A review written by Andang Fazri Title of the article:
HOW MUCH TO USE? An Action-Goal Approach to Understanding Factors Influencing Consumption Quantity Writers: Valerie S. Folkes and Shashi Matta (Review of Marketing Research, Naresh K. Malhotra, Volume 4 Chapter 2, 2008)
I.
Review of the Article
1.1. About the Article Artikel ini membahas tentang pendekatan Action Goal berdasarkan Gollwitzer’s action goal model (Gollwitzer, 1996) untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi beserta dampaknya terhadap kuantitas konsumsi pada setiap kali konsumsi. Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk mengajukan framework terintegrasi yang menyediakan kerangka untuk memahami bagaimana dan pada kondisi apa, berbagai faktor mempengaruhi kuantitas konsumsi. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis melakukan review terhadap penelitian-penelitian terdahulu untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas konsumsi, bagaimana mereka mempengaruhi kuantitas konsumsi, dan pada kondisi apa pengaruhnya lebih kuat atau melemah. 1.2. Abstract Faktor-faktor yang mempengaruhi berapa banyak seseorang mengkonsumsi suatu produk dalam setiap kali penggunaan ditemui pada riset perilaku konsumen dan juga riset di bidang lain yang berkaitan. Framework dasar yang digunakan sebagai acuan untuk memahami bagaimana berbagai faktor mempengaruhi jumlah yang dikonsumsi adalah Gollwitzer’s (1996) “action-goal”model. Pertama, beberapa faktor yaitu harga produk dan norma sosial mempengaruhi persepsi minat dan kelayakan tujuan yang berhubungan dengan konsumsi. Pada fase berikutnya faktor lain yaitu strategi self-control dan instruksi penggunaan produk mempengaruhi pemilihan desain implementasi tujuan tersebut.Namun selama pelaksanaan konsumsi, konsumen dapat berubah dari desain yang direncanakan semula. Terakhir, motivasi konsumen untuk menggunakan umpan balik dan tipe umpan balik berkaitan dengan konsumsi, mempengaruhi urutan penetapan tujuan. Framework terintegrasi yang diajukan ini menyediakan desain untuk memahami bagaimana dan dalam kondisi apa berbagai faktor mempengaruhi kuantitas penggunaan produk. Suatu pemahaman yang dapat digunakan oleh marketers dalam memformulasikan produk, desain kemasan, dan membuat pesan komunikasi pemasaran, serta dapat membantu pembuat kebijakan publik untuk menyusun strategi yang efektif untuk mengelola kesejahteraan konsumen dan lingkungan.
1.3. Summary of the Article A. Pendahuluan Literatur perilaku konsumen lebih banyak membahas purchase ketimbang consumption (e.g. Helgeson et al, 1984; Holbrook and Hirschman, 1982; Kassarjian, 1978; Wells, 1993). Penelitian konsumsi umumnya membahas the person (orang yang mengkonsumsi), the product (produk yang dikonsumsi), the temporal dimension (kapan mengkonsumsi), the locus of consumption (dimana mengkonsumsi), atau the quantity consumed (berapa banyak yang dikonsumsi). Penulis merasa penting untuk meneliti tentang kuantitas konsumsi karena kuantitas penting diketahui oleh marketing manager karena dengan memahami kuantitas konsumsi dapat membantu meningkatkan penjualan dan meningkatkan profit yang didapatkan dari meningkatnya konsumsi setiap konsumen individu. Marketer juga ingin mengetahui kuantitas konsumsi karena berhubungan dengan kepuasan konsumen, jika konsumen menggunakan lebih banyak maka akan lebih menguntungkan, kepuasan akan meningkat, dan akan membentuk loyalitas. Kuantitas penggunaan produk saat ini telah menjadi isu publik dimana kesadaran atas upaya pelestarian lingkungan telah melahirkan gerakan 3R (reduce, reuse, dan recycle) yang telah menjadi isu sosial. Dengan semakin banyaknya orang mengadopsi gerakan ini, secara agregat akan berpengaruh besar pada kuantitas konsumsi. Konsumsi total merupakan kombinasi dua hal yaitu frekuensi konsumsi dan jumlah yang dihabiskan untuk setiap kali konsumsi. Manfaat penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apa yang diketahui tentang bagaimana konsumen memutuskan berapa banyak produk yang akan dikonsumsi pada setiap penggunaan dan untuk mengidentifikasi gap pada pengetahuan tersebut. a.1. Gap atau Isu Umumnya penelitian terdahulu menguji kuantitas penggunaan dalam konteks isu social khusus misalnya obesitas, konservasi energi, dan alcoholism. Persfektif yang lebih luas dilakukan pada penelitian ini untuk mengidentifikasi atribut dalam isu kuantitas penggunaan antar penelitian terdahulu, karena hasil penelitian pada satu bidang dapat memfasilitasi pemahaman mengenai hal yang sama pada bidang lainnya. a.2. Sekilas Tentang Action-Goal Model yang Digunakan Action-goal model yang diajukan oleh Gollwitzer (1996) terdiri dari 4 fase utama tindakan untuk memahami faktor-faktor yang ada di dalam ke-4 fase tersebut mempengaruhi keputusan mengenai kuantitas konsumsi. Tabel 1 memperlihatkan 4 fase yaitu predecisional, preactional, executional, dan postactional yang ditampilkan bersama contoh pada konsumsi energi, makanan dan obat-obatan. Model tersebut mengasumsikan bahwa konsumen memiliki beragam goal setting dan minat. Tugas konsumen pada fase predecisional adalah menetapkan tujuan, menetapkan tujuan apa yang ingin mereka dapatkan dari konsumsi tersebut. Misalnya konsumen ingin mengurangi penggunaan energi di rumah. Faktor yang mempengaruhi tujuan ini bisa eksternal misalnya tarif yang dikenakan PLN atau internal misalnya kesadaran akan pelestarian lingkungan. Setelah memiliki tujuan, konsumen melangkah ke fase goal-striving, yaitu menetapkan when, where dan how untuk memulai. Panduan memulai dapat tergantung dari faktor eksternal misalnya
panduan penggunaan yang memberitahukan berapa banyak yang harus digunakan, atau internal yaitu pengetahuan yang sudah dimiliki oleh konsumen dari pengalaman membuat suatu rencana. Fase berikutnya adalah eksekusi, yaitu penggunaan produk sesungguhnya. Pada tahap ini berbagai faktor mempengaruhi konsumsi dan terkadang konsumen dapat berbelok dari rencana semula, misalnya sebelum pelaksanaan konsumsi hanya berencana menghabiskan 1 gelas bir, pada pelaksanaannya bisa lebih dari 1 gelas tergantung kondisi pada saat penggunaan. Fase terakhir adalah postactional yang membandingkan hasil dengan tujuan penggunaan di fase awal.
Tabel 1. Usage phases and examples for energy, food and pharmaceutical consumption Phase
Energy
Food
Pharmacetical
Predecisional Menetapkan tujuan
Membandingkan upaya konservasi energi dengan kenyamanan
Membandingkan health benefit dengan taste benefit
Membandingkan kualitas hidup jika mengkonsumsi atau tidak
Preactional
Kapan, dimana dan bagaimana memulai Penggunaan produk sesungguhnya
Memasang alat
Memasak menu
membaca aturan konsumsi
Mengoperasikan alat
mengkonsumsi makanan
mengkonsumsi obat
Evaluasi hasil dari usaha pencapaian tujuan
Membandingkan Memeriksa tagihan listrik kesehatan
Executional
Postactional
Tasks
Menganalisis efek samping
Meskipun model Gollwitzer menyediakan desain untuk mengidentifikasi tasks yang terjadi dalam keputusan konsumsi, namun tidak menyediakan desain untuk mengetahui berapa banyak yang dibutuhkan pada fase pertama, kuantitas ditentukan pada saat konsumsi. Sehingga pada saat evaluasi (postactional) sulit untuk membandingkan dengan rencana, dan keputusan yang dilakukan pada saat penggunaan akan menjadi keputusan yang tidak pasti. B. Fase dalam Penggunaan Produk dan Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas 1.
Predecional Phase
a.
Product price Harga mempengaruhi kuantitas yang dikonsumsi. Wanita mengindikasikan mereka akan menggunakan lebih banyak, bahkan untuk produk yang murah seperti Crisco, M&M, dan Creamette Spaghetti, jika mereka menganggap bahwa harga yang diberlakukan murah (Wansink, 1996).
Perhitungan harga juga tergantung konteks, dimana upaya untuk mendapatkan produk juga dihitung sebagai biaya yang harus dibayar. Dalam konteks penggunaan peralatan hemat energi, harga produk juga dibandingkan dengan penghematan tagihan listrik yang akan dibayar setiap bulannya (Hutton dan Wilkie, 1980). b.
Social Information Konsumen yang mendapatkan informasi cenderung lebih menyadari dan mengkonsumsi sesuai informasi yang diterimanya. Pemilik rumah yang diberikan informasi tentang biaya energi memiliki konsumsi rata-rata yang lebih sedikit sebanyak 20% dibandingkan kelompok perumahan yang tidak diberikan informasi (Van Houwelingen dan Van Raaij, 1989). Produk yang dibuat langka (sengaja dihilangkan dari pasaran) akan lebih diminati daripada produk yang selalu tersedia (Worchel, Lee, dan Adewole, 1975)
c.
Effects of owning products on the desirebility of consuming Konsumsi terkadang dapat menghubungkan suatu produk dengan diri seseorang, yang menghasilkan rasa memiliki (Belk, 1988).
d.
Other factors to be important in the phase Personality diduga mempengaruhi tujuan konsumsi. Beberapa trait pada personaliti yang mempengaruhi konsumsi adalah compulsive buying (kebiasaan dan pembelian berulang sebagai respond menghindari kejadian negatif) (O’Guinn dan Faber, 1989. P.155), materialism (Richie dan Dawson, 1992), kebutuhan yang tinggi akan keunikan/barang yang jarang dipakai orang untuk tujuan membedakan dengan orang lain (Snyder, 1992), impulse control (Eisenberger, 1992), dan self-efficacy atau keinginan untuk mencapai sesuatu secara efektif (bandura, 1977).
2. a.
Preactional Phase Consuming amounts to achieve nonconsuming goals Mahasiswa percaya bahwa mereka akan tampil feminin dengan makan dalam jumlah sedikit dan terlihat maskulin jika makan dalam jumlah banyak (Chaiken dan Pliner, 1987). Tujuannya adalah untuk social ideals.
b.
Preactional means of exerting self-control over consumption Konsumen berusaha untuk mengendalikan konsumsi untuk berbagai tujuan diantaranya membatasi konsumsi makanan untuk menjaga kesehatan, mempertahankan berat badan, dan membatasi konsumsi alkohol untuk mengendalikan diri dan menjaga kesehatan.
c.
Goal execution beliefs in the preactional stage Riset mengajukan bahwa konsumen memiliki belief khusus terhadap produk yang dikonsumsinya. Pengetahuan akan gejala penyakit mempengaruhi konsumsi obat-obatan (Pennebaker dan Watson, 1988). Orang yang memiliki tekanan darah tinggi dapat mengenali gejala bahwa tekanan darahnya sedang tinggi sehingga mempengaruhi konsumsi obat.
d.
The impact of external guides to usage Perusahaan dan pemerintah memberikan petunjuk penggunaan melalui label instruksi dan memberi peringatan mengenai kapan, dimana dan bagaimana produk dapat membantu
konsumen untuk mencapai tujuannya. Dan konsumen percaya mereka dapat mempelajari produk tersebut dengan cepat dari informasi yang disediakan tersebut (Celuch, Lust dan Showers, 1992) e.
Other important factors Konsumen memiliki skema sendiri tentang kapan, bagaimana, dan dimana suatu produk sebaiknya digunakan, misalnya sup lebih enak dimakan untuk makan siang dari pada sarapan pagi hari (Wansink dan Ray, 1996). Kemudian ada juga produk yang dipercaya tidak boleh dikonsumsi bersamaan, atau dikonsumsi bersamaan dengan urutan konsumsi tertentu.
3. a.
Executional Phase Available supply Suplai menentukan jumlah yang digunakan, karena konsumsi tidak akan melebihi ketersediaan.
b.
Product salience Saliensi dapat meningkatkan kuantitas konsumsi. Produk makanan yang terlihat dapat menstimulus konsumsi yang tidak direncanakan (Cornell, Rodin dan Weingarten, 1989).
c.
Package shape and product amount perceptions Bentuk kemasan yang memperlihatkan volume lebih banyak (padahal sama) akan leebih menarik perhatian (Folkes dan Matta, 2004)
d.
Product design “affordances” influence the execution stage Desain produk memiliki fungsi yang beragam, dapat membuat produk terlihat lebih menarik, dan dapat juga menggambarkan visi perusahaan tentang produk ramah lingkungan dari jenis bahan yang digunakan untuk membuat kemasan tersebut.
e.
Consumption atmosphere Keadaan yang melatari konsumsi seperti wewangian, penataan cahaya, kebersihan dan kerapian tempat turut mempengaruhi konsumsi.
f.
Sosial facilitators Konsumsi dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kesadaran akan pelestarian lingkungan, dalam kondisi akan menghadapi ujian, dalam kondisi sedang mengikuti wawancara kerja, untuk mencapai berat tubuh ideal, dan lain sebagainya.
g.
Effort exertion Upaya yang dibutuhkan mempengaruhi konsumsi. Semakin banyak upaya yang dibutuhkan akan menghalangi konsumen untuk mengkonsumsi.
h.
Distractions from usage execution Konsumen akan berbelok dari tujuan semula karena beberapa hal. Dapat karena atribut produk, karena banyak variasinya maka mengkonsumsi lebih dari kebutuhan. Dapat juga karena lingkungan, makan sendiri dan bersama teman-teman bisa mempengaruhi jumlah yang dikonsumsi seseorang.
4. Postactional Phase a. Feedback about usage Hasil yang dicapai dari konsumsi akan terlihat setelah konsumsi dilaksanakan. Penggunaan peralatan hemat energi akan terlihat dari tagihan listrik. Keputusan konsumsi makanan berlemak akan terlihat dari kenaikan berat badan. Setelah hasil didapatkan maka akan menjadi umpan balik untuk tindakan berikutnya. b. Important issues in the postactional phase Konsumen mungkin menggunakan umpan balik sebagai bahan evaluasi, tapi mungkin juga tidak. Masih perlu dibuktikan dengan penelitian selanjutnya.
C. Framework dan Faktor yang Diajukan Tabel 2. Examples of products, person, temporal, and locus factors influencing usage quantity Product price instruction labels and warnings Package Inventory size and unit size
Person Knowledge Ownership of the product materialism Impulse control
Temporal Time pressure Continous episodes Contiguous with feedback Contiguous with purchase
Locus Presence of others Salience of alternatives Atmosphere Variety of other products
Dari review di atas penulis menawarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas penggunaan produk seperti ditampilkan pada tabel 2. Dimana faktor yang mempengaruhi dibagi menjadi 4 bagian yaitu product, person, temporal dan locus. Harga produk, petunjuk penggunaan dan peringatan, kemasan dan ketersediaan produk mempengaruhi kuantitas konsumsi yang digunakan oleh konsumen. Pengetahuan konsumen, kepemilikn produk, sikap kebendaan, dan kontrol terhadap keinginan yang datang secara tiba-tiba juga memberi pengaruh kuantitas konsumsi dari sisi konsumen. Sedangkan dari sisi waktu, tekanan waktu, penggunaan berkelanjutan, interval umpan balik, dan interval belanja dan penggunaan mempengaruhi kuantitas konsumsi pada sisi waktu. Sedangkan dari sisi lokus, adanya pesaing, produk alternatif, lingkungan pada saat konsumsi dan ketersediaan variasi produk juga mempengaruhi kuantitas konsumsi.
D. Kesimpulan Meskipun banyak peneliti lebih tertarik kepada perilakukonsumen daripada pembelian produk, konsumsi masih kurang banyak diteliti. Salah satu aspek penting adalah kuantitas konsumsi. Kurangnya penelitian tentang kuantitas mungkin disebabkan kurangnya framework yang mengintegrasikan penelitian-peneltian sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menutupi hal tersebut. Gollwitzer’s (1996) action model menawarkan pemahaman bagaimana berbagai faktor mempengaruhi kuantitas konsumsi dan mengidentifikasi isu yang belum terpecahkan berkaitan dengan kuantitas konsumsi. Lebih jauh, model tersebut mengindikasikan bagaimana faktor-faktor tersebut mungkin mendahului dan kemudian mempengaruhi faktor-faktor lainnya.
II.
Critics or Suggestion to the Writers
Penulis tidak menawarkan framework baru, hanya menggunakan framework yang telah diajukan oleh Gollwitzer (1996) dan secara komprehensif menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas konsumsi dan mengelompokkannya kedalam 4 kelompok besar. Perlu peneltian lebih lanjut untuk menguji apakah model tersebut dapat berlaku secara general di tempat lain. Riset ini sangat menarik dan secara lengkap mendapatkan faktor-faktor penyebab perbedaan kuantitas konsumsi, dan peran faktor-faktor tersebut harus diuji. Kemudian peran faktor lain yaitu faktor demografis dan psikografis mungkin juga patut dimasukkan ke dalam peneltian ini.
III. Gaps and Future Research Opportunities 3.1. Gap yang Saya Temui Sesuai dengan kritik saya, maka saya menemukan gap dimana: 1. Tingkat generalisasi model Gollwitzer perlu diuji, penelelitian di Indonesia mungkin dapat dilakukan untuk menguji model tersebut. 2. Faktor yang ditawarkan oleh penulis juga perlu diuji tingkat generalisasinya. 3. Peran faktor lain yaitu demografis dan psikografis patut diikutsertakan. 3.2. Future Research yang Saya Ajukan 1. Riset yang menguji model Gollwitzer, apakah sudah bersifat general dan didapatkan hasil yang konsisten di tempat dan waktu lainnya. 2. Risset yang menguji faktor-faktor yang ditawarkan oleh penulis juga perlu diuji tingkat generalisasinya. 3. Riset yang mengikutsertakan faktor lain yaitu demografis dan psikografis secara lengkap agar diperoleh framework yang lebih luas.