TINGGINYA VOLUME CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Reza Setiawan NIM : 107044102233
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H /2011 M
TINGGINYA VOLUME CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) oleh :
Reza Setiawan NIM : 107044102233
Di bawah Bimbingan
Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag Nip. 1973 0802 2003 121001
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H / 2011 M
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul “TINGGINYA VOLUME CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR”, telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah (Peradilan Agama). Jakarta, 20 Juni 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S. H., M. A, M. M NIP. 195505051982031021
PANITIA UJIAN 1. Ketua Majelis
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA NIP. 195003061976031001
2. Sekretaris
: Dra. Hj. Rosdiana, M.A NIP. 196906102003122001
3. Pembimbing
: Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag NIP. 197308022003121001
4. Penguji I
: Abdur Rouf, Lc., M.A NIP. 197312152005011002
5. Penguji II
: Kamarusdiana, S.Ag., M.H NIP. 197202241998031003
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Mei 2011
Reza Setiawan
iii
بسم اهلل الرمحن الرحيم KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat serta salam senentiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsun, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A., selaku Ketua Prodi dan Sekertaris Prodi al-Akhwalus Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. iv
3. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta Staf pengajar pada lingkungan Prodi alAkhwalus Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk dibangku perkuliahan. 5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah banyak membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 6. Bapak Drs. H. Wakhidun AR., S.H., M.Hum., selaku ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi. 7. Bapak Drs. H. Nemin Aminuddin, S.H., M.H., dan Drs. Nasrul, M.A., selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur yang senantiasa memberikan wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis melakukan penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 8. Bapak Pahrurrozi, S.H., selaku Panitra Muda Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur yang senantiasa membantu penulis selama mencari data dan membimbing penulis untuk wawancara kepada Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 9. Sejumput bakti ananda persembahkan kepada Ayahanda Bambang Srenggono dan Ibunda tercinta Sutriyatmi, yang telah mencahayai hidupku serta senantiasa v
memberikan kasih sayang disertai do’a penuh rasa tulus dan ikhlas dalam jejak langkahku. Semoga baktiku ini mampu menjelma menjadi do’a. Amin. 10. Selaksa doa dan harapan penulis panjatkan untuk kakak serta adikku tercinta Sri Wahyuni, S.Pd dan Tri Suwartini yang telah membantu serta memberi support kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Semoga kelak kalian berdua mampu merengguh impian serta cita-cita. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan di MAN 2 Jakarta yang juga lulus tes masuk di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta: Puad, Fikri, Novel dan Adi semoga kelak kalian cepat menyusul untuk wisuda. 12. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua teman-teman diskusi Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN SYAHID Jakarta angkatan 2007, yang telah melangkah bersama penulis dalam petualangan asah kecerdasan dan kearifan terutama kepada: Kholil, Afif, Rizki, Rizka Firlana, Salman, Noval, Achir, Pirdaus dan kawan-kawan seperjuangan jurusan Peradilan Agama Angkatan 2007 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tak akan luntur dilekang waktu dan semoga persahabatan ini bisa terjalin sampai kapan pun dan di manapun kita berada. Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berliupat ganda.
vi
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senentiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 12 Mei 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ix
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
6
D. Review Terdahulu ..........................................................................
7
E. Metode Penelitian...........................................................................
9
F. Sistematika Penulian ...................................................................... 14
BAB II.
TINJAUAN TEORITIS CERAI GUGAT A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian ...................................... 15 B. Sebab dan Macam Perceraian ....................................................... 18 C. Pengertian dan Penyebab Cerai Gugat .......................................... 28 D. Khulu’ dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia ...................... 34
viii
BAB III.
POTRET UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Sejarah Singkat kelahiran............................................................... 42 B. Kedudukan dan Letak .................................................................... 48 C. Wilayah Yuridiksi .......................................................................... 49 D. Struktur Organisasi ........................................................................ 51
BAB IV.
PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2008-2010 ................. 55 B. Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur .............................................................................................. 57 C. Analisa Penulis Terhadap Volume Cerai Gugat ............................. 62
BAB V.
PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 69 B. Saran-saran ..................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 72 LAMPIRAN............................................................................................................. 75
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. 2. Pedoman wawancara Penggugat/tergugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 3. Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. 4. Hasil Wawancara dengan Penggugat/Tergugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 5. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 2008, 2009, 2010. 6.
Bagan Struktur Pengadilan Agama Jakarta Timur.
7. Perkara yang Diterima di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 2008, 2009, 2010. 8. Perikara yang Diputus di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada Tahun 2008, 2009, 2010. 9. Putusan Cerai Gugat Pengadilan Agama Jakarta Timur 10. Surat Mohon Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi 11. Surat Mohon Data dan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 12. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan hanya terjadi yaitu sekali dalam seumur hidup. Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan gholizhan untuk mentaati perintah Allah SWT dalam membentuk suatu rumah tangga atau keluarga yang kekal dan abadi dan pelaksanaannya merupakan ibadah. Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan agar dapat berhubungan satu sama lain, saling mencintai, menghasilkan keturunan, dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasuluallah. Oleh karena itu, untuk memperoleh kehormatan dan kesempurnaan iman seseorang, salah satu caranya dengan menikah. Menurut Sayyid Sabiq, pernikahan merupakan salah satu Sunnattullah yang berlaku pada semua mahluk tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan kehidupannya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.1
1
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta:Prenada Media, 2003), edisi.I, h. 10-11
1
2
Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, sehingga manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah tidak akan membiarkan manusia berbuat semaunya seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semau-maunya, atau seperti tumbuhan yang kawin dengan perantara angin. Allah
telah
memberikan
batas
dengan
peraturan-peraturannya
yang
keseluruhannya termaktub dalam al-Quran dan hadist. Pernikahan merupakan sarana untuk membina rumah tangga yang utuh sakinah, mawaddah warahmah yang pastinya didambakan dan diinginkan oleh setiap pasangan dalam kehidupan berkeluarga. Sebagaimana telah disebutkan dalam al-Quran surat ar-Ruum ayat 21 yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepada-Nya, dan di jadikannya diantaramau rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q. S. ar-Ruum/30: 21) Tujuan perkawinan menurut ajaran agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya
3
kebutuhan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga. Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah perkawinan untuk selama-lamanya yang dipilih oleh rasa kasih sayang dan saling cinta mencintai. Karena itu agama Islam mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara, dalam waktu-waktu tertentu sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja seperti nikah mut’ah, nikah muhallil dan sebagainya.2 Islam sebagai agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar, ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya ketidak cocokan pandangan hidup dan percekcokan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi. Maka Islam memberi jalan keluar yang dalam istilah fiqh di sebut dengan thalak (perceraian). Agama Islam memperbolehkan suami istri bercerai tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci Allah SWT.3 Sementara itu hikmah dari perceraian menurut Amir Syarifuddin dalam garis-garis besar fiqh adalah walaupun perceraian itu dibenci terjadinya dalam suatu rumah tangga, namun sebagai jalan terakhir bagi kehidupan kadang-kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan pembentukan rumah tangga itu, dalam keadaan begini kalau dilanjutkan juga rumah tangga akan 2
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet.III, h. 144 3
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Pandangan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet Ke-2, h. 102
4
menimbulkan madarat yang lebih jauh, maka lebih baik ditempuh perceraian. Dengan demikian perceraian dalam Islam hanyalah untuk suatu tujuan maslahat.4 Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakkan perdamaian atau mediasi secara maksimal dapat dilakukan atas kehendak suami ataupun permintaan si istri. perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut Cerai Gugat. Maksud cerai gugat adalah permintaan istri kepada suaminya untuk menceraikan (melepaskan) dirinya dari ikatan perkawinan dengan disertai iwadh berupa uang atau barang kepada suami dari pihak istri sebagai imbalan penjatuhan talak cerai gugat pemberian hak yang sama bagi wanita untuk melepaskan diri dari ikatan perkawinan yang dianggap sudah tidak ada kemaslahatan sebagai imbalan hak talaknya, dan menyadarkan bahwa istri pun mempunyai hak yang sama untuk mengakhiri perkawinan. Artinya dalam situasi tertentu istri yang sangat tersiksa akibat ulah suami mempunyai hak menuntut cerai dengan imbalan sesuatu.5 Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun mulanya suami istri penuh kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, bahkan bisa hilang berganti dengan kebencian. Kalau kebencian telah datang dan suami istri tidak dengan 4
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Persada Media, 2003), h.
5
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), Cet Ke-1, h.
127-128
172
5
sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya, akan berakibat negatif bagi anak keturunannya. Oleh karena itu, upaya memulihkan kembali kasih sayang merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Memang benar kasih sayang itu beralih menjadi kebencian, akan tetapi pula perlu diingat bahwa kebencian itu kemudian bisa pula kembali menjadi kasih sayang.6 Dengan adanya kemajuan kehidupan berumah tangga pada zaman sekarang ini, sering terjadi berbagai macam kasus perceraian yang kita jumpai di lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan Pengadilan Agama yang mana Cerai Gugat lebih Tinggi dibanding dengan cerai talak walaupun yang sebenarnya adalah suami memiliki hak prerogatif untuk menceraikan istrinya. Berdasarkan uraian di atas, penulis berniat untuk meneliti tentang tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama. Dalam hal ini, Pengadilan Agama Jakarta Timur. Penelitian ini penulis beri judul “Tingginya Volume Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan Masalah Dalam pembahasan skripsi ini penulis hanya meneliti data penyebab cerai gugat yang terjadi pada tahun 2008-2010 Pada Pengadilan Agama Jakarta Timur. Di sini penulis mencoba menyajikan data-data yang 6
Satria Evendi dan M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer “Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyyah”, diterbitkan atas kerja sama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta dan Balitbang Depag R.I, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet 1, h. 96-97
6
menyebabkan terjadinya perceraian akibat cerai gugat serta faktor paling dominan yang menyebabkan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. b. Perumusan Masalah Dibandingkan dengan pengadilan agama yang ada di Jakarta penulis tertarik meneliti permasalahan cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur karena kasus yang terjadi di sana lebih banyak dan melebihi dibandingkan dengan pengadilan agama lainnya. Masalah pokok yang akan penulis teliti dalam skripsi ini meliputi tiga hal sebagai berikut: a. Apakah yang menjadi faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008-2010? b. Apakah faktor yang paling dominan penyebab tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008-2010? c. Bagaimana hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur menanggulangi banyaknya kasus cerai gugat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Adapun tujuan yang dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain: a. Untuk mengetahui apakah yang menjadi penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008-2010.
7
b. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan penyebab tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008-2010. c. Untuk mengetahui penanggulangan tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur 2. Manfaat a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya, dan hukum keluarga pada khususnya. b. Bagi penulis, untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada fakultas syariah dan hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah c. Hasil pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya.
D. Review Study Terdahulu Skripsi ini membahas tentang permasalahan cerai gugat dan faktor yang paling dominan penyebab tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Sepengetahuan penulis perceraian adalah merupakan hak prerogatif seorang suami akan tetapi pada zaman sekarang ini sudah banyak perubahan yang menyebabkan seorang istri yang meminta cerai kepada suaminya dengan alasanalasan yang beragam. Ada sedikit permasalahan dalam judul ataupun pembahasan seperti yang penulis lihat pada perpustakaan-perpustakaan, baik perpustakaan utama, perpustakaan fakultas syariah dan hukum maupun perpustakaan-
8
perpustakaan yang lain. Namun, penelitian penulis ini adalah berbeda dengan skripsi-skripsi yang telah ada sebelumnya. Dalam skripsi ini akan disajikan masalah cerai gugat serta faktor yang paling dominan penyebab cerai gugat itu. Dalam hal ini penulis juga akan melakukan wawancara pada hakim yang menangani kasus perkara cerai gugat agar mendapatkan jawaban-jawaban penyebab cerai gugat serta faktor yang paling dominan penyebab cerai gugat dan bagimana penangulangan cerai gugat yang terjadi di Pengadilan agama Jakarta Timur. Ada beberapa judul skripsi yang pernah dibaca pada perpustakaan yang tersedia di UIN Jakarta di antaranya: Pertama, judul skripsi tentang: “Tingkat Cerai Gugat Di Jakarata (Studi pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2006-2008).” Oleh: Muhammad Muslim Tahun 1430 H/ 2009 M. Pada judul skripsi tersebut hanya membahas apakah terjadi peningkatan atau penurunan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada periode 2006- 2008 saja. Kedua: “Cerai Gugat Dengan Sebab Tindak Kekerasan (Studi Pada pengadilan Agama Jakarta Selatan).” Oleh: Andri Safa Sinaga tahun 1430H/ 2009 M, pada pembahasan skripsi ini hanya membahas faktor yang menyebabkan istri menggugat cerai suaminya karena suami melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ketiga: “Gugat Cerai Karena Suami Pemakai Narkoba (Studi atas Putusan Pengadilan Jakarta Selatan Tahun 2005-2008).” Oleh: Zulfikar tahun 1430 H/ 2009 M, pada pembahasan skripsi ini penulis hanya menjelaskan
9
landasan atau dasar hukum hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutus perkara cerai gugat dengan alasan suami pemakai narkoba. Dari ketiga skripsi di atas, penelitian penulis ini jelas akan berbeda dengan ketiganya. Di samping karena substansinya, juga karena tempat kasusnya juga berbeda. Penulis hanya meneliti kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
E. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode-metode yang umumnya berlaku dalam penelitian dan bisa dihadirkan ke dalam beberapa katagori: 1. Jenis penelitian Desain dalam penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya.7 Adapun pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan metode yang berfungsi sebagai prosedur penelusuran masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek dan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain). Berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagaimana adanya.8
7
Sukandarrumidi, Metodelogi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), h. 104 8
Hadad Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998). Cet: ke-8. h. 63
10
2. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pendekatan Normatif Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, produk-produk hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.9 Kaitannya dengan pendekatan ini adalah untuk meneliti faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur b. Pendekatan Sosiologis Yaitu pendekatan dengan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya sebagai jalan untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat.10 Pendekatan ini penulis gunakan untuk mendeskripsikan fakta berupa faktor penyebab perceraian sehingga isteri berani menggugat suami. c. Pendekatan Historis Yaitu pendekatan dengan melihat sejarah yang mendasari suatu hal yang tersebut terjadi dan melihat kondisi waktu yang berbeda. Dalam hal ini penulis mencoba mendeskripsikan tentang sejarah kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara cerai gugat.
9
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1995), Cet, h. 13-14 10
IX, h. 45
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1999) Cet.
11
3. Jenis Data Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data primer, yaitu data-data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam hal ini, data yang diperoleh penulis berupa data yang diperoleh langsung dari para informan yang terdiri dari para hakim yang memang menangani kasus cerai gugat. b. Data sekunder, yaitu data-data yang memberikan penjelasan mengenai data primer dan menguatkan data primer yang mencakup dokumendokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, dan seterusnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut: a. Studi dokumentasi, yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaanperpustakaan, arsip, dan lain-lain.11 Studi dokumentasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan erat dengan aspek-aspek permasalahan, mengambil data, meneliti, dan mengkaji literatur. Atau buku-buku rujukan tentang perkawinan dan perceraian, maupun sumber-sumber lain yang menunjang serta mempermudah penelitian ini.
11
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 50
12
b. Wawancara (interveiw), yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai membenarkan jawaban atau pertanyaan itu.12 Setelah mengumpulkan data berupa teori dan fakta di lapangan Dalam hal ini, penulis mengadakan wawancara bebas terpimpin terhadap hakim yang menangani kasus cerai gugat serta orang yang berperkara cerai gugat yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman, tetapi disesuaikan dengan situasi wawancara. 5. Teknik Analisa Data Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, data lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.13 Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan kasus cerai gugat yang terjadi di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur sehingga di dapat suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini. 12
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.
135 13
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung : Alfabeta, 2004), h. 244
13
6. Pedoman Penulisan Skripsi Dalam skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan (EYD) dengan beberapa pengecualian sebagai berikut: a. Dalam daftar pustaka, al-Qur’an ditulis pada urutan pertama, sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan al-Qur’an itu sendiri. b. Beberapa kata atau istilah yang masih mempergunakan Ejaan Suwandi, seperti bentuk nama seseorang atau identitas tetap ditulis biasa. c. Nama kitab atau buku dicetak miring. d. Kutipan yang diambil dari buku-buku yang berejaan lama diubah dan disesuaikan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, penulis akan mencantumkan Devinisi Operasional sebagai berikut: a. Perceraian adalah perihal memutuskan hubungan suami-istri dengan menjatuhkan talak. b. Cerai gugat adalah perceraian atas kehendak istri. c. Khulu’ adalah permintaan cerai
istri kepada suaminya dengan
memberikan ‘iwadl atau tebusan kepada sang suami.
14
F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini yang terdiri dari: Bab Pertama Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua Merupakan pembahasan sekitar masalah perceraian dan cerai gugat. Teori perceraian ini terbagi pada pengertian dan dasar hukum perceraian, sebab-sebab terjadinya perceraian, macam-macam perceraian, dan akibat hukum terjadinya perceraian. Sedangkan dalam masalah cerai gugat dikemukakan mengenai faktor-faktor penyebab cerai gugat dan alasan yang paling dominan yang menyebabkan tingginya cerai gugat, serta masalah Khulu’ dalam hukum keluarga Islam. Bab Ketiga Merupakan paparan mengenai potret umum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Potret umumnya mengenai sejarah kelahiran, kedudukan dan letak, wilayah yuridiksi, dan struktur organisasi. Bab Keempat Merupakan pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari data cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur tahun 2008-2010, analisis data penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur, hasil wawancara hakim yang menangani perkara cerai gugat serta faktor yang paling dominan penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Bab Kelima Merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi ini yang terdiri dari keimpulan dan saran-saran.
BAB II TINJAUAN TEORITIS CERAI GUGAT
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian. Agama Islam adalah agama yang sangat toleran dalam menentukan suatu permasalahan yaitu berupa permasalahan dalam perkawinan. Setiap pasangan memiliki hak yang sama dalam menentukan keharmonisan rumah tangganya. Apabila terjadi perselisihan terus menerus dan tidak ada kecocokan lagi dalam mengarungi bahtera rumah tangga baik yang dirasakan oleh suami atau istri dapat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama. Kata perceraian berasal dari kata “Cerai” mendapat awalan “per” dan akhiran “an”, yang secara bahasa berarti melepas ikatan. Kata perceraian adalah terjemah dari bahasa arab “Thalaqa-Yathlaqu-Thalaaqan” yang artinya lepas dari ikatan, berpisah, menceraikan, pembebasan.1 Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri.2 Secara garis besar, talak adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh suami untuk memutuskan atau menghentikan berlangsungnya suatu perkawinan. Talak merupakan hak cerai suami terhadap istrinya, talak dapat dilakukan apabila suami
maupun
istri
merasa
sudah
tidak
dapat
lagi
mempertahankan
1
Ahmad Warsono Munawir, Almunawir Kamus Besar Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Cet. Ke-14, h.681. 2
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Farabi, 1973), Jilid 2, Cet. II, h.206.
15
16
perkawinannya tersebut. Sebaliknya, gugatan cerai dapat pula diajukan oleh istri kepada suaminya dengan alasan-alasan yang telah diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Pada masa silam, memang talak merupakan hak preogatif (hak luar biasa tentang hukum) bagi suami. Namun, kini istri juga mempunyai hak yang serupa dengan suami. Dalam hal ini, bukan hanya suami yang mempunyai hak untuk memutuskan tali perkawinan. Namun Islam juga memberikan hak kepada istri untuk memutus tali perkawinan dengan mengajukan gugatan cerai kepada suami dan istri memberikan semacam ganti rugi untuk menebus dirinya agar suami bersedia menjatuhkan talak kepadanya. Dalam Islam, perceraian semacam ini disebut dengan khulu‟ Perceraian dalam hukum Islam adalah sesuatu perbuatan halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw. Sebagai berikut:
Artinya Dari Ibnu Umar, Nabi saw. Bersabda: “Perbuatan halal yang dibenci oleh Allah adalah talak/ perceraian”. (Riwayat Abu Dawud, Ibn Majah, dan disahihkan oleh al-Hakim)
3
Abu Daud Sulaiman Sajastani, Sunan Abu Daud, (Kairo : Mustafa al-Babi al- halabi, 1952), Juz I, h. 503
17
Berdasarkan hadis tersebut, bisa diketahui bahwa perceraian merupakan alternatif terakhir (pintu darurat) yang dapat dilalui oleh suami istri bila ikatan perkawinan
(rumah
tangga)
tidak
dapat
dipertahankan
keutuhan
dan
kelanjutannya. Sifat alternatif tersebut dimaksud, berarti sudah ditempuh berbagai cara dan teknik untuk mencapai kedamaian di antara kedua belah pihak, baik melalui hakam (arbitrator)4 dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh al-Quran dan al-Hadis.5 Di dalam al-Qur‟an banyak ayat yang berbicara tentang masalah perceraian. Di antara ayat-ayat yang menjadi landasan hukum perceraian adalah firman Allah SWT:
) 230 : (البقرة Artinya: “Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempaun itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Q.S alBaqarah/2:230)
4
Terdapat langkah yang dijelaskan dalam al-Quran mengenai hakam (arbitrator) yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 35 tentang perdamaian. 5
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 73
18
B. Sebab dan Macam Perceraian Perceraian dapat terjadi karena penyebab yang beragam, di antaranya adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 113 disebutkan ada tiga hal yang menjadi sebab putusnya perkawinan, yaitu: 1. Karena kematian. 2. Karena perceraian. 3. Karena putusan Pengadilan.6 Dalam hal ini, penulis akan berusaha menguraikan sebab-sebab putusnya perkawinan yaitu: 1. Karena kematian Kematian sebagai salah satu alasan sebab putusnya perkawinan adalah jika salah satu pihak baik suami atau istri meninggal dunia maka dengan sendirinya perkawinan akan putus.7 Apabila pihak suami atau istri yang masih hidup ingin menikah lagi maka bisa saja, asalkan telah memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan dalam hukum Islam. 2. Karena Perceraian Sebagaimana ketentuan dari Undang-Undang Perkawinan Pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa:
6
Anggota IKAPI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h. 38 7
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 216
19
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (1)) Menurut hemat penulis, maksud „di hadapan sidang pengadilan agama‟ ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak suami istri tersebut, sebagaimana hal tersebut dikaitkan dengan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang dinyatakan bahwa: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 2ayat (2))8 Maksudnya, apabila perkawinan harus dicatatkan, begitu pula bila terjadi perceraian antara keduanya. Jadi, ketika menikah suami istri tentu memiliki akta nikah sebagai bukti otentik perkawinannya dari pihak KUA (Kantor Urusan Agama). Namun, apabila terjadi perceraian, akta nikah diganti dengan akta cerai yang diberikan oleh pengadilan agama yang menangani kasus perceraian suami istri yang bersangkutan.9 3. Karena Putusan pengadilan Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Pasal 39 dinyatakan
bahwa:
8
Undang-Undang Perkawinan serta Penjelasannya, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Surabaya: Karya Anda, 1975), h. 6 9
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI. h. 217
20
a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. c. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan sendiri.10 Berkaitan dengan pasal di atas maka selanjutnya dijelaskan mengenai penyebab terjadinya perceraian yakni pada PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 dinyatakan perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan berikut: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (2) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya; c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
10
Undang-Undang Perkawinan serta Penjelasannya, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, h. 20
21
e. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.11 Selanjutnya dijelaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian yang termaktub dalam Pasal 116 yang berbunyi, Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri. f. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. g. Suami melanggar taklik talak.
11
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 74-75
22
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.12 Macam perceraian Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami istri. Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan, yaitu: 1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah SWT sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan. 2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakannya kehendak itu dengan ucapan tertentu. Perceraian ini disebut Talak.13 3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri, karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri ini dengan membayar uang ganti rugi diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan
12
Anggota IKAPI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, h. 38-39 13
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 197
23
ucapannya untuk memutus perkawinan itu. putusnya perkawinan dengan cara ini disebut Khulu‟.14 4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan/atau pada istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut Fasakh.15 Selain itu, ada pula hal-hal yang menyebabkan hubungan suami-istri tidak dapat dilakukan, namun tidak memutuskan hubungan perkawinan itu secara hukum syara‟. Terhentinya hubungan perkawinan dalam hal ini ada tiga bentuk, yakni: 1. suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyamakan istrinya dengan ibunya. Ia dapat meneruskan hubungan suami istri bila suami telah membayar kaffarah. Terhentinya hubungan perkawinan itu dalam bentuk ini disebut dengan zhihar.16 2. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya dalam masa-masa tertentu. Ia dapat meneruskan hubungan suami istri bila suami telah membayar kaffarah. Dalam hal ini, perkawinan
14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 197 15
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 197 16
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 198
24
tetap utuh. Terhentinya hubungan perkawinan dalam bentuk ini disebut dengan ila‟.17 3. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyatakan sumpah atas kebenaran tuduhan terhadap istrinya yang berbuat zina sampai selesai proses li‟an dan perceraian di muka hakim. Terhentinya perkawinan dalam bentuk ini disebut dengan li‟an.18 Dalam hal ini, perkawinan tidaklah putus namun yang terhenti hanyalah hubungan suami istri. Namun ada satu pengecualian yaitu tentang masalah li‟an setelah diputus oleh pengadilan maka perceraian akan putus untuk selamalamanya. Ditinjau dari segi waktu dijatuhkan talak oleh suami, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Talak Sunni Talak sunni yaitu talak yang dalam pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seseorang mentalak istrinya yang telah dicampurinya itu dengan sekali talak di masa suci dan istrinya itu belum ia sentuh lagi selama masa suci itu,19
17
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 198 18
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 198 19
Syaikh Hasan Ayub, Fiqh Keluarga, Penerjemah M. Abd, Ghoffar, EM, (Jakarata: alKautsar, 2001), h. 211
25
Maksudnya, talak yang dibenarkan agama untuk dirujuk lagi ialah sekali cerai, lalu rujuk lalu cerai lagi. Lalu, apabila suami menceraikan istrinya sesudah rujuk yang kedua, maka ia boleh memilih antara terus mempertahankan istrinya dengan baik-baik atau justru melepaskannya dengan baik-baik. 2. Talak Bid’i Talak bid‟i yaitu talak yang menyalahi ketentuan agama. Maksudnya, talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci, tetapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut, atau seorang mentalak tiga kali dengan sekali ucap atau mentalak tiga secara terpisah-pisah dalam satu tempat.20 Ditinjau dari segi ucapan atau lafadz yang digunakan, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Talak Sharih Talak sharih yaitu talak yang dijatuhkan suami dengan menggunakan ucapan langsung tanpa menggunakan sindiran atau kiasan. Maksudnya, kata-katanya yang keluar dari mulut suami itu tidak raguragu lagi bahwa ucapanya itu untuk memutuskan hubungan perkawinannya. Misalnya, kata-kata suami: “Engkau tertalak” atau “Saya ceraikan engkau”.
20
h. 223
S. al-Hamdani, Risalah Nikah: Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002),
26
Jadi kalimat sharih ini keluar dari mulut suami tanpa adanya niat atau dengan niat, asalkan perkataannya itu bukan berupa hikayat atau cerita.21 2. Talak Kinayah Talak kinayah yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar. Talak dengan kata-kata kinayah bergantung pada niat suami, artinya jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka jatuhlah talak yang dimaksud. Sebaliknya, jika suami dengan kata-kata kinayah tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak, maka talak tidak dinyatakan jatuh.22 Ditinjau dari segi boleh atau tidaknya suami kembali lagi kepada mantan istrinya, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Talak Raj’i Talak raj‟i yaitu talak yang masih boleh dirujuk. Arti rujuk ialah kembali, artinya kembali mempunyai hubungan suami istri dengan tidak melalui proses perkawinan lagi, tetapi melalui proses yang lebih sederhana.23 Dengan kata lain, talak raj‟I bisa juga diartikan dengan talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya yang sudah digauli dan juga sebagai talak satu atau talak dua.
21
Ahmad Shiddieq, Hukum Talak dalam Islam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), h. 16
22
Sri Mulyati, Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2004), h. 30 23
Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: UI-Press, 1986), Cet. V, h. 10
27
Konsekuensinya, bila istri berstatus iddah talak raj‟i, suami boleh rujuk kepada istrinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa saksi dan mahar pula. akan tetapi kalau iddah telah habis, maka suami tidak boleh rujuk kembali kepadanya, kecuali dengan akad yang baru dan dengan membayar mahar pula. A. Fuad Said, dalam bukunya berpendapat bahwa talak raj‟i ialah talak sunni yang telah dicampur, baik dengan sharih maupun kinayah.24 2. Talak Ba’in Talak ba‟in yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya yang belum pernah digauli atau talak tiga.25 Talak ba‟in terbagi menjadi dua macam, yaitu: a. Talak Ba’in Sughra Yaitu talak yang suami tidak boleh rujuk kepada mantan istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil.26 b. Talak Ba’in Kubra Yaitu Talak yang sama hukumnya dengan talak ba‟in sughra, yaitu memutuskan tali perkawinan. Bedanya, talak ba‟in kubra tidak
24
A. Fuad Said. Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), h. 55
25
A. Fuad Said. Perceraian Menurut Hukum Islam, h. 31
26
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 221
28
menghalalkan mantan suami merujuk istrinya lagi, kecuali istrinya tersebut harus kawin terlebih dahulu dengan laki-laki lain (muhallil).27 C. Pengertian dan Penyebab Cerai Gugat Hak melepaskan diri dari ikatan perkawinan tidak mutlak ditangan kaum lelaki, memang hak talak itu diberikan kepadanya, tetapi disamping itu kaum wanita diberi juga hak menuntut cerai dalam keadaan-keadaan dimana ternyata pihak lelaki berbuat menyalahi dalam menunaikan kewajibannya atau dalam keadaan-keadaan yang khusus.28 Adanya kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan merupakan implementasi dari keadilan itu sendiri. Hukum yang dijadikan acuan tentunya tidak memihak pada satu kelompok saja. Kompilasi Hukum Islam yang menjadi aturan resmi bagi umat muslim tentunya bertujuan untuk memberikan rasa aman dan menjunjung tinggi keadilan. Oleh karenanya aturan yang tertera dalam Kompilasi hukum Islam memberikan peluang bagi kaum perempun untuk melakukan cerai gugat seperti yang diatur dalam fikih klasik dan peraturan perundang-undangan. Cerai gugat menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 73 ayat 1 Tentang Cerai Gugat adalah suatu perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya
27
Sayyid Sabiq, Fikih Sunna, (Beirut: Dar al-Kitab al-Farabi, 1973), Jilid 2, Cet. II, h.234. Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan Karena Ketidak-mampuan Suami Menunaikan Kewajibannya, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu jaya, 1989), h. 50-51 28
29
meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin penggugat. Cerai gugat dalam syariat islam disebut sebagai khulu‟ makna aslinya meninggalkan atau membuka sesuatu jika yang meminta cerai itu pihak istri.29 Menurut bahasa khulu‟ berasal dari kata khala‟a tsauba yaitu melepaskan pakaian.30 Karena istri diibaratkan sebagai pakaian suami dan sebaliknya suami adalah pakaian istri. Menurut istilah khulu‟ berarti istri memisahkan diri dari suami dengan ganti rugi atas talak yang diperbolehkannya, artinya jika seorang istri menghendaki suatu perceraian dari suaminya karena alasan yang dibenarkan syariat maka ia harus memberikan iwad (ganti rugi) atas talak yang diperoleh dari suami.31 Kebolehan melakukan khulu‟ sesuai dengan firman Allah SWT:
)229 : (البقرة 29
Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), Cet. I, h. 25 30
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Farabi, 1973), Jilid 2, Cet. II, h. 100
31
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 2, Cet II, h. 100
30
Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”. (Q.S.al-Baqarah/2:229) Melakukan khulu‟ diperbolehkan dalam syariat Islam bila disertai dengan alasan yang benar.32 Tetapi jika tidak ada alasan apapun bagi istri untuk meminta cerai dari suami maka mengenai hal ini, Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Tsauban bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya: “Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan baginya aroma surga”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, ahmad dan Hakim)
Penyebab Cerai Gugat Dalam mengarungi mahligai rumah tangga pasangan suami istri terkadang mengalami berbagai masalah, baik yang sifatnya masalah ringan sampai
32
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penerjemah As‟ad Yasin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 516 33
Abi Muhammad Husain bin Mas‟ud Baghwi, 516-463 H. Syarhus Sunnah jilid 5, Darul Kitabul Alamiah, Beirut, h. 143
31
permasalahan
yang
berat
yang
menyebabkan
keutuhan
rumah
tangga
dipertaruhkan hingga terjadinya perceraian. Perceraian terjadi karena sebab-sebab yang beragam sebagaimana yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 selanjutnya permasalahan cerai gugat yang diatur dalam Undang-Undang 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama
Pasal 73 ayat 1 Tentang Cerai Gugat adalah suatu perceraian yang
diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin penggugat. Dalam sebuah rumah tangga sulit digambarkan tidak terjadinya sebuah percekcokan. Akan tetapi, percekcokan itu sendiri beragam bentuknya ada yang ibarat seni dan irama dalam kehidupan rumah tangga yang tidak mengurangi keharmonisan, dan ada pula yang menjurus kepada kemelut yang berkepanjangan bisa mengancam eksistensi lembaga perkawinan.34 Maka pada saat terjadinya kemelut dalam rumah tangga istri dapat mengajukan gugatan perceraian kepada suaminya. Pada zaman dahulu memang hak menjatuhkan talak dimiliki oleh suami, akan tetapi pada zaman sekarang ini istri dapat meminta cerai kepada suaminya dengan cara menebus dirinya atau yang biasa disebut khulu‟ dalam hukum Islam. Gugat cerai yang dilakukan istri kepada suaminya terjadi karena masalah yang beragam. Permasalahan tersebut terjadi karena sang istri telah merasa tidak 34
Satria Effendi dan M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Amnalisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 107
32
sanggup untuk melanjutkan rumah tangganya serta alasan-alasan lain yang dibenarkan secara hukum. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan penyebab istri melakukan gugat cerai kepada suaminya yaitu: 1. Tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga Penyebab perceraian yang terjadi karena ketidakharmonisan rumah tangga sering terjadi, baik itu dalam perkara cerai gugat maupun perkara cerai talak. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga terjadi karena perbedaan pandangan antara suami dengan istri yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam rumah tangga serta tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang membina keluarga jugalah penyebab perpecahan dalam rumah tangga yang menyebabkan istri banyak menggugat cerai suaminya. 35 2. Tidak ada tanggung jawab dari suami Suami sebagai kepala rumah tangga sudah selayaknya memberikan tanggung jawab kepada kelurganya yaitu dengan cara memberikan nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin kepada keluarganya. Akan tetapi terkadang suami lalai kepada istri untuk memberiakan nafkah maka dari itu
35
Nemin Aminuddin, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara Pribadi, Jakarta, 25 April 2011
33
istri merasa tidak tahan untuk melanjutkan rumah tangganya selanjutnya istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan agama setempat.36
3. Permasalahan ekonomi Terjadinya krisis global yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara besar-besaran maka banyak suami di PHK dari kantornya. Dengan tidak bekerjanya suami maka nafkah yang diberikan oleh suami untuk kehidupan rumah tangganya sangatlah minim, maka dari itu banyak istri yang menggugat cerai suaminya karena alasan ekonomi yang paspasan.37 4. Adanya ganguan pihak ketiga sebagai perusak rumah tangga orang lain Dalam mengarungi bahtera rumah tangga terkadang terjadi banyak perselisihan apabila adanya orang ketiga dalam rumah tangga baik itu istri maupun suami merasa tidak adanya lagi ketenangan dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya. Dengan adanya orang ketiga terkadang suami juga jarang pulang dan lupa untuk memberikan nafkah kepada keluarganya hingga akhirnya banyak istri yang menggugat cerai suaminya ke Pengadilan Agama.
36
Nemin Aminuddin, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara Pribadi, Jakarta, 25 April 2011 37 Nasrul, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara Pribadi, Jakarta, 27 April 2011
34
5. Adanya kecemburuan dari pihak wanita Cemburu memiliki penyebab dan pendorong yang bermacam-masam. Dalam kenyataannya, bahwa pendorong cemburu mungkin timbul karena peran istri dalam mengaktualisasikan dirinya, dan pada sebagian kesempatan bahwa prilaku istri memiliki pengaruh terhadap kecurigaan dan kecemburuan suaminya. Pada umumnya istri tidak menyadari bahwa dirinya menjadi faktor penyebab berkobarnya api cemburu suaminya. Begitu juga halnya, suami dengan berbagai prilakunya terkadang menjadi penyebab kecurigaan dan kebingungan dalam hati istrinya dan mendorongnya untuk menyalakan api cemburu yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan rumah tangganya secara total.38 Dengan berkobarnya api cemburu dari pihak istri kepada suaminya maka istri banyak yang menggugat cerai suaminya.
D. Khulu’ dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia Di antara jenis perselisihan serta penyakit yang biasa menimpa kehidupan rumah tangga ialah kebencian istri kepada suaminya. Islam telah menetapkan talak sebagai hak mutlak suami dengan syarat tidak melampaui batas-batas ketentuan yang telah ditentukan Allah SWT. akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam pun tidak memaksa seorang istri harus tetap hidup bersama suami yang dibencinya. 38
Butsainah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah Abu Hilmi Kamaluddin, (Jakarta: Pustaka Al-sofwan, 2005), h. 52
35
Karena itulah, Islam menetapkan ketentuan khulu‟ yaitu perceraian yang didasarkan pada harta. Seseorang istri yang membenci suaminya, padahal ia tidak menemukan sesuatu aib pada diri sang suami selain kebencian kepadanya, maka ia diwajibkan mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dan saat itu juga suaminya harus menceraikannya.39 Khulu‟ adalah kesepakatan perceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Perceraian semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah. Jamiliah binti Sahal, istri dari Tsabit bin Qais, merupakan wanita pertama yang melakukan khulu‟ dalam Islam. Dikisahkan oleh Ibnu Abbas:
Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. diceritakan: Istri Tsabit bin Qais datang menemui Rasulullah SAW dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mencela suamiku Tsabit bin Qais baik dalam hal akhlak maupun agamanya. hanya saja aku khawatir akan terjerumus kedalam kekufuran setelah (memeluk) islam (karena tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri)”. Rasulullah bersabda:” Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun itu kepada suamimu?
39
Butsainah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah Abu Hilmi Kamaluddin, h. 199 40
Ibnu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Shahih Bukhori (kairo : Jumhuriyyah Mishro al-Arobiyah, 1411 H), juz VIII, h. 219
36
wanita itu menjawab: “saya bersedia”, lalu Rasulullah berkata kepada suaminya: “Ambilah kebun itu dan ceraikan istrimu satu talak”. (HR.Bukhari).41
Dalam surah Al Baqarah Allah SWT berfirman:
229 Artinya: “…Tidak halal bagi kamu mengambil sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya….”(QS. al-Baqarah/2:229) Menurut para fuqaha, khulu‟ pengertian luasnya yakni perceraian dengan disertai agar melepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu‟, muhabarah atau pembebasan, dan talak. jika disertai dengan alasan khususnya, yaitu talak atas dasar iwadh (pengganti) sebagai tebusan dari istri.42 Dengan pengertian khulu‟ di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa khulu‟ adalah hak memutus akad nikah oleh istri terhadap suaminya yang dapat
41
Sayyid Sabiq, Terjemah: Fikih Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Pena Punadi Aksara, 2008), Cet. Ke-3, h. 190-191 42 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), edisi.I. h.221
37
terjadi atas kesepakatan (jumlah tebusan mahar) atau perintah hakim agar istri membayar dengan jumlah tertentu dan tidak melebihi jumlah mahar suaminya.43 Menurut golongan Zahiriyah dan pendapat Ibnu Munzir, bahwa untuk sahnya khulu‟ haruslah karena istri nusyuz atau durhaka kepada suami.44 Tetapi Imam Syafi‟i, Abu Hanifah berpendapat bahwa khulu‟ itu sah dilakukan meski istri tidak dalam keadaan nusyuz, dan khulu‟ itu sah dengan saling kerelaan antara suami istri kendati keduanya dalam keadaan baik dan biasa saja. Khulu‟ adalah sah apabila telah ada syarat-syarat berikut: 1. Kerelaan dan Persetujuan Para ahli Fiqh sepakat bahwa khulu‟ dapat dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat kerugian di pihak orang lain.45 Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu‟ dari istrinya. sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri, maka ia dapat mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan. 2. Istri yang dapat dikhulu‟ Para ahli fiqh sepakat bahwa istri yang dapat dikhulu‟ itu ialah yang mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan suaminya.46 43
A. Rahman. I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari‟ah), (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.1, h.215 44
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.220 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet.III. h.184 45
38
3. Iwadh Bentuk iwadh sama dengan bentuk mahar. benda apa saja yang dapat dijadikan mahar dapat pula dijadikan iwadh. Mengenai jumlah iwadh, yang penting adalah persetujuan pihak-pihak suami istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang atau sama atau lebih dari jumlah mahar yang pernah diberikan oleh pihak suami kepada pihak istri di waktu terjadinya akad nikah.47 4. Waktu menjatuhkan khulu‟ Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu‟ boleh dijatuhakan pada masa haid. pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri atau yang telah dicampuri dan sebagainya. Pendapat ini berdasarkan pengertian umum ayat 229 surah Al Baqarah dan Hadits Ibnu Abbas yang tidak menyebutkan waktuwaktu menjatuhkan khulu‟.48 Ketentuan hukum khulu‟ menurut tinjauan fikih dalam memandang masalah Al khulu‟ terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut: 1. Mubah (diperbolehkan). Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal dengan suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah SWT dalam ketaatan kepadanya, dengan dasar firman Allah SWT .
46 47
48
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.185 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.186 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.187
39
“Al-hafidz Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah khulu‟ ini dengan pernyataanya, bahwasanya khulu‟, ialah seorang suami menceraikan istrinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang. Kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga. Bisa jadi ini karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan perceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau talak tiga). Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan khulu‟ (gugat cerai) bagi wanita. apabila sang istri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang istri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian. 2. Diharamkan Khulu‟. Hal Ini Karena Dua Keadaan a. Dari Sisi Suami. Apabila suami menyusahkan istrinya dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang istri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka khulu‟ itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika khulu‟ tidak dilakukan dengan lafadz talak, karena Allah berfirman:
40
)19 : (النساء Artinya: “Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya. terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” (Q.S. an-Nisa/4:19) Apabila suami menceraikannaya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila istri berzina lalu membuatnya susah agar istri tersebut membayar tebusan dengan khulu‟, maka diperbolehkan berdasarkan ayat diatas. b. Dari Sisi Istri. Apabila istri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami istri tersebut. Serta tidak ada alasan syar‟I yang membenarkan adanya khulu‟. 3. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai (Khulu‟) Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah. maka sang istri disunnahkan khulu‟. Demikian menurut Madzhab Ahmad bin Hanbal.49 4. Wajib
49
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 189
41
Terkadang khulu‟ hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan. Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang istri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban berpisah. Maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut khulu‟ walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi istri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur. Efek hukum yang ditimbulkan fasakh dan khulu‟ adalah talak ba‟in sughra. yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa „iddah. Artinya apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa „iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.
BAB III POTRET UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Kelahiran Sejarah lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur erat kaitannya dengan sejarah pembentukan Pengadilan Agama pada umumnya di seluruh kepulauan Indonesia, khususnya di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Secara khusus, sejarah lahirnya Pengadilan Agama Kelas IA Jakarta Timur dipimpin oleh Mentri Agama RI yang tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 jo Nomor 4 Tahun 1967.1 Adapun kronologis lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah sebagai berikut: 1. Pada saat itu, pengadilan agama di tanah betawi ini hanya memiliki satu pengadilan agama yaitu “Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu dua Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga Ibukota ini kian bertambah, sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 yang berbunyi antara lain: membubarkan Kantor-Kantor cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. (Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 jo. Nomor 4 Tahun 1967) 1
Diambil dari Arsip pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011
42
43
2. Pada tahun 1966 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui keputusan beliu Nomor Ib.3/I/I/1966 Tanggal 12 Agustus 1966 membentuk Ibukota negara ini menjadi lima wilayah dengan sebutan Kota Administratif.
Dengan pembentukan Kota Administratif tersebut, secara yuridis formil, keberadaan Pengadilan Agama Istimewa berikut dua kantor cabangnya dipandang sudah tidak aspiratif lagi untuk melayani kepentingan masyarakat pencari keadilan yang berdomisili di lima wilayah. Cerdiknya, Kepala Inspektorat Peradilan Agama menyambut baik kebijakan Gubernur yang dimaksud, seraya mengajukan nota usul kepada Direktorat Peradilan Agama melalui surat beliau Nomor B/I/100 Tanggal 24 Agustus 1966 tentang Usul Pembentukan Kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sesuai dengan Pembagian Lima Wilayah Administrasi yang Baru Terbentuk. Dengan memetik rekomendasi brilian tersebut, secara sigap Direktur Peradilan Agama meneruskan nota usul dimaksud kepada Menteri Agama RI melalui surat beliau Nomor B/I/1049 Tanggal 19 September 1966 tentang Persetujuan Atas Usulan Kepala Ispektorat Pengadilan Agama. Kedua surat pejabat teras Pengadilan Agama tersebut menjadi bahan pertimbangan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 Tahun 1967 tentang perubahan Kantor-Kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, tanggal 17 Januari 1967 yang berbunyi sebagai berikut:
44
1. Membubarkan Kantor-Kantor Cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, yaitu : a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara dan b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat 2. Membentuk Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru sederajat/ setara dengan Kantor Pengadilan Agama Tingkat II, yaitu: a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur 3. Pengadilan Agama Istimewa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, adalah Kantor Induk Pengadilan Agama Jakarta Raya, ditetapkan berkedudukan di Kota Jakarta Pusat dan secara khusus bertugas pula sebagai pengadilan agama sehari-hari bagi wilayah kekuasaan Jakarta Pusat.2 Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, akhirnya melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka pada tanggal 18 Februari 1967 diresmikan sebutan maupun oprasional pengadilan agama di lima wilayah Daerah Khusus Ibukota, terutama Pengadilan Agama Jakarta Timur menjadi sebagai berikut : 1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2
Diambil dari Arsip pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011
45
2. Pengadilan Agama Jakarta Utara 3. Pengadilan Agama Jakarta Barat 4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan 5. Pengadilan Agama Jakarta Timur Pengadilan Agama Jakarta Timur, terbentuk dan berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 4 Tahun 1967 tertanggal 17 Januari 1967. Pendiri pengadilan agama di wilayah hukum Daerah Khusus ibukota (DKI) Jakarta. Tonggak sejarah berdirinya Pengadilan Agama Jakarta Timur mengalami beberapa pergantian pimpinan/priode : 1. Periode tahun 1962-1967, bahwa kantor tersebut menempati rumah Bapak Ketua Pengadilan Agama yang pertama yaitu Bapak K H. M. Ali dan dibantu oleh Panitra/Sekertaris H. M. Rosyid, dengan jumlah pegawai 9 orang (PNS) dan ditambah tenaga honorer 5 orang yang berkantor di alamat Jl. Raya Bekasi Pulogadung, Jakarta Timur/Depan Kantor Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur. 2. Priode tahun 1970-1980, bahwa kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur, menempati di sebelah Walikota Jakarta Timur (Jatinegara) dengan status sewa, dengan ketuanya Bpk K H. Irsyad Muin, SH dan dibantu oleh H. M. Rosyid dan Ali Syafie sebagai Panitra/Sekertaris, dengan dibantu 11 orang pegawai.
46
3. Periode tahun 1980-1983, bahwa kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur terpecah menjadi 5 wilayah dan mengikuti perkembangan kota DKI Jakarta, yakni Jakarta Utara, akarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat. Akan tetapi, wilayah yuridis belum dibagi. Dengan ketuanya Bapak Drs. Asmui Kasim Lubis dengan dibantu Panitranya Bapak Ali Syafie dengan priode inilah kantor Pengadilan agama Jakarta Timur mulai membangun dan menambah sarana dan prasarana gedung dan peralatan dengan dana DIP DEPAG RI. Pada tanggal 1 Maret 2004 kantor lama di Jalan Raya Bekasi KM 18 Pulogadung Jakarta Timur, pindah ke kantor barunya di Jalan PKP No. 24 Kelapa Dua Wetan Ciracas Jakarta Timur. segala pelayanan masyarakat dan sidang berpindah pula dikantor tersebut. pada tanggal 16 Maret 2004, bersamaan dengan itu dilantik H. Helmy Bakrie, S.H. sebagai ketua yang menjabat sampai dengan tanggal 30 November 2004. dan selanjutnya diketuai oleh Drs. H. Ruslan Harunar Rasyid, SH, M.H. sampai dengan tanggal 06 juni 2006. Selanjutnya Pengadilan Agama Jakarta Timur diketuai oleh Drs. H. Sarif Usman, SH, MH. sampai tanggal 20 Oktober 2008. Dan saat ini Pengadilan Agama Jakarta Timur dipimpin oleh Drs. H. Wakhidun AR., SH., M.Hum., calon doktor dari Universitas Muhammadiyah Surakarta yang merupakan mantan ketua dari Pengadilan Agama Semarang, Jawa Tengah.3
3
Diambil dari Arsip pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011
47
Sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat yang dibungkus dengan konstitusi made in bangsa Indonesia sendiri, di mana setelah 25 tahun (seperempat abad) lelap dalam mimpi indah yang panjang, kemudian tersentak bangun sehingga terbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pada Pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 10 ayat (1) dari Undang-Undang yang baru disebutkan, terukir bahwa lembaga peradilan agama dilegitimasi dan disejajarkan dengan badan-badan peradilan lainnya. Untuk selanjutnya atas berkat Rahmat Allah SWT yang dicurahkan kepada umat islam di bumi pertiwi ini, maka terbit pula Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut diatas telah diperbaiki dengan lahirnya Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970. Pada pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa: Badan-badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) secara organisasi administratif, dan financial berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung RI. (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 11 ayat (1)) Sedangkan pada Pasal 11 A ayat (2) menyebutkan bahwa Pengadilan organisasi, administrasi, dan finansial bagi peradilan agama waktunya tidak ditentukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama lima tahun sejak undang-undang ini berlaku, yaitu tanggal 31 Agustus 1999. Menyikapi aspirasi tentang langkah untuk memasuki satu atap dibawah Mahkamah Agung RI sebagaimana tercermin pada Pasal 4 ayat (1) KEPRES RI
48
tahun 2004 tersebut di atas, maka diserah terimakan badan peradilan agama itu dari Departemen Agama RI ke Mahkamah Agung RI pada hari Rabu, tanggal 30 Juni 2004 di Auditorium Mahkamah Agung RI, Jalan Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta, dengan dihadiri Bapak Ketua Mahkamah Aguang RI Prof. DR. Bagir Manan, S.H, Mcl dan Menteri Agama RI Prof. DR Said Agil Al Munawar, M.A.
B. Kedudukan dan Letak Pengadilan Agama Jakarta Timur berkedudukan di Kelapa Dua Wetan. Alamat Jalan Raya PKP No. 24 Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Kotamadya Jakarta Timur. Telp. (021) 87717549, Faks, (021) 87717548, Kode Pos 13730. Gedung Pengadilan Agama Jakarta Timur dibangun diatas tanah Negara milik Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Timur berdiri di atas tanah seluas 2.76o m2, dengan luas bangunan 1400 m2 yang terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003 dengan dana APBN Pemda DKI Jakarta. Dengan keadaan gedung kantor demikian besar dan volume pekerjaan yang cukup padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 72 orang ditambah dengan pegawai honorer 13 orang, maka gedung kantor tersebut cukup memadai.4
4
Diambil dari Arsip pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011
49
C. Wilayah Yuridiksi Wilayah hukum/yuridiksi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan. Dalam istilah “kewenangan” sama dengan sinonim dari kata “kekuasaan”. Adapun yang dimaksud dengan kewenangan dan kekuasaan itu terdapat dalam HIR yang dikenal dengan istilah kompetensi. Adapun pembahasan kompetensi ini terbagi pada dua aspek, yaitu: 1. Kompetensi Absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebut pada Bab III yang berjudul KEKUASAAN PENGADILAN Pasal 49 ayat (1) yang berbunyi: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang : a. Perkawinan; b. Kewarisan, Wasiat, dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hokum Islam; c. Wakaf dan Shodakoh (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 ayat (1)) 2. Kompetensi Relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang
50
berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari keadilan. Hal demikian tersebut pada ketentuan sebagai berikut : a. HIR Pasal 118 ayat (1 s/d 4) jo. Pasal 142 (2) dan b. undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 66 sampai ayat 1 s/d 5. Tentang
kompetensi
relatif
ini
bagi
Pengadilan
Agama
yang
berkedudukan di lima wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah ditetapkan pada saat kelahirannya, yaitu dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain: 1) Kantor cabang Pengadilan agama Jakarta Utara yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Utara. 2) Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Barat. 3) Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Selatan. 4) Kantor cabang Pengadialn Agama Jakarta Timur yang daerah hukumya meliputi kekuasaan Kota Jakarta Timur. 5) Khusus untuk Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya ditetapkan sebagai Kantor Induk Pengadilan Agama Jakarat Raya yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah kekuasaan Daerah khusus ibukota Jakarta, adalah juga sebagai Pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasan Kota Jakarat Pusat.
51
D. Struktur Organisasi Adapun struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah sebagai berikut:5 1. KETUA Drs. H. Wakhidun AR., SH, M, Hum. 2. WAKIL KETUA Drs. H. Muh. Abduh Sulaeman., SH. MH. 3. MAJELIS HAKIM 1. Hj. Munifah Djam’an., SH. 2. Dra. Hj. Saniyah., KH. 3. Dra. Nur’aini Saladdin., SH. 4. Dra. Haulillah., MH. 5. Drs. H. Fauzi M. Nawawi., MH. 6. Hj. Yustimar B., SH. 7. Dra. Nurroh Sunah., SH. 8. H. Abdillah, SH., MH. 9. Drs. H. Abd. Ghoni., SH, MH. 10. Drs. H. Nemin Aminuddin., SH., MH. 11. Drs. H. Achmad Busyro., MH. 12. Elvin Nailana., SH., MH. 13. Drs. Nasrul., MA.
5
Diambil dari Arsip pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011
52
14. Drs. Sultoni., MH. 15. Drs. Amril Mawardi., SH. 16. Drs. H. M. Syamri Adnan., SH, MHI. 17. Drs. Yayan Atmaja., SH. 4. PANITERA/ SEKERTARIS Drs. H. Ujang Mukhlis., SH., MH 5. WAKIL PANITRA H. Hafani Baihaqi, Lc, SH 6. PANITERA MUDA HUKUM Pahrurrozi., SH. 1. H. Mubarok., SHI. 2. Kemas M. Irfan., SE. 7. PANITERA MUDA GUGATAN Ali Mustofa., SH. 1. Darul Fadli, SHI, MA. 2. Zuhairi B. Ashbahi., SHI. 8. PANITERA MUDA PERMOHONAN H. Bangbang SP, SH, SP.I, MH 1. Siti Mahbubah, S.Ag 2. Sri Komalasari 3. R. Desy Puspasari, A.Md 4. Monika Septi Indriyani, A.Md
53
9. WAKIL SEKERTARIS Hj. Siti Waingah, S.Pd.I 10. KA. SUB. BAGIAN UMUM Muhammad Zuhri 1. Sutini, S.Ag 2. Muhammad Arsyi 3.
Rd. Yadi Sumiadi W.
11. KA. SUB. BAGIAN KEPEGAWAIAN Hamim Naf’an, SHI 12. KA. SUB. BAGIAN KEUANGAN Dewi Utari, SE 1. Sanjaya Langgeng. S 2. Achmad Mubarok, SHI 13. PANITERA PENGGANTI 1. Drs. Ade Faqih
11. Mastanah, SH
2. Dra. Siti Nurhayati
12. Sri Mulyati, S.Ag
3. Siti Makbullah, SH
13. Yulisma, SH
4. Titiek Indriaty, SH
14. Windarti, SH
5. Aday, S.Ag
15. Rahmah Sufiyah, SH, MH
6. Fathony, SH
16. Muhammad Sayhon, SH
7. Zulhemi, B.A.
17. Syarif Maulana, SH
8. Hj. Spa Ichtiyatun, SH, MH
18. Rohimah, SH, MH
54
9. Hj. Andar Aryani, SH., MH
19. Hj. Alfiah Yuliastuti, SH
10. Drs. H. Ujang Sodik
20. Dwiarti Yuliani, SH
14. JURUSITA 1. Moh. Sidik 2. Abd. Rochim 3. Ade Husniati 15. JURUSITA PENGGANTI 1. Suparno 2. Veny Rahmawati 3. Sirajuddin Haris 4. M. Dirwansyah Ridlah 5. Yuspa 6. Agus Alwi 7. Sumiyati 8. Iman Suwardi 9. Marhamah 10. Prio Rinanto
BAB IV PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2008-2010 Kemajuan zaman dan semakin berkembangnya teknologi membuat informasi mudah diakses oleh siapa pun dan di mana pun berada, khususnya yaitu tentang permasalahan perceraian. Pada zaman dahulu kala perceraian adalah hak mutlak seorang suami yang dijatuhkan kepada istrinya dengan sebeb-sebab yang beragam di antaranya karena permasalahan sudah tidak adanya rasa ketenangan dan keharmonisan dalam rumah tangga dan lain sebagainya. Namun pada masa sekarang ini membuat perempuan semakin mengerti dan memahami tentang hakhak dirinya apabila dalam rumah tangganya merasa dizhalimi oleh suaminya maka perempuan tersebut tidak merasa enggan untuk melaporkan ketidakadilan dan kekerasan yang terjadi pada rumah tangganya bahkan gugat cerai istri kepada suaminya telah menjadi trend yang ada pada masa sekarang ini. Dalam praktiknya yang terjadi di Pengadilan Agama perceraian yang dilakukan oleh istri atau yang lebih dikenal dengan cerai gugat mengalami kenaikan atau bahkan lebih tinggi volumenya dibandingkan dengan perkara cerai talak. Melonjaknya angka perceraian terlihat sekali mulai tahun 2007 hingga 2009. Sementara, perbandingan cerai gugat dan cerai talak relatif tetap. Jumlah
55
56
cerai gugat dalam beberapa tahun terakhir ini rata-rata 1,7 kali jumlah cerai talak. Atau, sekitar 65 % berbanding 35%. Ada sebagian kalangan yang menilai bahwa meningkatnya angka perceraian salah satunya disebabkan oleh mudahnya proses perceraian. Artinya, peradilan agama dianggap turut memiliki andil dalam meningkatkan angka perceraian.1 Banyak hal menjadi penyebab perceraian. Selain faktor ekonomi, ternyata perselingkuhan, sering dicemburui dan dimarahi cukup dominan menjadi penyebab seorang istri menggugat cerai suami. Data Pengadilan Agama di sejumlah wilayah di DKI, menunjukkan justru perceraian dilakukan atas gugatan sang istri kepada suami. Faktor utama sebagai alasan memicu perceraian, antara lain faktor ekonomi, selingkuh dan karena ditinggal suami tidak bertanggung jawab.2 Dari faktor-faktor yang menyebabkan istri menggugat cerai suaminya yang disebutkan di atas terdapat pula persoalan moral yang memberikan andil untuk memantik krisis keharmonisan dalam rumah tangga. Selain itu,
juga
terdapat pula faktor yang merusak simpul perkawinan yaitu adalah kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi karena suami melakukan kekejaman terhadap istrinya baik kekejaman fisik maupun non fisik. Kekejaman
1
2
http://badilag.net. Diakses pada hari Sabtu, 7 Mei 2011, Pukul 21.00
http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=33879&ik=3. Diakses Pada Hari Sabtu, 7 Mei 2011, Pukul 21.00
57
fisik biasanya berbentuk suatu penganiayaan atau pemukulan yang dilakukan suami kepada istrinya hingga menimbulkan luka badan, sedangkan kekejaman non fisik biasanya berbentuk perkataan-perkataan kasar yang dilontarkan suami terhadap istrinya hingga menyebabkan istrinya sakit hati. Dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami kepada istrinya maka istrinya mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.
B. Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur Perceraian adalah sebagai jalan terakhir yang di tempuh oleh pasangan suami istri ketika terjadi dalam rumah tangganya masalah-masalah yang sudah tidak didapati jalan keluarnya. Dari masalah-masalah yang sering terjadi kebanyakan adalah tentang pemahaman karakter dan sifat masing-masing pasangan yang sulit untuk dimengerti, terkadang dalam perkawinan sering terjadi pertengakaran-pertengakaran
yang
kecil
namun
dapat
berubah
menjadi
pertengakaran yang besar dan mengancam keutuhan rumah tangga apabila pasangan tersebut tidak saling memahami sifat masing-masing, maka dari itu sebelum membentuk rumah tangga yang harmonis pada masa berpacaran atau perkenalan harus saling menyelami karakter masing-masing agar nantinya dalam mengarungi bahtera rumah tangga sudah dapat mengantisipasi terjadinya permasalahan yang terjadi baik itu masalah yang kecil sampai permasalahan yang besar.3
3
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bapak Nasrul, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011
58
Hasil wawancara di atas memberikan pandangan bahwa menikah bukanlah perkara mudah dan dapat dilakukan begitu saja tanpa persiapan dan kematangan antar pasangan. Hal demikian berkaitan dengan kelangsungan rumah tangga yang akan dan sedang dibangun agar terhindar dari perceraian. Dari data yang diperoleh penulis di Pengadilan Agama Jakarta Timur , penulis mencoba memaparkan data tersebut dalam tabel agar mempermudah dalam menyajikan data yang menjadi faktor penyebab perceraian di Jakarta Timur dari tahun 2008, 2009, 2010 sebagai berikut. Tabel 1 Data Penyebab Perceraia Di Pengadilan Agama Jakarta Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Penyebab Perceraian
2008
2009
2010
Jumlah
Tidak Ada Keharmonisan 367 376 391 1134 Ganguan Pihak Ketiga 288 378 350 1016 Ekonomi 258 337 369 964 Kekejaman Jasmani 232 345 335 912 Tidak Ada Tanggung jawab 241 301 351 893 Cemburu 147 207 271 625 Poligami Tidak Sehat 42 42 Kawin Paksa Cacat Biologis Krisis Akhlak Dihukum Kekejaman Mental Kawin Dibawah Umur Politisi Lain-lain Jumlah 1533 1944 2109 5586 Sumber : Data Penyebab Perceraian Pengadilan Agama Jakarta Timur
Persentase 20.31 18.19 17.26 16.33 15.99 11.19 0.75 100
59
Berdasarkan data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga, dilanjutkan dengan adanya ganguan pihak ketiga yang mengancam keutuhan rumah tangga, faktor ekonomi menjadi momok yang menakutkan karena merupakan faktor penyebab ketiga, dan kekejaman jasmani yang membuat perceraian terjadi. Berikut merupakan uraian analisis penulis tentang faktor penyebab yang menjadi penyebab perceraian: 1. Tidak ada keharmonisan dalam berumah tangga yang menjadi penyebab tertinggi
dengan angka 1134 (20.31%), jika kita pahami tentang
ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang menyebabkan hal tersebut terjadi dapat berupa perbedaan pandangan, tingkat pendidikan, serta pemahaman terhadap membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. 2. Adanya gangguan pihak ketiga 1016 (18.19%) masih menjadi polemik yang sulit dipisahkan, tanpa disadari ternyata kehadiran orang lain di luar struktur keluarga secara utuh memberi kontribusi perceraian yang sangat signifikan. Hal ini pula dituturkan oleh Ibu Tya4 yang mengiyakan adanya pihak ketiga yang merusak rumah tangganya sehingga suaminya tidak bertanggung jawab atas keluarga serta anak.
4
Wawancara Pribadi Penulis dengan Penggugat Cerai di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tanggal 27 April 2011
60
3. Faktor ekonomi 964 (17.26%) menduduki urutan ketiga dalam penyebab percerian yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Menurut Bapak Nemin Aminuddin perceraian karena faktor ekonomi biasanya terjadi karena suami sebagai kepala rumah tangga diberhentikan dari pekerjaannya sehingga suami tidak dapat memberikan nafkah yang cukup kepada istrinya hingga akhirnya istri menggugat cerai suaminya.5 4. Kekejaman jasmani 912 (16.33%) Menjadi faktor penyebabkan terjadinya perceraian yang lumayan banyak terjadi. Kekejaman jasmani dalam rumah tangga dapat terjadi karena suami atau istri melakukan kekerasan dalam rumah tangga KDRT hingga mengakibatkan salah satu pasangan mengalami cacat badan. 5. Tidak adanya tanggung jawab dalam rumah tangga 893 (15.99%) dapat berupa kelalaian suami dalam member nafkah lahir maupun batin terhadap keluarga, dan dapat pula kelalaian sang istri dalam mengurus rumah tangga seperti mengurus anak dan sebagainya. Kurangnya tanggung jawab merupakan permasalahan yang tidak mudah untuk diselesaikan karena melibatkan beberapa hal lainnya. 6. Adanya kecemburuan dalam rumuh tangga 625 (11.19%) penyebabnya karena kurang adanya rasa kepercayaan antara pasangan suami istri hingga akhirnya salah satu pihak mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan agama.
5
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bapak Nemin Aminuddin, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 25 April 2011
61
7. Adapun penyebab yang lain yang menjadi faktor perceraian tidak terlalu signifikan, hanya sebatas angka yang wajar dibandingkan 6 (enam) poin teratas. Bahkan ada penyebab yang sama sekali tidak menjadi permasalahan dalam perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Dari data yang penulis uraikan di atas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur sangatlah beragam jenis di antaranya adalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang menduduki urutan paling tertinggi di antara faktor-faktor penyebab yang lainnya. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga dipicu karena persoalan-persoalan yang beragam yaitu karena pasangan suami istri sulit untuk mengelola kepribadiannya masing-masing. Pengelolaan kepribadian dibentuk pada saat sebelum terjadinya pernikahan atau pada saat berpacaran agar nantinya pada saat mengarungi bahtera rumah tangga apabila tertimpa suatu masalah maka akan menyelesaikannya dengan baik.6 Selanjutnaya disusul dengan adanya gangguan dari pihak ketiga yang menempati urutan kedua dalam faktor penyebab terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Adanya gangguan dari pihak ketiga tidak terlepas dari peran suami yang menjaga rumah tangganya agar tidak mudah masuk orang ketiga sebagai perusak rumah tangga. Berdasarkan wawancara penulis dengan seorang ibu yang berperkara di Pengadilan Agama Jakarta timur
6
Wawancara Pribadi Penulis dengan Bapak Nasrul, Hakim pengadilan Agama Jakarta Timur, Pada Tanggal 27 April 2011
62
menyebutkan bahwa
orang ketiga sebagai perusak rumah tangga orang lain
membuat suami jarang pulang dan sering menghabiskan waktu di luar rumah. Faktor yang ketiga adalah permasalahan ekonomi yang membuat istri gugat cerai suaminya. Gugat cerai istri terhadap suaminya yang didasari oleh permasalahan ekonomi terjadi karena suami memberikan nafkah kepada istrinya tidak mencukupi. Sebagai contoh yaitu dalam rumah tangga biasanya suami memberi nafkah yang lebih kepada istrinya untuk kebutuhan rumah tangga dan belanja sang istri namun pada suatu hari suami terkena pemutusan hubungan kerja sehingga tidak dapat memberikan nafkah yang cukup kepada istrinya sehingga istrinya menggugat cerai suaminya, hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Nasrul pada saat wawancara penulis dengan beliau di kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur. 7 Berdasarkan penjelasan dari faktor-faktor penyebab perceraian di atas maka dapat diketahui bahwa faktor paling dominan yang menyebabkan terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah karena adanya ketidakharmnonisan dalam rumah tangga yang terjadi antara suami istri.
C. Analisis Penulis Terhadap Volume Cerai Gugat Meningkatnya perceraian yang terjadi di Pengadilan agama Jakarta Timur diakui oleh hakim yang menangani perkara cerai gugat di Pengadilan tersebut.
7
Wawancara Pribadi Penulis dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Bapak Nasrul, Pada Tanggal 27 April 2011
63
Perkara perdata yang berkaitan dengan cerai gugat pada setiap tahunnya meningkat dibanding dengan cerai talak pada masa-masa sebelumnya.8 Berdasarkan fakta di atas menyebutkan bahwa alasan tertinggi cerai gugat yang terjadi di pengadilan agama Jakarta timur adalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Teori tentang harmonisasi rumah tangga sudah banyak dijelaskan oleh para ulama agar tidak terjadinya suatu perceraian, yaitu permasalahan kafaah (kesetaraan) dalam perkawinan. Penentuan kafaah itu merupakan hak perempuan yang akan kawin sehingga bila dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak sekufu dengannya, dia dapat menolak atau tidak memberikan izin untuk dikawinkan oleh walinya. Sebaliknya dapat pula dikatakan sebagai hak wali yang akan menikahkan sehingga bila si anak perempuan kawin dengan laki-laki yang tidak sekufu, wali dapat mengintervensinya yang untuk selanjutnya menuntut pencegahan berlangsungnya perkawinan itu.9 Dengan adanya penjelasan mengenai kafaah maka sudah seharusnya perempuan dapat menentukan pasangan hidupnya dengan baik sehingga kelak nantinya rumah tangga yang dibinanya dapat berlangsung harmonis. Adapun persyaratan harmonis dalam rumah tangga sudah dijelaskan pula oleh para ulama yaitu dengan cara memilih pasangan dan menikah dengan orang 8
Wawancara Pribadi Penulis dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Bapak Nemin Aminuddin dan Bapak Nasrul, Pada Tanggal 25 dan 27 April 2011 9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 140-141
64
yang seagama agar tidak terjadi suatu permasalahan dalam rumah tangganya. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga dapat dipicu karena perbedaan keyakinan yang terjadi antara pasangan, walaupun pada saat awal-awal menikah menyatakan bahwasanya perbedaan agama tidak menjadi suatu penghalang namun pada saat mengarungi bahtera rumah tangga pasti akan timbul permasalahan yang sangat besar yang juga akan mengancam keutuhan rumah tangganya. Dalam teori kesetaraan gender memberikan kesamaan hak antara suami dengan istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kesetaraan yang dimaksud adalah apabila terjadi suatu permasalahan dalam rumah tangga suami dan istri memiliki hak untuk menentukan bahwa rumah tangganya patut untuk diteruskan atau mengakhiri rumah tangganya. Apabila dalam suatu rumah tangga istri selalu dianiaya oleh suami maka istri dapat meminta cerai kepada suaminya dengan jalan mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan agama setempat agar hak-hak istri dapat dipenuhi sebagai mana mestinya. Tinjauan pisikologis tentang perceraian memberikan perlindungan kepada istri untuk membela dirinya dalam keadaan terdesak oleh suaminya. Misal, seorang istri mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya baik itu kekerasan fisik maupun batin istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan agama dengan dasar gugatan yaitu adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami.
65
Tinjauan tentang teori kesadaran hukum yang menjelaskan bahwasanya dalam suatu masyarakat hukum sebagai pengatur kehidupan masyarakat yang bertujuan agar masyarakat menjalankan kehidupan secara normal dan baik tanpa adanya tindakan-tindakan yang menjurus kepada kejahatan.10 Dengan adanya kesadaran masyarakat terhadap hukum maka perceraian dapat diminimalisir keberadaannya dan juga suami dan istri selalu harmonis dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya. Menurut tinjauan Filsafat Hukum Islam menjelaskan bahwasanya seperti yang tertera dalam hadis Nabi SAW tentang perceraian yaitu suatu perbuatan yang halal namun di benci oleh Allah SWT. Pada kenyataannya pada zaman sekarang ini banyak istri yang menggugat cerai suaminya. Apabila dianalisis mengenai hadis tentang perceraian, mengapa Allah SWT membenci perceraian karena Allah SWT membenci kebohongan yang terjadi pada saat melakukan perceraian. Peran
hakim
dalam
menyelesaikan
cerai
gugat
adalah
dalam
menanggulangi banyaknya perkara cerai gugat hakim pengadilan agama Jakarta Timur menerapkan asas dalam pengadilan agama bahwa menyelesaikan perkara secara cepat yaitu dengan tidak menunda-nunda perkara untuk diputus dan berbagi tugas pada ketiga majelis hakim serta para pegawai pengadilan agama untuk segera menyelesaikan perkara secepatnya.
10
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Nusa Media, 2009), Cet Ke-IV, h. 131-132.
66
Dalam PERMA No 1 Tahun 2008 tentang mediasi menyatakan bahwasanya sebelum persidangan dilangsungkan maka hakim memberikan kesempatan kepada pemohon dan termohon untuk melakukan mediasi terlebih dahulu di depan hakim mediator. Apabila perdamaian sudah tidak dapat ditempuh melalui hakim mediator maka ketua majelis melanjutkan persidangan dengan agenda pemanggilan saksi-saksi untuk di dengar keterangannya di depan persidangan hingga akhirnya adanya putusan perceraian.11 Analisis Putusan Tentang Cerai Gugat Duduk perkara Maharani Ayudha Loebis binti R.B. Loebis (alm), umur 34 tahun, agama Islam, pendidikan S1, pekerjaan karyawan swasta, tempat tinggal di jalan Jatirawamangun N0. 5 RT.007 RW. 002 Kelurahan Jati, Kecamatan Pulogadung Kota Jakarta Timur, selanjutnya disebut dengan PEMOHON. Muhammad Fahlevi bin H. Rais Saadjie (alm), umur 32 tahun, agama Islam,
pendidikan
SMA,
pekerjaan
swasta,
tempat
tinggal
di
jalan
Jatirawamangun No. 5 RT.007 RW. 004 Kelurahan Jati, Kecamatan Pulogadung, Kota Jakarta Timur, selanjutnya disebut dengan TERMOHON. Pemohon dan termohon adalah suami istri yang sah yang perkawinannya tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan pada tanggal 25 September 2005 dengan Akta Nikah Nomor 1136/163/IX/2005. Setelah menikah pemohon dan termohon hidup rukun sebagaimana mestinya 11
PERMA No 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi
67
pasangan suami istri selama 5 tahun 5 bulan dan dikaruniai dua (2) orang anak. Namun disayangkan kehidupan rumah tangga pemohon dan termohon mulai goyah dan terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi sejak tahun 2006. Hingga akhirnya pertengkaran tersebut semakin tajam dan memuncak yang terjadi pada bulan Desember tahun 2009. Adapun penyebab perselisihan dan pertengkaran yang terjadi adalah karena: a. Antara pemohon dan termohon tidak ada kecocokan dan keharmonisan lagi dalam membina rumah tangga. b. Termohon dalam memberikan nafkah lahir tidak menentu dan kurang mencukupi sehingga kebutuhan rumah tangga menjadi tanggungan pemohon. c. Termohon telah melakukan kekerasan fisik kepada pemohon dengan memukul, menarik rambut dan lain-lain. d. Termohon lebih mementingkan keluarga besar termohon dari pada pemohon dan anak-anak.
Analisa kasus Dari duduk perkara di atas, dapat diketahui dengan jelas alasan-alasan mengapa pemohon mengajukan cerai gugat kepada termohon, yaitu karena dalam rumah tangga merasa sudah tidak adanya kecocokan dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga yang disebabkan karena termohon sering melakukan tindakan kekerasan serta tidak memberikan nafkah lahir secara cukup.
68
Dalam perkara cerai gugat ini, pihak Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur telah berupaya untuk mengambil langkah-langkah positif, seperti upaya perdamaian demi keberlangsungan hubungan suami istri namun pada saat persidangan tidak dihadiri oleh termohon tanpa disebabkan suatu halangan yang sah, padahal gugatan pemohon beralasan dan tidak bertentangan dengan hukum, maka sesuai dengan Pasal 125 HIR gugatan termohon dapat diputuskan tanpa hadirnya termohon (verstek). Dengan tidak hadirnya termohon dalam setiap persidangan maka Majelis Hakim memberikan pertimbangan bahwa “menolak kemudharatan, harus lebih didahulukan dari pada mencari dan memperoleh kemaslahatan (dar-ul mafaasid muqaddamun ‘alaa jalbil mashoolihin)” oleh karenanya gugatan pemohon cukup beralasan dan tidak bertentangan dengan hukum, sesuai dengan ketentuan pasal KHI 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 ketentuan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam KHI huruf (f), maka gugatan pemohon dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu bain shugro kepada termohon. Dengan demikian menurut penulis bila dilihat dari sudut pandang ushul fiqh yaitu istihsan12, maka antara pemohon dan termohon dapat melakukan perceraian karena apabila rumah tangganya tetap akan dilanjutkan maka akan menimbulkan kemudharatan dan kesulitan bagi pemohon.
12
Istihsan diartikan meminta berbuat kebaikan, yakni menghitung-hitung sesuatu dan menganggapnya kebaikan. Menurut Imam Al-Ghazali Istihsan adalah semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian penjabaran pada bab sebelumnya penulis dapat menyimpulan sebagai berikut: 1. Faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam kurun waktu tiga tahun (2008-2010) adalah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga dengan angka 1134 (20.31%), dilanjutkan dengan adanya gangguan dari pihak ketiga sebanyak 1016 (18.19%), Faktor ekonomi 964 (17.26%) menduduki urutan ketiga dalam penyebab perceraian, Kekejaman jasmani 912 (16.33%) yang juga menjadi faktor penyebab terjadinya perceraian, kurangnya tanggung jawab baik itu dari pihak suami atau istri yang juga menjadi faktor penyebab tarjadinya perceraian yaitu sebanyak 893 (15.99%), dan Adanya kecemburuan dalam rumuh tangga 625 (11.19%) yang juga menjadi pengancam keutuhan rumah tangga. 2. Faktor yang paling dominan penyebab terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga yang menduduki angka tertinggi dibandingkan faktor-faktor penyebab yang lainnya. 3. Dalam menanggulangi banyaknya perkara cerai gugat Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur menerapkan asas dalam pengadilan agama bahwa
69
70
menyelesaikan perkara secara cepat yaitu dengan tidak menunda-nunda perkara untuk diputus dan berbagi tugas pada ketiga majelis hakim serta para pegawai Pengadilan Agama untuk segera menyelesaikan perkara secepatnya. Apabila kita kaitkan dengan ushul fiqh bahwasanya adanya metode istihsan yaitu dengan cara menghitung-hitung sesuatu dan menganggapnya kebaikan. Apabila kita lihat kasus percerain yang terjadi di pengadilan agama sangatlah banyak apalagi kasus cerai gugat yang dilakukan istri terhadap suaminya. Percerian adalah suatu hal yang sangat dibenci oleh Allah SWT karena dalam percerian pasti ada kebohongan yang terjadi antara pasangan suami istri ketika hendak memutuskan untuk bercerai, namun apabila perceraian itu memang sangat baik untuk pasangan suami istri dan juga apabila rumah tangga tersebut bila diteruskan akan menimbulkan kemudharatan maka jalan yang paling baik adalah perceraian.
B. Saran-saran 1. Dengan banyaknya perkara cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur maka Hakim pengadilan Agama Jakarta Timur harus bekerja ekstra teliti dan bijaksana untuk memutus perkara cerai gugat agar memberikan rasa keadilan pada yang berperkara. 2. Hendaklah kepada para pejabat Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), agar dapat lebih memaksimalkan lagi dalam memberikan
71
pelajaran serta penyuluhan tentang pembentukan keluarga yang harmonis agar tidak meningkat angka perceraian khususnya cerai gugat. 3. Banyaknya permasalahan gugat cerai istri kepada suaminya menimbulkan suatu permasalahan yaitu tentang nafkah iddah bagi istri yang menggugat cerai suaminya. Dalam Undang-undang tidak dijelaskan bahwa istri mendapatkan nafkah iddah dari suaminya maka sudah sepatutnya istri mendapatkan nafkah iddah dari suami sesuai dengan kesepakatan yang sudah mereka sepakati.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’annul Karim dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI. Al-Hamdani, Risalah Nikah: Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2002. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Al-Iraqi, Butsainah As-Sayyid, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah Abu Hilmi Kamaluddin, Jakarta: Pustaka Al-sofwan, 2005. Ayub, Syaikh Hasan, Fiqh Keluarga, Penerjemah M. Abd, Ghoffar, EM, Jakarata: alKautsar, 2001. Daud Ali, Muhammad, Hukum Islam dan Pandangan Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-2. Departeman Agama RI: Direktorat Jenderal, Bimbingan Masyarakat, dan Penyelenggaraan Haji, al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989. Doi, A. Rahman, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah), Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.1. Evendi, Satria M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer “Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyyah”, diterbitkan atas kerja sama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta dan Balitbang Depag R.I. Jakarta: Prenada Media, 2004. Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan Karena Ketidak-mampuan Suami Menunaikan Kewajibannya, Jakarta: CV Pedoman Ilmu jaya, 1989. Ghazali, Abdurrahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003. Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000. ------------------Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2007. -----------------Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Surabaya: Karya Anda, 1975.
72
73
Husain, Abi Muhammad bin Mas’ud Baghwi, Syarhus Sunnah, Beirut, Darul Kitabul Alamiah, 516-463 H, jilid V. http://badilag.net http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=33879&ik=3. Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa Media, 2009, Cet Ke-IV Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007, Cet. I. Moleong, Lexy. J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Muhammad, Abu Abdullah, Sahih al-Bukhari, Beirut: Daar al Fiqh, 1994. Muhammad, Ibnu Abdillah bin Ismail bin Ibrahim. Shahih Bukhori, kairo : Jumhuriyyah Mishro al-Arobiyah, 1411 H, juz VIII. Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1993. Mulyati, Sri, Relasi Suami Istri dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2004. Munawir, Ahmad Warsono, Almunawir Kamus Besar Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, Cet. Ke-14. Nawawi, Hadad, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998, Cet. Ke-8. Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2006. Qardhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penerjemah As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Sabiq, Sayyid Fikih Sunnah, Beirut: Dar al-Kitab al-Farabi, 1973, Jilid 2, Cet. II. Sabiq, Sayyid, Fiqhusunnah: Fikih Sunnah 8, Penerjemah Mohammad Thalib, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981, Cet. I.
74
Sabiq, Sayyid, Terjemah: Fikih Sunnah Jilid 3, Jakarta: Pena Punadi Aksara, 2008, Cet. Ke-3. Said, A. Fuad, Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993. Sajastani, Abu Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, Kairo : Mustafa al-Babi al- halabi, 1952, Juz I. Shiddieq, Ahmad, Hukum Talak dalam Islam, Surabaya: Putra Pelajar, 2001. Soekanto, Soerjono dan Mamuji, Sri. Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,. Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1995, Cet. Ke-4. Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1999, Cet. Ke-9. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Bandung : Alfabeta, 2004. Sukandarrumidi, Metodelogi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004. Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Persada Media, 2003. Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2006. Thalib, Sayuti, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: UI-Press, 1986, Cet. V. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2002. Wawancara Pribadi Penulis dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Bapak Nemin Aminuddin dan Bapak Nasrul, Pada Tanggal 25 dan 27 April 2011. Wawancara Pribadi Penulis dengan Penggugat cerai di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada Tanggal 27 April 2011.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA HAKIM 1. Selama Bapak/Ibu Hakim bertugas di Pengadilan Agama Jakarta Timur, pernahkah menangani perkara cerai yang diajukan istri kepada suami? 2. Apa makna cerai gugat menurut Bapak/Ibu Hakim? 3. Mayoritas apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pengajuan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur? 4. Apa saja pertimbangan Bapak/Ibu Hakim dalam memutus perkara cerai gugat? 5. Apa permasalahan yang masih menjadi polemik dalam menyelesaikan perkara cerai gugat di lihat dari sisi Undang-undang maupun sumber daya manusia (SDM)? 6. Apa pendapat Bapak/Ibu Hakim tentang hak-hak perempuan dalam cerai gugat? 7. Bagaimanakah Bapak/Ibu Hakim menanggulangi banyaknya perkara cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur?
PEDOMAN WAWANCARA PENGGUGAT/TERGUGAT 1. Apa alasan yang dipakai hingga Bapak/Ibu ingin bercerai? 2. Apa pertimbangan Bapak/Ibu hingga ingin bercerai? 3. Apa yang menjadi faktor penyebab istri menggugat cerai suami? 4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan oleh istri? 5. Apakah sudah ditempuh jalan perdamaian oleh Bapak/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi? 6. Apa yang Bapak/Ibu fahami tentang cerai gugat?
HASIL WAWANCARA HAKIM SUMBER
: Drs. H. Nemin Aminuddin, SH., MH
TANGGAL : 25 April 2011 LOKASI
: Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Selama Bapak bertugas di Pengadilan Agama Jakarta Timur, pernahkah menangani perkara cerai yang diajukan istri kepada suami? Jawaban: Ya pernah. 2. Apa makna cerai gugat menurut Bapak? Jawaban: Cerai gugat adalah gugatan perceraian yang dilakukan oleh istri terhadap suaminya dengan cara istri membayar tebusan kapada suaminya berdasarkan penyebab-penyebab yang terjadi sesuai dengan Pasal yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116. 3. Mayoritas apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pengajuan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur? Jawaban: Yang menjadi latar belakang pengajuan cerai gugat yang dilakukan oleh istri yang paling sering adalah permasalahan tidak adanya keharmonisan dalam
rumah tangga yaitu dalam bentuk perselisihan atau pertengkaran antara suami dengan istri. Perselisihan atau pertengakaran dapat dikatagorikan menjadi dua bentuk yaitu pertengkaran aktif dan pertengkaran pasif. Pertengkaran aktif adalah antara suami dengan istri terjadi perang mulut dalam rumah tangganya sehingga diketahui oleh sanak keluarganya. Sedangkan pertengkaran pasif adalah pertengkaran yang terjadi antara suami dengan istri dengan jalan menghentikan komunikasi antar pasangan walaupun tinggal dalam satu rumah namun saling tidak tegur sapa antar keduanya. Selanjutnya adalah masalah perselingkuhan yang dilakukan oleh suami serta suami melakukan poligami secara tidak sehat yang tanpa diketahui oleh sang istri atau biasa disebut nikah Sirri. Faktor selanjutnya adalah permasalah ekonomi yaitu dengan sebab suami terkena pemutusan hubungan kerja PHK maka sang istri tidak dapat terpenuhi kebutuhan rumah tangganya hingga akhirnya sang istri menggugat cerai suaminya dan juga permasalah kekerasan dalam rumah tangga KDRT yang menjadi faktor penyebab istri menggugat cerai suaminya. 4. Apa pertimbangan Bapak dalam memutus perkara cerai gugat? Jawaban: Berdasarkan kaedah hukum dalam keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa apabila dalam rumah tangga terjadi perselisihan atau percekcokan yang terjadi antara suami dengan istri apabila sudah tidak dapat
didamaikan lagi oleh sanak keluarganya dan tidak ada harapan untuk mempersatukan rumah tangganya maka hakim dapat memberikan putusan perceraian. 5. Apa permasalahan yang masih menjadi polemik dalam menyelesaikan perkara cerai gugat di lihat dari sisi Undang-undang maupun sumber daya manusia (SDM)? Jawaban: Dari sisi Undang-undang sudah tidak ada permasalahan karena permasalahan cerai gugat sudah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Dari sisi sumber daya manusia pun masyarakat sudah mulai terbuka terhadap hukum atau melek hukum khususnya bagi istri, apabila istri merasa di zholimi oleh suaminya maka istri pun dapat mengajukan gugatan perceraian. Berbeda pada zaman dahulu bahwasanya istri sangatlah patuh terhadap suaminya hingga tidak berani untuk meminta cerai kepada suaminya apabila di zholimi. 6. Apa pendapat Bapak tentang hak-hak perempuan dalam cerai gugat? Jawaban: Menurut pendapat saya, sudah saatnya istri mendapatkan nafkah iddah dari suaminya, walaupun dalam perundang-undangan masalah cerai gugat tidak disebutkan bahwa istri mendapatkan nafkah iddah dari suaminya namun hanya mendapatkan harta gono-gini dari hasil perkawinannya. 7. Bagaimanakah Bapak menanggulangi banyaknya perkara cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur?
Jawaban: Dengan cara memenej persidangan, yaitu perkara tidak boleh menumpuk di meja hakim dan dalam satu hari tidak boleh melebihi dari 20 perkara maka harus diputus secepatnya. Dalam masalah cerai gugat memang tidak terlalu sulit dalam penanganan kasusnya dan tidak membutuhkan waktu persidangan yang lama karena apabila sudah dihadirkan saksi dari keluarga yang menyaksikan pertengkaran dalam rumah tangganya maka perkara dapat diputus secepatnya tanpa harus menunggu sidang-sidang berikutnya. Dan terkadang dari pihak suami menuruti saja gugatan dari pihak istri maka perkara dapat diputus secepatnya. Berbeda dengan kasus harta bersama dalam perkawinan, yaitu dalam penanganan perkaranya membutuhkan waktu sidang yang lama dan harus menghadirkan saksi-saksi yang banyak terkait dengan kasus tersebut.
Jakarta, 25 April 2011 Informan,
Drs. H. Nemin Aminuddin, SH., MH
HASIL WAWANCARA HAKIM SUMBER
: Drs. Nasrul, MA
TANGGAL : 27 April 2011 LOKASI
: Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Selama Bapak bertugas di Pengadilan Agama Jakarta Timur, pernahkah menangani perkara cerai yang diajukan istri kepada suami? Jawaban: Ya pernah. bahkan lebih sering perkara cerai gugat yang saya tangani.
2. Apa makna cerai gugat menurut bapak? Cerai gugat adalah perceraian yang diajukan oleh seorang istri yaitu istri bertindak sebagai pemohon dalam kasus perceraian agar dapat diceraikan dari suaminya oleh Pengadilan Agama.
3. Mayoritas apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pengajuan cerai gugat di Pengadilan agama Jakarta Timur? Yang menjadi mayoritas pengajuan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah permasalahan ekonomi, yaitu karena suami memberikan nafkah kepada istrinya kurang mencukupi biaya rumah tangga sehari-hari. Berhubung karena istri biasanya diberikan nafkah yang cukup oleh suamin namun karena suami di PHK maka sudah tidak dapat memberikan nafkah yang cukup kepada istri maka istri menggugat cerai suaminya. Faktor selanjutnya adalah
masalah adanya orang ketiga dalam rumah tangga yang menyebabkan percekcokan dan pertengkaran terjadi dan juga adanya masalah pengelolaan kepribadian sifat dari istri dan suami yang terkadang sulit untuk menyatukan persepsi dan jalan memikiran antar keduanya sehingga menyebabkan sering terjadinya pertengkaran dan percekcokan dalam rumah tangga hingga akirnya istri menggugat cerai suami.
4. Apa pertimbangan Bapak dalam memutus perkara cerai gugat? Berdasarkan dalil-dalil perkara cerai gugat apakah terbukti dalam persidangan terjadi adanya suatu permasalahan dalam rumah tangganya seperti contoh suami tidak bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya karena adanya orang ketiga yang membuat suami tidak memberikan nafkah sebagai mana mestinya. Dan juga diperkuat oleh saksi-saksi yang membenarkan bahwa suami sering tidak menafkahi istri dan kelaurganya maka perkara dapat diputus.
5. Apa permasalahan yang masih menjadi polemik dalam menyelesaikan perkara cerai gugat di lihat dari sisi Undang-undang maupun sumber daya manusia (SDM)? Yang masih menjadi polemik dalam permasalahan cerai gugat adalah sumber daya manusianya yaitu dimana pihak-pihak buta terhadap hukum dalam proses persidangan sehingga membuat larut-larut dalam persidangan. sebagai
contoh tergugat memberikan jawaban tertulis dalam persidangan namun tidak memenuhi kriteria jawaban yang diminta. selanjutnya dalam proses pembuktian terjadi ketidak sempurnaan teknis yang disebabkan oleh penggugat atau tergugat yaitu tidak membubuhi matrai dalam surat pembuktiannya sehingga pembuktian dianggap tidak sempurna oleh hakim.
6. Apa pendapat Bapak tentang hak-hak perempuan dalam cerai gugat? Dalam hukum islam telah diatur secara jelas hak-hak perempuan dalam perceraian. Namun dalam perkara cerai gugat istri tidak mendapatkan nafkah iddah dari suami akan tetapi istri dapat meminta haknya yaitu menuntut nafkah-nafkah yang lalu sebelum bercerai karena pada masa sebelum perceraian istri tidak diberikan nafkah oleh suminya. Selanjutnya adalah hak tentang pemeliharaan anak dapat diminta oleh seorang istri.
7. Bagaimanakah Bapak menanggulangi banyaknya perkara cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur? Dalam menanggulangi banyaknya perkara cerai gugat maka dalam persidangan ketua majelis yang dibantu oleh dua hakim anggota berbagi tugas dalam memeriksa perkara. Pemeriksaan berita acara persidangan majelis hakim pun dibantu oleh para pegawai pengadilan sehingga memudahkan dan mempercepat dalam memutus perkara. Selanjutnya dalam persidangan terdapat mediasi, apabila mediasi berhasil maka mempercepat proses
persidangan dan langsung dikeluarkannya akta perdamaian dari hakim mediasi.
Jakarta, 27 April 2011 Informan
Drs. Nasrul, MA
HASIL WAWANCARA PENGGUGAT SUMBER
: Ibu Nani
TANGGAL : 27 April 2011 LOKASI
: Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Apa alasan yang dipakai hingga Ibu ingin bercerai? Jawaban: Karena dalam rumah tangga saya sudah tidak ada kecocokan lagi dan sering adanya ketidak keterbukaan suami kepada saya. Penyebab yang lain juga ada yaitu faktor ekonomi yaitu suami saya sudah tidak memberikan nafkah lahir batin kepada saya dan keluarga. 2. Apa pertimbangan Ibu hingga ingin bercerai? Jawaban: Dalam membentuk keluarga yang harmonis sudah sepatutnya suami sebagai kepala keluarga dapat memberikan rasa kenyamana dan ketenangan dalam keluarga namun pada kenyataannya tidak maka saya memutuskan bercerai dengan alasan agar saya mendapatkan ketenangan batin. 3. Apa yang menjadi faktor penyebab istri menggugat cerai suami? Jawaban: Yang menjadi faktor penyebab saya menggugat cerai suami saya adalah karena kami merasa sudah tidak ada kecocokan dalam berbagai hal, dan
terkadang saya juga sering merasakan tekanan batin yang disebabkan oleh perlakuan suami saya yang sering mengeluarkan kata-kata yang kurang enak di dengar kepada saya. 4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan oleh istri? Jawaban: Tanggapan suami saya adalah mempersilahkan saya untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. 5. Apakah sudah ditempuh jalan perdamaian oleh Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi? Jawaban: Saya sudah sering menempuh jalur perdamaian oleh suami saya, bahkan dari kelaurga pun sudah ikut serta dalam mendamaikan permasalahan tersebut namun tidak ditemukan kesepakatan untuk berdamai oleh suami saya. 6. Apakah yang Ibu fahami tentang cerai gugat? Jawaban: Cerai gugat adalah istri meminta cerai kepada suaminya kerena istri merasa sudah tidak ada lagi kecocokan dalam menjalankan rumah tangga.
HASIL WAWANCARA PENGGUGAT SUMBER
: Ibu Tya
TANGGAL : 27 April 2011 LOKASI
: Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Apa alasan yang dipakai hingga Ibu ingin bercerai? Jawaban: Alasan saya ingin bercerai dengan suami saya adalah karena suami saya selingkuh dengan perempuan lain dan juga terkadang bertindak kasar kepada saya. Karena suami saya berselingkuh dengan perempuan lain maka dia sudah tidak memberikan nafkah kepada saya. 2. Apa pertimbangan Ibu hingga ingin bercerai? Jawaban: Pertimbangan saya hingga ingin bercerai dengan suami saya adalah karena suami tidak bertanggung jawab kepada saya dan keluarga ditakutkan akan berdampak buruk pada anak, karena saya sangat menyayangi anak saya. 3. Apa yang menjadi faktor penyebab istri menggugat cerai suami? Jawaban: Yang menjadi penyebab saya menggugat suami saya adalah karena suami saya tidak bertanggung jawab terhadap keluarga dan juga terkadang sesekali suami saya bertindak kasar kepada saya.
4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan oleh istri? Jawaban: Suami saya memberi respon atau tanggapan yang biasa ketika saya menyatakan bahwa akan menggugat cerai dirinya dan juga dia menyetujui untuk bercerai dengan saya. 5.
Apakah sudah ditempuh jalan perdamaian oleh Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi? Jawaban: Sudah, kami pun sudah membawa masalah ini ke kelurga besar kami namun tetap tidak dapat ditemukan perdamaian. Akhirnya kami pun tetap memutuskan untuk bercerai.
6. Apakah yang Ibu fahami tentang cerai gugat? Jawaban: Cerai gugat adalah istri menggugat cerai suami dengan cara mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama baik secara lisan atau tulis.
HASIL WAWANCARA PENGGUGAT SUMBER
: Ibu Suerna
TANGGAL : 27 April 2011 LOKASI
: Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Apa alasan yang dipakai hingga Ibu ingin bercerai? Jawaban: Alasan saya ingin bercerai dengan suami saya kerena suami saya telah pergi meninggalkan saya dan keluarga selama 4 tahun tanpa ada kabar berita dari suami saya. 2. Apa pertimbangan Ibu hingga ingin bercerai? Jawaban: Pertimbangan saya hingga ingin bercerai dengan suami saya adalah masalah anak. Karena selama kepergian suami saya anak saya merasa sudah tidak memiliki sosok figur seorang ayah yang dapat membimbing keluarga. 3. Apa yang menjadi faktor penyebab istri menggugat cerai suami? Jawaban: Faktor penyebab saya menggugat suami saya adalah masalah ekonomi, memang pada awalnya suami saya bekerja namun terkena pemutusan hubungan kerja
dan akhirnya kami jadi sering bertengkar. Akibat
pertengkaran yang sering terjadi akhirnya suami saya meninggalkan saya dan keluarga. 4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan oleh istri? Jawaban: Sampai saat ini belum ada jawaban dari suami saya karena memang saya belum mengetahui keberadaan suami saya
5. Apakah sudah ditempuh jalan perdamaian oleh Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi? Jawaban: Pernah ditempuh jalur perdamaian ketika suami masih berada di rumah namun tetap tidak menemukan jalan perdamaian. 6. Apakah yang Ibu fahami tentang cerai gugat? Jawaban: Saya tidak terlalu mengetahui masalah cerai gugat, namun karena suami saya meninggalkan saya dan kelaurga akhirnya saya memberanikan diri untuk pergi ke Pengadilan Agama agar masalah saya dapat cepat diselesaikan.
STRUKTUR ORGANISASI PENGADILAN AGAMA KELAS – IA JAKARTA TIMUR
MARET 2011
KETUA Drs. H. Wakhidun AR., SH., M.Hum WAKIL KETUA Drs. H. Muh. Abduh Sulaeman, SH, MH
HAKIM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Hj. Munifah Djam’an, SH Dra. Hj. Saniyah. KH Dra. Nur’aini Saladdin, SH Dra. Haulillah, MH Drs. H. Fauzi M. Nawawi, MH Hj. Yustimar B., SH Dra. Nurroh Sunah, SH H. Abdillah, SH., MH. Drs. H. Abd. Ghoni, SH, MH. (MARI)
HAKIM
PANITERA / SEKRETARIS Drs. H. Ujang Mukhlis., SH., MH.
WAKIL PANITERA H. Hafani Baihaqi, Lc, SH
PAN MUD HUKUM
PAN MUD GUGATAN
PAN MUD PERMOHONAN
Pahrurrozi, SH
Ali Mustofa, SH
H. Bangbang SP, SH, SP.I, MH
1. H. Mubarok, SHI 2. Kemas M. Irfan, SE 3. --
1. Darul Fadli, SHI, MA 2. Zuhairi B. Ashbahi, SHI 3. --
1. 2. 3. 4.
Siti Mahbubah, S.Ag Sri Komalasari R. Desy Puspasari, A.Md Monika Septi Indriyani, A.Md
WAKIL SEKRETARIS Hj. Siti Waingah, S.Pd.I
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Drs. H. Nemin Aminuddin, SH., MH Drs. H. Achmad Busyro, MH. Elvin Nailana, SH., MH. Drs. N a s r u l , MA Drs. Sultoni, MH. Drs. Amril Mawardi, SH. Drs. H. M. Syamri Adnan, SH, MHI Drs. Yayan Atmaja, SH (MARI) --
KEPALA SUB. BAG. UMUM
KEPALA SUB. BAG. KEUANGAN
Plt. KA. SUB. BAG. KEPEGAWAIAN
Muhammad Zuhri
Dewi Utari, SE
Hamim Naf’an, SHI
1. Sutini, S.Ag 2. Muhammad Arsyi 3. Rd. Yadi Sumiadi W.
1. Sanjaya Langgeng. S 2. Achmad Mubarok, SHI 3. --
1. -2. -3. --
PANITERA PENGGANTI 1. Drs. Ade Faqih 2. Dra. Siti Nurhayati 3. Siti Makbullah, SH 4. Titiek Indriaty, SH 5. Aday, S.Ag 6. Fathony, SH 7. Zulhemi, B.A.
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Hj. Spa Ichtiyatun, SH, MH Hj. Andar Aryani, SH., MH Drs. H. Ujang Sodik Mastanah, SH Sri Mulyati, S.Ag Yulisma, SH Windarti, SH
15. Rahmah Sufiyah, SH, MH 16. Muhammad Sayhon, SH 17. Syarif Maulana, SH 18. Rohimah, SH, MH 19. Hj. Alfiah Yuliastuti, SH 20. Dwiarti Yuliani, SH 21. --
JURUSITA
1. Moh. Sidik 2. Abd. Rochim 3. Ade Husniati
JURUSITA PENGGANTI 1. Suparno 2. Veny Rahmawati 3. Sirajuddin Haris 4. M. Dirwansyah Ridlah 5. Yuspa 6. Agus Alwi
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Sumiyati Iman Suwardi Marhamah Prio Rinanto ---