perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi / Obyek Penelitian 1. Gambaran Umum Kelurahan Semanggi a. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kelurahan Semanggi Kelurahan Semanggi merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Kelurahan Semanggi terletak di dataran rendah dengan ketinggian ±92 meter di atas permukaan laut dan dengan suhu rata-rata 19-
. Luas Wilayah Kelurahan Semanggi pada tahun
2013 tercatat 166,82 Ha atau sekitar 34,64 persen dari luas Kecamatan Pasar Kliwon (481,52 Ha). Jarak dari Kelurahan Semanggi ke Kecamatan Pasar Kliwon adalah 1.50 Km. Batas-batas Kelurahan Semanggi sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon
Sebelah Timur
: Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan
: Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat
: Kelurahan Joyosuran dan Kelurahan Pasar Kliwon
Secara topografis Kelurahan Semanggi terletak di daerah pinggiran Kota Surakarta atau dalam bahasa akademis disebut daerah marginal. Mengingat Kelurahan Semanggi terletak jauh dari pusat Kota Surakarta dan letaknya cukup terisolasi, maka Kelurahan Semanggi pernah ditunjuk sebagai lokalisasi prostitusi untuk menanggulangi praktek-praktek prostitusi liar di Kota Surakarta. Lokalisasi prostitusi di Kelurahan Semanggi terletak di RT 01 RW 07 Dusun Kenteng yang kemudian disebut dengan nama Silir. Nama tersebut secara etimologi berasal dari bahasa Jawa yang berarti hembusan angin yang sejuk dan menyegarkan. Berkaitan dengan prostitusi, kata
silir
konteks kawasan
menjadi idiom yang berarti tempat istirahat yang
menyejukkan hati karena di situ akan diperoleh kenikmatan hidup yang dapat melupakan segala masalah dunia. Berdasarkan hal tersebut maka Silir hanya merupakan nama sebutan bagi lokalisasi prostitusi di Surakarta bukan nama dusun di Kelurahan Semanggi. b. Keadaan Penduduk Kelurahan Semanggi
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Kelurahan Semanggi merupakan salah satu Kelurahan yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Pasar Kliwon. Kelurahan Semanggi memilki karakteristik yang berbeda dengan kelurahan lain karena terletak di pinggir kota. Berkaitan dengan jumlah penduduk yang berada di wilayah Kelurahan Semanggi, dapat dilihat dari data monografi Kelurahan Semanggi Tahun 2014, bahwa jumlah Penduduk Kelurahan Semanggi pada tahun 2013 tercatat 34.401 jiwa yang terdiri dari 17.240 penduduk laki-laki dan 17.161 penduduk perempuan. Berdasarkan data monografi Kelurahan Semanggi pada tahun 2014, banyaknya penduduk Kelurahan Semanggi menurut kelompok umur pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Kelompok Umur Jenis Kelamin (Tahun) L P 1. 0 4 1.627 1.559 2. 5 9 1.368 1.276 3. 10 14 1.398 1.293 4. 15 19 1.503 1.411 5. 20 24 1.379 1.400 6. 25 29 1.638 1.517 7. 40 49 2.335 2.406 8. 50 59 1.771 1.881 9. 60 + 1.291 1.621 Jumlah 17.240 17.161 (Sumber: Monografi Kelurahan Semanggi Tahun 2014) No.
Jumlah 3.186 2.644 2.691 2.914 3.779 3.155 4.741 3.652 2.912 34.401
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa penduduk yang tinggal di Kelurahan Semanggi pada tahun 2013 memiliki jumlah yang berbeda-beda menurut kelompok umurnya. Populasi terbanyak ditempati oleh penduduk dengan rentang usia 40 49 tahun yaitu berjumlah 4.741 jiwa yang terdiri dari 2.335 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 2.406 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sedangkan populasi paling sedikit adalah penduduk dengan rentang usia 5 9 tahun yang berjumlah 2.644 jiwa, dengan rincian 1.368 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.276 jiwa berjenis kelamin perempuan. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa perbandingan antara penduduk laki-laki dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
perempuan adalah seimbang pada setiap kelompok umur. Data diatas dapat digunakan untuk menentukan jumlah penduduk usia sekolah maupun usia produktif. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu diketahui pula mengenai jenis pekerjaan penduduk di Kelurahan Semanggi. Berikut penulis sajikan jenis pekerjaan penduduk di Kelurahan Semanggi tahun 2013 yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.2. Jenis Pekerjaan Penduduk Tahun 2013 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Pekerjaan Petani Sendiri Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengangkutan PNS / TNI / POLRI Pensiunan Lain-lain JUMLAH (Sumber: Monografi Kelurahan Semanggi Tahun 2014)
Jumlah 4 689 3.547 3.061 4.362 1.582 282 298 14.748 28.573
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui macam-macam jenis pekerjaan yang digeluti oleh penduduk di Kelurahan Semanggi. Data di atas menunjukkan bahwa dari total jumlah penduduk Kelurahan Semanggi yang berjumlah 34.401 jiwa, hanya 28.573 jiwa yang tercatat dalam data monografi Kelurahan Semanggi tahun 2014, sisanya yang berjumlah 5.828 jiwa merupakan anak dibawah umur yaitu usia 0 9 tahun. Berdasarkan data tersebut, petani sendiri menjadi pekerjaan yang paling sedikit digeluti oleh penduduk Kelurahan Semanggi, karena kelurahan tersebut merupakan daerah padat penduduk sehinga jarang ditemui sawah maupun ladang. Jenis pekerjaan yang paling banyak adalah lain-lain yang berjumlah 14.748 jiwa. Jenis pekerjaan lain-lain yang dimaksud di sini adalah jenis pekerjaan tidak tetap termasuk pelajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
2. Gambaran Umum Tentang Puasat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ar Ridho a. Sejarah Singkat PKBM Ar Ridho Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ar Ridho merupakan sebuah lembaga pendidikan nonformal yang didirikan di Dusun Kenteng RT 04 RW 07 Kelurahan Semanggi. Lokasi tersebut terletak bersebelahan dengan kawasan bekas lokalisasi prostitusi di kota Surakarta yang dikenal dengan sebutan Silir. Lokalisasi yang terletak di RT 01 Dusun Kenteng ini sebenarnya telah resmi ditutup pada tahun 1998 dengan dikeluarkannya SK Nomor 462.3/09/1998. Pasca penutupan Lokalisasi Silir, sebenarnya pemerintah telah menyediakan pelatihan-pelatihan dan memberikan bantuan berupa mesin jahit bagi warga mantan tuna susila agar mereka beralih pada profesi baru yang lebih baik. Akan tetapi para tuna susila beranggapan bahwa program yang disediakan pemerintah tersebut tidak lebih menguntungkan dari pekerjaan lamanya sebagai Wanita Tuna Susila (WTS) sehingga mereka lebih memilih untuk tetap melakukan praktek-praktek terselubung. Hal di atas menunjukkan bahwa pemberian materi saja tidaklah cukup, para Wanita Tuna Susila (WTS) membutuhkan motivasi spiritual untuk menyiapkan diri kembali ke tengah-tengah masyarakat. Mengingat gentingnya permasalahan yang menuntut untuk segera diatasi melalui pendekatanpendekatan yang sesuai, maka sebagai langkah awal pada tahun 2005 Sarjoko yang merupakan pendiri PKBM Ar Ridho berinisiatif untuk mendirikan sebuah Taman Kanak-Kanak (TK) Ar Ridho. Beliau beranggapan bahwa seorang anak yang lahir dengan status orang tua yang tidak jelas, tetap harus memiliki masa depan yang jelas, karena sesungguhnya masa depan Silir ada di tangan generasinya. Pada tahun 2006 Sarjoko berusaha untuk mencari legalitas hukum atas Taman Kanak-Kanak (TK) Ar Ridho, akan tetapi pemerintah justru menyarankan agar di eks Lokalisasi Silir didirikan komunitas pembelajaran yang lebih luas yaitu melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Pendirian PKBM Ar Ridho di eks Lokalisasi Silir memerlukan proses yang sangat panjang dan tidak mudah. Proses perekrutan warga belajar yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
pada awalnya ditujukan bagi para Wanita Tuna Susila (WTS) mengalami penolakan dari sebagian besar masyarakat yang merasa dirugikan apabila lembaga ini didirikan. Penolakan tersebut dilakukan oleh para Wanita Tuna Susila (WTS) dan para mucikari karena dengan adanya lembaga ini penghasilan mereka semakin berkurang. Pada saat perintisan lembaga ini Sarjoko sebagai pendiri PKBM Ar Ridho sering mendapatkan intimidasi dari para mucikari melalui tindakan-tindakan kekerasan, namun atas kegigihannya akhirnya lembaga tersebut masih berdiri sampai saat ini. b. Profil PKBM Ar Ridho Menurut dokumen
yang
didapatkan
oleh
penulis
mengenai
pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ar Ridho, profil lembaga tersebut adalah sebagai berikut: Nama Lembaga
: PKBM Ar Ridho
Alamat
: Kentheng Silir Rt. 04 Rw. 07 Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah
Batas wilayah
:
Sebelah Utara
: Pemukiman warga
Sebelah Selatan
: Sungai Bengawan Solo
Sebelah Barat
: Lapangan sepak bola
Sebelah Timur
: Pemukiman warga
Nama Pengelola
: Sarjoko
Berdiri Sejak
: 16 Juni 2006
Luas Tanah dan Bangunan
: 450 m2
Ijin Operasional
: Dikpora Kota Surakarta 4311.34/262/PNF/ 2012 2 Januari 2012 - 2 Januari 2017
Badan Hukum
: Akta Notaris No. 9 24 September 2010 Afifah, SH.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
NILEM
: 33.2.34.4.1.0015
NPWP
: 02.951.269.6-526.000
No Telp.
: Fax
(0271) 666331 || (0271) 9161600 || 081
329 328 844 Facebook
: Pkbmarridhosolo
Twitter
: @pkbmarridhosolo
Website
: http://www.pkbmarridhosolo.blogspot.com
Profil di atas merupakan uraian secara singkat mengenai identitas PKBM Ar Ridho, sedangkan visi, misi dan tujuan lembaga adalah sebagai berikut: Visi
: Terwujudnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang mampu memberdayakan masyarakat Silir dan Sekitarnya untuk menggerakkan
pembangunan
di
bidang
sosial,
ekonomi,
pendidikan dan seni budaya. Misi
Tujuan
1) Menyelenggarakan pendidikan nonformal yang inovatif, berdaya saing dan berkemitraan; 2) Memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sehingga mampu berkarya secara positif; 3) Menyiapkan kemampuan dalam bidang kewirausahaan; 4) Meningkatkan kualitas aqidah dan pemahaman ilmu agama bagi masyarakat. : Mengubah daerah kawasan prostitusi (Silir dan sekitarnya) :
menjadi daerah yang berpendidikan, Religius dan berwirausaha.
Berdasarkan profil lembaga di atas, dapat diketahui bahwa tujuan PKBM Ar Ridho adalah untuk memberdayakan masyarakat sekitar eks Lokalisasi Silir akibat dampak lokalisasi prostitusi. Tujuan yang paling utama dari PKBM Ar Ridho adalah untuk mengubah citra Dusun Kenteng yang sangat lekat dengan nama Silir. Sebenarnya Silir hanya sebutan bagi lokalisasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
prostitusi yang didirikan Pemerintah Kota Surakarta di RT 01 RW 07, namun karena letaknya berada di Dusun Kenteng maka wilayah tersebut juga dikenal oleh masyarakat luas sebagai kawasan yang sarat akan kemaksiatan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sarjoko selaku ketua PKBM Ar Ridho, beliau mengungkapkan bahwa: Tujuan utama didirikannya PKBM Ar Ridho adalah untuk mengubah citra lingkungan ataupun komunitas yang dikenal sebagai daerah prostitusi menjadi masyarakat yang pembelajar dan mandiri. Pembelajar dalam arti kata mereka mau belajar menjadi yang lebih baik tentunya dengan berbagai kemampuan sesuai dengan yang mereka harapkan, sedangkan mandiri artinya setelah mereka mengikuti program ini mereka dapat berwirausaha. (Wawancara: Sabtu, 3 Mei 2014). Berdasarkan uraian di atas, maka untuk merealisasikan visi dan misinya PKBM Ar Ridho menyediakan berbagai macam program pembelajaran berbasis masyarakat yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); Pendidikan Kesetaraan (Kejar Paket C); Taman Baca Masyarakat (TBM); Kursus (menjahit, memasak, membuat aksesoris); Simpan Pinjam Kelompok Usaha Bersama (KUB); Kewirausahaan; Seni Budaya. Program-program di atas merupakan sebuah kesatuan dalam Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat, berbeda dengan satuan pendidikan nonformal lainnya yang hanya memiliki satu jenis program pendidikan nonformal. Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) memang memiliki berbagai bentuk paket program yang ditawarkan kepada masyarakat, namun menurut Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 pasal 105 ayat (2) kesemuanya termasuk jenis program ketrampilan kerja. Berdasarkan program-program yang diselenggarakan di atas, struktur organisasi di PKBM Ar Ridho dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Gambar 4.1. Struktur Organisasi PKBM Ar Ridho (Sumber: Profil PKBM Ar Ridho 2014) B. Deskripsi Temuan Penelitian KETUA PKBM Sarjoko
BENDAHARA PKBM
SEKRETARIS PKBM
1. Natalis Pujiani 2. Fatimah Karimah, S.Psi
1. Citra Prestasiana, S.Kom 2. Aminah
KOORDINATOR PROGRAM Abdul Kodir
TBM
SENI BUDAYA
Syarif
Hari Mulato
PAUD
KESETARAAN
KURSUS
Natalis Pujiani
Destiana Dwi R.
Iswanti
PAUD TK
KP C
TATA BOGA
PAUD KB
KP B
MENJAHIT
PAUD TPA
KP A
KERAJINAN
commit to user
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
KEWIRAUSAHAAN
Paryono
Rosiana S., S.Kom
KORAN IBU
PEMOTONGAN DAN PENJUALAN AYAM
PENDIDIKAN MARGINAL
PENGOVENAN KUNIR
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai partisipasi masyarakat
dalam
Pusat
Kegiatan
Belajar
Masyarakat
(PKBM)
untuk
meningkatkan kesadaran moral mantan Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi Silir Kota Surakarta. Penelitian ini dilakukan di kawasan bekas Lokalisasi Silir di Dusun Kenteng, Kelurahan Semanggi yang telah ditutup pada tahun 1998. Akan tetapi meskipun lokalisasi telah ditutup namun praktek prostitusi masih tetap ada di kawasan tersebut. Penyebabnya adalah karena himpitan ekonomi, kurangnya pendidikan, dan kurangnya kesadaran moral masyarakat yang bersangkutan. Hal tersebut menuntut adanya penanggulangan secara komprehensif dari pihak pemerintah maupun dari masyarakat sekitar. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan prostitusi di eks Lokalisasi Silir adalah dengan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ar Ridho, dimana sasaran utamanya adalah warga tuna susila yang masih tersisa setelah adanya penutupan lokalisasi. PKBM Ar Ridho dalam memberdayakan WTS menggunakan pendekatan yang sangat manusiawi, mereka menempatkan para tuna susila sebagai warga negara yang memiliki hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Hal tersebut ditunjukkan tujuan PKBM Ar Ridho sendiri adalah untuk memperbaiki citra kampung yang dulu dikenal sebagai kawasan kemaksiatan menjadi kawasan pembelajaran dengan menawarkan program-program yang bermanfaat bagi mantan tuna susila, sehingga setelah mengikuti kegiatan di PKBM Ar Ridho dapat berkarya secara mandiri dan mampu menempatkan diri untuk kembali ke tengahtengah masyarakat. Uraian di atas relevan dengan pernyataan yang diungkapkan Citra Prestasiana, bahwa: Tujuan PKBM Ar Ridho itu yang utama adalah mengubah image. Kita tahu sendiri Silir yang dulu itu seperti apa, nah kita berusaha untuk
dari pola pikirnya berbeda, dan dari segi pekerjaannyapun sekarang sudah beda. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Sarjoko
selaku pendiri sekaligus
ketua PKBM Ar Ridho juga
mengungkapkan mengenai tujuan PKBM Ar Ridho bagi masyarakat di eks Lokalisasi Silir, beliau mengungkapkan bahwa: Tujuan utama didirikannya PKBM Ar Ridho adalah untuk mengubah citra lingkungan ataupun komunitas yang dikenal sebagai daerah prostitusi menjadi masyarakat yang pembelajar dan mandiri. Pembelajar dalam arti kata mereka mau belajar menjadi yang lebih baik tentunya dengan berbagai kemampuan sesuai dengan yang mereka harapkan, sedangkan mandiri artinya setelah mereka mengikuti program ini mereka dapat berwirausaha. (Wawancara: Sabtu, 3 Mei 2014) Tujuan utama PKBM Ar Ridho untuk memberdayakan mantan tuna susila di atas nampaknya mengalami permasalahan. Pada kenyataannya masih terdapat masyarakat yang masih mengerjakan profesi terlarangnya meskipun telah didirikan lembaga pemberdayaan tuna susila, bahkan masih ditemukan warga belajar yang tetap melakukan praktek prostitusi terselubung. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa penanggulangan prostitusi tidak hanya ditentukan oleh peran suatu lembaga namun juga memerlukan partisipasi masyarakat untuk mendukung tercapainya program yang diadakan. Partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi yang berasal dari mantan tuna susila itu sendiri untuk mengikuti kegiatan maupun dari masyarakat terdampak dalam memberikan dukungan moral bagi mantan tuna susila untuk berubah dan kembali menjalankan aktifitas sebagaimana masyarakat pada umumnya. Berdasarkan uraian di atas maka untuk mempermudah pengkajian permasalahan, penulis memilih data yang benar-benar dapat dipakai dalam memecahkan permasalahan, sehingga data-data tersebut dapat menjawab rumusan masalah yang ditentukan. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini membahas tentang beberapa aspek diantaranya: 3. Partisipasi masyarakat Silir dalam pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila melalui PKBM Ar Ridho; 4. Dampak PKBM Ar Ridho terhadap kesadaran moral masyarakat mantan Wanita Tuna Susila. Aspek-aspek yang telah dipaparkan di atas dapat diuraikan dalam penjelasan di bawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
1. Partisipasi Masyarakat Silir dalam Pemberdayaan Mantan Wanita Tuna Susila Melalui PKBM Ar Ridho Pemberdayaan bagi Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan sebuah keniscahyaan dalam pembangunan nasional Indonesia, karena Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan salah satu dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS). Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 pada pasal 5 ayat (2) huruf e dan pasal 6 huruf c, yang menerangkan bahwa warga penyandang ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku merupakan salah satu obyek dari pemberdayaan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Upaya pemberdayaan sosial dapat ditempuh melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan mendirikan lembaga pendidikan nonformal berbasis masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, penanggulangan masalah ketunasusilaan di kawasan bekas Lokalisasi Silir juga dilakukan melalui sebuah lembaga pendidikan nonformal yaitu PKBM Ar Ridho. Tujuan utama dari lembaga ini adalah untuk memperbaiki moral para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) dengan pendekatan-pendekatan yang berbasis keterampilan usaha. Lembaga pemberdayaan yang didirikan di kawasan bekas tempat maksiat ini sangat penting mengingat setelah ditutupnya Lokalisasi Silir para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) kemudian tidak memiliki pekerjaan, sehingga rentan untuk kembali melakukan aktifitas terlarangya. Hal tersebut relevan dengan pernyataan Citra Prestasiana, S.Kom saat penulis wawancarai mengenai pentingnya PKBM Ar Ridho di eks Lokalisasi Silir, Ia mengungkapkan bahwa: Kalau pentingnya ya mbak ya, mungkin bukan untuk Silirnya tapi untuk warganya. Kalau untuk warganya walaupun tidak seratus persen mengubah mereka tapi setidaknya ada lah lima puluh persen dari kita itu membantu mereka. Mungkin yang dulunya warga terdampak yang dulu kerja disana karena Silir masih buka kemudian penghasilannya berkurang karena Silir ditutup, berarti kan dia nganggur, nah mereka kami ajak untuk bergabung di PKBM ini. Kami mengajari mereka memasak, dikasih keterampilan ini itu, terus kan nggak jadi nganggur, mereka bisa buka toko meskipun tokonya hanya berada di kampung ataupun di Pasar Klitikan setidaknya kan kita suda bisa mengubah mereka. Kalau untuk manta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
nggak ada, tapi mereka nganggur terus kami kasih keterampilan menjahit disalurkan di dunia usaha, seperti itu. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014) Keberhasilan pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) tidak hanya ditentukan dari kualitas lembaga yang didirikan, akan tetapi juga membutuhkan partisipasi dari masyarakat luas. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan moral bagi mantan Wanita Tuna Susila (WTS) tersebut meliputi partisipasi yang berasal dari mantan tuna susila itu sendiri dan dukungan dari masyarakat terdampak. Dalam hal ini masyarakat tuna susila merupakan sasaran pembangunan yang dilakukan oleh PKBM Ar Ridho, sehingga para tuna susila diharapkan untuk bergabung dalam setiap program yang diselenggarakan di PKBM Ar Ridho mulai dari perencanaan sampai dengan pemanfaatan hasil kegiatan. Sedangkan partisipasi dari warga terdampak adalah menjalankan peranannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (b) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial bahwa masyarakat berperan
mendapatkan pendidikan, perlindung tersebut sejalan dengan pendapat Sarjoko mengenai pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila di PKBM Ar Ridho, beliau mengungkapkan bahwa: Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan eks tuna susila memang perlu sekali mbak, karena partisipasi dari masyarakat akan sangat mempengaruhi tercapai tidaknya program yang kita selenggarakan di PKBM Ar Ridho ini. Partisipasi yang kami perlukan itu bukan dari warga eks tuna susila saja tapi juga masyarakat terdampak untuk bergabung baik sebagai warga belajar maupun pengajar di Ar Ridho. (Wawancara: Sabtu, 3 Mei 2014)
Pentingnya partisipasi masyarakat semakin diperkuat oleh keterangan Destiana selaku koordinator pendidikan kesetaraan ketika diwawancarai oleh penulis saat melakukan pra penelitian, bahwa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Partisipasi masyarakat dalam program-program yang kami adakan ini sangat penting mbak, termasuk warga terdampakpun juga perlu berpartisipasi untuk mendukung tujuan dari PKBM Ar Ridho ini. Sebab apa?, ibu-ibu mantan itu tidak cuma butuh keterampilan dan ceramah saja, tapi mereka juga butuh dorongan moral untuk berubah menjadi bakti bersama yang itu melibatkan seluruh warga Kenteng (warga terdampak dan mantan tuna susila), ibu-ibu mantan WTS itu sebenarnya sudah berusaha untuk membaur dengan memberikan makanan bagi warga yang ikut kerja bakti itu, namun warga (non WTS) malah menolaknya, hal itu membuat ibu-ibu mantan merasa terdi Nah itu kan menunjukkan bahwa memang partisipasi masyarakat sekitar itu penting sekali dalam mendukung tercapainya tujuan kami untuk mengubah ibu-ibu mantan. (Wawancara: Kamis, 9 Januari 2014) Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat khususnya yang berkaitan dengan dorongan atau motivasi spritual sangatlah diperlukan oleh para tuna susila untuk mengubah dirinya ke jalan yang lebih baik. Motivasi spiritual tersebut minimal dapat ditunjukkan dengan penerimaan dari masyarakat terdampak terhadap para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) untuk kembali bergabung dan hidup bersama ke tengah-tengah mereka. Adapun partisipasi masyarakat tersebut secara jelas juga diamanatkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
kaitan dengan pemberdayaan Wanita Tuna Susila (WTS) sebagai bagian dari pembangunan nasional, partisipasi masyarakat juga sangat diperlukan yang meliputi partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil. Adanya partisipasi masyarakat tersebut telah mengubah paradigma bahwa posisi masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai obyek, akan tetapi ikut terlibat dalam setiap tahapan kegiatan. Keempat tahapan partisipasi masyarakat tersebut dapat dilihat secara terperinci dalam uraian berikut ini: a. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan kegiatan Partisipasi masyarakat dalam perencanaan program merupakan upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi pelaksanaan suatu program
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya perencanaan partisipatif tersebut masyarakat diberikan kekuasaan untuk menyampaikan apa yang menjadi keinginannya. Terkait dengan hal ini maka dalam pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS), masyarakat harus digerakkan untuk berpartisipasi aktif dengan cara menggerakkan seluruh elemen masyarakat baik dari para tokoh masyarakat sampai pada sasaran pemberdayaan itu sendiri. Dengan demikian, maka PKBM Ar Ridho sebagai lembaga pemberdayaan warga eks lokalisasi dituntut untuk memberikan sosialisasinya kepada masyarakat luas dengan tujuan agar mereka semakin mengenal dan memahami PKBM Ar Ridho itu sendiri apa. Selain itu masyarakat juga harus mendapatkan sosialisasi mengenai pentingnya peranan mereka dalam memberikan dukungan moral bagi warga eks lokalisasi. Dalam memberikan sosialisasi PKBM Ar Ridho membentuk koordinator lapangan yang bertugas untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai program-program yang akan diadakan di lembaga. Hal tersebut sesuai dengan penuturan Citra Prestasiana, S.Kom bahwa: Karena kita berdiri juga karena mereka, kegiatannya juga untuk mereka jadi salah satu dari mereka ada yang kita ikutkan ingin mengadakan kegiatan kita tinggal minta tolong kepada koordinator RT 1, RT 2 dan sebagainya untuk mengumpulkan ibuibu ke PKBM untuk diberi sosialisasi. Tapi kalau bisa disosialisasikan melalui mutut ke mulu ya kita sosialisasikan dari mulut ke mulut. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014) Hal tersebut didukung oleh pernyataan SP, yang diwawancarai mengenai
keikutsertaannya
dalam
perencanaan
kegiatan,
dalam
kesempatan tersebut Ia mengungkapkan bahwa: .....misalnya dari DIKPORA ada kegiatan masak, itu para pengurus kasih tau kita dan bertanya siapa yang mau ikut kegiatan. Jadi istilahnya itu dikasih tau dulu. Selain itu kalau kita pengen ikut pelatihan ya Mbak, misalnya pengen ikut memasak, atau rias pengantin tapi di Ar Ridho sendiri belum ada programnya kita langsung menyampaikan kepada Bu Lis atau Pak Sarjoko nanti kalau dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Dinas-Dinas mengadakan kerjasama dan mengadakan program itu kami pasti dipanggil untuk diikutsertakan. (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014) Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa PKBM Ar Ridho
telah
berupaya untuk menerapkan
sistem
pendidikan
kemasyarakatan yang partisipatif. Hal tersebut terbukti dengan adanya koordinator lapangan yang bertugas untuk menyosialisasikan dan menawarkan kegiatan kepada masyarakat luas tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, dimana sosialisasi itu sendiri merupakan upaya dalam menggerakkan partisipasi masyarakat. Dalam pemberdayaan Wanita Tuna Susila (WTS) yang dilakukan PKBM Ar Ridho tidak semua masyarakat dilibatkan dalam perencanaan program, perencanaan tersebut hanya dilakukan oleh para warga yang bergabung di lembaga tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sarjoko, bahwa: Tidak semua masyarakat dilibatkan, akan tetapi sebagian besar masyarakat yang sudah bergabung di PKBM baik itu sebagai karyawan tetap, sebagai pengurus, ataupun relawan. Merekalah yang menyusun kurikulum dari awal sampai akhir, karena kurikulum itu kan butuh penyesuaian jadi setiap tahun harus kita ganti. (Wawancara: Sabtu 3 Mei 2014) Selanjutnya Cita Prestasiana, S.Kom mengungkapkan bahwa: Oh gini mbak kalau masalah perencanaan program itu awalnya kita uji coba dulu mbak, jadi kita menawarkan program kegiatan kalau kegiatannya tidak cocok bagi mereka kan juga ndak mungkin akan kan juga nggak logis ibu-ibu disuruh buat tanggalan. Kita lihat potensi-potensi yang ada misalnya buat aksesoris, bahannya cuma kain perca gak butuh modal banyak, paling modal cuma benang dan jarum, itu saja cuma sedikit kan. Jadi dengan modal yang hanya sedikit bisa menghasilkan uang yang lumayan besar, dengan begitu kan masyarakat akan tertarik. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014) Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa warga masyarakat
telah
diberi
kesempatan
untuk
berpartisipasi
dalam
perencanaan pembangunan dengan menawarkan kegiatan-kegiatan yang cocok bagi masyarakat. Selain itu masyarakat juga diberi kesempatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
untuk mengusulkan atau mengutarakan tentang kegiatan yang mereka inginkan. Penyampaian keinginan tersebut merupakan salah satu bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat untuk memecahkan persoalanpersoalan yang berkaitan dengan pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS), dimana keinginan tersebut dapat disampaikan langsung kepada pengurus lembaga. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
dengan
diberinya
kesempatan
kepada
masyarakat
untuk
mengemukakan pendapat telah mengundang antusiasme masyarakat untuk bergabung dalam setiap kegiatan di PKBM Ar Ridho. b. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan Partisipasi mantan Wanita Tuna Susila (WTS) sebagai warga belajar dalam pelaksanaan pemberdayaan merupakan komponen yang paling menentukan keberhasilan program yang diadakan oleh PKBM Ar Ridho karena
mereka adalah obyek dari pemberdayaan itu sendiri.
Partisipasi dalam tahap ini dapat ditunjukkan dengan adaya iklim yang kondusif pada saat pelaksanaan kegiatan. Hal ini sesuai dengan penuturan
sesama warga belajar maupun dengan pengurusnya. Pada saat pelatihan kami itu saling bantu membantu, misalnya pas buat blangkon hasilnya kurang bagus ya kita saling memberitahu aja caranya gini-gini . Selain hal di atas, partisipasi masyarakat dapat ditunjukkan dengan semakin bertambahnya warga belajar yang pada awalnya hanya diikuti oleh masyarakat eks lokalisasi sekarang meluas ke masyarakat terdampak. Pernyataan di atas juga didukung oleh Sarjoko saat diwawancarai mengenai respon masyarakat terhadap terselenggaranya pemberdayaan bagi mantan Wanita Tuna Susila, beliau mengungkapkan bahwa: Ya kalau menolak sampai saat ini sudah tidak ada. Karena setelah mereka melihat apa yang menjadi hasil setelah mereka mengikuti kegiatan tersebut mereka itu merasa beruntung dan mendapatkan manfaat dari apa yang diadakan di PKBM Ar Ridho, dengan s (saling mengajak). Sehingga dengan sendirinya orang-orang yang dulu membencipun akhirnya mereka ikut dengan sendirinya. Jadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
yang dulunya menolakpun sekarang juga ikut belajar dengan kita. Kalau masalah sebuah citra itu saya kira di dunia manapun sama, ada yang mengatakan baik dan ada yang mengatakan tidak baik, itu tergantung apa yang dilakukan oleh lembaga tersebut. (Wawancara: Sabtu, 3 Mei 2014) Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sarjoko, SP selaku warga eks lokalisasi
yang
mengikuti
kegiatan
di
PKBM
Ar
Ridho
juga
mengungkapkan bahwa: Yang bergabung di PKBM Ar Ridho ini ya semua warga (terdampak dan eks lokalisasi) mbak, mereka yang mau dan berniat untuk belajar di sini semuanya boleh ikut. Yang ikut kegiatan di sini juga banyak kok bahkan hubungan kami di sini sudah seperti keluarga sendiri mbak, baik dengan warga belajarnya maupun dengan pengurusnya. (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014) Untuk mendukung hasil wawancara di atas penulis menyajikan data warga belajar di PKBM Ar Ridho yang terdiri dari masyarakat terdampak dan eks lokalisasi yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3. Daftar Warga Belajar Menurut Domisili dan Kategori Kategori No
Domisili
Terdampak
1. Semanggi RT 01 RW 07 2. Semanggi RT 02 RW 07 3. Semanggi RT 03 RW 07 4. Semanggi RT 04 RW 07 5. Semanggi RT 05 RW 07 6. Semanggi RT 06 RW 07 7. Semanggi RT 03 RW 11 8. Semanggi RT 03 RW 12 9. Semanggi RT 02 RW 23 10. Kusmodilagan 11. Waru RT 03 RW 07, Skh Jumlah (Sumber: PKBM Ar Ridho 2014)
4 14 26 36 4 1 1 1 1 1 89
commit to user
Eks Lokalisasi 11 13 5 1 1 31
Jumlah 15 14 39 41 5 1 1 1 1 1 1 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa komposisi warga belajar di PKBM Ar Ridho sebagian besar berasal dari warga terdampak. Hal ini menunjukkan bahwa telah ada dukungan dari masyarakat terhadap pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila di eks Lokalisasi Silir. Akan tetapi masih terdapat sebagian masyarakat yang belum memberikan kepercayaan bagi PKBM Ar Ridho untuk melakukan perubahan. Sosialisasi yang dilakukan oleh para koordinator nyatanya belum dapat menyentuh hati seluruh masyarakat, sebagian masyarakat sampai saat ini masih banyak yang belum paham mengenai PKBM Ar Ridho, Hal tersebut dapat dibuktikan dari pernyataan Citra Prestasiana, S.Kom berikut ini: Dari awal kendala kita itu mengenai kepercayaan masyarakat Mbak. Masyarakat belum sepernuhnya percaya kepada kita tentang pemberdayaan yang kita lakukan. Mereka pikir kegiatan di PKBM Ar Ridho itu tidak berkelanjutan hanya berjalan tiga bulan saja terus bubar. Selain itu masyarakat juga belum paham tentang PKBM itu apa, yang masyarakat ketahui hanyalah PAUD dan itupun cuma sekolah untuk anak-anak. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014)
Kenyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan Farida berikut ini: Saya ndak tahu mbak kalau disana itu ada kegiatan-kegiatan seperti itu, yang saya tahu memang disana itu ada TK tapi kalau untuk yang ibu-ibu saya malah ndak tahu. Anak saya dulu juga saya sekolahkan di situ waktu masih TK. Soalnya saya sibuk mbak, saya kerja di luar jadi ndak sempat ikut kaya gitu-gituan. (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014) Selanjutnya pernyataan yang hampir sama juga diungkapkan oleh Jami bahwa: -ngoten k kula lak mboten tumut soale nggih repot momong anak. orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
tidak ikut soalnya sibuk mengurus anak. (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014) Selain dari hasil wawancara di atas, berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan selama melaksanakan penelitian juga menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami tentang PKBM Ar Ridho. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan keengganan masyarakat untuk diwawancarai, sehingga penulis merasa kesulitan untuk mencari narasumber. Dalam penelitian ini penulis memilih narasumber yang rumahnya berdekatan dengan PKBM Ar Ridho dengan harapan mereka lebih paham mengenai informasi yang penulis butuhkan. Ketika melaksanakan penelitian, penulis mendatangi ke rumah-rumah warga untuk mencari informasi mengenai partisipasi mereka terhadap pemberdayaan di eks Lokalisasi Silir, akan tetapi dari beberapa masyarakat yang penulis datangi tidak berkenan memberikan informasi yang penulis butuhkan dengan alasan bahwa mereka tidak tahu menahu tentang program pemberdayaan yang dilakukan oleh PKBM Ar Ridho. Dari kenyataan yang sedemikian itu maka dapat disimpulkan bahwa sebagian masyarakat masih kurang peduli terhadap pemberdayaan yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan di eks Lokalisasi Silir. c. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi kegiatan Pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi Silir merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi masalah prostitusi di kawasan bekas lokalisasi melalui jalur pendidikan nonformal. Dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal bagi para warga eks lokalisasi, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pendidikan orang dewasa dan pendekatan partisipatif. Dengan pendekatan yang seperti ini maka warga belajar berhak menentukan sendiri apa-apa yang ingin mereka kembangkan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat diharapkan mampu mengemukakan gagasannya kepada pihak-pihak
yang terkait langsung dalam
commit to user
kegiatan
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
bersangkutan. Masyarakat sebagai aktor penting dalam kegiatan ini harus terlibat dalam evaluasi kegiatan yang berjalan, karena evaluasi ini akan digunakan sebagai sarana untuk menyusun kurikulum baru yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan warga belajar. Pada tahap ini PKBM Ar Ridho telah melibatkan masyarakat dalam evaluasinya, hal tersebut sesuai dengan penuturan Citra Prestasiana, S.Kom berikut ini: Dilibatkan mbak, seperti yang saya bilang tadi. Kita ini kan berdiri memang untuk masyarakat, kegiatan-kegiatan kita kan juga untuk masyarakat. Jadi dalam hal ini masyarakat menyampaikan langsung kepada kami mengenai hambatan yang mereka alami selama proses pembelajaran, dan kita coba carikan solusinya. Dengan adanya evaluasi ini kita bisa tahu apakah pelaksanaan kegiatan kita itu sudah sesuai dengan rencana apa belum. Dan ternyata alhamdulillah setelah mengikuti kegiatan ini masyarakat sudah mulai bekerja. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014) Hal tersebut semakin dipertegas oleh pernyataan seorang warga belajar yang bernama TT bahwa: Ya pasti dilibatkan Mbak. Pihak pengurus pasti membantu kami apabila kami mengalami kesulitan dengan kegiatan yang diadakan. Jadi kalau kami mengalami kesulitan atau tidak sesuai dengan kegiatan yang diadakan kami langsung saja bilang ke pengurus gitu pasti mereka dengarkan. (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014) Berdasarkan wawancara diatas terlihat bahwa masyarakat telah dilibatkan dan mau melibatkan diri dalam evaluasi kegiatan. Partisipasi dalam evaluasi kegiatan berguna sebagai acuan atau koreksi untuk melakukan perbaikan. Adanya evaluasi yang melibatkan masyarakat maka setiap kebijakan yang dibuat oleh PKBM Ar Ridho mampu mengakses kebutuhan dari masyarakat itu sendiri. d. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil kegiatan Pemanfaatan hasil kegiatan merupakan hal yang diidam-idamkan dalam suatu pemberdayaan sosial terlebih bagi mereka yang menjadi obyek pemberdayaan. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan warga eks lokalisasi, kesejahteraan para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan tujuan dari kegiatan yang dilaksanakan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa msyarakat telah dilibatkan dalam pemanfaatan hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
kegiatan. Pernyataan tersebut sesuai dengan penuturan Citra Prestasiana,
Seperti waktu bazar itu Mbak, mereka menjual hasil karya mereka dengan modal yang berasal dari kita, ilmu dari kita, dan hasilnya seluruhnya untuk mereka. Jadi kita ndak dapat apa-apa dalam artian kita tidak meminta
Sebagaimana yang diungkapkan oleh narasumber di atas, Iswanti juga mengungkapkan pendapatnya bahwa: Penting sekali mbak, sebelum ada PKBM jarang diadakan pelatihan-pelatihan, yang dulunya diadakan melalui kelurahan itu jarang sekali sampai ke tempat kita, kalaupun ada paling hanya bisa mengirimkan satu atau dua orang karena dibagi se Kelurahan Semanggi. Setelah adanya PKBM Ar Ridho kan dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial langsung mengajak kerjasama dengan kita untuk mengirimkan beberapa orang misalnya sepuluh orang untuk ikut pelatihan memasak, menjahit, aksesoris dan lain-lain. Saya sendiri ikut mendampingi dan pernah mengikuti pelatihan kemudian juga mendapatkan hasil. Waktu pelatihan memasak itu saya juga mendapatkan bantuan kompor gas dari Dinas Koperasi. (Wawancara: Selasa, 15 April 2014) Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan hasil kegiatan sepenuhnya menjadi hak warga belajar. Dalam penyelenggaraan program pemberdayaan, PKBM Ar Ridho hanyalah wadah dan
fasilitator
untuk
mengembangkan
kapasitas
masyarakat khususnya para mantan Wanita Tuna Susila (WTS). Dalam pemanfaatan hasil kegiatan masyarakat sebagai obyek pemberdayaan diharapkan
untuk
mengaplikasikan
ilmu
yang
diperoleh
dalam
kehidupannya. 2. Dampak PKBM Ar Ridho terhadap kesadaran moral masyarakat mantan Wanita Tuna Susila Indikator keberhasilan suatu program adalah adanya kesesuaian antara perencanaan dan hasil yang didapatkan. Berkaitan dengan pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila oleh PKBM Ar Ridho, keberhasilan tersebut dapat dilihat dari peningkatan moral dari obyek pemberdayaan itu sendiri. Pembinaan moral merupakan sebuah usaha untuk menanamkan dan menumbuh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
kembangkan nilai yang menjadi bagian diri seseorang sehingga berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang tersebut. Nilai moral merupakan suatu hal yang berharga, dijadikan sebagai patokan berperilaku yang disesuaikan dengan kehendak manusia untuk bersikap serta berperilaku baik atau buruk. Upaya tersebut telah memberikan dampak bagi berkurangnya praktek prostitusi di eks Lokalisasi Silir, namun masih terdapat warga belajar yang belum dapat terentaskan dari pekerjaan yang kurang baik tersebut. Hal itu dikarenakan belum tertanamnya kesadaran moral dalam diri orang yang bersangkutan. Pada saat awal berdirinya PKBM Ar Ridho memang ada program yang secara spesifik memberikan pembinaan moral bagi para mantan ibu-ibu tuna susila, akan tetapi program tersebut berhenti mengingat warga belajar semakin meluas ke masyarakat terdampak. Hal tersebut diungkapkan oleh Iswanti ketika diwawancarai mengenai pembinaan moral yang dilakukan oleh PKBM Ar Ridho, Ia mengungkapkan bahwa: .....kita hanya sebatas memberikan keterampilan. Karena kita sendiri lebih menekankan ke keterampilannya bukan ke arah keagamaan. Kalau dulu ketika warganya masih ibu-ibu mantan lokalisasi itu memang ada tapi setelah istilahnya berganti menjadi warga belajar sudah tidak ada. Dulu itu waktu masih awal setiap hari . Ya karena kan memang dulunya kita itu didirikan memang untuk mewadahi warga mantan, tapi gek PKBM isi sekarang kan sudah beda. Sekarang sudah menjalar ke masyarakat luar. (Wawancara: Selasa, 15 April 2014) Selain pernyataan Iswanti tersebut, Citra Prestasiana, S,Kom juga menambahkan bahwa: Kalau untuk orang tua yang anaknya sekolah di PAUD itu kita ada parenting yang merupakan program pemerintah kita tinggal ikuti saja. Parenting itu merupakan bimbingan yang ditujukan kepada orang tua tentang bagaimana mengasuh anak, dan pembicaranya berasal dari pengamat anak atau pengamat wanita. Tapi program itu membutuhkan dana yang lumayan banyak, jadi karena dananya nggak cukup dulu itu kami mengadakan setahun dua kali. Kalau bimbingan moralnya yang dari kami sendiri kita mengadakan pengajian bersama. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa pada saat ini memang sudah tidak ada pembinaan moral yang secara eksklusif ditujukan kepada warga eks lokalisasi, hal tersebut dikarenakan semakin meluasnya warga belajar yang ditampung oleh PKBM Ar Ridho. Untuk mengantisipasinya maka PKBM Ar Ridho bekerjasama dengan takmir masjid diseluruh Kelurahan Semanggi untuk mengikutsertakan warga belajarnya dalam kegiatan pengajian yang diadakan setiap seminggu sekali, kegiatan pengajian yang pesertanya berasal dari seluruh warga di Dusun Kenteng. Hal tersebut diungkapkan oleh
dengan masjid dan kita juga sudah kerjasama dengan beberapa masjid yang ada di luar itu 15 April 2014). Adanya kegiatan keagamaan yang diadakan oleh PKBM Ar Ridho, ternyata mendapatkan respon positif dari warga belajar. Mereka menganggap bahwa PKBM Ar Ridho dan Masjid Ar Ridho merupakan suatu kesatuan sehingga menurutnya setiap kegiatan yang diadakan oleh Masjid Ar Ridho juga merupakan bagian dari program PKBM Ar Ridho yang wajib mereka ikuti. Hal ini dapat ditunjukkan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh SP ketika diwawancarai mengenai alasannya mengikuti kegiatan di PKBM Ar Ridho, Ia mengungkapkan bahwa: Soalnya di PKBM Ar Ridho itu banyak kegiatan, saya kan kalau dirumah itu cuman nganggur karena saya cuma ibu rumah tangga sedangkan di PKBM Ar Ridho itu kan ada kegiatan misalnya ada latihan menjahit, itu kan bisa mengisi waktu saya. Kalau di masjid mengadakan pengajian itu saya juga sering ikut Mbak, misal sedang sibuk ya tak sempat-sempatkan. (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014). Berdasarkan keterangan yang diungkapkan oleh warga belajar tersebut maka kesimpulannya adalah bahwa masyarakat semakin tergerak untuk mengikuti kegiatan keagamaan dalam rangka meningkatkan kesadaran moralnya. Mereka telah terikat secara psikologis dan merasa bahwa mereka adalah bagian dari kegiatan itu sendiri. Adanya program tersebut nampaknya telah memberikan dampak yang cukup signifikan dalam diri masyarakat yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
bersangkutan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan SP yang mengatakan bahwa: Perubahan yang saya rasakan ya lebih baik Mbak, yang tadinya ndak tahu menjadi tahu. Misal ya Mbak, kalau dulu masih melakukan hal tidak baik ya memang sebenarnya tau kalau itu ki ndak baik, tapi kan yang namanya manusia to Mbak. Setelah ikut di pengajian itu kita coba mengurangi sedikit demi sedikit, mencoba untuk menjadi lebih baik. Tapi kalau langsung kan juga ndak bisa ya mbak namanya merubah watak itu kan sulit sekali. (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014) Pernyataan yang hampir sama juga diungkapkan oleh TT, warga belajar yang lain mengenai perubahan yang didapatkan dari keikutsertaannya di
merasakan lebih enak Mbak, ya kalau dulunya masih jarang Sholat bukan . (Wawancara: Selasa, 2 Mei 2014) Adapun yang menjadi permasalahan adalah tidak semua warga yang tinggal di daerah tersebut semuanya beragama islam sehingga sebagian kecil masyarakat tersebut tidak terjangkau oleh upaya pembinaan moral. Untuk mengatasi hal tersebut maka pendekatan yang digunakan oleh PKBM Ar Ridho dalam pembinaan moral adalah melalui penawaran kegiatan-kegiatan kursus keterampilan gratis dengan tujuan agar para target tertarik untuk mengikuti program yang diadakan. Strategi yang digunakan oleh pengurus PKBM Ar Ridho adalah seperti yang diungkapkan oleh Citra Prestasiana, S.Kom bahwa: Mengenai strategi untuk menanamkan moral, kami menawarkan berbagai kegiatan yang berupa pemberian keterampilan, karena saya yakin kalau ibu-ibu cuman disuruh datang untuk mendengarkan ceramah saja itu pasti bosan. Jadi dalam memberikan keterampilan kita juga menanamkan moral, dengan cara mengganti topik pembicaraan misalnya. Selain itu dengan mereka mengikuti program kita otomatis -praktek sepe berkurang. (Wawancara: Selasa, 15 April 2014) Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kesadaran moral bagi warga eks lokaliasasi tidak harus dengan memberikan ceramah kepada mereka, adanya kegiatan yang lebih bermanfaat ternyata juga mampu untuk mengurangi praktek-praktek prostitusi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
di eks Lokalisasi Silir. Meskipun tidak semua warga eks lokalisasi terentaskan dari praktek prostitusi, namun adanya PKBM Ar Ridho telah memberikan perubahan yang lebih baik di daerah tersebut. Terkait dengan perubahan yang terjadi di eks Lokalisasi Silir juga dapat terlihat dari pernyataan PR yang merupakan mantan mucikari di eks Lokalisasi Silir di bawah ini: Kalau dibandingkan dengan yang dulu memang sudah banyak berubah ya mbak. Dulu hampir semua warga di sini adalah PSK, jumlahnya lebih dari 200 orang itu khusus untuk kusus RT 1 saja. Dulu yang buka itu 71 KK, 1 KK masing-masing mempunyai 300m persegi. Tapi kan sekarang sudah tidak begitu, karena kan mereka juga sudah tua-tua. Selain itu ya mbak, kalau dulu masyarakat sini yang mempunyai anak kecil itu pastinya merasa terganggu, kalau sekarang sudah merasa tenang. (Wawancara: Kamis, 10 April 2014)
Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diketahui bahwa sudah mulai ada perubahan pada diri para warga eks lokalisasi terkait perilaku mereka yang dulu pernah menyimpang dari nilai moral. Hal tersebut merupakan dampak dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di PKBM Ar Ridho. Berhentinya masyarakat dari kegiatan prostitusi merupakan salah satu bentuk peningkatan moral masyarakat, sebab mereka telah paham bahwa perbuatan itu tidak baik dan mencoba untuk menghindarinya. Menurut K.Bertens kesadaran rinya
peningkatan kesadaran moral masyarakat dapat dilihat dari perilaku dan ucapan-ucapan masyarakat yang sampai pada saat ini berangsur-angsur telah berubah. Kenyataan yang menunjukkan bahwa kesadaran moral masyarakat telah meningkat adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Citra Prestasiana,
dari segi berpakaian dan cara berbicaranya. Kalau dulu masyarakat disini itu memakai pakaian diatas lutut tidak ada masalah, kemudian berbicara kotor
2014). Hal ini relevan dengan pernyataan Laily yang diungkapkan dalam sebuah buku yang berjudul Jika Silir Adalah Hidupku : Catatan Kesaksian dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Kampung Bekas Prostitusi bahwa, adanya atau dibukanya PKBM Ar Ridho, hatiku menjadi senang, tenang dan nyaman. Setiap malam sudah tidak ada orang mabuk, orang berkaraoke hingga
juga diungkapkan pernyataan Inah mengenai perubahan yang terjadi di eks Lokalisasi Silir setelah dibukanya PKBM Ar Ridho, ia mengungkapkan bahwa, pemabuk, tetapi setelah masuk lingkungan PKBM Ar Ridho, semua sudah berubah. Selain sudah tidak mabuk-mabukan lagi,
Hal-hal di atas menujukkan bahwa nilai-nilai moral sudah mulai tertanam dalam diri para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) melalui kegiatankegiatan yang dilakukan di PKBM Ar Ridho, karena setiap pertemuanpertemuan disisipi materi yang memiliki muatan nilai-nilai moral. Sehingga menjadikan warga eks lokalisasi sedikit demi sedikit mulai mengenali dirinya dan berubah menuju perbaikan moral. Meskipun ini belum terjadi pada semua warga eks lokalisasi tetapi masih ada harapan bagi PKBM Ar Ridho untuk mengembangkan upayanya tersebut. Dengan demikian proses pembinaan nilainilai moral yang dilakukan berdampak pada kesadaran moral mantan Wanita Tuna Susila (WTS).
C. Pembahasan 1. Partisipasi Masyarakat Silir dalam Pemberdayaan Mantan Wanita Tuna Susila Melalui PKBM Ar Ridho Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi besar dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people based development), konsep ini muncul sekitar tahun 1970-an dan terus mengalami perkembangan hingga tahun 1990-an. Dalam hal pendekatan pembangunan, tuntutan akan partisipasi ini telah mengubah paradigma mengenai posisi masyarakat dalam proses pembangunan. Masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai objek, tetapi ikut terlibat mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga pemanfaatan hasilnya. Salah satu program pembangunan yang sangat membutuhkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
partisipasi masyarakat adalah program pemberdayaan bagi mantan Wanita Tuna Susila (WTS). Pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi Silir dilakukan melalui PKBM Ar Ridho, dimana dalam pelaksanaannya program tersebut sangat membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat. Hal ini sangat relevan dengan hakikat PKBM itu sendiri karena PKBM merupakan sebuah lembaga pendidikan nonformal yang dibentuk dan dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat setempat.
Dengan demikian, untuk mencapai
keberhasilan pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) maka segala program mulai dari perencanaan sampai dengan pemanfaatan hasil harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan dalam rangka pemberdayaan di wilayahnya dan merekalah yang nantinya akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka.
Berkaitan dengan penanggulangan masalah prostitusi di eks Lokalisasi Silir, terdapat dua kategori masyarakat yaitu masyarakat terdampak dan masyarakat eks lokalisasi. Masyarakat terdampak adalah masyarakat yang tidak terlibat dalam aktifitas prostitusi tetapi merasakan dampak dari adanya aktifitas tersebut, sedangkan masyarakat eks lokaliasasi adalah mereka yang menjalankan aktifitas prostitusi itu sendiri yaitu terdiri dari Wanita Tuna Susila (WTS) dan mucikari. Kedua golongan masyarakat tersebut sama-sama memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberdayaan di eks Lokalisasi Silir, hal ini sesuai dengan teori pemberdayaan partisipatif menurut Kamil (2012:39) dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang pada intinya menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam artian yang lebih luas memang dibutuhkan. Sasaran utama dari pemberdayaan ini adalah masyarakat eks lokaliasasi, sehingga partisipasi dari merekalah yang menjadi cikal bakal terselenggaranya program ini. Sebagai sasaran atau warga belajar, warga eks lokalisasi berhak diikutsertakan dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, warga belajar dan masyarakat yang tidak terdaftar sebagai warga belajar telah dilibatkan dalam setiap penyelenggaraan program mulai dari awal perencanaan sampai dengan pemanfaatan hasilnya. Kenyataan tersebut dapat dibuktikan dalam uraian berikut ini: a. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan kegiatan Pemberdayaan bagi mantan Wanita Tuna
Susila
(WTS)
memerlukan perencanaan yang sangat matang dan strategis serta sesuai dengan karakteristik dari obyek pemberdayaan itu sendiri. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan merupakan pendekatan atau strategi yang diterapkan
dengan
menempatkan
masyarakat
sebagai
subyek
pembangunan. Pada tahap perencanaan kegiatan, PKBM Ar Ridho selalu melibatkan masyarakat untuk ikut serta dalam mengambil keputusan. Hal tersebut dilakukan melalui sosialiasasi yang dilakukan oleh para koordinator lapangan.
Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan
pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemberdayaan sekaligus untuk merekrut masyarakat sebagai warga belajar. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan mengundang masyarakat dalam sebuah pertemuan yang diadakan di PKBM Ar Ridho atau dengan menyampaikan langsung ke rumah-rumah warga. Dalam upaya tersebut masyarakat mendapatkan penawaran kegiatan yang direncanakan oleh PKBM Ar Ridho, mereka diberi kesempatan untuk memilih dan memberikan usul mengenai rancangan kegiatan apa saja yang akan direalisasikan. Adanya sosialisasi sebagaimana dalam uraian di atas nampaknya telah menggugah antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya perencanaan program yang digagas oleh PKBM Ar Ridho. Dengan berpartisipasi dalam perencanaan kegiatan, masyarakat dapat menentukan sendiri kegiatan apa saja yang sesuai dengan kemampuan, serta kebutuhannya sendiri. Bertolak dengan hal tersebut Yadaf dalam teori partisipasinya mengungkapkan bahwa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
.......partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal. (Mardkanto, 2010:95) Sejalan dengan hal tersebut, Kamil dalam konsep pembelajaran partisipatifnya juga mengindikasikan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan program pembelajaran (2012:39). Merujuk teori tersebut dan dikaitkan dengan hasil temuan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat relevansi antara teori dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Secara normatif dan empiris ternyata partisipasi masyarakat dalam perencanaan kegiatan memang sangat diperlukan. Adanya partisipasi dari masyarakat akan mempermudah dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat serta perumusan tujuan pembelajaran yang akan direalisasikan dalam program pemberdayaan masyarakat melalui lembaga pendidikan nonformal.
b. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan Partisipasi masyarakat di eks Lokalisasi Silir dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) dapat dikatakan cukup baik. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan ditandai dengan terciptanya iklim yang kondusif antara komponen yang tergabung dalam PKBM Ar Ridho, baik hubungan antar warga belajar maupun hubungan dengan para pengurus. Selain hal itu partisipasi dalam tahap ini juga dapat dibuktikan dengan mulai bergabungnya ibu-ibu warga terdampak dalam kegiatan di PKBM Ar Ridho. Dengan bergabungnya mereka dalam kegiatan di lembaga pendidikan nonformal tersebut menunjukkan bahwa mereka telah membuka diri dan mendukung adanya pemberdayaan dalam rangka meningkatkan mutu hidup masyarakat. Kenyataan tersebut sesuai dengan konsep pembelajaran partisipatif menurut Kamil (2012:39), menurutnya partisipasi warga belajar dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
pelaksanaan kegiatan dapat dilihat dari adanya iklim kondusif antar komponen organisasi. Sedangkan Yadav dalam Mardikanto (2010:95)
seringkali diartikan sebagai
partisipasi
masyarakat banyak (yang
umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan Berdasarkan teori partisipasi yang diungkapkan Yadav di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan rendah umumnya hanya ditunjukkan dengan
memberikan
sumbangan
yang
berupa
tenaga.
partisipasi
Mengingat masyarakat di eks Lokalisasi Silir rata-rata berada pada tingkat ekonomi rendah maka partisipasi masyarakat lebih banyak ditunjukkan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan yang berupa aktifitas fisik. Kendala
yang
dihadapi
oleh
PKBM
Ar
Ridho
dalam
menyelenggarakan program pengentasan Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi Silir adalah terkait dengan kepercayaan masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum paham mengenai pemberdayaan yang diselenggarakan oleh PKBM Ar Ridho karena adanya sikap acuh dalam diri masyarakat yang bersangkutan. Apabila dikaitkan dengan teori partisipasi masyarakat, hal ini relevan dengan tiga faktor partisipasi masyarakat yang diungkapkan oleh Slamet dalam Suminah dkk (2002:86), menurutnya partisipasi masyarakat didukung oleh kemauan, kemampuan dan kesempatan. Berdasarkan hasil temuan penelitian, terlihat bahwa sebagian masyarakat kurang berminat untuk berpartisipasi karena kegiatan yang diselenggarakan tidak lebih menguntungkan daripada pekerjaannya. Masyarakat telah memiliki kesibukan sendiri-sendiri sehingga tidak memiliki
kesempatan
mengikuti
tahap-tahap
pemberdayaan
yang
diselenggarakan. Selain itu dikarenakan oleh keterbatasan masyarakat dalam menciptakan ide-ide kreatif bagi pengembangan program yang diadakan oleh PKBM Ar Ridho. Hal tersebut menunjukkan adanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
kesesuaian antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan, yaitu bahwa ketiga faktor partisipasi di atas memiliki hubungan kesinambungan dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Kenyataan tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Goldsmith dan Blutasin dalam Taliziduhu Ndraha (1990:105), yang berkesimpulan bahwa: 5) Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan. 6) Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan. 7) Manfaat yang diperoleh melaui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat. 8) Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa antara hasil temuan di lapangan dengan teori yang ada telah relevan. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat semakin tergerak untuk berpartisipasi karena adanya organisasi yang berperan sebagai agen sosialisai. Namun sebagian masyarakat masih kurang berpartisipasi karena merasa kurang mendapatkan manfaat dari kegiatan yang diselenggarakan di PKBM Ar Ridho. c. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi kegiatan Tahap evaluasi kegiatan merupakan langkah untuk menilai apakah pelaksanaan program tersebut sudah sesuai dengan perencanaan. Pada tahap ini masyarakat ditempatkan sebagai pemantau jalannya kegiatan, karena masyarakat sendiri yang terlibat dalam proses kegiatan dan penerima manfaat dari adanya program yang bersangkutan. Berdasarkan hasil temuan penelitian dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sudah cukup bagus. Masyarakat telah dilibatkan dan mau melibatkan diri untuk membantu PKBM Ar Ridho dalam menemukan hambatan-hambatan yang
dialami
masyarakat
selama
pelaksanaan
commit to user
kegiatan.
Dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
pelaksanaannya, evaluasi disampaikan langsung oleh masyarakat selama melaksanakan kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini juga Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dalam proyek pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalahBerdasarkan teori di atas dan hasil temuan lapangan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat relevansi antara teori dan kenyataan yang ada. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan evaluasi kegiatan maka kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan di masyarakat dapat tersampaikan.
d. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil kegiatan Menurut Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan Apabila dikaitkan dengan pernyataan tersebut partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan kegiatan dapat dikatakan cukup baik, hal tersebut didasarkan oleh data yang didapatkan di lapangan. Berdasarkan
hasil
temuan
penelitian,
masyarakat
sebagai
obyek
pemberdayaan telah diberi kesempatan untuk memanfaatkan hasil dari kegiatan bahkan keberadaan PKBM sendiri hanyalah sebagai fasilitator untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. 2. Dampak PKBM Ar Ridho terhadap kesadaran moral masyarakat mantan Wanita Tuna Susila Program pemberdayaan bagi Wanita Tuna Susila (WTS) di PKBM Ar Ridho pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Taraf kehidupan yang dimaksud tidak hanya berkutat pada peningkatan kesejahteraan pada aspek ekonomi, namun juga termasuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
peningkatan kesadaran moral obyek pemberdayaan itu sendiri. Upaya yang dilakukan oleh PKBM Ar Ridho dalam meningkatkan kesadaran moral warga eks lokalisasi adalah melalui pembinaan moral, dimana pembinaan moral itu sendiri tujuannya yaitu meningkatkan pemahaman nilai moral serta perubahan perilaku orang yang bersangkutan. Berdasarkan hasil temuan penelitian dapat penulis simpulkan bahwa adanya
ketertarikan
dan
keterikatan
masyarakat
terhadap
program
pemberdayaan yang diselenggarakan di PKBM Ar Ridho telah memberikan dampak yang cukup baik bagi peningkatan keadaran moral masyarakat, meskipun belum semua Wanita Tuna Susila (WTS) dapat terentaskan dari aktifitas prostitusi. Adanya proram yang diselenggarakan di PKBM Ar Ridho baik yang berupa pembinaan keterampilan/ pelatihan kerja maupun pembinaan moral secara perlahan telah memberikan perubahan metal masyarakat dalam menjalani kehidupannya. Mereka tidak lagi menggantungkan kehidupannya melalui pekerjaan instan yang menghasilkan banyak uang, akan tetapi mereka telah menyadari bahwa hakikat hidup yang sebenarnya tidaklah hanya bersifat duniawi saja tetapi masih ada kehidupan lain setelahnya. Menurut Paulo Freire dalam Manggeng (
membagi empat tingkatan kesadaran manusia, yaitu: a. Kesadaran Intransitif Pada tingkatan ini masyarakat hanya terikat pada kebutuhan jasmani, tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi masa depan. b. Kesadaran Semi Intransitif Pada tingkatan ini masyarakat belum memiliki kemampuan untuk menemukan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
ketidakberdayaannya.
Mereka menganggap bahwa ketidakberdayaannya tersebut merupakan kodrat yang berasal dari Tuhan. c. Kesadaran Naif Pada tingkatan ini masyarakat mulai paham bahwa dirinyalah yang menjadi akar ketidakberdayaannya sendiri. Misalnya kemiskinan yang mereka alami disebabkan oleh kemalasanya sendiri dan sebagainya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
d. Kesdaran Kritis Transitif Tingkat kesadaran yang terakhir ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pada tingkatan ini masyarakat mampu menganalisis secara kritis mengenai struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya serta akibatnya pada keadaan masyarakat. (Manggeng, 2005 : 42-43) Teori di atas sangat sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Apabila dikaitkan dengan teori di atas, kesadaran para Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi Silir saat ini telah berada pada tingkatan kesadaan naif. Berdasarkan hasil penelitian penulis melihat bahwa masyarakat (eks lokalisasi) telah menyadari bahwa keterpurukannya berasal dari dirinya sendiri, dengan demikian maka mereka sendirilah yang mampu menanggulangi masalahnya tersebut. Mereka telah berusaha menerima kenyataan dan mencoba bangkit dari keterpurukannya dengan merintis usaha dari hasil belajarnya di PKBM Ar Ridho. Kesadaran masyarakat (eks lokalisasi) semakin terbentuk sejalan dengan intensitasnya mengikuti kegiatan di PKBM Ar Ridho baik itu dalam bentuk pelatihan kerja maupun pembinaan moral. Kedua macam kegiatan tersebut ternyata saling mendukung satu sama lain dan tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, sebab para warga eks lokalisasi pada dasarnya memang benar-benar membutuhkan pembinaan moral namun merekapun juga telah kebal dengan nasihat-nasihat yang tidak dibarengi dengan solusi nyata terhadap masalah yang dialaminya. Secara riil mereka tidak hanya membutuhkan bimbingan moral, tetapi mereka juga membutuhkan skill untuk mampu hidup mandiri ke tengah-tengah masyarakat pada umumnya. Kesadaran moral para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi Silir juga ditandai dengan adanya tanggung jawab untuk mengerjakan kewajibannya sebagai manusia. Setelah keikutsertaannya dalam kegiatan keagamaan, mereka tidak hanya paham namun mereka secara suka rela telah menjalankan tanggung jawabnya kepada Tuhannya dan tanggung jawabnya sebagai perempuan, yaitu mengurus anak. Menurut mereka hal tersebut merupakan sebuah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
mereka yakin bahwa itu merupakan kebenaran dan sesuai dengan norma yang dijunjung tinggi di masyarakat. Kenyataan ini sesuai dengan pernyataan Poespoprodjo bahwa kesadaran moral memiliki tiga macam sifat yaitu: Pengertian/Pengetahuan,
Kesukarelaan,
dan
Kemerdekaan
(1988:73).
Kenyataan di atas juga sesuai dengan teori perkembangan moral Kohlberg pada tahap postkonvensional yang pada intinya menyatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan karena itu merupakan suatu hak/kebenaran yang bersifat universal. Dengan demikian maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kenyataan yang terjadi di masyarakat telah sesuai dengan teori yang ada.
3. Relevansi Hasil Penelitian dengan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Berdasarkan hal tersebut maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan
karakter
kewarganegaraan
(civic
disposition)
dalam
pembelajaran PKn. Menurut Branson dalam Winarno & Wijianto (2010:56) civic disposition menunjuk pada karakter publik dan karakter privat yang
publik dan karakter privat tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: f. Menjadi anggota masyarakat yang independen; g. Memenuhi tanggung jawab personal kewarganagaraan di bidang ekonomi dan politik; h. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu; i. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana; j. Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat. (Budimansyah dalam Winarno & Wijianto, 2010:56-57)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Hasil penelitian ini memiliki kontribusi dalam pengembangan karakter kewarganegaraan (civic disposition) yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS). Dalam pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi silir, PKBM Ar Ridho menggunakan pendekatan pembelajaran partisipatif dengan pengembangan live skill bagi warga belajarnya. Tujuannya adalah agar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran di PKBM Ar Ridho masyarakat khususnya para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) dapat menjadi warga negara yang independen dan memiliki kemandirian untuk mengembangkan kapasitasnya. Adapun penanggulangan masalah prostitusi ini membutuhkan dukungan dari masyarakat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (b) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Eksploitasi
Seksual
Komersial
bahwa
masyarakat
berperan
untuk
Peran masyarakat dalam penanggulangan masalah prostitusi adalah memberikan motivasi spiritual dan menerima kembali para mantan Wanita Tuna Susila (WTS) untuk kembali ke tengah-tengah kehidupan mereka. Hal ini bertujuan untuk memberikan penghormatan harkat dan martabat mantan Wanita Tuna Susila (WTS) sebagai manusia.
Dengan demikian adanya partisipasi
masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi masalah prostitusi di atas akan mendukung terselenggaranya demokrasi konstitusional. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan kurikulum 2013 pada mata pelajaran PKn hasil penelitian ini sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Tabel 4.4. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Keempat Pada Pembelajaran PKn di SMP dan SMA/SMK Kompetensi Dasar Kelas VII, VIII, IX Kelas X, XI, XII (SMP) (SMA) Menyaji bentuk Menyaji bentuk partisipasi partisipasi kewarganegaraan kewarganegaraan yang mencerminkan yang mencerminkan pada keutuhan pada keutuhan nasional. nasional.
Kompetensi Inti
Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah kongkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif serta mampu menggunakan metoda dan sesuai kaidah keilmuan. (Sumber: Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013)
Sesuai dengan KD di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasil
penelitian
mengenai
partisipasi
masyarakat
dalam
pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) dapat dijadikan contoh kasus pada pembelajaran PKn ditingkat SMP dan studi kasus pada pembelajaran PKn ditingkat SMA/ SMK terkait dengan kompetensi dasar menyaji bentuk partisipasi kewarganegaraan yang mencerminkan pada keutuhan nasional. Berkaitan dengan ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia, masalah yang dikaji dalam penelitian ini merupakan salah satu bentuk ancaman yang mengganggu keutuhan nasional yang berasal dari dalam negeri. Masalah prostitusi di Indonesia menjadi masalah yang sangat krusial dan perlu segera ditangani, sebab jika tidak segera ditangani akan berdampak buruk pada aspek-aspek yang lain. Penanggulangan masalah prostitusi dalam rangka menjaga keutuhan nasional sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat. Partisipasi itu sendiri artinya turut serta atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Partisipasi masyarakat berdasarkan hasil penelitian ini dapat dijabarakan menjadi beberapa tahapan berikut ini: a. b. c. d.
Partisipasi dalam perencanaan; Partisipasi dalam pelaksanaan; Partisipasi dalam evaluasi; Partisipasi dalam pemanfaatan hasil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1.
Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan mantan Wanita Tuna Susila (WTS) dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Partisipasi dalam perencanaan kegiatan Pada tahap perencanaan kegiatan, seluruh masyarakat eks Lokalisasi Silir khususnya ibu-ibu diundang dalam sebuah pertemuan yang dilaksanakan di PKBM Ar Ridho. Pertemuan tersebut merupakan ajang untuk memperkenalkan dan
mendiskusikan rancangan kegiatan yang akan
diselenggarakan dalam program pemberdayaan masyarakat. Melalui pertemuan tersebut warga masyarakat memberikan ide atau gagasan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam forum b.
Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan Sebagian masyarakat sudah mulai
membuka
diri
terhadap
penyelenggaraan pemberdayaan yang dilakukan oleh PKBM Ar Ridho, hal tersebut ditandai dengan mulai bergabungnya warga terdampak dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga tersebut. Namun sebagian masyarakat yang lain masih kurang berpartisipasi karena kurangnya pemahaman mereka mengenai kegiatan pemberdayaan yang diseselenggarakan oleh PKBM Ar Ridho. c.
Partisipasi dalam evaluasi kegiatan Pada tahap evaluasi kegiatan, masyarakat mengemukakan secara langsung mengenai hambatan-hambatan yang dialami selama proses pembelajaran.
d.
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan Pemanfaatan hasil kegiatan sepenuhnya menjadi hak masyarakat sedangkan PKBM Ar Ridho hanyalah sebagai fasilitator pengembangan kapasitas masyarakat di eks Lokalisasi Silir.
commit to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat secara keseluruhan sudah cukup baik, namun masih terdapat masyarakat (terdampak) yang kurang mempercayai PKBM Ar Ridho dalam menyelenggarakan pemberdayaan di eks Lokalisasi Silir. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap PKBM Ar Ridho disebabkan karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat yang bersangkutan. Hal tersebut merupakan salah satu hambatan dalam meningkatkan kesadaran moral mantan Wanita Tuna Susila (WTS) di eks Lokalisasi Silir, sebab dukungan moral dari masyarakat sekitar memang sangat dibutuhkan. 2.
Program pemberdayan bagi mantan Wanita Tuna Susila (WTS) yang diselenggarakan oleh PKBM Ar Ridho telah memberikan dampak bagi berkurangnya praktek prostitusi di eks Lokalisasi Silir meskipun tidak semua warga eks lokalisasi dapat terentasakan dari praktek prostitusi. Adapun program yang diselenggarakan oleh PKBM Ar Ridho telah meningkatkan kesadaran moral masyarakat pada tingkat kesadaran naif, dimana masyarakat mulai memahami bahwa ketidakberdayaannya berasal dari dirinya sendiri maka merekalah yang harus memperbaiki kehidupannya. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan di atas,
maka implikasi yang ditimbulkan sebagai berikut: 1.
Implikasi Teoretis Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai wadah untuk mengembangkan kapasitas masyarakat sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat luas. Partisipasi masyarakat akan tumbuh apabila ada organisasi yang menggerakkannya. Masyarakat akan semakin aktif berpartisipasi jika mereka telah mengenal dan merasa mendapatkan keuntungan/ manfaat
serta diberikan kesempatan dalam
kegiatan evaluasi. Hal ini relevan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Goldsmith dan Blutasin dalam Taliziduhu Ndraha (1990:105) tentang cara menggerakkan partisipasi masyarakat. Adapun partisipasi masyarakat tersebut akan mendukung tercapainya tujuan dari program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran moral mantan Wanita Tuna Susila (WTS).
commit to user