18
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis
Menuju Kebijakan Harga Gabah dan Beras Terkelola Seimbang1 Pendahuluan Lonjak harga beras yang terjadi selama tahun 2005 sampai sekarang belum mereda. Selama periode Januari sampai Desember 2005 harga beras kualitas medium (IR64-II) meningkat dari Rp 2850 menjadi Rp 3820 atau meningkat sebesar 2,27 persen per bulan, sangat berbeda dengan kondisi harga tahun 2004 yang mengalami penurunan sebesar 0.15 persen per bulan. Selama periode Desember 2005 sampai Januari 2006 terjadi lonjak harga beras dari Rp 3590 menjadi Rp 4145 atau meningkat 15,46 persen jauh lebih tinggi dibanding pada periode yang sama tahun 2004/2005 yang hanya meningkat sebesar 4,48 persen. Lonjak harga beras yang terjadi bulan Februari ini sudah mencapai 60 persen di atas harga dunia. Hal ini jelas sangat merugikan konsumen sehingga perlu dikendalikan. Operasi pasar BULOG belum juga mampu meredam lonjak harga beras tersebut, padahal BULOG sudah diberi izin untuk impor beras dalam rangka memperkuat stok nasional. Kondisi yang demikian memunculkan beberapa wacana : yaitu, (1) apakah perlu ditetapkan kebijakan ambang atas (ceiling price) untuk beras ?; (2) instrumen kebijakan apa yang paling efektif untuk mengendalikan harga beras pada tingkat harga ambang atap tersebut, apakah operasi pasar dan kebijakan impor BULOG efektif untuk mengendalikan lonjak harga beras yang terjadi saat ini?; dan (3) bagaimana dampak kebijakan harga ambang atas utamanya kepada konsumen dan petani?. Karakteristik Pasar Gabah-Beras Pasar gabah sangat dipengaruhi oleh sifat produksi (panen) usaha tani padi, sifat produk gabah dan karakteristik petani. Pertama, produksi padi bersifat musiman dan rentan terhadap resiko alam (anomali iklim dan serangan hama-penyakit) sehingga penawaran gabah sangat fluktuatif baik secara reguler (dapat diantisipasi) menurut musim maupun secara irreguler (tidak dapat diantisipasi) akibat gagal panen oleh bencana alam. Usaha tani secara intrinsik mengandung risiko produksi (production risk) yang tinggi. Resiko produksi padi yang tinggi merupakan ancaman bagi ketahanan ekonomi keluarga petani, perekonomian desa maupun ketahanan pangan nasional, serta akan menimbulkan inefisiensi ekonomi sehingga secara ekonomi layak untuk dikelola pemerintah diantaranya melalui intervensi pasar. Kedua, petani padi memiliki daya tawar-menawar yang lemah dalam perdagangan gabah karena volume surplus jualnya umumnya kecil, kemampuan menyimpan gabahnya rendah dan desakan akan kebutuhan likuiditas sangat
1
Naskah ini dipersiapkan oleh Prof Dr Pantjar Simatupang, Dr Nizwar Syafa’at, APU, Prayogo Utomo Hadi, MEc, Ir Saktyano K.D., MSi dan M. Maulana, SP.
Analisis Kebijakan
19
tinggi. Petani umumnya menjual gabah segera setelah panen dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Di sisi lain, kualitas gabah petani sangat dipengaruhi oleh cuaca pada saat panen. Pada saat hujan atau cuaca mendung kualitas GKP sangat rendah (berkadar air tinggi). Dengan karakteristik demikian, pasar gabah tersegmentasi secara lokal sedangkan penawaran gabah petani sangat tidak elastik. Pasar gabah lokal di tingkat petani tidak sempurna sehingga menciptakan inefisiensi dan sangat tidak adil (merugikan petani, menguntungkan pedagang). Kegagalan pasar gabah lokal di tingkat petani inilah yang menjadi alasan kuat masih perlunya intervensi pasar pemerintah. Ketiga, perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran gabah yang inelastik menyebabkan fluktuasi harga gabah di tingkat petani sangat tinggi dan tidak menentu. Ini berarti, disamping resiko produksi (production risk), petani padi juga menghadapi resiko harga (price risk) yang tinggi sehingga secara keseluruhan risiko usaha tani padi sangat tinggi. Hal ini jelas berdampak buruk terhadap efisiensi usaha tani padi yang diwujudkan dalam misalokasi input dan produksi yang relatif rendah. Fluktuasi produksi dan harga gabah juga merupakan risiko usaha bagi pedagang gabah yang diinternalisasikan kedalam ongkos (marjin) pemasaran yang lebih tinggi. Intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga gabah bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi agribisnis perbesaran dan sekaligus meningkatkan produksi beras dalam negeri guna pemantapan ketahanan pangan dan pemacuan perekonomian desa. Di sisi lain struktur pasar beras nasional bersifat oligopoli2, hanya terdiri beberapa pedagang saja, sehingga memunculkan kekuatan oligopolisitk di antara pedagang untuk secara bersama-sama mengendalikan harga. Dengan kondisi rasio produksi domestik dan konsumsi sangat tipis diikuti dengan kebijakan menutup impor, maka pasar beras domestik sangat rentan terhadap fluktuasi produksi. Pada saat produksi defisit, maka pedagang membiarkan lonjak harga mencapai maksimum, tetapi sebaliknya pada saat surplus produksi pedagang akan menahan anjlok harga pada tingkat yang tetap menguntungkan mereka. Penelitian empiris membuktikan bahwa keterkaitan harga produksi pertanian di tingkat konsumen dan di tingkat produsen (petani) bersifat asimetri3. Ini berarti, peningkatan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga gabah di tingkat petani, sedangkan penurunan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan sempurna dan cepat ke harga gabah di tingkat petani. Sebaliknya, Peningkatan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan sempurna dan cepat ke harga beras di tingkat konsumen, sedangkan penurunan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan tidak sempurna dan lambat ke harga beras di tingkat
2
3
Syafa’at, Nizwar dan H. Supriadi, 1998. Situasi Produksi dan Ketersediaan Beras di Tingkat Petani Jawa Tengah : Studi Kasus di Tiga Kabupaten Sentra Produksi Padi : Demak, Grobogan dan Banyumas; Hasil Monitoring dan Evaluasi Pengkajian SUTPA. Puslit Sosek Pertanian, Bogor. Simatupang, P., 1989. Integrasi Harga Ubikayu dan Gaplek di Lampung. Forum Statistik 8(1):21-28. Simatupang P dan J. Situmorang, 1998. Integrasi Pasar dan Keterkaitan Harga Karet Indonesia dengan Singapore. JAE 7(2):12-29.
20
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis
konsumen. Dengan demikian, fluktuasi harga beras atau gabah jangka pendek cenderung merugikan petani dan konsumen, kalaupun ada, manfaat fluktuasi harga diraup oleh pedagang. Ini jelas tidak adil dan harus dicegah. Struktur, perilaku dan keragaan pasar dunia juga jauh dari sempurna4: Pertama, pasar beras dunia dicirikan oleh rasio transaksi dagang dan produksi beras dunia yang kecil (sangat tipis). Dengan karakteristik demikian, pasar beras dunia rentan terhadap gejolak pasar baik akibat fluktuasi produksi beras, nilai tukar mata uang negara eksportir, kebijakan strategis negara eksportir dan ongkos transportasi (harga minyak dunia). Ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan pasar beras dunia sangat membahayakan ketahanan pangan nasional, baik karena risiko pasar intrinsik yang tinggi maupun oleh ancaman kebijakan strategis negara lain. Kedua, pasar beras dunia bersifat residual, ekspor merupakan penyaluran kelebihan produksi domestik sedangkan impor merupakan upaya untuk menutupi kekurangan produksi. Setiap negara cenderung mendahulukan kebutuhan konsumsi domestik guna memantapkan ketahanan pangan domestiknya. Gejolak pasar domestik ditransmisikan ke pasar internasional sehingga harga beras dunia fluktuatif. Sementara itu, sejumlah negara berada di sekitar titik swasembada beras sehingga fluktuasi produksi beras domestik membuat status mereka berubah-ubah; eksportir- swasembada- importir. Ketidakmenentuan status dagang negara menambah ketidakpastian dan fluktuasi pasokan maupun biaya beras dunia sehingga ketergantungan terhadapnya sangat membahayakan ketahanan pangan nasional. Ketiga, pasar beras dunia tersegmentasi menurut kualitas. Permintaan beras bermutu lebih baik memiliki elastisitas yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi di negara-negara konsumen utama beras (khsusnya Asia) telah menyebabkan penurunan total permintaan beras di pasar dunia sehingga harganya cenderung turun. Bersamaan dengan itu struktur permintaan juga berubah, pangsa beras yang bermutu tinggi meningkat sementara pangsa yang bermutu rendah menurun, sehingga harga beras bermutu rendah cenderung menurun sangat tajam. Masalahnya ialah impor beras di Indonesia didomonasi oleh beras bermutu rendah sehingga merupakan pengantar (transmitter) yang baik bagi penurunan harga di pasar internasional. Perubahan struktur pasar beras di pasar internasional menimbulkan dampak yang tidak adil, menguntungkan konsumen namun merugikan petani produsen beras Indonesia. Keempat, pasar beras internasional bersifat monopolistik karena dikuasai oleh beberapa perusahaan dagang internasional. Pasar monopolistik merugikan konsumen dan menguntungkan penjual. Dengan demikian, pasar beras internasional yang monopolistik merugikan negara-negara importir beras dan menguntungkan perusahaan dagang internasional. Indonesia akan dirugikan secara tidak adil apabila harus mengimpor beras dalam jumlah besar.
4
Jayne, T.S., 1993. Sources and Effects of Instability in The World Rice Market. Development Paper No 13. Michigan State University, East Lansing, Michigan, USA.
International
Analisis Kebijakan
21
Kelima, negara-negara eksportir utama beras cenderung mengeksploitir kekuatan monopolistiknya dengan menetapkan pajak ekspor beras (Thailand dan Vietnam). Praktik semacam ini jelas tidak adil, sangat merugikan negara-negara importir beras, khususnya yang permintaan ekspornya tidak elastis. Seperti yang telah dikemukakan, permintaan impor beras Indonesia tudak elastis karena didominasi oleh beras bermutu rendah dan merupakan pengisi kebutuhan dasar. Oleh karena itu, membiarkan Indonesia semakin tergantung pada impor beras merupakan kegagalan kebijakan pemerintah, karena hal itu berarti membiarkan rakyat Indonesia dieksploitir (dipajaki) oleh negara-negara atau perusahaan dagang eksportir beras asing. Keenam, ialah distribusi geografis sentra produksi dan konsumsi beras yang terkonsentrasi di Asia dengan lingkup pengaruh iklim makro yang sama, yaitu kawasan Moonson Asia yang bersifat sangat tidak stabil dan menyebabkan instabilitas produksi beras nasional. Kawasan ini juga secara bersamaan seringkali dilanda oleh animali El Nino – La Nina yang dapat menimbulkan bencana gagal panen. Oleh karena dalam pengaruh iklim yang sama, produksi beras di negaranegara Asia memiliki kovariasi yang tinggi. Kegagalan maupun keberhasilan panen bersifat kumulatif lintas negara sehingga fluktuasi produksi beras regional Asia sangat tidak stabil. Fenomena ini jelas sangat berbahaya terhadap ketahanan pangan nasional. Sebagai contoh, anomali iklim El Nino yang terjadi pada tahun 1997/98 telah menyebabkan gagal panen padi di banyak negara Asia. Gagal panen yang terjadi serentak menyebabkan permintaan impor meningkat tajam sementara penawaran ekspor menurun tajam. Pasar beras dunia mengalami kelesuan (volume kecil), sementara harganya membumbung tinggi. Inilah salah satu penyebab mengapa Indonesia mengalami krisis pangan akut pada tahun 1998. Ketujuh, yang seringkali luput dari perhitungan analisis, ialah bahwa pasar beras dunia juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar uang, pasar modal dan pasar energi global yang ketiganya sangat tidak stabil. Nilai tukar mata uang negara-negara eksportir berpengaruh terhadap penawaran (ekspor) sedangkan mata uang negara-negara importir berpengaruh terhadap permintaan (impor) beras di pasar dunia. Keadaan buruk ini diperburuk pula oleh kenyataan bahwa mata uang negara-negara eksportir dan importir beras utama dunia berkorelasi erat (karena lokasinya saling berdekatan dan terkonsentrasi di Asia) sehingga dampak perubahannya bersifat kumulatif lintas mata uang. Sebagai gambaran, krisis ekonomi Asia tahun 1997/98 yang menyebabkan depresi mata uang secara serentak di hampir semua negara Asia menyebabkan peningkatan penawaran (ekspor) dan penurunan permintaan (impor) sehingga harga beras di pasar dunia menurun tajam. Pasar modal mempengaruhi pasar beras dunia melalui suku bunga. Usaha ekspor-impor beras membutuhkan modal besar sehingga pembayaran bunga modal merupakan komponen yang cukup besar dalam ekspor/impor beras. Harga minyak dunia mempengaruhi pasar beras dunia melalui ongkos transportasi (pengapalan) yang juga merupakan komponen biaya yang cukup besar dalam usaha ekspor/impor beras. Argumen pokoknya ialah nilai tukar mata uang, suku bunga dan harga minyak dunia sangat tidak stabil dan semakin memperburuk instabilitas harga beras dunia.
22
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis
Hal terakhir ialah transmisi harga beras di pasar internasional ke pasar beras dan gabah di pasar domestik. Dalam rejim perdagangan bebas, harga beras di tingkat konsumen pasar domestik ditentukan oleh harga pasar dunia. Apabila dinyatakan dalam rupiah maka harga beras di pasar domestik ditentukan oleh tiga variabel utama: harga beras internasional (FOB, US$/kg), nilai tukar rupiah (Rp/US$) dan tarif impor (Rp/kg). Perubahan harga beras dunia maupun nilai tukar rupiah ditransmisikan langsung ke dalam pasar beras domestik: Baik harga beras dunia maupun nilai tukar rupiah sangat fluktuatif sehingga dalam rejim perdagangan bebas harga beras di tingkat konsumen domestik sangat fluktuatif pula. Fluktuasi harga yang sangat tinggi dapat merugikan konsumen dan menimbulkan inefisiensi dalam perdagangan bebas. Fluktuasi harga beras yang tinggi dapat pula menimbulkan instabilitas barang-barang terkait. Dari paparan di atas jelas kiranya bahwa struktur pasar beras dan gabah tidak memenuhi pasar bersaing sempurna yang seringkali dipakai dasar liberalisasi perdagangan. Pasar beras dunia sangat tipis dan rentan terhadap gejolak sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber pengadaan kebutuhan pangan domestik. Ketergantungan yang cukup besar terhadap beras impor akan mengancam ketahanan pangan nasional. Dalam jangka pendek harga beras dunia dan harga gabah bersifat fluktuatif yang dapat merugikan konsumen beras dan petani padi dalam negeri. Oleh karena itu, stabilisasi harga gabah di tingkat petani dan harga beras di tingkat konsumen merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengatasi hal itu. Konsep Dasar Kebijakan Harga Gabah-Beras Terkelola Seimbang Dengan fungsi penawaran gabah yang tidak elastis dalam jangka pendek maka stabilisasi harga gabah secara sempurna akan menguntungkan masyarakat secara keseluruhan dalam arti manfaat yang diperoleh produsen lebih besar dari kerugian konsumen. Hal ini dapat dibuktikan dengan mudah dengan bantuan Gambar 1. Misalkan harga gabah fluktuatif akibat fluktuasi produksi sehingga harga tertinggi adalah PH dan harga terendah adalah PL dengan peluang kejadian sama 0.5. Apabila pasar gabah dikelola pemerintah sehingga harga gabah dapat distabilkan pada PS=(PH+PL)/2 maka petani akan memperoleh tambahan keuntungan sebesar luasan segi empat ABCD dan konsumen akan rugi setara dengan surplus dalam luasan segi tiga BEC. Luas segi empat ABCD adalah dua kali luas segi tiga BEC sehingga keuntungan netto yang diperoleh dari kebijakan stabilisasi harga gabah ialah sebesar surplus dalam luasan segi tiga BEC. Dengan demikian kebijakan stabilisasi harga gabah menguntungkan secara sosial. Selama Indonesia masih negara net importir beras maka kebijakan stabilisasi harga gabah/beras dapat menguntungkan baik bagi petani produsen maupun konsumen beras. Kebijakan stabilisasi harga gabah/beras rasional secara ekonomi asalkan dirancang sedemikin rupa sehingga ongkos pelaksanaannya minimal. Dalam prakteknya, stabilisasi harga gabah/beras tidak mungkin dilaksanakan secara sempurna (complete price stabilization) karena melibatkan
Analisis Kebijakan
23
jutaan petani produsen gabah dan konsumen beras dengan sebaran geografis yang sangat luas pula. Upaya untuk melaksanakan stabilisasi harga sempurna membutuhkan ongkos yang sangat besar sehingga tidak rasional dilaksanakan5. Stabilisasi harga gabah/ beras hendaklah dilakukan secara parsial (partial price band) yang terbatas namun masih cukup merangsang bagi pedagang atau petani untuk melakukan penyimpanan gabah/beras antar musim. Survei global menunjukkan bahwa kebijakan rentang harga (price band) inilah yang paling banyak diterapkan oleh negara-negara sedang berkembang6 . Disamping fluktuasi harga gabah/beras jangka pendek (selama semusim atau setahun) hal kedua yang perlu dikelola pemerintah ialah dampak trend sekuler harga beras jangka panjang di pasar dunia terhadap harga gabah/beras domestik yang di satu sisi menguntungkan bagi konsumen dan berguna pula menahan laju inflasi, namun di sisi lain hal ini menyebabkan anjloknya harga gabah di tingkat petani yang berdampak pada anjloknya pendapatan petani padi dan produksi beras dalam negeri. Penurunan pendapatan petani dan produksi gabah juga buruk bagi perekonomian desa maupun ketahanan pangan nasional. Sedangkan peningkatan harga beras dunia di satu sisi akan meningkatkan harga beras di tingkat konsumen, sehingga mengancam ketahanan pangan, dan mendorong inflasi, sementara di sisi lain hal itu baik bagi petani karena akan meningkatkan pendapatan petani dan memacu peningkatan produksi beras dalam negeri. Peningkatan pendapatan petani dan produksi gabah juga bermanfaat untuk memacu perekonomian desa. Dengan demikian peningkatan maupun penurunan harga gabah/beras bersifat dilematis sehingga perlu dikelola pemerintah sehingga tidak menimbulkan gejolak ekonomi, sosial maupun politik. Bagaimanapun, dalam tatanan perdagangan bebas, sektor perbesaran nasional tidak mungkin sepenuhnya diisolir dari pengaruh perubahan jangka panjang harga beras dunia. Namun demikian dampak “disruptif” dari melonjaknya atau anjloknya harga beras dunia haruslah dihindari. Trend sekuler atau perubahan jangka panjang harga gabah/beras domestik haruslah dikelola sehingga berlangsung secara perlahan dan bertahap (slow and gradual). Dengan begitu petani produsen padi dan konsumen beras dapat merencanakan dan melaksanakan penyesuaian yang efisien dan dengan dampak negatif yang minimal. Dengan demikian, kebijakan harga gabah/beras disarankan agar mengandung perspektif jangka pendek dan jangka panjang: (1) Jangka pendek: stabilisasi parsial (partial stabilization) dimana pasar gabah/beras dikelola sehingga fluktuasi harga gabah/beras bulanan/ musiman dapat dibatasi pada suatu rentang harga (price band) tertentu;(2) Jangka panjang dimana penyesuaian bertahap (gradual adjustment). Pasar gabah/beras dikelola sehingga perubahan harga gabah/beras tahunan terjadi secara bertahap.
5
6
Knudsen V., and J. Nash, 1990. Domestic Price Stabilization Schemes in Developing Countries. EDCC 38(3):539-558 Islam, N. and S. Thomas, 1996. Food Grain Price Stabilization in Developing Countries : Issues and Experience in Asia. IFPRI. Washington. D.C.
24
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis
Kedua elemen tersebut bersifat hierarkis. Dimensi jangka panjang merupakan agregasi dari dimensi jangka pendek. Dalam operasionalnya, langkah pertama yang perlu ditetapkan ialah target harga tahuanan yang merupakan bagian atau titik lintasan dari trend harga jangka panjang. Target harga tahunan inilah yang menentukan target rentang harga (price band) bulanan jangka pendek. Referensi utama dalam penentuan target harga tahunan ialah trend sekuler harga beras dunia. Target harga tahunan inilah yang menjadi dasar perencanaan produksi padi oleh petani dan konsumsi beras oleh konsumen. Deviasi target harga tahunan dari prakiraan trend harga dunia ditentukan oleh preferensi kebijakan pemerintah. Jika pemerintah menghendaki adanya dukungan harga (price support) bagi petani maka target harga tahunan ditetapkan lebih tinggi dari perkiraan trend harga dunia. Sebaliknya, jika pemerintah ingin melindungi konsumen maka target harga tahunan ditetapkan lebih rendah dari perkiraan trend harga dunia. Secara umum, target harga gabah tahunan dapat dituliskan sebagai berikut: PT=(1+S) PI PT = target harga gabah tahunan PI = trend harga prioritas impor gabah S = koefisien proteksi harga gabah nominal Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana menetapkan koefisien proteksi harga gabah nominal. Seperti yang telah disebutkan, proteksi nominal merupakan preferensi pembuat kebijakan (pemerintah). Sebagai bahan pertimbangan, kiranya lebih bijaksana kalau proteksi nominal ditentukan berdasarkan kecenderungan trend sekuler harga beras dunia. Apabila harga beras dunia cenderung meningkat maka disarankan pemerintah memberikan perlindungan kepada petani (S positif) guna memperlambat dampak negatifnya terhadap penurunan pendapatan petani dan produksi gabah nasional. Sebaliknya, jika harga beras dunia cenderung meningkat tajam, maka perlindungan diberikan kepada konsumen beras (S negatif) guna memperlambat dampaknya terhadap ketahanan pangan rumah tangga dan inflasi dalam negeri. Dalam tatanan perdagangan bebas, penurunan harga beras dunia akan menyebabkan anjloknya harga gabah petani sehingga merupakan ancaman serius terhadap eksistansi usaha tani padi domestik. Oleh karena itu, pilihan kebijakan harga yang tepat saat ini ialah memberikan perlindungan bagi petani padi. Prioritas tujuan kebijakan ialah menjaga eksistansi usaha tani padi dengan menjamin profitabilitas minimum sekitar 30 persen dari total biaya produksi. Patokan profitabilitas 30 persen merupakan acuan umum yang digunakan dalam analisis usaha tani. Sebagai gambaran, profitabilitas 30 persen juga digunakan pemerintah Thailand dalam merumuskan kebijakan harga gabahnya 7. Berdasarkan acuan ini maka target harga tahunan, yang juga ambang bawah (lower band – untuk melindungi petani) sebagai acuan adalah harga gabah minimal, sekaligus sebagai patoka Harga Pemelian Pemerintah (HPP) GKP ialah:
7
Lihat Kompas, 24 April 2001
Analisis Kebijakan
25
HPP (HL) GKP = 1,30 * TC HPP (HL) GKP
= ambang bawah rentang harga gabah di tingkat petani (Rp/kg)
TC
= biaya rata-rata produksi gabah (Rp/kg)
Langkah selanjutnya ialah menentukan ambang batas (upper band) rentang harga beras untuk perlindungan terhadap konsumen. Salah satu pedoman yang dapat digunakan dalam menentukan ambang batas atas harga beras adalah rancangan bagi swasta untuk melakukan penyimpanan, penggilingan dan perdagangan gabah/beras selama satu musim (enam bulan) dengan urutan sebagai berikut: (a) Dengan kadar air GKP 25 persen dan kadar air GKG 14 persen ditambah dengan biaya pengeringan GKP sebesar 13 persen, maka HPP GKG sebesar: HPP GKG = HPP GKP * 1.30 (b) Dengan tingkat rendemen gabah ke beras sebesar 62 persen, ditambah biaya angkut dan biaya penggilingan serta biaya penyimpanan beras di penggilingan, maka HPP beras sebesar; HPP beras = HPP GKG *1.58 (c) Dengan marjin normal beras dari gudang sebesar 5 persen dan lonjakan harga maksimal 10 persen, maka harga beras tertinggi (upper band) ditetapkan sebesar : HPP (HU) BERAS = HPP beras *1.155 HU = ambang atas (upper band) harga beras. Besaran Ambang Bawah Harga Gabah dan Ambang Atas Harga Beras Besaran ambang bawah harga gabah (HPP GKP) mengacu kepada Inpres No 13 tahun 2005 yaitu Rp 1730 per kg. Dengan tingkat HPP beras di gudang penyimpanan sebesar Rp 3550 per kg, maka ambang atas harga beras sebesar Rp 4100. per kg. Ambang atas harga beras Rp 4100 tersebut tidak jauh berbeda dengan usulan BKP (Badan Ketahanan Pangan) sebesar Rp 4085. Dengan tingkat harga beras Thailand broken 25% pada tanggal 8 Pebruari 2005 sebesar US $268 per ton FOB, maka harga paritas impornya sebesar Rp 2813 per kg8. Dengan demikian, Nominal Protection Rate (NPR)9 untuk ambang atas harga beras tersebut sebesar 45,75 persen masih lebih rendah dibanding total
8
9
Harga paritas impor = harga FOB * 1.075 (7,5% biaya transportasi dan asuransi * 1,05 (keuntungan pedagang) *Rp.9.300 (nilai tukar Rp/US$) NPR = (harga ambang atas – harga paritas impor)/harga paritas impor * 100%
26
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis
domestic support beras yang diberikan oleh pemerintah Amerika yang mencapai sebesar 64 persen dari harga CIF beras10. Dampak Penetapan Ambang Atas Harga Beras Perhitungan secara kualitatif maupun kuantitatif dampak penetapan ambang bawah harga gabah sudah banyak diketahui publik karena kebijakan tersebut sudah lama diterapkan pemerintah dan saat ini pemerintah masih menerapkan kebijakan tersebut. Dampak yang sangat jelas adalah memberikan insentif yang memadai agar petani padi tetap menanam padi sehingga selain pendapatan dari usahatani dijamin juga kapasitas produksi padi nasional dapat meningkat. Sedangkan dampak penetapan ambang atas harga beras belum banyak dihitung karena kebijakan tersebut sebatas wacana. Dengan tingkat harga pasar yang berlaku saat ini sebesar Rp 4500 per kg untuk kualitas medium dan penetapan ambang atas harga beras sebesar Rp 4100, maka harga beras akan turun sebesar Rp 400 per kg atau 8,9 persen. Secara sederhana dampak dari penurunan harga beras tersebut akan menguntungkan konsumen utamanya penduduk miskin. Apabila jumlah penduduk miskin sebesar 62 juta dengan ratarata konsumsi beras per kapita 85 kg, maka potensial transfer payment kebijakan tersebut kepada penduduk miskin sebesar Rp 34.000 per kapita per tahun atau secara keseluruhan sebesar Rp 2,11 trilyun, sedangkan harga gabah akan turun sebesar 7,21 persen11. Dengan tingkat harga gabah saat ini sebesar Rp 1990 per kg GKP, penetapan ambang atas harga beras akan menyebabkan harga gabah turun menjadi Rp 1847 per kg GKP, masih di atas HPP GKP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1730 per kg GKP. Kebijakan ambang atas harga beras secara potensial akan menekan inflasi. Penurunan harga beras minimal sebesar 8,9 persen akan mampu menekan inflasi sebesar 0,45 persen12 (Tabel 1). Hasil analisis makro dengan menggunakan pedekatan konsumen dan produsen surplus dan data agregat nasional yang disajikan dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa kebijakan ambang atas harga beras sebesar Rp 4100 per kg akan berdampak : a. Harga gabah menurun menjadi Rp 2343 per kg GKG masih lebih tinggi dibanding harga patokan Rp 2250 kg GKG.
10
11
12
Munisamy Gopinath et. al., 2004. Domestic Support Agriculture in The European Union and The United States : Policy Development Since 1996. IFPRI. Washington. Elastisitas harga beras terhadap harga gabah 0.812. Artinya setiap kenaikan harga beras 10% akan menurunkan harga gabah 8,12%. Dengan penurunan harga beras 8,9, maka harga gabah turun sebesar 7,21%. Kontribusi harga beras terhadap inflasi 5,03% (sumber : Bank Indonesia, 2005). Dengan penurunan harga beras 8,9%, maka potensi inflasi yang dapat ditekan (8,9*5,03)/100 = 0,45 persen.
Analisis Kebijakan
27
b. Permintaan beras akan meningkat akibat penurunan harga sebesar 452.000 ton, sebaliknya produksi mengalami penurunan sebesar 808.000 ton GKG. c. Untuk menutupi defisit akibat peningkatan permintaan dan penurunan produksi tersebut, maka perlu impor sebesar 964 000 ton. d. Surplus konsumen bertambah sebesar Rp 14,0 trilyun, sedangkan surplus produsen berkurang sebesar Rp 8,2 trilyun. Penerimaan pemerintah bertambah sebesar Rp 434 milyar, sehingga dampak netto sebesar Rp 6,2 trilyun. Dengan asumsi harga keseimbangan beras di pasar sepanjang tahun 2006 sebesar Rp.4500 per kg (sebagai acuan perkembangan harga Tabel 3), maka kebijakan ambang batas harga beras sebesar Rp.4100 per kg akan menguntungkan secara ekonomi. Peran Impor dan Stok Dalam Pengendalian Harga Sudah barang tentu skema kebijakan stabilisasi harga gabah-beras parsial ini haruslah didukung dengan kebijakan perdagangan, misalnya pengenaan tarif impor beras, dan operasi pasar untuk menjamin efektifitas kebijakan tersebut. Operasi pasar untuk mengendalikan harga membutuhkan stok dan apabila terjadi defisit maka diperlukan impor. Berikut ini akan disajikan hasil analisis peranan impor dan stok dalam pengendalian harga beras domestik dengan mengambil kasus di pasar Cipinang sebagai market leader beras nasional. Analisis pengaruh impor dan stok terhadap perubahan harga beras dilakukan secara bertahap, yaitu: a. Melihat pengaruh surplus domestik (pemasukan dikurangi pengeluaran beras produksi domestik di pasar Cipinang) dan Ex -impor terhadap perubahan harga beras (Tabel 4). Dari Tabel tersebut ternyata pemasukan beras impor (Ex-impor) berpengaruh negatif terhadap perubahan harga, sedangkan surplus pasok tidak berpengaruh. Ini berarti bahwa pemasukan beras impor semakin besar, maka kenaikan harga makin rendah. b. Melihat pengaruh surplus pasok tahun 2004 dan tahun 2005 serta Eximpor terhadap perubahan harga beras (Tabel 4). Dari tabel tersebut ternyata Ex-impor dan surplus pasok tahun 2005 berpengaruh negatif terhadap perubahan harga, sedangkan surplus pasok tahun 2004 tidak berpengaruh. c. Melihat pengaruh surplus pasok tahun 2005 serta Ex-impor terhadap perubahan harga beras (Tabel 4). Dari tabel tersebut ternyata Ex-impor dan surplus pasok tahun 2005 berpengaruh negatif terhadap perubahan harga. Surplus pasok tahun 2005 berpengaruh terhadap perubahan harga karena pada tahun 2005 tidak ada beras ex-impor yang masuk ke pasar Cipinang, sehingga surplus domestik yang berpengaruh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada saat tidak ada impor, maka surplus pasok sangat besar peranannya dalam perubahan harga beras.
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis
28
Apabila terjadi defisit, maka akan terjadi lonjak harga dan sebaliknya. Dengan kata lain, stok sangat penting dalam pengendalian harga. Harga beras pada bulan Januari 2006 sampai sekarang tetap meningkat walaupun sudah dilakukan operasi pasar tidak berarti operasi pasar tidak berguna. Berdasarkan data yang ada, operasi pasar beras di Jakarta pada bulan Januari sebesar 334 ton (Tabel 5), sementara defisit di pasar Cipinang sebesar 2,334 ton (Tabel 6), sehingga walaupun dilakukan operasi pasar, di pasar Cipinang tetap mengalami defisit. Akibatnya terjadi lonjak harga yang tidak mampu diredam. Untuk meredam lonjak harga tersebut, maka operasi pasar dilakukan sebesar defisit yang terjadi. Diharapkan dengan mulai panen raya pada bulan Februari sampai bulan April, akan terjadi penurunan harga beras karena terjadi surplus di pasar domestik. Catatan Penutup Kiranya perlu dicatat, baik rentang harga maupun kebijakan pendukungnya (tarif, operasi pasar) haruslah selalu dikaji ulang dan disesuaikan dengan perkembangan pasar internasional, nilai tukar, ongkos pemasaran dan biaya pokok produksi gabah. Kaji ulang dan penyesuaian sebaiknya dilakukan setiap menjelang musim panen atau setidaknya tiap tahun yaitu menjelang musim panen raya. Untuk memberikan kepastian berusaha bagi petani dan pedagang maka prinsip dasar kebijakan ini perlu dibuat transparan dan dilaksanakan secara konsisten. Dalam jangka panjang harga gabah-beras domestik perlu disesuaikan secara gradual dengan harga dunia agar tidak menimbulkan disparitas yang tajam yang justru merugikan ekonomi beras nasional.
Analisis Kebijakan
29
Tabel 1. Kontribusi Harga Beras Terhadap Inflasi Bobot No.
I.
KELOMPOK DAN SUB KELOMPOK BARANG DAN JASA
BAHAN MAKANAN A.
Thn Dasar (2002=100)
25,50
Padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya
5,80
- BERAS
5,03
B.
Daging dan hasil-hasilnya
3,57
C.
Ikan segar
3,43
D.
Ikan diawetkan
0,75
E.
Telur, susu dan hasil-hasilnya
2,24
F.
Sayur-sayuran
2,20
G.
Kacang-kacangan
1,12
H.
Buah-buahan
2,21
I.
Bumbu-bumbuan
2,18
J.
Lemak dan minyak
1,71
K.
Bahan makanan lainnya
0,29
II.
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU
17,88
III.
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
25,59
IV.
SANDANG
6,41
V.
KESEHATAN
4,31
VI.
PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAH RAGA
6,04
VII.
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
14,27
UMUM Sumber : Bank Indonesia, 2005
100,00
Bab V I. Analisis Kebijakan Pengembangan Komoditas dan Agribisnis
30
Tabel 2. Dampak Kebijakan Ambang Atas Harga Beras Berbagai Skenario terhadap Konsumen dan Produsen Surplus serta Penerimaan Pemerintah, 2006. Skenario
I
II
III
IV
V
Kondisi Awal: Tarif Impor beras (Rp/kg) Harga grosir to (Rp/kg) Harga produsen to (Rp/kg GKG)
450
450
450
450
450
4,500
4,500
4,500
4,500
4,500
2,587
2,587
2,587
2,587
2,587
Produksi GKG to (000t)*)
55,000
55,000
55,000
55,000
55,000
Konversi GKG-beras (%)
0.6332
0.6332
0.6332
0.6332
0.6332
0
0
0
0
0
Permintaan beras to (000 t)
34,826.0
34,826.0
34,826.0
34,826.0
34,826.0
Elasitisitas permintaan
-0.14589
-0.14589
-0.14589
-0.14589
-0.14589
0.15607
0.15607
0.15607
0.15607
0.15607
1.05727
1.05727
1.05727
1.05727
1.05727
Volume impor to (000 t)
Elastisitas penawaran Elastisitas transmisi harga grosir ke harga prod Dampak Kebijakan Harga Plafon: Perubahan harga grosir (%) Perubahan harga grosir (Rp/kg) Harga grosir t1 (Rp/kg) Dampak terhadap harga produsen (%) Perubahan harga produsen (Rp/kg) Harga produsen t1 (Rp/kg) Dampak terhadap permintaan (%) Perubahan permintaan (000 t) Permintaan t1 (000 t) Dampak terhadap penawaran (%)
-5
-8.9
-10
-15
-20
-225
-401
-450
-675
-900
4,275
4,100
4,050
3,825
3,600 -21.15
-5.29
-9.41
-10.57
-15.86
-136.8
-243.4
-273.5
-410.3
-547.0
2,450.2
2,343.6
2,313.5
2,176.7
2,040.0
0.73
1.30
1.46
2.19
2.92
254.0
452.2
508.1
762.1
1,016.1
35,080.0
35,278.2
35,334.1
35,588.1
35,842.1
-0.83
-1.47
-1.65
-2.48
-3.30
-453.8
-807.7
-907.6
-1,361.4
-1,815.1
Penawaran GKG t1 (000 t)
54,546.2
54,192.3
54,092.4
53,638.6
53,184.9
Penawaran beras t1 (000 t)
34,538.7
34,314.5
34,251.3
33,964.0
33,676.7
Impor t1 (000 t)
541.37
963.64
1,082.74
1,624.11
2,165.48
Perubahan impor (000 t)
541.37
963.64
1,082.74
1,624.11
2,165.48
7,864
14,038
15,786
23,765
31,801
-4,692
-8,255
-9,244
-13,655
-17,926
Perubahan penawaran GKG (000 t)
Perubahan surplus konsumen (Rp m) Perubahan surplus produsen (Rp m) Perubahan penerimaan pemerintah (Rp m) Perubahan surplus neto (Rp m) Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario
244
434
487
731
974
3,416
6,217
7,029
10,840
14,849
I = ambang atas harga beras 5 % dibawah harga pasar II = ambang atas harga beras 8,9 % dibawah harga pasar I = ambang atas harga beras 10 % dibawah harga pasar I = ambang atas harga beras 15 % dibawah harga pasar I = ambang atas harga beras 20 % dibawah harga pasar
31
Tabel 3. Perkembangan Harga Harian Beberapa Jenis Beras di 7 Kota Besar, Januari 2006. Kota/Pasar
Bulan
Jenis Beras
Jan'05
Feb'05
Medan
IR64 (II)
3.395
3.477
3.529
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
3.700
3.929
Ramos
3.700
3.823
Palembang
IR-64
2.923
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
2.265
Mar'05
Apr'05
Mei'05
Jun'05
3.700
3.700
3.670
3.700
3.936
4.200
4.200
4.200
4.200
3.854
4.058
4.000
4.070
4.100
3.213
3.350
3.300
3.200
3.200
3.050
2.413
2.700
-
-
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
2.821
2.993
2.735
2.603
2.600
2.780
PIBC
Muncul-II
2.571
2.813
3.193
3.106
2.807
2.800
2.920
Saigon Bandung
2.950
3.102
3.400
3.365
3.300
3.300
3.420
Bandung
IR-64 (II)
2.402
2.615
2.669
3.108
3.023
2.828
2.836
Ps. Caringin
Setra I
2.646
2.795
2.825
3.279
3.129
2.971
2.992
Jembar
2.915
3.128
3.145
3.405
3.241
3.138
3.150
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
2.965
3.046
2.839
2.600
2.600
2.660
Ps. Dargo
Membramo
2.758
3.165
3.161
3.123
2.900
2.900
3.060
Mentik Wangi
2.908
3.065
3.284
3.239
3.000
3.000
2.970
Surabaya
IR-64 II
2.785
2.940
3.021
2.700
2.587
2.600
2.657
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
3.259
3.456
3.293
3.315
2.940
2.900
2.900
Membramo
3.258
3.518
3.518
3.358
3.210
3.200
3.393
Makassar
IR-64 (II)
3.110
3.565
3.625
3.706
3.647
3.500
3.313
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.374
3.400
3.387
2.850
2.755
2.820
Dolog
2.584
3.048
3.125
3.106
3.000
3.000
3.000
Inpres No.13/2005
-
2.790
2.790
2.790
2.790
2.790
2.790
Harga Referensi *)
-
3.200
3.200
3.200
3.200
3.200
3.200
3.262
3.304
3.335
3.393
3.482
3.435
3.367
Harga Internasional *)
32
Lanjutan Tabel 3. Kota/Pasar
Bulan
Jenis Beras
Jul'05
Medan
IR64 (II)
3.395
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam Ramos
Agt'05
Sep'05
Okt'05
Nov'05
Des'05
3.719
3.700
3.723
3.800
3.890
4.006
3.700
4.237
4.300
4.340
4.497
4.627
4.794
3.700
4.100
4.084
4.023
4.203
4.293
4.506
3.163
3.513
3.667
3.730
Palembang
IR-64
2.923
3.312
3.402
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
2.265
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
2.900
2.955
3.077
3.294
3.370
3.590
PIBC
Muncul-II
2.571
3.000
3.068
3.195
3.500
3.528
3.642
Saigon Bandung
2.950
3.500
3.500
3.500
3.732
3.848
4.003
Bandung
IR-64 (II)
2.402
2.867
2.856
3.028
3.212
3.153
3.265
Ps. Caringin
Setra I
2.646
3.027
3.081
3.171
3.290
3.255
3.377
Jembar
2.915
3.181
3.192
3.255
3.400
3.360
3.529
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
2.800
2.977
3.193
3.548
3.540
3.426
Ps. Dargo
Membramo
2.758
3.200
3.277
3.493
3.748
3.740
3.768
Mentik Wangi
2.908
3.300
3.377
3.593
3.848
3.840
3.674
Surabaya
IR-64 II
2.785
2.918
2.966
3.110
3.555
3.407
3.416
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
3.259
3.035
3.100
3.263
3.900
3.803
3.816
Membramo
3.258
3.635
3.700
3.750
4.100
4.003
4.016
Makassar
IR-64 (II)
3.110
3.619
3.548
3.473
3.787
3.807
3.761
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.065
2.926
2.940
3.123
3.197
3.332
Dolog
2.584
2.826
2.723
2.603
3.090
3.110
3.097
Inpres No.13/2005
-
2.790
2.790
2.790
2.790
2.790
2.790
Harga Referensi *)
-
3.200
3.200
3.200
3.200
3.200
3.200
3.358
3.463
3.635
3.607
3.509
3.360
Harga Internasional *)
3.262
33
Tabel 3. Lanjutan. Kota/Pasar
Harga (Rp/kg)
Jenis Beras
31-Des
1 Jan-06
2 Jan-06
3 Jan-06
4 Jan-06
Medan
IR64 (II)
3.395
4.200
4.200
4.200
4.200
4.200
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
3.700
4.800
4.800
4.800
4.800
4.800
Ramos
3.700
4.600
4.650
4.650
4.600
4.600
Palembang
IR-64
2.923
4.100
4.100
4.100
4.100
4.100
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
2.265
-
-
-
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
-
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
3.900
3.900
3.950
3.950
3.950
PIBC
Muncul-II
2.571
3.950
3.950
4.150
4.150
4.150
Saigon Bandung
2.950
4.300
4.300
4.450
4.450
4.450
Bandung
IR-64 (II)
2.402
3.600
3.600
3.700
3.625
3.600
Ps. Caringin
Setra I
2.646
3.925
3.925
4.025
4.050
4.100
Jembar
2.915
4.000
4.000
4.150
4.200
4.200
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
3.700
3.700
3.700
3.700
3.700
Ps. Dargo
Membramo
2.758
4.000
3.800
3.800
3.800
3.800
Mentik Wangi
2.908
3.900
4.000
4.000
4.000
4.000
Surabaya
IR-64 II
2.785
3.600
3.600
3.700
3.700
3.700
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
3.259
4.000
4.000
4.100
4.100
4.200
Membramo
3.258
4.200
4.300
4.300
4.400
4.400
Makassar
IR-64 (II)
3.110
3.800
3.800
3.800
4.000
4.000
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
Dolog
2.584
3.200
3.200
3.200
3.400
3.400
Inpres No.13/2005
-
2.790
3.550
3.550
3.550
3.550
Harga Referensi *)
-
3.200
4.083
4.083
4.083
4.083
3.351
3.278
3.268
3.247
3.232
Harga Internasional *)
3.262
34
Tabel 3. Lanjutan Kota/Pasar
Harga (Rp/kg)
Jenis Beras
5 Jan-06
6 Jan-06
7 Jan-06
8 Jan-06
9 Jan-06
Medan
IR64 (II)
3.395
4.200
4.200
4.200
4.200
4.200
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
3.700
4.800
4.800
4.800
4.800
4.800
Ramos
3.700
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
Palembang
IR-64
2.923
4.100
4.100
4.100
4.100
4.100
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
2.265
-
-
-
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
-
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
4.100
4.100
4.100
4.100
4.100
PIBC
Muncul-II
2.571
4.300
4.300
4.300
4.300
4.300
Saigon Bandung
2.950
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
Bandung
IR-64 (II)
2.402
3.700
3.700
3.700
3.725
3.650
Ps. Caringin
Setra I
2.646
4.100
4.025
4.200
4.150
4.150
Jembar
2.915
4.300
4.325
4.200
4.300
4.500
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
3.800
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Dargo
Membramo
2.758
4.000
4.200
4.400
4.400
4.400
Mentik Wangi
2.908
4.200
4.400
4.700
4.700
4.700
Surabaya
IR-64 II
2.785
3.800
3.800
3.800
3.800
3.800
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
3.259
4.200
4.300
4.400
4.400
4.400
Membramo
3.258
4.400
4.500
4.500
4.500
4.500
Makassar
IR-64 (II)
3.110
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
Dolog
2.584
Inpres No.13/2005 Harga Referensi *) Harga Internasional *)
3.262
3.400
3.400
3.400
3.400
3.400
-
3.550
3.550
3.550
3.550
3.550
-
4.083
4.083
4.083
4.083
4.083
3.227
3.211
3.134
3.154
3.173
35
Tabel 3. Lanjutan. Kota/Pasar
Harga (Rp/kg)
Jenis Beras
12 Jan-06
13 Jan-06
Medan
IR64 (II)
3.395
4.200
4.200
4.200
4.200
4.200
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
3.700
4.800
4.800
4.800
4.800
4.800
Palembang Ps. Induk 16 Ilir
10 Jan-06
11 Jan-06
14 Jan-06
Ramos
3.700
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
IR-64
2.923
4.100
4.100
4.100
4.100
4.100
IR-42
2.265
-
-
-
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
-
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
4.100
4.100
4.100
4.100
4.100
PIBC
Muncul-II
2.571
4.300
4.300
4.300
4.300
4.300
Saigon Bandung
2.950
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
Bandung
IR-64 (II)
2.402
3.650
3.750
3.800
3.925
4.000
Ps. Caringin
Setra I
2.646
4.200
4.300
4.350
4.400
4.500
Jembar
2.915
4.600
4.625
4.700
4.650
4.700
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Dargo
Membramo
2.758
4.400
4.400
4.400
4.400
4.400
Mentik Wangi
2.908
4.700
4.700
4.700
4.700
4.700
Surabaya
IR-64 II
2.785
3.800
3.800
3.800
3.800
3.800
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
3.259
4.400
4.400
4.400
4.400
4.400
Membramo
3.258
4.500
4.500
4.500
4.500
4.500
Makassar
IR-64 (II)
3.110
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.500
3.500
3.500
3.500
3.500
Dolog
2.584
Inpres No.13/2005 Harga Referensi *) Harga Internasional *)
3.262
3.400
3.400
3.400
3.400
3.400
-
3.550
3.550
3.550
3.550
3.550
-
4.083
4.083
4.083
4.083
4.083
3.173
3.184
3.375
3.244
3.232
36
Tabel 3. Lanjutan Kota/Pasar
Harga (Rp/kg)
Jenis Beras
15 Jan-06
16 Jan-06
17 Jan-06
18 Jan-06
19 Jan-06
Medan
IR64 (II)
3.395
4.200
4.500
4.500
4.500
4.500
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
3.700
4.800
5.000
5.000
5.000
5.000
Ramos
3.700
4.600
4.700
4.700
4.700
4.700
Palembang
IR-64
2.923
4.100
4.333
4.333
4.333
4.333
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
2.265
-
-
-
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
-
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
4.100
4.100
4.100
4.100
4.100
PIBC
Muncul-II
2.571
4.300
4.300
4.300
4.300
4.300
Saigon Bandung
2.950
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
Bandung
IR-64 (II)
2.402
4.100
4.150
4.200
4.150
4.100
Ps. Caringin
Setra I
2.646
4.525
4.500
4.400
4.500
4.500
Jembar
2.915
4.600
4.700
4.600
4.650
4.600
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Dargo
Membramo
2.758
4.400
4.400
4.400
4.400
4.400
Mentik Wangi
2.908
4.700
4.700
4.700
4.700
4.700
Surabaya
IR-64 II
2.785
3.800
3.800
3.800
3.800
4.000
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
3.259
4.400
4.400
4.400
4.400
4.600
Membramo
3.258
4.500
4.500
4.500
4.500
4.600
Makassar
IR-64 (II)
3.110
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.500
3.500
3.700
3.700
3.700
Dolog
2.584
3.400
3.400
3.400
3.400
3.400
-
3.550
3.550
3.550
3.550
3.550
-
4.083
4.083
4.083
4.083
4.083
3.262
3.235
3.238
3.267
3.295
3.291
Inpres No.13/2005 Harga Referensi *) Harga Internasional *)
37
Tabel 3. Lanjutan Kota/Pasar
Harga (Rp/kg)
Jenis Beras
20 Jan-06
21 Jan-06
22 Jan-06
23 Jan-06
24 Jan-06
Medan
IR64 (II)
3.395
4.500
4.500
4.500
4.500
4.500
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
3.700
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
Ramos
3.700
4.700
4.700
4.700
4.700
4.700
Palembang
IR-64
2.923
4.333
4.333
4.333
4.333
4.333
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
2.265
-
-
-
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
-
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
4.200
4.200
4.200
4.200
4.200
PIBC
Muncul-II
2.571
4.400
4.400
4.400
4.400
4.400
Saigon Bandung
2.950
4.700
4.700
4.700
4.700
4.700
Bandung
IR-64 (II)
2.402
4.125
4.200
4.200
4.150
4.225
Ps. Caringin
Setra I
2.646
4.425
4.400
4.325
4.325
4.325
Jembar
2.915
4.625
4.600
4.600
4.600
4.625
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Dargo
Membramo
2.758
4.400
4.400
4.400
4.400
4.400
Mentik Wangi
2.908
4.700
4.700
4.700
4.700
4.700
Surabaya
IR-64 II
2.785
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
3.259
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
Membramo
3.258
4.600
4.600
4.600
4.600
4.600
Makassar
IR-64 (II)
3.110
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.800
3.800
3.800
4.000
Dolog
2.584
3.500
3.500
3.500
3.500
-
3.550
3.550
3.550
3.550
3.550
-
4.083
4.083
4.083
4.083
4.083
3.262
3.280
3.276
3.271
3.279
Inpres No.13/2005 Harga Referensi *) Harga Internasional *)
3.262
3.900 Stok Kosong
38
Tabel 3. Lanjutan Kota/Pasar
Harga (Rp/kg)
Jenis Beras
25 Jan-06
26 Jan-06
27 Jan-06
28 Jan-06
29 Jan-06
Medan
IR64 (II)
3.395
4.500
4.500
4.500
4.600
4.600
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
3.700
5.000
5.000
5.000
5.000
5.000
Ramos
3.700
4.700
4.700
4.700
4.800
4.800
Palembang
IR-64
2.923
4.333
4.333
4.333
4.308
4.308
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
2.265
-
-
-
Lokal (Lebak)
2.684
-
-
-
Jakarta
IR-II
2.566
4.300
4.300
4.300
4.300
4.300
PIBC
Muncul-II
2.571
4.300
4.300
4.300
4.500
4.500
Saigon Bandung
2.950
4.300
4.300
4.300
4.850
4.850
Bandung
IR-64 (II)
2.402
4.200
4.150
4.050
4.000
4.050
Ps. Caringin
Setra I
2.646
4.325
4.250
4.150
4.100
4.100
Jembar
2.915
4.625
4.500
4.400
4.300
4.350
Semarang
IR-64 (C4)
2.608
4.000
4.100
4.100
4.100
4.100
Ps. Dargo
Membramo
2.758
4.400
4.500
4.500
4.500
4.500
Surabaya Ps. Bendul Merisi
Mentik Wangi
2.908
4.700
4.800
4.800
4.800
4.800
IR-64 II
2.785
4.000
na
na
na
na
Bengawan
3.259
4.600
na
na
na
na
Membramo
3.258
4.600
na
na
na
na
Makassar
IR-64 (II)
3.110
4.000
4.000
4.000
4.000
4.000
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
2.871
3.900
3.900
3.900
3.900
3.900
Dolog
2.584
Inpres No.13/2005
-
3.550
3.550
3.550
3.550
3.550
Harga Referensi *)
-
4.083
4.083
4.083
4.083
4.083
3.262
3.286
3.254
Harga Internasional *)
39
Tabel 3. Lanjutan. Kota/Pasar Medan Ps. Sentral Medan Palembang Ps. Induk 16 Ilir Jakarta PIBC Bandung Ps. Caringin Semarang Ps. Dargo Surabaya Ps. Bendul Merisi Makassar Ps. Pabaeng-baeng
Harga (Rp/kg)
Jenis Beras IR64 (II) Kuku Balam Ramos IR-64 IR-42 Lokal (Lebak) IR-II Muncul-II Saigon Bandung IR-64 (II) Setra I Jembar IR-64 (C4) Membramo Mentik Wangi IR-64 II Bengawan Membramo IR-64 (II) Ciliwung Dolog Inpres No.13/2005 Harga Referensi *) Harga Internasional *)
3.395 3.700 3.700 2.923 2.265 2.684 2.566 2.571 2.950 2.402 2.646 2.915 2.608 2.758 2.908 2.785 3.259 3.258 3.110 2.871 2.584 3.262
30 Jan-06 4.600 5.000 4.800 4.308
31 Jan-06 4.600 5.000 4.800 4.308
4.300 4.500 4.850 4.000 4.050 4.250 4.100 4.500 4.800 na na na 4.000 3.900
4.450 4.650 5.000 4.000 4.150 4.325 4.100 4.500 4.800
3.550 4.083
3.550 4.083
na na na 4.000 3.900
40
Tabel 3. Lanjutan. Kota/Pasar
Jenis Beras
Rata2
Max
Min
Rata2
CV
Medan
IR64 (II)
4.368
4.600
4.200
4.327
3,85
Ps. Sentral Medan
Kuku Balam
4.903
5.000
4.800
4.885
2,07
Ramos
4.668
4.800
4.600
4.646
1,48
Palembang
IR-64
4.217
4.333
4.100
4.199
2,74
Ps. Induk 16 Ilir
IR-42
-
-
-
-
1,48
Lokal (Lebak)
-
-
-
-
2,74
Jakarta
IR-II
4.145
4.450
3.900
4.110
2,98
PIBC
Muncul-II
4.321
4.650
3.950
4.288
2,89
Saigon Bandung
4.600
5.000
4.300
4.567
3,61
Bandung
IR-64 (II)
3.941
4.225
3.600
3.926
5,64
Ps. Caringin
Setra I
4.252
4.525
3.925
4.280
4,03
Jembar
4.465
4.700
4.000
4.491
4,44
Semarang
IR-64 (C4)
3.974
4.100
3.700
3.950
3,05
Ps. Dargo
Membramo
4.323
4.500
3.800
4.288
5,20
Mentik Wangi
4.603
4.800
4.000
4.565
5,71
Surabaya
IR-64 II
3.836
4.000
3.600
3.836
3,00
Ps. Bendul Merisi
Bengawan
4.396
4.600
4.000
4.396
3,91
Membramo
4.500
4.600
4.300
4.500
1,92
Makassar
IR-64 (II)
3.987
4.000
3.800
3.985
1,25
Ps. Pabaeng-baeng
Ciliwung
3.668
4.000
3.500
3.623
5,10
Dolog
3.400
3.500
3.200
3.400
2,17
Inpres No.13/2005
3.550
3.550
3.550
3.550
-
Harga Referensi *)
4.083
4.083
4.083
4.083
-
Harga Internasional *)
3.245
3.375
3.134
3.245
1,59
41
Tabel 4. Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Beras di Pasar Cipinang. Koefisien
Tahap I Nilai
Skenario II P-value
Nilai
Skenario III
P-value
Nilai
P-Value
Intersep
52.81317
0.047363
69.220123
0.015958
67.1029
0.01311
Ex-Impor
-0.00738
0.171149
-0.002168
0.724521
-0.00497
0.146746
Surplus Domestik
-0.00431
0.412684
0.003907
0.584512
DSurplus05Dom
-0.020796
0.085217
-0.01669
0.062749
DSurplus04Dom
-0.005768
0.691514
42
Tabel 5. Realisasi Operasi Pasar 8 Januari sampai dengan 7 Pebruari 2006. (Satuan : Ton) No
Divre
OPM
1
Nanggroe Aceh Darussalam
2
Sumatera Utara
3
Riau
4
Sumatera Barat
5
Jambi
6
Sumatera Selatan
7
Bengkulu
8
Lampung
9
DKI Jakarta
334.82
10
Jawa Barat
796.10
11
Jawa Tengah
12
DI Yogyakarta
13
Jawa Timur
14
Kalimantan Barat
17
Kalimantan Timur
16
Kalimantan Selatan
15
Kalimantan Tengah
18
Sulawesi Utara
19
Sulawesi Tengah
20
Sulawesi Tenggara
Keterangan
181.50 1,114.30
Raskin 15,228.00
10 Kab/Kota
594.44 71.70
734.30
Divre & 4 Subdivre
38.42 2,179.01
Divre & SD Rejang Lebong 640.30 34 pasar, 5 kota + Banten
599.01 25,157.71 20,635.08 7,997.65
10.00 1,037.03 65.00
315.10
43
21
Sulawesi Selatan
13.00
22
Bali
23
NTB
24
NTT
25
Maluku
777.86
Ambon, Ternate, Tual
26
Papua
636.00
Kab. Jayawijaya
1,356.21 723.10
250.00 50.00
Jumlah Jumlah Divre
7,590.41 12
13.60 219.00 74,177.83 16
44
Tabel 6. Perkembangan Pemasukan dan Pengeluaran Beras di Indonesia Tahun 2003
2004
Bulan
Pemasukan
Pengeluaran
EX-Impor
Surplus Total
Stok
Januari
60,145
62,986
13,210
(2,841)
(2,841)
Februari
69,005
63,366
21,179
5,639
2,798
Maret
77,208
71,853
27,510
5,355
8,153
April
53,239
56,357
6,702
(3,118)
5,035
Mei
55,755
58,509
5,968
(2,754)
2,281
Juni
64,785
56,799
12,299
7,986
10,267
Juli
56,136
60,628
2,640
(4,492)
5,775
Agustus
54,865
55,830
6,972
(965)
4,810
September
61,209
54,754
18,317
6,455
11,265
Oktober
57,009
51,449
9,780
5,560
16,825
Nopember
29,499
43,716
2,154
(14,217)
2,608
Desember
52,274
55,608
3,474
(3,334)
(726)
1,126
400
(1,137)
(737)
Januari
53,306
52,180
5,350
Februari
47,849
48,986
348
Maret
58,615
56,222
1,853
2,393
1,656
April
55,924
55,109
1,706
815
2,471
Mei
56,391
57,894
1,245
(1,503)
Juni
64,906
61,075
352
3,831
4,799
Juli
74,581
73,642
184
939
5,738
Agustus
76,888
73,476
-
3,412
9,150
968
45
2005
2006
September
67,620
70,973
-
(3,353)
5,797
Oktober
71,102
70,437
-
665
6,462
Nopember
41,887
47,889
-
(6,002)
460
Desember
69,023
68,921
-
102
562
Januari
65,381
67,319
-
(1,938)
(1,376)
Februari
61,596
54,397
-
7,199
5,823
Maret
80,183
69,210
-
10,973
16,796
April
83,582
80,213
-
3,369
20,165
Mei
75,704
75,086
-
618
20,783
Juni
75,604
76,008
-
(404)
20,379
Juli
60,250
62,370
-
(2,120)
18,259
Agustus
69,784
64,432
-
5,352
23,611
September
78,354
74,906
-
3,448
27,059
Oktober
60,831
59,982
-
849
27,908
Nopember
45,403
45,853
-
(450)
27,458
Desember
56,731
58,267
-
(1,536)
25,922
Januari
50,505
52,849
-
(2,344)
23,578
46
SH
SL
P
PH
PS
PL
D
C
E
A B
QH
QS
D QL
Gambar 1. Manfaat Sosial Stabilisasi Harga Sempurna
Q