OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS
A.
Landasan Konseptual
1.
Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran gabah yang inelastik menyebabkan fluktuasi harga gabah di tingkat petani sangat tinggi dan tidak menentu. Hal ini berarti, disamping resiko produksi, petani padi juga menghadapi resiko harga yang tinggi sehingga secara keseluruhan risiko usaha tani padi sangat tinggi.
2.
Di sisi lain, struktur pasar beras nasional bersifat oligopsoni, hanya terdiri dari beberapa pedagang saja, sehingga memunculkan kekuatan oligopsonistik di antara pedagang untuk secara bersama-sama mengendalikan harga. Dengan kondisi rasio produksi domestik dan konsumsi sangat tipis diikuti dengan kebijakan menutup impor, maka pasar beras domestik sangat rentan terhadap fluktuasi produksi. Pada saat produksi defisit, maka pedagang membiarkan lonjakan
harga mencapai maksimum, tetapi sebaliknya pada saat surplus
produksi pedagang akan menahan anjloknya harga pada tingkat yang tetap menguntungkan mereka. 3.
Struktur, perilaku dan keragaan pasar dunia juga jauh dari sempurna. Pasar beras dunia dicirikan oleh rasio transaksi dagang dan produksi beras dunia yang kecil (sangat tipis). Dengan karakteristik demikian, pasar beras dunia rentan terhadap gejolak pasar baik akibat fluktuasi produksi beras, nilai tukar mata uang negara eksportir, kebijakan strategis negara eksportir dan ongkos transportasi (harga minyak dunia). Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar beras dunia sangat membahayakan ketahanan pangan nasional, baik karena risiko pasar intrinsik yang tinggi maupun oleh ancaman kebijakan strategis negara lain.
4.
Kondisi pasar gabah dan beras domestik dan dunia yang jauh dari sempurna jelas berdampak buruk terhadap efisiensi usaha tani padi yang diwujudkan dalam misalokasi input dan produksi yang relatif rendah. Fluktuasi produksi dan harga gabah juga merupakan risiko usaha bagi pedagang gabah yang diinternalisasikan kedalam ongkos (marjin) pemasaran yang lebih tinggi. Intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga gabah bermanfaat untuk meningkatkan
efisiensi
ekonomi
agribisnis
57
perberasan
dan
sekaligus
meningkatkan produksi beras dalam negeri guna pemantapan ketahanan pangan dan pengembangan perekonomian desa. 5.
Selama Indonesia masih berstatus sebagai negara net importir beras maka kebijakan stabilisasi harga gabah/beras dapat menguntungkan baik bagi petani produsen maupun konsumen beras. Dalam prakteknya, stabilisasi harga gabah/beras tidak mungkin dilaksanakan secara sempurna karena melibatkan jutaan petani produsen gabah dan konsumen beras dengan sebaran geografis yang sangat luas pula. Upaya untuk melaksanakan stabilisasi harga sempurna membutuhkan ongkos yang sangat besar sehingga tidak rasional untuk dilaksanakan.
6.
Stabilisasi harga gabah/beras hendaklah dilakukan secara parsial (partial price band) yang terbatas namun masih cukup merangsang bagi pedagang atau petani untuk melakukan penyimpanan gabah/beras antar musim. Salah satu kebijakan yang dipandang sesuai dengan kondisi Indonesia adalah kebijakan rentang harga (price band) yang banyak juga diterapkan oleh negara-negara sedang berkembang lainnya. Kebijakan rentang harga tersebut diwujudkan dalam bentuk kebijakan ambang bawah harga gabah untuk melindungi petani dan kebijakan ambang atas harga beras untuk melindungi konsumen.
7.
Dasar penetapan ambang bawah harga gabah atau Harga Dasar Gabah (HDG) adalah memberikan jaminan profitabilitas kepada petani minimal sebesar 30 persen dan juga dengan memperhatikan perkembangan harga beras serta biaya hidup. Kedua komponen yang terakhir tersebut merupakan faktor yang menuntut perlunya penyesuaian HDG secara berkala atau tahunan; sedangkan dasar penetapan ambang atas harga beras adalah memberikan insentif bagi pedagang secara wajar, sehingga formulanya adalah ambang atas harga beras (HA) = 1,155* HD beras.
B.
Penerapan Kembali Kebijakan HDG
8.
Kebijakan HDG pada masa lalu dipandang tidak efektif menjamin harga minimum yang telah ditetapkan karena instrumen pendukungnya, yaitu pembatasan impor dan kemampuan pembelian gabah oleh Bulog pada saat panen raya tidak memadai. Pembatasan impor hanya melalui pengenaan tarif sering tidak efektif karena anjloknya harga beras dunia, dan kemampuan Bulog
58
menjadi terbatas karena statusnya telah berubah menjadi Perum. Akibatnya HDG yang telah ditetapkan oleh pemerintah menggantung (price overhang). 9.
Dengan kondisi yang demikian, tahun 2001 pemerintah melalui Inpres No. 9 tahun 2001 mengganti kebijakan HDG menjadi Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP), dan selanjutnya diubah lagi menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) melalui Inpres No. 2 tahun 2005. Kebijakan HPP memang berbeda dengan kebijakan HDG, walaupun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu menyangga harga gabah supaya tidak anjlok utamanya pada musim panen raya melalui intervensi peningkatan permintaan pembelian harga gabah.
10.
Volume pembelian dan harga gabah pada kebijakan HPP telah ditentukan sesuai dengan kemampuan managemen pemerintah (misalnya : 2 juta ton beras dengan harga Rp. 3550 per kg), sehingga diharapkan dengan jumlah pembelian sebesar itu, tekanan terhadap anjloknya harga gabah pada musim panen raya dapat dikurangi. Dengan demikian kebijakan HPP tidak menjamin bahwa harga gabah di pasar, utamanya pada panen raya, di atas HPP yang telah ditetapkan pemerintah.
11.
Sebaliknya volume pembelian pada kebijakan HDG tidak ditentukan, tetapi disesuaikan dengan kondisi surplus pasokan di pasar. Kebijakan HDG membeli gabah petani sesuai dengan harga HDG yang ditetapkan misalnya setara Rp. 3550 per kg beras sampai harga pasar gabah di atas HDG. Dengan demikian, kebijakan HDG menjamin bahwa harga pasar gabah di atas HDG yang telah ditetapkan.
12.
Setelah enam tahun penerapan kebijakan HPP ternyata juga tidak efektif. Harga gabah pada musim panen raya yang dimulai pada bulan Februari sampai April tetap anjlok dan merugikan petani. Kemampuan petani dalam melanjutkan usahatani pada musim berikutnya berkurang sehingga kualitas gabah yang dihasilkan juga menjadi rendah.
13.
Oleh karena itu, maka perlu dipertimbangkan kembali kebijakan pengendalian impor dan tarif serta peningkatan kemampuan Bulog dalam membeli gabah pada musim panen raya agar kebijakan HDG efektif.
59
C.
Usulan Tingkat HDG dan Harga Atap Beras3
14.
Berdasarkan ketersediaan dana Raskin sekitar Rp 10 trilyun dan kemampuan gudang Bulog sebesar 2 juta ton, maka disarankan agar pemerintah menaikkan harga dasar GKP di tingkat petani antara 10-12,5 persen atau menjadi Rp. 1870 – Rp. 1913 per kg GKP dan harga beras di gudang Bulog naik berkisar 10,31 – 12,82 persen atau menjadi Rp. 3916 –
Rp. 4005
per kg. Adapun dana yang dibutuhkan untuk menyangga harga dasar gabah tersebut berkisar Rp 7 – 9 trilliun. 15.
Besaran harga atap beras disarankan berkisar Rp. 4523 – Rp. 4626 per kg beras kualitas medium. Dengan penetapan harga atap tersebut, akan diperoleh transfer payment kepada penduduk miskin berkisar Rp. 5,9 – Rp. 6,5 trilliun.
D.
Kebijakan Pendukung HDG dan Harga Atap Beras
16.
Skenario
kebijakan
tentang
kenaikan
HDG
didasarkan
pada
asumsi
kemampuan pembelian pemerintah melalui BULOG atas surplus beras pada panen raya hanya sebesar 2 juta ton, padahal masih ada sekitar 1,9 juta ton yang belum terserap pasar. Dengan demikian, efektivitas HDG pada musim panen raya sangat ditentukan oleh dua instrumen yaitu : (1) kemampuan riil pembelian oleh BULOG atau oleh pemerintah; (2) pengendalian impor. 17.
Beberapa kebijakan yang diperlukan untuk mengefektifkan kedua instrumen pendukung HDG sebagai berikut : 1. Kebijakan memperbesar kapasitas riil penyimpanan beras: a. Sasaran kebijakan ini adalah untuk menyerap marketable surplus bulan Maret–Mei sebesar 1,9 juta ton beras (setelah dikurangi pembelian oleh swasta 1,5 juta ton dan Bulog 2 juta ton). b. Instrumen kebijakan: i.
Pembelian gabah oleh Kelompok Tani/GAPOKTAN bekerjasama dengan pedagang/penggilingan melalui DPM LUEP yang dilakukan pada bulan Maret-Mei dan disimpan dulu di petani atau Kelompok Tani/GAPOKTAN,
bukan
3
di
pedagang
(kalau
disimpan
Kebijakan harga dasar dan harga atap maupun kebijakan proteksi lainnya terhadap komoditas beras banyak diterapkan di Negara ASIA termasuk Thailand maupun Vietnam sebagai pengekspor beras. Harga atap beras yang diusulkan masih dibawah harga beras yang berlaku di Negara ASIA (Tabel 7)
60
di
pedagang tidak akan menambah kapasitas penyimpanan secara rril) dan dijual pada musim paceklik. ii. Mendorong pemerintah propinsi dan kabupaten/kota melakukan pembelian gabah/beras pada bulan Maret–Mei dan menjualnya pada musim paceklik. Pemerintah dapat menjual beras tersebut kepada pegawai pemerintah propinsi dan kabupaten/kota setempat (sama halnya dengan Bulog menjual beras kepada penduduk miskin). 2.
Kebijakan pengendalian impor pada panen raya: a. Sasaran kebijakan ini adalah untuk menjaga agar marketable suprlus di pasar benar-benar hanya berasal dari pasokan beras produksi dalam negeri. b. Instrumen
kebijakan
ini
adalah
pelarangan
impor
yang
diberlakukan pada bulan Maret - Mei. 3.
Advokasi Gerakan Penyimpanan beras oleh Petani melalui Media Massa dan Penyuluhan. a. Sasaran
kebijakan
ini
adalah
untuk
menggugah
kesadaran
masyarakat tani tentang pentingnya menyimpan beras pada panen raya dan menjualnya pada musim paceklik untuk menjaga agar harga gabah tidak anjlok. b. Instrumen kebijakan ini adalah iklan atau tayangan lainnya yang bersifat himbauan serta penyuluhan kepada petani. 18.
Kebijakan pelarangan impor yang diberlakukan pada awal musim panen raya sampai sekitar bulan Mei, harus segera dicabut kembali pada saat bulan tidak panen, yaitu antara Oktober – Januari (atau sampai awal panen raya beriklutnya), apabila stok beras tidak memadai. Tujuan kebijakan impor beras ini adalah untuk memperbesar stok yang dapat digunakan operasi pasar untuk menjamin harga atap beras.
19.
Apabila tingkat produksi beras seperti tahun 2006, dan apabila upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi sebesar 2 juta ton tidak terealisasi pada tahun 2007, maka diperkirakan impor beras sebesar 2 juta ton. Impor ini diperlukan untuk menjamin harga atap yang telah ditetapkan pemerintah.
61
E.
Sumber Pendanaan, Status Bolug dan Peran Pemerintah Daerah
20.
Untuk mengamankan harga dasar gabah pada musim panen raya dibutuhkan pembelian gabah setara beras antara 1,8 – 2,2 juta ton oleh Bulog dengan dana berkisar Rp. 7 – 9 trilliun. Untuk meningkatkan volume pembelian dalam rangka menjamin harga HDG diperlukan partisipasi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dalam pembelian gabah atau beras pada musim panen raya.
21.
Sumber dana Bulog dapat dikaitkan dengan dana subsidi Raskin yang diperkirakan sebesar lebih Rp. 10 trilliun. Kompensasi BULOG untuk mengemban pembelian beras sebanyak 2 juta ton diberikan dalam bentuk hak menyalurkan beras Raskin yang diperkirakan sebesar 2 juta ton juga. Status Bulog dapat tetap seperti sekarang tetapi perlu lebih ditekankan fungsinya sebagai penyangga HDG.
22.
Sama halnya dengan BULOG, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota juga diberi tugas untuk melakukan pembelian gabah/beras pada musim panen raya Maret – Mei yang dananya bersumber dari kombinasi APBN dan APBD. Kompensasninya adalah pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dapat menjual
beras
tersebut
kepada
pegawai
pemerintah
daerah
yang
bersangkutan. 23.
Semua ketentuan tersebut perlu dituangkan dalam bentuk Peraturan atau Instruksi Presiden. Dengan demikian, Perpres atau Inpres mendatang selain berisi tentang rencana penyesuaian HDG dan pemberlakuan harga atap, juga berisi tentang penugasan kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota mengenai pembelian beras.
62
Tabel 1.
Kebijakan Harga Dasar Gabah (HDG) dan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
URAIAN 1. Tujuan Kebijakan
KEBIJAKAN HDG HPP 1. Membantu menyangga harga gabah 1. Menyangga harga gabah minimum pada utamanya pada saat surplus supaya tingkat harga tertentu (HDG) sepanjang tidak anjlok tahun
2. Instrumen Kebijakan
2. Melakukan pembelian gabah sesuai dengan HDG sampai harga pasar gabah di atas HDG (tanpa dibatasi volume pembelian)
2. Melakukan pembelian gabah sesuai dengan HPP dan volume tertentu yang sudah ditetapkan, tanpa mandat untuk menjaga harga pasar gabah di atas HPP
3. Instrumen Pendukung
3. Tarif dan pembatasan impor
3. Tarif dan pembatasan impor
4. Efektifitas Kebijakan
4. Efektivitasnya dijamin mampu menyangga harga pasar gabah di atas HDG yang telah ditetapkan
4. Efektif pada saat terjadi defisit produksi, tetapi efektifitasnya tidak dijamin mampu menyangga harga gabah di pasar sesuai dengan HPP yang telah ditetapkan utamanya pada periode surplus meningkat di luar yang diperkirakan
5. Biaya Kebijakan
5. Dua kali lipat dibanding HPP karena untuk menjaga harga pasar gabah di atas HDG diperlukan pembelian sekitar 4 juta ton beras pada musim panen raya (sekitar Rp 16 trilliun)
5. Saat ini pembelian gabah sebanyak 2 juta ton (sekitar Rp 8 trilliun).
6. Resiko Politik
6. Apabila gagal memjamin HDG, petani berhak menuntut pemerintah (demontrasi petani makin marak)
6. Tidak ada tuntutan kepada pemerintah walaupun harga gabah di bawah HPP, setelah pemerintah melakukan pembelian sesuai dengan volome dan HPP yang telah ditetapkan
7. Keuntungan Politik
7. Kredibilitas pemerintah di mata petani meningkat
7. Kredibilitas pemerintah di mata petani tidak dijamin
63
Tabel 2.
Dampak penetapan harga dasar terhadap jumlah dan nilai pembelian gabah dengan berbagai skenario. Uraian
Harga aktual GKG (Rp/kg) Harga Dasar GKG (Rp/kg) Produksi GKG ke pasar (ton) Produksi GKG yang dibeli pemerintah (ton) Ekivalen beras (ton) Harga beras (Rp/kg) Anggaran untuk pembelian GKG (Rp milyar) Perubahan surplus ekonomi: - Surplus produsen (Rp milyar) - Surplus konsumen (Rp milyar)
2.250 2.763 24.601.073
Skenario1 (GKP/GKG naik 10%) 2.250 2.475 24.601.073
Skenario2 (GKP/GKG naik 12,5%) 2.250 2.531,25 24.601.073
Skenario 3 (GKP/GKG naik 15%) 2.250 2.587,5 24.601.073
6.450.401 4.076.652 4.372
2.829.123 1.788.005 3.916
3.536.404 2.235.007 4.005
4.243.685 2.682.008 4094
17.822
7.002
8.952
10.981
14.275 -14.275
5.854 -5.854
7.416 -7.416
9.019 -9.019
Kondisi Ideal
Tabel 3. Usulan harga dasar GKP, GKG dan beras di berbagai tingkatan berdasarkan berbagai skenario. Uraian Harga GKP di tingkat petani (Rp/kg) Harga GKP di penggilingan (Rp/kg) Harga GKG di penggilingan (Rp/kg) Harga GKG di gudang Bulog (Rp/kg) Harga beras di gudang Bulog (Rp/kg)
2.088 2.138 2.763 2.813
Skenario1 (GKP/GKG naik 10%) 1.870 1.920 2.475 2.525
Skenario2 (GKP/GKG naik 12,5%) 1.913 1.963 2.531 2.581
Skenario 3 (GKP/GKG naik 15%) 1.955 2.005 2.588 2.638
4.372
3.916
4.005
4.094
Kondisi ideal
Tabel 4. Usulan persentase kenaikan harga dasar GKP, GKG dan beras di berbagai tingkatan berdasarkan berbagai skenario.
Harga GKP di tingkat petani (Rp/kg) Harga GKP di penggilingan (Rp/kg) Harga GKG di penggilingan (Rp/kg) Harga GKG di gudang Bulog (Rp/kg) Harga beras di gudang Bulog (Rp/kg)
Kondisi ideal
Skenario1 (GKP/GKG naik 10%)
Skenario2 (GKP/GKG naik 12,5%)
Skenario 3 (GKP/GKG naik 15%)
22,80
10,00
12,50
15,00
23,56
10,98
13,44
15,90
22,80
10,00
12,50
15,00
23,38
10,75
13,21
15,68
23,15
10,31
12,82
15,33
64
Tabel 5. Dampak Kebijakan Harga Atap terhadap Harga Beras, GKG dan GKP serta Nilai Transfer dan Inflasi Berdasarkan Beberapa Skenario.
Harga dasar beras (Rp/kg) Harga ambang atas beras (Rp/kg) Harga pasar beras (Rp/kg) Perubahan harga pasar beras (Rp/kg) Perubahan harga pasar beras (%)
Kondisi Ideal 4,372 5,050 5,750 -700 -12.18
Konsumsi beras/kapita/tahun (kg) Transfer/kapita/tahun (Rp) Jumlah penduduk miskin (juta jiwa) Total nilai transfer (Rp tilyun)
85 85 85 85 -59,529 -104,297 -95,559 -86,822 62 62 62 62 -3.691 -6.466 -5.925 -5.383
Uraian
Inflasi harga beras (%)*) Perubahan inflasi asal beras (%) Inflasi sekarang (%)
5.03 -0.61 4.42
1 3,916 4,523 5,750 -1,227 -21.34
5.03 -1.07 3.96
Skenario 2 4,005 4,626 5,750 -1,124 -19.55
5.03 -0.98 4.05
3 4,094 4,729 5,750 -1,021 -17.76
5.03 -0.89 4.14
Harga aktual GKG (Rp/kg) Elastisitas transmisi harga beras ke gabah Perubahan harga GKG (%) Perubahan harga GKG (Rp/kg) Harga GKG sekarang (Rp/kg)
3,634
3,634
3,634
3,634
1.057 -12.88 -468 3,166
1.057 -22.56 -820 2,814
1.057 -20.67 -751 2,883
1.057 -18.78 -683 2,951
Harga aktual GKP petani (Rp/kg) Perubahan harga GKP (%) Perubahan harga GKP (Rp/kg) Harga GKP sekarang (Rp/kg)
2,812 -12.88 -362 2,450
2,812 -22.56 -634 2,177
2,812 -20.67 -581 2,231
2,812 -18.78 -528 2,284
65
Tabel 6. Dampak Kebijakan Ambang Atas Harga Beras Berbagai Skenario terhadap Produksi, Konsumsi, Impor, Surplus Produsen, Surplus Konsumen dan Penerimaan Negara, 2006. Kondisi ideal
1
Skenario 2
3
5,750 31,739 50,219 31,678 61.0 3,634 450 -0.146 0.156
5,750 31,739 50,219 31,678 61.0 3,634 450 -0.146 0.156
5,750 31,739 50,219 31,678 61.0 3,634 450 -0.146 0.156
5,750 31,739 50,219 31,678 61.0 3,634 450 -0.146 0.156
1.057
1.057
1.057
1.057
Dampak Kebijakan Harga Atap: Harga ambang atas beras (Rp/kg) Perubahan harga beras (Rp/kg) Perubahan harga beras (%) Perubahan harga GKG (%) Perubahan harga GKG (Rp/kg) Harga GKG sekarang (Rp/kg)
5,050 -700 -12.17 -12.87 -468 3,166
4,523 -1,227 -21.34 -22.56 -820 2,814
4,626 -1,124 -19.55 -20.67 -751 2,883
4,729 -1,021 -17.76 -18.77 -682 2,952
Perubahan permintaan (%) Perubahan permintaan (000 ton) Permintaan sekarang (000 ton)
1.78 563 32,241
3.11 986 32,664
2.85 903 32,581
2.59 821 32,499
Perubahan produksi (%) Perubahan produksi GKG (000 ton) Produksi GKG sekarang (000 ton) Konversi GKG ke beras Produksi beras sekarang (000 ton) Perubahan produksi beras (000 ton) Impor (000 t)
-2.01 -1,009 49,211 0.6320 31,101 -638 1,140
-3.52 -1,768 48,451 0.6320 30,621 -1,118 2,043
-3.23 -1,620 48,599 0.6320 30,715 -1,024 1,867
-2.93 -1,471 48,748 0.6320 30,809 -930 1,690
22,372 -23,380
39,474 -40,837
36,114 -37,435
32,762 -34,028
513 -496
919 -444
840 -481
760 -506
Uraian Kondisi Awal: Harga pasar beras (Rp/kg) Produksi beras neto (000t) Produksi GKG neto (000 t) Permintaan beras (000 t) Surplus beras (000 ton) Harga GKG (Rp/kg) Tarif impor (Rp/kg) Elasitisitas permintaan Elastisitas penawaran Elastisitas transmisi harga beras ke gabah
Perubahan surplus ekonomi: Perubahan surplus konsumen (Rp m) Perubahan surplus produsen (Rp m) Perubahan penerimaan pemerintah (Rp m) Perubahan surplus neto (Rp m)
66
Tabel 7. MATRIK KEBIJAKAN PERBERASAN BEBERAPA NEGARA ASIA
Negara Jepang
Harga Domestik (Rp/kg) 27848
Korea Selatan
9650
Malaysia
4715
Filipina
4700
Produksi terhadap Kebijakan Perberasan Konsumsi (%) 90-93 Pengenaan tarif impor sebesar Rp 26000/kg; Subsidi langsung (direct subsidy) untuk stabilitas pendapatan petani; program asuransi; pemberian subsidi bunga kredit; penyuluhan intensif; investasi publik pembangunan sarana dan prasarana irigasi; Subsidi tidak langung (inderect subsidy) kepada penggilingan padi. 65-70 Pengenaan tarif impor sebesar 400%; pengawasan beras impor langsung ke konsumen atau sebagai stok; dan investasi publik pembangunan sarana dan prasarana irigasi; 60-65 Kebijakan harga dasar (floor price), pemberian subsidi input, pemberian subsidi bunga kredit, kebijakan harga atap (ceiling price) (disesuaikan dengan harga dunia). 85-90 Pengenaan tarif impor sebesar 3% (kualitas rendah) dan 50% (kualitas tinggi), Kebijakan harga dasar (floor price); investasi publik pembangunan sarana dan prasarana irigasi
67
Kesimpulan
Menerapkan kebijakan perberasan sangat proteksi kepada petani melalui tarif yang sangat tinggi dan subsidi yang besar baik lamngsung maupun tak langsung serta pembangunan fasilitas publik.
Menerapkan kebijakan perberasan protektif pro petani melalui tarif, pengendalian impor dan pembangunan fasilitas publik.
Menerapkan kebijakan perberasan seimbang pro petani dan konsumen melalui jaminan harga dan subsidi input yang wajar untuk melindungi petani dan protektif konsumen melalui kebijakan harga atap disesuaikan dengan perkembangan harga dunia. Menerapkan Kebijakan proteksi pro petani melalui tarif, harga dasar dan pembangunan fasilitas publik.
Indonesia
5000
Vietnam
2800
Thailand
5000
90-99 Pengenaan tarif impor sebesar Rp 450/kg; pemberian subsidi pupuk, pemberian subsidi bunga kredit, pemberian subsidi benih, Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah; perluasan areal, pemanfaatan teknologi produktivitas tinggi, investasi publik pembangunan sarana dan prasarana irigasi, penyuluhan intensif, pembinaan kelompok tani. 120 Reservasi lahan irigasi, kebijakan bebas pajak untuk impor benih, kebijakan pajak impor pupuk kecil, Kebijakan harga dasar (floor price); investasi publik pembangunan sarana dan prasarana irigasi, investasi public pada pengolahan dan pergudangan moderen, kebijakan harga ekpor 140 Pemberian subsidi bungan kredit, program asuransi pertanian, pemberian kredit ekspor, jaminan harga melalui pembelian pemerintah, kebijakan sistem gadai gabah, investasi publik pembangunan sarana dan prasarana irigasi, investasi publik pada pengolahan dan pergudangan moderen.
68
Menerapkan kebijakan perberasan protektif pro petani melalui tarif, dukungan harga, pemberian berbagai subsidi dan kebijakan non harga melalui pembangunan fasilitas publik, perluasan areal, pemanfaatan teknologi.
Menerapkan kebijakan perberasan pro petani yang ditujukan untuk meningkatkan produksi melalui kebijakan harga daa non harga
Menerapkan kebijakan perberasan pro petani yang ditujukan untuk meningkatkan produksi melalui kebijakan harga dan non harga
P
SH
SL
PH
D
C
PS
E
PL A
QH
B
QS
D QL
Q
Gambar 1. Manfaat Sosial Stabilisasi Harga Sempurna
6000000 5000000
3000000 2000000 1000000
Konsumsi
Gambar 2. Keseimbangan Produksi dan Konsumsi Beras, 2006
69
Ju ni
Me i
Ap ril
Ag us tus Se pte mb er Ok tob er No ve mb De er se mb er Ja nu ari Pe bru ari
Produksi
Ma ret
0 Ju li
ton
4000000