NILAI PENDIDIKAN PADA SYARIAT KURBAN KAJIAN TAFSIR SURAT AL-HAJJ AYAT 34 DAN SURAT AL-KAUTSAR AYAT 1-3 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Oleh Achmad Widadi 1111011000097 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
ABSTRAK
Nama NIM Judul
: Achmad widadi : 1111011000097 : “Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurban Kajian Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 34 Dan Surat Al-Kautsar Ayat 1-3.”
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 serta mengetahui bagaimana nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung didalamnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research (penelitian kepustakaan) dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan dengan data primer diantaranya Fiqh Sunnah, Khifayattul Akhyar, Fiqih Dazibah, Tafsir AlMaraghi, Tafsir Al-Misbah dan Al-Qur’an dan Tafsirnya. Selanjutnya dianalisis dengan metode tahlilî, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat alQur`ân dari seluruh aspeknya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa meneladani nabi Muhammad dalam melaksanakan ibadah kurban, melaksanakan ibadah kurban seperti apa yang telah nabi Muhammad lakukan atas perintah Allah SWT. Selalu berorientasi pada sesuatu yang terbaik selalu memberikan yang terbaik dalam beribadah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, kalau dalam berkurban memberikan hewan kurban yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Selalu ikhlas dalam beribadah menjadikan pribadi yang tunduk dan patuh kepada Allah, setiap ibadah yang kita lakukan harus di niatkan dengan ikhlas karena Allah semata. Mensyukuri nikmat Allah dengan berkuban. Allah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia, sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah salah satu caranya yaitu dengan berkurban. Menghidupkan sunah-sunah pada hari raya kurban, kita diajurkan untuk melaksanakan ibadah sunah pada hari raya kurban. Mengajarkan sikap berbagi kepada sesama.
i
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرّحمن الرّحيم Assalamu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh Kiranya tiada kalimat yang pantas diucapkan selain Alhamdulillâh, yang merupakan kalimat terindah yang dapat penulis sampaikan. Segala puji hanya bagi Allah, merupakan manifestasi rasa syukur terhadap kehadirat Ilâhi Rabbi dengan rahmat dan hidâyahnya telah menghadiahkan anugerah yan begitu mahal nilainya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Şalawat dan salâm semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, orang yang begitu mencintai kita sehingga diakhir hayatnya yang beliau sebut dan kenang hanyalah kita umatnya. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Menyadari bahwa suksesnya penulis dalam menyelesaikan skripsi ini bukan semata-mata karena usaha penulis sendiri, melainkan tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, baik batuan moril ataupun materil. Oleh karena itu sudah menjadi kepatutan untuk penulis sampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). 2. H. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag. Dan Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA selaku ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. Semoga kebijakan yang telah dilakukan selalu mengarah kepada kontinuitas eksistensi mahasiswanya.
ii
iii
3. Abdul Ghafur, MA
selaku pembimbing skripsi
yang telah
memberikan perhatian, bimbingan, nasehat, kritik dan saran, serta motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini. 4. Dr. Jejen Musfah, M.A selaku dosen pebimbing akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan konsultasi bagi penulis. 5. Orang tua penulis, yaitu: Bapak Hasbialloh dan Ibunda Maryam yang telah merawat, mendidik putra-putrinya dengan tulus ikhlas, dan mencukupi kebutuhan moril dan materil serta membimbing, memotivasi dan mendo’akan penulis dalam menempuh kehidupan ini. 6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai materi perkuliahan. 7. Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Umum Islam Iman Jama, Perpustakaan Pusat Studi Qur’an yang telah menyediakan berbagai referensi yang menunjang dalam penulisan skripsi ini. 8. Untuk adik-adik penulis yaitu Rohmatul Aulia dan Isti’anah yang selalu memberikan semangat kepada penulis, semoga kita selalu menjadi anak-anak yang bisa membanggakan kedua orang tua kita. 9. Kepada sahabat tercinta Resti Wahyu Susanti, Fathurrohmah Aviciena, Anisya Ulfah, Rif’ah Awaliyah, Muta’aliyah, Ali Zuhdan, Bang Ade, Abdul Hamid, Firmansyah, Jaka Perdana Putra. Tanpa jasa-jasa kalian semua penulis bukanlah apa-apa dan bukan siapasiapa. 10. Teman-teman sejawat jurusan PAI angkatan 2011, khususnya sahabat CMPS, Abdul Aziz, Wiguna Miharja, Ahmad Syauqi, Arvin Syazi, Ahmad Irfan, Haikal Al-Yusdi, Firman, yang selalu ada untuk menemani membimbing dan terus memberikan semangat kepada penulis.
iv
11. Kepada Teman-teman seperjuangan dan teman-teman PAI C yang selalu sedia untuk memberikan nasehat, arahan, serta semangatnya untuk
penulis,
yaitu:
Faisal
Zami, Aggung,
Hilman Sodri,
Lukman,Rahman, Abdau, Syifa, Desni, Uswah, Weni, Ima, Atik, Ade firda, Ana, nining, Lina, Afifah, Anggun, Azkaa, Syifa fauziah, Neha, Topik Muarip, Akbar, Syahrul, rohmat, Uswah, Rena, Azizah, yang sama-sama menepuh studi pada jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 12. Untuk Brakers Brother yaitu: Eros, Arief, Fakhri, Bagus, An rian, Tompi, Tresna, Ano, Ipin, dan kawan-kawan lainya yang selalu memberikan hiburan disela-sela kepenatan penulis. 13. Untuk sahabat penulis, Yana, Yogi Shubahan, Qana Istiqoma, Fani Esyaranti, Hadad Adnan yang selalu memberikan dukungan dan hiburan dalam segala hal. 14. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah berjasa membatu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan pahala dan rahmat Allah SWT. Dan semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Âmîn Yâ Robbal `Âlâmîn.
Jakarta, 05 Oktober 2016
Achmad Widadi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB–LATIN Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Konsonan Tunggal No.
Huruf Arab
Huruf Latin
No.
Huruf Arab
Huruf Latin
1
ا
Tidak
16
ط
ţ
dilambangkan
2
ب
b
17
ظ
ť
3
ت
t
18
ع
‘
4
خ
ś
19
غ
ġ
5
ج
j
20
ف
f
6
ح
h
21
ق
q
7
خ
kh
22
ك
k
8
د
d
23
ل
l
9
ذ
ż
24
م
m
10
ر
r
25
ن
n
11
ز
z
26
و
w
12
س
s
27
ه
h
13
ش
sy
28
ء
`
14
ص
ş
29
ي
y
15
ض
đ
30
ة
h
2. Vokal Tunggal Tanda
Huruf Latin
َـ
a
ِـ
i ُـ
u
v
vi
3. Vokal Rangkap Tanda dan Huruf
Huruf Latin
ْـَي
ai
ْـَـو
Au
4. Mâdd Harakat dan Huruf
Huruf Latin
َــا
â
ْــِي
î
ْـُـو
ȗ
5. Tâ’ Marbuţah Tâ’ Marbuţah hidup translitrasiya adalah /t/. Tâ’ Marbuţah mati transliterasinya adalah /h/. Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbuţah diikuti oleh kaya sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka Tâ’ Marbuţah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh: = حَدِيقَ ُة الحَيَوَانَاتhadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât = المَدْرَسَ ُة الْإبْحِدَائِيّة
al-madrasat
al-ibtidâ`iyyâh
atau
al-madrasatul
ibtidâ`iyyâh
6.
Syaddah (Tasydîd) Syaddah/tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah (digandakan). َعَّلَم
Ditulis
‘allama
ُيُكَّرِر
Ditulis
yukarriru
7. Kata Sandang a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung/hubung.
vii
Contoh: ُّصالَة َ = الaş-şalâtu b. Kata sadang diikuti dengan hufuf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh: ُ = الفََّلكal-falaqu
8. Penulisan Hamzah a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia seperti alif, contoh: ُ = أكَ ّْلثakaltu
َ = ُأوْجِيȗtiya
b. Bila di tengah dan di akhir, ditransliterasikan dengan aprostof, contoh: = جَأكّلونta’kulȗna
ٌ = شَيْئsyai`un
9. Huruf Kapital Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata sandangnya. Contoh: = القّرآنal-Qur`ân = المدينة المنوّرةal-Madînatul Munawwarah
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI UJI REFENSI LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Identifikasi Masalah .................................................................
5
C. Pembatasan Masalah ................................................................
6
D. Perumusan Masalah ..................................................................
6
E. Tujuan Penelitian ......................................................................
6
F. Manfaat Penelitian ....................................................................
7
LANDASAN TEORI A. Acuan Teori ..............................................................................
8
1. Pengertian Nilai Pendidikan ...............................................
8
2. Pengertian Ibadah Kurban ..................................................
11
3. Hukum dan Syarat Orang yang Boleh Berkurban ..............
13
a. Hukum Berkurban ........................................................
13
b. Syarat Orang yang Boleh Berkurban ............................
14
4. Waktu Pelaksanaan Ibadah Kurban ....................................
16
5. Syarat Hewan Yang Boleh Dikurbankan ...........................
17
6. Tata Cara Melaksanakan Ibadah Kurban ...........................
20
7. Hikmah Berkurban .............................................................
25
B. Penelitian yang Relevan ...........................................................
26
viii
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian .....................................................
28
B. Metode Penelitian .....................................................................
28
C. Fokus Penelitian .......................................................................
30
D. Prosedur Penelitian ...................................................................
31
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tafsir Surat al-Hajj Ayat 34 dan Surat al-Kautsar Ayat 1-3 ....
34
1. Tafsir Surat al-Hajj Ayat 34 a. Teks Ayat dan Terjemahnya .........................................
34
b. Kosa Kata Inti ...............................................................
34
c. Tafsir Surat al-Hajj Ayat 34 .........................................
36
2. Tafsir Surat al-Kautsar Ayat 1-3 a. Teks Ayat dan Terjemahnya .........................................
44
b. Kosa Kata Inti ...............................................................
44
c. Tafsir Surat al-Kautsar Ayat 1-3 ..................................
45
B. Analisis Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurban dalam Surat al-Hajj Ayat 34 dan Surat al-Kautsar Ayat 1-3 ........................
52
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................
61
B. Implikasi ...................................................................................
61
C. Saran .........................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
63
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur`ân adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir melalui perantara malaikat Jibril, bagi yang membacanya mendapatkan pahala dan mendapatkan syafa’at (pertolongan) di hari akhir. Secara etimologis pengertian al-Qur`ân adalah masdar dari kata qa-ra-a ( – َق َ)رَ– أ. Ada dua pengertian al-Qur`ân dalam bahasa Arab, yaitu Qur’ân ( ٌ) قُرْان berarti bacaan dan apa yang tertulis padanya, maqru (ٌ)مَقْرُ وْء, serta ismu alfa’il (subjek) dari qara’a ( َ)قَرَأ.1 Menurut Abdul Wahab Khallaf, “al-Qur`ân adalah kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantara malaikat Jibril kedalam hati Nabi Muhammad dengan lafalzh yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar, untuk menjadi hujah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, serta menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya”.2 Al-Qur`ân sebagaimana diketahui, diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafalzh maupun uslubnya. Bahasa Arab adalah suatu bahasa yang kaya akan kosa kata dan sarat akan kandungannya. Kendati al-Qur`ân berbahasa Arab, tidak berarti semua orang Arab atau orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami al-Qur`ân secara rinci.3 Al-Qur`ân diturunkan untuk menjadi pegangan bagi manusia yang ingin mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Al-Qur`ân tidak diturunkan untuk satu umat atau suatu masa, akan tetapi untuk seluruh umat manusia dan sepanjang masa (universal).4 Dalam kehidupan kaum Muslimin, al-Qur`ân 1
Burhanudin, Fiqih Ibadah: Untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001), Cet. 1, h. 37. 2 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, ( Semarang, Toha Putra Group, tnp.thn), Cet. 1, h. 18. 3 Abdul Halim, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 3. 4 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran Dan Kepribadian Muslim, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 2, h. 179.
1
2
menempati kedudukan yang sangat penting, pentingnya al-Qur`ân berkaitan dengan keberadaan dan fungsinya sebagai sumber utama ajaran agama Islam. Selain itu juga didalam al-Qur`ân terdapat bermacam-macam ilmu yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupan. Maka dari itu, bagi umat Islam membaca al-Qur`ân dengan baik dan benar serta memahami isi kandungannya merupakan hal yang penting, selain mendapatkan pahala dan ilmu, mereka juga akan mendapatkan petunjuk kehidupan dari Allah untuk menuju jalan yang benar. Sedangkan menurut Muhammad Alim, beliau menjelaskan bahwa alQur`ân mempunyai isi kandungan yang terdiri dari tiga kerangka besar, yaitu : pertama, tentang akidah. Kedua tentang syariat. Ini terbagi menjadi dua pokok, yaitu ibadah, hubungan manusia dengan Allah, dan muamalah, hubungan manusia dengan sesama manusia. Ketiga, tentang akhlak yaitu etika, moralitas, budi pekerti dan segala sesuatu yang termasuk didalamnya.5 Hal yang pertama kali diwajibkan Allah kepada hamba-Nya adalah beriman kepada-Nya, yakni mengucapkan dengan lisan dan meyakininya dengan hati.6 Setelah beriman maka manusia haruslah beribadah kepada Allah, pada kodratnya manusia harus beribadah kepada Allah sebagaimana yang terdapat didalam al-Qur`ân surat adz-Dzariyat/51 ayat 56 :
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”.7 Didalam al-Qur`ân telah terdapat berbagai macam perintah ibadah dari wajib sampai sunah, yang harus dilakukan manusia seperti : sholat, zakat, puasa, haji, kurban dan ibadah-ibadah lainnya. Namun di dalam al-Qur`ân terkadang hanya terdapat perintah dan hukumnya saja, tetapi didalam tata cara pelaksanaannya harus mengambil dari hadist-hadist dan contoh yang 5
Ibid., h.180. Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Rahman Al-Bukhari, Keagungan Dan Keindahan Syarat Islam, Terj. Rosihon Anwar, M. Ag., (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. 1, h. 11. 7 Kementrian Agama RI, Al-Qur`an Dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 756. 6
3
dilakukan oleh Nabi Muhammad. Tetapi didalam kenyataannya masih ada orang yang belum memahami tata cara beribadah sesuai dengan al-Qur`ân dan hadis, salah satunya dalam melaksanakan ibadah kurban, masih ada orang yang belum memahami bagaimana melaksanakanya sesuai dengan al-Qur`ân dan hadist. Ibadah kurban (udhhiyah) adalah suatu yang disembelih pada hari raya kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat-syarat khusus.8 Kurban yang kita ketahui selama ini sebagai penyembelihan hewan ternak seperti kambing, sapi, unta dan biri-biri sebagai bentuk ibadah pada bulan Dzulhijjah (Hari Raya Haji). Tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menggembirakan fakir miskin sebagaimana di hari Raya Idul Fitri tiba mereka digembirakan dengan zakat fitrah.9 Kurban merupakan Sunnah mu’akkadah, sebagai syiar yang nyata, dimana orang yang mampu seharusnya senantiasa melaksanakanya. Pada awalnya ibadah kurban ialah menjalani syariat yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Landasan sejarah ibadah kurban yaitu peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim AS melalui sebuah mimpi, Allah telah memerintahkan Nabi Ibarahim AS melaului mimpi untuk menyembelih anaknya dari Siti Hajar yaitu Nabi Ismail AS. Ketika Nabi Ibrahim ingin menyembelih anaknya, seketika itu juga Allah menggantinya dengan seekor domba yang menggantikan nabi Ismail AS. Peristiwa ini merupakan gambaran cinta yang tulus dan ikhlas serta ketaatan yang tinggi seorang hamba kepada Tuhannya. Setelah itu pun Nabi Muhammad melaksanakan ibadah kurban dan mensyariatkannya kepada umatnya sebagaimana yang diperintahkan didalam al-Qur`ân dan hadist. Didalam Islam, kurban bukan sekedar penyembelihan binatang dan aktifitas membagikan daging hewan kurban pada mereka yang menerimanya. Lebih dari itu kurban memiliki akar sejarah yang kuat dan memiliki posisi vital ditengah-tengah masyarakat. Selain memiliki dimensi sosial ibadah 8
Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Rahman Al-Bukhari, op. cit, h. 222. Samsul Riza Hamid, Fatwa-fatwa Rasulullah 3 Seputar Haji dan Qurban, (Jakarta: Cahaya Salam, 2001), h. 11. 9
4
kurban juga memiliki dimensi religi yang menghubungkan antara makhluk dan Al-Khaliq, pencipta alam semesta. Dengan begitu kurban memiliki dapat mempererat tali ikatan vertical dan horizontal sekaligus. Kurban dapat menjadi cermin yang memberikan informasi sejauh mana seorang muslim mau berkurban untuk sesama.10 Selain itu ibadah kurban ini sesungguhnya adalah ibadah yang menguji ketakwaan dan keikhlasan manusia didalam menjalankannya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hasbi Ash Shiddieqy syarat-syarat diterimanya ibadah seseorang, yaitu : 1. Ikhlas, yakni : ibadah kita itu, dilaksanakan atas dasar ikhlas. 2. Ibadah kita itu, dilakukan secara yang sah : sesuai dengan petunjuk syariat.11 Namun pada penerapannya, masih adanya orang yang salah paham atau belum mengerti bagaimana hakikat ibadah kurban itu sendiri. Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah skripsi, artikel-artikel yang dikaji, bahwa terdapat kekeliruan didalam melaksanakan ibadah kurban, dari segi waktu pelaksanaannya masih adanya segolongan masyarakat yang lebih awal merayakan Idul adha dan melaksanakan ibadah kurban lebih awal dari ketetapan pemerintah dalam menentukan hari 10 dzulhijjah, belum lagi dengan masalah lainnya, yaitu adanya penjual hewan kurban yang menjual hewan yang sakit kepada konsumen seperti, sakit mata, cacat, stres dan lainlain.12 Selain itu ditemukan juga pedagang yang menjual hewan kurban pemakan sampah,13 serta umur hewan kurban yang tidak memenuhi syarat, 10
M. Husain Nashir, Fikih Dzabihah Kurban, Aqiqah, Khitan, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2004), h. 25. 11 Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah : Ibadah ditinjau dari segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), h. 12-13. 12 Erwan Hermawan, Lembaga: Koran Tempo, 258 Hewan Kurban di Jakarta Tak Layak Potong, diakses pada 20 Januari 2016, pukul: 10.15,dari (http://metro.tempo.co/read/news/2015/09/23/214703257/258-hewan-kurban-di-jakarta-tak-layakpotong). 13 Wow Keren.com, Asal Sehat, Sapi dan Kambing Pemakan Sampah Boleh Jadi Hewan Kurban, diakses pada 20 Januari, pukul 10.33, dari (http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00085463.html).
5
karena sesungguhnya tidak diperkenankan seseorang berkurban dengan binatang yang masih kecil karena binatang yang kecil belum masuk kedalam beban untuk dikurbankan.14 Jika kita melihat permasalahan tersebut, ibadah kurban yang telah dilakukan hanya sekedar rutinitas ritual tahunan semata, tampa mengambil nilai pendidikan serta makna dan tujuan dari ibadah kurban itu sendiri. Aktivitas berkurban bukanlah sesuatu yang bebas nilai, sejalan dengan konsep tauhid, ibadah ritual memilliki nilai-nilai kebaikan yang luhur, jika kita berangkat mengharap keridhaan illahi. Begitupun dengan Ibadah kurban memiliki makna dan nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan teladan dan perinsip hidup didalam kehidupan sehari-hari. Di dalam al-Qur`ân terdapat ayat-ayat yang membahas tentang ibadah kurban, diantaranya yaitu firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3. Ayat tersebut menerangkan tentang melaksanakan ibadah kurban. Jika ibadah ini dilakukan sesuai dengan al-Qur`ân dan syariat Islam, mudah-mudahan apa yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT. Tetapi jika ibadah yang dilakukan tidak sesuai dengan semua itu maka apa yang kita kerjakan hanyalah suatu tindakan yang sia-sia. Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk mengkaji serta menganalisa konsep ibadah kurban yang ada dalam al-Qur`ân, untuk itu penulis mengambil judul, “NILAI PENDIDIKAN PADA SYARIAT KURBAN KAJIAN TAFSIR SURAT AL-HAJJ AYAT 34 DAN SURAT AL-KAUTSAR AYAT 1-3”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasikan beberapa persoalan yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas didalam skripsi ini, yaitu : 1. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan ibadah kurban yang sesuai dengan al-Qur`ân dan syariat Islam. 14
Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Rahman Al-Bukhari, loc. cit,.
6
2. Masih adanya orang yang melaksanakan kurban sebagai ritual tahunan saja, tanpa mengetahui maksud dan tujuan dari kurban tersebut. 3. Kurangya pengetahuan masyarakat tentang nilai pendidikan yang terdapat pada ibadah kurban.
C. Pembatasan Masalah Agar penulisan ini lebih terarah dan tidak terjadi perluasan masalah didalam pembahasanya, maka penulis membatasi permasalahan yang ada. Adapun masalah yang dibatasi, yaitu : 1.
Isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.
2.
Kajian tentang nilai pendidikan pada syariat ibadah kurban yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.
D. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah yang sudah penulis paparkan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan, ialah : “Apa isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 serta apa saja nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung didalam surat tersebut ?”
E. Tujuan Penelitian Secara sederhana, tujuan merupakan target yang diharapkan akan tercapai setelah melakukan sebuah pekerjaan tertentu. Jika target itu tercapai, maka pekerjaan tersebut layak dikatakan berhasil. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan surat al-Hajj ayat 34 dan surat alKautsar ayat 1-3 serta mengetahui bagaimana nilai pendidikan pada syariat kurban.
7
C. Manfaat Hasil Penelitian 1. Dapat mempelajari dan memahami al-Qur`ân sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia agar ajaran-ajarannya dapat direalisasikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari. 2. Memberikan sumbangsih pemikiran melalui tulisan ini agar bisa dimanfaatkan oleh peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian tentang ibadah kurban. 3. Mengetahui bagaimana nilai pendidikan pada pensyariatan kurban yang terkandung didalam al-Qur`ân. 4. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Acuan Teori 1. Pengertian Nilai Pendidikan Kata nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “harga atau sifat-sifat hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan”. 1 Sedangkan menurut Moh. Toriquddin “nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, singkatnya sesuatu yang baik. Nilai selalu mempunyai konotasi positif”.2 Nilai sendiri berasal dari bahasa inggris value termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology Theory of Value). Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai berupa tindakan moral dan estetika dalam kehidupan manusia, selanjutnya nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak.3 Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik memang berharga. Salah satu cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai adalah memperbandingkannya dengan fakta.4 Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Dari uraian-uraian
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), cet. 4, h. 963. 2 Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf : Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2008), cet. 1, h. 3. 3 Jalaluddin & Abdullah, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 2012), cet. 2, h. 125-126. 4 Moh. Toriquddin, op.cit., h. 4.
8
9
pengertian nilai diatas, maka Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan, menyebutkan adanya 3 macam nilai, yaitu sebagai berikut : a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia. b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna untuk rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi sebagai berikut: 1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta manusia). 2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia. 3) Nilai kebaikan atau nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia. 4) Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.5 Sesuai dengan penjelasan di atas maka penulis dapat memahami bahwa nilai ialah suatu hal yang menjadi ukuran atas suatu tindakan. Nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas, baik itu kualitas tinggi atau kualitas rendah. Selanjutnya pengertian pendidikan, menurut Yatimin Abdullah “pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam arti luas pendidikan baik formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup”.6 Menurut Sudirman sebagaimana di kutip oleh Hasbullah menjelaskan bahwa: Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau pedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha 5
Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008), cet. 9, h. 89. M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2007), cet. 1, h. 21. 6
10
yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.7 Menurut Ahmad Tafsir pendidikan ialah “pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati”.8 Menurut Mortiner J. adler sebagaimana dikutip oleh Arifin, mengatakan bahwa pendidikan adalah “proses dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik”.9 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.10 Dari definisi-definisi di atas, penulis dapat memahami bahwa nilai pendidikan adalah suatu yang diyakini kebenaranya yang didapat dari berbagai macam cara dan mendorong seseorang untuk berbuat positif didalam kehidupannya sendiri atau bermasyarakat.
7
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2013), cet. 11, h. 1. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 7, h. 26. 9 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1987), cet. 1, h. 11. 10 Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional: (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2013), h. 3. 8
11
2. Pengertian Ibadah Kurban Pada kodratnya manusia adalah makhluk ciptaan Allah, dan sudah seharusnya
kita
sebagai
makhuk
untuk
beribadah
kepada-Nya.
sebagaimana yang terdapat di dalam al-Qur`ân surat adz-Dzariyat/51 ayat 56 :
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”.11 Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha‟ah), tunduk (alkhudu). Ubudiyah artinya tunduk (al-khudlu) dan merendahkan diri (altazallul).12 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bukti kepada Allah SWT., yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya”.13 Menurut Yusuf Qardhawi yang dikutip oleh Zurinal dan Aminuddin menyatakan bahwa, “ibadah adalah ketaatan terhadap sesuatu yang maha besar, yang objeknya tidak dapat ditangkap oleh pancaindera. Maka ketaatan pada objek yang kongkrit, yang dapat ditangkap oleh pancaindera, seperti kepada penguasa tidak termasuk ibadah”.14 Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, mengartikan ibadah secara bahasa yaitu taat, menurut, mengikut, tunduk. Tunduk yang dimaksud di sini adalah tunduk yang setinggi-tingginya dan dengan do`a.15 Sementara menurut sebagian ulama tauhid dan hadist, “ibadah adalah mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya, serta menghinakan diri dan menundukan jiwa kepada-Nya”.16 11
Kementrian Agama RI, Al-Qur`an Dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 756. 12 Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1995), h. 2. 13 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, op.cit, h. 515. 14 Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 26-27. 15 Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), Cet. 6, h. 1. 16 Zurinal, op.cit., h. 27.
12
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai ibadah penulis memahami bahwa ibadah adalah mengabdikan diri serta tunduk kepada Allah Yang Maha Esa dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Beralih ke definisi kurban, kata kurban disebut juga udhhiyah yaitu sesuatu yang disembelih pada hari raya kurban guna mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat-syarat khusus.17 Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya fiqih sunnah menjelaskan kurban (Al-Hadyu) ialah hewan ternak yang diberikan kepada Tanah Suci dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.18 Selanjutnya pengertian kurban secara etimologi dan terminologi syara, yaitu hewan yang khusus disembelih pada saat hari raya kurban (`Id al-adha) dan hari tasyriq (hari tanggal 10, 11, dan 13 bulan Dzul Hijjah) beserta malamnya, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.19 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kurban adalah persembahan kepada Allah (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari lebaran Haji) sebagai wujud ketaatan muslim kepada-Nya”.20 Menurut Muhammad Bagir Al-Habsyi di dalam bukunya fiqih praktis menjelaskan “udh-hiyah atau adh-ha adalah hewan (unta, sapi atau domba) yang disembelih pada hari raya Idul-Adh-ha sampai tiga hari sesudahnya”.21 Penulis sendiri mencoba menyimpulkan bahwa ibadah kurban ialah beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih hewan dengan syarat dan cara yang sesuai dengan syariat Islam pada hari raya Idul Adha sampai 17
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fiqih Sunah, Terj. dari Shahih Fiqh AsSunnah Wa Adillatuhu wa Taudbib Madzabib Al A‟immah oleh Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 611. 18 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2,Terj. dari Fiqhus Sunnah oleh Nor Hasanuddin, Dkk, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h. 439. 19 M. Husain Nashir, Fikih Dzabihah: Kurban, Aqiqah, dan Khitan, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2004), h. 25-26. 20 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, op.cit, h. 762. 21 Muhammad Bagir Al-Habsy, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur`ân, As-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan, 1999), h. 449.
13
dengan tanggal 11-12-13 Dzulhujjah atau yang disebut dengan hari tasyriq.
3. Hukum dan Syarat Orang yang Boleh Berkurban a. Hukum Berkurban Adapun hukum kurban menurut jumhur ulama adalah sunnat muakad, yaitu sunnat‟ain muakkad dimana yang
melakukanya
mendapat pahala dan meninggalkanya tidak mendapat siksa.22 Tetapi ada beberapa pendapat ulama yang menyatakan wajib, mereka mengatakan kurban hukumnya wajib bagi orang yang mampu. Ini adalah pendapat Rabi‟ah, Al Auza‟I, Abu Hanifah, Al-Laits dan sebagian ulama madzhab Maliki.23 Para sahabat pun sepakat bahwa kurban bukan wajib. Dan tidak seorang pun dari mereka yang mengatakan wajib. Imam al mawardi mengatakan bahwa sejumlah riwayat yang dilansir daripada sahabat menunjukan adanya ijma‟ dikalangan mereka bahwa kurban itu tidak wajib.24 Kecuali apabila seseorang bernazar untuk berkurban, maka hal itu menjadikannya wajib dilaksanakannya.25 Ulama Ibn Qasim mengatakan, lalu dikutip di dalam buku fiqih dzabihah bahwa hukum berkurban adalah sunat kifayah bagi tiap-tiap muslim yang sudah baligh, berakal, memiliki kemampuan untuk berkurban dan hidup dalam suatu keluarga. Sedangkan bagi mereka yang hidup seorang diri hukumnya adalah sunat `ain.26 Menurut beberapa pendapat para ulama diatas, penulis lebih setuju dengan pendapat yang pertama dan jumhur ulama. Karena tidak ada dalil yang menyatakan dengan tegas bahwa kurban itu wajib 22
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Empat MadzhabBagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji, Kurban), Terj. dari Al-Fiqh „Ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah oleh Chatibul Umum Abu Hurairah, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h. 352. 23 Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, op.cit., h. 612. 24 Ibid., h. 615. 25 Muhammad Bagir Al-Habsy, loc.cit. 26 M. Husain Nashir, op.cit., h. 30-31.
14
hukumnya bagi setiap orang dan jika dilihat dari sisi lain, ketika hukum berkurban diwajibkan maka tidak semua orang mampu melaksanakan ibadah kurban tersebut. Semua itu terbentur dengan biaya yang harus dikeluarkan dalam melaksanakanya.
b. Syarat Orang yang Boleh Berkurban Syarat-syarat kurban ini sangatlah perlu diketahui untuk kita. Adapun syarat orang yang berkurban antara lain : 1) Islam. Kurban ini ditunjukan bagi mereka yang beragama Islam. 2) Berakal. Orang yang tdiak sehat akalnya tidak dianjurkan untuk berkurban.27 3) Merdeka. Bagi hamba sahaya tidak disunnatkan berkurban. 4) Mampu. Bagi yang tidak mampu tidak disunatkan untuk berkurban. Ada beberapa pendapat tentang batas mampu atau tidaknya seseorang dalam berkurban.28 Sementara ada berbagai macam pendapat dari beberapa kalangan madzhab mengenai syarat-syarat orang yang berkurban, diantaranya sebagai berikut : 1) Madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa yang disebut orang yang mampu berkurban adalah orang yeng memiliki harta sebanyak dua ratus dirham, atau mempunyai harta seratus dirham tetapi tidak termasuk tempat tinggal, pakaian, dan perabot yang ia butuhkan.29 Menurut madzhab ini jika harta seseorang belum mencukupi batasan maka belum dibolehkan berkurban. 2) Madzhab Hanabilah: Mereka berpendapat bahwa yang disebut orang yang mampu berkurban adalah orang yang mampu membeli hewan kurban sekalipun dengan cara berhutang sekiranya dia yakin
27
Mansyur, dkk., Bina Fikih Untuk Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah, ( Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2009), h. 46. 28 Abdurrahman Al-Jaziri, op.cit., h. 354. 29 Ibid, h. 353.
15
mampu
membayar
hutangnya
itu.30
Pendapat
ini
lebih
membolehkan seseorang walapun dengan cara berhutang, jika dia yakin mampu membayarnya maka dibolehkan berkurban. 3) Madzhab Malikiyah: Mereka berpendapat bahwa yang disebut mampu ialah mereka yang memiliki kemampuan membeli hewan kurban pada tahun ia berkurban, tetapi apabila ada kebutuhan yang sangat penting pada tahun yang sama dan mengharuskan memakai dana yang banyak sehingga tidak mampu lagi membeli hewan kurban maka orang tersebut tidak disunatkan berkurban.31 Pendapat madzhab ini lebih berhati-hati dalam membolehkan seseorang berkurban, jika pada pada tahun yang sama terjadi suatu musibah yang memakan biaya banyak, sehingga menyebabkan dia belum bisa berkurban maka orang tersebut tidak dibolehkan berkurban pada tahun yang sama. 4) Syafi‟iyah: Mereka berpendapat bahwa yang dimaksud orang yang mampu berkurban adalah orang yang memiliki harta untuk membeli hewan kurban lalu hartanya tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang yang dalam tanggungannya seperti, kebutuhan makanan, lauk, kue, buahbuahan, dan lain sebagainya pada hari Idul Adha serta hari-hari tasyriq.32 Pendapat madzhab ini mengatakan haruslah memenuhi kebutuhan orang-orang yang berada didalam tanggunganya jika semua terpenuhi barulah ia boleh berkurban. Ketika seseorang ingin berkurban maka mereka perlu mengetahui apa saja yang harus diperhatikan. Jika seseorang mempunyai hutang maka lunasilah hutangnya, jika keluarganya ada yang mendapat musibah lalu membutuhkan uang maka tolonglah mereka, baru dibolehkan untuk berkurban. Jika seseorang mempunyai tanggungan keluarga yang banyak tetapi ia ingin berkurban serta berimbas kepada 30
Ibid,. Ibid,. 32 Ibid,. 31
16
keluarga yang ditanggungnya maka orang tersebut tidak diharuskan berkurban sebagaimana pendapat yang diutarakan imam Syafi‟i.
4. Waktu Pelaksanaan Ibadah Kurban Ibadah kurban adalah ibadah yang terkait dengan pelaksanaan Ibadah Haji, yaitu pada tanggal 10 Dzulhijjah. Tetapi di dalam pelaksanaan ibadah kurban boleh dilaksanakan juga pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah atau yang disebut dengan hari tasyriq. Lebih tepatnya ialah waktu penyembelihan hewan kurban sejak tibanya shalat hari raya Idul Adha sampai tenggelamnya matahari diakhir hari tasriq.33 Sebagaimana sabda Nabi SAW, sebagai berikut:
“Muhammad bin Basyar menyampaikan kepada kami dari Ghundar, dari Syu‟bah, dari Zubaid al-Iyami, dari asy-Sya‟bi, dari al-Bara` bahwa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: Pertama kali yang harus kita lakukan pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang, lalu kita menyembelih hewan kurban. Orang yang melaksanakannya, dia telah melakukan sunah kita; orang yang menyembelih sebelum shalat (Id), daging hewan itu hanyalah seperti daging yang dipersembahkan untuk keluarganya dan bukan daging kurban.” (H.R. Bukhari)34 Didalam kitab Ar-Raudhah yang dikutip dibuku Kifayatul Akhyar tibanya waktu penyembelihan kurban adalah apabila matahari sudah terbit pada hari raya kurban dan telah lewat sedikit sekiranya cukup untuk sholat dua rakaat dan dua khotbah dengan singkat.35
33
Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar Jilid 3, Terj. dari Kifayatul Akhyar oleh Achmad Zaidun dan A. Ma‟ruf Asrori, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset: 1997), Cet. 1, h. 248. 34 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2, Penerjemah Subhan Abdullah, dkk., (Jakarta: Almahira, 2012), h. 439. 35 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, loc.cit,.
17
Dan juga didalam buku Bidayatul Mujtahid menurut Imam Maliki menyembelih pada malam hari tidak boleh. Tetapi menurut Imam Syafi‟I dibolehkan menyembelih pada malam hari.36 Lalu ada pendapat yang mengatakan bahwa menyembelih pada malam hari adalah makruh hukumnya, karena dikhawatirkan penyembelihanya salah, atau pisaunya mengenaidiri penyembelih sendiri.37 Dari penjabaran di atas penulis dapat memahami bahwa pelaksanaan ibadah kurban dapat dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah melaksanakan sholat Idul Adha dan mendengarkan dua khotbah sampai dengan sebelum terbenamnya matahari ditanggal 13 Dzulhijjah. Adapun waktu penyembelihan sebaiknya dilaksanakan pada pagi, siang dan sore hari. Jika tidak memungkinkan lalu melaksanakannya pada malam hari tidaklah mengapa.
5. Syarat Hewan Yang Boleh Dikurbankan Dalam pelaksanaan ibadah kurban, tidak semua hewan dapat dijadikan kurban. Ada beberapa jenis hewan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi yang boleh dikurbankan. Para ulama telah bersepakat bahwa hewan kurban itu dapat diambil dari hewan ternak yang gemuk dan besar yaitu kambing, domba, unta, sapi dan kerbau.38 Tetapi hewan-hewan tersebut harus memenuhi syarat tertentu, adapun ketentuan yang harus dipenuhi : a. Kambing dan Domba Untuk satu ekor kambing ketentuannya hanyalah untuk satu orang. Kambing yang boleh dijadikan untuk kurban yaitu yang sudah berumur satu tahun dan menginjak umur dua tahun, atau gigi depannya sudah ada yang tanggal dan berganti dengan gigi baru. 39 Sementara untuk kambing kacang yaitu harus yang sudah berumur dua tahun atau 36
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid, Terj. dari Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid oleh Imam Ghazali Said dan Acmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Imani, 2007), Jilid. 2, h. 285. 37 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, op.cit., h. 249. 38 Ibnu Rusyd, op.cit., h. 268. 39 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, op.cit., h. 240.
18
menginjak umur tiga tahun. Lalu untuk domba ukuranya ialah yang sudah musinnah yang telah berumur satu tahun dan masuk tahun kedua. Akan tetapi apabila sulit mendapatkan domba yang musinnah maka boleh jadza`ah yang masih berumur enam bulan.40 b. Unta Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW, Rasullullah bersabda:
“Muhammad bin Hatim menyampaikan kepadaku dari Waki`, dari Azrah bin Tsabit, dari Abu az-Zubair bahwa Jabir bin Abdullah berkata: Kami menunaikan haji bersama Rasulullah s.a.w. Kemudian kami menyembelih seekor unta untuk kurban tujuh orang, dan seekor sapi untuk kurban tujuh orang”. (H.R. Muslim).41 Dari hadis di atas dapat kita ketahui bahwa satu ekor unta dapat diperuntukan untuk tujuh orang. Tetapi mengenai unta ada pendapat laian, Abu Ishaq mengatakan yang terdadapat dalam buku kifayatul alAkhyar “unta cukup untuk sepuluh orang”.42 Untuk unta umur yang bisa dijadikan untuk kurban ialah sudah sempurna berumur lima tahun dan menginjak enam tahun.43 Kurang dari lima tahun tidak boleh digunakan untuk berkurban. c. Sapi dan Kerbau Untuk sapi dan kerbau sebagaimana hadis di atas bahwa sapi dan kerbau diperuntukan untuk tujuh orang. Sapi dan kerbau disyaratkan harus sudah berumur dua tahun dan menginjak umur tiga tahun.44 Apabila kurang dari dua tahun maka tidak bisa dijadikan untuk kurban.
40
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, op.cit., h. 620. Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits 3: Shahih Muslim 1, Penerjemah Ferdinand Hasmand, dkk., (Jakarta: Almahira, 2012), h. 623. 42 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, op.cit., h. 242. 43 Talimiyah Pondok Pesantren Sidogiri, Fikih Kita di Masyarakat Antara Teori dan Praktek, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri), h. 111. 44 M. Husain Nashir, op.cit., h. 39. 41
19
Dari penjabaran di atas penulis memahami bahwa hewan yang dijadikan untuk berkurban adalah dari jenis hewan ternak seperti kambing, domba, unta, sapi, dan kerbau. Hewan tersebut harus memenuhi syarat tertentu yaitu harus cukup umur sesuai ketentuannya masing-masing, berbadan besar dan gemuk serta sehat. Selain ketentuan yang telah dijelaskan, hewan kurban pun perlu sehat dan terbebas dari cacat. Sebagaimana Hadis Rasulullah SAW yaitu:
“Ismail bin Mas‟ud mengabarkan kepada kami dari Khalid yang menyampaikan dari Syu‟bah, dari Sulaiman bin Abdurrahman maulabani Asad bahwa Abu adh-Dhahak Ubaid bin Fairuz maulana bani Syaiban berkata, “Aku berkata kepada al-Bara‟,`Sampaikanlah kepadaku hadits tentang hewan yang dilarang oleh Rasulullah s.a.w berdiri (sambil memberi isyarat tangan yang berarti empat)-tanganku lebih pendek dari tangan beliau-dan berkata,`Empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: hewan yang buta sebelah matanya, hewan yang sakit yang nyata sakitnya, hewan pincang yang nyata Aku berkata, „Aku tidak suka jika ada cacat pada tanduk atau gigi hewan kurban.‟ Beliau menjawab,`Tinggalkan hal yang tidak engkau sukai, tetapi jangan mengharamkannya kepada orang lain‟.” (H.R. An-Nasa‟i)45 Cacat seperti ini ada empat macam yang dinyatakan tidak sah oleh Sunnah untuk dijadikan sebagai hewan kurban, yaitu :
45
Ahmad bin Syu`aib Abdurrahman an-Nasa`i, Ensiklopedia Hadits 7: Sunan an-Nasa`i, Penerjemah: M. Khairul Huda, dkk., (Jakarta: Almahira, 2013), h. 881.
20
a. Buta. Seandainya warna putih matanya menutupi sebagian besar pandanganya dan hanya tersisa sedikit, maka hewan tersebut tidak mencukupi untuk dijadikan kurban. Apalagi jika hewan itu buta. b. Hewan yang sakit parah. Jika sakitnya tidak parah, maka boleh dijadikan kurban. c. Hewan yang pincang. Apabila kakinya patah maka tidak boleh dijadikan hewan kurban. d.
Hewan yang kurus yang tidak bersumsum. Yakni hewan yang tidak memiliki sumsum karena terlalu kurus.46
Lalu didalam hadis lain dari Ali bin Abu Thalib, mengatakan :
“Muslim bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dari Hisyam bin Abu Abdullah ad-Dastawa`i, dari Hisyam bin Sanbar, dari Qatadah, dari Jurai bin Kualib, dari Ali bahwa Nabi s.a.w melarang umat Islam berkurban dengan „adhbâ`, yaitu hewan yang telinga dan tanduknya terpotong. Abu Dawud berkata, Jurai Sadusi adalah seorang dar Bashrah, dan hanya Qatadah yang meriwayatkan darinya.” (H.R. Abu Daud)47 Dari hadis di atas, dapat ditambahkan bahwa hewan yang dikurbankan yang mata dan telinganya baik, tidak sobek ataupun berlubang serta ekornya tidak boleh terputus.
6. Tata Cara Melaksanakan Ibadah Kurban
46
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, op.cit., h. 622. Abu Daud Sulaiman bin al-Asy‟ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5: Sunan Abu Daud, Penerjemah Muhammad Ghazali, dkk., (Jakarta: Almahira, 2013), h. 591. 47
21
Sebagaimana
yang
sudah
dibahas
terdahulu
tentang
waktu
pelaksanaan kurban, yaitu setelah melaksanakan sholat Idul Adha dan mendengarkan dua khutbah sampai dengan sebelum terbenamnya matahari ditanggal 13 Dzulhijjah. Para ulama sepakat bahwa kurban tidak boleh diambil sebelum salat Idul Adha berdasarkan hadis berikut ini:
“Muhammad bin Basyar menyampaikan kepada kami dari Ghundar, dari Syu‟bah, dari Zubaid al-Iyami, dari asy-Sya‟bi, dari al-Bara` bahwa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: Pertama kali yang harus kita lakukan pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang, lalu kita menyembelih hewan kurban. Orang yang melaksanakannya, dia telah melakukan sunah kita; orang yang menyembelih sebelum shalat (Id), daging hewan itu hanyalah seperti daging yang dipersembahkan untuk keluarganya dan bukan daging kurban.” (H.R. Bukhari)48 Seseorang yang berkurban, sebaiknya menyembelih dengan tangannya sendiri, tidak mewakilkannya kepada orang lain.49 Apabila orang tersebut merasa ragu atau tidak mampu, boleh diwakilkan dengan orang lain yang mengerti tentang persyaratan-persyaratan yang ada. Walaupun seseorang diwakilkan orang lain untuk menyembelih, namun dianjurkan untuk menyaksikannya sendiri. Dalam
Ibadah
kurban,
pelaksanaan
penyembelihannya
harus
memenuhi rukun-rukun, yaitu: a. Penyembelih Penyembelih disini ialah orang yang boleh (sah) menyembelih meliputi semua orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan,
48
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, loc.cit,. Muhammad Bagir Al-Habsy, op.cit., h. 451.
49
22
merdeka atau budak, fasik atau ta`at, dalam keadaan suci dari hadats besar, ahlul kitab. Adapun urutan orang yang paling utama untuk menyembelih adalah sebagai berikut : 1) Laki-laki muslim yang berakal dan paham untuk menyembelih. (tamyiz) 2) Laki-laki muslim yang berakal. 3) Perempuan muslimah yang berakal dan paham untuk menyembelih. (tamyiz) 4) Perempuan muslimah yang berakal. 5) Ahlul kitab.50 Penjabaran di atas menunjukan bahwa setiap orang berhak untuk menyembelih tetapi diutamakan lelaki muslim yang paham dalam menyembelih. Serta Islam mengesahkan sembelihan ahli kitab. b. Hewan yang disembelih Hewan yang boleh disembelih adalah meliputi semua hewan kurban
yang halal dikonsumsi (dimakan).51 Artinya seluruh hewan
kurban yang sehat dan tidak dalam keadaan cacat dan sekarat. c. Alat untuk menyembelih Alat penyembelihan, adalah meliputi setiap benda tajam yang dapat melukai. Seperti : besi, batu, kaca, bambu runcing dan yang lainya asalakan yang bukan dari tulang, gigi dan juga kuku.52 Penyembelihan dapat dianggap sah apabila dilakukan dengan cara memotong seluruh kerongkongan dan tenggorokan yang dimiliki oleh hewan, yang merupakan jalan nafasnya serta makanan. 53 Biasa saluran pernafasan disebut juga dengan mari` (urat nadi) dan saluran makanan dan minuman disebut juga dengan hulqum (tenggorokan) maka keduanya itu
50
M. Husain Nashir, op.cit., h. 4-5. Ibid., h. 6. 52 Ibid., h. 7. 53 Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi dan Imam Abu Zakariyya Yahya, Raudhatuth-thalibin, Terj. dari Raudhatuth-Thalibin oleh A. Shalahuddin, dkk., (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 671. 51
23
harus terpotong.54 Jika didalam penyembelihan tidak terputus dua saluran tersebut maka dipastikan hewan tersebut tidak akan mati. Dalam penyembelihan, orang yang menyembelih wajib bersegera ketika menyembelih, dan jangan berlambat-lambat sehingga menyebabkan hewan menjadi bangkai sebelum pemotongan pada bagian yang mematikan.55 Hal ini maksudnya jika si penyembelih lalai dalam melaksanakan tugasnya sehingga ketika hewan selesai disembelih, hewan tersebut masih hidup dan mampu bertahan lama, lalu untuk membuatnya mati
maka
disembelih
kembali
maka
haram
hukumya.
Dalam
penyembelihan, tenggorokan dan urat nadi haruslah terpotong sekaligus. Apabila tidak bisa, boleh melakukan dua kali tetapi dengan catatan pemotongan yang pertama dan yang kedua tidak dipisahkan oleh renggang waktu.56 Ada beberapa tanda-tanda yang harus diperhatikan jika hewan tersebut sudah disembelih yaitu : 1) Bergerak dengan keras (menggelepar) 2) Darahnya mengucur deras 3) Tenggorokanyan berbunyi/mengorok Apabila salah satu tanda-tanda tersebut ditemukan pada hewan yang telah disembelih, maka sembelihanya sudah dianggap cukup (sah). 57 Jika di dalam penyembelihan tidak terdapat tiga dari salah satu ciri-ciri di atas maka dipastikan hewan tersebut tidak akan mati. Setelah kita mengatahui rukun-rukun penyembelihan, selanjutnya yang perlu kita perhatikan bagaimana tatacara pelaksanaan penyembelihan hewan tersebut. Adapun tata cara penyembelihan hewan kurban adalah sebagai berikut : a.
Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan kesebelah rusuknya yang kiri dengan posisi hewan tersebut menghadap kearah kiblat, diiringi
54
M. Husain Nashir, op.cit., h. 9. Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi dan Imam Abu Zakariyya Yahya, op.cit. h.672 56 M. Husain Nashir, op.cit., h. 11. 57 Ibid., h. 12. 55
24
dengan membaca doa “Rabbana taqabbal minna innaka antas sami‟ul „alim.” (“Ya Tuhan kami, terimalah kiranya kurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.”).58 Untuk penyembelihan kambing cukup dengan mengmeganginya saja sudah
cukup,
sedangkan
untuk
sapi
dan
kerbau
dengan
membaringkanya lalu mengikat kaki-kainya. Berbeda dengan unta, unta disunahkan menyembelihnya dalam keadaan berdiri. b.
Penyembelih
melakukan
penyembelihan,
sambil
membaca:
“Bismillahi Allahu akbar.” (Artinya: “Dengan nama Allah, Allah Maha Besar”). Setelah itu disunahkan untuk membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW.59 Untuk hewan kambing,sapi dan kerbau penyembelihan dilakukan di ujung leher dekat dengan kepala. Tetapi untuk unta penyembelihan dilakukan di leher dekat dengan dada. c.
Kemudian penyembelih membaca doa, agar apa yang diniatkakan dan kurbanya diterima Allah SWT. Sebagaimana doa yang dibaca Nabi Muhammad yaitu :
“Ya Allah, ini pemberian-Mu dan aku kembalikan kepada-Mu maka terimalah ini dariku”.60 Agama Islam sebenarnya tidak mewajibkan untuk menyebut nama Tuhanya didalam penyembelihan. Karena itulah seorang muslim dibolehkan memakan daging dari hasil sembelihan orang ahlul kitab yang memang mereka didalam penyembelihan tidak menyebut nama Allah. Tetapi beda halnya dengan kurban, di dalam pelaksanaanya diharuskan untuk menyebut nama Allah dan berdo‟a serta menyembelih sendiri, jika diwakili haruslah dia yang beragama Islam serta pandai didalam penyembelihan.
58
Mansyur, dkk., op.cit.,h. 52. Ibid. 60 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, op.cit., h. 252. 59
25
Selain itu ada beberapa sunnah yang harus diperhatikan, Syekh Abu Syuja‟ mengatakan di dalam buku Kifayatul Akhyar yaitu :
“Pada waktu menyembelih disunahkan lima hal: 1) Membaca basmalah, 2) Membaca selawat atas Nabi SAW, 3) Menghadapkan binatang yang disembelih ke kiblat, 4) Membaca takbir, 5) Berdoa agar diterima oleh Allah.”61 Perkataan Syekh Abu Syuja‟ di atas menjelaskan beberapa sunah yang perlu diperhatikan yaitu membaca basmalah (menyebut nama Allah), membaca sholawat nabi Muhammad SAW, mengahadapkan binatang yang disembelih kearah kiblat, mambaca takbir dan berdoa kepada Allah agar kurbanya diterima.
7. Hikmah Berkurban Setelah kita tahu apa itu ibadah kurban, kapan waktu pelaksanaannya, syarat-syarat pelaksanaannya dan tatacara melakukannya, tentulah sampai pada hikmah didalam melaksanakan ibadah kurban. Adapun hikmah berkurban sebagai berikut : a. Untuk meneladani perintah-perintah berkurban pada nabi-nabi terdahulu seperti perintah berkurban yang dijalankan oleh nabi Ibrahim A.S dan putranya nabi Ismail A.S. dan juga menjalankan syariat nabi Muhammad SAW. b. Hikmah lain dari berkurban adalah membangun mentallitas kepedulian sosial yang tinggi, utamanya bagi mereka yang mampu, Dengan tujuan untuk memperkokoh ikatan persaudaraan antar sesama muslim dalam satu ikatan yang kuat.62
61
Ibid., h. 250. Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 241. 62
26
c. Agar menyamai tarhadap apa yang dilakukan oleh umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji pada hari itu (tanggal 10 Dzul Hijjah) dengan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikan dagingnya pada fakir-miskin, sekaligius sebagai isyarat akan besarnya dambaan terhadap perkumpulan agung di tanah haram.63 Dari hikmah di atas, sebagai umat muslim seharusnya kita mengetahui jika memiliki harta yang cukup, maka tidak ada salahnya untuk melaksanakan ibadah kurban. Selain cara untuk menjalankan syariat nabi Muhammad serta menjalankan ibadah, kurban juga merupakan salah satu cara untuk mempersatukan umat tanpa memandang status sosial dan ekonomi seseorang dengan yang lainnya.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan ini disebut juga sebagai tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan paparan tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Dengan tinjauan pustaka ini penelitian seseorang dapat diketahui keasliannya dengan cara mempertegas perbedaan dan persamaan diantara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas oleh penulis. Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. “Peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqih materi pokok kurban melalui metode resitasi pada siswa kelas V MI MATHOLI‟UL HUDA PASONO
KLAKAHSIHAN
GEMBONG
PATI
TAHUN
PELAJARAN 2010\2011”. Skripsi ini dibuat oleh Darwati mahasiswi Fakultas Tarbiyah jurusan PAI di UIN Semarang pada tahun 2011. Adapun yang dibahas didalam skripsi tersebut tentang bagaimana belajar dengan melihat langsung serta berpartisipasi pada pelaksanan ibadah kurban. Persamaanya dengan
63
M. Husain Nashir, op.cit., h. 35.
pada penelitian ini ialah
27
mengkaji ibadah kurban. Sedangkan perbedaanya ialah dari segi tujuan penelitian yang ingin dicapai serta metode penulisan.64 2. “Pemotongan Hewan Kurban Urgensi Tujuan dan Pemanfaattannya bagi Pribadi dan Masyarakat, Telaah Ayat-ayat Suci al-Qur‟an dan asSunnah sebagai dasar hukum”. Skipsi ini dibuat oleh Suhaimi mahasiswa Fakultas Syari‟ah UIN Jakarta pada tahun 2014. Adapun yang dibahas didalam skripsi ini yaitu suatu permasalahan mengenai bagaimana kedudukan kurban dalam syari‟at Islam, manfaat serta tujuan berkurban bagi pribadi dan masyarakat, sejauh mana penerapan ayat al-Qur‟an dan Hadis sebagai dasar hukum mengenai kurban, dan bagaimana hukum pemanfaatan daging kurban. Dalam skripsi ini juga menjelaskan bahwa ibadah kurban bukan hanya sebagai ibadah saja namun juga mengajarkan kerja sama dalam tolong menolong.65
64
Darwati, Peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqih materi pokok kurban melalui metode resitasi pada siswa kelas V MI MATHOLI‟UL HUDA PASONO KLAKAHSIHAN GEMBONG PATI TAHUN PELAJARAN 2010\2011, (Semarang : IAIN Walisongo, 2011) 65 Suhaimi, Pemotongan Hewan Kurban Urgensi Tujuan dan Pemanfaattannya bagi Pribadi dan Masyarakat; Telaah Ayat-ayat Suci al-Qur‟an dan as-Sunnah Sebagai Dasar Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian 1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah mengenai nilai pendidikan pada syariat kurban kajian tafsir surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3. 2. Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu selama dua semester terhitung dari tanggal 6 Oktober 2015 sampai dengan selesai. Tempat penelitian dilakukan di beberapa perpustakaan yang ada yaitu di PSQ (Pusat Studi Qur`ân), PU UIN (Perpustakaan Utama ), PT UIN (Perpustakaan Tarbiyah) dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama.
B. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan
menggunakan
metode
deskriprif
analisis
yang
menggunakan tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library Research). 2. Sumber Data Penelitian ini merupakan library research, maka sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Maman, “sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan dan perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain sebagainya”.1
1
U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo Persada Press, 2006), cet. 1, h. 80.
28
29
Adapun literatur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer, yaitu kitab suci al-Qur`ân, dan kitab-kitab tafsir al-Qur`ân yang menjelaskan surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3, diantaranya: Tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, Tafsir Ath-Thabari, dan Tafsir AlQurthubi. Dan data sekunder, yaitu buku-buku yang membahas tentang nilai pendidikan akhlak adil, tafsir-tafsir penjelas al-Qur`ân, kamus-kamus yang relevan dengan pembahasan dan literatur lain yang dianggap relevan dengan pembahasan. 3. Analisis Data Mengenai analisis data, menurut Imam Gunawan, “analisis data kualitatif sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan data, dengan cara memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak. Ukuran penting atau tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya menjawab fokus penelitian”.2 Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan substantif maupun formal.3 Karena penelitian ini merupakan penelitian tafsir, dalam meneliti ayatayat al-Qur`ân dengan mengacu pada pandangan al-Farmawi yang dikutip oleh Abudin Nata bahwa metode tafsir yang bercorak penalaran (bukan jalur riwayat) ini terbagi menjadi empat macam metode, yaitu: tahlilî, ijmalî, muqârin, dan mauđu’î.4 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tahlilî. Metode tafsir tahlilî adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân secara berurutan ditinjau dari berbagai seginya dengan memperhatikan urutan-urutan ayat-ayat dalam muşhaf.5 Tafsir tahlilî merupakan suatu metode yang bermaksud 2
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 209. 3 Ibid. 4 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), cet. 9, h. 219. 5 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), cet. I, h. 19.
30
menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dan seluruh isinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafadz yang terdapat di dalamnya, menjelaskan munasabah ayat dan menjelaskan isi kandungan ayat dan kemudian dikaitkan dengan pendekatan pendidikan. Ditinjau dari segi kecenderungan para penafsir, metode tahlilî ini dapat berupa: tafsir bi al-ma`śur dan tafsir bi al-ra`yi, tafsir al-Şufî, tafsir al-fiqhi, tafsir al-Falsafî, tafsir al-‘Ilmi, dan tafsir al-adab al-ijtimâ’i. Tafsir bi al-ma’tsur merupakan suatu bentuk penafsiran yang berdasarkan pada ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur`ân al-Karim ditafsirkan dengan ayat-ayat lain, atau dengan riwayat dari Nabi Saw, para sahabat dan juga dari tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang bersandar pada pikiranpikiran rasional. Tafsir al-Shufi yaitu suatu metode penafsiran al-Qur`ân yang lebih menitik beratkan kajiannya pada makna batin. Tafsir al-fiqhi yaitu corak tafsir yang pembahasannya berorientasikan pada persoalanpersoalan hukum Islam. Tafsir al-ilmi yaitu penafsiran yang berkaitan dengan ayat-ayat kawniyah yang terdapat dalam al-Qur`ân. Tafsir al-adab al-ijtima’i yaitu penafsiran al-Qur`ân yang cenderung kepada persoalan sosial kemasyarakatan. 6 Dengan demikian, tafsîr tahlilî merupakan suatu metode yang bermaksud menguraikan dan menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dari seluruh isinya, sesuai dengan urutan yang ada dalam al-Qur`ân.
C. Fokus Penelitian Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.7
6
Abd. Muin Salim, Metode Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), cet. 1, h. 42-45. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), cet. 18, h. 286. 7
31
Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini. Adapun fokus penelitian ini adalah mengenai tafsir surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3. Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mencari nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung dalam al-Qur`ân surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3, dengan mencari data-data dan sumber yang membahas mengenai surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.
D. Prosedur Penelitian Dalam penelitian tafsir yang menggunakan metode tafsîr tahlilî, ada beberapa prosedur atau langkah yang harus diperhatikan. Mengacu pada penjelasan dalam buku al-Qur`ân dan Tafsirnya, maka prosedur penelitian tafsir surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 adalah sebagai berikut: 1. Menerangkan makkî dan madanî di awal surat.8 Ayat-ayat al-Qur`ân yang turun saat Nabi Muhammad SAW masih berdiam diri di Mekkah disebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui masa dan tempat turunnya ayat alQur`ân serta situasi yang terjadi pada saat turunnya ayat al-Qur`ân, serta memberi pemahaman lebih jelas tentang latar belakang turunnya ayat tersebut sehingga dapat memahami dan dapat menafsirkannya secara lebih tepat. 2. Menerangkan munâsabah, munâsabah adalah keterkaitan dan keterpaduan antara bagian-bagian ayat, ayat-ayat, dan surat-surat dalam al-Qur`ân.9 Hal ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui kejelasan makna ayat yang terdapat dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.
8
Kementrian Agama RI, Mukadimah Al-Qur’an & Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h.
69. 9
Ibid., h. 242.
32
3. Menjelaskan asbabun-nuzûl (jika ada). Asbabun-nuzul adalah peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, atau pertanyaan dari sahabat kepada Nabi SAW mengenai suatu persoalan.10 Menjelaskan asbabun-nuzul diperlukan untuk memperdalam pengertian tentang ayat-ayat suci alQur`ân karena dengan dengan asbabun-nuzul dapat mengenalkan dan menggambarkan situasi dan keadaan yang terjadi ketika ayat itu diturunkan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam memahami apa yang terkandung di balik teks-teks ayat yang akan ditafsirkan. 4. Menerangkan arti kosakata11, pada tahap ini penulis menjelaskan kosa kata yang terdapat pada surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3, dengan mengacu pada kamus. 5. Memaparkan
kandungan
ayat
secara
umum
dan
maksudnya.12
Menjelaskan nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 dengan dibantu dari penjelasan dari ayat lain, kemudian hadiś-hadiś Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, atau ilmu pendidikan yang berkaitan dengan ayat tersebut. Dalam tahap ini penulis akan mencoba menjelaskan nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung dalam pada Surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3 dengan menggunakan literatur dari kitab tafsir, kemudian hadiś-hadiś Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, dan juga buku-buku penunjang seperti buku-buku pendidikan yang membicarakan seputar makna ayat tersebut. Selain itu, pada tahap ini juga penulis menganalisis kajian tentang nilai pendidikan pada syariat kurban yang terkandung di dalam ayat tersebut. 6. Menjelaskan hukum yang dapat digali dari ayat yang dibahas. 13 Dalam penelitian ini hukum yang akan digali mengenai nilai pendidikan pada syariat kurban dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.
10
Ibid., h. 229. Ibid., h. 69. 12 Ibid. 13 Ibid. 11
33
7. Setelah menjelaskan kandungan ayat, hukum yang terdapat dalam ayat serta menganalisisnya, selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari pada Surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 34 dan Surat Al-Kauśar Ayat 1-3 1. Tafsir Surat Al-Hajj Ayat 34 a. Teks Ayat dan Terjemahnya
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”. (Q.S Al-Hajj : 34) b. Kosa Kata Inti
َ هَ ْن. Kata tersebut merupakan bentuk isim maf‟ul yang Kata سكًا berasal dari kata سكًا َ وهَ ْن- ُنسُ ْىكًا-سكًا ْ سكُ – ُن ُ ْسكَ – يَن َ َنyang berarti beribadah.1 Sedangkan didalam kamus al-kautsar سكًا َ هَ ْنdiartikan sebagai tempat penyembelihan kurban.
2
Dijelaskan juga dalam kamus Lisânul „Arab sebagai berikut:
Menurut Abu Ishaq lafadz “Nusuk” pada ayat (al-Hajj ayat 34) menunjukan atas makna menyembelih, gambarannya seperti kami
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), cet. 25, h. 1414. 2 Husin Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab-Indonesia,(Surabaya: Yayasan Pesantren Islam, 1991), cet. 5, h. 478. 3 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul „Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob AlIlmiyah, 2003) vol 11, h. 398.
34
35
jadikan bagi setiap umat itu agar mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan karena Allah. Kosakata berikutnya َبهِيوَةyaitu binatang ternak. Kata tersebut merupakan bentuk mufrad, dari kata ُ َبهَائِنyang menyatakan bahwa hewan ternak tersebut lebih dari dua.4 Ada juga yang mengartikan
َبهَائِنsebagai binatang yang berkaki empat.5 Dijelaskan dalam kamus Lisânul „Arab sebagai berikut:
Setiap hewan ternak yang berkaki empat, yang berada dipegunungan, ditanah yang tandus, dan di air, dan bentuk jamak kata tersebut ialah ُ َبهَائِن. Selanjutnya kosakata ٌاَ ْنعَام. Kata tersebut merupakan bentuk jamak. Kata tersebut mempunyai arti hewan ternak, sedangkan bentuk mufrad dari kata tersebut adalah ُال َنعَن.7 Dijelaskan dalam kamus Lisânul „Arab sebagai berikut:
Kalimat mufrod dari lafadz ibnu Saidah
yaitu unta dan kambing baik jantan ataupun betina.
Menurut ibnu Arabi,
4
yaitu harta yang dijaga, berkata
yaitu khusus unta, dan lafadz
yaitu unta,
Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 115. Husin Al-Habsyi, op.cit., h. 34. 6 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul „Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob AlIlmiyah, 2003) vol. 12, h. 64. 7 Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 1438. 8 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul „Arab, op.cit, vol. 12, h. 694. 5
36
sapi, dan kambing. Melihat hewan yang disembelih yang dagingnya itu setara dengan beberapa uang dirham agar menjadi sedekah. Kemudian kata سِلوُىْا ْ َ أmerupakan fiil amr dari kata َسلَن ْ َاyang berarti memeluk Islam atau berserah diri.9 Berikutnya kata َ َالْوُخْبِتِيْنkata ini merupakan bentuk isim fail, yang berasal dari kata َ اَخْبَتyang berarti khusu`, tawadhu` atau merendahkan diri.10 Sedangkan dalam kamus Lisânul „Arab dijelaskan sebagai berikut:
Dan diriwayatkan imam mujahid dalam Firman Allah yang berbunyi , yang dimaksud disini ialah orang orang yang tenang, dan ada yang mengatakan yang dimaksud
yaitu adalah orang-orang
yang tawadhu atau rendah hati.
c. Tafsir Surat al-Hajj Ayat 34 Sebelum menjelaskan tafsir surat al-Hajj ayat 34, akan dijelaskan terlebih dahulu munasabah atau hubungan ayat-ayat ini dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Pada setiap ayat al-Qur`ân mempunyai suatu kesatuan dimana antara ayat satu dengan ayat lainnya tidak dapat dipisahkan. Karena pada suatu ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat selanjutnya memiliki hubungan yang saling berkaitan. Didalam surat al-Hajj ayat 34 adalah perintah melaksanakan ibadah kurban. Tetapi jika dilihat dari ayat-ayat sebelumnya dan selanjutnya, yaitu dari ayat 32 sampai dengan ayat 37 semua itu
9
Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 654. Ahmad Warson Munawwir, op.cit., h. 713. 11 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul „Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob AlIlmiyah, 2003), vol. 13, h. 26. 10
37
berhubungan, membahas tentang ibadah kurban. Pada ayat 32 dijelaskan bahwa orang yang melaksanakan ibadah kurban berarti dia telah melaksanakan syi‟ar-syi‟ar Allah, hal itu disebabkan timbul dari ketakwaan di dalam hati dan diri mereka sehingga mereka melaksanakannya.12 Lalu pada ayat 33 kita harus memilih binatang persembahan (hewan kurban) yang baik dan gemuk lalu pergunakanlah dan ambil manfaatnya sampai waktunya ditentukan, dan dijelaskan tepat penyembelihan disekitar tanah haram Mekah.13 Kemudian pada ayat selanjutnya yaitu 35 dijelaskan orang yang tunduk dan taat kepada Allah, ialah orang-orang yang : 1) Apabila disebut nama Allah dihadapan mereka gemetarlah hatinya 2) Mereka sabar dan tabah menghadapi segala macam cobaan Allah. 3) Mereka selalu mendirikan sholat tepat waktu. 4) Mereka
menginfakkan
sebagian
rezeki
yang
telah
dianugerahkan kepada mereka.14 Pada ayat 36-37 Allah telah menjadikan unta yang telah diciptakan untuk
mereka sebagai
salah satu
syiarnya
dimana manusia
memperoleh kabaikan dan saat kamu menyembelih kurban sebutlah nama Allah serta ada yang disembelih dalam keadaan berdiri dan berbaring. Kemudian jika sudah selesai dikuliti maka ambilah sebagian untuk orang yang berkurban dan sisanya bagikan kepada fakir miskin dan yang lainnya mudah-mudahan kalian termasuk kedalam orangorang yang bersyukur. Lalu sesungguhnya tujuan berkurban adalah
12
Imam Jalalud-din Al-Maballiy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 3, Penerjemah Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), h. 1382. 13 Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur‟ân dan Tafsirnya, Jilid 17, (Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 413. 14 Departemen Agama RI, Al-Qur‟ân dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Jilid VI, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 407.
38
mencari ridho Allah.15 Setelah mengetahui munasabah ayat-ayat tersebut sudah jelas bahwa didalam surat al-Hajj ayat 32-37 mempunyai kandungan ayat yang berkaitan. Untuk menafsirkan salah satu ayat, maka kita harus memahami musabah ayat-ayat tersebut agar lebih memudahkan dalam menafsirkannya. Selain itu kita dapat memahami kandungan ayat demi ayat, sekaligus memahami ayat yang akan dibahas. Setelah kita membahas tentang munasabah al-Hajj ayat 34, langkah selanjutnya yang harus dilakukan agar dapat menafsirkan ayat adalah mengetahui tentang asbabun nuzul ayat yang akan dibahas. Surat al-Hajj termasuk kedalam surat Madaniyah, terdiri atas 78 ayat, sedangkan menurut pendapat ahli tafsir, surat ini termasuk kedalam golongan
surat-surat
Makiyah.16
Adanya
perbedaan
dalam
menentukan apakah surat ini termasuk kedalam golongan Makiyah atau Madaniyah, hal ini disebabkan karena sebagian ayat tersebut yang turun di dua tempat berbeda, Seperti ayat 52, 53, 54 dan 55 antara Makiyah dan Madaniyah.17 Surat ini dinamakan surat al-Hajj, nama yang telah dikenal sejak masa Rasulullah SAW. Nama al-Hajj adalah satu-satunya nama yang dikenal untuk surah ini. Penamaan tersebut agaknya disebabkan dalam surat ini diuraikan perintah Allah kepada Nabi Ibrahim as. agar mengumandangkan panggilan berkunjung ke Baitullah serta beberapa uraian tentang ibadah haji dan manfaatnya.18 Sementara di dalam buku al-Qur`ân dan Tafsirnya menjelaskan bahwa surat ini dinamai al-Hajj, karena mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah haji, seperti Ihram, tawaf, sa‟I, wuquf di Arafah, mencukur rambut serta
15
Ibid., h. 411. Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur‟ân dan Tafsirnya, Jilid 17, op.cit, h. 346. 17 Ahmad Mustafa Al Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi (Edisi Bahasa Arab) oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Juz XVII, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1992), cet. 2, h. 136. 18 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ân, Vol. 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 143. 16
39
menerangkan tentang syiar-syiar Allah, faedah-faedah dan hikmahhikmah disyariatkan haji, dan sebagainya. Ditegaskan pula bahwa ibadah haji itu telah disyariatkan semenjak masa Nabi Nuh as. dan Ka‟bah didirikan kembali oleh Nabi Ibrahim as bersama putranya Ismail as.19 Kandungan surat al-Hajj ini ialah : 1) Keimanan Keimanan tentang adanya kebangkitan, dan huru hara yang terjadi pada hari kiamat; keadaan alam semesta serta aturan-aturan dan proses kejadiannya dapat dijadikan bukti tentang ke Esaan dan ke Kuasaan Allah.20 Di dalam surat tersebut dijelaskan betapa dahsyatnya hari kiamat yang membuat manusia takut akan hari akhir yang pasti datang suatu saat nanti. 2) Hukum-hukum Kewajiban berhaji bagi kaum muslimin; ibadah haji adalah ibadah yang telah disyari‟atkan sejak Nabi Ibrahim as; hukum berdusta; larangan menyembah berhala; binatang-binatang yang halal dimakan; hukum berperang dan hukum yang berhubungan dengan haji.21 Mengenai hukum-hukum yang terdapat didalam surat alHajj ini, bisa menjadi acuan kita dalam kehidupan sehari-hari. 3) Dan lain-lain Menjelaskan tiap-tiap agama yang dibawa Rasul terdahulu mempunyai syari‟at tertentu dan cara melakukannya; anjuran berjihad dilakukan dengan sungguh-sungguh; agama Islam tidak menimbulkan kesempitan bagi pemeluknya.22 Selain penjabaran diatas masih banyak lagi isi kandungan surat al-Hajj yang lainnya.
19
Departemen Agama RI, Al-Qur‟ân dan Tafsirnya, Jilid 6, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 341. 20 Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur‟ân dan Tafsirnya, Jilid 17, loc. cit. 21 Ibid. 22 Ibid., h. 347.
40
Perlu dicatat bahwa, walaupun surah ini berbicara tentang haji, ia turun sebelum ditetapkannya kewajiban itu atas umat Islam. Rukun Islam yang kelima baru menjadi wajib setelah Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah melalui ayat-ayat surah al-Baqarah dan al„Imran.23 Al-Biqa`i berpendapat yang terdapat didalam tafsir al-misbah, bahwa tujuan pokok dan tema utama surah ini adalah mendorong manusia guna mencapai ketakwaan yang mengantarnya terhindar dari putusan Ilahi yang adil guna meraih peringkat perolehan anugerahNya di hari berkumpulnya semua makhluk kelak di padang Mahsyar.24 Surat al-Hajj berisi tentang bagaimana dijelaskannya ibadah haji, kurban, beserta tata caranya. Tetapi selain itu surat al-Hajj mempunnyai kandungan yang lainnya seperti bertaqwa, menerangkan tentang hari akhir, berperang dan yang lainnya. Surat ini mempunyai keunikan tersendiri yaitu sebagian ayatnya turun di Mekkah sebagian lagi di Madinnah. Jika kita membahas turunya ayat al-Qur`ân tentulah kita tidak bisa terlepas dari asbabun nuzul (sebab-sebab turunya ayat) tetapi pada ayat 34 ini tidak diketemukan asbabun nuzul dari ayat ter sebut. Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy ayat-ayat alQur`ân dibagi menjadi dua yaitu “ayat-ayat yang ada sebab nuzulnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya”.25 Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur`ân yang diturunkan tanpa di dahului oleh sebab dan ada ayat yang diturunkan di dahului oleh suatu sebab. Sebagaimana dalam surat al-Hajj ayat 34 yang penulis kaji, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab dengan kata lain surat al-Hajj ayat 34 tidak mempunyai asbabun nuzûl. Setelah menjelaskan tentang munasabah dan asbabun nuzul surat al-Hajj ayat 23
M.Quraish Shihab, op. cit., h. 144. Ibid. 25 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟ân (`Ulum al-Qur`an), (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 18. 24
41
34, penulis akan memaparkan isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 dengan menggunakan literatur dari kitab tafsir, hadiś-hadiś Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, dan buku-buku penunjang seperti buku-buku pendidikan yang membicarakan seputar makna ayat tersebut. Surat al-Hajj ayat 34 ini membahas tentang pensyariatan kurban. Setelah ayat yang lalu menjelaskan tentang syari‟at Allah menyangkut penyembelihan binatang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, ayat ini menegaskan bahwa hal tersebut bukan hanya khusus bagi umat Islam. Ayat ini menyatakan bahwa tuntunan di atas merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah dan memang bagi tiap-tiap umat sebelum kamu telah kami syariatkan mansak, yakni syariat kurban dan tempat penyembelihannya. Tujuan syariat tersebut adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.26
Kami telah menjadikan bagi para pemeluk agama terdahulu sebelum kalian, binatang kurban yang mereka sembelih dan darah yang mereka curahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.27 M. Quraish Shihab menjelas dalam buku Tafsir Al-Misbah bahwa “Kata ( )هنسكاmansakan terambil dari kata ( )نسكاnasaka yakni menyembelih”.28 Jika dibaca Mansakan adalah mashdar dan apabila dibaca Minsakan adalah isim makan atau nama tempat, maksudnya menyembelih kurban atau tempat penyembelihan.29 Dalam buku Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa “Patron kata yang digunakan ayat ini
26
menunjuk
pada
tempat
sehingga
ia
bernama
tempat
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ân, Vol 8, op.cit,.h.203. 27 Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi (Edisi Bahasa Arab) oleh Bahrun Abu Bakar, dkk, Juz XVII,op.cit, h. 184. 28 M. Quraish Shihab, op.cit., h. 203. 29 Imam Jalalud-din Al-Maballiy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi, op.cit., h. 1383.
42
penyembelihan. Sementara ulama memperluas maknanya sehingga memahaminya dalam arti ibadah dan ketaatan secara umum”.30 Pensyariatan ibadah kurban disini ialah dimana seseorang menyembelih hewan kurban pada waktu-waktu tertentu semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Potongan ayat tersebut menjelaskan bahwa telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu untuk melaksanakan ibadah kurban yang dipersembahkan hanya kepada Allah SWT. Seperti kisah nabi Ibrahim dengan putranya nabi Ismail yang melaksanakan perintah Allah untuk berkurban. Bahkan nabi Ibrahim rela mengorbankan anaknya sendiri sebagai ujian dalam ketakwaannya. Ketika nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut kemudian Allah mengganti nabi Ismail dengan kibas yang besar pada saat menyembelihnya. Kisah itulah yang menjadi salah satu latar belakang perintah berkurban.
Kami syari‟atkan yang demikian itu kepada mereka, agar mereka menyebut Allah ketika menyembelihnya, dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah Dia limpahkan kepada mereka, karena itulah yang dimaksud yang terpenting.31 Melaksanakan ibadah kurban, merupakan salah satu tanda rasa syukur manusia kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadanya. Dalam potongan ayat tersebut Allah menyuruh kepada manusia agar bersyukur dengan cara berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan ternak dan menyebut Asma Allah pada saat penyembelihnya sebagai tanda bahwa hewan tersebut dipersebahkan hanya kepada-Nya. Jika kita memahami maksud dan tujuan mengapa harus menyebut nama Allah pada saat menyembelih hewan kurban, karena ditakutkan hewan kurban tersebut bukan ditunjukan untuk
30
M. Quraish Shihab, op.cit., h. 203. Ahmad Mustafa Al Maragi, op.cit., h. 185.
31
43
Allah SWT, tetapi untuk yang lainya. Maka tentulah hal tersebut sangat penting didalam melaksanakan ibadah kurban.
Sesungguhnya, sembahan kalian adalah satu, sekalipun/ibadah berbeda-beda sesuai dengan zaman, tempat dan penghapusan, sebagiannya dengan sebagian yang lain. Sebab, maksud dari ibadahibadah itu tidak lain adalah peyembahan terhadap Allah semata.32 Pada penggalan ayat ini, dijelaskan tentang ke-Esaan Allah sebagai satu-satunya tempat menyembah dan memohon walaupun adanya perbedaan zaman dengan umat-umat sebelumnya ataupun nanti umat-umat yang akan datang. Ayat tersebut menjelaskan bahwa Tuhan yang disembah pada zaman nabi-nabi terdahulu sampai dengan nabi Muhammad semuanya sama dan hanya ada satu tuhan yaitu Allah SWT.
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah, orang-orang yang taat dan merendahkan diri kepada-Nya.33 Kata ( )الوخبتينal-mukhbitin terambil dari kata ( )الخبتal-khabt yaitu dataran rendah yang siap diolah guna berbagai manfaat. Patron kata yang digunakan ayat ini bermakna orang yang berjalan didataran rendah. Kata tersebut secara mujazi bermakna orang yang rendah hati, tidak angkuh, tulus, tidak pamrih, serta selalu siap untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat.34 Orang yang menyembah Allah serta ia melaksanakan ibadah kurban sebagai salah satu cara bersyukur. Dan juga diartikan sebagai
32
Ibid., h. 186. Imam Jalalud-din Al-Maballiy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi, op.cit., h. 1383. 34 M. Quraish Shihab, op.cit., h. 204. 33
44
hamba Allah yang selalu taat didalam beribadah dan bertakwa kepada Allah. Ayat diatas menjelaskan bahwa penyembelihan kurban telah dikenal oleh umat-umat yang lalu. Ini dapat dibuktikan melalui alQur`ân dan sejarah. Hanya saja, sebagian dari umat-umat itu menyelewengkan ajaran kurban sehinggga bertentangan dengan tuntunan Allah swt., baik pada cara, tujuan, maupun jenis binatang yang disembelih sebagai kurban.35 Pokok-pokok isi kandungan surat al-Hajj ayat 34 adalah: 1) Allah
telah
mensyariatkan
kurban
kepada
uamat
Nabi
Muhammad sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu beserta umatnya. 2) Ayat ini menegaskan bahwa tiada Tuhan selain Allah yang berhak disembah dan menerima persembahan kurban tersebut, maka ketika menyembelih kurban, diwajibkan menyebut nama Allah dalam pelaksanaanya. 3) Orang yang melaksanakan Ibadah kurban, merupakan salah satu tanda bahwa ia bertaqwa dan bersyukur kepada Allah SWT.
2. Tafsir Surat Al-Kauśar Ayat 1-3 a. Teks Ayat dan Terjemahnya
1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. 2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. 3) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus. b. Kosa Kata Inti 35
Ibid.
45
ْ َ أkalimat ini terdiri dari kata Kosa kata yang pertama adalah َعطَيْنَك kerja yaitu عطَى ْ َ اyang disandingkan dengan fail berdhomir نحنyang kemudian dilengkapi dengan maf`ul bih berdhomir أنت. kalimat عطَى ْ َا sendiri mempunyai arti memberikan.36 Selanjutnya kata ْاَنْحَر merupakan fiil amr atau kata perintah yang berasal dari kata َ نَحَرyang artinya menyembelih.37
c. Tafsir Surat Al-Kauśar Seperti surat al-hajj ayat 34, sebelum kita membahas tentang tafsirnya kita harus membahas tentang munasabah ayat terlebih dahulu untuk memudahkan dalam memahami tafsir. Pada munasabah surat alKauśar ini berbeda dengan surat al-Hajj yang sudah penulis paparkan di atas. Pada surat ini munasabahnya bukan ayat dengan ayat, tetapi surat ini dengan surat sebelumnya yaitu surat al-Mâ`ûn dan surat sesudahnya yaitu surat al-Kâfirûn. Pada surat sebelumnya yaitu surat al-Mâ`ûn, Allah telah memberikan penjelasan tentang ciri-ciri orang yang tidak percaya kepada kebenaran Dinul-Islam. Ciri-ciri tersebut adalah 1) bersifat bakhil, 2) berpaling dari salat yang sebenarnya 3) berlaku riya 4) tidak pernah memberi pertolongan. Kemudian dalam surat al-Kauśar ini, Allah menjelaskan tentang berbagai anugerah yang dikaruniakan kepada Rasulullah SAW., yakni berbagai kabaikan dan barakah. Karenanya, Allah menjelaskan telah memberikan al-Kauśar yang banyak mengandung nilai kebaikan.38 Sementara itu hubungan dengan surat yang selanjutnya, dalam surat al-Kauśar Allah memerintahkan agar memperhambakan diri
36
Ahmad Warson Munawwir, Op Cit., h. 946. Ahmad Warson Munawwir, Op Cit., h. 1394. 38 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abubakar, dkk., Jilid 28, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993), cet. 2, h. 440. 37
46
kepada-Nya, sedangkan dalam surat al-Kâfirûn perintah tersebut ditandaskan lagi.39 Setelah penulis memaparkan munasabah surat al-Kauśar, untuk membahas tafsir surat tersebut kita juga harus mengetahui tentang makna dari nama surat dan asbabun nuzul surat al-Kauśar terlebih dahulu. Surat al-Kauśar ini termasuk kedalam surat Makiyyah, surat ini terdiri dari tiga ayat. Kata kauśar digunakan oleh masyarakat Arab untuk mengeskpresikan segala sesuatu yang banyak jumlahnya dan kedudukanya.40 Istilah kauśar merupakan kasus deskriptif yang diturunkan dari kata kaśrat yang bermakna “banyak kebaikan atau rahmat”. Di samping itu, secara istilah, kauśar juga diterapkan untuk menyebut orang-orang mulia.41 Surat al-Kauśar ini mempunyai banyak makna, hal ini dapat dilihat dari banyaknya para ulama tafsir dalam memberikan pendapat tentang surat ini. Kalau dari al-Qur`ân sendiri memaknai al-Kauśar adalah nikmat yang banyak. Sementara itu di dalam buku tafsir al Qurthubi dikatakan bahwa al-Kauśar adalah nama sebuah sungai di surga, makna ini disebutkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya. Lalu pendapat yang kedua di dalam buku tafsir ini mengatakan bahwa al-Kauśar adalah kolam pemandian Nabi Muhammad SAW di surga. Pendapat ini disampaikan oleh Atha, dan juga terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.42 Kemudian di dalam tafsir Juz Amma menuliskan pendapat yang diriwayatkan para ulama diantaranya pendapat Ikrimah yang mengatakan al-Kauśar adalah kenabian, menurut Ja‟far Ash-Shadiq 39
Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur‟ân dan Tafsirnya, Jilid 30, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 824. 40 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. dari Al Jami‟ li Ahkaam Al-Qur`an oleh Dudi Rosyadi dan Faturrahman, Jilid 20, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), cet. 1, h. 807. 41 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, Terj. dari Nur al-Qur`an oleh Rahadian, Jilid XX, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. 1, h. 364. 42 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. dari Al Jami‟ li Ahkaam Al-Qur`an oleh Dudi Rosyadi dan Faturrahman, Jilid 20, op.cit., h. 807-808.
47
al-Kauśar adalah sifat Nabi Muhammad, lalu pendapat Ibn Jarir Asakir dan tokoh-tokoh lainnya, al-Kauśar adalah kebaikan yang amat banyak serta nikmat duniawi dan ukhrawi yang terdiri atas kebajikan dan keutamaan.43 Selain pendapat yang sudah dipaparkan, masih banyak lagi dari ulama-ulama lainnya yang memaknai al-Kauśar, penulis sendiri setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa al-Kauśar adalah nikmat dan kebaikan yang banyak yang diberikan Allah kepada makhluknya. Karena isi kandungan surat, ada yang membahas tentang pemberian nikmat dari Allah kepada manusia. Meskipun penulis juga meyakini pendapat para ulama yang lain dan tidak meragukannya karena ada beberapa pendapat yang disandarkan pada hadis. Sebelum kita membahas lebih jauh tentang surat ini alangkah baiknya kita mengetahui asbabun nuzul (sebab turunya ayat) dalam surat tersebut. Ibnu Taimiyyah mengemukakan, bahwa mengetahui asbabun nuzul suatu ayat al-Qur`ân dapat membantu kita memahami pesan-pesan yang dikandung ayat tersebut. Selain itu asbabun nuzul suatu ayat memberikan dasar yang kokoh dalam menyelami kandungan ayat tersebut.44 Ketika Ka‟ab bin Asyraf, seorang pembesar kaum yahudi, datang ke kota Mekkah kaum kafir Quraisy menyambutnya dengan penuh hormat. Orang-orang kafir Quraisy berkata: “Tuan adalah pembesar orang Madinah, Bagaimanakah pendapat tuan tentang Muhammad yang berpura-pura menjadi orang yang sabar yang diisolasikan kaumnya. Ia beranggapan bahwa dirinya lebih mulia daripada kita semua. Padahal kita selalu menyambut orang yang beribadah haji: memberi makan dan minim kepada mereka, Asyraf: “kamu lebih mulia kepada Muhammad”. Mendengar kata-kata yang demikian Rasulullah 43
Muhammad „Abduh, Tafsir Juz „Amma, Terj. dari Tafsir Al-Qur`an Al-Karim (Juz „Amma) oleh Muhammad Bagir, (Bandung: Mizan, 1998), cet. 1, h. 339. 44 A.A Dahlan dan M. Zaka Alfarisi, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya AyatAyat al-Qur`an, (Bandung: Diponegoro, 2002), cet. 2, h. V.
48
SAW. gelisah resah, merasa susah. Untuk menangkan hati Rasulullah SAW. yang gundah gulana, maka Allah SWT. menurunkan ayat-ayat yang terkandung dalam surat al-Kauśar. Yakni sebagai bantahan terhadap ucapan Ka‟ab bin Asyraf.45 Lalu pada ayat yang ke dua, turun pada peristiwa Hudaibiyyah, ketika itu Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah, Jibril membawa wahyu yang memerintahkan menyembelih kurban dan melaksanakan sholat, maka Rasulullah melaksanakan sholat „ied dua raka‟at disertai khutbah setelah melakukannya lalu Rasulullah pergi ketempat penyembelihan korban untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban..46 Pada ayat yang ke tiga ini, asbabun nuzulnya adalah tentang wafatnya salah satu anak laki-laki nabi Muhammad SAW. Dalam tafsir al-Azhar ada beberapa riwayat yang menjelaskan turunnya ayat ini, yaitu : “Menurut suatu riwayat dari „Atha‟, paman Nabi sendiri, Abu Lahab yang sangat memusuhi Nabi, setelah mendengar bahwa anak laki-laki Nabi telah meninggal, dia pergi menemui kawan-kawanya sesama musyrikin dan berkata: sudah putus turunan Muhammad malam ini!”47 Kemudian dalam suatu riwayat dijelaskan pula dari Syamr bin Athiyyah: “Uqbah bin Abu Mu‟ith pun setelah mendengar anak lakilaki Rasulullah meninggal, dengan gembira berkata: “Putuslah dia!”48 Maka turunlah ayat ini: Sesungguhnya orang-orang yang membenci engkau itulah yang akan putus. Sedang engkau sendiri tidaklah akan putus. Mereka telah mencapur-adukkan kebenaran agama dengan kekayaan dan keturunan. Mentang-mentang nabi Muhammad s.a.w. tidak mempunyai keturunan laki-laki, akan putuslah 45
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman al-Qur`an Surat Al-Baqarah – AnNas, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada), cet. 1, h. 957. 46 Ibid, h. 958. 47 Abdulmalik Abdulrahman Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar: Juzu` 30, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), h. 285. 48 Ibid.,
49
sebutannya. Kalau dia mati, akan habislah sebutannya dan habislah agama yang dibawanya ini. Niscaya tidak akan ada lagi orang yang mengganggu-gugat penyembahan berhala.49 Dari ketiga sebab-sebab turunya ayat tersebut yang berbeda-beda, hal ini menjelaskan bahwa surat al-Kauśar bukanlah surat yang diturunkan secara bersama-sama, tetapi ayat demi ayat. Kalau kita pahami surat al-Kauśar mempunyai satu kesatuan yang berkaitan erat ayat yang satu dengan yang lainya yang menjelaskan nikmat Allah, cara mensyukurinya dan ancaman bagi orang-orang yang menghina nabi Muhammad. Untuk lebih mendalami kandunga dari surat al-Kauśar tersebut penulis akan memaparkan isi kandungan surat al-Kauśar tersebut. Istilah Kauśar merupakan kasus deskriptif yang diturunkan dari kata Katsrat yang bermakna banyak kebaikan atau rahmat. Di samping itu, secara istilah, Kauśar juga diterapkan untuk meyebut orang yang mulia.50
Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan banyak pemberian yang tak terhitung banyaknya. Dan kami telah memberikan kepada Muhammad berbagai keutamaan yang hakekatnya sangat sulit dicapai. Jika
musuh-musuhmu
meremehkan
keadaanmu,
bahkan
menyingkirkanmu, hal itu karena rusaknya cara berpikir mereka, disamping lemahnya pengertian mereka.51 Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia telah memberi Nabi-Nya nikmat dan anugerah yang tidak dapat dihitung banyaknya dan tidak dapat dinilai tinggi mutunya, walaupun (orang musyrik) memandang hina dan tidak menghargai pemberian itu disebabkan
49
Ibid.,h. 286. Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, Terj. dari Nur al-Qur`an oleh Rahadian, Jilid XX, op.cit, h. 364. 51 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abubakar, dkk., Jilid 28, op.cit., h. 443. 50
50
kekurangan akal dan jalan yang lurus yang membawa kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.52 Hal yang mesti dicamkan adalah Allah menurunkan ayat-ayat ini kepada hati suci Rasul-Nya di saat ketika manisfestasi kebaikan yang melimpah ini belum tampak. Ia merupakan suatu kepingan berita yang menakjubkan yang mengambarkan perihal keadaan masa depan yang dekat dan masa depan yang jauh menyangkut keabsahan Rasul SAW.53 Ayat ini menerengkan bahwa Allah telah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia terutama kepada para Nabi dan nabi Muhammad SAW. Semua itu ditunjukan kepada manusia agar mereka sadar bahwa Allah Tuhan segala-galanya yang memberikan apa yang selama ini dinikmati oleh manusia. Dikatakan dalam ayat selanjutnya, maka dirikanlah sholat dan berkorbanlah, Jadikanlah salatmu itu ihkhlas karena Allah. Dan sembelihlah hewan kurban mu itu, juga ikhlas karena Allah. Allah-lah yang
sebenarnya
memelihara
dirimu.
Dan
Allah-lah
yang
menganugerahkan nikmat-nikmat kepadamu yang tak terhitung banyaknya.54
Karena Allah telah dan pasti akan menganugerahkan sedemikian banyak anugerah kepada Nabi Muhammad SAW., maka wajar sekali jika ayat-ayat di atas memerintahkan beliau bahwa: Jika demikian maka shalatlah demi Tuhan Pemelihara-mu dan sembelihlah binatang untuk kamu sedekahkan kepada yang butuh dan jangan menjadi seperti
52
Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur‟ân dan Tafsirnya, Jilid 30, op.cit., h. 823. Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, Terj. dari Nur al-Qur`an oleh Rahadian, Jilid XX, op.cit., h. 365. 54 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abubakar, dkk., Jilid 28, op.cit., h. 444. 53
51
yang Allah kecam pada surah yang lalu, yang menghardik anak yatim yang meminta sedikit daging sembelihan.55 Pada ayat ini Allah menyandingkan dua ritual ibadah yaitu ibadah sholat dan kurban. Padahal kita telah mengetahui, bahwa ibadah sholat adalah ibadah yang vertikal, ibadah seorang hamba kepada Allah didalam
bermunajah,
menyembah,
dan
berdo‟a
kepada-Nya.
Sedangkan ibadah kurban adalah ibadah yang vertikal dan horizontal dimana terdapat dua aspek ibadah yaitu kepada Allah dan sesama manusia. Ketika ayat tersebut menyandingkan dua aspek ibadah, penulis memahami disini bahwa inilah salah satu tolak ukur keimanan manusia, jika mereka rajin di dalam sholatnya dan Allah memberikan rizki yang cukup dalam kehidupanya, maka lakukanlah ibadah kurban sebagai tanda syukur kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya sesuai ayat tersebut. Ayat terakhir pada surat ini, berkenaan dengan ejekkan-ejekkan yang dilontarkan pemimpin kabilah musyrik kepada wujud suci Rasulullah SAW, berbunyi, Sesungguhnya musuhmu adalah orang yang tidak memiliki keturunan.56
Istilah syani‟ yang diturunkan dari kata
syana‟an berarti
“permusuhan; kebencian; kemarahan”; dan syani‟ adalah orangnya, yang memiliki ciri-ciri ini.57 Dahulu, masyarakat Arab jika mengetahui ada seseorang yang sebelumnya memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, lalu ia ditinggal mati oleh anaknya yang laki-laki, maka mereka akan menyebut orang tersebut sebagai abtar (pincang).58
55
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ân, Vol 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 563. 56 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, Terj. dari Nur al-Qur`an oleh Rahadian, Jilid XX, op.cit., h. 367. 57 Ibid,. 58 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. dari Al Jami‟ li Ahkaam Al-Qur`an oleh Dudi Rosyadi dan Faturrahman, Jilid 20, op.cit., h. 822.
52
Nabi Muhammad SAW. diejek oleh kaum musyrikin sebagai seorang yang terputus keturunannya. Allah menampik ejekkan itu melalui kudua ayat yang lalu dan menggembirakan Nabi Muhammad SAW. dengan anugerah yang banyak, antara lain keturunan yang banyak serta memerintahkan beliau mensyukuri Allah dengan perintah sholat, berdoa, dan menyembelih kurban. Ayat diatas mengembalikan ejekan kepada pengucapnya dengan menyatakan: Sesungguhnya pembencimulah yang abtar, yakni terputus keturunannya dan luput dari kebajikan.59 Nabi Muhammad dijanjikan oleh Allah SWT, bahwa keturunanya maupun umatnya bukan termasuk kedalam golongan orang-orang yang terputus. Sementara itu Allah membenci orang-orang yang menghina nabi Muhammad dan mengatakan bahwa nabi Muhammad akan dilupakan setelah dia wafat karena menurut orang-orang yang membencinya beliau tidak mempunyai penerus. Ternyata hingga saat ini umat nabi Muhammad masih ada dan mereka yang menghina nabi Muhammad adalah orang-orang yang terputus keturunanya dan kepercayaanya. Pokok-pokok isinya : 1) Allah menjanjikan kepada Nabi Muhammad untuk memberikan nikmat yang tidak ternilai harganya dan janji itu ditepati-Nya 2) Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar mengerjakan shalat dan menyembelih hewan kurban sebagai tanda syukur terhadap nikmat tersebut 3) Orang yamg mencaci dan mencela Nabi Muhammad tidak akan disebut-sebut kecuali kejahatanya saja.60
59
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ân, Vol 15, op.cit., h. 668. 60 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid 10, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet. 1, h. 794.
53
Surah ini juga menganjurkan agar orang selalu beribadah kepada Allah dan berkurban sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
B. Analisis Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurban dalam Surat Al-Hajj Ayat 34 dan Surat Al-Kauśar Ayat 1-3 1.
Meneladani Nabi Muhammad Dalam Melaksanakan Ibadah Kurban Pada surat al-Hajj ayat 34, mengandung
perintah yaitu untuk
melaksanakan ibadah kurban. Ayat tersebut menjelaskan tentang pensyariatan berkurban dan tujuan di dalam kurban itu sendiri, serta tiada Tuhan selain Allah yang berhak menerima persembahan kurban tersebut. Kurban disebut juga udhhiyah yaitu sesuatu yang disembelih pada hari raya kurban guna mendekatkan diri kepada Allah dengan syarat-syarat khusus.61 Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya fiqih sunnah menjelaskan kurban (Al-Hadyu) ialah hewan ternak yang diberikan kepada Tanah Suci dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.62 Sebenarnya ibadah kurban ini telah disyariatkan oleh Allah kepada nabi-nabi terdahulu, salah satu contohnya ialah Nabi Ibrahim AS, beserta Nabi Ismail AS yang mana tertulis di dalam al-Qur`ân surat AshShâffat ayat 102, sebagai berikut:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
61
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fiqih Sunah, Terj. dari Shahih Fiqh AsSunnah Wa Adillatuhu wa Taudbib Madzabib Al A‟immah oleh Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 611. 62 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2,Terj. dari Fiqhus Sunnah oleh Nor Hasanuddin, Dkk, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h. 439.
54
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". Ketika nabi Ibrahim beserta putranya Nabi Ismail, menerima perintah berkurban, hal ini merupakan ujian yang berat bagi beliau. Tetapi karena keyakinan, keimanan serta ketaqwaan terhadap Allah SWT semua itu dapat dilalui dengan baik, walaupun didalam pelaksanaannya setan menggoyahkan keyakinan mereka berdua. Kisah tersebut menjadi salah satu cikal bakal ibadah kurban yang disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam ayat ini Allah menyerukan kepada umat Nabi Muhammad untuk melaksanakan ibadah kurban yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan 11, 12, 13 Dzulhijjah atau yang disebut dengan hari-hari tasyrik. Kemudian pada surat al-hajj ayat 34 ini barulah disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya untuk melaksanakan ibadah kurban.
Pada hakikatnya Ibadah kurban ini hukumnya tidaklah wajib bagi setiap muslim, menurut beberapa pendapat ulama terdahulu yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, hukum beribadah kurban ialah sunnah mu‟akad (sunah yang dianjurkan). Dan ada beberapa syarat yang harus dipenuhui oleh orang-orang yang ingin berkurban entah itu dari segi ekonomi, hewan yang dikurbankan, serta niat dan tujuannya. Dalam surat Al-Hajj ayat 34 ini Allah mensyariatkan kepada Nabi Muhammad untuk melaksanakan kurban, jika nabi Muhammad telah menerima perintah berkurban dan telah melaksanakanya, maka kita sebagai umatnya haruslah mengikuti dan meneladani apa yang telah dilaksanakan oleh beliau. Tetapi ingatlah walaupun ibadah kurban telah disyariatkan, hukum berkurban tidaklah wajib, melainkan sunnah mu‟akad,
hal
ini
dikarenakan
dalam
pelaksanaanya
Kurban
mengeluarkan dana yang cukup besar dan tidak menutup kemungkinan semua orang bisa untuk melaksanakanya.
55
2.
Selalu Berorientasi Pada Sesuatu Yang Terbaik Selalu memberikan yang terbaik dalam beribadah merupakan kewajiban setiap individu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, hal ini dikerenakan Allah selalu memberikan yang terbaik pada diri kita sendiri, dan sudah seharusnya kita untuk selalu memberikan yang terbaik dalam beribadah. Kemudian dalam surat Al-Hajj ayat 34 dikatakan hewan yang dijadikan untuk kurban adalh hewan ternak.
“terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.” Dalam surat ini dikatakan بَهِيِوَةyang artinya adalah binatang ternak ada juga yang mengartikan بَهَائِنbinatang yang berkaki empat.63 Lalu binatang ternak yang seperti apa yang boleh dijadikan hewan kurban, menurut para ulama telah bersepakat bahwa hewan kurban itu dapat diambil dari hewan ternak yang gemuk dan besar yaitu kambing, domba, unta, sapi dan kerbau.64 Tetapi hewan-hewan tersebut harus memenuhi syarat tertentu. Misalkan untuk satu ekor kambing ketentuannya hanyalah untuk satu orang. Kambing yang boleh dijadikan untuk kurban yaitu yang sudah berumur satu tahun dan menginjak umur dua tahun, atau gigi depannya sudah ada yang tanggal dan berganti dengan gigi baru.65 Kemudian untuk syarat sapi dan kerbau, bahwa sapi dan kerbau diperuntukan untuk tujuh orang. Sapi dan kerbau disyaratkan harus sudah berumur dua tahun dan menginjak umur tiga tahun.66 Apabila kurang dari
63
Husin Al-Habsyi, op.cit., h. 34. Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid, Terj. dari Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid oleh Imam Ghazali Said dan Acmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Imani, 2007), Jilid. 2, h. 268. 65 Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar Jilid 3, terj. dari Kifayatul Akhyar oleh Achmad Zaidun dan A.Ma‟ruf Asrori, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1997), cet. 1, h. 38. 66 M. Husain Nashir, Fikih Dzabihah: Kurban, Aqiqah, dan Khitan, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2004), h. 39. 64
56
dua tahun maka tidak bisa dijadikan untuk kurban. Selain syarat tersebut hewan kurban tidak boleh cacat. Cacat seperti yang dimaksud ada empat macam yang dinyatakan tidak sah oleh Sunnah untuk dijadikan sebagai hewan kurban, yaitu : a. Buta. Seandainya warna putih matanya menutupi sebagian besar pandangannya dan hanya tersisa sedikit, maka hewan tersebut tidak mencukupi untuk dijadikan kurban. Apalagi jika hewan itu buta. b. Hewan yang sakit parah. Jika sakitnya tidak parah, maka boleh dijadikan kurban. c. Hewan yang pincang. Apabila kakinya patah maka tidak boleh dijadikan hewan kurban. d. Hewan yang kurus yang tidak bersumsum. Yakni hewan yang tidak memiliki sumsum karena terlalu kurus.67 Jika semua hewan kurban memenuhi syarat-syarat dan ketentuan tersebut, maka hewan tersebut layak dijadikan kurban. Tetapi sering yang terjadi dimasyarakat, masih adanya orang yang berkurban tetapi ia tidak paham tentang syarat hewan yang dijadikan kurban, mereka kebanyakkan hanya membeli saja tanpa mengetahui apakan sudah memenuhi syarat seperti: apakah umurnya sudah cukup atau belum, hewan tersebut sakit, hewan tersebut kurus, cacat atau buta matanya, pincang, atau terkena penyakit antraks, dan penyakit yang lainnya. Padahal mereka tidak boleh asal dalam membeli hewan kurban. Jika kita melihat permasalah tersebut tidak memberikan yang terbaik didalam beribadah. Ketika seseorang ingin melaksanakan kurban maka dia harus mengetahui hewan yang boleh dikurbankan serta sudah memenuhi syarat-syarat yang layak untuk dipersembahkan sebagai hewan kurban, barulah dapat dikatakan memberikan yang terbaik dalan berkurban. Kemudian belajarlah untuk memberikan yang terbaik didalam beribadah, tidak hanya dalam ibadah kurban tetapi ibadah-ibadah yang lainya. 67
Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, op.cit., h. 612.
57
3.
Ikhlas Dalam Beribadah Menjadikan Pribadi Yang Tunduk dan Patuh Kepada Allah. Dalam kejadian di masyaratakat, masih adanya orang yang berkurban dengan niat tidak ikhlas, semata-mata ingin dipandang orang lain dan ingin dipuji oleh orang lain karena mereka mampu dalam melaksanakan kurban. Misalkan ada seseorang yang membeli sapi yang besar, tetapi orang tersebut berbicara kepada orang lain seakan-akan hanya dia yang mampu membeli hewan kurban yang besar, dan orang lain tidak mampu menandinginya, atau orang tersebut ingin selalu dipuji oleh orang lain karena kurbannya. Hal tersebut tidak sesuai dengan ayat Al-qur‟an surat al-Hajj ayat 37 dikatakan :
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” Dari ayat tersebut sudahlah jelas, bahwa bukan daging atau darahnya yang
menjadi
keutamaan,
tetapi
ketakwaan
seseorang
didalam
melaksanakan ibadah kurban yang mencapai keridhoan Allah semata. Namun jika seseorang tersebut riya, ingin dipuji dan tidak ikhlas dalam berkurban, hal tersebut menjadikan kurbannya semata-mata hanya ingin mendapatkan pujian dan keistimewaan di masyarakat. Selanjutnya dijelaskan diakhir surat Al-Hajj ayat 34.
58
“Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah, orang-orang yang taat dan merendahkan diri kepada-Nya.”68 Jika seseorang telah melaksanakan ibadah dengan niat yang ikhlas dan tulus karena Allah
semata, tanpa ada maksud dan tujuan yang
menyimpang, maka sesungguhnya orang tersebut telah tunduk dan patuh dalam beribdah. Kemudian apabila niatnya tidak ikhlas serta ada maksud tertentu dalam melaksanakan suatu ibadah, maka ibadah tersebut akan menjadi sia-sia.
4.
Mensyukuri Nikmat Allah Dengan Berkurban Pada surat al-Kauśar ini beberapa kandungan isinya yaitu menerangkan tentang curahan nikmat Allah SWT. yang sangat banyak, sehingga
manusia
diperintahkan
melakukan
ibadah
menyembelih kurban sebagai tanda syukur kepada-Nya.
69
sholat
dan
Pada ayat
pertama dalam surat ini, Allah telah menyatakan telah memberikan nikmat yang banyak. Karena Allah telah pasti akan menganugerahkan sedemikian banyak anugerah kepada Nabi Muhammad SAW., maka wajar sekali jika ayat-ayat di atas memerintahkan beliau bahwa: Jika demikian maka shalatlah demi Tuhan Pemelihara-mu dan sembelihlah binatang untuk kamu sedekahkan kepada yang butuh70. Maka sudah sepantasnya melaksanakan ibadah sebagai wujud syukur dan ta‟at kepada Allah.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”
68
Imam Jalalud-din Al-Maballiy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi, op.cit., h. 1383. A. Mudjab Mahali, op.cit, h. 956. 70 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abubakar, dkk., Jilid 28, op.cit., h. 444. 69
59
Dalam surat ini Allah menyerukan agar kita melaksanakan ibadah kurban sebagai tanda rasa syukur terhadap nikmat yang telah kita terima Agar kita terhindar dari sifat kufur terhadap nikmat Allah.
5.
Menghidupkan Sunah-Sunah Pada Hari Raya Kurban Ada beberapa pendapat tentang ibadah sholat yang terkandung didalam surat ini, sebagian berpendapat sholat yang dimaksud adalah sholat lima waktu, sebagian lagi berpendapat sholat hari raya I‟dul adha karena berkaitan dengan kurban. Terlepas dari dua perbedaan pendapat tersebut, yang harus kita perhatikan adalah ibadah sholat dan ibadah kurban jika dikerjakan merupakan dua bentuk cara untuk menunjukan ketaatan seorang hamba terhadap Tuhan-Nya. Perintah Sholat dan berkurban dalam surat al-Kauśar terdapat pada ayat ke dua yaitu :
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (Q.S. al-Kauśar:2) Jika kita mengikuti pendapat ulama yang dimaksud dengan ibadah sholat tersebut adalah sholat hari raya I‟dul adha. Maka sesungguhnya kita telah menghidupkan sunah-sunah Rasulullah pada hari tersebut, hal ini sesuai dengan hadist Nabi :
“Muhammad bin Basyar menyampaikan kepada kami dari Ghundar, dari Syu‟bah, dari Zubaid al-Iyami, dari asy-Sya‟bi, dari al-Bara` bahwa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: Pertama kali yang harus kita lakukan pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang, lalu kita menyembelih hewan kurban. Orang yang melaksanakannya, dia telah melakukan sunah kita; orang yang menyembelih sebelum shalat (Id),
60
daging hewan itu hanyalah seperti daging yang dipersembahkan untuk keluarganya dan bukan daging kurban.” (H.R. Bukhari)71
6.
Mengajarkan Sikap Berbagi Kepada Sesama Ibadah kurban juga menjadi sarana untuk membentuk kepribadian yang penuh toleransi, media untuk menebar kasih sayang antar sesama. Hubungan yang baik akan terjalin antara yang kaya dan miskin. Setidaknya selama beberapa hari tersebut orang yang kurang mampu akan merasakan kesenangan. Pada saat itu tidak ada lagi perbedaan status/ keadaan hidup yang mencolok. Pengorbanan yang tumbuh dalam pelaksanaan ibadah kurban itu akan mengikis sikap egois dan kikir. Berkurangya atau bahkan hilangnya sikap egois dan kikir itu sendiri, akan mempengaruhi untuk kehidupan diri sendiri maupun orang lain. Wujud kepedulian sesama lewat ibadah kurban ini merupakan suatu rangkaian pengabdian kepada Allah yang memiliki dua dimensi yaitu hablum minallah dan hablum minannas. Dengan melaksanakan ibadah kurban ini berarti kita telah beribadah kepada Allah dan sekaligus menjaga hubungan antar sesama tanpa terlihatnya perbedaan satu dengan yang lainya.
71
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2, Penerjemah Subhan Abdullah, dkk., (Jakarta: Almahira, 2012), h. 439.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan analisa yang sudah peneliti lakukan, maka kesimpulan dari nilai pendidikan pada syariat kurban kajian tafsir surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kausar ayat 1-3 sebagai berikut: 1. Meneladani nabi Muhammad dalam melaksanakan ibadah kurban. Melaksanakan ibadah kurban seperti apa yang telah nabi Muhammad lakukan atas perintah Allah SWT. 2. Selalu berorientasi pada sesuatu yang terbaik. Selalu memberikan yang terbaik dalam beribadah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kalau dalam berkurban memberikan hewan kurban yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. 3. Selalu ikhlas dalam beribadah menjadikan pribadi yang tunduk dan patuh kepada Allah. Setiap ibadah yang kita lakukan harus di niatkan dengan ikhlas karena Allah semata. 4. Mensyukuri nikmat Allah dengan berkuban. Allah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia, sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah salah satu caranya yaitu dengan berkurban. 5. Menghidupkan sunah-sunah pada hari raya kurban. Kita diajurkan untuk melaksanakan ibadah sunah pada hari raya kurban. 6. Mengajarkan sikap berbagi kepada sesama. Pada hari raya kurban kita menyembelih hewan kurban dan dagingya dibagi-bagikan kepada saudara kaum muslim, sehingga ada rasa kebahagian terhadap sesama.
B. Implikasi Setelah mengetahui bagaimana niali pendidikan yang terkandung pada syariat ibadah kurban, kita dapat mengajarkanya kepada anak-anak serta memberi penjelasan kepada masyarakat tentang nilai pendidikan yang terdapat pada ibadah kurban, dengan harapan ibadah kurban yang
61
62
dilaksanakan bukan hanya ritual tahunan semata, tetapi juga dapat mengambil pelajaran dari ibadah tersebut dan mengetahui pensyaritanya serta tujuanya.
C. Saran Sesuai dengan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapatkan penulis pada penelitian ini, penulis akan mengemukakan masukan atau saran, antara lain sebagai berikut: 1. Bagi seluruh masyarakat hendaknya mengambil serta mengajarkan nilai-nilai pendidikan pada ibadah kurban kepada sesama terutama kepada anak-anak dengan harapan ibadah yang kita laksanakan dapat mengerti maksud serta tujuanya dan juga dapat mengaplikasikan nilai pendidikan yang kita dapatkan. 2. Penelitian ini sudah penulis lakukan secara maksimal, akan tetapi penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Salah satunya adalah penulis hanya meneliti terkait tentang nilai pendidikan pada pensyariatan ibadah kurban yang terkandung dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kautsar ayat 1-3. Sehingga disarankan untuk penulis yang akan meneliti selanjutnya melengkapi atau menggali lebih dalam lagi terkait permasalahan ini.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abduh, Muhammad. Tafsir Juz ‘Amma. Terj. dari Tafsir Al-Qur`an Al-Karim (Juz ‘Amma) oleh Muhammad Bagir. Bandung: Mizan. Cet. 1. 1998. Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an. Jakarta: Amzah. 2007. Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2013. Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Rahman. Keagungan Dan Keindahan Syarat Islam, Terj. Rosihon Anwar, M. Ag. Bandung: CV Pustaka Setia. Cet. 1, 1999. Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2. Penerjemah Subhan Abdullah, dkk. Jakarta: Almahira. 2012. Al-Habsy, Muhammad Bagir. Fiqih Praktis Menurut Al-Qur`ân, As-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan. 1999. Al-Habsyi, Husin. Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab-Indonesia. Surabaya: Yayasan Pesantren Islam. Cet. 5. 1991. Al-Husaini, Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar. Kifayatul Akhyar Jilid 3. Terj. dari Kifayatul Akhyar oleh Achmad Zaidun dan A. Ma’ruf Asrori. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset. Cet. 1, 1997. Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran Dan Kepribadian Muslim. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Cet. 2, 2011. Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqih Empat MadzhabBagian Ibadat (Puasa, Zakat, Haji, Kurban). Terj. dari Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah oleh Chatibul Umum Abu Hurairah. Jakarta: Darul Ulum Press. 1996. Al-Maballiy, Imam Jalalud-din dan As-Suyuthi, Imam Jalalud-din. Terjemahan Tafsir jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 3. Penerjemah Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1995. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Terj. dari Tafsir AlMaragi (Edisi Bahasa Arab) oleh Bahrun Abu Bakar, dkk. Juz XVII. Semarang: CV. Toha Putra Semarang. Cet. 2. 1992. ----------. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Terj. dari Tafsir Al-Maragi oleh Bahrun Abubakar, dkk. Jilid 28. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang. Cet. 2. 1993.
63
64
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Terj. dari Al Jami’ li Ahkaam AlQur`an oleh Dudi Rosyadi dan Faturrahman. Jilid 20. Jakarta: Pustaka Azzam. Cet. 1. 2009. Amrullah, Abdulmalik Abdulrahman (Hamka). Tafsir Al-Azhar: Juzu` 30. Jakarta: Pustaka Panjimas. 2004. An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi. Ensiklopedia Hadits 3: Shahih Muslim 1. Penerjemah Ferdinand Hasmand, dkk. Jakarta: Almahira. 2012. An-Nasa`i, Ahmad bin Syu`aib Abdurrahman. Ensiklopedia Hadits 7: Sunan anNasa`i. Penerjemah: M. Khairul Huda, dkk. Jakarta: Almahira. 2013. ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’ân (`Ulum alQur`an). Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2009. As-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi. Ensiklopedia Hadits 5: Sunan Abu Daud. Penerjemah Muhammad Ghazali, dkk. Jakarta: Almahira. 2013. Buchori, Didin Saefuddin. Metodologi Studi Islam. Bogor: Granada Sarana Pustaka. Cet. I, 2005. Burhanudin. Fiqih Ibadah: Untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS. Bandung: Cv Pustaka Setia. Cet. 1, 2001. Dahlan, A.A dan Alfarisi, M. Zaka. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-Qur`an. Bandung: Diponegoro. Cet. 2. 2002. Darwati. Peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqih materi pokok kurban melalui metode resitasi pada siswa kelas V MI MATHOLI’UL HUDA PASONO KLAKAHSIHAN GEMBONG PATI TAHUN PELAJARAN 2010\2011. Semarang : IAIN Walisongo. 2011.Dasuki, Hafizh. dkk., AlQur’ân dan Tafsirnya. Jilid 30. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995. Departemen Agama RI. Al-Qur’ân dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jilid VI. Jakarta: Departemen Agama RI. 2006. ----------. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jilid 10. Jakarta: Departemen Agama RI. Cet. 1. 2008. ----------. Al-Qur’ân dan Tafsirnya. Jilid 6. Jakarta: Departemen Agama RI. 2006. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2012.
65
Dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional: (UU RI No. 20 Tahun 2003). Jakarta: Redaksi Sinar Grafika. 2013. Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. 2013. Halim, Abdul. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Pers. Cet. 1, 2002. Hamid, Samsul Riza. Fatwa-fatwa Rasulullah 3 Seputar Haji dan Qurban. Jakarta: Cahaya Salam. 2001. Hermawan, Erwan. Lembaga: Koran Tempo. 258 Hewan Kurban di Jakarta Tak Layak Potong. diakses pada 20 Januari 2016. pukul: 10.15. dari Imani, Allamah Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur’an. Terj. dari Nur al-Qur`an oleh Rahadian. Jilid XX. Jakarta: Al-Huda. Cet. 1. 2006. Jalaluddin & Abdullah. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: PT. Gaya Media Pratama. 2012. Kaelan. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. 2008. Kementrian Agama RI. Al-Qur`an Dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia. 2012. ----------. Mukadimah Al-Qur’an & Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi. 2010. Kh, U. Maman. dkk. Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada Press. Cet. 1, 2006. Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang, Toha Putra Group. Cet. 1, tnp.thn. M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 1987. Mahali, A. Mudjab, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman al-Qur`an Surat AlBaqarah – An-Nas. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada. Cet. 1. Mansyur, dkk. Bina Fikih Untuk Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 2009. Muhammad, Jamaluddin Abi Al-Fadhli. Lisânul ‘Arab. Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah. vol 11. 2003. ----------. Lisânul ‘Arab. Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah. vol. 12. 2003.
66
----------. Lisânul ‘Arab. Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah. vol. 13. 2003. Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif. Cet. 25. 2002. Nashir, M. Husain. Fikih Dzabihah: Kurban, Aqiqah, dan Khitan. Jawa Timur: Pustaka Sidogiri. 2004. Nasution, Lahmuddin. Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1995. Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo. Cet. 9, 2004. Rofiq, Ahmad. Fiqh Kontekstual: dari Normatif ke Pemaknaan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid. Terj. dari Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid oleh Imam Ghazali Said dan Acmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Imani. Jilid. 2, 2007. Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Jilid 2. Terj. dari Fiqhus Sunnah oleh Nor Hasanuddin, Dkk. Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2006. Salim, Abd. Muin. Metode Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras. Cet. 1, 2005. Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayid. Shahih Fiqih Sunah. Terj. dari Shahih Fiqh As-Sunnah Wa Adillatuhu wa Taudbib Madzabib Al A’immah oleh Besus Hidayat Amin. Jakarta: Pustaka Azzam. 2007. Shiddieqy, Hasbi Ash. Kuliah Ibadah : Ibadah ditinjau dari segi Hukum dan Hikmah. Jakarta: PT Bulan Bintang. 1987. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’ân. Vol 15. Jakarta: Lentera Hati, 2002. ----------. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’ân. Vol. 8. Jakarta: Lentera Hati. 2002. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Cet. 18, 2013. Suhaimi. Pemotongan Hewan Kurban Urgensi Tujuan dan Pemanfaattannya bagi Pribadi dan Masyarakat; Telaah Ayat-ayat Suci al-Qur’an dan as-Sunnah Sebagai Dasar Hukum. Jakarta: UIN Jakarta. 2014. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007.
67
Talimiyah Pondok Pesantren Sidogiri. Fikih Kita di Masyarakat Antara Teori dan Praktek. Jawa Timur: Pustaka Sidogiri. Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf : Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Yogyakarta: UIN-Malang Press. 2008. Yahya, Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi dan Imam Abu Zakariyya. Raudhatuththalibin. Terj. dari Raudhatuth-Thalibin oleh A. Shalahuddin, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam. 2008. Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008. (http://metro.tempo.co/read/news/2015/09/23/214703257/258-hewan-kurban-dijakarta-tak-layak-potong). Wow Keren.com. Asal Sehat, Sapi dan Kambing Pemakan Sampah Boleh Jadi Hewan Kurban. diakses pada 20 Januari. pukul 10.33. dari(http://www.wowkeren.com/berita/tampil/00085463.html).
LEMBAR UJT REFERENSI Nama
Achmad Widadi
NIM
1111011000097
Fakuhas
Iknu Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan
Pendidkan Agarna Islam
Nilai Pendidikan Pada Syariat Kurtan Kajian Tafsir Surat AI- Haji Ayat 34 Dan Surat Al-Kautsar Ayat 1-3
Judul
Judul Buku
No
No. Footnote
BAB
2
Burhanudin, Fiqih lbadah: Untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS, @andung: Cv Pustaka Setia, 2001), Cet. 1, h.37. Abdul Wahlnb Kte,l]e;l llmu Ushul Fiqh, ( Sernarang Toha Puha Group, trp.thn), Cet. 1, h.
I
Halaman Skripsi
I
2
Paraf Pembimbins
l
18. J
4
5
6
7
Abdul Halirq Al-Qur'an Mem b angun Tr adis i Ke s ale han Hakiki, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002). Cet. 1, h. 3. Muhanrnad Alr:"1 Pendidikan Agama Islam Upaya P emb ent ukan P e m ik ir an Dan Kepribadian Muslim, @andurg PT Remaja Rosdakarya, 201 1), Cet.2,h. 179 dan 180 Abu Abdillah Muhamrnad bin
Abdul Rahrnan Al-Bukhari Keagungan Dan Keindahan Syorat Islam, Terj. Rosihon Anwar, M.Ag., @andung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. 1, h. 11,222 dan222. Kenentoian Agars R[, AlQur'an Dan Terj emahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia. 2012\, h. 756 Samsul Riza Hamid, Fatwafatwa Rasulullah 3 Seputar Haii
J
4dan5
I dan2
:
6, 8 dan
2,3 dan 5
t4
7
2
9
J
I-
.-l
dan Qurban, (Jakarta: Calnya SahnL 2001), h. 11. 8
M. Husain Nashir, F'rfrrft Dzabihah Kurb an, Aqiq ah, Khitan, (Jawa Timrn: Pustaka
9
Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah
10
4
l1
4
Sidoeirl 200q.h.25. Ibadah : Ibadah ditinjau dari segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta: PT Bulan Bintang 1987), h. t2-t3.
t0
i i
\
Erwan Hermawaq Lembaga: Koran Terqpo, 258 Hewan
t2
4
Kurban di Jakarta Tak Layak Potong, diakses pada 20 Januari
20l6,pukut
\_
10.15,dari
(http y'/nrefr o.tempo. co/read/new sl20 t 5 I 09 123 l2r 47 03257 125 8 hewan- kurban- di. i akarta- tak-
afr
Iayak-potong).
l1
Wow Keren.corn, Asal Sehat,
4
13
Sapi dan Kambing Pemakan Sampah Boleh Jadi Hewan Kurban, diakses pada 20 Jaruari, pukul 10.33, dari
)
(http y'/www.wowkeren. conr/beri
taltarpiV 000 8 5 4 63 . html).
BAB TI t2
Departemen Pendidkan Nasional, Kamus Besar Bahaso Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: PT Granredia Pustaka Utama, 2012), h. 963,
1, 13 dan 20
8,
ll
dan
t2
515 dan762. 13
l4
15
Moh. Toriquddh, Sekularitas Tascnvuf : Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Yoryakarta: UIN-Malang Press, 2008), cet. l, h. 3 dan 4 Jalaluddin & Abdullab Filsafat P endidikan : Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratanrm, 2012), cet. 2,L 125-t26 Kaelaq Pendidikan Pancasila, (Yosvakarta: Paradisrn. 2008).
2 dan4
8dan8
3
8
5
9
l )e
cet. 9, h. 89 16
I7
M. Yatimin Abdullab" Studt Akhlak dalam Perspektf alQur'an, (Jakarta: Afivah' 2007), cet. l,h.2l Hasbullah Dasar-Dasar llmu P
en
6
9
7
r0
8
10
9
l0
10
10
1
di dik an, (Jakarta : PT. Raj a
Graftrdo Persada, 2Al3), cet. I l,
h"l t8
T9
20
Ahmad Taftir, Ilmu Pendidikan dalam P erspekt if Islam, @andung: PT. Remaja Rosdakarva. 2001. cet. 7,h. 26 M. Arifiq Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1987), cet. 1, h. 11
Dftinprm oleh Redaksi
Grafika,
Sinar
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional: (UU N No. 20 Tahun 2003), 2t
22
23
(Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2013). h. 3 Zwh:r-l dan Aminuddiry Fiqih Ib adah, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Iakarta, 2008), h. 26 -27 dan 27 . Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta: PT Bulan Bintang 1987), Cet. 6, h. 1. Abu Mahk Karnal bin As-Sayid Salinr, Shahih Fiqih Sunah, Terj. dari Shahih Fiqh As-Sunnah Wa Adillatuhu wa Taudbib
14 dan
1l dan
11
t6
15
11
17,23, 24,40 dan 46
12,13,
18
l2
19,26,
12,13,
13,18 dan20
Al
A'immah oleh Besus Hidayat AmirL (Jakarta: Pustaka Ararry 2007), h. 611,
Madzabib
24
612,615,620 dan622. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2,Teq. dari Fiqhus Sunnah oleh
Dkk, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h.
Nor 25
Hasanuddin,
439. M. Husain Nashir,
Frklr
Dzabihah: Kurban, Aqiqah, dan Khitan, (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2004), h. 25 -26, 163164, 39, 4-5, 6,',|, 9, ll, 12, dan Muhan:rnad Bagir Al-Habsy,
Fiqih Praktis Menurut AlQur'dn, As-Sunnah, don Pendapat Para Ulama, @andtmg: Mban, 1999), h. 449, 449
27
28
29
')) ')) )) )?
57 dan
23 dan25
78,22,
63
35. 26
44,50, 51,52, 54,56,
21,25 dan49
12,14
dan2l
dan45l.
)) Abdurrahrnan Al-Juar\ Fiqih 28,29,30, Empat MadzhabBagian lbadat 3l dan (Puasa, Zakat, Haji, Kurban), 32 AlTerj. dari Al-Fiqh 'Ala Madzahib Al-Arba'ah oleh Chatibul Umum Abu Hurairab (Jakarta: Danrl Ulum Press, 1996), h. 352, 354, 353, 353, 353 dan 353. 27,58 Mansy;r, dkk., Bina Fikih Unttrk dan 59 Kelas 5 Madrasah lbtidaiyah, ( Jakarta: PT Gelora Aksara Prutaru, 2009), h. 46, 52 dan 52. 33,35, Al-Irnam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar 37,39, Jilid 3, Terj. dari Kifayatul 42,60 Akhyar oleh Achmad Zaidun dan dan 61 A. Ma'ruf Asrori, (Surabaya: PT Bina Iknu Offiet: 1997), Cet. 1,
73,14, 14,15, 15 dan 15
14,23 dan24
\
16,16, 17,17,
[^ /{l< lr
1,8,24
dan25
h, 248, 248, 249, 38,242,252 30
3l
l
dan250. Abu Abdullah Muhanrnad bin Isnrail al-Bukhari Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2, Penerjernah Subhan Abdullall dkk., (Jakarta: Aknahira, 2012), h.439 dan439. Ibnu Rusyd, Bidayatul Muitahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid, Terj. dari Bidayatul Muitahidwa Nihayatul Muqtashid oleh Imam Gtwzali Said dan Acrnad Zardlr;., (Jakarta: Pustaka Innm, 2007\. Jilid. 2. h. 285 dan268.
24 dan
14 dan
l8
38
36 dan 38
17 danlT
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi
an-Naisabur\
4t
18
Ensiklopedia
I
Hadits 3: Shahih Muslim l, Penerjemah Ferdinand Hasmand, dkk", (Jakarta: Ahnahira, 201,2), h. 623. JJ
34
35
36
37
38
Talimiyah Pondok
I
Pesanften
Sidogiri, Fikih Kita
43
18
45
t9
47
2l
53 dan
22 dan23
di
Mosyarakat Antara Teori dan Praktek, (Jawa Timur: Pustaka Sidosiril. h. 111. Ahmad bin S1'u-aib Abdurrahman an-Nasa' i, Ensiklopedia Hadits 7: Sunan an-Nasa'i, Penerjemah: M. Khairul Huda, dkk., (Jakarta: Aknahira, 2013), h. 881. Abu Daud Sulairnan bin alAsy'ats al- Azdi as-Siiistani, Ensiklopedia Hadits 5: Sunan Abu Daud, Penerjemah Muhamnrad Ghazali, dkk., (Jakarta: Aknahira, 2013),h. s91. Syaraf An-Nawawi AdDirnasyqi dan Imam Abu Zakartyya Y ahya, Raudhat ut hthalfuiq Terj. dari RaudhatuthThalibin oleh A. Shalahuddfui, dkk., (Jakarta: Pustaka Azam" 2008), h.671dan67l. Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, (Yoryakarta : Pustaka Pelaiar. 2004). h. 24L Darwati, P eningkat an hasil belajor mata pelajaran fiqih materi pokok kurban melalui metode resitasi pada siswa kelas V MI MATHOLI'UL HUDA PASONO KLAKAHSIIAN GEMBONG PATI TAHUN
55
[' 62
25
64
26
65
27
PELAJAMN 201O\2011, (Sernarang : IAIN Walisongo, 39
2011) Suhaimi, Pemotongan Hewan
Kurban Urgensi Tujuan dan Pemanfiattannya bagi Prfuadi dan Masyarakat; Telaah Ayatayat Suci al-Qur'an dan asSunnah Sebagai Dasar Hukum,
(Jakarta: UIN Jakarta, 2014).
BAB ITI 40
U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan
I
28
2 dan3
29 dan29
4
29
5
29
6
27
7
30
Prakt ek, (Jakarta: Raja Graftrdo Persada Press, 2006), cet. 1, h 80.
4l
42
43
44
45
46
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan P rakt ik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013). h.209 dan209. Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafrrdo. 2004). cet. 9. h.2I9. Didin Saefuddin Buchori Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), cet. I, h. 19. Abd. Muin Salinu Metode Ilmu Tafsir, (Yoryakarta : Teras, 200fl, cet. 1, h.42-45. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, @andung: Alfibeta, 2013), cet. 18. h.286. KenBntrian Agama RI, MukadimahAl-Qur'an & Tafs ir ny a, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010), h. 69,242,229, 69,69 dan 69.
8,9,
ll,
10, 12
dan
13
t;
3r,31, 32,32, 32 dan32
BAB IV
47
48
Ahmad Warson Munawwir, l/Munawwir: Kamus Bahasa Ar ab - Indo ne s ia Terle ngk ap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), cet. 25,h. 1414, ll5, 1438, 654, 317, 946 dan 1394. Husin Al-Habsy\ Kamus AlKautsar LenskapArab-
l, 4,7,9,
3 4, 35 ,
10, 36
35,36, 36,44
dan37
dan 45
2,5 dan
34,35
63
dan 55
I
_l
Indo ne s i a, (Stnabaya: Yayasan
Pesantren Islanr, 1991), cet. 5, h. 49
478.34 dan34. Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhamnnd, Lisdnul'Arab, (Bei.ut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ikniyab 2003)vol 1 1, h.
J
34
6dan8
35 dan 35
1l
36
398. 50
5l
52
53
54
55
56
Jamaluddin Abi Al-Fadhli
Muhanmad, Lisdnul'Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilrniyalt 2003) voL l2,h. 64 dan 694. Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisdnul'Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ikniyah, 2003) voL l3,h.26. Imam Jalalud-din Al-Maballiy dan Irnam Jahlud-din AsSuyuthi, Terj emahan Tafsir j alalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 3, Penerjernah Bahrun Abubakar, @andung: Sinar Baru Algensindo, 1995), h. 1382. 1383, 1383 dan 1383. Hafuh Dasuki, dW., Al-Qur'dn don Tafsirnya, Jilid 17, (Yoryakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf 1995), h. 413, 346,346, 346 dan347. Departemen Agama R[ AlQur'dn dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Jilid VI, (Jakarta: Departenren Agarna RI, 2006),h. 407,411 dan 314. Ahmad Mustafi Al Maragi, Terj emah Tafsir Al-Maragi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi (Edisi Bahasa Arab) obh Bahnun Abu Bakar, dkk, Juz XVII, (Sernarang: CV. Toha Puka Semarung 1992), cet. 2, h. 184,185, 185 danl86. M.Qnraish Shihab, Tafsir AlMisbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'dn, Vol. 8,
12,29, 33 dan
37
, 41,
43 dan 57
68
37
20,21 dan22
40,40 dan 40
14, 15 dan 19
dan 39
17,27, 31 dan
37,41, 42 dan 43
37
\ l.'
,39,
13, 16,
,37
32
18,23, 24,26, 30.34
38 40,
40 47, 41 43
---)
(Jakarta: Irntera Hat\ 2002),h" 743, 144, 144, 144, 203, 203, 57
204 dan204. Teungku Muhanrnad Hasbi ashShiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur'6n ('Ulum al-Qur'an), (Sernarang: Pustaka Rizki Ptrtra, 2009), h"
dan 35
dan 44
25
40
38,51, 54 dan
42,49,
18.
Ahmad Mustafa Al-Marag[ Terj em ah T afs ir Al -Mar a gi, Terj. dari Tafsir Al-Maragi obh Bahrun Abubakar, dkk., Jilid 28, (Semarang: PT. Karya Toha Pufra Sernarang, 1993), cet.2,h. 440, 443, 444 dan 444. }Jafuh Dasr.rki, dl
58
=l
50 dan
70
39 dan
45 dan49
52
40,42 dan 58
46,46 dan 51
V( 41,50, 53,56
46,49,
dan 57
dan 51
43
46
44
47
50,51
45,46
47,48
dan 69
dan 58
)
65
66
67
68
69
70
7t
72
Nas, (Jakarta: Pt Raja Grafrrdo Persada), eet. 1, h.957,958 dan 9s6. Abduhnalk Abduhahrnan
Amrullah (Ilamka), Tafsir Al' Azhar: Juzu' 30, (Jakarra: Pustaka Panjimas, 2004), h. 285, 285 dan286. M. Qtnaish Shftrab, Tafsir AlMisbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'dn, Vol 15, (Jakarta: Lentera Hat\ 2002), h. 563 dan 668. Departernen Agann Rl, Al-
Qur'an dan Tafsirnya, Jilid 10, (Jakarta: Departernen Agama RI, 2008), cet. 1, h.794. Abu MaLk Karnal bin As-SaYid SalinL Shahih Fiqih Sunah,Teri. dari Shahih Fiqh As-Sunnah Wa Adillatuhu waTaudbib Madzabib Al A'immah obh Besus Hidayat Amitt (Jakarta: Pustaka Azam" 2007),h. 61 1 dan612 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2,Terj. dari Fiqhus Sunnah oleh Nor Hasanuddh Dkk, (Jakarta: Pena Purdi Aksara, 2006), h. 439 Ibnu Rusyd, Bidayatul Muitahid:
Analisa Fiqih Para Muitahid, Terj. dari Bidayatul Muitahidwa Nihayatul Muqtashid oleh Irnam Ci:ernli Said dan Acrnad ZarduA (Jakarta: Pustaka Inranr, 2007),Jiltd. 2,h.268. Al-Imam'l'aqryuddur Abu lJaKar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar J ilid 3, terj. dari Kifayatul Akhyar oleh Aclwnd Zaidun dan A. Ma' ruf Asrori, (Surabaya: PT. Bina Ilrnu Offset,1997), cet. 1, h.38. M. Husain Nashir, Fikih Dzabihah: Kurban, Aqiqah, dan
Khitan, (Jawa Timur:
Pustaka
47,48
48,48
dan 49
dan 48
55 dan
49 dan 52
I
59
60
52
61 dan
53 dan 56
67
\>
\ 62
53
64
55
65
55
66
55
a
---/
73
Sidoeiri 2004\. h.39. Abu Abdullah Muhanrnad bin Ismail al-Bukhari Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2, Penerjennh Subhan AbdullalL dkk., (Jakarta: Ahnahira, 2012), h.439.
7t
59
[.
: rerott ; No. Revisi: : No.
UIN JAKARTA
FORM (FR)
FITK Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndoresia
Dokumen
rgr.
FITK-FR-MD-081
1 Maret 2010 01
Hat
SURAT BIM BINGAN SKRIPSI Nomor : Un.01/F. l/KM.01.3/035912015 Lamp. :Hal : Bimbingan Skripsi
Jakarta, 24 April 2015
Kepada Yth.
Abdul Ghafi.r, M.A Pembimbing Skipsi Fakultas Ihnu Tarbiyah dan Keguruan H idayatullah Jakarta.
UIN Syarif
As
s
al amu' De
a Iu
ikum
v,
r.v, b.
ngan ini diharapkan kesediaan
Saudara
(rnateri/teknis) penulisan skipsi mahasiswa: Nama
Achmad Widadi
NIM
1111011000097
Jurusan
Pendidikan Agarna Islam
Semester
9 (Sembilan)
Judul Skipsi
untuk menjadi pembimbing I/ll
:NILAI PENDIDIKAN PADA SYATUAT KURBAN DALAM
SURAT AI,-IIAJJ AYAT 34 DAN SURAT AI,KAU'I'SAR AYAT 1-3 Judul tersebut telah disetujLri oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 24 April2Ol5 , abstraksi/oz.rtline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu. B-imbingan skipsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. l|/as
s
a la m.u.' a la
ikunt
w
r.w b.
a.n" I)ekan I(a
i
endidikan Agama Islam
Abdul Majid Khon, M.Ag 19580707 198703 1 00s Tembusan: 1. Dekan FITK 2. Mahasiswa ybs