningkatkan kegiatan investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi. serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi bidang usaha dan/atau daerah tertentu
Pemberian Fasilitas Fiskal Dalam Rangka Penanaman Modal (PP No.52 Tahun 2011) • Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah Penanaman Modal. dibebankan selama 6 tahun masing- masing sebesar 5% per tahun • Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat • Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10%. atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku • Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun
Sektor Industri yang dapat memanfaatkan fasilitas Tax Allowance 1. Industri pemurnian dan pengolahan gas bumi 2. Industri pengolahan susu bubuk, makanan bayi, makanan dari cokelat dan makanan lainnya 3. Industri pemurnian dan pengolahan gas bumi 4. Industri besi dan baja dasar serta kapur
4 Sektor Tax Allowance 2014
Jumlah KBLI dalam PP 52 Tahun 2011 adalah 52 dalam lampiran I dan 77 dalam Lampiran II, sehingga total bidang usaha penerima fasilitas sebanyak 129. Jumlah KBLI dalam revisi PP 52 tahun 2011 adalah 64 KBLI dalam Lampiran I dan 80 KBLI dalam Lampiran II, sehingga total bidang usaha yang diusulkan sebanyak 144 KBLI.
D.1.3. Insentif bagi industri – BMDTP TUJUAN PEMBERIAN BMDTP Untuk meningkatkan daya saing industri dan memperdalam struktur industri nasional serta menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan mengurangi beban/cost bea masuk untuk bahan baku/bahan penolong /komponen yang diperlukan bagi industri Industri Sebelum BMDTP IMPORT
Industri Setelah BMDTP Output
Output
IMPORT LUAR NEGERI
LUAR NEGERI
PRODUSEN DALAM NEGERI
PMA
PMA
PMDN
PMDN
Industri
Industri
PRODUSEN DALAM NEGERI
BAHAN BAKU DALAM KATEGORI BMDTP 2008
KRITERIA INDUSTRI YANG MENDAPATKAN BMDTP Bobot (%)
No.
Kriteria
1
Memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum, dikonsumsi masyarakat luas, dan/atau melindungi kepentingan konsumen
40
2
Meningkatkan daya saing
30
3
Meningkatkan penyerapan tenaga kerja
20
4
Meningkatkan pendapatan negara
10
KRITERIA BARANG DAN BAHAN YANG MENDAPATKAN BMDTP a.
Belum diproduksi di dalam negeri;
b.
Sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
c.
Sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
Kebijakan BMDTP yang akan datang
• Penyusunan exit strategy dalam rangka mengurangi ketergantungan import dan neraca perdagangan, sehingga pada tahun 2019 fasilitas BMDTP ini sudah tidak diberikan lagi. • Mengusulkan insentif baru ke Kementerian Keuangan yaitu insentif untuk industri yang menghasilkan intermediate goods (barang antara). BACK
A. Pengembangan Standardisasi Industri
A.1. Tujuan Pemberlakuan SNI/ST/PTC
a. perlindungan keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan; b. pelestarian fungsi lingkungan hidup; c. persaingan usaha yang sehat; d. peningkatan daya saing; dan/atau e. peningkatan efisiensi dan kinerja Industri.
Sasaran Strategis
• Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri
A.2. Pelaksanaan Pemberlakuan SNI/ST/PTC
252 No. HS Regulasi Teknis SNI / ST/ PTC Wajib =
98
Lembaga Penilaian Kesesuaian yang ditunjuk: 33 LSPro, 69 Lab. Uji DN, 50 Lab. Uji LN 2.829 SPPT SNI : DN 1.813, LN 1.016.
A.3. Pelaksanaan Pemberlakuan SNI/ST/PTC
Data dalam Juta US$ Sumber : Dit. PMB dan Pusdatin, Kemendag
A.4. Pelaksanaan Pemberlakuan SNI/ST/PTC
Data dalam Juta US$ Sumber : Dit. PMB dan Pusdatin, Kemendag
A.5
Langkah‐langkah ke depan a
Kerangka Regulasi RPJMN 2015‐2019 Terkait Standardisasi Industri
b
Kegiatan Pengembangan Standardisasi Industri
c
Target 2015‐2019 Kegiatan Standardisasi Industri
59BACK