ANALISIS DISPENSASI NIKAH DAN KAITANNYA DENGAN TINGGINYA ANGKA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JEPARA
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syariah dan Hukum Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
Oleh: FADILATUS SAIDAH NIM: 1211022
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2015
ANALISIS DISPENSASI NIKAH DAN KAITANNYA DENGAN TINGGINYA ANGKA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JEPARA Fadilatus Saidah 1211022 ABSTRAK Seorang laki-laki dan perempuan yang sudah mencapai umur dewasa diperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan. Di dalam syariat Islam, tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tentang usia minimal bagi kedua calon mempelai, namun Undang-Undang Perkawinan di Indonesia mengatur bahwa usia minimal untuk calon mempelai pria adalah 19 tahun dan calon mempelai wanita adalah 16 tahun. Pernikahan tetap dapat dilaksanakan oleh pasangan yang belum memenuhi syarat usia yang telah ditentukan, dengan mengajukan permohonan dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama. Kehidupan dalam rumah tangga setelah pernikahan tidak selamanya berjalan mulus, seringkali terjadi perbedaan pendapat dalam menangani suatu permasalahan sehingga tidak jarang menimbulkan pertengkaran, bahkan berujung pada perceraian. Oleh karena banyaknya kasus cerai gugat yang terjadi di masyarakat, khususnya di Wilayah Jepara, maka diperlukan analisis mengenai penyebab tingginya angka cerai gugat. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis dokumen dan penelitian lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara diantaranya: hamil diluar nikah, pacaran melebihi batas, saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan dan pengaruh teknologi. Sedangkan faktor cerai gugat antara lain: faktor ekonomi, tidak adanya tanggung jawab, tidak ada keharmonisan, krisis moral, penganiayaan berat, cemburu, adanya gangguan dari pihak ketiga, faktor politis, kawin paksa, kawin dibawah umur, poligami tidak sehat, dan faktor cacat biologis. Kata Kunci: Pernikahan, Dispensasi Nikah, Cerai Gugat, Pengadilan Agama Jepara.
v
HALAMAN MOTTO
Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyiroh: 5-6)
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmatnya, yang telah memberikan taufiq dan hidayahnya, sehingga dapat tersusunlah karya tulis ini, salawat serta salam kepada baginda nabi agung Muhammad SAW, yang selalu kita tunggu syafaatnya di hari kemudian kelak, amin. Dalam
penulisan karya
tulis
ini
penulis
menggunakan
metode
kepustakaan, di sini penulis menggali informasi dari buku, kitab, dan manuskrip yang ada, agar dapat dibandingkan dan diambil kesimpulan yang pantas dengan kondisi sosial masyarakat saat ini dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dispensasi nikah dan kaitannya dengan angka cerai gugat di Pengadilan Agama Jepara ada faktor-faktor yang melatarbelakangi kejadian tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat dicegah dengan tidak menikah di bawah umur.
vii
PERSEMBAHAN
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun penelitian ini tidak akan berarti tanpa adanya dukungan, bantuan, dan kerja sama antara pihak-pihak yang berperan dalam penusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan tulus penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Supardi dan Ibu Supiyah, sehingga penulis bisa menimba ilmu di lingkungan formal (kampus). 2. Bapak Prof. Dr. KH. Muhtarom H. M, selaku Rektor UNISNU Jepara. 3. Bapak Drs. H. Ahmad Bahrowi, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah. 4. Ibu Mayadina Rahmi M., S.H.I., M.A. selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan pengarahan kepada penulis. 5. Semua dosen yang telah banyak membantu terselesaikannya kuliah penulis. 6. Semua staf UNISNU yang telah banyak membantu terselesaikannya kuliah penulis. 7. Hakim dan seluruh staf Pengadilan Agama Jepara. 8. Keluarga penulis yang selalu memberikan semangat & masukan kepada penulis. (Muhammad Zakariyah, S.Kom.) 9. Teman-teman penulis yang memberi masukan kepada penulis. 10. Dan semua yang telah membantu penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN .................................................................................................. ii NOTA PEMBIMBING ....................................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iv ABSTRAK .......................................................................................................... v HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii PERSEMBAHAN ............................................................................................. viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A.
Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B.
Penegasan Judul..................................................................................... 5
C.
Rumusan Masalah.................................................................................. 6
D.
Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
E.
Telaah Pustaka ....................................................................................... 7
F.
Metode Penelitian ................................................................................ 12
G.
Sistematika Penulisan .......................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 16 A.
Pengertian Dispensasi Nikah ................................................................ 16
B.
Talak dan Khulu’ ................................................................................. 29
C.
Macam-Macam Talak .......................................................................... 33
D.
Cerai Gugat ......................................................................................... 35
E.
Rukun dan Syarat Perceraian ............................................................... 37
F.
Sebab-Sebab dan Alasan-Alasan Perceraian ......................................... 38
BAB III SEJARAH SINGKAT PENGADILAN AGAMA JEPARA................. 41 A.
Sekilas Tentang Pengadilan Agama Jepara ........................................... 41
ix
B.
Visi dan Misi ....................................................................................... 43
C.
Lokasi dan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jepara ........................ 45
D.
Struktur Organisasi .............................................................................. 46
E.
Kewenangan Relatif dan Absolut Pengadilan Agama Jepara ................ 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 54 A.
Prosedur Dispensasi Nikah .................................................................. 54
B.
Faktor Penyebab Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jepara ......... 59
C.
Faktor Penyebab Tingginya Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Jepara 62
D.
Analisis Tentang Dispensasi Nikah Beserta Kaitannya Dengan Tingginya Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara ........................... 68
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 78 A.
Kesimpulan.......................................................................................... 78
B.
Saran ................................................................................................... 79
C.
Penutup................................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jepara .............................. 46 Gambar 4. 1 Grafik Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2012-2014 ........................................................................ 60 Gambar 4. 2 Grafik Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2012-2014 ........................................................................ 63
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Daftar Referensi Penelitian Terdahulu................................................. 8 Tabel 4. 1 Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2013 ............. 61 Tabel 4. 2 Faktor Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2012-2014 ............................................................................. 63
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan berpasang-pasangan pada seluruh makhluk, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Hal ini bertujuan agar makhlukmakhluk tersebut dapat berkembang biak dan melestarikan hidupnya. 1 Manusia sebagai salah satu makhluk, dianugerahi ketertarikan antara laki-laki dan perempuan oleh Allah swt. Ketertarikan ini ditandai dengan diberikannya karunia cinta berupa nafsu seksual sebagai salah satu naluri yang dimiliki oleh manusia. Muhammad Ismail, seorang pemikir muslim berkata, naluri tidak akan muncul jika tidak ada yang mendorongnya. 2 Masa remaja merupakan masa dimana perasaan yang dimiliki oleh seseorang, mulai berkembang menjadi kompleks. Berbagai perasaan seperti perasaan sosial, etis, dan estetis, mendorong remaja untuk lebih memahami kehidupan sehari-hari dalam lingkungannya. Perasaan yang dipengaruhi oleh kehidupan yang agamis, akan mendorong remaja tersebut lebih dekat ke arah kehidupan religius. Sebaliknya, remaja yang kurang mendapatkan pendidikan dan ajaran agama akan lebih mudah didorong oleh nafsu seksual. Hal ini dikarenakan masa remaja merupakan masa kematangan seksual, memiliki rasa ingin tahu yang
1
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
2
Iwan Januar, Sex Before Married?, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hal, 64.
hal, 6.
1
2
lebih besar, dan lebih mudah terjerumus ke arah tindakan seksual yang negatif. 3 Karena pemahaman terhadap norma-norma agama, kesusilaan, kesopanan mulai diabaikan. Salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya adalah seks. Faktor ini menjadi penting, karena seks merupakan perantara kelangsungan makhluk hidup di atas bumi. 4 Secara umum, kegiatan seks pada manusia dilakukan bersama pasangannya, setelah sebelumnya disahkan melalui proses pernikahan. Hal ini tentunya sesuai dengan ajaran agama dan memiliki tujuan untuk mencapai kebahagiaan bagi pasangan yang sah. Berbeda halnya dengan berhubungan seks sebelum menikah, kegiatan ini tidak menjamin terwujudnya kebahagiaan, bahkan dapat menimbulkan penyesalan seumur hidup. 5 Hubungan seks sebelum menikah bagi remaja atau tidak dengan pasangan yang sah di dalam Islam dikenal dengan istilah zina. Zina dapat terjadi akibat kurangnya pengendalian diri dalam berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya secara bebas dan tidak terkontrol atau selalu berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan diluar batas dan waktu yang tidak wajar. Al-Qur’an melarang perbuatan zina, agar manusia senantiasa terjaga diri dan keluarganya, seperti yang terdapat dalam Surat Al-Isra ayat 32:
3
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal, 75. Ahsin W. Alhafidz, Fikih Kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2010), hal, 234. 5 Latief Awaluddin, Cerdas Seksual Sex Education For Teenagers, (Bandung: Shofie Media, 2008), 132. 4
3
“dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” 6 Hubungan yang dilandasi dengan suatu ikatan pernikahan untuk menuju keluarga mawadah dan warohmah, dengan tujuan tersebut perlu adanya persiapan yang matang, tidak hanya persiapan jasmani, tetapi harus mempersiapkan rohani juga, karena kenyataan dilapangan banyaknya kegagalan dalam menjalani ikatan pernikahan dikarenakan belum adanya persiapan jiwa baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Sebagai jalan agar terhindar dari zina bagi para remaja yaitu dengan jalan pernikahan. Pernikahan merupakan suatu cara untuk memelihara keturunan secara kontinu dan menjadi sebab terciptanya ketenangan, cinta dan kasih sayang, sebagaimana terdapat dalam firman Allah swt.: 7
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” 8 Pernikahan (perkawinan) menurut hukum Islam adalah suatu akad halalnya hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan keluarga
6
Tihami, Op. Cit, hal, 22. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Munakahat Khitbah, Nikah, Dan Talak, (Jakarta: Amzah, 2009), hal, 1-2. 8 Ibid, hal, 2. 7
4
yang bahagia, tentram serta kasih sayang yang diridai oleh Allah. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974 perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.9 Salah satu tujuan dari perkawinan yaitu terciptanya keluarga yang bahagia, harmonis, dan sejahtera hingga akhir hayat, supaya suami dan istri bersama-sama menjadikan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang, dan memlihara anak-anaknya agar tumbuh dalam keadaan baik dan bahagia. Seorang laki-laki dan perempuan yang sudah mencapai umur dewasa diperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan, karena pernikahan Allah SWT akan memberikan kepadanya kehidupan yang berkecukupan, menghilangkan kesulitan-kesulitannya dan diberikannya kekuatan yang mampu mengatasi kemiskinan. Al-Qur’an secara jelas tidak memuat keterangan pembatasan secara khusus kapan seseorang diperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan, tetapi secara teori batasan seseorang diperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan bila telah baligh dan mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam berumah tangga. Akan tetapi tak jarang tujuan ini tidak dapat tercapai dikarenakan berbagai konflik yang muncul di dalam rumah tangga, sehingga berujung pada perceraian. Di dalam Islam, pihak yang sah untuk menceraikan pasangannya
9
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press,2000), hal 14.
5
adalah pihak suami (laki-laki), sedangkan pihak istri (perempuan) hanya dapat mengajukan permohonan cerai gugat. Beberapa diantara penyebab diajukannya gugat cerai ini, antara lain: pihak suami tidak mampu untuk memberikan nafkah, adanya kekurangan atau cacat, perselisihan runah tangga, pihak suami sakit keras, pihak suami pergi jauh, pihak suami ditahan, dan lain-lain. 10 Oleh karena banyaknya kasus gugat cerai yang terjadi di masyarakat, khususnya di Wilayah Jepara, maka diperlukan analisis mengenai penyebab tingginya angka cerai gugat. Sehingga penulis akan melakukan penelitian dengan judul: “ANALISIS DISPENSASI NIKAH DAN KAITANNYA DENGAN TINGGINYA ANGKA
CERAI
GUGAT
DI
PENGADILAN
AGAMA
JEPARA.”
B. Penegasan Judul 1.
Analisis
: analisa, uraian, kupasan; pengkajian terhadap suatu peristiwa. 11
2.
Dispensasi
: pembebasan (dari kewajiban).12
3.
Nikah
: mengumpulkan, saling memasukkan, bersetubuh (wathi).13
4.
Kaitan
: hubungan(sangkutan).14
10
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 9, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-kattani dkk, (Jakarta: Darul Fikir, 2011), hal, 443-463. 11 Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Popular Edisi Lengkap, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), cet ke-1, hal, 30. 12 Ibid. hal, 93. 13 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), Edisi pertama, hal, 7.
6
5.
Tinggi
: jauh jaraknya dari posisi sebelah bawah. 15
6.
Angka
: tanda atau lambang sebagai pengganti bilangan. 16
7.
Cerai
: lepas dan bebas. Putusnya pernikahan antara suami istri dan lepasnya hubungannya serta diantara keduanya sudah bebas.17
8.
: mengadukan (perkara).18
Gugat
C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah sebelumnya, maka dapat dijelaskan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana prosedur dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara?
2.
Bagaimana kaitannya dispensasi nikah dengan tingginya angka cerai gugat di Pengadilan Agama Jepara?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan skripsi ini yaitu: 1.
Tujuan Formal Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada program strata satu (S-1) dalam ilmu syari’ah
14
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal, 491. 15 Ibid, hal, 1196. 16 Ibid, hal, 50. 17 Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2014), Edisi 1, hal, 117. 18 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit, hal, 373.
7
dan ilmu hukum pada fakultas Syari’ah Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara. 2.
Tujuan Fungsional a.
Menganalisis adanya dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara.
b.
Mencari sebab tingginya angka gugat cerai di Pengadilan Agama Jepara.
3.
Manfaat penelitian: a.
Manfaat teoritis Memberikan
sumbangan
pemikiran
ilmu
pengetahuan
khususnya ilmu tentang pernikahan dengan masalah yang timbul dalam sebuah pernikahan. b.
Manfaat praktis 1)
Guna mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
2)
Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti.
E. Telaah Pustaka Penulis menemukan penelitian lain yang dijadikan sebagai kajian terdahulu, yaitu:
8
Tabel 1. 1 Daftar Referensi Penelitian Terdahulu No 1
Nama Happy Firdayanti
2
Khoirul Huda
3
Ismi Laila Ulfa
Judul Pelaksanaan Perkawinan Usia Muda dan Pengaruhnya Terhadap Perceraian di KUA Mijen Kec. Mijen Kab. Demak Tahun 2006 dan 2007 Studi Analisis Terhadap Pasal 7 Ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Batasan Umur Bagi Calon Mempelai Menurut Tinjauan Hukum Islam
Tahun 2008
Bentuk Skripsi
Kesimpulan Pengaruh pelaksanaan perkawinan usia muda terhadap perceraian di KUA.
2009
Skripsi
Analisa Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Tentang Dispensasi Kawin (Studi Kasus Pengadilan Agama Jepara)
2010
Skripsi
Menjelaskan tentang patokan umur bagi calon mempelai, syarat-syarat perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 secara umum. Hakim dalam memutuskan perkara menggunakan dua pertimbangan, yaitu pertimbangan hukum dan pertimbangan keadilan masyarakat. Alat untuk menguatkan dalil-dalil hakim untuk mempertimbang kan menurut hukum, memberikan izin perkawinan bagi pemohon menikahkan
9
4
Abdul Mukhlis
5
Luklukil Maknun
6
Nikmah
Dispensasi Kawin Karena Hubungan Luar Nikah (Studi Analisis Atas Putusan Pengadilan Agama Jepara Nomor: 007/PDT.P/2011/P A.JEPARA) Pernikahan Dini (Studi Kasus dan Implikasi Pernikahan Dini Di Desa Bandung Harjo, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Jepara
2011
Skripsi
2012
Skripsi
Dispensasi Nikah
2008
Skripsi
anak pemohon dengan calon anak pemohon, dengan alasan untuk mendapatkan kemaslahatan dan menghindari kemadhorotan. Konsep batasan usia perkawinan menurut fiqh dan UU Perkawinan No. 1 Thn. 1974
Pencegahan pernikahan dini karena dikhawatirkan akan menimbulkan implikasiimplikasi yang merugikan kedua belah pihak. Diantaranya: perceraian, tidak terjaminnya kesehatan ibu dan anak saat proses persalinan, minimnya pendidikan mental dan moral anak karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam mendidik anak. Sebab-sebab
10
Dibawah Umur Menurut UndangUndang No. 1 Tahun 1974 (Studi Analisis Penetapan PA Jepara No. 05/PDT.P/2008/PA .JEPARA)
7
Punung Arawan Santoso
Dispensasi Perkawinan Dalam Usia Muda dan Akibatnya di Kabupaten Sleman Tahun 1998-1999
2001
Skripsi
8
M. Khoirul Adib
2012
Skripsi
9
Erma Susiani
Batas Umur Minimal Pernikahan (Pendekatan Psikologi Terhadap Kompilasi Hukum Islam) Perkawinan Dibawah Umur Kaitannya Dengan Kesiapan
2012
Skripsi
terjadinya perkawinan dibawah umur, khususnya di PA Jepara dan pertimbangan dalam memberikan dispensasi perkawinan dibawah umur. Dalam ajaran islam tidak ada batasan umur untuk melangsungkan perkawinan dan akibat paling buruk dari adanya perkawinan dalam usia muda adalah pasangan tersebut akan berakhir dengan perceraian mengingat besar kemungkinan akan terjadinya krisis akhlak, tidak adanya tanggung jawab, tidak ada keharmonisan dan lain-lain. Pembatasan umur minimal pernikahan menurut tinjauan KHI dan psikologi. Problematika perkawinan dibawah umur karena
11
10
Ahmad Malik
Menghadapi Bahtera Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Srobyong Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara Problematika Pernikahan Dibawah Umur Menurut UndangUndang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Desa Kecapi Ngesong Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun 2011-2012)
kematangan fisik maupun psikologi dalam menghadapi bahtera rumah tangga.
2013
Skripsi
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur yang terjadi di Desa Kecapi Ngesong Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara.
Penulis menggunakan buku, kitab terjemahan, dan literatur lainnya sebagai acuan dalam mencari jawaban atas masalah yang ada dalam pembuatan proposal tersebut. Sebagai acuhannya yaitu: Buku fikih munakahat karangan Tihami yang menerangkan tentang pernikahan dan semua masalah yang terkait tentang pernikahan mulai dari sebelum akad nikah hingga putusnya sebuah rumah tangga. Buku Sex Before Married? karangan Iwan Januar yang menerangkan tentang bagaimana remaja muslim menyikapi seks bebas atau seks pranikah dan bagaimana solusi yang ditawarkan islam sebagai the way of life. Buku Psikologi Agama karangan Jalaluddin, menerangkan tentang perkembangan jiwa keagamaan pada remaja.
12
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini lebih menitik beratkan pada dispensasi nikah dengan kaitannya tingginya angka gugat cerai di Jepara. Oleh karena itu penulis ingin membahas permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya serta bagi pembaca umumnya.
F. Metode Penelitian Dalam menelusuri dan memahami objek kajian ini, metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Jenis Penelitian Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan penelitian lapangan (field research), yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah sekarang, beserta interaksi sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat.
2.
Metode Pengumpulan Data a.
Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan untuk menemukan informasi dengan jelas, baik berupa wawancara secara langsung maupun tidak langsung, seperti memberikan daftar pertanyaan agar dapat dijawab pada kesempatan yang lain. 19 Data-data tersebut berupa dokumentasi tentang keputusan hakim dalam memutuskan maupun menetapkan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara.
19
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, (Jakarta, Rajawali Pers, 2009), Edisi 1, hal, 51.
13
b.
Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh informasi melalui buku, artikel di jurnal, dan makalah seminar yang dibutuhkan untuk menjawab masalah yang dibahas.20
c.
Dokumentasi Dokumentasi ialah pengumpulan data melalui dokumendokumen yang dapat memberikan informasi dalam penelitian, datadata tersebut berupa dokumentasi tentang keputusan hakim dalam memutuskan ataupun menetapkan dispensasi nikah di Jepara.
d.
Metode Analisis Metode analisis yaitu membaca dan mempelajari dengan teliti dari dokumen yang sudah terkumpul. 21 Analisis tersebut dapat berupa keputusan-keputusan hakim tentang dispensasi nikah dan kaitannya dengan tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jepara.
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan laporan penelitian ini, penulis memberikan gambaran secara menyuluruh untuk memudahkan dalam memahami skripsi ini maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut:
20 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, (Jakarta, Rajawali Pers, 2014), edisi 1,hal 122. 21 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal, 251.
14
1.
Bagian muka skripsi, terdiri dari : Halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, dan halaman daftar isi. Bagian ini terdiri dari beberapa bab: BAB I: Pendahuluan, berisi tentang: A.
Latar belakang masalah
B.
Penegasan judul
C.
Rumusan masalah
D.
Tujuan penelitian
E.
Telaah pustaka
F.
Metodologi penelitian
G.
Sistematika penulisan skripsi
BAB II: Landasan Teori, yang meliputi: A.
Dispensasi Nikah
B.
Talak dan Khulu’
C.
Macam-macam Talak
D.
Cerai Gugat
E.
Rukun dan Syarat Perceraian
F.
Sebab-sebab dan Alasan Perceraian
BAB III: Objek Kajian, yang meliputi: A.
Sejarah Pengadilan Agama Jepara
B.
Visi dan Misi
C.
Lokasi dan wilayah hukum Pengadilan Agama Jepara
15
D.
Struktur Organisasi
E.
Kewenangan Relatif dan Absolut Pengadilan Agama Jepara
BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi: A.
Prosedur Dispensasi Nikah
B.
Faktor Penyebab Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jepara
C.
Faktor Penyebab Tingginya Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara
D.
Analisis Tentang Dispensasi Nikah Beserta Kaitannya Dengan Tingginya Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara
BAB V: Penutup, terdiri dari:
2.
A.
Kesimpulan
B.
Saran
C.
Penutup
Bagian kedua terdiri dari: A. Daftar Pustaka B. Biodata C. Lampiran-lampiran
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Dispensasi Nikah Dispensasi adalah pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan. Sedangkan nikah yaitu perjanjian laki-laki dengan perempuan untuk menjadi suami istri.22 Jadi dispensasi nikah adalah izin pembebasan dari suatu ketentuan tentang batas minimal usia nikah. Hukum perkawinan Indonesia mengatur bahwa perkawinan hanya diijinkan jika calon mempelai pria telah mencapai usia 19 tahun dan calon mempelai wanita telah berusia 16 tahun. Bila terjadi penyimpangan, dalam arti bahwa usia kedua calon mempelai atau salah seorang diantara mereka berada dibawah usia yang ditentukan, dapat diminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1975 dalam pasal 13 disebutkan : 23 1)
Apabila seorang calon suami belum mencapai umur 19 tahun dan calon istri belum mencapai 16 tahun hendak melangsungkan pernikahan harus mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama.
22
W. J. S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), Cet-5, hlm, 800. 23 Bahder Johan Nasution, Hukum Perdata Islam Kompetensi Agama Islam Tentang Perkawinan Waris, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan Shodaqoh, (Bandung: Mandar Maju, 1997). hlm, 23.
16
17
2)
Permohonan dispensasi nikah bagi mereka tersebut diajukan oleh kedua orang tua pria maupun wanita kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya.
3)
Pengadilan Agama setelah memeriksa dalam persidangan dan berkeyakinan bahwa terdapat hal-hal yang memungkinkan untuk memberikan
dispensasi
tersebut,
maka
Pengadilan
Agama
memberikan dispensasi nikah dengan suatu penetapan. Pasal ini memberikan penetapan mengenai batas usia minimum untuk dapat melangsungkan pernikahan, akan tetapi karena menurut hukum Islam mengenai usia untuk nikah hanya diisyaratkan balig, maka diberi kemungkinan dispensasi oleh Hakim. 24
1.
Pengertian Perkawinan Kawin menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis;
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Nikah ( ) ﻨﮑﺎحmenurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus) juga untuk arti akad nikah.25
24 25
Ibid, hlm, 23. Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Op. cit, hlm, 7.
18
Muhammad Abu Ishrah memberikan definisi yang luas, yang juga dikutip oleh Zakiah Daradjat:
ِ ي الر ُج ِل َوالْ َم ْرأَةِ َوتَ َع ُﺎونُ ُه َمﺎ َوَُُيد َمﺎلِ َكْي ِه َمﺎ ِم ْن ُح ُق ْوق َوَمﺎ َ ْ ََع ْقد يُفْي ُد َحل الْ ُع ْشَرةِ ب َعلَْي ِه ِم ْن َو ِاجبَﺎت Akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masingmasing.
Pengertian
ini
perkawinan
mengandung
aspek
akibat
hukum,
melangsungkan perkawinan adalah saling mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya terkandung adanya tujuan/maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT.26
2.
Tujuan Perkawinan Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga. Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdikan 26
Ibid, hlm, 10
19
dirinya kepada khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan. 27 Tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama. Mengenai naluri manusia seperti tersebut pada ayat 14 Qur’an Surat Ali Imran:
ِ ت ِمن الﻨِس ِﺎء والْبﻨِي الْم َقْﻨطَرةِ والْ َقﻨ ِ ِ ُزيِ َن لِلﻨ ٰط ِْي َ َ ُ َ ْ َ َ َ َ س ُحب الش َه ٰو dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak. Manusia mempunyai kecenderungan terhadap cinta wanita, cinta anak keturunan dan cinta harta kekayaan. Manusia mempunyai fitrah mengenal kepada Tuhan sebagaimana tersebut pada surat Ar-Rum ayat 30:
ِ لدي ِن حﻨِي ًفﺎ ج فِطْرت ٰاللِ ال ِت فَطَر ِ ِ فَأَقِم وجه ﺎس َعلَْي َهﺎ ج َل َ َْ َ ْ ََ ْ ََ َْ ْ كل َ ت ٰالل ال ِت فَطََر الﻨ ِ تَب ِديل ِِلْل ِق ٰاللِ ج ٰذلِك ِ الديْ ُن الْ َقيِ ُم َوٰل ِكن اَ ْكثَ َر الﻨ ﺎس َليَ ْعلَ ُم ْو َن َ َ َْ ْ Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Imam
Al-Ghazali dalam Ihyanya tentang
faedah melangsungkan
perkawinan, tujuan perkawinan dapat dikembangkan menjadi lima yaitu: 1)
27
Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
Ibid, hlm, 22.
20
2)
Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
3)
Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
4)
Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
5)
Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang. 28
3.
Rukun Dan Syarat Sah Perkawinan a.
Pengertian Rukun, Syarat, dan Sah Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu’ dan takbiratul ihram untuk shalat. Adanya calon pengantin laki-laki atau perempuan dalam perkawinan. Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk salat. Menurut Islam, calon pengantin laki-laki / perempuan itu harus beragama Islam. 29 Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat. 28 29
Ibid, hlm, 24. Ibid, hlm, 46.
21
b.
Rukun Perkawinan Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas: 1.
Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
2.
Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.
3.
Adanya dua orang saksi.
4.
Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat. Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu: 1. Wali dari pihak perempuan, 2. Mahar (maskawin), 3. Calon pengantin laki-laki 4. Calon pengantin perempuan 5. Sighat akad nikah
22
Imam Syafi’i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu: 1. Calon pengantin laki-laki, 2. Calon pengantin perempuan, 3. Wali, 4. Dua orang saksi, 5. Sighat akad nikah. Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki). Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu: 1. Sighat (ijab dan qabul), 2. Calon pengantin perempuan, 3. Calon pengantin laki-laki, 4. Wali dari pihak calon pengantin perempuan. Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun, seperti terlihat dibawah ini. 30 1. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. 2. Adanya wali. 3. Adanya dua orang saksi. 4. Dilakukan dengan sighat tertentu.
30
Ibid, hlm, 48.
23
c.
Syarat Sahnya Perkawinan. Syarat-syarat
perkawinan
merupakan
dasar
bagi
sahnya
perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri. Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan yaitu: 1.
Syarat-syarat kedua mempelai Syari’at Islam menentukan beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
31
a)
Calon suami beragama Islam.
b)
Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.
c)
Orangnya diketahui dan tertentu.
d)
Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
e)
Calon mempelai laki-laki tahu / kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya.
f)
Calon suami rela ( tidak dipaksa ) untuk melakukan perkawinan itu.
g)
Tidak sedang melakukan ihram.
h)
Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
i)
31
Ibid, hlm, 50.
Tidak sedang mempunyai istri empat.
24
Adapun syarat-syarat calon pengantin perempuan adalah sebagai berikut: a)
Beragama Islam atau ahli kitab.
b)
Jelas bahwa calon pengantin wanita bukan khuntsa (banci).
c)
Wanita itu tentu orangnya.
d)
Halal bagi calon suami.
e)
Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam ‘iddah.
2.
f)
Tidak dipaksa/ikhtiyar.
g)
Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah. 32
Syarat-syarat Ijab Kabul Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab kabul dengan lisan.
Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu sah perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan Kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya. Menurut pendirian Hanafi, boleh juga ijab oleh pihak mempelai laki-laki atau wakilnya dan Kabul oleh pihak perempuan
32
Ibid, hlm, 55.
25
(wali atau wakilnya) apabila perempuan itu telah baligh dan berakal, dan boleh sebaliknya. 33 Ijab dan Kabul dilakukan dalam satu majelis, dan tidak boleh ada jarak yang lama antara ijab dan Kabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan masing-masing ijab dan Kabul dapat didengar dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi. Hanafi membolehkan ada jarak antara ijab dan Kabul asal masih didalam satu majelis dan tidak ada hal-hal yang menunjukkan salah satu pihak berpaling dari maksud akad itu. Lafazh yang digunakan untuk akad nikah adalah lafazh nikah atau tazwij, yang terjemahannya adalah kawin dan nikah. Sebab kalimat-kalimat itu terdapat didalam kitabullah dan sunnah. Demikian menurut asy-Syafi’I dan Hambali. Sedangkan Hanafi membolehkan dengan kalimat lain yang tidak dari Al-Quran, misalnya menggunakan kalimat hibah, sedekah, pemilikan, dan sebagainya, dengan alasan kata-kata ini adalah majas yang biasa juga digunakan dalam bahasa sastra atau biasa yang artinya perkawinan. Contoh kalimat akad nikah:
ِ بِْﻨ... ك ِ ْ ِِبَه ِرال... ت ف ُرْوبِية َح ًﺎل َ ُاَنْ َك ْحت َ
33
Ibid, hlm, 57.
26
Aku kawinkan engkau dengan …binti…dengan mas kawin Rp.1.000 tunai. Jawab atau kalimat kabul yang digunakan wajiblah sesuai dengan ijab. Akad nikah itu wajib dihadiri oleh dua orang saksi laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat (tidak buta), mendengar (tidak tuli) dan mengertitentang maksud akad nikah dan juga adil. Saksi merupakan syarat sah perkawinan. Menurut Hanafi dan Hambali, saksi itu boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan, sedangkan menurut Hanafi saksi itu boleh dua orang buta atau dua orang fasik (tidak adil). 3.
Syarat-syarat wali Perkawinan dilangsungkan oleh wali
pihak
mempelai
perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.34 Wali hendaklah seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal, dan adil (tidak fasik). Perkawinan tanpa wali tidak sah, berdasarkan sabda Nabi SAW:
ِ ) ﺎح اِل بَِوِل ( رواﻩ اِلمسﺎئ َ لَن َك Tidak sah perkawinan tanpa wali. Hanafi
tidak
mensyaratkan
wali
dalam
perkawinan.
Perempuan yang telah baligh dan berakal menurutnya boleh mengawinkan dirinya sendiri, tanpa wajib dihadiri oleh dua orang saksi. Sedangkan malik berpendapat, wali adalah syarat untuk 34
Ibid, hlm, 59.
27
mengawinkan perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan perempuan awam. 35 Anak kecil, budak dan orang gila tidak akan menjadi wali. Karena menjadi wali atas diri mereka sendiri tidak mampu. Wali hendaknya menanyai calon mempelai perempuan, berdasarkan sabda Nabi SAW:
ِ ِ اَلث يِب: صلى ٰاللُ َعلَْي ِه َو َسل ْم قَ َﺎل َ ﺎس اَن َر ُس ْو ُل ٰالل ْ َع ْن ابْ ُن َعب ِ ِ ِ ِ ِ ص َمﺎتُ َهﺎ ( رواﻩ ُ اَ َحق بِﻨَ ْفس َهﺎ م ْن َوليِ َهﺎ َوالْبِك ُْر تُ ْستَأْ َذ ُن ِ ْف نَ ْفس َهﺎ َوا ْدنُ َهﺎ اجلمﺎعة ال البخﺎر وف رواية لامحد وايب داود والﻨسﺎئى) الْبِكْر يَ ْستَأِْم ُرَهﺎ Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah SAW berkata: janda itu lebih berhak atas dirinya, sedangkan seorang gadis hendaklah diminta izinnya dan izin gadis itu adalah diamnya. Diriwayatkan oleh al-Jama’ah, kecuali Bukhari, sedangkan didalam riwayat Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i dikemukakan: Dan gadis, hendaklah ayahnya meminta izin kepadanya. Wali itu Yang utama adalah ayah, kemudian kakek (ayah dari ayah), kemudian saudara laki-laki seayah seibu, kemudian saudara laki-laki seayah, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, kemudian paman (saudara lelaki ayah), kemudian anak laki-laki dari paman tersebut. Tertib ini wajib dijaga dengan baik. Wali mujbir adalah seorang wali yang berhak mengawinkan tanpa menunggu kerelaan yang dikawinkan itu. Menurut asySyafi’i, wali mujbir adalah ayah dan ayah dari ayah (kakek).
35
Ibid, hlm, 60.
28
Golongan Hanafiyah berpendapat, wali mujbir adalah berlaku bagi ‘ashabah seketurunan terhadap anak yang masih kecil, orang gila dan orang yang kurang akalnya. Adapun golongan luar Hanafiyah membedakan antara anak yang masih kecil dengan orang gila dan orang yang kurang akal. Yaitu wali mujbir bagi orang gila dan kurang akal adalah ayahnya, ayah dari ayahnya (kakeknya), dan hakim, sedangkan tentang wali mujbir bagi lelaki dan anak perempuan yang masih kecil, mereka perselisihkan. Wali itu disyaratkan adil, maksudnya adalah tidak berma’siat, tidak fasik, ia orang baik-baik, orang shaleh, orang yang tidak membiasakan diri berbuat yang munkar.36 4.
Syarat-syarat saksi Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-
laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah. Menurut golongan Hanafi dan Hambali boleh saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan. Menurut Hanafi, boleh dua orang buta atau dua orang fasik (tidak adil). Orang tuli, orang tidur dan orang mabuk tidak boleh menjadi saksi. Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu adalah sebagai berikut: 1)
36
Ibid, hlm, 64.
Berakal, bukan orang gila
29
2)
Baligh, bukan anak-anak
3)
Merdeka, bukan budak
4)
Islam
5)
Kedua orang saksi itu mendengar.
Pentingnya adanya saksi adalah untuk kemaslahatan kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri. Di samping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir adalah dari perkawinan suami istri tersebut. Ternyata disini dua saksi itu dapat memberikan kesaksiannya. 37
B. Talak dan Khulu’ Talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut istilah syara’, talak yaitu:
َح َل َربِطَِة الزَو ِاج َواِنْ َهﺎءُ الْ َع ََلقَِة الزْوِجي ِة Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri. Al-Jaziry mendefinisikan:
37
Ibid, hlm, 65.
30
ِِ ِ ِ ص ْوص ُ صﺎ َن َحله بِلَ ْفظ ََْم َ الط ََل ُق ا َزالَةَ الﻨ َك ِح اَْونُ ْق Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu. Jadi, talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak raj’i. 38 Akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci (misaqan galiza) yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah dalam sebuah perkawinan. Untuk itu perkawinan itu harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera (mawaddah wa rahmah) dapat terwujud. Namun seringkali apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas diperjalanan. Perkawinan harus putus ditengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar saja, karena makna dasar sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat juga dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah kontrak. Konsekuensinya ia dapat lepas yng kemudian dapat disebut dengan talak. Makna dasar dari talak itu adalah melepaskan ikatan atau melepaskan perjanjian. 38
Ibid, hlm, 192.
31
Perspektif fiqih menurut istilah, seperti yang dituliskan al-Jaziri, talak adalah melepaskan ikatan (hall al-qaid) atau bias juga disebut mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri. Definisi talak diatas jelas bahwa talak merupakan sebuah institusi yang digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan. Dengan demikian ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus. Perkawinan sebuah ikatan suci namun tidak boleh dipandang mutlak atau tidak boleh dianggap tidak dapat diputuskan. 39 Menurut para fuqaha, khulu’ kadang dimaksudkan makna yang umum, yakni perceraian dengan disertai sejumlah harta sebagai ‘iwadh yang diberikan oleh istri kepada suami untuk menebus diri agar terlepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu’, mubara’ah maupun talak. Kadang dimaksudkan makna yang khusus, yaitu talak atas dasar ‘iwadh sebagai tebusan dari istri dengan katakata khulu’ (pelepasan) atau yang semakna seperti mubara’ah (pembebasan). Hukum Islam memberi jalan kepada istri yang menghendaki perceraian dengan mengajukan khulu’, sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada suami untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak. 40
39 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm, 207. 40 Tihami, Op. Cit, hlm, 220.
32
Dasar hukum disyariatkannya khulu’ ialah firman Allah dalam surat AlBaqarah ayat 229:
ِ َاَلط ٰلق مرت ﺎن صلى فَِإ ْم َسﺎك ِِبَْع ُرْوف أ َْوتَ ْس ِريْح بِﺎِ ْح ٰسن قلى َوَل َُِيل لَ ُك ْم اَ ْن تَأْ ُخ ُذ ْوا َُ ِِمﺎ ءاتَيتموهن شيئﺎ اِل اَ ْن ََيﺎفَﺎ أَل ي ِقيمﺎ حدود ٰالل صلى فَﺎِ ْن ِخ ْفتم أَل ي ِقيمﺎ حدود ٰالل َ ًْ َ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ ُْ ُ َ ْ ُ ْ ُ َ ُْ ُ َ ْ ُ ِفَ ََلجﻨﺎح علَي ِهمﺎ فِيمﺎ افْ تدت بِِه قلى تِْلك حدود ٰاللِ فَ ََل تَعتدوهﺎ ج ومن ي ت عد حدود ٰالل ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َُ َ ْ ُ ُ َ ََ ْ َ َ َ ْ ُ َ ْ ُ ُْ ُ َ ٰ فَأُ لئِك هم الظلِ ُم ْو َن ُُ َ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukumhukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. Sebagai dasar hukum dari hadits, sebagaimana dikemukakan oleh AlShan’ani bahwa istri Tsabit bin Qais bin Syams bernama Jamilah datang menghadap Rasulullah SAW mengadukan perihal dirinya sehubungan dengan suaminya, sebagai berikut:
ِ ِ ب َعلَْي ِه ِف ُخلُق َوَل ِديْن َوٰل ِك ْن اَ ْكَرﻩُ الْ ُك ْفَر ِف ُ ِيَ َﺎر ُس ْوَل ٰالل ثَﺎب ُ ت ابْ ُن قَْيش أُعْي ِْ ال ْس ََلِم Ya Rasulullah, terhadap Tsabit bin Qais saya tidak mencelanya tentang budi pekerti dan agamanya, namun saya membenci kekufuran (terhadap suami) dalam Islam. Terhadap pengaduan Jamilah ini Rasulullah SAW bersabda kepadanya:
اَتُِريْ ِديْ َن َعلَْي ِه َح ِديْ َقتَهُ ؟
33
Bersediakah engkau mengembalikan kebun kepadanya (Tsabit)? Jamilah menjawab: ya (bersedia). Kemudian Rasulullah memanggil Tsabit lalu bersabda kepadanya:
اْلَ ِديْ َقةَ َوطَلِ ْق َهﺎ تَ ْطلِْي َق ًة ْ اِقْبِ َل Terimalah kebun itu dan ceraikanlah ia (istrimu) satu talak. Firman Allah dan hadits Rasulullah diatas menjadi dalil disyari’atkannya khulu’dan sahnya terjadinya khulu’ antara suami istri. C. Macam-Macam Talak Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1)
Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah.
2)
Talak Bid’I, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntutan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni.
3)
Talak la sunni wala bid’i, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’i. 41 Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai
ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1)
Talak Sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi. 41
Ibid, hlm, 194
34
2)
Talak Kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar. Ditinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami
merujuk kembali bekas istri, talak dibagi menjadi dua macam: 1)
Talak Raj’i, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.
2)
Talak ba’in, yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya. Talak bai’in ada dua macam yaitu: a.
Talak ba’in shugro ialah talak ba’in yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri.
b.
Talak bai’n kubro ialah talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri.
Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap istrinya, talak ada beberapa macam, yaitu: 42 1)
Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan dihadapan istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
42
Ibid, hlm, 199
35
2)
Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu disampaikan kepada istrinya, kemudian istri membacanya dan memahami isi dan maksudnya.
3)
Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara.
4)
Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui perantara orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksud suami itu kepada istrinya yang tidak berada dihadapan suami bahwa suami mentalak istrinya.
D. Cerai Gugat Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gugat berarti mengadukan perkara.43 Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat disertai alasan yang menjadi dasar gugatannya. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh majelis Hakim selambatlambatnya 30 hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Dalam siding perdamaian tersebut, suami istri harus dating secara pribadi. Selama perkara belum diputuskan, usaha 43
Departemen Pendidikan Nasional , Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm, 373.
36
mendamaikan dapat dilakukan pada setiap siding pemeriksaan. Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian harus berdasarkan alas an yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai. Pengadilan Agama setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan, dan telah cukup bukti-bukti maka Pengadilan Agama menjatuhkan putusannya. Terhadap putusan tersebut para pihak (penggugat atau tergugat) dapat mengajukan banding. Setelah putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, maka panitera Pengadilan Agama atau pejabat Pengadilan Agama yang ditunjuk berkawajiban selambat-lambatnya 30 hari mengirimkan satu helai salinan putusan tersebut tanpa bermaterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu. Apabila perceraian dilakukan diwilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan, maka satu salinan putusan tersebut tanpa bermaterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan. Selanjutnya oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar perkawinan. Selain
kewajiban
sebagaimana
tersebut
diatas,
maka
Panitera
berkewajiban pula memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada pihak
37
(penggugat tergugat) selambat-lambatnya 7 hari terhitung setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.44
E. Rukun dan Syarat Perceraian Seperti halnya perkawinan, talak memiliki rukun-rukun yang menjadi syarat sah atau tidaknya talak tersebut. Rukun talak ada empat yaitu: 1) Suami Suami yang menjatuhkan talak disyaratkan: a)
Berakal
b)
Baligh
c)
Atas kemauan sendiri
2) Istri Istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut: a)
Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami.
b)
Kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah.
3) Sighat talak Sighat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan/lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
44
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern Edisi Pertama, (Yogyakarta: Graha Ilmu: 2011), hlm, 25.
38
4) Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain. 45
F. Sebab-Sebab dan Alasan-Alasan Perceraian Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian yaitu: 1)
Terjadinya nusyuz dari pihak istri Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap
suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. 46 Al-Qur’an memberi tuntunan bagaimana mengatasi nusyuz istri agar tidak terjadi perceraian. Allah SW T. berfirman di dalam Surah An-Nisa[4]: 43 yang artinya: Wanita-wanita yang kamu khawatir nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. 2)
Nusyuz suami terhadap istri Al-Qur’an juga menyebutkan adanya nusyuz dari suami seperti yang
terlihat dalam al-Qu’an surah an-Nisa’ ayat 128. Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz, atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu menggauli istrimu dengan baik dan 45 46
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Op. cit, hlm, 201 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Op. cit. hlm, 209
39
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya pada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Jika suami melalaikan kewajibannya dan istrinya
berulang kali
mengingatkannya namun tetap tidak ada perubahan, maka AL-Qur’an seperti yang terdapat dalam surah an-Nisa’/4:128 menganjurkan perdamaian dimana istri diminta untuk lebih sabar menghadapi suaminya dan merelakan hak-haknya dikurangi untuk sementara waktu, agar perceraian tidak terjadi. Menurut Mahmud Syaltut, taklik talak adalah jalan terbaik untuk melindungi kaum wanita dari perbuatan tidak baik dari pihak suami. Apabila suami melanggar perjanjian yang telah disepakati maka istri dapat meminta cerai kepada hakim yang ditunjuk oleh pihak yang berwenang. 3)
Terjadinya Syiqaq Kemungkinan yang terjadi karena karena kedua-duanya terlibat dalam
Syiqaq (percekcokan), misalnya disebabkan kesulitan ekonomi, sehingga keduanya sering bertengkar. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1989 dinyatakan bahwa syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan terus-menerus antara suami istri. Untuk sampai pada kesimpulan bahwa suami istri tidak dapat lagi didamaikan harus dilalui beberapa proses. Dalam ayat suci al-Qur’an Surah AnNisa’[4]: 35 dinyatakan:
40
Bila kamu khawatir terjadinya perpecahan antara mereka berdua, utuslah seorang penengah masing-masing dari pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri. Jika keduanya menghendaki kerukunan, Allah akan memberikan jalan kepada mereka, Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal. An-Nawawi dalam syarah Muhazzab menyatakan bahwa disunnatkan hakam itu dari pihak suami dan istri, jika tidak boleh dari pihak lain.
4)
Salah satu pihak melakukan perbuatan zina (fahisyah), yang menimbulkan
saling tuduh-menuduh antar keduanya. Cara menyelesaikannya adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang didakwakan, dengan cara li’an seperti telah disinggung dimuka. Li’an sesungguhnya telah memasuki “gerbang putusnya” perkawinan, dan bahkan untuk selama-lamanya, karena akibat li’an adalah terjadinya talak ba’in kubra.47
47
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op. cit, hlm, 209
BAB III SEJARAH SINGKAT PENGADILAN AGAMA JEPARA
A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Jepara Pada awalnya, Kantor Pengadilan Agama Jepara berada di Jalan Pesajen, Demaan, Kabupaten Jepara. Kantor tersebut dibangun atas nama Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan perincian sebagai berikut: 1. Luas tanah seluruhnya 1.310 m2 2. Luas tanah untuk bangunan gedung 475 m2 3. Nomor Ijin Mendirikan Bangunan: PP No. 45 tahun 1957 Kantor ini mulai digunakan dan diresmikan oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 152 Tahun 1882. Setelah beratus tahun beroperasi di Jalan Pesajen, akhirnya pada tanggal 9 Januari 2015 Pengadilan Agama Jepara resmi pindah ke kantor baru yang beralamat di Jalan Shima No. 18 Pengkol, Jepara. Menurut Ketua Pengadilan Agama Jepara Drs. H. Abdul Malik, M.SI., meskipun kantor yang baru belum diresmikan oleh Mahkamah Agung RI, namun karena kebutuhan akan pelayanan kepada masyarakat harus terpenuhi, maka kantor Pengadilan Agama Jepara yang baru sudah digunakan terlebih dahulu. Peradilan Islam di Indonesia yang selanjutnya disebut dengan “Peradilan Agama” telah ada di berbagai tempat di Nusantara, jauh sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan menurut pakar sejarah Peradilan, Peradilan Agama sudah ada sejak abad ke-16. Dalam sejarah yang dibukukan oleh Departemen Agama yang berjudul Seabad Peradilan Agama di Indonesia, tanggal 19 Januari 1882 ditetapka
41
42
sebagai hari jadinya, yaitu bersamaan dengan diundangkannya ordonantie stbl.1882-152, tentang Peradilan Agama di Pulau Jawa-Madura. Meskipun putusan Peradilan Agama ditaati dan dilaksanakan dengan sukarela, akan tetapi hingga diundangkannya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada tanggal 29 Desember 1989, Peradilan Agama belum memiliki undang-undang yang mengatur tentang susunan, kekuasaan dan acara. Kondisi ini mengakibatkan berbagai peraturan perundang-undangan tidak memiliki kesatuan dan keseragaman. Hukum yang diterapkan oleh pemerintahan penjajah sengaja dibuat tidak jelas dan seringkali berbenturan dengan hukum Peradilan Agama. Hal ini disebabkan kekhawatiran penjajah yang sejak awal takut dengan hukum Islam. Disamping bertentangan dengan agama mereka, hukum Islam juga merupakan hukum yang sebagian besar dianut oleh bangsa Indonesia. Memberikan hak hidup kepada hukum Islam sama artinya dengan memberikan peluang hidup terhadap hukum bangsa Indonesia. Meskipun kepercayaan yang diberikan oleh negara dan rakyat kepada Peradilan Agama sangat tinggi, namun ketiadaan UU yang mengatur tentang susunan, kekuasaan, dan acara, menjadikan proses pemeriksaan, pengadilan, dan penyelesaian perkara yang dilakukan oleh Peradilan Agama mengikuti aturan acara Peradilan Umum. Kesulitan dalam menetapkan aturan ini tidak hanya dialami oleh Peradilan Agama itu sendiri, akan tetapi hal ini juga dialami oleh para pencari keadilan, cerdik cendikia, mahasiswa atau para pelajar hukum. Karena sulitnya
43
mengidentifikasi, mengumpulkan, dan mengkombinasikannya, maka sebagai akibatnya tak satupun ditemukan buku yang diterbitkan mengenai Hukum Acara Peradilan Agama. Selain itu, sulitnya mendapatkan kepastian dan peraturan independen menyebabkan Peradilan Agama tidak begitu populer. Setelah melalui proses panjang, akhirnya pada tahun 1989, Peradilan Agama mempunyai UU tersendiri, yaitu UU No. 7 tahun 1989. Dengan UU ini, Peradilan Agama menjadi lebih mantap dalam menjalankan fungsinya. Demikian halnya dengan para pencari keadilan, segala urusan pengadilan menjadi lebih mudah dan konkret. Sebagai akibatnya, para ilmuan, cerdik cendikia, mahasiswa, dan pelajar mulai mengambil perhatian.48
B. Visi dan Misi 1.
Visi Pengadilan Agama Kabupaten Jepara memiliki visi: “Terwujudnya
Peradilan Agama yang berwibawa, bermartabat, profesional dan bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”. Secara kelembagaan, Visi Pengadilan Agama Jepara tersebut merupakan kondisi yang ingin diwujudkan untuk memotivasi seluruh aparat Peradilan Agama dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan kepada masyarakat secara sederhana, cepat dan biaya ringan, dengan tanpa membeda-bedakan orang, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga timbul kepercayaan masyarakat terhadap Peradilan Agama. 48
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama Edisi Baru, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), Cet.15, hlm, 1
44
Secara organisasional, Peradilan Agama adalah lembaga Pengadilan Agama Jepara yang terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim, Panitera/Sekretaris, Panitera Pengganti, Jurusita, Jurusita Pengganti, seluruh Pejabat Struktural maupun fungsional beserta seluruh staf. Sedangkan secara fungsional, Visi tersebut mempunyai makna bahwa Pengadilan Agama Jepara dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa menjaga kewibawaan dan martabat dengan cara mengutamakan kejujuran dan transparansi agar senantiasa bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme dan dengan memberikan pelayanan secara profesional dengan memperhatikan asas pelaksanaan peradilan secara sederhana, cepat dan biaya ringan. 2.
Misi Untuk mencapai visi tersebut, maka telah ditetapkan misi Pengadilan
Agama Jepara sebagaimana berikut ini: a.
Melaksanakan pelayanan hukum dan keadilan dengan seksama, jujur, obyektif dan transparan sehingga dipercaya oleh masyarakat
b.
Melaksanakan peradilan dengan cara sederhana, cepat dan biaya ringan.
c.
Melaksanakan Peradilan yang merdeka, bebas dari campur tangan kekuasaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial.
d.
Melaksanakan Peradilan dengan tidak membeda-bedakan orang yang bersifat diskriminatif, baik dalam bentuk diskriminasi normatif
45
maupun diskriminasi kategoris yang berasal dari status sosial, ras, agama, suku, jenis kelamin dan budaya. e.
Mengembangkan
penerapan
manajemen
modern
dengan
mengutamakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengurusan kepegawaian, pengelolaan keuangan dan sarana prasarana. f.
Meningkatkan pembinaan sumber daya manusia dan meningkatkan pengawasan terhadap kinerja dan jalannya peradilan.
g.
Memberikan sosialisasi dan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat di bidang hukum Islam yang menjadi kompetensi Peradilan Agama.
h.
Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum Islam kepada Pemerintah Kabupaten melalui forum MUSPIDA. 49
C. Lokasi dan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jepara Pengadilan Agama Jepara Kelas IB terletak di Jalan Shima No.18 Pengkol Jepara. Kantor tersebut dibangun atas nama Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan perincian sebagai berikut : 1. Luas tanah seluruhnya adalah 4.178 m2 2. Luas tanah untuk bangunan gedung, seluas 1.300 M2 3. Nomor Ijin Mendirikan Bangunan: 500.5/161/XII/IMB/2013 Adapun batas-batas wilayah hukum Pengadilan Agama Jepara adalah di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Kudus dan Pati, sebelah selatan 49
Lihat Data Pengadilan Agama Jepara, 9 september 2015
46
berbatasan dengan kabupaten Demak, sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.
D. Struktur Organisasi 1.
Struktur Kepegawaian
Ketua
Wakil Ketua
Panitera/Sekreta ris
Hakim
Kaur Kepegawaian
Kaur Umum
Kaur Keuangan
Juru Sita/Juru Sita Pengganti
Staff
Pramubhakti
Wakil Panitera
Panitera Muda Hukum
Panitera Muda Gugatan
Panitera Muda Permohonan
Panitera Pengganti
Gambar 3. 1 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jepara 2.
Pegawai dan Karyawan
Untuk dapat menjalankan fungsinya, Pengadilan Agama memiliki pegawai dan karyawan yang masing-masing memiliki fungsi dan tugas tersendiri. Adapun pegawai dan karyawan Pengadilan Agama Jepara adalah sebagai berikut: a.
Ketua
: Drs. H. Abd. Malik, S.H,. M.S.I
b.
Wakil Ketua
: Drs. Ujang Syaifuddin M.H
c.
Hakim
: 1) Drs. H. Kasrori
47
2) Dra. Hj. Nur Fadhilatin 3) Drs. Jumadi 4) Drs. Luqman Suadi, M.H. 5) Drs. H. Sofi’ngi, M.H. 6) Rifa’i, S. Ag. S.H. d.
Panitera/Sekretaris
: Hj. Hamdanah, S.Ag.
e.
Wakil Panitera
: Drs. H. Sarwan
f.
Panitera Muda Hukum
: Ahmad Nuri, S.Ag.
g.
Panitera Muda Gugatan
: H. Mustain, S.Ag.
h.
Panitera Muda Permohonan
: Drs. H. Rosidi.
i.
Kaur Kepegawaian
: Agus Fatchhurrochim Thoyib
j.
Kaur Umum
: Ghufron, S.H.I.
k.
Kaur Keuangan
: Khofifah, S.H.I.
l.
Panitera Pengganti
: 1) Syamsudin. S.Ag. 2) Hamim. S.Ag. 3) Kholik S.H.
m. Jurusita/ Jurusita Pengganti
: 1) Sulastin 2) Sri Inayah, SE. 3) Abdullah
n.
Staff
: 1) Furqon Aziez. S.E. 2) Siti Badiroh. S. H.I 3) Hartatik
o.
Pramubhakti
: 1) Ahmad Mustaghfirin
48
2) Ani Fitriyani 3) Agus Zaenuddin 4) M. Nasyarudin Latif 5) Amamul Amaliyah 6) M. Iqbal Arifin 7) Khotimah 8) Afrikhatun Nisa’ 9) Budi 10) Salamun
E. Kewenangan Relatif dan Absolut Pengadilan Agama Jepara 1.
Kewenangan relatif Kewenangan relatif diartikan sebagai kewenangan pengadilan yang satu
jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan lainnya. Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1989 berbunyi: “Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.” Jadi, tiap-tiap Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukum tertentu atau sering disebut dengan “yurisdiksi relatif” tertentu, dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten, atau dalam keadaan tertentu sebagai pengecualian, mungkin lebih atau mungkin kurang.
49
Yurisdiksi relatif mempunyai arti penting sehubungan dengan di Pengadilan Agama manakah, seseorang akan mengajukan perkaranya beserta dengan hak eksepsi tergugat. Adapun kekuasaan relatif Pengadilan Agama Jepara meliputi wilayah berikut : a.
Kecamatan Jepara
b.
Kecamatan Tahunan
c.
Kecamatan Batealit
d.
Kecamatan Bangsri
e.
Kecamatan Donorojo
f.
Kecamatan Kembang
g.
Kecamatan Keling
h.
Kecamatan Mlonggo
i.
Kecamatan Pakis Aji
j.
Kecamatan Karimunjawa
k.
Kecamatan Kedung
l.
Kecamatan Pecangaan
m.
Kecamatan Welahan
n.
Kecamatan Kalinyamatan
o.
Kecamatan Mayong
p.
Kecamatan Nalum Sari
50
2.
Kewenangan Absolut Kewenangan absolut artinya kekuasaan pengadilan yang berhubungan
dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya.50 Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa,
memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: a.
Perkawinan, antara lain : 51 1)
Izin beristri lebih dari seorang;
2)
Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3)
Dispensasi kawin;
4)
Pencegahan perkawinan;
5)
Penolakan perkawinan oleh pegawai Pencatat Nikah;
6)
Pembatalan perkawinan;
7)
Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri;
8)
Perceraian karena talak
9)
Gugatan perceraian;
10) Penyelesaian harta bersama;
50
51
Ibid, hlm. 26
Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm, 149.
51
11) Mengenai penguasaan anak-anak; 12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya; 13) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 14) Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak; 15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16) Pencabutan kekuasaan wali; 17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 18) Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya pada hal tidak ada penunjukan oleh orang tuanya; 19) Pembebanan kewajiban ganti rugi terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20) Penetapan asal usul seorang anak; 21) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
52
22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan peraturan yang lain. b.
Kewarisan,
c.
Wasiat,
d.
Hibah,
e.
Wakaf,
f.
Zakat.
g.
Infaq.
h.
Shadaqah.
i.
Ekonomi Syariah, antara lain : 1)
Bank syari’ah
2)
Lembaga keuangan mikro syari’ah
3)
Asuransi Syari’ah
4)
Reasuransi Syari’ah
5)
Reksa dana syari’ah
6)
Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
7)
Sekuritas syari’ah
8)
Pembiayaan syari’ah
9)
Pengadaian syari’ah
10) Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan 11) Bisnis syari’ah
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prosedur Dispensasi Nikah Dispensasi nikah diberikan kepada seseorang yang hendak menikah, akan tetapi usianya belum cukup untuk melangsungkan pernikahan. Karena perkawinan hanya diijinkan jika calon mempelai pria telah mencapai usia 19 tahun dan calon mempelai wanita telah berusia 16 tahun. Oleh karena itu menurut UU. Perkawinan, orang tersebut harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pengadilan agar dapat melangsungkan pernikahan. Untuk yang beragama Islam, permohonan dispensasi nikah diajukan kepada Pengadilan Agama setempat dengan orang tua yang bertindak sebagai pemohon. Prosedur pengajuan permohonan perkara dispensasi nikah sama dengan prosedur pengajuan perkara gugatan. Adapun prosedur pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara adalah sebagai berikut: 1.
Prameja Sebelum mengajukan permohonan, terlebih dahulu pemohon menuju
prameja untuk memperoleh penjelasan tentang cara berperkara dan cara membuat surat permohonan. Adapun di prameja ini, pemohon juga dapat meminta untuk dibuatkan surat permohonan.
55
2.
Meja I Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani kemudian
diajukan pada sub Kepaniteraan Permohonan (Meja I). Petugas akan menaksir besarnya panjar biaya perkara dan menuliskannya pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara meliputi: a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai. b. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah. c. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan Hakim yang lain. d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu. Bagi yang tidak mampu membayar biaya ini, pemohon tetap dapat diijinkan untuk berperkara dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat dan pada SKUM, taksiran biaya panjar akan dituliskan sebesar Rp 0,00. 3.
Kasir Selanjutnya
pemohon
menuju
kasir
dengan
menyerahkan
surat
permohonan dan SKUM. Kasir akan mencatat dalam jurnal biaya perkara, menandatangani dan memberi nomor perkara serta tanda lunas pada SKUM, dan mengembalikan surat permohonan dan SKUM kepada Pemohon. 4.
Meja II Pemohon kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat
permohonan dan SKUM yang telah dibayar. Kemudian petugas Meja II akan: a. Memberi nomor dan tanda tangan pada surat permohonan.
56
b. Menyerahkan satu lembar surat permohonan yang telah terdaftar bersama satu helai SKUM kepada pemohon. 52 5.
Pemohon menunggu waktu dan tempat diselenggarakannya sidang, sesuai
dengan pemberitahuan yang diberikan kepadanya. Adapun jalannya persidangan dalam beracara di Pengadilan Agama yakni sebagai berikut: 1.
Panitera pengganti memasuki ruang sidang dan memerintah pihak yang berperkara untuk memasuki ruang persidangan.
2.
Ketua majelis hakim memimpin sidang dan membuka persidangan,lalu menyatakan sidang tertutup untuk umum.
3.
Hakim menanyakan identitas para pihak yang bersangkutan.
4.
Majelis hakim mendamaikan para pihak.
5.
Apabila upaya hakim tidak berhasil, maka sidang akan dilanjutkandengan pembacaan gugatan dan pemeriksaan (dalam hal perceraian,sidang dinyatakan tertutup untuk umum).
6.
Jawaban gugatan/pemohon baik lisan maupun tetulis.
7.
Pembuktian Dalam proses persidangan, hakim meminta kepada pemohon untuk menunjukkan bukti-bukti serta alat-alat bukti untuk memperkuat permohonannya, alat-alat bukti itu bisa berupa:
52 Wawancara pada tanggal 11 September 2015 dengan Hakim Pengadilan Agama Jepara: Dra. Hj. Nur Fadhilatin
57
a.
Bukti tertulis Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan akta otentik atau dengan tulisan di bawah tangan. Akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang ditempat akta itu dibuat. Sedangkan
tulisan
di
bawah
tangan
adalah
akta
yang
ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum. b.
Bukti saksi Pembuktian dengan saksi-saksi harus disertai ketentuanketentuan sebagai berikut: 1)
Keterangan seorang saksi tanpa alat pembuktian lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya.
2)
Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya. Pendapat maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian.
3)
Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian, hakim harus memberikan perhatian khusus pada kesesuaian kesaksiankesaksian satu sama lain.
58
c.
Persangkaan Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum kearah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
d.
Pengakuan Pengakuan yang diberikan di hadapan hakim, merupakan suatu
bukti
yang
sempurna
terhadap
orang
yang
telah
memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantara seseorang yang diberi kuasa khusus. Satu pengakuan yang diberikan di hadapan hakim tidak dapat dicabut kecuali bila dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Pengakuan tidak dapat dicabut dengan alasan terselubung yang didasarkan atas kekeliruankekeliruan dalam menerapkan hukum. e.
Sumpah Ada dua macam sumpah di hadapan hakim, yaitu: pertama, sumpah yang diperintahkan oleh pihak satu kepada pihak yang lain untuk memutus suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus. Kedua, sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak. Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam persengketaan apapun juga, kecuali dalam hal kedua belah pihak tidak boleh mengadakan suatu perdamaian atau dalam hal pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan.Sumpah itu hanya pada
59
diperintahkan untuk suatu perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh orang yang menggantungkan pemutusan perkara pada sumpah itu. Sumpah yang diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak yang berperkara, tak dapat dikembalikan oleh pihak ini kepada pihak lawannya. 53 8.
Konclusi
(kesimpulan)
yaitu
upaya
majelis
hakim
sebelum
memberiputusan. 9.
Putusan
10.
Majelis
hakim
memberikan
kesempatan
kepada
para
pihak
untukmengajukan upaya hukum terhadap putusan tersebut. 11.
Dalam perkara voluntair tidak ada replik dan duplik. Pengadilan Agama setelah memeriksa dalam persidangan danberkeyakinan
bahwa terdapat hal-hal yang memungkinkan untuk memberikandispensasi tersebut, maka Pengadilan Agama memberikan dispensasi nikah dengan suatu penetapan.
B. Faktor Penyebab Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jepara Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab adanya dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara, diantaranya: hamil diluar nikah, pacaran melebihi batas, saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan dan pengaruh teknologi. Selain faktor tersebut, ada yang mengajukan dispensasi nikah dengan alasan kekhawatiran orang tua 53 Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 463-477
60
terhadap anaknya apabila terjerumus kearah perzinaan, bahkan ada juga kehendak anak itu sendiri untuk melangsungkan pernikahan. 54 Dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara termasuk perkara yang diperiksa dan diputus secara voluntair (permohonan). Perkara dispensasi nikah yang diterima di Pengadilan Agama Jepara pada tahun 2012 adalah sebanyak 65 (enam puluh lima) perkara, sedangkan perkara yang putus ada 58 (lima puluh delapan) perkara. Tahun 2013 terdapat 88 (delapan puluh delapan) perkara, sedangkan perkara yang putus berjumlah 79 (tujuh puluh sembilan) perkara. Tahun 2014 terdapat 110 (seratus sepuluh) perkara, sedangkan perkara yang putus ada 107 (seratus tujuh) perkara.55
Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jepara 125 3
100 9
75 7
107
50
79 25
58
0
2012
2013 Putus
2014
Tidak Putus
Gambar 4. 1 Grafik Perkara Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2012-2014 54
Wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Jepara pada tanggal 11 September 2015 Dra. Hj. Nur Fadhilatin 55 Lihat Buku Register Pengadilan Agama Jepara pada tanggal 11 September 2015
61
Adapun sampel data (10 data) dispensasi nikah yang diperoleh peneliti dari Pengadilan Agama Jepara pada tahun 2013 adalah sebagai berikut ini: Tabel 4. 1 Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2013 No 1
Nomor Perkara 0002/Pdt.P /2013/PA. JPR
Pemohon
Nama Pasangan
Sahid
Siti Ana Anita
Agus Surono
2
0003/Pdt.P /2013/PA. JPR
Kusnanto
Noor Firdaus Jahnaim
Nur Firda Mumtahan
3
0008/Pdt.P /2013/PA. JPR 0009/Pdt.P /2013/PA. JPR
Warni
Edi Rubiyanto
Muslichah Sayi Ami
Muhadi
Seftiana Rafika
Rinjatmoko
Suyoto
Iflaka
Nur Wahyudin
Yosa Enera
Muhammad Wawan Budianto Muhammad Fahruddin
Kandar
Eko Purwanto
Ana Aprilliana
4
5
6
7
0011/Pdt.P /2013/PA. JPR 0014/Pdt.P /2013/PA. JPR 0015/Pdt.P /2013/PA. JPR
8
0017/Pdt.P /2013/PA. JPR
Darmini
Endah Ernawati
Imam Mujiono
9
0019/Pdt.P /2013/PA. JPR
Nor Faisal
Esty Tantia Miraningrum
Muhammad Iqbal Prakoso
10
0021/Pdt.P
Jemani
Shilva Alysia
Iswanto
Alamat Didukuh Karang Panggung Rt 003 Rw 006 Desa Mayong Lor Kec. Mayong Kab. Jepara Dukuh Bengkok Rt 011 Rw 002 Desa Kelet Kec. Keling Kab. Jepara Desa Jeruk Wangi Rt 002 Rw 003 Kec. Bangsri Kab. Jepara Dukuh Dunggayam Rt 001 Rw 003 Desa Tulakan Kec. Donorojo Kab. Jepara Kelurahan Kauman Rt 004 Rw 005 Kec. Jepara Kab. Jepara Desa Banjaran Rt 004 Rw 002 Kec. Bangsri Kab. Jepara Dukuh Pandean Rt 004 Rw 001 Desa Tunggul Pandean Kec. Nalumsari Kab. Jepara Dukuh Bondowoso Rt 001 Rw 006 Desa Pringtulis Kec. Nalumsari Kab. Jepara Dukuh Jambean Rt 004 Rw 001 Desa Bulungan Kec. Pakis Aji Kab. Jepara Dukuh Watu Bengkah
62
/2013/PA. JPR
Novita Sari
Rt 004 Rw 001 Desa Gelang Kec. Keling Kab. Jepara
C. Faktor Penyebab Tingginya Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Jepara Data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Jepara, menunjukkan bahwa perkara cerai gugat pada tahun 2012 adalah sebanyak 1382 (seribu tiga ratus delapan puluh dua) perkara, sedangkan perkara yang putus sejumlah 1248 (seribu dua ratus empat puluh delapan) perkara. Tahun 2013 terdapat 1428 (seribu empat ratus dua puluh delapan) perkara, sedangkan perkara yang putus ada 1342 (seribu tiga ratus empat puluh dua) perkara. Tahun 2014 terdapat 1409 (seribu empat ratus sembilan) perkara, sedangkan perkara yang putus sejumlah 1293 (seribu dua ratus sembilan puluh tiga) perkara.56 Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa jumlah perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Jepara mengalami siklus naikturun setiap tahunnya, begitu juga dengan jumlah perkara yang putus. Hal ini dipengaruhi oleh putusan hakim terhadap alasan dan faktor yang melatarbelakangi diajukannya permohonan cerai gugat.
56
Lihat Buku Perkara Tahunan Pengadilan Agama Jepara tanggal 11 September 2015.
63
Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara 1500
86
116
1248
1342
1293
2012
2013
2014
134
1250 1000 750 500 250 0
Putus
Tidak Putus
Gambar 4. 2 Grafik Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2012-2014 Seperti halnya dispensasi nikah, cerai gugat juga memiliki faktor yang mempengaruhi diajukannya permohonan kepada hakim. Dalam memutuskan perkaranya, hakim mempertimbangkan beberapa aspek dan faktor yang melatarbelakanginya. Tabel berikut ini adalah faktor-faktor penyebab cerai gugat sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini: Tabel 4. 2 Faktor Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara Tahun 2012-2014 No
Faktor Penyebab
Jumlah Perkara
1
Krisis moral
42
2
Tidak ada tanggung jawab
865
3
Penganiayaan berat
1
4
Cacat biologis
11
5
Poligami tidak sehat
7
6
Cemburu
37
64
7
Kawin Paksa
41
8
Ekonomi
9
Kawin Dibawah Umur
4
10
Politis
1
11
Tidak Ada Keharmonisan
776
12
Gangguan Pihak Ketiga
390
3138
Dengan mengamati tabel di atas penyebab cerai gugat tidak hanya satu tetapi banyak hal. Kondisi ini disebabkan karena masalah kehidupan sosial sering terkait satu dengan yang lainnya. Agar lebih jelas penulis akan menganalisis mulai dari faktor yang memiliki jumlah perkara tertinggi ke perkara dengan jumlah terendah. 1.
Faktor Ekonomi Alasan perceraian karena faktor ekonomi sebanyak 3138 kasus. Faktor ekonomi ini merupakan faktor cerai gugat terbanyak nomor satu di Pengadilan Agama Jepara. Tergugat tidak mau memberikan nafkah kepada istri padahal dalam Islam, suami wajib memberikan nafkah kepada istri, baik lahir maupun batin.
2.
Tidak Ada Tanggung Jawab Tidak ada tanggung jawab juga dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Jepara. Faktor tidak ada tanggung jawab ini nomor dua terbanyak dengan jumlah sebanyak 865 kasus.Menurut Pengadilan Agama Jepara, hal ini sering kali terjadi karena suami pergi merantau lama dan tidak ada kabar bertahun-tahun, sedangkan istri butuh adanya nafkah lahir dan batin.
65
3.
Tidak Ada Keharmonisan Faktor perceraian ini sering terjadi karena percekcokan yang terusmenerus, hal ini dikarenakan suami sering bersikap kasar terhadap istri, suami sering mabuk-mabukan, mencuri, suami jarang pulang ke rumah, bahkan suami tidak mau bekerja. Faktor ini merupakan faktor terbesar ketiga di Pengadilan Agama Jepara sebanyak 776 kasus. Kondisi kehidupan rumah tangga tidak selalu harmonis, pasti ada percekcokan. Islam memberikan jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Agama mengizinkan keterlibatan pihak ketiga, yaitu hakim sebagai penengah. Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 35 sebagai berikut:
ِ ِ َ واِ ْن ِخ ْفتُم ِش َق اح َك ًم ِﺎم ْن اَ ْهلِ ِه َو َح َك ًم ِﺎم ْن اَ ْهلِ َهﺎ اِ ْن يُِريْ َدا َ ﺎق بَْيﻨه َمﺎ فَﺎبْ َعثُ ْو ْ َ ِ ٰ ص ٰل ًحﺎيُ َوفِ ِق ٰاللُ بَْي ﻨَ ُه َمﺎ قلى اِن ﺎللَ كﺎَ َن َعلِْي ًمﺎ َخبِْي ًرا ْا “dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Ayat di atas memberikan alternatif untuk mendamaikan kedua pasangan yaitu dengan usaha islah (perdamaian). Sebelum hakim menceraikan kedua pasangan tersebut, hakim dituntut untuk dapat mempertemukan kedua pasangan dan mencari jalan damai diantara kedua belah pihak. Akan tetapi apabila hakim tidak dapat mendamaikan keduanya karena keegoisan masing-masing pihak, maka jalan perceraian menjadi keputusan akhir.
66
4.
Adanya Gangguan dari Pihak Ketiga Salah satu alasan istri mengajukan cerai yaitu adanya gangguan dari pihak ketiga. Hal ini disebabkan oleh suami yang melakukan perselingkuhan dengan wanita lain. Hal inilah yang menyebabkan istri tidak terima atas perilaku suami, sehingga timbullah perselisihan diantara keduanya. Kasus ini ada 390 yang ada di Pengadilan Agama Jepara.
5.
Krisis Moral Krisis moral yang terjadi di Pengadilan Agama Jepara ada 42 kasus. Faktor ini terjadi karena penggugat tidak tahu latar belakang watak tergugat yang gemar mabuk-mabukan, judi dan sebagainya.
6.
Kawin Paksa Pengajuan permohonan cerai gugat yang ada di Pengadilan Agama Jepara karena faktor kawin paksa ada 41 kasus. Hal ini terjadi karena salah satu pasangan dipaksa untuk kawin sedangkan salah satu diantaranya tidak mencintai, sehingga mereka sepakat untuk cerai.
7.
Cemburu Perceraian yang ada di Pengadilan Agama Jepara untuk faktor cemburu ada 37 kasus. Hal ini terjadi karena istri tidak terima atas perlakuan suami yang selalu menggoda perempuan atau melakukan hubungan dengan wanita lain.
8.
Cacat Biologis Cacat biologis ini ada 11 kasus. Faktor ini terjadi karena terus-menerus terjadi perselisihan dalam bentuk tidak adanya komunikasi yang harmonis
67
antara keduanya sebagai suami-istri. Penyebabnya ternyata tergugat tidak mampu memberikan nafkah batin terhadap penggugat (disfungsi ereksi).57 Menurut Imam Ahmad, menetapkan ketentuan empat bulan sekali bahwa suami diwajibkan memenuhi nafkah batin kepada istrinya dikarenakan Allah telah menetapkan dalam tempo ini hak bagi bekas budak. Jadi demikian juga berlaku bagi yang lain-lain. Jika suami meninggalkan istrinya kemudian tidak kembali tanpa halangan apa-apa, Imam Ahmad memberikan batas waktu enam bulan. Alasannya, ialah hadits riwayat Abu Hafsh dengan sanad Zaid bin Aslam yang menetapkan waktu tugas bagi tentara untuk bertempur selama enam bulan. Sebulan untuk pergi, empat bulan untuk tinggal di medan perang, dan sebulan lagi untuk pulang menemui istrinya. 58 9.
Poligami Tidak Sehat Poligami tidak sehat juga menjadi faktor cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jepara sebanyak 7 kasus. Hal ini terjadi karena tergugat tidak mau jujur pada penggugat, bahwa tergugat telah melakukan poligami. Padahal telah dijelaskan di dalam Islam bahwa berpoligami memang diizinkan, akan tetapi harus minta izin kepada istri.
10.
Kawin Di Bawah Umur Cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jepara dari faktor kawin dibawah umur ada 4 kasus. Hal ini terjadi karena pengaruh teknologi,
57 58
Lihat Putusan No. Perkara. 0754/P.dt.G/2012/PA. Jpr. Imam Al Ghazali, Adabun Nikah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993), hlm. 75-76.
68
kurangnya pengetahuan tentang agama, karena hamil duluan (married by accident) dan kurangnya kesiapan lahir. 11.
Penganiayaan Berat Penganiayaan berat ini juga menjadi faktor terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Jepara, meskipun hanya ada 1 kasus dalam kurun waktu 3 tahun. Terjadinya penganiayaan ini pada mulanya karena adanya percekcokan antara penggugat dan tergugat, kemudian tergugat tidak dapat mengontrol emosinya sehingga tergugat memukul, menampar, bahkan menghajarnya.
12.
Politis Politis juga menjadi salah satu penyebab faktor terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Jepara. Faktor ini ada 1 kasus.Hal ini terjadi karena suami memiliki sikap politis yang menyebabkan perselisihan karena samasama kuat dalam mempertahankan ego masing-masing. 59
D. Analisis Tentang Dispensasi Nikah Beserta Kaitannya Dengan Tingginya Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jepara Dispensasi nikah merupakan suatu jalan yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Agama untuk mengabulkan permohonan seseorang agar dapat melangsungkan pernikahan, meskipun usianya belum memenuhi syarat seperti yang telah ditetapkan oleh undang-undang perkawinan.
59
Lihat Buku Perkara Tahunan 2012-2014 pada tanggal 11 September 2015.
69
Pernikahan di usia dini di Kabupaten Jepara mengalami peningkatan. Bahkan pada tahun 2014, jumlah perkara yang tidak putus hanya berjumlah 3 kasus, dari total 107 kasus. Jika diambil rata-rata perbulan untuk tahun 2014, berarti terdapat sekitar 9 orang yang mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Jepara. Di tahun yang sama, jumlah permohonan cerai gugat mencapai angka 1409 kasus dengan 1293 kasus yang putus. Meskipun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya, namun jumlah permohonan cerai gugat hampir konstan pada angka 1300-1400 perkara. Hal ini berarti Pengadilan Agama Jepara menangani sekitar 113 permohonan cerai gugat setiap bulannya. Berdasarkan kedua data tersebut, untuk tahun yang sama (2014) perbandingan antara jumlah permohonan dispensasi nikah dengan jumlah permohonan cerai gugat yaitu 1:13. Setiap 1 permohonan dispensasi nikah, maka terdapat 13 permohonan cerai gugat yang dilayangkan kepada Pengadilan Agama Jepara. Untuk mengetahui kaitan antara dispensasi nikah dengan cerai gugat, maka diperlukan kajian lebih dalam mengenai faktor dan alasan yang melatarbelakangi masing-masing permohonan tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa faktor yang menjadi penyebab diajukannya permohonan dispensasi nikah diantaranya: hamil diluar nikah, pacaran melebihi batas, saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan, pengaruh teknologi, dan kekhawatiran orang tua terhadap anaknya apabila terjerumus kearah perzinaan. Sedangkan faktor yang menjadi penyebab cerai gugat adalah: krisis moral, tidak ada tanggung jawab, penganiayaan berat, cacat
70
biologis, poligami tidak sehat, cemburu, kawin paksa, ekonomi, kawin dibawah umur, politis, tidak ada keharmonisan, dan gangguan pihak ketiga. Adapun hasil penelitian penulis di Pengadilan Agama Jepara, berikut ini merupakan faktor tertinggi alasan gugat cerai dan kaitannya dengan dispensasi nikah dalam kurun waktu 3 tahun terakhir: 1.
Faktor Ekonomi dan Tidak Adanya Tanggung Jawab Faktor ekonomi merupakan faktor tertinggi yang menjadi alasan cerai gugat. Dalam membina sebuah keluarga, kesepahaman akan masalah keuangan harus dijaga. Perbedaan sikap terhadap keuangan bisa menjadi masalah yang bisa merusak ketentraman keluarga, bila tidak didiskusikan secara baik. Perekonomian keluarga terletak di tangan suami, karena hal ini merupakan kewajibannya dalam mengayomi dan mencukupi kehidupan isteri dan anak-anaknya. Jika suami terkena Pemberhentian Hak Kerja (PHK) dan menjadi seorang pengangguran maka kehidupan perekonomian keluarga akan terganggu. Apabila suami sudah tidak lagi mampu mencari nafkah atau bahkan merasa nyaman dengan statusnya sebagai pengangguran, maka kondisi ini dapat berakibat fatal. Suami akan dicap sebagai orang yang tidak bertanggungjawab karena melalaikan tugasnya sebagai kepala keluarga. Tidak jarang ditemukan bahwa seorang isteri menjalani peran ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurusi kebutuhan keluarga. Tentu hal ini sangat menguras tenaga dan pikiran seorang isteri yang
71
seharusnya lebih fokus kepada tugas utamanya yakni melayani suami dan mendidik anak. Kondisi yang demikian dapat terjadi pada pasangan suami-istri yang menikah dengan dispensasi nikah karena alasan hamil di luar nikah. Kesadaran dan pemahaman akan tugas seorang kepala rumah tangga bagi suami “dadakan”, belum sepenuhnya dimengerti olehnya. Oleh karena itu, hal ini menjadi permasalahan yang pokok dalam kehidupan rumah tangga. Seorang kepala rumah tangga harus mampu mencukupi kebutuhan guna melangsungkan kehidupan rumah tangganya, terutama kebutuhan yang menyangkut hajat hidup. Salah satu indikator keberhasilan kehidupan rumah tangga adalah tercukupinya kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari. Pasangan yang mengajukan dispensasi nikah dikarenakan alasan hamil diluar nikah biasanya belum memiliki orientasi untuk berpandangan jauh ke depan. Sehingga pasangan ini belum memiliki konsep dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Selain faktor tersebut, kondisi mental dan tekanan yang dialami karena keterpaksaan dalam urusan menikah menjadi faktor pendukung lainnya. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, kemungkinan bagi istri untuk mengajukan cerai gugat menjadi
sangat
besar,
mengingat
ketidakmampuan suami dalam
menangani masalah perekonomian. 2.
Faktor Tidak Ada Keharmonisan, Krisis Moral, dan Penganiayaan Berat Membangun keharmonisan rumah tangga memang bukan hal mudah, karena perkawinan merupakan penyatuan dua pribadi yang berasal
72
dari latar belakang berbeda, baik itu sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan keluarga. Tidak jarang terdengar bahwa meskipun pernikahan sudah
dijalani
selama
bertahun-tahun,
hambatan-hambatan
dalam
membangun kehamonisan suami isteri pasti ada. Banyak penyebab yang menjadi pemicu pertengkaran suami dengan isteri, mulai dari masalah keuangan, sikap kasar suami terhadap isteri, bahkan berujung pada penganiayaan terhadap istri. Keadaan seperti ini menjadikan kondisi kehidupan keluarga menjadi tidak harmonis lagi. Padahal membangun keharmonisan di dalam kehidupan berumah tangga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan. Kaitannya dengan krisis moral, seseorang yang berakhlak atau bermoral tidak baik cenderung mengarahkan perbuatannya pada perbuatan yang tidak baik pula. Krisis moral yang menjadi salah satu penyebab perceraian merupakan perbuatan yang tidak baik yang dilakukan seorang suami kepada isteri dan keluarganya bahkan kepada penciptanya. Akhlak suami yang buruk apabila dibiarkan terjadi berkepanjangan akan sangat mengancam berlangsungnya kehidupan berumah tangga. Untuk menghindari akhlak yang tidak baik yang berlangsung terus menerus ada pada diri suami, maka perceraian merupakan pintu darurat yang membolehkan pasangan suami isteri bercerai. Tingkat usia yang berbeda diantara pasangan suami-istri tentunya menimbulkan masalah tersendiri. Kematangan emosi seseorang biasanya dipengaruhi oleh tingkat usianya. Pasangan pernikahan dengan pengajuan
73
permohonan dispensasi nikah berarti menunjukkan bahwa salah satu atau bahkan kedua pasangan tersebut belum memiliki usia yang cukup untuk membina sebuah hubungan keluarga. Jika salah satu pasangan masih bersikap kekanak-kanakan, maka pasangan yang lain harus dapat mengimbanginya. Akan tetapi sering kali dijumpai perbedaan pendapat dari kedua pasangan yang tidak dapat mengontrol emosinya, melahirkan sebuah percekcokan. Oleh karena itu tingkat kematangan (ditandai dengan usia) dan tingkat kedewasaan (ditandai dengan cara berpikir) dalam membina rumah tangga menjadi kunci utama dalam menangani masalah keharmonisan dalam berumah tangga. 3.
Cemburu, Adanya Gangguan dari Pihak Ketiga, dan Politis Cemburu adalah perasaan sakit hati, marah, tidak percaya, dan kurang yakin seseorang terhadap pasangan yang dicintai. Perasaan ini timbul lantaran sikap suami atau isteri yang membayangkan pasangannya mempunyai hubungan istimewa dengan seseorang di luar pengetahuannya. Ikatan perkawinan perlu ada sikap saling mempercayai antara satu sama lain. Banyak hal yang dapat dilakukan sehingga tidak berlebihan dalam mencurigai pasangan diantaranya memberi perhatian dan kasih sayang supaya isteri tidak berprasangka yang bukan-bukan kepada suami dan juga menjaga komunikasi dengan pasangan. Jika sikap saling curiga diantara suami isteri sudah berlebihan maka akan dapat mengarah kepada perceraian.
74
Kehadiran pihak ketiga yang mengganggu kehidupan pasangan suami isteri dapat mengancam kehidupan perkawinan. Suami menjalin hubungan asmara (berselingkuh) dengan wanita lain. Banyak faktor penyebab suami berselingkuh dengan orang lain. Salah satunya karena sudah merosotnya rasa cemburu (ghirah). Istri tidak berdaya melarang suaminya menggauli wanita lain yang bukan haknya. Suami yang berselingkuh mungkin dikarenakan tidak ada lagi rasa kehangatan hidup dengan istrinya. Apalagi diselingi percekcokan yang sering membuat stress. Kesetiaan isteri harus pula diimbangi lebih baik lagi oleh para suami. Perhatian, kasih sayang dan kehangatan haruslah diberikan kepada suami. Dengan begitu tidak ada keinginan suami untuk serong kepada wanita lain. Praktik serong selama ini lebih disebabkan karena kebutuhan fisik dan psikis suami tidak di penuhi dengan baik oleh isteri. Tidak hanya dialami oleh pasangan yang menikah dengan normal (kedua pasangan telah berumur sesuai dengan syarat pernikahan), kondisi semacam ini bisa menimpa pada pasangan dengan dispensasi nikah. Tingkat kecemburuan yang tinggi bahkan seringkali dialami oleh pasangan yang menikah dengan alasan saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan. Sehingga apabila salah seorang pasangan memiliki perhatian kepada orang lain, maka akan muncul rasa cemburu yang sangat dalam pada pasangan lainnya. Selain itu, usia dini biasanya melahirkan cara pandang yang mengharuskan pasangannya selalu berada didekatnya. Apabila Seseorang
75
mencintai orang lain dengan sangat dalam, maka apabila orang terkasih menyakitinya sekali saja, akan menimbulkan rasa benci yang dalam juga. Oleh karena itu, kemungkinan untuk terjadi selisih paham dengan pasangan sangat besar, sehingga dapat berujung pada perceraian. 4.
Kawin Paksa dan Kawin Di Bawah Umur Pernikahan hendaknya dilandasi dengan dasar saling menyukai dan menyayangi satu sama lain. Hal ini sudah menjadi fitrah pada manusia untuk saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Berbagai alasan dan tujuan yang melatarbelakangi diselenggarakannya pernikahan tentu memberikan warna yang berbeda dalam kelangsungan hidup berumah tangga. Persidangan perceraian akibat terjadinya kawin paksa perlu mendapatkan perhatian khusus. Perlu adanya penggalian lebih dalam untuk memutuskan perkara ini, yaitu yang berkaitan dengan awal disetujuinya pernikahan dari kedua pasangan ini. Terdapat empat alasan pernikahan, ditinjau dari aspek cukup atau tidaknya usia dari pasangan, yaitu: cukup umur sama-sama suka, cukup umur namun salah satu pasangan tidak suka, tidak cukup umur sama-sama suka, dan tidak cukup umur serta salah satu pasangan tidak suka. Alasan pertama dan kedua tidak masuk ke dalam penyebab istri mengajukan cerai gugat yang berkaitan dengan dispensasi nikah, dikarenakan kedua pasangan usianya telah memenuhi syarat. Akan tetapi pada alasan ketiga dan keempat, keduanya memiliki alasan diajukannya
76
dispensasi nikah, baik lantaran kedua pasangan sama-sama suka, ataupun salah satu pasangan tidak suka. Untuk pasangan yang sama-sama suka, permasalahan yang ada hanya terbatas pada permohonan untuk diselenggarakannya pernikahan melalui dispensasi nikah. Sesuai dengan data yang digali dari Pengadilan Agama Jepara, salah satu faktor diperbolehkannya dispensasi nikah yaitu sama-sama suka, sehingga hal ini dibenarkan. Akan tetapi, lain halnya dengan kondisi pasangan yang salah satunya tidak menyukai pasangan yang lain. Hal ini berkaitan dengan kawin paksa dan kawin dibawah umur. Pernikahan yang bertujuan untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah tidak akan tercipta dari pasangan yang tidak saling mencintai. Tidak mengherankan apabila suatu ketika rumah tangga ini mengalami permasalahan yang berujung pada perceraian. 5.
Poligami Tidak Sehat dan Cacat Biologis Islam tidak melarang jika seorang suami ingin memiliki isteri lebih dari satu asalkan dapat memenuhi syarat-syaratnya, diantaranya mampu untuk berlaku adil dan mampu untuk menghidupi isteri-isterinya. Jika tidak bisa berlaku adil maka satu orang isteri saja cukup. Poligami di Pengadilan Agama menjadi salah satu faktor penyebab perceraian. Kasus perceraian akibat poligami ini dikarenakan suami melakukan poligami dengan tanpa memenuhi persyaratan peraturan yang berlaku seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.
77
Undang-Undang Perkawinan sama sekali tidak menutup pintu untuk berpoligami. Namun hanya mengatur syarat-syaratnya. Adanya syarat ijin istri yang harus diperoleh seorang suami untuk berpoligami seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, dimaksudkan untuk menghindari dampak buruk akibat poligami. Kaitannya dengan dispensasi nikah yang diberikan oleh Pengadilan Agama, pasangan yang berbuntut pada poligami tidak sehat ini cenderung disebabkan karena hamil diluar nikah. Kondisi inilah yang memaksa pasangan untuk melangsungkan pernikahan, meskipun cinta keduanya hanya sesaat. Justru atas dasar inilah seorang suami yang telah lama menjalani rumah tangga dengan istrinya, menjadi mudah bosan dan akhirnya memilih jalan untuk melakukan poligami tanpa sepengetahuan istri. Sangat disayangkan jika kemudian sang istri mengajukan cerai gugat kepada suaminya, lantaran ketidakterbukaan suami mengenai masalah ini. Oleh karena itu, kedewasaan umur dari kedua belah pihak menjadi tuntutan dan syarat vital dalam membangun rumah tangga.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan dan analisis yang penyusun paparkan, maka dapat di ambil beberapa kesimpulan berkaitan dengan skripsi ini, sebagai berikut: 1.
Prosedur pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Jepara adalah sebagai berikut: a.
Prameja Sebelum mengajukan permohonan, terlebih dahulu pemohon menuju prameja untuk memperoleh penjelasan tentang cara berperkara dan cara membuat surat permohonan.
b.
Meja I Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani kemudian diajukan pada sub Kepaniteraan Permohonan (Meja I).
c.
Kasir Selanjutnya pemohon menuju kasir dengan menyerahkan surat permohonan dan SKUM.
d.
Meja II Pemohon kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat permohonan dan SKUM yang telah dibayar.
2.
Kaitannya faktor dispensasi nikah dengan cerai gugat di Pengadilan Agama Jepara, yaitu: 78
79
Banyak ditemui pasangan yang mengajukan dispensasi nikah tidak mengetahui konsep dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Oleh karena
itu
seringkali
muncul
permasalahan-permasalahan
yang
mengganggu kehidupannya. Mulai dari faktor ekonomi, tidak adanya tanggung jawab dari suami, hingga keadaan rumah tangga menjadi tidak harmonis lagi. Kondisi mental dan tekanan yang dialami karena faktor ini, mengubah suami menjadi krisis moral, suka mabuk-mabukkan dan judi, sehingga menimbulkan pertengkaran yang menjadikan penganiayaan berat terhadap istri. Hal-hal semacam inilah yang kemudian menjadi penyebab perceraian dalam rumah tangga. Selain itu, tidak adanya komunikasi diantara keduanya memicu kecurigaan istri kepada suami bahwa suami memiliki wanita lain. Faktor lain penyebab perceraian adalah faktor politis, yaitu dikarenakan perbedaan pendapat diantara suami-istri. Kawin paksa dan kawin dibawah umur juga merupakan penyebab cerai gugat karena tidak adanya rasa suka sama suka oleh kedua pasangan yang dijodohkan oleh orang tua. Faktor cacat biologis memicu terjadinya poligami tidak sehat yang dilakukan oleh suami, yang berujung pada perceraian.
B. Saran 1.
Sebaiknya kita harus belajar tentang agama Islam lebih mendalam supaya tidak terjerumus kedalam hal yang dilarang agama misalnya hamil muda, pergaulan bebas dan dapat memilah dan memilih adanya IPTEK.
80
2.
Jangan hanya mengikuti nafsu saja karena nafsu itu adalah perilaku setan.
3.
Kejarlah cita-citamu supaya tidak menyesal dikemudian hari dan bisa bahagiakan orang tua.
C. Penutup Demikian uraian dan bahasan yang dapat penulis terangkan dalam bentuk skripsi ini, penulis sadar masih banyak kekurangan serta kekeliruan, meskipun begitu penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan mempunyai arti lebih dalam pengembangan ilmu agama, lebih khusus dalam ilmu syari’ah. Kepada para ahli dalam bidang ilmu syari’ah dan para pembaca yang budiman, penulis berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan isi uraian serta pembahasan dalam skripsi ini. Terakhir bila ada kekurangan dan kesalahan, itu semata-mata berasal dari kekurangan penulis sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan dan bila mana ada kebenaran itu semata-mata berasal dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, 2014, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers. Alhafidz, Ahsin W, 2010, Fikih Kesehatan, Jakarta: Amzah. Awaluddin, Latief, 2008, Cerdas Seksual Sex Education For Teenagers, Bandung: Shofie Media. Azzam, Abdul Aziz Muhammad, 2009, Fiqih Munakahat Khitbah, Nikah, Dan Talak, Jakarta: Amzah. Az-Zuhaili, Wahbah, 2011, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani. Basyir, Ahmad Azhar, 2000, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press. Departemen Pendidikan Nasional , 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Djalil, Basiq, 2006, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Ghazali, Imam Al, 1993, Adabun Nikah, Jakarta: Pustaka Panjimas. Ghozali, Abdul Rahman, 2003, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana. Jalaluddin, 2012, Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Pers. Januar, Iwan, 2007, Sex Before Married?, Jakarta: Gema Insani. Mardani, 2011, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern Edisi Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu. Moleong, Lexy J., 2012, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasutioan Bahder Johan, 1997, Hukum Perdata Islam Kompetensi Agama Islam Tentang Perkawinan Waris, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan Shodaqoh, Bandung: Mandar Maju. Nuruddin Amiur, dan Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No1/1974 sampai KHI, Jakarta: Prenada Media. Rahman Ghozali, Abdul, 2003, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media Group. Rasyid, Roihan A., 2103, Hukum Acara Peradilan Agama Edisi Baru, Jakarta Rajawali Press. Soimin, Soedharyo, 2010, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika. Syarifuddin, Muhammad, 2014, Hukum Perceraian, Jakarta: Sinar Grafika. Tihami, 2010, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Press. Tim Prima Pena, 2006, Kamus Ilmiah Popular Edisi Lengkap, Surabaya: Gitamedia Press. Umar, Husein, 2009, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: Rajawali Pers. W. J. S.Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fadilatus Saidah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Jepara, 09 Januari 1989 Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: a. SDN 01 Mantingan (1996 - 2002) b. Mts. Matholiul Huda Bugel (2002 - 2005) c. MA. Sultan Hadlirin (2006 - 2009)
Pengalaman Kerja
: a. Guru privat semua mapel tingkat SD b. Guru les B. Inggris tingkat SD&SMP c. Guru PAUD TPQ Tarbiyatul Ummat Mantingan
Alamat
: Mantingan Ngebong Rt 23 Rw 09 Tahunan Jepara
Nama Orang Tua
: Bapak Supardi dan Ibu Supiyah
Pekerjaan Orang Tua
: Tukang Kayu
Tempat Tinggal
: Mantingan Ngebong Rt 23 Rw 09 Tahunan Jepara
Hobi
: Menanam bunga
Daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jepara, 1 Oktober 2015 Yang membuat
Fadilatus Saidah