78
BAB 4 ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NOMOR: 549/Pdt.G/2007/PA.JP MENGENAI SITA MARITAL
4.1.Pokok Perkara dalam Putusan Nomor: 549/Pdt.G/2007/PA.JP Pihak PEMOHON: HALIMAH
AGUSTINA KAMIL BINTI ABDULLAH KAMIL,
memberikan kuasa kepada Dr. Todung Mulya Lubis, SH. LLM, Lelyana Santosa SH., Arin Tjahjadi Muljana SH, B. Cyndy Panjaitan SH, dan kawankawan. Pihak TERMOHON: BAMBANG TRIHATMODJO BIN H.M. SOEHARTO, memberikan kuasa kepada Juan Felix Tampubolon SH MH., Devi Selvana SH., Wimboyono Seno Hadji SH., Mundyah Titi Respati SH. PEMOHON, mengajukan sita marital sekalipun tanpa adanya permohonan gugatan cerai didasarkan atas pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang merupakan modifikasi dari Pasal 186 KUHPer (Burgelijke Wetboek). Sebagaimana pendapat Yahya Harahap bahwa permohonan sita marital tidak mutlak bersifat asesoir kepada gugatan cerai atau pembagian harta bersama. PEMOHON telah melangsungkan pernikahan yang sah menurut hukum dengan TERMOHON selama 26 tahun, dengan status hukum sah hingga saat ini masih terikat dalam suatu pernikahan yang sah dan telah dikaruniai tiga anak kandung: Gendis Siti Hatmanti (Perempuan, 25 tahun), Bambang Panji Adhikumoro (Laki-laki, 21 tahun), Bambang Aditya Trihatmanto (Laki-laki, 17 tahun). Walaupun PEMOHON dan TERMOHON masih terikat dalam perkawinan perlu dilakukan tindakan prevensi terhadap keselamatan harta bersama karena PEMOHON khawatir TERMOHON melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama berupa pemborosan karena TERMOHON mempunyai hubungan gelap dengan wanita lain yang bernama MAYANGSARI, dari hubungan gelap bahkan
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
79
sampai ke taraf nikah sirry telah lahir anak bernama Siti Khirana Hartina Trihatmojo. Seharusnya terhadap harta bersama setiap tindakan terhadapnya harus dengan persetujuan kedua belah pihak, dan yang berhak atas harta benda bersama hanya PEMOHON dan TERMOHON serta anak-anak dari TERMOHON dan PEMOHON. Wanita lain tidak berhak sama sekali terhadap harta bersama tersebut. Ada persangkaan kuat bahwa TERMOHON telah memberikan ataupun melakukan pemborosan terhadap harta bersama dengan wanita lain dengan didirikannya salon Pravda, showroom mobil serta hotel di Purwokerto dan usaha rumah makan yang akan dibuat di Grand Indonesia atas nama Mayangsari. Bahkan sampai saat PEMOHON mengajukan permohonan ini wanita lain serta anak luar kawinnya diduga telah menempati rumah yang termasuk dalam harta bersama milik PEMOHON dan TERMOHON, wanita lain telah dibolehkan TERMOHON untuk menikmati dan memberikan harta milik PEMOHON dan TERMOHON. Dengan demikian PEMOHON mohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang terhormat dapat menetapkan sita marital agar TERMOHON tidak melakukan transaksi jual-beli, menggadaikan, menjaminkan, atau menerima sebagai jaminan atau transaksitransaksi lain yang bersifat mengalihkan kepemilikan terhadap harta-harta bersama demi menghindari adanya tuntutan hukum berupa pidana maupun penggelapan. Isi gugatan yang diajukan PEMOHON antara lain: 1.
Mengabulkan permohonan sita marital (maritale beslaag) yang diajukan oleh PEMOHON;
2.
Menetapkan bahwa harta-harta kekayaan yang telah diuraikan dalam permohonan sita marital dinyatakan sebagai harta bersama;
3.
Menyatakan sah permohonan sita marital (maritale beslaag) yang diajukan oleh PEMOHON.
Ikatan perkawinan antara PEMOHON dan TERMOHON masih dalam proses perceraian. TERMOHON memasukkan permohonan izin thalak ke Pengadilan Agama tanggal 16 Januari 2005, permohonannya dikabulkan dan
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
80
PEMOHON mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama, dan putusannya membatalkan permohonan izin thalak TERMOHON. Prosesnya masih berjalan sampai sekarang masih berujung pada Mahkamah Agung, TERMOHON masih bersihkukuh menceraikan PEMOHON secara legal formal, dalam pemberitaan media massa disebutkan keinginnannya untuk menceraikan PEMOHON lantaran ada wanita lain yang berstatus sebagai istri sirrynya. Sementara di sisi lain, PEMOHON ingin mempertahankan perkawinan yang telah dilakukan selama 26 tahun, tidak ingin rumah tangganya hancur berantakan. Sementara selama ini, TERMOHON sering membelanjakan hartanya kepada istri sirrynya sehingga dia menjadi “Orang Kaya
Mendadak”.
PEMOHON
khawatir
harta
bersamanya
dengan
TERMOHON juga akan digunakan TERMOHON untuk dihamburkan ke istri sirrrynya. Adapun harta bersama yang dimintakan untuk diletakkan sita marital kepada Pengadilan Agama berupa barang tidak bergerak meliputi beberapa bidang tanah; rumah, dan juga berupa barang bergerak meliputi kapal; kendaraan mobil; rekening Bank; dan saham-saham. Jumlah harta bersama yang dimohonkan untuk ditetapkan sebagai harta bersama dan diletakkan sita marital berjumlah 119 harta. Dalam eksepsi Jawaban, kuasa TERMOHON mengungkapkan bahwa PEMOHON pernah mengajukan sita marital yang sama dan serupa dengan permohonan yang diajukan PEMOHON saat ini, dalam permohonan cerai thalak
yang
diajukan
pihak
TERMOHON
dengan
nomor
gugatan
249/Pdt.G/2007/PA.JP PEMOHON mengajukan permohonan sita marital dalam rekopensinya pada tahap menjawab, yang pada akhirnya ditolak oleh Majelis Hakim untuk permohonan sita maritalnya. Permohonan cerai thalak TERMOHON masih belum berkekuatan hukum tetap (in kracht), sehingga jika PEMOHON mengajukan permohonan sita marital yang terpisah sekali pun dapat mengakibatkan putusan Pengadilan yang saling bertentangan satu sama lain. Selain itu, kuasa TERMOHON dalam Jawaban Pokok Perkaranya menyebutkan bahwa PEMOHON dan TERMOHON sudah tidak tinggal
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
81
bersama lagi, TERMOHON hanya sekali saja datang ke rumah kediaman bersamanya dengan PEMOHON dan itu pun tidak tidur satu kamar lagi selama kurang lebih satu tahun. Menyangkal bahwa TERMOHON melakukan pemborosan yang merugikan dan membahayakan harta bersama dengan memberikan harta bersamanya kepada wanita lain dengan cara wanita lain menempati rumah
di daerah Simprug Golf, Grogol Jakarta Selatan yang
termasuk dalam harta bersama yang dimohonkan . Kuasa TERMOHON juga menyatakan bahwa pengalihan atau pembebanan harta bersama antara TERMOHON dan PEMOHON tidak mungkin dilakukan karena menurut hukum, pengalihan atau pembebananan atau segala sesuatu yang bersangkutan dengan harta bersama harus dengan persetujuan kedua belah pihak, sejak TERMOHON belum mengajukan permohonan cerai thalak pun TERMOHON sudah mengemukakan kesediaan membagi harta bersama, namun pembagian harta bersama baru bisa dilakukan setelah perkawinan putus. Apalagi sampai saat ini TERMOHON menunjukkan itikad baiknya dengan bertanggung jawab memberikan uang nafkah dan fasilitas-fasilitas yang sangat mencukupi untuk kehidupan PEMOHON dan anak-anak PEMOHON dan TERMOHON. Kuasa TERMOHON berpendapat bahwa permohonan sita marital hanya dapat dilakukan bagi isteri yang tunduk pada KUHPer untuk menuntut pemisahan harta bersama dengan maksud melindungi isteri dari kekuasaan mutlak suami terhadap harta bersama serta harta bawaan yang bercampur bulat setelah terjadinya perkawinan. Pemisahan harta bersama hanya dapat diminta oleh isteri jika suami melakukan pengurusan harta yang buruk terhadap isteri yang juga terkandung di dalam harta bersamanya sehingga dengan putusan diletakkan sita marital selain harta berrsama dipisahkan, isteri mendapat haknya lagi untuk mengurus hartanya sendiri. Sedangkan PEMOHON tidak pernah menuntut pembagian harta bersama. TERMOHON juga meminta kepada Majelis Hakim untuk tidak menjatuhkan sita terhadap saham dan aset yang ada sangkut pautnya dengan pihak ketiga karena berdasarkan pasal 3 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa barang-barang bergerak dan tidak
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
82
bergerak merupakan aset dan kekayaan pihak ketiga yang terpisah dengan kekayaan TERMOHON. TERMOHON juga berpendapat bahwa Islam tidak mengenal adanya harta bersama, mengingat kekuasaan pihak suami maupun isteri adalah sama atau seimbang, masing-maisng punya hak untuk menjual, menggadaikan dan lain sebagainya, telah terjadi pemisahan harta yaitu terhadap harta bawaan masing-masing, pengelolaannya ada pada kuasa baik suami maupun isteri. Oleh karena itu pemisahan harta bersama saat ini sudah kehilangan maknanya dan dalam praktik sekarang ini sita marital tidak banyak dimanfaatkan. Saksi ahli yang mendukung dalil PEMOHON adalah Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H.; Yahya Harahap S.H.; K.H. Nazri Adlani, M.A. Menurut pendapat Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H. sita marital dapat dilakukan dengan permohonan terpisah yang berdiri sendiri selama perkawinan berlangsung yang bertujuan untuk menyelamatkan harta bersama bila ada indikasi adanya perbuatan yang dapat merugikan dan membahayakan harta bersama. Permohonan sita marital yang diajukan oleh PEMOHON berdasarkan pasal 95 Kompilasi Hukum Islam sudah tepat dan benar. Pernyataan beliau pun dipertegas oleh Pendapat H.M. Yahya Harahap, S.H. menurutnya pengajuan sita marital yang satu rumpun dengan sita jaminan secara tersendiri dengan artian terlepas dari perkara cerai berdasarkan pasal 95 Kompilasi Hukum Islam diperbolehkan. Maksud dari pasal 95 Kompilasi Hukum Islam sendiri menurutnya sebagai upaya untuk menyelamatkan harta bersama suami isteri supaya tidak berpindahtangan kepada pihak lain, menjamin harta bersama agar tidak mengalami kehancuran guna menjamin keselamatan obyek harta bersama. Beliau juga berpendapat mengenai eksepsi jawaban TERMOHON Yang mengatakan akan ada pertentangan putusan. Menurut beliau, tidak akan terjadi pertentangan putusan Majelis Hakim terdahulu dengan putusan Majelis Hakim perkara ini mengenai sita marital. Jika putusan cerainya dikabulkan tetap saja putusan sita maritalnya sah, begitu pula jika cerainya ditolak sita maritalnya pun tetap sah sehingga antara putusan Majelis Hakim justru saling menguatkan. Yahya Harahap juga
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
83
mengemukakan bahwa walaupun sita marital jarang dipergunakan sekarang ini, bukan berarti upaya hukum tersebut tidak boleh dilakukan. Menurut pendapat Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H. sita marital merupakan sita khusus yang diterapkan terhadap harta bersama suami isteri yang fungsinya melindungi hak pemohon selama pemeriksaaan sengketa perceraian di pengadilan berlangsung dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita agar tidak jatuh ke tangan pihak ketiga. Menurutnya, dengan adanya penyitaan terhadap harta bersama, baik suami maupun isteri dilarang memindahkannya kepada pihak ketiga dalam bentuk apapun. Menurut pendapat K.H. Nazri Adlani, M.A. pasal 95 KHI tidak bertentangan dengan Hukum Islam, karena maksud sita marital agar harta bersama terjaga dengan baik dan tidak saling merugikan di antara suami dan isteri, sesuai dengan prinsip dalam Surat Al Baqarah ayat 279 yang intinya tidak saling merugikan. Walaupun tanpa dikaitkan dengan perceraian, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam membolehkan mengajukan sita harta bersama secara tersendiri yang sifatnya menyelamatkan harta bersama. Lain halnya dengan pernyataan saksi ahli yang diajukan TERMOHON, Prof.. Dr. Bernadette M. Waluyo, S.H., M.H., C.N. Menurutnya, jika telah diajukan permohonan cerai baik dalam bentuk permohonan thalak maupun dalam bentuk gugatan cerai, sita jaminan atas harta bersama atas dasar pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam tidak dapat diberlakukan. Selain itu, saksi ahli lain yang diajukan TERMOHON pun mementahkan Kompilasi Hukum Islam sebagai dasar hukum yang dapat digunakan dalam Sistem Hukum Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Abdul Djamali, S.H. Menurutnya, Kompilasi Hukum Islam hanya merupakan himpunan atau kumpulan ketentuan-ketentuan hukum positif teretentu, digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam beracara di Pengadilan Agama menjadi pelengkap dari dasar hukum positifnya, oleh karena itu ketentuan-ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam tidak dapat dijadikan dasar hukum yang berdiri sendiri dalam gugatan atau permohonan yang disamapaikan ke Pengadilan Agama.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
84
PEMOHON mengajukan 119 harta yang ingin ditetapkan sebagai harta bersama sekaligus diletakkan sita marital/ sita jaminan atas harta bersama. Pengadilan Agama menetapkan hanya 8 di antara kesemua harta bersama yang diajukan PEMOHON. Harta tersebut di antaranya: 1. Tanah seluas ±1.985 m2 di Menteng atas nama Bambang (TERMOHON); 2. tanah seluas ±1.259 m2 di Menteng atas nama Bambang (PEMOHON); 3. mobil Porsche Cayenne B 905 AT atas nama Halimah (PEMOHON); 4. mobil Volkswagen Toureg B 82 G atas nama Halimah (PEMOHON); 5. tanah dengan luas 3.105 m2 di Ciganjur atas nama Halimah (PEMOHON); 6. tanah seluas 2.705 di Jalan Simprug Garden II Grogol Selatan atas nama PT Asri Land; 7. tanah seluas 1.355 m2 Jalan Simprug Garden II RT 007/03 Grogol Selatan atas nama PT Asri Land; 8. tanah seluas ±4.650 m2 di Megamendung Bogor atas nama Bambang (TERMOHON).
4.2. Analisa Data 4.2.1. Kedudukan
Kompilasi
Hukum
Islam
sebagai
Ijtihad Ulama dan Peraturan Perundang-undangan Nasional Penerapan
Hukum
Islam
melalui
perundang-undangan
seperti
Kompilasi Hukum Islam yang dijadikan pegangan dalam penerapan hukumnya untuk menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat menuju tujuan Hukum Islam salah satunya mengenai masalah harta bersama mengandung masalah ijtihadiyah yang diselesaikan dengan ijtihad ulama Indonesia dengan menggunakan metode-metode istihlah, istihsan, ‘urf dan lain sebagainya yang merupakan metode istidlal dengan tujuan jabal mashalih
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
85
wa dar’u al mafasid.
143
Dapat dikatakan kedudukan Kompilasi Hukum Islam
merupakan ijma’ yang merupakan salah satu metode ijtihad yaitu usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan mengarahkan seluruh kemampuan dilakukan oleh orang (ahli Hukum) seperti Ulil Amri/Ulama yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Qur’an dan Sunnah. Metode ijma’ merupakan persetujuan atau kesesuian pendapat para ahli mengenai suatu masalah (hukum syariat mengenai suatu kejadian/kasus) pada suatu tempat di suatu massa yang diperoleh dengan suatu cara di tempat yang sama. 144 Pembuatan Kompilasi Hukum Islam menurut pertimbangan Hakim telah melibatkan banyak pakar hukum dari Perguruan Tinggi terutama IAIN dan semua ulama di Indonesia. Perlu diperhatikan lebih seksama, ijma’ merupakan persetujuan, jika ada satu orang saja yang tidak menyetujui suatu pendapat hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai ijma’. Dengan perkataan lain, semua ahli hukum dan semua ulama menyetujui suatu pendapat merupakan ijma’ berarti isi atau materi yang dikandung dalam Kompilasi Hukum Islam disetujui dengan suara bulat oleh semua ulama di Indonesia. Sebelum adanya Kompilasi, mengingat adanya ketidakseragaman pendapat dalam hukum Islam, adanya kesimpangsiuran putusan dan tajamnya perbedaan pendapat mengenai masalah hukum Islam, masalah fiqh berbedabeda yang dikhawatirkan jadi pemecah, pemilihan kitab rujukan yang ada di antara hakim berbeda, dan kitab kuning yang merupakan ijtihad berisi pendapat dan pasti berbeda antara pendapat mujtahid yang satu dengan yang lainnya maka Pemerintah perlu memberikan suatu pedoman yang dapat digunakan hakim dalam menerapkan hukum Islam di Indonesia. Menurut Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H. jika sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam maka hakim tidak dapat berpendapat lain dengan merujuk pada suatu aliran di dalam hukum Islam, karena judge made Law hanya bisa dilakukan jika tidak ada hukumnya. Jika ada hukumnya, hukumnyalah yang harus dilaksanakan. Kompilasi Hukum Islam merupakan Lex Spesialis yang 143
Abdurrahman, Op. Cit.
144
Ali, Op. Cit., hlm.120-123.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
86
merupakan hukum khusus yang menyimpang dari lex generalis yang merupakan dasar dari lex generalis. 145 Oleh karena itu agar Kompilasi Hukum Islam dapat berlaku maka Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No.1 tahun 1991 dan ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Agama No. 154/1991 yang kemudian Dirjen Peradilan Agama menindaklanjutinya dengan memerintahkan
kepada
seluruh
hakim
untuk
mempedomani
dan
memberlakukan KHI sebagai landasan hukum bagi masyarakat Islam dalam mengadili sengketa yang timbul. Menurut pendapat Koesnoe, Kompilasi Hukum Islam dalam Hukum Islam dapat dilihat dalam dua kedudukan yaitu sebagai ijma’ dan sebagai peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan. Sebagai peraturan perundang-undangan kedudukannya sebagai Instruksi Presiden (Inpres) sama dengan Keputusan Presiden (Kepres), berdasarkan hierarki perundang-undangan kedudukannya ada di bawah Undang-undang. Dasar dari Instruksi Presiden itu sendiri adalah pasal 4 ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. 146 Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Salah satu kekuasaan pemerintahan yang dapat dilakukan Presiden adalah mengeluarkan peraturan, salah satunya adalah Instruksi Presiden atau Keputusan Presiden. Instruksi
Presiden
ditujukan
kepada
Menteri
Agama
untuk
menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang sudah disepakati. Salah satu diktum keputusan ini adalah untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari 3 Buku mengatur Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan yang telah diterima oleh para ulama dalam lokakarya nasional. Oleh karena itu tidak dapat ditemukan penegasan mengenai kedudukan dan fungsi Kompilasi Hukum Islam. Salah satu konsideran instruksi menyatakan bahwa Kompilasi Hukum Islam oleh instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannnya dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah. 145
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 1999). Hlm. 142. 146
Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya amandemen I, II, III, dan IV.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
87
Koesnoe juga “Dapat menjadi pedoman” tidak harus diartikan kompilasi tidak mengikat, untuk beberapa pihak dapat menggunakannya dan pihak yang lainnya lagi tidak memakainya. Pedoman seharusnya bisa diartikan hal yang dapat dijadikan pegangan sehingga bisa berpegang teguh pada pedoman tersebut. Layaknya sumber hukum Islam yang pertama dan Kedua yakni Al Qur’an dan Sunnah/Hadits Rasul merupakan pedoman bagi Umat Islam, tentunya tidak dapat diartikan Umat Islam tidak terikat terhadap Al Qur’an dan hadits sehingga bagi umat Islam bisa memutuskan apakah ingin menggunakannya atau tidak. Akan menjadi sangat riskan bila suatu pedoman tidak ditaati, terlebih lagi Kompilasi Hukum Islam adalah ijma’ yang merupakan ijtihad ulil amri yang telah memenuhi syarat tertentu, karena Kompilasi Hukum Islam merupakan ijma’ yang merupakan ijtihad maka dapat dikatakan Kompilasi Hukum Islam merupakan sumber Hukum Islam bagi masyarakat Indonesia. Tanpa adanya pedoman hidup manusia tidak tertatur tanpa arah, untuk itu dibutuhkan suatu pedoman yang semestinya ditaati. Apabila “dapat menjadi pedoman” diartikan kompilasi tidak mengikat tentulah tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya Kompilasi Hukum Islam. Menurut Yahya Harahap tujuan dibentuknya Kompilasi Hukum Islam adalah: Untuk merumuskan secara sistematis Hukum Islam di Indonesia secara konkret; dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di Lingkungan Peradilan Agama; dapat terbina penegakan kepastian hukum yang lebih seragam dalam pergaulan lalu lintas masyarakat Islam. Jika keberlakuan Kompilasi Hukum Islam tidak seragam ada yang menggunakan adapula yang tidak menggunakan maka tujuan tersebut tidak dapat tercapai. Menurut Prof. Dr. H. M. Tahir Azhary, Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman tidak hanya harus diperhatikan tapi juga mempunyai kekuatan mengikat bagi para Hakim Peradilan Agama. Dengan demikian penulis sependapat dengan Majelis Hakim yang tidak setuju dengan pendapat saksi ahli dari TERMOHON, Abdul Djamali, S.H. yang menyebut Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman saja yang diartikan tidak harus dipatuhi. Menanggapi pernyataan saksi ahli Abdul Djamali S.H. yang menafikan substansi Kompilasi Hukum Islam dengan menyatakan “Apabila Kompilasi
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
88
Hukum Islam merupakan hukum positif bertarti di Negara ini ada dualistis hukum
positif
sejenis.”
Pendapat
seperti
itu
menyamakan
secara
berdampingan dan bersamaan ketentuan-ketentuan hukum positif dalam Ayat Al Qur’an, hadits dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang perkawinan dengan Kompilasi Hukum Islam. Menurutnya pembuatan Kompilasi Hukum Islam mencampurkannya dengan ketentuan-ketentuan hukum dalam aturan hukum lain bahkan fiqh sebagai penjabaran dari Mahzab dari Hadits Nabi dengan ketentuan-ketentuan hukum positif yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Pendapat Abdul Djamali dapat disimpulkan mengungkapkan bahwa “ Kompilasi Hukum Islam bukanlah sumber hukum.” Majelis Hakim tidak sependapat dengan pernyataan saksi ahli ini. Kompilasi Hukum Islam yang bukan merupakan sumber hukum di Indonesia tidak berdasarkan fakta, karena pada faktanya Pengadilan Agama sampai Mahkamah Agung telah lama menerapkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam. Pendapat Abdul Djamali terlalu kebarat-baratan, dan mengarah ke teori Iblis, teori receptie yang diajarkan oleh Cornelis Van Vollenhoven dan Betrand ter Haar dan Snouck Hugronye. Menurut teori receptie yang berkembang sebelum adanya hukum nasional Indonesia yaitu masih adanya hukum adat dan hukum Islam, antara hukum adat dengan hukum Indonesia dipertentangkan dan seolah-olah tidak dapat menyatu. Teori ini sebenarnya punya maksud politis untuk memecah belah dan mengadu domba rakyat Indonesia untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia. 147 Teori ini bagaikan teori membelah bambu, mengangkat belahan yang satu (adat) dan menekan belahan yang lain (Islam), hukum adat kedudukannya lebih tinggi daripada hukum Islam. Teori ini mempunyai maksud untuk menghapuskan hukum Islam dari Indonesia, mematikan pertumbuhan Hukum Islam. Pertimbangan hakim terhadap pendapat saksi ahli Abdul Djamali tentunya menentang teori resepsi, karena teori ini mengajak orang Islam untuk tidak mematuhi dan melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasulnya. Majelis Hakim tentunya tidak menganggap hukum Islam itu sendiri, Majelis Hakim menganggap Hukum Islam merupakan hukum, tidak tergantung apakah hukum Islam tersebut sudah 147
Ali, Op. Cit., hlm.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
89
atau belum dapat diterima. Mematuhi hukum Islam merupakan ketaatan dan ketaqwaan. Lagipula teori receptie ini
sudah tidak sesuai lagi dan tidak
berlaku lagi dengan kondisi Hukum Indonesia saat ini. Jika ingin dihubungkan dengan sesuai atau tidaknya dengan keadaan hukum, Kompilasi Hukum Islam sudah sesuai dengan keadaan masyarakat Hukum Islam itu sendiri. Mengingat pembentukan Kompilasi Hukum Islam salah satunya dengan memperhatikan prinsip “Unity dan Variety” yaitu semacam bentuk sosiologis yang mengacu pada kondisi yang “satu dalam keragaman.” Tujuannnya justru menghindari adanya ketidakseragaman. Selain itu, metode lain yang digunakan adalah melakukan pendekatan perumusan Kompilasi Hukum Islam dengan pendekatan kompromi dengan hukum Adat untuk mengantisipasi perumusan nilai-nilai hukum yang tidak dijumpai nashnya dalam Al Qur’an dan Sunnah, sedangkan pada sisi lain, nilai-nilai itu sendiri telah tumbuh subur berkembang sebagai norma adat dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Di samping itu, nilai-nilai adat kebiasaan yang dalam konteks ilmu hukum Islam disebut dengan istilah ‘Urf itu nyata-nyata membawa kemaslahatan ketertiban serta kerukunan dalam kehidupan masyarakat. Jelas tujuan dibentuknya Kompilasi Hukum Islam untuk kemaslahatan, dapat diasumsikan bahwa dengan menjadikan Kompilasi Hukum Islam sebagai dasar hukum membawa manusia khususnya mayarakat Islam di Indonesia ke arah yang mursalah bukan ke arah mudharat. Pendapat saksi ahli seakan membuat paradigma baru bahwa Kompilasi Hukum Islam bukanlah sumber hukum yang tidak harus digunakan, bagi pihak tertentu bisa menggunakann bagi pihak lainnya tidak wajib digunakan seakan berdampak bahwa Kompilasi Hukum Islam membawa masyarakat Islam Indonesia ke arah mudharat karena adanya dualistis hukum. Dengan adanya Kompilasi Hukum Islam berlaku mengikat karena seluruh Hakim sudah menggunakan Kompilasi Hukum Islam, hak hakim untuk berijtihad tidak boleh lagi menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang disebutkan secara tegas dengan Kompilasi Hukum Islam, bukan lagi menerapkan keyakinan hukumnya sesuai dengan pendapat yang dianutnya dalam salah satu kitab fiqh. Untuk ketentuan yang masih belum diatur dalam
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
90
Kompilasi Hukm Islam dapat dirujuk ke dalam kitab-kitab fiqh sebagai perbandingan untuk penafsiran bagi para hakim. Perlu diingat fiqh merupakan bahan perbandingan, jika pada praktiknya ada pertentangan antara Kompilasi Hukum Islam dengan Fiqh, yang digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam yang merupakan Lex spesialisnya. Masalah sita marital atau disebut juga sebagai sita jaminan atas harta bersama diatur dengan tegas dalam Kompilasi Hukum Islam. Tidak perlu lagi dipertanyakan ketentuan yang mengaturnya, karena sudah jelas tertulis. Tidak perlu mempertanyakan apakah Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman dapat diterapkan dan berlaku mengikat atau tidak. Jika tidak ada pengaturannya dalam Kompilasi Hukum Islam barulah dapat dirunut ke dalam kitab fiqh . Selama ketentuan yang diatur tidak bertentangan dengan sumber hukum Islam lainnya yang lebih tinggi, yaitu Al Qur’an dan Hadits bukan merupakan suatu masalah untuk menerapkan ketentuan tersebut. Sita marital erat kaitannya dengan perkawinan. Kompilasi Hukum Islam merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang perkawinan bagi pemeluk agama Islam. Dalam hukum perkawinan kedudukan Kompilasi Hukum Islam merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan bagi Pemeluk Agama Islam karena sejalan dengan Undang-Undang Perkawinan. Jika sejalan dengan Undang-undang tidak ada alasan untuk tidak dijadikan sebagai sumber hukum. Kalaupun ada yang bertentangan, karena Kompilasi Hukum Islam yang digunakan bagi umat Islam karena lebih sesuai dengan syariat dan sebagai lex spesialis dari Undang-Undang Perkawinan yang merupakan hukum khusus yang bisa menyimpang dari lex generalis yang sebagai dasarnya.
4.2.2. Kedudukan Harta Bersama terhadap Suami Isteri Kedudukan antara suami dan isteri adalah sama, baik suami maupun isteri berhak atas harta pribadi/ harta bawaan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap hartanya. Namun, untuk harta bersama dalam melakukan perbuatan hukum terhadapnya dibutuhkan persetujuan kedua belah pihak.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
91
Pada dasarnya menurut Hukum Islam, harta suami isteri terpisah. Masingmasing memiliki hak untuk membelanjakan atau menggunakan hartanya dengan sepenuhnya tanpa boleh diganggu oleh pihak lain. Baik merupakan harta bawaannya masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah seorang suami isteri atas usahanya sendiri-sendiri maupun harta yang diperoleh oleh salah seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka menikah. Prof. Hazairin menyimpulkan bahwa Al Qur’an tidak mengatur lembaga harta bersama dalam perkawinan. Dalam kitab fiqh pun tidak menyebut tegas mengenai harta bersama selama perkawinan yang disebut sebagai harta kekayaan perkawinan. Kitab fiqh yang ada hanya membahas mengenai mahar. Oleh karena itu segala sesuatu yang tidak diatur dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul menjadi otonomi setiap umat Islam untuk mengaturnya secara “syura bainahum”. 148 Dengan demikian ada pendapat yang menyatakan harta bersama dapat terjadi dalam perkawinan Islam, ada juga yang berpendapat bahwa Islam tidak mengenal harta bersama kecuali dengan dilakukannya syirkah. Harta bersama sebelumnya dikenal dalam masyarakat hukum adat sebagai harta gono-gini. Di Mesir tidak dikenal harta gono-gini seperti di Indonesia. Para ulama Indonesia yang melakukan ijtihad mengatur mengenai harta tersebut yang kemudian dirumuskan dalam Kompilasi Hukum Islam. Menurut keterangan yang penulis dapat dari wawancara dengan anggota Majelis Hakim yang memutus perkara ini, Bpk. Drs. Faizal Kamil, S.H., M.H. Harta bersama yang dikenal Islam diadopsi dari hukum adat, sebagaimana metode ijtihad bisa dilakukan dengan cara ‘Urf. Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan Hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.( al-’adatu muhakammah). 149 Berdasarkan pendapat yang mengakui adanya harta bersama, walaupun harta suami isteri terpisah, dan diberikan hak yang sama bagi isteri dan suami mengatur harta pribadinya sesuai dengan kebijaksanaannya masing-masing namun dimungkinkan adanya syirkah yang merupakan percampuran harta kekayaan yang 148
Ramulyo, Op. Cit., hlm 28.
149
Wawancara dengan Anggota Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. Drs. Faizal Kamil, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
92
diperoleh suami dan/atau isteri selama masa adanya perkawinan atas usaha suami atau isteri sendiri-sendiri atau usaha bersama.. Dengan menikah PEMOHON dan TERMOHON terjadi perkongsian terbatas (syarikatur rajuli filhayati), PEMOHON menjadi kongsi sekutu TERMOHON dalam melayari bahtera hidup. Kekayaan bersatu karena syirkah seakan-akan merupakan harta kekayaan tambahan. Antara PEMOHON dan TERMOHON melakukan usaha bersama selama perkawinan yaitu sebagai pemegang saham sebesar 99,99% saham atas PT Asri Land. Perusahaan tersebut dibentuk selama PEMOHON dan TERMOHON terikat dalam perkawinan. Hal ini ditunjukkan dalam Akta Risalah Rapat PT Asri Land bahwa TERMOHON adalah Direktur Utama dan Pemilik dari 99,99% saham PT Asriland sedangkan PEMOHON adalah komisaris Asriland. Dengan menduduki posisi-posisi kunci serta memiliki saham mayoritas dari perusahaan Asriland maka dengan mudah dipergunakan sebagai nominee dari harta-harta yang dimiliki oleh TERMOHON maupun PEMOHON. Selama dalam perkawinannya Perusahaan tersebut semakin berkembang sehingga harta bersama juga bertambah. Jika antara suami isteri melakukan usaha bersama selama perkawinan perolehan atas usaha tersebut menjadi milik bersama. Berdasarkan katagori harta dikatakan sebagai harta bersama dalam kehidupan perkawinan menurut Yahya Harahap salah satunya adalah penghasilan yang tumbuh dari harta bersama dan harta bawaan. Saham PT Asriland yang dimiliki oleh PEMOHON dan TERMOHON merupakan penghasilan harta bersama dan harta bawaan. Lamanya hubungan perkawinan sebanding dengan jumlah harta bersama yang didapat. Semakin lama suatu hubungan dimungkinkan semakin banyak pula harta bersama yang didapatkan. Selama dalam ikatan perkawinan, jika diperoleh harta baik dihasilkan oleh pihak suami atau isteri sendiri-sendiri ataupun diperoleh atas hasil kerja sama antara kedua pihak akan menjadi harta bersama. Dengan adanya perolehan harta, maka memungkinkan harta bersama bisa bertambah. Atas perolehan harta selama perkawinan tersebut melahirkan tanggung jawab memeliharanya dan mengelolanya. Sesuai dengan Pasal 89 dan 90 Kompilasi Hukun Islam, baik suami maupun isteri bertanggung jawab atas harta bersama, harta isteri maupun suaminya dan hartanya sendiri. Untuk menjual atau
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
93
memindahkan harta bersama tersebut dibutuhkan persetujuan baik suami maupun isteri. Majelis hakim tidak menjelaskan kedudukan harta bersama antara PEMOHON dan TERMOHON. Pada pertimbangan hukumnya hanya disebutkan bahwa pihak yang mendalilkan harta bersama dia yang harus membuktikan. Tidak memberikan pertimbangan batasan apa yang menjadi harta bersama dan harta bawaan. Hal ini sesuai dengan katagori harta bersama dalam perkawinan yang disebutkan oleh Yahya Harahap. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan
itulah
yang
merupakan
harta
bersama.
PEMOHON
harus
membuktikan adanya harta bersama, mengingat siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan. Namun TERMOHON untuk menyangkal bahwa harta yang dimaksud PEMOHON bukan harta bersama melainkan merupakan harta pribadi/ harta bawaannya dapat dibuktikan dengan akta notariil atau alat bukti sah lainnya bahwa harta yang diperoleh adalah harta pribadinya terpisah dari harta bersama, maka harta tersebut digolongkan sebagai harta pribadi bukan harta bersama. Jika TERMOHON tidak bisa menunjukkan harta selama perkawinan adalah harta pribadinya, maka harta yang diperoleh selama perkawinan tersebut dianggap sebagai harta bersama. PEMOHON tidak bisa membuktikan harta-harta yang diajukan dalam gugatannya karena PEMOHON tidak dapat memperlihatkan asli surat bukti tertulis, PEMOHON hanya menunjukkan bukti berupa foto copy yang nilai pembuktiannya kurang kuat. PEMOHON hanya bisa menunjukkan asli surat bukti berupa : 1. Sertifikat tanah No. 133/Gondangdia yang dikeluarkan oleh Kantor Agraria Jakarta Pusat tahun 1987 atas nama TERMOHON terhadap tanah seluas ±1.985 m2 di Menteng; 2. Sertifikat tanah No. 216/Gondangdia yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan tahun 1996 atas nama TERMOHON tanah seluas ±1.259 m2 di Menteng; 3. Buku Pemilik Kendaraan Bermotor D No. 0987837 mobil Porsche Cayenne No. Polisi B. 905 atas nama PEMOHON;
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
94
4. Buku Pemilik Kendaraan Bermotor D. No. 7283570 mobil Volkswagen Toureg No. Polisi B 82 G atas nama PEMOHON; 5. Akta Jual Beli Tanah Nomor 26/ V/ 1982 dengan luas 3.105 m2 di Ciganjur atas nama PEMOHON; 6. Surat Perjanjian jual beli tanah serta bangunan seluas ±4.650 m2 di Megamendung Bogor atas nama TERMOHON. Bagi Majelis Hakim dibutuhkan ketelitian memisahkan antara harta bersama dengan harta bawaan/harta pribadi. Menurut Drs. Faizal Kamil S.H. M.H. Harta bawaan dilihat dari sudut pandang asalnya, sedangkan harta bersama dilihat dari hasil dan perolehan dari usaha atau pekerjaan. 150 Menurut Ketua Majelis Hakim, Drs. H. Alizar Jaz, S.H. M.H.,jika perolehan suatu harta bukan saat dalam ikatan perkawinan harus dibuktikan, jika bukan harta bersama seharusnya dicatat di notaris. 151 Pembagian antara harta bawaan dengan harta bersama berkaitan dengan harta yang bisa diletakkan sita marital. Pada dasarnya harta bawaan/harta pribadi tidak dapat diletakkan sita marital, dan sita marital hanya diletakkan terhadap harta bersama secara keseluruhan baik yang ada di tangan PEMOHON atau TERMOHON. Harta pribadi/bawaan PEMOHON yang ada di tangan TERMOHON juga tidak menutup kemungkinan untuk diletakkan sita.
4.2.3. Kedudukan Harta Bersama Terkait dengan Pihak Lain (Pihak ke-3) Dalam pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut sebagai harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa. PEMOHON dan TERMOHON bekerjasama dengan membentuk PT Asriland. PEMOHON sebagai komisarisnya dan TERMOHON sebagai Direktur Utama. Suatu perseroan terbatas melakukan hubungan perdagangan dan perikatan 150
Wawancara dengan Anggota Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. Drs. Faizal Kamil, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008. 151
Wawancara dengan Ketua Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. Drs. H. Alizar Jas, S.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
95
lainnya dengan pihak ketiga. Dalam hubungan tersebut dihasilkan harta kekayaan perusahaan. Dalam Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur bahwa kekayaan pihak ketiga terpisah tidak meliputi
dengan harta kekayaan pribadi pemegang saham. Pemegang saham
perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian melebihi saham yang dimiliki. 152 Pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan fungsi tanggung jawab terbatas (Limited Liability) yang diterapkan ke dalam suatu perusahaan. Selama belasan
tahun
TERMOHON
dan
PEMOHON
membangun
bahkan
mengembangkan usaha dari perusahaan. Hasil dari hubungan perdagangan maupun perikatan lainnya layaknya menambah jumlah pendapatan bagi perusahaan yang PEMOHON dan TERMOHON bangun. Hal ini tentunya juga berakibat pada jumlah harta kekayaan masing-masing pihak akan bertambah, sebagaimana syirkah atau harta bersama merupakan harta tambahan bagi suami isteri. PEMOHON bekerja sama dengan TERMOHON dalam pemilikan saham serta pengelolaan perusahaan tersebut. Baik PEMOHON maupun TERMOHON berhak memperoleh bagian dari hasil usahanya. Sebagaimana Al Qur’an telah mengaturnya: Manusia, sebagai khalifah-Nya di bumi, berhak mengurus dan memanfaatkan milik mutlak Allah itu dengan cara-cara yang benar dan halal dan berhak memperoleh bagian dari hasil usahanya. 153 Salah satu harta yang didaftarkan dengan nama PT Asri Land, adalah Tanah di jalan Simprug Garden II Grogol Selatan. TERMOHON meminta agar harta tersebut tidak diletakkan sita karena harta terdaftar atas nama pihak lain yaitu PT Asriland sebagai badan hukum. Di mana harta kekayaan badan hukum terpisah dengan harta yang menjadi pengurusnya. Majelis Hakim berpendapat walaupun harta tersebut atas nama PT Asri Land tidak menjadi halangan hukum untuk menetapkannya sebagai harta bersama PEMOHON dengan TERMOHON.
152
Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007. LN No.106 tahun 2007, TLN No.4756. 153
Ali (2), Op. Cit.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
96
Berdasarkan pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam,
harta bersama tidak
mempersoalkan terdaftar atas nama siapa. Harta bersama tidak harus didaftar atas nama suamikah, istri sajakah, tapi juga dimungkinkan atas nama pihak ketiga seperti Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnnya. Dalam pengaturan ini difokuskan pada perolehan harta bersama selama berlangsungnya ikatan perkawinan, bukan atas nama siapa objek tersebut didaftarkan. Kepemilikan PEMOHON dan TERMOHON terhadap saham PT Asri Land sebesar 99,99% dapat dikatakan hampir semua sahamnya sebagai harta bersama. Ada harta bersama PEMOHON dan TERMOHON dalam asset pada PT Asri Land tersebut. Salah satunya adalah tanah bersertifikat hak guna bangunan seluas 2.705 m2 di Jalan Simprug Garden II Grogol Selatan dan tanah seluas 1.355 m2 bersertifikat hak guna bangunan Jalan Simprug Garden II RT 007/03 Grogol Selatan. Pengertian harta kekayaan menjadi luas jangkauannya, seperti yang diatur dalam pasal 91 Kompilasi Hukum Islam. Harta bersama dapat berupa benda berwujud meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga atau benda tidak berwujud berupa hak maupun kewajiban. Surat-surat berharga seperti saham, polis, cek dan lain sebagainya termasuk sebagai harta kekayaan. Kepemilikannya jika selama perkawinan sama halnya dengan harta kekayaan lainnya seperti benda bergerak dan tidak bergerak merupakan harta bersama. PEMOHON dan TERMOHON mempunyai harta kekayaan berupa saham, di mana saham tersebut didapat selama ikatan perkawinan merupakan harta bersama. Saham PEMOHON dan TERMOHON terkandung dalam asset PT Asri Land, asset tersebut dapat dikategorikan sebagai hara kekayaan PEMOHON dan TERMOHON yang dapat disebut sebagai harta bersama. Asset tersebut dikhawatirkan oleh PEMOHON akan berpindah tangan, maka PEMOHON mengajukan asset tersebut untuk disita oleh Pengadilan Agama, asset yang termasuk harta bersama dibekukan guna melindungi utuhnya harta bersama agar baik PEMOHON, TERMOHON maupun PT Asri Land itu sendiri tidak ada yang dirugikan. Bagi PT Asri Land, dengan diletakkannya sita marital pada asset tersebut tidak menghalangi perputaran asset-asset tersebut
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
97
dalam pengelolaannya karena sifat peletakan Sita marital atau sita jaminan atas harta bersama hanya sekedar pengamanan.
4.2.4. Alasan Sita Marital PEMOHON Terhadap TERMOHON Alasan pokok permohonan sita marital oleh PEMOHON setidaknya ada dua alasan pokok yakni adanya Qorinah (persangkaan kuat Majelis Hakim) hubungan tersendiri bahkan sudah sampai ke tingkat nikah siry antara TERMOHON dengan Mayangsari dilahirkan seorang anak perempuan. Alasan kedua adanya keinginan TERMOHON menceraikan PEMOHON secara legal formal. Dari kedua alasan pokok tersebut, PEMOHON khawatir harta bersamanya dengan TERMOHON tidak aman dan tidak bisa diselamatkan yang akibatnya akan merugikan PEMOHON dan anak-anaknya dikemudian hari. Bahkan Majelis Hakim sampai ke tingkat Muttawattir (fakta tidak dapat disangkal lagi) karena TERMOHON menunjukkan hubungannya dengan istri sirrynya secara nyata di depan publik, dan media massa banyak memuat berita tersebut tanpa ada penyangkalan sebagai klarifikasi dari TERMOHON. Sesuatu yang logis apabila seseorang tidak membantah apa yang terjadi di depan publik pihak tersebut cenderung membenarkan. Dengan demikian Majelis Hakim menetapkan adanya Qorinah berupa persangkaan kuat atas fakta-fakta tingkah laku antara TERMOHON dan Mayangsari. PEMOHON dapat membuktikan alasan untuk diajukan sita marital atau yang disebut sebagai sita jaminan atas harta bersama, untuk itu Majelis Hakim mengabulkan Permohonan Sita Maritalnya. Dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam yang merupakan modifikasi dari pasal 186 KUHPer. 154 Salah satu dasar diajukannya permohonan sita marital adalah adanya perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta kekayaan perkawinan seperti salah satu contohnya adanya pemborosan atau kelalaian lain dalam menjaga harta kekayaan perkawinan. Hal ini dapat dirujuk ke dalam Nash Al Qur’an. Allah tidak menyukai keborosan dalam Surah Al Isra’ (27): Sesungguhnya orang-orang 154
Wawancara dengan Ketua Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. H. Drs. Alizar Jas, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
98
pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. 155 PEMOHON mengajukan alasan adanya kekhawatiran yang beralasan terhadap keamanan harta bersama, walaupun ada ketentuan yang mengatur bahwa harta bersama tidak bisa dipindahtangankan ke pihak lain tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak hal ini tidak memberi suatu jaminan harta bersama tidak berpindah tangan. Untuk itu, PEMOHON ingin mengamankan harta bersamanya dengan TERMOHON dijamin secara legal formal yaitu dengan meletakkan sita agar PEMOHON dan anak-anaknya tidak dirugikan. Majelis hakim menggunakan alat bukti persangkaan bahwa telah terjadi perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama mengacu pada Qorinah bahwa TERMOHON telah memiliki hubungan dengan wanita lain bahkan sampai ke tingkat nikah sirry. Tentunya terdapat persangkaan TERMOHON dapat melakukan perbuatan yang membahayakan harta bersama yang akibatnya akan merugikan PEMOHON dan anak-anak dari PEMOHON dan TERMOHON. Persangkaan Majelis Hakim tersebut
dapat
menjadi
alat
bukti,
sebagaimana diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata jo. Pasal 164 HIR. Majelis memandang hubungan TERMOHON dan wanita lain dapat dilihat sebagai muttawattir adanya Qorinah menyebabkan TERMOHON sewenang-wenang terhadap harta bersamanya dengan PEMOHON. Merupakan pandangan yang logis jika istri sah khawatir harta bersama dengan suami sah akan disalah gunakan terhadap istri sirrynya, mengingat pernikahan sirry terjadi dirahasiakan oleh suami. Sirry dapat diartikan diam-diam atau dalam hati. Begitulah yang terjadi terhadap PEMOHON yang khawatir harta bersamanya akan diberikan kepada istri sirry TERMOHON, sehingga istri sirry TERMOHON juga ikut merasakan harta bersama antara PEMOHON dan TERMOHON yang bukan sama sekali hak dari istri sirrynya. Mengingat pernikahan sirry yang tidak diadakan pencatatan tidak akan menimbulkan akibat hukum termasuk dalam harta kekayaan. Dengan demikian Majelis hakim atas alat bukti persangkaannya (qorinah) dapat membuktikan adanya perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta 155
Al Qur’an dan Terjemahan., Op. Cit., QS: 17:27.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
99
bersama, sehingga Pengadilan Agama sesuai dengan Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam dapat mengabulkan permohonan sita yang dimohonkan PEMOHON.
4.2.5. Akibat Sita Marital Terhadap Status Perkawinan Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa sita dapat dilakukan oleh Pengadilan Agama jika salah satu pihak melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersma. Tujuan dari peletakan sita adalah untuk menjamin keutuhan seluruh harta kekayaan bersama dalam perkawinan. Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam merupakan modifikasi dan sejiwa dengan pasal 186 KUH Perdata di mana diatur bahwa tuntutan pemisahan harta oleh isteri. Dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam diatur bahwa di luar gugatan perceraian isteri atau suami dapat mengajukan pemisahan harta perkawinan yang masih utuh ke Pengadilan. menunjukkan bahwa permohonan sita marital tidak mutlak bersifat asesoir kepada gugatan cerai atau pembagian harta bersama. Dapat diperhatikan, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam tidak sama mutlak dengan pasal 186 KUHPerdata, mengingat pasal 186 KUHPer terlalu kebaratbaratan dengan menganggap isteri tidak cakap melakukan perbuatan hukum sehingga hanya isteri yang dapat mengajukan permohonan sita. Sita marital identik dengan adanya harta persatuan bulat sehingga isteri dapat meminta pemisahan harta. Sedangkan Hukum Islam tidak membedakan kedudukan antara suami dan isteri, dan tidak mengenal harta persatuan bulat, masing-masing pihak cakap melakukan perbuatan hukum terhadap hartanya masing-masing. Hal yang diadopsi dari pasal 186 KUHPer ke dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam adalah mengenai cara mengajukan sita yang independent, berdiri sendiri tanpa adanya gugatan cerai. Hal ini tidak bertentangan dengan Sumber Hukum Islam yang utama yakni Al Qur’an, dalam Surah Al Baqarah ayat 279 untuk tidak saling merugikan. Jika kamu tidak melaksanakanya maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). 156
156
Al Qur’an dan Terjemahan., Op. Cit., QS: 2: 279.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
100
PEMOHON tidak menginginkan terjadinya perceraian, juga tidak membahas mengenai pembagian harta bersamanya, karena PEMOHON masih menginginkan keutuhan rumah tangga. Sementara suami atau isterinya melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan harta bersama yang merupakan sumber bagi penghidupan dan kesejahteraan bagi keluarganya, dibutuhkanlah suatu tindakan prevensi agar harta bersama tidak habis dan berpindah tangan ke pihak lain selain isteri dan anak-anaknya yang berhak atas harta bersamanya. Tujuan pokok sita yang diatur dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam adalah menyelamatkan keutuhan harta bersama tanpa merusak ikatan hubungan keluarga. Permohonan sita marital berdasarkan pasal 95 Kompilasi Hukum Islam sifatnya tidak assesoir. Pernyataan “ tanpa adanya permohonan gugatan cerai” dapat diinterpretasikan tidak tergantung apakah terjadi perceraian atau tidak. Sita tetap dapat dilaksanakan karena tujuannya adalah untuk melindungi harta bersama saat perkawinan masih berlangsung. Jika sekalipun terjadi perceraian harta tersebut dapat aman terbagi, antara suami isteri mendapatkan masing-masing seperdua sebagaimana diatur dalam pasal 97 Kompilasi Hukum Islam.Hal ini sesuai dengan penjelasan Prof. Dr. Zulfa. Karena sifat sita berdasarkan pasal 95 KHI tidak bersifat assesoir maka tidak akan bertentangan dengan akibat hukum putusnya perkawinan. Seandainya perkawinan
putus,
sementara
harta
bersamanya
diletakkan
sita
justru
memudahkan untuk langsung dilakukan pembagian harta bersama. Jika perkawinan tidak putus dalam arti kata tidak terjadi perceraian, perkawinan tetap utuh sedangkan harta bersama suami isteri sudah diletakkan sita, harta bersama tidak akan beralih ke pihak lain, justru terlindungi dengan adanya sita marital. Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam ini merupakan dasar hukum yang digunakan untuk mengajukan permohonan sita marital pertama kali. Dalam yurisprudensi sebelumnya dasar hukum mengajukan permohonan sita marital adalah Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, di mana antara permohonan sita maritalnya diajukan menjadi satu bagian dalam proses gugatan perceraian. Antara Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam dengan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahunn 1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
101
Islam tidak perlu dihubungkan, karena jelas antara pasal-pasal tersebut mengatur hal yang esensinya berbeda. Menurut Hukum Perkawinan Islam, thalak merupakan jalan terakhir, jika sudah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki kerukunan rumah tangga namun tidak juga dapat memperbaiki keadaan. Mengingat perkawinan dalam ajaran Islam merupakan pertalian seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami isteri dan turunan bahkan antara dua keluarga Thalak harus mempertimbangkan akibat perceraian baik yang menyangkut kuasa atas anak, terhadap harta kekayaaan perkawinan, status sosial dan lain sebagainya. Jika benar-benar tidak dimungkinkan upaya lain untuk menyelamatkan
perkawinan,
barulah
jalan
perceraian
terbuka.
Dalam
memutuskan perkawinan apakah akan mendapatkan manfaat atau justru mudharat, Allah sesungguhnya ingin hambaNya mengambil jalan yang penuh manfaat dibanding jalan yang mudharat. Sebagaimana yang dimaksud Rasulullah, perceraian
bukanlah
suatu
permainan.
Jika
pihak
isteri
masih
mau
mempertahankan suatu perkawinan ada baiknya pihak suami masih memberikan kesempatan bagi isteri untuk memperbaiki semua, terlebih lagi jika isteri sungguhsungguh berusaha untuk melakukan perubahan. Dalam kasus ini, PEMOHON sama sekali tidak ingin perkawinannya putus lantaran adanya wanita lain yang masuk di antara kehidupan bersama TERMOHON. Di lain pihak, TERMOHON lupa akan kewajibannya menjaga harta bersama dengan terus mengalihkannya kepada istri sirrynya. Sementara TERMOHON tutup mata rapat-rapat tidak melihat usaha PEMOHON untuk memperbaiki keutuhan rumah tangga. Barang tentu PEMOHON khawatir harta bersamanya semakin dikuasai istri sirry TERMOHON sehingga akan merugikan PEMOHON dan anak-anaknya. Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam dapat diterapkan. Dapat dinterpretasikan PEMOHON tidak mengajukan gugatan perceraian, sesuai dengan pasal 95 Kompilasi Hukum Islam “ tanpa adanya permohonan gugatan cerai“ karena PEMOHON tidak pernah sekalipun mengajukan gugatan cerai, melainkan TERMOHONlah yang mengajukan permohonan izin thalak. Antara gugatan cerai dengan izin thalak merupakan hal yang berbeda, meskipun mempunyai akibat hukum yang sama yakni
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
102
perkawinannya putus. Gugatan cerai diajukan oleh pihak isteri, sedangkan izin thalak diajukan oleh pihak suami. Tidak ada pengaturan khusus yang mengatur bahwa Sita Marital harus selalu bersifat asesoir dengan perkara perceraian. Menurut pendapat Ketua Majelis Hakim Alizar Jaz, S.H. M.H., Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan ketentuan mengenai sita, melainkan hanya menyebutkan “menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama ....” bentuknya lebih luas dari sita marital, bisa berupa pencatatan harta bersama oleh Pengadilan Agama, Penitipan barang kepada pihak ketiga atas perintah hakim atau kesepakatan kedua pihak. 157 Sita marital yang disebut dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai (Sita jaminan atas harta bersama) hanya diatur secara tegas dalam Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam. Jika menggunakan dasar hukum Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam barulah permohonan sita maritalnya harus assesoir terhadap gugatan cerai. Sifat sita yang diatur dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam seperti yang di atas tidak bersifat asesoir, sehingga dapat berdiri sendiri tanpa tergantung gugatan cerai. Dengan demikian tidak ada hubungan yang bertentangan antara peletakan sita dengan status hukum perkawinan, apakah perkawinan itu putus atau tetap utuh.
4.2.6. Sita Marital atau Sita Jaminan atas Harta Bersama PEMOHON mengajukan permohonan sita marital dengan dasar hukum Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam yang mengatur mengenai sita jaminan atas harta bersama, bukan sita marital. Ketentuan mengenai sita marital diatur dalam Pasal 186 KUHPerdata yang suasana hukumnya masih menganggap kedudukan isteri di bawah kuasa suami atas harta bersamanya, di mana suasana hukum ini tidak sesuai lagi dengan kedudukan suami isteri yang sama. TERMOHON mengemukakan dalam jawabannya sita marital hanya berlaku bagi wanita yang tunduk pada KUHPer. Ada ketidak jelasan antara permohonan sita marital dengan sita jaminan atas harta bersama. 157
Wawancara dengan Ketua Majelis Hakim Perkara No. 549/Pdt.G/2007/PA.JP, Bpk. Drs. H. Alizar Jas, S.H., M.H. tanggal 18 November 2008.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009
103
Menurut pertimbangan Majelis Hakim penyebutan sita marital dengan sita jaminan dalam harta bersama tidak jadi masalah. Baik sita marital dalam pasal 186 KUHPerdata maupun sita jaminan dalam Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam obyeknya adalah harta bersama, dengan demikian antara sita marital dengan sita jaminan dapat digolongkan dalam satu jenis. Menurut pendapat M. Yahya Harahap sita jaminan yang langsung dikaitkan dengan harta bersama suami isteri seperti yang dimaksud dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam lazim disebut sebagai sita marital. Sita marital atau Marital Beslaag merupakan salah satu bentuk dari sita jaminan (conservatoir beslaag) yang bersifat khusus. Pada dasarnya, maritale beslaag adalah sama dan serupa dengan sita jaminan (conservatoir beslaag), sita marital merupakan perwujudan dari conservatoire beslaag. Yang membedakan antara sita marital dengan sita jaminan adalah sita marital timbul jika terjadi perkara perceraian,
tujuan sita marital bukan untuk menjamin tagihan
pembayaran kepada penggugat, bukan juga untuk menuntut penyerahan hak milik, tapi untuk membekukan harta bersama suami-isteri agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perkara perceraian atau pembagian harta bersama. Sedangkan conservatoire beslaag bertujuan menjadikan barang yang disita sebagai pemenuhan pembayaran utang tergugat. Sita marital memiliki konotasi yang menempatkan isteri di bawah kekuasaan suami dalam perkawinan. Dalam sistem hukum Indonesia, dapat digunakan istilah sita jaminan atas harta bersama atau sita harta perkawinan. Sebutan dengan istilah sita jaminan atas harta bersama memperlihatkan kedudukan antara suami dan isteri adalah sama. Namun, istilah sita marital tetap bisa digunakan untuk sengketa harta bersama. Antara sita marital dan sita jaminan atas harta bersama hanya berbeda istilah dengan esensi yang sama.
Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009