perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DESAIN PENGENDALIAN MUTU DAN PENERAPAN KONSEP Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) SIRUP KARTIKA DI PT. KARTIKA POLASWATI MAHARDIKA Jln. Ahmad Yani No. 89 Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah
Tugas Akhir Untum memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian
Oleh : DEDHY CAHYONO H3108034
PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
Desain Pengendalian Mutu Dan Penerapan Konsep Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) Sirup Kartika Di P.T. KARTIKA POLASWATI MAHARDIKA Jln. Ahmad Yani No. 89 Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. DEDHY CAHYONO1 H3108034 Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si.2 dan Rohula Utami, S.TP., M.P.3 ABSTRAK Sirup merupakan sejenis minuman ringan yang berupa larutan kental dengan cita rasa beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah, sirup penggunaannya tidak langsung diminum tetapi harus diencerkan terlebih dahulu. Seiring berjalannya waktu perhatian masyarakat terhadap pangan sangat penting, terutama terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Pengendalian mutu sangat diperlukan untuk menjaga mutu produk hingga ke tangan konsumen. Untuk mendapatkan sirup Kartika dengan hasil yang berkualitas dan aman dikonsumsi, maka perlu dilakukan pengendalian mutu pada setiap tahapan proses produksi yang dimulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan produk akhir. Setiap perusahaan diharapkan dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan aman dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi mutu pada bahan baku, proses produksi, dan produk akhir apakah sudah sesuai dengan SNI atau belum. Pengumpulan data dalam kegiatan Praktek Quality Control (QC) ini dilaksanakan dengan metode observasi, wawancara, keterlibatan langsung dalam praktek produksi sirup Kartika, sekaligus pengendalian mutu sirup di perusahaan. Studi pustaka dan analisis data juga dilakukan untuk mengevaluasi kualitas sirup yang dihasilkan perusahaan. Pengujian mutu sirup meliputi uji kadar air, uji padatan terlarut, uji pH, uji gula total, uji viskositas dan uji Pb. Proses pengolahan meliputi penerimaan bahan baku, pencampuran, pemasakan, pendinginan, pencampuran, pengisian dan pemasangan tutup botol, dan pemasangan segel dan label. Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) dilakukan pada seluruh tahapan proses dan diidentifikasikan bahwa Critical Control Point (CCP) pada proses tersebut meliputi pemasakan, pencampuran dan pengisian sirup ke dalam botol. Penentuan desain pengendalian mutu dilakukan mulai dari desain pengendalian mutu bahan baku, proses produksi, dan produk akhir. Kata Kunci : Sirup, Proses Produksi, HACCP, Desain Pengendalian Mutu Keterangan : 1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Nama : Dedhy Cahyono, NIM : H3108034. 2. Dosen Pembimbing 1. 3. Dosen Pembimbing 2.
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sirup adalah sejenis minuman ringan yang berupa larutan kental dengan cita rasa beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah, sirup penggunaannya tidak langsung diminum tetapi harus diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena kandungan gulanya tinggi. Pada dasarnya sirup terbuat dari larutan gula yang kental untuk menambah rasa dan aroma, sering disertai penambahan rasa, pewarna, asam sitrat, asam tartat atau asam laktat. Berdasarkan bahan baku utamanya sirup dibedakan menjadi tiga yaitu sirup essen, sirup glukosa, dan sirup buah-buahan. Sirup buah-buahan, rasa dan aromanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar (Satuhu, 2001). Sirup Kartika merupakan produk sirup yang sudah dikenal masyarakat luas khususnya di Jawa Tengah. Sirup Kartika merupakan produksi utama sehingga secara tidak langsung P.T. Kartika Polaswati Mahardika harus memenuhi permintaan konsumen dengan cara mencegah supaya tidak terjadi kelangkaan barang pada pasar. Untuk itu, proses produksi sirup harus dilakukan setiap hari kerja. Kapasitas produksi sirup P.T. Kartika Polaswati Mahardika telah mencapai rata-rata sejumlah 563.400 botol/tahun. Sehingga setiap hari P.T. Kartika Polaswati Mahardika dapat memproduksi sirup lebih kurang 1.800 botol. Sirup sering kali dijadikan minuman sehari-hari oleh kalangan masyarakat. Disamping rasanya segar dan harga yang terjangkau, sirup juga bernilai gizi tinggi terutama mengandung vitamin yang sangat baik untuk tubuh manusia. Proses pembuatan sirup kartika yaitu melalui proses pemasakan, yang dilakukan dalam ruang produksi dengan 2 tahap yaitu tahap 1 proses pemasakan air, sedangkan pada tahap 2 dilakukan proses pemasakan gula dan air dengan menggunakan suhu 200oC. Proses kedua commit to user agar proses pencampuran bahan adalah proses pendinginan yang bertujuan 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baku tambahan dapat berjalan dengan baik. Proses ketiga yaitu proses pencampuran, proses pencampuran ini dilakukan dalam ruang proses dengan 1 tahap yaitu proses pencampuran antara larutan gula dengan bahan-bahan baku tambahan diantaranya yaitu flavor, asam benzoat, asam sitrat, pemanis buatan, pengental dan pewarna. Proses keempat adalah pengisian dan pemasangan tutup botol. Setelah dilakukan pencampuran, kemudian sirup yang telah diberi flavor dan pewarna, diisikan ke dalam botol. Proses kelima adalah pemasangan segel dan label, pemasangan segel dan label perusahaan pada sirup bertujuan sebagai identitas bahwa sirup tersebut merupakan produk dari P.T. Kartika Polaswati Mahardika. Proses terakhir adalah Pengemasan. P.T. Kartika Polaswati Mahardika dalam pengemasan produk sirupnya menggunakan botol kaca bening sebagai pengemas primer. Seiring berjalannya waktu perhatian masyarakat terhadap pangan sangat penting, terutama terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Pengendalian mutu sangat diperlukan untuk menjaga mutu produk hingga ke tangan konsumen. Pengawasan mutu pada sebuah produk tidak hanya pada produk akhirnya saja namun pengawasan tersebut bermula dari bahan baku, proses produksi hingga produk akhir tersebut siap untuk dipasarkan bahkan hingga produk tersebut dikonsumsi oleh konsumen. Pengawasan mutu tidak hanya diperuntukkan bagi produk-produk makanan yang berlabel (bermerk) saja, namun produk yang bersifat tradisional juga perlu untuk diawasi agar semua jenis produk makanan terjaga mutunya, salah satunya adalah sirup Kartika. Maka dari itu konsep pengendalian mutu pada Sirup Kartika sangat perlu dilakukan, sebab produk minuman ini sangat diminati dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Kriteria sirup yang baik menurut SNI No.01-3544 tahun 1994 ialah mengandung gula Min.65 %, cemaran timah (Pb) maks. 1.0 mg/kg dan bahan tambahan makanan yang dikeluarkan pemerintah yaitu Permenkes commit to mencapai user No. 732/Merkes/Per/IX/1998. Untuk sirup yang baik dan sesuai 2
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kriteria yang dipersyaratkan maka dalam setiap tahapan prosesnya perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian, mulai dari penerimaan bahan baku hingga produk sirup siap diedarkan atau dipasarkan, serta supaya mutu serta kualitas sirup tetap terjaga dan dipertahankan hingga ke tangan konsumen.
B. Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dijawab dalam pembuatan Tugas Akhir “Pengendalian Mutu Sirup” ini ialah : 1. Bagaimana proses pembuatan Sirup Kartika Polaswati Mahardika. 2. Parameter-parameter apa saja yang digunakan untuk mengetahui kualitas sirup dari bahan baku, proses sampai produk akhir sirup. 3. Bagaimana konsep pengendalian mutu dan HACCP pada sirup mulai dari bahan baku, proses pembuatan dan produk akhir sirup.
C. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Tugas Akhir “Pengendalian Mutu Sirup” ini adalah : 1. Mengetahui proses pembuatan Sirup
di P.T Kartika Polaswati
Mahardika. 2. Mengetahui parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas sirup dari bahan baku, proses sampai produk akhir sirup. 3. Membuat konsep pengendalian mutu dan HACCP pada sirup mulai dari bahan baku, proses pembuatan dan produk akhir sirup.
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirup Sirup menurut Satuhu (2001) adalah sejenis minuman ringan yang berupa larutan kental dengan cita rasa beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah, sirup penggunaannya tidak langsung diminum tetapi harus diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena kandungan gulanya tinggi yaitu sekitar 65%. Pada dasarnya sirup terbuat dari larutan gula yang kental untuk menambah rasa dan aroma, sering disertai penambahan rasa, pewarna, asam sitrat, asam tartat atau asam laktat. Berdasarkan bahan baku utamanya sirup dibedakan menjadi tiga yaitu sirup essen, sirup glukosa, dan sirup buahbuahan. Sirup buah-buahan rasa dan aromanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar. Sirup yang terbuat dari jambu biji mempunyai rasa dan aroma dari jambu biji. Demikian pula buah-buahan lainnya. Sirup adalah sejenis minuman yang larut air, yang berasal dari buahbuahan terpilih. Ekstrak dari buah tersebut diolah dengan penambahan gula, garam, serta bahan tambahan lain. Pengolahan dilakukan sampai diperoleh sirup dengan keadaan kental (Ferdyan, 2011). Eko (2004), menambahkan bahwa pemilihan bahan tambahan harus sesuai dengan kebutuhan proses pengolahan sirup, karena bahan tambahan sangat berpengaruh terhadap rasa, aroma dan kekentalan sirup. Pada pembuatan sirup penambahan bahan dan produk yang dihasilkan harus disesuaikan dengan syarat mutu sirup. Syarat mutu sirup menurut SNI 01-3544-1994 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Syarat Mutu Sirup No Kriteria uji Satuan 1 Keadaan 1.1 Aroma 1.2 Rasa 2 Gula jumlah (Dihitung % b/b sebagai sakarosa 3 Bahan tambahan makanan 3.1 Pemanis buatan 3.2 Pewarna tambahan commit to - user 3.3 Pengawet -
Persyaratan Normal Normal Min. 65
Tidak boleh ada Sesuai SNI 01-0222-1995 Sesuai SNI 01-0222-1995
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1 (Lanjutan) No Kriteria uji 4 Cemaran logam : 4.1 Timah (Pb) 4.2 Tembaga (Cu) 4.3 Seng (Zn) 5 Cemaran Arsen (As) 6 Cemaran Mikroba 6.1 Angka lempeng total 6.2 Coliform 6.3 E. Coli 6.4 Salmonella 6.5 S. Aureus 6.6 Vibrio cholera 6.7 Kapang 6.8 Khamir
Satuan
Persyaratan
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 1,0 Maks. 25 Maks. 0,5
Koloni/ml AMP/g AMP/g Koloni/25n Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml
Maks. 102 Maks. 20 <3 Negatif 0 Negatif Maks. 50 Maks. 50
Sumber : SNI 01-3544-1994
B. Gula Menurut Cahyo dan Hidayanti (2006), gula dalam pengertian seharihari lebih dikenal sebagai gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu atau bit. Gula pasir mengandung 99,9% sakarosa murni. Sakarosa adalah gula tebu atau gula bit yang telah dibersihkan. Selain memberikan rasa manis, gula juga berfungsi
sebagai
pengawet
karena
memiliki
sifat
higroskopis.
Kemampuannya menyerap kandungan air dalam bahan pangan ini dapat memperpanjang umur simpan Sedangkan menurut Soejardi (2003), gula merupakan salah satu bahan pokok yang sangat penting di Indonesia yang dihasilkan dari tanaman tebu (Saccharum officinarum). Gula dapat menjadi pengawet alami jika digunakan dengan konsentrasi 70%. Hal itu didukung dengan penggunaan gula dengan konsentrasi 70% selain berfungsi sebagai pemanis sirup yang sesuai dengan rata-rata tingkat kemanisan sesuai selera konsumen, juga berfungsi sebagai bahan anti mikroba. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi tersebut, gula bersifat dapat menyerap air, sehingga air yang ada di dalam bahan akan berkurang dan mengental. Dalam kondisi yang semakin mengental inilah yang mengakibatkan bakteri mengalami lisis dan mengalami penurunan kadar air. Maka dari itu, aktivitas air (Aw) tosuatu commit usersistem akan menurun dan jumlah
perpustakaan.uns.ac.id
mikroorganisme
digilib.uns.ac.id
yang
dapat
bertahan
hidup
akan
semakin
sedikit
(Luck & Jagger, 1997). Mekanisme lebih detailnya adalah gula menyebabkan dehidrasi sel mikroba sehingga sel tersebut mengalami plasmolisis dan siklus perkembang biakkannya terhambat (Fachruddin, 1997). Pernyataan mengenai kelebihan gula pasir tersebut didukung oleh pernyataan Buckle et al. (1987) yang menyatakan bahwa gula pasir berfungsi untuk meningkatkan cita rasa, tekstur, dan penampakan.
C. Air Air merupakan salah satu bahan baku utama yang dipergunakan dalam industri sirup. Selain harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi, air yang digunakan harus memenuhi standar SNI yang ditetapkan, yaitu tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna dan bebas dari komponen-komponen suspensi, memiliki pH netral, serta konsisten sepanjang musim. Menurut Woodroof & Phillip (1974), standar air yang layak untuk dikonsumsi adalah tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, memiliki pH netral, tidak mengandung residu klorin, tembaga, dan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Sedangkan menurut Arpah (1993), air berperan amat penting dalam industri pangan karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Air yang digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus memenuhi syarat air yang dapat diminum. Adapun syarat air yang dapat diminum adalah (Purnawijayanti, 2001): 1. Bebas dari bakteri berbahaya serta bebas dari ketidakmurnian kimia. 2. Bersih dan jernih. 3. Tidak berwarna dan tidak berbau. 4. Tidak mengandung bahan bersuspensi (penyebab keruh). Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak commit to besi user (Fe) dan mangan (Mn) (Arpah, mempunyai rasa, tidak mengandung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1993). Fungsi utama air adalah sebagai pembantu dalam pembentukan gluten pada tepung, melarutkan gula, garam serta bahan-bahan lainnya agar bisa bercampur(Suzuki, 1981 dalam Subekti, 1998).
D. Pewarna Pewarna adalah bahan baku tambahan yang dapat memberikan warna yang lebih cerah dan lebih sesuai dengan warna flavor produk yang ada (Lee & Jackson, 1973). Warna yang dihasilkan tersebut berfungsi untuk menarik keinginan konsumen untuk mengkomsunsi sirup tersebut. Umumnya penggunaan, pewarna disesuaikan dengan warna alami bahan atau persepsi konsumen pada umumnya. Pewarna-pewarna tersebut termasuk jenis pewarna yang berasal dari kondensat batu bara yang bersifat larut dalam air maupun dalam minyak (Sudarmaji dkk., 1989) Adapun batas maksimum penggunaan pewarna sintesis adalah 70 mg/1 (Mahendru, 2000). Adanya batas maksimum penggunaan pewarna sintesis ini bertujuan untuk menjamin kesehatan konsumen. Menurut (Winarno dkk, 1984), pewarna sintesis mempunyai kelebihan dari pada pewarna alami, yaitu: 1. Lebih beraneka ragam warna yang dapat dihasilkan 2. Warna yang dihasilkan lebih seragam 3. Warna yang dihasilkan lebih stabil 4. Umur simpan lebih panjang 5. Penyimpanan lebih nudah dan tidak menghabiskan banyak tempat E. Flavor Flavor merupakan bahan baku tambahan yang dapat memberikan aroma tertentu sirup sesuai dengan produk yang diinginkan. Selain itu, flavor juga akan memberikan warna dasar pada sirup, misalnya assence jeruk memberikan warna dasar oranye, essence frambozen memberikan warna dasar merah, essence leci memberikan warna dasar putih, dan sebagainya (Fatimah, 2006). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Flavor adalah kesan sensorik makanan atau substansi dan ditentukan oleh indera kimia, rasa, dan bau. Flavor didefinisikan sebagai suatu zat yang memberikan rasa zat lain, mengubah karakteristik terlarut, membuatnya menjadi manis asam tajam. Sementara rasa makanan terbatas manis, asam, pahit, asin dan gurih, yang dasar selera atau makanan berpotensi terbatas. Sebuah rasa makanan, oleh karena itu, dapat dengan mudah diubah dengan mengubah bau sementara menjaga rasanya (Taufik, 2010)
F. Benzoat Benzoat berfungsi untuk memperpanjang masa simpan (pengawet) sirup yang diproduksi. Benzoat tidak mudah larut di dalam air, oleh karena itu lebih sering digunakan dalam bentuk garam yaitu Natrium Benzoat. Natrium benzoat berbentuk kristal putih yang larut dalam air. Batas maksimum penggunaan benzoat sekitar 600mg/kg (Mahindru, 2000). Sedangkan menurut Winarno (1992), natrium benzoat, asam benzoat, asam parahidroksi benzoat dan turunan-turunannya merupakan kristal putih yang dapat ditambah secara langsung ke dalam makanan berbentuk padat atau dilarutkan terlebih dahulu di dalam pelarut-pelarutnya. Winarno, dkk (1984) menyatakan bahwa asam benzoate lebih efektif digunakan dalam minuman yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet di dalam minuman yang berpH rendah, misalnya sirup, sari buah, jelly dan nata de coco. Pendapat tersebut didukung pula oleh pernyataan Sudarmaji (1989) yang menyatakan bahwa asam benzoate lebih efektif pada pH 2,5-4,0. Di sisi lain, natrium benzoat merupakan garam pengawet yang diizinkan oleh BPOM untuk digunakan dalam memproduksi berbagai produk pangan. Secara garis besar, batas maksimal penambahan benzoat dalam produk pangan sebesar 0,1%. Artinya tiap kilogram produk pangan tidak boleh mengandung benzoat lebih dari 1 gram. Sedangkan dosis maksimum natrium benzoat dalam produk pangan adalah 0,05-0,1%. Penggunaan natrium benzoat pada kadar tersebut tidak mempengaruhi aroma dan rasa user sirup buah (Sholekhudin, commit 2005). toTujuan penambahan garam adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meningkatkan profil flavour. Penambahan garam bersama flavour pada suhu yang tinggi dapat merusak komponen dari garam itu sendiri (Lee&Jackson, 1973).
G. Asam sitrat (citric acid) Asam sitrat merupakan senyawa dari asam-asam hidroksi yang memilki gugus karboksil (COOH) dan gugus hidroksi (OH). Asam sitrat dihasilkan dari reduksi asam aldehid dan asam keton dan dibuat dari asam halogen melalui proses pemanasan dengan alkali encer (Respati, 1997). Umumnya, perusahaan minuman ringan menggunakan asam sitrat yang berupa serbuk atau kristal agar lebih mudah dilarutkan dalam air, sehingga tidak menimbulkan penggumpalan. Asam sitrat yang digunakan di dalam sirup berfungsi sebagai pengatur pH(pemberi rasa asam yang khas pada sirup, khususnya pada sirup yang mempunyai flavor asam, misalnya sirup jeruk, sirsak, leci, dan sitrun) dan pencegah terjadinya pengkristalan gula. Selain itu, asam sitrat memiliki sifat sequestran, yaitu kemampuan untuk mengikat logam-logam,
contohnya
besi
dan
tembaga
sehingga
mengurangi
kemungkinan keberadaan logam-logam (dimana logam-logam tersebut dapat bereaksi yang menghasilkan perubahan warna sirup) (de Man, 1997). Di samping itu, fungsi penambahan asam dalam minuman non karbonasi adalah untuk meningkatkan rasa asam, kelezatan, efek kepuasan akan haus (oleh dorongan air ludah dalam mulut). Selain itu, asam juga dapat memodifikasi kemanisan gula. Kelebihan lainnya adalah jika dengan digunakan bersama dengan bahan-bahan lainnya, asam dapat memperpanjang umur simpan minuman non karbonasi (Woodroof & Philips, 1974).
H. Pemanis Sintetis (Siklamat) Pemanis buatan biasanya ditambahkan ke dalam minuman-minuman penyegar, buah-buahan lainnya (Sudarmaji dkk , 1989). Siklamat termasuk salah satu jenis pemanis buatan yang sering digunakan selain sakarin. Selain commit user itu, penggunaan siklamat tidak dapattodilepaskan dari penggunaan gula pasir.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Winarno (1997), rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah besarnya suhu. Suhu optimum pada rasa manis berkisar antara 350C-500C. Intensitas rasa manis pada media air lebih besar dibandingkan media yang lain. Natrium Siklamat memiliki struktur C6H13HO3S. Kelebihan senyawa ini adalah cocok bagi orang-orang yang tidak boleh mengkomsumsi gula. Senyawa ini biasanya ditambahkan ke dalam Siklamat pada sirup adalah untuk: 1. Memperbaiki flavor sebagai rasa manis yang timbul yang dapat meningkatkan kelezatan. 2. Memperbaiki tekstur. 3. Meningkatan mouthfeel. Adapun batas maksimum penggunaan Natrium Siklamat pada sirup yaitu sekitar 3g/kg. Jika penggunaan Natrium Siklamat pada sirup melebihi batas tersebut, maka dapat mengakibatkan keracunan, kanker (terutama kanker kandung kemih) (Mahindru, 2000).
I. CMC (Carboxymethil Cellulose) CMC (carboxy metal cellulose) adalah bahan pengemulsi, pemantap, penstabil dan pengental dalam makanan atau minuman yaitu untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga mempunyai tekstur yang kompak (Syah, dkk 2005). Emulsi adalah suatu sistem heterogen, yang terdiri dari tidak kurang dari sebuah fase cair yang tidak bercampur, yang terdispersi dalam fase cair lainnya, dalam bentuk tetesan, dengan diameter secara umum lebih dari 0,1 µm. Salah satu emulsifier adalah CMC. Pada umumnya, bahan pengental digunakan untuk menstabilkan, memekatkan, dan mengentalkan pangan yang dicampur dengan air untuk membentuk kekentalan tertentu (Winarno dkk., 1984). Secara khusus, penambahan CMC bertujuan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen namun tidak mengendap dalam jangka waktu yang relatif lama. Penggunaan CMC commit to gum user arab. Penambahan CMC dengan lebih efektif dibandingkan gelatin dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsentrasi 0,5%-3% sering digunakan untuk mempertahankan kestabilan suspensi (Sopandi, 1989). Sedangkan batas maksimum penggunaan CMC adalah 0,02% (Mahindru, 2000).
J. Pengendalian Mutu Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses pengolahan bahan, barang setengah jadi, barang jadi, hingga pengiriman akhir ke konsumen agar sesuai dengan sepesifikasi mutu yang direncanakan (Winarno, 1994).Mutu adalah karakteristik barang atau jasa untuk kepuasan pelanggan. Istilah mutu diterapkan secara luas yaitu mutu pekerjaan, mutu pelayanan, mutu informasi, mutu proses, mutu divisi, mutu orang (karyawan), mutu system, mutu perusahaan, mutu tujuan, jadi bukan hanya pada mutu produk. Pengendalian mutu dilakukan dengan tujuan mewujudkan mutu yang sesuai dengan syaratsyarat yang dituntut oleh konsumen. Konsumen harus dianggap sebagai sasaran, penentu laku tidaknya produk dan sumber datangnya keuntungan ( Mulianto, Cahyadi dan Widjajakusuma, 2006 ). Pengendalian
kualitas
merupakan
manajemen
untuk
mengukur
karakteristik dari produk,dan membandingkannya dengan spesifikasi serta mengambil sebuah tindakan perbaikan yang sesuai jika terdapat perbedaan antara produk dengan spesifikasi yang ditentukan. Pengendalian kualitas merupakan salah satu cara untuk memelihara serta meningkatkan mutu sehingga produk yang dihasilakan dapat memuaskan konsumen. Beberapa macam alat yang digunakan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah dalam sebuah pengendalian kualitas antara lain ( Anonimb, 2008): 1. Check Sheet Check Sheet merupakan alat bantu yang berbentuk formulir pemeriksaan yang berisikan indikator-indikikator untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Check Sheet disajikan dalam bentuk yang komunikatif sehingga mudah untuk dipahami. Bentuk Check Sheet dapat commit to user berbeda untuk setiap situasi dan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhannya,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seperti check sheet untuk jenis kecacatan, check sheet jumlah produk cacat, check sheet untuk penyebab kecacatan dan lain-lain. Apabila memungkinkan akan lebih baik jika modelnya dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan lokasi kecacatan. Kreativitas memegang peranan penting dalam merancang check sheet. Tujuan pembuatan check sheet ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan. 2. Diagram Pareto Diagram pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang terurut berdasarkan data yang paling besar ke nilai data yang paling kecil. Data yang diplot kebanyakan data prosentase kecacatan atau penyebab kecacatan. Dengan diagram pareto dapat dilihat adanya faktor-faktor yang mempunyai dampak paling besar terhadap proses, yang kemudian dapat mempermudah kita untuk menganalisa dan menemukan solusi yang paling tepat untuk sebuah perusahaan. Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto, antara lain : a. Menentukan metode yang akan digunakan untuk mengklarifikasi data, berdasarkan jenis permasalahan, penyebab kecacatan dan lain-lain. b. Menetapkan parameter yang akan digunakan untuk membuat urutan dari karakteristik. c. Mengumpulkan data dalam interval waktu yang sesuai d. Menjumlahkan data kemudian mengurutkannya dari yang terbesar ke yang terkecil e. Menghitung prosentase kumulatif f. Membuat diagram pareto dan mencari karakteristik data yang mempunyai nilai frekuensi terbesar. 3. Diagram Tulang Ikan Diagram tulang ikan merupakan suatu alat bantu yang berbentuk garis yang tersusun dari garis-garis dan simbol untuk menggambarkan hubungan sebab dan akibat dari permasalahan. Dengan adanya diagram to user kita untuk mengetahui berbagai tulang ikan maka dapat commit memudahkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyebab suatu masalah secara terorganisir sehingga memudahkan kita untuk mencari atau memberikan solusi dari permasalahan tersebut dan memudahkan kita untuk menganalisa permasalahan tersebut. Sebab-sebab yang ada dikelompokkan menjadi beberapa sebab utama, yaitu : material, pekerja (man), metode kerja (method), mesin (machine), dan lingkungan (environtment). Langkah-langkah pembuatan diagram tulang ikan atau fishbone diagram untuk mengidentifikasi sebab-sebab adalah sebagai berikut : a. Menentukan karakteristik mutu yang akan diperbaiki b. Memilih karakteristik mutu dan menulisnya pada sebuah kotak disebelah kanan , kemudian memberi gambar tulang ikan ke belakang. Sebab-sebab utama (material, machine, man, dan lain-lain) yang mempengaruhi karakteristik mutu sebagai tulang yang besar dituliskan pada tulang-tulang yang besar. c. Menulis sebab-sebab kedua yang mempengaruhi tulang besar (sebab utama) sebagai tulang ukuran sedang, dan tulis sebab-sebab ketiga pada tulang ukuran sedang sebagai tulang bahan paling kecil d. Menentukan kepentingan tiap faktor dan memberi tanda pada faktor yang kelihatannya mempunyai pengaruh paling besar pada karakteristik mutu. e. Mencatat informasi yang diperlukan f. Memeriksa kembali apakah semua item yang mungkin telah menyebabkan penyimpangan telah tercantum dalam diagram. Bila semua telah tercantum dan hubungan sebab akibat juga telah tergambar dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap
K. HACCP Salah satu cara untuk menjaga keamanan pangan dari produsen pangan antaranya adalah dengan menerapkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). HACCP adalah sistem jaminan mutu yang mendasarkan commit tobahwa user Hazard ( bahaya) dapat timbul kepada kesadaran atau penghayatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan pengujian produk akhir (Thaher, 2005). Menurut Thaher (2005). HACCP mempunyai 7 prinsip yaitu: 1. Analisa Bahaya Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain sebagainya. Dalam tahap ini, semua bahaya (biologis, kimia dan fisik) yang mungkin muncul pada setiap tahapan proses produksi ditabulasi dan dideskripsikan, termasuk tindakan pencegahannya (preventive measures) untuk mengendalikan bahaya tersebut. 2. Penetapan CCP (Critical Control Point)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Haruskah ada Upaya Pengendalian (UP)? (P1) Perlu UP
Tidak Perlu UP Bukan CCP
Apakah tahap ini dirancang khusus untuk mengeliminasi atau mereduksi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas tertentu yang bisa diterima? (P2)
Selesai*
Ya
Tidak
Dapatkah kontaminasi dengan bahaya identifikasi timbul sebagai limpahan dari batas diterima atau dapatkah bahaya tersebut meningkat hingga batas yang tak diterima? (P3)
Ya
Tidak
Bukan Suatu Titik Kendali Kritis
Selesai*
Titik Kendali Kritis (CCP)
Akankah urutan tahap mampu menghilangkan bahaya teridentifikasi atau mengurangi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas yang bisa diterima? (P4)
Ya
Bukan Suatu Titik Kendali Kritis
Selesai*
Tidak
*) Diteruskan ke tahap selanjutnya sesuai proses yang dideskripsikan
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. 3. Penetapan CL (Critical Limit) Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima" dan "yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Prosedur Pemantauan CCP Kegiatan pengamatan
pemantauan
terencana
dan
(monitoring) terjadwal
adalah
terhadap
pengujian efektifitas
dan proses
mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan. 5. Penetapan Tindakan Koreksi Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian
proses
produksi
sebelum
semua
penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya.
Tindakan
koreksi
yang
dapat
dilakukan
selain
menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk. 6. Penetapan Prosedur Verifikasi Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. 7. Perekaman Data/Dokumentasi Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan commitwaktu to usertertentu. Dokumentasi mencakup dipertahankan selama periode
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.
L. Sanitasi Sanitasi merupakan pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran hasil olahan, menjaga nilai estetika konsumen serta menciptakan lingkungan kerja yang bersih, aman, dan nyaman. Sanitasi pangan merupakan hal yang sangat penting dalam industri
pengolahan hasil makanan karena dapat
mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan. Sanitasi diperlukan mulai dari bahan baku sampai produk akhir atau produk siap dikonsumsi sehingga dihasilkan produk akhir yang terjaga keamanannya (Jennie , 1988). Limbah adalah zat sisa yang dihasilkan dari suatu proses produksi yang dapat mencemari lingkungan. Kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Limbah yang dihasilkan pada perusahaan pengolahan pangan umumnya ada 2 macam yaitu : limbah padat, dan limbah cair. Limbah padat berupa padatan yang tidak dapat larut dalam air, sedangkan limbah cair merupakan limbah yang berbentuk cair.
1. Sanitasi Peralatan
Menurut Winarno dan Surono (2002), prosedur untuk melaksanakan sanitasi harus sesuai dengan jenis dan tipe mesin atau alat pengolahan. Standar yang digunakan adalah: a. Pre Rinse atau langkah awal yaitu menghilangkan kotoran dan sisa makanan dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran commit to user dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pembersihan yaitu menghilangkan kotoran dengan cara mekanis atau mencuci dengan lebih efektif. c. Pembilasan yaitu membilas kotoran dengan pembersih seperti sabun atau detergen dari permukaan. d. Pengecekan visual yaitu memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat-alat bersih. e. Penggunaan desinfektan yaitu untuk membunuh mikroba. f. Pembersihan dengan air bila diperlukan untuk membilas cairan desinfektan yang padat. g. Drain dry atau pembilasan kering dengan desinfektan atau final rinse dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka atau dilap.
2. Sanitasi Karyawan
Menurut Winarno dan Surono (2002), kebersihan karyawan dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, karena sumber cemaran terhadap produk dapat berasal dari karyawan. Karyawan di suatu pabrik pengolahan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan merupakan kontaminasi bagi produk pangan maka kebersihan karyawana harus selalu diterapkan. Faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi karyawan akan mengakibatkan gangguan yang akhirnya akan menghambat proses produksi. Kebersihan pekerja yang menangani makanan sangat penting perannya dalam mencegah perpindahan penyakit ke dalam makanan. Persyaratan bagi pekerja ini yang penting adalah kesehatan yang baik mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat penyimpanan bakteri petogen, kebersihan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran bakteri oleh pekerja serta keamanan untuk mengerti tentang sanitasi merupakan syarat agar program sanitasi berjalan dengan efektif. Kesehatan karyawan sangat penting selama proses pengolahan, karena pelayanan kesehatan commit to user pada pekerja yang tidak diperhatikan akan merugikan, tidak saja karena
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sakitnya pekerja tetapi dapat pula terjadi pada pekerja yang sebenarnya sakit tetap bekerja dengan demikian dapat menularkan bibit penyakitnya ke hasil olahan yang dikerjakan. Pengawasan kebersihan pekerja dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala, menjaga kebersihan pekerja (rambut, kulit, tangan, kuku dan pakaian) (Jenie, 1999). 3. Sanitasi Ruangan
Menurut Winarno dan Surono (2002), agar ruangan tetap bersih dan bebas dari sumber mikrobia beserta sporanya, dinding ruangan harus terbuat dari bahan yang bisa dilap dan dipel dengan desinfektan secara rutin dan harus dilakukan pembersihan ruangan secara menyeluruh. Pada pengaturan lantai, pertemuan lantai dengan dinding harus melengkung dan kedap air, sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah dibersihkan dan menghindari genangan air. Langit-langit harus dirancang untuk mencegah akumulasi
kotoran
dan
meminimalkan
kondensasi
agar
mudah
dibersihkan. Ventilasi harus cukup untuk mencegah panas yang berlebih dan dilengkapi dengan alat pelindung lain yang tidak korosif. Bangunan yang didirikan harus berdasarkan persyaratan teknik dan higienis sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan. Bagian-bagian bangunan yang berhubungan dengan sanitasi adalah sebagai berikut : a. Lantai 1) Lantai di tempat-tempat yang digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya basah, seperti pada tempat penerimaan dan pembersihan gudang, ruang penanganan dan pengolahan harus cukup kemiringannya, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan lama dan mudah dibersihkan. 2) Lantai harus sesuai berbentuk sudut di bagian tengah dan masingmasing ke bagian pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan 45° terhadap horizontal. 3) Pertemuan antara lantai dengan dinding harus melengkung dan kedap air, sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah commit to user dibersihkan dan menghindari genangan air.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Permukaan lantai harus halus dan tidak kasar, berpori serta bergerigi, agar mudah dibersihkan dan tidak merupakan sumber mikroorganisme. b. Dinding 1) Permukaan dinding bagian dalam dari ruangan yang sifatnya untuk pekerjaaan basah harus kedap air, permukaan halus dan rata serta berwarna terang. 2) Bagian dinding sampai ketinggian 2 m dari lantai, harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan kimia. 3) Sudut antar dinding, antara dinding dan lantai dan antara dinding dengan langit-langit harus tertutup rapat dan mudah dibersihkan.
c. Langit-langit 1) Harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi serta mudah dibersihkan. 2) Ruangan pengolahan harus mempunyai langit-langit yang tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, kedap air dan berwarna terang. d. Ventilasi 1) Ventilasi harus cukup untuk mencegah panas yang berlebihan, kondensasi uap dan debu serta untuk membuang udara yang terkontaminasi. 2) Arah aliran udara harus diatur dari daerah yang berudara bersih ke daerah yang berudara kotor, jangan sampai terbalik. 3) Ventilasi harus dilengkapi dengan tabir atau alat pelindung lain yang tidak korosif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI
A. Tempat dan Tanggal Pelaksanaan Tugas Akhir “Pengendalian Mutu Dan Penerapan Konsep Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) Sirup Kartika” ini dilakukan pada tanggal 6 – 10 Juni 2011. Bertempat di P.T. Kartika Polaswati Mahardika yang beralamat di Jln. Ahmad Yani No. 89 Gubug Kabupaten Grobogan.
B. Sistem Pengambilan Data 1. Pengumpulan Data secara Langsung a) Wawancara Melaksanakan wawancara secara langsung dengan pekerja yang berkaitan dengan masing-masing proses mulai dari bahan baku sampai menjadi produk akhir. b) Observasi Melakukan pengamatan secara langsung mengenai kondisi dan kegiatan yang ada di lokasi industri kecil menengah c) Dokumentasi dan Data - Data Mendokumentasikan dan mencatat data atau hasil - hasil yang ada pada pelaksanaan kegiatan. 2. Pengumpulan Data secara Tidak Langsung a) Studi Pustaka Mencari
dan
mempelajari
pustaka
mengenai
permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan Dalam kegiatan ini dilakukan beberapa macam uji sirup yaitu meliputi uji Air, gula total, pH, kekentalan-viskositas, padatan terlarut, timah(Pb). 1. Uji gula Metode : Nelson Somoghi (Spektrofotometer) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Prinsip : Glukosa direaksikan Nelson C, akan tereduksi membentuk CO2O, CO2O yang tereduksi akan direaksikan 1 ml arsenomalida dan membentuk warna biru, diencerkan aquadest 10 ml. Di tera dengan spektrofotometer, dengan panjang gelas 540 ml. Cara kerja : -
Ambil sampel 2 gr
-
Masukan erlenmeyer
-
+ HCL 6,5 dan 3 ml
-
Panaskan suhu 800C selama 10 menit
2. Padatan Terlarut Metode : Pemanasan oven Prinsip : Di panaskan sampai air habis -
Timbang sampel air botol kosong
-
Di catat berat A gram
-
Di tambah sampel
-
Di oven selama 12 jam (suhu 1050)
-
Ditimbang beratnya C gram
Metode : oven Prinsip : penguapan -
Timbang sampel 5 gram
-
Diencerkan 100 ml
-
Disaring
-
Ambil 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam botol kosong
3. pH Metode : Elektrolisis Prinsip : Masukan pH meter ke dalam alat pH meter lalu akan menunjuk. -
Sampel dimasukkan pH meter lalu pH menunjuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Identifikasi Bahaya (Fisik, Kimia, Mikrobiologis) CCP Batas/Limit Kritis CCP Pemantauan CCP Tindakan Koreksi Verifikasi Dokumentasi Gambar 4.2. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan Kartika Polaswati Mahardika didirikan tanggal 5 Januari 1975 dengan usaha pertama adalah memproduksi sirup. Perusahaan ini awalnya merupakan perusahaan perseorangan di kota Banyuwangi yang dimiliki oleh Bapak Santoso Hidayat. Kepindahan ke kota Gubug didasari alasan bahwa di kota Gubug belum ada perusahaan sejenis, sehingga pemasarannya akan lebih mudah. Disamping itu, biaya tenaga kerja didaerah ini lebih murah dibandingkan dengan kota Banyuwangi. Awalnya perusahaan Kartika Polaswati Mahardika berdiri dengan nama Usaha Dagang (U.D) Katika yang bergerak di hasil bumi. Lalu perusahaan ini berubah bentuk menjadi badan hukum atau C.V.tersebut setelah pindah ke Gubug bernama C.V. Kartika Makmur Sentosa, setalah pada tahun 1976, U.D. Kartika berkembang menjadi sebuah Perseroan Terbatas (P.T.). Setelah berubah dari UD ke P.T., usaha yang dijalani juga mengalami perubahan dari perusahaan dibidang hasil bumi ke bidang produksi pangan khususnya sirup, P.T. Kartika Polaswati Mahardika merupakan perusahaan yang bersifat swasta nasional, dengan modal dari pemegamg saham dan bantuan kredit dari bank. Saat ini, PT Kartika Polaswati Mahardika dipimpin oleh Bapak Ir. Hindarko Santoso (anak dari Bapak Santoso Hidayat) sebagai pemimpin dari perusahaan. Pada mulanya C.V. Kartika Makmur Sentosa dalam memproduksi sirupnya diberi label Bintang. Pada sirup yang diproduksinya merk Bintang ini nampaknya kurang menarik perhatian masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan omset penjualan yang tidak memenuhi target. Dengan pertimbangan agar produksi sirup itu lebih menarik perhatian commit to user menempuh kebijakan mengganti konsumen maka pemimpin perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merk Bintang dengan merk Kartika dan labelnya diperindah dan tetapi tanpa merubah penggunaan simbol terdahulu. Sirup merk Kartika ini terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan nomor MD 9000361 No. GED 136834. Sekarang nama perusahaan itu diganti dengan nama P.T. Kartika Polaswati Mahardaika. Perusahaan
Kartika
Polaswati
Mahardika
pada
mulanya
memproduksi sirup hanya berdasarkan permintaan atau untuk memenuhi pasar di daerah setempat saja. Kemudian pada akhirnya perusahaan mencari daerah-daerah pemasaran yang baru untuk meningkatkan hasil penjualan. Usaha tersebut tidak sia-sia terbukti sampai sekarang perusahaan ini masih berproduksi dan mengalami kemajuan cukup baik. 2. Letak geografis Perusahaan sirup Kartika Polaswati Mahardika terletak di kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan sekitar 30 kilometer dari kota Semarang. Lokasi perusahaan adalah di jalan raya yang menghubungkan kota Semarang dengan kota Purwodadi tepatnya di jalan Ahmad Yani No. 89 Gubug. 3. Struktur Organisasi Stuktur organisasi yang digunakan oleh P.T. Kartika Polaswati Mahardika Gubug adalah bentuk organisasi garis dan staff, karena setiap atasan mempunyai bawahan tertentu dan bertanggung jawab secara langsung pada pemimpin.
B. Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Tambahan 1. Penyediaan Bahan Baku Bahan baku merupakan hal penting dalam menentukan mutu suatu produk pangan. Untuk mendapatkan bahan baku yang baik dan berkualitas maka pihak produsen harus memilih pemasok yang benarbenar terpercaya agar bahan baku yang di pakai antara lain : gula dan air yang didapat juga baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Air yang digunakan oleh P.T. Kartika Polaswati Mahardika dalam memproduksi sirup adalah air bersih yang berasal dari perusahaan air minum (PAM). Sebelum digunakan air difiltrasi dengan alat water treatment dengan tujuan untuk menghilangkan impuritas yang ada dalam air. P.T. Kartika Polaswati Mahardika mensuplai air dari Gubug agar dapat menghemat biaya transportasi. Biaya transportasi tersebut bertujuan pengefesienan agar produk yang dihasilkan dapat dijual dengan harga terjangkau namun kualitas tetap terjaga. Standar air yang layak untuk dikonsumsi adalah tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, memiliki pH netral, tidak mengandung residu klorin, tembaga, dan mikroorganisme yang diinginkan (Woodroof & Phillips, 1974). Gula pasir yang digunakan P.T Kartika Polaswati Mahardika merupakan gula kristal (gula tebu) yang disuplai dari Semarang. Persentase gula pasir yang digunakan pada pembuatan sirup berpengaruh pada kekentalan, tingkat pemanisan dan umur simpan sirup yang dihasilkan. Menurut Soejardi (2003), gula merupakan salah satu bahan pokok yang sangat penting di Indonesia yang dihasilkan dari tanaman tebu (Saccharum officinarum). Selain itu, gula pasir memberikan rasa yang amat baik dalam produksi sirup dan tidak menyebabkan rasa sakit pada tenggorokan. 2. Spesifikasi Bahan Baku Semua bahan baku yang masuk ke pabrik harus dicek apakah telah memenuhi standar yang telah ditentukan atau belum sebagai wujud pengendalian terhadap bahan baku. Spesifikasi bahan baku yang dilakukan oleh P.T. Kartika Polaswati Mahardika tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Tabel Spesifikasi Bahan Baku Pembuatan Sirup Kartika Bahan Baku Gula
Air
Jenis Pemeriksaan Bentuk dan ukuran kristal gula seragam, tidak bau, tidak apek, tidak terdapat kotoran, warna puti, kadar air 10%, konsentrasi impuritas <20%. Bersih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
commit to user Sumber : P.T Kartika Polaswati Mahardika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penentuan spesifikasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang baik sehingga hasil akhir sirup yang didapat juga berkualitas baik. Sebab produk akhir suatu makanan sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku yang digunakan. Apabila bahan baku yang digunakan berkualitas baik maka hasil akhirnya pun berkualitas baik juga.
C. Proses Produksi Proses produksi adalah rangkaian kegiatan terpadu dan berkaitan dengan pengolahan sumber daya berupa masukan (input) menjadi produk (output) dalam jangka penyelesaian tertentu. Sistem produksi yang dilakukan dengan baik dan berkesinambungan akan menghasilkan produk bermutu dengan tingkat produktivitas, efesiensi, dan efektivitas yang tinggi. Proses produksi yang dilakukan dari bahan baku hingga menjadi produk jadi terdiri dari beberapa tahapan proses. Tahapan tersebut saling berurutan dari awal hingga akhir. Tahapan proses pembuatan sirup Kartika diantaranya : 1. Proses Persiapan Bahan Pada proses persiapan bahan yang digunakan dalam pembuatan sirup di PT. Kartika Polaswati ada 2, yaitu persiapan bahan baku utama diantaranya gula dan air, dan persiapan bahan baku tambahan diantaranya flavor, benzoat, pemanis sintetis, pewarna, asam sitrat, dan CMC. Dalam penggunaan komposisi bahan baku utama di PT. Kartika Polaswati dibedakan berdasarkan jenis sirup dengan tingkatan yang berbeda, yaitu tingkat pertama adalah
sirup Kartika Spesial
menggunakan 840 kg gula dan 150 liter air. Tingkat kedua adalah sirup Kartika Klasik menggunakah 820 kg gula dan 200 liter air. Tingkat ketiga adalah sirup Kartika Water Melon menggunakan 410 kg gula dan 300 liter air. Tingkat keempat adalah sirup Kartika Sawo Kecik menggunakan 200 kg gula dan 400 liter air. Serta tingkat kelima adalah sirup Kartika Kurma menggunakan 125 kg gula dan 500 liter air. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Proses Pemasakan Proses pemasakan dilakukan dalam ruang produksi dengan 2 tahap yaitu tahap I proses pemasakan air dengan menggunakan seperangkat pemanas air termasuk tangki stainlees steel di dalamnya, sedangkan pada tahap II dilakukan proses pemasakan antara gula dan air dengan menggunakan suhu 1000C. Pada pemasakan tahap I dan II terjadi proses pengadukan.
Sebelum
dimasak,
air
PDAM
mengalami
proses
penyaringan terlebih dahulu. 3. Proses Pendinginan Proses pendinginan bertujuan agar proses pencampuran bahan baku tambahan dapat berjalan dengan baik. Proses pendinginan ini berlangsung pada suhu ruang, dibiarkan dalam keadaan terbuka. Bahanbahan baku tambahan tidak menjadi rusak karena adanya panas yang dihasilkan selama proses pemasakan, setelah proses pemasakan selesai, dilakukan pendinginan larutan gula. Selain itu proses pendinginan ini bertujuan agar pada pengisian, botol kaca tidak pecah. Pendinginan dilakukan selama kurang lebih 10 menit (tergantung jumlah larutan gula yang diinginkan), sampai suhu larutan tersebut turun hingga lebih kurang 750C. 4. Proses Pencampuran Proses pencampuran dilakukan dalam ruang proses dangan 1 tahap yaitu proses pencampuran antara larutan gula dengan bahan-bahan baku tambahan diantaranya yaitu flavor, asam benzoat, asam sitrat, pemanis buatan, pengental dan pewarna. Pencampuran bahan tidak dilakukan pada saat pemanasan dengan tujuan untuk menghindari kerusakan bahan tambahan tersebut. 5. Pengisian dan Pemasangan Tutup Botol Setelah dilakukan pencampuran, kemudian sirup yang telah diberi flavor dan pewarna, diisikan ke dalam botol. Proses pengisian sirup ke dalam botol 620 ml dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis. to user Sirup tersebut ditampungcommit ke dalam tangki penampungan terlebih dahulu,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemudian diisikan ke dalam botol melalui kran yang terdapat pada tangki dengan bantuan selang. Setelah proses pengisian selesai dilanjutkan dengan proses pemasangan tutup botol dengan mesin pemasangan tutup botol. 6. Pemasangan Segel dan Pemberian Label Pemasangan segel dan lebel perusahaan pada sirup bertujuan sebagai identitas bahwa sirup tersebut merupakan produk dari P.T. Kartika Polaswati Mahardika. Label yang siap untuk dilekatkan pada botol adalah lebel yang telah mempunyai tanggal kadaluwarsa (2 tahun). Proses pemasangan segel dan pemberian label dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis. Selain menggunakan mesin otomatis, perusahaan juga menggunakan tenaga manual (manusia) pada proses pelabelan sirup. Pemasangan label dengan tenaga manusia dikhususkan untuk produk sirup yang diproduksi dalam jumlah sedikit yaitu sirup Kartika grade rendah (Sirup Kartika Water Melon, Sawo Kecik dan Kurma). Setelah proses pemasangan tutup botol, botol sirup yang telah terisi larutan sirup tersebut harus melalui proses pelekatan segel dilakukan terlebih dahulu di permukaan atas botol yang telah ditutup dengan tutup botol dengan menggunakan mesin pelekat. Sedangkan pemasangan label pada botol sirup Kartika grade tinggi dilakukan dengan bantuan mesin pelekat label. 7. Pengemasan PT, Kartika Polaswati Mahardika dalam pengemasan produk sirupnya menggunakan botol kaca bening sebagai pengemas primer. Pemilihan botol kaca bening didasarkan pada beberapa alasan yaitu botol kaca melindungi produk sirup dari kerusakan, seperti masuknya kotoran, dengan digunakannya botol kaca bening sebagai pengemas primer, konsumen dapat melihat isi di dalam botol tersebut bersih dan layak untuk dikonsumsi. Selain itu konsumen hanya perlu memberi botol baru jika botol kepunyaannya rusak (pecah). Jika tidak rusak konsumen hanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perlu membeli isi ulangnya saja. Botol hanya perlu ditukar, konsumen tidak harus membeli botol baru. Sedangkan pengemas sekunder P.T. Kartika Polaswati Mahardika menggunakan karton dan krat. Kemasan sekunder ini bertujuan untuk melindungi
produk
selama
penyimpanan
dan
mempermudah
pengangkutan. Karton yang di gunakan untuk mengemas produk jadi memiliki kapasitas dan volume yaitu tiap karton berisi 12 botol dan tiap botol 620 ml. Volume tiap karton adalah 7440 ml. Sedangkan penggunaan
krat bertujuan untuk mengurangi jumlah limbah karton
bekas kemasan kardus. Terdapat pula tempat yang berfungsi untuk menampung produk yang telah jadi.
D. Produk Akhir Pengawasan mutu produk jadi pada P.T. Kartika Polaswati Mahardika dilakukan secara manual. Pengawasan mutu produk ini dilakukan dengan mengadakan uji fisik
dari produk yang telah dihasilkan. Pada proses
pengawasan mutu produk jadi ini, botol yang sudah berisi sirup akan dilewatkan di atas conveyor belt, dan akan melewati lampu detektor. Pekerja melihat satu per satu botol yang lewat, apakah ada kotoran dari alat dan botol di dalam sirup tersebut atau tidak. Jika terdapat kotoran dalam botol sirup tersebut diambil, dan akan mengalami proses produksi dari awal lagi. Tetapi jika tidak ditemukan kotoran dalam botol tersebut, maka botol dibiarkan lewat dan kemudian ditutup. Setelah melalui proses penutupan, dilakukan pemasangan segel, dan pemberian label.
E. Pengendalian Mutu 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor yang menentukan dalam proses produksi atau pembuatan bahan makanan. Jika bahan baku yang digunakan mutunya baik maka diharapkan produk yang dihasilkan juga commit to useruntuk menjaga agar bahan-bahan berkualitas. Evaluasi mutu dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang akan digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan
sehingga dihasilkan produk yang sesuai
dengan standar mutu yang diinginkan ( Kamarijani, 1983 ). Bahan baku dalam pembuatan sirup ialah gula dan air. Mutu akhir produk jadi sangat ditentukan oleh mutu bahan mentah. Pengawasan mutu bahan baku pada P.T. Kartika Polaswati Mahardika dilakukan secara manual untuk melihat kontaminasi fisik pada gula yang akan diproses. Biasanya kontaminan
tersebut berupa kerikil dan semut.
Pengawasan bahan baku ini hanya menggunakan penglihatan mata. Standar mutu gula kristal yang digunakan oleh P.T. Kartika Polaswati Mahardika antara lain adalah: a. Bentuk dan ukuran kristal gula seragam b. Kadar air di dalam gula kristal tersebut kurang lebih 10% c. Warna gula kristal relatif cerah d. Konsentrasi impuritas <20% Standar mutu tersebut sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh SNI gula kristal putih 01-3140-2001 yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel. 4.2. Syarat mutu gula kristal putih No. 1. 1.1 1.2 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 9.1 9.2 10.
Kriteria uji Warna Warna kristal Warna larutan (ICUMSA) Besar jenis butir Susut pengeringan Polarisasi (°Z, 20°C) Gula pereduksi Abu Bahan asing tidak larut Bahan tambahan makanan : - Belerang dioksida (SO2) Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Arsen (As)
Sumber : SNI 01-3140-2001
GKP 1
Persyaratan GKP 2
GKP 3
% Iu Mm % b/b “Z” % b/b % b/b Derajat
Min. 90 Maks. 250 0,8-1,2 Maks. 0,1 Min. 99,6 Maks. 0,10 Maks. 0,10 Maks. 5
Min. 65 Maks. 350 0,8-1,2 Maks. 0,15 Min. 99,5 Maks. 0,15 Maks. 0,15 Maks. 5
Min. 60 Maks. 450 0,8-1,2 Maks. 0,20 Min. 99,4 Maks. 0,20 Maks. 0,20 Maks. 5
mg/kg
Maks. 30
Maks. 30
Maks. 30
mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 2 Maks. 2 Maks. 1
Maks. 2 Maks. 2 Maks. 1
Maks. 2 Maks. 2 Maks. 1
Satuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bahan baku kedua yang digunakan dalam pembuatan sirup Kartika ialah air. Air sangat berperan penting dalam semua tahapan proses pembuatan suatu minuman. Parameter air yang baik adalah tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas dari kotoran. Apabila telah memenuhi syarat tersebut maka dapat digunakan untuk semua proses pembuatan. Namun apabila tidak sesuai perlu dilakukan beberapa perlakuan untuk memperbaiki seperti filtrasi, water treatment, perebusan. 2. Pengendalian Mutu Proses Produksi Pengendalian mutu proses produksi dilakukan dengan pengecekan di setiap tahapan proses. Hal ini dilakukan supaya di setiap tahapan proses juga terkendali. Pada proses persiapan bahan dilakukan pengecekan komposisi bahan baku utama yaitu gula dan air dengan cara penimbangan berat bahan baku utama berdasarkan jenis sirup yang akan diproduksi. Pada tahapan proses pemasakan, proses pemasakan air PAM hingga mendidih pada suhu 1000C yang dilakukan oleh P.T. Kartika Polaswati Mahardika diawali dengan proses penyaringan air PDAM tersebut menggunakan kain saring. Penyaringan dilakukan bertujuan untuk memisahkan suatu cairan dari bahan padat yang terdapat pada cairan itu dengan cara menuangkan cairan tersebut pada bahan penyaring, misalnya kertas saring atau kain saring (Sudarmaji dkk, 1989). Pemasakan tahap 2 yaitu pemasakan pada suhu 2000C antara air yang telah dimasak pada pemasakan tahap I, gula tebu, dan siklamat dengan cara penambahan bahan tersebut setelah proses pemasakan 1 pada tangki stainlees steel. Pemasakan tahap I bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam air PAM. Sedangkan pemasakan pada tahap II bertujuan untuk membunuh mikroorganisme hidup yang terdapat pada bahan-bahan yang di tambahkan ke dalam air dan melarutkan gula dalam air tersebut (Fellows, 1992). Setelah proses pemasakan tahap II selesai, P.T. Kartika Polaswati commit to user Mahardika melakukan pendinginan pada larutan yang telah dihasilkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui proses pemasakan tahap II tersebut selama kurang lebih 10 menit dan suhu diturunkan dari 2000C menjadi 750C. Proses pendinginan dilengkapi dengan penentuan besar suhu dengan menggunakan termometer. Setelah proses pendinginan, dilakukan proses pencampuran larutan tersebut dengan flavor dan pewarna dengan bantuan mixer bertenaga 1,5 pK (electrometer). Selama proses pencampuran, mixer yang digunakan harus dalam keadaan aseptis. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada sirup. Pencampuran ini tidak pernah dilakukan pada saat cairan dalam keadaan panas karena dapat menyebabkan kerusakan pada bahan baku tambahan tersebut, selain itu karena kenaikan suhu dapat mengubah tekstur dan sifat sensori pada flavor. Penyebab lainnya adalah karena pemanasan yang ada dapat mengubah struktur karbohidrat, protein, dan lemak dalam bahan-bahan tambahan
makanan
tersebut
(Fatimah,
2006).
Tujuan
proses
pencampuran ini adalah agar sirup Kartika yang diprodukasi memiliki warna dan flavor yang merata di seluruh bagian sirup. Sehingga diharapkan secara sensori, sirup tersebut dapat digemari konsumen. Mixer terletak pada bagian dalam tabung dimana terjadi proses pencampuran. Proses pengisian sirup ke dalam botol-botol yang telah dicuci bersih
dilakukan dengan menggunakan mesin filler. Cara kerjanya
adalah sirup yang telah berada di dalam tangki penampung dituangkan ke dalam botol melalui kran yang terdapat pada tangki dengan bantuan selang. Proses ini tidak lepas dari peran pompa. Hal ini mengingat cairan yang semakin kental, akan semakin sulit dialirkan maka dari itu, P.T. Kartika Polaswati Mahardika menggunakam pompa yang bertenaga listrik. Pompa ini berfungsi untuk memudahkan proses pemindahan larutan sirup yang kental tersebut. Botol yang telah terisi dengan larutan sirup di tutup dengan tutup commit to userPada proses pemasangan secara botol secara otomatis atau manual.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
otomatis atau manual, P.T. Kartika Polaswati Mahardika masih menggunakan tutup botol sederhana (tanpa ulir). Pemasangan tutup botol otomatis dilakukan dengan bantuan mesin penutup botol pada proses produksi sirup Kartika grade tinggi. Sedangkan pemasangan tutup botol secara manual ini dilakukan pada proses produksi sirup Kartika grade rendah secara aseptis yaitu sebelum memasangkan tutup botol. Pegawai yang bertugas memasangkan tutup botol selalu mencuci tangan hingga benar-benar bersih terlebih dahulu. Menurut Haryanto (2005), cara pemasangan tutup botol secara manual adalah dengan meletakkan botol dibawah silinder perapat, lalu tutup beserta karetnya dipasang. Kemudian pengukitnya ditekan ke bawah dan tutup akan ditekan oleh silinder perapat hingga tutup tersebut dapat dipasang secara rapat pada permukaan atas botol. Namun, tutup botol yang terbuat dari logam tersebut masih memungkinkan terjadi korosi (Winarno, 1980). Penyegelan bertujuan untuk menghindari adanya pemalsuan produk. Sedangkan pelabelan bertujuan sebagai identitas bahwa sirup tersebut merupakan produk asli dari P.T. Kartika Polaswati Mahardika. Label sirup Kartika ditempelkan di bagian badan botol. Proses pemberian label dilakukan dengan mesin otomatis yang menginformasikan tentang nama dagang, volume, bahan-bahan yang digunakan, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa, ijin departemen kesehatan dan label halal dari MUI. Segel dan label yang terpasang pada botol melambangkan bahwa sirup tersebut siap untuk dipasarkan dan layak untuk dikonsumsi. Sebelum dikemas secara sekunder, sirup yang telah melalui proses pelabelan dikumpulkan di tempat yang melingkar. Tempat yang melingkar tersebut merupakan bagian akhir dari rangkaian mesin yang berguna untuk proses produksi. Jika proses pencucian dan pengeringan dilakukan untuk menjamin tingkat kebersihan pengemas primer, untuk menjamin tingkat kebersihan pengemas sekunder, perlu dilakukan analisa terhadap jenis-jenis bahan pengemas sekunder yang akan digunakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Air PDAM
Filtrasi
impuritas
Air Baku Gula Pemasakan air 1000C Botol kosong Layak daur ulang
Pemasakan hingga 2000C
Penghilangan label botol
Pendinginan hingga 750C
Pencucian botol
Pencampuran
Pengeringan botol
Pengisian sirup dalam botol
Siklamat CMC (hanya untuk grade rendah)
Penutupan botol
Botol bersih
Label
Tutup botol
Krat
Benzoat Pewarna Flavour
Pelabelan dan penyegelan primer Segel
Kardus karton
Penyegelan sekunder
Produk sirup kartika
Pengemasan Sekunder Gambar 4.1. Diagramcommit Alir Proses Pembuatan Sirup Kartika to user Sumber : P.T. Kartika Polaswati Mahardhika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pengendalian Mutu Produk akhir Dalam rangka peningkatan daya saing produk pertanian. Mutu produk akhir harus mampu memenuhi preferensi pasar. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilaksanakan Program Pengembangan Sistem Jaminan Mutu hasil Pertanian yang meliputi produk primer dan produk akhir. Untuk produk primer merupakan upaya untuk mendorong penerapan teknologi ramah lingkungan oleh petani, penanganan mutu tiap tahapan proses produksi pemasaran. Sedangkan untuk produk akhir merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas bahan baku industri pengolahan, pengembangan proses pengolahan secara higienis
dan
meningkatkan produk akhir ( Anonim, 2004). Dalam menjaga mutu sirup yang dihasilkan oleh pabrik maka dilakukan pengecekan terhadap produk yang dikeluarkan. Pengecekan ini dilakukan supaya kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap produk terjaga. Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Uji Kimia Sirup Kartika dengan SNI 013544-1994 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Uji Air Padatan Terlarut PH Gula total Viskositas Pb
Hasil ulangan I 25,9127 % 74,0820 Brix 3,53 69,4115 % 1,5819 Poise 0,76115 ppm
Hasil ulangan II 26,2242 % 73,7757 Brix 3,54 69,5177 % 1,5829 Poise 0,7622 ppm
Persyaratan Min. 65 % Maks 1,0 ppm
Sumber : Hasil Uji Laboratorium
Dari Tabel 4.3. gula total sirup kartika dari yang P.T Kartika Polaswati Mahardika adalah 69,4115 % sedangkan menurut SNI 013544-1994 adalah Min. 65 %, dan Pb pada Sirup Kartika Polaswati Mahardika adalah 0,76115 ppm sedangkan menurut SNI 01-3544-1994 adalah Maks. 1,0 ppm. Maka dapat disimpulkan bahwa kadar gula dan Pb sudah sesuai dengan SNI.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) HACCP adalah suatu alat (tools) yang digunakan untuk menilai tingkat bahaya, menduga perkiraan risiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses dari pada pengujian produk akhir yang biasanya dilakukan dalam cara pengawasan tradisional (Suklan, 1998). Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis: 1. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan. 2. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi. Diagram Penerapan HACCP dapat dilihat pada Gambar 4.2 yang menjelaskan langkah-langkah penerapan HACCP dimulai dari bahaya yang mungkin ditimbulkan dari bahaya fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Dari bahaya tersebut dapat ditentukan Critical Control Point (CCP), batasan kritis CCP. Kegiatan selanjutnya verifikasi dari proses-proses keseluruhan dan dokumentasi yang berfungsi sebagai bukti nyata yang dapat diakses kapan saja. Identifikasi Bahaya (Fisik, Kimia, Mikrobiologis) CCP Batas/Limit Kritis CCP Pemantauan CCP Tindakan Koreksi Verifikasi Dokumentasi commit to user Gambar 4.2. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Deskripsi Produk Untuk menerapkan konsep HACCP, perlu untuk diketahui terlebih dahulu produknya. Karena dengan adanya pendeskripsian tentang produk tersebut dapat memberikan informasi untuk mengetahui pengendalian produk akhir, sehingga produk tersebut aman untuk dikonsumsi. Informasi
mengenai
sifat-sifat
fisik,
komposisi,
perlakuan
mikriostatis, daya simpan, pengemasan hingga cara penyajian, serta adanya informasi tentang kadaluarsa, tanggal produksi, isi, informasi nilai gizi dan nomor ijin BPOM serta MUI dinamakan deskripsi produk (Harris, 1989). Tujuan dari adanya pendeskripsian produk adalah memberikan informasi untuk mempermudah dalam tahapan berikutnya yeng meliputi analisa bahan baku, proses, signifikasi bahaya, penetapan CCP hingga rancangan HACCP. Tabel 4.4. Deskripsi Produk Sirup Kartika Nama Produk Bahan Baku Utama Bahan Tambahan Proses Pengolahan
Kemasan Primer Umur Simpan Saran Penyimpanan Populasi Sensitif Cara Penggunaan
Sirup Kartika Air, Gula Flavor, pewarna, benzoat, asam sitrat, pemanis sintesis, pengental (CMC) Melalui 6 tahapan, yaitu : Proses pemasakan, proses pendinginan, proses pencampuran, proses pengisian botol dan pemasangan tutup botol, proses pemasangan segel dan label, proses pengemasan Botol kaca bening 620 ml 2 Tahun Di simpan pada suhu ruang Dapat dikonsumsi secara umum Ditambahkan air minum
Komposisi bahan memberikan informasi tentang kandungan yang ada di produk, untuk memastikan tidak adanya kandungan berbahaya dalam produk tersebut, sehingga penerapan HACCP mudah karena dapat dianalisa dari bahan baku serta tambahan produk tersebut. Proses
pengolahan
memberikan
informasi
mengenai
proses
pembuatan produk. Dari proses tersebut dapat menjadikan dasar untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengetahui ada tidaknya titik kendali kritis. Dari informasi tersebut, dapat mengetahui titik kendali kritis terdapat dalam proses tertentu, sehingga dapat diberikan solusi atau cara pencegahannya. Umur dan saran penyimpanan bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen agar konsumen lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi. Cara penyimpanan yang tepat dapat menjadikan produk tersebut tetap aman untuk dikonsumsi. Cara penggunaan produk yang benar juga sangat penting untuk menanggulangi kerusakan produk. b. Analisa Bahaya Analisa bahaya bertujuan untuk mengetahui bahaya-bahaya yang kemungkinan terjadi saat proses pengambilan bahan baku hingga pemasaran. Hal ini menjadikan analisa bahaya sangat penting, karena dengan diketahuinya bahaya tersebut, dapat diketahui cara pengendalian sehingga produk tersebut aman untuk dikonsumsi. Bahaya-bahaya tersebut meliputi bahaya biologi, kimia dan fisika. Dengan mengetahui perbedaannya, sehingga cara pengendaliannyapun juga berbeda perlakuannya. Misalnya bahaya fisik dapat ditanggulangi dengan filtrasi, biologi dengan pemanasan atau pendinginan, serta kimia dengan penambahan larutan tertentu. Tabel 4.5. Analisis bahaya dalam bahan baku Bahan Baku Air
Gula
Pemanis
Bahaya B = E. coli K = Antibiotik kaporit F = Cemaran benda asing (pasir) K = Cemaran ion logam (timbal, tembaga, arsen) F = Cemaran benda asing (kerikil, pasir) F = cemaran benda asing K = cemaran kimia
-
commit to user
Cara Pengendalian Filtrasi Perebusan Direbus hingga matang Uji Kimia Membeli barang aman, sortasi ulang Apabila bahan baku tidak sesuai standar, maka bahan baku ditolak Apabila bahan baku tidak sesuai standar, maka bahan baku ditolak Maks. Penggunaan 3g/kg
perpustakaan.uns.ac.id
Bahan Baku Benzoat
digilib.uns.ac.id
Bahaya F = cemaran benda asing K = cemaran kimia
-
Pewarna
F = cemaran benda asing K = cemaran kimia
-
Cara Pengendalian Uji pH 2,5-4,0 Apabila bahan baku tidak sesuai standar, maka bahan baku ditolak Maks. Penggunaan 600mg/kg Apabila bahan baku tidak sesuai standar, maka bahan baku ditolak Maks. Penggunaan 70mg/l
Keterangan : K = Kimia; B = Biologi; F = Fisika
Bahaya biologi dapat diperoleh dari berbagai hal, yaitu dari kontaminasi silang pada kemasan dan udara. Bahaya kimia dapat terjadi akibat penyimpanan yang kurang benar. Kotoran yang menjadikan bahaya kimia didapat dari pengemasan bahan. Dengan mengetahui bahaya dan pencegahannya, maka bahan tersebut sudah layak untuk diproses. Selain pada bahan baku dan tambahan, analisa bahaya dalam proses produksi sangat penting. Hal ini memberikan informasi tentang kemungkinan adanya bahaya pada proses yang dapat mengakibatkan produk menjadi rusak dan berbahaya untuk dikonsumsi. Tabel 4.6. Analisis Bahaya Proses Produksi Proses Pemasakan
Pendinginan
Pencampuran
Bahaya B = Masih adanya mikroorganisme yang tidak mati saat pemanasan. F = Kontaminasi benda asing (kerikil, kotoran, potongan rambut). B = Serangga F = Cemaran benda asing (kotoran, sarang labalaba, potongan rambut) B = Serangga F = Cemaran benda asing (potongan rambut, sarang laba-laba)
-
-
Pemantauan pada proses pendinginan
-
Pemantauan proses pencampuran, urutan, takaran bahan yang dicampur Kebersihan alat, tempat serta lama proses pencampuran
-
Proses
commit to user
Bahaya
Cara Pengendalian Pengecekan suhu Pengecekan secara visual saat proses (dari awal hingga akhir proses)
Cara Pengendalian
perpustakaan.uns.ac.id
Pengisian botol dan pemasangan tutup botol
digilib.uns.ac.id
B = Mikroba F = Kotoran K = Karat pada tutup botol -
Pemasangan segel dan pemberian label Pengemasan
B F K B F K
= = = = = =
Kotoran -
Pemantauan pada proses pengisian botol dari awal sampai akhir Pemeriksaan pada tutup botol berkarat atau tidak Pemberian ultra violet untuk membunuh mikroba
-
-
Pemantauan proses pengemasan dari awal hingga akhir
Keterangan : K = Kimia; B = Biologi; F = Fisika
Proses pembuatan Sirup Kartika meliputi beberapa tahapan. Tahapan tersebut diantaranya pemasakan, pendinginan, pencampuran, pengisian botol dan pemasangan tutup botol, pemasanan lebel dan pemberian sampel, pengemasan. Pada proses pemasakan
terdapat beberapa bahaya, yaitu bahaya
fisika, kimia dan biologi. Bahaya fisika terjadi apabila ada kotoran yang tercampur pada sirup. Penyebab kemungkinan dari air yang kurang bersih sebelun di kirim ke P.T. Kartika Polaswati Mahardika. Hal ini dapat dicagah dengan pemyaringan air PDAM sebelum digunakan pada proses pemasakan. Pada tahapan lain, terdapat bahaya fisika dan biologi, karena alatalat tersebut mengalami sanitasi setelah produksi sebelumnya, hingga tidak ada bahaya kimia. Bahaya biologi dan fisika dimungkinkan dari bahan tambahan yang di tambahkan sewaktu proses pencampuran dan setalah pencampuran serta terbukanya penutup sewaktu memberikan bahan baku tambahan sehingga udara dapat mengkontaminasi. Cara pengendalian yang dilakukan di antaranya sanitasi setiap kali produksi, sortasi bahan yang akan digunakan, serta monitoring pemasok dan proses produksi pengecekan terhadap alat serta pemantauan terhadap karyawan yang dilakukan secara bertahap. Setelah mengetahui bahayanya, maka selanjutnya memastikan signifikasi untuk mempermudah penentuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
titik kendali kritis. Ketentuan signifikansi bahaya dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. ketentuan Signifikansi Bahaya No. Frekuensi Keparahan Tinggi Tinggi 1. Tinggi Sedang 2. Tinggi Rendah 3. Sedang Tinggi 4. Sedang Sedang 5. Sedang Rendah 6. Rendah Tinggi 7. Rendah Sedang 8. Rendah Rendah 9. Sumber : Koswara, 2006.
Kategori Signifikan Signifikan Tidak signifikan Signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan
Tahapan ini berisi potensi peluang dan keparahan bahaya, sehingga diketahui apa bahaya tersebut signifikan atau tidak. Dengan diketahuinya signifikasi bahaya, maka penanggulannya akan lebih tinggi pada tingkat pengawasan. Signifikasi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.6. Dari Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sirup merupakan bahan dengan resiko tercemar bahaya yang tidak signifikan, baik itu bahaya fisika, kimia maupun biologi. Sifat sirup yang mudah rusak serta air PDAM yang kurang bersih, merupakan beberapa faktor terjadinya bahaya. Tabel 4.8. Signifikasi Bahaya pada Bahan Baku dan Tambahan Tahapan proses
Gula
Air
Potensi bahaya Peluang Keparahan (T/S/R) (T/S/R)
Bahaya (B/F/K)
Penyebab Bahaya
Bahaya Biologi Bahaya Fisika Bahaya Kimia Bahaya Biologi Bahaya Fisika Bahaya Kimia
Mikroba, bakteri
S
S
Kotoran
S
R
S
T
T
S
Kotoran
S
S
Cemaran logam
T
T
Cemaran kimia Bakteri, mikroba
commit to user
Signifikasi
Tidak Signifikan
Signifikan
perpustakaan.uns.ac.id
Tahapan proses
Flavor
Pewarna
Pemanis
digilib.uns.ac.id
Potensi bahaya Peluang Keparahan (T/S/R) (T/S/R)
Bahaya (B/F/K)
Penyebab Bahaya
Bahaya Biologi Bahaya Fisika Bahaya Kimia Bahaya Biologi Bahaya Fisika Bahaya Kimia Bahaya Biologi Bahaya Fisika Bahaya Kimia
Mikroba, bakteri
S
S
Kotoran
S
R
T
R
S
S
S
R
T
R
S
S
Kotoran
S
R
Cemaran Kimia
T
R
Cemaran Kimia Mikroba, bakteri Kotoran Cemaran Kimia Mikroba, bakteri
Signifikasi
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Tidak Signifikan
Keterangan : T= Tinggi; S = Sedang; R = Rendah
Selain pada bahan baku dan bahan tambahan, signifikasi pada proses juga sangat penting, karena akan dijadikan perhatian utama dalam pengendaliannya. Signifikasi pada proses produksi dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Signifikasi Bahaya pada Proses Produksi Tahapan proses
Bahaya (B/F/K) Bahaya fisik
Pemasakan
Bahaya biologi Bahaya kimia
Penyebab Bahaya Benda asing seperti debu, dll Cemaran mikroba Asam
commit to user
Potensi bahaya Peluang Keparahan (T/S/R) (T/S/R) S
S
T
S
T
S
Signifikasi
Signifikan
perpustakaan.uns.ac.id
Tahapan proses
digilib.uns.ac.id
Bahaya (B/F/K) Bahaya biologi
Pencampuran
Bahaya kimia
Bahaya fisik Bahaya biologi
Pengemasan
Bahaya fisik
Bahaya kimia
Penyebab Bahaya
Potensi bahaya Peluang Keparahan (T/S/R) (T/S/R)
Cemaran logam Kandungan yang tidak memenuhi standar Benda asing, logam berat Cemaran mikroba Benda asing pada alat dan tempat Residu bahan pembersih alat
S
S
R
R
S
S
S
T
R
T
Signifikasi
Tidak Signifikan
Signifikan
S
R
Keterangan : T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah
Dari Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa ada signifikasi pada proses pemasakan dan pengemasan. Hal ini sangat penting untuk dikendalikan agar hasil dari produk aman untuk dikonsumsi. c. Penetapan CCP Tahapan selanjutnya adalah penetapan titik kendali krisis. Pada tahapan ini menggunakan decision tree yang menggambarkan suatu proses analisis bahaya yang dilakukan pada setiap tahapan dan cara keamanan pangan serta tingkat resiko dan cara pencegahannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CCP DECISION TREE Bahan Mentah Apakah ada bahaya dalam bahan baku? Ya
Tidak
Bukan CCP
Apakah proses akan menghilangkan bahaya tersebut? Ya
Tidak
CCP
Apakah ada resiko kontaminasi silang terhadap fasilitas produk lain yang tidak dapat dikendalikan? Ya
Tidak
CCP
Bukan CCP
Gambar 4.3. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Bahan Mentah Tabel 4.10. Penetapan Titik Kendali Kritis (CCP) Tahapan proses Gula Air
Bahaya potensial Cemaran fisik Cemaran kimia Cemaran fisik Cemaran biologi Cemaran kimia
P1
P2
P3
Keterangan
Y Y Y Y Y
T Y Y Y Y
T T T T
CCP Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP Bukan CCP
Keterangan : Y = Ya; T = Tidak.
CCP DECISION TREE Setiap Tahap Proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan? Ya
Tidak
CCP
Apakah tahap ini KHUSUS ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai pada batas aman Ya
Tidak
CCP
Apakah KONTAMINASI bahaya dapat terjadi / meningkat sampai melebihi batas? Ya
Tidak
Bukan CCP
Apakah tahap PROSES SELANJUTNYA dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya
Tidak
Bukan CCP
CCP
Gambar 4.4. Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses Tabel 4.11. Penetapan Titik Kendali Kritis (CCP) Tahapan proses Pemasakan Pendinginan Pencampuran Pengisian sirup ke dalam botol Pemasangan segel Pengemasan
Bahaya potensial Cemaran biologi Cemaran fisik Cemaran biologi Cemaran fisik Cemaran biologi Cemaran fisik Cemaran biologi Cemaran fisik
P1
P2
P3
P4
Keterangan
Y
Y
-
-
CCP
Y
T
Y
Y
Bukan CCP
Y
T
Y
T
CCP
Y
T
Y
T
CCP
Y Y
T T
T T
-
Bukan CCP Bukan CCP
Keterangan :Y = Ya; T = Tidak
Tahapan yang meliputi decision tree yang berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
baku yang rentan terhadap bahaya sehingga dapat menghindari timbulnya kontaminasi. Langkah pengendalian tersebut dilakukan untuk mencegah bahaya yang akan berakibat fatal pada produk akhir. Pengendalian tersebut meliputi pengendalian bahan, alat yang akan digunakan, serta karyawan yang harus senantiasa memperhatikan kondisinya. Monitoring merupakan tindakan yang perlu dilakukan pada setiap proses. Sistem monitoring yang terencana dan terjadwal akan berpengaruh terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan menjamin keamanan produk jadi. Setelah adanya tindakan monitoring, maka perlu adanya koreksi atas tindakan tersebut. Tindakan koreksi adalah keberlanjutan tindakan pemantauan dan dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Sehingga dapat dijadikan acuan, apakah tindakan monitoring tersebut sudah sesuai dengan rencana pengandalian atau belum. Dengan adanya koreksi, maka kesalahan-kesalahan yang terjadi selama monitoring dapat diperbaiki, sehingga kemungkinan terjadinya bahaya semakin kecil. Dengan semua tindakan tersebut, dapat ditulis pada rencana HACCP yang meliputi parameter CCP, batas kritis, nilai target, pemantauan dan koreksi. Tabel 4.12. Penentuan Batas Kritis CCP CCP CCP I CCP II CCP III
Tahapan Proses Pemasakan Pencampuran Pengisian sirup ke dalam botol
Batas Kritis - Suhu pemasakan 100°C - Tidak terdapat gumpalan - Tidak terdapat gelembung udara
Pada setiap proses atau tahap yang merupakan CCP akan ditentukan batas kritisnya yaitu batas dimana hal tersebutt harus dicapai pada setiap tahapan proses. Pada CCP 1 yaitu proses pemasakan ialah suhu pemasakan sebesar 100°C. Karena pemanasan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat di air PAM. Pada CCP 2 yaitu proses pencampuran batas kritisnya adalah tidak terdapat adanya gumpalan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Karena apabila terdapat gumpalan, pada proses selanjutnya tidak dapat mengeliminasi adanya gumpalan tersebut. Pada CCP 3 yaitu proses pengisian sirup ke dalam botol. Batas kritis pada proses pengisian sirup ke dalam botol ini adalah produk tidak terdapat gelembung udara. Karena apabila produk sampai terdapat gelembung udara, maka pada proses selanjutnya tidak dapat mengeliminasi adanya gelembung udara tersebut. d. Penetapan Prosedur Pemantauan Prosedur pemantauan adalah memantau dan menjamin bahwa batas kritis atau batas aman benar-benar dilakukan atau dilaksanakan. Pemantauan dilakukan secara berkala, dan terencana agar batas aman tetap terjaga, pemantauan dapat dilakukan dari yang paling sederhana yaitu pengamatan secara visual hingga uji laboratorium. Prosedur pemantauan pada CCP tahapan proses pembuatan Sirup Kartika dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Penetapan Prosedur Pemantauan Tahapan Proses Pemasakan (CCP I)
Siapa Petugas produksi
Pencampuran (CCP II)
Petugas produksi
Pengisian sirup ke dalam botol (CCP III)
Petugas produksi
Prosedur Pemantauan Bagaimana Dimana Pengecekan Tangki kondisi air pemasakan (air mendidih) Kondisi Pengecekan Tabung cairan sirup kondisi pencampuran cairan sirup Kondisi Pengecekan Botol cairan sirup kondisi di dalam cairan sirup botol di dalam botol Apa Suhu pemasakan 100°C
Kapan Selama proses pemasakan
Selama proses pencampuran Selama proses pengisian sirup
Pada CCP 1 yaitu proses pemasakan yang harus dipantau adalah suhu pemasakan sebesar 100°C. Pada CCP 2 yaitu proses pencampuran yang harus dipantau adalah kondisi cairan sirup. Pada CCP 3 yaitu proses pengisian sirup ke dalam botol yang dipantau adalah kondisi cairan sirup di dalam botol. Proses pemantauan ini bertujuan untuk mengetahui apakan batas kritis yang telah dibuat telah dilaksanakan atau belum, maka bila commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
batas kritis telah dilaksanakan maka batas aman telah tercapai sehingga produk terjaga keamanannya. e. Tindakan Koreksi Tindakan koreksi dilakukan apabila batas kritis tidak terpenuhi. Penetapan tindakan koreksi untuk CCP tahapan proses pembuatan Sirup Kartika dapat dilihat pada Tabel 4.14. Tabel 4.14. Penetapan Tindakan Koreksi Tahapan Proses Pemasakan (CCP I) Pencampuran (CCP II) Pengisian sirup ke dalam botol (CCP III)
Tindakan Koreksi Bila kondisi air belum mendidih, maka dimasak lagi hingga air mendidih Dilakukan pencampuran lebih lanjut apabila kondisi cairan sirup terdapat gumpalan Dilakukan pengisian ulang apabila cairan sirup di dalam botol terdapat gelembung udara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Pada Laporan Tugas Akhir “Pengendalian Mutu dan HACCP Sirup Kartika” Di P.T Kartika Polaswati Mahardika, Jln. Ahmad Yani No. 89 Gubug, Grobogan dapat disimpulkan : 1. Proses pembuatan sirup terdiri dari 6 tahapan proses diantaranya pemasakan dan pendinginan, pencampuran, pengisian dan pemasakan tutup botol, pemasangan segel dan pemberian label serta pengemasan. 2. Parameter-parameter mutu yang digunakan untuk mengetahui kwalitas mutu sirup diantaranya rasa, bau (aroma), tekstur, warna, kenampakan. 3. Pengendalian mutu yang dilakukan mulai dari pengendalian bahan baku, pengendalian proses produksi hingga pengendalian mutu produk akhir. 4. Pengendalian mutu dilakukan supaya produk yang dihasilkan berkwalitas baik.
B. SARAN 1. Sebaiknya lingkungan sekitar pabrik lebih diperhatikan kebersihannya. 2. Pemilihan bahan baku sebaiknya konsisten, tidak berganti-ganti pemasok sehingga kwalitas sirup dapat dipertahankan. 3. Meningkatkan pengendalian mutu mulai dari bahan baku hingga produk akhir.
commit to user