PENGEMBANGAN PROTOTIPE REKAM KESEHATAN ELEKTRONIK DALAM RANGKA PENERAPAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR TAHUN 2014 Noarly Ayu Laksita1 dan Sabarinah Prasetyo2 1
Departemen Biostatistik dan Kependudukan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 16424, Indonesia 2 Departemen Biostatistik dan Kependudukan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ditargetkan mencakup seluruh masyarakat Indonesia pada tahun 2019 dan melibatkan seluruh fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit. Dalam penerapannya, penyelenggaraan rekam medis menjadi penting karena berkaitan dengan proses klaim dan perencanaan rumah sakit. Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menjadi salah satu rumah sakit yang menerapkan JKN. Namun, masih ada beberapa permasalahan yang ditemukan. Saat ini Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menggunakan rekam medis berbasis kertas dengan bantuan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Dari hasil observasi ditemukan bahwa pemasukan data pasien dilakukan berulang. Dengan kondisi ini, data pasien yang dimasukkan ke dalam sistem menjadi kurang real time dan kurang reliabel. Selain itu, masih ditemukan pula resume medis yang belum terisi lengkap. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prototipe Rekam Kesehatan Elektronik (RKE) sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah. Pengembangan prototipe RKE dilakukan dengan menganalisis kelayakan pengembangan dan menghasilkan prototipe yang mencakup sistem basis data, rancangan tampilan antarmuka, serta rancangan laporan. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan metode observasi, wawancara mendalam, dan telaah dokumen. Dari penelitian yang dilakukan, Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor layak untuk dilakukan pengembangan prototipe RKE. Kata kunci: Jaminan Kesehatan Nasional; Prototipe; Rekam Kesehatan Elektronik
Abstract The National Health Insurance (NHI) is one of the programs in the National Social Insurance System that covers all Indonesian people targeted in 2019 and involves all health facilities, including hospitals. The organization of medical records is important because it relates to claims processing and hospital planning in NHI. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Hospital is one of the hospitals that implement NHI. However, there are still some problems found. Currently, Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Hospital using paper-based medical records and Hospital Management Information System (HMIS) application. From the observation, it was found patient’s data entry repeated. With this condition, the patient data becomes not real time and less reliable. In addition, they also found that medical resume full unfilled. To that end, this study aims to develop a prototype of Electronic Health Record (HER) as one of the alternative solutions. EHR prototype development is analyzing the feasibility of developing and designing a prototype that includes a database system, the interface design, and the report draft. Research conducted qualitatively by method of observation, in-depth interview, and document review. From the research conducted, Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Hospital feasible to develop EHR prototype. Keywords: National Health Insurance; Prototype; Electronic Health Records
Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Pendahuluan Sasaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah seluruh masyarakat Indonesia yang ditargetkan akan mencakup seluruh masyarakat pada tahun 2019. Penerapan JKN melibatkan seluruh fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit dalam melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2012). Dari laporan kinerja rumah sakit bulan Januari dan Februari 2014, di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi kunjungan rawat jalan mengalami peningkatan sejak diberlakukannya JKN. Pada tahun 2013, rata-rata kunjungan rawat jalan per hari sebanyak 571 pasien, sedangkan pada bulan Januari 2014 meningkat menjadi 601 pasien dan 607 pasien pada bulan Februari 2014. Untuk rawat inap, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, BOR (Bed Occupancy Rate) sebesar 51.66%, sedangkan pada Januari dan Februari 2014 mengalami penurunan, yaitu menjadi 40.56% dan 41.40% (Laporan RSMM, 2014). Dari total kunjungan pasien di rumah sakit, 80% merupakan peserta JKN (poskotanews.com, 20/02/2014). Dengan peningkatan jumlah peserta jaminan kesehatan dalam program JKN, menjadi tantangan bagi rumah sakit untuk melakukan upaya peningkatan teknologi kesehatan, terutama dalam hal penyelenggaraan rekam medis. Rekam medis menjadi salah satu sumber data yang penting dalam penerapan JKN, baik untuk proses pengajuan klaim, maupun untuk perencanaan rumah sakit. Rekam medis yang digunakan saat ini di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor bersifat konvensional (berbasis kertas), namun sudah dibantu dengan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Dari hasil observasi, rekam medis yang digunakan membuat pemasukan data pasien dilakukan berulang. Data pasien pertama kali ditulis dalam rekam medis, disalin oleh petugas di bagian rawat jalan dan rawat inap untuk dilaporkan kembali ke Instalasi Rekam Medis, kemudian dilakukan pemasukan data ke dalam SIMRS oleh koder di Instalasi Rekam Medis. Selain dimasukkan ke dalam SIMRS, data pasien juga dimasukkan ke dalam perangkat lunak INA-CBG’s milik Kementerian Kesehatan untuk proses pengajuan klaim. Dengan kondisi seperti ini, data pasien yang dimasukkan ke dalam sistem menjadi kurang up-to-date atau tidak real time. Padahal, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di rumah sakit diharapkan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat yang dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2013, juga memperlihatkan bahwa sistem ini berpeluang menghasilkan data dan informasi yang Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
kurang reliabel. Diagnosis penyakit pasien, pertama kali dituliskan oleh dokter ke rekam medis. Setelah selesai pemeriksaan, rekam medis pasien dikumpulkan dan digabungkan, kemudian setiap diagnosis tersebut disalin oleh perawat atau petugas administrasi, baik rawat jalan maupun rawat inap. Hasil catatan yang disalin tersebut kemudian dikoding oleh koder. Dari hasil wawancara dengan koder, mereka seringkali kesulitan melakukan pengecekan apakah diagnosis tersebut disalin dengan benar. Apalagi jika diagnosisnya berbeda dengan diagnosis kunjungan sebelumnya, terutama pada pasien penyakit menahun, seperti pasien psikiatri. Dengan begitu, informasi yang dihasilkan kurang reliabel, baik informasi individu, maupun informasi agregat. Dari data diagnosis penyakit, dihasilkan riwayat diagnosis penyakit pasien yang bersifat individu. Serta, dihasilkan pula informasi mengenai 10 besar diagnosis penyakit yang bersifat agregat. Selain pemasukan data yang kurang real time dan data diagnosis yang kurang reliabel, ditemukan pula resume medis yang belum terisi lengkap oleh dokter. Dari laporan KLPCM (Ketidaklengkapan Pengisian Catatan Medis), pada Januari 2014 terdapat 2,83% resume medis yang tidak terisi. Pada bulan Februari terjadi peningkatan menjadi 4,26% resume medis yang tidak terisi (Laporan RSMM, 2014). Padahal menurut Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit, kelengkapan pengisian resume medis harus 100% (SPM RS, 2008). Resume medis yang dikembalikan dari ruang perawatan, masih ada yang kurang lengkap, ada pula yang belum diisi sama sekali oleh dokter yang memeriksa. Hal ini membuat petugas rekam medis harus meminta dokter yang bersangkutan untuk melengkapinya di lain waktu. Padahal, dalam Jaminan Kesehatan, resume medis menjadi salah satu berkas untuk pengajuan klaim. Jika masih banyak resume medis yang belum terisi lengkap, maka periode waktu pengajuan klaim pun akan tertunda dan tentunya akan merugikan rumah sakit. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memutuskan untuk melakukan pengembangan penyelenggaraan rekam medis. Pengembangan penyelenggaraan rekam medis diarahkan ke pengembangan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). Dengan pengembangan RKE, diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah.
Tinjauan Teoritis Jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini merupakan bagian dari Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib. Lebih lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional disebutkan bahwa asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. SJSN sendiri merupakan suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Jaminan sosial yang dimaksud mencakup jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program dari Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) yang diselenggarakan oleh BPJS. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS yang tertuang dalam undang-undang tersebut terbagi menjadi BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. BPJS kesehatan ini yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Sejauh ini, dengan adanya program JKN, BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan mulai mengembangkan sistem informasi untuk menunjang kinerja di seluruh fasilitas kesehatan. Rekam Kesehatan Elektronik (RKE) adalah rekaman elektronik yang bersifat longitudinal dari informasi kesehatan pasien yang dihasilkan oleh satu atau lebih kunjungan di pelayanan kesehatan. Termasuk informasi demografi pasien, catatan perkembangan, masalah, obatobatan, tanda-tanda vital, riwayat medis, imunisasi, data laboratorium, dan laporan radiologi. RKE mengotomatisasi dan mempersingkat alur kerja petugas kesehatan. RKE memiliki kemampuan untuk menghasilkan rekaman yang lengkap dari pengunjung pasien klinis, serta mendukung kegiatan perawatan lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung melalui tatap muka, termasuk pendukung keputusan berbasis bukti (evidence based), manajemen mutu, dan pelaporan (Allan & Englebright, 2000). Rekam kesehatan elektronik merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan memenuhi satu set fungsi. Hampir sama dengan yang diungkapkan oleh Allan & Englebright, rekam kesehatan elektronik harus memenuhi kriteria-kriteria, antara lain mengintegrasikan data dari berbagai Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
sumber (integrated data from multiple source), mengumpulkan data pada titik pelayanan (capture data at the point of care), dan mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (support caregiver decision making) (Amatayakul, 2004). Rekam Kesehatan Elektronik sama dengan Rekam Medis Elektronik. Rekam medis lebih dahulu dikenal dibandingkan dengan rekam kesehatan. Namun, kedua hal tersebut adalah sama (Hatta, 2011). Berbeda dengan Hatta, Garets dan Davis menilai bahwa RME dengan RKE adalah dua yang berbeda namun saling melengkapi dan berkaitan. RKE bergantung pada RME, sedangkan RME tidak akan mencapai potensi maksimal tanpa kerjasama antarunit dalam RKE. Untuk mengoptimalkan sistem, RME harus dibenahi terlebih dahulu sebelum RKE. Karena sejatinya, RME digunakan untuk mengurangi medical error atau memperbaiki kualitas dan efisiensi perawatan pasien. RME merupakan sebuah aplikasi yang terdiri dari data-data klinis, pendukung keputusan klinis, medical vocabulary, order entry, order entry yang sudah terkomputerisasi, farmasi atau obat-obatan, dan aplikasi dokumentasi klinis. Lingkungan ini mendukung RME pasien, baik rawat jalan, maupun rawat inap, dan digunakan oleh praktisi pelayanan kesehatan untuk mendokumentasikan, memonitor, dan memanajemen pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pelayanan kesehatan. Data dalam RME bersifat legal yang berisi mengenai apa yang terjadi pada pasien selama mereka berkunjung dan kepemilikannya diserahkan pada pelayanan kesehatan. Sedangkan RKE merupakan sebuah bagian dari tiap RME di pelayanan kesehatan, yang dimiliki oleh pasien dan pasien dapat melakukan input dan akses terhadap episode perawatannya di berbagai pelayanan kesehatan antarkomunitas, regional, atau negara (Garets & Davis, 2006). Tabel 1. Perbandingan Rekam Kesehatan Berbasis Kertas dan Elektronik Kriteria Akses
RK Berbasis Kertas Langsung karena RK disimpan di area yang tidak boleh dimasuki sembarangan orang. RK hanya dikeluarkan ke area pelayanan dan keberadaannya diketahui petugas unit kerja rekam medis.
Fleksibiltas
Sulit digunakan untuk kebutuhan pengguna yang berbeda. RK harus dibawa dari tempat yang satu ke tempat lain yang akan dituju. Data pada lembaran kertas yang di scan tidak terstruktur. Ada yang berbentuk teks dengan abjad tulisan, gambar (foto rontgen), dan grafik. Transportasi melelahkan, bisa hilang di jalan, tercecer, salah letak.
Efisien
Keterhubu ngan
RK Elektronik Sama, namun mekanisme pengawasan terhadap kerahasiaan informasi berbeda karena letak akses pengawasan ada dalam program RKE, yaitu melalui teknologi pengontrol, misalnya kode sandi, kartu akses, tanda (token), alat biometrik, serta diperketatnya penggunaan komputer di unit dan restriksi yang berperan (role-based). Tampilan data dan informasi dapat mengikuti kemauan penggun. Tidak ada masalah karena data atau informasi dapat tersambung ke tempat lain yang sudah menggunakan sistem RKE. Data yang tidak terstruktur langsung diubah menjadi terstruktur. Ada program perbendaharaan kata dan perangkat kode. Data dikumpulkan dalam bentuk standar dan dianalisis secara efisien. Mudah ditransfer.
Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam, dan telaah dokumen dengan pedoman wawancara dan pedoman observasi. Data dikumpulkan dari informan terpilih, antara lain Direktur Medik dan Keperawatan, Kepala Instalasi Administrasi Pasien, Kepala Instalasi Rekam Medis, Kepala Instalasi SIRS, Kepala Unit Rawat Jalan, Kepala Unit Rawat Inap, tim pelaporan, dan staf rekam medis. Data dianalisis dengan content analysis dan matriks wawancara. Pengembangan sistem menggunakan metode Itterative or Incremental yang terbagi menjadi analisis kebutuhan, analisis kelayakan, rancangan dengan pendekatan prototyping, dan uji coba.
Gambar 1. Metode Incremental (Whitten, Bentley, & Dittman, 2004)
Hasil Penelitian Analisis sistem melihat 5 unsur yang dijadikan bahan perbandingan antara ketersediaan yang ada di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dengan kebutuhan sistem. Analisis kebutuhan sistem dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Analisis Kebutuhan Sistem No. 1.
Unsur Manajemen dan Organisasi
2.
Dana
3.
Sumber Daya Manusia
Ketersediaan Tersedianya dukungan dari manajemen dan regulasi mengenai penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit. Ada struktur organisasi yang jelas di internal rumah sakit dan antara rumah sakit dengan BPJS dan Kemenkes. Dana berasal dari Kementerian Kesehatan dan BLU. 29 tenaga di Instalasi Rekam Medis dan 4 tenaga IT di Instalasi SIRS.
Kebutuhan Sistem MoU dengan BPJS yang lebih jelas untuk perjanjian pelaporan rumah sakit selain pelaporan klaim.
Sudah sesuai dengan kebutuhan. Penambahan tenaga koder dan penyimpanan rekam medis. Penambahan 2 programmer dan 1 tenaga untuk jaringan
Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
4. 5.
Teknologi
a.
Belum terdapat perangkat komputer di setiap poliklinik dan ruang rawat inap. b. 1 unit printer di Instalasi Rekam Medis Ketersediaan Semua data dan informasi yang dibutuhkan data dan sudah tersedia. informasi
dan hardware. Penempatan perangkat komputer untuk setiap poliklinik dan ruang rawat inap. Penarikan data dilakukan dari sistem, tidak secara manual.
Penelitian juga melakukan analisis kelayakan berdasarkan hasil analisis kebutuhan sistem. Analisis kelayakan terbagi menjadi kelayakan ekonomi, teknis, operasional, dan organisasi. Dari segi ekonomi, dana di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor berasal dari Kementerian Kesehatan dan dana BLU (Badan Layanan Umum). Sejauh ini, pengalokasian dana untuk pengembangan ke arah RKE sudah mulai dirancang dan diusulkan. Namun, untuk pencairan dana tersebut butuh waktu karena harus menunggu persetujuan dari Kementerian Kesehatan dan dana yang dibutuhkan cukup besar, terutama dalam pengadaan perangkat komputer. Jika RKE sudah dikembangkan, maka akan mengurangi penggunaan kertas sehingga akan mengurangi biaya penggunaan ATK (Alat Tulis Kantor). Dilihat dari segi ketersediaan perangkat teknologi, belum tersedianya perangkat komputer di setiap poliklinik dan ruang rawat inap. Ketersediaan komputer hanya di poliklinik gigi dan satu ruang perawatan psikiatri (ruang Kresna). Sedangkan jumlah poliklinik sebanyak 26 ruangan. Berdasarkan observasi dan telaah dokumen, jumlah komputer yang tersedia di Instalasi Rekam Medis sebanyak 12 buah. Dengan penggunaan prototipe RKE, pemasukan data menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan dan sistem pelaporan sudah lebih sederhana. Untuk itu, 1 buah komputer yang digunakan untuk pelaporan dapat dialokasikan ke ruangan lain. Begitu juga untuk 1 buah komputer yang ada di bagian koding, dapat dialokasikan ke ruangan lain. Dengan begitu, maka jumlah komputer yang dapat dimanfaatkan untuk pemasukan data oleh tenaga kesehatan berjumlah 4 buah. Perangkat komputer tersebut dapat digunakan di 2 poliklinik, 1 ruang rawat inap psikiatri, dan 1 ruang rawat inap umum. Artinya, prototipe RKE dapat digunakan di 2 poliklinik dan 2 ruang rawat inap jika melihat ketersediaan komputer yang ada. Dari segi ketersediaan sumber daya manusia, pengembangan RKE justru akan mengurangi kebutuhan sumber daya manusia karena teralihkan dengan perangkat komputer. RKE layak dikembangkan dari segi operasional. Hal ini karena sistem yang akan dikembangkan mudah diimplementasikan dan memungkinkan pengintegrasian dengan aplikasi INA CBGs milik Kementerian Kesehatan. Selain itu, sumber daya manusia yang ada akan terbantu pekerjaannya dengan adanya pengembangan RKE ini. Dari segi organisasi, RKE sangat layak untuk dikembangkan. Pihak manajemen rumah sakit sangat mendukung Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
pengembangan sistem ke arah RKE. Regulasi dan kebijakan yang ada saat ini juga mendukung pengembangan RKE, baik tingkat nasional, maupun tingkat rumah sakit. Dari hasil analisis kebutuhan sistem dan analisis kelayakan, dirancanglah prototipe Rekam Kesehatan Elektronik (RKE) di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi yang terbagi menjadi algoritma sistem, Data Flow Diagram (DFD), Table Relational Diagram (TRD), dan tampilan antarmuka sistem. Gambar 2. Rancangan Algoritma Sistem
Alur prototipe Rekam Kesehatan Elektronik yang dirancang di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dimulai dari pemasukan data di Tempat Pendaftaran Pasien (TPP) dan pelayanan pasien rawat jalan maupun rawat inap. Di TPP, petugas menginput data non medis pasien baru dan mendaftarkan pasien tersebut ke poliklinik tujuan. Di pelayanan pasien, baik poliklinik, maupun ruang rawat inap, dokter dan perawat dapat melihat riwayat kesehatan dan riwayat pengobatan pasien. Dari hasil survey nasional tahun 2012 yang dilakukan terhadap dokter di Amerika Serikat yang sudah menggunakan RKE, provider melaporkan bahwa RKE membuat 94% ketersediaan rekam medis di titik pelayanan (Jamoom, Patel, King, & Furukawa, 2012). Input data medis dilakukan oleh dokter dan perawat, baik data diagnosis penyakit, maupun data tindakan. Dari sini dapat dikontrol pelayanan apa saja yang sudah selesai dilakukan, sehingga secara otomatis dapat melihat rentang waktu pelayanan per dokter dan dapat digunakan untuk melihat hasil pemeriksaan pasien di poliklinik lainnya dengan data Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
yang reliabel dan real time. Begitu pula jika pasien melakukan kunjungan ke lebih dari satu poliklinik. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat, dengan penggunaan RKE, provider dapat menggunakan informasi yang akurat dan up to date terutama pada pasien yang melakukan kunjungan lebih dari satu spesialis (Bell & Thornton, 2011). Setelah data diterima oleh sistem, maka petugas rekam medis akan melakukan verifikasi kelengkapan dan keakuratan data yang sudah diisi dibantu oleh dokter yang ditugaskan di Instalasi Rekam Medis. Data sudah terkoding secara otomatis sejak diinput langsung oleh dokter dan perawat ke dalam aplikasi sehingga tidak akan lagi ditemukan tulisan yang sulit dibaca dan keterlambatan koding. Keseluruhan data ini akan masuk ke dalam sistem basis data RKE. Petugas pelaporan dapat langsung melakukan pengolahan data dari data yang ada di sistem basis data dan mencetak laporan. Menu yang disediakan dalam prototipe RKE ini disesuaikan dengan kebutuhan informasi. Dengan RKE, sistem juga menyediakan kemampuan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk grafik. Dan grafik ini dapat langsung dicetak jika diperlukan untuk kepentingan laporan. Laporan internal yang dihasilkan dilaporkan kepada Direktorat Medik dan Keperawatan, sedangkan laporan eksternal berupa data individu pasien langsung dilaporkan ke BPJS Kesehatan melalui aplikasi INA CBGs.
Gambar 2. DFD level 1 Prototipe Rekam Kesehatan Elektronik
Pada DFD level 1 ini dapat dilihat data masukan kemudian diproses dalam sistem, yang terbagi menjadi pemasukan data, pengolahan data, serta analisis dan penyajian data. Data yang sudah melalui proses tersebut, menghasilkan proporsi kunjungan pasien, 10 besar diagnosis penyakit, tren kunjungan, dan tren penyakit yang dilaporkan ke Direktorat Medik dan Keperawatan. Sedangkan data pelayanan individu dan riwayat kesehatan individu dilaporkan ke BPJS Kesehatan.
Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Gambar 3. TRD Prototipe Rekam Kesehatan Elektronik
Semua rancangan algoritma, DFD, dan TRD diaplikasikan dalam bentuk tampilan antarmuka prototipe seperti di bawah ini.
Gambar 4. Tampilan Halaman Utama dan Halaman Login
Gambar 5. Formulir Pendaftaran Pasien Baru Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Gambar 6. Formulir Pendaftaran Rawat Jalan
Gambar 7. Formulir Pendaftaran Rawat Inap
Gambar 8. Formulir Pemeriksaan Rawat Jalan
Gambar 9. Formulir Resume Medis Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Gambar 10. Laporan Proporsi 10 Besar Diagnosis Penyakit
Gmabar 11. Laporan Distribusi Kunjungan Pasien
Gambar 12. Tren Kunjungan Pasien per Bulan Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Gambar 13. Tren 10 Besar Diagnosis Penyakit per Bulan
Pembahasan Prototipe RKE dikembangkan untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada pada sistem yang saat ini diterapkan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Adapun identifikasi masalah yang ditemukan dan alternatif pemecahan masalah yang diajukan sebagai berikut. A. Masukan 1.
Dari hasil analisis sistem, ditemukan masalah berupa kurangnya sumber daya
manusia pada posisi koder, bagian penyimpanan rekam medis, programmer, dan bagian perangkat keras dan jaringan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dikembangkanlah prototipe RKE sebagai sebuah sistem informasi yang dapat mengurangi jumlah tenaga kerja. Penggunaan RKE dapat menekan biaya karena mengurangi waktu dan sumber daya yang dibutuhkan untuk proses pemasukan data (Bell & Thornton, 2011). Penggunaan sistem informasi untuk automatisasi pelayanan dan administrasi kesehatan juga dapat mengurangi 27 perekrutan
staf
untuk
setiap
10.000
pasien
baru
yang
terdaftar
(Business
Editors/Health&Medical Writer, 1998). Dengan begitu, maka kekurangan sumber daya manusia di bagian penyimpanan rekam medis dan tenaga koder dapat teratasi. Sedangkan untuk programmer dan bagian perangkat keras dan jaringan, memang sebaiknya dilakukan rekrutmen tenaga baru mengingat fungsinya untuk mengembangkan RKE dan memelihara perangkat yang ada ketika RKE diterapkan. 2.
Hasil analisis juga menunjukkan adanya permasalahan pada kualitas pencatatan
dokumen rekam medis rawat inap. Secara kuantitatif, kualitas pencatatan dokumen rekam medis dihitung dengan analisis KLPCM (Ketidaklengkapan Pengisian Catatan Medis). Perhitungan KLPCM didapat dari kelengkapan isian dokumen rekam medis pasien pulang Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
rawat inap (formulir pasien masuk dan keluar, riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik awal, catatan perjalanan penyakit, resume dokter, pengkajian keperawatan, daftar pemberian obat, dan resume perawat) dengan batas waktu pengisian 14 hari setelah pasien pulang. Dari laporan analisis KLPCM Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, pada bulan Januari 2014, ketidaklengkapan pengisian rekam medis sebesar 1,15%. Sedangkan pada bulan Februari 2014 meningkat menjadi 1,77%. Padahal, menurut standar yang ditetapkan SPM, kelengkapan pengisian catatan medis harus 100% atau ketidaklengkapannya 0% (Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, 2008). Berdasarkan hasil wawancara, hal ini disebabkan oleh kualifikasi perawat yang belum sesuai dengan standar MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional) dan keterlambatan dokter mengisi resume medis. Kualifikasi perawat yang belum sesuai dengan standar MPKP tentu akan mempengaruhi pencatatan atau pemasukan data karena tingkat pendidikan yang berbeda. Dari penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi, Suryani, dan Sayono (2013), ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan pengisian dokumentasi pengkajian asuhan keperawatan. Untuk itu, Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor perlu menyesuaikan rekrutmen perawat sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasi standar di MPKP, serta mengadakan pelatihan pengisian dokumen rekam medis. Selain itu, perlu adanya materi yang membahas mengenai pengisian dokumen perawat yang sesuai dengan standar MPKP pada saat pendidikan perawat. Sedangkan untuk meningkatkan kelengkapan catatan resume medis yang diisi oleh dokter, rumah sakit dapat memanfaatkan prototipe RKE. Rumah Sakit di Vermont, Amerika Serikat yang sudah mengimplementasikan RKE, melaporkan bahwa permintaan kepada dokter untuk melengkapi tanda tangan dan resume medis menurun sebesar 25% (Bell & Thornton, 2011). Dengan pengenalan sistem RKE kepada dokter, memungkinkan dokter melengkapi resume medis melalui komputer di ruangan rawat inap (World Health Organization, 2006). 3.
Dari analisis sistem, ditemukan permasalahan keterbatasan komputer di poliklinik
dan ruangan rawat inap. Pengembangan prototipe RKE tentu membutuhkan perangkat komputer di setiap ruangan yang melakukan pemasukan data. Saat ini, ketersediaan komputer hanya di poliklinik gigi dan satu ruang perawatan psikiatri (ruang Kresna). Sedangkan jumlah poliklinik sebanyak 26 ruangan. Berdasarkan observasi dan telaah dokumen, jumlah komputer yang tersedia di Instalasi Rekam Medis sebanyak 12 buah. Dengan penggunaan prototipe RKE, pemasukan data menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan dan sistem pelaporan sudah lebih sederhana. Untuk itu, 1 buah komputer yang digunakan untuk pelaporan dapat dialokasikan ke ruangan lain. Begitu juga untuk 1 buah komputer yang ada di bagian koding, Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
dapat dialokasikan ke ruangan lain. Dengan begitu, maka jumlah komputer yang dapat dimanfaatkan untuk pemasukan data oleh tenaga kesehatan berjumlah 4 buah. Perangkat komputer tersebut dapat digunakan di 2 poliklinik, 1 ruang rawat inap psikiatri, dan 1 ruang rawat inap umum. Artinya, prototipe RKE dapat digunakan di 2 poliklinik dan 2 ruang rawat inap jika melihat ketersediaan komputer yang ada. 4.
Dari analisis sistem, ditemukan permasalahan keterbatasan ruang penyimpanan
rekam medis. Dari hasil observasi, saat ini Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor memiliki ruangan penyimpanan rekam medis, namun sangat terbatas hingga rekam medis diletakkan di lantai. Terutama rekam medis pasien penyakit menahun seperti pasien psikiatri yang rekam medisnya lebih tebal dibandingkan pasien lainnya. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa pertumbuhan rekam medis yang disimpan sekitar 1 meter per bulannya. Banyak institusi yang mengatasi masalah penyimpanan dan melihat sistem komputerisasi sebagai sebuah penyelesaian masalah (World Health Organization, 2006). Untuk itu, prototipe RKE ini menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah. Menurut Kurnar dan Bauer (2011), penggunaan RKE dapat mengurangi biaya penggunaan kertas dan mengurangi biaya penyimpanan dan pengembalian berkas rekam medis. B. Proses 1.
Dari analisis sistem, ditemukan permasalahan yaitu belum adanya konektivitas
atau integrasi antara aplikasi SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) dengan aplikasi INA CBGs sehingga pemasukan data dilakukan dua kali. Aplikasi INA CBGS’s merupakan aplikasi berbasis PHP dengan basis data MySql (To, 2014). Prototipe RKE dapat dikembangkan sehingga terintegrasi dengan aplikasi INA CBGs karena keduanya berbasis PHPMysql. Selain itu, struktur basis datanya dapat disesuaikan dengan struktur basis data yang ada di aplikasi INA CBGs. 2.
Hasil analisis sistem memperlihatkan adanya permasalahan keterlambatan
distribusi rekam medis sehingga pasien mengantri terlalu lama dan dokter tidak dapat memeriksa pasien dengan segera karena harus melihat catatan riwayat pengobatan pasien. Hal ini tidak terjadi jika menggunakan prototipe RKE. Dari prototipe RKE, dokter dan perawat dapat langsung melihat catatan medis pasien di basis data RKE sehingga pasien dapat langsung dilayani. Penelitian menunjukkan bahwa RKE meningkatkan ketersediaan informasi karena informasi kesehatan pasien tersedia dimanapun dan kapanpun dibutuhkan. Dari survey nasional yang dilakukan pada dokter di Amerika Serikat yang telah menggunakan RKE, 94% melaporkan bahwa RKE membuat ketersediaan rekam kesehatan yang siap diakses pada titik Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
pelayanan. Rumah sakit juga melaporkan bahwa RKE membuat 75% pelayanan pasien menjadi lebih baik (Jamoom, Patel, King, & Furukawa, 2012). Dokter juga melaporkan bahwa mereka memanfaatkan rekam kesehatan pasien dan riwayat penyakit pasien dengan RKE dalam pelayanan pasien dan hal ini meningkatkan diskusi dengan pasien selama pemberian pelayanan (Goldberg, Kuzel, Feng, DeShazo, & Love, 2012). Dengan begitu, pengalaman pasien untuk berobat menjadi lebih baik dan yang terpenting adalah kondisi kesehatan pasien yang juga lebih baik (HealthIT.gov, 2014). 3.
Analisis sistem yang telah dilakukan menunjukkan adanya permasalahan
duplikasi pencatatan data pada formulir rekam medis. Dari hasil wawancara, Indonesia belum memiliki standar formulir psikiatri sehingga desain formulir disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit. Oleh karena itu, perlu adanya standar yang ditetapkan oleh Kemenkes untuk menyeragamkan formulir yang ada di rumah sakit, terutama formulir rekam medis psikiatri. Dalam pengembangan RKE, khususnya pada negara berkembang yang belum memiliki standarisasi formulir, sudah seharusnya mulai menyusun formulir yang standar agar tidak terjadi duplikasi pencatatan data dan variabel data yang dibutuhkan seragam (World Health Organization, 2006). 4.
Dari analisis sistem, ditemukan permasalahan mengenai tulisan dokter kurang
terbaca dan kurang jelas sehingga meningkatkan risiko salah koding. Dengan menggunakan prototipe RKE, tidak lagi ditemukan tulisan dokter yang kurang terbaca dan kurang jelas karena dokter langsung memasukkan data ke komputer. RKE dapat meningkatkan kemampuan diagnosis penyakit dan mengurangi medical error, serta meningkatkan kesehatan pasien (HealthIT.gov, 2014). Diagnosis dikontrol dengan ICD 10 dan tindakan dikontrol dengan ICD 9 sehingga koder lebih mudah melakukan koding. Di beberapa klinik multi spesialis terjadi peningkatan penggunaan kode ICD 10 sekitar 11% setelah penggunaan RKE (Holt J., Warsy A., & Wright P., 2010). 5.
Hasil analisis sistem menunjukkan adanya permasalahan rekam medis yang
terlambat dikembalikan dari ruang rawat inap ke Instalasi Rekam Medis (lebih dari 2x24 jam). Keterlambatan ini disebabkan oleh dokter yang tidak langsung mengisi resume medis pasien. Menurut laporan KLPCM (Ketidaklengkapan Pengisian Catatan Medis) di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, pada bulan Januari ada 171/742 rekam medis yang dikembalikan dalam waktu 2x24 jam. Pada bulan Februari ada 204/704 rekam medis yang dikembalikan tepat waktu. Sisanya dikembalikan dalam waktu 14 hari dan lebih dari 14 hari. Padahal menurut Surat Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Bogor Nomor KP.01.02.1.1/IV.2/7508/2010 tentang Batasan Waktu Pengembalian Rekam Medis, batas waktu pengembalian rekam medis rawat inap paling lambat 2x24 jam setelah pasien pulang. Untuk mengatasi hal tersebut, rumah sakit dapat menggunakan prototipe RKE. Dengan pengenalan sistem RKE kepada dokter, memungkinkan dokter melengkapi resume medis melalui komputer di ruangan rawat inap (World Health Organization, 2006). 5.
Hasil analisis sistem juga menunjukkan adanya permasalahan yaitu laporan
dikerjakan secara manual dengan Ms.Excel, informasi tidak dapat langsung disajikan dari aplikasi SIMRS. Berdasarkan hasil wawancara, data yang digunakan untuk menghasilkan laporan, selain diperoleh dari aplikasi SIMRS, juga diperoleh dari laporan tiap ruangan secara manual. Oleh karena itu, pengerjaan laporan masih memanfaatkan Ms. Excel. Prototipe RKE dapat memfasilitasi staf pelaporan rekam medis untuk dapat langsung mengakses dan mengolah informasi dengan menu yang disediakan sesuai dengan kebutuhan pelaporan. Untuk mengatasi masalah tersebut, RKE dapat menjadi salah satu solusi. Dengan RKE, rumah sakit dapat memanfaatkan informasi agregat yang dihasilkan untuk pengambilan keputusan (HealthIT.gov, 2014). Melalui RKE, informasi agregat yang diperoleh dapat dilaporkan ke berbagai pengguna informasi, baik melalui email, maupun dicetak jika diperlukan (Hatta, 2011). C. Keluaran 1.
Hasil analisis sistem memperlihatkan adanya permasalahan data yang ada di
aplikasi SIMRS kurang reliabel ketika dilakukan penarikan data berulang kali sehingga harus dilakukan pengecekan ulang secara manual. Dengan prototipe RKE, masalah ini dapat diatasi karena prototipe RKE menyediakan data real time sehingga tidak ada lagi data yang kurang reliabel ketika ditarik di tanggal yang berbeda. Setiap provider dapat menggunakan informasi yang akurat dan up to date mengenai pasien, terutama bagi pasien yang melakukan kunjungan ke lebih dari satu spesialis (Bell & Thornton, 2011). Informasi di titik pelayanan yang dihasilkan dari penggunaan RKE juga lebih reliabel. Performa rumah sakit juga meningkat karena pelaporan dilakukan secara real time (HealthIT.gov, 2014). 2.
Ditemukan permasalahan belum adanya sistem pelaporan yang jelas untuk
pembuatan laporan ke BPJS Kesehatan dari hasil analisis sistem. Dari hasil wawancara dan telaah dokumen, Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor sebenarnya sudah memiliki MoU dengan BPJS Kesehatan yang salah satunya mencakup pelaporan. Namun, tidak dijelaskan lebih rinci bagaimana sistem pelaporan dan apa saja yang dilaporkan, sehingga sampai saat ini belum ada pelaporan yang diberikan, kecuali laporan untuk proses klaim. Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Untuk itu, sudah seharusnya BPJS Kesehatan membuat semacam petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaan pelaporan dari rumah sakit ke BPJS Kesehatan sehingga laporan yang dilaporkan seragam dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pada sistem yang lama, Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menggunakan aplikasi SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit). Jika prototipe RKE dikembangkan dan diaplikasikan, maka ada beberapa pilihan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak rumah sakit. Beberapa usulan yang diajukan antara lain: a. Menggunakan RKE sepenuhnya dan menggantikan aplikasi SIMRS. b. RKE digunakan untuk melengkapi fitur yang belum tersedia dari aplikasi SIMRS, seperti pemasukan data di poliklinik dan ruang rawat inap oleh dokter dan perawat. Sedangkan untuk migrasi data dari rekam medis kertas ke RKE, rumah sakit dapat melakukan scan berkas dan disimpan dalam basis data RKE. Seperti yang disarankan pula oleh WHO (2006) bahwa untuk pengembangan RKE di negara berkembang, migrasi data dari sistem yang lama ke sistem yang baru dapat dilakukan dengan pengambilan gambar pada berkas rekam medis kertas dan disimpan dalam basis data RKE. Pengembangan prototipe Rekam Kesehatan Elektronik (RKE) di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tidak sepenuhnya sempurna. Prototipe RKE ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan jika diterapkan. Kelebihan dan kekurangan prototipe RKE dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Prototipe Rekam Kesehatan Elektronik Kelebihan
Kekurangan
1) Memungkinkan akses data dan informasi menjadi lebih mudah dan cepat. 2) Memungkinkan untuk diakses oleh tenaga medis dalam waktu bersamaan dan real time. 3) Dilindungi dengan tingkat sekuritas tertentu. 4) Meminimalisasi duplikasi rekam medis. 5) Menyediakan riwayat kesehatan pasien. 6) Data klaim bisa langsung ditarik dari sistem, tidak perlu menginput dua kali. 7) Menghasilkan informasi yang reliabel. 8) Berpeluang untuk dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan kebijakan.
1) Dibutuhkan pelatihan bagi dokter, perawat, dan tenaga rekam medis untuk menggunakan sistem. 2) Butuh ketelitian dalam memasukkan data. 3) Membutuhkan pengalokasian dana untuk pengadaan perangkat komputer dan pemeliharaan sistem. 4) Budaya kerja tenaga medis mengalami perubahan.
Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Rekam Kesehatan Elektronik yang dikembangkan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tentunya memiliki perbedaan dengan sistem yang lama. Perbedaan tersebut dijabarkan ke dalam masukan, proses, dan keluaran sistem. Tabel 2. Perbandingan Sistem Lama dan Sistem Baru Komponen
Sistem Lama
Masukan
1) Pencatatan dan penyimpanan data di kertas dan SIMRS. 2) Koder melakukan dua kali koding. 1) Proses penarikan data untuk laporan tidak bisa langsung ditarik dari sistem. 2) Proses pengolahan data dilakukan dengan Ms. Excel. 1) Belum ada grafik. 2) Informasi yang dihasilkan berubah-ubah sesuai tanggal penarikan data.
Proses
Keluaran
Sistem Baru 1) Pencatatan terkomputerisasi dengan basis data yang terintegrasi. 2) Koding dilakukan sekali saja. 1) Data dapat langsung ditarik dari sistem. 2) Pengolahan data secara otomatis dengan menu yang sudah disediakan. 1) Sistem membuat grafik secara otomatis. 2) Informasi yang dihasilkan real time dan reliabel.
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengembangan prototipe Rekam Kesehatan Elektronik di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor antara lain: 1. Terdapat beberapa permasalahan pada sistem yang saat ini diterapkan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, yaitu: a. Masukan - Kurangnya sumber daya manusia pada posisi koder, bagian penyimpanan rekam medis, programmer, dan bagian perangkat keras dan jaringan. - Kualitas pengisian catatan medis masih kurang. - Keterbatasan komputer di poliklinik dan ruangan rawat inap. - Keterbatasan ruang penyimpanan rekam medis. b. Proses - Belum adanya konektivitas antara SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) dengan aplikasi INA CBGs. - Keterlambatan distribusi rekam medis. - Duplikasi pencatatan data pada formulir rekam medis rawat inap. - Pengisian rekam medis oleh tenaga medis belum lengkap. - Tulisan dokter kurang terbaca dengan jelas, meningkatkan risiko salah koding. - Rekam medis terlambat dikembalikan dari ruang rawat inap ke Instalasi Rekam Medis (lebih dari 2x24 jam) Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
- Laporan dikerjakan secara manual dengan Ms. Excel. c. Keluaran - Data yang ada di SIMRS kurang reliabel ketika dilakukan penarikan data berulang kali sehingga harus dilakukan pengecekan ulang secara manual. - Belum ada sistem pelaporan yang jelas untuk pelaporan dari rumah sakit ke BPJS Kesehatan. 2. Dari analisis kelayakan yang sudah dilakukan berupa kelayakan ekonomi, kelayakan teknologi, kelayakan operasional, dan kelayakan organisasi, pengembangan prototipe Rekam Kesehatan Elektronik di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor layak untuk dikembangkan.
Saran Rekam Kesehatan Elektronik yang dikembangkan, bahkan jika dikembangkan secara nasional dapat berjalan dengan baik seiring dengan penerapan Jaminan Kesehatan Nasional apabila dilakukan beberapa hal berikut ini. 1. Penambahan programmer dan tenaga di bagian perangkat keras dan jaringan komputer untuk pemeliharaan sistem dengan kualifikasi sesuai standar. 2. Penyisipan materi tentang pengisian dokumen rekam medis pada saat pendidikan keperawatan dan rekrutmen perawat sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia menurut MPKP (Modul Praktik Keperawatan Profesional). 3. Pengganggaran dana dari pemerintah untuk penyediaan perangkat komputer. 4. Adanya standar formulir pencatatan untuk psikiatri secara nasional. 5. Adanya standar terminologi kesehatan (medical vocabulary) secara nasional. 6. Adanya petunjuk teknis atau petunjuk penyelenggaraan sistem pelaporan dari rumah sakit ke BPJS Kesehatan. 7. Dibentuknya undang-undang yang lebih jelas dan rinci yang mengatur tentang pengembangan Rekam Kesehatan Elektronik. 8. Penggunaan single identification yang memanfaatkan nomor kepesertaan JKN sebagai identitas tunggal pasien secara nasional. 9. Pelatihan penggunaan Rekam Kesehatan Elektronik bagi dokter, perawat, dan tenaga rekam medis. 10. Rekam Kesehatan Elektronik mendapatkan perawatan secara berkala. Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Kepustakaan HealthIT.gov. (2014). Retrieved June 14, 2014, from HealthIT.gov in Partnership with the National Learning Consortium: http://www.healtit.gov Allan, J., & Englebright, J. (2000). Patient-Centered Documentation: An Effective and Efficicent Use of Clinical Information System. Journal of Nursing Administration, 9095. Amatayakul, M. (2004). Electronic Health Records: A Practical Guide for Professionals dan Organizations. Chicago: AHIMA. Amsyah, Z. (2000). Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anonim. (2014, Januari 29). BPJS Kesehatan Antisipasi Lonjakan, Faskes TNI/Polri Dioptimalkan. Suara Pembaruan, p. A19. Anonim. (2014, Januari 29). BPJS Perlu Tetapkan Standar Kualitas Pelayanan Kesehatan. Suara Pembaruan, p. A19. BCouch, J. (2008). CCHIT certified electronic health records may reduce mapractice risk. Physician Insurer. Bell, B., & Thornton, K. (2011). From Promise to Reality Achieving The Value of An EHR. Healthcare Financial Management, (pp. 51-56). Besral, Sutiawan, R., Yuniar, P., & Kurniawan, R. (2014). Rancang Bangun Manajemen Data Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Jakarta: BPJS Kesehatan. Business Editors/Health&Medical Writer. (1998, February 19). ADVISORY/Araxsys' Founder to Discuss The Benefits of Healthcare Automation at the Healthcare Information and Management System. California Florida, New York, United States of America. Chan, P., Thyparampil, P., & Chiang, M. (2013). Accuracy and Speed of Electronic Health Record Versus Paper-Based Opthalmic Documentation Strategies. American Journal of Ophthalmology, 165-172. Davis, G. B. (2002). Kerangka Dasar: Sistem Informasi Manajemen (12 ed.). Jakarta: Pustaka Binawan Pressindo. Dewan Jaminan Sosial Nasional. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta. Dick, RS, Steen, dan Detmer. (1997). The Computer-based patient records: An Essential Technology. Dalam Hatta, Gemala R..2010. Pedoman Manajemen Informasi Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Washington, DC: National Academy Press. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. (2008). Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. (2013, Mei 1). INA CBGs: Untuk Pelayanan Rumah Sakit Lebih Baik. Buletin BUK, pp. 1-4. Garets, D., & Davis, M. (2006). Electronic Medical Record vs. Electronic Health Records: Yes, There Is a Difference. A HIMSS Analytics White Paper, 5-6. Goldberg, D., Kuzel, A., Feng, L., DeShazo, J., & Love, L. (2012). EHRs in Primary Care Practices: Benefits, Challenges, and Successful Strategies. The American Journal of Managed Care, 48-54. Hairini, N. (2013). Persiapan Rumah Sakit dan Asuransi Swasta Mengahadapi Era Jaminan Kesehatan Nasional. Retrieved Februari 2, 2014, from Jamsos Indonesia: www.jamsosindonesia.com Hartono, B. (2005). Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah. Jakarta: Depkes RI. Hastono, S. P., & Sabri, L. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers. Hatta, G. (2011). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan: Revisi Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis/Medical Record Rumah Sakit (1991) dan Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia (1994, 1997). Jakarta: UI-Press. Holt J., Warsy A., & Wright P. (2010). Medical Desicion Making: Guide to Improved CPT Coding. Southern Medical Journal, 316-322. Husein, M. F., & Wibowo, A. (2002). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Inung. (2014, Februari 20). RS Swasta Terbatas, RSUD Kebanjiran Pasien JKN. Retrieved Februari 28, 2014, from poskotanews.com: http://www.poskotanews.com Jamoom, E., Patel, V., King, J., & Furukawa, W. (2012). National Perceptions of EHR Adoption: Barriers, Impacts, and Federal Policies. National conference on health statistics. Jogiyanto, H. (2005). Analisis dan Disain Sistem Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Kadir, A. (2003). Pengenalan Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Buku Saku FAQ (Frequently Asked Question) BPJS Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Kumpulan Peraturan Jaminan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kern, L., Barron, Y., Dhopeshwarker, R., Edward, A., & Kaushal, R. (2013). Electronic Health Records and Ambulatory Quality of Care. Journal of General Internal Medicine, 496-503. Kurnar S., & Bauer K. (2011). The Bussiness Case for Implementing Electronic Health Record in Primary Care Settings in United States. Journal of Revenue and Pricing Management, 119-131. Levingston, S. (2012). Opportunities in physician electronic health records: A road map for vendors. Bloomberg Government. McLeod, R., & Schell, G. (2007). Sistem Informasi Manajemen (10st ed.). (A. Yulianto, & A. Fitriati, Trans.) Jakarta: Salemba Empat. Minnesota Department of Health. (2008). A Prescription for Meeting Minnesota's 2015 Interoperable Electronic Health Record Mandate: A Statewide Implementation Plan. Saint Paul: Minnesota Department of Health. National Institutes of Health National Center. (2006). Electronic Health Record Overview. McLean: MITRE. Office for State, Tribal, Local, and Territorial S. (2014, Mei 29). The Public Health System and 10 Essential Public Health Services. Retrieved Juni 10, 2014, from Centers for Disease Control and Prevention: http://www.cdc.gov Penchansky, R., & Thomas, J. (1981). The Concept of Access: Definition and Relationship to Customer Satisfaction. Medical Care, 127-140. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008. (n.d.). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. (n.d.). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. (n.d.). Pratiwi, P. P., Suryani, M., & Sayono. (2013). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja dengan Kelengkapan Pengisian Dokumentasi Pengkajian Asuhan Keperawatan di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 4.
Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014
Pressman, R. (2002). Rekayasa Perangkat Lunak Pendekatan Praktisi (Buku Satu ed.). Yogyakarta: Penerbit ANDI. Sabarguna, B. S. (2005). Sistem Informasi Rumah Sakit. Yogyakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY. Supranto, J. (1992). Statistika dan Sistem Informasi untuk Pimpinan. Jakarta: Erlangga. Supriyanto, W., & Muhsin, A. (2008). Teknologi Informasi Perpustakaan: Strategi Perancangan Perpustakaan Digital. Yogyakarta: Kanisius. Sutabri, T. (2005). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Penerbit Andi. Syarifah, F. (2014, Februari 25). Menkes Akui Masih Banyak RS yang Cari Untung Sejak JKN Berlaku.
Retrieved
Februari
28,
2014,
from
liputan6.com:
http://www.health.liputan6.com To, G. (2014, Januari 3). Isntalasi Inacbg 4.0-Edited. Retrieved Juni 15, 2014, from Scribd: http://www.scribd.com Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. (n.d.). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. (n.d.). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis. (n.d.). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. (n.d.). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. (n.d.). Waljiyanto. (2003). Sistem Basis Data: Analisis dan Pemodelan Data. Yogyakarta: Graha Ilmu. Whitten, J., Bentley, L., & Dittman, K. (2004). Systems Analysis and Design Methods. New York: Mc. Graw-Hill. World Health Organization. (2006). Electronic Health Record: Manual for Developing Countries. Geneva: WHO Western Pacific Region.
Pengembangan Prototipe Rekam…, Noarly Ayu Laksita, 2014
Universitas Indonesia Pengembangan Prototipe..., Noarly Ayu Laksita, FKM UI, 2014