CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK (STUDI ANALISIS PUTUSAN PERKARA NO. 590/Pdt.G/2009/PA.JT) DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
MUHAMMAD RIZKI MAWARDI NIM: 107044201334 KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H /2011 M
CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK (STUDI ANALISIS PUTUSAN PERKARA NO. 590/Pdt.G/2009/PA.JT) DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Muhammad Rizki Mawardi NIM: 107044201334
Di Bawah Bimbingan:
Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag. NIP: 150 321 584
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK (STUDI ANALISIS PUTUSAN PERKARA NO. 590/Pdt.G/2009/PA.JT) DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Hukum Keluarga.
Jakarta, 12 September 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof.Dr.H.M.Amin Suma, SH. MA. MM NIP. 19550505 198203 1012
PANITIA UJIAN Ketua
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. NIP: 19500306 197603 1001
Sekertaris
: Hj. Rosdiana, MA. NIP. 19690610 200312 2001
Pembimbing
: Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag. NIP. 150 321 584
Penguji I
: Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 19550505 198203 1012
Penguji II
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. NIP. 19500306 197603 1001
iii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Mei 2011
Muhammad Rizki Mawardi
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn tiada henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan Tuhan khātamul anbiyā’i walmursalīn Muhammad SAW. Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada bapak: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga.
v
3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag. Pembimbing utama penulis dalam menyelesaikan skripsi, yang telah memberikan arahan, meluangkan waktu dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, semangat dan motivasi kepada penulis dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. 4. Bapak dan Ibu Dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis. 5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas serta buku-buku yang penulis perlukan. 6. Bapak Hakim, Panitera Muda dan Para Staf di Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan dan informasi kepada penulis. 7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Chotiri Aslam dan ibunda Siti Hapsoh dengan segala curahan dan kasih sayangnya serta do’a dalam mendidik dan mengasuh penulis hingga dapat menempuh kejenjang perguruan tinggi dengan baik. Semoga segala jasa dan upaya yang diberikan menjadi amal sholeh yang diterima disisi Allah swt. Dan menjadi tabungan kelak di akhirat. Amiin… 8. Kakak-kakakku Yayah Chairiyah, Amelia Hapsari, Arif Rahman dan Nur Atikah, S.Pdi serta adinda Ahmad Faisal dan Nuzzatussaniyah yang senantiasa memberikan support baik moril maupun materil sehingga penulis vi
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segenap usaha dan tak lupa dengan keponakanku Syauqih Alayda Yahya dan Muhammad Farraas Hazzami yang selalu membawa canda tawa sehingga membuat om menjadi semangat membuat skripsi. 9. Sahabat seperjuangan, teman-teman Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2007. 10. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materil, sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaum al-akhir Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok dan apa yang kita lakukan diridhai oleh Allah swt.Amiin. Jakarta: 19 Jumadil Akhir 1432 H 23 Mei 2011 Penulis
(Muhammad Rizki Mawardi)
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................
i
Persetujuan Pembimbing .......................................................................................
ii
Pengesahan Penguji ................................................................................................ iii Pernyataan Keaslian ............................................................................................... iv Kata Pengantar .......................................................................................................
v
Daftar Isi .................................................................................................................. viii
BAB I :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................
8
D. Review Studi Terdahulu ..............................................................
9
E. Metode Penelitian dan Tekhnik Penulisan .................................. 11 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 14 BAB II :
PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM A. Pengertian Cerai ......................................................................... 16 B. Cerai Gugat ................................................................................. 23 C. Dasar Hukum Cerai Gugat .......................................................... 24 D. Rukun dan Syarat Cerai Gugat .................................................... 27 E. Akibat dan Hikmah Cerai Gugat ................................................. 31
viii
BAB III :
PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Jakarta Timur ..................... 33 B. Kedudukan dan Letak ................................................................. 39 C. Struktur Organisasi Pengadilan ................................................... 39 D. Wilayah Yuridiksi ....................................................................... 41
BAB IV :
ANALISIS TERHADAP CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK A. Duduknya Perkara ....................................................................... 49 B. Pertimbangan Hukum Hakim ...................................................... 52 C. Analisis Penulis ........................................................................... 57
BAB V :
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 62 B. Saran ............................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 65 LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga dan bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa).1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 merupakan sebuah unifikasi hukum yang dilakukan oleh seluruh unsur masyarakat Indonesia, yang di dalamnya diatur segala hal yang berkaitan dengan perkawinan, baik itu untuk agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Undang-undang ini juga menghapus segala peraturan ataupun undangundang perkawinan yang ada atau berlaku sebelumnya, dengan kata lain seluruh peraturan yang mengatur perkawinan sejauh telah diatur dalam undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku, sebagaimanan bunyi pasal 66 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam setiap agama terdapat aturan-aturan perkawinan kepada pemeluknya. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Sedangkan menuut Kompilasi Hukum
1
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: DEPAG RI, 2001), h. 131 2
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1999), h. 537
1
2
Islam, Perkawinan menrurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.3 Tujuan perkawinan adalah agar dapat terbinanya hubungan antara seorang laki-laki dengan perempuan antara satu sama lain saling mencintai, menghasilkan keturunan dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulullah. 4 Fiqih pun telah menggariskan bahwa nikah berfungsi terjadinya akibat hukum yaitu kehalalan untuk berjima’. Perkawinan merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik untuk mengeluarkan dan memuaskan naluri seksual. Kemudian akibat dari perkawinan badan menjadi sehat, jiwa terasa tenang. Maka terpelihara dari pandangan haram dan ketenangan jiwa menikmati sesuatu yang halal.5 Dalam hal ini Abduttawab Haikal dalam bukunya rahasia perkawinan Rasulullah mengatakan bahwa dalam Islam, rumah tangga merupakan dasar dari kehidupan manusia dan merupakan faktor utama dalam membina masyarakat.6
3
Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Focus Media, 2007), h. 7
4
A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum Islam (Syari‟ah), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-1, h. 150 5
6
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: Daar al-Fath), Cet. Ke-1, Jilid 2, h. 9
Abduttawab Haikal, Rahasia Pekawinan Rasulullah saw, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet. Ke-1, h. 1
3
Membina sebuah mahligai rumah tangga atau hidup berkeluarga merupakan perintah agama bagi setiap muslim dan muslimah. Melalui rumah tangga yang Islami diharapkan akan terbentuk komunitas kecil masyarakat Islam.7 Terjadinya akad nikah telah menimbulkan hak dan kewjiban bagi suami istri. Hak suami berarti kewajiban yang harus diberikan oleh istrinya, dan hak istri berarti suatu kewajiban yang harus diberikan oleh suaminya. Salah satu hak yang harus dipenuhi oleh suami terhadap istrinya adalah nafkah. Nafkah seperti sandang, pangan, papan sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari karena menyangkut kebutuhan hidup yang tidak akan pernah lepas. Hak merupakan sesuatu yang harus diterima, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitu pula kehidupan antara suami istri dalam setiap rumah tangga. Apabila dua hal tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya, niscaya akan timbul percekcokan dan perselisihan rumah tangga. Islam menjadikan nafkah merupakan hak yang wajib didapatkan oleh istri dan sang suami, karena suami dianggap layak untuk mencari nafkah dengan kendala segala kondisi yang dimiliki oleh kaum laki-laki, baik secara fisik maupun akal fikiran. Secara kodrati para istri memang dianjurkan untuk tetap barada dirumah mengurus segala hal yang berkenaan dengan urusan rumah tangga, dari mulai mengurus dan mendidik anak, menyiapkan segala kebutuhan suami, juga merawat
7
M. Hasan Nur, Potret Wanita Saleha, (Jakarta: Penamadani, 2004), Cet. Ke-1, h. 61
4
dan membersihkan rumah, menjaga dan mengatur harta benda suaminya termasuk yang melekat pada dirinya adalah termasuk harta yang paling berharga yang dimiliki suaminya yang harus dijaga dan dipelihara kehormatannya karena berat dan besarnya pula tanggung jawab yang dimiliki istri dalam rumah tangga, maka mencari nafkah untuk mencukupi segala kebutuhan hidup dibebankan kepada suami. Idealnya kehidupan rumah tangga adalah untuk hidup rukun, bahagia dan tentram. Namun, sebuah perjalanan tidak selamanya mulus sesuai dengan yang diharapkan kadang terdapat perbedaan pandangan dalam memahami kehidupan dan kecekcokan pasangan suami istri tak terhindarkan, mereka merasa tidak nyaman dan tentram lagi dengan perkawinan mereka, karena pada kenyataanya membina hubungan keluarga tidaklah mudah bahkan sering kehidupan perkawinan tandas di tengah jalan.8 Islam tidaklah mengharamkan perceraian karena Allah swt. hanya membenci saja. Islam merupakan agama yang sangat toleran, memutuskan hubungan suami istri (cerai) adalah solusi alternatif yang darurat, karena bisa membahayakan kehidupan rumah tangga apabila tidak terjadi perceraian. Itupun harus dengan alasan-alasan yang memadai kendatipun perceraian dihalalkan namun sangat dibenci Allah swt.9
8
Chuzaemah T Yanggo dan A Hafidz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. Ke-3, h. 73 9
Muhamad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-2, h. 102
5
Namun demikian tidak jarang terjadinya bahwa tujuan mulia tersebut tidak sesuai dengan harapkan, karena pada kenyataanya membina suatu perkawinan yang bahagia tidaklah mudah bahkan sering kehidupan perkawinan tandas ditengah jalan10. Akibatnya timbullah perceraian-perceraian merupakan problematika dalam keluarga yang akan membawa kehancuran, terutama bagi anak-anak.11 Tidak sedikit anak-anak yang menjadi korban karena orang tuanya berpisah, pendidikannya terlantar, tidak terurus, dan kandas di tengah jalan. Selain itu terjadinya perbedaan dan pertentangan kemarahan, dan segala yang mengingkari cinta diantara suami istri. Kalau kasih cinta sudah hilang akan berubahlah pilar-pilar perkawinan. Mereka jatuh kelembah kehidupan yang susah dan pemikiran yang bimbang karena pada dasarnya kesatuan dan kekompakkan dalam segala hal merupakan kunci kesuksesan dan kebahagiaan serta sumber segala ketenangan. Lain halnya kalau akan menghilangkan bagi kedua belah pihak.12 Fenomena cerai gugat merupakan fenomena yang banyak terjadi belakangan ini dari mulai artis hingga masyarakat umum. Kasus istri yang menggugat cerai bukanlah hal tabu lagi, sebagian besar perceraian didominani oleh perempuan yang menuntut cerai. Penyebabnya sangat umum, dari mulai faktor ekonomi, sang suami
10
Chuzaemah T Yanggo dan A Hafidz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Cet. Ke-3, h. 73 11
Departemen Agama, Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Jenderal Pembinaan badan Peradilan Agama Islam, 1997), h. 2 12
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-2, h. 218
6
kurang bertanggung jawab, sampai masalah perselingkuhan. Selain itu masalah yang kerap melekat bagi seorang istri bahwa “istri ikut suami sudah tidak zamannya lagi”. Dan istri akan menderita bila ditinggalkan suami sudah usang juga buktinya kalau dulu kaum suamilah yang menceraikan istri, tapi sekarang istrilah yang banyak menceraikan suami. Apabila masalah yang ada sudah tidak dapat lagi diselesaikan selain dengan perceraian dan sampai terjadi keadaan demikian (tidak memberikan nafkah), yang dilatar belakangi oleh banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu diantaranya adalah semakin resah gelisahnya para lapisan masyarakat khususnya kalangan menengah kebawah terhadap imbas dari kenaikan harga BBM yang berlangsung pada bulan Oktober 2005 dan krisis global yang mendera seluruh dunia sehingga imbasnya pada perusahaan yang tidak mampu lagi membiayai biaya operasional perusahaanya, akibatnya perusahaan-perusahaan merumahkan sebagian karyawannya untuk mengurangi dan mengatasi biaya tersebut. Sehingga para kepala rumah tangga tidak dapat lagi menafkahkan keluarganya, akan memungkinkan para kepala rumah tangga ditinggal oleh istrinya karena tidak mampu lagi memberi nafkah pada keluarganya. Penulis pun merasa berat beban yang dipikul oleh kepala rumah tangga (suami), selain itu juga faktor lain dimana suami tidak memberikan nafkah adalah pertengkaran,
perselisihan
terus
menerus
dan
perbedaan
kehendak
yang
mengakibatkan tidak ada harapan lagi untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah. Disinilah permasalahan kian terpuruk, sementara apabila melihat pendapatan suami yang sangat minim sekali, bahkan kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan keluargapun tidak dapat dipungkiri lagi.
7
Permasalahannya adalah bagaimana apabila suami tidak mampu dalam menghadapi problematika rumah tangga tersebut (suami tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan nafkah sehari-hari terhadap istri dan anak-anaknya, dan pertengkaran pun tidak dapat dipungkiri lagi). Kemudian apakah dia harus bercerai karena melihat kenyataan nasib suami seperti ini dan sangat sudah tidak memungkinkan lagi untuk melangsungkan penghidupan keluarganya, akan tetapi masih mempertahankan perkawinannya sementara perselisihan dan pertengkaran antara suami istri terus berkepanjangan? Inilah sorotan penulis untuk dikaji pada bab berikutnya. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin untuk membantu dengan sedikit banyak memberikan jawaban dan pengetahuan tentang hal tersebut. Oleh karena itu, penulis mencoba mengkaji analisis penelitian tentang “CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK (Pemutusan Hak Kerja) (Analisis Putusan Perkara No. 590/Pdt.G/2009/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur).” Dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan ini adalah untuk mengetahui pandangan para hakim yang ada di Indonesia khususnya yang ada pada Pengadilan Agama Jakarta Timur dimana saya melakukan analisis dan observasi mengenai proses perkara cerai gugat akibat suami di-PHK, lalu lebih jauh lagi tentang akibat-akibat yang terjadi dalam perceraian khususnya cerai gugat. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dari latar belakang permasalahan maka fokus masalah yang ingin dibahas cerai gugat dalam skripsi ini dibatasai pada tidak ada kecocokan lagi antara suami
8
istri dikarenakan suami tidak lagi bekerja akibat di-PHK, dan putusan perkara No.590/Pdt.G/2009/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur dibatasi pada perkara yang terjadi perselisihan dalam kehidupan rumah tangga dikarenakan masalah ekonomi dan tidak ada lagi kecocokan. 2. Rumusan Masalah Sesuai dengan tugas seorang istri terhadap keluarga, atas dasar setia pada pernikahan istri seharusnya memberi dorongan dan semangat kepada suami yang diPHK, pada kenyataannya istri menggugat cerai suami dengan serta merta. Sejalan dengan pembatasan dan rumusan masalah di atas, timbul beberapa pertanyaan tersebut dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah suami di-PHK bisa dijadikan alasan dalam perceraian ? b. Apa yang menjadi dasar hukum hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memutuskan perkara cerai gugat akibat suami di-PHK ? c. Bagaimana proses penyelesaian perkara cerai gugat akibat sumai di-PHK di Pengadilan Agama Jakarta Timur ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai melalui penulisan ini adalah 1. Untuk mengetahui bisa tidaknya suami di-PHK menjadi alasan suatu perceraian. 2. Untuk mengetahui dasar hukum hakim dalam memutuskan perkara cerai gugat akibat suami di-PHK di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
9
3. Untuk mengetahui proses penyelesaian perkara cerai gugat akibat suami diPHK di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah 1. Untuk Kalangan Akademis: Seperti mahasiswa dan pengamat akademis dengan adanya skripsi ini yang menyajikan wacana pemikiran, dan juga bisa dijadikan informasi untuk dibahas lebih lanjut dan bahan untuk didiskusikan. 2. Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan: Memberikan sumbangan khususnya fiqh munakahat sehingga mengetahui tentang pandangan hukum Islam mengenai faktor ekonomi sebagai pemicu perceraian di Pengadilan Agama. D. Review Study Terdahulu Dalam karya ilmiah ini, penulis menemukan data yang berhubungan dengan bahasan mekanisme penyelesaian permohonan cerai gugat akibat suami di-PHK, antara lain: 1. Judul skripsi “Cerai Gugat Karena Suami Tidak Mampu Memberikan Nafkah (studi analisis putusan perkara No.732/Pdt.G/2006/PA.Bdg-Jawa Barat)” yang ada pada wilayah Bandung dengan kejadian perkara adalah tahun 2006, skripsi ini disusun oleh Nurhayani, skripsi tersebut membahas tentang menurut pertimbangan hakim dan menekankan pada realitanya yang mencari nafkah tidak hanya suami tapi istri pun juga bisa mencari nafkah dalam kehidupan modern. 2. Judul skripsi “Penyelesaian Perceraian Karena Suami Tidak Memberikan Nafkah (studi kasus pada putusan No.269/Pdt.G/2005/PA.Bgr-Jawa Barat)”
10
yang ada pada wilayah Bogor, skripsi ini disusun oleh Muhamad Khaliludin, skripsi
tersebut
membahas
menekankan
analisanya
pada
prosedur
penyelesaiannya terhadap kasus perceraian karena suami tidak memberikan nafkah, yang ditangani di Pengadilan Agama Bogor. 3. Judul skripsi “Gugat Cerai Suami Yang Tidak Memberikan Nafkah Karena Penyakit Yang Sulit di Obati Menurut Fikih dan KHI (studi kasus pada putusan No.1228/Pdt.G/2007/PA.JS)” yang ada pada wilayah Jakarta Selatan, skripsi ini disusun oleh Robitatul Adawiyah. Skripsi tersebut membahas tentang pengertian nafkah, alasan istri menggugat cerai suami, dan analisa. Substansi dalam karya ilmiah tersebut di atas jelas berbeda dengan penemuan yang penulis bahas, yakni: 1. Wilayah kejadian perkara yang penulis analisis adalah di Pengadilan Agama Jakarta Timur 2. Penggugat bernama Eryanawati binti M. Husin dan tergugat bernama Syaiful Aswan bin Sulaiman 3. Tergugat meninggalkan keluarga selama 4 tahun dikarenakan masalah ekonomi sebab tergugat tidak bekerja lagi (PHK) 4. Tahun kejadian perkara tahun 2009 Dengan demikian penulis menggaris bawahi bahwasanya bahasan ini tidak ada kesamaan isi dan pertimbangan hakim berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Jakarta Timur, karena perkara cerai gugat akibat suami di-PHK dengan nomor perkara 590/Pdt.G/2009/PA.JT, terjadi di Pengadilan Agama Jakarta
11
Timur dan menganalisis tentang ketidak adilan terhadap suami yang telah memberikan nafkah, dan pada saat tidak bekerja lagi dikarenakan faktor kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan disebabkan kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat, lalu suami digugat cerai. E. Metode Pembahasan dan Tekhnik Penulisan Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi ini, maka antara lain penulis menggunakan beberapa metode antara lain: 1. Pendekatan Penelitian Pendekatannya adapun jenis penelitian setelah penulis menggunakan dalam penelitian ini adalah memakai metode penelitian normatif,13 yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif nya, yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan atau data sekunder belaka.14 2. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian setelah penulis melihat data yang dibutuhkan dalam judul skripsi ini, maka termasuk dalam kategori penelitian kualitatif lebih khususnya dengan menggunakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejalanya. Adapun tujuan
13
Jhony Ibrahim, Teory dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Banyumedia Publishing, 2007), Cet. Ke-3. h. 57 14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), h. 14
12
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan suatu objek secara sistematis.15 3. Sumber Data Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder. Di bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data primer dan sekunder. a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti,16 yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.17 Dalam hal ini berupa berkas putusan perkara perceraian yang didapatkan dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang berkekuatan hukum tetap yakni putusan cerai gugat akibat suami di-PHK dengan nomor perkara 590/Pdt.G/2009/PA.JT, selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) terhadap hakim yang memeriksa perkara ini, kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 43
16
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h. 5
17
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. Ke-7, h. 113
13
diajukan, yamg memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dokumendokumen yang dimaksud adalah Al-Qur,an Hadist, buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilsai Hukum Isalam (KHI), serta peraturan lainnya yang dapat mendukung skripsi ini. 4. Tekhnik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Observasi, yaitu untuk menentukan data-data awal penelitian. b. Interview atau wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi,18 yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada kaitannya denagan judul skripsi ini yaitu hakim yang memeriksa perkara cerai gugat akibat suami di-PHK. Disini penulis menggunakan wawancara tersruktur yang tentunya dipersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada majelis hakim yang di wawancarai. Dengan tujuan agar memperoleh data yang lengkap untuk kesempurnaan skripsi ini. c. Studi dokumenter, untuk mendapatkan data-data tentang masalah yang diangkat. d. Studi Pustaka
18
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, h. 72
14
5. Teknik Analisis Data dan Pedoman Penulisan Metode data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas dari data yang sudah diperoleh berupa putusan pengadilan dan mengambil isinya dengan menggunakan metode content analysis. Data kemudian dianalisis dan di interpretasikan dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti. Adapun teknik penulisan pada skripsi ini penulisan menggunakan standar buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist dalam penulisannya diketik satu spasi walaupun kurang dari enam baris. b. Kutipan dari buku-buku yang masih dalam ejaan lama disesuaikan dengan ejaan yang disempunakan (EYD). c. Dalam daftar pustaka Al-Qur’an ditulis pada urutan pertama sebelum sumber lainnya, yang kemudian disusul dengan sumber berikutnya sesuai dengan urutan alphabet. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab, tiap bab terdiri dari sub-sub bab. Perincian sistematika tersebut adalah sebagai berikut: Bab Pertama, Dalam bab ini memuat tentang pendahuluan yang menguraikan tentang batasan dan rumusan masalahan, latar belakang masalah, tujuan
15
dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, sistematika penulisan, dan diakhiri dengan penutup. Bab Kedua, Dalam bab ini akan dikemukakan tentang pengertian perceraian termasuk pengertian cerai gugat, rukun dan syarat, akibat perceraian, dasar hukum perceraian dan macam-macam perceraian dan hikmah. Bab Ketiga, Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan secara terperinci terkait dengan gambaran wilayah Pengadilan Agama Jakarta Timur, sekilas tentang Pengadilan Agama Jakarta Timur, struktur organisasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur, dan wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur. Bab Keempat, Merupakan bab inti dalam skripsi ini, karena dalam bab ini akan membahas terkait dengan duduk perkara cerai gugat akibat suami di-PHK di Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 590/Pdt.G/2009/PA.JT, landasan yuridis dan análisis putusan perkara cerai gugat akibat suami di-PHK. Bab Kelima, Dalam bab ini sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran, tidak lupa penulis mencantumkan lampiran
yang diperlukan.
BAB II PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM A. Pengertian Perceraian Perceraian diambil dari kata ”cerai” dan dalam bahasa Arab sering disebut dengan ”thalaq”. Thalaq secara etimologis adalah sebagaimana tertera di dalan kitab Lisan al-Arab karangan Ibnu Manzur yang mempunyai arti ”melepaskan atau meninggalkan”.1 Perceraian adalah merupakan akibat dari suatu hubungan yang disebabkan oleh adanya hubungan perkawinan. Keduanya (antara perkawinan dan perceraian) saling berhubungan, dimana percerian hanya dapat terjadi karena adanya sebuah ikatan perkawinan. Thalaq menurut bahasa adalah membuka ikatan, sedangkan menurut syara’ adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan antara suami istri.2 Sedangkan thalaq menurut istilah adalah memutuskan tali perkawinan yang sah dari pihak suami dengan kata-kata yang khusus, atau dengan apa yang dapat mengganti kata-kata tersebut.3 Dalam Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan thalaq sebagai ikrar suami dihadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan,
1
Abi Abdullah bin Yazid al-Qazuainy, Sunan Ibnu Majah, (Beirut, Lebanon: Daar el-Fikr, 1994), h. 633 2
3
Djaman Nur, Fiqh Munakahat, (Semarang: Dinan Utama, 1993), Cet Ke-1, h. 134 S. Ziyad Abbas, Fiqh Wanita Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991), h. 43
16
17
degan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.4 Kompilasi Hukum Islam memberikan pernyataan yang hampir sama dengan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, dijelaskan pada bab XVI pasal 115 yang berbunyi: ”Perceraian hanya dapat dilakuan di depan sidang pengadilan Agama setelah Pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.5 Penulis tidak menjumpai pengertian yang jelas tentang perceraian dalam hukum positif yang mengatur tentang perkawinan. Dalam UUP No. 1 tahun 1974 pasal 38 dan KHI pasal 113 hanya menyebutkan sebab-sebab putusnya perkawinan yaitu disebabkan karena kematian, perceraian, dan putusan pengadilan. 1. Dasar Hukum Aturan main perceraian (thalaq) dalam Islam telah diatur melalui koridorkoridor Al-Qur’an dan Sunah. Dengan adanya aturan-aturan perceraian dalam kedua sumber tadi (Al-Qur’an dan Sunah) dapat dijadikan landasan bahwa agama Islam membolehkan perceraian, adapun lebih jelasnya dalil yang menjelaskan tentang thalaq adalah sebagai berikut: a. Al-Qur’an surat at-Thalaq ayat 1
4
Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, h. 39
5
Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, h. 38
18
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddah (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan yang keji yang terang. Itulah hukum-hukum allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum allah, maka sesungguhnya mereka telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui baranmg kali allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”. b. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 229
Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang lalim”.
19
c. Al-Hadist
6
Artinya: ”Dari Ibnu Umar r.a, berkata: Rasulullah saw. bersabda:Diantara barang-barang yang halal yang dibencioleh Allah swt. adalah thalaq. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan disahkan oleh hakim dan Abu Hatim menguatkan kemursalannya)”. 2.
Macam-macam Hukum Perceraian a. Wajib Apabila perselisihan antara suami istri lalu tidak ada jalan yang dapat
ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua hakim yamg mengurus perkara keduanya. Jika kedua orang hakim tersebut memandang bahwa peceraian lebih baik bagi mereka, maka saat itulah menjadi wajib.7 b. Makruh Yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan. Sebagaiman ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang ini terdapat dua pendapat. Pertama, bahwa talak tersebut haram dilakukan, karena dapat menimbulkan mudharat bagi dirinya juga bagi istrinya, serta tidak mendatangkan manfaat apapun. Kedua, menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan. 8
6
Muh Sjarief Sukandy, Tarjamah Bulugul Maram Fiqh Berdasarkan Hadist, (Bandung: alMa’arif, 1976), Cet. Ke-2, h. 393 7
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 208
8
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 209
20
c. Mubah Talak yang dibutuhkan karena kebutuhan. Misalnya karena buruknya akhlak istri dan kurang baiknya pergaulan yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan. d. Sunnah Yaitu talak yang dilakukan pada saat istri mengabaikan hak Allah yang diwajibkan kepadanya, misalnya shalat, puasa, dan kewajiban lainnya, sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi memaksanya. e. Mazhur (terlarang) Yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid. Para ulama di Mesir telah sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini juga disebut dengan talak bid’ah. Disebut bid’ah karena suami yang menceraikan ini menyalahi sunnah Rasul dan mengabaikan perintah Allah dan Rasulnya. 9 3. Pembagian Talak Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, maka talak itu dibagi tiga macam, sebagai berikut: a. Talak Sunni Yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah dan karenaya disepakati keabsahannya oleh para ulama. Talak Sunni ialah talak satu kali (bukan
9
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 211
21
dua kali atau tiga kali sekaligus) yang dijatuhkan seorang suami terhadap istrinya yang dalam keadaan suci dan tidak dicampuri dalam masa sucinya yang sekarang.10 b. Talak Bid’i Yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid’i ialah: 1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik dipermulaan haid maupun dipertengahannya. 2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud.11 c. Talak La Sunni Wala Bid’i Yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula talak bid’i, yaitu: 1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli. 2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid. 3) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil. Para ulama sepakat bahwa talak itu bid’i adalah haram hukumnya, dan karenanya barang siapa melakukannya, maka ia dianggap telah berdosa.
10
Muhamad Bagir al-Habsiy, Hukum Fikih Praktis Menurut Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), Cet. Ke-1, h. 194 11
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 191
22
Ditinjau dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka dibagi dua macam: a. Talah Sharih Yaitu talak dengan mempergunakan dengan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi. b. Talak Kinayah Yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar. Seperti suami berkata kepada istri ”keluarlah engkau dari rumah ini sakarang”. Ditinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami meruju’ kembali bekas istri, maka talak dibagi menjadi dua: a. Talak Raj’i Yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali atau kedua kali dijatuhkan.12 b. Talak Ba’in Yaitu talak yang putus secara penuh dalam arti tidak memungkinkan suami kembali kepada istrinya kecuali dengan nikah baru. Talak ba’in terbagi dua macam:
12
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 196-197
23
1) Talak Bain Sughra, ialah talak yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhalil. 2) Talak Bain Kubra, yaitu talak yang tidak memungkinkan suami ruju’ kembali kepada mantan isrinya. Dia boleh kembali lagi
kepada istrinya setelah
istrinya itu kawin dengan laki-laki laindan bercerai pula dengan laki-laki itu dan habis masa iddahnya.13 B. Cerai Gugat Gugat cerai (khulu’) terdiri dari lafdz kha-la-‟a yang berasal dari bahasa arab, secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan kata khulu’ dengan perkawinan karena dalan Al-Qur’an disebutkan suami itu sebagai pakaian bagi istrinya dan istrinya merupakan pakaian bagi suaimnya14. Dalam surat Al-Baqarah ayat 187 Allah swt berfirman :
Artinya: ”Mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian bagi mereka”. Khulu’ menurut bahasa berarti tebusan. Dan menurut istilah khulu’ ialah talak yang diucapkan istri dengan mengembalikan mahar yang pernah dibayarkan suami,15 Muhammad Jawad Mughniyah dalam fiqh lima mazhab bahwa khulu’ ialah
13
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 221-222
14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-1, h. 231 15
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2006), Cet. Ke-5, h. 305
24
penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk menebus dirinya ikatan perkawinan dari suaminya.16 Khulu’ secara harfiah berarti ”lepas” atau ”copot”, ulama mendenifisikan 17
فر قة بعو ض بلفط طال ق او خلع
Artinya: ”Peceraian dengan tebusan (dari pihak isteri kepada pihak suami) dengan menggunakan lafadz talak atau khulu”. Dari beberapa definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa khulu’ ialah permintaan cerai oleh pihak istri kepada pihak suami dengan memberi kembali mahar yang telah diberikan suami. C. Dasar Hukum Cerai Gugat Khulu’ itu peceraian dengan kehendak istri. Hukumnya menurut ulama adalah boleh atau mubah. Khulu’ boleh dilakukan apabila ada sebab yang menghendakinya, seperti bentuk suami atau akhlaknya yang buruk atau suami mengganggu istri dan tidak menunaikan haknya, atau istri takut jauh dari Allah dalam bergaul dengan suaminya. Jika tidak ada sebab yang mendorongnya, maka khulu’ dilarang. Dasar dari kebolehannya tedapat dalam surat Al-Baqarah ayat 229:18
16
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Beirut: Dar al-Jawad, 2006), h. 456
17
Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003), Cet. Ke-1, h. 131 18
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), Cet. Ke-1, h. 184
25
Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka (istriu) kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, merreka itulah orangorang yang dianiaya (Al-Baqarah: 229)”. Dalam melaksanakan kehidupan suami istri kemungkinan terjadi kesalah pahaman antara suami istri, atau salah satu dari mereka, atau keduanya tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan tidak adanya kepercayaan satu sama lain. Keadaan tersebut adakalanya dapat diselesaikan dan hubungan suami istri tersebut menjadi baik, adakalanya hal tersebut tidak dapat diselesaikan dan bahkan kadang-kadang menimbulkan kebencian, kebengisan dan pertengkaran yang terus menerus terjadi antara suami istri tersebut. Melanjutkan perkawinan yang demikian akan dapat menimbulkan perceraian yang lebih besar dan meluas diantara anggotaanggota keluarga yang telah dibentuk.19
19
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 145
26
Untuk menjaga hubungan keluarga dan menghindari suatu pertengkaran yang terjadi terus menerus, maka agama Islam mensyari’atkan perceraian, akan tetapi bukan berarti agama Islam menyukai perceraian, agama Islam tetap memandang perceraian sebagai suatu yang tidak diharapkan.20 Adapun dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum perceraian adalah 1. Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 19
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. 2. Al-Hadist
21
20
21
(
)
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 147
Al-Imam Hafidz Abi Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, (Kairo: Dar al-Harin, 1988 M/1408 H), Juz 2, h. 261
27
Artinya: ”Dari Ibnu Umar ra, berkata bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda: sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (perceraian). (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Al Hakim dari Ibnu Umar)”. Karena itu hadits tersebut menunjukkan bahwa talak atau perceraian merupakan alternatif terakhir sebagai ”pintu darurat” yang boleh ditempuh manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya. Sifatnya sebagai alternatif terakhir karena Islam menunjukkan sebelum terjadinya talak atau perceraian, harus ditempuh jalan damai terlebih dahulu antara kedua belah pihak dengan melalui hakim (arbirator) dan kedua belah pihak.22 D. Rukun dan Syarat Cerai Gugat Didalam khulu’ itu terdapat bebeapa unsur yang merupakan rukun yang menjadi karakteristik dari khulu’ itu dan didalam setiap rukun terdapat beberapa syarat yang hampir keseluruhannya menjadi pertimbangan ulama. Adapun yang menjadi rukun khulu’ adalah: 1. Suami yang menceraikan isrtinya dengan tebusan. 2. Istri yang meminta cerai dari suaminya dengan uang tebusan. 3. Uang tebusan 4. Alasan untuk terjadinya khulu’.
22
6, h. 269
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. Ke-
28
Khulu’ sah apabila telah ada syarat-syarat berikut: 1. Kerelaan dan Persetujuan Sepakat ahli fikih bahwa khulu’ dapat dilakukan berdasatkan kerelaan dan persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat di pihak orang lain. Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ dari istrinya, sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri. Maka ia dapat mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan. Hakim hendaklah memberi keputusan perceraian antara kedua suami istri itu, apabila ada alat-alat bukti yang dijadikan daar-dasar gugatan oleh pihak istri. Sepakat para ahli fiqh bahwa istri yang dapat dikhulu’ adalah istri yang mukallaf dan telah terikat akad nikah yang sah dengan suaminya. Adapun istri yang tidak atau belum mukallaf, yamg berhak mengadakan atau mengajukan khulu’ kepada suami ialah wali. Istri yang mengajukan khulu’ kepada suaminya diisyaratkan hal sebagai berikut: a. Ia adalah seorang yang berada dalam wilayah si suami. b. Ia adalah yang telah dapat betindak atas harta, karena untuk kepeluan pengajuan khulu’ memerlukan harta.23
23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 235
29
2. Iwadh Iwadh merupakan ciri khas dari khulu’, selama iwadh belum diberikan istri kepada suami, maka selama itu pula tergantung perceraian. Setelah iwadh disahkan oleh pihak istri kepada suami barulah terjadi perceraian. Bentuk iwadh sama seperti mahar. Benda apa saja yang dapat dijadiakan mahar dapat pula dijadikan iwadh. Mengenai jumlah iwadh yang terpenting ialah persetujuan pihak-pihak suami dan istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang atau lebih dari jumlah mahar yang pernah dijadikan oleh pihak istri diwaktu terjadinya diakad nikah. 3. Shigat Shigat atau ucapan cerai yang disampaikan oleh suami yamg dalam ungkapan tersebut dinyatakan ”uang ganti” atau ”iwadh”. tanpa menyebutkan ganti ini ia menjadi talak biasa, seperti ucapan suami ”saya ceraikan kamu dengan tebusan sebuah motor”. Dalam hal shigat tau ucapan khulu’ ini terdapat beda di kalangan ulama. Menurut ulama ucapan khulu ada dua macam: a. Sharih Sharih itu tebagi menjadi tiga yaitu: 1) Lafaz khulu’ itu sendiri seperti ucapan suami ”saya khulu’ kamu dengan iwadh sepeda motor” 2) Lafaz tebusan seperti ucapan suami ”saya cerai dengan tebusan sekian....” 3) Lafaz fasakh seperti ucapan suami ”saya fasakh dengan iwadh sebuah kitab suci Al-Qur’an”.
30
b. Kinayah Yaitu lafaz lain yang tidak langsung berarti perceraian tapi dapat digunakan untuk itu. Terjadi khulu’ dengan lafaz kinayah ini disyaratkan harus disertai dengan niat. Umpamanya ucapan suami ”pergilah pulang ke rumah orang tuamu dan kamu membayar iwadh sebanyak sejuta rupiah”.24 4. Adanya Alasan Untuk Terjadinya Khulu’ Baik dalam ayat Al-Qur’an dan sunnah terlihat adanya alasan untuk terjadinya khulu’ yaitu khawatir tidak akan mungkin melaksanakan tugasnya sebagai yang menyebabkan dia tidak dapat menegakkan hukum Allah. Ada beberapa syarat bagi pasangan suami istri untuk bisa melakukan khulu’. Syarat-syarat tersebut adalah: a. Seorang istri boleh meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu’ jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan ia merasa takut tidak akan menegakkan hukum Allah swt. b. Khulu’ itu hendaknya dilakukan sampai selesai tanpa dibarengi dengan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh suami. Jika pihak suami melakukan penganiayaan. Maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun dari istrinya.25
24
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 236
25
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 304
31
E. Akibat dan Hikmah Cerai Gugat 1. Akibat Cerai Gugat Adapun akibat dari cerai gugat adalah bahwa seorang istri yang telah dikhulu’ oleh suaminya, ia berhak atas dirinya karena istri telah memiliki dirinya, ia bebas menentukan dirinya sendiri. Menurut jumhur ulama termasuk imam mazhab berpendapat bahwa suami tidak boleh merujuk lagi dengan mantan istrinya setelah ia menerima iwadh sebagai tebusan dari sang istri.26 Dan mantan suami tersebut tidak berhak rujuk dalam masa iddah, sebab dengan khulu’ tersebut telah terjadi talak bain.27 a. Rujuk Rujuk sesudah khulu’ jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh melakukan rujuk setelah khulu’, karena meskipun khulu’ itu berbentuk talak, namun termasuk talak bain sugra yang tidak memungkinkan untuk rujuk kembali, kecuali dengan pernikahan yang baru, dimana harus terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya nikah. b. Iddah Wanita yang diceraikan melalui proses khulu’ harus menunggu sampai ia haid satu kali sebelum nikah dengan lelaki lain. Dikisahkan bahwa Rabiah binti Mu’awidz diceraikan melalui proses khulu’ oleh suaminya. Ia lalu mendatangani Ustman dan
26
Tengku Muhamad Hasbi Ash-Shidieqiy, Koleksi Hadist-hadist Hukum, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 290 27
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 307
32
bertanya, ”bagaimana iddah ku?” Ustman menjawab tidak ada kewajiban iddah bagimu. Jika engkau baru saja diceraikan melalui khulu’, maka engkau tidak boleh menikah hingga engkau mengalami haid satu kali. Dalam hal ini, aku mengikuti keputusan Rasulullah saw terhadap Maryam al-Mughaliyah, istri Tsabit bin Qais yang meminta khulu’ dari suaminya.28 2. Hikmah Cerai Gugat Adapun hikmah dari cerai gugat adalah hikmah dibolehkan khulu’ adalah memberikan kemaslahatan kepada umat manusia yang telah dan sedang menempuh hidup berumah tangga dalam masa perkawinan itu mungkain ditemukan hal-hal yang tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan. Menurut Amir Syarifuddin bahwa hikmah khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan suami istri. Bila suami berhak melepaskan diri dari hubungan dengan istrinya menggunakan dengan cara talak, istri juga mempunyai hak dan kesempatan bercerai dari suaminya dengan cara khulu’.29 Jadi jelas dengan adanya khulu’, pihak istri bisa menggunakan haknya yang mana hak bercerai bukan untuk pihak laki-laki (suami) saja, melainkan istri bisa mempergunakannya dan dengan alasan-alasan yang tepat.
28 29
Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h. 264 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 234
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Sejarah Singkat Di wilayah Nusantara, sebelum pemerintahan kolonial Belanda terdapat empat macam lembaga Pengadilan, Pengadilan Pradata, Padu, Adat dan Peradilan Serambi. Pengadilan Pradata merupakan Pengadilan Kerajaan yang menangani kasus-kasus tindak pidana dan kasus-kasus makar yang ditangani oleh Raja secara langsung. Sedangkan Pengadilan Padu ditangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Raja menangani kasus-kasus perdata dan pidana ringan. Pengadilan Adat menangani yang berhubungan dengan sengketa masyarakat adat ditangani oleh Kepala Adat kebanyakan terdapat di wilayah Indonesia diluar Pulau Jawa. Pengadilan Serambi, pada masa Sultan Agung memerintah kerajaan Mataram, mengggantikan pengadilan Pradata yang kewenangannya meliputi kasus pidana dan perdata. Kekuasaan Pengadilan serambi dijabat oleh Raja, akan tetapi dalam prakteknya ditangani oleh para Penghulu yang diangkat oleh Raja.1 Pada awal pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaan Pengadilan Agama masih tetap dipertahankan. Bahkan keberadaanya diakui dalam Staats Blaad 1882 Nomor 152 tanggal 19 Januari 1882 untuk Pengadilan Agama di wilayah Jawa dan Madura dan dalam Staatsblaad 1937 Nomor 638 untuk Pengadilan Agama diwilayah Kalimantan Selatan dan Timur, meliputi perkawinan, perceraian, waris dan wakaf.
1
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal. 7
33
34
Sejak 1 April 1937, kewenangan Pengadilan Agama diwilayah Jawa dan Madura dipersempit hanya berwenang mengadili kasus perkawinan dan perceraian, sedangkan kasus waris dan wakaf menjadi wewenang Ladraad (sekarang Pengadilan Negeri). 2 Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintahan Hindia Belanda terhadap Peradilan Agama, pada tahun 1982 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 maret 1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta ditiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari : 1. Komandan Distrik sebagai Ketua 2. Para Penghulu Masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota3 Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap pasal 13 Staatsblad 1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 Pemerintah dimasa itu mengeluarkan penjelasan pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut : “Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka “pendeta” memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiyaan yang timbul dari keputusan dari para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilanpengadilan biasa”. 4
Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum,
2
R. Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, 1970, hal. 68
3
Dadang Muttaqien, dkk, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: UI Press, 1999), h. 41 4
Staatsblad No. 22 Tahun 1820.
35
karena beranggapan bahwa bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW). Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuain Undang-undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada pemerintahannya, dalam nota itu dikatakan bahwa5 : “Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka”. Secara khusus, sejarah lahirnya Pengadilan Agama kelas 1A Jakarta Timur di pimpin oleh Menteri Agama RI yang tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 tahun 1963 jo Nomor 4 tahun 1967.6 Adapun kronologis Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah Sebagai berikut: a. Pada saat itu, Pengadilan Agama di tanah betawi hanya memiliki satu Pengadilan Agama yaitu “Penghadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu oleh dua (2) kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga ibukota ini kian bertambah, sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67
5
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011 dari www.pa-jakartatimur.net
6
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 21
36
tahun 1963 jo Nomor 4 tahun 1967 yang berbunyi antara lain: “Membubarkan kantor-kantor cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam daerah khusus Ibukota Jakarta Raya. (Keputusan Menteri Agama Nomor 67 tahun 1963 jo Nomor 4 tahun 1967).7 b. Pada tahun 1966 Gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui keputusan beliau Nomor Ib.3/1/1/1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk Ibukota Negara ini menjadi 5 wilayah dengan sebutan Kota Administratif. Membentuk kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru sederajat atau setara dengan Kantor Agama tingkat II, yaitu : 1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur 3) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat 4) Kntor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan 5) Kantor Cabang Pengadilan Agam Jakarta Utara. c. Pengadilan Agama istimewa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan daerah ibukota Jakarta Raya, adalah kantor induk Pengadilan Agama Jakarta Raya, ditetapkan berkedudukan di kota Jakarta Pusat dan secara khusus bertugas pula sebagai Pengadilan Agama seharihari bagi wilayah kekuasaan Jakarta Pusat.8
7
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 32
8
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 33
37
Berdasarkan pertimbangan tersebut, melalui Keputusan Gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/I/I1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka pada tanggal 18 Februari 1967 diresmikan sebutan maupun operasional Pengadilan Agama di lima wilayah daerah khusus ibukota, terutama Pengadilan Agama Jakarta Timur menjadi berikut: 1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2. Pengadilan Agama Jakarta Utara 3. Pengadilan Agama Jakarta Barat 4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan 5. Pengadilan Agama Jakarta Timur Pengadilan Agama Jakarta Timur, terbentuk dan berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama diwilayah hukum daerah ibukota (DKI) Jakarta.9 Pada tanggal 1 Maret 2004 kantor lama di jl. Raya Bekasi km.18 Pulo Gadung Jakarta Timur, pindah ke kantor barunya di jl. PKP no. 24 Kelapa II Wetan Ciracas Jakarta Timur. Segala pelayanan masyarakat dan sidang berpindah pula di kantor tersebut. Pada tanggal 16 Maret 2004, bersamaan dengan itu dilantik H. Helmy Bakrie, S.H. Sebagai ketua yang menjabat sampai dengan tanggal 30 November 2004, dan selanjutnya di ketuai oleh Drs. H. Ruslan Harun al-Rasyid, S.H, M.H. sampai dengan tanggal 6 Juni 2006, selanjutnya Pengadilan Agama Jakarta Timur
9
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 35
38
diketuai oleh Drs. Syarif Usman, S.H. Dan tahun 2008 hingga sekarang dibawah pimpinan Drs.H. Wakhidun AR, S.H, M. Hum. Sebagai sebuah negara yang merdeka dan bedaulat yang dibentuk dengan konstitusi made in Bangsa Indonesia sendiri, dimana setelah 25 tahun (seperempat abad) tetap dalam mimpi indah yang panjang, kemudian tersentak bangun sehingga terbitnya Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pada pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 10 ayat (1) dari undangundang yang baru disebutkan, terukir bahwa lembaga Peradilan Agama dilegitimasi dan disejajarkan dengan badan-badan peradilan lainnya. Untuk selanjutnya atas berkat rahmat Allah swt. yang dicerahkan kepada umat Islam di bumi pertiwi ini, maka terbit pula Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tesebut di atas telah diperbaiki dengan lahirnya Undang-undang RI No. 35 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 14 tahun 1970 pada pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa: ”Badan-badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) secara organisasi administratif, dan finansial berada di bawah Kekuasaan Mahkamah Agung RI. Sedangkan pada pasal 11 A ayat (2) meyabutkan bahwa Pengadilan organisasi, admiistratif, dan finansial bagi Peradilan Agama waktunya tidak dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama tahun sejak Undangundang ini belaku, yaitu tanggal 31 Agustus 1999.
39
Menyikapi aspirasi tentang langkah unuk memasuki satu atap dibawah Mahkamah Agung RI sebagaiamana tercemin pada pasal 4 ayat (1) KEPRES RI tahun 2004 di Audtorium Mahkamah Agung RI jl. Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta, dengan dihadiri Ketua Mahkamah Agung RI Prof. DR. Bagir Manan, SH, dan Menteri Agama RI Prof. DR. Said Agil al-Munawar, MA. B. Kedudukan dan Letak Pengadilan Agama Jakarta Timur berkedudukan di Kelapa Dua Wetan Alamat Jl. PKP No. 24 Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Ciracas Kotamadya Jakarta Timur. Telp. (021) 87717549, Faks. (021) 87717548. Kode Pos 13730. Gedung Pengadilan Agama Jakara Timur bediri di atas tanah seluas 2.760 M2, dengan luas bangunan 1400 M2 yang terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003 dengan dana APBD Pemda DKI. Dengan keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume pekerjaan yang cukup padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 57 orang dengan pegawai honorer 10 orang maka gedung kantor tersebut cukup memadai. C. Struktur Organisasi Berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 004 tahun 1992 tentang susunan organisasi serta surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 303 tahun 1990 tentang Susunan Organisasi ditetapkan bahwa struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur sebagaimana berlaku pada Pengadilan Agama di lingkungan Departemen Agama RI, adalah sebagai berikut:10
10
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
40
1. Ketua
: Drs. H. Wakhidun AR, S.H, M. Hum
2. Wakil Ketua
: Drs. H. Muh. Abduh Sulaeman, S.H, M.H
3. Dewan Hakim
: a) Dra. Hj. Saniyah KH, b) Drs. Abu Semen
Bastoni, S.H, c) Drs. H. Fauzi M Nawawi, d) Dra. Nurroh Sunnah, S.H, e) Hj. Nani Setyawati, S.H, f) Drs. H. M. Fadjri Rivai, S.H, M.H, g) Hj. Yustimar, S.H, h) Drs. Nasrul, i) Elvin Nailani, S.H, M.H, j) Drs. Mahmudin, k) Drs. Uwaisul Qumy, l) Drs. Achmad Harun Shofa, S.H, m) H. Abdillah, S.H, n) Drs. Achmad Busyro, M.H, o) Hj. Munifah Djam’an, S.H. 4. Panitera/Sekertaris
: Drs. H. Syaiful Anwar
5. Wakil Sekertaris
: Drs. H. Ujang Mukhlis, S.H, M.H
6. Wakil Panitera
: H. Hafani Baihaqi, Lc, S.H
7. Ka. Sub. Keuangan
: Sanjaya Langgeng Santoso
8. Ka. Sub. Kepegawaian
: Hamim Nafan, S.Hi
9. Ka. Sub. Umum
: Muhammad Zuhri
10. Panmud Permohonan
: H. Bambang Sri Pancala, S.H
11. Panmud Gugatan
: Ali Mushofa, S.H
12. Panmud Hukum
: Fahrurrozi, S.H
13. Panitera Pengganti
: a) Drs. Ade Faqih, b) Siti Makbullah, S.H, c)
Aday, S.Ag, d) Syamsul Rizal, S.H, e) Sumaryuni, S.H, f) Hamdani, S.Hi, g) Mustanah, S.H, h) Titiek Indriyati, S.H, i) Dra. Siti Nurhayati, j) Idris M Ali, S.H, k) Nova Asrul Lutfi, S.H, l) Hj. Spa Ichtiyatun, S.H, M.H 14. Jurusita
: a. Moch. Sidik
41
b. Zulkipli 15. Jurusita Pengganti
: a) Burhamzah, b) Budi Sukirno, c) Obang
Hasyim. A, d) Ikbal Bisry, e) Sri Mulyati, f) Veny Rahmawaty, g) Rahman Sufiyah, S.H, h) Muhammad Sayhon, i) Tati Yulianti D. Wilayah Yuridiksi Wilayah hukum atau yuridiksi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaian suatu perkara bagi pengadilan. Dalam istilah ”kewenangan” sama dngan sinonim dari kata ”kekuasaan”. Adapun yang dimaksud dengan kewenangan dan kekuasaan itu terdapat dalam HIR yang dikenal dengan istilah kompetensi. Adapun pembahasan kompetensi ini terbagi dua aspek, yaitu: 1. Kompetensi Absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Pada Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebut pada Bab III yang berjudul Kekuasaan Pengadilan pasal 49 ayat (1) yang berbunyi, ”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingakat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a. Perkawinan b. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasrkan hukum Islam c. Wakaf dan Shadaqoh Undang-undang No. 7 tahun 1989 Pasal 49 Ayat 1
42
Sejalan dengan bertambahnya kompetensi Peradilan Agama berdasarkan Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan telah dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dimana kedudukan Peradilan Agama sebagai salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yaitu:11 perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah. Dan selain perkara-perkara dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah, didalamnya juga diatur bahwa Pengadilan Agama berwenang memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah dan memberikan keterangan atau nasehat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Dalam penerimaan perkara hingga pengarsipan diselenggarakan dengan sistem meja sebagaimana yang diatur dalam surat edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang pola-pola pembinaan, pengendalian, administrasi peradilan (BINDALMIN). Yang kemudian, dalam rangka pemanfaatan sistem teknologi dan informasi yang kian canggih ada suatu kebijakan Mahkamah Agung untuk menggabungkan pola BINDALMIN ini dengan sistem Administrasi Kepegawaian (SIMPEG) secara online.12
11
Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 49 12
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur 2009, h. 4
43
2. Kompetensi Relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutuskan,
dan
menyelesaikan
suatu
perkara
bagi
pengadilan
yang
berhubungan dengan wilayah atau domosili pihak atau para pihak pencari keadilan. Hal demikian tersebut pada ketentuan sebagai berikut : a. HIR pasal 118 ayat (1 s/d 4) jo. Pasal 142 (2) dan b. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 66 ayat 1 s/d 5 tentang kompetensi relatif ini bagi Pengadilan Agama yang berkedudukan di lima wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah ditetapkan pada saat kelahirannya, yaitu dalam Keputusan Menteri Agama No. 4 tahun 1967 yang berbunyi antara lain: 1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan kota Jakarta Utara 2) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan kota Jakarta Barat 3) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan kota Jakarta Selatan 4) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan kota Jakarta Timur 5) Khusus untuk Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya ditetapkan kantor induk Pengadilan Agama Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah kekuasaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah juga
44
sebagai Pengadilan Agama yang meliputi wilayah kekuasaan kota Jakarta Pusat. Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan dan 65 kelurahan. Adapun batas-batas wilayahnya adalah : 1. Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat 2. Sebelah barat dengan : Kodya Jakarta Selatan 3. Sebelah selatan dengan : Kabupaten Bogor /Kodya Depok 4. Sebelah timur dengan : Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi.13 Luas wilayah : 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa (bersumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang beragama Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur adalah wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, adapun 10 wilayah kecamatan tersebut adalah sebagai berikut a. Kecamatan Matraman, terdiri dai 6 (enam) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 153.484 jiwa : 1) Kelurahan Kebon Manggis 2) Kelurahan Palmerah 3) Kelurahan Pisangan Baru
13
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
45
4) Kelurahan Kayu Manis 5) Kelurahan Utan Kayu Utara 6) Kelurahan Utan Kayu Utara 7) Kelurahan Utan Kayu Selatan.14 b. Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 250.186 jiwa : 1) Kelurahan Bali Mester 2) Kelurahan Bidaracina 3) Kelurahan Cipinang Besar Selatan 4) Kelurahan Cipinang Besar Utara 5) Kelurahan Cipinang Cempedak 6) Kelurahan Cipinang Muara 7) Kelurahan Rawa Bunga 8) Kelurahan Kampung Melayu Kecil.15 c. Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 240.074 jiwa : 1) Kelurahan Baru 2) Kelurahan Cijantung 3) Kelurahan Gedong 4) Kelurahan Kalisari 14
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
15
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
46
5) Kelurahan Pekayon.16 d. Kecamatan Kramat Jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 175.883 jiwa : 1) Kelurahan Balekambang 2) Kelurahan Batu Ampar 3) Kelurahan Cawang 4) Kelurahan Cililitan 5) Kelurahan Dukuh 6) Kelurahan Kampung Tengah 7) Kelurahan Kramat Jati.17 e. Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 250.878 jiwa : 1) Kelurahan Cipinang 2) Kelurahan Jati 3) Kelurahan Jatinegara Kaum 4) Kelurahan Kayu Putih 5) Kelurahan Pisangan Timur 6) Kelurahan Pulogadung 7) Kelurahan Rawamangun.18
16
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
17
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
18
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
47
f. Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 251.184 jiwa : 1) Kelurahan Cakung Barat 2) Kelurahan Cakung Timur 3) Kelurahan Jatinegara 4) Kelurahan Penggilingan 5) Kelurahan Pulogebang 6) Kelurahan Rawa Terate 7) Kelurahan Ujung Menteng.19 g. Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 160.679 jiwa : 1) Kelurahan Cibubur 2) Kelurahan Ciracas 3) Kelurahan Kelapa Dua Wetan 4) Kelurahan Rambutan 5) Kelurahan Susukan.20 h. Kelurahan Cipayung terdiri dari 8 (delapan) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 171.883 jiwa : 1) Kelurahan Ceger 2) Kelurahan Cilangkap
19
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
20
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
48
3) Kelurahan Cipayung 4) Kelurahan Lubang Buaya 5) Kelurahan Munjul 6) Kelurahan Pondok Rangon 7) Kelurahan Setu.21 i. Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 193.085 jiwa : 1) Kelurahan Cipinang Melayu 2) Kelurahan Him 3) Kelurahan Kebon Pala 4) Kelurahan Pinang Ranti 5) Kelurahan Makasar.22 j. Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya 203.280 jiwa : 1) Kelurahan Duren Sawit 2) Kelurahan Malaka Jaya 3) Kelurahan Pondok Kopi 4) Kelurahan Pondok Bambu 5) Kelurahan Klender.
21
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
22
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
BAB IV ANALISIS TERHADAP CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK A. Duduknya Perkara Dalam duduk perkara mengenai cerai gugat akibat suami di-PHK dalam putusan
pengadilan
dengan
Nomor
Perkara
590/Pdt.G/2009/PAJT.
Antara
Eryanawati binti M. Husin, umur 45 tahun, tempat tinggal di Jalan H. Yahya No. 56 RT.002 RW.09 Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebagai penggugat melawan Syaiful Aswan bin Sulaiman, umur 52 tahun, tempat tinggal dahulu di Jalan H. Yahya No. 56 RT. 002 RW. 09, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, sekarang tidak diketahui alamat yang jelas, dan yang pasti di wilayah Indonesia (ghoib), Pekerjaan wiraswasta. Berdasarkan keterangan yang dikemukakan dari pihak Penggugat (Eryanawati binti M. Husin) bahwa mereka (Antara Penggugat dan Tergugat) telah melangsungkan pernikahan pada tahun 1983, dan dilakukan dihadapan pejabat PPN KUA Kecamatan Cilamaya, Karawang. Setelah menikah Penggugat mengatakan sebenarnya ia dan Tergugat setelah pernikahan hidup rukun, bahkan keduanya telah dikaruniai tiga orang anak, yang pertama Nova Christa Wantari bernama lahir pada tanggal 4 Februari 1983, yang kedua Victaria Fransisca lahir pada tanggal 5 November 1985, dan yang ketiga bernama Norria Da Silva lahir pada tanggal 19 Mei 1987. Akan tetapi sejak bulan Juli 2003 kehidupan rumah tangga Penggugat dengan
49
50
Tergugat mulai goyah dan terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan sulit diatasi bahkan semakin tajam dan memuncak, sampai akhirnya pada bulan Januari 2005 Penggugat dan Tergugat telah pisah tempat tinggal, karena Tergugat telah pergi meninggalkan Penggugat kediaman bersama tanpa adanya nafkah lahir dan batin, dan berlangsung selama 4 tahun maka hak dan kewajiban suami istri tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Ternyata keduanya tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun dalam bahtera rumah tangga. Adapun penyebab percekcokan seperti yang dijelaskan oleh penggugat antara lain: a. Masalah ekonomi karena suami tidak bekerja lagi (PHK). b. Sudah tidak ada kecocokan lagi dalam rumah tangga. c. Meninggalkan keluarga tanpa sepengetahuan penggugat dan anak-anak sampai saat ini selama 4 tahun. Dengan alasan di atas Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: a. Mengabulkan permohonan penggugat. b. Mengizinkan penggugat untuk berpekara cuma-cuma. c. Mengabulkan gugatan penggugat. d. Menetapkan jatuhkan talak satu Syaiful Aswan bin Sulaiman. e. Membebankan biaya perkara ini kepada negara, atau apabila pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
51
Pada surat putusan majelis hakim telah memikirkan adanya, bahwa Penggugat selalu hadir dalam persidangan yang telah ditentukan, pemeriksaan tetap dilanjutkan dengan pihak Tergugat yang tidak pernah hadir dan tidak mewakilkan pada orang lain, sedangkan jurusita telah memanggil pihak tergugat dengan resmi dan patut. Upaya majlis hakim tidak berhasil dengan upaya perdamaian dan menasehati pihak Penggugat. Penggugat meminta kepada majlis hakim untuk mengabulkan putusnya perkawinan karena sering terjadi perselisihan atau percekcokan diantara kedua belah pihak tersebut. Dan penggugat mempunyai alat bukti : a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang telah dilegalisir, b. Keterangan dua orang saksi diantaranya: 1) Sarmada bin Hamin Awi Bahwa hubungan saksi dengan penggugat adalah tidak ada hubungan famili dan kenal dengan tergugat sebagai suami penggugat. Dan saksi mengetahui bahwa penggugat orang yang tidak mampu karena segala keperluan ditanggung oleh orang tuanya, bahwa penggugat dan tergugat mempunyai tiga orang anak yang diasuh oleh penggugat. Penggugat dan tergugat sering terjadi cekcok masalah ekonomi karena tergugat di-PHK, dan tegugat telah meninggalkan rumah selama 4 tahun. 2) Hadi Arif Ramdani bin Edi Muryadi Bahwa hubungan saksi dengan penggugat adalah adik ipar penggugat. Dan saksi mengetahui bahwa penggugat orang yang tidak mampu karena segala keperluan ditanggung oleh orang tuanya, bahwa penggugat dan tergugat mempunyai tiga orang
52
anak yang diasuh oleh penggugat. Penggugat dan tergugat sering terjadi cekcok masalah ekonomi karena tergugat di-PHK, dan tergugat telah meninggalkan rumah selama 4 tahun. B. Pertimbagan Hukum Hakim Pelaksanaan tugas Peradilan, seorang hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan siapapun, bahkan Ketua Pengadilan sendiri tidak berhak ikut campur dalam soal Peradilan yang dilaksanakannya. Hakim bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas putusan yang telah ditetapkan. Secara filosofis, Peradilan Agama dibentuk dan dikembangkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam pergaulan hidup manusia, khususnya dikalangan orang-orang yang bergam Islam dalam bidang: perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, shadaqah, dan ekonomi syari’ah. Hukum yang ditegakkan adalah hukum Allah yang telah disistematisasi oleh manusia melalui kekuasaan negara. Menimbang, berdasarkan posita dan petitum gugatan penggugat telah dengan jelas menunjukan tentang adanya sengketa dalam kehidupan rumah tangga antara pengugat dengan tergugat sebagaimana dalam gugatan pengugat dan keterangan para saksi dipersidangan. Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan penggugat tentang kediaman bersama juga sebagimana relaas panggilan pertama atas nama penggugat telah penggugat tanda tangani dan diterima langsung dari jurusita, ternyata sah dan patut, maka harus dinyatakan terbukti bahwa penggugat berdomisili diwilayah hukum atau
53
yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, maka oleh karenanya berdasarkan Pasal 49 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Pengadilan Agama di Jakarta Timur berwenang memeriksa dan menyelesaikan gugatan penggugat. Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan penggugat sebagaimana ternyata dalam surat bukti Kutipan Akta Nikah Nomor 338/7/1983 tanggal 11 Juli 1983 harus dinyatakan terbukti antara penggugat dengan tergugat telah terikat dalam pernikahan yang sah dan tergugat terikat dengan ta’lik talak. Menimbang, bahwa antara penggugat dan tergugat telah pernah hidup bersama sebagai layaknya suami istri yang baik dalam keadaan rukun dan telah dikarunia 3 orang anak oleh karena itu harus dinyatakan antara penggugat dan tergugat telah terbukti telah mempunyai anak bernama: a. Nova Christie Wantari, lahir tanggal 5 November 1983 b. Victaria Fransisca, lahir tanggal 4 Februari 1985 c. Norris Da Silva, lahir tanggal 19 Mei 1987 Menimbang, bahwa asas dan tujuan dari pernikahan sesuai dengan kehendak ayat 21 surat Ar-Rum dan ayat 34 surat An-Nisa, antara lain adalah untuk mewujudkan adanya sakinah, mawaddah, dan rahmah dalam kehidupan berumah tangga suami istri, akan tetapi bilamana hal tersebut sudah tidak mungkin diwujudkan maka, dapat dibenarkan salah satu pihak mengajukan perceraian dan hal ini sesuai dengan kehendak pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 77 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam.
54
Menimbang, bahwa dalil-dalil penggugat tentang telah terjadinya peselisihan atau pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga yang tercantum dalam gugatannya sebagai berikut: -
Masalah ekonomi karena suami di PHK dan tidak ada kecocokan lagi dan tergugat telah pergi meninggalkan penggugat selama 4 tahun tanpa nafkah lahir bathin dan sekarang ini tidak diketahui alamat tempat tinggalnya dan nafkah lahir bathin. Menimbang, bahwa penggugat termasuk orang yang tidak mampu
berdasarkan surat keterangan dari Kecamatan Jatinegara serta diketahui keterangan dua orang saksi terbukti penggugat dinyatakan tidak mampu disarankan untuk beracara secara prodeo. Menimbang, bahwa karena ternyata tergugat, meskipun telah dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap dan pula tidak tenyata, bahwa tidak datangnya disebabkan oleh suatu halangan yang sah, serta gugat tersebut tidak melawan hukum dan beralasan, tergugat yang dipanggil dengan patut akan tetapi tidak datang mengahadap harus dinyatakan tidak hadir dan gugat tersebut harus dikabulkan dengan verstek. Menimbang, bahwa para saksi penggugat masing-masing bernama Sarmada bin Hamim Awi dan Hadi Arif Hamdan bin Edi Muryadi yang menyatakan sebagai berikut: 1. Bahwa penggugat adalah orang yang tidak mampu karena semua keperluannya ditanggung oleh orang tuanya dan yang besangkutan tidak bekerja.
55
2. Bahwa antara penggugat dan tergugat sebagai suami istri dan telah dikaruniai 3 orang anak dan sekarang diasuh oleh penggugat. 3. Bahwa antara penggugat dan tergugat sering terjadi cekcok masalah ekonomi karena tergugat di-PHK sudah 4 tahun dan tidak bekerja lagi. 4. Bahwa tergugat telah pergi meninggalkan penggugat selama 4 tahun dan tidak diketahui alamat tempat tinggalnya sekarang ini. Menimbang, bahwa dalil-dalil penggugat yang dibuktikan akan kebenarannya dengan pengakuan langsung dan diperkuat dengan keterangan para saksi dan keluarga, majelis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa antara penggugat dengan terggugat dalam kehidupan rumah tangganya telah terbukti terjadi perselisihan atau pertengkaran yang terus menerus yang sulit untuk dirukunkan lagi. Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas gugatan penggugat telah terbukti memenuhi ketentuan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam. Menimbang, bahwa kehadiran pihak keluarga penggugat dimuka persidangan, sementara majelis hakim telah dapat menarik kesimpulan sebagaimana tersebut di atas dan yang menjadi penyebeb terjadinya perselisihan dan pertengkaran telah cukup jelas, maka majelis berpendapat bahwa dikabulkan gugatan penggugat telah terbukti dan memenuhi ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam. Menimbang, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana tersebut di atas, yang telah membuktikan akibat tindakan dan pebuatan tergugat menimbulkan
56
perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan terbukti, pula tergugat telah melanggar ketentuan pasal 33, 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh karena gugatan penggugat dapat dipertimbangkan. Menimbang, bahwa dengan jelasnya masalah pokok gugatan penggugat serta ditemukan dasar hukum tentang gugatan tersebut, majelis hakim telah memberikan pokok pikiran kepada pihak penggugat untuk mengurungkan niatnya bercerai, namun ternyata penggugat tetap kepada pendiriannya karena sudah tidak sanggup lagi untuk membina rumah tangga dengan tergugat, demikian majelis berpendapat bahwa antara penggugat dengan tergugat telah terjadi perselisihan dan percekcokan yang sulit untuk dibina lebih lanjut oleh karena itu majelis hakim menilai tergugat telah terbukti melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 33 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo. Pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam. Menimbang, bahwa majelis hakim berpendapat perlu mengetengahkan petunjuk Allah swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi:
Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali kuru‟. Menimbang, bahwa karena dalil-dalil gugat cerai dengan alasan menjatuhan talak satu bain sugra telah terbukti maka gugatan penggugat dikabulkan. Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 Jo. Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 biaya perkara dalam bidang
57
perkawinan dibebankan kepada penggugat, karena penggugat tidak mampu dan beracara secara prodeo maka biaya perkara dibebankan kepada negara. Mengingat segala ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syara’ yang berkaitan dengan perkara ini. C. Analisis Penulis Disamping dapat dipandang upaya untuk meminimalkan perceraian, ketentuan yang menyangkut keterlibatan Pengadilan Agama alasan-alasan yang bisa dijadikan dasar perceraian tersebut di atas juga merupakan langkah ke arah menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar setiap perceraian yang terjadi benar-benar sah, bukan perceraian haram, dan bukan kewajiban-kewajiban yang menjadi konsekuensi logis dari perceraian bisa ditunaikan dengan baik, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.1 Dalam halaman sebelumnya penyebab percekcokan seperti yang dijelaskan oleh penggugat ialah masalah ekonomi karena suami tidak bekerja lagi (PHK), sudah tidak ada kecocokan lagi dalam rumah tangga, dan meninggalkan keluarga tanpa sepengetahuan penggugat selama 4 tahun. Namun pada dasarnya alasan cerai gugat karena suami di-PHK masih di dalam permasalahan ekonomi karena pekerjaan menjadi faktor utama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, kalau suami tidak bekerja maka kebutuhan hidup keluarga khususnya ekonomi menjadi tersendat, sehingga kebutuhan ekonomi rumah tangga menjadi tidak berjalan dan suami tidak
1
29
Suheri Sidik Ismail, Ketentraman Suami Isteri, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1999), Cet. Ke-1, h.
58
melaksanakan kewajibannya terhadap keluarga. Dalam putusan majelis hakim memutuskan perkara tersebut sudah tepat karena sudah terdapat alasan-alasan yang menyebabkan putusnya perkawinan. Mengenai penetapan putusan pengadilan dalam pekara perdata ini khususnya pada perkara cerai gugat maupun cerai talak yang disebabkan dilatar belakangi faktor ekonomi pada umumnya mengandung amar putusan tunggal, yaitu penetapan putusan yang berupa pengabulan atau penolakan penggugat untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang dimohonkan seperti: 1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. 2. Mengizinkan penggugat untuk berperkara cuma-cuma. 3. Menjatuhkan talak satu kepada Syaiful Aswan bin Sulaiman. 4. Membebankan biaya perkara kepada negara. 5. Menjatuhkan putusan ini dengan seadil-adilnya. Sudah kita ketahui di atas bahwa gugatan penggugat itu dikabulkan oleh majelis hakim maka kita dapat tafsirkan mengenai pertimbangan alasan majelis hakim menjatuhkan talak khul’i dari tergugat (Syaiful Aswan bin Sulaiman) ke penggugat (Eryanawati binti M. Husin) adalah sesuai dengan ketentuan hukum Islam maka telah jelas maka jatuhlah talak bain sugra yakni talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan mantan suaminya meskipun dalam iddah, sebagaimana tersebut dalam pasal 119 ayat (1) dan (2) huruf (b) Kompilasi Hukum Islam, dengan terbukti tergugat melanggar sighat ta’lik talak. Dengan berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 Jo. Undang-undang Nomor 3
59
tahun 2006 biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat, karena penggugat tidak mampu dan beracara secara prodeo maka biaya perkara dibebankan kepada negara. Penulis pun setuju apa yang sudah menjadi ketetapan pertimbangan dari majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur karena alasan-alasan yang sudah didalilkan oleh penggugat, maka majelis hakim pun dapat menerapkan putusan yang sudah dipertimbangkan karena melanggar ketentuan pasal 33 dan 34 ayat (1) Undangundang No. 1 tahun 1974 dan janji sighat ta’lik talak yang ke 4 yakni dengan mengabulkan gugatan dari penggugat. Kehadiran para saksi dari pihak penggugat dan tidak dihadiri pihak tergugat untuk sementara majelis hakim dapat menarik kesimpulan sebagaimana tersebut di atas dan menjadi sebab perselisihan dan percekcokan telah cukup jelas, meskipun salah satu pihak tidak hadir namun sudah memenuhi syarat maka majelis hakim berpendapat bahwa dikabulkan gugatan penggugat telah dapat memenuhi ketentuan pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam Jo. pasal 76 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989. Dalam ketentuan yang termuat di atas maka kita dapat menafsirkan bahwasannya gugatan yang sudah dilayangkan oleh penggugat untuk tergugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebabsebab perceraian dan perselisihan itu dan juga sudah mendengar pendapat-pendapat dari pihak penggugat saja karena pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan sampai putusan dibacakan oleh majelis hakim.
60
Dengan telah diperolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk perkara antara penggugat dengan tergugat telah terjadi perselisihan yang tidak mungkin lagi dirukunkan.2 Dinilai telah memenuhi alasan hukum baik berdasakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang tersebut pada pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 maupun berdasarkan ketentuan hukum Islam sebagaimana tersebut pada pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam. Dalam pertimbangan majelis hakim sudah tepat mendalilkan pasal 33 Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 maupun berdasarkan ketentuan hukum Islam sebagaimana tersebut pada pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam karena kalau dipaksakan rumah tangga untuk bersatu maka sudah tidak layak lagi karena sudah melanggar pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Begitupun dalam proses penyelesaian perkara cerai gugat, peneliti mendapatkan penjelasan oleh hakim bahwa proses cerai gugat dengan cerai talak, pada umumnya sama hanya saja berbeda pada saat pembuktian. Peneliti pun setuju dengan penjelasan hakim dalam proses penyelesaian perkara pada umumnya sama antara cerai gugat dan cerai talak, hanya saja yang berbeda soal pembuktian tergantung bagaimana gugatan dari para pihak. Yaitu pertama para hakim membuka sidang, setelah hakim membuka sidang dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan
2
Arso Sastroatmodjo, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 60
61
kepada para pihak, ini hanya menanyakan idientitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk hadir dalam persidangan. Dilanjutkan dengan perdamaian, apabila kedua belah pihak masih berkeinginan bercerai dan perdamaian menemui jalan buntu, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum dilanjutkan ke tahap pemeriksaan dan diawali pembacaan gugatan oleh penggugat atau pemohon. Selanjutnya tergugat atau termohon diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingan terhadap penggugat atau pemohon. Kemudian dilanjutkan dengan tahap pembuktian dan alat bukti oleh para pihak, lalu setelah itu sampai kepada kesimpulan dan terakhir tahap yang menentukan ialah putusan. Jadi perkara cerai gugat dan cerai talak proses penyelesaiannya sama hanya alasan dan pembuktiannya yang berbeda, lainnya halnya dengan tergugat atau termohon tidak hadir ke persidangan setelah dipanggil secara resmi oleh pengadilan maka putusannya bersifat verstek. Maka penyelesaiannya pun lebih cepat. Dengan demikian dijatuhkan amar terhadap putusan ini berarti Pengadilan Agama Jakarta Timur telah memberikan pengabulan gugatan penggugat untuk menceraikan suaminya (tergugat) dalam nomor perkara 590/Pdt.G/2009/PA.JT pada hari rabu tanggal 19 Agustus 2009 M, bertepatan dengan tanggal 28 Sya’ban 1430 H, oleh Drs. H. Achmad Busyro, M.H sebagai hakim ketua, serta Dra. Haulillah, M.H dan Hj. Munifah Djam’an, S.H sebagai hakim anggota. Pada hari itu diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh ketua majelis hakim tersebut dihadiri oleh Mastanah, S.H sebagai panitera pengganti serta dihadiri pihak penggugat dan tanpa dihadiri pihak tergugat.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang terdahulu penulis mendapatkan beberapa kesimpulan. Sebagai berikut: 1. Pada dasarnya alasan cerai gugat karena suami di-PHK tetap masalah ekonomi karena masalah pekerjaan di-PHK menjadi masalah keuangan yang berdampak pada kehidupan keluarga, presentasenya pun sangat kecil gugatan dengan alasan suami di-PHK. Pada dasarnya PHK itu sendiri menyangkut dengan ekonomi. Namun di Pengadilan Agama Jakarta Timur pun masih mengatagorikan dengan percekcokan yang menjadi alasan-alasan cerai gugat adalah sesuai dengan Pasal 19 huruf a-f Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf a-h Kompilasi Hukum Islam. Selain itu ada yang menyebabkan faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian diantaranya adalah pertama, moral diantaranya poligami yang tidak sehat, krisis akhlak, cemburu dengan pasangannya; kedua, meninggalkan kewajiban diantaranya kawin paksa, ekonomi, tidak ada tanggung jawab; ketiga, kawin di bawah umur; keempat, menyakiti jasmani anataranya kekejaman jasmani dan kekejaman rohani atau mental; kelima, salah satu pihak dihukum; keenam, cacat biologis; ketujuh, terus menerus berselisih diantaranya politis, gangguan pihak ketiga, dan tidak ada keharmonisan. 2. Dasar hukum yang diambil Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memutuskan perkara di atas ialah diambil dari pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
62
63
1975, tentang kewajiban seorang suami dalam pasal 34 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dan pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam. 3. Prosesnya pada umumnya sama antara cerai gugat dan cerai talak, hanya saja yang berbeda soal pembuktian tergantung bagaimana gugatan dari para pihak. Jadi perkara cerai gugat dan cerai talak proses penyelesaiannya sama hanya alasan dan pembuktiannya yang berbeda, lainnya halnya dengan tergugat atau termohon tidak hadir ke persidangan setelah dipanggil secara resmi oleh pengadilan maka putusannya bersifat verstek. Maka penyelesaiannya pun lebih cepat. B. Saran Berdasarkan kenyataan yang sudah diuraikan di atas, sebagai catatan akhir maka penulis menyarankan: 1. Untuk menciptakan ikatan yang mitsaqan ghalizan pada perkawinan maka perlu ada kesadaran pada dinas pendidikan agar dimasukkan suatu mata pelajaran tentang kehidupan perkawinan disetiap sekolah-sekolah supaya setiap siswa dapat mengetahui pandangan tentang perkawinan dan dapat menyikapi masalahmasalah dalam kehidupan rumah tangga sejak dini supaya pada saat siswa-siswa sudah dewasa dan menjalani kehidupan berumah tangga sudah dapat memahami dan menghayati perlunya membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang merupakan tujuan dari kehidupan berumah tangga itu sendiri. Sehingga dapat meminimalisir angka perceraian karena sudah adanya pendidikan sejak dini tentang perkawinan.
64
2. Kepada para hakim di Pengadilan Agama hendaknya memberikan gambaran tentang dampak perceraian terhadap dirinya sendiri, anak-anaknya dan terhadap lingkungannya juga. Dan diwajibkan untuk memberikan penasihat, yaitu melakukan upaya-upaya perdamaian yang termuat pada PERMA No. 1 tahun 2008 yang isinya adalah setiap perkara sebelum memasuki pokok perkara itu harus dimediasi „didamaikan‟ terlebih dahulu. Agar kepada para calon suami istri yang ingin mengakhiri perkawinannya di Pengadilan Agama akan memikirkan kembali atas keputusan yang akan diambil. Karena jika itu terjadi maka pada akhirnya yang menjadi korban yaitu anaknya sendiri akibat perceraian kedua orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al Karim Abbas, S. Ziyad, Fiqh Wanita Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991 Abdullah, Abi bin Yazid al-Qazuainy, Sunan Ibnu Majah, Beirut, Lebanon: Daar elFikr, 1994 Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004 Ali, Muhamad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-2 Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011 dari www.pa-jakartatimur.net Ash-Shidieqiy, Tengku Muhamad Hasbi, Koleksi Hadist-hadist Hukum, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001 Ayyub, Syeikh Hasan, Fikih Keluarga, Terj. M. Abdul Ghaffar. E.M, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006, Cet. Ke-5 Bagir al-Habsiy, Muhammad, Hukum Fikih Praktis Menurut Al-Qur‟an, Bandung: Mizan Media Utama, 2002, Cet. Ke-1 Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: DEPAG RI , 2001 Departemen Agama, Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Jenderal Pembinaan badan Peradilan Agama Islam, 1997 Doi, A. Rahman I., Penjelasan Lengkap Hukum Islam (Syari‟ah), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 Cet. Ke-2 Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006, Cet. Ke-2 Haikal, Abduttawab, Rahasia Pekawinan Rasulullah saw, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993, Cet. Ke-2 Ibrahim, Jhony, Teory dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Banyumedia Publishing, 2007, Cet. Ke-3
65
66
Ismail, Suheri Sidik, Ketentraman Suami Isteri, Surabaya: Dunia Ilmu, 1999, Cet. Ke-1 Kamal, Abu Malik, Fiqh Sunnah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009 Muchtar, Kamal, Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, Cet. Ke-1 Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab, Beirut: Dar al-Jawad, 2006 Muttaqien, Dadang, dkk, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta: UI Press, 1999 Nur, Djaman, Fiqh Munakahat, Semarang: Dinan Utama, 1993, Cet Ke-1 Nur, M. Hasan, Potret Wanita Saleha, Jakarta: Penamadani, 2004, Cet. Ke-1 Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, Cet. Ke-6 Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Jilid 2, Kairo: Daar al-Fath, Cet. Ke-1 Sastroatmodjo, Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1981 Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: CV Rajawali, 1985 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986 Soepomo, R, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, 1970 Subekti, R dan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1999 Sukandy, Muh Sjarief, Tarjamah Bulugul Maram Fiqh Berdasarkan Hadist, Bandung: al-Ma’arif, 1976, Cet. Ke-2 Sulaiman, Al-Imam Hafidz Abi Daud, Sunan Abi Daud, 1988M/1408H, Juz 2
Kairo: Dar al-Hairin,
67
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, Cet. Ke-7 Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003, Cet. Ke-1 Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, Cet. Ke-1 Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media, 2007 Yanggo, Chuzaemah T dan Anshary A.Z , A Hafidz, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, Cet. Ke-3