“PENGARUH PRICE DISCOUNT FRAMING DAN NEED FOR COGNITION TERHADAP INTENSI MEMBELI PRODUK PAKAIAN WANITA DI MATAHARI DEPARTMENT STORE” (Studi Pada Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya) Oleh: Meilani Pandora Ika Widyarini Ika Adita Silviandari
[email protected] Abstract This research was conducted to determine the effect of price discount framing and need for cognition towards intention to purchase women’s clothing on Matahari Department Store. In this study, the population are female students of Social and Political Science Faculty, Brawijaya University, Malang as Matahari Department Store customers with the samples of 100 students. The sampling technique was using purposive sampling. Need for cognition and purchase intention was measured using a Likert-like scale, whereas price discount framing was measured using a semantic differential scale. Mann-Whitney test (U test) was applied to analyze the differences for each type of price discount framing and the level of need for cognition towards purchase intention. The data analysis concluded that there is no differences between consumers who are interested in price discount framing type A, B, and C toward intention to purchase clothing. The differences in level of need for cognition among consumers who have a high need for cognition with a low need for cognition also indicated there was no effect on the intention to purchase clothing Keywords: price discount framing, need for cognition, purchase intention , women’s clothing Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh price discount framing dan need for cognition terhadap intensi membeli produk pakaian wanita di Matahari Department Store. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang yang pernah berbelanja di Matahari Department Store dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan purposive sampling. Need for cognition dan intensi membeli diukur menggunakan skala Likert, sedangkan variabel price discount framing diukur menggunakan skala semantik diferensial. Uji Mann-Whitney (uji U) digunakan untuk menganalisis perbedaan tipe price discount framing terhadap intensi membeli dan tingkat need for cognition terhadap intensi membeli. Hasil analisis data menunjukkan bahwa bahwa tidak ada perbedaan antara konsumen yang tertarik pada price discount framing tipe A, B, dan C terhadap intensi membeli pakaian. Perbedaan tingkat need for cognition, yaitu antara konsumen yang memiliki need for cognition tinggi dengan need for cognition rendah juga ditunjukkan tidak terdapat pengaruh terhadap intensi membeli pakaian Kata Kunci: price discount framing, need for cognition, intensi membeli, produk pakaian wanita 1
Latar Belakang Dalam era yang serba modern seperti saat ini, tingkat persaingan bisnis yang tinggi membuat perusahaan saling berlomba untuk menguasai persaingan pasar. Imbas dari persaingan yang tinggi tersebut adalah munculnya pilihan produk yang menjadi lebih beragam. Oleh karena itu, konsumen menjadi semakin kritis untuk memilih produk yang terbaik bagi mereka. Memahami konsumen merupakan elemen yang penting dalam pengembangan strategi pemasaran.
Biasanya
strategi pemasaran diarahkan untuk
meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumen yang dicapai dengan mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran yang diarahkan pada pasar sasaran yang dipilih (Setiadi, 2003). Menurut Kotler dan Armstrong (2008), bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran berdasarkan pemaparan dari Lupiyoadi (2011), bauran pemasaran terdiri dari product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi), people (orang), physical evidence (bukti fisik), process (proses), dan customer service (pelayanan konsumen). Variabel harga merupakan konsep yang agak abstrak karena dinyatakan dalam bentuk label atau tanda, tidak banyak menyediakan inderawi langsung yang dikaitkan dengannya. Hal ini menyebabkan penelitian dasar tentang hal-hal yang berkaitan dengan penetapan harga relatif tidak sering dilakukan dibandingkan dengan penelitian pada elemen bauran pemasaran yang lain (Peter, 2000). Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa (Lamb, dkk., 2001). Kognisi merupakan salah satu dari tiga aspek perilaku konsumen. Kognisi dapat dipahami sebagai suatu aktivitas mental yang berkisar dari pembelajaran informasi hingga pemecahan masalah. Faktor kepribadian kognitif yang penting dan secara nyata mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebutuhan akan kognisi (need for cognition). Kebutuhan akan kognisi menggambarkan kecenderungan individu untuk menjalankan dan menikmati kegiatan berpikir. Katz, Gurevitch, dan Haas (Saepudin, 2009) menjelaskan bahwa kebutuhan kognitif berkaitan erat dengan kebutuhan untuk memperkuat atau 2
menambah informasi, pengetahuan, dan pemahaman seseorang akan lingkungannya. Di samping itu, kebutuhan ini juga dapat memberikan kepuasan atas hasrat keingintahuan dan penyelidikan seseorang. Dalam pemasaran, potongan harga (discount) merupakan alat promosi yang dapat menarik perhatian konsumen untuk mendorong hasrat calon konsumen guna membeli produk yang ditawarkan. Menurut survei yang dilakukan oleh AC Nielsen (Rina, 2011) bahwa dalam membeli produk didapatkan sebesar 76% konsumen menyukai diskon harga sedangkan 18% lebih menyukai hadiah langsung. Menurut Suartana (Dewanti, 2010), framing adalah sebuah fenomena yang mengindikasikan pengambil keputusan akan memberi respon dengan cara berbeda pada masalah yang sama jika disajikan dalam format berbeda. Pembingkaian (framing) atas informasi dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Framing sangat berkaitan erat dengan titik referensi. Dalam framing, titik referensi ini menjadi bingkai seseorang
dalam
mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkinan.
Kemungkinan-
kemungkinan yang telah terbingkai tersebutlah yang kemudian dievaluasi oleh pembuat keputusan. Penyampaian program potongan harga seringkali dikomunikasikan melalui framing atau pembingkaian pesan. Menurut Topig (2010), program potongan harga ini dikemas dalam dua jenis pembingkaian (message framing), yaitu potongan harga dengan nilai “Rupiah” dan potongan harga dengan “Persentase”. DelVecchio menemukan bahwa efek pembingkaian harga dengan menggunakan “Persentase” dipandang mampu menjaga kinerja jangka panjang produk atau merek sedangkan untuk tujuan jangka pendek disarankan menggunakan pembingkaian “Rupiah” dimaksudkan untuk mempermudah konsumen mengkalkulasi nilai yang diperoleh dari promosi tersebut sehingga konsumen dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat. Perbedaan dua jenis message framing tersebut tentu dapat mempengaruhi persepsi konsumen tentang harga dari sebuah produk dan sangat berpengaruh pada perhatian dalam pembelian.. Berbagai macam bentuk promosi telah dilakukan oleh Matahari Department Store untuk menarik perhatian pengunjung dan meningkatkan volume penjualan. Pemberian label 3
potongan harga (diskon) untuk produk-produk pakaian wanita merupakan salah satu bentuk strategi penjualan yang telah dilakukan. Hampir seluruh produk pakaian wanita yang ditawarkan berlabelkan diskon antara 10% hingga 50%. Penawaran tersebut tentu saja akan memberikan pandangan yang menguntungkan karena konsumen bisa mendapatkan produk yang diinginkan di bawah harga normal. Terlebih lagi dengan adanya penawaran-penawaran khusus, seperti diskon 50%+20% yang tentunya diharapkan dapat menstimuli konsumen untuk melakukan pembelian. Kegiatan berbelanja pada umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keranjingan berbelanja memang selalu diidentikkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena tujuan berbelanja antara laki-laki dan wanita berbeda. Pria cenderung membeli berbagai barang sebagai sebuah simbol diri yang membuat mereka tampil lebih percaya diri (Fitriana & Koentjoro, 2009). Pemasar sudah paham bahwa wanita, uang, dan belanja, kini seakan-akan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Survei tentang kebiasaan berbelanja pada wanita dilakukan oleh salah satu lembaga survei yaitu GE Money pada tahun 2006. Hasil dari survei menyatakan bahwa seorang wanita membutuhkan 25.184 jam, 53 menit selama periode 63 tahun. Survei ini dilakukan terhadap 3000 wanita yang rata-rata melakukan aktivitas belanja sebanyak 301 kali per tahun, dengan total 399 jam dan 46 menit. Salah satu kesimpulan dari survei tentang wanita dan belanja dari GE Money adalah seorang wanita dapat menghabiskan 100 jam dan 48 menit untuk berbelanja pakaian, termasuk di dalamnya mencari mode pakaian terbaru dan melakukan proses tawar-menawar selama berbelanja. Dari hasil survei tersebut maka tidak heran bahwa wanita menjadi objek pemasaran sebuah department store dan pusat perbelanjaan. Selain itu, dalam setiap pusat perbelanjaan, visual merchandising dari produk pakaian wanita menjadi fokus utama para produsen, misalnya dengan menempatkannya langsung di depan pintu masuk. Banyaknya pilihan produk pakaian wanita yang up to date, lengkap dan berkualitas akan menentukan tempat perbelanjaan bagi konsumen. Matahari Department Store menyediakan berbagai macam produk pakaian wanita, seperti kemeja, t-shirt, jeans, celana, jaket, cardigan, gaun pesta, busana muslim, pakaian tidur, pakaian renang, pakaian hamil, 4
dan pakaian olahraga dari berbagai macam merek. Selain itu, Matahari Department Store juga selalu menyediakan koleksi-koleksi terbaru sehingga diharapkan mampu meningkatkan perilaku pembelian konsumen wanita. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin melihat lebih dalam mengenai pengaruh dari price discount framing dan need for cognition terhadap intensi membeli produk pakaian wanita di Matahari Department Store.
Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh perbedaan tipe price discount framing terhadap intensi membeli? 2. Apakah terdapat pengaruh perbedaan tingkat need for cognition terhadap intensi membeli? Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tipe price discount framing terhadap intensi membeli 2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat need for cognition terhadap intensi membeli Kajian Pustaka A. Price Discount Framing Analisis framing merupakan suatu ranah studi komunikasi yang menonjolkan pendekatan multidisipliner dalam menganalisis pesan-pesan tertulis maupun lisan. Konsep framing atau frame sendiri bukan berasal dari ilmu komunikasi, melainkan dari ilmu kognitif (psikologis). Akan tetapi, konsep ini lebih populer dipakai dalam ranah komunikasi massa. Menurut pendekatan psikologi, dalam framing yang terutama dilihat adalah adanya pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu, atau gagasan
5
tertentu. Teori framing banyak berhubungan dengan teori mengenai skema atau kognitif yang mempelajari bagaimana seseorang memahami dan melihat realitas dengan skema tertentu. Sebagai contoh adalah teori atribusi dari Heider yang melihat manusia pada dasarnya tidak dapat mengerti dunia yang sangat kompleks. Oleh karenanya, individu berusaha menarik kesimpulan dari sejumlah besar informasi yang dapat ditangkap oleh pancaindera sebagai dasar hubungan sebab akibat. Atribut tersebut dipengaruhi baik dari faktor personal maupun pengaruh dari lingkungan. Ada beberapa komponen yang menjadi alat analisis dalam analisis framing yang dikembangkan oleh Gamson, pertama, elemen inti gagasan (idea element) yaitu ide atau pemikiran yang dikembangkan dalam teks itu kemudian didukung dengan simbol tertentu untuk menekankan arti yang hendak dikembangkan dalam teks. Simbol itu dapat diamati dari pemakaian kata, kalimat, grafis, atau pemakaian foto atau aksentuasi gambar tertentu. Kedua, perangkat pembingkai (framing devices) dipakai untuk memberikan citra negatif maupun positif terhadap suatu teks (reasoning devices) yang berpotensi membawa konsekuensi (consequences) yang merujuk pada suatu gagasan tertentu. Semua elemen dalam perangkat pembingkai tersebut digunakan untuk memberi citra tertentu atas seseorang atau peristiwa tertentu. Citra itu juga dilakukan dengan memberi label (depiction) terhadap suatu peristiwa dan citra juga dapat ditekankan dengan melakukan ilustrasi (Junaedi, 2007). Perbedaan bentuk pembingkaian harga akan mengarahkan konsumen terhadap evaluasi yang berbeda pula. Pada sebuah artikel yang ditulis oleh Kahneman dan Tversky (1979), menunjukkan bahwa price discount framing yang dilakukan untuk kegiatan promosi dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan penilaian kognitif dari konsumen. Retailer sering mencoba mempengaruhi persepsi konsumen dan intensi membeli dengan membuat variasi bentuk dari diskon dan juga cara membingkai promosi. Gendall, dkk (2006) menyatakan bahwa harga diskon merupakan salah satu strategi penyesuaian harga yang sering dilakukan oleh pemasar karena diskon dapat merangsang pembelian secara cepat dari produk yang dipromosikan sehingga dapat meningkatkan penjualan. Cara yang paling efektif untuk menerapkan harga diskon, termasuk 6
didalamnya adalah cara menampilkannya, atau disebut pembingkaian ternyata memiliki implikasi manajerial yang penting bagi para retailer dan juga produsen. Terdapat beberapa cara pembingkaian pesan untuk menyatakan harga diskon. Misalnya adalah, harga diskon yang dinyatakan dalam bentuk persentase dan dalam bentuk moneter (dalam hal ini adalah rupiah). Dalam beberapa kasus pula, harga diskon dapat dibingkai dengan kalimat atau teks seperti “buy one, get one free” atau “two for the price of one”. Dampak atau efek dari bentuk pembingkaian ini akan tergantung pada konsumen tersebut dalam memprosesnya dan mengartikan pesannya. Sebuah efek dari pembingkaian (framing) dikatakan terjadi bila timbul deskripsi yang berbeda dari suatu situasi yang sama sehingga membuat preferensi yang berbeda pula.
B. Need for Cognition Need for Cognition dapat diartikan sebagai kecenderungan individu untuk terlibat dalam melakukan dan menikmati aktivitas berpikir (Cacioppo & Petty, 1982). Cacioppo dan Petty mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pada masing-masing individu dalam kecenderungan mereka untuk menikmati proses berpikir dan terlibat proses di dalamnya.. Cacioppo dan Petty berpendapat bahwa individu yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk berkognisi lebih termotivasi untuk berpikir tentang informasi yang dari individu dibandingkan dengan individu dengan memiliki kebutuhan yang rendah dalam berkognisi. Individu yang tinggi dalam kebutuhan akan berkognisi merasa tertantang untuk melakukan kegiatan kognitif tanpa adanya motivasi eksternal, sedangkan orang yang memiliki kebutuhan akan berkognisi yang rendah lebih suka terlibat dalam tugas kognitif hanya ketika mereka memiliki alasan yang jelas untuk melakukannya. Individu tersebut akan mengandalkan petunjuk sederhana dan stereotipe dalam membuat penilaian,
sedangkan
individu
yang
tinggi
dalam
kebutuhannya
cenderung
mempertimbangkan seluruh informasi relevan yang masuk. Sadowski dan Cogburn (Suri & Monroe, 2001) juga menjelaskan bahwa individu yang memiliki skor yang tinggi pada 7
skala need for cognition lebih teliti dan lebih terbuka pada pengalaman baru daripada individu yang memiliki skor yang rendah. Menurut Cacioppo & Petty, saat individu dihadapkan pada pesan persuasif maka individu akan memikirkan pesan itu dan memikirkan gagasan yang terkandung di dalamnya. Gagasan atau pemikiran tersebut yang membuat konsumen menerima atau menolak pesan yang disampaikan. Dalam teori ELM dijelaskan bahwa terdapat dua jalur proses yang dapat dipilih individu dalam memikirkan pesan persuasif yang diterimanya. Jalur yang pertama adalah jalur sentral (central route) yang ditandai dengan kecermatan, pemikiran yang hati-hati dan mendalam, pemrosesan informasi secara sistematis, serta penuh pertimbangan mengenai unsur-unsur pesan (argumentasi) yang disimpulkan dari pesan persuasif. C. Intensi Membeli Menurut Fishbein dan Ajzen (Landry 2003), intensi didefinisikan sebagai posisi seseorang pada dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan hubungan antara dirinya sendiri dan tindakannya. Fishbein dan Ajzen mengasumsikan intensi sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku sekaligus indikator dari seberapa keras individu berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukannya agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan. Semakin besar intensi individu, semakin ia diharapkan untuk berusaha, maka akan semakin besar pula kemungkinan suatu perilaku benar-benar dilakukan. Secara umum terdapat dua teori utama yang membahas tentang intensi, yaitu Theory of Reasoned Action (TRA) dan Theory of Planned Behaviour (TPB). Intensi merupakan salah satu bagian dari kedua teori tersebut dan merupakan tolak ukur dari perilaku yang menjembatani antara sikap dan perilaku. Teori perilaku terencana (theory of planned behavior) merupakan perluasan dari teori tindakan beralasan (theory of reasoned action) (Ajzen, 1991) yang menyertakan perilaku-perilaku yang tidak diinginkan (nonvolitional behaviors).
8
Secara singkat, menurut teori ini perilaku manusia didasarkan atas tiga macam pertimbangan, antara lain: keyakinan tentang kemungkinan konsekuensi atau atribut lain dari perilaku (keyakinan perilaku), keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain (normative beliefs), dan keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendekatkan atau menghalangi dilakukannya sebuah perilaku (control beliefs). Dalam bagiannya masing-masing, keyakinan keperilakuan akan menghasilkan suatu sikap terhadap perilaku, keyakinan normatif mengakibatkan tekanan sosial yang dirasakan atau norma subjektif, dan kontrol keyakinan menimbulkan kontrol perilaku yang dirasakan, seperti tingkat kesulitan untuk melakukan perilaku tersebut. Bila sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan dikombinasikan maka akan tercipta sebuah intensi perilaku (Ajzen, 1991). Kerangka Pemikiran
Nominal Price discount framing (X1)
Persentase Teks
Need for Cognition (X2)
Intensi Membeli (Y)
Tinggi (H) Rendah (L)
Gambar 1 Kerangka Konsep Pada gambar 1, dijelaskan bahwa informasi harga dalam pemasaran dapat dibingkai menjadi beberapa bentuk. Dalam penelitian ini, pembingkaian harga akan difokuskan pada pembingkaian harga diskon dalam bentuk nominal, persentase, dan dalam bentuk teks. Perbedaan bentuk pembingkaian tersebut tentu akan berpengaruh terhadap keyakinan
9
konsumen dalam mempersepsikan sebuah harga. Keyakinan dari konsumen oleh karena pembingkaian pesan harga tersebut otomatis akan berpengaruh terhadap intensinya. Variabel kedua yang akan diteliti adalah need for cognition yang berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dapat mempengaruhi penilaian mengenai harga yang saat itu ditawarkan oleh penjual dengan penggunaan isyarat semantik. Need for cognition diukur dengan skala yang akan diadaptasi sehingga didapatkan dua tingkat dari need for cognition yaitu high in need for cognition dan low in need for cognition. Adanya perbedaan tingkat kebutuhan tersebut akan diteliti pengaruhnya terhadap intensi membeli sebuah produk. Sesuai dengan teori perilaku terencana yang menyatakan bahwa dalam berperilaku, manusia didasarkan dengan akal sehat dan juga memperhitungkan ketersediaan informasi. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meneliti ada (atau tidak) pengaruh dari efek pembingkaian pesan (dalam harga diskon) dan need for cognition terhadap niat dari konsumen untuk membeli pakaian di sebuah department store. Dari kerangka pemikiran seperti yang digambarkan di atas, peneliti akan menganalisis perbedaan intensi membeli antara konsumen yang tinggi dalam kebutuhan akan berkognisi dengan konsumen yang rendah dalam kebutuhan akan berkognisi dan perbedaan intensi membeli antara konsumen yang memilih price discount framing yang memilih dalam bentuk persentase (tipe A), nominal harga (tipe B), dan juga teks (tipe C). Hipotesis Penelitian Hipotesis alternatif (Ha) Ha1 : Ada pengaruh perbedaan tipe price discount framing terhadap intensi membeli produk pakaian wanita di Matahari Department Store Ha2 : Ada pengaruh perbedaan tingkat need for cognition terhadap intensi membeli produk pakaian wanita di Matahari Department Store Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Analisis data yang digunakan adalah uji Mann-Whitney dengan bantuan SPSS 17.0 for Windows. Teknik sampling yang
10
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu menekankan pada pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya (Subana & Sudrajat, 2005). Penelitian ini mempunyai jumlah sampel sebanyak 100 orang. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang yang pernah berkunjung ataupun berbelanja di Matahari Department Store. Sedangkan responden sebagai pertimbangan untuk mengambil sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a)
Responden adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
b) Responden pernah berbelanja atau setidaknya berkunjung ke Matahari Department Store. Alat Ukur Instrumen Penelitian A. Price Discount Framing Variabel price discount framing dalam penelitian ini diukur dengan skala perbedaan semantik yang berjumlah 17 aitem. Responden diminta untuk menilai suatu konsep atau objek dalam suatu skala bipolar mulai dari tidak menarik hingga menarik. Selain itu, reponden juga diminta untuk memilih salah satu dari tiga tipe price discount framing yang tersedia dalam mengisi skala ini, yaitu tipe A, tipe B, dan
tipe C. Tipe A
merupakan price discount framing yang disajikan dalam bentuk persentase, tipe B dalam bentuk nominal harga, dan tipe C dalam bentuk teks. B. Need for Cognition Pembuatan kuesioner untuk need for cognition mengadaptasi skala milik Cacioppo dan Petty (1984) yang berjumlah 18 aitem. Sesuai dengan konsep Cacioppo dan Petty, respon jawaban Need for Cognition Scale akan menggunakan rating scale satu sampai lima. Poin 1 menunjukkan respon sangat tidak setuju, 2 menunjukkan respon tidak setuju, 3 menunjukkan respon ragu-ragu, 4 menunjukkan setuju, dan 5 menunjukkan respon sangat setuju.
11
C. Intensi Membeli Pembuatan kuesioner Skala Intensi Membeli dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert. Respon dari skala ini dimulai dari sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Skor akan dinilai dari skor 1 sampai 5 yaitu skor 1 diberikan untuk respon sangat tidak setuju, skor 2 untuk tidak setuju, skor 3 untuk respon ragu-ragu, skor 4 untuk respon setuju, dan skor 5 untuk respon sangat setuju. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Konsep validitas konstruk berpangkal dari konstruksi teoritis mengenai faktor-faktor yang akan diukur. Dari konstruksi teoritis tersebut kemudian muncul definisi atau hukumhukum yang dipakai sebagai pangkal kerja dan sebagai standar bagi kevalidan suatu alat pengukur. Apabila konstruksi teoritis tentang ciri-ciri gejala telah melahirkan definisi yang logis, maka orang lalu akan membuat aitem-aitem yang sesuai dengan definisi tadi (Sigit, 1999). Syarat yang digunakan untuk menentukan aitem yang memiliki validitas tinggi adalah apabila aitem tersebut memiliki nilai korelasi aitem dengan total diatas 0,3. Batasan nilai tersebut yang menentukan suatu aitem akan gugur atau tetap diterima. Metode yang digunakan untuk menguji reliabilitas ketiga alat ukur adalah dengan menggunakan metode Alpha. Metode ini diusulkan oleh Cronbach sehingga biasa disebut juga dengan pengujian koefisien reliabilitas Cronbach Alpha (Rianse & Abdi, 2008) dan akan dibantu dengan teknik komputasi SPSS 17.0 for Windows. Fungsi dari rumus Alpha dari Cronbach adalah untuk menguji reliabilitas dimensi yang terdapat pada sebuah alat ukur yang disebut koefisien reliabilitas. Umumnya skor reliabilitas yang diterima di banyak penelitian berkisar antara 0,70 sampai dengan 0,80. Tabel 1 Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas No
Skala
1. 2. 3.
Price Discount Framing Need for Cognition Intensi Membeli
Jumlah Aitem 16 14 19
12
Cronbach Alpha 0,853 0,840 0,886
Prosedur Penelitian Prosedur pelaksanaan penelitian diawali dengan peneliti melakukan proses penyusunan dan adaptasi alat ukur. Proses penyusunan alat ukur diawali dengan membuat blueprint yang berisi dimensi dan indikator-indikator dari 2 variabel yaitu skala Price Discount Framing dan skala Intensi membeli. Pada tahap adaptasi, terdapat satu skala yang peneliti adaptasi yaitu skala Need for Cognition yang berbahasa Inggris untuk mengukur tingkat dari kebutuhan akan berkognisi. Peneliti terlebih dahulu melakukan proses adaptasi terhadap alat ukur need for cognition. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses adaptasi alat ukur ini, antara lain: 1. Menerjemahkan alat ukur need for cognition dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dengan syarat bahwa penerjemah lancar berbahasa seperti pada alat ukur asli dan juga dalam bahasa alat ukur yang akan diadaptasi, memiliki latar belakang psikologi, serta mengenal budaya tempat alat ukur dibuat dan alat ukur yang akan diadaptasi. Pada proses ini, hanya digunakan penerjemah tunggal dengan kualifikasi memiliki skor TOEFL ± 500 serta mempunyai keahlian di bidang psikologi. 2. Setelah menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, terjemahan awal akan ditinjau kembali melalui proses yang menggabungkan forward dan back translation. Dalam melakukan back translation, dibutuhkan penerjemah lain yang berbeda dari penerjemah awal. Penerjemahan kembali tersebut dilakukan dengan menerjemahkan alat ukur berbahasa target kembali ke bahasa asli tanpa mengetahui versi asli dari alat ukur tersebut. Pada tahap ini, penerjemah merupakan seorang sarjana ekonomi, aktif dalam kegiatan AIESEC, dan memiliki skor tes kompetensi bahasa Inggris di atas rata-rata yaitu sebesar 900 yang termasuk dalam kategori Advanced Working Proficiency. Sementara itu, dalam proses forward translation, penerjemah memiliki akses untuk mengetahui aitem dari alat ukur yang asli dan juga aitem dari terjemahan awal. Penerjemah yang melakukan forward translation ini tentu juga memiliki kualifikasi yang tidak jauh berbeda dengan penerjemah lain, tetapi yang membedakan adalah penerjemah ini didukung dengan memiliki latar belakang di bidang psikologi, sehingga peneliti meminta bantuan pada ahli dalam bidang 13
psikologi dan dalam berbahasa Inggris dengan nilai TOEFL 104 (IBT, skor 0-120) dan telah menyelesaikan pendidikan S2 di luar negeri. 3. Langkah selanjutnya, peneliti melakukan uji coba (try out) alat ukur terjemahan dengan melakukan uji coba pada 10 subjek yang lancar berbahasa target. Subjek ini diminta untuk memberi masukan mengenai kosa kata dari aitem dalam alat ukur terjemahan tersebut. Subjek yang akan dipilih memiliki syarat yaitu tidak berpartisipasi dalam proses adaptasi dan tidak memiliki latar belakang di bidang psikologi agar dapat memberikan gambaran yang dapat mewakili subjek secara umum. Setelah penilaian oleh subjek selesai dilakukan, peninjau akan melihat hasil terjemahannya dengan melihat komentar dari subjek tersebut. 5. Menguji Validitas dan Reabilitas Uji coba pertama dilakukan pada 70 orang customer Matahari Department Store Pasar Besar Malang dan didapatkan bahwa ketiga alat ukur tersebut memiliki reliabilitas yang rendah yaitu di bawah 0,7 dan banyak aitem yang tidak valid. Hal ini dapat disebabkan karena situasi dan kondisi yang dialami subjek pada saat pengisian kuesioner, seperti enggan untuk diganggu saat berbelanja, ataupun karena faktor dari peneliti sendiri yang sulit untuk mendapatkan atensi dari subjek penelitian. Oleh karena itu, peneliti untuk mengganti subjek penelitian dengan tetap memperhatikan karakteristiknya. Subjek penelitian pada uji coba ke dua memiliki karakteristik yang mirip dengan subjek penelitian yang gagal pada uji coba pertama, yaitu berjenis kelamin perempuan dan merupakan seorang customer Matahari Department Store. Perbedaannya disini adalah pada subjek penelitian pengganti, hanya dilakukan pada mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Peneliti memiliki alasan tersendiri dalam memilih mahasiswi sebagai subjek penelitian selanjutnya. Perilaku konsumtif sering dijumpai di kalangan mahasiswi yang orientasinya diarahkan pada kesenangan dan kepuasan dalam mengkonsumsi suatu barang. Mahasiswi memiliki kebutuhan untuk beraktualisasi agar mencapai kepuasan dan mendapatkan yang diinginkan. Selain itu, mahasiswi juga memiliki keinginan untuk selalu mengikuti trend atau mode yang terbaru. Akan tetapi, mahasiswi merupakan seorang individu yang masih dalam tahap dewasa awal dan belum berpenghasilan. Oleh karena itu, mahasiswi 14
seringkali mencari barang-barang diskon agar tetap dapat memenuhi kebutuhannya tersebut. Latar belakang tersebut yang membuat peneliti menggunakan mahasiswi sebagai subjek penelitian yang kedua. Hasil dari uji coba kedua adalah aitem pada skala Price Discount Framing menjadi 16 aitem, Need for Cognition menjadi 14 aitem, dan Intensi Membeli memiliki 19 aitem. Hasil Penelitian Untuk hasil pengujian hipotesis pertama, dengan menggunakan analisis data uji statistik non parametrik U-Mann-Whitney dan menggunakan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), didapatkan bahwa seluruh nilai signifikansi memiliki nilai di atas 0,05 yang disimpulkan bahwa menerima H0 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari ketiga jenis price discount framing dalam kaitannya dengan intensi membeli. Tidak adanya perbedaan tipe price discount framing tersebut dapat dijelaskan dengan rincian, nilai signifikansi antara tipe A dan tipe B sebesar 0,296; tipe B dan tipe C sebesar 0,890; sedangkan antara tipe A dan C sebesar 0,161. Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa jumlah subjek yang memilih tipe A sebanyak 34 orang, tipe B sebanyak 11 orang, dan tipe C sebanyak 55 orang serta tipe C memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dua tipe price discount framing lainnya. Pengujian hipotesis kedua adalah ada perbedaan antara need for cognition tinggi dengan need for cognition rendah terhadap intensi membeli. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Asym. Sig (2-tailed) 0,566 yang berarti lebih besar dari 0,05, maka disimpulkan menerima H0 atau dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara individu yang memiliki need for cognition tinggi dengan need for cognition rendah terhadap intensi membeli. Selain itu, diperoleh bahwa rata-rata terbesar adalah 52,38 pada faktor rendah dengan jumlah subjek sebanyak 44 orang, sedangkan rata-rata terkecil adalah 49,03 pada faktor tinggi dengan jumlah subjek sebanyak 56 orang.
15
Pembahasan Price discount framing yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 tipe atau kategori yaitu tipe A yaitu menampilkan diskon dalam bentuk persentase, misalnya adalah “Buy now! 50% off” atau “Up to 50% off”. Tipe atau bentuk yang kedua yaitu tipe B yaitu bentuk diskon harga yang ditampilkan dalam bentuk nominal (dalam hal ini adalah rupiah), sebagai contoh adalah “Special price 29.900-89.900” atau “Dapatkan potongan Rp 20.000”. Tipe yang terakhir adalah tipe C yaitu diskon atau potongan harga yang ditampilkan dalam bentuk teks, misalnya “Buy one get one free” atau “Beli 2 discount 30%, beli 3 atau lebih discount 50%”. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan bantuan software SPSS, didapatkan bahwa ternyata konsumen lebih tertarik pada tipe C yaitu pembingkaian harga diskon yang dibingkai dalam bentuk teks pada saat mereka membeli produk pakaian wanita di Matahari Department Store. Hal ini ditunjukkan dengan besar rata-rata tipe C bila dibandingkan dengan tipe A dan tipe B selalu menunjukkan hasil yang lebih besar. Rata-rata tipe C adalah sebesar 48,62 saat dibandingkan dengan tipe A yang sebesar 40,12. Sementara itu, bila tipe C dibandingkan dengan tipe B, rata-rata tipe C sebesar 33,65 dan tipe B memiliki rata-rata 32,17. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata konsumen lebih tertarik pada saat diskon disajikan dalam bentuk teks atau kata-kata. Dengan kata lain, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat membeli produk pakaian wanita, konsumen lebih tertarik bila mendapatkan diskon bukan dalam berupa seberapa besar uang yang konsumen keluarkan sehingga dapat membayarkan lebih murah dari harga biasanya, melainkan adalah dengan mendapatkan bonus langsung bila mereka membeli suatu produk yaitu berupa barang yang dalam hal ini adalah tentunya pakaian. Intensi sendiri didefinisikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku sekaligus indikator dari seberapa keras individu berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukannya agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan (Landry, 2003). Semakin besar intensi individu, maka individu tersebut semakin diharapkan untuk berusaha dan tentu akan semakin besar pula kemungkinan suatu perilaku benar-benar dilakukan. Intensi dapat dipahami sebagai tolak ukur dari suatu perilaku yang menjembatani antara sikap dan 16
perilaku. Sedangkan intensi membeli diartikan sebagai perilaku yang muncul akibat respon terhadap objek, atau merupakan minat yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Pada konsumen Matahari Department Store yang dalam hal ini adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya memiliki intensi membeli yang berada pada kategori sedang. Berdasarkan pada uji Mann-Whitney terhadap intensi membeli produk pakaian wanita didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata intensi membeli yang signifikan pada saat price discount framing disajikan dalam bentuk A (persentase), bentuk B (nominal rupiah), dan bentuk C (teks). Hal ini didasarkan dengan membandingkan tipe-tipe tersebut satu per satu yaitu membandingkan tipe A dengan tipe B memiliki nilai signifikansi 0,296, tipe B dengan tipe C memiliki nilai signifikansi 0,890, dan yang terakhir tipe A dengan tipe C memiliki nilai signifikansi sebesar 0,161. Ketiga hasil perbandingan tersebut menunjukkan nilai signifikansi yang seluruhnya lebih besar dari nilai Alpha (0,05) maka H0 diterima. Dengan demikian, efek utama dari pembagian bentuk atau tipe price discount framing (persentase, nominal, teks) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat intensi membeli yang signifikan yang disebabkan oleh perbedaan perlakuan ketiga bentuk price discount framing tersebut. Tidak adanya hasil yang signifikan dari perbedaan perlakuan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis produk yang digunakan dalam penelitian ini sangat beragam, yaitu produk pakaian wanita. Dalam penelitian ini objek penelitian tidak dikhususkan pada pakaian tertentu, misalkan adalah hanya terbatas pada kemeja wanita, pakaian olahraga, atau hanya pakaian kantor. Hal tersebut dapat menyebabkan preferensi yang berbeda karena tentu ada kebutuhan yang berbeda pada masing-masing individu. Selain itu, merek pakaian pun tidak dikhususkan pada penelitian ini. Matahari Department Store memiliki produk pakaian wanita yang sangat beragam mulai dari yang bermerek murah hingga mahal. Adanya grade atau tingkatan perbedaan merek ini tentu dapat berpengaruh terhadap intensi membeli konsumen itu sendri bila diskon diberikan pada pakaian yang bermerek terkenal dengan pakaian bermerek lokal.
17
Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak adanya perbedaan tipe price discount framing ini adalah karena kondisi penelitian yang terbatas yaitu adanya pengontrolan aitem-aitem pada skala price discount framing. Pada skala tersebut, yang terlihat menonjol hanya pada elemen inti gagasannya saja yaitu pada konten atau isinya saja. Sedangkan alat analisis framing yang kedua yaitu perangkat pembingkai seperti pemberian warna, jenis dan ukuran tulisan, serta pemberian gambar tertentu tidak terdapat dalam skala ini. Hal tersebut membuat tidak adanya perbedaan yang menonjol dari aitem satu dengan aitem yang lain sehingga tidak dapat memunculkan efek dari price discount framing itu sendiri. Pada variabel need for cognition menggunakan uji Mann-Whitney, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat intensi membeli yang signifikan antara subjek penelitian yang memiliki kebutuhan akan berkognisi yang tinggi dan rendah Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat nilai signifikansi dari variabel need for cognition yaitu sebesar 0,566 yang lebih besar dari Cronbach’s Alpha (0,05). Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen pada saat membeli pakaian wanita. Sebagai contoh misalnya adalah pada konsumen yang memiliki need for cognition tinggi, konsumen ini sangat memperhatikan seluruh petunjuk yang diterima baik yang relevan maupun tidak relevan dengan proses pembelian sehingga akan memperhatikan dengan baik mulai dari penerimaan harga, kondisi produk, dan juga merek pakaian yang akan dibelinya. Pesan persuasif yang lemah juga tidak dapat mempengaruhi konsumen dengan need for cognition yang tinggi. Sebaliknya, konsumen yang memiliki need for cognition rendah memiliki motivasi dan kemampuan untuk memproses pesan yang rendah pula serta menerima pesan secara cepat dan efisien tanpa pemikiran yang mendalam. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ternyata konsumen yang memiliki need for cognition rendah belum tentu memiliki intensi beli yang rendah pula bahkan tinggi, hal ini bisa disebabkan karena sumber daya ekonomi yaitu pendapatan yang mereka miliki saat itu. Belum adanya sumber daya ekonomi tetap yang mereka miliki tentu dikarenakan konsumen yang diambil sebagai subjek penelitian merupakan seorang mahasiswa yang belum bekerja. Adanya pola pikir atau pandangan yang homogen juga dapat menjadi salah satu faktor yang membuat perbedaan tingkat need for cognition ini tidak berpengaruh pada intensi membeli. 18
Pola pikir yang homogen tersebut disebabkan karena subjek penelitian ini hanya dikhususkan pada mahasiswi saja, tentu berbeda halnya bila subjek penelitian memiliki latar belakang yang heterogen seperti terdapat ibu rumah tangga, pekerja kantoran, atau pebisnis. Intensi membeli dalam penelitian ini tergolong dalam kategori sedang. Hal ini bisa disebabkan karena lack of information yaitu subjek penelitian tidak berada pada situasi dan kondisi di tempat kejadian yaitu di Matahari Department Store sehingga akan menyebabkan keabsenan motivasi untuk melakukan pengamatan. Saran Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas lingkup penelitian dengan menambah karakteristik responden yang memiliki latar belakang pekerjaan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena penelitian ini masih bersifat lokal sehingga hasil penelitian dan kesimpulan hanya berlaku untuk populasi tertentu dan belum dapat berlaku untuk konsumen secara umum. Dalam penelitian ini, responden yang digunakan adalah mahasiswi yang memiliki karakteristik anak muda dan masih belum menikah. Perbaikan pada skala Intensi Membeli perlu dilakukan untuk penelitian selanjutnya dan menggunakan metode lainnya seperti eksperimen mungkin dapat lebih mengontrol bahwa penyampaian telah sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian dan tidak menimbulkan bias persepsi responden. Objek penelitian juga lebih dapat dikhususkan pada satu jenis produk saja karena jenis produk pakaian wanita yang tidak dibatasi bisa menimbulkan preferensi kebutuhan yang berbeda pada tiap konsumen dan juga dengan membatasi merek yang dibeli oleh konsumen. Oleh karena itu, diharapkan penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang interaksi antara price discount framing dan merek dalam menjalankan sebuah promosi. Saran yang dapat dijadikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi Matahari Department Store dalam upaya meningkatkan intensi membeli antara lain, Matahari Department Store sebaiknya melakukan penelitian mengenai perilaku konsumen yang diadakan secara berkala sehingga dapat lebih mengenal kebutuhan dan harapan dari konsumennya.
Matahari
Department
Store 19
juga
dapat
mengembangkan
strategi
pembingkaian diskon yang disajikan dalam bentuk kata-kata karena berdasarkan penelitian, tipe tersebut memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan tipe lainnya yaitu dalam bentuk persentase dan nominal. Strategi price discount framing yang dilakukan hendaknya juga ditunjang dengan media komunikasi pemasaran yang lainnya seperti iklan di media cetak maupun elektronik, hubungan masyarakat, dan sebagainya agar menjadi lebih terintegrasi
20
Daftar Pustaka
Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behaviour and Human Decision Processes, Vol. 50, 179-211 ________, dan Madden, T. J. 1986. Prediction of Goal-Directed Behavior: Attitudes, Intentions, and Perceived Behavioral Control. Journal of Experimental Social Psychology, Vol.22, 453-474. Cacioppo, J. T. dan Petty R. E. 1982. The Need for Cognition. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 42, 116-131 ________________, Kao, C. F. 1984. The Efficient Assessment of Need for Cognition. Journal of Personality Assessment Fitriana, N & Koentjoro. 2009. Keranjingan Berbelanja Pada Wanita Bekerja., Vol. 7, 48-57 Gendall, P., dkk. 2006. Message Framing Effects on Price Discounting. Journal of Product & Brand Management, Vol. 15, 458-465 Hogan. 2009. Hogan Assessment Translation Process.The Science of Personality Junaedi. 2007. Komunikasi Massa Pengantar Teoritis. Yogyakarta: Santusta Jogiyanto. 2008. Pedoman Survei Kuesioner. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomika dan Bisnis (BPFE) UGM Kotler, P. 2004. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium 2. Jakarta: PT. Indeks ________. dan Amstrong, G. 2001. Dasar-Dasar Pemasaran, Edisi 9 Jilid 1. Jakarta: PT. Indeks Lamb, Hair, dan McDaniel. 2001. Pemasaran, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat Landry, C. C. 2003. Self Efficacy, Motivation, and Outcome Expectation Correlation of College Students Intention Certainty. Dissertation. MA: Lousiana State University Peter, J. dan Olson, J. 2000. Consumer Behavior, Edisi 4 Jilid 1. Jakarta: Erlangga Petty, R. E. dan Cacioppo, J. T. The Effects of Involvement on Responses to Argument Quantity and Quality: Central and Peripheral Routes to Persuasion. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 46, 69-81 Rianse, U. dan Abdi. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, Edisi Pertama. Bandung: Alfabeta Setiadi, N. J. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Bogor: Kencana 21
Sigit, S. 1999. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial – Bisnis – Manajemen. Yogyakarta: Lukman Offset Subana & Sudrajat. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia Suri, R. & Monroe, K. B. 2001. The Effects of Need for Cognition and Trait Anxiety on Price Acceptability. Psychology & Marketing, Vol. 18, 21-42
22