“PENGARUH LEADER-MEMBER EXCHANGE (LMX) DAN ORGANIZATIONAL CLIMATE (IKLIM ORGANISASI) TERHADAP TINGKAT BURNOUT KARYAWAN” (Studi pada Kepala Unit dan Karyawan Customer Service BRI Mojokerto) Oleh Adrianto Prayoga Kusuma
[email protected] Ika Widyarini
[email protected] Ika Rahma Susilowati
[email protected] Abstract The aim of this research is to study the effect of Leader-Member Exchange and Organizational Climate to the Burnout's level. The population includes 22 units of BRI Mojokerto. There are 66 people drawn as sample which consist of 21 Unit Leaders and 45 employees of Customer Service. Sampling technique used Purposive Sampling-Non Probability technique. To measure the quality of the relationship between the leader and their staff used LMX7. Furthermore the organizational climate used Stinger Organizational Climate Questionnaire (SOCQ) and the Burnout used the scale of Liker-like with the basic theory from Greenberg. Analyzing used Multiple Regression analysis. The regression equation got is Y = 80,928 - 0,477X1 - 0,424X2 and it can be concluded that simultaneously, there is significant effect of the Leader-Member Exchange and Organizational Climate to the Burnout's level. It can be proven by seeing Fcount which is higher than Ftable (15,798 > 3,25) in significance level 5%. and give effective contribution 31.3%. From the result of partial tested, it is got that the variable of LeaderMember Exchange gives greater effect than organizational climate to the Bunrout’s level. And the other fact, there is significant differences Burnout’s level between leader and staff Customer Service. Key Terms : Leader-Member Exchange (LMX), organizational climate, burnout. Abstrak Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh Leader-Member Exchange (LMX) dan iklim organisasi terhadap tingkat Burnout karyawan. Populasinya adalah seluruh Kepala Unit dan karyawan Customer Service di BRI Mojokerto. Sampel berjumlah 66 karyawan yang terdiri atas 21 Kepala Unit dan 45 karyawan Customer Service. Teknik sampling menggunakan Purposive Sampling-Non Probability. Untuk mengukur kualitas hubungan antara atasan dan bawahan menggunakan skala (LMX7), Iklim Organisasi menggunakan skala Stringer Organizational Climate Questionnaire (SOCQ) dan Burnout menggunakan skala Liker-like dengan dasar teori dari Greenberg. Analisis menggunakan regresi linier berganda dan diperoleh persamaan regresi Y = 80,928 - 0,477X1 - 0,424X2. Dapat disimpulkan secara simultan LeaderMember Exchange (LMX) dan Iklim Organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat Burnout karyawan. Hal ini dapat dibuktikan dari Fhirung yang lebih besar dari Ftabel (15,798 > 3,25) pada taraf signifikansi sebesar 5% dengan sumbangan efektif sebesar 31,3%. Secara parsial didapatkan hasil bahwa variabel Leader-Member Exchange (LMX) memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan iklim organisasi. Dan juga terdapat perbedaan signifikan tingkat burnout antara atasan dan bawahan. Kata kunci : Leader-Member Exchange (LMX), iklim organisasi, burnout
1
2
Latar Belakang Salah satu permasalahan psikologis yang terjadi pada Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) di perusahaan saat ini adalah burnout. Burnout merupakan suatu masalah yang sangat merugikan bagi individu maupun perusahaan. Burnout terjadi dikarenakan beberapa hal yang melatarbelakanginya, antara lain kepuasan kerja yang rendah, posisi kerja yang kurang jelas, lingkungan kerja yang kurang mendukung, hubungan interpersonal karyawan dengan karyawan lainnya, atau bahkan kualitas hubungan antara karyawan tersebut dengan atasannya. Ada beberapa faktor eksternal yang dapat memicu terjadinya burnout pada seseorang. Berikut ini adalah penjelasan sumber-sumber stres kerja atau burnout menurut Djanaid (2004) yang bersumber dari faktor eksternal : (1) Kekaburan peran dan konflik peran (2) Kelebihan beban kerja baik secara kualitas maupun kuantitas (3) Tanggung jawab atas orang lain (4) Kurangnya kohesi kelompok (5) Struktur dan iklim organisasi, dan (6) Pengaruh kepemimpinan, seorang pemimpin dalam mempengaruhi anak buahnya dapat menimbulkan stres. Dari beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi burnout seorang karyawan, terdapat dua faktor yang paling besar pengaruhnya bagi tingkat burnout individu. Dua faktor tersebut adalah faktor pengaruh kepemimpinan serta struktur dan iklim organisasi. Faktor kepemimpinan dan iklim organisasi merupakan dua faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi burnout seorang karyawan dikarenakan keduanya memiliki unsur hubungan interpersonal di dalamnya, terutama faktor pengaruh kepemimpinan. Dalam penelitiannya Golembiewski menunjukkan bahwa kebanyakan burnout terjadi pada karyawan yang bekerja dalam bidang pelayanan dan pekerjaan yang melibatkan hubungan interpersonal yang tinggi (Rosse, 1991). Adanya hubungan interpersonal
yang baik,
lingkungan sosial akan memberikan pengaruh positif secara psikologis dalam mengatasi
3 burnout. Jackson menjelaskan bahwa pemberian umpan balik yang positif akan dapat mengurangi tingkat burnout seorang karyawan (Zopiatis dan Constanti, 2009). Oleh karena itulah alasan mengapa faktor kepemimpinan dan iklim organisasi merupakan dua faktor eksternal yang paling besar memberikan pengaruh terhadap burnout seorang karyawan. Gill mengungkapkan bahwa pertukaran sosial dan gaya kepemimpinan dalam sebuah hubungan interpersonal antara atasan dan bawahan akan memberikan dampak terhadap tingkat stres dan burnout karyawan bawahannya (Zopiatis dan Constanti, 2009). Teori Leader-Member Exchange (LMX) lebih menjelaskan tentang proses dyadic yang dilakukan oleh seorang atasan. Proses dyadic yang terjadi antara atasan dan bawahan dilakukan dalam rangka mengembangkan hubungan interpersonal, dimana atasan akan memberikan perlakuan yang berbeda pada setiap bawahannya (O’Donnel, 2012). Salah satu faktor eksternal terbesar lainnya dalam mempengaruhi tingkat burnout, yakni iklim organisasi. Dalam penelitiannya, Owen menjelaskan bahwa tingkat kepuasan kinerja seorang karyawan akan lebih tinggi pada organisasi yang menerapkan model organisasi partisipatif daripada organisasi otokratik (Vallen, 1993). Salah satu langkah preventif lain dalam mengatasi burnout adalah melalui gaya manajemen dan iklim organisasi yang sehat. Dalam penelitiannya, Owen menjelaskan bahwa tingkat kepuasan kinerja seorang karyawan akan lebih tinggi pada organisasi yang menerapkan model organisasi partisipatif daripada organisasi otokratik (Vallen, 1993). Koesmono (2005) dalam penelitiannya di bidang industri pengolahan kayu skala menengah di Jawa Timur mengungkapkan bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta kinerja pada karyawan. Karyawan dengan iklim organisasi yang sehat akan membuat karyawan tersebut termotivasi dan bersemangat untuk menghadapi setiap tantangan kerja. Keadaan sosial dalam lingkungan kerja memang tidak bisa disepelekan. Teori pertukaran sosial sendiri sudah menjelaskan bagaimana pentingnya sebuah hubungan sosial di dalam
4 lingkungan kerja. Schneider dan Reichers menyatakan bahwa faktor sosial, seperti hubungan interpersonal, memiliki peran penting dalam mempengaruhi pandangan karyawan terhadap iklim organisasi (Tierney, 1999). Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bagaimana proses yang terjadi pada Leader-Member Exchange (LMX) dan iklim organisasi merupakan dua hal penting yang harus diperhatikan lebih lanjut untuk meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja karyawan, khususnya agar karyawan tidak mudah mengalami burnout.. Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh simultan Leader-Member Exchange (LMX) dan Iklim Organisasi dalam mempengaruhi tingkat Burnout karyawan di lingkungan kerja ? 2. Bagaimana pengaruh
parsial Leader-Member Exchange (LMX) terhadap tingkat
Burnout karyawan di lingkungan kerja ? 3. Bagaimana pengaruh parsial Iklim Organisasi terhadap tingkat Burnout karyawan di lingkungan kerja ? 4. Apakah terdapat perbedaan tingkat Burnout antara atasan dan bawahan ? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis hubungan simultan Leader-Member Exchange (LMX) dan Iklim Organisasi dalam mempengaruhi tingkat Burnout karyawan di lingkungan kerja. 2. Menganalisis pengaruh parsial Leader-Member Exchange (LMX) terhadap tingkat Burnout karyawan di lingkungan kerja. 3. Menganalisis pengaruh parsial Iklim Organisasi terhadap tingkat Burnout karyawan di lingkungan kerja.
5 4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat Burnout antara atasan dan bawahan. Kajian Pustaka A. Leader-Member Exchange (LMX) Teori Leader-Member Exchange (LMX) pertama kali diperkenalkan oleh Dansereau, Graen dan Cahsman pada tahun 1975 dan kemudian diperkenalkan kembali oleh Graen melalui penelitiannya pada tahun 1976 (Anggraeni, 2007). Dansereau, Graen dan Casman menjelaskan bahwa teori Leader-Member Exchange (LMX) merupakan teori yang menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal berkembang diantara atasan dan bawahan (Yukl, 2012). Leader-Member Exchange (LMX) merupakan suatu proses interaksi yang terjadi pada dua individu dan secara berkesinambungan akan mengalami perkembangan. Cakupan isi dari Leader-Member Exchange (LMX) terdiri atas tiga hal yakni, Leader (pimpinan atau atasan), Follower (Bawahan) dan Relationship (Hubungan Interpersonal) (Graen dan Bien, 1995). Pada akhirnya, pendekatan melalui hubungan (Relationship) antara atasan dan bawahan akan menjelaskan mengenai bagaimana hubungan interpersonal yang terjadi. Sparrowe dan Liden (1997) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahap dalam proses hubungan antara atasan dan bawahan, yaitu : a. Menilai Bawahan (Testing and Assessment) Pada tahap ini masih belum ada hubungan diantara pemimpin dan bawahannya. Pemimpin masih menimbang mana yang dapat masuk ke dalam kategori in-group maupun out-group berdasarkan pada kriteria subjektif maupun objektif. b. Pengembangan Kepercayaan (Development of Trust) Tahapan ini pemimpin memberikan kesempatan dan tantangan yang baru untuk menumbuhkan rasa percaya diantara mereka. Sebagai timbal baliknya, maka para
6 bawahan yang termasuk ke dalam kategori in-group akan memperlihatkan loyalitas kepada pemimpinnya. c. Tercipta Ikatan Emosional (Creation of Emotional Bond) Seorang bawahan yang memiliki hubungan yang baik dengan pemimpinnya dapat masuk ke dalam tahapan ini, dimana hubungan dan juga ikatan diantara keduanya menjadi kuat secara emosional. Pada tahap ini, seorang bawahan memiliki komitmen yang tinggi terhadap atasan. B. Iklim Organisasi Davis dan Newstrom (2001) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masingmasing anggota dalam memandang organisasi. Berdasarkan pada penelitian dan data-data di lapangan, Stringer (2001) menjelaskan bahwa iklim organisasi dapat dideskripsikan dan diukur melalui enam dimensi yakni struktur, standar, tanggung jawab, rekognisi, dukungan dan komitmen. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai enam dimensi tersebut : a. Struktur (Structure), menggambarkan bagaimana kenyamanan seseorang di dalam organisasi yang bisa diliat dari seberapa jelas peran dan tanggung jawab yang dilakukan oleh setiap orang pada setiap jabatan. b. Standar (Standard), mengukur bagaimana keadaan dan juga tekanan di dalam organisasi dalam meningkatkan kinerja. Standar juga digunakan untuk mengetahui bagaimana seorang karyawan dihargai dan bangga atas hasil kinerja yang telah dilakukan. c. Tanggung jawab (Responsibility), merupakan refleksi dari bagaimana sebuah organisasi memberikan kebebasan bagi karyawannya untuk mengambil keputusan sehingga seorang karyawan memiliki perasaan “being their own boss” pada jabatan yang dia duduki.
7 d. Rekognisi (Recognition), perasaan diakui dan mendapatkan penghargaan atas hasil kerja yang telah dilakukan akan membuat karyawan tersebut merasa berarti bagi perusahaan. e. Dukungan (Support), perasaan saling percaya dan saling mendukung merupakan salah satu dari dimensi sebuah iklim organisasi. Suatu organisasi pasti terdapat unsur saling mempercayai dan saling mendukung di dalam sebuah kelompok. Tingkat dukungan pada tiap organisasi akan berbeda-beda tingkatannya. f. Komitmen (Commitment), gambaran sederhana dari sebuah komitmen anggota dari sebuah organisasi adalah ketika seseorang merasakan sebuah kebanggaan menjadi anggota kelompok tersebut. C. Burnout Burnout sendiri bukan merupakan fenomena baru dalam bidang psikologi dimana pada sekitar tahun 1974 permasalahan burnout sudah menjadi bahan kajian para ahli psikologi , yaitu ketika pertama kalinya diperkenalkan oleh Freudenberger (Berlian, 2012). Menurut Greenberg (2002) burnout adalah reaksi dari stres kerja baik secara psikologis, psikofisiologis dan perilaku yang bersifat merugikan. Dapat dilihat bahwa Greenberg menjelaskan burnout sebagai suatu hal kompleks yang dapat dilihat dari reaksi secara psikologis, pikiran, fisik dan tingkah laku atas suatu pekerjaan, sehingga dapat merugikan individu dan juga organisasi. Berikut ini adalah penjelasan gejala-gejala burnout menurut Greenberg (2002) : a. Berkurangnya selera humor (Diminished sense of humor) b. Mengabaikan waktu istirahat (Skipping rest and food breaks) c. Kerja terus-menerus (Increased overtime and no vacation) d. Mengalami sakit secara fisik (Increased pysical complaints) e. Menarik diri dari lingkungan sosial (Social withdrawal)
8 f. Menurunnya kinerja (Changed job performance) g. Menggunakan obat-obatan (Self Medication) h. Merubah kepribadian (Internal changed) Dalam kajiannya mengenai proses yang terjadi pada burnout, Chennis menjelaskan awal dari burnout dikarenakan adanya stres pada pekerjaan, sehingga secara umum dinamika terjadinya burnout merupakan suatu proses transaksional yang terdiri atas tiga tahapan (Retnaningsih, 2008) : a. Tahap pertama, pengalaman stres melibatkan persepsi individu mengenai ketidakseimbangan tuntutan dengan sumber daya yang dimiliki. b. Tahap kedua adalah respon emosional langsung dari adanya kesenjangan antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki. c. Tahap ketiga merupakan coping sebagai respon terhadap apa yang dialami, individu berusaha melakukan sesuatu untuk mengatasi hal tersebut. Kerangka Berpikir Leader-Member Exchange (LMX)
1. 2. 3.
Iklim Organisasi
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Atasan Bawahan Hubungan interpersonal
Struktur Standar Tanggung Jawab Rekognisi Dukungan Komitmen
Burnout Gambar 1 Burnout memiliki makna yang berbeda dengan stres kerja. Dalam hal ini burnout akan mengakibatkan orang-orang yang sebelumnya sangat berkomitmen pada pekerjaan mereka menjadi kecewa serta kehilangan minat serta motivasi (Mondy, 2008). Oleh karena itu LeaderMember Exchange (LMX), iklim organisasi dan burnout merupakan tiga variabel yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dimana Leader-Member Exchange (LMX) dan iklim
9 organisasi merupakan variabel independen dan burnout merupakan variabel dependen dari penelitian. Hipotesis Penelitian H1 : Leader-Member Exchange (LMX) dan Iklim organisasi secara simultan memberikan pengaruh pada tingkat Burnout seorang karyawan H2 : Leader-Member Exchange (LMX) secara parsial memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat Burnout seorang karyawan. H3 : Iklim organisasi secara parsial memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat Burnout seorang karyawan. H4 : Terdapat perbedaan tingkat Burnout antara atasan dan bawahan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda dan analisa uji beda (t-test) dengan bantuan IBM SPSS statistics 20. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling-Non Probability merupakan teknik penarikan sampel dengan kriteria dengan pertimbangan tertentu (Jogiyanto, 2008). Penelitian ini mempunyai jumlah sampel sebanyak 66 orang, yang terdiri dari 21 Kepala Unit dan 45 karyawab customer service. Sampel dari penelitian ini adalah para karyawan Bank Rakyat Indonesia di Mojokerto. Alat Ukur Instrumen Penelitian a. Leader-Member Exchange (LMX) LMX7 sendiri merupakan alat ukur yang sudah distandarisasi oleh Scandura dan Graen (Anggaraeni, 2009). Alat ukur LMX7 sendiri terdiri atas 2 kuesioner yang diperuntukkan bagi atasan (MLMX) dan bawahan (ELMX). Dalam penelitian alat ukur
10 LMX7 telah di transadapatasi sesuai dengan standart Hogan (2009). Diperoleh hasil dari seleksi item dengan batas 0,2 ELMX bergerak antara 0,291 sampai dengan 0,627, dan validitas item MLMX bergerak antara 0,179 sampai dengan 0,621. Sedangkan untuk reliabilitas dari skala LMX7 memiliki internal consistency sebesar 0,86. Selain itu menurut Anggraeni (2009) dalam penelitiannya dengan menggunakan LMX7 mendapatkan reliabilitas koefisien alpha masing-masing untuk MLMX (Manager Leader-Member Exchange) sebesar 0,711 dan ELMX (Employee Leader Member-Exchange) sebesar 0,724. b. Stringer Organizational Climate Questionnaire (SOCQ) Iklim organisasi akan diukur dengan menggunakan skala Stringer Organization Climate Questionnaire karya Stringer (2001) yang akan dikembangkan dengan menggunakan metode skala Likert Like. Skala ini akan berisikan mengenai apa yang dirasakan oleh seorang karyawan mengenai situasi dan keadaan tempat karyawan tersebut bekerja. Skala Stringer Organization Climate Questionnaire terdiri atas enam dimensi yakni: (1) Struktur, (2) Standar, (3) Tanggung jawab, (4) Rekognisi, (5) Dukungan dan (6) Komitmen. Diperoleh hasil dari seleksi item dengan batas 0,2 bergerak dari angka 0,180 sampai dengan 0,620. Dalam penelitiannya dengan menggunakan Skala Stringer Organization Climate Questionnaire mendapatkan reliabilitas koefisien alpha 0,864. c. Skala Burnout Skala Burnout disusun berdasarkan pada teori Greenberg (2002) tentang gejalagejala Burnout. Pada skala ini subjek diminta untuk memberikan respon terhadap pernyataan yang favorable dan pernyataan yang unfavorable dengan angket tipe pilihan, yaitu angket yang harus dijawab oleh responden dengan cara tinggal memilih salah satu jawaban yang sudah tersedia. Diperoleh hasil dari seleksi item dengan batas 0,2 bergerak
11 dari angka 0,255 sampai dengan 0,608. Dalam penelitiannya dengan menggunakan Skala Burnout mendapatkan reliabilitas koefisien alpha 0,861. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dimulai dari penyusunan dan rancangan penelitian yang dilakukan dengan mencari referensi yang tepat agar penelitian tepat sararan. Perancangan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan. Setelah rancangan penelitian, dasar-dasar teori telah terbentuk dan metode penelitian yang tepat telah terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat alat ukur dan melakukan transadaptasi terhadap alat ukur LMX7 dan Stringer Organizational Climate Questionnaire. Pada tahap transdapatasi, peneliti mengambil prosedur standarisasi alat ukur milik Hogan (2009). Untuk kemudian peneliti mencari lokasi yang sesuai dengan kriteria penelitian. Menurut peneliti BRI Mojokerto sudah sangat memenuhi kriteria penelitian dikarenakan memiliki semua unsur-unsur yang akan dijadikan penelitian. Pengambilan data dilakukan selama 43 hari. Pengambilan data dilakukan dengan cara door to door. Peneliti tidak meninggalkan kuisioner, melainkan menunggu kuisioner hingga selesai dikerjakan. Oleh karena itu peneliti banyak melakukan pengambilan data ketika jam operasional unit-unit di BRI Mojokerto sudah selesai. Pada akhirnya peneliti mengambil subjek sebanyak 66 orang yang berasal dari 21 Unit BRI di Mojokerto, yang terdiri atas 21 Kepala Unit dan 45 karyawan Customer Service. Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data untuk mengetahui hasil daripada penelitian tersebut. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh instrumen dalam sebuah penelitian adalah validitas dan reliabilitas (Sukmadinata, 2009). Validitas isi (content validity) yang berkenaan dengan isi dan format dari instrumen akan digunakan untuk melihat apakah sudah terpenuhi atau belum. Validitas muka (face validity) dianggap sebagai indeks validitas isi yang paling dasar dan sangat minimum. Validitas isi menunjukkan bahwa item-item yang dimaksudkan
12 untuk mengukur sebuah konsep, memberikan kesan mampu mengungkap konsep yang hendak di ukur (Uma, 2006). Face validity pada kuisioner disusun berdasarkan konsep bahwa Customer Service lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Selain itu dalam proses adaptasi terhadap alat ukur dilakukan Expert Judgement yang juga dikenal sebagai bagian dari validitas isi yang bertujuan untuk mempertahankan integritas asli dari isi tes dan dapat memastikan relevansi dari budaya. Fungsi dari korelasi item dengan total adalah untuk seleksi item. Syarat yang digunakan untuk menentukan aitem yang layak digunakan adalah apabila aitem tersebut memiliki nilai korelasi aitem dengan total di atas 0,2. Batasan nilai tersebut yang menentukan suatu aitem akan gugur atau tetap diterima. Semakin tinggi korelasi positif antar skor aitem dengan skor tes (≥ 0,20) berarti semakin tinggi konsistensi antar aitem dengan alat ukur secara keseluruhan. Begitu pula sebaliknya, bila koefisien korelasi rendah (≤ 0,20) berarti fungsi aitem tersebut tidak sesuai dengan fungsi alat ukur dan jika koefisien korelasi suatu aitem bernilai negatif berarti terdapat cacat serius pada aitem tersebut. Syarat yang digunakan untuk menentukan aitem yang memiliki validitas tinggi adalah apabila aitem tersebut memiliki nilai korelasi aitem dengan total diatas 0,20 (Azwar, 2010). Tabel 1. Analisis Reliabilitas Skala Penelitian Skala Jumlah Aitem Cronbach Alpha
No 1. 2. 3. 4.
Leader-Member Exchange (ELMX) Leader-Member Exchange (MLMX) Iklim Organisasi Burnout
7 7 24 23
0,711 0,724 0,864 0,861
Hasil Penelitian Secara analisis deskriptif Leader-Member Exchange (LMX) baik atasan maupun bawahan pegawai BRI Mojokerto tergolong pada kategori high quality leader-member exchange. Sedangkan iklim organisasi yang dirasakan oleh para karyawan BRI mojokerto, khususnya kepala unit dan karyawan customer services, tergolong pada kategori Positif. Dan
13 tingkat Burnout para karyawan BRI mojokerto, khususnya kepala unit dan karyawan customer services, berada pada kategori rendah. Berdasarkan letak geografis, karyawan yang berada di daerah pedesaan mengalami tingkat bunrout yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang berada di daerah perkotaan. Karyawan yang bekerja kurang dari 6 bulan mengalami tingkat burnout daripada karyawan yang memiliki pengalaman bekerja di Bank Rakyat Indonesia selama lebih dari 6 bulan. Hasil uji simultan Pengujian hipotesis model regresi secara simultan atau secara serentak menggunakan uji F. Didapatkan nilai Ftabel dengan derajat bebas n1 = 2 dan n2 = 63 dengan α = 0,05 adalah sebesar 3,15. Jika nilai Fhitung dibandingkan dengan Ftabel, maka Fhitung lebih besar daripada Ftabel (15,798 > 3,25). Selain itu didapatkan nilai signifikan sebesar 0,000. Dapat dilihat bahwa nilai signifikan kurang dari α = 0,05. Dari kedua perbandingan tersebut dapat diambil keputusan H0 ditolak pada taraf α = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan secara serentak (simultan) antara variabel X1, dan X2 terhadap Y. Besarnya kontribusi dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen, berdasarkan hasil perhitungan dengan nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,313. Hasil tersebut menjelaskan sumbangan atau kontribusi dari variabelvariabel bebas yang disertakan dalam persamaan regresi terhadap Y, adalah sebesar 31,3%, sedangkan 68,7% lainnya disumbangkan oleh variabel lainnya. Hasil uji parsial Secara parsial variabel X1 memiliki koefisien regresi sebesar -0,477. Didapatkan statisitik uji t sebesar 2,457 dengan signifikan sebesar 0,017. Nilai statistik uji thitung tersebut lebih besar daripada ttabel (2,457 > 2,000) dan juga signifikan lebih kecil daripada α = 0,05. Pengujian ini menunjukkan bahwa H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa X1 mempunyai pengaruh
14 negatif yang signifikan terhadap Y. Sedangkan variabel X2 memiliki koefisien regresi sebesar -0,424. Dengan menggunakan bantuan software SPSS, didapatkan statisitik uji t sebesar 3,443 dengan signifikan sebesar 0,001. Nilai statistik uji thitung tersebut lebih besar daripada ttabel (3,443 > 2,000) dan juga signifikan lebih kecil daripada α = 0,05. Pengujian ini menunjukkan bahwa H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa X2 mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap Y. Analisa Uji beda (t-test) Variabel burnout memiliki nilai F = 1,955 dan p = 0,167, maka bisa dikatakan variansnya sama (equal variance assumed) dikarenakan nilai p > 0,05. Maka nilai t-test dengan equal variance assumed = 2,277 dan signifikansi (p) = 0,026 < 0,05. Dari hasil perhitungan t-test dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi ada perbedaan mengenai tingkat burnout yang terjadi antara kepala unit dan karyawan bagian customer services. Pembahasan Pengaruh Leader-Member Exchange dan Iklim Organisasi terhadap Burnout Berdasarkan hasil penelitian dan data yang didapatkan di lapangan, pengujian hipotesa yang pertama sesuai dengan hipotesa pertama, adanya pengaruh signifikan secara simultan antara Leader-Member Exchange (LMX) dan iklim organisasi terhadap tingkat Burnout pada karyawan BRI. Burnout merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami kelelahan secara fisik dan menyerah secara psikologis terhadap keadaan yang ada. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Leader-Member Exchange (LMX) dan iklim organisasi secara simultan memang memiliki pengaruh terhadap tingkat burnout pada karyawan. Hasil ini seperti yang peneliti jelaskan sebelumnya diatas yang memberikan pernyataan bahwa secara teori maupun kenyataannya di lapangan, Leader-Member Exchange (LMX) dan iklim organisasi memang memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam menurunkan tingkat burnout seorang karyawan. Hal ini bisa dikarenakan karyawan memiliki
15 kenyamanan secara psikologis dan hubungan sosial yang baik dalam bekerja, sehingga akan dapat memberikan pengaruh positif bagi karyawan tersebut. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan selama menjalankan penelitian, faktor utama yang menyebabkan seorang pegawai bank, khususnya bagian customer service, mudah mengalami burnout adalah dikarenakan kompleksnya pekerjaan yang dilakukan. Pegawai customer service BRI di unit-unit Mojokerto tidak hanya melayani dan memecahkan masalah bagi nasabah. Selanjutnya mereka harus melanjutkan pekerjaan tambahan yakni melakukan pembukuan terhadap transaksi yang terjadi pada hari itu juga hingga tuntas. Tidak jarang mereka mereka akhirnya mengalami kelelahan fisik dikarenakan jam kerja yang berlebih. Perbedaan tingkat Burnout atasan dan bawahan Selain dikarenakan kompleksnya pekerjaan yang dialami oleh para karyawan, ternyata ditemukan ada 2 hal yang baru yang ditemukan mengenai burnout yakni tentang perbedaan tingkat burnout pegawai berdasarkan letak geografis dan masa kerja. Ternyata kedua hal tersebut memilki pengaruh terhadap tingkat burnout karyawan. Berdasarkan hasil yang diperoleh menyatakan bahwa karyawan yang letak geografis kerjanya di pedesaan mengalami tingkat burnout yang lebih tinggi dibandingkan karyawan yang bekerja di daerah perkotaan. Karyawan yang mengalami masa kerja kurang dari 6 bulan juga mengalami burnout yang lebih tinggi dikarenakan mereka harus beradaptasi dengan pekerjaan baru dan diharuskannya meminimalisir kesalahan kerja diindikasikan sebagai penyebab burnout karyawan tersebut lebih tinggi. Menurut Lazarus (Aldwin, 2007) stres yang terjadi dikarenakan lingkungan tidak akan berlaku dikarenakan setiap orang memiliki perbedaan dalam menilai dan memandang keadaaan yang dihadapi. Suatu keadaan yang dianggap sangat membuat diri seseorang stres, belum tentu akan membuat orang lain yang menghadapi masalah tersebut mengalami stres seperti orang tersebut. Pada permasalahan seperti pada karyawan BRI Mojokerto, burnout terjadi karena
16 kombinasi antara stimulus dari lingkungan, kualitas hubungan antara atasan dan bawahan, keterampilan yang dimiliki individu dan proses kognisi yang terjadi. Diskusi Terdapat perbedaan tingkat burnout yang signifikan antara atasan dan bawahan. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai perbedaan tingkat burnout yang terjadi pada para karyawan. Dikarenakan tingkat burnout karyawan juga dipengaruhi faktor sosial, penelitian selanjutkan diharapkan dapat ditemukan bagaimana strategi dalam mengurangi social desirability dalam mempengaruhi tingkat burnout. Untuk mengurangi tingkat burnout dapat dilakukan beberapa cara. Salah satunya adalah memberikan kewenangan lebih bagi karyawan untuk mengambil keputusan mengenai masalah yang dihadapinya. Selain itu Kepala unit harus aktif dalam melakukan pendekatan kepada setiap bawahannya secara rutin dengan cara mengevaluasi kinerja setiap harinya dan aktif dalam menanyakan keadaan karyawan ketika bekerja. Selain customer services, subjek yang berbeda yakni pada karyawan Account Officer atau yang biasa disebut dengan mantri memiliki karakteristik yang hampir sama dengan customer services. Dikarenakan pekerjaan mantri lebih banyak terlibat hubungan interpersonal dibandingan dengan karyawan Customer Services. Selain itu pekerjaan mereka yang mencari nasabah dan juga target perusahaan yang dibebankan kepada mereka akan mudah memicu terjadinya burnout. Selanjutnya masih perlu diketahui manakah diantara dua karyawan ini yang memiliki tingkat burnout lebih tinggi. Penelitian dengan menggunakan alat ukur dan kuisioner akan rentan terjadinya faking yang dilakukan oleh subjek penelitian. Oleh karena itu diharapkan penelitian mengenai burnout dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang berbeda yakni metode penelitian kualitatif
17 DAFTAR PUSTAKA
Ancok, D. 1989. Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM Aldwin, C. M. 2007. Stress, coping and development : an integrative perspective. New York : The Guilford Pers Anggreini, B. A. 2007. Hubungan antara Leader-Member Exchange (LMX) dengan Organizational Citizenship Behavior pada Tenaga Kependidikan di Kantor Administrasi dan Rektorat Universitas Airlangga. Skripsi. Universitas Airlangga Anonim. Iklim Organisasi ; Definisi, Pendekatan, Dimensi dan Faktor Yang Mempengaruhi Ikim Organisasi. Diperoleh dari http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/iklim-organisasi-definisipendekatan.html, diakses pada 17 April 2012 pukul : 08:23 Arikunto, S. 1992. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Melton Putra Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Berlian, Y. S. Burnout. Diunduh pada tanggal 30 Mei 2012 pukul 10.56 dari http://saefulberlianyusuf.blogspot.com Bungin, H. M. B. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Davis, Keith, dan Newstrom, J. W. 2001. Perilaku Dalam Organisasi ( Edisi Ketujuh Alih Bahasa Agus Darma). Jakarta: Erlangga Djanaid, D. 2004. Kepemimpinan Eksekutif Teori dan Praktek. Malang : UB Eriyanto. 2011. Analisis Isi, Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Graen, G. B., dan Uhl-Bien, M. 1995. Relationship-Based Approach to Leadership : Development of Leader-Member Exchange (LMX) Theory of Leadership over 25 Years : Appliying a Multi-Level Multi-Domain Perspective. Published in Leadership Quarterly. 219-247. University of Nebraska. Greenberg, J. S. 2002. Comprehensive Stress Management (7th Edition). McGraw Hill. New York Gulo, W. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Gramedia Helmi, A. F. 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin Psikologi Tahun VII No. 2 Desember. UGM Hogan. 2009. Hogan Assessment Translation Process.The Science of Personality
18
Horton, P. B., dan Hunt, C. L. 1999. Sosiologi (Edisi keenam) Alih Bahasa : Aminudin Ram dan Tita Sobari. Jakarta : Penerbit Erlangga Ivancevich, J. M., Konopaske, R., dan Matesson, M. T. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi (Edisi ketujuh, Jilid 2). Erlangga. Jakarta Jogiyanto. 2008. Pedoman Survei Kuesioner (Mengembangkan Kuesioner, Mengatasi Bias dan Meningkatkan Respon). Yogyakarta : BPFE Yogyakarta Kang, D., Stewart, J., dan Kim, H. 2011. The effect of perceived external prestige, ethical organizational climate, and leade member exchange (LMX) quality on employees’ commitments and their subsequent attitudes. Personnel Review. Vol.40 No.6 761-784. Emerald Group Publishing Limited. DOI 10.1108/00483481111169670 Kevin, W. M., Niebuhr, R. E. dan Norris D. R. Effects of dyadic duration on the relationship between leader behavior perceptions and follower outcomes. Journal of Organizational Behavior. Volume 11, Issue 5, pages 379–388, September 1990. DOI: 10.1002/job.4030110505 Kusumastuti, A. 2006. Keadilan Organisasi sebagai Mediator Hubungan antara LeaderMember Exchange (LMX) dan Kepuasan kerja Karyawan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia Jakarta. Tesis. Universitas Airlangga Koesmono. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi dan Kepuasan Kerja serta Kinerja Karyawan pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur. Tesis. Universitas Petra. Matondang, M. H. 2008. Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategik. Yogyakarta : Graha Ilmu Mondy, W. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia (Jilid 2, Edisi 10). Jakarta : Erlangga Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-pers) Nugroho, W. H. 1994. Teknik Penarikan Sample : Teori dan Aplikasi. Malang : Penerbit IKIP Malang Norbuko, K. dan Achmadi, A. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT Bumi Aksara Nurastuti, W. 2007. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Ardana Media O’Donnell, M., Yukl, G. A., dan Taber T. 2012. Leader behavior and LMX : a constructive replication. Journal of Managerial Psychology. Vol. 27 No.2 143-154. Emerald Group Publishing Limited. DOI 10.1108/02683941211199545 Organ, D. W., dan Bateman, T. S. 1991. Organizational Behavior. Amerika Serikat : Richard D. Iriwin INC.
19 Purwanto, E. A., dan Sulistyastuti, D. R. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah-Masalah Sosial. Yogyakarta : Gaya Media Retnaningsih, F. 2008. Burnout Pada Pelayanan Restoran Kapal Pesiar. Tesis. Universitas Gunadarma Robbins, S. P. 1991. Organizational Behavior (Concept, Controversies, and Applications, 5th Editions). Prentice Hall International, Inc. New Jersey Robbins, S. P., dan Judge, T.A. 2007. Organizational Behavior (Concept, Controversies, and Applications). Prentice Hall International, Inc. New Jersey Rosse, J. R., Boss, R. W., dan Crown, D. F. Conceptualizing the Role of Self-Esteem in the Burnout Process. Group and Organization Studies page 428. Emerald Group Publishing Limited. Sakina, N. 2011. Pengaruh Sikap pada Iklim Organisasi (Organizational Climate) dan Keamanan Kerja terhadap Kecenderungan Negaholic Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Pegawai Pemerintah Daerah Malang). Skipsi. Universitas Brawijaya. Schultz, D. P., dan Schultz , S. E. 1986. Psychology and Industry Today. New Yok : Collier Macmillan Canada, Inc Schepman, S. B. dan Zarate, M. A. 2008. The Relationship between Burnout, Negative Affectivity and Organizational Citizenship Behavior for Human Services Employees. International Journal of Human and Social Sciences 216-221. Emerald Group Publishing Limited. Sparrowe, R. T., dan Liden, R. C. 1997. Process and Structur in Leader Member Exchange. The Academy of Management Review page 552 Stringer, R. 2001. Leadership and Organizational Climate (The Cloud Chamber Effect). Pearson Education, Inc. New Jersey Toulson, P dan Smith, M. 1994. The Relationship Between Organizational Climate and Employee Perceptions of Personnel Management Practices. Journal Sukmadinata, N. S. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Sugiyanto. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Surapranata, S. (2004). Analisis Validitas, Reliabilitas & Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suryabrata, S. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : PT Grafindo Persada (Rajawali Pers) Suryanto, D. 2005. Pengaruh Kemiripan Persepsi, Kemiripan Demografis Atasan-Bawahan, Ketertarikan Atasan pada Bawahan, Kualitas Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Karyawan terhadap Peringkat Prestasi Kerja. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran - Bandung 2005
20 Truckenbrodt, Y. B. 2000. An Empirical Assessment of the Relationship between LeaderMember Exchange and Organizational Commitment and Organizational Citizenship Behavior. Disertasi. Nova Southeastern University Tierney, P. 1999. Work Relations as a precussor to a psychological climate for change (the role of work group supervisor and peers. Journal of Organizational Change 120-133. MCB University Press, 0953-4814 Uma, S. 2006. Metode Riset Bisnis. Jakarta : Salemba Empat Umar, H. 2008. Desain Penelitian Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Vallen, G. K. 1993. Organizational Climate and Burnout. Cornell Hospitality Quarterly. Emerald Group Publishing Limited. Yrle, Augusta C., Hartman, S., dan Galle, P W. 2002. An Investigation of Relationships beetwen Communication style and Leader-Member Exchange. Jurnal. University of New Orleans. Yukl, G. A. 1989. Leadership in Organizations. Prentice Hall. New Jersey Zopiatis A., dan Constanti, P. Leadership Styles and Burnout: is there an association. International Journal of Comtemporary Hospitality Management. Vol. 22 No. 3 page 300-320. Emerald Group Publishing Limited 0959-6119. DOI 10.1108/09596111011035927. Zuriah, N. 2007. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara