TINGKAT CERAI GUGAT DI JAKARTA (Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta SelatanTahun 2006–2008)
Oleh:
Muhammad Muslim NIM: 101044122109
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M
TINGKAT CERAI GUGAT DI JAKARTA (Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta SelatanTahun 2006–2008)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh: Muhammad Muslim NIM: 101044122109 Di Bawah Bimbingan
Afwan Faizin, M.A NIP.150326890
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi adalah hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan
hasil karya asli
saya/merupakan hasil jiplakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 01 Desember 2009
Muhammad Muslim
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang telah memberikan rahmat, kasih dan sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Teladan Nabi Muhammad saw, serta keluarga, sahabat dan para penerus perjuangan agama Islam. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, dapat diatasi dengan sebaikbaiknya, sehingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak/Ibu: 1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, beserta segenap jajarannya yang telah memberikan kesempatan,
baik
secara
edukatif
maupun
administratif,
sehingga
memperlancarkan terselesaikannya skripsi ini. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., dan Kamarusdiana, S.Ag., M.Hum., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah.
3. Afwan Faizin, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memudahkan setiap langkahnya. Amin. 4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak memberikan wawasan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis, dan mudah-mudahan penulis bisa mengamalkannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. 5. Drs. Pahlawan Harahap, SH., MA., selaku Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Beserta jajarannya, khususnya kepada pak Aji dan pak Taufik karena dengan bantuan beliau-beliau lah penulis dapat melengkapi segala data yang dibutuhkan. 6. Dra.Hj. Muhayah, SH., MH., dan H. M. Khailani, SH. MH, selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan sekaligus yang menjadi sumber wawancara. Terima kasih karena sudah memberi kesempatan pada penulis untuk wawancara di sela-sela kesibuaknnya. 7. Pimpinan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah beserta segenap jajarannya, juga Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum dan segenap jajarannya. Terima kasih telah memberikan kesempatan, bantuan serta fasilitas kepada penulis untuk mengadakan studi kepustakaan. 8. Teruntuk kedua orang tua penulis, untuk segala doa, kasih dan sayangnya, keikhlasan dan ketabahan dalam mengasuh dan mendidik, yang selalu penulis rasakan hingga saat ini.
9. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada segenap anak-anak Sanyo Boy, teman-teman UKM RIAK, Lord Ahmed (beserta teman-temannya). Mudahmudahan jalinan persahabatan kita tidak akan luntur lekang oleh waktu dan semoga persahabatan kita bisa terjalin sampai kapanpun dan dimanapun kita berada. Terima kasih untuk semua keakraban, keceriaan, kenyamanan, kebersamaan, serta kedamaian yang kalian berikan. Semoga amal baik mereka dibalas Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Jazakumullah Khairan Katsiran. Sungguh hanya Allah yang dapat membalas kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Amin. Akhirnya mohon maaf penulis sampaikan untuk semua pihak yang tidak tersebutkan.
Jakarta,
01Desember 2009 M 14 Dzulhijjah 1430 H
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... BAB I
x
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .....................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
7
D. Tinjauan Kajian Terdahulu ....................................................
8
E. Kerangka Teori .....................................................................
9
F. Metode Penelitian ................................................................. 11 G. Sistematika Penulisan ............................................................ 13 BAB II
KAJIAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian ............................... 15 B. Macam-macam Perceraian dan Akibat Hukumnya ................ 18 C. Faktor-faktor Penyebab Perceraian ........................................ 32
BAB III.
KEADAAN UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN A. Sejarah Singkat Tentang Berdirinya Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Dasar Hukum Pembentukannya. ............. 38 B. Struktur Organisasi Pangadilan Agama Jakarta Selatan ......... 42 C. Sarana dan Prasarana Pengadilan Agama Jakarta Selatan ...... 44 D. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan............... 46
BAB IV
PENINGKATAN YANG
ANGKA
MEMPENGARUHI
DAN
FAKTOR-FAKTOR
CERAI
GUGAT
DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2006-2008 .......... 48 B. Jumlah Peningkatan Angka Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ......................................................... 51 C. Faktor-Faktor
Yang
Menjadi
Penyebab
Terjadinya
Peningkatan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan .................................................................................. 55 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................... 64 B. Saran-saran ........................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 69
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara ...................................................................................
69
2. Hasil Wawancara .........................................................................................
71
3. Bagan Struktur Pengadilan Agama Jakarta Selatan .......................................
85
4. Data Perceraian Tahun 2006 .........................................................................
86
5. Data Perceraian Tahun 2007 .........................................................................
89
6. Data Perceraian Tahun 2008 .........................................................................
92
7. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ...............................................
95
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling mengenal dan berpasang-pasangan agar mereka cenderung satu sama lainnya saling menyayangi dan mencintai. Bagi umat Islam terdapat aturan untuk hidup bersama seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seseorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.1
!" ()*, ./ #☯&' !9,: 5678 01&234 A3B <34 @ =☺ ? ,;<2*< HI*4/ EF G CD MNOP JK⌧ Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21) Persoalan yang kerap timbul dalam perkawinan biasanya terdapat pada tugas dan kewajiban sebagai pasangan yang terkadang tumpang tindih karena 1
Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Departemen Agama Republik Indonesia, 2004
beberapa sebab. Apabila salah satu pihak ada yang melalaikan hak dan kewajibannya dalam perkawinan atau rumah tangga maka masing-masing pihak suami istri dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan. Karena kedua belah pihak mempunyai hak yang sama sebagai warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-undang perkawinan no. 1 Tahun 1974 pasal 34 ayat 3.2 Pada perkembangannya, manusia selalu berusaha memotifasi diri untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan bekerja keras. Banyak hal yang dilakukan baik yang bekerja sebagai karyawan maupun yang berwiraswasta, namun pada kenyataanya ada beberapa hal pada bidang pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh laki-laki dan sebagian hanya dilakukan oleh perempuan. Hal tersebut yang pada akhirnya mendorong perempuan untuk melangkah mensejajarkan diriya dengan laki-laki atau lebih dikenal dengan persamaan gender. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah Islam tidak membedakan lakilaki dan wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja. Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal sholih. Islam mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat. Tak
2
Himpunan Undang-undang, No. 1 Tahun 1974, Departemen Agama Indonesia, 2004
ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, akan tetapi yang membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.3 Islam jelas memberikan kebebasan kepada setiap perempuan dalam bekerja, namun permasalahan yang kerap kali timbul adalah timbulnya keengganan perempuan untuk mengurus rumah tangganya yang menjadi tugas utamanya, sehingga perhatian terhadap anak akan sangat berkurang. Islam menginginkan rumah tangga yang dibina dalam suatu pernikahan yang kekal, yaitu dengan keharmonisan antara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi. Hal tersebut bertujuan agar masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.4 Idealnya sebuah kehidupan rumah tangga adalah untuk hidup rukun bahagia dan tentram, namun sebuah perjalanan hidup tidak selamanya mulus sesuai yang diharapkan, kadang terdapat perbedaan pandangan dalam memahami kehidupan dan pertengkaran di antara pasangan suami isteri yang merasa tidak nyaman dan tenteram lagi dengan perkawinan mereka. Karena pada kenyataannya membina hubungan keluarga tidak mudah bahkan sering terjadi perkawinan mereka kandas di tengah jalan5. Perselisihan yang timbul dalam pernikahan kini banyak disebabkan permasalahan yang beragam bermula dari faktor ekonomi,
3
www.mahkamahsyariahaceh.go.id/data 28 Juni 2009.
4
Drs. Kamal Mukhtar. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta:Bulan Bintang, 1974) h. 14 5
Chuzaemah Tahido Yanggo dan A. Hafiz Anshari. A. Z., Problematika Hukum Islam dan Kontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hal.72
perbedaan dalam menentukan sikap, penyelesaian masalah yang mementingkan ego, dan lain sebagainya. Sang istri sebagai wanita karir dan suami yang menganggur menyebabkan ketiadaan nafkah dalam keluarga dari suami, sehingga nafkah keluarga hanya bergantung dari sang istri atau penghasilan yang didapat istri lebih tinggi. Perselisihan dalam rumah tangga memang menjadi polemik yang panjang, di mana kini kesempatan wanita dalam bekerja lebih terbuka lebar dibandingkan dengan kesempatan yang terbuka bagi kaum pria. Kesibukan istri sebagai wanita karir terkadang menyita banyak waktu sehingga berkurangnya porsi pendidikan anak dalam keluarga. Dengan gender ini lah ternyata tidak melulu memberikan efek yang baik. Perceraian
seyogyanya
merupakan
jalan
terakhir
dari
beberapa
penyelesaian yang telah dilakukan baik dari pihak suami dan isteri atau dari pihak keluarga kedua belah pihak, bila pertengkaran tidak dapat diselesaikan maka barulah terdapat hak masing-masing pihak untuk mengadakan perceraian, itu pun dengan alasan-alasan yang memadai6. Sesuai petunjuk yang dijelaskan di dalam al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 35:
T04K Q.&S 34 (*7Y700Z 0UWPX: 0[☺ 3\ 0[☺ ]^ _J 34 ]013\ a]0 P/Z* 0☯`34 6
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-2, hal. 102
#⌧c K]0 <34 ]0☺bWX&2 M_3P ,eJ3CS 0d☺23 Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. 4:35) Walaupun demikian, Islam sebenarnya mempunyai tujuan untuk memperkecil perceraian, atau menganjurkan untuk mencegah terjadinya perceraian karena perceraian termasuk dari perbuatan halal yang dibenci oleh Allah, Rasulullah SAW bersabda:
ِ ْ ِ َ ْ َْ ُوْف،ٍَِ ُ ٍَََََُُْْ َُ ُ ُْ ْ َََََُ آ َ%ِ َ ِ اْ ِ َُ َ َ ِ ا،ٍ َ ْ َُرِبْ ْ ِ دَِر,ٍِوَا َ4َو5َ ِ(َلِ إَِ& ا2َُ ا/َ0َْ أ:ََل- َ*'َ+ََ'&َ ا( َُ'َ ْ)ِ و (*) و) اآ4 داود وا9 ا:َقُ )ورا2َ7ا 7
Artinya: Dari Ibnu Umar, Nabi saw. Bersabda: “Perbuatan halal yang dibenci oleh Allah SWT adalah talak”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh alHakim). Namun jika hal ini dihubungkan dengan pelaksanaan perceraian yang terjadi di Indonesia, khususnya bagi umat Islam. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama jika hal tersebut tidak dapat didamaikan kembali.8 Pengadilan memberikan kesempatan yang sama kepada suami atau isteri untuk mengajukan perceraian, dengan memakai istilah yakni Cerai Talak 7
Abû Dâwûd Sulaiman Sajastani, Sunan Abu Daud, (Cairo: Mustafa al-Bâbi al-Halabi, 1952), Juz 1, hal. 503 8
Kompilasi Hukum Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, 2004
(permohonan cerai dari suami yang diajukan oleh suami ke Pengadilan Agama) dan Cerai Gugat (permohonan cerai dari isteri yang diajukan oleh isteri ke Pengadilan Agama). Berdasarkan data Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada periode 20062008 teradapat peningkatan perceraian dengan berbagai masalah yang terjadi. Perceraian banyak terjadi dengan proses cerai gugat yang banyak dilakukan oleh sang istri. Atas latar belakang yang disebutkan di muka, maka penulis mengambil tema pembahasan skripsi: "Tingkat Cerai Gugat di Jakarta (Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta SelatanTahun 2006–2008)".
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pembahasan skripsi ini hanya sebatas pada cerai gugat yang terjadi pada tahun 2006-2008 pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Di sini penulis mencoba menyajikan data-data yang menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap perceraian, sehingga dapat dipersentasikan penyebab perceraian yang berdasarkan cerai gugat. 2. Perumusan Masalah Perceraian bukan hanya milik bagi kaum suami saja melainkan istri pun mempunyai hak untuk bercerai,yaitu dengan cara cerai gugat atau dalam kitab fikih biasa disebut dengan kata khulu’. Dalam undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974 pasal 39 ayat 2 disebutnkan bahwa untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-istri. Dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) pun disebutkan, bahwa percerain dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan sebagai berikut: (a). Salah satu pihak berbuat zina, (b). Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, (c). Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung, (d). Salah satu
pihak
melakukan
kekejaman
atau
penganiayaan
berat
yang
membahayakan pihak lain, (e). Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri, (f). Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, (g). Suami melanggar taklik-talak, dan (h). Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Dari pernyataan di atas, maka penulis pun tertarik untuk meneliti atau menganalisa tentang faktor-faktor penyebab terjadinya cerai gugat dan tentang angka cerai gugat
itu sendiri yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan. Berikut merupakan perumusan masalah pada pembahasan skripsi ini adalah: a. Apakah angka cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan periode 2006-2008 terjadi peningkatan atau menurun?
b. Faktor-faktor penyebab terjadinya tingkat cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Adapun tujuan yang dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain: a. Seberapa besar peningkatan angka cerai gugat? b. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab meningkatnya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan? 2. Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a.
Bagi penulis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam proses pendewasaan hukum islam di Indonesia disamping sebagai syarat kelulusan pendidikan S1.
b.
Bagi jurusan Peradilan Agama, hasil pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya.
c.
Bagi umum, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah referensi ketika dihadapkan pada masalah yang diangkat penulis.
D. Tinjauan Kajian Terdahulu Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan studi terdahulu terhadap beberapa skripsi yang terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini, diantaranya adalah:
NO 1.
JUDUL DAN PENULIS
FOKUS
PERSAMAAN
“Cerai gugat di wilayah Hanya membahas Mengangkat yurisdiksi Agama
PERBEDAAN Tidak
Pengadilan tentang tingginya masalah tingkat mengkaji Jakarta
cerai
gugat
bahkan
cerai
Gugat Tahun 2004)”, oleh pada tahun 2004
talak
yang
Maimunah.
terjadi
pada
bimbingan Bapak Ahmad
tahun
2006-
Tholabi
2008
(Analisa
Timur angka cerai gugat cerai gugat
Perkara
Di
Cerai yang terjadi
bawah
Kharlie.
Tahun
2006 2.
“Faktor Tingginya Gugat
Penyebab Hanya Perkara Di
Cerai memfokuskan
Pengadilan pada
Agama Kota Palembang”,
belakang
bimbingan Bapak Drs. H. menganalisa
Tidak
faktor-faktor
menganalisa
latar yang
menjadi tentang
para penyebab
oleh Rusmala Dewi Jayanti penggugatnya pada tahun 2007. Di bawah saja
Menganalisa
peningkatan
tinginya perkara secara dan cerai gugat
prosentase dari
pertama
A. Basiq Djalil, S.H., M.A
datanya pada
hanya
ke
perkara
tahun
selanjutnya
cerai gugat yang terjadi dari tahun 2004-2006 3.
“Efektifitas
Penyelesaian Hanya
Perkara Cerai Gugat Di memfokuskan Pengadilan Kabupaten Barat”,
Agama Cianjur oleh
pada
Mengkaji
Tidak
masalah
cerai menganalisa
prosedur gugat
Jawa pengajuan,proses Husnul penyelesaian, dan
faktor-faktor sebabnya dan data-data
Khotimah pada tahun 2006. tinjauan terhadap
tentang cerai
Di bawah bimbingan Ibu azas peradilan
gugat
Dra. Hj. Halimah Ismail
E. Kerangka Teori
Dengan kondisi lingkungan sosial yang berkembang dari masa ke masa, maka permasalahan yang dihadapi manusia sebagai pelaku dalam interaksi sosial pun semakin kompleks. Jika dahulu perempuan tidak memiliki peran yang terlalu banyak lantaran posisi laki-laki yang lebih kuat sebagai pelindung kaum perempuan, maka saat ini dengan konsep kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bahwa perempuan dapat mengambil peran yang sama banyak dengan yang diambil laki-laki sesuai kemampuan yang dimilikinya, bahwa dalam rumah
tangga perempuan juga memiliki peran penting yang tidak bisa dipandang sebelah mata, bahwa pertangungjawaban perempuan di akhirat adalah sama dengan lakilaki dihadapan Allah, maka permasalahan pun semakin kompleks. Maka pemahaman terhadap cerai gugat pun harus benar dipahami bahwa cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang diajukan oleh seorang istri agar perkawinan terhadap suaminya menjadi putus. Dalam perkawinan agama Islam dapat berupa gugatan karena suami melanggar ta'lik talak.9 Pemahaman seperti ini harusnya dapat dipergunakan dengan baik sebagai hak bagi istri yang diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam berumah tangga baik pun oleh para suami agar dapat menjaga apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga.
F. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode: 1. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan metode yang berfungsi sebagai prosedur penelusuran masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek dan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan
9
Abdul Manan, Aneka Masalah: Hukum Pedata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal: 19.
lain-lain). Berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya. 10 Sedangkan dalam memaparkan data penulis menggunakan metode kuantitatif yang merupakan suatu prosedur penelitian agar menghasilkan data explanatory research, melalui pendekatan ini penulis diharapkan dapat menjelaskan hubungan data cerai gugat di Pengadilan Jakarta Selatan yang diperoleh dengan perumusan masalah sehingga penulis dapat menguraikan data yang sesuai dengan judul skripsi tersebut diatas. Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu suatu metode penelitian untuk mengadakan akumulasi data dasar belaka. Selain itu ditunjang pula oleh data-data hasil penelitian lapangan (field research). 3. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu: a. Data Primer Data primer merupakan data pokok yang didapat dari lapangan. Penulis mewawancarai langsung dengan pihak yang terkait dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini teknik pemilihan data secara sistematis agar penulis mudah dalam mengolah data yang diperoleh.
10
Hadawi Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1998), cet. Ke-8, h. 63.
b. Data Sekunder 1) Dokumentasi atau arsip yang berhubungan dengan perkara cerai gugat 2) Penelitian kepustakaan (library research) dari buku, artikel dan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian. 4. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Setelah mengumpulkan data berupa teori dan fakta lapangan, kemudian dibaca dengan membandingkan dan mengamati dengan pengamatan content analysis. Sehingga ditemukan langkah strategis untuk menghindari berbagai risiko yang mungkin timbul, dengan metode analisis Deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan data-data yang ada secara apa adanya. Setelah itu data dipaparkan secara deskriptif kemudian dianalisis secara kualitatif. 5. Teknik Penulisan Standar penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)”. 11
G. Sistematika Penulisan Sistem penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab, yaitu: BAB I
: Pendahuluan, berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusannya, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian
11
Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (CeQDA: Jakarta, 2007), h. 34.
terdahulu, kerangka teori, metode penelitian, 12 dan sistematika penulisan. BAB II
: Beberapa masalah tentang pengertian perceraian dan dasar hukumnya. Kemudian macam-macam perceraian serta akibat hukumnya, dan faktor-faktor penyebab perceraian.
BAB III
: Merupakan sekilas tentang Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai objek penelitian yang terdiri dari lima bagian, sejarah singkat tentang berdirinya Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan dasar hukum pembentukannya. Sarana dan prasarana kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan, wilayah hukumnya, serta struktur organisasinya.
BAB IV
: Peningkatan
angka
cerai
gugat
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi di Pangadilan Agama Jakarta Selatan yaitu: Gambaran perkara cerai gugat dari tahun 2006-2008. Jumlah Peningkatan Angka Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan., beberapa faktor penyebab terjadinya cerai gugat. BAB V
: Penutup, berisi kesimpulan dari penelitian dan saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.
12
1998), h.96
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian Sakinah, mawaddah warohmah adalah asas dan tujuan disyariatkannya pernikahan dan pembentukan rumah tangga. Namun kenyataannya banyak terjadi dalam kehidupan berkeluarga timbul masalah-masalah yang mendorong seorang isteri melakukan gugatan cerai dengan segala alasan. Fenomena ini banyak terjadi dalam media massa, sehingga diketahui khalayak ramai. Yang pantas disayangkan, mereka tidak segan-segan membuka rahasia rumah tangga, hanya sekedar untuk bisa memenangkan gugatan,. Padahal, semestinya persoalan gugatan cerai ini harus dikembalikan kepada agama, dan menimbangnya dengan Islam. Dengan demikian, kita semua dapat ber-Islam dengan kaffah (sempurna dan menyeluruh). Kata perceraian berasal dari kata “Cerai” mendapat awalan “per” dan akhiran “an”, yang secara bahasa berarti melepas ikatan. Kata talak atau cerai adalah terjemahan dari bahasa Arab (ق2=ا
– <'7)='< – ی
yang artinya
lepas dari ikatan, berpisah, menceraikan, pembebasan.13
13
Ahmad Warson Munawir, Almunawir Kamus Besar Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Cet. Ke-14, h.681.
Pengertian perceraian adalah "penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.14 Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Taqiyudin:
ق2=@ وA ا9 هC0' ا%? ق27أ Artinya: "talak menurut bahasa adalah melepas ikatan/menceraikan". 15 Sedangkan menurut terminologi adalah melepaskan ikatan perkawinan (nikah).16 Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang berbicara tentang masalah talak. Diantara ayat-ayat yang menjadi dasar hukum bolehnya menjatuhkan talak tersebut adalah firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 229:
( P0ijk Kg0 o0p:7; ll0m &3nZ 5r m 3n3 C⌧ 3eq (t7Zu !9 ?6 s 0v&t⌧K q7\*☺.: ]0q☺ 0☺2y4 xr ]0Z0 s wr34 xr z{&S 3nZ ( v]0 2^ 5⌧Z v]0 2^ 0Uty4 0UtZ 0☺We 0;|8 2^ CZ 3 ^ &Z0 @ 0\^ 7 5⌧Z v]0 v]0 2^ q^7 *U3K!0 7\ C}~uuZ MNNP 14
Sebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), Cet. Ke-24, Hal.
42. 15
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), Cet.I, h.198. 16
Mohammad Rif’i, Kifayatul Akhyar, terjemah (Semarang: PT.Toha Putra, 1978), h.307.
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukumhukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. 2/229) Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan, yaitu: 1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan. 2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakannya kehendak itu dengan ucapan tertentu. Perceraian ini disebut talak. 3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri, karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri ini dengan membayar uang ganti rugi diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutus perkawinan itu. Putusnya perkawinan dengan cara ini disebut khulu’.
4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya suatu pada suami dan/atau pada istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut Fasakh.17 B. Macam-macam Perceraian dan Akibat Hukumnya Pada zaman jahiliyyah tidak ada peraturan yang mengatur tentang perceraian. Laki-laki boleh saja menthalak isterinya seberapa saja dia kehendaki. Setiap kali akan habis masa iddahnya, maka rujukinya kembali. Hal seperti itu dilakukan berkali-kali. Denagan demikan berarti kaum laki-laki telah berbuat sewenang-wenang oleh isterinya. 18 Dari ketentuan-ketentuan tentang perceraian dalam Undang-undang Perkawinan (pasal 39–41) dan tata cara perceraian dalam Peraturan Pelaksanaan (pasal 14–36) menjelaskan bahwa ada dua macam perceraian,yaitu: (1). Cerai talak, dan (2). Cera gugat. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 129– 132 menyebutkan bahwa bentuk perceraian dibedakan menjadi: talak cerai atau permohonanan, dan Cera gugat.19
17
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), cet.I, h.197 18
Bakri A. Rahmad dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undangundang Perkawinan dan Hukum Perdata BW, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), hal. 41 19
H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akadika Pressindo, 2004), h.143-144
Cerai talak merupakan suatu pemutusan hubungan perkawinan yang dinyatakan oleh seorang suami kepada isterinya (berupa talak) pada perkawinan yang dilaksanakan menurut aturan agama Islam. Yang berisikan pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraiakan isterinya. Talak ialah terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas dengan perkataan yang jelas seperti suami berkata pada istrinya ”engkau aku ceraikan” ataupun dengan bahasa sindiran. Sedangkan istri yang cerai dari suaminya maka ia harus menebus dirinya dengan sejumalah uang yang ia serahkan kepada suaminya yang demikian disebut khulu’.20 Cara talak seperti ini harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama (pasal 39 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) dan didasarkan pada alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang-undang tersebut.21 Perkara Cerai Talak adalah perkara perceraian yang diajukan oleh seorang suami yang pernikahannya dilakukan menurut perkawinan Islam. Dalam perkara cerai talak, posisi suami sebagai Pemohon berlawanan dengan isteri sebagai Termohon. Apabila dikabulkan, maka dalam salah satu amar (diktum) putusannya, pengadilan memberi izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak di hadapan sidang pengadilan agama. (pasal 70 yat (1) UU no. 7 tahun
20
Abu Bakar Al-Jaziri, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadli Bahir, Lc, (Jakarta: Darul Falah, 2005), Cet. Ke-9, Hal, 605. 21
R. Subekti, dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pratnya Paramita, 2006), cet.ke-27, h.549
1989). Pelaksanaan sidang untuk pengucapan ikrar talak akan dilakukan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde). Sesaat setelah pemohon mengucapkan ikrar talaknya, maka Panitera menerbitkan Akta Cerai untuk Pemohon dan Termohon. (pasal 72 jo. 84 UU no. 7 tahun 1989). Perkara Cerai Gugat adalah perkara perceraian yang diajukan oleh pihak isteri terhadap suaminya. Dalam perkara ini posisi isteri adalah sebagai Penggugat berlawanan dengan suami sebagai Tergugat. Apabila gugatan cerai dikabulkan, maka selambat-lambatnya 7 hari setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, Panitera akan menerbitkan Akta Cerai untuk Penggugat dan Tergugat. (pasal 84 ayat (4) UU no. 7 tahun 1989). Cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan terlebih dahulu oleh salah satu pihak kepada pengadilan dan perceraian itu terjadi dengan suatu putusan pengadilan. Gugatan perceraian dapat diajukan oleh isteri atau kuasa hukumnya di depan pengadilan agama dimana tergugat bertempat tinggal yang sesuai dengan pasal 39 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 22 Gugatan tersebut dapat berupa surat gugatan maupun secara lisan, namun pada prinsipnya harus secara tertulis.
22
Ibid, h.549
Yang dimaksud dengan surat gugatan adalah suatu surat yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak untuk bercerai karena adanya suatu sengketa dan sekaligus merupakan landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak seorang isteri.23 Dan cerai gugat ini pun harus disertai dengan alasan-alasan yang kuat dan dibenarkan oleh undang-undang tersebut. Pengertian cerai gugat dalam hukum Islam dikategorikan dengan istilah yang disebut khulu’, arti khulu’ ialah perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang berbentuk jatuhnya satu kali talak dari si suami kepada si istri dengan adanya penebusan dengan harta atau uang oleh si istri yang menginginkan cerai dengan khulu’ itu.24 Ditinjau dari segi waktu dijatuhakn talak oleh suami, maka talak dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan dengan tuntunan sunnah. Disebut talak sunni apabila memenuhi syarat-syarat berikut: a. Isteri yang ditalak sudah pernah digauli. b. Isteri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dan haid.
23
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet. Ke-4, h. 39 24
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet.V, h.115
c. Talak dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik dipermulaan, dipertengahan maupun di akhir suci. Sekalipun beberapa saat setelah itu datang haidh. d. Suami tidak pernah menggauli isteri selama masa suci ketika talak dijatuhkan.25 2. Talak bid’î, talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, artunya tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid'î ialah: a. Talak yang dijatuhkan terhadap isteri pada waktu haidh, baik dipermulaan haidh maupun dipertengahan. Talak yang seperti ini akan memberi kemudharatan kepada isteri, karena iddahnya menjadi lama. Talak yang dijatuhkan terhadap isteri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci. Talak macam ini akan menimbulkan penyesalan suami, karena akan muncul keraguan janganjangan isteri sedang hamil, karena laki-laki sering sekali menalak isteri belum memberinya seorang anak. Kalau sudah terlanjur menyesal, sulit mempertemukannya kembali dan ini akan menyebabkan kesengsaraan anak. 3. Talak La sunni Wala bid'î, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid'î. 25
Sri Mulyati, Relasi Suami Isteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2004), h.27
Menurut ulama Hanabilah, yang termasuk dalam talak ini adalah: a. Isteri yang sudah tidak haidh lagi. b. Isteri dibawah umur. c. Isteri dalam keadaan hamil. d. Dan isteri yang belum dicampuri. Ditinjau dari segi boleh tidaknya suami kembali lagi kepada mantan isterinya, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu: talak raj'î dan talak bâ’in.26 Talak raj'î yaitu talak yang masih boleh dirujuk. Arti rujuk ialah kembali, artinya kembali mempunyai hubungan suami isteri dengan tidak melalui proses perkawinan lagi, tetapi melalui proses yang lebih sederhana.27 Dengan kata lain, talak raj'î bisa juga diartikan dengan talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang sudah digauli dan juga sebagai talak satu atau talak dua. Konsekuensinya, bila isteri berstatus iddah talak raj'î, suami boleh rujuk kepada isterinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa saksi dan mahar pula. Akan tetapi kalau iddah telah habis, maka suami tidak boleh rujuk kembali kepadanya, kecuali dengan akad yang baru dan dengan membayar mahar pula. A. Fuad Said, beliau berpendapat bahwa talak raj'î ialah talak sunni yang telah dicampuri, baik dengan sharih maupun kinayah.28
26
Ibid, h. 31
27
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, h.10
28
A. Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), h.55
Talak bâ’in adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang belum pernah digauli atau talak tiga.29 Talak bâ’in ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: a. Talak bâ’in Sughra Yaitu talak yang suami tidak boleh rujuk kepada mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil.30 b. Talak bâ’in kubra Yaitu talak yang sama hukumnya dengan talak bâ’in sughra, yaitu memutuskan tali perkawinan. Bedanya, talak bâ’in kubra tidak menghalalkan mantan suami merujuk isterinya lagi, kecuali isterinya tersebut harus kawin terlebih dahulu dengan laki-laki lain (muhallil).31 Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadin dua macam, yaitu: 1. Talak Shârih Yaitu talak yang dijatuhkan suami menggunakan ucapan langsung tanpa menggunakan sindiran atau kiasan. Maksudnya kata-katanya yang keluar dari mulut sang suami itu tidak ragu-ragu lagi, bahwa ucapannya itu untuk memutuskan hubungan perkawinan. Misalnya, kata-kata suami “engkau (hai
29
Ibid, h.31
30
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), cet. I, h. 221 31
Sayyid Sabiq, Fiqhusunnah: Fikih Sunnah 8, Penerjemah Mohammad Thalib, (Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1981), cet. I, h.68
wanita) tertalak”, atau “saya ceraikan engkau”. Dengan niat atau pun tidak keduanya harus bercerai, asalkan perkataannya itu bukan berupa hikayat atau cerita.32 2. Talak kinayah Yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar. Talak dengan kata-kata kinayah bergantung pada niat suami, artinya jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka jatuhlah talak yang dimaksud. Sebaliknya, jika suami dengan kata-kata kinayah tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak, maka talak tidak dinyatakan jatuh.33 Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana: suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut; suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya); suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suami istri); atau adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri. Jika gugatan tersebut
32
Ahmad Shiddieq, Hukum Talak dalam Islam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), h.16
33
Sri Mulyati, Relasi Suami Isteri dalam Islam, h.30
dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafrîq) hubungan perkawinan antara keduanya. Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Penceraian semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah. Jamilah binti Sahal, istri dari Tsabit bin Qais, merupakan wanita pertama yang melakukan khulu’ dalam Islam. Dikisahkan oleh Ibnu Abbas:
ْ َ ِ ِْ اْ َأَةَ أَن َسٍ اGَِ ِ ْ ٍHْ َ- ْGَIَ أ%َِ'*َ َ'َ ْ)ِ ا')ُ َ'& ا+َو ْGََAَ? َلَ ی9ُ+َُ ا')ِ رGَِ ُ ْ ٍHْ َ- َ ُJِKَْ َ'َ ْ)ِ أ%ِ? ٍ<ُ'ُ @َ دِی ٍ و%LِMََو ُ:َ ْْ َ أَآNُMْ ا%ِ? ِم2ْ+Pَلَ اAَ? ُل9ُ+ََ'*َ َ'َ ْ)ِ ا')ُ َ'& ا')ِ ر+َی َ وLَ ُدIَأ ِ)ْ َ'َ ُ)َKَAْ َِیGََ- ْ*َََلَ ﻥ- ُل9ُ+ََ'*َ َ'َ ْ)ِ ا')ُ َ'& ا')ِ ر+ََْْ و-َ اCَAاَِْی َRْAL'َ=َ و.ًCَA ِ'ْ7َI34 Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. diceritakan: Istri Tsabit bin Qais datang menemui Rasulullah SAW dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mencela suamiku Tsabit bin Qais baik dalam hal akhlak maupun agamanya. Hanya saja aku khawatir akan terjerumus ke dalam kekufuran setelah (memeluk) Islam (karena tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri)”. Rasulullah bersabda:” Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun itu kepada suamimu? Wanita itu menjawab: “Saya bersedia”, lalu Rasulullah berkata kepada suaminya: “Ambilah kebun itu dan ceraikan istrimu”. (HR.Bukhari).35 Dalam surat al-Baqarah Allah berfirman:
ََ وUَُِ*ْ یMَ ن ْ َُوا أVُْWَI ِ ُه9ُُKْ َIً ءَاYْ َZ ِِ َ أَ یَ[َ?َ أَنْ إAُُُودَ ی ِ)'?َ\ِنْ ا *ْ ُKْNِ َِ َ أAَُُحَ ?َ'َ ا')ِ ُُودَ ی4 َِRْ َ'َ َ ِ? ََْتKْ?ِ)ِ ا 34
Ibnu Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim, Shahih Bukhori (Kohiro: Jumhuriyah Mishro Al-Arobiyah, 1411-H), Juz-VIII, h. 219 35
Sayyid Sabiq, Terjemahan: Fikih Sunnah JIlid 3, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008), Cet. Ke-3, h. 190-191
Artinya: ” …Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya…. “(Q.S.2:229) Menurut para fuqaha, khulu’ pengertian luasnya yakni perceraian dengan disertai agar melepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu’, mubaraah atau pembebasan, dan talak. Jika ditelusuri pengertian khususnya, yaitu talak atas dasar iwadh (pengganti) sebagai tebusan dari istri. 36 Dengan pengertian khulu’ diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa khulu’ adalah hak memutus akad nikah oleh istri terhadap suaminya yang dapat terjadi atas kesepakatan (jumlah tebusan mahar) atau perintah hakim agar istri membayar dengan jumlah tertentu dan tidak melebihi jumlah mahar suaminya.37 Menurut golongan Zahiriyah dan pendapat Ibnu Mundzir, bahwa untuk sahnya khulu’ haruslah karena istri nusyuz atau durhaka kepada suami. 38 Tetapi Imam Syafi’i, Abu Hanifah berpendapat bahwa khulu’ itu sah dilakukan meski istri tidak dalam keadaan nusyuz, dan khulu’ itu sah dengan saling kerelaan antara suami istri kendati keduanya dalam keadaan biasa dan baik-baik saja.39 Khulu’ adalah sah apabila telah ada syarat-syarat berikut: 36
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), edisi.I, h.221
37
A. Rahman. I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah), (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), cet.I, h.251 38
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.220
39
Ibid, h.103
1. Kerelaan dan Persetujuan Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu’ dapat dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat kerugian di pihak orang lain.40 Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ dari istrinya, sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri, maka ia dapat mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan. 2. Istri yang dapat di khulu’ Para ahli fiqh sepakat bahwa istri yang dapat dikhulu’ itu ialah yang mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan suaminya. 41 3. Iwadh Bentuk iwadh sama dengan bentuk mahar. Benda apa saja yang dapat dijadikan mahar dapat pula dijadikan iwadh. Mengenai jumlah iwadh, yang penting ialah persetujuan pihak-pihak suami istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang atau sama atau lebih dari jumlah mahar yang pernah diberikan oleh pihak suami kepada pihak istri diwaktu terjadinya akad nikah.42 4. Waktu menjatuhkan khulu’
40
Kamal Mukhtar, Asa-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet.III, h.184 41
Ibid, h. 185
42
Ibid, h.186
Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu’ boleh dijatuhkan pada masa haidh, pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri atau yang telah dicampuri dan sebagainya. Pendapat ini berdasarkan pengertian umum ayat 229 surat Al-Baqarah dan Hadits Ibnu Abbas yang tidak menyebutkan waktuwaktu menjatuhkan khulu’.43 Ketentuan hukum khulu menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah Al-Khulu terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut: 1. Mubah (Diperbolehkan). Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal bersama suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ketaatan kepadanya, dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah khulu' ini dengan pernyataannya, bahwasanya khulu', ialah seorang suami menceraikan isterinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang
43
Ibid, h. 187
menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau talak Tiga). Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan khulu' (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian. 2. Diharamkan Khulu', Hal Ini Karena Dua Keadaan. a. Dari Sisi Suami. Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka khulu' itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika khulu' tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah SWT berfirman:
Cٍ َaَِNِ َ ِIْWَ أَن یbِهُ إ9ُُKْ َIِ َ_ءَا/َِْ ا9َُْهVَKِ ُه9ُ'ُ`َْI َ@َو ا9ُْ َهMَI َ& أَنcََ? ُه9ُُKِْ ُوهُ َِْْ ُوفِ ?َ\ِن آَ ِهZٍََ وCَ LَU . ََْ ا(ُ ?ِ )ِ َ ْ ًا آَِ ًاdًَ وَیYْ َZ Artinya: “Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” (Q.S. 4:19)
Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan khulu', maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas. b. Dari Sisi Isteri. Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubunganrumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’i yang membenarkan adanya khulu'. 3. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai (khulu'). Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan khulu. Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal. 4. Wajib Terkadang khulu' hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan. Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut khulu' walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang
muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur. Efek hukum yang ditimbulkan Fasakh dan khulu’ adalah talak bâ’in sughra, yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.
C. Faktor-faktor Penyebab Perceraian Mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian ada beberapa alasan yang melatarbelakangi kenapa perceraian dapat terjadi. Hal ini dijelaskan dalam KHI pasal 116 dan PP No.9 Th.1975 pasal 19. Terdapat juga dalam pasal 39 ayat 2 UUP No.1 Th.1974. Alasan perceraian menurut hukum Islam adalah: 1. Tidak ada lagi keserasian dan keseimbangan dalam suasana rumah tangga, tidak ada lagi rasa kasih saying yang merupakan tujuan dan hikmah dari perkawinan. 2. Karena salah satu pihak berpindah agama. 3. Salah satu pihak melakukan perbuatan keji. 4. Suami tidak memberi apa yang seharusnya menjadi hak istri.
5. Suami melanggar janji yang pernah diucapkan sewaktu akad pernikahan (taklik talak).44 Hal-hal yang menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan antara seorang suami dengan seorang isteri yang menjadi pihak-pihak terikat dalam perkawinan menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan ada tiga sebab, yaitu karena kematian, karena perceraian dan atas keputusan pengadilan agama. 45 Perceraian bisa merupakan sebab hak suami, sebab hak isteri, dan sebab keputusan pengadilan. 1. Sebab yang merupakan hak suami Islam memperbolehkan untuk memutus ikatan perkawinan atas dasar kemauan pihak-pihak. Suami diberi hak untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum yang akan menjadi sebab pemutusannya. Perbuatan hukum itu disebut dengan talak.46 2. Sebab yang merupakan hak isteri Isteri diberi hak untuk melakukan suatu perbuatan hokum yang menjadi sebab putusnya perkawinan, perbuatan hukum tersebut adalah khul’un.47 Isteri meminta suaminya untuk melakukan pemutusan tali ikatan perkawinan 44
Muhammad Hamidy, Perkawinan dan Permasalahannya, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980)
45
Ahmad Khuzari, M.A., Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), cet pertama, h. 117 46
Ibid, h. 117-118
47
Ibid, h. 121
dengan cara isteri menyediakan pembayaran untuk menebus dirinya kepada suami. 3. Sebab atas keputusan pengadilan Sesuai dengan kedudukannya, kekuasaan atau hak pengadilan berada di luar pihak-pihak yang mengadakan akad sehingga dalam hal pemutusan hubungan ikatan perkawinan ini pengadilan tidak melakukan inisiatif. Keterlibatannya terjadi apabila salah satu pihak, baik pihak suami atau pihak isteri, mengajukan gugat atau permohonan kepada pengadilan.48 Suami isteri memiliki hak yang sama untuk melakukan perceraian karena para pihak itu tidak melaksanakan hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Akan tetapi perceraian itu harus dengan alasan-alasan yang sesuai dengan apa yang telah diatur dalam undang-undang. Adapun menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 39 ayat 2 (dua) dijelaskan bahwa untuk melakukan perceraian diperlukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, oleh karena itu dalam Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 19 dan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 116 dan 51 menjelaskan tentang alasan perceraian yang dapat terjadi.
48
Ibid, h. 123
Untuk itu penulis berusaha untuk menguraikannya satu persatu sebagai berikut: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. Zina adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Zina merupakan alasan untuk bercerai. Pembuktian zina ini dapat dibuktikan dengan mendengar kesaksian para saksi yang memang benar-benar mengetahui perbuatan zina tersebut. Namun dalam pembuktiannya ini sangat sulit untuk dibuktikan, maka dalam persidangan digunakan istilah perselingkuhan. Awal dari perbuatan ini menimbulkan pertengkaran serta memancing konflik dalam rumah tangga secara terus menerus. Begitu pula dengan perbuatan judi, madat serta mabuk yang berdampak sama dengan perbuatan zina. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. Perceraian dengan alasan di atas bertujuan untuk melindungi pihak yang ditinggalkan karena tidak ada kejelasan tentang informasi keadaan pihak yang meninggalkan. Jadi pihak yang ditinggalkan dapat dilindungi dari haknya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukumannya lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Dalam Perarutan Pemerintah No.9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undangundang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 23 disebutkan bahwa:
Gugatan perceraian karena salah seorang suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf (c) maka untuk mendapat putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup meyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutus perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal ini berarti pihak tergugat tidak dapat melumpuhkan alat bukti yang diajukan penggugat, karena hakim pun terikat secara mutlak atas alat bukti tersebut, dengan syarat: a. Hukuman yang dijatuhkan paling rendah lima tahun penjara. b. Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. c. Adanya keterangan dari pengadilan yang bersangkutan, menjelaskan bahwa putusan pidana tersebut telah benar-benar mempunyai hukum tetap. d. Putusan dijatuhkan setelah perkawinan berlangsung antara suami isteri.49 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. Jika seorang suami melakukan penganiayaan berat terhadap isterinya, maka isteri berhak mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya di pengadilan. Sebagai langkah untuk tidak terjadi lagi hal-hal yang lebih buruk lagi. 49
M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), cet.Ke-2, h. 260
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri. Cacat badan juga dapat dijadikan alasan untuk bercerai, ini disebabkan oleh karena salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagai suami isteri. Perceraian pada alasan ini bisa tidak terjadi kalau masing-masing pihak dapat menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing. 6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Pertengkaran yang terjadi antara suami isteri secara terus menerus ini berdampak buruk bagi kelangsungan hidup rumah tangga mereka. Semua usaha harus dilakukan untuk berdamai antara suami isteri tersebut tapi kalaupun tidak bisa maka salah satu jalan adalah perceraian. 7. Suami melanggar taklik talak Dalam perceraian karena suami melanggar taklik talak perlu diketahui apakah suami mengucapkan taklik talak atau tidak, maka jika si suami mengucapkan taklik talak, si isteri merasa dirugikan, oleh karena itu alasan ini dapat diterima sebagai alasan untuk bercerai. 8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Murtad adalah keluar dari agama Islam. Maka haram bagi diri isterinya yang masih beragama Islam.50 50
M. Thalib, Penyebab Perceraian dan Penanggulangannya, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997), cet.Ke-1, h. 179
BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Sejarah Singkat Tentang Berdirinya Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Dasar Hukum Pembentukannya. Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya Pengadilan Agama Jakarta diwilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang, yaitu: 1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara; 2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah; 3. Pengadilan Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk; Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk wilayah Hukum Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Agama Nomor 17 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangannya selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi Menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA). Bersadarkan Surat Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1985 tanggal 16 Juli Pengadilan Tinggi Agama Surakarta dipindah ke
Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah HukumPengadilan Tinggi Agama Jakarta. Pada perkembangannnya dengan terbentuknya Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika iti pada pada tahun 1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan waktu itu adalah Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas. Untuk itu keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yaitu menempati kantor bekas Kecamatan Pasar Minggu disuatu gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan gang Pengdilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. Polana. Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang warisan masuk kedalam komparisi itu pun dimulai tahun 1969 kerja sama dengan Pengadilan Negri yang ketika itu dipimpin oleh Bapak Bismar Siregar. SH. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal tersebut
ditentang
oleh
pihak
keamanan
kerena
bertentangan
dengan
kewenanyannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Hasan Mughni
ditahan karena penerapan fatwa waris sehingga sejak itu fatwa waris ditambah dengan kata "jika ada harta peninggalan". Pada tahun 1976 gedung kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menenpati serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebuah kantor cabangpun di hilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu diangkat pula beberapa orang Hakim honorer yang diantaranya adalah H. Ichtijanto,SA, SH. Penunjukan tempat tersebut adalah inisiatif Kepada Kandenpag Jakarta Selatan yang waktu itu dijabat oleh Drs. H. Muhdiyasin seiring dengan perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas-tugas kepaniteraan yaitu Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari Sukandi, Saimin, Tuwon Haryanto, Fatullah An, Hasan Mugni, dan Imron keadaan penempatan Kantor di serambi Masjid tersebut bertahan hingga tahun 1979. Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Jakarta Selatan pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung baru dengan tanah yang masih manumpang pada areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan dipimpin oleh H. Alimi BA diangkat pula hakim-hakim honorer untuk mengangani perkaraperkara yang masuk, mereka diantaranya: KH. Yakub, KH. Muhdats Yusuf, Hamim Qarib, Rasyid Abdullah, Ali Imran, Drs. H. Noer Chazin. Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa kepamimpinan Drs. H. Djabir Manshur, SH. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Jl.
Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru yang merupakan hibah dari PEMDA DKI, di gedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor Pemerintah setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah penduduk dan jalan masuk dengan jalan kelas III C. Namun sudah kebih baik ketimbang di Pondok Pinang, pembenahan-pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Drs. H, Jayusmanm SH. Begitu pula pembenahan-pembenahan administrasi terutama pada masa kepemimpinan Drs. Ahmad Kamil, SH pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal komputer walau hanya sebatas pengetikan dan ini tersu ditingkatkan pada masa kepemimpinan Drs. Rif'at Yusuf. Pada
masa
perkembangannya
selanjutnya
tahun
2000
ketika
kepemimpinan dijabat oleh Drs. H. Zainuddin Fajari, SH pembenahanpembanahan terus dilakukan baik fisik maupun non fisik sampai pada tahapan komputerisasi on-line dalam administrasi, dan hal tersebut pada saat ini masih terus dibenahi sampai sekarang oleh Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan Sayyed Usman dan sampai pada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan sekarang yang dijabat Pahlawan Harahap, yang tujuannya untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan sehingga terciptanya keadilan dalam masyrakat.51 51
Diambil dari Arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Yursidiksi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Selatan. 16 Maret 2009
Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan salah satu Pengadilan yang sebagian besar wilayah cakupan hukumnya berada pada masyarakat kalangan menengah keatas mulai dari public figure seperti selebritas, pengusaha hingga politikus. Sudah selayaknya jika Pengadilan ini meningkatkan kinerja baik dari sarana maupun prasarana agar dapat menunjang kebutuhan masyrakat.
B. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam menjalankan roda pemerintahan dan mekanisme kerja Pengadilan Agama Jakarta Selatan banyak melakukan perubahan dalam struktur organisasi, agar dapat mempermudah mekanisme kerja dan birokrasi dalam pengadilan itu sendiri. STRUKTUR ORGANISASI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN52 JABATAN KETUA WAKIL KETUA HAKIM
52
Ibid.
NAMA Drs. H. Pahlawan Harahap, SH, MH Drs. H. Ahsin Abdul Hamid, SH, MH Dra. Hj. Noor Jannah A, Mh Dra. Hj. Al Zaenab, Sh Dra. Azizah Hadi Muhaimin Am. Sh Muh. Kailani, Sh. Mh Drs. Harum Rendeng Drs. H. Mamat R. SH. MH Drs. H. Fuizaiman, SH Dra. Hj. Farchanah M. M. Hum Drs. A bdurrachim. MH Drs. Chotman Jauhari, MH Hj. Shafwah, SH. MH Drs. Kamaluddin, MH
PANITERA /SEKRETARIS WAKIL PANITERA WAKIL SEKRATARIS PANMUD PERMOHONAN STAF
PANMUD GUGATAN STAF
PANMUD HUKUM STAF
KASUBAG KEPEGAWAIAN STAF KASUBAG KEUANGAN STAF KASUBAG U M U M STAF
PENITERA PENGGANTI
Dra. Aminah H. Hafani Baihaqi, Lc. SH Dwiarti Yuliani, SH Dra. Ida Fitriani Ratu Ayu R, SHI A Zamrun Najib, SE Nurdiansyah Nur Holla Ghizar Fau’ah, SH Siti Nurhayati Fa’ilatun Nuhayatul, SH. MH Irna Kurnia, SH Drs. Moh. Taufik Maryam, S.Ag. MH Aji Djuanda R Sujiati Yunu Winarti Sumiyati M. Sahid A Mahfudin, S.Ag Nuraini, SH Nining Widiawati M. Fahat, SH Marhamah Magdalena Hutagaol Ahmad Furqoni, SE Sumar yuno Nurhasan Drs. Hasbullah Dra. Murniyati Siti Saudah, SH Nurhayati, SH Rahmi, SH Moh. Hambali, SH Nurlaela, SH Abdullah, SH. MH Umar Ismail, SH Mahrum, SH Ikrimawatiningsih, S.Ag RR. Siti Kholifah, Sh Fathony, SH
JURUSITA JURUSITA PENGGANTI
Eva Zulhaefa, SH Rita Suriyah, SH Tirmizi, SH. MH HS. Shalahuddin, Sh M. Kamal S, S.Ag. MH Tuti Sudiarti, SH Luthfi M. S.Ag. MA M. Yasin, SH Endang Bachtiar, SH Hafas Sudiono M. Sidik H. Waluyo, SH Prio Riyanto Wisno Wijaya, SE
C. Sarana dan Prasarana Pengadilan Agama Jakarta Selatan Berikut dibawah ini adalah uraian dari beberapa sarana dan prasarana yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 1. Gedung kantor Pengadilan
Agama Jakarta Selatan yang lama,dengan
perkiraan luas 224 m2, yang berlokasi di Jl.Ciputat Raya,Pondok Pinang Jakarta Selatan. Kini dijadikan sebagai rumah dinas ketua Pengadilan Agama Jakarta sejak tahun 1990. 2. Gedung kantor balai sidang Pengadilan Agama sekarang, dengan perkiraan luas 1000 m2,yang berlokasi di Jl.Rambutan VII/48, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 3. Mushala dan ruang hakim yang berfungsi sebagai kesekretariatan, dengan luas masing-masing 84 m2.
4. Ruang arsip berkas perkara yang dibangun sejak tahun 1996 sebagai ruang tambahan, dengan perkiraan luas 65 m2. 5. Ruang hakim dan ruang komputer sekaligus ruang arsip perkara, terdiri dari dua lantai seluas 25,60x6m (151,20 m2),yang dibangun pada tahun 2002, sebagai ruang tambahan.53 Gedung Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdiri dari dua lantai dengan keterangan sebagai berikut: 1. Lantai Bawah: a. Ruang Kasir b. Ruang Panitera Muda Hukum c. Ruang Panitera Muda Permohonan d. Ruang Panitera Gugatan e. Ruang Pendaftaran Perkara f. Ruang Ketua g. Ruang Panitera / Sekretaris h. Ruang Arsip Berkas Perkara i.
Ruang Wakil Panitera
j.
Ruang Sidang
2. Lantai Atas: a. Musholla b. Ruang Wakil Sekretaris 53
Ibid.
c. Ruang Kasubag Keuangan d. Ruang Kasubag Kepegawaian e. Ruang Umum f. Ruang Juru Sita / Juru Sita Pengganti g. Ruang Perpustakaan h. Ruang Hakim i.
Ruang Panitera Pengganti
j.
Aula
k. Ruang Mediasi l.
Ruang Server Komputer
D. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pengadilan Agama Jakarta Selatan salah satu instansi yang melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai berikut: 1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 7. Peraturan/Instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI 8. Instruksi Dirjen Bimas Islam/Bimbingan Islam
9. Keputusan Mentri Agama RI, Nomor 69 Tahun 1963, Tentang Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan 10. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan tata kerja dan wewenang Pengadilan Agama Berdasarkan landasan hukum di atas maka pembagian wilayah hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup 10 Kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Jagakarsa 2. Kecamatan Pasar Minggu 3. Kecamatan Cilandak 4. Kecamatan Pesanggrahan 5. Kecamatan Kebayoran Lama 6. Kecamatan Kebayoran Baru 7. Kecamatan Mampang Prapatan 8. Kecamatan Pancoran 9. Kecamatan Tebet 10. Kecamatan Setia Budi54
54
Diambil dari Arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Yursidiksi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Selatan. 15 Maret 2009.
BAB IV PENINGKATAN ANGKA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2006-2008 Bertambahnya pemahaman perempuan akan hak-hak mereka yang dilindungi dalam Undang-Undang perkawinan membuat perempuan kini tidak lagi merasakan enggan untuk melaporkan kekerasan maupun ketidakadilan yang terjadi dalam rumah tangganya. Pada perkembangannya cerai gugat kini menjadi trend baru seseorang dalam melepaskan dari riuhnya permasalahan yang ada didalam
rumah
tangga,
sehingga
penilaian
akan
penyelesaian
masalah
dimudahkan dengan bercerai. Banyak hal yang menjadi pemicunya mulai dari kuranya pengertian diantara kedua belah pihak, komunikasi, ekonomi dll (selanjutnya akan dibahas pada poin C pada bab ini). Di Jakarta dari 5. 193 kasus, sebanyak 3. 105 (60%) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan sebaliknya suami gugat cerai isteri 1. 462 kasus. Di
Surabaya dari 48. 374 kasus sebanyak 27. 805 (80%) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai isteri mencapai 17. 728 kasus.55 Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Badan Peradilan Agama Makamah Agung, pada tahun 2007 penceraian di DKI Jakarta mencapai 6.218 kasus, terdiri atas istri gugat cerai suami 3.482 kasus, dan suami gugat cerai istri 2.115 kasus. Sedangkan pada tahun 2008 tercatat 5.193 kasus, terdiri atas istri gugat cerai suami 3.105 kasus, dan suami gugat cerai istri 1.462 kasus. Direktur Urusan Agama Islam Departeman Agama, Mochtar Ilyas, mengakui masih tingginya angka perceraian di DKI Jakarta. Faktornya bervariasi, mulai dari masalah ekonomi hingga politik. Dan kasus tertinggi perceraian atas permintaan istri, yaitu mencapai 60 persen. “Walaupun ada penurunan dibandingkan tahun 2007 lalu, tetapi angka itu masih terbilang cukup tinggi. Dan jumlah itu telah menghasilkan ikhwat atau tebusan perempuan terhadap laki-laki sekitar Rp 600 juta. Padahal seharusnya, lebih besar bila tebusannya dari lakilaki,” ujar Mochtar Ilyas.56 Dari 157.771 kasus perceraian yang diputus pengadilan agama pada tahun 2007, 77.528 kasus dipicu oleh salah satu pihak meninggalkan kewajiban. Meninggalkan kewajiban ini disebabkan oleh karena salah satu pihak tidak bertanggung jawab (48.623 kasus), faktor ekonomi di rumah tangga para pihak
55
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/dalam-satu-dasawarsa-kasus-isteri-gugat-ceraisuami-makin-meningkat.htm 26 Juni 2009 56
http://202.57.16.35/2008/id/berita_print.asp?nNewsId=33470 26 Juni 2009
(26.510 kasus), dan dikarenakan pula sejarah perkawinan para pihak yang dipaksa oleh orang tua (2.395 kasus). Pemicu kedua adalah perselisihan terus-menerus. Faktor ini terjadi sebanyak 65.818 kasus. Perselisihan dalam perkawinan yang berujung pada peristiswa perceraian ini disebabkan oleh ketidak harmonisan pribadi (55.095 kasus), gangguan pihak ketiga (10.444 kasus) dan faktor politis (281 kasus). Persoalan
moral
pun
memberikan
andil
untuk
memantik
krisis
keharmonisan rumah tangga. Faktor moral menampati urutan ketiga yang menyebabkan pasangan suami isteri berujung di persidangan pengadilan agama. Grafik diatas menyebutkan bahwa 10.090 kasus perceraian disebabkan oleh persoalan moral. Modusnya mengambil tiga bentuk, suami melakukan poligami tidak sesuai aturan (poligami tidak sehat), 937 kasus, krisis akhlak (4.269 kasus) dan cemburu yang berlebihan (4.884 kasus). Pemicu ke empat rusaknya simpul perkawinan adalah kekerasan dalam rumah tangga. Terdapat 1.845 kasus perkawinan putus karena faktor ini. Sedangkan pemicu lainnya adalah karena salah satu pasangan mengalami cacat biologis yang menyebabkan tidak bisa melaksanakan kewajiban (1.621 kasus), perkawinan di bawah umur (513 kasus), dan salah satu pihak dijatuhi pidana oleh pengadilan (356 kasus).57
57
http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=2139&Itemid=429 28 Juni 2009
Secara detil grafik faktor penyebab perceraian adalah seperti gambar berikut ini : Gambar Grafik 1
B. Jumlah Peningkatan Angka Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Meningkatnya perceraian yang ada di Pengadilan Jakarata Selatan diakui oleh hakim yang menangani perkara cerai gugat di pengadilan tersebut, perkara perdata yang berkaitan dengan cerai gugat pada setiap tahunnya meningkat
dibandingkan dengan cerai talak seperti pada masa-masa sebelumnya.58 Pada setiap cerai gugat
yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan selalu
diupayakan dengan memberikan media seperti BP4 agat perceraian dapat dihindarkan, namun perkara yang terjadi dalam rumah tangga terkadang tidak dapat terselesaikan begitu saja bahkan setelah melalui BP4 langsung berlanjut dengan sidang cerai.59 Paham penulis adalah, para perempuan (istri) memahami cerai gugat sebagai jalan mudah dalam menceraikan suami yang sudah tidak sesuai dengan tujuan pernikahan pada awalnya. Pada sisi negatifnya akan semakin banyaknya perceraian yang terjadi di kehidupan rumah tangga, sedangkan positifnya adalah terlindungnya perempuan (istri) dari tindakan sewenang-wenang dari suami yang tidak bertanggung jawab baik secara lahir atau pun batin. Berikut merupakan data yang didapatkan penulis dalam penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan:
58
Wawancara Esklusif penulis dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan: H. M. Kailani SH, MH dan Dra. Muhaya SH. MH, pada tanggal 23 Juni 2009. 59
Wawancara Esklusif penulis dengan penggugat: Ibu Yuliarti di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada tanggal 23 Juni 2009
Tahun 2006 2007
Tabel 1 Perbandingan Cerai Gugat dan Cerai Talak Berdasarkan Perkara yang Diterima Pada Tahun 2006-2008 Cerai Talak Persentase Cerai Gugat Persentase 544 34,28 1027 65,72 620 38,09 1008 61,91
Jumlah 1571 1628
2008
638
32,51
1324
67,48
1962
Jumlah
1802
34,91
3359
65,09
5161
Sumber : Data Perceraian Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Tahun 2006-2007
Tabel 2 Peningkatan Persentase Angka Cerai Gugat dan Cerai Talak Berdasarkan Perkara yang Diterima Pada Tahun 2006-2008 Cerai Talak Persentase Cerai Gugat 544-620 14 1027-1008
Persentase -1,85
Jumlah 12,15
2007-2008
620-638
3
1008-1324
30,8
33,8
2006-2008
544-638
17,3
1027-1324
29
46,3
Sumber : Data Perceraian Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Tahun 2006 2007
Tabel 3 Perbandingan Cerai Gugat dan Cerai Talak Berdasarkan Perkara yang Diputus Pada Tahun 2006-2008 Cerai Talak Persentase Cerai Gugat Persentase 451 33,51 895 66,49 445 33,14 898 66,86
Jumlah 1346 1343
2008
527
32,11
1114
67,89
1641
Jumlah
1423
32,87
2907
67,13
4330
Sumber : Data Perceraian Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Tahun 2006-2007
Tabel 4 Peningkatan Persentase Angka Cerai Gugat dan Cerai Talak Berdasarkan Perkara yang Diputus Pada Tahun 2006-2008 Cerai Talak Persentase Cerai Gugat 451-445 -1,33 895-898
Persentase -0,33
Jumlah -1,66
2007-2008
445-527
18,42
898-1114
24,05
42,47
2006-2008
451-527
16,85
895-1114
24,46
41,31
Sumber : Data Perceraian Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam kurun waktu tiga tahun (2006, 2007, 2008) menerima 3359 permohonan perkara cerai gugat dan 1802 permohonan perkara cerai talak, pengajuan ini berdasarkan penghitungan data yang ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengajuan kasus cerai secara keseluruhan adalah 5161 permohonan. Sedangkan pada perkara yang dikabulkan permohonannya adalah 1423 perkara cerai talak dan 2907 perkara cerai gugat, sehingga didapatkan jumlah 4330 perkara cerai yang diputuskan dalam tiga tahun. Sehingga kalau diambil rata-rata maka setiap harinya terjadi 4 (empat) perkara cerai yang diputuskan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pada perkara yang diputus terlihat bahwa angka cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada setiap tahunnya (periode 2006-2008) terus meningkat, walaupun angka kenaikannya tidak dalam bentuk yang signifikan masih dibawah 1% dengan peningkatan rata-rata sekitar 0,7% setiap tahunnya. Namun angka perceraian di atas masih dikatakan cukup tinggi berdasarkan data pada tahun 2007 di Jakarta Selatan terdapat 3.302 pasangan menikah dan
pasangan yang bercerai ada 1343 pasangan, hal ini berarti hampir dari sepertiga dari jumlah pasangan yang menikah pada tahun sebelumnya bercerai pada tahuntahun berikutnya.
C. Faktor-Faktor Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Peningkatan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perceraian yang terjadi tidaklah terjadi begitu saja tanpa sebab-sebab yang jelas, banyak kemungkinan yang dapet diuraikan secara detail satu persatu dengan pelbagai alasan yang mengemuka pula. Memang faktor yang memicu perceraian tidaklah serumit kelihatannya, hakikatnya bahwa pendidikan akan pengetahuan agama dan pendidikan dirumah lah yang dapat membangun seseorang dapat siap menghadapi permasalahan yang terjadi didalam rumah tangganya. Fakta berbicara bayak orang yang kaya pun bercerai atau lagi orang yang berpendidikan tinggi pun juga bercerai dan sebagainya, hal ini membuktikan betapa pendidikan agama sejak dini dan pengetahuan tentang rumah tangga menjadi teramat penting bagi masa depan setiap orang yang akan dan telah menikah.60 Berdasarkan wawancara diatas memberikan pandangan bahwa menikah bukanlah perkara mudah dan dapat dilakukan begitu saja tanpa persiapan yang matang. Hal demikian berkaitan dengan kelangsungan rumah tangga yang akan dan sedang dibangun agar terhindar dari perkara perceraian. 60
Wawancara Penulis dengan Dra. Muhayah SH. MH, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada tanggal 23 Juni 2009
Dari data yang diperoleh penulis di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, penulis mencoba memaparkan data tersebut kedalam tabel agar mempermudah dalam menyajikan data yang menjadi faktor penyebab perceraian di Jakarta Selatan dari tahun 2006, 2007, 2008 sebagai berikut. Tabel 5 Data Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Sealatan61 No 1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12 13 14 15 16
Penyebab Perceraian Tidak Ada Keharmonisan Tidak Ada Tanggung Jawab Ekonomi Gangguan Pihak Ketiga Cemburu Krisis Akhlak Poligami Tidak Sehat Kekejaman Jasmani Cacat Biologis Kawin Paksa Dihukum Kekejaman Mental Kawin Di Bawah Umur Politis Lain-Lain Jumlah
2006 464 343 261 179 76 12 6 2 2 1 1346
2007 433 430 274 183 8 7 6 1 1 1343
2008 557 501 338 195 45 1 2 1 1 1641
Jumlah Persentase 1454 33,58 1274 29,42 873 20,17 557 12,87 84 1,93 64 1,48 13 0,3 4 0,09 4 0,09 2 0,046 1 0,023 4330 100
Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah tidak ada keharmonisan di daalam berumah tangga, dilanjutkan dengan kurangnya tanggaung jawab baik itu dari suami maupun istri, faktor ekonomi menjadi momok yang menakutkan
61
Lihat tabel lampiran, h. 86
karena merupakan faktor penyebab perceraian ketiga, dan gangguan pihak ketiga tetap menjadi pengancam keutuhan rumah tangga. Berikut merupakan uraian analisa penulis tentang faktor yang menjadi penyebab perceraian: 1. Tidak ada keharmonisan dalam berumah tangga yang menjadi penyebab perceraian tertinggi dengan angka 1454 (33,58%), jika kita pahami maka didapatkan bahwa yang menyebabkan hal tersebut terjadi dapat berupa perbedaan pandangan, tingkat penidikan / pengetahuan tentang membina keluarga. 2. Tidak adaanya tanggung jawab dalam rumah tangga 1274 (29,42%) dapat berupa kelalaian suami dalam memberikan nafkah lahir maupun banthin terhadap keluarga, dan dapat pula kelalaian sang istri dalam mengurus rumah tangga seperti mengurs anak dan sebagainya. Kurangnya tanggung jawab merupakan permasalahan yang tidak mudah utuk diselesaikan karena melibatkan beberapa hal lainnya. 3. Faktor Ekonomi 873 (20,17%) sebagai penunjang hidup yang vital mulai berdampak kini, ketika memasuki masa-masa krisis global banyak daripada para suami menganggur di PHK, seperti yang terjadi di Tasikmalaya. Seiring dengan banyaknya karyawan yang di PHK ternyaa banyak pula pihak istri yang menggugat cerai suami, penulis melihat kerana minimnya nafkah yang dapat di berikan suami kepada keluarga.
4. Pengaruh pihak ketiga 557 (12,57%) masih menjadi polemik yang sulit dipisahkan, tanpa disadari ternyata kehadiran orang lain diluar struktur keluarga secara utuh memberikan kontribusi perceraian yang signifikan. Hal ini pula dituturkan oleh Ibu Yuliarti62 yang mengiyakan adanya pihak ketiga yang merusak rumah tangganya, bahkan ia menuturkan bahwa suaminya memiliki anak dari pihak ketiga tanpa pernikahan yang sah. 5. Adapun penyebab lain yang menjadi faktor perceraian tidak terlalu signifikan (lihat tabel 6), hanya sebatas angka yang wajar dibandingkan 4 (empat) poin teratas. Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Badan Peradilan Agama Makamah Agung, pada tahun 2007 penceraian di DKI Jakarta mencapai 6.218 kasus, terdiri atas istri gugat cerai suami 3.482 kasus, dan suami gugat cerai istri 2.115 kasus. Sedangkan pada tahun 2008 tercatat 5.193 kasus, terdiri atas istri gugat cerai suami 3.105 kasus, dan suami gugat cerai istri 1.462 kasus. Direktur Urusan Agama Islam Departeman Agama, Mochtar Ilyas, mengakui masih tingginya angka perceraian di DKI Jakarta. Faktornya bervariasi, mulai dari masalah ekonomi hingga politik. Dan kasus tertinggi perceraian atas permintaan istri, yaitu mencapai 60 persen. “Walaupun ada penurunan dibandingkan tahun 2007 lalu, tetapi angka itu masih terbilang cukup tinggi. Dan jumlah itu telah menghasilkan ikhwat atau tebusan perempuan terhadap laki-laki 62
Pengugat cerai di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, berdasarkan wawancara penulis dengan pihak yang bersangkutan.
sekitar Rp 600 juta. Padahal seharusnya, lebih besar bila tebusannya dari lakilaki,” ujar Mochtar Ilyas. Untuk menekan tingginya angka perceraian, menurut Mochtar Ilyas, Mahkamah Agung akan membuat Undang-Undang Terapan tentang Pengadilan Agama. Dengan UU yang baru itu, nanti segala sesuatu yang berkaitan dengan talak atau perceraian harus memenuhi beberapa persyaratan. Di satu sisi, biaya nikah dan cerai pun akan ditinjau kembali. "Sekarang biaya nikah cuma Rp 30 ribu, perceraian hanya Rp 10 ribu. Dengan biaya segitu sangat mudah dipenuhi oleh pasangan suami istri untuk memenuhi keinginan bercerainya,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) DKI Jakarta, Sadirin, mengatakan, pasangan suami-istri bermasalah yang datang meminta nasihat ke Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perwakinan (BP4) DKI Jakarta masih cukup banyak. Pada tahun 2008 mencapai 2519 pasangan, dan yang bisa didamaikan kembali 1.600 pasangan atau berkisar 64 persen. Dan sisanya sekitar 873 pasangan atau sekitar 36 persen tetap ke Pengadilan Agama untuk bercerai. Cukup banyak pasangan berselisih yang tidak berhasil kita selesaikan. Itu karena tingkat perselisihan dari kebanyakan pasangan tersebut sudah dalam kondisi kritis,” katanya seraya menambahkan tidak sedikit pasangan yang langsung mengajukan cerai ke Pengadilan Agama tanpa mengajukan mediasi ke BP4 DKI Jakarta.
Ia menuturkan, rata-rata pasangan yang mengajukan gugat cerai di DKI Jakarta sudah mulai bergeser. Dari yang sebelumnya pasangan bercerai didominasi tamatan sekolah dasar sampai sekolah lanjutan tingkat pertama dengan status ekonomi rendah atau kecil. Tetapi, saat ini malah sebaliknya. "Perceraian justru lebih banyak dilakukan pasangan berpendidikan tinggi dengan status ekonomi mapan,” katanya. Berdasarkan data tahun 2008, wilayah Jakarta Selatan yang dikenal kawasan ekonomi mapan dan berpendidikan tinggi, ternyata cukup tinggi angka pasangan bermasalah yaitu 1.080 pasangan. Dan yang berhasil didamaikan 599 pasangan atau berkisar 55 persen, selebihnya 481 pasangan atau berkisar 45 persen ke Pengadilan Agama untuk bercerai. Bila dibandingkan dengan wilayah Jakarta lain, misalnya: Jakarta Pusat, pasangan bermasalah sebanyak 313 pasangan, yang berhasil didamaikan 219 pasangan. Sisanya sebanyak 94 pasangan ke Pengadilan Agama untuk bercerai. Wilayah Jakarta Utara pasangan bermasalah sebanyak 221 pasangan, yang berhasil didamaikan 178 pasangan atau berkisar 80 persen. Sisanya sebanyak 45 pasangan ke Pengadilan Agama untuk bercerai. Wilayah Jakarta Barat, pasangan bermasalah sebanyak 325 pasangan yang berhasil didamaikan 209 pasangan. Sisanya sebanyak 116 pasangan ke Pengadilan Agama untuk bercerai. Wilayah Jakarta Timur, pasangan bermasalah sebanyak 440 pasangan, yang berhasil didamaikan 317 pasangan. Dan sisanya sebanyak 123 pasangan ke Pengadilan Agama untuk bercerai. Dari perbandinagn diatas tersebut, ternyata jumlah angka tertinggi dari pasangan yang bermasalah
terdapat di wilayah Jakarta Selatan, baik ada yang berhasil didamaikan maupun ada yang membawanya ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan. “Untuk meminimalisir angka perceraian di Jakarta, kita telah melakukan berbagai upaya seperti mengadakan pembinaan atau pendidikan pra-nikah atau pascanikah, pelayanan konsultasi keluarga yang bermasalah, pemberdayaan ekonomi keluarga, pemilihan keluarga sakinah teladan, dan penyuluhan keluarga sakinah,” tandasnya. Terkait dengan angka perceraian yang cukup tinggi itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, meminta kepada seluruh pengurus BP4 untuk terus meningkatkan konseling kepada keluarga yang bermasalah. Pasalnya, kondisi ini sejalan dengan perkembangan dan kedudukan Jakarta sebagai pusat berbagai kegiatan, seperti pemerintahan, perdagangan, ekonomi, social, budaya, politik dan lainnya. "Dengan
kondisi itu
tidak
menutup
kemungkinan mempengaruhi
kehidupan keluarga. Sehingga perceraian pun akan menjadi pilihan kalau dalam satu keluarga ada yang tidak cocok. Ini merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama berupaya meminimalir dengan terus meningkatkan program konseling,” tandas wakil gubernur. Seiring dengan tingginya angka perceraian, laju angka pernikahan juga meningkat. Dari catatan Kanwil Depag DKI Jakarta, untuk periode Januari–Maret 2009, di Jakarta Utara terdapat 1.727 pasangan menikah, di Jakarta Pusat terdapat 1.621 pasangan menikah, di Jakarta Selatan terdapat 3.302 pasangan menikah, di
Jakarta Barat terdapat 2.514 pasangan menikah, di Jakarta Timur terdapat 3925 pasangan menikah, di Kepulauan Seribu terdapat 27 pasangan menikah. “Jumlah keseluruhan dalam kurun waktu tiga bulan sejak tahun 2009 sudah mencapai 13.116 pasangan menikah. Sedangkan tahun 2008 lalu pasangan menikah mencapai 62.051 pasang,” kata Darminto, petugas Kanwil Depag DKI Jakarta.63 Berdasarkan paparan data diatas didapatkan bahwa angka perceraian di wilayah DKI Jakarta masih tergolong tinggi dengan hampir setiap tahun mengalami peningkatan, walaupun tidak dalam angka yang signifikan namum angka tersebut masih tergolong tinggi. Ketidakadanya kecocokan sebagai pamicu utama perceraian memang menjadi faktor utama perceraian, penulis menganalisa banhwa faktor tersebut dapat terus meningkat jika tingkat kesejahteraan keluarga tidak membaik dalam beberapa tahun kedepan. Memang permasalahan ini tidak dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat, namun setidaknya BP4 memiliki peranan yang penting dalam mencegah terjadinya perceraian di wilayah Jakarta Selatan. Pada wilayah Jakarta Selatan yang dikenal dengan daerah yang memiliki perekonomian dan taraf pendidikan yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jakarta justru memiliki tingkat perceraian tertinggi. Hal ini melihat pentingganya
63
keharmonisan
dalam berumah
tangga,
diantaranya
http://www.beritajakarta.com/v_ind/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId =33470
dengan
lingkungan keluarga yang sehat dan pengetahuan tentang berumah tangga yang cukup, sebab hai ini senada dengan yang di ungkapkan oleh Ibu Dra. Muhayyah, SH, MH.64
64
Wawancara Penulis dengan Dra. Muhayah SH. MH, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, pada tanggal 23 Juni 2009. Dalam permasalah ini beliau menekankan pada pendidikan pranikah sebagai bekal dan modal utama dalam membina rumah tangga yang sakinah mawadda wa rahmah,
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pada uraian pada penjabaran bab sebelumnya penulis mendapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam kurun waktu tiga tahun (2006-2008) menerima 3359 permohonan perkara cerai gugat (65,09%) dan 1802 permohonan perkara cerai talak (34,91%). Sehingga dapat diketahui pengajuan kasus cerai secara keseluruhan adalah 5161 permohonan. Sedangkan pada perkara yang dikabulkan permohonannya adalah 1423 perkara cerai talak dan 2907 perkara cerai gugat, sehingga didapatkan jumlah 4330 perkara cerai yang diputuskan dalam tiga tahun. Sehingga kalau diambil rata-rata maka setiap harinya terjadi 4 (empat) perkara cerai yang diputuskan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 2. Faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah tidak ada keharmonisan di dalam berumah tangga dengan angka 1454 (33,58%), dilanjutkan dengan kurangnya tanggung jawab baik itu dari suami maupun istri 1274 (29,42%), faktor ekonomi merupakan hal yang menakutkan karena merupakan faktor penyebab perceraian ketiga 873 (20,17%), dan gangguan pihak ketiga 557 (12,57%) tetap menjadi pengancam keutuhan rumah tangga.
B. Saran-saran Kiranya penulis mendapatkan hal yang menarik dalam skripsi ini bahwa pernikahan haruslah dapat dijalani dengan pemikiran yang matang dan pendidikan yang cukup tentang berumah tangga, sehingga perceraian dapat terhindarkan. Berikut merupakan saran penulis berdasarkan skripsi ini, yaitu: 1. Untuk Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan kepada pejabat setempat, agar dapat memutuskan perkara yang terkait dengan cerai gugat ini dengan lebih teliti dan bijaksana, dan agar lebih memperhatikan dan merapihkan data guna memudahkan dalam pencarian. 2. Hendaklah kepada para pejabat Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), agar dapat lebih memaksimalkan lagi dalam mendamaikan suami isteri yang sedang dalam masalah dan akan bercerai 3. Kepada Bimas Dirjen Islam agar selalu memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan pasangan yang akan menikah tentang pengetahuan dalam berumah tangga. 4. Kepada Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat, sekiranya mereka sebagai para tokoh agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat dan dapat memberikan keterangan atau penjelasan tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan dalam rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim Al-Bukhari, Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim, Ibnu. Shahih Bukhori. Kohiro: Jumhuriyah Mishro Al-Arobiyah, 1411-H, Juz-VIII. Abdurrahman. H. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akadika Pressindo, 2004. Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-2. Arsip Pengadilan Jakarta Selatan pada 16 Maret 2009. Arto. Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003, Cet. Ke-4. Bakar Al-Jaziri, Abu. Ensiklopedi Muslim, Terjemah. Fadli Bahir, Lc. Jakarta: Darul Falah, 2005, Cet. Ke-9. Departemen Agama Republik Indonesia. Kompilasi Hukum Islam, 2004. Ghazaly, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenada Media, 2003, Edisi.I. Hamidy, Muhammad. Perkawinan dan Permasalahannya. Surabaya: Bina Ilmu, 1980. Harahap, M. Yahya. Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Pustaka Kartini, 1993, Cet.Ke-2. Himpunan Undang-undang, No. 1 Tahun 1974, Departemen Agama Indonesia, 2004 http://202.57.16.35/2008/id/berita_print.asp?nNewsId=33470 26 Juni 2009. http://kampungtki.com/baca/1563. 25 juni 2009. http://www.badilag.net/index.php?option=com_content&task=view&id=2139&Itemi d=429 28 Juni 2009. http://www.beritajakarta.com/v_ind/berita_detail.asp?idwil=0&nNewsId=33470. http://www.eramuslim.com, Berita/nasional/dalam-satu-dasawarsa-kasus-isterigugat-cerai-suami-makin-meningkat.htm 26 Juni 2009.
I Doi, A. Rahman. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.I. Khuzari,Ahmad, M.A., Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, Cet pertama. Manan, Abdul. Aneka Masalah: Hukum Pedata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998. Mukhtar, Kamal. Asa-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang, 1993, cet.III. Mulyati, Sri. Relasi Suami Isteri dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2004. Munawir, Ahmad Warson. Almunawir Kamus Besar Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, Cet. Ke-14. Nasikun. 1980, Urbanisasi Berlebih, Involusi Perkotaan dan Radikalisme Politik di Negara-negara Berkembang. Jakarta: Prisma 8, LP3ES. Nawawi, Hadawi. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1998, Cet. Ke-8. Notoatmodjo, Soekidjo, Prof., Dr., Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. 2003, Cet. ke-2 Rahmad, Bakri A. Drs dan Drs. Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Islam,Undang-undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW. Jakarta: Hidakarya Agung, 1981. Rif'i, Mohammad. Kifayatul Akhyar, terjemah. Semarang: PT.Toha Putra, 1978. Sabiq, Sayyid. Fiqhusunnah: Fikih Sunnah 8, Penerjemah Mohammad Thalib. Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1981, Cet.I. _______Terjemahan: Fikih Sunnah JIlid 3. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008, Cet. Ke-3. Said, A. Fuad Said. Perceraian Menurut Hukum Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993.
Sajastani, Abu Daud Sulaiman. Sunan Abu Daud. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1952, Juz 1. Sebekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa, 2001, Cet. Ke-24. Shiddieq, Ahmad. Hukum Talak dalam Islam. Surabaya: Putra Pelajar, 2001. Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Quran: Tafsiran Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Mizan Media Utama, 2007, Cet. ke-2. ______Perempuan.Jakarta: Lentera Hati, 2005, Cet. ke-4 Subekti, R dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Pratnya Paramita, 2006, Cet.ke-27. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media, 2006, Cet.I. Thalib, M. Penyebab Perceraian dan Penanggulangannya. Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997, Cet.Ke-1. Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI-Press, 1986, cet.V. Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Departemen Agama Republik Indonesia, 2004 www.mahkamahsyariahaceh.go.id/data 28 Juni 2009 Yanggo, Chuzaemah Tahido, dan A. Hafiz Anshari. A. Z. Problematika Hukum Islam dan Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.
PEDOMAN WAWANCARA HAKIM
1. Pernahkah Bapak/Ibu Hakim menangani perkara cerai yang diajukan isteri kepada suami ? 2. Apa makna cerai gugat menurut Bapak/Ibu Hakim ? 3. Mayoritas apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pengajuan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ? 4. Dari perkara cerai yang Bapak/Ibu Hakim tangani, lebih banyak mana cerai talak atau cerai gugat Dan berapa yang dikabulkan ? 5. Apa saja pertimbangan Hakim dalam memutus perkara cerai gugat ? 6. Apa permasalahan yang masih menjadi polemik dalam menyelesaikan perkara cerai gugat di lihat dari sisi undang-undang maupun SDM ? 7. Apa pendapat Bapak/Ibu Hakim tentang hak-hak perempuan dalam talak ?
PEDOMAN WAWANCARA PENGGUGAT/TERGUGAT
1. Alasan apa yang dipakai Bapak/Ibu hingga ingin bercerai ? 2. Apa pertimbangan Bpk/Ibu hingga ingin melakukan cerai ? 3. Apa yang menjadi faktor/sebab isteri menggugat cerai suami ? 4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan isteri ? 5. Apa jalan terbaik yang sudah dilakukan atau ditempuh oleh Bpk/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi ? 6. Apa yang Bpk/Ibu pahami tentang cerai gugat ?
HASIL WAWANCARA
SUMBER
: H. M. KHAILANI, SH. MH
TANGGAL
: 23 JUNI 2009
LOKASI
: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Pernahkah Bapak/Ibu Hakim menangani perkara cerai yang diajukan isteri kepada suami ? Jawab : Pernah, bukan hanya cerai gugat tetapi cerai talak juga. 2. Apa makna cerai gugat menurut Bapak/Ibu Hakim ? Jawab : Menurut saya, cerai gugat adalah cerai yang diajukan oleh pihak isteri terhadap suami melalui Pengadilan Agama. 3. Mayoritas apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pengajuan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ? Jawab : Mayoritas perkara cerai gugat yang masuk di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yaitu karena sebab selingkuh (adanya pihak ketiga). Ada yang karena perselisihan atau pertengkaran yang sulit dirukunkan. Ada yang karena suami mendapat hukuman penjara. Faktor ekonomi karena suami sudah tidak bekerja. Adanya kekerasan terhadap isteri dalam rumah tangga. 4. Dari perkara cerai yang Bapak/Ibu Hakim tangani, lebih banyak mana cerai talak atau cerai gugat Dan berapa yang dikabulkan ?
Jawab : Perkara yang saya tangani lebih banyak perkara cerai gugat dibandingkan perkara cerai talak. Dari kasus cerai gugat yang saya tangani, lebih banyak yang dikabulkan daripada yang ditolak.Rata-rata 90% yang dikabulkan. 5. Apa permasalahan yang masih menjadi polemik dalam menyelesaikan perkara cerai gugat di lihat dari sisi undang-undang maupun SDM ? Jawab : Permasalah yang masih menjadi polemik dalam menyelesaikan perkara cerai gugat ternyata tidak ada, karena sudah jelas sudah diatur oleh Undang-undang. Jika dari para pihak yang berperkara ada yang tidak setuju karena berbeda pendapat, maka pihak-pihak yang berpekara tersebut bisa mengajukan banding, bahkan hingga kasasi. 6. Apa pendapat Bapak/Ibu Hakim tentang hak-hak perempuan dalam talak ? Jawab : Seorang
isteri/perempuan
bila
merasa
dirugikan
dalam
rumah
tangganya bisa mengajukan gugat untuk cerai dengan suaminya kepada Pengadilan Agama. Adapun hak isteri dari suami karena perceraian ialah mendapatkan hak nafkah iddah, hak nafkah mut'ah, kemudian hak nafkah anak bila ada seorang anak yang diasuh oleh sang isteri. Ada hak nafkah madiyah dari hak nafkah yang sudah lama tidak diberikan oleh sang suami.
HASIL WAWANCARA
SUMBER
: Dra. MUHAYAH, SH. MH
TANGGAL : 25 JUNI 2009 LOKASI
: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Pernahkah Bapak/Ibu Hakim menangani perkara cerai yang diajukan isteri kepada suami ? Jawab : Pernah. Selain menangani cerai talak saya juga pernah menangani cerai gugat. Bahkan bukan hanya itu, perkara Isbat Nikah, Pembagian harta bersama, Waris, Poligami. 2. Apa makna cerai gugat menurut Bapak/Ibu Hakim ? Jawab : Cerai gugat adalah gugatan perceraian yang datang dari pihak isteri terhadap pihak suami melalui Pengadilan Agama. 3. Mayoritas apa saja yang menjadi latar belakang terjadinya pengajuan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ? Jawab : Permasalah terbanyak dari cerai gugat yaitu: ekonomi, salah paham, ada pihak ketiga (selingkuh) atau ada campur tangan dari keluarga. Masalah ketidakcocokan hingga menimbulkan salah persepsi. Disini sang isteri pun kadang mempunyai pengaruh dalam menjadi penyebab.Adapun faktor dari sang isteri itu sendiri yaitu: Kurangnya pendidikan moral dan lemahnya mental dari dalam diri sang isteri.
4. Dari perkara cerai yang Bapak/Ibu Hakim tangani, lebih banyak mana cerai talak atau cerai gugat Dan berapa yang dikabulkan ? Jawab : Secara kuantitas lebih banyak cerai gugat, karena ini merupakan akibat dari faktor kesadaran akan hukum. Lebih banyak yang dikabulkan, karena kalau bukti sudah terlihat dari segi fakta hukum maka itu memungkinkan akan banyak yang dikabulkan. 5. Apa saja pertimbangan Hakim dalam memutus perkara cerai gugat ? Jawab : Pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai gugat mengacu kepada hukum formal dan hukum materilnya. Misalnya kasus KDRT, disini mengacu kepada Undang-undang KDRT, hukum formalnya undang-undang perkawinan, hukum materilnya ada hukum syar'i. Kemudian ditinjau secara sosiologis dan yuridis. 6. Apa permasalahan yang masih menjadi polemik dalam menyelesaikan perkara cerai gugat di lihat dari sisi undang-undang maupun SDM ? Jawab : Saya pikir secara substansi tidak ada permasalahan yang menjadi polemik, semuanya sudah ada acuannya,kalau memang tidak ada acuannya atau belum diatur maka disini diperlukan ijtihad hukum atau penemuan hukum yang merupakan kewenangan Peradilan Agama. 7. Apa pendapat Bapak/Ibu Hakim tentang hak-hak perempuan dalam talak ? Jawab : Saya pikir secara substansi tidak ada permasalahan yang menjadi polemik, semuanya sudah ada acuannya,kalau memang tidak ada
acuannya atau belum diatur maka disini diperlukan ijtihad hukum atau penemuan hukum yang merupakan kewenangan Peradilan Agama. - Pendapat cerai gugat : Faktor sosiologis, wanita lebih banyak sehingga para bapak atau suami yang sering mengabaikan tanggung jawab terhadap sang isterinya, atau menyimpang dari tanggung jawab hingga biasnya timbul kepada keluarga. Faktor pendidikan, maksud disini ialah bahwa seorang suami atau isteri yang berpendidikan tinggi tidak serta-merta selalu menjamin adanya keutuhan dalam berumah tangganya, kecuali bila sang suami maupun sang isteri selalu mengembalikannya kepada orientasi agama. - Permasalah terbanyak dari cerai gugat yaitu: ekonomi, salah paham, ada pihak ketiga (selingkuh) atau ada campur tangan dari keluarga. Masalah ketidakcocokan hingga menimbulkan salah persepsi,pola pikir dan karakter. - Hal-hal yang mendorong isteri cenderung menggugat suami. Disini sang isteri pun kadang mempunyai pengaruh dalam menjadi penyebab.Adapun faktor dari sang isteri itu sendiri yaitu: Kurangnya pendidikan moral dan lemahnya mental dari dalam diri sang isteri. - Pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai gugat mengacu kepada hukum formal dan hukum materilnya. Misalnya kasus KDRT, disini mengacu kepada Undang-undang KDRT, hukum formalnya undang-undang perkawinan, hukum materilnya ada hukum syar'i. Kemudian ditinjau secara sosiologis dan yuridis.
- Tanggapan hakim dalam menilai jumlah angka cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dilihat dari proporsionalnya, satu sisi secara subjektif sungguh sangat prihatin, sudah banyak wanita-wanita yang teraniaya akan hak-haknya sehingga muncul dalam dirinya rasa tertekan yang menimbulkan penderitaan baik fisik maupun psikis, sehingga dengan kesadarannya dia mengajukan ke tempat yang berwenang dalam hal ini ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Tapi secara objektif, bahwa itu adalah merupakan bagian dari sudah adanya rasa kesadaran hukum. Disini seorang isteri memahami dan menyadari betul akan haknya secara hukum agama maupun hukum negara. - Lebih banyak yang dikabulkan. Karena kalau bukti sudah terlihat dari segi fakta hukum maka itu mungkin akan banyak yang akan dikabulkan. - Dengan mengacu pada undang-undang nasional atau hukum negara, hukum syar'i, bahwa isteri yang dicerai itu mempunyai hak yang harus diperhatikan, yaitu nafkah selama iddah, mut'ah, atau nafkah-nafkah lain misalnya tentang nafkah madiyah atau nafkah yang lalu yang pernah dilalaikan. Jadi ada hakhaknya seorang isteri yang harus dilindungi yang memang harus ada apabila suami mau menceraikan isterinya. - Saya pikir secara substansi tidak ada permasalahan yang menjadi polemik, semuanya sudah ada acuannya,kalau memang tidak ada acuannya atau belum diatur maka disini diperlukan ijtihad hukum atau penemuan hukum yang merupakan kewenangan Peradilan Agama.
HASIL WAWANCARA
SUMBER
: NOVA ERLANGGA
TANGGAL
: 25 JUNI 2009
LOKASI
: PNGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Alasan apa yang dipakai Bapak/Ibu hingga ingin bercerai ? Jawab : Isteri ingin bercerai dengan alasan karena suami belum kuat secara finansial atau karena suami belum mampu mencukupi kebutuhan sang isteri. Karena mental dari kedua belah pihak yang belum pas atau belum siap menjalani kehidupan berumah tangga, karena pernikahan yang terjadi didasarkan atas akibat dari sesuatu yang tidak diinginkan. Karena adanya masalah dari kedua orang tua masing-masing. 2. Apa pertimbangan Bpk/Ibu hingga ingin melakukan cerai ? Jawab : Pertimbangan disini ialah karena apabila diteruskan pun pernikahan ini akan tidak ada gunanya, dan mungkin dengan berpisah bertujuan agar bisa dapat mencari lagi tentang jati diri masing-masing untuk lebih dewasa. 3. Apa yang menjadi faktor/sebab isteri menggugat cerai suami ? Jawab : Yang menjadi faktor atau sebab sang isteri ingin menggugat cerai suami yaitu karena adanya faktor dari keluarga isteri dan suami yang tidak merestui. Masalah finansial yang kurang karena suami belum bekerja.
4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan isteri ? Jawab : Saya sebagai suami awalnya merasa keberatan, namun setelah mengadakan dialog akhirnya saya menerima tentang gugat cerai dari siteri saya. 5. Apa jalan terbaik yang sudah dilakukan atau ditempuh oleh Bpk/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi ? Jawab : Jalan yang sudah ditempuh atau dilakukan hanyalah berupa dialog antara saya dengan isteri saya. Di sini tidak ada mediasi dari pihak luar maupun dari pihak keluarga masing-masing. 6. Apa yang Bpk/Ibu pahami tentang cerai gugat ? Jawab : Cerai gugat yaitu perceraian yang diajukan sang isteri terhadap suami. Kalau menurut Undang-undang, yaitu perceraian yang terjadi bila perjanjian-perjanjian yang tertulis secara Undang-undang dilanggar atau tidak dipenuhi.
HASIL WAWANCARA SUMBER
: HASANAH
TANGGAL : 23 JUNI 2009 LOKASI
: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Alasan apa yang dipakai Bapak/Ibu hingga ingin bercerai ? Jawab : Sudah tidak bisa dipertahankan lagi, walau pun sudah ditempuh jalan dengan melakukan mediasi beberapa kali. 2. Apa pertimbangan Bapak/Ibu hingga ingin melakukan cerai ? Jawab : Ingin hidup tenang, tidak ingin menjadi dosa yang berkepanjangan karena ribut terus-menerus. 3. Apa yang menjadi faktor/sebab isteri menggugat cerai suami ? Jawab : Suami tidak menghargai posisi perempuan atau selalu merendahkan sang isteri. Karena si suami yang berkeinginan untuk menikah lagi, padahal dia sudah beristerikan saya. 4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan isteri ? Jawab : Sang suami awalnya tidak mau, namun kemudian akhirnya dia mau juga dengan mengemukakan syarat tidak mau menggunakan jalur hukum. 5. Apa jalan terbaik yang sudah dilakukan/ditempuh oleh Bapak/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi ?
Jawab : Jalan yang sudah dilakukan atau dutempuh baik oleh sang suami maupun isteri ialah dengan cara mediasi dengan melibatkan saudara. Melakukan introspeksi dari diri masing-masing. 6. Apa yang Bapak/Ibu pahami tentang cerai gugat ? Jawab : Menurut saya cerai gugat itu sudah tertulis dan diatur dalam Undangundang Perkawinan. Sedangkan secara Agama, menurut pemahaman saya tentang cerai gugat tidak ada, namun yang ada hanyalah perceraian dari suami dan tidak boleh atau haram oleh isteri karena perceraian adalah merupakan hak suami.
HASIL WAWANCARA
SUMBER
: YULIARTI
TANGGAL : 25 JUNI 2009 LOKASI
: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Alasan apa yang dipakai Bapak/Ibu hingga ingin bercerai ? Jawab : Karena sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Yang mana sejak awal pernikahan sang suami sudah melakukan kekerasan, kebohongan yang terus-menerus, tidak menafkahi lahir, kemudian adanya selingkuh dari sang suami. 2. Apa pertimbangan Bpk/Ibu hingga ingin melakukan cerai ? Jawab : Karena sang suami sudah terus menerus melakukan hal-hal yang sama dalam kurun waktu selama 13 tahun perkawinan. Selama 13 tahun ini perilaku suami sama sekali tidak berubah, hingga saya sudah empat kali ke Pengadilan Agama. Intinya pertimbangan yang saya pakai disini yaitu bahwa penilaian saya akan dia sang suami tidak mungkin akan bisa berubah, jadi lebih baik saya berpisah dari pada nantinya akan menjadi atau timbul mudharat. 3. Apa yang menjadi faktor/sebab isteri menggugat cerai suami ? Jawab : Suami sudah melakukan kekerasan, kebohongan yang terus-menerus, tidak menafkahi lahir, kemudian adanya selingkuh dari sang suami.
4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan isteri ? Jawab : Suami menolak tentang permintaan saya untuk bercerai, bahkan dia tetap berkeyakinan tidak akan menceraikan saya, dan beranggapan bahwa dia bisa berubah. 5. Apa jalan terbaik yang sudah dilakukan atau ditempuh oleh Bpk/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi ? Jawab : Saya sebagai isteri mencoba untuk tetap sabar dan ikhlas, kemudian memberikan kesempatan kepada suami untuk merubah perilakunya. Kemudian saya melakukan mediasi baik dengan pihak keluarga suami maupun antara pribadi saya dengan sang suami. 6. Apa yang Bpk/Ibu pahami tentang cerai gugat ? Jawab : Cerai gugat yaitu isteri yang meminta diceraikan oleh suami dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama karena sudah tidak sanggup lagi menghadapi atau menanggulangi permasalahan yang terjadi dalam keluarga. Menurut saya secara hukum Islam Allah tidak menyukai tentang perceraian, tapi sungguh diperbolehkan jika itu merupakan jalan keluar yang terbaik dari permasalahan-permasalahan suami isteri yang mungkin akan merugikan pada salah satu pihak jika perceraian tidak dilakukan. Sedangkan pemahaman saya tentang cerai gugat menurut Undang-undang hanyalah sebuah proses cerai yang dilakukan di Pengadilan Agama untuk mendapatkan sebuah legalitas perceraian yaitu mendapat akta cerai.
HASIL WAWANCARA SUMBER
: AHMAD SYAFEI
TANGGAL : 25 JUNI 2009 LOKASI
: PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
1. Alasan apa yang dipakai Bapak/Ibu hingga ingin bercerai ? Jawab : Karena isteri merasa sudah tidak ada kecocokan lagi. Alasan ini pun dirasakan sama oleh saya sebagai sang suami. Sudah sering terjadi keributan baik kecil maupun besar. Merasa sudah tidak kuat lagi dengan tingkah laku suami, karena dia menilai si suami sudah memposisikan perkawinannya atau hubungan suami isterinya dengan posisi yang tidak jelas
atau
tidak
seperti
layaknya
suami
isteri
hingga
suami
menelantarkan sang isteri. 2. Apa pertimbangan Bpk/Ibu hingga ingin melakukan cerai ? Jawab : Pertimbangan yang saya gunakan ialah bahwasanya bila rumah tangga ini diteruskan saya yakin tetap tidak akan adanya keharmonisan karena dari diri saya pun merasa sudah tidak ada kecocokan dengan isteri saya. Hal senada ini pun sama dengan apa yang dikatakan oleh isteri saya. 3. Apa yang menjadi faktor/sebab isteri menggugat cerai suami ? Jawab : Faktor atau alasan utama yang dipakai isteri untuk menggugat cerai suami ialah karena tidak ada nafkah hingga satu setengah tahun. Kasar
dalam rumah tangga.Adanya pengaruh pihak lain yaitu pengaruh dari masing-masing keluarga suami dan isteri. 4. Bagaimana tanggapan suami terhadap gugatan cerai yang dilakukan isteri ? Jawab : Saya sebagai suami menerima gugatan cerai yang dilakukan oleh isteri saya, karena sebenarnya dari saya pun sejak lama sudah ada niat untuk menceraikan isteri saya, namun orang tua saya melarangnya dan memerintahkan saya untuk menahannya, dan berkata kepada saya “biarlah dari pihak isteri saja yang menceraikannya”. 5. Apa jalan terbaik yang sudah dilakukan atau ditempuh oleh Bpk/Ibu agar perceraian tersebut tidak terjadi ? Jawab : Adapun jalan yang sudah kami tempuh adalah mediasi. Selain itu kami pun meminta kepada orang tua kami masing-masing untuk membantu dalam berdialog guna mencari titik temu antara saya dengan isteri saya. 6. Apa yang Bpk/Ibu pahami tentang cerai gugat ? Jawab : Cerai gugat ialah cerai yang dilakukan oleh seorang isteri melalui surat gugatannya yang ditujukan kepada suami yang kemudian diproses di Pengadilan Agama.