Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Mahasiswa Universitas Indonesia (Analisis Data Survei Perilaku Sehat Mahasiswa Universitas Indonesia 2010) Oryza Yanuaristi
Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Maysarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
Email :
[email protected] /
[email protected]
Abstrak Data Kementrian Kesehatan (2012) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2012) menunjukkan bahwa infeksi menular seksual dan angka kehamilan tidak diinginkan terbesar dialami oleh golongan remaja dan dewasa muda. Hal ini merupakan dampak dari perilaku seksual pranikah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Perilaku Sehat Mahasiswa Universitas Indonesia Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswa yang mewakili 12 fakultas dengan rentang umur remaja akhir (18-24 tahun) yang berjumlah 1819 responden. Proporsi perilaku seksual berisiko tinggi pranikah adalah 137 (7,5%). Hasil analisis menunjukkan bahwa umur mempengaruhi perilaku seksual mahasiswa, laki-laki lebih beresiko (OR=2,39) dibanding perempuan, rumpun fakultas yang memiliki resiko paling besar adalah Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora (OR=15,46), mahasiswa yang pernah berpacaran memilki resiko lebih besar (OR=2,31) daripada mahasiswa yang belum pernah berpacaran. Kata kunci : Perilaku Seksual, Mahasiswa, Universitas Indonesia
Influential Factors toward Premarital Sexual Behavior at the University of Indonesia Student (Data Analysis of Health Behavior Survey Year 2010) Abstract Data from the Ministry of Health (2012) and the National Population and Family Planning (2012) showed that sexually transmitted infections and unwanted pregnancies most common in adolescents and young adults group. This is the impact of premarital sexual behavior. The purpose of this research is to reveal premarital sexual behavior and factors that influence the students at the University of Indonesia. This study uses secondary data survey of health behavior 2010. The type of this research is quantitative with cross sectional approach. The study population was all students who represent 12 faculties with a lifespan 'late teens' (18-24 years) which amounted to 1819 respondents. The proportion of high-risk sexual behavior before marriage is the 137 (7,5%). The analysis showed that age affects the sexual behavior of college students, men are more at risk (OR = 2.39) than women, clumps of faculty who have the greatest risk is Clumps Social Sciences and Humanities (OR = 15.46), a student who was dating have the greater risk (OR = 2.31) than students who have not been dating. Keywords : Sexual Behavior, Student, University of Indonesia
1 Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Pendahuluan
Berkembangnya penyakit menular seksual merupakan dampak dari perilaku seksual pranikah (Sarwono, 2003). Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara di saat negara lain sudah mengalami penurunan (SEARO-WHO, 2012). Di Indonesia setiap 25 menitnya terdapat satu orang baru terinfeksi HIV, satu dari setiap 5 orangnya berusia di bawah 25 tahun. Proporsi terbesar kasus HIV terdapat pada golongan umur 20-24 tahun, sedangkan proporsi AIDS terbesar terdapat pada golongan umur 25-29 tahun, yang mana merupakan golongan umur remaja dan dewasa muda (Antono S, 2006) . Epidemi tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual (Unicef Indonesia, 2012). Sebanyak 77,4% faktor risiko penularan HIV/AIDS terdapat pada heteroseksual dan 12,4% pada penasun (Ditjen PP&PL Kemenkes, 2012).
Akibat lain dari hubungan seks diluar nikah adalah terjadinya kehamilan tidak diinginkan dan aborsi (Mohamad, 1998: 122-126). Setiap tahun diperkirakan ada 2,5 juta nyawa tak berdosa melayang sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar sebab jumlahnya separuh dari jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun. Di antara sekian juta pelaku aborsi, sebagian besar berasal dari kalangan remaja berusia 15-24 tahun (KSPK BKKBN, 2012).
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh Kemenkes (2009), didapatkan bahwa 6,9% remaja Indonesia telah melakukan perilaku seksual. Selain itu, berdasarkan hasil laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012, sebesar 19,1% dari 10.980 pria belum menikah dan berusia 15-24 tahun telah melakukan hubungan seksual. Sedangkan pada wanita belum menikah dan berusia 15-24 tahun sebesar 2,5% dari 8419 jiwa. Bila dilihat dari segi pendidikannya, ada 12,2% dari 3877 pria lulusan SMA ke atas pernah melakukan hubungan seksual, sedangkan pada wanita lulusan SMA ke atas yang pernah melakukan hubungan seksual sebesar 1,1% dari 3615 jiwa. Jika dilihat dari rentang usia dan pendidikannya dapat diestimasi bahwa pelaku seks pranikah sebagian adalah kalangan mahasiswa dan sepantarannya. Hal ini didukung juga dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya telah dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
3 Seks pranikah sangat beresiko di kalangan dewasa muda, khususnya mahasiswa karena di jenjang pendidikan universitas inilah untuk pertama kalinya mahasiswa merasakan dirinya bebas dari pengawasan orangtua (Benokraitis, 1996). Mahasiswa sebagai generasi muda sekaligus sebagai sumber daya manusia untuk pembangunan, harus memiliki kualitas kesehatan dan terhindar dari perilaku seks beresiko. Dimana seharusnya mahasiswa sudah memiliki cukup pengetahuan mengenai bahaya melakukan hubungan seks pranikah, namun tidak menutup kemungkinan pengaruh media massa dan lingkungan keluarga maupun teman dekat juga dapat mendorong untuk berperilaku seks beresiko.
Universitas Indonesia sebagai salah satu institusi pendidikan terbaik di Indonesia memiliki 12 Fakultas dengan jumlah mahasiswa pada tahun 2010 sebanyak 13135 mahasiswa, diantaranya 8700 mahasiswa pada program sarjana, 4000 mahasiswa pada program magister dan 435 mahasiswa pada program doktor. Mereka semua tak terlepas dari masalah perilaku seks pranikah. Berdasarkan fenomena dan data diatas, maka penulis berminat melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah mahasiswa Universitas Indonesia berdasarkan hasil data sekunder Survei Perilaku Sehat tahun 2010.
Tinjauan Teoritis
Timbulnya suatu perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perilaku merupakan hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal) dengan respons (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Dengan kata lain, perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik individu yang bersangkutan seperti jenis kelamin, tingkat emosional dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Penulis menggunakan gabungan dari beberapa teori yaitu teori Health Belief Model (HBM) yang dikemukakan oleh Becker & Rosenstock, teori Preceede-Procede yang dikemukakan oleh Lawrence Green dan Social Learning Theory yang dikemukakan oleh Albert Bandura dalam melakukan penelitian ini.
Berdasarkan teori yang digunakan, karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan orangtua dan pekerjaan orangtua dikategorikan ke dalam variabel Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
4 demografi. Rumpun fakultas dikategorikan ke dalam variabel sosio-psikologis, dimana suatu kepribadian individu dipengaruhi oleh lingkungan. (Holland, 1985). Pada penelitian ini lingkungan yang dimaksud tergolong dalam lingkungan intelektual dan sosial. Status pacaran dikategorikan ke dalam variabel struktural, dimana status pacaran yang dimaksud meliputi pengalaman pernah atau tidak pernahnya responden menjalin status pacaran dengan lawan jenisnya. Keterpaparan materi kesehatan reproduksi dikategorikan ke dalam variabel cues to action. Variabel ini menjelaskan pernah atau tidak pernahnya responden mendapatkan materi kesehatan reproduksi di Univeritas Indonesia.
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional (potong lintang), yaitu suatu penelitian non eksperimental yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. (Notoatmodjo, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual mahasiswa Universitas Indonesia dengan variabel karakteristik, rumpun fakultas, status pacaran dan keterpaparan materi kesehatan reproduksi di Universitas Indonesia.
Sumber data penelitian diperoleh dari data sekunder hasil Survei Perilaku Sehat Mahasiswa Universitas Indonesia Tahun 2010. Survei Perilaku Sehat Mahasiswa Universitas Indonesia ini merupakan pengumpulan data tentang perilaku mahasiswa Universitas Indonesia terkait dengan kesehatan termasuk masalah merokok, penyalahgunaan narkoba dan perilaku seksual dengan tujuan hasil survei akan menjadi bahan pertimbangan penting bagi Universitas Indonesia dalam menyusun program terkait masalah kesehatan, penanganan, serta pencegahannya di kampus Universitas Indonesia bagi sivitas akademika. Populasi Survei Perilaku Sehat Mahasiswa Universitas Indonesia adalah seluruh mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2009 yang tersebar di 12 fakultas yang merupakan mahasiswa program pendidikan sarjana dan vokasi yang masih terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia tahun 2010.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
5 Hasil Penelitian
Analisis Univariat. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa kategori remaja akhir di 12 fakultas yang meliputi program sarjana dan vokasi dengan jumlah responden sebanyak 1819 orang.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik, Rumpun Fakultas, Status Pacaran dan Keterpaparan Materi Kespro di UI Tahun 2010 Variabel
Frekuensi
Persentase
Umur 18-19
1396
76,7
20-21
313
17,2
22-24
110
6,1
1167 652
64,2 35,8
Tamatan SD-SLTP
128
7
Tamatan SLTA-D3
761
41,8
Tamatan S1-S3
930
51,2
Tidak bekerja / pensiunan
150
8,2
Pegawai (PNS, BUMN, militer dan swasta)
1150
63,2
Wiraswasta (pedagang, petani dan nelayan)
399
21,9
Pekerja lepas
120
6,7
Ilmu Kesehatan
151
8,3
Sains dan Teknologi
364
20
Ilmu Sosial dan Humaniora
899
49,4
Vokasi
405
22,3
Belum pernah berpacaran
100
5,5
Pernah berpacaran
1719
94,5
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Terakhir Orangtua
Pekerjaan Orangtua
Rumpun Fakultas
Status Pacaran Responden
Keterpaparan Materi Kesehatan Reproduksi di UI
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
6 Pernah mendapatkan materi kespro
308
16,9
Belum pernah mendapatkan materi kespro
1511
83,1
Analisis Faktor. Pada variabel perilaku seksual, peneliti melakukan analisis faktor sebelum melakukan analisis bivariat. Analisis faktor adalah identifikasi faktor-faktor mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel. Analisis faktor yang digunakan adalah principal component analysis, yaitu analisis faktor yang digunakan untuk mengurangi variabel. Artinya, 11 kategori perilaku seksual pada penelitian ini akan dikategorikan lagi menjadi beberapa kategori saja.
Tabel 2. Distribusi Perilaku Seksual Responden Tahun 2010 Perilaku Seksual Perilaku seksual beresiko rendah Ngobrol, curhat Pegangan tangan Berangkulan Berpelukan Berciuman pipi Berciuman bibir Total Perilaku seksual beresiko tinggi Meraba-raba dada Meraba-raba alat kelamin Menggesek-gesekkan alat kelamin Seks oral Hubungan seks Total Total Keseluruhan
Frekuensi
Persentase
716 261 123 110 151 321 1682
39.4 14,3 6,8 6 8,3 17,6 92,5
28 27 15 31 36 137 1819
1,5 1,5 0,8 1,7 2 7,5 100
Perilaku seksual pada penelitian ini terbagi atas 11 kategori perilaku meliputi: ngobrol/curhat, pegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi, berciuman bibir, meraba-raba dada, meraba-raba alat kelamin, menggesek-gesekan alat kelamin dengan kelamin lawan jenisnya, melakukan seks oral dan melakukan hubungan seks. Setelah dilakukan analisis faktor, 11 kategori perilaku ini terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perilaku seksual beresiko rendah dan kelompok perilaku seksual beresiko tinggi dimana perilaku seksual beresiko rendah meliputi: ngobrol/curhat, pegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi dan berciuman bibir. Sedangkan perilaku seksual beresiko tinggi meliputi meraba-raba dada, meraba-raba alat kelamin, menggesek-gesekan alat kelamin dengan kelamin lawan jenisnya, melakukan seks oral dan melakukan hubungan seks. Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
7
Analisis Bivariat. Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan kemaknaan dari variabel-variabel independen dengan variabel dependen ini adalah uji statistik chi square. Variabel yang diteliti dalam analisis bivariat ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, rumpun fakultas, status pacaran, serta Keterpaparan Materi kesehatan reproduksi di Universitas Indonesia.
Tabel 3. Hubungan Karakteristik, Rumpun Fakultas, Status Pacaran dan Keterpaparan Materi Kespro di UI dengan Perilaku Seksual Responden Tahun 2010
Variabel
Umur 18-19 Tahun
Perilaku Seksual Perilaku Perilaku Seksual Seksual Beresiko Beresiko Rendah Tinggi n % n % 1305
93,5
91
6,5
Total
OR (95% CI)
240
20-21 Tahun
282
90,1
31
9,9
1156
22-24 Tahun
95
86,4
15
13,6
110
Perempuan
1106
94,8
61
5,2
1167
Laki-laki
576
88,3
76
11,7
652
SD-SLTP
123
96,1
5
3,9
128
SLTA-D3
707
92,9
54
7,1
761
S1-S3
852
91,6
78
8,4
930
Tidak bekerja
137
91,3
13
8,7
150
Pegawai
1059
92,1
91
7,9
1150
Wiraswasta
376
94,2
23
5,8
399
Pekerja lepas
110
91,7
10
8,3
120
Ilmu Kesehatan
150
99,3
1
0,7
151
Sains dan Teknologi
342
94
22
6
364
1,58 (1,03-2,42) 2,26 (1,26-4,06)
P value
0,006 0,037 0,006
Jenis Kelamin 0,0001 2,39 (1,68-3,4)
Pendidikan Orangtua 0,176 1,88 (0,74-4,79) 2,25 (0,89-5,67)
0,187 0,085
Pekerjaan Orangtua 0,495 1,1 (0,6-2,03) 1,56 (0,76-3,15) 1,04 (0,44-2,47)
0,749 0,224 0,922
Rumpun Fakultas 0,013 9,65 (1,29-14,45)
0,027
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
8 Ilmu Sosial dan Humaniora
815
90,7
84
9,3
899
Vokasi
375
92,6
30
7,4
405
Belum pernah
85
85
15
15
100
Pernah
1597
92,9
122
7,1
1719
Keterpaparan Materi Kespro di UI Pernah Mendapatkan Belum Pernah Mendapatkan Keterangan:
282
91,5
26
8,4
308
1400
92,7
111
7,3
1511
15,46 (2,14-22,38) 12 (1,62-17,76)
0,007 0,015
Status Pacaran 0,004 2,31 (1,3-4,12)
0,51 1,16 (0,75-1,82)
n = jumlah responden % = persentase
Variabel yang memiliki nilai p value < 0,05 adalah variabel umur, jenis kelamin, rumpun fakultas dan status pacaran. Artinya variabel umur, jenis kelamin, rumpun fakultas dan status pacaran mempengaruhi perilaku seksual mahasiswa Universitas Indonesia. Responden kelompok umur 20-21 tahun mempunyai peluang 1,58 dan kelompok umur 22-24 tahun mempunyai peluang 2,26 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden kelompok umur 18-19 tahun. Responden laki-laki mempunyai peluang 2,39 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden perempuan. Responden Rumpun Fakultas Sains dan Teknologi mempunyai peluang 9,65, responden Rumpun Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora mempunyai peluang 15,46 dan responden Program Vokasi mempunyai peluang 12 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden Rumpun Fakultas Ilmu Kesehatan. Responden yang pernah berpacaran mempunyai peluang 2,31 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden yang belum pernah berpacaran.
Variabel karakteristik berupa pendidikan orangtua tidak ada yang memiliki hubungan signifikan dengan perilaku seksual beresiko tinggi. Akan tetapi, besar nilai resiko dari masing-masing variabel dapat terlihat. Responden yang orangtuanya tamatan SLTA-D3 mempunyai peluang 1,88 dan responden yang orangtuanya tamatan S1-S3 mempunyai peluang 2,25 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden yang orangtuanya tamatan SD-SLTP.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
9 Pembahasan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa persentase terbesar ada pada responden yang telah melakukan perilaku seksual bersiko rendah yaitu berjumlah 1682 orang (92,5%), sedangkan responden yang telah melakukan perilaku seksual beresiko tinggi berjumlah 137 orang (7,5%). Jika dibandingkan dengan hasil survei yang telah dilakukan Kemenkes yakni 6,9% remaja Indonesia telah melakukan perilaku seksual beresiko, persentase hasil penelitian tergolong tinggi. Mahasiswa yang melakukan perilaku seksual beresiko rendah lebih banyak daripada mahasiwa yang melakukan perilaku seksual beresiko tinggi. Hal ini dikarenakan mahasiswa masih menyadari bahwa perilaku tersebut merupakan aktivitas yang belum pantas dilakukan dan mempunyai dampak negatif (Agustina, 2013). Selain itu mahasiswa mempunyai pemahaman bahwa berpelukan dan berciuman bukan termasuk seksual bebas karena sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan mahasiswa. Anggapan remaja terhadap berciuman berciuman bibir, dahi, pipi dan berciuman bibir adalah sesuatu yang biasa-biasa saja dan belum termasuk ke dalam kategori perilaku seksual. Berciuman merupakan ekspresi pengungkapan rasa sayang yang dianggap wajar oleh remaja (Setyowati, 2012).
Pada penelitian ini umur responden memiliki rentang perbedaan yang tidak begitu signifikan, hal ini dikarenakan responden yang diambil dalam penelitian ini hanya mahasiswa reguler Universitas Indonesia. Batasan umur dalam penelitian ini adalah 18 tahun sampai dengan 24 tahun. Batasan umur yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada batasan umur yang telah ditentukan oleh Sarwono (2002), yakni umur remaja Indonesia berada pada usia 11 sampai 24 tahun, serta berdasarkan teori Psikologis Fakultas menurut John Amos Comenius (1592-1670), yaitu umur 18 tahun hingga 24 tahun merupakan usia pendidikan tinggi dan pengembangan untuk mengembangkan fakultas kehendak (R.E. Muss, 1968). Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi umur responden resikonya akan semakin besar. Hal tersebut terjadi karena umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual beresiko tinggi responden. Menurut Sarwono (2003) usia remaja pertama kali melakukan hubungan seksual aktif bervariasi antara umur 14-24 tahun dan jumlah yang paling besar adalah ketika menginjak usia 18-21 tahun. Kisaran umur tersebut merupakan masa peralihan dari jenjang pendidikan SMA ke perkuliahan. Fakta ini menunjukkan bahwa kebebasan memasuki masa kuliah banyak disikapi dengan melakukan perilaku seksual beresiko.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
10 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual didapatkan bahwa responden laki-laki memiliki peluang 2,39 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden perempuan. Hal ini diperkuat oleh laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa prevalensi perilaku seksual pra nikah lakilaki lebih tinggi, yakni 8,3% sedangkan perempuan hanya 1%. Selain itu, sebesar 19,1% dari 10980 pria belum menikah dan berusia 15-24 tahun telah melakukan hubungan seksual. Sedangkan pada wanita belum menikah dan berusia 15-24 tahun sebesar 2,5% dari 8419 jiwa. Bila dilihat dari segi pendidikannya, ada 12,2% dari 3877 pria lulusan SMA ke atas pernah melakukan hubungan seksual, sedangkan pada wanita lulusan SMA ke atas yang pernah melakukan hubungan seksual sebesar 1,1% dari 3615 jiwa (SDKI, 2012). Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan fenomena tersebut. Salah satunya adalah adanya standar ganda dalam masyarakat yang memberikan keleluasaan yang lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini membuat laki-laki merasa lebih bebas untuk bereksplorasi dalam berbagai macam bentuk perilaku seksual. Risiko kehamilan yang tidak dialami oleh laki-laki semakin memperkuat kesempatan ini. Kelonggaran ini yang membuat remaja laki-laki kehilangan kontrol dalam mengatur perilaku seksualnya dan menuntut perempuan untuk lebih menjaga dan membatasi tingkah laku. Remaja perempuan juga dituntut untuk bersikap pasif khususnya dalam interaksi seksual. Kecaman sosial terhadap pelanggaran norma sosial dan agama yang didapat oleh remaja perempuan lebih besar daripada laki-laki. Penilaian sosial yang negatif akan di dapatkan seorang remaja perempuan jika berinisiatif lebih dahulu dalam interaksi seksual. Disamping itu dalam berperilaku lakilaki lebih mengutamakan pertimbangan rasional atau akal, sedangkan perempuan atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan orangtua dengan perilaku seksual, namun jika dilihat dari tingkat resikonya, semakin tinggi pendidikan orangtua maka peluang untuk berperilaku seksual semakin tinggi. Bisa dipastikan gambaran ini sangat erat keterkaitannya dengan penghasilan orangtua, sebab semakin tinggi pendidikan maka akan semakin besar pula penghasilannya, artinya responden pada kategori ini termasuk responden yang kondisi sosial ekonominya menengah ke atas. Menurut Hurwitz, penting memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudah mendapatkan segala sesuatu yang membuatnya kurang menghargai dan menganggap mudah segala sesuatunya yang akhirnya dapat menciptakan kehidupan Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
11 berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar, salah satunya dengan berperilaku seksual beresiko tinggi (Barus, 2012).
Dari hasil penelitian memperlihatkan persentase perilaku seksual beresiko tinggi terbesar berada pada responden dari Rumpun Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (9,3%), kemudian diikuti oleh responden dari Program Vokasi (7,4%), responden dari Rumpun Fakultas Sains dan Teknologi (6%) dan persentase terkecil pada responden dari Rumpun Fakultas Ilmu Kesehatan (0,7%). Responden Rumpun Fakultas Sains dan Teknologi mempunyai peluang 9,65, responden Rumpun Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora mempunyai peluang 15,46, dan responden Program Vokasi mempunyai peluang 12 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden Rumpun Fakultas Ilmu Kesehatan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Fleuridas, Creevy dan Vela (1997) di California State University dimana didapatkan persentase sebesar 82% mahasiswa Fakultas Psikologi dan Sosiologi yang telah melakukan perilaku seksual pranikah. Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil yang serupa dimana rumpun ilmu sosial memiliki resiko perilaku seksual tertinggi. Pengaruh teman merupakan salah satu perilaku seksual remaja. Masa remaja adalah masa dimana mereka sering mengadakan interaksi berkelompok. Sebagian besar mahasiswa kesehatan dipastikan pernah berdiskusi dengan teman mengenai kesehatan reproduksi, sedangkan mahasiswa non kesehatan tidak demikian (Bhramitasari, 2011). Informasi mengenai kesehatan reproduksi dapat pula diperoleh dari unit kegiatan mahasiswa yang terdapat di Rumpun Fakultas Ilmu Kesehatan. Hal tersebut membuktikan bahwa teman sebaya memiliki peran yang penting pada perkembangan remaja. Pengaruh kelompok sebaya akan tampak pada sikap, pembicaraan, penampilan, dan perilaku seseorang. Perilaku tersebut dapat tercermin pada aktivitas yang dilakukan remaja serta pemanfaatan waktu luangnya. Mahasiswa yang mempunyai aktivitas sosial yang sangat tinggi mempunyai kemungkinan melakukan hubungan seksual pranikah hampir enam kali lebih besar dibandingkan mereka yang aktivitas sosialnya rendah. Aktivitas sosial tersebut diantaranya adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, dan melakukan hubungan seks (Bhramitasari, 2011). Aktivitas sosial yang cenderung dilakukan oleh sebuah kelompok akan mempengaruhi individu di sekitarnya. Hal ini terjadi Karena besarnya tekanan terhadap seseorang untuk Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
12 melakukan konformitas dimana individu tersebut dituntut untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh kelompoknya. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular (Irfan, 2012). Persetujuan atau kesesuaian sikap sendiri dengan sikap kelompok sebaya adalah sangat penting untuk menjaga status afiliasinya dengan teman-teman, menjaga agar ia tidak dianggap “asing” dan menghindari agar tidak dikucilkan oleh kelompok. Menurut Teori Kontrol Sosial, teman sebaya mempengaruhi remaja lainnya melalui seleksi (remaja cenderung memilih remaja yang sesuai dengan diri mereka) atau melalui sosialisasi (teman sebaya mempengaruhi anggota kelompoknya). Sosialisasi menjelaskan kesamaan antara individu dengan teman sebayanya melalui proses pendesakan sehingga mempengaruhi perilaku remaja. Hal tersebut dapat terjadi karena remaja memiliki persamaan nilai dan perasaan memiliki (sense of commitment) dalam hubungan dengan sebayanya (Nuranti, 2009).
Responden yang pernah berpacaran mempunyai peluang 2,31 untuk berperilaku seksual beresiko tinggi daripada responden yang belum pernah berpacaran. Remaja yang memiliki pacar berpeluang lebih besar untuk melakukan periku seks bebas. Hasil penelitian ini sejalan dengan Damayanti (2011) yang menyatakan bahwa remaja yang melakukan pacaran cenderung untuk melakukan perilaku seks bebas. Pola pacaran yang dilakukan antara lain mulai berciuman bibir, meraba-raba dada, menggesekkan alat kelamin (petting) hingga berhubungan seks. Hurlock (1973) mengungkapkan bahwa aktivitas seksual merupakan salah satu bentuk ekspresi atau tingkah laku berpacaran dan rasa cinta. Adanya dorongan seksual dan rasa cinta membuat remaja ingin selalu dekat dan mengadakan kontak fisik dengan pacar (Rahman dan Hirmaningsih, 1997). Kedekatan fisik maupun kontak fisik yang terjadi antara remaja yang sedang pacaran akan berbeda dengan kedekatan fisik atau kontak fisik antara remaja dengan teman dan keluarga. Kedekatan fisik inilah yang akhirnya akan mengarah pada perilaku seksual dalam pacaran. Disamping itu sejumlah pengalaman yang terjadi pada masa berpacaran juga dapat memberi perangsangan bagi remaja untuk mengadakan hubungan seksual pranikah (Gunarsa, 1986).
Tidak ada hubungan antara keterpaparan materi kesehatan reproduksi di UI dengan perilaku seksual mahasiswa. Hasil yang tidak signifikan tersebut didasari karena responden termasuk mahasiswa kategori remaja akhir dimana pertumbuhan kognitif pada mahasiswa sudah pada tahap dapat menerima dan bertindak secara luas, memandang masalah secara komprehensif serta penetapan identitas intelektual dan fungsional (Monks, 1999). Pada masa remaja akhir, Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
13 remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh layaknya orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang jelas dan mereka sudah mulai mengembangkan aspek-aspek perkembangan pada masa remaja. Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001). Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada halhal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Hal
ini menunjukkan adanya
informasi yang cukup tidak menjadi indikator bahwa mahasiswa dapat menghindari adanya perilaku seksual pranikah (Wijayanti, 2009).
Saran
Dengan penelitian ini, diharapkan adanya kebijakan dari Universitas Indonesia untuk meningkatkan layanan informasi dan konseling perilaku seksual pranikah, memperbanyak kerja sama dengan institusi-institusi, lembaga atau organisasi kesehatan dalam rangka mensosialisasikan tentang perilaku seksual pranikah serta bekerja sama dengan pemerintah atau departemen terkait untuk mengadakan kurikulum terkait perilaku seksual pranikah yang dimasukkan ke dalam mata kuliah wajib universitas / wajib fakultas kepada mahasiswa baru.
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat sebaiknya meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler terkait kesehatan yang dapat dijangkau oleh mahasiswa dari seluruh fakultas, memperluas
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
14 penyebaran informasi terkait kegiatan-kegiatan preventif yang diselenggarakan di fakultas agar dapat di jangkau oleh fakultas-fakultas lain.
Daftar Referensi
Alifah Nuranti. 2009. Association between Parent-Adolescent Communication and Adolescents Attitude on Premarital Sexual Behavior in SMA of Purworejo District. Thesis FK UGM. Yogyakarta. Andi Suidhan. 2013. Correlation Reproductive Health Knowledge With Teen Sex Behavior in The End Student Health and Non Health in The District Mamuju West Celebes. Jurnal FKM UNHAS. Makassar. Banyard, V. L., & Moynihan, M. M. 2011. Variation in Bystander Behavior Related to Sexual and Intimate Partner Violence Prevention: Correlates in a Sample of College Students. Correlates in a Sample of College Students. Psychology of Violence. Advance online publication. BPS, BKKBN, KEMENKES RI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, Laporan Pendahuluan Kesehatan Reproduksi Remaja. Brian Mustanski and Richard J. Viken, Jaakko Kaprio, Torsten Winter, Richard J. Rose. 2007. Sexual Behavior in Young Adulthood: A Population-Based Twin Study. Health Psychology. Collete Fleuridas, Ph.D., Kristin Creevy, M.D., Eddie Vela, Ph.D. 1997. Sexual Risktaking in College Students and Functional Families of Origin. Families, Systems & Health, Vol. 15, No.2, FSH, Inc. Craig A. Hill. 2008. Human Sexuality. Personality and Social Psychological Perspectives. SAGE Publicatins. United Kingdom. Fridya Mayasari dan M. Noor Rochman Hadjam. 2000. Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Ditinjau dari Harga Diri Berdasarkan Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi UGM. Yogyakarta. Green, Lawrence, W. And M.W. Kreuter. 2005. 4th edition, Health Program planning an educational and ecological approach. London. Herti Kirana. 2003. Gambaran Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan PerilakuMahasisw S1 Reguler Universitas Indonesia Angkatan 1998-2002 Mengenai Seks Bebas Tahun 2002. Skripsi FKM UI. Depok. Israwati. 2013. Sexual Behavior in Prenikah High School Students and Computer Information Management of Natons Kendari (Case Study). Jurnal FKM UNHAS. Makassar. Jessica A. Turchik. 2011. Sexual Victimization Among Male College Students: Assault Severity, Sexual Functioning, and Health Risk Behaviors. Psychology of Men & Masculinity. Advance online publication. Nancy D. Brener, Pamela M. McMahon, Charles W. Warren, and Kathy A. Douglas. 1999. Forced Sexual Intercourse and Associated Health-Risk Behaviors Among Female College Students in the United States. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Nicola Gavey. 1991. Sexual Victimization Prevalence Among New Zealand University Students. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Notoatmodjo, Soekidjo, et al. 2000. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rhineka Cipta. Jakarta.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014
15 Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi, Rhineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi Edisi Revisi 2010. Rhineka Cipta. Jakarta. Samino. 2012. Analisis Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandar Lampung 2011. Jurnal Dunia Kesmas Volume 1. Sarlito Wirawan Sarwono. 2005. Psikologi Remaja. Radja Grafindo Persada. Jakarta. Syamsulhuda dan Puji Winarti. 2010. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa di Pekalongan Tahun 2009-2010. Jurnal Kesehatan Reproduksi Depkes. Wanti Mutiara. 2009. Gambran Perilaku Seksual Dengan Orientasi Heteroseksual Mahasiswa Kos di Kecamatan Jatinangor – Sumedang. Jurnal UNPAD. Bandung. Weka Bhramitasari. 2011. The Difference of Reproductive Health Knowledge Level Between Student of The Faculty of Medicine and The faculty of Social and Political Science Diponegoro. Penelitian Ilmiah FK UNDIP. Semarang. Guttmacher Institute. Aborsi di Indonesia. http://www.guttmacher.org/pubs/2008/10/15/Aborsi_di_Indonesia.pdf (diakses 18 Februari 2014 pukul 15.00) Nila. Bahaya Seks Bebas Yang Perlu Anda Tahu. http://www.astaga.com/bahayaseks-bebas-yang-perlu-anda-tahu/ (diakses 13 Februari 2014 pukul 02.40) Putro Agus Harnowo,Merry Wahyuningsih. Remaja Putri, Pelaku Aborsi Paling Banyak di Indonesia? http://health.detik.com/read/2012/05/30/124811/1928339/775/remajaputri-pelaku-aborsi-paling-banyak-di-indonesia (diakses 18 Februari 2014 pukul 13.00) http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/epidemiology/2012/ gr2012/jc2434_worldaidsday_results_en.pdf. (diakses 13 Februari 2014 pukul 10.00)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Oryza Yanuaristi, FKM UI, 2014