Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) ISSN. 2460-6804 (online)
The Diversity And Abundance Of Leafaud Planthopper (Auchenorrhyncha: Hemiptera) Along With Weeds In Rice Field Ecosystem In South Rantau Of Labuhan Batu Regency NIRWANA FAZRI HARAHAP Department Biology, FMIPA, State University of Medan *
[email protected] ABSTRACT The aim of this research is to find out the diversity, abundance, and dominance of leafaud planthopper (Auchenorrhyncha: Hemiptera) along with the types of weeds grow in rice field ecosystem in South Rantau of Labuhan Batu regency. This research was conducted by using purposive random sampling by using insect net. The collection of hopper was done by swinging the insect net for 50 times that took place in north, south, middle, east and south so that the amount of the sampling was 250 swings. The result of this research showed that there were 6 types of rice pests in vegetation period until stublade field in south Rantau of Labuhan Batu regency. They were : Nilaparvata lugens, Nephotettix sp, Cofana spectra, Recilia dorsalis, Thaia sp, Cicadulina bipunctata. The highest abundance was found in Nilaparvata lugens with 407 individuals, Nephotettix sp with 32 individuals, Cofana spectra with 38 individuals, Recilia dorsalis with 26 individuals, Thaia sp with 19 individuals, and Cicadulina bipunctata with only 1 individual, with low diversity index, it was 0,1075. While the weeds found in south Rantau of Labuhan Batu regency were 5 types, they were Cyperus iria ,Cyperus rotundus,Papalum distichum, Alternanthera philoxeroides, Cyperus pilosus. The highest density was found in Cyperus iria weed, with total 25%, whilw the lowest density was found in Papalum distichum with total only 10%. The highest presence frequency was found in Cyperus iria, Cyperus rotundus, Papalum distichum, Alternanthera philoxeroides with total 20%, while the lowest presence frequency was found in Cyperus pilosus with total 16%. The highest dominance was found in Cyperus rotundus with total 23.34%, while the lowest dominance was found in Cyperus pilosus with total 15.83%, and the highest important value index was found in Cyperus rotundus with total 64.24%, while the lowest important value index was found in Papalum distichum with total 52.69%. Keywords : Diversity, abundance, dominance, leafaud planthopper
PENDAHULUAN Sebagai Negara agraris, Indonesia sangat bergantung kepada tanaman pangan. Dan menurut Swastika (2007), padi merupakan komoditas tanaman pangan yang sangat penting di Indonesia karena sebanyak Sembilan puluh lima persen penduduk Indonesia mengonsumsi bahan makanan ini dan menjadikan beras sebagai makanan pokok . Sehingga, seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan padi senantiasa meningkat (Siregar, 2007). Hama merupakan binatang yang banyak merusak tanaman dari golongan insekta (serangga) dan perusak tanaman pada akar, batang, daun, atau bagian lainnya sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan sempurna atau mati. Peranan serangga dapat bersifat menguntungkan karena bias menjadi sahabat yang memberikan kesejahteraan bagi manusia, di sisi lain memberikan dampak yang buruk atau merugikan bagi manusia (Manurung, 2015). Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan faktor yang mempengaruhi hasil
produksi tanaman di Indonesia. Gulma sebagai organism pengganggu tanaman (OPT) termasuk kendala penting yang harus diatasi dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Penurunan hasil padi akibat gulma berkisar 35 persen samapai 80 persen. (Soelin, 2010). Gulma menimbulkan persaingan antara gulma itu sendiri dengan tanaman disekitarnya. Persaingan terjadi apabila bahan faktor tumbuh yang diperlakukan tidak lagi mencukupi kebutuhan oleh tanaman-tanaman tersebut, karena gulma sama dengan tanaman lainnya yang membutuhkan faktor tumbuh. Dimana faktor tumbuh yang diperlakukan adalah energy cahaya, H2O, CO2, O2 dan ruang. Semakin dekat suatu gulma tumbuh dengan tanaman sekitarnya maka akan semakin sulit untuk mengendalikan persaingannya (Suparyono, 1997). Harian Sinar Indonesia Baru 2014 memberitahukan bahwa telah terjadi serangan hama wereng terhadap tanaman padi yang terdapat dikawasan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu. Hama wereng merusak padi yang
130
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) ISSN. 2460-6804 (online)
siap panen, yang umurnya 85-90 hari, hal ini menyebabkan petani terancam gagal panen. Sebagian petani padi di kawasan jalan baru itu terpaksa mempercepat panen dalam upaya menghindari gagal panen. Berdasarkan latar belakang diatas, suatu penelitian yang mengkaji keanekaragaman dan kelimpahan wereng Auchenorrhyncha: Hemiptera serta gulma yang terdapat pada ekosistem sawah di Rantau selatan kabupaten Labuhan Batu telah dilaksanakan. Homoptera berasal dari kata homo (sama) dan pteron (sayap), serangga ini biasanya bersayap sama seperti membran. Sebagian dari serangga ini mempunyai dua bentuk, yaitu yang bersayap dan tidak bersayap (Tjahjadi,1989). Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya. Ordo ini mengandung satu kelompok serangga yang besar dan beragam yang erat kaitannya dengan hemiptera (Donald, dkk, 1992). Adapun morfologi hemiptera yaitu : tergolonrg arthopoda, yang terdiri dari ruas yang membangun tubuhnya, kepala (caput), dada (toraks), dan perut (abdomen). Sesungguhnya, tubuh serangga tidak kurang dari 20 ruas. Enam ruas membentuk kepala, tiga ruas membentuk toraks, dan 11 ruas membentuk abdomen. Tubuh serangga ditopang oleh sklerotisasi yang berfungsi sebagai kerangka luar. Dinding tubuhnya yaitu intergumen yang terdiri dari satu lapis epidermis, selaput dasar dan kutikula (Jumar, 2000). Rostrum biasanya pendek dan berpangkal pada bagian belakang dari bagian bawah kepala. Pada banyak spesies, rostrum tampak seolah-olah berpangkal di antara koksa tungkai depan. Antena serangga bervariasi, kadang-kadang seperti benang atau pendek kaku seperti rambut. Jenis alat mulutnya menusukmengisap. Serangga betina kadang-kadang memiliki ovipositor yang berkembang baik (Jumar, 2000). Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropics. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zheijiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah. Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, dan Vietnam (Anonim, 2006). Padi merupakan makanan pokok bagi rakyat Indonesia. Sebagian dari masyarakat kita sumber makanannya berasal dari jagung, sorgum, dan
sagu Namun, padi lebih popular meskipun sekarang harga beras mencapai harga yang sangat tinggi (6000/kg atau 7000/kg) (Siregar, 2007). Hama, penyakit tanaman merupakan factor pembatas dalam usaha produksi pertanian. Agar usaha produksi pertanian memberikan hasil yang memuaskan maka tanaman harus bebas dari serangan hama dan penyakit. Oleh sebab itu apabila hidup tanaman terganggu oleh serangan hama dan penyakit perlu dilakukan tindakan pemberantasan, hal ini untuk menjamin agar tidak terjadi kerusakan yang mengakibatkan kerugian. Pemberantasan hama, penyakit tanaman adalah usaha untuk membatasi kerugian karena hilangnya hasil tanaman baik kwantitatif di lapangan dan setelah hasil dipungut. Amat banyak jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian khususnya tanaman pangan. Maing-masing jenis hama dan penyakit mempunyai ciri-ciri yang khusus baik cara hidup, cara menyerang dan akibat serangannya. Karena ciri-ciri yang khusus tadi maka usaha-usaha menanggulanginya juga memerlukan cara-cara yang khusus pula. Faktor fisika merupakan salah satu faktor luar atau factor lingkungan yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup serangga, khususnya wereng. Faktor ini lebih banyak berpengaruh terhadap serangga dibandingkan dengan hewan lain, faktor yang mempengaruhi antara lain suhu dan kisaran suhu, kelembaban dan curah hujan, cahaya dan kecepatan angin (Jumar, 2000). Bahan dan Metode Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal persawahan padi di Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara yaitu Kecamatan Rantau Selatan di Desa Ujung Bandar, terletak pada koordinat 10 260 – 20 1100 LU dan 910 010 – 950 5300 BT. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 – Maret 2015. Dimana sampel wereng diambil menggunakan jala serangga. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh populasi wereng yang terdapat pada areal persawahan. Sementara itu adapun sampel dari penelitian ini adalah wereng yang berhasil ditangkap dengan menggunakan jala serangga (insecting net) pada areal persawahan yang berada di Desa ujung Bandar Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu.
131
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) ISSN. 2460-6804 (online)
Tekhnik purposive sampling yakni melakukan cuplikan sengaja pada garis transek pada plot pengamatan yang telah ditetapkan di areal persawahan.
Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Memilih lokasi pengambilan sampel, yaitu sawah padi pada areal persawahan di Kabupaten Labuhan Batu. 2. Menentukan dan menetapkan lima jalur transek dan melakukan 50 kali ayunan jala serangga pada setiap sampling di tiap areal persawahan. 3. Melakukan penangkapan wereng dari setiap transek dengan mengayunkan jala serangga menyentuh singgang-singgang padi sebanyak 50 kali ayunan pada setiap transek. 4. Pengambilan sampel pada tiap lokasi yang sama dilakukan sebanyak empat kali pengulangan, dimana jarak antara sampling adalah satu minggu. 5. Wereng yang tertangkap selanjutnya dibawa ke laboratorium FMIPA Unimed. Di laboratorium ini wereng disortir dan kemudian diidentifikasi serta dihitung kelimpahan wereng dan diawetkan dalam alkohol 80%. Untuk mengidentifikasi wereng yang diperoleh digunakan referensi menurut Wilson & Claridge (1991). Parameter yang dilihat yaitu bentuk kepala, bentuk moncong, bintik yang terdapat pada tubuh, panjang sayap, ukuran tubuh, warna sayap, warna tubuh dan bentuk aedagus. 6. Pengambilan gulma pada padi dilakukan secara langsung dengan mengamati dan mengambil gulma yang ada pada padi dengan menggunakan plot (50x50), lalu di bawa ke laboratorium FMIPA Unimed. Di Laboratorium ini gulma disortir dan kemudian diidentifikasi menggunakan referensi menurut IRRI (1983). Paremeter yang digunakan yaitu morfologi berupa bentuk dan warna akar, batang dan warna daun serta bagian generatife dari gulma yaitu bentuk dan warna bunga, biji, dan buah.
Tekhnik Pengumpulan Data Metode dan Desain Penelitian Metode pengumpulan wereng yang digunakan pada penelitian ini adalah metode purposive sampling. Alat yang digunakan adalah jala serangga, dimana metode didasarkan pada pengambilan sampel dari wereng yang tertangkap jala dengan menetapkan 5 jalur transek pada areal persawahan (Gambar 3.1). Penangkapan wereng dilakukan dengan melakukan pengayunan jala serangga sebanyak 50 kali menyentuh bagian atas padi. Hal tersebut dilakukan pada bagian utara. Selatan, kiri, tengah dan kanan sehingga setiap sampling didapatkan serangga dari 250 kali ayunan. Dalam pengayunan jala dilakukan secara cepat untuk menghindari wereng yang telah tertangkap terlepas kembali. Metode pengambilan serangga tersebut akan dilakukan pada areal persawahan yang terdapat di Kabupaten Labuhan Batu. Desain penelitian lebih lanjut tampak pada Gambar 3.1 berikut ini :
A
B
C
D
E Gambar 3.1. Desain penelitian komunitas wereng Keterangan : Terdiri dari 5 jalur transek yaitu : A = Utara B = Barat C = Tengah D = Timur E = Selatan Pelaksanaan Penelitian Alat dan Bahan Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer, botol sampel, mikroskop stereo, jala serangga, hygrometer, anemometer, loup, pinset, kertas label, cawan petri, kuas kecil, kantong plastik transparan, kapas, plot (50x50) cm2, Alkohol 80 %, kloroform
Pengukuran Faktor Fisika Lingkungan Dilokasi penelitian telah dilakukan pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Analisis Data Data penelitian yang diperoleh selanjutnya dianalisa untuk menghitung : Indeks Keanekaragaman Untuk menghitung indeks keanekaragaman wereng digunakan rumus
132
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) ISSN. 2460-6804 (online)
Shannon Wiener dalam Manurung (2012) sebagai berikut :
K(i) = b. Kerapatan relatif suatu jenis KR (i) KR(i) = × 100%
Dimana : H’ = Indeks keanekaragaman Shanon Wiener S = jumlah spesies Ni = jumlah individu satu jenis N = jumlah individu semua jenis Ln = logaritma natural Pi = proporsi jumlah individu ke I terhadap jumlah total individu dari keseluruhan spesies
c.
Frekuensi suatu jenis F(i) F(i) =
d.
Frekuensi relatif suatu jenis FR(i) FR(i) = × 100%
e.
Dominasi suatu jenis D(i) D(i) =
f.
Dominan relatif suatu jenis DR (i) DR(i) =
g. Indeks Dominasi Besarnya indeks dominasi dari setiap kelompok wereng dihitung dengan menggunakan rumus dari Simpson :
100% Nilai Penting (NP) dari masing – masing jenis NP (i) NP(i) = KR(i) + FR(i) + DR(i) Dimana: KR = Keanekaragaman relatif FR = Frekuensi relatif DR = Dominasi relative
Hasil dan Pembahasan
Dimana : C = indeks dominan Ni = jumlah individu satu jenis N = jumlah individu semua jenis
Hasil Penelitian Keanekaragaman dan Kelimpahan Wereng Auchenorrhyncha: Hemiptera Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Ujung Bandar Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu keanekaragaman wereng yang diperoleh ada 6 jenis wereng yang ditemukan yaitu Nilaparvata lugens, Nephotettix sp, Cofana spectra, Recilia dorsalis, Thaia sp, Cicadulina bipunctata. Dengan kelimpahan dari masing-masing wereng tersebut disajikan dalam table 4.1 berikut ini :
Indeks Kemerataan Jenis Dimana : J = indeks kemerataan jenis H1 = indeks keanekaragaman jenis s = jumlah jenis Analisis Vegetasi Gulma a. Kerapatan atau density suatu jenis K(i)
Tabel 4.1 Keanekaragaman dan Kelimpahan Wereng Auchenorrhyncha : Hemiptera Masa Vegetasi Masa Singgang-singgang N U l a n g a n o Nama Spesies 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6
Nilaparvata lugens Nephotettix sp Cofana spectra Recilia dorsalis Thaia sp
Cicadulina bipunctata Jumlah Spesies Kelimpahan Indeks
×
6
Total
66
74
78
49
68
72
407
5 7 4 2
6 8 5 1
3 7 1 1
4 5 2 3
6 6 8 5
8 5 6 7
32 38 26 19
-
1
-
-
-
-
1
5 84 0,0645
6 95 0,0080
5 90 0,0092
5 63 0,0062
5 93 0,0192
5 98 0,0004
6 523 0,1075
133
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
Keanekaragaman (H1) Indeks Kemerataan (J1)
0,040
ISSN. 2443-1230 (cetak) ISSN. 2460-6804 (online)
0,004
0,005
4.1.2. Indeks Dominansi Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan dengan menggunakan metode insecting net dan diperoleh Nilaparvata lugens sebanyak 407 individu , Nephotettix sp 32 individu, Cofana
0,004
0,011
0,0002
0,064
spectra 38 individu, Recilia dorsalis 26 individu, Thaia sp 19 individu, Cicadulina bipunctata 1 individu. Indeks dominansi wereng Homoptera disajikan pada Tabel 4.2 :
Tabel 4.2. Indeks Dominansi Wereng Auchenorrhyncha: Hemiptera No
Nama Spesies
1
Nilaparvata lugens Nephotettix sp Cofana spectra Recilia dorsalis Thaia sp Cicadulina bipunctata
2 3 4 5 6
U
l
g
a
n
Total Dominansi
2 0,606
3 0,751
4 0,604
5 0,534
6 0,539
3,651
0,003 0,006 0,002 0,001 0
0,003 0,007 0,002 0,000 0,000
0,001 0,006 0,000 0,000 0
0,004 0,006 0,001 0,002 0
0,004 0,004 0,007 0,003 0
0,006 0,002 0,003 0,005 0
0,021 0,031 0,015 0,011 0,000
20
23,24
Papalum distichum Alternanthera philoxeroides
10
20
22,69
52,69
15
20
19,85
54,85
Cyperus pilosus
24
16
15,83
55,83
Total
95
96
100
291
Dari data diatas maka dapat dilihat, kerapatan gulma tertinggi Cyperus iria dengan kerapatan 25% dan kerapatan terendah ada pada gulma Papalum distichum dengan kerapatan relatif 10%, sedangkan frekuensi gulma tertinggi adalah Cyperus iria, Cyperus rotundus, Papalum distichum, Alternanthera philoxeroides, dengan frekunsi relatif 20% dan terendah ada pada gulma Cyperus pilosus dengan frekuensi relative 16%, dan dominasi gulma tertinggi adalah Cyperus rotundus dengan dominasi relatif 23,24% dan terendah ada pada gulma Cyperus pilosus dengan dominansi relatif 15,83. Indeks nilai penting tertinggi adalah Cyperus rotundus dengan nilai indeks penting sebesar 64,24 dan indeks nilai penting terendah adalah Papalum distichum dengan indeks nilai penting sebesar 52,69.
Tabel 4.3 Jenis Gulma yang Menjadi Habitat Wereng Auchenorrhyncha : Hemiptera Nama Gulma KR FR DR % INP % % Cyperus iria 25 20 18,39 63,39 21
n
1 0,617
Dari data diatas dapat dilihat bahwa wereng yang paling mendominansi dari setiap ulangan adalah wereng Nilaparvata lugens dan yang paling rendah tingkat dominansinya adalah Cicadulina bipunctata. Hal ini dikarenakan kondisi abiotik (iklim dan cuaca) dan ketersediaan sumber daya pakan wereng tersebut di lokasi penelitian dalam keadaan baik dalam perkembangan. Selain dari aspek ekologisnya terlihat bahwa luas areal persawahan sangat mempengaruhi migrasi wereng. 4.1.3. Jenis Gulma yang Menjadi Habitat Wereng Auchenorrhyncha : Hemiptera Adapun jenis gulma yang telah didapatkan pada, areal pesawahan di Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu disajikan pada Tabel 4.3 dibawah ini :
Cyperus rotundus
a
64,24
4.2. Pembahasan Penelitian
134
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) ISSN. 2460-6804 (online)
4.2.1. Keanekaragaman Wereng Auchenorrhyncha: Hemiptera Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode insecting net, jenis wereng Auchenorrhyncha: Hemiptera yang terdapat pada hasil penelitian pada masa vegetasi hingga singgang-singgang ditemukan 6 jenis wereng yakni Nilaparvata lugens, Nephotettix sp, Cofana spectra, Recilia dorsalis, Thaia sp dan Cicadulina bipunctata. Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa keanekaragman pada penelitian yang telah dilakukan di Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu termasuk kedalam keanekaragaman rendah.
4.
Berdasarkan pengukuran kondisi fisika lingkungan penelitian dapat diketahui bahwa suhu udara pada setiap kecamatannya berkisar antara 280C- 310C, dengan kelembapan udara 76% - 87%, Kecepatan angin 7 km/jam – 5 km/jam. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan pada areal persawahan di Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu merupakan kondisi yang efektif dalam perkembangan wereng, namun bukan merupakan kondisi yang optimum bagi perkembangan wereng.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian dengan metode yang berbeda pada daerah yang sama, ataupun dilakukan perbandingan di beberapa sawah pada setiap kecamatan.
4.2.2.
Kelimpahan Wereng Auchenorrhyncha: Hemiptera Dari data yang telah diperoleh pada Tabel 4.1 maka dapat dilihat bahwa kelimpahan wereng pada jenis Nilaparvata lugens sebanyak 407 individu, Nephotettix sp 32 individu, Cofana spectra 38 individu, Recilia dorsalis 26 individu, Thaia sp 19 individu, Cicadulina bipunctata 1 individu.
Daftar Pustaka Affandi, Ahmad, (1977), Padi, Palawijaya dan Sayur-sayuran, Departemen Pertanian satuan Pengendali BIMAS : Jakarta AKK, (1990), Budidaya Tanaman Padi, Kanisius, Yogyakarta Anonimus, (2008), http://problempadi.blogspot.com/20 08/04/wereng-coklat.html (diakses tanggal 2 Nopember 2014) Anonimus, (2014), Tanaman Padi di Rantauprapat Diserang Wereng Petani Terancam Gagal Panen, SIB, 06 September 2014 Anonimus, (2007),http://sempaja.blog..co.uk/20 07/06/29/gulma_pada_tanamanpan gan_2539931/ Bangun, P. dan M. Syam (1989), Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi, Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, Bogor Baehaki. 1992, Berbagi Hama Serangga Tanaman Padi. Bandung: Angkasa Bintang, A.H., (2011), Struktur Komunitas Serangga Homoptera (Wereng) Batang dan Daun pada Singgangsinggang Padi di Enam Kecamatan Kabupaten Deli Serdang, Skripsi FMIPA UNIMED : Medan Borror, D.J., Triplehon, C.A. & N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kesimpulan Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 6 jenis wereng yakni Nilaparvata lugens, Nephotettix sp, Cofana spectra, Recilia dorsalis, Thaia sp, Cicadulina bipunctata. 2. Berdasarkan hasil penelitian kelimpahan wereng Auchenorrhyncha: Hemiptera yaitu Nilaparvata lugens 407 individu, Nephotettix sp 32 individu, Cofana spectra 38 individu, Recilia dorsalis 26 individu, Thaia sp 19 individu, Cicadulina bipunctata 1 individu. 3. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan 5 jenis gulma Cyperus iria, Cyperus rotundus, Papalum distichum, Alternanthera philoxeroides, Cyperus pilosus. Kerapatan terbesar yaitu pada gulma Cyperus iria dengan total 25 %, Frekuensi terbesar yaitu pada gulma Cyperus iria, Cyperus rotundus, Papalum distichum, Alternanthera philoxeroides yaitu 20 %, Dominansi terbesar terdapat pada gulma Cyperus rotundus yaitu dengan total 23,24% dan Indeks Nilai Penting terbesar terdapat pada gulma Cyperus rotundus.
135
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) ISSN. 2460-6804 (online)
Djatmika, (2008), Petunjuk Teknis Usaha Tani Padi-Ikan-Itik Di Sawah, PT Intermedia, Jakarta Timur IRRI, (1983), Gulma : Permasalahan Lapangan Tentang Padi di Daerah Tropika, Pustaka Desa. Jakarta Jumar, (2000), Entomologi Pertanian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta Kartasapoetra, A.G., 1987, Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan, Radar Jaya Offset: Jakarta Karindah, S., Purwaningsi, A., Agustin, A., dan Astuti, L., (2010), Ketertarikan Anaxipha Longipennis Servile (Orthopetra: Grylidae) Terhadap Beberapa Jenis Gulma di Sawah sebagai Tempat Bertelur, Jurnal Entomologi Indonesia April 2011. Vol 8 No.1:27-35 Lestari, D.F.N., (2012), Gulma di Per]tanaman Padi (Oryza sativa L) Konvensional, Transisi, dan Organik, Jurnal Manullang, A., (2013). Kajian Ekologi Wereng (Hemiptera : AUCHENORRHYNCHA) Pada Gulma Padi Sawah Pasca Panen di Kabupaten Deli Serdang, Skripsi FMIPA UNIMED: Medan Manurung, B., (2015), Entomologi, FMIPA Unimed Pres, Medan Manurung, B., (2002), Ekologi Hewan, FMIPA Unimed Pres, Medan
Pracaya, (1992). Hama dan Penaykit Tanaman, Penebar Swadaya Anggota IKAPI, Jakarta Prasetiyo, Y., (2002), Budidaya Padi Sawah TOT (Tanpa Olah Tanah), Kanisius, Yogyakarta. Siregar,A., (2007). Hama-Hama Tanaman Padi, USU Repository, hal 1-5. Soelin, S., Syam, Z., Daud, M., (2010). Keanekaragaman Jenis Gulma Padi Sawah di Desa Rambah Baru Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu, Prosiding Seminar Nasional Biologi : Meningkatkan Peranan Biologi dalam Mewujudkan National Achievement with Global Reach: Hal 130-137. Suparyono, A.Setyono, 1997. Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi. Penebar Swadaya: Jakarta Swastika, D.K.S, J. Wargiono, B. Sayaka, A. Agustian, dan V. Darwis, (2007), Kinerja dan Masa Depan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan, Prosiding Kinerja dan Prospek Pembangunan Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, hal 1-22 Tjahjadi, N. (1989). Hama dan Penyakit Tanaman. Yogjakarta: Kanisius Widiarta, I.N. (2005), Wereng Hijau (Nephotettix virescens Distant) Dinamika Populasi dan Strategi Pengendaliannya sebagai Vektor Penyakit Tungro, Jurnal Litbag Pertanian, 24(3) Balai Penelitian Tanaman Padi.
Manurung, B dan Sihombing, L., (2011), Ekologi Serangga Wereng (Hemiptera: Auchenorrhyncha) pada SinggangSinggang Tanaman Padi di Kabupaten Deli Serdang-Sumatera Utara, Prosiding Seminar Nasional Biologi:”Meningkatkan Peran Biologi dalam Mewujudkan National Achievement with Global Reach” Hal. 405-414 Noor, M., (1996), Padi Lahan Marjinal, Penebar Swadaya Anggota IKAPI, Jakarta
Wilson, M.R. & Claridge, M.F. 1991. Handbook for the Identification of Leafhoppers and Planthoppers of rice. WallingfordOxon: CAB International
136