PENYELESAIAN PERKARA CERAI GUGAT KARENA SUAMI NUSYUZ (Analisis Putusan Nomor : 3074/Pdt.G/2012/PAJT)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: DINNY AULIA HANDAYANI NIM: 1110044200019
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H /2014 M
PENYELESAIAN PERKARA CERAI GUGAT KARENA SUAMI NUSYUZ (Analisis Putusan Perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh: DINNY AULIA HANDAYANI NIM: 1110044200019
Di Bawah Bimbingan
M. Yasir, SH, MH NIP: 194407091966041003
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435/2014 H i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul “Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz (Analisis Putusan Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, 09 Mei 2014 Mengesahkan Dekan,
Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. NIP: 196808121999031014 PANITIA UJIAN MUNAQASYAH 1. Ketua
: Drs. H.A. Basiq Djalil, SH, MA. NIP. 195003061976031001
(................................)
2. Sekretaris
: H. Rosdiana, MA. NIP. 196906102003122001
(................................)
3. Pembimbing : M. Yasir, SH, MH. NIP. 194407091966041003
(................................)
4. Penguji I
: Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH. NIP. 195510151979031002
(................................)
5. Penguji II
:Prof. Dr. H. Ahmad Sutarmadi. NIP. 194008051962021001
(……………………)
ii
ABSTRAK Dinny Aulia Handayani 1110044200019 Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT) Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya perceraian dan khususnya pada nusyuz yang dilakukan oleh suami. Pada dasarnya suami merupakan kepala rumah tangga yang menjadi panutan bagi anak-anaknya kelak. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif yakni dengan mengumpulkan data, dimana penulis mencari data-data primer ke Pengadilan Agama Jakarta Timur sebagai objek utamanya dengan menganalisis putusan Perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT, dan melakukan wawancara dengan hakim
yang
menangani kasus tersebut. Hasil analisis putusan ini menjelaskan bahwa perceraian tidak hanya terjadi atas hak suami, melainkan seorang istri juga bisa mengajukan gugatan perceraian bila sang suami tidak berlaku layaknya seorang suami, tidak bertanggung jawab serta lalai akan kewajibannya. Atas dasar alasan inilah
seorang istri bisa
mengajukan gugatannnya ke Pengadilan Agama.
Kata kunci: Perceraian, Cerai Gugat, Nusyuz, Putusan PA Jakarta Timur Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT.
Pembimbing
: M. Yasir, SH, MH
Daftar Pustaka
: 1982 - 2012
iii
KATA PENGANTAR ﷲال َّرحْمَنِ اا ّرَحِيم ِ بِسْــــــــــــــــــ ِم ا
Segala Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kekuatan lahir batin kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini. Skripsi ini merupakan syarat memperoleh gelar strata 1 (S1), dalam menyelesaian skripsi ini, tidaklah luput dari berbagai rintangan yang harus dihadapi, namun penulis telah berusaha seoptimal mungkin untuk memberikan hasil yang baik, sehingga penulis berfikir bahwa untuk mencapai sesuatu yang diinginkan tidaklah mudah. Atas tersusunya skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari keluarga, sahabat, teman, civitas akademika kampus, hingga pihak-pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1 Dr. Phil. JM Muslimin, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
2 Drs. H. A Basiq Djalil SH. MA., sebagai Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Hj. Rosdiana, MA. Sebagai Sekertaris Program Studi. 3 M. Yasir, SH, MH., selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang senantiasa ikhlas meluangkan waktunya untuk memeriksa, memberikan arahan dan motivasi kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini. 4 Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 5 Serta Staf Perpustakan Fakultas syariah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama yang telah memberikan fasilitas untuk studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. 6 Para narasumber dan Staf Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan observasi dan wawancara untuk skripsi ini. 7 Ayahanda H. Syukra dan Ibunda Hj. Azizah Abdul-Haq tersayang, yang telah menjadi orang tua yang bijak bagi anak-anaknya. Berkat do’a, semangat dan kesabaran yang luar biasa serta dukungan moril dan materil yang tak terhingga yang telah diberikan dengan tulus, dengan segala kerendahan hati dan rasa terima kasih yang tak terhingga, skripsi ini ananda persembahkan untuk kalian tersayang. “The Most Beautiful Bone I Ever Have” 8 Adik-adik tercinta “Rizka, Beril, Nanda dan Albi” serta keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Berkat do’a dan dukungan dari merekalah Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. v
9 Teman-teman Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2010, Cut, Tante, dea, cawal, Novita, Amel, Sasa, Ogek, Ibeng, Uweng, Sukron, Menyeng, Abim dll, yang tak bisa disebutkan satu peratu yang senantiasa meluangkan waktu untuk merefresh hati dan fikiran bersama, kalian luar biasa. 10 Sahabat t-sos, kawan kosn, teman-teman KKN Soccers dan teman-teman sepermainan yang selalu mensupport penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11 Run when you can, walk when you have to, crawl if you must just never give up!! Rasa syukur, ucapan terimakasih, dan permohonan maaf yang dapat penulissampaikan jika selama inibanyak terjadi kesalahanserta kekhilafan yang pernah penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak tanpa terkecuali.
Ciputat, 1 April 2014
Penulis
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1 Skripsi ini merupakan hasil karya aslisaya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1(S.1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2 Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah sayacantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3 Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 09 Mei 2014
Dinny Aulia Handayani
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………..i LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ……………….ii ABSTRAK………………………………………………………………….iii KATA PENGANTAR……………………………………………………..iv LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………….vi DAFTAR ISI…………………………………………………………….....vii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………...1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah………..6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………7 D. Review Studi Terdahulu…………………………………...8 E. Metode Penelitian………………………………………….9 F. Sistematika Penulisan…………………………………….10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERCERAIAN DAN NUSYUZ A. Perceraian………………………………………………...12 B. Dasar Hukum Perceraian…………………………………29 C. Nusyuz Dalam Perspektif Fiqih……………………….....33
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Jakarta Timur………43
viii
B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Timur………...51 C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur......51 BAB IV
LANDASAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM DAN ANALISIS A. Duduk Perkara……………………………………………56 B. Faktor Penyebab Nusyuz Suami………………………….62 C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz……………………………………62 D. Landasan Yuridis Putusan Hakim…………………..........62 E. Analisis…………………………………………………...67
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………72 B. Saran-saran………………………………………………73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Sholawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan di dalam membangun kehidupan rumah tangga. Pernikahan merupakan pintu untuk memasuki jenjang kehidupan berumah tangga dalam konstruksi keluarga baru.1 Dalam keluarga sesama pasangan harus saling berbagi baik suka maupun duka, saling memberi dan menerima, saling mngasihi dan saling mencintai, karena pada dasarnya cinta itu sederhana. Landasan utama sebuah pernikahan, dimana tujuannya adalah menciptakan rasa tentram di antara suami-istri atas dasar kasih sayang. Namun kenyataannya, jarang sekali sebuah kehidupan rumah tangga berjalan mulus tanpa hantaman badai perselisihan dan terpaan angin pertengkaran di antara suami dan istri.2 Perkawinan atau pernikahan menurut hukum Islam yaitu ikatan yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
1
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender,(Malang: UIN Malang Press, 2008), h.135 2
Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian,( Jakarta: Dar Thuwaiq, 1996),
h.7
1
2
adalah ibadah,3 karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Orang yang berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Untuk berpuasa. Orang berpuasa memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan.4 Islam telah mewajibkan kepada segenap pasangan suami istri supaya menunaikan kewajiban masing-masing. Di antara kemaslahatan yang dikehendaki fitrah, dikuatkan syara’ dan dibenarkan akal adalah bahwa masing-masing pihak dari keduanya harus mengerahkan segenap usaha dan upayanya untuk menciptakan dan mewujudkan rasa cinta, kasih sayang, saling membantu, saling toleran dan ikhlas dalam menghadapi pasangannya. Kebahagiaan masing-masing dari keduanya tergadai oleh kebahagiaan pasangannya. Hal ini sesuai dalam pasal 77 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi: Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Jika usia perkawinan telah berlangsung lama, maka akan terjadi titik temu dalam sejumlah hal dan banyak hal-hal yang dapat dilakukan secara bersama-sama. Masing-masing dari pasangan suami istri akan mempengaruhi pasangannya baik jalan
3
Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991, KHI di Indonesia, (Jakarta: Humaniora Utama Press, 2001), h. 14 4
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.7
3
pikirannya atau tingkat perwujudannya dalam kehidupan, sehingga masing-masing dapat merealisasikan kehidupannya dengan kehadiran pasangannya. 5 Pada dasarnya perkawinan dilakukan untuk selamanya sampai matinya seorang dari suami istri tersebut. Inilah yang dikehendaki agama Islam. Namun, dalam keadaan tertentu ada hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti bilamana hubungan perkawinan tetap dilanjutkan maka kemudharatan akan terjadi, dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga. Islam merupakan agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar, ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya ketidak cocokan pandangan hidup dan percekcokan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi, maka Islam memberikan jalan keluar yang dalam istilah fiqh disebut Thalaq (perceraian). Agama Islam membolehkan suami istri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu (sangat) dibenci Allah SWT.6 Putusnya perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan keluar yang baik.7Adapun kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian salah satunya adalah perkara Nusyuz.
5
Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian,( Jakarta: Dar Thuwaiq, 1996),
h.11 6
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h.102 7
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), h.339
4
Perkataan Nusyuz begitu sinonim dengan sikap istri yang ingkar atau tidak bertanggung
jawab
terhadap
suaminya.
Namun
hakikatnya
Nusyuz
juga
berkemungkinan berlaku pada suami yaitu suami yang tidak melaksanakan tanggungjawab, tidak menunaikan hak-hak istri. Nusyuz di kalangan lelaki lebih tinggi berbanding dengan perempuan.8 Dalam pergaulan antara suami istri ada kalanya terjadi hubungan yang tidak harmonis. Akibatnya terjadi apa yang ada pada Al-Quran dengan istilah Nusyuz (pembangkangan). Pembangkangan dalam arti salah satu pihak melanggar atau tidak melaksanakan kewajiban mereka masing-masing sebagaimana mestinya. Perbuatan Nusyuz bisa terjadi, baik dari pihak istri maupun dari pihak perempuan.9 Hal ini sebagai mana tersirat dalam Al-Quran Qs. An-Nisa ayat 128 bahwa jika seorang wanita khawatir akan Nusyuz atau sikap acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. Namun dalam Kompilasi Hukum Islam Nusyuz hanya berlaku bagi istri dan tidak bagi suami, begitupula dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pun sama sekali tidak menyinggung akan Nusyuz yang dilakukan suami. Adapun alasan-alasan perceraian yang dibenarkan menurut UU Perkawinan (pasal 39 ayat 2 ) ialah:
8
Norzulaili Mohid Ghazali dan Wan Abdul Fattah Wan Ismail, Nusyuz, Shiqaq dan Ahkam Menurut Al-Quran, Sunah dan Undang-undang Keluarga Islam,(Malaysia: Kolej Universiti Islam Malaysia (KUIM),2007), xi 9
Hasanuddin, Perkawinan dalam Perspektif Al-Quran, (nikah,talak,cerai,rujuk),(Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011), h.29
5
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. 5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibatakibat tidak menjalankan kewajiban sebagai suami istri. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak akan ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.10 Mahkamah Agung RI dalam putusannya Nomor 38/K/AG/1980 tanggal 5 Oktober 1981 juga sudah mengikuti ketentuan bahwa perceraian dapat dilaksanakan apabila perkawinan sudah pecah dan sukar untuk dirukunkan kembali, tanpa melihat siapa yang bersalah dari perselisihan itu.11 Bertolak dari uraian tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk menelaah tentang perceraian, khususnya mengenai putusnya perkawinan karena cerai gugat
10
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007),h. 41 11
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana,2008)
6
ke dalam bentuk skripsi yang berjudul “PENYELESAIAN PERKARA CERAI GUGAT KARENA SUAMI NUSYUZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor : 3074/Pdt.G/2012/PAJT). B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Masalah apa sajakah yang terkait dalam perceraian, berikut di bawah ini uraiannya: a. Bagaimanakah Tata Cara Perceraian? b. Faktor Apa Saja Yang Menyebabkan Perceraian? c. Bagaiaman Pelaksanaan Cerai Gugat dan Cerai Talak? d. Bagaimanakah Cerai Gugat Karena Nusyuz ? e. Dan Bagaimana Cerai Gugat Menurut Hukum Positif? 2. Pembatasan Masalah Pokok dalam masalah penelitian ini ialah mengenai perceraian, namun di sini penulis membatasi ruang lingkup penulisan skripsi ini hanya pada cerai gugat karena nusyuz yang dilakukan oleh suami.
Saat ini masyarakat hanya
mengetahui nusyuz hanya dilakukan oleh istri, bahkan dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan itu sendiri hanya mengatur nusyuz yang dilakukan oleh istri. Namun dalam realita kehidupan di masyarakat nusyuz lebih banyak dilakukan oleh suami. 3. Perumusan Masalah
7
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis juga telah merinci rumusan masalah ke dalam beberapa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Apa saja faktor penyebab dari Nusyuz suami? b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap perkara cerai gugat karena Nusyuz yang dilakukan oleh suami? c. Apa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan agar penulis mendapatkan jawaban yang konkrit dan pasti dari permasalahan yang selama ini mengganjal dalam hati penulis, disamping itu penulis juga ingin menambah pengetahuan dan mendapatkan ilmu baru dari permasalahan Nusyuz dalam perkawinan. Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: a.
Untuk memberikan gambaran hal-hal apa saja yang menyebabkan Nusyuz yang dilakukan oleh suami.
b.
Untuk memberikan gambaran kejelasan pandangan hukum terhadap cerai gugat akibat suami Nusyuz
2. Manfaat Penelitian
8
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi mahasiswa khususnya studi hukum Islam dibidang Ahwal AlSyaksiyah. b. Hasil penelitian ini berguna bagi akademisi serta masyarakat secara umum dalam persoalan hukum Islam di Indonesia terutama seputar perceraian. c. Selain bermanfaat bagi beberapa pihak, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah jumlah koleksi perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun perpustakaan umum. D. Review Studi Terdahulu Dari beberapa literatur skripsi yang ada di perpustakaan Syariah dan Hukum, penulis mengambilnya untuk dijadikan sebuah perbandingan cerai gugat akibat suami Nuyuz, yaitu: 1) Nur Shollah, “kekerasan karena istri Nusyuz (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana arti sebuah pernikahan yang bertujuan untuk memberikan rasa aman terhadap pasangan terutama istri. Suami tidak berhak melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun meskipun istrinya nusyuz. Dan terdapat saran agar suami senantiasa menjadi kepala rumah tangga yang dapat membina dan membimbing keluarganya tanpa menggunakan kekerasan dan istri sudah
9
seharusnya mentaati semua apa yang diperintahkan suami dalam kebaikan berumah tangga. 2) Umu Salamah 105044101434 “ Istri Nusyuz Karena Selingkuh Sebagai Pemicu Terjadinya Perceraian” Membahas tentang kelalaian istri terhadap suaminya, kriterianya sampai pada kategori istri Nusyuz terhadap
suami.
Menganalisa
putusan
Perkara
Nomor.
1236/Pdt.G/2008/PAJT. E. Metode Penelitian I.
Jenis Penelitian Kajian penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang diamati. Sedangkan yang dimaksud penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analitis adalah metode yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan.
II.
Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: a. Studi lapangan dengan cara, wawancara dengan Hakim, serta menganalisa terhadap putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT.
10
b. Studi kepustakaan, yakni studi yang dilakukan dengan cara mengkaji beberapa buku dan literatur-literatur lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi yang penulis tulis. III.
Teknik Analisa Data Penulis menggunakan Content Analysis, yang merupakan analisa data secara kualitatif. Kemudian menginterprestasikannya dengan bahasa penulis sendiri dengan melalui beberapa proses pengumpulan data yang dilakukan dengan berbagai macam metode yang telah dipilih.
IV.
Teknik Penulisan Dalam teknik penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
E. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab bahasan agar lebih terarah dan sistematis, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab sebagai berikut: Bab pertama, yang membahas tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
11
Bab kedua, yang berisi Pengertian Perceraian, Dasar Hukum perceraian, Nusyuz dalam Perspektif Fiqh, yang mencakup pengertian dan bentuk-bentuk perilaku Nusyuz. Bab ketiga, membahas tentang Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Timur, Visi, Misi, Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur serta Wilayah Yuridiksi Bab keempat, berisi Analisis yang mencakup Landasan Yuridis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Putusan Nomor 3072/Pdt.G/2012/PAJT Bab kelima, merupakan penutup yang mencakup kesimpulan dan saransaran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERCERAIAN DAN NUSYUZ A. Perceraian Perceraian merupakan bagian dari perkawinan. Karena itu perceraian senantiasa diatur oleh hukum perkawinan. Sebagaimana telah pernah disebut bahwa perceraian ada karena adanya perkawinan; tidak ada perkawinan tentu tidak ada perceraian. Karena itu perkawinan awal hidup bersama sebagai suami istri dan perceraian akhir hidup bersama suami istri, atau dengan perkataan lain bahwa perceraian itu adalah sebagai way out pintu darurat bagi suami istri demi kebahagiaan yang dapat diharapkan sesudah terjadinya perceraian itu.1 Pada semua bangsa-bangsa zaman purbakala, hak cerai dipandang sebagai akibat yang tidak dapat dipisahkan dari hukum perkawinan, tetapi hak ini dengan beberapa pengecualian semata-mata memberikan kepada kaum laki-laki, sedang istri sama sekali tidak berhak minta cerai. Perkembangan peradaban dan kemajuan berfikir, sedikit membawa perbaikan pada keadaan wanita yang mendapat hak untuk minta cerai. Muhammad saw sama sekali tidak menyetujui kebiasaan perceraian itu dan menganggap orang-orang yang mempraktikannya itu telah meruntuhkan sendi-sendi masyarakat.2
1
Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), h.
2
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah,(Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995),h. 313
27
12
13
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 38 menerangkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan.3 Dibawah ini ada beberapa pengertian tentang perceraian yaitu: Kata perceraian dalam hukum Islam berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam hukum Islam perceraian atau talak berasal dari bahasa arab yaitu “thalaq” artinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan.4 Perceraian dalam hukum Islam adalah sesuatu perbuatan halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT.5 Perceraian didefinisikan sebagai melepas tali perkawinan dengan kata talak atau kata yang sepadan artinya dengan talak. Perceraian dalam hukum positif ialah suatu keadaan di mana antara seorang suami dan seorang isteri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu perkawinan, melaului putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan.6
3
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), cet ke-1, h. 17 4
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,(Jakarta: Rajawali Press,2009), h.229
5
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika,2006),h.73
6
Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional,(Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2011),h.174
14
Perceraian adalah ism mashdar (bentuk infinitif) dari kata “thallaqa”, dan mashdar “thallaqa” adalah tathliiq. Talak menurut bahasa adalah kebalikan dari pengikatan. Talak menurut syariat adalah pelepasan ikatan pernikahan atau sebagainya.7 Talak menurut bahasa Arab, maksudnya melepaskan ikatan. Yang dimaksud di sini adalah melepaskan ikatan perkawinan.8 Menurut Al-Jaziri, talak ialah “Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengna menggunakan kata tertentu”. Sedangkan menurut Abu Zakaria Al-Anshari, talak ialah “Melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya”. Jadi, talak adalah menghilangkan
ikatan
perkawinan
sehingga
setelah
hilangnya
ikatan
perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.9 Secara harfiyah Thalaq itu berarti lepas dan bebas. Dihubungkannya kata thalaq dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan karena antara suami dan istri sudah lepas hubungannya atau masing-masing sudah bebas. Dalam mengemukakan
arti
thalaq
secara
terminologis
kelihatannya
ulama
mengemukakan rumusan yang berbeda namun esensinya sama.10 Putusnya 7
Syaikh Muhammad AKBARMEDIA,2009),h.348
Al-Utsaimin,
Shahih
Fiqih
Wanita,(Jakarta:
8
Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga,(Jakarta: Kalam Mulia,1998),h.23 9
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,(Jakarta: Rajawali Press,2009), h.230
10
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h.198
15
perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalam UU Perkawinan untuk menjelaskan “perceraian” atau berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Istilah yang paling netral memang adalah “perceraian”, namun sulit pula digunakan istilah tersebut sebagai pengganti “putusnya perkawinan”, karena perceraian itu adalah salah satu bentuk dari putusnya perkawinan. Asas perceraian yang diuraikan di dalam Qur‟an, yang besar kecilnya mencakup segala macam sebab, adalah keputusan suami istri untuk memustus ikatan perkawinan karena mereka tak sanggup lagi hidup bersama sebagai suami istri. Sebenarnya, perkawinan itu tiada lain hanyalah suatu perjanjian untuk hidup bersama sebagai suami istri, dan apabila masing-masing pihak tak setuju dan tak cocok lagi untuk hidup bersama, maka perceraian tak dapat ditunda lagi. Tak adanya kesanggupan
untuk hidup bersama itu menurut
Qur‟an suci disebut syiqaq (berasal dari kata syaqaqa yang artinya pecah menjadi dua).11 Prof. Subekti, SH., mengatakan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.12Jadi, dari beberapa pengertian tentang perceraian di atas dapat disimpulkan bahwa perceraian (talak) adalah pemutus hubungan suami istri 11
Kama Rusdiana, Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata,(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press,2007),h.27 12
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,(Jakarta:PT. Intermasa,1995), cet ke-27, h.42
16
serta hilangnya hak dan kewajiban suami istri. Walaupun dalam pengucapan lafaz talak menggunakan lafaz-lafaz tertentu, namun ditekankan pada tujuannya yang sama yaitu untuk berpisah antara suami istri yang diartikan dengan putusnya perkawinan. Terjadinya perceraian atau tidak, biasanya setelah diputuskan oleh Pengadilan Agama. Pengadilan Agamalah yang akan memberikan kata akhir terjadi atau tidaknya suatu perceraian. Berbagai data di Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Departemen Agama tahun 1996, teridentifikasi ada 13 faktor yang menjadi penyebab utama sebuah perceraian. Faktor-faktor itu adalah: a. Poligami yang tidak sehat b. Krisis akhlak c. Kecemburuan d. Kawin paksa e. Krisis ekonomi f. Tidak bertanggung jawab g. Kawin di bawah umur h. Penganiayaan i. Terkena kasus kriminal (dihukum) j. Cacat biologis k. Faktor politis l. Gangguan pihak ketiga
17
m. Tidak ada kecocokan lagi (tidak harmonis). Merujuk pada data-data di atas, maka kasus yang paling menonjol dalam sebuah perceraian adalah “tidak ada keharmonisan, suami tidak bertanggung jawab, krisis ekonomi, dan krisis akhlak.13Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membedakan antara cerai talak dengan cerai gugat. 1) Cerai Talak Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, cerai talak tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Cerai talak baru diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam bagian-bagian sendiri dengan sebutan “cerai talak”. Dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dikemukakan bahwa suami yang bermaksud menceraikan istrinya berdasarkan perkawinan menurut agama Islam, mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama di tempat tinggalnya.14
13
Hasbi Indra, dkk , Potret Wanita Shalehah, (Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3,
h.222 14
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), cet ke- 1, h.18
18
Talak adalah pemutusan tali perkawinan.15Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 117 talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama.16 Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 66 ayat (1) seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak.17Dalam ajaran Islam, talak bagaikan pintu darurat yang merupakan jalan pintas untuk mengatasi kemelut rumah tangga, bila tidak ditemukan jalan lain untuk mengatasinya. Dengan demikian, pada dasarnya, ajaran Islam tidak menyukai terbukanya pintu darurat tersebut,karena itu Allah Swt memandang talak yang terjadi antara suami-istri sebagai perbuatan halal yang sangant dimurkai-Nya.18 Adapun rukun seseorang yang akan menalak istrinya ialah adanya suami, istri dan shighat thalaq dan disyaratkan dengan hal-hal sebagai berikut:
15
Syaikh Hasan Ayyub,Fikih Keluarga,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006),cet ke-5, h.207
16
Inpres No. 1 Tahun 1974 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Departemen Agama,
Pasal 2 17
Abdul Manan, M Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002),h.28 18
Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Persepkitf Al-Quran (Nikah,Talak,Cerai,Rujuk),(Jakarta: Nusantara Damai Press,2011),h.57
19
Pertama, bukan anak kecil. Para ulama madzhab sepakat bahwa talak yang dilakukan oleh anak kecil tidak sah sekalipun dia telah pandai. Berbeda dengan madzhab Hambali yang menyatakan bahwa talak yang dijatuhkan oleh anak kecil hukumnya sah. Kedua, berakal sehat. Talak yang dilakukan oleh orang gila baik gilanya itu akut atau insidental hukumnya tidak sah. Tetapi para ulama madzhab sempat sepakat terhadap jatuhnya talak dari orang yang mabuk minuman haram atas dasar kemauannya sendiri. Namun bila minuman itu mubah atau ia dipaksa maka talaknya tidak jatuh. Para ulama juga sepakat bahwa talaknya orang yang sedang marah dianggap sah. Ketiga, atas kehendak sendiri. Ini berdasarkan pada hadist nabi yang mengatakan bahwa ketentuan hukum dicabut dari orang yang terpaksa. Rasulullah bersabda yang dalamartinya: “Ketentuan hukum dicabut dari umatku yang melakukan perbuatannya karena keliru, lupa dan dipaksa.19 Keempat, Thalaq orang yang dipaksa. Mengingat sabda Nabi: tidak sah thalaq dan tidak sah memerdekakan budak yang dilakukan dalam keadaan dipaksa orang.
19
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shalehah, (Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3, h.
227
20
Kelima, thalaq orang yang sedang marah karena kemarahan yang sangat, tidak jatuh, berdasar hadist Nabi: “tidak sah thalaq dan tidak sah memerdekakan budak yang dilakukan dalam kemarahan yang sangat.” Keenam, thalaq orang yang bersenda gurau. Berdasarkan firman Allah jelaslah bahwa thalaq itu harus dilakukan dengan azam (bertetap hati) bukan dengan bersenda gurau atau main-main. Ketujuh, thalaq orang yang tersalah atau lupa. Berdasarkan hadist Nabi: diangkat (dibebaskan hukum) atas orang-orang yang tersalah, lupa dan dipaksa orang, tentu thalaq ini sia-sia, artinya tidak jatuh, seperti tidak jatuhnya thalaq orang yang dipaksa.20 Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Talak Raj‟i Talak raj‟i adalah thalaq si suami diberi hak untuk kembali kepada istrinya tanpa melalui nikah baru, selama istrinya masih dalam masa iddah. Thalaq Raj‟i itu adalah thalaq satu atau thalaq dua tanpa didahului tebusan dari pihak istri. Status hukum perempuan yang dalam masa thalaq raj‟i itu sama dengan istri dalam masa pernikahan dalam semua keadaannya, kecuali 20
hal. 44
Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982),
21
dalam satu hal, menurut sebagian ulama, yaitu tidak boleh bergaul dengan mantan suaminya. Bila dia berkehendak untuk kembali kepada mantan istrinya dalam bentuk thalaq ini cukup mengucapkan rujuk kepada mantan istrinya itu. Dengan demikian, cerai dalam bentuk thalaq raj‟i itu tidak dapat dikatakan putus perkawinan dalam arti sebenarnya. Dalam pandangan hukum barat inilah yang disebut “pisah meja dan ranjang”. b. Talak Bain Talak bain, yaitu thalaq yang putus secara penuh dalam arti tidak memungkinkan suami kembali kepada istrinya kecuali dengan nikah baru, thalaq bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan. Thalaq bain ini terbagi pula menjadi dua macam: Bain sughra, ialah thalaq yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil.21Makna dari muhallil itu sendiri ialah seorang lelaki menikahi seorang wanita dengan tujuan agar suami pertama dapat kembali ke pangkuan istrinya.22Yang termasuk bain sughra itu sebagai berikut:
21
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h. 221 22
Abd al-„Adzim dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’an dan Hadist Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003),h. 131
22
Pertama,thalaq yang dilakukan istri sebelum istri digauli oleh suami. Thalaq dalam bentuk ini tidak memerlukan iddah. Oleh karena tidak ada masa iddah, maka tidak ada kesempatan untuk ruju’, sebab ruju’ hanya dilakukan dalam masa iddah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Ahzab (33) ayat 49:23 )٩٤ :٣٣/ (األحزاب Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuanperempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.(Q:S. Al-Ahzab/4: 49) Kedua, thalaq yang dilakukan dengan cara tebusan dari pihak istri atau yang disebut khulu’. Hal ini dapat dipahami dari isyarat firman Allah dalam surat al-Baqarah (2) ayat 229: )::::٤/ (البقرة
23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h.221
23
Artinya:: Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim. (Q:S. Al-Baqarah/2: 229) Ketiga, perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau yang disebut fasakh. Bain Kubra, yaitu thalaq yang tidak memungkinkan suami ruju’ kepada mantan istrinya. Dia hanya boleh kembali kepada istrinya setelah istrinya itu kawin lagi dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan laki-laki itu dan habis masa iddahnya. Sebagaimana yang dikatakan Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 230:
):::٣٢/ (البقرة Artinya: Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah
24
yang Diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan. (Q:S. Al-Baqarah/2: 230)
At-Tirmidzi. Al-Hakin, dan yang lainnya meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata:”dulu orang laki-laki bebas mencerai istrinya, dan menjadi suaminya kembali jika merujukinya, walaupun setelah mencerainya seratus kali. Hingga pada suatu ketika ada seorang lelaki berkata kepada istrinya, “demi Allah, aku tidak akan menceraikanmu sehingga engkau berpisah denganku,dan aku tidak akan menaungimu selamanya”. Dengan heran sang istri bertanya, “bagaimana hal itu bisa terjadi?” sang suami menjawab,”aku akan menceraimu. dan setiap kali iddahmu akan habis, aku merujukmu kembali". Maka sang istri menghadap Rasulullah dan mengadu perihal suaminya. Dalam beberapa saat Rasulullah terdiam, hingga turunlah firman Allah “ Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali (setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik.24
c.
Talak Sunni Pasal 121 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
d.
Talak Bid‟i Pasal 122 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan
24
As-Suyuthi, Jalaludin, Sebab Turunnya Al-Qu’ran, (Jakarta: Gema Insani. 2009), hal.298
25
haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.25 Sudah menjadi ketentuan syara‟ bahwa thalaq itu adalah hak laki-laki atau suami dan hanya ia saja yang boleh menthalaq istrinya, orang lain biarpun familinya tidak berhak kalau tidak sebagai wakil yang sah dari suami tersebut. Islam menjadikan thalaq hak laki-laki atau suami adalah karena laki-laki atau suamilah yang dibebani kewajiban perbelanjaan rumah tangga, nafkah istri, anak-anak dan kewajiban lain atau merupakan akibat-akibat hukum yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang bercerai, dan yang dimaksud dengan kewajiban-kewajiban lain itu ialah: 1) membayar atau melunasi maskawin yang belum dibayar atau dilunasi, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. 2) Memberi mut‟ah, sebagaimana firman Allah; “kepada wanita yang dithalaq (hendaklah diberikan oleh suami) mut‟ah menurut yang ma‟ruf sebagai kewajiban bagi orang-orang yang takwa. 3) Memberi nafkah „iddah 4) Menyediakan rumah atau tempat kediaman 5) Memberikan pakaian. 25
Abdul Manan, M Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002),h.29
26
Berkenaan dengan hal-hal yang diutarakan di atas, maka seorang suami hendaklah melihat jauh ke muka, memikirkan dalam-dalam sebelum menggunakan hak thalaq yang ada di tangannya. Mengambil istri dengan baik maka melepaskannya harus dengan baik pula, bukan melemparkannya begitu saja, sebagaimana firman Allah: “atau lepaskanlah mereka dengan baik”.26 Ketentuan tersebut merujuk pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 236 yang berbunyi:
):::٣٢/(لبقرة Artinya: Tidak ada dosa bagimu jika kamu menceraikan istri-istri kamu yang belum kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentui maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka mut’ah menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu menurut kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut, yang merupakan kewajiban bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q:S. Al-Baqarah/2: 236) 2). Cerai Gugat Pada UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama secara khusus diatur hal yang berkenaan dengan pemeriksaan sengketa perkawinan terutama perceraian. Pada dasarnya hal tersebut telah diatur pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan telah dilengkapi dengan aturan 26
hal. 40
Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982),
27
pelaksanaan PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang. Sebagai gantinya, dituangkan dalam Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama. Pengulangan tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan dinamika tata cara pemeriksaan perkara perkawinan ke arah menjembatani tuntutan praktek dan kesadaran masyarakat. Terutama untuk melindungi pihak istri dalam mempergunakan haknya mengajukan gugatan perceraian, seperti yang diungkapkan penjelasan Pasal 73 Ayat (1). 27Dalam sebuah perkawinan, keputusan untuk bercerai tidak hanya bergantung pada suami, istri juga bisa mengajukan gugatan perceraian apabila sudah tidak merasa cocok dan tidak tahan lagi oleh tingkah laku suaminya. Cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang diajukan oleh seorang istri agar perkawinan dengan suaminya menjadi putus.28 Cerai gugat dalam syari‟at Islam disebut khuluk, makna aslinya adalah menanggalkan atau membuka sesuatu jika yang meminta cerai itu pihak istri dengan pembayaran.29 Dalam masalah cerai gugat ataupun khuluk ini
27
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika,2003), h. 214 28
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet ke-1, h. 19 29
Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata,(Jakarta: Kerjasama Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press,2007), h.29
28
sudah diatur dalam perundang-undangan negara kita secara jelas dan teratur, baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, hukum perdata maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 132 ayat (1) dikatakan Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa seizin suami.30 Berdasarkan penjelasan di atas, maka sudah jelas bahwa istri diperbolehkan untu melakukan gugatan perceraian dengan catatan harus memiliki alasan yang kuat. Di dalam sejarah Islam pun pernah terjadi hal yang berkenaan dengan kebolehan istri yang meminta cerai kepada suaminya, hal ini tergambar dalam Hadist berikut ini: : ّ ٔ سهى فمانتٛصهٗ اهلل عهٛس اتت انُبٛ اٌ ايراة ثابت ابٍ ل: اهلل عًُٓاٙعٍ ابٍ عبا رض فمال، االسال وٙ ٔنكُٗ اكرِ انكفر ف،ٍّٚ فٗ خهك ٔالدٛس يااعتب عهٛ ثابت ابٍ ل،ارسٕل اهللٚ ّٛ فمال رسٕل اهلل صهٖاهلل عه، َعى:متّ؟ فمانتّٚ حدٍٛ عهٚ اترد: ّ ٔسهىٛرسٕل اهلل صهٗ اهلل عه متٛمت ٔطهمٓاتطهٚ البم انحد:ٔسهى Artinya: Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Rasulullah SAW. Sambil berkata: Hai Rasulullah! Saya tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi aku tidak ingin mengingkari ajaran Islam. Maka jawab Rasulullah SAW: maukah kamu mengembalikan kebunnya (Tsabit,
30
Departemen Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam (KHI),2004
29
suaminya)? Jawabnya: mau. Maka Rasulullah SAW, bersabda:”terimalah (Tsabit) kebun itu dan thalaqlah ia satu kali” (H.R Bukhari dan Nasai).31 Akan tetapi akibat perceraian karena cerai gugat diatur dalam Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan: a.
Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadanah dari ibunya,
kecuali
bila
ibunya
telah
meninggal
dunia,
maka
kedudukannya digantikan oleh: 1) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; 2) Ayah; 3) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah 4) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan 5) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu; 6) Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah; b.
Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadanah dari ayah atau ibunya;
c.
Apabila
pemegang
hadanah
ternyata
tidak
dapat
menjamin
keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadanah kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula;
31
Ibnu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih al Bukhari,(Kairo: Jumhuriyah Mishro al-Arabiyah, 1411 H), Juz ke- VIII, h. 219
30
d.
Semua biaya hadanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)
e.
Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a),(b),(c) dan (d);
f.
Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan.32
B. Dasar Hukum Perceraian Keutuhan dan kelanggengan kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang digariskan Islam. Akad nikah merupakan suatu perjanjian untuk selamanya dan langgeng hingga meninggal dunia, agar suami istri bisa hidup bersama-sama dalam mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, tempat bersemai kasih dan sayang, dan untuk memelihara dan mendidik anak yang saleh. Oleh karena itu, perkawinan dinyatakan sebagai ikatan antara suami istri dengan ikatan yang paling suci dan paling kokoh. Istilah ikatan suci dan kokoh antara suami istri oleh Alquran disebut dengan misaqan galidzan. Allah swt berfirman:
32
Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata,(Jakarta: Kerjasama Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press,2007), h.43
31
):٢:٩/ (النساء .........
Artinya: “.... dan mereka (istri-istri telah mengambil dari kamu sekalian perjanjian yang kuat.” (Q:S. An-Nisa/4: 21) tidak sepatutnya ada pihak-pihak yang mau merusaknya dan menghancurkannya. Karena itu, setiap usaha untuk merusak perkawinan itu adalah dibenci oleh Islam, sebab ia telah merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri dan anak-anak. Rasulullah saw bersabda: ِ ابغض انحالل انٗ اهلل عس ٔجم (رٔا: ّ ٔ سهى لالٛعٍ ابٍ عًر اٌ رسٕل اهلل صهٗ اهلل عه )ّابٕ دأد ٔانحا كى ٔ صحح Artinya :”Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda, “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah swt ialah talak.” (H.R. Abu Dawud dan Hakim dan disahkan olehnya) Karenanya siapa saja yang sengaja mau merusak hubungan antara suami istri, oleh Islam dipandang telah keluar dari Islam dan tidak pula punya tempat terhormat di dalam Islam. Simpulan ini diungkapkan oleh Nabi saw dalam sabdanya:33 )س يُا خبب ايراة عهٗ زٔجٓا (رٔاِ ابٕ دأدٛ ن: ّ ٔسهىٛمٕل انرسٕل اهلل صهٗ اهلل عهٚ Artinya:”Rasulullah saw bersabda,” Bukan dari golongan kami seseorang yang merusak hubungan seorang perempuan dari suaminya”. (H.R. Abu Dawud dan Nasa’i) Jika seorang istri minta cerai tanpa sebab dan alasan yang benar Allah swt mengharamkan baginya bau surga. Ketentuan ini juga berlaku sebaliknya, 33
Abdul Qadir Djaelani , Keluarga Sakinah, (Surabaya:PT Bina Ilmu Offset, 1995), h. 316
32
yaitu jika suami menceraikan istrinya tanpa alasan yang benar dan sebab yang dibenarkan syar‟i, juga akan diharamkan bau surga. Mengenai hukum perceraian ini, para ahli hukum Islam berbeda pendapat. Pendapat yang paling bisa diterima akal dan konsisten dengan tujuan syariat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa perceraian hukumnya terlarang, kecuali dengan alasan yang benar. Pendapat ini ditopang oleh golongan Hanafi dan Hanbali. Salah satu dalil yang digunakannya, yaitu sabda Rasulullah saw yang berbunyi: نعٍ اهلل كم ذٔاق يطالق: ّ ٔ سهىٛلا ل رسٕل اهلل صهٗ اهلل عه Artinya:”Rasulullah saw bersabda: “Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai (senggama) dan bercerai.” Secara esensial bercerai itu berarti kufur terhadap nikmat Allah, sedang kawin adalah nikmat, dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi tidak halal bercerai, kecuali karena keadaan darurat. Tetapi jika tidak ada alasan, perceraian yang demikian berarti kufur terhadap nikmat Allah, berlaku jahat kepada istri. Karena itu perbuatan tersebut dibenci dan dilarang Islam.34 Golongan Hambali, menjelaskan secara terperinci tentang hukum perceraian ini, sebagai berikut: a.
Talak itu menjadi wajib, jika pihak hakam (juru damai) tidak berhasil menyelesaikan perpecahan antara suami dan istri dan tidak bisa
34
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), h.318
33
diperbaiki kembali hubungan mereka serta hakam (juru damai) berkeyakinan bahwa talak merupakan salah satu-satunya jalan yang dapat menyelesaikan perpecahan. Begitu pula talak wanita yang di ila‟ (suami bersumpah tidak akan mencampurinya lagi), sesudah berlalu masa tenggang waktu menunggu empat bulan. Allah swt berfirman: )::٢–::٢: :/ (الپقرة
Artinya: “Orang-orang yang mengila’ istrinya, diberi tanggunh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q:S. Al-Baqarah/2: 226227)35 b. Talak itu menjadi haram, jika talak tersebut dijatuhkan tanpa alasan. Talak tersebut, diharamkan karena merugikan suami dan istri, dan tidak adanya kemaslahatan yang akan dicapai dengan perbuatan talak itu. Rasulullah saw bersabda: ال ضر ر ٔال ضرر: ّ ٔ سهىٛلا ل رسٕل اهلل صهٗ اهلل عه Artinya:” Tidak (boleh) berbuat membahayakan dan tidak (boleh) membalas dengan cara yang membahayakan.” Talak semacam inilah yang dibenci Allah swt. 35
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), h.319
34
Rasulullah saw bersabda: ابغض انحالل انٗ اهلل انطالق: ّ ٔ سهىٛلا ل رسٕل اهلل صهٗ اهلل عه Artinya:”Rasulullah saw bersabda, “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” c. Talak itu menjadi sunnah, jika istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah, seperti mengabaikan shalat, puasa, dan sebagainya. Suami tidak mampu memaksanya agar istri menjalankan kewajibannya tersebut, atau istri kurang rasa malunya. Imam Ahmad berkata,”Tidak patut memegang istri semacam ini”. Karena itu, jiwa peraturan tentang perceraian dalam hukum Islam senantiasa mengandung pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak mempermudah perceraian.36 C. Nusyuz dalam Perspektif Fiqih 1) Pengertian Nusyuz Arti kata Nusyuz ialah membangkang. Maksudnya, seorang istri melakukan perbuatan yang menantang suami tanpa alasan yang dapat diterima oleh syarak. Ia tidak menaati suaminya atau menolak diajak ke tempat tidur. Secara terminologi, kata nusyuz diartikan pembangkangan dalam kewajiban terhadap pasangan, baik itu dilakukan istri maupun suami. Namun, masyarakat umumnya memahami bahwa nusyuz adalah pembangkangan istri 36
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), hal.320
35
terhadap suaminya, padahal suamipun berpeluang untuk melakukan pembangkangan terhadap istrinya. Oleh karena itu, nusyuz adalah pembangkangan terhadap pasangan suami atau istri terhadap pasangannya karena itu tidak melaksanakan kewajiban sebagai suami atau istri atau melanggar hak-hak pasangannya.37 Nusyuz merupakan perbuatan suami atau istri yang melanggar komitmen pernikahan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai suami istri, tidak memberikan hak, melakukan kekerasan, tidak menjaga kehormatan, dan melanggar kewajiban agama.38 Nusyuz adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti meninggi atau terangkat. Nusyuz itu haram hukumnya karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan agama melalui Al-Quran dan Hadist Nabi. Dalam surat An-Nisa ayat 34 dikatakan:
37
Muhammad Zain, Mukhtar Al-Shodiq, Membangun Keluarga Humanis, (Jakarta: Graha Cipta, 2005), h.55 38
Kementrian Agama RI, Modul Keluarga Sakinah berspektif kesetaraan bagi BP4, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h.110
36
)٩:٣٩/ (النساء
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemipin bagi kaum wanita, karena Allah telah mengunggulkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu wanita yang saleh adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)....” (Q:S. An-Nisa/4 : 34)39 Walaupun suami itu memiliki status dan kedudukan setingkat lebih tinggi dari istri namun masih ada yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi lagi yaitu Allah SWT, karena pada hakikatnya tanggung jawab suami itu kepada Allah SWT sesuai dengan ikatan pernikahan yang merupakan ibadah dan melakukan ijab qabul dengan prosesi keagamaan dihadapan Allah sebagai amanah yang akan dituntut pertanggungjawabannya kelak. 2) Nusyuz dari Pihak Istri Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga.40
39
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta: Gema Insani, 1999),h.
40
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995),h. 269
702
37
Setiap pria memang menginginkan pasangan hidupnya yang ideal. Minimal pasangannya memiliki daya tarik yang kuat. Tidak ada satupun yang paling membahagiakan seorang pria melainkan bisa hidup berkeluarga bersama istri yang shalehah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw yang artinya: “Tidak ada persoalan yang lebih baik bagi seorang mukmin setelah bertaqwa kepada Allah selain istri yang shalehah. Bila ia menyuruhnya, ia mentaatinya, bila ia memandangnya, membuat hatinya senang, bila ia bersumpah padanya, ia mendukungnya, bila ia pergi, ia dengan tulus menjaga diri dan hartanya” (HR Ibnu Majah).41
Setiap istri hendaknya menghias diri dengan akhlak yang baik,karena dengan akhlak yang baiklah, kehidupan rumah tangga akan dapat mendatangkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan, baik lahir maupun batin.42 Istri nusyuz terhadap suaminya berarti ia merasa dirinya sudah lebih tinggi kedudukannya dari suaminya, sehingga ia tidak lagi merasa berkewajiban mematuhinya. Secara definitif nusyuz diartikan dengan “kedurhakaan istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-apa yang diwajibkan Allah atasnya”. Dalam bahasan tentang kewajiban istri terhadap suami telah dijelaskan beberapa hal yang harus dilakukan istriterhadap suaminya, seperti berkata 41
42
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shalehah,(Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3, h.11
Hasbi Indra, dkk, Potret Wanita Shalehah,(Jakarta: PENAMADANI, 2005), cet ke-3, h. 154
38
lemah lembut dan tidak mengeras dihadapan suami, melaksanakan apa yang disuruh suami dan meninggalkan apa yang dicegah suaminya, selama yang demikian tidak menyalahi norma agama; meminta izin kepada suami waktu akan bepergian keluar rumah, menjaga suami, harta suami dan harta kekayaannya; dan lain-lain kewajiban yang ditetapkan agama.43 Adapun beberapa perbuatan yang diakukan istri, yang termasuk Nusyuz, antara lain sebagai berikut: 1.
Istri tidak mau pindah mengikuti suami untuk menempati rumah yang telah disediakan sesuai dengan kemampuan suami, atau istri meninggalkan rumah tanpa izin suami.
2. Apabila keduanya tinggal di rumah istri atas seizin istri, kemudian pada suatu ketika istri melarangnya untuk masuk ke rumah itu dan bukan karena hendak pindah rumah yang disediakan suami. 3. Istri menolak ajakan suaminya menetap di rumah yang disediakannya tanpa alasan yang pantas. 4. Apabila istri bepergian tanpa suami atau mahramnya walaupun perjalanan itu wajib, seperti haji, karena perjalanan perempuan tidak dengan suami atau mahramnya termasuk maksiat.
43
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h. 191
39
Apabila suami melihat bahwa istri akan berbuat hal-hal semacam itu, maka ia harus memberi nasihat dengan baik, kalau ternyata istri masih berbuat durhaka hendaklah suami berpisah ranjang. Kalau istri masih berbuat semacam itu, dan meneruskan kedurhakannya, maka suami boleh memukulnya dengan syarat tidak melukai badannya. Kedurhakaan seorang istri (Nusyuz) ada tiga tingkatan: 1. Ketika tampak tanda-tanda kedurhakaannya suami berhak memberi nasihat kepadanya. 2. Sesudah nyata kedurhakaannya, suami berhak untuk berpisah tidur dengannya. 3. Kalau dia masih durhaka, suami berhak memukulnya.44 Namun suami dilarang memukul dengan pukulan yang menyakiti sebagaimana Hadist Nabi dari Abdullah bin Zar‟ah menurut riwayat Al-Bukhori yang atinya: Rasul Allah SAW. Bersabda: Seseorang tidak boleh memukul istrinya sebagaimana memukul budak kemudian ditidurinya. Bila dengan pukulan ringan tersebut istri telah kembali kepada keadaan semula masalah telah dapat diselesaikan. Namun bila dengan langkah ketiga ini masalah belum dapat diselesaikan baru 44
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat,(Jakarta: Rajawali Press,2009), h. 185-187
40
dibolehkan suami menempuh jalan lain yang lebih lanjut, termasuk perceraian. Dalam firman Allah yang artinya: Jika dia sudah taat kepadamu janganlah kamu mencari-cari jalan untuknya. Dalam artian suami tidak boleh menempuh cara apapun selain dari itu termasuk menceraikannya. Dari pemahaman terhadap ayat di atas jelaslah bahwa Allah tidak menghendaki adanya perceraian kecuali setelah tidak menemukan cara lain untuk mencegahnya.45 Allah SWT. Menetapkan beberapa cara menghadapi kemungkinan nusyuznya seorang istri, sebagaimana dinyatakan-Nya dalam surat an-Nisa ayat 34:
...... . )٩:٣٩/(النساء
Artinya: Istri-istri yang kamu khawatirkan akan berlaku nusyuz, maka beri pengajaranlah mereka dan berpisahlah dari tempat tidur dan pukullah mereka. Jika mereka sudah mentaatimu janganlah kamu cari-cari jalan atasnya. Sesungguhnya Allah Maha Tahu Lagi Maha Besar. (Q:S. AnNisa’/4 : 34).
45
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h.192
41
3) Nusyuz dari Pihak Suami Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya. Baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi atau nafaqah atau meninggalkan kewajiban yang bersifat nonmateri diantaranya mu’asyarah bi al-ma’ruf atau menggauli istrinya dengan baik. Dalam artian yaitu segala sesuatu yang dapat disebut menggauli istrinya dengan cara buruk, seperti berlaku kasar, menyakiti fisik dan mental istri, tidak melakukan hubungan badaniyah dalam waktu tertentu dan tindakan lain yang bertentangan dengan asas pergaulan baik. Adapun tindakan istri yang menemukan pada suaminya sifat nusyuz, dijelaskan Allah dalam surat an-Nisa‟ (4) ayat 128: )٨٢١:٤/ (النسىاء Artinya:
“Jika istri khawatir suaminya akan berlaku nusyuz dan berpaling, tidak ada salahnya jika keduanya melakukan perdamaian dalam bentuk perdamaian yang menyelesaikan. Berdamai itu adalah cara yang paling baik. Hawa nafsu manusia tampil dalam bentuk pelit. Bila kamu berbuat baik dan bertakwa maka sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa yang kamu perbuat....(Q:S an-Nisa/4 : 128) Menurut Imam Syafi‟i:
42
ٍ اٌ بُت يحًد بٍ يسهًت كاَت عُد رافع ب،بٛ عٍ ابٍ انًس،٘ عٍ انسْر،ُتٛٛاخبرَا ابٍ ع ياٙ ٔالسى ن،ُٙ ٔأيسك،ُٙ التطهم: فأراد طاللٓا فمانت،ِرٛ إيا كبراأٔ غ،ج فكرِ يُٓا أيراٚخد تٚ (ٔإٌ ايرأة خافت يٍ بعهٓا َشٕزا) اال: فأَسل اهلل عسٔجم،بدا نك Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Ibnu Al Musayyab: bahwa anak perempuan Muhammad bin Muslamah menjadi istri Rafi‟ bin Khadij, dan Rafi‟ tidak menyukai suatu hal yang ada pada diri istrinya itu, barangkali karena sudah tua istrinya berkata, “Janganlah engkau menceraikan aku, peganglah aku menjadi istrimu, dan gilirlah aku menurut kehendakmu.”46
Ada dua hal yang mendorong suami dan istri mengadakannegosiasi dan perdamaian dalam ayat tersebut. Pertama, suami nusyuz sebagaiaman dijelaskan dalam sifat-sifat tersebut di atas. Kedua, I‟radh, yaitu suami berpaling dari istrinya karena sebab-sebab tertentu.47 Banyak cara yang dapat ditempuh isteri, seperti bersikap manis dan simpatik, berhias dan berdandan, bermuka jernih, senyum simpatik, diharapkan mempunyai pengaruh posistif dalam menghilangkan amarah suami, sebagai air conditioning bagi panasnya hati suami. Apabila masih belum berhasil, hendaknya isteri melakukan sulh. Dimaksud dengan sulh 46
Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i, Musnad Imam Syafi’i/Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet ke- 1, h. 379 47
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fikqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: PRENADA MEDIA,2006),h. 193
43
sebagai suatu solusi sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nisa' ayat 128 di atas
yaitu perundingan yang membawa kepada perdamaian,
sehingga suami tidak menceraikan isterinya. Di antara bentuk sulh tersebut antara lain, kesediaan isteri untuk dikurangi hak materi dalam bentuk nafkah, atau dikurangi hak nonmateri, seperti isteri bersedia dikurangi giliran malam dan diberikan kepada isteri yang lain (dalam perkawinan poligami). Cara ini termasuk salah satu langkah untuk menghindari terjadinya perceraian.48 Mengadakan usaha perdamaian yang dilakukan istri bukan berarti bahwa istri harus bersedia merelakan sebagian haknya yang tidak dipenuhi oleh suaminya, tetapi untuk memperlihatkan kepada suaminya keikhlasan hatinya, sehingga dengan demikian suami ingat lagi kepada kewajibannya yang telah ditentukan allah dalam surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi: )٢٢: ٨ / (البقرة
48
https://www.google.com/search?q=nusyuz+suami (senin, 10 maret 2014, 22:45)
44
Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tigakali quru’. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka,jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hakseimbang dengankewajibannyamenurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa,Maha Bijaksana.(Q:S. Al-Baqarah/2:228) Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya kepada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Berkenaan dengan tugas suami berangkat dari hadist Rasulullah SAW, dinyatakan diantaranya kewajiban suami terhadap istri, ialah: 1) Memberi sandang dan pangan 2) Tidak memukul wajah jika terjadi nusyuz 3) Tidak mengolok-olok dengan mengucapkan hal-hal yang dibencinya. 4) Tidak menjauhi istri atau menghindari istri kecuali dalam rumah.49 Nusyuz suami dapat dijadikan alasan bagi seorang istri untuk mengajukan gugatan perceraian yang lazim pada prakteknya disebut dengan cerai gugat kepada Pengadilan Agama untuk memutuskan ikatan perkawinannya.” Cerai gugat yaitu, seorang istri menggugat suaminya untuk bercerai melalui Pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan
49
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI,(Jakarta: Kencana,2006), h. 211
45
mengabulkan gugatan yang dimaksud sehingga putus hubungan penggugat (istri) dengan tergugat (suami) dari perkawinan.50
50
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika,2006),h. 77
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Sejarah Lahirnya Peradilan Agama Jakarta Timur Sejarah kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur sangat erat terkait antara mata rantainya dengan sejarah pembentukan Pengadilan Agama pada umumnya diseluruh kepulauan yang ada di Indonesia, terutama di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur diaplikasi oleh Menteri Agama RI sebagaimana dalam keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967. Adapun secara detailnya, lahirnya Pengadilan Agama Jakarta Timur sebagai berikut: a. Pada saat itu Pengadilan Agama Jakarta di tanah tumpah darah si pitung ini hanya memiliki satu Pengadilan Agama yaitu “Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu 2 (dua) kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian semakin bertambahnya
warga
Ibukota sehingga
terlahirnya keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 yang berisi “Membubarkan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. b. Pada tahun 1966 Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui keputusan beliau Nomor Ib.3/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk
45
46
Ibukota negara ini menjadi 5 (lima) wilayah dengan sebutan kota Administratif. Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan putusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan perubahan kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 (dua) kantor cabang menjadi 4 (empat) kantor cabang, antara lain: 1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur 3. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat 4. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pengadilan Agama Jakarta Timur dibentuk dan berdiri berdasarkan keputusan Menteri Agama RI No. 4 tahun 1967 tertanggal 17 Januari 1967. Pada saat munculnya sebutan Pengadilan Agama Jakarta Timur di wilayah hukum DKI Jakarta, bermula dari sebuah proses. Ketika Lembaga Pengadilan Agama di wilayah hukum DKI Jakarta diberi nama dengan sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” lalu pada saat yang bersamaan melalui keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor I b. 3/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka pada tanggal 18 februari 1967 lahir dan diresmikan pula Pengadilan Agama lain yang berkedudukan di 4 (empat) wilayah hukum DKI Jakarta dalam lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur, yaitu:
47
1. Pengadilan Agama Jakarta Selatan 2. Pengadilan Agama Jakarta Barat 3. Pengadilan Agama Jakarta Utara dan 4. Pengadilan Agama Jakarta Pusat Untuk sebutan “Pengadilan Agama Jakarta Timur” adalah tercermin di dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 7 Januari 1967 tentang Perubahan Kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Pengadilan Agama dulu sebelum lahirnya UU No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan oleh Menteri Agama.51 Akan tetapi, dalam amandemen ketiga UUD 1945 bab IX pasal 24 ayat (2) tentang kekuasaan kehakiman yang disahkan MPR pada 09 November 2001, disebutkan bahwa:”Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi:. Pasal inilah yang membawa pada sistem satu atap (one roof system) dibawah naungan Mahkama Agung RI. Dengan demikian seluruh lembaga peradilan adalah
51
Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 5 ayat (2)
48
sederajat, setara dan sejajar dengan lingkungan peradilan lain dalam pembinaan organisasi, administrasi dan finansial serta pembinaan teknis yustisial. Dan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Implementasi one roof system ini tertuang dalam UU tersebut yakni terdapat pada Pasal 21 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: “Organisasi, administrasi dan finansial Mahkamah Agung dan badan Peradilan yang berada dibawahnya berada dibawah kekuasaan Mahkama Agung”. Dan UU No.3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama semua pembinaan dibawah Mahkamah Agung.52 Pengadilan Agama Jakarta Timur berkedudukan di Kelapa Dua Wetan jl. Raya PKP No. 24 Kel. Kelapa Dua Wetan Kec. Ciracas Kodya Jakarta Timur, Telp (021) 87717549 Kode pos 13730. Gedung Pengadilan Agama Jakarta Timur dibangun di atas nama hak pakai No. 28 Kodya Jakarta Timur dengan luas tanah 2.760 m2, luas bangunan 1400 m2 terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003 dengan dana APBD Pemda DKI Jakarta. Gedung Pengadilan Agama Jakarta Timur sekarang sangat representatif dan cukup memadai untuk melakukan pelayanan yang prima kepada masyarakat, areal tanah dan bangunan yang cukup besar, sehingga bisa memiliki lapangan tenis, lapangan parkir yang nyaman dan areal taman. Dengan keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume pekerjaan yang cukup padat, begitupula dengan karyawan yang berjumlah 75 52
Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentan Peradilan Agama Pasal 5 ayat (1)
49
orang ditambah dengan pegawai honorer 13 orang, maka gedung kantor tersebut dirasakan belum cukup memadai untuk jumlah perkara yang mencapai angka lebih dari 2.500 perkara per tahun. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Timur, Pengadilan Agama Jakarta Timur, dibentuk dan berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI tahun 1967 No. 4 tahun 1967 tertanggal 17 Januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama Di Wilayah Hukum Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Kodya Jakarta Timur adalah wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, yang meliputi 10 kecamatan sebagai berikut: 1. Kecamatan Matraman, terdiri dari 6 (enam) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 153.484 jiwa: a. Kelurahan Kebon Manggis b. Kelurahan Palmerian c. Kelurahan Pisangan Baru d. Kelurahan Kayu Manis e. Kelurahan Utan Kayu Utara f. Kelurahan Utan Kayu Utara Selatan 2. Kecamatan Jatinegara, terdiri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 250.186 jiwa: a. Kelurahan Bali Mester b. Kelurahan Bidaracina
50
c. Kelurahan Cipinang Besar Selatan d. Kelurahan Cipinang Besar Utara e. Kelurahan Cipinang Cempedak f. Kelurahan Cipinang Muara g. Kelurahan Rawa Bunga h. Kelurahan Kampung Melayu Kecil 3. Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 240.074 jiwa: a. Kelurahan Baru b. Kelurahan Cijantung c. Kelurahan Gedong d. Kelurahan kalisari e. Kelurahan Pekayon 4. Kecamatan Kramat Jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 175.883 jiwa: a. Kelurahan Balekambang b. Kelurahan Batu Ampar c. Kelurahan Cawang d. Kelurahan Cililitan e. Kelurahan Dukuh f. Kelurahan Kampung Tengah g. Kelurahan Kramat Jati
51
5. Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 250.878 jiwa: a. Kelurahan Cipinang b. Kelurahan Jati c. Kelurahan Jatinegara Kaum d. Kelurahan Kayu Putih e. Kelurahan Pisangan Timur f. Kelurahan Pulogadung g. Kelurahan Rawamangun 6. Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 251.184 jiwa: a. Kelurahan Cakung Barat b. Kelurahan Cakung Timur c. Kelurahan Jatinegara d. Kelurahan Penggilingan e. Kelurahan Pulogebang f. Kelurahan Rawa Terate g. Kelurahan Ujung Menteng 7. Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 160.679 jiwa: a. Kelurahan Cibubur b. Kelurahan Ciracas
52
c. Kelurahan Kelapa Dua Wetan d. Kelurahan Rambutan e. Kelurahan Susukan 8. Kecamatan Cipayung, terdiri dari 8 (delapan) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 171.883 jiwa: a. Kelurahan Ceger b. Keluruhan Cilangkap c. Kelurahan Cipayung d. Kelurahan Lubang Buaya e. Kelurahan Munjul f. Kelurahan Pondok Rangon g. Kelurahan Setu h. Kelurahan Bambu Apus 9. Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 193.085 jiwa: a. Kelurahan Cipinang Melayu b. Kelurahan Halim c. Kelurahan Kebon Pala d. Kelurahan Pinang Ranti e. Kelurahan Makasar 10. Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 203.280 jiwa:
53
a. Kelurahan Duren Sawit b. Kelurahan Malaka Jaya c. Kelurahan Pondok Kopi d. Kelurahan Pondok Bambu e. Kelurahan Klender f. Kelurahan Malaka Sari g. Kelurahan Pondok Kelapa B. Visi dan Misi Pengadilan Agama Secara garis besarnya, Pengadilan Agama memiliki visi “Terwujudnya Badan Peradilan Agama Yang Agung” dalam bentuk putusan yang adil dan berwibawa sehingga kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai di bawah hidayah Allah SWT. Dan dalam upaya mewujudkan badan peradilan agama yang agung, peradilan agama Jakarta Timur menuangkannya dalam satu visi yaitu: membangun cita Pengadilan Agama Jakarta Timur yang bermartabat, berwibawa, bersih serta mampu memberikan pelayanan secara sederhana, cepat dan biaya ringan. Sedangkan misi Pengadilan Agama Jakarta Timur yakni sebagai berikut: a. Menyelenggarakan manajemen peradilan yang baik dan benar b. Menyelenggarakan tertib administrasi peradilan c. Meningkatkan citra lembaga peradilan yang bermartabat dan berwibawa d. Meningkatkan citra aparat peradilan yang profesional
54
e. Meningkatkan kinerja pelayanan publik f. Meningkatkan disiplin dan prestasi kinerja guna pencapaian pelaksanaan tugas yang optimal. C. Wilayah Yuridiksi serta Stuktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur a. Wilayah Yuridiksi Wilayah yuridiksi yang dimaksud ialah istilah dari kewenangan memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan kewenangan dengan kekuasaan dikenal pula dengan istilah kompetensi, yang terbagi ke dalam 2(dua) aspek yakni: a. Aspek kompetensi absolut, ialah suatu kewenangan atau kekuasaan dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Ban III tentang kekuasaan pengadilan pasal 49 ayat (1) yang berisi “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: 1. Perkawinan 2. Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
55
3. Wakaf dan Shodaqoh. Sejalan
dengan
bertambahnya
kompetensi
Peradilan
Agama
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 dan telah dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, dimana kedudukan Peradilan Agama sebagai salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yaitu: 53 a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infaq h. Shadaqah i. Ekonomi Syariah Selain perkara-perkara dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah, didalamnya juga diatur bahwa Pengadilan Agama berwenang memberikan isbat kesaksian rukyat 53
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Pasal 49
56
hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah, dan memberikan keterangan atau nasehat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. b. Aspek kompetensi relatif, ialah kewenangan atau kekuasaan dalam memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak pencari keadilan. Hal ini berdasarkan ketentuan sebagai berikut: HIR pasal 118 ayat (1 s/d 4) dan pasal 142 (2), dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 pasal 66 ayat 1 s/d 5. Tentang kompetentif relatif ini bagi Pengadilan Agama yang berkedudukan di 5 (lima) wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 yang salah satunya berisi: “Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang daerah hukumnya meliputi kekuasaan Jakarta Timur”. b. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur
57
54
54
http://www.pajakartatimur.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=37&Itemid=135
BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NOMOR: 3024/Pdt.G/2012/PAJT A. Duduk Perkara Sebagaimana tujuan perkawinan yang tertuah dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika tujuan tersebut dapat diwujudkan dalam keluarga tentunya perceraian tidak akan terjadi. Terdapat 2 (dua) lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan masalah perceraian yaitu Pengadilan Negeri bagi pemeluk agama non muslim dan Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam. perceraian yang dilakukan dengan putusan Pengadilan Agama adalah perceraian yang dilakukan berdasarkan suatu gugatan perceraian oleh istri. Pengadilan Agama dalam setiap kesempatan berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan dapat diminta bantuan kepada Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4) setempat.55 Dalam duduk perkara mengenai cerai gugat dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur dengan Nomor Perkara 3074/Pdt.G/2012/PAJT. Antara Linda Dewi Indrayani Binti Margono Yusuf Joni, umur 41 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan Ibu
55
M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Ed. Rev. (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1990), h.165
58
59
Rumah Tangga, Pendidikan Terakhir SLTA/Sederajat, Bertempat Tinggal di Jalan Sarbini III RT.15 RW. 06 No. 22C Kelurahan Makassar Kecamatan Makassar Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta. Disebut sebagai Penggugat melawan Kurdi Wahyudiana Bin R.O Iskandar, Umur 42 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasrta, Pendidikan Terakhir SLTA/Sederajat, Bertempat Tinggal di Jalan Sarbini III RT. 15 RW.06 No. 22C Kelurahan Makassar Kecamatan Makassar Kota Jakarta Timur. Disebut sebagai Tergugat.56 Pada tanggal 19 Desember 2012 penggugat telah mengajukan gugatannya di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam register perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT. Telah mengajukan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1.
Perkawinan mereka telah tercatat di PPN KUA Kecamatan Pulogadung Kota Jakarta Timur pada hari senin, tanggal 03 Juni 1996 dengan Kutipan Akta Nikah Nomor: 166/04/VI/1996, yang dikeluarkan tanggal 03 Juni 1996;
2.
Setelah menikah penggugat dan tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dengan baik, dan telah berhubungan badan dan keduanya bertempat tinggal bersama terakhir di Jalan Sarbini III RT. 15 RW. 06 No. 22C Kelurahan Makassar Kecamatan MakassarKota Jakarta Timur, DKI Jakarta, dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak yang bernama: 56
Sumber barasal dari Arsip Pengadilan Agama Jakarta Timur putusan Perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT
60
2.1. M. Bimo Librianto, Laki-laki lahir di Jakarta tanggal 4 Oktober 1996 2.2. Fika Rizqiana Dewi, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 18 Mei 2002 2.3. Jihan Rahmadhanty, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 01 Oktober 2007; 3.
Kehidupan rumah tangga penggugat dan tergugat mulai goyah dan terjadi pertengkaran dan perselisihan yang sulit diatasi kurang lebih sejak tahun 2007;
4.
Perselisihan dan pertengkaran antara penggugat dan tergugat semakin tajam dan memuncak terjadi pada bulan Oktober 2012.
5.
Ada beberapa sebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara penggungat dan tergugat yakni karena: 5.1. Tergugat sering berkata-kata kasar kepada Penggugat. 5.2. Tergugat jika berselisih dengan Penggugat sering berkata cerai. 5.3. Tergugat kurang menghormati dan menghargai Penggugat sebagai seorang istri. 5.4. Tergugat mempunyai sifat yang tempramental dan emosional dimana tergugat jika terjadi pertengkaran dan perselisihan sering melakukan kekerasan fisik kepada Penggugat.57
6.
Antara Penggugat dan Tergugat sampai saat ini masih satu rumah, namun kurang lebih sejak bulan Oktober 2012 sampai sekarang sudah pisah ranjang dan sudah tidak lagi melakukan hubungan badan sebagaimana layaknya suami istri;
7.
Berhubung Penggugat tergolong keluarga yang kurang mampu, sesuai dengan Surat Keterangan Tidak Mampu yang dikeluarkan oleh Kelurahan Makassar 57
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT
61
Kecamatan Makassar Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta dengan No. 1646/1.842.5 yang dikeluarkan pada tanggal 17 Desember 2012. Dengan ini penggugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar membebaskan penggugat
dari
seluruh
biaya
yang
timbul
akibat
perkara
ini
dan
membebankannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.58 8.
Penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan/cara bermusyawarah atau berbicara dengan tergugat secara baik-baik tetapi tidak berhasil.
9.
Adanya sebab-sebab di atas, maka penggugat merasa rumah tangga antara penggugat dan tergugat tidak bisa dipertahankan lagi, karena perselisihan dan pertengkaran yang berkepanjangan dan sulit diatasi dan tidak dapat diharapkan lagi, maka penggugat berkesimpulan lebih baik bercerai dengan tergugat.59 Dari beberapa alasan tersebut, penggugat mohon kepada Bapak Ketua
Pengadilan Agama Jakarta Timur/ Majelis hakim yang memeriksa perkara ini untuk menjatuhkan putusan yang amarnya yaitu mengabulkan gugatan seluruhnya, mengijinkan penggugatvuntuk berperkara secara Cuma-Cuma, menjatuhkan talak satu
Ba’in
Sughra
terhadap
Tergugat
(Kurdi
Wahyudiana
Bin
58
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT
59
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT
R.O.
62
Iskandar)terhadap Penggugat (Linda Dewi Indrayani Binti Margono Yusuf Joni), dan membebankan biaya perkara ini kepada Negara;60 B. Faktor Penyebab Nusyuz Suami Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya nusyuz pada suami yaitu kurangnya pendidikan agama, tidak bertanggung jawab terhadap keluarga, berpoligami, selingkuh, cemburu buta, bosan terhadap istri karena sudah tidak menarik lagi, kesal terhadap istri, mempunyai kebiasaan yang buruk karena pengaruh pergaulan di luar rumah tangga dan lain sebagainya. C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya kepada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Dan yang berkenaan dengan tugas suami, dalam pandangan hukum Islam sudah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 128. D. Landasan Yuridis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarat Timur Putusan Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT Pelaksanaan tugas peradilan, seorang hakim tidak boleh dipengaruhi atau diintimidasi oleh kekuasaan siapapun, bahkan Ketua Pengadilan sekalipun tidak berhak untuk ikut campur dalam persoalan peradilan yang dilaksanakannya. Bertanggung jawab kepada diri sendiri dan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas putusan yang telah ditetapkan.
60
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 3072/Pdt.G/2012/PAJT
63
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Penggugat datang menghadap dipersidangan sedangkan tergugat tidak hadir dipersidangan dan tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakil/ kuasanya meskipun tergugat telah dipanggil dengan resmi dan patut dan tidak datangnya itu tidak terdapat suatu alasan yang sah menurut hukum, karena itu pemeriksaan terhadap perkaranya tetap diteruskan tanpa hadirnya tergugat. Menimbang, bahwa Majelis hakim telah memberikan nasehat kepada penggugat agar rukun kembali dengan tergugat namun usaha tersebut tidak berhasil. Pemeriksaan dimulai dengan membacakan surat gugatan Penggugat, yang oleh Penggugat menyatakan tetap pada gugatannya tersebut, tidak ada perubahan ataupun penambahan untuk bercerai dengan Tergugat. Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan gugatan yang lain, maka terlebih dahulu Pengadilan mempertimbangkan hubungan hukum Penggugat dan Tergugat dalam hal ikatan pernikahan/ perkawinan mereka. Menimbang, bahwa berdasarkan jawaban Penggugat yang mengakui ikatan pernikahan dengan Tergugat, kemudian dikuatkan dengan alat bukti P.1 berupa kutipan Akta Nikah, maka harus dinyatakan terbukti Penggugat dan Tergugat telah terikat dalam suatu ikatan perkawinan yang sah, oleh karenanya Penggugat dan Tergugat berkualitas sebagai pihak-pihak dalam perkara ini. Menimbang, bahwa alasan yang diajukan Penggugat pada pokoknya karena antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena:
64
1.
Tergugat sering berkata-kata kasar kepada Penggugat
2.
Tergugat jika berselisih dengan Penggugat sering berkata cerai
3.
Tergugat kurang menghormati Penggugat sebagai seorang istri
4.
Tergugat mempunyai sifat tempramental dan emosional dimana Tergugat jika terjadi pertengkaran sering melakukan kekerasan fisik kepada Penggugat. Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat tidak
mengajukan jawaban karena tidak pernah hadir selama pemeriksaan perkara ini, dan dengan ketidak hadirannya tersebut dapat dianggap telah melepas hak jawabannya terhadap gugatan Penggugat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 125 HIR perkara ini dapat diputus secara Verstek/ tanpa hadirnya Tergugat. 61 Menimbang, bahwa Penggugat dan Tergugat telah pernah hidup bersama sebagai layaknya suami istri yang baik dalam keadaan rukun dan telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak, oleh karena itu harus dinyatakan antara Penggugat dan Tergugat telah terbukti telah mempunyai anak yang bernama: 1. M. Bimo Librianto, lahir tanggal 04 Oktober 1996 2. Fika Rizqiana Dewi, lahir tanggal 18 Mei 2002 3. Jihan Rahmadhanty, lahir tanggal 01 Oktober 2007 Menimbang, bahwa untuk mengetahui sejauh mana bentuk perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat tersebut, maka menurut Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 0 Tahun 1975 jo Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, Pengadilan perlu mendengar keterangan saksi-saksi yang diajukan Penggugat. 61
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor: 3074/Pdt.G/2012/PAJT
65
Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi yang diajukan Penggugat yang tidak lain adalah saksi keluarga menerangkan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis terjadi perselisihan disebabkan faktor ekonomi dan Tergugat juga bersikap kasar kepada Penggugat dan sejak 5 tahun yang lalu Penggugat dan Tergugat sudah berpisah rumah. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi tersebut, Pengadilan berkesimpulan bahwa perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat didamaikan lagi karena rumah tangga Penggugat dan Tergugat telah terjadi perpecahan. Dengan demikian Majelis Hakim menilai bahwa rumah tangga seperti itu tidak lagi mencerminkan rumah tangga yang harmonis dan bahagia karena masing-masing hidup secara terpisah yang pada gilirannya telah menimbulkan hambatan komunikasi kedua belah pihak. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah sangat sulit untuk didamaikan lagi dan jika perkawinan tersebut dipertahankan maka tidak akan sesuai lagi dengan cita-cita dan tujuan perkawinan yakni kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah, maka apa yang menjadi alasan dalam gugatan Penggugat telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf “f” Peraturan Pemerintah Tahun 1975 dan sejalan pula dengan Pasal 116 huruf “f” Kompilasi
66
Hukum Islam, oleh karenanya Majelis Hakim dapat menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk bercerai dengan Tergugat. Menimbang, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal 84 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, sebagaimana telah diubah menjadi UndangUndang Nomor 50 Tahun 2009, kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur diperintahkan untuk mengirim salinan putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tempat perkawinan dilangsungkan antara Penggugat dan Tergugat. Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap petitum gugatan Penggugat pada angka 4, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, dan diperbaharui lagi Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara ini dibebankan kepada Penggugat. Menimbang, meskipun perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, namun karena Penggugat telah diizinkan untu berperkara secara Cuma-Cuma sebagaimana Putusan sela Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT, tertanggal 04 Februari 2013, maka sesuai Pasal 237 HIR Penggugat dibebaskan biaya perkara dan seluruh biaya yang timbul dibebankan kepada Negara. Memperhatikan pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan hukum syar’i yang berkaitan dengan perkara ini.
67
1 Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi patut untukmenghadap di persidangan, tidak hadir; 2 Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek; 3 Menjatuhkan talak Ba’in Sughro Tergugat (Kurdi Wahyudiana bin R.O. Iskandar) terhadap Penggugat (Linda Dewi Indrayani binti Margono Yusuf Joni); 4 Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk mengirimkan salinan putusan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah KUA Kecamatan Pasar Rebo Kota Jakarta Timur untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu; 5 Biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp. 206.000,- (dua ratus enam ribu rupiah) dibebankan kepada Negara. E. Analisis 1 Analisis Putusan Perceraian memang bukan hal yang diinginkan oleh setiap keluarga, namun jika dalam keluarga itu sendiri sudah tidak ada lagi keharmonisan di dalamnya yang mungkin lebih banyak membawa mudharat daripada maslahatnya, perceraianlah yang menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannnya. Namun, banyak juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian baik itu yang dilakukan istri ataupun suami yang melalaikan tugas dan kewajibannya dalam membina bahtera rumah tangga, dan salah satunya nusyuz yang dilakukan oleh seorang suami. Sehingga dalam pembahasan ini perceraian dilakukan atas gugatan seorang istri. Oleh karena itu pada
68
kesempatan kali ini, penulis akan mencoba menganalisis kasus gugatan perceraian putusan Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT. Persidangan diketuai oleh Dra. Hj. Farchanah Muqoddas., M. Hum dan Hakim anggota Hj. Yustimar B., S.H dan Dra. Orba Susilawati, M. HI. Dengan Panitera Pengganti Fathony, S.H. Perkawinan antara Penggugat (Linda Dewi Indrayani binti Margono Yusuf Joni) dengan Tergugat (Kurdi Wahyudiana bin R.O Iskandar) terjadi pada hari Senin, tanggal 03 Juni 1996, dicatatkan di PPN KUA Kecamatan Pasar Rebo Kota Jakarta Timur, dengan kutipan Akta Nikah Nomor : 166/04/VI/1996. Awal pernikahan mereka sangatlah rukun sebagaimana layaknya suami istri dengan baik sampai dikaruniai 3 (tiga) orang anak yang bernama: 1.
M. Bimo Librianto, laki-laki lahir di Jakarta 04 Oktober 1996
2.
Fika Rizqiana Dewi, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 18 Mei 2002
3.
Jihan Rahmadhanty, Perempuan lahir di Jakarta tanggal 01 Oktober 2007 Bahwa kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah
karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sehingga sulit diatasi kurang lebih sejak tahun 2007 yang sampai puncaknya terjadi pada bulan Oktober 2012 sehingga akhirnya Penggugat tidak sanggup untuk mempertahankan lagi rumah tangganya. Dalam
putusan
Pengadilan
Agama
Jakarta
Timur
Nomor
3074/Pdt.G/2012/PAJT dapat diketahui bahwa para Hakim pada umumnya dalam
69
memutuskan suatu putusan mengambil dasar hukum, yang diantaranya faktor-faktor penyebab perceraian di atas sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, bahwa : “Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, bahwa: “Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan di sidang tertutup”. Perdamaian antara Penggugat dan Tergugat tidak dapat dicapai karena penggugat tetap pada pendiriannya. Pasal 34 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, bahwa:”Putuisan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka”. Putusan diucapkan dimuka umum pada hari Senin, tanggal 18 Maret 2013 bertepatan dengan tanggal 06 Jumadil Awal 1434 H., Oleh kami Dra. Hj. Farchanah Muqoddas., M. Hum, sebagai Ketua Majelis serta Hj. Yustimar B., S.H. dan Dra. Orba Susilawati, M.HI. masing – masing sebagai Hakim Anggota dibantu oleh Fathony, S.H. sebagai Panitera Pengganti, putusan mana pada hari itu juga diucapkan oleh Ketua Majelis Hakim tersebut di dalam sidang terbuka untuk umum yang dihadiri oleh Penggugat tanpa hadirnya Tergugat. 2 . Analisis Penulis Menurut analisis penulis terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT. Persengketaan terjadi dikarenakan faktor Nusyuz dari suami, yakni tergugat sering berkata-kata kasar kepada Penggugat, jika berselisih dengan Penggugat sering berkata cerai, sebagai seorang suami yang tidak bisa
70
menghormati dan menghargai Penggugat selayaknya sebagai seorang istri, mempunyai sifat tempramental dan emosional dimana jika terjadi pertengkaran dan perselisihan sering melakukan kekerasan fisik kepada Penggugat dan tidak dapat memberikan contoh yang baik kepada keluarganya, yang pada dasarnya seorang suami itu sebagai pemimpin dalam keluarga dan menjadi panutan dalam rumah tangganya. Sehingga akhirnya Penggugat sudah tidak sanggup lagi menanggu sakit perasaannya maka Penggugat pun memilih untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Jakarta Timur. Dalam kasus ini penulis menganggap bahwa ada kebenaran tentang perkara yang diajukan Penggugat. Dalam masalah ini Penulis menganalisis masalah nusyuz suami, namun pada dasarnaya di dalam hukum yang ada hanya memuat tentang nusyuz istri saja, hal ini sebagaimana yang termuat di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 84 ayat 1 yang berbunyi :“istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajibankewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat 1 kecuali dengan alasan yang sah” namun, berdasarkan Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 yang didalamnya menyebutkan tentang perceraian dapat terjadi karena alasan: 1.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
2.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya
71
3.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
4.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain
5.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri
6.
Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
7.
Suami melanggar taklik talak Menurut analisis penulis hal di atas dapat dikategorikan sebagai unsur-
unsur nusyuz suami. Namun, hal seperti ini saja tidak cukup karena tidak ada bentuk kejelasan bagaimana bentuk pengaturan yang dapat diakui dimuka hukum untuk menjamin hak-hak bagi perempuan yang tertindas dan diperlakukan semena-mena oleh suaminya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Nusyuz pada suami yaitu kurangnya pendidikan agama, tidak bertanggung jawab terhadap keluarga, berpoligami, selingkuh, cemburu buta, bosan terhadap istri karena sudah tidak menarik lagi, kesal terhadap istri, mempunyai kebiasaan yang buruk karena pengaruh pergaulan di luar rumah tangga dan lain sebagainya.
72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor penyebab terjadinya Nusyuz pada suami yaitu kurangnya pendidikan
agama,
tidak
bertanggung
jawab
terhadap
keluarga,
berpoligami, selingkuh, cemburu buta, bosan terhadap istri karena sudah tidak menarik lagi, kesal terhadap istri, mempunyai kebiasaan yang buruk karena pengaruh pergaulan di luar rumah tangga dan lain sebagainya. 2. Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya kepada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Dan yang berkenaan dengan tugas suami, dalam pandangan hukum Islam sudah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 128. 3. Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara Nomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT, yakni mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam dimana dalam pasal ini memberikan keterangan mengenai dasar dan tujuan perkawinan.
Jadi,
demi
kemaslahatan
bersama
perceraianpun dikabulkan oleh Majelis Hakim.
72
maka
gugatan
73
B. Saran Berdasarkan pada kenyataan di atas, sebagai catatan akhir yang bisa penulis sarankan adalah: 1.
Bagi calon pasangan suami istri sebelum melangsungkan pernikahan diharapkan agar lebih intensif berkomunikasi dengan BP4.
2.
Bagi pasangan suami istri hendaknya mengutamakan dasar dan tujuan dari pernikahan untuk menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
3.
Diharapkan bagi pemerintah supaya memasukkan alasan dalam perceraian karena nusyuz istri atau suami, sehingga akibat hukum yang ditimbulkan jelas.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Zainuddin. “HukumPerdata Islam Di Indonesia”.Jakarta :SinarGrafika 2006. Ali, Daud Muhammad.Hukum Islam danPeradilan Agama.Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2002. AF,Hasanuddin. Perkawinan dalam Persepkitf Al-Quran (Nikah,Talak,Cerai,Rujuk). Jakarta: Nusantara Damai Press.2011.
Abd al-‘Adzim dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qur’an dan Hadist Secara Etimologi, Sosial dan Syari’at. Jakarta: Pustaka Firdaus 2003. As-Suyuthi, Jalaludin.Sebab Turunnya Al-Qu’ran. Jakarta: Gema Insani. 2009. Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian. Jakarta: Dar Thuwaiq, 1996. Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakinah. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995 Ghazali,
Mohid Norzulailidan Wan Abdul Fattah Wan Ismail, Nusyuz, ShiqaqdanAhkamMenurut Al-Quran, SunahdanUndang-undangKeluarga Islam. Malaysia: KolejUniversiti Islam Malaysia (KUIM),2007.
Hasanuddin, PerkawinandalamPerspektif Al-Quran, Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011. Harahap,
(nikah,talak,cerai,rujuk).
M Yahya.KedudukanKewenangandanAcaraPeradilan Grafika,2003.
Agama.Jakarta:
Sinar
http://www.pajakartatimur.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=37&Item id=135
https://www.google.com/search?q=nusyuz+suami Indra,Hasbi dkk , Potret Wanita Shalehah. Jakarta: PENAMADANI, 2005. InstruksiPresiden RI Nomor 1 tahun HumanioraUtama Press, 2001.
1991,
KHI
di
Indonesia.Jakarta:
Latif,Djamil .Aneka HukumPerceraian di Indonesia.Jakarta :Ghalia Indonesia, 1982.
Mufidah, PsikologiKeluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang Press, 2008. Manan, Abdul, Aneka MasalahHukumPerdata Islam di Indonesia.jakarta: kencana, 2008. Ramulyo, Mohd Idris. Tinjauan beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam- Ed.Rev.- Jakarta: Ind-Hill-Co, 1990 Rusdiana, KamadanJaenalAripin, PerbandinganHukumPerdata,.Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Sopyan,Yayan. Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011. Subekti.Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta:PT. Intermasa,1995. Syarifuddin,Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994. Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, ShahihFiqihWanita.Jakarta: AKBARMEDIA,2009.
Syaikh Hasan Ayyub.Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006.
Selamat,Kasmuri.Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia, 1998.
Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat. Jakarta: Rajawali Press, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bandung: Citra Umbara, 2007,
HASIL WAWANCARA 1. Apakah di Pengadilan Agama Jakarta Timur banyak yang mengajukan gugatan perceraian? Tentu banyak, namun setiap tahunnya kita merekapitulasi akan setiap perkaranya 2. Apa yang menjadi alasan dalam perkara cerai gugat? Banyak yang menjadi alasan dalam perkara cerai gugat, namun terkadang sering kali pertengkaran yang terus menerus menjadi dasarnya. 3. Apakah proses persidangan Cerai Gugatsama dengan Cerai Talak? Sebenarnya sama saja, namun cerai gugat itu persidangannya lebih singkat karena tidak memakai sidang ikrar talak. 4. Apa yang anda ketahui tentang Nusyuz? Nusyuz itu pembangkangan 5. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Nusyuz (suami)? Banyak faktor ya, tapi terkadang suami nusyuz bisa disebabkan karena ulah dari istri, seperti istri jarang di rumah atau tidak patut pada suami. 6. Dan apa pertimbangan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara Noomor 3074/Pdt.G/2012/PAJT? Kita sebagai hakim untuk memutuskan sebuah perkara harus berdasarkan KHI dan UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.