perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PENAMBAHAN SUMBER N DAN SUMBER C TERHADAP KARAKTERISTIK FISIOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NATA DE BORAS DARI NIRA LONTAR MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum
Skripsi
Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Oleh : FAHRUDIN YUDA KARTIKA H 0607010
Pembimbing Utama
: Ir. Windi Atmaka, MP
Pembimbing Pendamping : Ir. Nur Her Riyadi Parnanto, MS
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PENAMBAHAN SUMBER N DAN SUMBER C TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NATA DE BORAS DARI NIRA LONTAR MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum Fahrudin Yuda Kartika 1) Ir. Windi Atmaka, MP 2) Ir. Nur Her Riyadi Parnanto, MS
3)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi sumber karbon dan nitrogen terhadap karakteristik fisik (ketebalan), karakteristik kimia (kadar air, kadar abu dan serat pangan), dan karakteristik organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur dan overall) nata de boras. Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RALF) yang terdiri dari dua faktor, yaitu konsentrasi sumber karbon (sukrosa 5%, 10%, dan 15%) dan konsentrasi sumber nitrogen (ammonium sulfat 0,2%, 0,5%, dan 0,8%). Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan software SPSS 17.0 for windows dengan menggunakan analisis variansi (ANOVA) yang dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikansi α 0,05. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi sumber karbon dan konsentrasi sumber nitrogen pada pembuatan nata de boras mempengaruhi karakteristik fisik, karakteristik kimia dan karakteristik organoleptik. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,2% menghasilkan nata yang lebih optimum dari pada perlakuan lainnya dilihat dari karakteristik fisik yaitu ketebalan 1,5933 cm dan karakteristik kimia yaitu kadar air 97.6954%; kadar abu 0,0942% dan serat pangan 1.8518%. Penerimaan panelis menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi sumber karbon 5% dan ammonium sulfat 0,2% secara overall disukai. Kata kunci : Acetobacter xylinum, nata de boras, Borassus flabellifer 1) Mahasiswa Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H0607010 2) Dosen Pembimbing dan Staf Pengajar pada Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 3) Dosen Pembimbing dan Staf Pengajar pada Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
THE EFFECT OF ADDITION SOURCES N AND RESOURCES C ON CHARACTERISTICS FISIKOKIMIA AND ORGANOLEPTIC NATA DE BORAS OF NIRA LONTAR USING Acetobacter xylinum Fahrudin Yuda Kartika 1) Ir. Windi Atmaka, MP 2) Ir. Nur Her Riyadi Parnanto, MS
3)
ABSTRACT This study purpose to determine the effect of adding a carbon source and nitrogen concentration on the physical characteristics (thickness), the chemical characteristics (water content, ash content and dietary fiber), and organoleptic characteristics (color, aroma, flavor, texture and overall) nata de Boras. In this research used Completely Randomized Design (CRD), which consists of two factors, namely the concentration of carbon source (sucrose 5%, 10%, and 15%) and the concentration of nitrogen source (ammonium sulfate 0.2%, 0.5%, and 0.8%). Data obtained from the study were analyzed with SPSS 17.0 software for windows by using analysis of variance (ANOVA) followed by Duncan's Multiple Range Test (DMRT) at the 0.05 significance level α. The results of this study indicate that the addition of carbon source concentration and the concentration of nitrogen sources on making nata de Boras affect the physical characteristics, chemical characteristics and organoleptic characteristics. The analysis showed that the addition of sucrose concentration of 5% and 0.2% ammonium sulfate of nata a higher yield than other treatments viewed from the physical characteristics of the thickness of 1,5933 cm and chemical characteristics of the water content of 97.6954%, ash content of 0,0942% and 1.8518% dietary fiber. Acceptance of panelists showed that the addition of carbon source concentration of 5% and 0.2% ammonium sulfate is preferred overall. Key words: Acetobacter xylinum, nata de Boras, Borassus flabellifer 4) Mahasiswa Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H0607053 5) Dosen Pembimbing dan Staf Pengajar pada Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 6) Dosen Pembimbing dan Staf Pengajar pada Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pohon Siwalan atau disebut juga Pohon Lontar (Borassus flabellifer) adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pohon ini banyak dimanfaatkan daunnya, batangnya, buah hingga bunganya yang dapat disadap untuk diminum langsung sebagai legen (nira), difermentasi menjadi tuak ataupun diolah menjadi gula siwalan (sejenis gula merah). (Alamendah, 2009). Tanaman siwalan ini banyak terdapat di daerah Tuban dan Gresik serta daerah dekat pantai yang banyak membudidayakan tanaman siwalan. Sampai saat ini pemanfaatan tanaman siwalan hanya terbatas pada buah dan batangnya saja, itupun belum dimanfaatkan secara maksimal (Bambang Wahyudi, 2010). Berbagai macam produk lontar memberi peluang usaha sehingga pengembangan
pemanfaatannya secara langsung dapat meningkatkan
pendapatan petani. Namun ketidakpastian pemasaran lontar menjadi hambatan bagi pengembangan komoditas lontar. Produk lontar yang sudah dijual belikan adalah tuak segar (nira), gula cair, laru, sopi, gula lempeng, dan gula semut. Namun sistem pemasarannya belum dapat memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan pendapatan petani. Dari hasil penelitian Hasni dkk. (1990), ditinjau dari hasil produksi nira lontar, setiap petani keluarga menyadap rata - rata 25 pohon/hari selama masa penyadapan. Apabila produksi nira lontar sekitar 3,5 liter/pohon/hari, maka jumlah nira yang dihasilkan sekitar 87,5 liter/keluarga dan dijual dalam bentuk nira segar @ Rp 100,-/liter akan diperoleh pendapatan Rp 8.750,-/keluarga. Sesuai dengan teknologi yang digunakan petani, nira dimasak menjadi gula cair (liquid sugar) dapat menghasilkan kurang lebih 8,75 liter (9,65 kg) dan bila harga gula cair ditingkat petani Rp 750,-/kg, maka diperoleh pendapatan setiap hari sebesar Rp. 7.230,- /keluarga/hari. Hal ini berarti penerimaan dengan menjual gula cair lebih rendah dibandingkan dengan menjual nira segar (Tambunan P, 2010). commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Masa produksi nira tanaman lontar biasanya berlangsung selama 4 bulan per tahun (Lutony, 1991). Dengan memperhatikan data tersebut produksi nira dari tanaman lontar sangat besar, akan tetapi sumber daya hutan ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan devisa bagi negara dan meningkatkan penghasilan bagi masyarakat. Pemanfaatan tanaman lontar juga masih sangat terbatas, baik dilihat dari bagian-bagian tanaman yang dimanfaatkan, jenis produk yang dihasilkan maupun teknologi yang diterapkan (Lutony, 1993). Nira dapat dikonsumsi langsung sebagai minuman segar atau dibiarkan terfermentasi secara alamiah oleh mikroba. Nira yang telah terfermentasi menjadi minuman tradisional masyarakat yang disebut sopi atau tuak. Hasil fermentasi nira ini dapat menghasikan bahan bernilai pasar tinggi seperti etanol, asam asetat dan gliserin (Tambunan P, 2010). Untuk meningkatkan pemanfaatan nira lontar tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi pengolahan nira sehingga bahan baku ini dapat diolah untuk menghasilkan produk-produk baru yang bernilai ekonomis. Salah satu produk alternatif yang bisa dihasilkan melalui penggunaan bahan baku nira lontar adalah nata. Nata merupakan
jenis
makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert) yang memegang andil cukup berarti untuk kelangsungan fisiologi secara normal (Lempang M, 2009). Sebagai makanan berserat nata memiliki kandungan selulosa 2,5%, serat kasar 2,75%, protein 1,5% lemak 0,35% dan sisanya kandungan air 95%. Nata dapat digambarkan sebagai makanan rendah energi untuk keperluan diet karena nilai gizi produk ini sangatlah rendah. Selain itu nata juga mengandung serat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam proses fisiologis sehingga dapat memperlancar pencernaan (Nur Hidayat dalam Ema Suryani, 2009). Banyak peneliti telah membuat berbagai nata antara lain dengan menggunakan molase (Yuanita., Iva dalam Suryani E. 2009), dan juga dengan commit to user menggunakan pulpa dari biji buah coklat (Hati.,P dalam Suryani E. 2009).
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nata terbentuk dari bakteri Acetobacter xylinum yang mengubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk didalam media tersebut berupa benang-benang yang bersama-sama polisakarida membentuk jalinan yang terus-menerus menebal menjadi lapisan nata (Yunita., Iva dalam Ema Suryani, 2008). Menurut
penelitian
(Arvina
R,
Fransiska
Agustina,
2010),
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya tingkat keasaman medium, suhu fermentasi, lama fermentasi, sumber nitrogen, sumber karbon, sumber nutrien makro (P, S, K, dan Mg) dan mikro (Fe, Zn, Mn, Cu, Mo, Ca, Na, Ni, Se, vitamin, dan asam amino), serta konsentrasi starter (bibit). Aktivitas pembentukan nata hanya terjadi pada kisaran pH 3,5-7,5. Asam asetat glacial yang ditambahkan ke dalam medium dapat berfungsi menurunkan pH medium hingga tercapai pH optimal, yaitu sekitar 4. Sementara, suhu yang memungkinkan nata dapat terbentuk dengan baik adalah suhu kamar, yang berkisar antara 28°C-32°C. Sumber
karbon
dan
sumber
energi
untuk
hampir
semua
mikroorganisme yang berhubungan dengan bahan pangan, dapat diperoleh dari jenis gula karbohidrat sederhana seperti glukosa. Tergantung dari spesiesnya, kebutuhan nitrogen dapat diperoleh dari sumber-sumber anorganik seperti (NH4)2SO4 atau NaNO3 atau sumber-sumber organik seperti asam amino dan protein (Buckle KA.dkk., 1978). Sumber
nitrogen
yang
dapat
digunakan
untuk
mendukung
pertumbuhan aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organik, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganik seperti misalnya amonium fosfat, urea, dan amonium sulfat (Pambayun R, 2002).
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik fisik (ketebalan), karakteristik kimia (kadar air, kadar abu, serat kasar), dan karakteristik sensoris(warna, tekstur, aroma, overall,) Nata de boras dengan penambahan sukrosa (sumber karbon) dan amonium sulfat (sumber nitrogen) ? 2. Pada konsentrasi penambahan manakah yang memiliki kualitas terbaik? C. Tujuan Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tata cara pengolahan nira lontar menjadi nata, kemudian secara khusus penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui pengaruh penambahan sukrosa sebagai sumber karbon dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen dalam pembuatan Nata de boras terhadap karakteristik kimia (kadar air, kadar abu, serat kasar), karakteristik fisik (ketebalan) dan karakteristik sensoris (warna, rasa, tekstur, aroma, overall,). 2. Mengetahui pengaruh penambahan sukrosa dan amonium sulfat dalam pembuatan Nata de boras terhadap karakteristik sensoris (warna, rasa, tekstur, aroma, overall,). 3. Mengetahui konsentrasi penambahan sukrosa dan amonium sulfat manakah yang memiliki kualitas terbaik.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, khususnya tentang proses pembuatan nata dari nira lontar dengan penambahan sumber karbon dan sumber nitrogen. 2. Melakukan diversifikasi produk nata dengan bahan baku dari nira lontar, selain dibuat alkohol. 3. Meningkatkan nilai ekonomi nira lontar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Lontar Di Indonesia tumbuhan lontar cukup variatif. Dari hasil diskripsi Beccari (1913) lontar yang terdapat di Indonesia adalah B. sundaicus, sedangkan B. fabellifer sebagai tumbuhan introduksi dari India pada jaman kejayaan raja-raja Hindu. Perawakan kedua tumbuhan ini memang sama, namun pada permukaan daun berbeda. Backer dan Bakhuizen (1968) mengidentifikasi B. flabellifer permukaan daunnya tampak bersisik (scaly) dan B. sundaicus memiliki permukaan daun halus. Dari hasil eksporasi dan identifikasi Tjitrosoepomo dan Pudjoarianto (1982), jenis B. flabellifer banyak tersebar di Indonesia (Tambunan P, 2010). Secara umum tanaman lontar merupakan pohon berkayu, tidak bercabang, berbentuk silindris, permukaan batang tampak lebih halus dan berwarna agak kehitam-hitaman, diameter pangkal kurang lebih 60 cm dengan ketinggian pohon sekitar 15-30 meter pada pohon yang telah menghasilkan nira. Komposisi daun berupa daun majemuk dengan anak-anak daun melekat satu sama lain dan terdapat pada ujung tangkai daun. Di sepanjang tangkai daun yang panjang dan kaku, terdapat banyak duri. Daun berbentuk bulat seperti kipas, tapi berlekuk-lekuk dan lancip. Daun tersebut tebal
dan
sedikit
keras
dengan
panjang
sekitar
2,5
–
3
m.
Tanaman ini ada yang menghasilkan bunga jantan saja dan ada juga yang menghasilkan bunga betina saja, dengan bunga berbentuk tandan. Bunga yang hanya berkelamin satu dan juga tanpa mahkota ini tumbuh terkulai sepanjang 25 – 30 cm. Buah berbentuk bulat dan cukup besar. Di dalamnya mengandung air dan berserabut. Setiap buah rata-rata memiliki 1 – 3 biji commit to user
dengan daging buah berwarna putih mirip dengan daging buah kelapa.
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tekstur biji yang telah tua sangat keras dan dapat digunakan untuk perbanyakan. Menurut klasifikasi botani, tanaman lontar termasuk: Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies flabellifer linn.
: Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Palmae : Palmaceae : Borassus : Borassus
(Ayu,
2010)
Gambar 2.1 Pohon Lontar
Menurut (Tambunan, 2010) Lontar (Borassus flabellifer Linn.) mempunyai gambaran ciri-ciri tumbuhannya sebagai berikut : 1)
Akar dan Batang Lontar memiliki akar serabut panjang dan besar, berperawakan tinggi dan tegak, berbatang tunggal dan berbentuk silindris, tingginya mencapai 25 sampai 30 meter dan diameter batang setinggi dada antara 40 sampai 50 cm. Dasar batang penuh dengan akar samping, batang muda hitam dan terbungkus oleh dasar tangkai daun yang telah mengering. Pada tumbuhan muda batang lontar mempunyai empelur yang masih lunak dan dapat dijadikan sagu untuk pangan. Batang tua lebih halus, permukaan batang berlekuk pada bagian bekas menempelnya tangkai daun. Pada ujung batang terdapat umbut (palm heart), rasanya manis dan dapat dimakan. Kayu lontar mirip dengan kayu kelapa, namun kayu lontar tampak lebih gelap. Kayu commitdari to user lontar betina lebih keras yang jantan. Pohon lontar jantan harus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cukup tua bila akan dimanfaatkan kayunya. Davis dan Johnson (1987)
menemukan
batang
lontar
bercabang
tiga,
mereka
menyebutkan hal ini terjadi karena adanya penyimpangan atau kelainan dalam proses pertumbuhan genetik yang ditunjukkan secara fenotipik. 2)
Daun Daun
merupakan
bagian
lontar
yang terpenting
yang
mempunyai peranan sangat penting untuk keseluruhan pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lain, seperti batang, empelur, bunga dan buah secara optimal. Daun lontar termasuk daun menyirip ganjil yang terdapat pada ujung batang dan tersusun melingkar 25 sampai 40 helai berbentuk kipas. Setiap tangkai daun tumbuh dalam kurun waktu sebulan. Helaian daun berwarna hijau agak kelabu, lebar 1 sampai 1.5 m yang dibentuk oleh 60 sampai 80 segmen atau lipatan. Setiap anak daun ditunjang oleh tulang daun sepanjang 40 sampai 80 cm yang berada di bawah helaian anak daun, ujung anak daun bercangap. Panjang tangkai daun tampak berkayu dengan warna cokelat atau hitam. Selain itu, sepanjang tepian tangkai daun berduri 3)
Bunga dan buah Lontar pertama kali berbunga pada umur 12 tahun dan dapat berbunga sampai 20 tahun, kemudian hidup mampu sampai 100 tahun. Berdasarkan pada keberadaan bunga, maka ada pohon lontar jantan dan betina. Bunga pohon jantan tumbuh dari ketiak daun, umumnya tunggal dan sangat jarang bertangkai kembar. Pada bunga jantan menempel beberapa bulir atau mayang berbentuk bulat yang disebut satu tandan, panjang bulir antara 30 sampai 60 cm dengan diameter antara 2 sampai 5 cm. Dalam satu tandan terdiri dari 4 sampai 15 mayang. Pada bunga betina dalam satu tandan terdapat 4 commit to user
sampai 10 mayang, bunga berukuran kecil dan berpenutup daun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelindung (bractea) yang akan menjadi buah. Setiap bakal buah memiliki tiga buah kotak/bakal biji, tergantung dari proses pembuahan / penyerbukannya, maka jumlah biji dalam satu buah lontar dapat tiga, dua atau satu. Setiap pohon lontar menghasilkan 6 sampai 12 tandan buah atau sekitar 200 sampai 300 buah setiap tahun. Buah lontar berbentuk bulat yang berdiamer antara 10 sampai 15 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan menjadi ungu hingga hitam setelah tua. Daging buah (endosperm) muda terasa manis, tekstur seperti agar dan berair, dan mengeras setelah tua. Satu buah lontar berisi tiga biji dengan tempurung yang tebal dan keras. 2. Sifat Dan Komposisi Nira Nira adalah cairan yang rasanya manis yang diperoleh dari jenis tanaman tertentu. Proses pengambilan nira bisa dilakukan dengan cara digiling, diperas atau disadap. Nira umumnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan gula atau pemanis. Selain itu, nira juga dapat digunakan untuk membuat asam cuka, minuman beralkohol, minuman tidak beralkohol dan obat tradisional (Ayu, 2010). Komponen utama yang terdapat dalam nira selain air adalah karbohidrat dalam bentuk sukrosa. Sedangkan komponen lainya adalah jumlah yang relatif kecil, yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral. Susunan komponen tersebut memungkinkan nira dapat direkayasa lebih lanjut untuk menjadi berbagai produk baru seperti aneka pemanis, minuman ringan (tuak, anggur dan nata), asam cuka, alkohol dan juga sebagai media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme terutama bakteri dan khamir (Ayu, 2010). Nira lontar memiliki beberapa komposisi / kandungan zat didalamnya sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1 Komposisi Nira Siwalan Komponen Total gula (g/100 cc) Gula reduksi (g/100 cc) Protein (g/100 cc) Nitrogen (g/100 cc) pH (g/100 cc) Specific gravity Mineral sebagai abu (g/100 cc) Kalsium (g/100 cc) Fosfor (g/100 cc) Besi (g/100 cc) Vitamin C (mg/100 cc) Vitamin B1 (IU) Vitamin B komplek
Jumlah 10,93 0,96 0,35 0,056 6,7-6,9 1,07 0,54 Sedikit 0,14 0,4 13,25 3,9 Diabaikan
(Davis and Johnson dalam Wijanarko, 2008) Pada dasarnya komposisi nira aren, nira lontar, tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan nira kelapa. Tabel 2.2 Komposisi Nira Lontar, Nira Aren, dan Nira Kelapa. Asal Nira
Kadar Air Kadar (%) Karbohidrat (%)
Kadar Protein (%)
Kadar Lemak (%)
Kadar Abu (%)
Lontar Aren Kelapa
86,10 87,20 86,20
0,30 0,20 0,10
0,02 0,02 0,17
0,04 0,24 0,66
11,30 11,28 14,35
Sumber: Delima dalam Ayu, 2010 3. Bakteri Acetobacter xylinum Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang berbentuk batang pendek, mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat non-motil dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan yang berbentuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
gelatin
digilib.uns.ac.id
yang
Acetobacter
kokoh
xylinum
menutupi
digunakan
sebagai
sel
dan
pembentuk
koloninya. nata
karena
kemampuannya merubah gula menjadi selulosa. Acetobacter xylinum dapat mengubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk dalam media tersebut
berupa
benang-benang
bersama-sama
dengan
polisakarida
membentuk jalinan yang terus menerus menebal menjadi lapisan nata (K.A Buckle dkk, 1978). Pertumbuhan sel bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Umur sel ditentukan segera setelah proses pembelahan selesai, sedangkan umur kultur ditentukan dari lamanya inkubasi dari satu waktu generasi, bakteri akan melewati setiap fase pertumbuhannya (K.A Buckle dkk, 1978). Acetobacter merupakan bakteri aerob yang memerlukan respirasi dalam metabolisme. Acetobacter dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O (Banwart G.J dalam Suryani, 2009). Selain itu salah satu factor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah suhu ruang tempat bibit nata ditumbuhkan. Berdasarkan kebutuhanya terhadap suhu bakteri ini tergolong sebagai bakteri mesofil, yang hidup pada suhu ruang. Adapun suhu ideal pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah 28oC – 31oC (Pambayun R, 2002). Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat commit to user
keasaman, temperatur, dan ketersediaan oksigen (Pambayun R, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut adalah Taksonomi bakteri Acetobacter xylinum: Domain Phylum Kelas Ordo Familia Species
: Bacteria : Prateobacteria : Alpha protobacteria : Rhodospirillales : Acetobacter : Acetobacter xylinum
( Moss,M.O dalam Suryani, 2009) 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Pada Proses Pembuatan Nata Secara umum ada tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroba yaitu faktor ektrinsik, berhubungan dengan komposisi media seperti pH (derajat keasaman), zat pemacu (inducer / katalisator) atau zat penghambat (inhibitor), faktor intrinsik berhubungan dengan sifat-sifat biologis bawaan, dan faktor lingkungan misalnya suhu dan aerasi (Ayu, 2010) Ada beberapa hal yang berpengaruh pada proses pembuatan nata antara lain: 1. Pengaruh Sumber Karbon Senyawa sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa-senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara, yang paling banyak digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula pasir. Disamping murah, sukrosa juga mudah ditemukan di tempat-tempat terpencil sekalipun. Sukrosa mempunyai kelebihan apabila dibandingkan gula sederhana lain, yaitu selain sebagai sumber energi dan bahan pembentuk nata, sukrosa juga dapat berfungsi sebagai bahan induser
yang
commit to user
berperan
dalam
pembentukan
enzim
ekstraseluler
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
polymerase yang bekerja menyusun benang-benang nata, sehingga pembentukan nata dapat maksimal (Pambayun R, 2002) Menurut Rahman (1989), gula yang dapat digunakan dalam pembuatan medium adalah fruktosa, glukosa, sukrosa dan sorbitol. Masing-masing jenis gula tersebut mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda, misalnya dalam tingkat kemanisan, kelarutan dalam air, energi yang dihasilkan dan mudah tidaknya difermentasikan oleh mikroba tertentu. Sumber karbon umumnya menggunakan gula pasir (10-20%) karena harganya relatif murah. Tetapi tidak menutup kemungkinan dengan menggunakan sumber karbon lain seperti gula kelapa atau gula jagung (Kurniawati dalam Saraswati, 2009). Lapuz, Galiardo and Palo dalam Dewi (2009) mengatakan bahwa penggunaan sukrosa dan glukosa pada konsentrasi 10 % memberikan hasil nata yang paling tebal, sedangkan galaktosa, laktosa dan maltosa tidak menghasilkan pembentukan nata yang baik. Sumber karbon yang terbaik adalah glukosa karena nata yang dihasilkan lebih tebal. 2. Pengaruh Sumber Nitrogen Sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang paling baik bagi pertumbuhan A.xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun amonium sulfat dan amonium fosfat (dipasar dikenal dengan ZA) merupakan bahan yang paling cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang dapat digunakan dan murah seperti urea. Tetapi, secara teknis urea kurang menguntungkan dibandingkan ZA. Kelebihan penggunaan ZA adalah dapat menghambat atau mempersulit pertumbuhan bakteri A.aceti yang merupakan pesaing A.xylinum (Pambayun R, 2002). Menurut (Prasetyana dalam Saraswati, 2009), jumlah sumber commit to user
nitrogen yang sesuai dalam medium akan merangsang mikroorganisme
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam mensintesa selulosa dan menghasilkan nata dengan ikatan selulosa yang kuat sehingga tidak mudah meluruh. Untuk mendukung pertumbuhan starter dan pembentukan nata, perlu ditambahkan Amonium sulfat (ZA) sebanyak 0,5 % (Pambayun R, 2002). 3. Pengaruh Tingkat Keasaman Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 – 7,5, bakteri A.xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan metabolisme selnya. Oleh karena itu, apabila starter nata ditumbuhkan dalam botol yang sebelumnya dicuci dengan air diterjen dan pembilasanya tidak bersih, maka bibit nata akan sulit ditumbuhkan, karena lingkunganya bersifat basa (Pambayun R, 2002) Pada pH yang lebih rendah dari 3,5 menyebabkan kondisi yang terlalu asam selama fermentasi berlangsung dan sebaliknya pada pH terlalu tinggi dari pH 4,5 memungkinkan adanya kontaminasi seperti kapang, khamir, dan bakteri yang dapat mengacaukan proses fermentasi. Tingkat keasaman diatur dengan menggunakan asam asetat. pH medium yang baik antara 4 – 4,5 dan suhu ruang yaitu 28 – 30o celcius. Bakteri Acetobacter xylinum tergolong bakteri asam asetat yang menyukai suasana asam atau suasana pH rendah. Tingkat keasaman media fermentasi sangat dipengaruhi oleh jumlah asam yang ditambahkan, sehingga keasaman ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum sehingga diperlukan adanya kondisi yang optimal (Ayu, 2010). 4. Umur Biakan Starter Seperti halnya pembuatan beberapa makanan atau minuman hasil fermentasi, pembuatan nata juga memerlukan bibit. Bibit tapai disebut commit to user
ragi, bibit tempe disebut usar, dan bibit nata disebut starter. Disebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
starter, karena bibit ini telah siap tumbuh dan berkembang dalam cairan bahan nata (Pambayun R, 2002). Bibit nata dapat dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan pada cara pembuatan yang mudah diusahakan yaitu sel kering, kultur agar miring dan kultur siap pakai. Untuk industri skala rumah tangga disarankan untuk menyiapkan kultur siap pakai, sementara industri menengah disarankan menyiapkan kultur agar miring, dan untuk industri besar sebaiknya mempunyi sarana untuk menyimpan sel kering (Pambayun R, 2002). Starter dibuat dengan tujuan memperbanyak jumlah bakteri Acetobacter xylinum sehingga enzim yang dihasilkan lebih banyak dan reaksi pembentukan nata dapat berjalan lebih lancar. Tujuan lainya adalah agar bakteri asing dapat terhambat pertumbuhanya karena jumlah Acetobacter xylinum lebih dominan. Selain itu pembuatan starter dapat mempercepat penyesuaian diri Acetobacter xylinum dari media padat ke media cair (Suryani dkk dalam Taufik dkk., 2008). Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari pembuatan nata, sebaiknya menggunakan starter yang berumur 48 jam, karena pada umur biakan starter 48 jam, kemungkinan Acetobacter xylinum berada dalam fase logaritma yaitu berdasarkan fase logaritma dengan waktu generasi paling pendek dan konstan. Jumlah bakteri untuk generasi ini menjadi dua kali lipat dan metabolismenya paling giat (Ayu, 2010). Umur biakan starter pada pembuatan nata sangat mempengaruhi rendemen dan ketebalan nata yang diperoleh karena umur biakan ini berkaitan erat dengan aktivitas bakteri pembentuk nata. Media fermentasi yang mengandung starter yang sudah tua mudah mengalami kontaminasi sehinga menghasilkan nata yang tipis dan jelek penampakannya (Ayu, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada umumnya Acetobacter xylinum merupakan starter yang lebih produktif dari jenis starter lainya, sedang konsentrasi 5-10 % merupakan konsentrasi yang ideal (Rahman dalam Suryani, 2009). 5. Asam Asetat Menurut Tjokroadikoesoemo dalam Dewi (2009), asam asetat adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau menyengat dan memiliki rasa asam yang tajam sekali. Bahan ini larut dalam air, alkohol, gliserol dan eter. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Sebenarnya, asam asetat konsentrasi rendah dapat juga digunakan. Namun, untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,3, dibutuhkan jumlah yang relatif banyak (Pambayun R, 2002). Untuk mendapatkan kualitas lembaran nata yang baik dengan rendemen pengolahan yang tinggi, pada bahan baku nira lontar ditambahkan asam asetat 2 ml / liter nira untuk meningkatkan keasaman media (Lempang M, 2009) 5. Nata Dan Kegunaannya Nata merupakan jenis makanan yang sudah lama dikenal di negara Filipina. Saat ini, nata menjadi makanan atau minuman yang disukai oleh masyarakat Indonesia. Karena itu, industri nata menjadi industry yang cukup berkembang di Indonesia. (Suryani, A., E. dkk., 2005) Menurut Saragih dan Hayati dalam (Dalam, Taufik, A. Evita, dkk.) nata wujudnya berupa sel berwarna putih hingga abu-abu muda, tembus pandang, dan teksturnya kenyal seperti kolang kaling (daging buah enau muda). Nata agak berserat dalam keadaan dingin dan agak rapuh pada saat panas. Nata merupakan makanan rendah kalori dan mempunyai kadar serat commit to user
yang tinggi sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
makanan diet bagi penderita diabetes mellitus dan obesitas (Budiyanto dalam, Taufik, A. dkk., 2008) Nata adalah nira yang diberi inokulan mikroba (Acetobacter xylium) menghasilkan senyawa kompleks selulosa (seperti agar). Nata merupakan jenis makanan penyegar atau pencuci mulut (food desert) yang memegang andil cukup berarti untuk kelangsungan fisiologi secara normal. (Barlina dan Lay dalam Tambunan P, 2010). Dalam sehari-hari, nata dikonsumsi sebagai komponen minuman segar, seperti misalnya diminum dengan sirup, sebagai campuran koktail, atau sebagai pengganti kolang-kaling. Nata sangat baik diolah menjadi makanan ataupun minuman penyegar, karena nata mengandung serat pangan (dietary fiber). Seperti halnya selulosa alami, nata sangat berperan dalam proses pencernaan makanan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar, sehingga sangat bermanfaat dalam pencernaan makanan dan secara tidak langsung sangat baik bagi kesehatan. Selain selulosa, tentu saja nata mengandung protein terutama yang berasal dari bakteri A.xylinum yang terperangkap diantara susunan benang-benang selulosa. Oleh karena itu, nata juga dapat digolongkan sebagai probiotik, jenis makanan fermentasi yang akhir-akhir ini sedang naik daun, karena sumbanganya terhadap kesehatan. (Pambayun R, 2002) Kebutuhan serat orang dewasa 25-35 gram perhari atau 10-13 gram per-1000 kilokalori (kkal) menu. Rata-Rata tingkat konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu sebesar 10,5 gram / orang / hari baru mencapai sekitar separuh dari kecukupan serat yang dianjurkan. Menurut William CL tahun 1995, untuk anak diatas usia dua tahun, cukup 5 gram serat perhari dan ditingkatkan seiring bertambahnya usia hingga mencapai asupan 20-35 gram perhari setelah berusia 20 tahun. (Pangkalan ide dalam Nurrohmah dkk., 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain untuk komponen makanan dan minuman, nata kemungkinan besar dibutuhkan dibeberapa industri perangkat elektro sebagai isolator atau chips pada komponen computer. Belakangan, ada penemuan bahwa nata nata sangat bagus untuk keperluan itu. Namun, untuk keperluaan pembuatan chips, nata diproduksi secara khusus sehingga lebih padat dan kenyal. Pengendalian proses nata untuk chips, tentunya berbeda dengan pengendalian proses pada nata yang disiapkan untuk konsumsi. (Pambayun R, 2002) Dari penelitian sebelumnya oleh Napitupulu dalam Tambunan (2010) telah membuat nata dari nira lontar dapat menghasilkan lapisan gel sekitar 2,5 cm yang lebih tebal dari nata air buah kelapa (0,5 – 1,5 cm). Komposisi kandungan nutrisi nata yang difermentasi dari nira lontar berbeda dengan kandungan nutrisi nata pinnata dari nira aren dan nata de coco dari air kelapa. Menurut Lempang dalam Parlindungan Tambunan (2010), komposisi nutrisi nata lontar terdiri dari protein, lemak, serat, vitamin C, abu, kalsium dan posfor: Tabel 2.3 Perbandingan kandungan nutrisi nata lontar dengan nata pinnata dan nata de coco (%) Kandungan Nutrisi (Nutritive ingredients) Nata lontar dari nira lontar (Nata lontar from lontar sap) (Lempang, 2007)
Satuan (%) Unit (%) Nata de coco dari air kelapa (Nata de coco from coconut water) (Barlina, 1994)
Nata pinnata dari nira aren (Nata pinnata from aren sap) (Lempang dan Kadir, 2002)
Kadar air (Moisture content)
98,79
97,70
97,42
Protein
0,04
-
0,156
Vitamin C
0,002
-
0,003
Vitamin B3
-
0,017
-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Serat kasar (Crude fiber)
0,86
-
0,828
Lemak (Fat)
0,007
0,20
0,028
Abu (Ash)
0,03
-
0,093
Kalsium (Calcium)
0,004
0,012
0,012
Pospor (Phosphor)
0,003
0,002
0,044
Sumber : Dalam Parlindungan Tambunan, 2010 6. Syarat Mutu Nata menurut SNI Syarat mutu merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas nata. Adapun syarat mutu nata menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Syarat mutu Natadalam Kemasan menurut SNI: No 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 5. 6. 6.1
6.2 6.3 7. 7.1 7.2 7.3 7.4 8. 9
Jenis Uji Keadaan : Bau Rasa Warna Tekstur Bahan Asing Bobot Tuntas Jumlah Gula (dihitung sebagai sakarosa) Serat Makanan Bahan Tambahan makanan: Pemanis Buatan: - Sakarin - Siklamat Pewarna tambahan Pengawet (Na- Benzoat) Campuran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba commit to
Satuan
Persyaratan
% %
Normal Normal Normal Normal Tidak boleh ada Min 50 Min 15
%
Maks 4,5
Tidak boleh ada Tidak boleh ada Sesuai SNI 01-0222-1995 Sesuai SNI 01-0222-1995 mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg user
Maks 0,2 Maks 2,0 Maks 5,0 Maks 40,0 / 250,0 Maks 0,1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9.1 9.2 9.3
Angka Lempeng Total Coliform Kapang
Koloni / g APM / g Koloni / g
Maks 2,0 x 102 <3 Maks 50
9.4
Khamir
Koloni / g
Maks 50
Sumber: SNI 01 – 4317 – 1996 B. Kerangka Berpikir Produk-produk nira dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu produk yang tidak mengalami proses fermentasi dan yang mengalami proses fermentasi. Salah satu jenis produk fermentasi yang dapat dihasilkan dari nira adalah produk nata. Pembuatan nata di Indonesia, khususnya pada daerah penghasil nira, belum terlalu mendapat banyak perhatian. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan nira menjadi produk nata. Beberapa produk nata yang sudah dikenal oleh masyarakat saat ini hanya produk nata de coco yang terbuat dari air kelapa karena sudah diproduksi secara komersial. Namun secara fisik air kelapa tidak jauh berbeda dengan nira lontar. Nira sebagai bahan dasar dalam pembuatan gula merah merupakan bahan yang mudah mengalami fermentasi dan meningkatkan kadar keasaman yang berdampak menurunkan mutu gula dan menyebabkan nira tidak dapat lagi dibuat menjadi gula merah. Namun sebaliknya, pada pembuatan nata dibutuhkan nira dengan tingkat keasamaan yang tinggi, disertai dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum dan penambahan gula pada konsentrasi tertentu sebagai sumber energi yang dapat merangsang bakteri tersebut membentuk lapisan yang terapung pada permukaan media. Dengan memperhatikan potensi yang masih dapat digali dari nira lontar, maka kerangka berpikir diatas adalah untuk mengetahui karakteristik fisikokimia dan organoleptik pengolahan nira lontar menjadi produk nata yang disebabkan penambahan sumber karbon dan sumber nitrogen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Karakteristik: mudah terkontaminasi oleh mikroba
Nira Lontar
Umumnya dibuat Tuak, Gula, minuman segar
Nilai ekonomisnya rendah
Pemanfaatan yang kurang optimal
Diversivikasi
Nilai ekonomisnya tinggi
Nata
Nata Nira lontar dengan penambahan gula dan amonium sulfat sebagai sumber C dan N
Meningkatkan nilai tambah nira lontar
Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Berpikir C. Hipotesis Hipotesa dari penelitian ini adalah dalam pembuatan nata dengan berbahan dasar nira lontar yang dimodifikasi dengan penambahan konsentrasi sumber C dan sumber N yang diduga mempunyai pengaruh tekstur pada nata yang lebih padat, kokoh, kuat, berwarna putih, transparan dan bertekstur kenyal nata yang dihasilkan.
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk analisis karakteristik fisik (ketebalan nata), analisis karakteristik kimia (kadar air nata, kadar abu), dan uji organoleptik dan Laboratorium Analisis Pangan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor untuk analisis serat pangan. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Desember - Febuari 2012. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nira lontar yang diambil dari daerah Rembang. Bahan penunjang lain yang diperlukan yaitu: a. Pembuatan Nata : Gula Pasir (Gulaku), Amonium Sulfat (ZA), Asam Asetat glacial (Asam Cuka), Starter Acetobacter xylinum ( Bu Narmi, Karanganyar), air. b. Analisis kimia : -
Analisis Kadar Serat Pangan Nata : Buffer fosfat, Termamyl, NaOH, protease, enzim amyloglukosidase, HCl, Etanol, Aseton, Alumunium foil.
2. Alat Alat – alat yang digunakan demi menunjang dari penelitian ini antara lain: a. Alat yang digunakan untuk proses pembutan nata antara lain: Botol plastik, timbangan, Panci, gelas ukur, saringan, pH meter, karet, kertas penutup, kompor, Pengaduk, nampan. b. Alat yang digunakan saat analisis kimia commit to user
23
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Analisis Ketebalan Nata: Dengan menggunakan alat micrometer sekrup
/
Jangka
sorong
(Vernier
Caliper
150x0,05
MM/6”X1/128”). -
Alat untuk analisa kadar air adalah oven, botol timbang, desikator, penjepit cawan, dan timbangan analitik (Item AR 2140 Ohaus Corp. Pine Brook NJ USA).
-
Analisis Kadar Abu Nata: krus porselen, kompor gas, tanur pengabuan merk “Barnsead thermolyne”, penjepit cawan, oven, timbangan analitik merk “Ohaus” dan desikator.
-
Analisis Kadar Serat Pangan Nata: erlenmeyer asah 500 ml, pemanas listrik, refluks, cawan kaca masir G2, oven.
C. Tahapan Penelitian Adapun Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Penyaringan Tahap pertama proses pembuatan Nata de Boras adalah penyaringan Nira lontar yang masih segar yang didapat dari desa Kebonagung kecamatan Sulang Kabupaten Rembang dengan kain penyaring
untuk
membebaskan
kotoran-kotoran
yang
tidak
diinginkan. b. Perebusan, penambahan gula dan amonium sulfat Kemudian dilakukan perebusan sampai mendidih, yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang akan mencemari produk yang dihasilkan. Dalam pemanasan ini ditambahkan sukrosa dengan variasi konsentrasi 5% (25 gr/500 ml), 10% (50 gr/ 500 ml), 15% (75 gr/ 500 ml) dan Amonium sulfat masing – masing sebesar 0,2% (1 gr/ 500 ml), 0,5% (2,5 gr/ 500 ml), 0,8% (4 gr/ 500 ml). c. Penambahan Asam asetat Setelah dilakukan perebusan, ditambahkan asam asetat dengan konsentrasi 24%
sebanyak 1% (5 ml/ 500 ml). Hal ini
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan untuk mengatur tingkat keasamannya sampai pH 4-4,5. Dengan tujuan optimasi kondisi pertumbuhan Acetobacter xylinum d. Pendinginan Pendinginan dilakukan pada suhu kamar yaitu pada suhu 2830o C. Setelah dingin, ditempatkan dalam toples yang sudah steril dengan volume 500 ml dan ditutup dengan kertas, supaya media tidak terkontaminasi dengan lingkungan sekitar. e. Pemberian starter Setelah itu starter nata dapat diinokulasikan secara aseptis ke dalam media dengan volume 10% tiap ml sampel (50 ml tiap sampel). Toples plastik tempat fermentasi setelah diinokulasikan starter nata kemudian ditutup kembali dengan kertas, diikat dengan tali karet dan diinkubasi pada suhu antara 28 oC – 30°C. f. Fermentasi Campuran air nira lontar yang sudah diberi starter, dibiarkan selama 10 – 14 hari pada suhu ruang (28o-30o C) agar terjadi proses fermentasi dan terbentuk nata. Jika fermentasi tetap diteruskan , kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar. g. Pemanenan Setelah diinkubasi selama 14 hari, nata dipanen dengan mengeluarkannya dari toples dan dibuang lapisan tipis di bagian bawahnya. Pada pengujian secara organoleptik, setelah dibersihkan nata kemudian direbus. Menurut Pambayun (2002) setelah proses fermentasi selama 14 hari, nata yang terbentuk selanjutnya direbus selama 5 menit dengan tujuan untuk menghentikan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Nata kemudian direndam selama 2 hari dengan mengganti air rendaman setiap harinya untuk menghilangkan aroma asam. Nata tersebut direbus kembali selama 10 menit untuk siap dikonsumsi. Diagram alir proses pembuatan nata de boras dapat dilihat pada Gambar commit 3.1. to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses Pembuatan Nata de Boras
Gambar 3.1 : Diagram alir pembuatan nata de Boras Nira Lontar (500 ml) Penyaringan
Variasi Konsentrasi sukrosa 5 % (25 gr/ 500 ml) -
10 % (50 gr/ 500 ml)
-
15 % (75 gr/ 500 ml)
Penambahan Sukrosa dan Amonium Sulfat
Perebusan Sebanyak 1% (5 ml/ 500 ml) Konsentrasi 24%
Penambahan asam asetat
Sampai pH 4 – 4,5 Pendinginan,suhu kamar (28o-30o C)
Pemberian starter Umur 48 jam (Inokulasi) Sebanyak 10% (50 ml/ 500 ml) Fermentasi pada suhu 28o-30o C 14 hari Pemanenan Nata De Boras
commit to user
Variasi Konsentrasi Amonium sulfat (ZA) - 0,2 % (1 gr/ 500 ml) -
0,5 % (2,5 gr/ 500 ml)
-
0,8 % (4 gr/ 500 ml)
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Analisa Nata de Boras yang telah
jadi kemudian dianalisa secara kimia
(kadar air, abu, serat pangan), fisik ( ketebalan) dan sensoris pada semua sampel Nata de Boras. Metode masing-masing analisis sifat kimia dan sifat fisik pada Nata de Boras dapat dilihat pada Tabel 3.3. Analisa yang dilakukan pada produk Nata de Boras yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel : Tabel 3.1 Metode Analisis Nata de Boras Analisis Kimia Nata de Boras 1
Kadar Air
Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 1997) Asp, et al., 1981
2
Kadar Abu
Tanur (Apriantono, 1989)
3
Serat Pangan
Asp, et al., 1981
Analisis Fisik Nata de Boras 1
Ketebalan
Effendi (2009)
Analisis Sensoris Nata de Boras 1
Organoleptik
Uji Kesukaan (Kartika dkk., 1988)
Disamping itu, diukur juga sisa cairan hasil fermentasi yang dihasilkan (ml). 1.
Rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2x3 dengan dua faktor yaitu sumber karbon, sumber nitrogen dan 3 taraf faktor yaitu sumber karbon (5%, 10%, 15%) b/v ,sumber nitrogen (0,2%;0,5%; 0,8%)b/v. Untuk masing-masing perlakuan dibuat dua kali ulangan Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada masing-masing Nata yang dihasilkan digunakan uji statistik analisis varian (ANOVA). Apabila ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan, dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat signifikasi 95%.
commit to user
digilib.uns.ac.id28
perpustakaan.uns.ac.id
IV. HASIL PEMBAHASAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nira lontar atau Siwalan (Borasscus flabellifer Linn.) yang diperoleh dari desa Kebonagung, Sulang, Rembang. Nira lontar sebagai bahan dasar pembuatan nata yang divariasikan dengan sumber karbon menggunakan sukrosa
dan sumber nitrogen menggunakan
ammonium sulfat, dengan masing – masing konsentrasi sukrosa ( 5%; 10%; 15%) b/v dan ammonium sulfat (0,2%; 0,5%; 0,8%) b/v. Untuk starter yang digunakan adalah strarter yang berumur 48 jam dengan konsentrasi 10% v/v. Sedangkan untuk tingkat keasaman nira, digunakan asam asetat 24% dengan konsentrasi 1% v/v hingga mencapai pH 4 - 4,3 untuk mendapatkan kondisi yang optimal dalam proses pembuatan nata. Berikut ini akan dijelaskan tentang langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dimulai dari perlakuan pendahuluan, analisa organoleptik, analisa fisik ketebalan, analisa kimia kadar air, analisa kadar abu, serta analisa serat pangan nata de boras yang dihasilkan. A. Perlakuan Pendahuluan Lontar atau Siwalan (Borassus flabellifer Linn.) adalah jenis palma yang serba guna. Hampir semua bagian tumbuhan ini bermanfaat bagi umat manusia, antara lain sebagai bahan pangan, bangunan, perabot rumah tangga dan barang kesenian dan budaya. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari berbagai bagian pohon atau tanaman lontar, antara lain bagian akar, batang, daun, bunga yang menghasilkan nira, dan buah membuat tanaman ini mendapat julukan sebagai tanaman serba guna. Produk utama dari tanaman lontar adalah nira segar, gula cair, gula lempeng, laru dan gula semut (Mahmud dan Amrizal dalam Lempang M, 2003). Namun dari pengusahaan produk-produk ini petani memperoleh penghasilan yang masih sangat rendah, disebakan rendahnya rendemen pengolahan dan harga jual. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan inovasi commitdalam to user
28
digilib.uns.ac.id29
perpustakaan.uns.ac.id
guna meningkatkan nilai ekonomis dari nira lontar yaitu dengan pembuatan nata dari nira lontar. Bahan baku nira lontar yang digunakan berasal dari desa Kebonagung, Sulang, Rembang. Tahapan berikutnya adalah penyiapan larutan nira pada toples fermentasi untuk menghasilkan nata. Caranya adalah nira lontar yang memiliki rasa yang cukup manis disaring dan dimasukkan ke dalam panci perebus dengan volume 500 ml, kemudian ditambahkan sukrosa dan ammonium sulfat dengan variasi sebagai berikut: 1. H1M1 2. H1M2 3. H1M3 4. H2M1 5. H2M2 6. H2M3 7. H3M1 8. H3M2 9. H3M3 Keterangan : H1 = sukrosa 5 %
M1 = Amonium sulfat 0,2 %
H2 = sukrosa 10 %
M2 = Amonium sulfat 0,5 %
H3 = sukrosa 15 %
M3 = Amonium sulfat 0,8%
Setelah perebusan larutan nira didinginkan 24 jam sebelum dimasukkan starter Acetobacter xylinum, agar starter tidak mati karena suhu yang tinggi dari perebusan. Kemudian starter berumur 48 jam dimasukkan dengan konsentrasi 10 % 50 ml/ 500 ml karena pada umur biakan starter 48 jam, kemungkinan Acetobacter xylinum berada dalam fase logaritma yaitu berdasarkan fase logaritma dengan waktu generasi paling pendek dan konstan. Setelah itu ditutup kertas koran dan diletakkan dalam ruang dengan suhu 28-30oC. commit to user
digilib.uns.ac.id30
perpustakaan.uns.ac.id
Pengamatan proses fermentasi senantiasa diamati selama percobaan berlangsung. Setelah nata terbentuk dengan baik, maka hasil fermentasi nata dipanen dan diukur cairan sisa hasil fermentasi sebagai berikut:
H1M1
Volume Larutan Awal (ml) 500
220
H1M2
500
H1M3
Perlakuan
Ulangan I (ml) II (ml)
Total (ml)
Rataan (ml)
270
490
245
260
260
520
260
500
220
260
480
240
H2M1
500
300
300
600
300
H2M2
500
240
270
510
255
H2M3
500
270
270
540
270
H3M1
500
300
300
600
300
H3M2
500
270
250
520
260
H3M3
500
270
270
540
270
Tabel 4.1 Cairan sisa hasil fermentasi Dari Table 4.1 diketahui bahwa perbedaan konsentrasi sukrosa yang semakin meningkat, didapatkan cairan sisa fermentasi yang meningkat pula. Hal itu dikarenakan jumlah nutrisi yang berlebihan pada penambahan konsentrasi sumber karbon maupun sumber nitrogen malah tidak dapat disintesa secara optimum oleh Acetobacter xylinum. Penambahan sukrosa yang berlebih dalam pembuatan nata dapat menyebabkan terganggunya aktivitas bakteri, mengakibatkan banyak sukrosa yang diubah menjadi asam, penurunan pH secara drastis, dan merugikan industri nata. Semakin banyak sukrosa yang ditambahkan, akan semakin banyak sukrosa yang mengalami browning, sehingga warna media semakin gelap karena terperangkap dalam struktur serat nata yang transparan. Penambahan sukrosa yang terlalu sedikit menyebabkan bibit nata menjadi tidak tumbuh normal dan commit to user
digilib.uns.ac.id31
perpustakaan.uns.ac.id
nata yang terbentuk tidak dapat dihasilkan secara maksimal (Pambayun R, 2002) dalam (Nur A, 2009) Penambahan sumber nitrogen yang berlebihan dapat menurunkan nilai rendemen dan pH karena adanya ion SO42- yang bersifat asam sehingga aktivitas bakteri terganggu (Mashudi 1993) dalam (Nur A, 2009). B. Sifat Fisik Ketebalan nata de boras Pada proses pengolahan nata de boras, ketebalan merupakan salah satu faktor yang diperlukan untuk melihat hasil akhirnya. Selain mudah dipotong – potong, ukuran nata de boras akan sesuai dengan estetika produk sekali suap. Ketebalan nata merupakan hasil metabolisme dari bakteri Acetobacter xylinum yang dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui pertumbuhan dan kemampuan bakteri tersebut dalam menggunakan nutrisi yang terdapat dalam media menjadi biomassa dan selulosa. Hal ini dikarenakan, aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang mensintesis selulosa ekstraseluler selama proses fermentasi membentuk pelikel nata di permukaan medium fermentasi. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum akan berikatan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk lapisan nata yang terus menebal. Ketebalan nata diukur dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa, ketebalan nata yang diperoleh ternyata berbanding terbalik dengan jumlah cairan sisa fermentasi. Dimana semakin tebal nata yang dihasilkan, maka semakin sedikit cairan sisa fermentasinya. Karena kandungan gula dan nutrisi dalam larutan fermentasi dapat diubah dengan sempurna menjadi selulosa oleh Acetobacter xylinum, sehingga menjadikan cairan sisa fermentasi lebih sedikit. Hasil analisis ketebalan nata de boras dapat dilihat pada Tabel 4.2
commit to user
digilib.uns.ac.id32
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2 Ketebalan Nata de borras Konsentrasi Sukrosa
Konsentrasi Amonium Sulfat 0, 2 %
0,5%
0,8%
5%
1,5933 cm abc
1,9817 cm bc
2,0500 cm c
10 %
1,2600 cm a
1,3533 cm a
1,1650 cm a
15 %
1,2733 cm a
1,4350 cm a
1,5767 cm ab
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0,05 Dari hasil pengukuran tebal pelikel nata yang dihasilkan dengan menggunakan jangka sorong, didapatkan bahwa penambahan sukrosa 10 % dan 15% yang diikuti dengan penambahan ammonium sulfat berbagai macam konsentrasi tidak berbeda nyata. Dengan ketebalan terendah pada penambahan sukrosa 10 % dan ammonium sulfat 0,8 % yaitu 1,1650 cm. Sedangkan untuk perlakuan penambahan sukrosa 5 % yang diikuti penambahan ammonium sulfat dari berbagai macam konsentrasi berbeda nyata dengan didapatkan ketebalan nata tertinggi pada penambahan sukrosa 5 % dan ammonium sulfat 0,8 % yaitu 2,0500 cm. Menurut Budiyanto (2004) dalam Pebtri (2009) bakteri Acetobacter xylinum akan membentuk nata pada permukaan medium yang mengandung gula. Bakteri ini dalam kondisi optimum memiliki kemampuan untuk memproduksi nata dan jika pertumbuhan bakteri optimum maka ketebalan nata yang dihasilkan akan menjadi lebih baik.
commit to user
digilib.uns.ac.id33
perpustakaan.uns.ac.id
Ketebalan Nata de Boras Ketebalan (cm)
2.5000 2.0000 1.5000
sukrosa 5%
1.0000
sukrosa 10%
0.5000
sukrosa 15%
0.0000 0,2%
0,5%
0,8%
Konsentrasi Amonium sulfat
Gambar 4.1 Ketebalan Nata de Boras Pada Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan sukrosa dengan konsentrasi 5% pada masing-masing perlakuan penambahan konsentrasi ammonium sulfat menghasilkan ketebalan nata yang paling tinggi jika dibandingkan pada perlakuan dengan konsentrasi 10% dan 15%. Ketersediaan nutrisi yang optimal pada media fermentasi akan digunakan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk merombak sukrosa menjadi selulosa selama proses fermentasi. Aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang semakin meningkat, maka nata yang dihasilkan juga semakin tebal. Namun apabila kadar sukrosa yang ditambahkan terlalu tinggi maka bakteri Acetobacter xylinum tidak akan bisa bekerja dengan maksimum karena kadar gula yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan dan daya kerjanya. Nira lontar yang mempunyai kandungan sukrosa yang cukup tinggi dengan adanya perlakuan penambahan sumber karbon berupa sukrosa menjadikan pertumbuhan Acetobacter xylinum terhambat. Menurut Pratiwi (2010) apabila sumber karbon yang disintesa bakteri Acetobacter xylinum sangatlah berlebih, sehingga CO2 yang dihasilkan juga tinggi. Dalam media fermentasi CO2 yang tinggi akan mempunyai daya tekan yang tinggi pula terhadap cairan fermentasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id34
sehingga tekanan CO2 tersebut akan mengurangi rongga – rongga yang terdapat pada selulosa dan struktur selulosa menjadi merapat. Hal ini akan berakibat jumlah air yang terdapat pada selulosa sangat sedikit dan akan mempengaruhi terhadap ketebalan pelikel nata yang terbentuk. Sehingga menjadikan ketebalan nata menjadi tipis. Sehingga dengan mempertinmbangkan aspek ekonomisnya, penambahan sukrosa 5 % berada pada konsentrasi yang optimum. Dengan adanya penambahan ammonium sulfat yang merupakan sumber nitrogen maka aktivitas dari Acetobacter xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan lapisan meningkat, namun penambahan sumber nitrogen yang terlalu banyak akan menurunkan kembali rendemen nata (Rosario, 1978) dalam (Edria dkk, 2009) C. Uji Kadar Air Nata de boras Penentuan kadar air diperlukan untuk mengetahui banyaknya kandungan serat nata yang terbentuk. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode thermogravimetri (Sudarmadji dkk, 1997). Hasil analisis kadar air nata de boras dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Kadar Air Nata de Boras Konsentrasi Sukrosa (%)
Konsentrasi Amonium sulfat 0,2% 0,5% 0,8% c c 5% 97.6954% 97.5741% 97.7060% c bc bc 10% 97.4210% 97.3360% 97.4068% bc 15% 96.5503% a 96.8119% ab 96.5158% a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0,05 Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa kadar air nata de boras dipengaruhi oleh konsentrasi sukrosa dan ammonium sulfat. Hasil analisis kadar air nata de boras pada perlakuan penambahan sukrosa 15% diikuti penambahan ammonium sulfat 0,2%; 0,5%, dan 0,8% dengan perlakuan penambahan sukrosa 5 % diikuti penambahan ammonium sulfat 0,2%; 0,5% dan 0,8% berbeda nyata. Sedangkan perlakuan penambahan sukrosa 10 % diikuti penambahan ammonium commit to user
digilib.uns.ac.id35
perpustakaan.uns.ac.id
sulfat 0,2%; 0,5% dan 0,8% tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan sukrosa 15% untuk masing-masing penambahan ammonium sulfat dan berbeda nyata dengan perlakuan penambahan sukrosa 5% ammonium sulfat 0,2%; 0,5% dan 0,8% dengan perlakuan penambahan sukrosa 10% ammonium sulfat 0,2%; 0,5% dan 0,8%. Kadar air nata de boras yaitu berkisar antara 96.5158% 97.7060%. Kadar air tertinggi pada perlakuan penambahan sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,8% yaitu 97.7060% dan kadar air terendah pada perlakuan penambahan sukrosa 15% dan ammonium sulfat 0,8% yaitu 96.5158%. Kandungan kadar air pada nata akan mempengaruhi tekstur nata yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air maka tekstur nata menjadi tidak lunak (alot) dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan kadar air yang tinggi mengandung serat yang lebih rendah, sehingga jaringan selulosa lebih longgar dan air mudah masuk yang akan menghasilkan tekstur nata tidak lunak (alot). Sebaliknya, kadar air yang rendah mengandung serat yang tinggi, menyebabkan jaringan selulosa menjadi rapat dan air susah masuk sehingga tekstur nata yang dihasilkan lunak (kenyal). Djajati dkk. (2009) menyatakan bahwa, sukrosa yang terdapat dalam media digunakan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yang akan menghasilkan selulosa nata. Semakin lama fermentasi menyebabkan lapisan nata yang terbentuk semakin tebal, sehingga ruangan yang tersedia untuk air menjadi lebih sedikit yang mengakibatkan kadar air menjadi lebih rendah. Penurunan kadar air berkaitan dengan semakin meningkatnya kadar serat, karena serat berstuktur rapat, maka air yang terperangkap dalam nata semakin menurun dengan demikian kekenyalan yang dihasilkan semakin keras. Grafik hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi ammonium sulfat terhadap kadar air nata dapat dilihat pada Gambar 4.2
commit to user
digilib.uns.ac.id36
perpustakaan.uns.ac.id
Kadar Air Nata de Boras Kadar air (%)
98 97.5 97
sukrosa 5%
96.5
sukrosa 10%
96
sukrosa 15%
95.5 0.2%
0.5%
0.8%
Amonium sulfat
Gambar 4.2 Kadar Air Nata de Boras Pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa penambahan Kadar air tertinggi pada perlakuan penambahan sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,8% yaitu 97.7060% dan kadar air terendah pada perlakuan penambahan sukrosa 15% dan ammonium sulfat 0,8% yaitu 96.5158 %. Kadar air berkaitan dengan serat dan ketebalan nata yang terbentuk. Penambahan sukrosa 15% dan ammonium sulfat 0,8% menghasilkan kadar air yang paling rendah, hal ini dikarenakan fermentasi selama 14 hari menyebabkan nata yang terbentuk semakin menebal sehingga serat yang terbentuk semakin banyak dan semakin rapat sebagai hasil dari metabolisme Acetobacter xylinum sehingga air yang terperangkap semakin sedikit. Penurunan kadar air berkaitan dengan kadar serat yang semakin meningkat karena serat berstruktur rapat, maka air yang terperangkap dalam nata semakin menurun. Adanya aktivitas kerja mikroba Acetobacter xylinum selama proses fermentasi nira lontar berlangsung, dimana menurut Wahyudin dalam (Astuti P, 2008), bakteri Acetobacter xylinum apabila ditambahkan pada medium gula, membentuk polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraselluler dan dapat mengalami oksidasi lanjutan, yaitu mampu mengoksidasi asam asetat menjadi commit to user
digilib.uns.ac.id37
perpustakaan.uns.ac.id
CO2 dan H2O. Sehingga semakin tingginya kadar gula yang ditambahkan maka, semakin tinggi pula kadar air yang dihasilkan. Salah satu kelebihan penggunaan ammonium sulfat adalah dapat menghambat atau mempersulit pertumbuhan bakteri Acetobacter aceti yang merupakan pesaing bakteri Acetobacter xylinum dalam pembentukan nata de coco (Pambayun, 2002). D. Uji Kadar Abu Nata de Boras Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Selain itu, pengaruh suhu, pH, dan bahan kimia lainnya juga dapat mempengaruhi kadar abu suatu bahan (Mawadah, 2011). Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode Tanur (Apriantono, 1989). Hasil analisis kadar abu nata de boras dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Kadar Abu Nata de Boras Konsentrasi Sukrosa (%)
Konsentrasi Amonium sulfat 0,2% 0,5% 0,8% a a 5% 0,0942% 0,2746% 0,1366% a a a 10% 0,1371% 0,1444% 0,1641% a 15% 0,0935% a 0,1325% a 0,1036% a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0,05 Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kadar abu nata de boras dipengaruhi oleh konsentrasi sukrosa dan ammonium sulfat. Hasil analisis kadar abu nata de boras pada semua perlakuan tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 0,0935% - 0,2746%. Kadar abu tertinggi pada perlakuan penambahan sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,5% yaitu 0,2746% dan kadar abu terendah pada perlakuan penambahan sukrosa 15% dan ammonium sulfat 0,2% yaitu 0,0935%. Grafik hubungan antara konsentrasi sukrosa dan konsentrasi ammonium sulfat terhadap kadar air nata dapat dilihat pada Gambar 4.3. commit to user
digilib.uns.ac.id38
perpustakaan.uns.ac.id
Kadar Abu Nata de Boras Kadar Abu (%)
0.3 0.25 0.2 0.15
sukrosa 5%
0.1
sukrosa 10%
0.05
sukrosa 15%
0 0.2%
0.5%
0.8%
Amonium sulfat
Gambar 4.3 Kadar Abu Nata de Boras Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penambahan Kadar abu tertinggi pada perlakuan penambahan sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,5% yaitu 0,2746a% dan kadar abu terendah pada perlakuan penambahan sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,2% yaitu 0,942%. Menurut Sudarmadji dalam (Emma S, 2009), abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. E. Serat Pangan Nata de Boras Serat pangan adalah senyawa berbentuk karbohidrat komplek yang banyak terdapat pada dinding sel tanaman. Serat pangan dibagi atas dua golongan besar, yaitu serat pangan larut air (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber). Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut dalam air dan dalam saluran pencernaan Komponen serat ini dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Serat pangan larut air adalah pektin, gum, karagenan, agar-agar, psillium, musilase, dan asam alginat. Sedangkan serat pangan tidak larut air merupakan serat pangan tidak larut baik dalam air maupun di dalam pencernaan. Komponen serat pangan yang tidak larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Astawan, commit2008). to user Sepertiga dari serat makanan total
digilib.uns.ac.id39
perpustakaan.uns.ac.id
adalah serat makanan yang larut, sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut (Irwansyah 2003) dalam (Amatun Nur, 2009) . Hasil analisis serat pangan nata de boras dapat dilihat pada di bawah ini. Tabel 4.5.1 Serat Pangan Tidak Larut Nata de Boras Konsentrasi Sukrosa 5% 10% 15%
Konsentrasi Amonium sulfat 0,2% 0,5% 0,8% a a 1.1482% 1.1490% 1.1190% a bc bc 1.7206% 1.6987% 1.7595% c bc bc 1.7494% 1.6917% 1.6569% b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0,05
Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 4.5.1, diketahui bahwa kandungan serat pangan tidak larut nata de boras menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada perlakuan penambahan sukrosa 5% yang diikuti penambahan amonium sulfat dari bermacam - macam konsentrasi dengan perlakuan lainya. Jadi semakin banyak kandungan sukrosa yang digunakan maka semakin tinggi serat pangan tak larut yang dihasilkan. Menurut (Pratiwi, 2010), Hasil analisa kadar serat nata de cacao secara umum pada penambahan sukrosa semakin tinggi dihasilkan kadar serat yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi kadar sukrosa yang ditambahkan maka semakin besar sumber karbon yang tersedia untuk media fermentasi yang berpengaruh pada pembentukan selulosa yang tinggi. Semakin tinggi selulosa yang terbentuk maka kadar serat bertambah. Tabel 4.5.2 Serat Pangan Larut Nata de Boras Konsentrasi Sukrosa 5% 10% 15%
Konsentrasi Amonium sulfat 0,2% 0,5% 0,8% a a 0.7035% 0.7337% 0.7314% a b b 0.8488% 0.8885% 0.8309% b 0.8488% b 0.8891% b 0.8925% b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0,05
Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 4.5.2, diketahui bahwa kandungan serat pangan larut menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dilihat commit to user dari perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa 5% dengan 10% divariasikan
digilib.uns.ac.id40
perpustakaan.uns.ac.id
dengan penambahan ammonium sulfat 0,2%; 0,5% dan 0,8%. Serat pangan tak larut tertinggi pada perlakuan penambahan sukrosa 15% yang divariasikan dengan penambahan ammonium sulfat 0,8%. Untuk serat pangan tak larut terendah pada perlakuan penambahan sukrosa 5% divariasikan dengan penambahan ammonium sulfat 0,2%. Perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa 5% yang diikuti penambahan amonium sulfat dari bermacam - macam konsentrasi berbeda nyata dengan perlakuan lainya. Menurut pendapat Winarno (2004), serat pangan umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarida. Jadi hal ini juga yang menyebabkan jumlah serat pangan larut pada perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa nata de boras berbeda nyata, karena kandungan sumber karbon yang tersedia untuk fermentasi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Tabel 4.5.3 Serat Total Nata de Boras Konsentrasi Sukrosa 5% 10% 15%
Konsentrasi Amonium sulfat 0,2% 0,5% 0,8% 1.8518% a 1.8827% a 1.8504% a 2.5813% b 2.5872% b 2.5903% b 2.5982% b 2.5809% b 2.5494% b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 0,05
Tabel 4.5.3 menunjukkan bahwa serat pangan total nata de boras dipengaruhi oleh konsentrasi sukrosa dan konsentrasi ammonium sulfat. Hasil serat pangan nata de boras berkisar antara 1,8504% - 2.5982%. Nilai total serat pangan tertinggi pada perlakuan penambahan sukrosa 15% ammonium sulfat 0,2% yaitu 2.5982%. Sedangkan serat pangan terendah pada perlakuan dengan penambahan sukrosa 5% ammonium sulfat 0,8% yaitu 1.8504%. Perlakuan penambahan sukrosa 5% yang diikuti penambahan dari berbagai macam konsentrasi ammonium sulfat berbeda nyata dengan perlakuan lainya. Tetapi tidak berbeda nyata antara perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa 10% dengan perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa 15% yang masing – masing diikuti penambahan konsentrasicommit berbagai macam ammonium sulfat. Hasil serat to user
digilib.uns.ac.id41
perpustakaan.uns.ac.id
pangan nata de boras sesuai dengan SNI 01 – 4317 – 1996, yang menyatakan bahwa nata mengandung serat makanan maksimal 4,5%. Berdasarkan hasil tersebut maka nata de boras dapat dijadikan sebagai pangan sumber serat. Grafik hubungan antara jenis dan konsentrasi sukrosa divariasi dengan ammonium sulfat pada analisa total serat pangan nata dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Total Serat Pangan Nata de Boras 3
Serat pangan (%)
2.5 2
sukrosa 5%
1.5
sukrosa 10%
1
sukrosa 15%
0.5 0 0.2%
0.5% 0.8% Amonium sulfat
Gambar 4.4 Serat pangan nata de boras
Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa 15% pada masing-masing penambahan ammonium sulfat, kadar serat pangannya lebih tinggi dibandingkan pada penambahan sukrosa konsentrasi 5% dan 10%. Nata terbentuk karena aktifitas bakteri Acetobacter xylinum yang merombak sukrosa dalam media nira lontar. Penambahan sukrosa menjadikan kenaikan pada kandungan serat pangan yang dihasilkan pada nata de boras. Menurut (Djajati, 2009) semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka semakin tinggi juga kadar seratnya. Hal ini karena sukrosa dibutuhkan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum dan diubah menjadi selulosa, sehingga nata yang terbentuk semakin tebal. Maka ruangan yang tersedia bagi air menjadi lebih sedikit sehingga kadar air menjadi lebih rendah. Penurunan kadar air berkaitan dengan kadar serat yang semakin commit to user
digilib.uns.ac.id42
perpustakaan.uns.ac.id
meningkat karena serat berstruktur rapat, maka air yang terperangkap dalam nata semakin menurun dengan demikian kekenyalan yang dihasilkan semakin keras. Serat makanan memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai bahan pencahar, fermentasi serat dalam kolon menghasilkan produk berupa gas seperti gas hidrogen, metana, karbondioksida dan asam lemak rantai pendek seperti asam asetat, propionat dan butirat, memberi efek kemoprotektif dalam kolon. Mencerna serat tertentu dapat memperbaiki toleransi glukosa dan menurunkan konsentrasi insulin plasma pada orang normal dan pada penderita penyakit diabetes. Konsumsi serat makanan dapat menurunkan absorpsi kolesterol dan peningkatan pelepasan asam empedu (Tensiska, 2008). Selain itu, menurut Herminingsih (2011), serat pangan juga dapat mencegah kanker, sembelit dan kelebihan berat badan. F. Uji Organoleptik Nata de boras Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan atau uji hedonic. Uji ini dilakukan berdasarkan parameter kekenyalan, warna, aroma, rasa, dan overall. Penilaian sampel yang digunakan yaitu penilaian skoring. Skala hedonik yang digunakan sebanyak lima skala, yaitu dari sangat suka sampai sangat tidak suka. 1. Sangat suka 2. Suka 3. Netral 4. Tidak suka 5. Sangat tidak suka Menurut Soekarto (1985) dalam (Haryatni, 2002), uji hedonik termasuk dalam kelompok uji penerimaan atau acceptance test atau preference test. Uji ini menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang lain menyenangi. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditas atau sifat sensorik tertentu dapat diterima masyarakat.
commit to user
digilib.uns.ac.id43
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.6 Organoleptik Nata de boras Perlakuan Konsentrasi Konsentrasi sukrosa ammonium sulfat 5% 0,2% 5% 0,5% 5% 0,8% 10% 0,2% 10% 0,5% 10% 0,8% 15% 0,2% 15% 0,5% 15% 0,8%
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Overall
2.90a 2.90a 2.95a 3.00a 3.05a 3.05a 3.01a 3.05a 3.05a
2.62a 2.81ab 2.90ab 3.00b 2.95ab 2.81ab 3.90c 3.62c 3.95c
2.86a 2.90a 2.86a 3.00a 2.95a 3.00a 3.00a 3.05a 3.05a
3.61c 3.38c 3.33bc 3.00ab 2.86a 2.81a 2.90a 2.81a 2.71a
2.76a 2.86ab 2.81a 2.90ab 3.38a 2.79a 3.19c 3.19c 3.09bc
Keterangan : *Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05. *Skor 1 = Sangat suka, skor 2 = suka, skor 3 = netral, skor 4 tidak suka, skor 5 = sangat tidak suka. Adapun untuk parameter nata de boras yang diujikan yaitu: a. Warna Warna pada produk pangan merupakan atribut mutu yang penting dalam pemasaran, walaupun tidak secara langsung menunjukkan kandungan nutrisi, aroma maupun nilai – nilai fungsional lainya. Warna berkaitan erat dengan kesukaan konsumen terhadap penampakan produk nata yang dihasilkan (Haryatni, 2002). Penerimaan panelis terhadap parameter warna dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.5
commit to user
digilib.uns.ac.id44
perpustakaan.uns.ac.id
Parameter Warna 3.1
Warna
3.05 3 2.95
sukrosa 5%
2.9
sukrosa 10%
2.85
sukrosa 15%
2.8 0.2%
0.5%
0.8%
Amonium sulfat
Gambar 4.5 Hasil Analisis Mutu Warna Nata de Boras Dari data yang diperoleh pada uji organoleptik untuk parameter warna didapatkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa 5%, 10%, 15% dan penambahan konsentrasi ammonium sulfat 0,2%; 0,5%; 0,8% tidak beda nyata. Secara umum penilaian panelis terhadap nata de boras yaitu disukai sampai netral. Hasil menunjukkan bahwa warna yang cenderung disukai oleh panelis adalah pada sampel dengan penambahan konsentrasi sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,2%. Warna nata de boras secara keseluruhan berwarna putih transparan. Hal ini sesuai dengan SNI 01 – 2882 – 1992 yaitu warna nata pada umumnya normal, yaitu putih transparan. Menurut Kisman dkk (1998) dalam Rossi dkk (2002) pemberian konsentrasi (NH4)2SO4 yang semakin tinggi akan menghasilkan warna nata yang semakin coklat. Hal ini disebabkan karena selama pemanasan dalam persiapan pada medium fermentasi terjadi reaksi Maillard antara hasil hidrolisis sukrosa dengan senyawa atau NH2 yang dihasilkan dari hidrolisis (NH4)2SO4.
commit to user
digilib.uns.ac.id45
perpustakaan.uns.ac.id
b. Rasa Rasa merupakan parameter dalam uji organoleptik yang melibatkan indera lidah. Rasa suatu bahan makanan dapat dibagi menjadi 4 rasa yaitu manis, asin, pahit, dan asam. Penerimaan panelis terhadap parameter rasa dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.6
Rasa
Parameter Rasa 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
sukrosa 5% sukrosa 10% sukrosa 15%
0.2%
0.5%
0.8%
Amonium sulfat
Gambar 4.6 Hasil Analisis Mutu Rasa Nata de Boras Dari data yang diperoleh pada uji kesukaan untuk parameter rasa didapatkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa 15% diikuti penambahan konsentrasi ammonium sulfat 0,2%; 0,5%; 0,8% dengan perlakuan pada sampel lainya berbeda nyata. Dari data yang dihasilkan dari tingkat kesukaan panelis untuk parameter rasa nata de boras memiliki nilai rata-rata 2,62 sampai 3,95 yang berarti rasa nata de boras disukai sampai tidak disukai. Berdasarkan tingkat penerimaan panelis terhadap parameter rasa nata de boras dapat diketahui bahwa penambahan sukrosa 5% diikuti penambahan ammonium sulfat 0,2 % merupakan penilaian tertinggi. Panelis menyukai rasa nata de boras tersebut karena rasa yang dihasilkan lebih manis setelah dilakukan perlakuan penambahan sirup sukrosa commit 10% b/v. Sedangkan rasa nata de boras dengan to user
digilib.uns.ac.id46
perpustakaan.uns.ac.id
penambahan sukrosa 15% diikuti penambahan ammonium sulfat 0,8% merupakan penilaian yang terendah. Hal ini dikarenakan pada penambahan sukrosa 15% diikuti penambahan ammonium sulfat 0,8% menghasilkan rasa yang terlalu asam. Menurut Widia (1984) dalam Haryatni (2002), semakin banyak glukosa yang tersedia dalam suatu media maka kandungan serat kasar dari nata yang terbentuk akan semakin meningkat. Peningkatan kadar serat kasar tersebut akan menyebabkan tekstur nata yang kenyal, dimana semakin kenyal nata maka struktur jaringan antar seratnya akan semakin erat sehingga selama proses pemasakan dalam air gula komponen gula akan lebih sulit masuk ke dalam jaringan antar serat (selulosa) tersebut. Hal ini menyebabkan masih adanya rasa asam dalam nata yang akan mempengaruhi penilaian panelis atau konsumen. Disamping itu, komponen larutan sirup juga turut menentukan penilaian panelis. Dalam penelitian ini digunakan 10 % b/v sukrosa untuk larutan sirupnya. Menurut
Arsatmojo
(1996)
dalam
Haryatni
(2002),
untuk
menghilangkan rasa asam, nata direbus sampai mendidih kemudian direndam beberapa kali dalam air bersih sehingga tidak terasa asam lagi. Kemudian direbus dalam air gula. c. Aroma Salah satu faktor yang menentukan mutu suatu produk pangan adalah aroma yang ditimbulkan atau dikeluarkan oleh produk pangan tersebut, karena aroma dapat merangsang sensasi sehingga timbul keinginan untuk mengkonsumsi produk pangan tersebut. Aroma merupakan salah satu komponen utama flavor bahan makanan (Pratiwi, 2010). Hasil uji organoleptik nata de boras untuk parameter aroma dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.7
commit to user
digilib.uns.ac.id47
perpustakaan.uns.ac.id
Parameter Aroma 3.1 3.05 Aroma
3 2.95
sukrosa 5%
2.9
sukrosa 10%
2.85
sukrosa 15%
2.8 2.75 0.2%
0.5%
0.8%
Amonium sulfat
Gambar 4.7 Hasil Analisis Mutu Aroma Nata de Boras
Dari Tabel 4.6 dan Gambar 4.7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter aroma nata de boras berkisar antara 2,86 sampai 3,05 yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti secara umum penilaian panelis bersifat netral. Berdasarkan tingkat penerimaan panelis terhadap parameter aroma nata de boras yang dihasilkan diketahui bahwa perlakuan penambahan sukrosa 5% diikuti penambahan ammonium sulfat 0,2% dan 0,8% merupakan nilai tertinggi dan yang terendah pada perlakuan penambahan sukrosa 15% diikuti penambahan 0,5% dan 0,8% ammonium sulfat. Penambahan sumber karbon 5%, 10%, 15% dan sumber nitrogen konsentrasi 0,2%; 0,5% dan 0,8% pada pembuatan nata de boras menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma yang dihasilkan. d. Tekstur Tekstur merupakan sifat bahan makanan yang dapat dideteksi melalui mata, kulit, dan sensor dalam mulut (Matz, 1962). Menurut Kartika dkk (1988) tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan menggunakan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan), ataupun commit to user
digilib.uns.ac.id48
perpustakaan.uns.ac.id
dengan perabaan dengan jari. Hasil penerimaan panelis terhadap parameter tekstur ditunjukkan pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.6
Tekstur
Parameter Tekstur 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
sukrosa 5% sukrosa 10% sukrosa 15% 0.2%
0.5%
0.8%
amonium sulfat
Gambar 4.8 Hasil Analisis Mutu Tekstur Nata de Boras Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 4.6, menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nata de boras. Pada perlakuan penambahan sukrosa 10%, 15% yang diikuti penambahan ammonium sulfat untuk tiap-tiap perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan penambahan sukrosa 5% yang diikuti penambahan ammonium sulfat untuk tiap-tiap perlakuan. Pada Gambar 4.8 dijelaskan penilaian panelis terhadap parameter tekstur nata de boras memiliki nilai rata-rata berkisar antara 2,71 sampai 3,61 yang berarti terkstur nata de boras disukai sampai tidak suka. Berdasarkan tingkat penerimaan panelis terhadap parameter tekstur nata de boras dapat diketahui bahwa penambahan sukrosa 15% ammonium sulfat 0,8% merupakan penilaian tertinggi. Panelis menyukai tekstur nata de boras tersebut karena tekstur yang dihasilkan lebih kenyal dan tidak lunak. Sedangkan tekstur nata de boras dengan penambahan sukrosa 5% ammonium commit to user
digilib.uns.ac.id49
perpustakaan.uns.ac.id
sulfat 0,2% merupakan penilaian yang terendah. Hal ini dikarenakan pada penambahan sukrosa 5% ammonium sulfat 0,2% menghasilkan tekstur yang terlalu keras. Menurut (Djajati, 2009) semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka semakin tinggi juga kadar seratnya. Hal ini karena sukrosa dibutuhkan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum dan diubah menjadi selulosa, sehingga nata yang terbentuk semakin tebal. Maka ruangan yang tersedia bagi air menjadi lebih sedikit sehingga kadar air menjadi lebih rendah. Penurunan kadar air berkaitan dengan kadar serat yang semakin meningkat karena serat berstruktur rapat, maka air yang terperangkap dalam nata semakin menurun dengan demikian kekenyalan yang dihasilkan semakin keras. (Arsatmojo, 1996) dalam (Haryatni, 2002) mengatakan bahwa semakin banyak kandungan serat nata maka akan semakin kenyal teksturnya. Kekenyalan nata juga akan berubah setelah direbus dengan air gula. Nata yang direbus dalam air gula kekenyalanya menurun dan digigit lebih mudah putus. Hal ini diduga selama perebusan, komponen gula tersebut akan masuk kedalam jaringan antar serat (selulosa) sehingga susunanya menjadi lebih longgar dan lebih mudah putus. Proses pemanasan juga turut membantu masuknya komponen gula. e.
Overall (Keseluruhan) Penilaian overall merupakan penilaian terhadap semua faktor mutu dari nata de boras yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis. Hasil penerimaan panelis terhadap parameter overall dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.9
commit to user
digilib.uns.ac.id50
perpustakaan.uns.ac.id
Parameter Overall 4
Overall
3 sukrosa 5%
2
sukrosa 10%
1
sukrosa 15%
0 0.2%
0.5%
0.8%
Amonium sulfat
Gambar 4.9 Hasil Analisis Mutu Overall Nata de Boras Berdasarkan tingkat penerimaan panelis terhadap parameter overall dapat diketahui bahwa nata de boras dengan perlakuan penambahan sukrosa 5% dan 10% diikuti penambahan ammonium sulfat untuk tiap-tiap perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan penambahan sukrosa 15% diikuti penambahan ammonium sulfat untuk tiap-tiap perlakuan. Perlakuan penambahan sukrosa 5% ammonium sulfat 0,2% adalah paling disukai panelis. Sedangkan penilaian terendah pada perlakuan penambahan sukrosa 15% diikuti penambhan ammonium sulfat 0,2% dan 0,5%. Nilai kesukaan terhadap parameter overall lebih dipengaruhi oleh tingkat penerimaan terhadap parameter rasa dan tekstur.
commit to user
digilib.uns.ac.id51
perpustakaan.uns.ac.id
G. Hasil Komulatif Analisa Fisikokimia dan Organoleptik Nata de Boras Tabel 4.7 Hasil Komulatif Analisa Nata de Boras
Perlakuan
Sifat Fisk Ketebalan
Kadar Air
1,5933 cm abc
97.6954%
1,9817 cm bc
97.5741%
2,0500 cm c
97.7060%
1,2600 cm a
97.4210%
1,3533 cm a
97.3360%
1,1650 cm a
97.4068%
1,2733 cm a
96.5503%
1,4350 cm a
96.8119%
1,5767 cm ab
96.5158%
c
Kadar
Serat
Abu
Pangan
0,0942% a
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Overall
1.8518% a
2.90a
2.62a
2.86a
3.61c
2.76a
0,2746% a
1.8827% a
2.90a
2.81ab
2.90a
3.38c
2.86ab
0,1366% a
1.8504% a
2.95a
2.90ab
2.86a
3.33bc
2.81a
0,1371% a
2.5813% b
3.00a
3.00b
3.00a
3.00ab
2.90ab
0,1444% a
2.5872% b
3.05a
2.95ab
2.95a
2.86a
3.38a
0,1641% a
2.5903% b
3.05a
2.81ab
3.00a
2.81a
2.79a
0,0935% a
2.5982% b
3.01a
3.90c
3.00a
2.90a
3.19c
0,1325% a
2.5809% b
3.05a
3.62c
3.05a
2.81a
3.19c
0,1036% a
2.5494% b
3.05a
3.95c
3.05a
2.71a
3.09bc
H1M1 c
H1M2 c
H1M3 bc
H2M1 bc
H2M2 bc
H2M3 a
H3M1 ab
H3M2 a
H3M3
Keterangan: Kolom yang bercetak tebal merupakan nilai yang tertinggi untuk tiap kolom analisa.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pengaruh sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap karakteristik nata de boras ini adalah : 1. Penambahan sukrosa sebagai sumber karbon dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen berpengaruh terhadap karakteristik fisik (ketebalan) dan karakteristik kimia (kadar air dan serat pangan) nata de boras, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap karakteristik kimia untuk kadar abunya. 2. Penambahan konsentrasi sukrosa dan penambahan konsentrasi ammonium sulfat tidak berpengaruh terhadap parameter organoleptik nata de boras yang meliputi parameter warna dan aroma. Sedangkan untuk parameter rasa, tekstur dan overall ada pengaruh penambahan konsentrasi sukrosa dan ammonium sulfat terhadap nata yang dihasilkan. 3. Perlakuan penambahan konsentrasi sukrosa dan ammonium sulfat yang menghasilkan kualitas nata terbaik yaitu penggunaan konsentrasi sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,2% menghasilkan nata yang paling optimum dilihat dari nilai ekonomisnya nata yang dihasilkan, yaitu dengan ketebalan 1,5933 cm, kadar air 97.6954%
,
kadar abu 0,0942%, serat
pangan 1.8518%, dan untuk uji kesukaan secara keseluruhan yang paling disukai. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan penambahan konsentrasi sukrosa 5% dan ammonium sulfat 0,2% sebagai sumber karbon dan sumber nitrogen pada pembuatan nata dengan menggunakan bahan dasar yang lainnya, misalnya limbah cair tahu, limbah air kelapa, limbah pengolahan tepung tapioka, dan sebagainya. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap produk nira lontar, selain digunakan sebagai bahan pembuatan ethanol lainya, guna meningkatkan nilai ekonomis dari nira lontar yang tersedia melimpah di Negara ini. commit to user
52