EFEKTIVITAS MEDIASI BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DAN PENGADILAN AGAMA DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR Skripsi diajukan sebagai syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
OLEH:
NIZAR BAHALWAN NIM: 107044201810 KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
EFEKTIVITAS MEDIASI BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DAN PENGADILAN AGAMA DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Nizar Bahalwan NIM: 107044201810
Di Bawah Bimbingan:
Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, MA NIP: 150050917
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2011 H/ 1432 H
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul " Efektivitas Mediasi Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) dan Pengadilan Agama di Kota Administrasi Jakarta Timur", telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana Hukum Islam (S.Hi) pada prodi perbandingan madzhab dan hukum dengan konsentrasi perbandingan hukum.
Jakarta, 10 Juni 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof.DR.H.M.Amin Suma,SH. MA. MM NIP. 19550505 198203 1 012
PANITIA UJIAN
Ketua
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001
: (.................................)
: Hj. Rosdiana, MA NIP : 196906102003122001
: (.................................)
Pembimbing I : Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, NIP : 150050917
: (.................................)
Sekertaris
Penguji I Penguji II
: Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP : 195510151979031002
: (.................................)
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001
: (.................................)
iii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 Mei 2011
Nizar Bahalwan
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn tiada henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan Tuhan khātamul anbiyā’i walmursalīn Muhammad SAW. Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan . Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, Selaku Ketua Program Studi Ahwal al Syakhsiyyah dan Ibu Hj. Rosdiana, MA selaku Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah.
v
3. Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, MA yang telah membimbing, memberikan arahan dan meluangkan waktu dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. 4. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Para Mediator dan Para Staf di Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan dan informasi kepada penulis. 7. Ayahanda H.M.Ali Fuad, ibunda Mutawasitoh, kakanda Ahmed Zauji Mubassor, serta adinda Putri Sari Romadhon dan Dian Zarkasyi yang senantiasa memberikan support baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segenap usaha. 8. Sahabat seperjuangan, teman-teman Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2007. 9. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materil, sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaum al-akhir Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa vi
memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok dan apa yang kita lakukan diridhai oleh Allah swt, amin.
Jakarta: 30 Jumadil Awal 1432 H 4 Mei 2011 M
( Penulis )
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .....................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN ..............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ...........................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................
7
D. Metodologi dan Teknik Penelitian .............................................
8
E. Studi Review Terdahulu ..............................................................
12
F. Sistematika Penulisan .................................................................
13
KERANGKA
TEORITIS
EFEKTIVITAS
DAN
PERDAMAIAN ...............................................................................
15
A. Pengertian Efektivitas ...............................................................
15
B. Indikator Efektivitas ...................................................................
17
C. Pengertian Mediasi .....................................................................
18
D. Landasan Hukum Mediasi .........................................................
22
E. Syarat Perdamaian ......................................................................
27
F. Ruang Lingkup Mediasi .............................................................
30
viii
G. Keuntungan Mediasi ..................................................................
31
POTRET KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR ........
35
A. Letak Geografis ..........................................................................
35
B. Keadaan Demografis ..................................................................
39
C. Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur .......................................
43
D. Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Timur ................
46
EFEKTIVITAS MEDIASI ............................................................
59
A. Upaya BP4 Jakarta Timur Dalam Mendamaikan .......................
59
B. Upaya Pengadilan Agama Jakarta Timur Dalam Mendamaikan
65
C. Laporan Data Perdamaian di BP4 Jakarta Timur .......................
71
D. Laporan Data Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur .....
72
E. Analisa Penulis ...........................................................................
73
PENUTUP ......................................................................................
80
A. Kesimpulan ................................................................................
80
B. Saran ..........................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
84
BAB III
BAB IV
BAB V
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Jadi, perkawinan secara umum bisa dilakukan semua makhluk hidup.1 Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Orang yang berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw, untuk berpuasa. Orang berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan.2 Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh karena itu, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan bagi yang sudah mampu, Sehingga malapetaka yang diakibatkan oleh perbuatan terlarang dapat dihindari. 3 1
Chuzaemah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. IV, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 56. 2
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7.
3
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas,
2008), h. 4.
1
2
Pernikahan merupakan tiang keluarga yang di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sesuai dengan kesucian agama, yang di dalamnya seseorang dapat merasakan bahwasanya pernikahan merupakan ikatan suci yang dapat memuliakan manusia. Pernikahan juga merupakan ikatan rohani yang sesuai dengan kehormatan manusia yang membedakannya dengan hewan dimana ikatan antara jantan dengan betinanya hanyalah nafsu kehewanan saja.4 Filosofi dasar perkawinan adalah upaya menciptakan kehidupan suami isteri yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah. Setiap suami isteri tentu saja mendambakan kehidupan rumah tangga yang langgeng sepanjang hayat di kandung badan. Dapat hidup selamanya dalam satu ikatan sampai mati.5 Diadakan akad nikah untuk selama-lamanya sampai suami isteri tersebut meninggal dunia, karena yang diinginkan oleh Islam adalah langgengnya kehidupan perkawinan. Suami isteri sama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam kehidupan yang baik agar anak-anak bisa menjadi generasi yang berkualitas. Oleh karena itu, ikatan suami isteri adalah ikatan yang paling suci dan teramat kokoh.6 4
Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, (Kairo: Daarul Fikr al-Arabi, 2005), h.
20. 5
Baharudin Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jakarta: Gaung Persada Press), h. 4. 6
Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyyah Kajian Hukum Islam kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2005), h. 162.
3
Tujuan perkawianan berdasarkan penjelasan Undang-undang no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal (mendapat keturunan) berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Dalam kenyataannya, relasi suami isteri tidak selamanya dapat dipelihara secara harmonis, kadang-kadang suami isteri gagal dalam membangun rumah tangganya karena menemui beberapa masalah yang tidak dapat diatasi. Pada akhirnya upaya mengakhirkan kemelut berkepanjangan tersebut diselesaikan melalui alternatif talak (perceraian). Dalam perkawinan tidak selalu yang diinginkan dalam tujuan pernikahan itu tercapai, dengan demikian agama Islam membolehkan suami isteri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT.7 Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah suatu perbuatan halal, tetapi paling dibenci Allah. Tapi faktanya, perceraian itu menjadi fenomena yang tidak dapat terelakkan karena maraknya konflik rumah tangga yang terjadi dalam masyarakat. Mulai dari perceraian yang disebabkan pertengkaran secara terus-menerus atau sebab lain. Oleh karena itu, Allah memberikan solusi yang sangat bijak agar menunjuk seorang hakam atau mediator yaitu juru penengah. Keberadaan mediator dalam kasus perkawinan merupakan penjabaran dari perintah Al-Quran. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa jika ada permasalahan dalam perkawinan, maka diharuskan 7
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, cet. II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 102.
4
diangkat seorang hakam yang akan menjadi mediator. Dengan demikian, keberadaan hakam menjadi penting adanya.8 Dalam Hukum Islam secara terminologis, perdamaian disebut dengan istilah Islah atau Sulh yang artinya adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua belah pihak yang saling bersengketa.9 Untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus menerus dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga atau keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal tersebut sangat terkait dengan apa yang sedang dilakukan oleh Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), yaitu meningkatkan konsultasi perkawinan dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan konseling, mediasi dan advokasi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus menerus dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga atau keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Hal tersebut sangat terkait dengan apa yang sedang dilakukan oleh BP4, yaitu meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan konseling, mediasi dan advokasi. 8
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, h. 103.
9
Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977), Juz III , h. 305.
5
Kemudian perkara perdata yang masuk ke pengadilan harus melewati proses mediasi, hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Apabiala pihak-pihak yang terkait menolak melakukan mediasi maka proses persidangan tidak dapat dilanjutkan karena batal demi hukum. Seperti yang tertera pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 bab I Pasal 2 mengenai “Ruang Lingkup dan Kekuatan Berlaku PERMA” ayat (2) dan (3). Setiap hakim mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini. Dan apabila tidak menempuh prosedur mediasi berdsarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Hal ini dapat dikatakan proses mediasi ini merupakan paksaan bagi para pihak yang berperkara. Oleh karena itu dengan dikeluarkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini yang mengharuskan para pihak yang berperkara mengikuti proses mediasi, penulis tertarik untuk mengetahui seberapa efektif pelaksanaan mediasi yang telah masuk ke dalam sistem Peradilan di Indonesia dan diwajibkan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk dapat mengikuti prosedur mediasi tersebut, khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur, serta mengetahui bagaiamanakah efetifitas pelaksanaan mediasi yang dilakukan di BP4 Jakarta Timur. Penulis memilih melakukan penelitian di Wilayah Jakarta Timur karena Kota tersebut terbilang kota yang paling luas di Jakarta, sehingga efektivitas mediasi tersebut dapat digambarkan dalam skala yang besar.
6
Kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan, bagaimanakah upaya BP4 dan PA dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan perkawinan? Bagaimana strategi atau kebijakan yang dilakukan oleh BP4 dan PA dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa? Bagaimana kinerja mediasi BP4 dan PA dalam menekan angka perceraian? Hambatan apa saja yang dialami oleh kedua Lembaga ini dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa? Tantangan apa saja yang dihadapi dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa? Sejumlah pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah perdamaian dalam perkawinan, sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : " Efektivitas Mediasi Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) dan Pengadilan Agama di Kota Administratif Jakarta Timur". B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah Mengingat keluasan dan kompleksitas masalah mediasi tidaklah mungkin dituangkan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan membatasi permasalahan yang ada, yaitu keefektivan mediasi yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan BP4 Jakarta Timur, dan hanya pada 2 (dua) tahun terakhir ini. Agar lebih terfokus, penulis akan membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Skripsi ini hanya mengkaji upaya dan efektivitas pelaksanaan mediasi. 2. Tahun perkara dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010.
7
3. Lokasi Penelitian di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur. 2. Perumusan Masalah Menurut Pasal 82 Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi: “Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Dari sini kita ketahui bahwa dilaksanakannya mediasi di Pengadilan Agama pada dasarnya untuk mencegah serta mengurangi perceraian, namun dalam kenyataannya angka perceraian tidak menurun secara signifikan walaupun mediasi telah diupayakan oleh para hakim untuk mendamaikan para pihak di dalam proses persidangan. Berdasarkan dari rumusan dari latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan rumusan masalah dengan rinci dalam pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimana upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa?
2.
Bagaimana efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan Pengadilan Agama?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitan Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah, sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa.
8
b. Untuk mengetahui efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan Pengadilan Agama. 2.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi
insan akademisi dalam menambah khazanah pemikiran bagi perkembangan Hukum di Indonesia, sehingga tulisan ini dapat diambil menjadi salah satu solusi alternatif dalam mengurangi angka perceraian. Maka penelitian mengenai perbandingan proses mediasi ini dianggap sangat perlu bagi penulis. D.
Metodologi Penelitian dan Pedoman Penulisan
1.
Pendekatan Penelitian Pendekaatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan
memakai pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang data dan hasil penelitiannya berupa deskripsi kata, skema dan gambar. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.10 Dilihat dari segi objeknya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian sosiologis atau empiris, yaitu penelitian yang bertitik tolak pada data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Penelitian hukum empiris mencari jawaban terhadap kesenjangan (gap) antara hukum yang seharusnya (daas sollen) dengan hukum senyatanya (das sein) di
10
Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 45.
9
dalam masyarakat.11 Pada penelitian ini yang diteliti awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat.12 2.
Sumber Data Berdasarkan sumber datanya, hasil penelitian ini diperoleh dari penelitian
lapangan (field research) yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian secara langsung di daerah penelitian. Namun tidak menutup kemungkinan hasil penelitian ini juga diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang sumber datanya diambil dari tulisan-tulisan (sumber bacaan) yang telah diterbitkan seperti, buku, hasil penelitian, jurnal, majalah, surat kabar dan bahan-bahan dokumen resmi.13 3.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.
Dengan menggunakan metode observasi, yaitu dengan mencatat data yang diperoleh langsung dari praktek di lapangan yang bermanfaat untuk mengetahui secara langsung praktek penanganan mediasi di BP4 dan Pengadilan Agama.
b.
Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini yakni Hakim Mediator Pengadilan Agama Jakarta Timur 11
Yayan Sopyan, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, (Jakarta:T.2009), h.27. 12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3 (Jakarta: UI Press, 1986), h.51.
13
Yayan Sopyan, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, h.28.
10
dan Ketua BP4 Jakarta Timur ataupun para Konsultan BP4 Jakarta Timur, yang kemudian hasil dari wawancara tersebut penulis lampirkan dalam skripsi ini. c.
Studi Dokumenter, yakni dengan memeriksa dan mempelajari dokumentasidokumentasi yang didapat dari lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
d.
Studi Pustaka, yakni dengan mengumpulkan, menelusuri dan mempelajari bukubuku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini hingga mampu memperkaya dan memperkuat analisa penulis.
4.
Kriteria Data Data yang diperoleh untuk penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu : 1.
Data primer Data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri selama
penelitian. Data ini dicari melalui narasumber atau dalam istilah teknis disebut informan. Yaitu orang yang dijadikan sarana mendapatkan informasi atau data, dalam hal ini adalah Kepala BP4 Jakarta Timur, Konsultan BP4 Jakarta Timur dan Kepala Pengadilan Agama Jakarta Timur. Data diperoleh melalui informan dengan wawancara langsung kepada mereka dan observasi langsung untuk menyaksikan proses penanganan keluarga bermasalah untuk mencapai kesepakatan damai yang dilaksanakan di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur.
11
2.
Data sekunder Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang
dibuat untuk maksud yang berbeda. Dalam hal ini data sekunder penulisan ini didapat dari tabel, gambar, dan bahan-bahan hukum seperti Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang No.14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, PP. No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan sumber bacaan lain seperti buku, makalah, hasil penelitian, diktat perkuliahan dan juga sumber-sumber yang berkenaan dengan masalah yang penulis teliti. 5.
Teknik Analisis Data Teknik analisa data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut
secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analisis. Kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti. 6.
Teknik Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada tehnik penulisan yang ada
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007” agar tehnik penulisan dalam skripsi ini dapat memenuhi persyaratan penulisan yang baik dalam membuat suatu tulisan ilmiah.
12
E.
Review Studi Terdahulu Penulis menemukan beberapa juddul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis kemukakan tiga judul skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai berikut : Review studi terdahulu yang pertama adalah skripsi dari Tubagus Chaerul Laily, Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 dengan judul skripsi Efektivitas Mediasi melalui Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat Dalam Menekan Angka Perceraian. Di dalam skripsi ini membahas teori efektivitas dan mediasi. Kemudian membahas strategi atau kebijakan BP4 dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa, kinerja mediasi BP4 serta hambatan dan tantangan yang dihadapi BP4 dalam melakukan mediasi. Review studi terdahulu yang kedua adalah skripsi Syahdan, Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010 dengan judul Skripsi : “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (Studi Analisa Pasca Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”. Skripsi ini membahas faktor-faktor pemicu perceraian dan tahap pelaksanaan mediasi. Kemudian data yang digunakan
13
adalah data perceraian pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan dari tahun 2008 hingga tahun 2009. Review studi terdahulu yang ketiga adalah skripsi Yanto Kiswanto, Jurusan Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010 dengan judul Skripsi : “Upaya Perdamaian Dalam Sidang Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ciamis)”. Skripsi ini membahas teori tentang perdamaian, mulai dari pengertian, dasar hukum, serta hikmah dan manfaat adanya perdamaian. Kemudian membahas efektivitas perdamaian perceraian di Pengadilan Agama Ciamis. Perbedaan penelitian penulis dengan review studi terdahulu di atas adalah penulis membahas masalah perbandingan efektifitas mediasi melalui BP4 dan Pengadilan Agama. Dari beberapa review studi terdahulu belum ada yang membandingan efekfitas mediasi. F.
Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut : Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
14
Bab Kedua berisi tentang efektifitas mediasi melalui BP4 dan Pengadilan Agama yang mencakup teori mediasi, strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam mendamaikan, kinerja mediasi BP4 dan Pengadilan Agama dalam menekan angka perceraian, yang kesemuanya itu guna mengetahui perbandingan antara kedua lembaga tersebut manakah yang lebih efektif dalam menangani keluarga yang mengalami keretakan rumah tangga. Bab
Ketiga
berisi
Profil
Kota
Administrasi
Jakarta
Timur
yang
menggambarkan Letak Geografis, Kondisi Demografis serta Kondisi Sosial masyarakat Kota Administrasi Jakarta Timur. Bab Keempat berisi gambaran hasil penelitian yang didapat dari data-data yang diperoleh dari BP4 dan Pengadilan Agama di Kota Administrasi Jakarta Timur. Pada bab ini merupakan bab yang paling utama dalam penulisan skripsi ini, membahas dan melakukan analisa terhadap hasil penelitian. Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II KERANGKA TEORITIS EFEKTIVITAS DAN PERDAMAIAN A.
Pengertian Efektivitas Dalam ensiklopedi umum, efektivitas diartikan dengan menunjukkan taraf
tercapainya suatu tujuan. Maksudnya adalah sesuatu dapat dikatakan efektif kalau usaha tersebut telah mencapai tujuan secara ideal. Efektivitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai, sedangkan efisiensi menggambarkan bagaimana sumber daya tersebut dikelola secara tepat dan benar.1 Menurut Ahli Manajemen Peter Drucker, efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right).2 Efektivitas juga dapat dikatakan,
3
adanya kesesuaian antara orang yang
melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, dan berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Efektivitas juga merupakan kata yang menunjukkan turut tercapainya suatu tujuan. Kriteria yang menjadikan suatu tujuan atau rencana menjadi efektif, harus meliputi: kegunaan, ketetapan dan objektifitas, adanya ruang lingkup (prinsip kelengkapan, kepaduan dan konsisten), biaya akuntabilitas dan ketepatan waktu. 1
T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), cet-2, h. 7.
2
T. Hani Handoko, Manajemen, h. 7.
3
T. Hani Handoko, Managemen, h.7.
15
16
Efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu hukum dalam menangani suatu permasalahan yang dapat diselesaikan oleh keeksistensian hukum tersebut, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan hukum itu sendiri. Keefektivitasan hukum adalah situasi dimana hukum yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat kontrol sosial atau sesuai tujuan dibuatnya hukum tersebut.4 Efektivitas hukum dalam masyarakat berarti menilai daya kerja hukum itu dalam mengatur atau memaksa masyarakat uuntuk taat terhadap hukum. Namun agar hukum dan peraturan benar-benar berfungsi secara efektif, senantiasa dikembalikan pada penegak hukumnya, dan untuk itu sedikitnya memperhatikan lima faktor penegakan hukum (law inforcement), yaitu: 1. Hukum atau aturan itu sendiri; 2. Penegak hukum; 3. Fasilitas yang mendukung pelaksanaan penegakan hukum; 4. Masyarakat; 5. Kebudayaan. Kemudian efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian tujuan dari usaha yang telah dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan mediasi di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur. Seberapa besar kesuksesan yang 4
E. Mulyana, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan Implementasi (Jakarta: PT Rosyda Karya, 2004), h. 82.
17
diraih oleh kedua lembaga tersebut dalam melaksanakan usaha damai dalam wadah mediasi dengan memperhatikan berbagai macam aturan yang ada, baik peraturan yang berasal dari pemerintah maupun peraturan yang berasal dari agama. Dalam realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penerapan hukum tidak efektif sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam perspektif efektivitas hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau pelaksanaan hukum yang kurang efektif. Pada hakikatnya persoalan efektivitas hukum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis.5 B.
Indikator Efektivitas Sumaryadi berpendapat bahwa organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi
tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan demikian pada dasarnya efektifitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa apabila suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.6
5
Ilham Idrus, Efektivitas Hukum, artikel diakses pada 1 Juni 2011 dari http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html 6
Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 35.
18
Dalam buku Sujadi F. X disebutkan bahwa untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kerja haruslah dipenuhi syarat-syarat ataupun unsur-unsur sebagai berikut :7 a. Berhasil guna, yaitu untuk menyatakan bahwa kegiatan telah dilaksanakan dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. b. Ekonomis, dilakukan dengan biaya sekecil mungkin sesuai dengan rencana serta tidak ada penyelewengan. c. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab, yakni untuk membuktikan bahwa dalam pelaksanaan kerja sumber-sumber telah dimanfaatkan dengan setepat-tepatnya dan harus dilaksanakan dengan bertanggung jawab sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, jadi apa yang telah dilaksanakan dapat dibuktikan pertanggung jawabannya. d. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab, arinya wewenang haruslah seimbang dengan tanggung jawab dan harus dihindari adanya dominasi oleh salah satu pihak atas pihak lainnya. e. Pembagian kerja yang sesuai, dibagi berdasarkan beban kerja, ukuran kemampuan kerja dan waktu yang tersedia. C.
Pengertian Mediasi Dalam bahasa Inggris mediasi disebut dengan mediation yang berarti
penyelesaian sengketa dengan menengahi.8
7
Sujadi F. X., Penunjang Keberhasilan Proses Manajement, (Jakarta: CV Masagung, 1990), cet-
3. h. 36. 8
John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggis Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1990), h. 377.
19
Penyelesaian sengketa dengan menengahi menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya untuk menengahi dan menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak yang bersengketa.9 Dalam bahasa arab, perdamaian berasal dari terjemahan kata ُّصلْح ُ اَل, yang merupakan bentuk masdar dari َصلُح َ < ُصلُح ْ َصلْحًا < ي ُ yang berarti :10
َّشرِ ْيعَ ِت عَق ٌد َيرْفَ ُع ال ِىسَاع َ ى السَاِلمَتُ َبعْ َد ا ْلمُىَازَعَ ِت َو فِى ال َ ِه الّصَالِحَ ِت وَه َ ِح فِى الُلغَتُ ِاسْ ٌم م ُ ّْصل ُ اَل Artinya : “Ash-Shulhu (perdamaian) menurut bahasa merupakan suatu nama dari maslahah yang artinya saling menyerah setelah adanya pertikaian. Dan secara terminologi berarti suatu akad yang dapat menghilangkan pertikaian.” Mohammad Anwar mendefinisikan perdamaian (sulhu) menurut lughat ialah memutuskan pertentangan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu perjanjian untuk mendamaikan orang-orang yang berselisih.11 Sedangkan menurut Ranuhandoko dalam bukunya “Terminologi Hukum” mediasi diartikan dengan pihak ketiga yang ikut campur dalam perkara untuk mencapai penyelesaian.12
9
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 2. 10
Ali Bin Muhammad Al Jarjani, Al-Ta‟rifat, (Jedah: AlHaramain, t.th), h. 143.
11
Sudarsono, Pokok-pokok hhukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. 2, h. 487.
12
I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 399.
20
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasihat.13 Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.14 Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non-intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut disebut “mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkatan lain, mediator di sini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, tetapi di tangan para pihak yang bersengketa.15
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 569. 14
Garry Goopaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1993), h. 201. 15
Rachmadi Usman, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT Aditya Bakri, 2003), h. 82.
21
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perdamaian adalah suatu akad atau perjanjian yang bertujuan untuk mengakhiri pertikaian antara dua belah pihak yang sedang berselisih atau bersengketa secara damai. Kata perdamaian atau ishlah merupakan istilah denotatif yang sangat umum, dan istilah ini bisa berkonotasi perdamaian dalam lingkup keharta bendaan, perdamaian dalam lingkup khusumat dan permusuhan, perdamaian dalam urusan rumah tangga, perdamaian antara sesama muslim, dan sebagainya.16 Dalam perdamaian perlu adanya timbal balik dan pengorbanan dari pihak-pihak yang berselisih dan bersengketa, atau dengan kata lain pihak-pihak yang berperkara harus menyerahkan kepada pihak yang lebih dipercayakan untuk menyelesaikan perkara yang sedang diperselisihkan oleh keduanya agar permasalahannya dapat diselesaikan secara damai dan tidak ada permusuhan diantara keduanya. Dengan demikian perdamaian adalah merupakan putusan berdasarkan kesadaran bersama dari pihak-pihak yang berperkara, sehingga tidak ada kata menang ataupun kalah, semuanya sama-sama baik, kalah maupun menang.17 Perdamaian bukanlah putusan yang ditetapkan atas tanggung jawab hakim, melainkan sebagai persetujuan antara kedua belah pihak atas tanggung jawab mereka sendiri. Perdamaian yang terjadi di muka sidang pengadilan, majelis hakim membuatkan akta perdamaian menurut kehendak pihak-pihak yang berperkara. Itulah 16 17
Helmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), cet.1, h. 49
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), cet. 2, h. 47.
22
sebabnya menurut pasal 130 ayat (3) HIR, 154 ayat (3) RBg putusan perdamaian tidak dapat dimintakan banding.18 Kemudian dalam pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.19 Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum pembacaan gugatan dari penggugat, hakim wajib memerintahkan para pihak untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan perkara. Apabila perdamaian di muka sidang pengadilan dapat dicapai, maka acara berakhir dan majelis hakim membuatkan akta perdamaian (certificate of reconciliation) antara pihak-pihak yang berperkara yang memuat isi perdamaian, dan majelis hakim memerintahkan para pihak agar mematuhi dan memenuhi isi perdamaian tersebut. Akta perdamaian mempunyai kekuatan berlaku (force of execution) dan dijalankan sama dengan putusan hakim (Pasal 130 ayat (2) HIR, 154 ayat (2) RBg).20 D.
Landasan Hukum Mediasi Dalam kitab suci Al Quran ayat yang berhubungan dengan perdamaian (mediasi)
antara lain dalam surat QS. An Nisa (4): 35
18
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia , (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 94. 19
Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
20
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 94.
23
ن َ ِهلل بَيْ َى ُهمَا ا ُ صلًاحًا يُىَ ِفكِ ا ْ ِن ُيرِيْدًا ا ْ ِح َكمًا مِهْ اَ ْهِلهَا ا َ ح َكمًا مِهْ اَ ْهلِ ِه َو َ ق بَيْ ِى ِهمَا فا ْبعَثىْا َ ن خِفْخُمْ شِقا ْ ِوَ ا ) :\ علِ ْيمًا خَبِ ْيرًا ( الىساء َ ن َ هلل كَا َ ا Artinya: “ Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. An-Nisa’/ 4: 35) Dan Firman-Nya:
ح ُ ّْصل ُ صلْحًا َو ال ُ ّصلِحَا بَيْ َى ُهمَا ْ ُن ي ْ َعلَ ْي ِهمَا ا َ ح َ عرَاضًا َفلَا جُىَا ْ ِه َب ْعِلهَا ُوّشُ ْىزًا اَوْ ا ْ ِج م ْ َن ا ْم َراَ ٌة خَاف ِ ِوَ ا )1 :\ ( الىساء. ن خَبِ ْيرًا َ ْهلل ِبمَا َح ْع َملُى َ حسِىُىْا وَحَخَقُىْا فَاِنَ ا ْ ُن ح ْ ِح َوا َ ُس الّش ُ ُضرَثِ االَوْف ِ ْخَ ْي ٌر وَ اُح Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Nisa’ : 128) Kemudian dasar hukum mediasi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan seperti dalam Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, yang berbunyi: (1) Pada
sidang pertama
pemeriksaan
gugatan
perceraian,
Hakim
berusaha
mendamaikan kedua pihak. (4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
24
Dalam pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, ketua Majelis Hakim diberi wewenang menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara. Tawaran perdamaian dapat diusahakan sepanjang pemeriksaan perkara sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan. Perdamaian ditawarkan bukan hanya pada sidang hari pertama, melainkan juga pada setiap kali sidang. Hal ini sesuai dengan sifat perkara bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak, karenanya pihak-pihak juga yang dapat mengakhirinya secara damai melalui perantaraan majelis hakim di muka sidang pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pengadilan tidak menutup kemungkinan untuk upaya penyelesaian perkara pedata secara perdamaian.21 Lalu mengenai pemeriksaan perkara perceraian di pengadilan, ada pasal-pasal lain yang mengatur masalah perdamaian ini, yaitu dalam pasal 56 ayat (2), 65, 83 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dan pasal 31, 33 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menganjurkan kepada Hakim agar selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara di dalam persidangan, yaitu dalam pasal 143 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: (1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian Hakim mendamaikan kedua belah pihak. (2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan setiap sidang pemeriksaan. 21
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 93.
25
Di dalam Hukum Perdata (BW) juga mengatur masalah perdamaian ini, diantaranya Pasal 1851 BW tentang perdamaian mempunyai definisi Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara”. Dalam pasal lain juga dijelaskan tentang perdamaian pasal 1853 BW perdamaian yang menjelaskan tentang kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat diadakan perdamaian.” Dalam Pasal 202 BW tentang pembubaran perkawinan juga menjelaskan perdamaian yaitu “…pengadilan negeri harus memerintahkan kedua suami isteri, supaya bersama-sama dan dengan diri sendiri, menghadap di muka seorang anggota atau lebih dari pengadilan, yang mana nanti akan mencoba memperdamaikan kedua belah pihak.” Dan juga pasal yang membahas hal sama yaitu Pasal 203 BW tentang pembubaran perkawinanyang menjelaskan“…sementara itu pengadilan leluasa, setelah selesainya pemeriksaan, mempertangguhkan putusnya selama enam bulan, jika kiranya nampak olehnya kemungkinan-kemungkinan akan masih tercapainya perdamaian.” Begitu juga dalam Pasal 130 HIR/154 RBG.22 disebutkan bahwa Apabila pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan perantaraan kedua sidang berusaha mendamaikan mereka.
22
Mohammad Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 61.
26
1. Jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan dibuat suatu akta perdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan perjanjian itu; Akta perdamaian tersebut berkekuatan dan dapat dijalankan sebagaimana putusan yang biasa. 2. Terhadap putusan yang sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pada pasal 1 butir 7 disebutkan bahwa: Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Dalam suatu sengketa antara dua pihak atau beberapa pihak, maka dapat diupayakan untuk perdamaian. Perdamaian dapat dilakukan di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Di luar Pengadilan, mediasi dapat dilakukan di BP4 yang sekarang kepanjangannya menjadi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perekawinan), dasar hukumnya seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”. Kemudian dalam Konsideran Munas BP4 ke-XIV Tahun 2009 poin a-c disebutkan :
27
a. bahwa BP4 sebagai lembaga mitra Departemen Agama bertugas membantu dalam meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangkan gerakan keluarga sakinah; b. bahwa di era pasca reformasi saat ini peran BP4 sangat diperlukan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam upaya mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah; c. bahwa untuk melaksanakan misi tersebut, upaya BP4 memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat berupa penasihatan, pembinaan, pelestarian, mediasi dan advokasi perkawinan serta memberikan dorongan kepada segenap tokoh masyarakat, ormas Islam, Konselor dan Penasihat Perkawinan untuk lebih proaktif memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingnya eksistensi keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; Dengan demikian peranan mediator dalam usaha menyelesaikan perkara secara damai adalah sangat penting. Jelas mediator mempunyai peranan penting untuk menyelesaikan secara damai terhadap perkara perdata yang diperiksanya. Putusan perdamaian mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat pada umunya dan khususnya orang yang mencari keadilan. E.
Syarat Perdamaian Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perdamaian itu adalah
persetujuan dari kedua belah pihak yang berperkara untuk menyerahkan, menjanjikan
28
atau menahan suatu barang, dengan maksud untuk mengakhiri suatu perkara. Persetujuan itu harus dibuat secara tertulis.23 Ketentuan formal dari suatu putusan sebagaimana tersebut dalam pasal 1851 KUH Perdata, Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dapat dikemukakan sebagai berikut :24 1. Adanya persetujuan dari kedua belah pihak Langkah awal yang harus dilaksanakan oleh hakim dalam menyidangkan suatu perkara adalah mengadakan perdamaian para pihak yang bersengketa. Dalam perkara perceraian usaha mendamaikan para pihak dilaksanakan terus menerus pada setiap persidangan sampai hakim menjatuhkan putusan.25 Dalam usaha mendamaikan yang dilaksanakan oleh Majelis Hakim dalam persidangan, kedua belah pihak tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses perdamaian. Segala sesuatu harus memperoleh persetujuan dari pihak lain.26 2. Mengakhiri sengketa Dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dikemukakan bahwa, 27 apabila perdamaian tercapai pada waktu persidangan, dibuat suatu akta perdamaian yang mana 23
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Al-Hikmah 2000), h. 96. 24
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 97.
25
Lihat KHI Pasal 143 Ayat (1) dan (3).
26
Mahkamah Agung RI, JICA, IICT, buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, h. 17. 27
M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar‟iyah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), Cet.1, h.22.
29
kedua belah pihak dihukum melaksanakan perjanjian itu. Akta perdamaian yang dibuat itu harus benar-benar mengakhiri sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak yang berperkara. Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan tidak dapat dimohonkan banding, jadi Majelis Hakim harus benar-benar mengakhiri sengketa yang sedang terjadi antara pihak-pihak yang berperkara secara tuntas, dan harus benar-benar mengakhiri sengketa secara keseluruhan dan diharapkan tidak timbul persoalan yang sama dikemudian hari.28 3. Perdamaian atas sengketa yang telah ada Dalam Pasal 1851 KUH Peradata dikemukakan bahwa syarat untuk dapat dijadikan dasar putusan perdamaian itu hendaklah persengketaan para pihak sudah terjadi, baik yang sudah wujud, maupun sudah nyata terwujud tetapi baru akan diajukan ke pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya perkara siding di pengadilan.29 Berdasarkan Pasal 1851 KUH Perdata di atas dapat dipahami bahwa perdamaian itu dapat lahir dari suatu sengketa perdata yang sedang diperiksa di pengadilan maupun yang belum diajukan ke pengadilan, atau perkara yang sedang tergantung di pengadilan sehingga persetujuan perdamaian yang dibuat oleh para pihak dapat mencegah trjadinya perkara di pengadilan. 28
M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar‟iyah di Indonesia, h. 22. 29
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 98.
30
4. Bentuk perdamaian harus tertulis Dalam Pasal 1851 KUH Perdata juga dikemukakan bahwa persetujuan perdamaian itu sah jika dibuat secara tertulis. Syarat ini bersifat imperative (memaksa), jadi tidak ada persetujuan perdamaian apabila dilaksanakan dengan lisan di hadapan pejabat yang berwenang. Akta perdamaian harus dibuat tertulis sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku.30 F.
Ruang Lingkup Mediasi Konflik atau sengketa yang terjadi pada manusia cukup luas ruang lingkupnya.
Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah prifat. Konflik dalam wilayah publik yaitu konflik yang terkait erat dengan kepentingan umum, di mana Negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum tersebut. Kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan seseorang, harus diselesaikan secara hukum melalui penegakan aturan pidana di pengadilan. Dalam kasus pidana, pelaku kejahatan atau pelanggaran tidak dapat melakukan tawar menawar dengan Negara. Dalam hukum Islam, kepentingan umum yang dipertahankan Negara melalui sejumlah aturan pidana dikenal dengan mempertahankakn hak Allah (haqqullah).31 Beda halnya dengan wilayah hukum prifat, dimana titik berat kepentingannya terletak pada kepentingan perseorangan (pribadi). Dimensi prifat cukup luas 30 31
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 99.
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 22.
31
cakupannya. Yaitu meliputi hukum keluarga, hukum kewaarisan, hukum kekayaan, hukum perjanjian (kontrak), bisnis dan lain-lain. Dalam dimensi hukum prifat atau perdata, para pihak yang bersengketa dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum di pengadilan ataupun di luar jalur pengadilan. Karena dalam hukum Islam dimensi perdata mengandung hak manusia (haqqul „ibad) yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa.32 Oleh karena itu, mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah prifat/ perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkungan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan melalui jalur mediasi. Penyelesaian melalui jalur mediasi ini dapat ditempuh di pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan merupakan rentetan dari prosedur hukum di pengadilan. Sedangkan bila mediasi dilakukan di luar pengadilan, maka proses mediasi tersebut adalah bagian tersendiri yang terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.33 G.
Keuntungan Mediasi Terdapat beberapa keunggulan dari mediasi jika dibandingkan dengan
penyelesaian sengketa melalui litigasi atau arbitrase. Pemutusan perkara baik melalui litigasi maupun arbitrase bersifat formal, memaksa, melihat ke belakang, berciri 32
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
33
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
h. 22. h. 23.
32
pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak melitigasi suatu sengketa prosedur pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang ketat dan suatu konklusi pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan hasilnya. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan juga menempatkan para pihak pada dua sisi yang bertolak belakang, satu pihak sebagai pemenang (winner) dan pihak lainnya sebagai pihak yang kalah (looser). Secara umum pihak yang berperkara menggunakan jalur mediasi sebagai penyelesaian sengketa dapat menemukan beberapa keuntungan (hikmah) diantaranya adalah : a. Penyelesaian melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum. Kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum (legal term) kepada pendekatan yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas pembuktian ke arah persamaan persepsi yang saling menguntungkan. b. Aturan pembuktian tidak perlu, tidak ada pertarungan yang sengit antara para pihak untuk saling membantah dan menjatuhkan pihak lawan melalui system dan prinsip pembuktian yang formil dan teknis yang sangat menjemukan seperti halnya dalam proses arbitrase dan pengadilan.34 c. Proses cepat, persengketaan yang paling banyak ditangani oleh pusat-pusat mediasi publik dapat dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsung dua hingga 34
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), cet. 8, h. 236.
33
tiga minggu dan rata-rata waktu yang digunakan setiap pemeriksaan atau setiap kali pertemuan hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal ini sangat berbeda jauh dengan jangka waktu yang digunakan dalam proses arbitrase dan proses litigasi.35 d. Bersifat rahasia, segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi bersifat sangat rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses pemeriksaannya tidak dihadiri oleh publik. Hal tersebut sangat berbeda dengan pemeriksaan lewat proses litigasi. Untuk perkara-perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka untuk umum dapat dihadiri oleh publik atau diliput oleh pers sehingga dapat menjaga privasi masing-masing pihak. e.
Biaya ringan, sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan pelayanan dengan biaya sangat murah dan juga tidak perlu membayar biaya pengacara karena dalam proses mediasi kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.36
f. Adil, solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan kebutuhankebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa dan oleh sebab itu pulalah keputusan yang diambil atau dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak. 37
35
Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum, (Jakarta: Al Hikmah, 2004), No. 63, h. 25.
36
Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum, No. 63, h. 28.
37
Rachmadi Usman, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, h. 85.
34
g. Pemberdayaan individu, orang-orang yang menegosiasikan sendiri masalahnya sering merasa punya lebih banhyak kuasa dari pada mereka yang melakukan advokasi melalui wakil seperti pengacara. h. Melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara yang lebih ramah. i. Kesepakatan yang lebih baik daripada hanya menerima hasil prosedur menangkalah. j. Hubungan para pihak bersifat kooperatif. Oleh karena yang berbicara dalama penyelelsaian adalah hati nurani, terjalin penyelesaian berdasarkan kerjasama. Mereka tidak menabuh gendering perang dalam permusuhan atau antagonism, tetapi dalam persaudaraan dan kerjasama. Masing-msing menjauhkan dendam dan permusuhan. k. Komunikasi dan fokus penyelesaian. Dlam penyelesaian perdamaian terdapat komunikasi aktif antara par pihak. Dalam komunikasi itu, terpancar keinginan memperbaiki perselisihan dan kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih baik untuk masa depan. Jadi melalui komunikasi itu, apa yang mereka selesaikan bukan masa lalu (not the past) tapi untuk masa yang akan dating (for the future).38
38
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 237.
BAB III POTRET KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR A.
Letak Geografis Wilayah Jakarta Timur 95 % terdiri dari daratan dan selebihnya rawa atau
persawahan dengan ketinggian rata-rata 50m dari permukaan air laut serta dilewati oleh beberapa sungai kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang, Kali Sunter, Kali Cipinang. Letak geografis Kota ini berada diantara 1060 49' 35'' Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Posisi yang melengkapi wilayah ini berbatasan dengan:
Sebelah Utara Jakarta Pusat dan Jakarta Utara
Sebelah Barat Jakarta Selatan
Sebelah Selatan Kab. Daerah Tk.II Bogor
Sebelah Timur Kab. Daerah Tk.II Bekasi.1 Berikut adalah luas wilayah kecamatan dan jumlah kelurahan yang ada di
Jakarta Timur:2 Kecamatan, Luas Wilayah Dan Jumlah Kelurahan Kecamatan 1. Matraman 2. Jatinegara 3. Pasar Rebo
Luas Wilayah (Ha) 485,13 1.063,52 1.294,60
Jumlah Kelurahan 6 8 5
1
Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, “Wilayah Jakarta Timur”, artikel diakses pada 19 April 2011 dari http://jakarta.go.id/2009/10/wilayah-jakarta-timur.html. 2
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Demografi, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id
35
36
4. Kramat Jati 5. Pulo Gadung 6. Cakung 7. Ciracas 8. Cipayung 9. Makasar 10. Duren Sawit Jumlah
1.333,45 1.572,15 4.248,08 1.608,30 2.729,59 2.163,01 2.270,60 18.767,43
7 7 7 5 8 5 7 65
Luas Wilayah Menurut Administrasi Pemerintah No
Kecamatan
1. Pasar Rebo Pekayon Kalisari Baru Cijantung Gedong Jumlah 2. Ciracas Cibubur Kelapa Dua Wetan Ciracas Susukan Jumlah 3. Cipayung Pondok Rangon Cilangkap Munjul Cipayung Setu Bambu apus Ceger Lubang Buaya Jumlah
Luas (Km2)
% Terhadap Kecamatan Kodya
3.14 2.89 1.89 2.37 2.85 12.94
24.26 22.33 17.80 18.32 20.49 100.00
1.87 1.54 1.01 1.26 1.42 6.89
4.50 3.97 9.93 2.19 2.09 16.08
27.98 20.96 24.44 13.62 13.00 100.00
2.40 1.60 2.09 1.18 1.10 8.57
4.47 4.30 1.90 3.09 3.08 3.17 3.63 3.72 27.36
16.34 15.72 6.94 11.29 11.26 11.59 13.27 13.59 100.00
2.38 2.29 1.01 1.62 1.64 1.69 1.93 1.96 14.57
37
4. Makasar Pinang Ranti Makasar Kebon Pala Halim P. Kusuma Cipinang Melayu Jumlah
1.89 1.85 2.30 13.07 2.53 21.64
8.73 8.55 10.63 60.40 11.69 100.00
1.02 0.98 1.22 6.96 1.35 11.53
5. Kramat Jati Bale Kambang Batu Ampar Kampung Tengah Dukuh Kramat Jati Cililitan Cawang Jumlah
1.67 2.55 2.03 1.98 1.52 1.80 1.79 13.34
12.52 19.12 15.22 14.84 11.39 13.49 13.42 100.00
0.89 1.36 1.08 1.08 0.81 0.96 0.95 7.10
6. Jatinegara Bidara Cina Cipinang Cimpedak Cipinang Muara Cip.Besar Utara Cip. Besar Selatan Rawa Bunga Bali Mester Kampung Mester Jumlah
1.26 1.67 1.63 1.15 1.63 0.88 0.67 0.48 10.84
11.84 15.70 15.32 27.25 10.81 8.27 6.30 4.51 100.00
0.67 0.89 0.87 1.54 0.62 0.47 0.36 0.25 5.67
7. Duren Sawit Pondok Bambu Duren Sawit Pondok Kelapa Pondok Kopi Malaka Sari Malaka Jaya Klender Jumlah
4.99 4.58 5.72 2.06 1.38 0.99 3.08 22.80
21.88 20.09 25.09 9.04 6.05 4.34 13.51 100.00
2.66 2.44 3.04 1.10 0.73 0.53 1.64 12.148
38
8. Cakung Jatinegara Pengilingan Pulogadung Ujung Menteng Cakung Timur Cakung Barat Rawateratai Jumlah
6.60 4.48 6.88 4.43 9.81 6.19 4.10 42.47
15.54 10.56 16.15 10.49 23.10 14.57 9.68 100.00
3.52 2.39 3.65 2.36 5.23 3.30 2.18 22.63
9. Pulogadung Pisangan Timur Cipinang Jatinegara Kaum Jati Rawamangun Pulogadung Kayu Putih Jumlah
1.80 1.54 1.23 2.15 2.60 1.92 4.37 15.61
11.53 9.87 7.88 13.77 16.66 12.30 27.99 100.00
0.96 1.62 1.67 1.14 1.38 1.02 2.33 8.32
0.78 0.65 0.66 0.57 1.12 1.05 4.85 187.73
18.08 13.40 14.02 11.72 23.09 21.00 100.00
0.41 0.35 0.38 0.30 0.60 0.56 2.58 100.00
10. Matraman Kebon manggis Pal Meriam Pisangan Baru Kayu Manis Utan Kayu Selatan Utan Kayu Utara Jumlah Jumlah keseluruhan
Sumber data : Kotamadya Jakarta Timur / April 2003
Iklim dan Cuaca
Beriklim Panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun sekitar 27 derajad celcius
Curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun sampai dengan maksimum bulan Januari
39
Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65 Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga serta dihuni oleh Penduduk sebanyak lebih kurang 1.959.022 jiwa terdiri dari 1.044.847 jiwa laki-laki dan 914.175 jiwa Perempuan. Atau sekitar 10 % dari jumlah penduduk DKI Jakarta dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per Km2. Pertumbuhan penduduk 2,4 persen per Tahun dengan pendapatan per Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00.3
B.
Keadaan Demografis
1. Penduduk Dan Ketenagakerjaan Dibidang ketenaga kerjaan, jumlah angkatan kerja diperkirakan mencapai 1,17 juta orang yang terdiri atas 989 ribu pekerja dan 182 ribu pengangguran, yang dapat dilihat dalam tabel berikut : Jumlah Penduduk bermur 10 tahun ke atas di Jakarta Timur berdasarkan Jenis Kegiatan : JENIS KELAMIN NO
JENIS KEGIATAN
JUMLAH
1. Angkatan Kerja
LAKI- PEREMPUAN LAKI 772.440 398.937
2. Bekerja
669.291
319.809
989.100
3. Pengangguran
103.149
79.128
182.277
4. Bukan Angkatan Kerja
240.681
598.641
839.322
5. Sekolah
156.843
147.894
304.737
16.014
414.480
430.494
6. Mengurus Rumah Tangga
3
1.171.377
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Demografi, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id
40
7. Lainnya
67.824
36.267
104.091
Jumlah
1.013.121
997.578
2.010.699
Profil pencari kerja di dominasi oleh yang berpendidikan SLTA sejumlah 109.092 pencari kerja, ini dapat dilihat sesuai dengan tabel berikut ini : Tabel Jumlah pencari kerja menurut pendidikan:4 JENIS KELAMIN NO
PENDIDIKAN
LAKILAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
Tidak/Belum Pernah Sekolah
452
0
452
2
Tidak / Belum Tamat SD
452
577
1.029
3
SD
9.501
8.664
18.165
4
SLTP
16.287
9.819
26.106
5
SLTA
62.885
46.207
109.092
6
Akademi dan Universitas
13.572
13.382
27.434
103.149
79.129
182.278
JUMLAH
Dengan pekerja didominasi oleh pekerja disektor perdagangan, hotel dan restoran sejumlah 310.389 pekerja atau setara dengan 31,38% disektor jasa-jasa sejumlah 259.050 pekerja atau 26,19% dan disektor industri sejumlah 203.943 pekerja atau 20,62%.
4
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Demografi, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id
41
2. Pemerintahan a. Visi dan Misi 1). Visi Menjadikan Jakarta Timur sebagai pusat produk unggulan dan tujuan wisata yang dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berkualitas unutk mensejajarkan Jakarta dengan kota - kota besar dunia. 2). Misi
Membangun Jakarta Timur berbasis pada masyarakat.
Membangun
Jakarta
Timur
sebagai
daerah
produsen
serta
wisata
dengan pelayanan prima.
Mengembangkan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan.
Meningkatkan sumber daya manusia.
Meningkatkan kelembagaan keuangan bagi usaha kecil
Menigkatkan investasi dan promosi.5 b. Program Rancangan prioritas Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur 2011 :6
1. Pembangunan jalan akses dari pintu tol Bintara menuju kawasan Sentra Timur yang merupakan jalur strategis menuju kawasan Sentra Timur.
5
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Pemerintahan, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id 6
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Pemerintahan, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id
42
2.
Peningkatan jalan terusan Rajiman- Soemarno yang juga merupakan jalan akses strategis menuju kawasan Sentra Timur
3. Peningkatan dan pembangunan jalan Raya Kalimalang yang merupakan salah satu poros Jakarta-Bekasi yang diharapkan akan meningkatkan dan memperlancar kegiatan ekonomi Jakarta-Bekasi dan sebaliknya 4. Penuntasan jalan terusan I Gusti Ngurah Rai yang merupakan jalan penting yang menghubungkan Jakarta Timur-Bekasi 5. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Penggilingan yang merupakan jalan strategis menuju kawasan Sentra Timur 6. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Pulo Gebang 7. Pembangunan Terminal Terpadu Pulo Gebang 8. Penyelesaian Pembangunan Gelanggang Olahraga Ciracas 9. Peningkatan kawasan flyover Pasar Rebo yang merupakan kawasan pertemuan moda transportasi penting di Jakarta Timur bagian selatan 10. Pengendalian ketentraman dan ketertiban pada kawasan Kanal banjr Timur yang telah dimulai dengan melakukan kegiatan pengamanan secara khusus terhadap kali yang menuju Kanal Banjir Timur dan sekitarnya 11. Pemasangan saringan air dari sungai yang menuju Kanal Banjir Timur 12. Pemagaran jalur hijau pada Jalan kali Baru yang terletak di Jalan raya Bogor 13. Penertiban bangunan di bantaran kali Baru (pedati-Basuki Rahmat) yang mengakibatkan banjir
43
14. Penurapan Kali Baru di Jalan Raya Bogor untuk menghindari longsor di Jalan Raya Bogor 15. Pembangunan 5 gedung Puskesmas 16. Pembangunan 5 gedung kantor Kelurahan 17. Pembangunan 1 gedung Kantor Kecamatan lanjutan 18. Rehab gedung sekolahan SD, SMP, SMA, SMK 19. Penertiban inrit-inrit dan bangunan yang ada di atas saluran air yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. C.
Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur
1. Profil Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Urusan Agama Islam Departemen Agama Islam RI yang berada di tingkat Kota Administratif Jakarta Timur, satu tingkat di bawah Kantor Departemen Agama Kota Administratif Jakarta Timur. Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur sebagai salah satu ujung tombak Departemen Agama RI memiliki Tugas Pokok dan Fungsi untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kota Jakarta Timur di bidang Pembinaan Keluarga Sakinah dan membantu pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat Kota Administratif Jakarta Timur.
44
Fungsi yang dijalankan Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur meliputi fungsi pelayanan, fungsi pembinaan dan fungsi penerangan serta penyuluhan. Di samping itu, Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, memiliki ketahanan keluarga yang sangat tinggi, terbinanya Keluarga Sakinah yang bermoral atau berakhlakul karimah. Tugas Pokok Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur yakni melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kota Administratif Jakarta Timur, di bidang Pelestarian Perkawinan di wilayah Kota Administratif Jakarta Timur.
1. Visi BP4 Jakarta Timur : "Unggul dalam mewujudkan pelayanan di bidang pelestarian keluarga sakinah yang berkualitas dan partisipatif di wilayah Kota Administratif Jakarta Timur" 2. Misi BP4 Jakarta Timur: a) Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang pernikahan dan rujuk. b) Meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan dan pengembangan di bidang keluarga sakinah dan kependudukan.
45
c) Meningkatkan
kualitas
dalam
mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan
dan
pelaksanaan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur.
3. Daftar KUA yang ada di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur BP4 Kota Jakarta Timur membawahi Kantor-kantor BP4 yang ada di tingkat Kecamatan yang bersamaan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan, Kantor Urusan Agama yang ada di Kota Administratif Jakarta Timur yakni: 1. KUA Kec.Matraman Jl.Balai Rakyat Utan Kayu Matraman Telp. 8577053 2. KUA Kec.Jatinegara Jl.I Gusti Ngurah Rai Cip.Muara Telp. 8577966 3. KUA Kec.Pulo Gadung Jl.Balai Pustaka Rawamangun Telp. 4700994 4. KUA Kec.Kramat Jati Jl.Dukuh III No.3 Kramat Jati Telp. 87793173 5. KUA Kec.Pasar Rebo Jl.Makasar No.42 Kel.Pekayon Telp. 8707848 6. KUA Kec.Duren Sawit Jl. P.Revolusi No.47 Pd.Bambu Telp. 8602573 7. KUA Kec.Ciracas Jl.Penganten Ali Gg.AMD Kel.Ciracas Telp. 8413485 8. KUA Kec.Makasar Jl.Kerja Bhakti Gg.Abd.Gani Telp. 8003157 9. KUA Kec.Cipayung Jl.Bina Marga No.3 Telp. 8446808 10. KUA Kec.Cakung Jl.Kayu Tinggi Cakung Telp. 4611235
46
D.
Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Timur
1) Sejarah Singkat Di wilayah Nusantara, sebelum pemerintahan kolonial Belanda terdapat empat macam lembaga Pengadilan, Pengadilan Pradata, Padu, Adat dan Peradilan Serambi. Pengadilan Pradata merupakan Pengadilan Kerajaan yang menangani kasus-kasus tindak pidana dan kasus-kasus makar yang ditangani oleh Raja secara langsung. Sedangkan Pengadilan Padu ditangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Raja menangani kasus-kasus perdata dan pidana ringan. Pengadilan Adat menangani yang berhubungan dengan sengketa masyarakat adat ditangani oleh Kepala Adat kebanyakan terdapat di wilayah Indonesia diluar Pulau Jawa. Pengadilan Serambi, pada masa Sultan Agung memerintah kerajaan Mataram, mengggantikan pengadilan Pradata yang kewenangannya meliputi kasus pidana dan perdata. Kekuasaan Pengadilan serambi dijabat oleh Raja, akan tetapi dalam prakteknya ditangani oleh para Penghulu yang diangkat oleh Raja.7 Pada awal pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaan Pengadilan Agama masih tetap dipertahankan. Bahkan keberadaanya diakui dalam Staats Blaad 1882 Nomor 152 tanggal 19 Januari 1882 untuk Pengadilan Agama di wilayah Jawa dan Madura dan dalam Staatsblaad 1937 Nomor 638 untuk Pengadilan Agama diwilayah Kalimantan Selatan dan Timur, meliputi perkawinan, perceraian, waris dan wakaf. Sejak 1 april 1937, kewenangan Pengadilan Agama diwilayah Jawa dan Madura
7
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal. 7
47
dipersempit hanya berwenang mengadili kasus perkawinan dan perceraian, sedangkan kasus waris dan wakaf menjadi wewenang Ladraad (sekarang Pengadilan Negeri). 8 Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintahan Hindia Belanda terhadap Peradilan Agama, pada tahun 1982 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 maret 1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta ditiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari : 1. Komandan Distrik sebagai Ketua 2. Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota9 Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap pasal 13 Staatsblad 1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 Pemerintah dimasa itu mengeluarkan penjelasan pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut :10 “Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka “pendeta” memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiyaan yang timbul dari keputusan dari para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan-pengadilan biasa”. Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum, karena beranggapan bahwa bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang
8
R. Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, 1970, hal. 68
9
Dadang Muttaqien, dkk, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: UI Press, 1999), h. 41. 10
Staatsblad No. 22 Tahun 1820.
48
telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW). Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuain Undang-Undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada pemerintahannya, dalam nota itu dikatakan bahwa11 : “Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka”. Secara khusus, sejarah lahirnya Pengadilan Agama kelas 1A Jakarta Timur di pimpin oleh menteri Agama RI yang tersebut dalam keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967.12 Adapun kronologis Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah Sebagai Berikut: 1) Pada saat itu, Pengadilan Agama di tanah Betawi hanya memiliki satu Pengadilan Agama yaitu “Penghadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu oleh dua (2) kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga ibukota ini kian bertambah, sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain: “Membubarkan
11
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
12
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal. 21
49
kantor-kantor cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam daerah khusus Ibukota Jakarta Raya. (Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967)13 2) Pada tahun 1966 Gubernur kepala daerah khusus Ibukota Jakarta melalui keputusan beliau Nomor Ib.3/1/1/1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk Ibukota Negara ini menjadi 5 wilayah dengan sebutan Kota Administratif. Membentuk kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru sederajat atau setara dengan Kantor Agama tingkat II, yaitu : a) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat b) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur c) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat d) Kntor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan e) Kantor Cabang Pengadilan Agam Jakarta Utara. 3) Pengadilan Agama istimewa daerah khusus Ibukota Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan daerah Ibukota Jakarta Raya, adalah kantor induk Pengadilan Agama Jakarta Raya,ditetapkan berkedudukan di kota Jakarta Pusat dan secara khusus bertugas pula sebagai Pengadilan Agama seharihari bagi wilayah kekuasaan Jakarta Pusat.14
13
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal.32
14
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal.33
50
Berdasarkan pertimbangan tersebut, melalui keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/I/I1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka pada tanggal 18 Pebruari 1967 diresmikan sebutan maupun operasional Pengadilan Agama di lima wilayah Daerah Khusus Ibukota, terutama Pengadilan Agama Jakarta Timur menjadi berikut: 1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2. Pengadilan Agama Jakarta Utara 3. Pengadilan Agama Jakarta Barat 4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan 5. Pengadilan Agama Jakarta Timur Pengadilan Agama Jakarta Timur, terbentuk dan berdiri berdasarkan keputusan menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama diwilayah hukum daerah ibukota (DKI) Jakarta.15 2) Tugas dan Wewenang Wilayah hukum/yuridikasi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan. Peradilan agama mempunyai wewenang atau kekuasaan atau sering disebut kompetensi yang menyangkut dua hal:16
15 16
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal. 35
Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 137
51
a) Kompetensi relatif yaitu kekuasaan peradilan yang satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan. Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan dan 65 kelurahan. Adapun batas-batas wilayahnya adalah : 1.Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat 2. Sebelah barat dengan : Kodya Jakarta Selatan 3. Sebelah selatan dengan : Kabupaten Bogor /Kodya Depok 4.Sebelah timur dengan : Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi.17 Luas wilayah : 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa (besumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang beragama Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, adapun 10 wilayah kecamatan tersebut adalah sebagai berikut 1) Kecamatan Matraman, terdiri dai 6 (enam) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 153.484 jiwa : a. Kelurahan Kebon Manggis b. Kelurahan Palmerah
17
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 juni 2011)
52
c. Kelurahan Pisangan Baru d. Kelurahan Kayu Manis e. Kelurahan Utan Kayu Utara f. Kelurahan Utan Kayu Utara g. Kelurahan Utan Kayu Selatan.18 2) Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 250.186 jiwa : a. Kelurahan Bali Mester b. Kelurahan Bidaracina c. Kelurahan Cipinang Besar Selatan d. Kelurahan Cipinang Besar Utara e. Kelurahan Cipinang Cempedak f. Kelurahan Cipinang Muara g. Kelurahan Rawa Bunga h. Kelurahan Kampung Melayu Kecil.19 3) Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 240.074 jiwa : a. Kelurahan Baru b. Kelurahan Cijantung c. Kelurahan Gedong 18
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
19
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
53
d. Kelurahan Kalisari e. Kelurahan Pekayon.20 4) Kecamatan kramat jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 175.883 jiwa : a. Kelurahan Balekambang b. Kelurahan Batu Ampar c. Kelurahan Cawang d. Kelurahan Cililitan e. Kelurahan Dukuh f. Kelurahan Kampung Tengah g. Kelurahan Kramat Jati.21 5) Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 250.878 jiwa : a. Kelurahan Cipinang b. Kelurahan Jati c. Kelurahan Jatinegara Kaum d. Kelurahan Kayu Putih e. Kelurahan Pisangan Timur f. Kelurahan Pulogadung
20
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
21
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
54
g. Kelurahan Rawamangun.22 6) Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 251.184 jiwa : a. Kelurahan Cakung Barat b. Kelurahan Cakung Timur c. Kelurahan Jatinegara d. Kelurahan Penggilingan e. Kelurahan Pulogebang f. Kelurahan Rawa Terate g. Kelurahan Ujung Menteng.23 7) Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 160.679 jiwa : a. Kelurahan Cibubur b. Kelurahan Ciracas c. Kelurahan Kelapa Dua Wetan d. Kelurahan Rambutan e. Kelurahan Susukan.24 8) Kelurahan Cipayung terdiri dari 8 (delapan) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 171.883 jiwa :
22
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
23
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
24
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
55
a. Kelurahan Ceger b. Kelurahan Cilangkap c. Kelurahan Cipayung d. Kelurahan Lubang Buaya e. Kelurahan Munjul f. Kelurahan Pondok Rangon g. Kelurahan Setu.25 9) Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 193.085 jiwa : a. Kelurahan Cipinang Melayu b. Kelurahan Him c. Kelurahan Kebon Pala d. Kelurahan Pinang Ranti e. Kelurahan Makasar.26 10)Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya 203.280 jiwa : a. Kelurahan Duren Sawit b. Kelurahan Malaka Jaya c. Kelurahan Pondok Kopi d. Kelurahan Pondok Bambu 25
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
26
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
56
e. Kelurahan Klender.27 b) Kompetensi absolut yaitu kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan. Kekuasaan
Peradilan
Agama
untuk
memeriksa,
memutuskan,
dan
menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.28 Bahkan ketika kekuatan kerajaan Mataram telah merosot, perkara-perkara yang diancam dengan hukum badan dan hukuman mati yang merupakan kewenangan Pengadilan Perdata, karena tidak dapat dikirim ke Mataram, menjadi wewenang Pengadilan Agama. Pengadilan Agama ini mengadili dan memutus perkara atas dasar hukum Islam dan berpedoman kepada hukum-hukum yang ditetapkan. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang menjadi kompetensi absolut Peradilan Agama yaitu: 1. Perkawinan 2. Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam 3. Wakaf dan sedekah. 29 Sejalan dengan bertambahnya kompetensi Peradilan Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan telah dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 7 27
www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)
28
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), hal. 13 29
Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 49 ayat (1)
57
Tahun 1989, dimana kedudukan Peradilan Agama sebagai salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yaitu:30 a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infaq h. Shadaqah i. Ekonomi Syariah Dan selain perkara-perkara dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah, didalamnya juga diatur bahwa Pengadilan Agama berwenang memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah dan memberikan keterangan atau nasehat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Dalam penerimaan perkara hingga pengarsipan diselenggarakan dengan sistem meja sebagaimana yang diatur dalam surat edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang pola-pola pembinaan, pengendalian, administrasi peradilan
30
Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama Pasal 49
58
(BINDALMIN). Yang kemudian, dalam rangka pemanfaatan sistem teknologi dan informasi yang kian canggih ada suatu kebijakan Mahkamah Agung untuk menggabungkan pola BINDALMIN ini dengan sistem Administrasi Kepegawaian (SIMPEG) secara online. Seperti halnya instansi-instansi lainnya, Pengadilan Agama Jakarta Timur, mengalami beberapa kali pergantian pimpinan yaitu pada tanggal 27 September 1999 sampai dengan tanggal 16 Agustus 2001 di bawah pimpinan Drs. Hasan Bisri, SH, M. HUM. Yang selanjutnya mulai tanggal 16 Agustus 2001 sampai dengan 16 Maret 2004 tanggungjawab kantor operasional di bawah pimpinan Drs. H. Sayyid Usman, SH dan pada tanggal 1 Maret 2004 Kantor Lama di Jalan PKP No. 24 Kelapa Dua Wetan Ciracas Jakarta Timur dan segala pelayanan masyarakat dan siding berpindah pula. Dikantor tersebut pada tanggal 16 Maret 2004 mulai dilantik ketua baru H.Helmy Bakrie, SH yang menjabat sebagai ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur selama satu tahun, selanjutnya tahun 2004 sampai dengan 2006 dibawah pimpinan Drs.H. Ruslan Harunar Rasyid, SH.MH. pada tahun 2006 sampai 2008 dipimpin oleh Drs.H. Syarif Usman, SH.MH. dan tahun 2008 hingga sekarang dibawah pimpinan Drs.H. Wakhidun AR, SH, M. Hum.
BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI A.
Upaya BP4 Jakarta Timur Dalam Mendamaikan Dalam menyelesaikan masalahnya, para pihak di BP4 dan Pengadilan Agama
dibantu oleh seorang mediator yang menjadi penengah dalam memberikan konsultasikonsultasi terkait masalah keluarga. Secara garis besar upaya BP4 Kota Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur mempunyai kesamaan dalam memberikan konsultasi mengenai keluarga, hanya dalam prosedurnya saja yang terdapat sedikit perbedaan. Dalam upaya mendamaikan keluarga yang mengalami masalah, BP4 Jakarta Timur mempunyai beberapa strategi demi memberi konsultasi terhadap keluarga tersebut, yang secara garis besar penulis jelaskan dalam uraian di bawah ini: 1.
Memanggil Para Pihak Dalam menyelesaikan perselisihan keluarga, BP4 Jakarta Timur tidak bersifat
aktif artinya BP4 Jakarta Timur tidak mencari-cari perkara perselisihan rumah tangga, akan tetapi para pihak yang sedang bersengketa tersebutlah yang mengadukan permasalahannya kepada BP4 dan Pengadilan Agama untuk diselesaikan. Ketika
salah
satu
pihak
telah
mengadukan
permasalahannya
dan
menceritakannya kepada BP4, maka hal yang dilakukan BP4 adalah memanggil pihak lain untuk hadir bersama guna menyelesaikan permasalahannya tersebut. Dalam hal
59
60
ini BP4 membuat suatu surat panggilan kepada pihak yang lain untuk hadir guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi.1 2.
Memberikan Nasihat Pada Pasangan Yang Bersengketa Masyarakat zaman sekarang memerlukan adanya lembaga-lembaga atau orang
yang dapat memberi bantuan dalam mengatasi hubungan keluarga yang mengalami gangguan-gangguan atau keretakan-keretakan agar perkawinan mereka tidak buyar dan dapat melanjutkan hidup bersama secara harmonis. Bantuan yang dimaksud di atas lazimnya dalam istilah sekarang dinamakan penasihatan atau dalam bahasa asingnya disebut Conseling, Consulting. Marriage Conseling atau Marriage Consulting yang artinya Konsultasi Perkawinan. Tujuan
dari
adanya
konsultasi
perkawinan
tersebut
adalah
untuk
menghindarkan terjadinya perceraian. Tapi bukan hanya itu yang diusahakan, bukan sekedar mendirikan “damai dalam arti menyudahi perang”, tetapi bagaimana dapat memulihkan
keserasian,
keharmonisan,
suasana
paham-memahami,
harga-
menghargai antara suami isteri yang bersengketa itu. Adapun nasihat yang diberikan BP4 untuk menyelesaikan masalah rumah tangga sehingga diharapkan keadaan konflik yang terjadi pada pasangan yang bersengketa tidak menjadi semakin parah, sekaligus dapat menghindarkan tragedi perceraian yang berakibat sangat menyakitkan. Inilah beberapa hal yang dimaksud:2 1
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rasyid, Konsultan BP4 Jakarta Timur, Jakarta 11 April
2
Wawancara Pribadi dengan Abdul Rasyid, Konsultan BP4 Jakarta Timur, Jakarta 11 April
2011. 2011.
61
1.
Mengingatkan Memori Masa Lalu Terkadang pasangan suami isteri yang sedang berselisih kerapkali melupakan
memori-memori indah ketika awal pernikahan mereka. Mereka cenderung mengikuti emosi dan ego masing-masing. Oleh karena itu, Mediator di BP4 dan Pengadilan Agama menasihati pasangan suami isteri yang sedang berselisih agar selalu mengingat-ingat memori indah ketika awal perkenalan sampai pernikahan mereka dan membuang segala egoisme yang ada di dalam diri mereka agar mau bersatu kembali. 2.
Jangan Sekali-sekali Meremehkan Pasangan Di zaman modern ini isteri-isteri tidak lagi mau menjadi penghuni sangkar,
walau sangkar itu terbuat dari emas dan di dalamnya tersedia segalanya. Mereka tidak mau dikurung, tetapi ingin lebih bebas dalam berfikir, berkeinginan, bercita-cita dalam mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Hal tersebut berpengaruh terhadap keadaan dalam suatu rumah tangga khususnya dalam hal ekonomi. Walaupun suami adalah pemimpin keluarga, bukan berarti pendapatan keuangan suami itu harus lebih besar dari pada isteri. Di zaman sekarang tidak sedikit pendapatan ekonomi isteri lebih besar dari pada suami, hal yang demikian itulah yang terkadang para suami merasa terkucilkan oleh isteri sehingga memicu terjadinya pertengkaran dan perselisihan. 3.
Sikap Lapang Dada Suami Isteri Seorang isteri kerapkali tidak dapat memahami latar belakang problem yang
sedang dihadapi suaminya. Hal ini kadang sangat memperuncing keadaan. Karena
62
seorang isteri akan selalu menuntut. Disebabkan oleh kodrat wanita yang semacam ini, seyogyanya seorang suami memiliki sifat lapang dada, dan tidak tergesa-gesa menghitung kesalahan-kesalahan yang dilakukan istri. Untuk mengimbanginya, seorang isteri harus bersabar, karena kesabaran menjadi neraca atas diri dan kedudukannya. Bahkan seorang isteri harus menghargai dan menerima kondisi suami yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai penanggung nafkah baginya. 4.
Kemaslahatan Yang Harus Dijaga Sudah sangat jelas dan nyata bahwa untuk mewujudkan sebuah kehidupan dan
kebahagiaan, Islam menuntut beberapa kewajiban dari umatnya. Antara lain, Islam memberikan tanggungjawab manusia untuk memenuhi segala kebutuhan sebagai sarana tegaknya hukum-hukum kemanusiaan. Tidak asing lagi, bagi masyarakat kita yang tengah dilanda krisis, harus berusaha dengan sekuat tenaga bangkit memperbaikinya, agar dapat terhindar dari perpecahan. Maka BP4 dan Pengadilan Agama menyarankan setiap pasangansuami isteri yang selama ini belum bisa saling memahami, agar menjauhi sikap yang justru dapat memperuncing situasi. Ciptakanlah ketenangan, hindarilah percekcokan dan gejolak supaya tidak membuang-buang waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk mengurus hal-hal lain yang lebih penting. Kobarkanlah semangat rindu,
63
hapuskanlah trauma-trauma masa lalu yang menyakitkan, bukalah lembaran baru, torehkanlah sejarah baru yang cemerlang.3 5.
Keseimbangan Antara Hak Dan Kewajiban Adalah Merupakan Kunci
Keberhasilan Hak adalah suatu yang harus diterima sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah kehidupan antara suami isteri dalam setiap rumah tangga, apabila dua hal tersebut tidak seimbang niscaya akan timbullah percekcokan dan perselisihan dalam rumah tangga. Sebaliknya jika antara hak dan kewajiban itu sejalan, terwujudlah keserasian dan keharmonisan dalam rumah tangga, rasa kebahagiaan semakin terasa dan kasih sayang akan terjalin dengan baik. Sang anak menghormati orangtuanya, orangtua sayang kepada anaknya, suami menghargai isterinya dan isteripun menghargai suaminya dan seterusnya. Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw dengan sabdanya yang artinya adalah “Rumah tanggaku laksana surga bagiku”. Oleh karena itu antara suami isteri harus tahu dan melaksanakan hak serta kewajibannya masing-masing, demikian juga sang anak harus tahu diri dan menghormati orang tuanya. Pada umumnya yang menimbulkan perselisihan dan percekcokan dalam rumah tangga itu karena salah satu pihaknya tidak dapat menjalankan fungsinya
3
Ali Husain Muhammad Makki, Perceraian Salah Siapa : Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga (Jakarta: Lentera, 2001), h. 123.
64
dengan baik, mereka tidak saling menghargai, tidak saling menghormati, tidak saling pengertian antara sesama mereka dalam rumah tangganya. 6.
Pengamalan Ajaran Agama Dalam Rumah Tangga Dalam setiap rumah tangga orang yang beriman pengamalan ajaran agama
adalah sangat penting dan mutlak diperlukan, karena ajaran agama adalah salah satunya pegangan hidup manusia yang mengatur sikap tingkah laku agar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan yang luhur. Mendidik dan mengajar anakanak atau keluarga adalah suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar orang tua (suami isteri), sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya : “Tiap-tiap kamu menjadi pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya, raja adalah pemimpin, tiap laki-laki menjadi pemimpin terhadap penghuni rumah tangganya (keluarganya). Dan perempuan-permpuan menjadi pemimpin (pengasuh) dari rumah tangga suami dan anak-anaknya. Tiap-tiap kamu manjadi pemimpin, dan tiap pemimpin akan ditanya kelak (bertanggungjawab) terhadap orang-orang yang dipimpinnya”. (H.R Bukhari) Berdasarkan hadits Rasulullah SAW di atas, dapat diambil pengertian antara lain suami isteri wajib mengajar atau menuntun anak-anak dan keluarganya dengan ilmu pengetahuan agama, sehingga mereka mengerti dan mampu mengamalkan ajaran agama itu dala kehidupan sehari-hari.4
4
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga : Keluarga Yang Sakinah (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Karya, 1993), h. 37.
65
3.
Kesepakatan Akta Perdamaian Apabila para pihak yang bersengketa yang mengadukan permasalahannya ke
BP4 untuk diselesaikan telah sepakat untuk berdamai dan tidak membawa permasalahan tersebut ke Pengadilan Agama, maka BP4 membuat akta perdamaian. Akta perdamaian tersebut cukup memiliki kekuatan hukum, artinya akta tersebut ditandatangani oleh konsultan BP4 dan disepakati oleh kedua belah pihak yang bersengketa, disamping itu, apabila ada dari salah satu pihak yang telah mengajukan permasalahannya ke Pengadilan Agama, maka gugatan yang telah diajukan ke Pengadilan Agama dapat dicabut dengan berdasarkan akta perdamaian dari BP4 tersebut yang tentunya prosesnya terlebih dahulu melalui proses mediasi di Pengadilan Agama. Akan tetapi, apabila ketetntuan dalam perjanjian tersebut tidak ditaati oleh salah satu pihak, maka yang lain dapat mengadukan kembali kepada BP4 untuk diselesaikan sebagaimana mestinya.5 B.
Upaya Pengadilan Agama Jakarta Timur Dalam Mendamaikan Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama bahwa
seorang hakim sebelum memulai sidang perkara perdata agar terlebih dahulu berusaha atau mengusahakan suatu perdamaian bagi mereka yang sedang berselisih. Apabila usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak itu berhasil, berarti hilanglah kewajiban hakim untuk pemeriksaan perkara selanjutnya. Namun apabila usahanya
5
Wawancara dengan Abdul Rasyid, Konsultan BP4 Jakarta Timur, Jakarta 11 April 2011
66
untuk mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa itu tidak berhasil, maka hakim akan memeriksa perkara yang dihadapkannya dengan seksama dan selama persidangan berjalan hakim senantiasa tetap berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara itu.6 Dalam menjalankan tugasnya hakim wajib mendamaikan para pihak. Pada prinsipnya upaya hakim untuk mendamaikan bersifat imperatif, hal ini dapat ditarik dari ketentuan pasal 131 ayat (1) HIR yang menjelaskan bahwa kalau hakim tidak berhasil mendamaikan, maka ketidak berhasilan itu mesti ditegaskan dalam Berita Acara Sidang.7 Dalam upaya mendamaikan, Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur terlebih dahulu mempelajari surat permohonan atau gugatan perceraian dan berkasberkas lainnya, dari surat tersebut hakim dapat mengetahui permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya perselisihan diantara pasangan suami isteri tersebut. Dengan demikian hakim akan lebih mudah dalam mencari jalan keluar untuk mendamaikan kedua belah pihak.8 Adapun usaha-usaha yang ditempuh Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam upaya mendamaikan pasangan suami isteri yang berselisih adalah:
6
Syamri Adnan, Hakim Mediator Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara pribadi, Jakarta 12 April 2011. 7 8
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h. 239.
Syamri Adnan, Hakim Mediator Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara pribadi, Jakarta 12 April 2011.
67
1.
Menasehati dan memberikan saran-saran kepada para pihak Setelah permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya perselisihan diketahui,
selanjtnya hakim menasehati kedua belah pihak untuk mengadakan perdamian.9 Disini diharapkan Majelis Hakim dapat memberikan saran-saran dan nasehatnasehat apabila dibutuhkan dengan ucapan-ucapan yang menyentuh agar para pihak yang bersengketa merasa tersentuh dan mengurungkan niatnya untuk bercerai sehingga terwujudlah sebuah perdamaian. 2.
Melakukan Mediasi Sesuai dengan maknanya, mediasi berarti menengahi. Seorang mediator tidak
berperan sebagai judge yang memaksakan pikiran keadilannya, tidak pula mengambil kesimpulan yang mengikat seperti arbitrer tetapi lebih memberdayakan para pihak untuk menentukan solisi apa yang mereka inginkan.10 Mediator mendorong dan memfasilitasi dialog, membantu para pihak mengklasifikasikan kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka, menyiapkan panduan, membantu para pihak dalam meluruskan perbedaan-perbedan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat. Jika sudah ada kecocokan diantara para pihak yang bersengketa lalu
9
Syamri Adnan, Hakim Mediator Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara pribadi, Jakarta 12 April 2011. 10
h.2.
Sugri Permana, Mediasi dan HakamDalam Tinjauan Pengadilan Agama, (T.tp., Giri, T.th),
68
dibuatkanlah suatu memorandum yang memuat kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai.11 Mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.2 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan PERMA No.1 Tahun 2008. Kebijakan Mahkamah Agung RI memberlakukan mediasi ke dalam proses berperkara di Pengadilan didasari beberapa alasan :12 1. Proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara di Pengadilan. 2. Proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. 3. Pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak untuk mendapat akses keadilan. 4. Institusionalisasi proses mediasi ke dalam proses peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa. Dengan adanya PERMA ini menjadilan mediasi menjadi bagian penting (wajib) dilaksanakan di Pengadilan dan apabila tidak dipatuhi berakibat putusan atas perkara yang bersangkutan batal demi hukum. Sebagaimana pasal 2 ayat (3) PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi menyatakan “Tidak ditempuhnya
11 12
Sugri Permana, Mediasi dan HakamDalam Tinjauan Pengadilan Agama, h. 3.
Mahkamah Agung RI, JICA, IICT, Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, h. 7.
69
prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.13 Adapun proses pelaksanaan mengenai mediasi adalah sebagai berikut: 1.
Para pihak yang berperkara memilih mediator Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi mereka
berhak memilih mediator yang sesuai dengan pilihan mereka yang akan membantu menyelesaikan perselisihannya, oleh karena itu setiap pengadilan tingkat pertama wajib menyediakan daftar nama mediator. Daftar ini memuat sekurang-kurangnya lima mediator.14 Daftar mediator tersebut juga memuat nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat mediator. Apabila ternyata para pihak yang berperkara selambatlambatnya setelah dua hari kerja sejak hari sidang pertama tidak dapat menentukan pilihan, para pihak harus memberitahu Keetua Majelis Hakim agar dapat segera ditunjuk mediator yang dipilih dari hakim yang bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat. 2.
Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik Tujuan mediasi adalah menyelesaikan sengketa secara damai, oleh karena itu
tanpa adanya itikad baik dari para pihak perdamaian tidak akan tercapai. Untuk mencegah adanya pihak yang bersikap tidak kooperatif, itikad baik para pihak merupakan kunci keberhasilan mediasi. 13
Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 2 ayat (3).
14
Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 9 ayat (1).
70
3. Para pihak menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan mediator Resume perkara yang dimaksud di sini dokumen yang dibuat oleh tiap pihak yang memuat duduk perkara atau usulan penyelesaian sengketa. Penyerahan resume beratujuan agar masing-masing pihak dan juga mediator juga memahami sengketa yang akan dimediasi. 15 Dengan demikian pada saat mediasi para pihak maupun mediator telah memahami perkara. 4. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari Pasal 13 ayat 3 PERMA No. 1 Tahun 2008 mengatur mengenai jangka waktu yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan seluruh proses mediasi ini paling lama adalah 40 hari kerja.16 Adapun jangka waktu tersebut berlaku baik proses mediasi ini berakhir ddengan tercapainya suatu kesepakatan maupun tidak tercapainya kesepakatan. Namun apabila para pihak yang bersengketa sepakat untuk memperpanjang waktu proses mediasi maka para pihak harus memberitahukan hal tersebut kepada Majelis Hakim. Adapun perpanjangan waktu yang dapat dilakukan adalah paling lama 14 hari sejak berakhirnya masa 40 hari proses mediasi sebelumnya.17 Adapun tugas-tugas dari pada mediator terdapat pada pasal 15 PERMA No.1 Tahun 2008 :
15
Mahkamah Agung RI, JICA, IICT, Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, h. 34. 16
Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 13 ayat (3).
17
Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 13 ayat (4).
71
(1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. (2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi. (3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus. (4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Jadi mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalahmasalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak. C.
Laporan Data Perdamaian di BP4 Jakarta Timur Ketika ingin melihat keberhasilan suatu upaya mediasi pada suatu lembaga,
salah satunya adalah melihat hasil dari angka perkara yang berhasil didamaikan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data klien BP4 Jakarta Timur dan data Perkara Pengadilan agama Jakarta Timur tahun 2009-2010. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Kantor BP4 Kota Jakarta Timur dapat diterangkan bahwa data klien yang mengadukan masalah keluarganya ke BP4 yakni : Tahun 2009
: 60 pasang
Tahun 2010
: 46 pasang
Jumlah
: 106 pasang
72
Kemudian pasangan yang berhasil didamaikan yakni : Tahun 2009
: 25 pasang
Tahun 2010
: 20 pasang
Jumlah
: 45 pasang.18
Dari keterangan di atas, jika kita kalkulasikan dalam dua tahun tersebut terdapat 106 klien yang masuk, dan 45 klien atau 42,5% yang berhasil didamaikan oleh BP4 dalam kurun waktu dua tahun tersebut. D.
Laporan Data Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur Sejak diberlakukannya lembaga Mediasi oleh Mahkamah Agung RI,
Pengadilan Agama Jakarta Timur, untuk sementara karena belum ada mediator yang bersertifikat dan ditunjuk untuk itu secara resmi dan sesuai dengan ketentuan, Pengadilan Agama Jakarta Timur memanfatkan tenaga hakim untuk menjadi mediator. Semua perkara yang berbentuk gugatan sudah dilaksanakan mediasi oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur. Data yang penulis gunakan adalah data perkara yang masuk tahun 2009-2010. Keterangan tersebut akan penulis uraikan sebagai berikut : Tahun 2009
: 1285 perkara
Tahun 2010
: 1090 perkara
Jumlah
: 2375 perkara
Sedangkan jumlah perkara yang berhasil didamaikan yakni :
18
Arsip Rekapitulasi Klien BP4 Jakarta Timur Tahun 2009-2010.
73
Tahun 2009
: 75 perkara
Tahun 2010
: 15 perkara
Jumlah
: 90 perkara.19 Dari keterangan di atas dapat kita ketahui, perkara yang masuk di Pengadilan
Agama Jakarta Timur dalam kurun waktu tahun 2009-2010 berjumlah 2375 perkara, kemudian perkara yang berhasil didamaikan dalam dua tahun tersebut berjumlah 90 perkara, artinya Pengadilan Agama Jakarta Timur hanya berhasil mendamaikan 3,8% dari perkara yang masuk dalam kurun waktu dua tahun tersebut. E. Analisa Penulis 1. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur Semenjak ditetapkannya PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, telah terjadi perubahan fundamental dalam praktek peradilan di Indonesia. Pengadilan tidak hanya bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan suatu perkara, tetapi berwenang mendamaikan para pihak yang berperkara. Pengadilan yang selama ini terkesan sebagai lembaga yang menegakkan hokum dan keadilan, tetapi sekarang pengadilan juga menampakkan diri sebagai lembaga yang mencari solusi antara pihak-pihak yang bertikai. Pemberlakuan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini diharapkan bisa menjadi tonggak awal keefektifan usaha perdamaian
19
Arsip Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009-2010
74
atau mediasi, bukan hanya dalam tataran teoritis tetapi juga dalam praktiknya di lapangan. Karena PERMA tersebut merupakan hasil dari penyempurnaan dari PERMA sebelumnya, yakni PERMA Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang dianggap kurang begitu efektif dalam penyelesaian perkara di Pengadilan. Pada dasarnya hokum mediasi tercantum dalam pasal 2 ayat (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur penyelesaian perkara melalui mediasi. Dan apabila tidak menempuh prosedur mediasi ini maka berdasarkan PERMA ini merupakan pelanggaran terhadap pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg. Yang mengakibatkan putusannya batal demi hokum. Artinya, semua perkara yang masuk pada pengadilan tingkat pertama tidak mungkin melewatkan prosesdur mediasi.20 Mengenai keefektifan mediasi dalam penelitian ini terdapat dua perspektif dari kata “efektif”, yang pertama apakah peraturan yang berlaku itu efektif dalam artian berjalan dan dilaksanakan. Dan kedua makna efektif di sini yaitu apakah hasil yang diharapkan atau target dari peraturan tersebut berhasil. Apabila keefektifan yang dimaksud pada bagian pertama, PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan berhasil dilaksanakan, berarti PERMA ini efektif. Namun apabila efektif yang dimaksud pada bagian kedua, tentang hasil target dari penerapan
20
Siddiki, Mediasi di Pengadilan dan Asas Pengadilan sederhana, Cepat dan Biaya Ringan, artikel diakses pada 2 Juni 2011 dari http://badilag.net/2009.
75
PERMA ini, bererti PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini belum efektif. Efektivitas yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya terdapat 5 indikator, yaitu berhasil guna; ekonomis; pelaksanaan kerja bertanggung jawab; rasionalitas wewenang dan tanggung jawab; dan pembagian kerja yang sesuai. Dikaitkan dengan indikator tersebut pelaksanaan dari 5 poin yang harus dicapai untuk dikatakan efektif hanya 3 poin yang tercapai. Analisis efektivitas mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur berdasarkan indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berhasil Guna. Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur belum berhasil guna. Target dibntuknya PERMA tentang mediasi tersebut adalah untuk mengontrol jumlah perkara yang dilitigasi. Namun pada kenyataannya target tersebut belum tercapai. Banyak perkara yang tetap dilitigasikan setelah mengikuti mediasi ini. 2. Ekonomis. Dari segi ini pun pelaksanaan mediasi tersebut malah menambah pengeluaran biaya. Misalnya untuk biaya pemanggilan para pihak, untuk pengadaan mediator, dan penambahan biaya administrasi lainnya. 3. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab. Pelaksanaan kerja yang ada di Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah bertanggung jawab, hal ini terlihat dari pelaksanaan tugas masing-masing oleh para mediator yang telah ditunjuk untuk memediasi para pihak.
76
4. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab. Dalam pelaksanaan tugasnya, mediator merupakan pihak netral yang bebas dari intervensi mana pun. Jadi mediator menengahi masalah tanpa memihak pada salah satu pihak. Maka dalam hal ini telah terlaksana dengan baik. 5. Pembagian kerja yang nyata. Pengadilan Agama Jakarta Timur juga telah melaksanakan pembagian kerja yang sesuai dengan kapasitas kemampuan para pegawainya dan dilakukan dengan ketepatan waktu yang tersedia. Kemudian jika melihat data perkara yang masuk di Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam tahun 2009 terdapat 1285 perkara, dan yang berhasil didamaikan hanya 75 perkara atau sekitar 6% saja dari jumlah perkara yang masuk. Kemudian pada tahun 2010, perkara yang masuk berjumlah 1090 dan perkara yang berhasil didamaikan berjumlah 15, artinya hanya sekitar 1% saja dari perkara yang masuk. Dari keterangan di atas dapat kita ketahui, perkara yang masuk di Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam kurun waktu tahun 2009-2010 berjumlah 2375 perkara, kemudian perkara yang berhasil didamaikan dalam dua tahun tersebut berjumlah 90 perkara, artinya Pengadilan Agama Jakarta Timur hanya berhasil mendamaikan 3,8% dari perkara yang masuk dalam kurun waktu dua tahun tersebut. Pengadilan Agama Jakarta Timur secara kelembagaan sudah baik, hal ini terlihat dari kinerja Pengadilan Agama Jakarta Timur baik dalam segi pelayanan
77
administrasi yudisial maupun administrasi umum telah sesuai dengan yang digariskan oleh perundang-undangan yang berlaku. Namun, meskipun dalam upaya memidiasi pasangan yang berperkara sudah maksimal, tapi angka yang berhasil didamaikan di Pengadilan Agama Jakarta Timur masih jauh persentasenya jika kita melihat angka yang berhasil didamaikan di BP4 Jakarta Timur. Hal ini disebabkan orang-orang yang mendaftarkan perkaranya ke Pengadilan Agama, keinginannya untuk bercerai sudah sangat kuat sehingga sangat sulit untuk mensukseskan upaya perdamaian. 2. Pelaksanaan Perdamaian di BP4 Jakarta Timur Analisis efektivitas Perdamaian di BP4 Jakarta Timur berdasarkan 5 indikator yang telah disebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Berhasil Guna. Pelaksanaan mediasi di BP4 belum berhasil guna karena belum ada peraturan yang secara khusus mengatur tentang mediasi di BP4, walaupun sudah ada peraturan perundang-undangan yang menyingggungnya tapi belum ada aturan yang secara khusus memberikan wewenang lebih kepada BP4 untuk mengusahakan upaya perdamaian. 2. Ekonomis. Dalam hal biaya konsultasi ke BP4 jauh lebih murah dibandingkan dengan mengajukan
perkara
ke
Pengadilan
perdamaian di BP4 lebih ekonomis.
Agama,
sehingga
pengupayaan
78
3. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab. Pelaksanaan kerja yang ada di BP4 Jakarta Timur sudah bertanggung jawab, hal ini terlihat dari pelaksanaan tugas masing-masing oleh para Konsultan yang telah ditunjuk untuk memediasi para pihak dan staf-staf lain yang bertugas. 4. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab. Dalam pelaksanaan tugasnya, mediator atau Konsultan merupakan pihak netral yang bebas dari intervensi mana pun. Jadi mediator atau Konsultan menengahi masalah tanpa memihak pada salah satu pihak. Maka dalam hal ini telah terlaksana dengan baik. 5. Pembagian kerja yang nyata. BP4 Jakarta Timur juga telah melaksanakan pembagian kerja yang sesuai dengan kapasitas kemampuan para pegawainya dan dilakukan dengan ketepatan waktu yang tersedia. Kemudian jika kita melihat data jumlah klien yang diterima pada tahun 2009, terdapat 60 pasangan yang mendaftar ke BP4 dan 25 pasangan yang berhasil didamaikan, artinya sekitar 42% yang berhasil didamaikan oleh BP4 dalam tahun 2009. Kemudian pada tahun 2010, jumlah pasangan yang mendaftar ke BP4 terdapat 46 pasangan dan 20 pasangan yang berhasil didamaikan, artinya sekitar 43% yang berhasil didamaikan dalam tahun 2010.
79
Kemudian jika kita kalkulasikan dalam dua tahun tersebut terdapat 106 klien yang masuk, dan 45 klien atau 42,5% yang berhasil didamaikan oleh BP4 dalam kurun waktu dua tahun tersebut. Jadi, dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa dalam kurun waktu tahun 2009-2010, perkara yang berhasil didamaikan BP4 Jakarta Timur sekitar 42,5%. Dan perkara yang berhasil didamaikan di Pengadilan Agama Jakarta Timur hanya sekitar 3,8%. Berdasarkan hasil dari pemantauan penulis upaya dari BP4 Jakarta Timur sudah cukup baik, melihat angka yang berhasil didamaikan persentasenya lebih besar dari pada yang berhasil didamaikan di Pengadilan Agama Jakarta Timur, walaupun memang keberadaan BP4 masih kurang diketahui oleh masyarakat banyak. Kemudian dalam manajemen finansial, BP4 masih dirasa sangat kurang karena belum ada anggaran tetap untuk BP4 dari APBN, sehingga ini menjadi kendala bagi BP4 untuk memberdayakan para mediator juga lembaganya sehingga dalam mensosialisasikan keberadaan dan perannya sering terbentur dengan masalah finansial.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dalam menyelesaikan masalahnya, para pihak di BP4 dan Pengadilan Agama dibantu oleh seorang mediator yang menjadi penengah dalam memberikan konsultasi-konsultasi terkait masalah keluarga. Secara garis besar upaya BP4 Kota Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur mempunyai kesamaan dalam memberikan konsultasi mengenai keluarga, hanya dalam prosedurnya saja yang terdapat sedikit perbedaan. 2. Dalam upaya mendamaikan keluarga yang mengalami masalah, Mediator di BP4 Jakarta Timur mempunyai beberapa strategi demi memberi konsultasi terhadap keluarga tersebut, yakni : a. Memanggil Para Pihak b. Memberikan Nasihat Pada Pasangan Yang Bersengketa 3. Dalam upaya mendamaikan, Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur terlebih dahulu mempelajari surat permohonan atau gugatan perceraian dan berkas-berkas lainnya, dari surat tersebut hakim dapat mengetahui permasalahan
yang
melatarbelakangi
terjadinya
perselisihan
diantara
pasangan suami isteri tersebut. Dengan demikian hakim akan lebih mudah dalam mencari jalan keluar untuk mendamaikan kedua belah pihak.
80
81
4. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari BP4 Jakarta Timur, terdapat 106 klien yang masuk, dan 45 klien atau 42,5% yang berhasil didamaikan oleh BP4 dalam kurun waktu tahun 2009-2010. 5. Perkara yang masuk di Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam kurun waktu tahun 2009-2010 berjumlah 2375 perkara, kemudian perkara yang berhasil didamaikan dalam dua tahun tersebut berjumlah 90 perkara, artinya Pengadilan Agama Jakarta Timur hanya berhasil mendamaikan 3,8% dari perkara yang masuk dalam kurun waktu dua tahun tersebut. 6. Dalam kurun waktu tahun 2009-2010, perkara yang berhasil didamaikan BP4 Jakarta Timur sekitar 42,5%. Dan perkara yang berhasil didamaikan di Pengadilan Agama Jakarta Timur hanya sekitar 3,8%. 7. Pengadilan Agama Jakarta Timur secara kelembagaan sudah baik, hal ini terlihat dari kinerja Pengadilan Agama Jakarta Timur baik dalam segi pelayanan administrasi yudisial maupun administrasi umum telah sesuai dengan yang digariskan oleh perundang-undangan yang berlaku. Namun, meskipun dalam upaya memidiasi pasangan yang berperkara sudah maksimal, tapi angka yang berhasil didamaikan di Pengadilan Agama Jakarta Timur masih jauh persentasenya
jika kita melihat angka yang berhasil
didamaikan di BP4 Jakarta Timur. Hal ini disebabkan orang-orang yang mendaftarkan perkaranya ke Pengadilan Agama, keinginannya untuk bercerai sudah sangat kuat sehingga sangat sulit untuk mensukseskan upaya perdamaian.
82
8. Berdasarkan hasil dari pemantauan penulis upaya dari BP4 Jakarta Timur sudah cukup baik, melihat angka yang berhasil didamaikan persentasenya lebih besar dari pada yang berhasil didamaikan di Pengadilan Agama Jakarta Timur, walaupun memang keberadaan BP4 masih kurang diketahui oleh masyarakat banyak. 9. Kemudian dalam manajemen finansial, BP4 masih dirasa sangat kurang karena belum ada anggaran tetap untuk BP4 dari APBN, sehingga ini menjadi kendala bagi BP4 untuk memberdayakan para mediator juga lembaganya sehingga dalam mensosialisasikan keberadaan dan perannya sering terbentur dengan masalah finansial. 10. Maka dari keterangan-keterangan di atas dapat penulis simpulkan bahwa baik BP4 Jakarta Timur maupun Pengadilan Agama Jakarta Timur belum efektif dalam upaya memediasi keluarga yang bermasalah, karena masih ada poinpoin dari indikator efektivitas yang telah disebutkan sebelumnya belum tercapai. B. Saran 1. Keberadaan lembaga penasehatan perkawinan seperti BP4 sudah semakin penting di era globalisasi di mana arus informasi sudah begitu cepat masuk dalam sendi-sendi kehidupan yang dapat mengakibatkan dampak positif maupun negatif. Sehingga sebaiknya lembaga penasehatan perkawinan seperti BP4 mendapat perhatian lebih dengan ditetapkannya suatu aturan formil yang memperkuat eksistensi dan peran BP4. Maka dari itu seharusnya pemerintah
83
lebih memperhatikan BP4 secara kelembagaan agar dapat memaksimalkan peran dan fungsi dari BP4 itu. 2. Perselisihan keluarga yang sudah masuk Pengadilan Agama, biasanya sudah sangat memanas, sehingga sulit untuk mengupayakan ishlah atau perdamaian bagi kedua belah pihak. Maka menurut penulis seharusnya keluarga tersebut lebih dahulu mengkonsultasikan masalahnya ke BP4 sebagai Lembaga Penasehat Perkawinan sebelum mendaftarkan masalahnya ke Pengadilan Agama, sehingga dari permasalahan yang timbul para pihak dapat melalui beberapa proses yang mungkin dapat menghambat keinginannya untuk bercerai. 3. Dengan ini maka penulis memberikan saran kepada kedua Lembaga BP4 dan Pengadilan Agama agar lebih mensosialisasikan perannya melalui mediamedia baik elektronik maupun cetak sehingga keberadaan dan perannya dapat disadari oleh masyarakat secara lebih luas. Kemudian juga ada pengarahanpengarahan ke sekolah-sekolah maupun desa yang akan menyadarkan masyarakat akan pentingnya peran kedua Lembaga BP4 dan Pengadilan Agama tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Syahrizal, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Ahmad, Baharudin, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, Jakarta: Gaung Persada Press. Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, cet. II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, cet.VI, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Arikunto, Suharismi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik ,Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Al Jarjani, Ali Bin Muhammad, t.th, Al-Ta’rifat, Jedah: AlHaramain. Bakri, Sidi Nazar, 1993, Kunci Keutuhan Rumah Tangga : Keluarga Yang Sakinah Jakarta: CV Pedoman Ilmu Karya. Damis, Harijah, 2004, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum, Jakarta: Al Hikmah, No. 63. Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, “Wilayah Jakarta Timur”, artikel diakses pada 19 April 2011 dari http://jakarta.go.id/2009/10/wilayah-jakarta-timur.html. Djalil, Basiq, 2006, Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Echols, John M. dan Shadili, Hassan, Kamus Inggis Indonesia, 1990, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
84
85
Fauzan, M., Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media. 2005, Cet.1. Goopaster, Garry, 1993, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, Jakarta: ELIPS Project. Hani Handoko, T., Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), cet-2. Harahap, M. Yahya, 1993, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Kartini. Harahap, M. Yahya, 2008, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, cet. 8. Idrus, Ilham, Efektivitas Hukum, artikel diakses pada 1 Juni 2011 dari http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html. Karim, Helmi, 1993, Fikih Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2010. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000 Mohammad Taufik Makarao, 2004, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT Rineka Cipta. Manan, Abdul, 2000, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Al-Hikmah. Mahkamah Agung RI, JICA, IICT, Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Makki, Ali Husain Muhammad, 2001, Perceraian Salah Siapa : Bimbingan Islam Dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, Jakarta: Lentera.
86
Mulyana, E., 2004, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan Implementasi Jakarta: PT Rosyda Karya. Muttaqien, Dadang, dkk, 1999, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta: UI Press. PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Permana, Sugri, T.th, Mediasi dan Hakam Dalam Tinjauan Pengadilan Agama, T.tp., Giri. Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Demografi, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id. Ranuhandoko, I.P.M., 2003, Terminologi Hukum Jakarta: Sinar Grafika. Sabiq, As Sayyid, Fiqh Sunnah, Juz III , Beirut: Dar al-Fikr, 1977. Sholeh, Asrorun Ni’am, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta: Elsas, 2008. Soekanto, Soerjono Pengantar Penelitian Hukum Cet. 3 Jakarta: UI Press, 1986. Soepomo, R., 1970, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, T.tp. Staatsblad No. 22 Tahun 1820. Sumaryadi, 2005, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, Bandung: Pustaka Setia. Sopyan,Yayan, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Jakarta:T.p. 2009. Sudarsono, 2001, Pokok-pokok hhukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, cet. 2. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
87
Usman, Rachmadi, 2003, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT Aditya Bakri. Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Yanggo, Chuzaemah T. dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. IV, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002. Yanggo,Huzaimah Tahido, Masail Fiqhiyyah Kajian Hukum Islam kontemporer, Bandung: Angkasa, 2005. Zahrah, Muhammad Abu, Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, Kairo: Daarul Fikr al-Arabi, 2005.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Wawancara Mengenai Mediasi Di BP4 Jakarta Timur
1. Bagaimanakah upaya yang dilakukan mediator demi mendamaikan pasangan yang bersengketa? Jawab : Upaya yang dilakukan demi mendamaikan pasangan yang bersengketa diantaranya : a. Memanggil para pihak Salah satu pihak mengadu ke BP4 Jakarta Timur, kemudian pihak yang lain dipanggil lalu ditanyai apa saja yang terjadi untuk mengetahui seluk beluk permasalahannya. b. Memberikan nasihat pada pasangan yang bersengketa Pasangan yang mengadukan masalahnya ke BP4 setelah ditanya apa permasalahannya diberikan nasehat-nasehat diantaranya : 1) Mengingatkan memori masa lalu 2) Jangan sekali-sekali meremehkan pasangan 3) Sikap lapang dada suami isteri 4) Kemaslahatan yang harus dijaga 5) Keseimbangan antara hak dan kewajiban adalah merupakan kunci keberhasilan 6) Pengamalan ajaran agama dalam rumah tangga
c. Kesepakatan Akta Perdamaian Setelah kedua belah pihak dinasehati dan ternyata tercapailah suatu perdamaian, maka dibuatkanlah akta perdamaian sebagai tanda bukti bahwa keduanya telah mengkonsultasikan permasalahannya ke BP4 Jakarta Timur dan keduanya telah berdamai. 2. Jika diperlukan, adakah pihak lain yang dipanggil dalam mediasi selain kedua belah pihak yang bermasalah? Jawab : Dalam mediasi di BP4 Jakarta Timur tidak boleh ada pihak lain yang ikut, karena hal ini menyangkut privasi keluarga. 3. Adakah Konsultan BP4 Jakarta Timur yang digunakan Pengadilan Agama untuk menjadi di Mediator di Pengadilan Agama ? Jawab : Belum ada Konsultan BP4 Jakarta Timur yang dipakai di Pengadilan Agama. 4. Apa sajakah Program Kerja BP4 Jakarta Timur ? Jawab : Untuk BP4 jakarta Timur sendiri tidak ada program kerja selain bertugas memediasi pasangan, tapi Program Kerja ada di tingkat Kecamatan sepereti SUSCATEN (Kursus Calon Penganten) yaitu pengarahan bagi orang-orang yang ingin melangsungkan pernikahan, materinya mengenai Keluarga sakinah, Fiqh munakahat, serta Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
5. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat mengenai peran BP4 dalam memberikan konsultasi terhadap keluarga yang bermasalah ? Jawab : Pelaksanaan sosialisasi dilakukan oleh BP4 tingkat Provinsi melalui programprogram yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat akan keberadaan dan fungsi BP4. 6. Apa sajakah hambatan dan tantangan dalam memediasi pasangan ? Jawab : Ada beberapa hambatan serta tantangan yang dialami oleh mediator di BP4 diantaranya : -
Bagi pegawai, kesejahteraan sangat minim.
-
Suasana tidak kondusif, karena yang datang ke BP4 Jakarta Timur adalah orang-orang yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangga.
-
Adanya ketidak sabaran dari klien yang ingin menyelesaikan atau memutuskan tali perkawinan.
7. Menurut bapak, bagaimana keadaan masyarakat Jakarta Timur dikaitkan dengan masalah perceraian? Jawab : Tingkat perceraian masyarakat di Jakarta Timur masih cukup tunggi, banyak faktor-faktor yang menyebabkan, diantaranya hal-hal di bawah ini berdasarkan klien yang mengadu ke BP4 Jakarta Timur:
a. Perselingkuhan b. Ekonomi c. Dari keluarga para pihak (besan) d. Tidak punya keturunan e. Egois, saling tidak mau mengalah f. Penyakit.
Informan
(Drs. H. Abdul Rasyid)
Wawancara Mengenai Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Bagaimanakah upaya yang dilakukan mediator demi mendamaikan pasangan yang bersengketa? Jawab : Upaya yang dilakukan demi mendamaikan pasangan yang bersengketa diantaranya : -
Membangaun komunikasi yang baik antara kedua belah pihak agar dapat berunding dengan baik dalam menyelesaikan masalah.
-
Menyadarkan kedua belah pihak akan hak dan kewajiban masing-masing sehingga keduanya menyadari mana yang menjadi hak dan kewajibannya dan kapan bisa mendapatkan dan menjalaninya.
-
Menyadarkan kedua belah pihak untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena dengan mendekatkan diri kepada Allah dapat mengingatkan kita akan esensi dari adanya anjuran perkawinan yang di dalamnya terdapat tujuan meneruskan dan membangun generasi umat di masa yang akan datang.
-
Mengingatkan suami sebagai pemimpin rumah tangga dan isteri sebagai sekretarisnya yang harus bekerjasama dalam membina rumah tangga.
-
Mengkomunikasikan pendapatan kerja kedua pihak agar ada transparansi sehingga tidak terjadi kesalah pahaman.
-
Begitu juga menganjurkan keterbukaan jika salah satu atau kedua pihak mempunyai masalah dalam hidup.
-
Menganjurkan agar ada pemisahan yang jelas antara manajemen rumah tangga dengan manajemen pekerjaan, jangan membawa masalah pekerjaan ke dalam rumah tangga.
-
Menganjurkan untuk berlibur guna mencairkan suasana yang sempat tegang dan agar ada hiburan dalam kehidupan berumah tangga sehingga kehidupan rumah tangga dapat menyenangkan.
2. Adakah mediator memediasi para pihak di luar Pengadilan? Jawab : Untuk mediasi yang dilakukan di luar Pengadilan tidak ada karena Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah menyediakan tempat dan waktu untuk pelaksanaan mediasi dalam ruangan mediasi yang telah dijadwalkan. 3. Menurut bapak, dengan adanya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai perangkat pendukung tujuan perkawinan, apakah sudah cukup berperan dalam mempersempit terjadinya perceraian? Jawab : Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut saya sudah bagus, hanya saja masalah perkawinan itu merupakan masalah yang mencakup berbagai aspek kehidupan, sehingga faktor-faktor yang berpengaruh pun sangat luas sehingga walaupun norma-norma yang sudah diatur dalam Undang-undang
Perkawinan tersebut sudah bagus, masih saja ada masalah di kemudian hari yang dipengaruhi berbagai faktor tadi seiring dengan berkembangnya zaman. 4. Menurut bapak, bagaimana keadaan masyarakat Jakarta Timur dikaitkan dengan masalah perceraian? Jawab : Perceraian di Jakarta Timur masih tinggi sekitar 1500 per tahun. Hal ini menurut saya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti maraknya isu persamaan gender yang mana wanita menuntut peran yang sama dengan laki-laki yang akhirnya mengakibatkan banyaknya gugatan cerai yang diajukan oleh kaum perempuan. Namun faktor-faktor yang lain pun juga berpengaruh seperti faktor ekonomi. 5. Apa sajakah hambatan serta tantangan dalam memediasi pasangan? Jawab : Hambatan serta tantangannya adalah para pihak yang datang emosional dikarenakan masalah yang ada sudah begitu memanas, kemudian ada beberapa orang yang berpendidikannya rendah sehingga tidak memahami hak-hak dan kewajiban suami isteri.
Informan
(Drs. H.M. Syamri Adnan, SH, MH.i)