NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58 (STUDI ANALISIS DENGAN PENDEKATAN TAFSIR TAHLILY)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh : AHMAD SALAFUDDIN NIM : 3105177
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (Empat) eks. Hal
: Naskah Skrispsi a.n Sdr. Ahmad Salafuddin
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari: Nama : Ahmad Salafuddin NIM : 3105177 Judul : Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Dalam Surat An-Nisa Ayat 58 (Studi Analisis dengan Pendekatan Tafsir tahlily)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera dimunaqosyahkan. Demikian harap menjadi maklum.
Wassalmu'alaikum Wr. Wb.
Semarang,
Pembimbing I
Desember 2009
Pembimbing II
Dr. Hamdani Muin, M.Ag NIP. 197204051999031001
Ahmad Maghfurin, M NIP. 197501202000031001
ii
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka Telp/Fax 7601295, 7615387 Semarang 50185 PENGESAHAN
Skripsi saudara
: Ahmad Salafuddin
NIM
: 05311177
Judul
: Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Dalam Surat AnNisa’ Ayat 58 (Studi Analisis Dengan Pendekatan Tafsir Tahlily)
Telah dimunaqasahkan oleh dewan penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude/baik/cukup, pada tanggal : 31 Desember 2009. Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 tahun akademik 2009/2010. Semarang, 31 Desember 2009 Ketua Sidang / Dekan
Sekretaris Sidang
Dr. H. Hamdani Muin, M. Ag NIP. 197204051999031001
Fahrurrozi, M. Ag NIP. 197708162005011003
Penguji I,
Penguji II,
Drs. H. Fatah Syukur, M. Ag NIP. 196812121994031003
Drs. H. Mat Sholikhin, M. Ag. NIP. 196005241992031001
iii
MOTTO ⌧ ☺ ☺ ☺
⌧
⌧
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.1
1
Ahmad Sunarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989), hlm. 128.
iv
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul). Nilai-nilai Pendidikan
Antikorupsi Dalam Surat An-Nisa’ ayat 58 (Studi Analisis Dengan Pendekatan Tafsir Tahlily). Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana pendidikan jurusan pendidikan agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Penulis mengakui bahwa tersusunnya skripsi ini berkat bantuan, dorongan, dan kerja sama dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, ME, Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan ijin penulis untuk menyusun skripsi 2. Ahmad Muthohar, M. Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 3. Dr. H. Hamdani Muin, M. Ag selaku Pembimbing I dan Ahmad Maghfurin, M.A selaku pembimbing II yang telah dengan sabar dan tekun serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dalam pembuatan skripsi ini 4. Bapak / Ibu dosen dan karyawan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat 5. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan di IAIN Walisongo Semarang, Tino Wahyudi, Alek, Irvan, Jono, Kustanto, Ilul, Erwin, Kolek, Ulin, evi, dan temanteman seperjuangan yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Atas segala bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat memohon kepada Allah Yang Maha Pengasih, semoga kebaikannya mendapat balasan yang sebaikbaiknya.
v
Atas segala bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat memohon kepada Allah Yang Maha Pengasih, semoga kebaikannya mendapat balasan yang sebaikbaiknya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, meskipun penulis telah mencurahkan seluruh kemampuan penulis. Apaapa yang benar dalam skripsi ini adalah datangnya dari Allah SWT, sedangkan apa yang salah berasal dari diri yang lemah ini. Untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Semarang, Januari 2010
Penulis
vi
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh oraang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Januari 2010 Deklarator
Ahmad Salafuddin
vii
ABSTRAK
Ahmad Salafuddin (NIM : 3105177). Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Dalam Surat An-Nisa’ ayat 58 (Studi Analisis Dengan Pendekatan Tafsir Tahlily) Skripsi. Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) mengetahui tentang pengertian dari nilai-nilai pendidikan antikorupsi; (2) mengetahui nilai-nilai pendidikan antikorupsi menurut surat an-Nisa’ ayat 58. Penelitian ini menggunakan metode pada penelitian kepustakaan (library research), dengan tekhnik analisis deskriptif kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode interpretatif yakni metode yang berperan untuk mencari kandungan Q.S an-Nisa’ ayat 58 tentang nilai-nilai pendidikan antikorupsi. Metode maudhu’i yakni metode tafsir yang berusaha menguraikan al-Qur'an secara detail. Setelah melakukan penelitian, maka diketahui bahwasanya menjalankan amanat dan berbuat adil berperan penting khususnya dalam menanggulangi praktek korupsi. Kejujuran merupakan faktor yang ikut menentukan keberhasilan dalam meminimalisir tindak korupsi. Dalam Q.S An-Nisa’ ayat 58 dijelaskan bahwa Allah SWT menyuruh manusia untuk menyampaikan amanat dan menetapkan hukum dengan adil kepada sesama manusia., karena apabila hal ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan kerugian kepada orang banyak. Karena tindak korupsi meerupakan salah satu perbuatan yang menyelewengkan kepercayaan dari rakyat. Pendidikan antikorupsi merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa dalam membentuk kesadaran moral manusia untuk tidak berlaku curang, bohong dan tidak berkhianat. Pendidikan antikorupsi diperlukan untuk menyiapkan generasi bangsa dalam memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang atau menolak korupsi. Dalam hal ini adalah keseluruhan upaya untuk mendorong generasigenerasi mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima ke sikap tegas menolak korupsi. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
viii
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat: Ayahanda dan Bunda tercinta, yang telah memberiku kasih saying serta mendoakan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah swt selalu memberkahi dan melindungimu. Amin. Adikku yang tersayang Rifatun Nafisah, kakak ku Nurul Fuadah dan saudara-saudaraku yang lainnya, yang selalu memberiku doa dan semangat sampai selesai skripsi ini. Kekasihku tersayang “EVI MAIZUN” yang selalu mendampingiku dalam susah maupun senang. Teman-teman PPL MAN 2 Semarang yang selalu mbolosan. Teman-temanku (Onit, alek, Jono, irpan, Cs-cs ku SAKTI Community) yang selalu memberikan motivasi untuk hidup lebih maju Serta sahabat-sahabat: SAKTI.COM dan An-Nikmah.COM yang selalu menemaniku dalam suka dan duka Serta TIM Futsal Sakti.
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
NOTA PEMBIMBING ………………………………………………….
ii
PENGESAHAN ……………………………………………………...….
iii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….... v PERNYATAAN ........................................................................................ vi ABSTRAKSI ............................................................................................. vii KATA PENGANTAR ………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI .………………………………………………...............…
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………….............………………….. 1 B. Rumusan Masalah.............................................................................. 6 C. Pembatasan Istilah............................................................................. 6 D. Telaah Pustaka ………………………………………….................
8
E. Tujuan dan manfaat penelitian …………………………………….
10
F. Metode Penelitian...... .…………………………………………
11
G. Sistematika Penulisan ………………………………........................ 13 BAB II PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58 A. Pengertian korupsi
......…………..……………...........
15
B. Pengertian Pendidikan Antikorupsi …………..……………...........
18
C. Metode Pendidikan Antikorupsi …………………………………..
20
D. Tujuan Pendidikan Antikorupsi …………………………………...
25
E. Urgensi Pendidikan Antikorupsi …………………………………..
27
BAB III TINJAUAN SURAT AN-NISA’ AYAT 58
x
A. Kandungan Surat An-Nisa’ Ayat 58…….……..……………..........
31
B. Asbabun Nuzul Surat An-Nisa’ Ayat 58….…...……………..........
35
C. Pendapat para Mufassir makna Surat An-Nisa’ Ayat 58….............
36
BAB IV NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI SURAT AN-NISA’ AYAT 58 A. Pemahaman
Nilai
Pendidikan
Antikorupsi
Surat
An-Nisa’
Ayat
58.................................................................................................... 42 B. Unsur Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58.................... 47 C. Bentuk Nilai Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58.......... 51 D. Pendidikan Antikorupsi dalam Konteks Masyarakat Modern ........... 62 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...…………….…...…………….…...……………........ 68 B. Saran-saran……….…...…………….…...………………………....
69
C. Penutup ……..……..…………….…...…………….…...………....
69
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia akhir-akhir ini tengah menghadapi berbagai permasalahan yang cukup pelik seputar krisis multi-dimensional serta problem lain yang menyangkut tatanan nilai yang sangat menuntut adanya upaya pemecahan secara mendesak. Problematika yang menyangkut tatanan nilai dalam masyarakat salah satunya adalah problematika korupsi yang tak kunjung usai. Karena semakin kuatnya permasalahan tersebut, sebagian orang menganggap korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya dan epidemi bahkan virus yang harus segera diperangi bersama. Beberapa hasil survey lembaga-lembaga transparansi mengindikasikan tingginya tingkat korupsi di Indonesia, karena Indonesia sendiri dibandingkan dengan negara-negara lainnya, berada di posisi kelima terkorup di dunia menurut survey Transparency International (TI) pada tahun 2009. Sedangkan untuk kalangan asia, Indonesia menduduki sebagai negara terkorup nomor satu di asia dengan nilai 8,32 dan dibawahnya Thailand dengan nilai 7,63.1 Berbagai kasus korupsi di Indonesia sejak masa rezim orde baru (1967-1998) dengan terdakwa mantan presiden suharto, dengan yayasan yang didirikannya yaitu yayasan dakab, dharmais, dana sejahtera mandiri, trikora, amal bhakti muslim pancasila, gotong royong kemanusiaan, dan yayasan supersemar.. Tujuh yayasan ini diduga meraup uang rakyat senilai 5 triliunan rupiah.2 Salah satu yayasan yang diduga mengalirkan uang ke perusahaan Tommy Suharto adalah supersemar.3 Sedangkan pada rezim orde reformasi (1998-2009), pada masa pemerintahan presiden Gus Dur dan Megawati sejumlah menteri terlibat kasus korupsi, salah satu di antaranya menteri agama 1
Farizt, 14 Negara Terkorup di Asia, http://www.hupelita.com/baca.php?id=50218, hlm
1. 2
Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 33. Yayasan Supersemar ini berdiri pada tahun 1974. Dana yang mengalir ke pundi yayasan ini berasal dari Bank pemerintah. Setiap tahun Bank pemerintah harus menyetor 2,5 persen dari total pendapatan ke pundit-pundi yayasan ini. 3
1
Said Agil Husein al-Munawwar yang di seret secara paksa ke pengadilan. Laksamana Sukardi menneg BUMN, terlibat dalam penjualan sejumlah asset negara (kapal tengker milik pertamina).4 Selanjutnya mengenai proyek pengadaan pipa pengangkutan bahan bakar minyak (BBM) di Jawa, melibatkan mantan direktur pertamina faisal Abda’oe, bos Bimantara Rosano Barack dan Siti Hardiyanti Rukmana. Kerugian negara di taksir hingga US$ 31,4 juta. Kemudian kasus Bank pembangunan Indonesia (Bapindo) pada tahun 1993 dengan terdakwa Eddy Tanzil. Dalam kasusu ini negara dirugikan sebesar 1,3 triliun rupiah.5 Lalu kasus bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus BLBI merugikan negara senilai 138,4 triliun rupiah. Dalam kasus BLBI ini menyeret sejumlah pejabat, diantaranya mantan gubernur Bank Indonesia Soedradjat Djiwandono dan beberapa mantan pejabat BI seperti Hendrobudiyanto, paul sutopo, Heru Supraptomo. Kemudian kasus korupsi dalam badan urusan logistik (Bulog) dengan tersangka direktur utama Bulog Widjanarko puspoyo, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor sapi Australia yang merugikan negara sebesar 11 triliun rupiah.6 Dari bebrbagai kasus korupsi di atas, korupsi di Indonesia sudah merupakan suatu “penyakit” yang sukar disembuhkan dan merupakan suatu fenomena yang kompleks. Untuk memberantas korupsi di Indonesia tidak cukup hanya dengan melakukan suatu tindakan represif, namun yang lebih mendasar lagi adalah melakukan tindakan preventif atau pencegahan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan melalui tindakan preventif adalah dengan menumbuhkan kepedulian untuk melawan berbagai tindakan korupsi, dan sekaligus juga mendidik generasi muda dengan menanamkan nilai-nilai etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistam pendidikan
nasionl
bahwasanya
tujuan
pendidikan
nasional
adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman 4
Hakim Muda Harap,Op. Cit, hlm. 35. Ibid, hlm. 37. 6 Ibid, hlm. 39. 5
2
dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang yang demokratis serta bertanggung jawab.7 Bertitik tolak dari dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi jelas bahwa manusia Indonesia yang hendak di bentuk melalui proses pendidikan bukan sekedar manusia yang berilmu pengetahuan
semata
tetapi
membentuk
manusia
Indonesia
yang
berkepribadian dan berakhlak. Pendidikan anti korupsi mempunyai maksud pokok untuk membantu dalam proses perkembangan sosial sebagaimana dalam QS. Al-Fajr/89 ayat 15-20, disinyalir bahwa masalah sosial disebabkan oleh empat hal, yakni: Pertama, sikap ahumanis, yakni tidak memuliakan anak yatim. Kedua, asosial, yakni tidak memberi makan orang miskin. Ketiga, monopolistik, yaitu memakan warisan (kekayaan) alam dengan rakus. Keempat, sikap hedonis, mencintai harta benda secara berlebihan.8 Esensi dari tujuan pendidikan ini ialah pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi. Sistem nilai adalah keseluruhan norma-norma etika yang dijadikan pedoman oleh bangsa untuk mengatur perilakunya Karena manusia-manusia yang lahir melalui sektor pendidikan adalah manusia-manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, beriman, berakhlak mulia, memiliki kompetensi dan profesionalitas serta sebagai warga negara yang bertanggung jawab9. Pendidikan anti korupsi menyangkut banyak aspek seperti tidak menyalah gunakan jabatannya dan menjalankan amanah yng diberikannya, selalu berada dalam kejujuran dan berbuat adil. Hal tersebut termaktub dalam QS. An-Nisa’ ayat 58: ⌧ ☺ ☺ 7
, Qodir dkk, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 12. 8 Bhayu Sulistiawan, “Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam” http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130 hlm.78. 9 Ibid., hlm. 23.
3
☺
⌧
⌧
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.10 Ayat di atas menyuruh seseorang untuk menunaikan amanat kepada ahliha, yaitu pemiliknya dan ketika memerintahkan menetapkan hukum dengan adil, dinyatakannya apabila seseorang menetapkan hukum diantara manusia. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil itu ditujukan kepada manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanat maupun keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama, keturunan, atau ras.11 Berdasarkan ayat tersebut di perloleh nilai pendidikan anti korupsi antara lain perintah untuk tidak menyelewengkan serta menjalankan amanat, serta perintah untuk berbuat adil dan Allah juga berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 161: ⌧ ⌧
☺ ☺ ⌧
☺ Artinya: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.12
10
Ahmad Sunarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989), hlm.
128. 11
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 2,(Ciputat: Lentera Hati, 2000), hlm. 458. Asbabun nuzul ayat di atas menjelaskan bahwa kasus korupsi yang terjadi pada perang Badar, ketika pasukan pemanah meninggalkan posnya di gunung, mereka khawatir Rasulullah SAW tidak memberikan bagian harta rampasan kepada mereka karena sebagian kaum munafik memperbincangkn bahwa sebagian dari harta rampasan perang Badar sebelumnya telah di gelapkan dan mereka tidak malu menyebutkan nama nabi SAW dalam masalah ini (Sayid Qutb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al, Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 299). 12
4
Ayat di atas sebagai bantahan terhadap kaum munafik yang menuduh nabi melakukan korupsi. Seorang nabi tidak mungkin melakukan korupsi karena tabiat seorang nabi adalah amanah, adil dan selalu menjaga diri dari hal-hal yang tidak pantas, tidak memungkinkan terjadinya kecurangan dan korupsi dari beliau. Kemudian diancamlah orang-orang yang korupsi dan menyembunyikan harta umum atau harta ranpasan dengan ancaman yang menakutkan.13 Hal ini membentuk kesadaran moral manusia untuk tidak rakus dan tidak berkhianat karena hal tersebut menimbulkan kerugian kepada orang lain. Nabi bersabda:
: ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ,ﻋ ﹶﺔ ﺎﻈ ﹺﺮ ﺍﻟﺴ ﺘﻧﻧﺔﹸ ﻓﹶﺎﺎﺖ ﹾﺍ ﹶﻻﻣ ﻌ ﺿّﹺﻴ ﹶﻓﹺﺈﺫﹶﺍ: ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻨﻪﻋ ﷲ ُ ﻲ ﺍ ﺿ ﺭ ﺮ ﹶﺓ ﻳﺮ ﻦ ﹶﺍﺑﹺﻰ ﻫ ﻋ 14 ﺔ ﻋ ﺎﻈﺮﹺﺍ ﻟﺴ ﺘﻧ ﻓﹶﺎ,ﻪ ﻠﻫ ﻴ ﹺﺮ ﹶﺍﺮ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﹶﻏ ﻣ ﺍ ﹾﺍ ﹶﻻﺳﺪّ ﻭ ﺍﺫﹶﺍ :ﺎ؟ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻬﻋﺘ ﺎﻒ ﹺﺇﺿ ﻴﹶﻛ Artinya: Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari) Hadist di atas menjelaskan korupsi dapat dipahami sebagai “tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pemegang amanat karena termasuk merugikan kepentingan banyak orang atau publik. Dari sini dapat dilihat bahwasanya masalah korupsi tidak hanya menyangkut masalah per individual melainkan sangat kompleks. Bahkan di era otonomi daerah sekarang ini, korupsi sudah menyebar di berbagai daerah lokal. Pada tingkatan birokrat pusat pun korupsi menyebar luas. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah dan menghilangkan praktek korupsi di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Namun realitasnya, korupsi tetap saja menjamur. Dengan
demikian,
internalisasi
nilai-nilai
antikorupsi
melalui
pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa (baca: 13 Sayid Qutb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al, Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 300. 14 Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H/2000 M) , hlm. 29.
5
peserta didik) dalam memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang
korupsi.
Pendidikan
antikorupsi
didasarkan
pada
proses
pengenalan dan pemberian informasi nilai-nilai antikorupsi (ontologisepistemologis) dengan harapan membantu peserta didik untuk menjadi manusia yang bermoral (aksiologis), berwatak serta bertanggung jawab dalam rangka membangun hidup bermasyarakat dan berbangsa. Bertolak dari pemikiran di atas dan untuk memperoleh hasil yang lebih spesifik dan mudah dipahami, maka penelitian atau kajian ini hanya akan membatasi uraian mengenai nilai-nilai pendidikan anti korupsi dalam surat An-Nisa’ ayat 58 (studi analisis dengan pendekatan tafsir tahlily).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimana nilai-nilai pendidikan anti korupsi yang terkandung di dalam QS. An-Nisa’ ayat 58? C. Pembatasan Istilah Untuk menghindari salah penafsiran dalam memahami judul “Nilainilai pendidikan antikorupsi (studi analisis dengan pendekatan tafsir Maudhu’i) pada QS.An-Nisa’ ayat 58”, maka perlu penulis jelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam judul ini. Adapun istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut: 1. Nilai Menurut J.R. Franckel yang dikutip oleh Chabib Thoha “a value is an idea a concept about what some one thinks is important in life”. Artinya nilai adalah ide, konsep tentang apa yang seseorang berpikir itu penting dalam kehidupan.15 Sedangkan di dalam Encyclopedia of Religion and Ethic vol. XII: That values are something superadded upon the other qualities of objects by the mind, in order to express their relation to its purpose and acts, and do not in 15
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 60.
6
here in objects. Artinya, nilai-nilai adalah suatu tambahan yang lebih pada kualitas lain dari suatu obyek oleh pikiran dalam rangka mengekspresikan hubungannya untuk tujuan dan tindakan-tindakannya, tetapi tidak merupakan bagian dari obyek tersebut.16 Jadi nilai adalah sesuatu yang abstrak dan berkualitas yang ada pada suatu obyek dalam (hal ini pendidikan) dan dianggap penting dalam hidup seseorang. 2. Pendidikan Pendidikan dalam Bahasa Inggris adalah education, the word education means just a process and leading or bringing up. Artinya, pendidikan adalah sebuah proses memimpin atau mendewasakan.17 Sedangkan dalam UU Sisdiknas tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk emmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.18 1. Antikorupsi Korupsi secara etimologis sesuai dengan bahasa aslinya berasal dari bahasa Latin, corruption dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat atau disuap.19 Sedangkan menurut Bank Pembangunan Asia dan lembaga Transparasi Internasional (TI) sebagai perilaku mereka-mereka yang bekerja di sektor publik dan swasta, baik politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
16
James Hastings, Encyclopedia of Religion and Ethic, (New York: Charles Scribner’s Son, t.th.), Vol. XII, hlm. 584. 17 John dewey, Democracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964), hlm. 10. 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Op. Cit, hlm. 9. 19 Bhayu Sulistiawan, op.cit., hlm. 32.
7
berdekatan dengannya atau merangsang orang lain berbuat serupa dengan menyalahgunakan kedudukan yang mereka emban.20 Dengan demikian, yang dimaksud pendidikan antikorupsi adalah pendidikan untuk menyiapkan generasi bangsa (baca: peserta didik) dalam memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang atau menolak korupsi Sedangkan
“nilai-nilai
pendidikan
antikorupsi”
yang
penulis
maksudkan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terkandung dalam surat an-Nisa’ ayat 58. Jadi, penulis hanya memusatkan perhatian pada nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam Surat an-Nisa’ ayat 58 yang terfokus pada masalah sifat amanat dan berbuat adil yang harus di laksanakan dalam diri seseorang.
D. Telaah Pustaka Untuk menghindari terjadinya duplikasi temuan yang membahas permasalahan yang sama dari suatu karya dan memperoleh landasan teori yang jelas, maka penulis akan memaparkan sejumlah karya di sekitar pembahasan dengan topik ini. Hasil temuan tersebut nantinya akan penulis jadikan sebagai landasan teori dan sebagai perbandingan dalam mengupas permasalahan tersebut sehingga diharapkan akan muncul penemuan baru. Buku-buku dimaksud adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini. Dalam buku yang ditulis oleh Yunahar Ilyas [Et.al.] yang berjudul Korupsi Dalam Perspektif Agama-agama (Panduan Untuk Pemuka Umat) yang diterbitkan oleh KUTUB, 2001. Buku ini merupakan upaya untuk mensosialisasikan kampanye antikorupsi di kalangan masyarakat melalui jalur pendidikan keumatan. Dalam buku ini pembahasannya dilakukan dengan pendekatan lintas agama melalui para penulis yang merepresentasikan dari agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dan menitikberatkan pada pembahasan aktualisasi nilai-nilai keagamaan dalam upaya pemberantasan korupsi. 20
Hakim Muda Harahab, Op.Cit, hlm. 13.
8
Sementara itu dari kalangan Muhammadiyah juga telah ada usaha untuk mensosialisasikan gerakan antikorupsi. Salah satunya melalui buku yang berjudul Membasmi Kanker Korupsi yang diterbitkan PSAP, 2004. Buku ini merupakan kompilasi tulisan beberapa cendikiawan dalam merespon isu korupsi serta menawarkan beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan sebagai langkah-langkah untuk memberantas korupsi di Indonesia. Tawaran tersebut diantaranya perlunya pendekatan kultural untuk proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui pendidikan. Beberapa acuan lain peneliti dapatkan dari beberapa kajian yang dilakukan oleh beberapa institusi. Seperti Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang berbasis kultural kaum Nahdliyin. Lembaga ini telah melaksanakan sejumlah bahtsul masa’il (diskusi hukum Islam) mengenai korupsi serta menerbitkannya dalam beberapa buku. Diantaranya Buku yang berjudul Menolak Korupsi: Membangun Kesalehan Sosial, berisi kumpulan naskah khotbah Jum’at yang mengambil tema korupsi. Buku terbitan P3M lain adalah Korupsi di Negeri Kaum Beragama: Ikhtiar Membangun Fikih Antikorupsi, berisikan kumpulan makalah yang disajikan dalam acara Munas Bahtsul Masail NU (Mei 2004). Buku berjudul NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih yang diterbitkan oleh Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (GNPK PB NU), 2006. Buku ini mengelaborasi fenomena korupsi di Indonesia serta membahasnya melalui pandangan Islam dan strategi pemberantasannya. Buku berjudul Ayat-Ayat Korupsi yang dibuat Hakim Muda Harahap, M’Ag dan diterbitkan oleh Gama Media, 2009. Buku ini hanya membahas ayat-ayat al-qur’an yang relevan dengan tindakan korupsi dan hukuman bagi perilaku korupsi. Dalam buku yang ditulis oleh Abu Fida’ Abdur Rafi’ yang berjudul Terapi Penyakit Korupsi Dengan Tazkiyatun Nafs dan di terbitkan oleh Republika, 2006. Buku ini hanya membahas bagaimana mengatasi praktek-
9
praktek korupsi dan memberikan terapi dan tips agar sembuh dari penyakit korupsi. Buku berjudul Fiqih Korupsi Amanah Vs Kekuasaan yang di terbitkan solidaritas masyarakat Transparansi NTB (SOMASI NTB), 2003. Buku ini berisikan kumpulan artikel dari berbagai pakar yang intinya membahas bagaimana memberantas korupsi di Indonesia dan pentingnya peran ulama’ dalam memberantas korupsi. Skripsi saudara Bhayu Sulistiawan dari universitas Muhammadiyah Yogyakarta
yang
berjudul
nilai-nilai
pendidikan
antikorupsi
dalam
pendidikan islam (tinjauan normatif aspek kurikulum pendidikan agama islam terhadap pendidikan antikorupsi) pada tahun 2008. Skripsi ini hanya membahas bagaimana pendidikan antikorupsi dimasukan kedalam kurikulum sekolah maupun di universitas. Dari beberapa acuan di atas, kesamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengangkat tema pndidikan antikorupsi. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini, peneliti membahas pendidikan antikorupsi hanya memfokuskan pada surat An-Nisa’ ayat 58. dengan harapan agar nilai-nilai pendidikan tersebut dapat membentuk pribadi muslim yang bermoral (aksiologis), berwatak serta bertanggung jawab dalam rangka membangun hidup bermasyarakat dan berbangsa.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tentang pengertian dari nilai-nilai pendidikan antikorupsi. 2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan antikorupsi menurut Surat anNisa’ ayat 58. Dari tujuan di atas, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagaimana berikut ini. 1) Dapatnya dimanfaatkan bagi kegiatan pembinaan pendidikan Agama Islam.
10
2) Dapatnya diaplikasikan dalam sikap dan perilaku kehidupan yang Islami di dalam kehidupan nyata. 3) Sebagai i’tibar bagi manusia agar tetap berpegang teguh pada ajaran Islam. 4) Meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam QS. an-Nisa’ ayat 58 dari berbagai sudut pandang para ulama tafsir.
F. Metode Penelitian 1. Metode pengumpulan data Di dalam kegiatan penelitian, cara untuk memperoleh data ini di kenal sebagai metode pengumpulan data.21 Maka di dalam penelitian ini, penulis mengadakan penelitian secara library research yaitu suatu research
kepustakaan.22 Dengan mengadakan telaah terhadap dua sumber, yaitu: sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam hal ini adalah al-Qur’an, hadis dan tafsir-tafsir QS. an-Nisa’ ayat 58. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dari sumbersumber lain yang berkaitan, memberi interpretasi terhadap sumber primer. 2. Jenis data Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan data kualitatif, menurut Strauss dan Corbin yang diterjemahkan oleh M Shodiq dan Muttaqin23 menyatakan bahwa penelitian kualitatif diartikan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan penulis dalam penyusunan skripsi tanpa menggunakan penghitungan statistik. Dalam prakteknya, hanya berkisar pada data-data yang berkaitan dengan nilainilai edukatif yang terkandung dalam surat an-Nisa’ ayat 58 tentang sifat antikorupsi 21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm.149. 22
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach Jilid I, (Yogya karta: Penerbit Andi, 2001), hal. 9
23
Shodiq dan Muttaqin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 4.
11
3. Metode analisis data Dalam menganalisis data, penulis berusaha memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan dimensi-dimensi uraian.24 Adapun metode yang digunakan adalah: a. Metode tahlily (Analisis) Yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya. Dalam metode ini diuraikan makna yang terkandung dalam al-Qur’an, ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek seperti kosakata, konotasi kalimat, asbabun nuzul, munasabat dan pendapat-pendapat yang berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, para tabi’in maupun mufassirin.25 Dalam penelitian nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam QS. an-Nisa’ ayat 58 ini menggunakan metode tahlily bi al-ma’tsur, artinya penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in.26 Metode ini digunakan untuk mencari kandungan QS. an-Nisa’ ayat 58 tentang nilai-nilai pendidikan antikorupsi b. Metode interpretatif Metode interpretatif adalah suatu metode yang digunakan untuk menjelaskan teks naskah atau ayat dengan jalan teks naskah atau ayat tersebut diselami untuk menangkap arti dan nuansa yang dimaksud secara khas.27 24
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 103. 25 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogykaarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 31. 26 Abd. Al-Hayy al-Farmawi. Op. Cit, hlm. 13. 27 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), hlm. 98.
12
Metode ini juga berperan untuk mencari makna yang merupakan upaya untuk menangkap dibalik yang tersurat, selain itu juga mencari makna yang tersurat serta mengaitkan dengan hal-hal yang terkait yang sifatnya logik, teoritik, etik, dan transendental.28
G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam memahami, mencerna dan mengkaji masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut: 1. Bagian Muka (Preliminaries) Pada bagian muka ini dimuat: halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi serta abstraksi. 2. Bagian Isi (Batang Tubuh) BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang belakang permasalahan, penegasan istilah dari judul, permasalahan skripsi, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM SURAT AN-NISA AYAT 58 Bab ini meliputi: pengertian korupsi, pengertian pendidikan
antikorupsi,
metode
pendidikan
antikorupsi, tujuan pendidikan antikorupsi dan urgensi pendidikan antikorupsi. BAB III
TINJAUAN SURAT AN-NISA’ AYAT 58 Bab ini memaparkan mengenai kandungan surat anNisa’ ayat 58, asbabun nuzul surat an-Nisa’ ayat 58,
28
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm.
65.
13
pendapat para mufassir terhadap al-Qur’an surat anNisa’ ayat 58. BAB IV
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
ANTIKORUPSI
DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58 Merupakan bab yang akan menjadi obyek tujuan kajian analisis. Analisis ini meliputi: nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam surat an-Nisa’ ayat 58 yang
memuat
tentang
pemahaman
nilai-nilai
pendidikan antikorupsi Surat an-Nisa’ ayat 58, Unsur pendidikan antikorupsi dalam Surat an-Nisa’ ayat 58, Bentuk nilai pendidikan antikorupsi dalam surat al- an-Nisa’ ayat 58 serta pendidikan antikorupsi dalam konteks masyarakat modern dalam pandangan surat an-Nisa’ ayat 58. BAB V
PENUTUP Pada bab ini diuraikan kesimpulan akhir dari keseluruhan isi skripsi, saran-saran, dan penutup.
3. Bagian Penutup Pada bagian akhir skripsi ini berisi: daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan daftar riwayat hidup penulis.
14
BAB II PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58 Pendidikan antikorupsi salah satu jenis pendidikan yang harus di berikan kepada seseorang agar mereka menjadi masyarakat yang bersikap aktif dalam memerangi kejahatan korupsi sebagai wujud perlawanan terhadap kemungkaran sosial. A. Pengertian Korupsi Pengertian korupsi menurut Frederick C. Mish bahwa asal kata korupsi dari kata corruption atau to corrupt. Hal senada dikemukakan oleh Fockema Andreae, korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau dari kata asal corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin inilah turun ke beberapa bahasa eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis corruption; dan bahasa belanda corruptie, kemudian kata ini turun ke bahasa Indonesia: “korupsi”.1 Secara etimologi, korupsi bermakna orang-orang yang memiliki kekuasaan berkeinginan melakukan kecurangan secara tidak sah untuk memperoleh uang atau keuntungan pribadi (derog (esp of people with authority or power) willing to act dishonestly or illegally in return for money or personal gain), juga bermkna kejahatan, kerusakan, kebusukan, keburukan, kecurangan, penyimpangan, kebejatan, ketidakjujuran, menyuap, penipuan, tidak bermoral, penyimpangan dari kata kesucian, kata-kata ucapan yang menghina atau memfitnah.2 Secara terminologis korupsi di istilahkan oleh Bank Pembangunan Asia dan lembaga Transparasi Internasional (TI) sebagai perilaku mereka 1 2
Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 12. Ibid.
15
mereka yang bekerja di sector publik dan swasta, baik politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang berdekatan dengannya atau merangsang orang lain berbuat serupa dengan menyalahgunakan kedudukan yang mereka emban.3 Robert Klitgaard dalam bukunya membasmi korupsi mendefinisikan korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.4 Tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Klitgaard, Unesco Courier mendefinisikan korupsi sebagai tindakan penyimpangan jabatan publik demi keuntungan pribadi dan golongan (misuseof office for personal again). Begitu pula pengakuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa korupsi adalah setiap perilaku yang mengarah untuk merugikan masyarakat dan perilaku untuk memperkaya diri sendiri.5 Dari pengertian di atas, diketahuilah bahwa korupsi memiliki batasbatas tertentu, yakni: pertama, pelaku yang terlibat dalam korupsi terdapat di kalangan pemerintah (pegawai negeri), swasta (pengusaha) maupun politik (politisi); kedua, mereka berperilaku memperkaya diri atau yang berdekatan dengannya atau merangsang orang lain memperkaya diri; ketiga, cara yang dipakai tidak legal dengan menyalahgunakan kedudukannya.6 Untuk menganalis lebih detail konsep korupsi, Hussein Alatas membagi korupsi menjadi tujuh tipologi korupsi, antara lain:7
3
Ibid, hlm. 13.
4
Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm.
5
Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 13.
31.
6
Ibid
7
Ibid, hlm. 19.
16
1. korupsi transaktif (transactive corruption), yaitu menunjuk adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif di usahakan tercapainya keuntungan oleh kedua-duanya. Seperti transaksi illegal luar negeri, transaksi penyelundupan, kesepakatan mengalirkan dana ke rekening pribadi dan menyalahgunakan dana. 2. korupsi memeras (extortive corruption) adalah sejenis dengan pihak pemberi dipaksa menyuap guna mencegah kerugian yang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-orang yang bersamanya, seperti intimidasi,
penyiksaan,
menawarkan
jasa
perantara
dan
konflik
kepentingan. 3. korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang dan jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa datang, semisal penyuapan dan penyogokan, meminta komisi, menerima hadiah, uang jasa, uang pelican. 4. korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah menunjuk yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara memegang jabatan atau tindakan yang memberikan perlakuan khusus dalam bentuk uang atau bentuk lain kepada mereka yang bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku, seperti perkoncoan dan menutupi kejahatan. 5. korupsi defensif (defensive corruption) adalah perbuatan korban korupsi pemerasan demi mempertahankan diri, seperti menipu, mengecoh, mencurangi dan memperdaya, serta memberi kesan yang salah. 6. koropsi otogenik (autogenic corruption) adalah korupsi dilakukan sendiri tanpa melibatkan orang lain, seperti menipu, mencuri, merampok, tidak menjalankan tugas, memalsu dokumen, meyalahgunakan telekomunikasi, pos, setempel, kertas surat kantor, dan hak istimewa jabatan. 7. korupsi dukungan (supportive corruption) adalah korupsi yang secara tidak langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain, tindakan yang di lakukan untuk melindungi dan memperkuat korupsi 17
kekuasaan yang sudah ada, seperti menjegal pemilihan umum, memalsu kertas suara, manipulasi peraturan, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul. B. Pengertian Pendidikan Antikorupsi Nilai-nilai pendidikan antikorupsi, seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, yaitu suatu hal yang berguna dan dibutuhkan bagi kehidupan manusia yang menuntut untuk tidak selalu menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum. Sehubungan dengan itu nilai-nilai tersebut haruslah merupakan esensiesensi, yang terkandung dalam suatu barang serta perbuatan-perbuatan.8 Sebagai esensi, maka nilai itu tidak memiliki eksistensi, namun ada dalam kenyataan. Nilai-nilai dapat dikatakan mendasari sesuatu barang dan bersifat tetap. Jika orang mengatakan “perdamaian merupakan suatu yang bernilai”, maka ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian itu sendiri terdapat nilai yang mendasari. Selanjutnya jika nilai dikaitkan dengan istilah pendidikan, maka nilai dapat diartikan sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang.9 Pendidikan nilai dalam aplikasinya tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus, seperti pelajaran menggambar, menulis atau bahasa, tetapi lebih merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu, ketrampilan, teknologi, tetapi juga mengembangkan aspek-aspek lainnya, seperti kepribadian, etika, moral dan lain-lain. Dengan demikian pendidikan nilai merupakan pengetahuan aplikatif komplek. 8
Louis O. Kaffsoff, Elements of Philosophy/Pengantar Filsafat, Terj. Soenarjo Soemargono, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1996), hlm. 345. 9 M. Sastrapratedja, S. J., “Pendidikan Nilai”, dalam EM. K. Kaswardi, (Ed), Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta : PT. Grasindo, 1993), hlm.3.
18
Di tinjau dari segi istilah, pendidikan menurut Achmadi berarti tindakan yang dilakukan secara sadar melalui suatu proses yang bertahap dan berkesinambungan dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).10 Dalam Ensiklopedia Indonesia dijelaskan bahwa, bahwa pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan ke kecerahan pengetahuan. Dalam arti luas pendidikan baik yang formal maupun yang informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia di mana mereka itu hidup.11 Sedangkan pengertian korupsi secara etimologi, korupsi bermakna orang-orang yang memiliki kekuasaan berkeinginan melakukan kecurangan secara tidak sah untuk memperoleh uang atau keuntungan pribadi, juga bermkna
kejahatan,
kerusakan,
kebusukan,
keburukan,
kecurangan,
penyimpangan, penipuan.12 Sedangkan menurut Syed Husein Alatas, yang dimaksud dengan korupsi adalah: ”Corruption is abuse of trust in the interest of private gain”, Korupsi adalah penyalah gunaan amanah untuk kepentingan pribadi.13 Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi. Begitu pula pengakuan Komisi Pemberantasan Korupsi 10
Ahmad Ludjito, “Filsafat Nilai dalam Islam” dalam M. Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm.16. 11 Hasan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta : Ichtiar Baru- Van Houve, tth), hlm.2627. 12 Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 12. 13
Syamsul Anwar (Et.al), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,( Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006).hlm. 10.
19
(KPK), bahwa korupsi adalah setiap perilaku yang mengarah untuk merugikan masyarakat dan perilaku untuk memperkaya diri sendiri.14 Dengan demikian, yang dimaksud pendidikan antikorupsi adalah pendidikan untuk menyiapkan generasi bangsa (baca: peserta didik) dalam memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang atau menolak korupsi. Upaya pencegahan korupsi melalui pendidikan merupakan basis falsafah dalam pendidikan nilai, moral agama. Secara filosofis korupsi hanya dipahami sebagai tindakan merusak (stabilitas nasional, etika, dan norma individu pelakunya) artikulasi nilai-nilai yang sudah mapan (established) dalam konstruksi sosial budaya masyarakat bahkan agama. Jadi nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang dimaksud adalah sesuatu yang berguna bagi generasi bangsa untuk menjadi manusia yang berbudaya antikorupsi, berwatak antikorupsi dan bertanggung jawab dalam berbangsa dan bermasyarakat. C. Metode Pendidikan Antikorupsi Secara etimologi, metode berasal dari bahasa Greek “meta” yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Sedangkan dalam pengertian yang umum “metode” diartikan cara mengerjakan sesuatu.15 Dalam proses pendidikan, metode mempunyai peranan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Metode juga diartikan sebagai cara yang paling baik, tepat (efektif), dan cepat (efisien). Efektif atau tidak dan efisien atau tidak suatu metode banyak bergantung kepada faktor-faktor yang meliputi situasi dan kondisi pemakai metode itu sendiri yang kurang memahami penggunaannya atau tidak sesuai dengan seleranya, atau secara obyektif metode ini kurang cocok dengan
14
Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 13.
15
Muzayin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 97.
20
kondisi obyek, dan dalam metode itu sendiri secara intrinsik tidak memenuhi persyaratan sebagai metode.16 Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya adalah pelaksanaan sikap hatihati dalam pekerjaan mendidik atau mengajar.17 Karl Manheim, yang dikutip oleh Soelaiman Joesoef,18 menunjukkan adanya dua metode yang dapat digunakan yaitu : 1. Metode Langsung, adalah mengadakan hubungan langsung secara pribadi dan kekeluargaan dengan individu-individu yang bersangkutan, yaitu dengan cara langsung mendatangi dan memberikan arahan serta bimbingan agar orang tersebut mempunyai keinginan untuk berbuat kebaikan atau jujur terhadap orang lain, juga diberikan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. 2. Metode Tak Langsung, maksudnya mengadakan hubungan secara tidak langsung kepada individu/masyarakat yang menjadi sasaran, melainkan sasaran antara. Cara ini juga bisa dimanfaatkan walaupun tidak secara langsung menghadapi orang, karena dengan cara ini bisa memberikan nasehat pada orang lain setelah itu dia akan menyampaikannya pada orang tersebut. Dengan menggunakan metode yang telah diuraikan di atas inilah, para pendidik diharapkan dapat menerapkannya pada pelaksanaan proses pendidikan antikorupsi dalam melaksanakan tugas kewajiban edukatifnya. Tujuan pendidikan antikorupsi akan tercapai apabila metode-metode tersebut dapat diamalkan dengan sungguh-sungguh dan disesuaikan dengan kebutuhan dalam pendidikan antikorupsi. Di Indonesia metode yang paling menarik dari pendidikan antikorupsi dan telah banyak diadopsi di berbagai sekolah adalah laboratorium warung 16
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 9. 17 Muzayin Arifin, op. cit., hlm. 97. 18 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. I, hlm. 115-117.
21
kejujuran atau kantin kejujuran. Secara praktis, warung tersebut mengajarkan praktik kejujuran dengan aksentuasi transendental bahwa apapun yang kita lakukan pasti diketahui Tuhan. Warung tersebut dibuka tanpa penunggu (kasir), pembelinya membayar sesuai dengan harga, mencatat pembelian, dan mengambil uang kembalian dengan sendirinya. Beberapa sekolah yang mengadopsi kantin kejujuran diantaranya, SMP Keluarga Kudus, SMP 8 Padang, dan SMAN I Tambun Bekasi.19 Menurut Abu Fida’ Abdur Fafi’ dalam Terapi Penyakit Korupsi, Praktek korupsi terjadi karena indivudu tidak mempunyai nilai-nilai moral yang dapat mencegah korupsi yang dilakukannya. Hal situsional seperti adanya peluang korupsi tidak akan mendukung terjadinya korupsi apabila individu memiliki nilai moral yang terintegrasi menjadi kepribadian yang kokoh. Adapun metode yang dapat dilakukan untuk pendidikan antikorupsi dengan melalui tiga pendekatan, yaitu:20 1. Pendekatan Rasionalistik. Yakni menanamkan moral dengan konsep-konsep yang bersifat rasional, misalnya dengan menanamkan pola fikir bahwa korupsi merupakan perbuatan yang merusak dan menghancurkan diri, lingkungan, dan negara. Dengan pendekatan ini akan tertanam pada individu (peserta didik) bahwa korupsi merupakan perbuatan yang merusak dan menghancurkan diri, lingkungan dan negara. Dengan pendekatan ini akan tertanam pada individu bahwa korupsi merupakan perbuatan yang harus dihindarkan dalam diirnya. Mereka tidak melakukan praktek korupsi bukan karena takut pada tuhan dan neraka, tetapi secara rasional mereka menyadari bahwa korupsi akan menghancurkan mereka dan negaranya. 2. Pendekatan Spiritualistik.
19
Bhayu Sulistiawan, “Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam” http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130, hlm. 100. 20
Abu Fida’ Ab dur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi (Jakarta: Republika, 2006), hlm. xxii.
22
Yaitu memanamkan moral dengan konsp-konsep yang bersifat spiritual, seperti dengan menanamkan rasa takut kepada tuhan dan azab-Nya. Dengan pendekatan ini akan diperoleh individu yang takut kepada azab tuhan-Nya, sehingga dirinya dapat menghindari untuk melakukan praktik korupsi 3. Pendekatan kombinasi antara rasionalistik dan spiritualistik. Yakni dengan mengabungkan pendekatan pertama dan kedua secara bersamaan, yakni di samping mengguanakan cara-cara yang rasionalistik, juga menggunakan metode-metode spiritualistik. Adapun cara-cara yang harus ditempuh dalam pendidikan antikorupsi agar hati untuk tidak melakukan praktek korupsi, antara lain: 1. Memulai kehidupan dengan niat yang ikhlas. 2. Menyikapi kehidupan dunia berdasarkan ajaran tuhan. 3. Mengendalikan nafsu syahwat terhadap harta. 4. Menjaga pikiran yang terlintas dan langkah nyata untuk perbuatan. 5. Tawakal. 6. Mensyukuri nikmat harta yang ada padanya. 7. Sabar menghadapi kemiskinan dan fitnah (ujian) harta. 8. Ridha terhadap qadha (ketentuan) Allah. 9. Menumbuhkan rasa takut (khauf) kepada Allah. 10. Membentuk sifat jujur dalam diri. 11. Membangun sifat malu untuk berbuat maksiat. 12. Muhasabah (intropeksi diir). 13. Muraqabbatullah. 14. Menumbuhkan kecintaan (mahabbah) kepada Allah. 15. Bertaubat untuk tidak melakukan praktik korupsi.21 Hal ini perlu ditanamkan pada individu (peserta didik) karena untuk menciptakan generasi baru yang antikorupsi merupakan sasaran dari langkah preventif untuk membantu mewujudkan negara yang bebas dari korupsi. Gerakan antikorupsi melalui jalur pendidikan merupakan langkah awal yang 21
Ibid, hlm. 73
23
ditempuh untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang lebih baik dari sejak usia muda dengan membangun karakter termasuk pembentukan sikap disiplin. Rasulullah Saw juga memberikan peringatan yang baik bagi kita dalam sebagian bidang yang bersifat antikorupsi berikut ini:
: ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ,ﻋ ﹶﺔ ﺎﻈ ﹺﺮ ﺍﻟﺴ ﺘﻧﻧﺔﹸ ﻓﹶﺎﺎﺖ ﹾﺍ ﹶﻻﻣ ﻌ ﺿّﹺﻴ ﹶﻓﹺﺈﺫﹶﺍ: ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻨﻪﻋ ﷲ ُ ﻲ ﺍ ﺿ ﺭ ﺮ ﹶﺓ ﻳﺮ ﻦ ﹶﺍﺑﹺﻰ ﻫ ﻋ
22
ﺔ ﻋ ﺎﻈﺮﹺﺍ ﻟﺴ ﺘﻧ ﻓﹶﺎ,ﻪ ﻠﻫ ﻴ ﹺﺮ ﹶﺍﺮ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﹶﻏ ﻣ ﺍ ﹾﺍ ﹶﻻﺳﺪّ ﻭ ﺍﺫﹶﺍ :ﺎ؟ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻬﻋﺘ ﺎﻒ ﹺﺇﺿ ﻴﹶﻛ
“Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari)
:ﻋﻦ أﺑﻰ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻦ َ َوِإذَا أ ْﺋ ُﺘ ِﻤ,ﻒ َ ﺧَﻠ ْ ﻋ َﺪ َأ َ َوِإ َذ َو,ب َ ث َآ َﺬ َ ﺣ ﱠﺪ َ ث ؛ ِإذَا ٌ ﻼ َ ﻖ َﺛ ِ ﺁ َﻳ ُﺔ اْﻟ ُﻤﻨَﺎ ِﻓ َ ﺧَﺎ .23ن “Dari Abi Hurairah dari Nabi . bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berjanji ingkar, jika dipercaya berkhianat”. (HR. Bukhari). Berdasarkan deskripsi diatas, hadis ini sangat tegas dan lugas, bahwa kejujuran, keterbukaan, dan tanggungjawab adalah tanda-tanda pokok keimanan yang harus dipelihara. Tanpa ketiga hal tersebut, walaupun telah banyak beribadah ritual, seseorang layak disebut munafik. Dalam konteks ajaran Islam, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan, akuntabilitas dan tanggungjawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya, telah menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat. 22
Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H/2000 M) , hlm. 29.
23
Bukhari, Ibid, hlm. 14.
24
Oleh karena itu bila dilihat dalam konteks pendidikan, tindakan untuk mengendalikan atau mengurangi korupsi adalah keseluruhan upaya untuk mendorong generasi-generasi mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima ke sikap tegas menolak korupsi. Hal ini tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk memperbarui sistem nilai yang diwarisi, sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap perjalanan bangsa. D. Tujuan Pendidikan Antikorupsi Suatu pendidikan tak terkecuali pendidikan antikorupsi, tentu memiliki suatu tujuan, yaitu sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai.24 Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriyahnya.25 Dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi diharapkan akan tercapai sebuah tujuan yang dicita-citakan yaitu adanya manusia yang tanggap serta peduli terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya dan dengan adanya tujuan tersebut dapat membangkitkan semangat untuk berbuat antikorupsi. Sedangkan tujuan pendidikan menurut Omar at Toumy Asy-Syaibani ialah perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses dan usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya, kahidupan masyarakat dan alam sekitar di mana individu itu hidup, serta pada proses pendidikan itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas yang asasi dalam masyarakat.26 24
Zakiah Darodjat, dkk , Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 29.
25
Muzayin Arifin, op. cit., hlm. 119.
26
Omar at-Toumy asy-Syaibani, Filsafat At-Tarbiyah Al-Islamiyah, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 426-427.
25
Adapun mengenai tujuan pendidikan antikorupsi dapat dilihat dari pendapat sejumlah pakar sebagai berikut: Menurut Mohammad al-Thoumy tujuan pendidkan antikorupsi adalah pembentukan kesadaran peserta didik akan bahaya korupsi, untuk kemudian bangkit melawannya. Menginspirasi masyarakat untuk aktif melawan korupsi dan untuk menghindari internalisasi sikap permisif terhadap tindakan koruptif. Pendidikan antikorupsi juga berguna untuk mempromosikan nilai-nilai kejujuran.27 Isnaini Muallidin dalam artikelnya koalisi antar umat beragama melawan korupsi mengatakan secara umum tujuan pendidikan antikorupsi adalah: pertama, pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi dan aspek-aspeknya; kedua, pengubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi; dan ketiga, pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang ditujukan untuk melawan korupsi. Sedangkan manfaat atau tujuan jangka panjangnya adalah menyumbang pada keberlangsungan sistem integrasi nasional dan program antikorupsi serta mencegah tumbuhnya mental korupsi pada diri peserta didik yang kelak akan menjalankan amanah di dalam sendisendi kehidupan.28 Sedangkan menurut Mochtar Buchori dalam konteks pendidikan antikorupsi ini yang penting untuk ditekankan ialah tujuan pendidikan nilai bukan memupuk kemaniran beretorika tentang nilai-nilai atau tentang suatu ideologi. Yang jauh lebih penting ialah menggunakan pengetahuan tentang dan ketaatan terhadap nilai-nilai untuk memupuk kemampuan membimbing bangsa ke pembaruan cara hidup (way of life) sesuai realitas yang ada serta aspirasi tentang masa depan yang masih hidup dalam diri bangsa. Pendidikan 27
Mohammad al-Thoumy, Pendidikan Antikorupsi Dan Multikulturalisme, http://www.uinjkt.ac.id/index.php/section-blog/28-artikel/65-pendidikan-multikultural-dan-upayaanti-korupsi.htm, hlm. 2. 28
Isnaini
Muallidin,
Koalisi
Antar
Umat
Beragama
Melawan
Korupsi,
http://www.komisiyudisial.go.id/Artikel/Koalisi%20Antar%20Umat%20Beragama%20M elawan%20Korupsi.pdf, hlm. 2. 26
nilai tidak berhenti pada pengenalan nilai-nilai, tetapi masih harus berlanjut ke pemahaman nilai-nilai, ke penghayatan nilai-nilai, dan ke pengamalan nilainilai. Hanya dengan siklus yang bulat seperti ini dapat diharapkan, pendidikan nilai akan dapat membawa bangsa ke kemampuan memperbarui diri.29 Dari tujuan pendidikan antikorupsi tersebut dapat dipahami tujuan pendidikan antikorupsi adalah menanamkan pemahaman dan perilaku antikorupsi. Jika merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.30 Atas dasar ini, signifikansi penyelenggaraan pendidikan antikorupsi lewat jalur pendidikan tidak dapat diabaikan potensinya sebagai salah satu cara untuk membudayakan antikorupsi di Indonesia. Dengan cara demikian diharapkan agar individu yang bagian dari masyarakat
berupaya
untuk
mendorong
generasi-generasi
mendatang
mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima ke sikap tegas menolak praktek korupsi. Dengan adanya pendidikan antikorupsi juga diharapkan membentuk kesadaran akan bahaya korupsi bagi negara, kemudian bangkit melawannya dan menjadi champion dalam pemberantasan korupsi serta menentang bentuk kemungkaran social, kejahatan kemanusiaan yang komunal dan melibatkan public tersebut dan juga berguna mempromosikan nilai-nilai kejujuran dan tidak mudah menyerah demi terwujudnya kebenaran haqiqi.
E. Urgensi Pendidikan Antikorupsi Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian individuindividu secara terus menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita 29
Mochtar Buchori, Pendidikan Antikorupsi, Kompas,4 Meret 2007.
30 Qodir dkk, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 13.
27
masyarakat. Ini adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Lebih lanjut, Prof. Schoorl dalam Sudarwan Danim31 menyatakan, bahwa praktik-praktik pendidikan merupakan wahana terbaik dalam menyiapkan SDM dengan derajat moralitas yang tinggi. Dengan
demikian,
internalisasi
nilai-nilai
antikorupsi
melalui
pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa (baca: peserta didik) dalam memajukan moral, pikiran dan tindakan untuk menentang praktek korupsi. Diluar itu, pemahaman mengenai dampak korupsi ini sangat penting untuk dipahami, karena dengan memahami dampak-dampak yang ditimbulkan oleh korupsi. Maka akan semakin memperbesar motivasi untuk memberantas korupsi dan pentingnya pendidikan antikorupsi. Pemahaman tentang dampak korupsi ini sangatlah penting karena hal ini akan menunjukan seberapa pentingkah pendidikan antikorupsi bagi masyarakat demi terwujudnya negara yang bersih dari budaya korupsi. Adapun dampak-dampak dari perbuatan praktek korupsi adalah sebagai berikuat: 1. Dampak budaya dan sosial. a. Hancurnya moralitas bangsa. b. Membiasakan masyarakat untuk bebuat korupsi. c. Memicu tindakan asocial dan asusila. 2. Dampak politik dan hukum. a. Terbentuknya pemerintahan yang dzalim. b. Penempatan pejabat yang tidak proporsional. c. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah rendah. d. Rendahnya kepercayaan terhadap aparat hokum. e. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kegiatan pemerintahan. 31
Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 63.
28
f. Buruknya pelayanan public bagi masyarakat. 3. Dampak ekonomi. a. Terpuruknya ekonomi dan macetnya kegiatan pembangunan. b. Krisis yang berkepanjangan. c. Ketergantungan kepada luar negeri dan hilangnya kemerdekan Negara. d. Naiknya harga barang. e. Rendahnya kesejahteraan masyarakat (masyarakat semakin miskin). f. Korupsi
menguntungkan
sebagian
memunculkan kesenjangan sosial.
kecil
golongan
sehingga
32
Berdasarkan deskripsi diatas, hal ini menunjukan bagaimana bahayanya praktek korupsi. Oleh karena itu upaya pencegahan korupsi melalui pendidikan merupakan basis urgensi dalam pendidikan nilai, moral agama. Secara filosofis korupsi hanya dipahami sebagai tindakan merusak (stabilitas nasional, etika, dan norma individu pelakunya) artikulasi nilai-nilai yang sudah mapan (established) dalam konstruksi sosial budaya masyarakat bahkan agama. Mendidik sendiri pada umumnya dipahami sebagai suatu cara untuk menyiapkan dan membantu seseorang untuk mencapai tujuan hidup,yaitu menjadi manusia utuh, sempurna dan bahagia. Secara lebih eksplisit pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia muda, membantu seseorang menjadi manusia yang berbudaya dan bernilai tinggi serta menjadi manusia yang bermoral, berwatak, bertanggung jawab dan bersosialitas. Sehingga dengan pendidikan, seseorang akan dibantu untuk menjadi manusia yang aktif dalam membangun hidup bermasyarakat dan berbangsa.33 Dengan demikian urgensi pendidikan antikorupsi adalah membantu individu (peserta didik) untuk menjadi manusia yang bermoral (aksiologis),
32
Ervyn Kaffah, Fiqih Korupsi Amanah Vs Kekuasaan, (NTB:SOMASI NTB, 2003), hlm.
321. 33
Bhayu Sulistiawan, Op.Cit, hlm. 96.
29
berwatak serta bertanggung jawab dalam rangka membangun hidup bermasyarakat dan berbangsa. Selain itu pentingnya pendidikan antikorupsi adalah menjadikan para generasi bangsa menjadi manusia yang berbudaya antikorupsi, berwatak antikorupsi,
bertanggung
jawab
terhadap
problematika korupsi,
dan
bersosialitas dalam upaya pencegahan korupsi. Karena disadari atau tidak, korupsi pasti juga dialami oleh para generasi muda. Pada saat tertentu generasi muda dapat menjadi korban korupsi, pelaku korupsi, atau ikut serta juga melakukan atau terlibat perkara korupsi, dan sangat mungkin pula menjadi pihak yang menentang korupsi. Signifikansi pendidikan dengan demikian harus mampu menjadikan diri peserta didik sebagai salah satu instrumen perubahan yang mampu melakukan empowerment (terhadap tindak korupsi) dan transformasi bagi masyarakat melalui berbagai program yang mencerminkan adanya inisiatif perbaikan sosial. Melalui pendekatan tersebut, berbagai bentuk pathologi sosial berupa penyimpangan praktik-praktik kehidupan sosial-kemasyarakatan seperti korupsi dapat dianalisis dan dicarikan alternatif solusinya. Dalam konteks tersebut, pendidikan harus juga dimaknai dan dimanfaatkan sebagai instrumen, selain harus mampu mentransformasikan nilai-nilai moral, pendidikan juga berfungsi melakukan social engineering guna membangun sosial religi yang efektif dan seimbang.34 Dari deskrepsi di atas pendidikan antikorupsi menjadi sangat penting dan di perlukan dalam membangun masyarakat yang sadar akan bahaya korupsi bagi kesejahteraan hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu melalui pendidikan antikorupsi diharapkan dapat membidik dan membentuk manusia yang berakhlak antikorupsi dan mengarahkan kehidupannya untuk kehidupan social yang baik serta meningkatkan kepedulian kita terhadap sesama agar mereka menjadi manusia pertama yamg menolak praktek korupsi. 34
Isnaini Muallidin, Op.Cit, hlm. 3.
30
BAB III TINJAUAN SURAT AN-NISA’ AYAT 58 Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw merupakan wahyu terakhir dan petunjuk bagi umat manusia. Isinya di antaranya adalah menyeru kepada akidah tauhid dan memberi petunjuk pada tingkah laku yang yang lurus dan benar demi kebaikan diri dan masyarakat untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam surat an-Nisa’ ayat 58 manusia diperintahkan untuk menunaikan amanat kepada pemiliknya baik kepada Allah SWT maupun manusia dan juga untuk berbuat adil dalam menetapkan hukum. A. Kandungan Surat An-Nisa’ Ayat 58
ﻮﺍﺤﻜﹸﻤ ﺗ ﺱ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺎ ﹺﻦ ﺍﻟﻨ ﻴﺑ ﻢ ﺘﻤ ﺣ ﹶﻜ ﻭﹺﺇﺫﹶﺍ ﺎﻠﻬﻫ ﺕ ﹺﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃ ﺎﺎﻧﻭﺍ ﺍﹾﻟﹶﺄﻣﺆﺩ ﺗ ﻢ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻛﹸﺮﻳ ﹾﺄﻣ ﻪ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﴾٥٨﴿ ﲑﺍ ﺼ ﺑ ﺎﻴﻌﺳﻤ ﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻪ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻢ ﹺﺑ ﻌﻈﹸﻜﹸ ﻳ ﺎﻌﻤ ﻪ ﹺﻧ ﺪ ﹺﻝ ﹺﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻌ ﺑﹺﺎﹾﻟ Artinya: ”Sesungguhnya Allah SWT menyuruh seseorang menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh seseorang) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya seseorang menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah SWT memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”1 Dari ayat di atas mempunyai maksud bahwa Allah SWT secara langsung menuntun dan memerintahkan seseorang menunaikan amanatamanat secara sempurna dan tepat waktu kepada ahliha, yaitu pemiliknya atau orang yang berhak menerimanya. Baik amanat Allah SWT kepada umatnya maupun amanat sesama manusia dan betapapun banyaknya amanat yang diserahkan kepada seseorang.2 Dari hal seperti ini dapat di ambil kesimpulan bahwa ketika seseorang menjadi seorang pejabat atau mendapat kepercayaan dari orang 1
Ahmad Sunarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989), hlm. 128.
2
Sayid Qutb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al, Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 307.
31
lain, seseorang harus menjaga kepercayaan tersebut sebaik-baiknya terlebih pada seorang pejabat, mereka mendapat amanat dari rakyat untuk menjadi seorang pemimpin yang jujur, adil dan tidak korupsi sehingga rakyat dapat hidup sejahtera dan penuh kedamaian karena dampak dari korupsi sangatlah menyengsarakan rakyat atau publik. Selain itu ayat ini juga mempunyai maksud bahwa Allah SWT juga menyuruh seseorang apabila menetapkan hukum diantara manusia, baik yang berselisih dengan manusia lain maupun tanpa perselisihan maka seseorang harus menetapkan putusan dengan adil sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Allah SWT, tidak memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya walaupun lawannya dan tidak pula memihak kepada temannya.3 Hal ini kaitannya dengan korupsi adalah jika seorang pelaku korupsi tidak di adili dengan seadil-adilnya maka akan menumbuhkan bibit-bibit baru para pelaku korupsi. Untuk itu keadilan adalah salah satu faktor terpenting dalam pemberantasan praktek korupsi. Ayat di atas menyuruh seseorang untuk menunaikan amanat kepada ahliha, yaitu pemiliknya dan ketika memerintahkan menetapkan hukum dengan adil, dinyatakannya apabila seseorang menetapkan hukum diantara manusia. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil itu ditujukan kepada manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanat maupun keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama, keturunan, atau ras. Ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan hal ini sungguh banyak. Salah satu di antaranya berupa teguran kepada nabi yang hampir saja terpedaya oleh dalih seorang muslim yang munafik yang bermaksud mempersalahkan seorang yahudi, dalam konteks inilah turun firmannya4:
ﲔ ﺋﹺﻨﺎﻟ ﹾﻠﺨ ﻦ ﺗ ﹸﻜ ﻭﻟﹶﺎ ﻪ ﻙ ﺍﻟﱠﻠ ﺍﺎ ﹶﺃﺭﺱ ﹺﺑﻤ ﺎ ﹺﻦ ﺍﻟﻨ ﻴﺑ ﻢ ﺤﻜﹸ ﺘﻟ ﻖ ﺤ ﺏ ﺑﹺﺎﹾﻟ ﺎﻜﺘ ﻚ ﺍﹾﻟ ﻴﺎ ﹺﺇﹶﻟﺰﹾﻟﻨ ﻧﺎ ﹶﺃﹺﺇﻧ ﴾١٠٥﴿ ﺎﻴﻤﺧﺼ 3 4
Ibid. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 2,(Ciputat: Lentera Hati, 2000), hlm. 458.
32
Artinya: Sesungguhnya kami Telah menurunkan Seseorangb kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya seseorang mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah SWT wahyukan kepadamu, dan janganlah seseorang menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat.5 Ayat di atas menjelaskan Allah SWT menunjukan kemarahan demi menegakan keadilan. Dengan diturunkannya Al-Qur’an kepada nabi untuk mengadili di antara manusia dengan apa yang telah diberitahukan oleh Allah SWT. Ayat ini menunjukan adanya larangan menjadi pembela orang-orang yang berkhianat dan diarahkannya supaya memohon ampun kepada Allah SWT atas pembelaan beliau terhadap orang yang berkhianat itu.6 Nabi pun seringkali mengingatkan pentingnya amanat, bahkan amanat itu sangat berkaitan dengan keimanan seseorang. Hal ini sesuai dengan sabda nabi saw:
ﻣﺎ,ﺰ ﺛﻨﺎ ﺍﺑﻮ ﻫﻼﻝ ﺛﻨﺎ ﻗﺘﺎﺩﻩ ﻋﻦ ﺍﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎ ﻟﻚ ﻗﺎﻝ ﺣﺪﺛﻨﺎﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﺣﺪﺛﲏ ﺍﰊ ﺛﻨﺎ ﻦ ﻳﺩ ﻭ ﹶﻻ ,ﻪ ﻧ ﹶﺔ ﹶﻟﻣﺎ ﻦ ﹶﻻ ﹶﺍ ﻤ ﻟ ﻤﺎ ﹶﻥ ﻳ ﹶﻻﹺﺇ:ﻢ ﺍﻻ ﻗﺎﻝ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻲ ﺍ ﺧﻄﺒﻨﺎ ﻧﱯ ﺍﷲ 7 ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ.ﻪ ﺪ ﹶﻟ ﻬ ﻋ ﻦ ﹶﻻ ﻤ ﻟ Artinya: “Tidak beriman (tidak sempurna iman) orang yang tidak menjaga amanah dan tidak beragama (tidak sempurna agama) seseorang yang tidak menepati janjinya.”(HR. Ahmad). Hadits di atas menjelaskan bahwa iman harus dibuktikan dengan sikap amanah dalam berinteraksi sosial. Tanpa sikap amanah, iman menjadi rusak sehingga rasa aman menjadi hilang. Jelasnya, jika kecurangan dan korupsi di semua lini, iman dan amanah sudah tidak ada, maka keamanan menjadi problem yang sulit dikendalikan. Akhirnya, kejahatan merajalela 5 Ayat Ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal Ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada nabi s.a.w. dan mereka meminta agar nabi membela Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, nabi sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi. ( lihat Tafsir Al Misbah Surat An-Nisa’ ayat 105) 6 Sayyid Quthb, Op. Cit, hlm. 108. 7 Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz III, (Beirut: Dar alFikr, t.th.), hlm. 166.
33
dan hukum pun tidak berdaya, karena jika amanah telah tiada, maka hukum dan keadilan bisa diperjual belikan. Selanjutnya, rusaklah tata kehidupan masyarakat dan sendi-sendi bangsa dan negara. Adapun dalam perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara manusia, Syyid Quthb mengatakan nash ini bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh di antara manusia, bukan keadilan di antara sesama kaum muslimin tetapi terkena untuk semua manusia, mukminin ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit putih ataupun berkulit hitam.8 Oleh karena itu, para pelaku korupsi baik itu teman ataupun kerabat harus mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya. Sebab, hal ini akan membuat para benih-benih calon pelaku korupsi berikutnya untuk jera melakukannya. Terkait dengan independensi pengadilan, ada satu contoh dari Umar ibn Khattab, seorang sahabat menuturkannya kepadanya akan maju ke pengadilan, untuk satu perkara perdata, dan menceritakan kasusnya. Sepulang dari sidang, ia memberitahu bahwa ia kalah. “kalau menurut aku, mestinya seseorang yang menang,” komentar Umar. Kalau begitu mengapa bukan keputusan bapak saja, ya Amirul Mukminin? “tidak bisa”, jawab sang Khalifah. Hakimnya Ali, bukan saya.9 Berdasarkan cerita di atas, yang berhak memutuskan orang dikatkan bersalah atau tidak adalah seorang hakim. Untuk itu, dalam menetapkan sebuah perkara harus memilih hakim yang amanat dan jujur. Karena sebuah keadilan adalah salah satu harga mati dalam membangun masyarakat yang sejahtera, aman dan adil. Selanjutnya, pada ujung ayat menghubungkan perintah itu dengan Allah SWT. Keserasian antara tugas-tugas, yaitu menunaikan amanatamanat dan memutuskan hukum dengan adil di antara manusia dengan keberadaan Allah SWT SWT sebagai zat “yang maha mendengar dan lagi maha melihat” memiliki relevansi yang jelas dan halus. Maka, Allah SWT 8
Sayyid Quthb, Op. Cit, hlm. 307. Syu’bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-Ayat Sosial-Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 60. 9
34
senantiasa mendengar dan melihat masalah-masalah keadilan dan amanat, sehingga akan menimbulkan rasa muraqabah, takut dan berharap kepadaNya. B. Asbabun Nuzul Surat An-Nisa’ Ayat 58 Agar diperoleh kejelasan tentang makna yang terkandung dalam ayat di atas, maka akan diberikan keterangan tentang sebab-sebab turunnya (asbab al-nuzul). Asbab al-Nuzul ialah, “Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.10 Dalam menjelaskan asbabun nuzul ini juga akan diterangkan mengenai munasabah ayat 58 surat an-Nisa; dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Setelah Allah SWT menerangkan ganjaran yang besar bagi orangorang yang beriman dan beramal sholeh. Kemudian Allah SWT pun menyeru kepada orang yang beriman untuk menyampaikan amanat dan menetapkan perkara diantara manauia dengan cara yang adil yang terdapat dalam surat anNisa’ ayat 58, dan dalam ayat berikutnya menerangkan untuk taat pada ulil amri. Menurut Ahmad Musthofa al-Maraghy, turunnya surat an-nisa’ ayat 58. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas : ketika menaklukan Makkah Rasulullah SAW. Memanggil Ustman bin Thalhah. Setelah datang, beliau bersabda, “perlihatkan kunci (kunci ka’bah) kepadaku”. Ketika Ustman mengulurkan tangannya, Abbas berdiri soraya berkata, “wahai Rasululllah, engkau di tebusi dengan bapak dan ibuku! Satukanlah ia dengan penyiram air untukku.” Maka ustman
membukakan
telapak
tangannya,
lalu
Rasululllah
bersabda,
“berikanlah kunci itu hai ustman!” ustman berkata, inilah amanat Allah SWT.” Beliau berdiri, lalu membuka Ka’bah. Kemudian keluar dari Ka’bah, lalu berthawaf di Baitullah itu. Kemudian Jibril turun memrintahkan supaya
10
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),
hlm. 89.
35
mengembalikan kunci itu. Lalu beliau memanggil Ustman bin Thalhah dan memberikan kunci kepadanya. Kemudian beliau membacakan ayat ini.11 Dari surat an-Nisa’ ayat 58 dapat dilihat bahwa kaum mu’minin diharuskan untuk menjalankan amanat yang berkaitan dengan urusan kaum banyak, terutama dalam menetapkan hukum yang paling adil diantara manusia. Amanat ini tentu saja tertuju kepada para pemimpin umat dan kalangan penguasa. Mereka adalah dua golongan manusia yang paling berperan dalam memegang kunci-kunci kemaslahatan orang banyak. Para penguasa diberi perintah sekaligus amanat oleh Allah SWT untuk berbuat adil dalam menetapkan keputusan sehingga tidak menghasilkan keputusan yang merugikan dan hanya menguntungkan segelintir pihak.12 Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa seorang pemimpin atau orang yang mendapat amanat baik dari rakyat atau orang lain seseorang tetap harus menjalankan amanat yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
C. Pendapat Para Mufasir Tentang Makna Surat An-Nisa’ Ayat 58 Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT sebagai pedoman dalam kehidupan umat manusia, agar mereka itu dapat memperoleh kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Namun, al-Qur’an ayat-ayatnya ada kalanya bersifat mujmal (global), ada pula yang bersifat tafsil (detail). Oleh karena itu, pemahamannya akan dapat paripurna jika melalui ulasan dan penjelasan dari para mufasir. Dengan penafsirannya tersebut baik secara tekstual maupun kontekstual, akan seseorang dapatkan jawaban secara tuntas terhadap permasalahan yang dihadapi manusia. Dalam kaitannya dengan pendidikan antikorupsi seperti yang dinyatakan dalam surat an-Nisa’ ayat 58, pendidikan antikorupsi sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa sebagaimana di jelaskan dalam bab sebelumya. Ayat ini sebagaimana diketahui diturunkan setelah fat11
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, terj. Hery Noer Aly, et.al., (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 115. 12 Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Diponegoro, 2002), hlm. 587.
36
hu makkah (pembebasan Makah), nabi memanggil ustman bin Thalhah untuk meminta kunci ka’bah. Ketika ustman akan menyerahkan kunci itu, berdirilah al-Abbas yang meminta kunci itu pada ustman. Maka nabi bersabda: berikan kunci itu kepadaku wahai ustman. Ustman berkata, inilah dia, amanat dari Allah SWT.13 Karena ayat ini menerangkan tentang amanat seseorang tidak boleh menyelewengkan amanat yang telah dibebankan pada seseorang. Diperintahkannya amanat di dalam menjalankannya, sebagaimana di jelaskan dalam tafsir munir karya Wahbah al-Zuhaili, amanat adalah sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, menurut adat manusia amanat adalah setiap seuatu orang yang mengambilnya dengan izin orang yang mempunyai. Dan amanat itu berkaitan dengan tanggungan pada Allah SWT atau manusia atau dirinya sendiri. Orang yang bias menjaga amanah dinamakan amin. Khafid, wafi (orang yang bias mendatangi), orang yang tidak bisa menjaga amanat dan menunaikannya dinamakan orang yang khianat.”14 Demikian halnya dalam Tafsir al-Qur’anul ‘Azhim karya Imam Abi Fad al- Hafizh Ibn Katsier al-Dimasqi yang dijelaskan sebagai berikut : “Allah SWT
memberitahu
bahwa
dia
memerintahkan
hamba-hambanya
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, sebagaimana sabda rasulullah: sampaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan janganlah engkau menghianati orang yang telah menghianatimu (riwayat Ahmad dan ahli sunnah) kata amanat dalam ayat ini menjangkau amanat yang dipesankan oleh Allah SWT kepada hamba-hambanya, seperti kewajiban sholat, zakat, puasa, pembayaran kaffarat, penunaian nadzar dan lain-lain amanat yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan hamba yang bersangkutan, dan amanat yang diterima oleh seseorang dari sesamanya seperti titipan-titipan yang disertai dengan atau tanpa bukti. Semuanya itu diperintahkan oleh Allah SWT agar ditunaikannya. Karena jika tidak akan di ambilnya dari padanya di hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: Tunaikanlah amanat-amanat itu kepada yang berhak menerimanya, sehingga kambing yang tidak bertanduk 13 14
Ibid, hlm. 584 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Munir, Juz V, (Beirut: Darul Fikr, tth), hlm. 121.
37
diberi hak membalas kambing yang bertanduk. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Mas’ud yang bercerita: “ucapan Syahadat menebus segala dosa kecuali amanat yang dikhianati.”15 Menurut Ahmad Musthofa al-Maraghi dalam tafsir al-Maraghi disebutkan ada macam-macam amanat: Pertama : amanat hamba dengan tuhannya, yaitu apa yang telah dijanjikan Allah SWT kepadanya untuk dipelihara, berupa melaksanakan segala perintahnya, menjauhi segala larangannya dan menggunakan segala perasaan dan anggota badannya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya dan mendekatkannya kepada Allah SWT. Di dalam atsar dikatakan, bahwa seluruh maksiat adalah khianat kepada Allah SWT. Kedua: Amanat hamba dengan sesame manusia, diantaranya adalah mengembalikan titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat dan manusia pada umumnya dan pemerintah. Termasuk dalam amanat ini adalah keadilan para umara’ terhadap rakyatnya, dan keadilan para ulama’ terhadap orang-orang awam dengan membimbing mereka kepada keyakinan dan pekerjaan yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat, seperti pendidikan yang baik, mencari rizki yang halal, memberikan nasehat dan hokum-hukum yang menguatkan keimanan, menyelamatkan mereka dari berbagai kejahatan dan dosa, serta mendorong mereka untuk melakukan kebaikan dan kebajikan. Seperti juga keadilan suami terhadap istrinya, seperti tidak menyebarkan rahasia masing-masing pihak, terutama rahasia khusus mereka yang biasanya tidak pantas diketahui orang lain. Ketiga: Amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti hanya memilih yang paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dan dunianya, tidak langsung mengerjakan hal yang berbahaya baginya di akhirat dan dunia, serta menghindarkan berbagai penyakit sesuai dengan pengetahuan dan petunjuk para dokter. Hal terakhir ini memerlukan 15
Imam Abi Fad al- Hafidh Ibn Katsier al- Dimasqi, Tafsir al- Qur’anul Azhim, Jilid I, (Beirut: Darul Fikr, tth), hlm. 475-476.
38
pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama pada waktu banyak tersebar penyakit dan wabah.16 Inilah tugas kaum muslimin sekaligus akhlak mereka, yaitu menunaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya. Amanatamanat itu sudah tentu dimulai dengan amanat yang terbesar, yaitu amanat yang dihubungkan Allah SWT dengan fitrah manusia, seperti melaksanakan perintah, menjahui segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh anggota badan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari amanat terbesar ini, munculah amanat-amanat lain yang diperintahkan Allah SWT untuk ditunaikan, di antaranya adalah amanat dalam bermuamalah sesama manusia dan menunaikan amanat kepada mereka, yaitu amanat dalam bermuamalah, amanat yang berupa titipan materi, amanat yang berupa kesetiaan rakyat kepada pemimpin dan kesetiaan pimpinan kepada rakyat. Inilah amanat-amanat yang diperintahkan Allah SWT untuk ditunaikan dan disebutkan di dalam nash ini secara global. Penyebab korupsi yang terlihat dalam al-Qur’an adalah karena sikap penghianatan yang masih melekat dalam diri seseorang. Itu berarti ada indikasi kurangnya sikap amanat dalam dirinya. Padahal amanat merupakan salah satu sikap inheren yang harus ditampilakan manusia dalam setiap aktivitas kehidupannya. Selain faktor amanat yang menyebabkan tindak korupsi, dalam surat an-Nisa’ ayat 58 juga menyebutkan faktor keadilan. Adapun dalam perintah agar memutuskan hukum dengan adil di atara manusia, maka nash ini bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh “di antara semua manusia”, bukan keadilan di antara sesama kaum muslimin tetapi kafirin, keadilan untuk teman ataupun lawan, orang berkulit putih ataupun hitam. Dalam tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthofa al-Maraghy disebutkan, untuk memutuskan perkara dengan adil memerlukan beberapa hal:
16
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz IV, (Beirut-Libanon : Dar alFikr, t.th), hlm. 70.
39
Pertama, memahami dakwaan dari si pendakwa dan jawaban dari si terdakwa, untuk mengetahui pokok persengketaan dengan bukti-bukti dari kedua orang yang bersengketa. Kedua, hakim tidak berat sebelah kepada salah satu pihak di antara kedua orang yang bersengketa. Ketiga, hakim mengerti tentang hukum yang telah digariskan oleh Allah SWT untuk memutuskan perkara di antara manusia berdasarkan contoh dari Al-kitab, sunnah maupun ijma’ umat. Keempat, mengangkat orang-orang yang mampu mengemban tugas hukum untuk menghukumi. Kaum muslimin telah di perintahkan supaya menegakkan keadilan dalam hukum, perkataan, perbuatan dan akhlak.17 Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ketegasan hukum merupakan salah satu faktor dari penanggulangan tindakan korupsi, dengan kata lain hukum yang berlaku dalam masyarakat harus tegas dan memiliki keadilan hukum. Setiap perkara yang memerlukan keputusan yang adil harus di serahkan kepada hakim. Kemudian seorang hakim berhak memutuskan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Oleh sebab itu, hakim harus memutuskan dengan tegas dan adil berdasarkan aturan-aturan hukum yang tegas pula. Lemah tidaknya penerapan dan pelaksanaan hukum tergantung kepada pihak pelaksana hukum, yakniu lembaga yang terlibat langsung dalam pembentukan, penerapan dan pelaksanaan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pengacara. Para penegak hukum ini harus mempertaruhkan status untuk mencegah masuknya kelompok mafia-mafia peradilan, di mana mereka akan berupaya melemahkan hukum dengan melakukan tindakan yang berindikator pemberian surat sakit, pemerasan, vonis yang tidak bisa dieksekusi, makelar perkara, pengaburan perkara, pengaturan majlis yang menguntungkan, pemalsuan vonis, penyuapan dan sebagainya.18
17 18
Ibid, hlm. 71. Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 123.
40
Semua teknik kejahatan mafia peradilan ini akan merusak citra lembaga peradilan yang diharapkan mampu memberikan rasa keadilan hukum kepada masyarakat. Jika lembega penegak hukum ini tidak melakukan tindakan preventif terhadap masuknya mafia peradilan, maka hukum akan menjadi lemah walaupun mempunyai konsep dan manajemen yang utuh. Dengan demikian, bisa dibayangkan bahwa pelaku-pelaku korupsi akan berjalan dengan mulus di setiap sudut jalan.
41
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58
Pengadaan pendidikan di dalam kehidupan tak terkecuali pendidikan antikorupsi terkait dengan harapan perubahan berarti dalam kehidupan ini. Dengan diberikannya pendidikan antikorupsi kepada seseorang, mengait dengan harapan berupa peningkatan kepekaan moral yang bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan menghayati nilai-nilai di dalam berbagai pendidikan, akan tercipta manusia-manusia yang mempunyai kepekaan dalam memandang kejujuran sehingga membawa manfaat bagi kelangsungan hidup dan orang lain, sejak pemahaman mengenai nilai, unsur-unsur, dan cakupan nilai-nilainya. A. Pemahaman Nilai Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58 Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi petunjuk Allah SWT bagi umat manusia; karena itu subyek utamanya adalah pengkajian terhadap manusia serta bentuk-bentuk kehidupan sosialnya. Agar petunjuk ini mencapai sukses, maka hal yang paling penting ialah bahwa petunjuk itu harus mengandung pengetahuan yang bersifat menyeluruh mengenai masalahmasalah social manusia, wataknya, tradisi-tradisi sosial, moral dan agama, nilai-nilai dan cara hidup mereka.1 Dalam al-Qur’an telah dijelaskan bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku di bumi ini, dan bagaimana ia menjalankan amanah dan berbuat adil dari Allah SWT. Surat an-Nisa’ ayat 58 yang di antara intinya adalah
menganjurkan
manusia
untuk
tidak
menyalahgunakan
atau
menyelewengkan amanat serta perintah berbuat adil. Begitu pentingnya untuk menjalankan amanat dan berbuat adil itu sehingga Allah SWT memfirmankan dalam ayat al-Qur’an, yang dengan firman tersebut manusia diharapkan mampu memahami maksud dan 1
Afzalur Rahman, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Terj. HM. Arifin, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), Cet. II, hlm. 293.
42
kandungan dari ayat itu. Nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 58, yaitu diberikannya kita perintah dan teguran untuk menjalankan amanat dan berbuat adil. Perintah dan teguran tersebut ada karena melihat fenomena kehidupan yang kadang mengabaikannya. Ibnu Taimiyah dalam komentarnya mengenai surat an-Nisa’ ayat 58 di atas menyebutkan, “Wahai para pemimpin Muslim, Allah memerintahkan kepada
kalian
untuk
berlaku
amanat
dalam kepemimpinan
kalian,
tempatkanlah sesuatu pada tempat dan tuannya, jangan pernah mengambil sesuatu kecuali Allah mengizinkannya, jangan berbuat zalim, berlaku adil adalah keharusan dalam menetapkan keputusan hukum di antara manusia. Semua ini adalah perintah Allah yang ditetapkan dalam Alquran dan Sunnah. Jangan pernah melanggarnya, karena itu perbuatan dosa.”2 Dalam pendidikan antikorupsi sikap amanah dan berlaku adil sangatlah erat kaitannya. Salah satu contoh dari amanat adalah berlaku adil. Bila manusia telah mengingkari keadilan dan tidak berlaku adil dalam kehidupan di dunia ini, maka akan menyebabkan terdholiminya manusia yang lain akibat ketidakadilan sebagian manusia tersebut. Terdholiminya sebagian manusia oleh sebagian yang lain, mengakibatkan penderitaan, kesengsaraan sebagian yang lain dan kelebihan atau kelapangan (baik harta, kedudukan dan kesempatan) bagi sebagian yang lain oleh perbuatan tidak adilnya tersebut, serta terlanggarnya hak sebagian yang lain terhadap sebagian yang lainnya (yang berbuat tidak adil atau tidak memegang amanat). Begitu bahayanya tindakan penyelewengan dan sikap tidak adil dalam memutuskan perkara, maka pemerintah Indonesia telah mengaturnya di dalam undang-undang tindak pidana korupsi tahun 2009 yang di antaranya sebagai berikut:3
2
Syafii Ma’arif, Al-Qur’an berbicara keadilan dan amanat, http://www.cmm.or.id/cmmind_more.php?id=2012_0_3_70_M15, hlm. 1. 3
http://www.kpk.go.id/modules/edito/content.php?id=30
43
Pasal 17 Penggelapan, Penyalahgunaan, atau Penyimpangan Lain Kekayaan Oleh Pejabat Publik Negara pihak wajib mengambil tindakan-tindakan legislatif dan lainnya yang perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan, jika dilakukan dengan sengaja, penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat publik untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan orang atau badan lain, terhadap kekayaan, dana atau sekuritas publik atau swasta atau barang lain yang berharga yang dipercayakan kepadanya karena jabatannya. Pasal 19 Penyalahgunaan Fungsi Negara pihak wajib mempertimbangkan untuk mengambil tindakan-tindakan legislatif dan lainnya yang perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan, jika dilakukan dengan sengaja, penyalahgunaan fungsi atau jabatan, dalam arti, melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu perbuatan, yang melanggar hukum, oleh pejabat publik dalam pelaksanaan tugasya, dengan maksud memperoleh manfaat yang tidak semestinya untuk dirinya atau untuk orang atau badan lain. Bab IV
Susunan Pengadilan Pasal 11 Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berpengalaman menjadi Hakim sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun; b. berpengalaman menangani perkara pidana;
44
c. jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi yang baik selama menjalankan tugas; d. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dan/atau terlibat dalam perkara pidana; e. memiliki sertifikasi khusus sebagai Hakim tindak pidana korupsi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung; dan f. telah melaporkan harta kekayaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI Hukum Acara Pasal 25 Pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Pasal 26 (1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang hakim, terdiri dari hakim karier dan hakim ad hoc. (2) Dalam hal majelis hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang hakim, maka komposisi majelis hakim adalah 3 (tiga) banding 2 (dua) dan dalam hal majelis hakim berjumlah 3 (tiga) orang hakim, maka komposisi majelis hakim adalah 2 (dua) banding 1 (satu). (3) Penentuan mengenai jumlah dan komposisi majelis hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh ketua pengadilan masingmasing atau ketua mahkamah agung sesuai dengan tingkatan dan kepentingan pemeriksaan perkara kasus demi kasus.
45
(4) Ketentuan mengenai kriteria dalam penentuan jumlah dan komposisi majelis hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan mahkamah agung. Berdasarkan undang-undang di atas seseorang harus menjalankan amanat dan berbuat adil dalam menjalankan kehidupan ini seperti menghukum para pelaku korupsi dengan seadil-adilnya dan seharusnya para pejabat negara baik dari tingkat legislatif maupun daerah bersikap jujur dalam menjalankan amanat dari rakyat. Tindakan semacam ini akan menciptakan kondisi masyarakat yang aman dan jauh dari kriminalitas. Jika tidak, tentulah struktur masyarakat terancam kacau, galau, terusik dan hilang rasa tenang dan tentram sehingga dampaknya pada tindak kriminal. Namun, dengan adanya rasa tanggung jawab bersama bisa menegakkan kasih sayang sesama dan samasama saling membutuhkan. Oleh karena itu, dalam setiap kehidupan masyarakat, baik itu masyarakat yang masih tergolong sederhana, maupun masyarakat yang sudah maju, senantiasa menginginkan kehidupan yang tertib dan aman dalam kehidupannya. Berbagai aspek perilaku korupsi setiap kali dapat dijumpai dalam kehidupan masyarakat yang menunjukkan suatu fenomena yang tetap, meskipun dalam kehidupan itu selalu menuntut perubahan-perubahan demi kepentingan tertentu. Dengan itu, akan muncul manusia-manusia yang memahami dan mengerti akan kehidupan yang sedang dijalani, juga nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam kehidupan, seperti dalam surat anNisa ayat 58 yang perlu teraplikasikan dalam kehidupan ini. Karena, dengan memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut, dapat diharapkan tidak akan munculnya masalah-masalah korupsi yang sangat mengkhawatirkan dan meresahkan masyarakat, justru akan dikembangkan sikap-sikap yang tepat yang dapat memberikan kebaikan untuk masyarakatnya.
46
B. Unsur Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58 Dalam surat an-nisa’ ayat 58 ini terdapat unsur yang penting yaitu moralitas. Karena unsur yang ada dalam ayat ini adalah sikap untuk tidak menyalahgunakan amanat maka secara otomatis unsur tersebut terkait dengan sikap kejujuan seseorang. Seorang Muslim dituntut untuk selalu dalam keadaan benar lahir-bathin, meliputi: benar-hati (shidq al-qalb), benarperkataan (shidq al-hadîts), serta benar-perbuatan (shidq al-‘amâl). Benar dalam ketiga hal tersebut akan menuntun pada perilaku yang sesuai dengan “kebenaran” agama Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan kejujuran dan kebenaran. Betapa tingginya nilai kejujuran ini, sampai-sampai Muhammad saw, sejak sebelum diangkat sebagai rasul, ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan amanah. Kejujurannya dikenal oleh seluruh masyarakatnya , sehingga ia digelari dengan al Amien, artinya orang yang jujur dan sama sekali tidak pernah bohong. Kejujuran menjadi sendi atau pilar dan bahkan pintu masuk menjadi Islam. Oleh karenanya Rasulullah SAW memerintahkan kepada setiap Muslim untuk selalu menjaga diri dalam sikap “shidiq’ serta melarang umatnya berbohong, karena setiap kebohongan akan membawa kepada kejahatan.4 Salah satu ciri orang yang shidiq adalah selalu berkata benar, menepati janji, menjalankan amanah, serta menampilkan diri seperti keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian, orang yang shidiq tidak mungkin melakukan korupsi, karena di dalam perilaku korupsi pasti ada kebohongan atau ketidak benaran, baik secara hati, perkataan maupun perbuatan. Dalam pandangan Islam sikap penyelewengan atau ketidakjujuran termasuk perbuatan tercela yang hanya akan menyeret manusia kepada kemungkaran dan kejahatan. Kebohongan merupakan suatu sifat yang
4
Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 120.
47
bcenderung menghalalkan segala cara serta cenderung merugikan orang lain.5 Rasulullah saw bersabda:
ﷲ ُ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﷲ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِ ﺪ ﺍ ﺒﻋ ﻦ ﻋ ﻴ ﹴﻖﻘ ﺷ ﻦ ﻋ ﻤﺶ ﻋ ﺎ ﺍ ﹶﻻﺪ ﹶﺛﻨ ﺣ ﺐ ﻳ ﹴﺮ ﻮ ﻛﹸ ﺑﺎ ﹶﺍﺪ ﹶﺛﻨ ﺣ ﺪﻯ ﻬ ﻳ ﺮ ﺍ ﱠﻥ ﺍﹾﻟﹺﺒﻭ ﺍﹶﻟﻰ ﺍﹾﻟﹺﺒ ّﹺﺮ ﺪﻯ ﻬ ﻳ ﻕ ﺪ ﺼ ّ ﺎ ﱠﻥ ﺍﻟﻕ ﹶﻓ ﺪ ﹺ ﺼ ّ ﻢ ﹺﺑﺎﻟ ﻴ ﹸﻜﻋﹶﻠ ﻢ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻲ ﺍ ﻳ ﹰﻘﺎﺪّ ﺻ ﷲ ِ ﺪﺍ ﻨﻋ ﺐ ﺘﻳ ﹾﻜ ﺘﻰﺣ ﻕ ﺪ ﺼ ّ ﺮﻯ ﹶﺍﻟ ﺤ ﺘﻳﻭ ﻕ ﺪ ﺼ ﻳ ﺟ ﹸﻞ ﺮ ﺰﺍ ﹸﻝ ﹶﺍﻟ ﻳ ﻣﺎ ﻭ ﺔ ﻨﺠ ﺍﹶﻟﻰ ﺍﹾﻟ ﻣﺎ ﻭ ﻨﺎ ﹺﺭﺍﹶﻟﻰ ﺍﻟ ﺪﻯ ﻬ ﻳ ﺭ ﻮ ﺠ ﺍ ﱠﻥ ﺍﹾﻟ ﹸﻔﻭ ﻮ ﹺﺭ ﺠ ﺍﹶﻟﻰ ﺍﹾﻟ ﹸﻔ ﺪﻯ ﻬ ﻳ ﺏ ﺬّ ﺎ ﱠﻥ ﺍﹾﻟ ﹶﻜﺏ ﹶﻓ ﺬ ﻭﺍﹾﻟ ﹶﻜ ﻢ ﻳﺎ ﹸﻛﺍﻭ 6 (ﺑﺎ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢﷲ ﹶﻛ ﱠﺬﺍ ِ ﺪ ﺍ ﻨﻋ ﺐ ﺘﻳ ﹾﻜ ﺘﻰﺣ ﺏ ﺬّ ﺮﻯ ﹶﺍﹾﻟ ﹶﻜ ﺤ ﺘﻳﻭ ﺏ ﺬ ﻳ ﹾﻜ ﺟ ﹸﻞ ﺮ ﺰﺍ ﹸﻝ ﹼﺍﻟ ﻳ “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena berlaku jujur membimbing kepada kebajikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan berusaha mempertahankan/mencari kejjuran, maka dia dicatat Allah sebagai shadiq (orang yang jujur). Dan hindarilah olehmu dusta, karena sesungguhnya dusta itu membimbing kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan mempertahankan kedustaan, maka dicatat Allah sebagai kadzdzab (si pendusta atau si pembohong)”. Hadist di atas menerangkan kepada seseorang akan keagungan sikap jujur dalam kehidupan. Kejujuran itu besar nilai kebaikannya serta membawa resiko yang sangat tinggi. Tidak sedikit orang yang bersikap jujur selalu memperoleh perlawanan atau ancaman dari orang yang senang berbuat dosa. Kejujuran dalam kehidupan nyata bahkan harus di tebus dengan kematian. Tidak aneh rasanya jika dalam kehidupan bernegara dan beragama sikap jujur jarang dan bahkan tidak ditemukan. Salah satu bentuk kebohongan yang sangat dicela adalah khianat dan khianat adalah sejelek-jelek sifat bohong. dari segi pengkhianatan, korupsi merupakan salah satu bentuk pengkhianatan yang berat yang telah menyelewengkan nilai-nilai Islam. Korupsi (dalam arti pengkhianatan dari amanah yang telah dititipkan) merupakan tindakan yang tercela dan dilarang 5
Sholeh So’an, Moral Penegak Hukum Di Indonesia, (Bandung:Agung Ilmu,2004), hlm.
98. 6
Imam Muslim, Shahih Muslim, jilid II(Beirut: Dar al-Fikr,1992), hlm. 534 (hadist nomor 103-105).
48
oleh Allah SWT. Hal tersebut disinyalir dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfal/8: 27:
ل َو َﺗﺨُﻮﻧُﻮا َأﻣَﺎﻧَﺎ ِﺗ ُﻜ ْﻢ َوَأ ْﻧ ُﺘ ْﻢ َ ﻦ َﺁ َﻣﻨُﻮا ﻟَﺎ َﺗﺨُﻮﻧُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ وَاﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ن َ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah SWT dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” Ayat di atas menjelaskan agar seseorang tidak menghianati Rasulullah SAW dan segala sesuatu yang yang berada dalam genggaman manusia adalah amanat Allah SWT. Agama adalah amanat Allah SWT, bumi dan segala isinya adalah amanat-Nya, keluarga dan anak-anak adalah amanat-Nya bahkan jiwa dan raga masing-masing manusia bersama potensi yang melekat pada dirinya adalah amanat Allah SWT. Semua harus di pelihara dan di kembangkan.7 Oleh karena itu seseorang tidak boleh menyelewengkan atau berbohong terhadap segala apa yang telah di amanatkan oleh Allah SWT, karena pada dasarnya seorang pelaku korupsi di dalam dirinya tidak terdapat sifat kejujuran. Kejujuran merupakan derajat kesempurnaan manusia tertinggi dan seseorang tidak akan berlaku jujur kecuali dia memiliki jiwa yang baik, hati yang bersih, pandangan yang lurus, sifat yang mulia, lidah yang bersih, dan hati yang diliputi oleh keimanan, keberanian dan kekuatan. Kejujuran menurut syaih abdul qadir jailani memiliki kedudukan yang tinggi dan merupakan tiangnya perkara. Dalam hal ini beliau berkata, ketahuilah bahwa kejujuran adalah tiang segala masalah, kesempurnaan dan ketertibannya. Kejujuran adalah derajat kedua setelah kenabian seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam surat an-Nisa’:698
7
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol4,(Ciputat: Lentera Hati, 2000), hlm. 423.
8
Abu Fida’ Ab dur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi (Jakarta: Republika, 2006), hlm. 152.
49
ﻦ َ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒﻴﱢﻴ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِﻣ َ ﻦ َأ ْﻧ َﻌ َﻢ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻚ َﻣ َﻊ اﱠﻟﺬِﻳ َ ل َﻓﺄُوَﻟ ِﺌ َ ﻄ ِﻊ اﻟﱠﻠ َﻪ وَاﻟ ﱠﺮﺳُﻮ ِ ﻦ ُﻳ ْ َو َﻣ ﻚ َرﻓِﻴﻘًﺎ َ ﻦ أُوَﻟ ِﺌ َﺴ ُﺣ َ ﻦ َو َ ﺸ َﻬﺪَا ِء وَاﻟﺼﱠﺎِﻟﺤِﻴ ﻦ وَاﻟ ﱡ َ ﺼﺪﱢﻳﻘِﻴ وَاﻟ ﱢ “Dan barangsiapa yang mentaati Allah SWT dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah SWT, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” Berdasarkan deskripsi di atas, kejujuran termasuk penyempurnaan iman
seseorang
dan
pelengkap
keislamannya,
karena
Allah
SWT
memerintahkan kepadanya, dan memuji orang-orang yang jujur. Jika diimplementasikan dalam kehidupan nyata saat ini, misalnya ada seorang siswa menanyakan tentang ajaran Islam yang pokok dan harus dilakukam kepada gurunya,, maka guru semestinya menjawab bahwa Islam adalah kejujuran, maka jangan berbohong, jangan menyontek, karena tindakan itu adalah tindakan kebohongan. Demikian pula jika seorang pegawai menanyakan hal yang sama kepada ustadznya, maka seharusnya ia menjawab bahwa Islam mengajarkan, kejujuran maka jangan korupsi. Sama juga jika seorang pedagang menanyakan tentang Islam, maka ustadz atau siapa saja, seyogyanya menjawab bahwa mencari rizki harus memilih yang halal, sebagai seorang Islam jangan bohong dalam melakukan jual beli. Begitu pula, orang-orang yang kebetulan mendapat amanah di mana saja, apakah sebagai guru, dosen, kepala sekolah, rektor, lurah, camat, bupati/wali kota, gubernur, menteri, hakim, jaksa, kepala bank, sampai presiden dan bahkan siapa saja, jika ingin menyandang identitas sebagai seorang penganut Islam, maka seharusnya mereka tidak bohong artinya tidak korupsi. Sebab, bersikap tidak korupsi seharusnya dijadikan identitas seorang muslim. Rasulullah saw. bersabda tentang pentingnya arti kejujuran:
ﺙ؛ ﻼ ﹲ ﻓ ﹺﻖ ﹶﺛ ﹶﺎﻳﺔﹸ ﹾﺍ ﹸﳌﻨ ﺁ:ﻋﻦ ﺃﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ 9
.ﺎ ﹶﻥﻦ ﺧ ﻤ ﻭﹺﺇﺫﹶﺍ ﺃﹾﺋﺘ ,ﻒ ﺧﹶﻠ ﺪ ﹶﺃ ﻋ ﻭ ﻭﹺﺇ ﹶﺫ ,ﺏ ﺙ ﹶﻛ ﹶﺬ ﺪ ﹶ ﺣ ﹺﺇﺫﹶﺍ
9
Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H/ 2000 M), hlm. 14.
50
“Dari Abi Hurairah dari Nabi . bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berjanji ingkar, jika dipercaya berkhianat”. (HR. Bukhari). Hadis ini sangat tegas dan lugas, bahwa kejujuran, keterbukaan, dan tanggungjawab adalah tanda-tanda pokok keimanan yang harus dipelihara. Tanpa ketiga hal tersebut, walaupun telah banyak beribadah ritual, seseorang layak disebut munafik. Betapa banyak orang berjanji ketika kampanye politik, bersumpah ketika hendak memangku sebuah jabatan, berpidato berapi-api dalam sambutan pelantikan, tetapi semuanya hanya tinggal janji, sumpah palsu dan omong-kosong. Kursi kekuasaan seringkali membuat orang lupa pada janji dan sumpah jabatan yang disaksikan orang banyak serta disaksikan Allah SWT. Harta berlimpah seringkali membutakan mata, menulikan telinga, dan menumpulkan akal budi, sehingga kepercayaan publik yang dibangun sejak lama pun dikorbankan. Agama islam memberi pegangan untuk memilih pimpinan yaitu siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (professional), dan fathonah (cerdas). Sebuah kehancuran bangsa diakibatkan oleh korupsi, akibat oleh pemimpin yang cerdas, professional tetapi tidak dapat di percaya dan tidak jujur. Maka, salah satu langkah yang tepat untuk mencegah korupsi adalah memberi pendidikan antikorupsi yang intinya mendidik anak bangsa menjadi jujur terhadap diri sendiri, masyarakat dan tuhan.10 C. Bentuk Nilai Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa Ayat 58 1. Menjaga amanah Kata amanah berasal dari kata Amuna, ya’munu, amnan, amanatan atau dengan mengikuti wazan/struktur kata af ’ala menjadi amanah. Secara bahasa, “amanah” berarti “titipan”.11 Dalam kamus bahasa 10
Dharmawan, Jihad Melawan korupsi, (Jakarta:PT Kompas Media Nusantara, 2005),
hlm. 135. 11
A.W. Munawir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap (Krapyak: PP alMunawwir, 1984), hlm. 44-45.
51
Indonesia, amanat adalah sesuatu yang di percayakan; titipan atau pesan.12 Sedangkan “amanah” dalam pengertian istilah dapat dipahami dalam lima pengertian, sebagaimana yang terdapat di dalam kandungan al-Qur’an:13 Pertama,
kata
amanah
dikaitkan
dengan
larangan
menyembunyikan kesaksian atau keharusan memberikan kesaksian yang benar. Hal tersebut termaktub dalam QS. Al-Baqarah/2: 283:
ﻦ َ ن َأ ِﻣ ْ ﺿ ٌﺔ َﻓِﺈ َ ن َﻣ ْﻘﺒُﻮ ٌ ﺠﺪُوا آَﺎ ِﺗﺒًﺎ َﻓ ِﺮهَﺎ ِ ﺳ َﻔ ٍﺮ َوَﻟ ْﻢ َﺗ َ ﻋﻠَﻰ َ ن ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ ْ َوِإ ﻖ اﻟﱠﻠ َﻪ َرﺑﱠ ُﻪ َوﻟَﺎ َﺗ ْﻜ ُﺘﻤُﻮا ِ ﻦ َأﻣَﺎ َﻧ َﺘ ُﻪ َو ْﻟ َﻴ ﱠﺘ َ ﻀ ُﻜ ْﻢ َﺑ ْﻌﻀًﺎ َﻓ ْﻠ ُﻴ َﺆ ﱢد اﱠﻟﺬِي ا ْؤ ُﺗ ِﻤ ُ َﺑ ْﻌ ﻋﻠِﻴ ٌﻢ َ ن َ ﻦ َﻳ ْﻜ ُﺘ ْﻤﻬَﺎ َﻓِﺈﱠﻧ ُﻪ َﺁ ِﺛ ٌﻢ َﻗ ْﻠ ُﺒ ُﻪ َواﻟﻠﱠ ُﻪ ِﺑﻤَﺎ َﺗ ْﻌ َﻤﻠُﻮ ْ ﺸﻬَﺎ َد َة َو َﻣ اﻟ ﱠ Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah SWT Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Kedua,
kata
amanat
dihubungkan
dengan
keadilan
atau
pelaksanaan hukum secara adil, Allah SWT berfirman:
س ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ َ ﺣ َﻜ ْﻤ ُﺘ ْﻢ َﺑ ْﻴ َ ت ِإﻟَﻰ َأ ْهِﻠﻬَﺎ َوِإذَا ِ ن ُﺗ َﺆدﱡوا ا ْﻟَﺄﻣَﺎﻧَﺎ ْ ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻳ ْﺄ ُﻣ ُﺮ ُآ ْﻢ َأ ِإ ﱠ ﺳﻤِﻴﻌًﺎ َ ن َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ آَﺎ ﻈ ُﻜ ْﻢ ِﺑ ِﻪ ِإ ﱠ ُ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ِﻧ ِﻌﻤﱠﺎ َﻳ ِﻌ ل ِإ ﱠ ِ ﺤ ُﻜﻤُﻮا ﺑِﺎ ْﻟ َﻌ ْﺪ ْ ن َﺗ ْ َأ َﺑﺼِﻴﺮًا “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”(Q.S An-Nisa’:58)
12
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 30. 13
Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Diponegoro, 2002), hlm. 585.
52
Ketiga, kata “amanah” dikaitkan dengan sifat khianat sebagai lawan katanya. Ayat al-Qur’an dalam surat Al-Anfal/8 ayat 27 berbunyi:
ل َو َﺗﺨُﻮﻧُﻮا َأﻣَﺎﻧَﺎ ِﺗ ُﻜ ْﻢ َوَأ ْﻧ ُﺘ ْﻢ َ ﻦ َﺁ َﻣﻨُﻮا ﻟَﺎ َﺗﺨُﻮﻧُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ وَاﻟ ﱠﺮﺳُﻮ َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ن َ َﺗ ْﻌَﻠﻤُﻮ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah SWT dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” Keempat, kata “amanah” dikaitkan dengan salah satu sifat manusia yang mampu memelihara kemantapan ruhaninya, kemudian dihubungkan dengan janji. QS. Al-Ma’arij/70: 32:
ن َ ﻋ ْﻬ ِﺪ ِه ْﻢ رَاﻋُﻮ َ ﻦ ُه ْﻢ ِﻟَﺄ َﻣﺎﻧَﺎ ِﺗ ِﻬ ْﻢ َو َ وَاﱠﻟﺬِﻳ Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” Kelima, kata amanat di terjemahkan dalam pengertian yang sangat luas, baik sebagai tugas keagamaan maupun tugas kemanusian. Allah SWT berfirman:
ن ْ ﻦ َأ َ ل َﻓَﺄ َﺑ ْﻴ ِ ﺠﺒَﺎ ِ ض وَا ْﻟ ِ ت وَا ْﻟَﺄ ْر ِ ﺴﻤَﺎوَا ﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ َ ﺿﻨَﺎ ا ْﻟَﺄﻣَﺎ َﻧ َﺔ ْ ﻋ َﺮ َ ِإﻧﱠﺎ ﺟﻬُﻮﻟًﺎ َ ﻇﻠُﻮﻣًﺎ َ ن َ ن ِإﻧﱠ ُﻪ آَﺎ ُ ﺣ َﻤَﻠﻬَﺎ ا ْﻟِﺈ ْﻧﺴَﺎ َ ﻦ ِﻣ ْﻨﻬَﺎ َو َ ﺷ َﻔ ْﻘ ْ ﺤ ِﻤ ْﻠ َﻨﻬَﺎ َوَأ ْ َﻳ “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” Secara simplistik, amanah adalah memelihara titipan dan mengembalikan kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan secara luas amanah mencakup dalam banyak hal, seperti: menyimpan rahasia orang, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain sebagainya. Kaitannya dengan korupsi, jelas bahwa tindakan korupsi adalah suatu perilaku penyimpangan atau penyelewengan amanah yang telah dititipkan kepada pelaku korupsi. Salah
53
satu bentuk amanah adalah konsisten atau tidak menyalahgunakan jabatan. Terlebih jika bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, famili atau kelompok seperti tampak pada tindakan korupsi termasuk perbuatan tercela yang melanggar amanah. Dengan demikian, nilai-nilai amanah merupakan nilai signifikan yang telah diselewengkan oleh tindakan korupsi. Semua tindakan korupsi dimulai dari penyalahgunaan amanah (abuse
of
trust),
yang
menjalar
menjadi
penyalahgunaan
kekuasaan/wewenang (abuse of power), baik dalam urusan individu maupun publik. Amanah diyakini sebagai benteng antikorupsi yang sangat kuat. Jika benteng amanah telah rusak, maka yang lain pun akan rusak. Begitu pentingnya sifat amanah sehingga Allah SWT berfirman dalam alQur’an surat Al-Ahzab ayat 72:14
ن ْ ﻦ َأ َ ل َﻓَﺄ َﺑ ْﻴ ِ ﺠﺒَﺎ ِ ض وَا ْﻟ ِ ت وَا ْﻟَﺄ ْر ِ ﺴﻤَﺎوَا ﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ َ ﺿﻨَﺎ ا ْﻟَﺄﻣَﺎ َﻧ َﺔ ْ ﻋ َﺮ َ ِإﻧﱠﺎ ﺟﻬُﻮﻟًﺎ َ ﻇﻠُﻮﻣًﺎ َ ن َ ن ِإﻧﱠ ُﻪ آَﺎ ُ ﺣ َﻤَﻠﻬَﺎ ا ْﻟِﺈ ْﻧﺴَﺎ َ ﻦ ِﻣ ْﻨﻬَﺎ َو َ ﺷ َﻔ ْﻘ ْ ﺤ ِﻤ ْﻠ َﻨﻬَﺎ َوَأ ْ َﻳ Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,” Dalam buku ayat-ayat korupsi karya Hakim Muda Harahap di jelaskan. Amanah terbagi dalam tiga bentuk:15 1. Amanah manusia yang berhubungan dengan tuhan Artinya manusia memperoleh amanah dari tuhan dalam bentuk perintah dan larangan, dimana manusia harus menjalankannya. Penyerahan amanah kepada manusia dari tuhan dimaksudkan untuk mengangkat derajat manusia ke posisi lebih tinggi dari makhluk lain sepanjang amanah dapat ditunaikan dengan baik. Dan sebaliknya
14
Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 121.
15
Ibid, hlm. 121.
54
derajat manusia akan turun keposisi lebih rendah dari binatang bila amanah diabaikan. 2. Amanah manusia dengan manusia. Artinya amanah yang diperoleh manusia dari manusia lainnya. Dalam bentuk hubungan horizontal ini bias terjadi penyerahan kepercayaan seseorang kepada orang lain yang berhak menjalankannya. Amanah menjadi
jaminan
terpeliharanya
keselamatan
hubungan
kemasyarakatan dan kenegaraan. Keselamatan Negara dan bangsa terjamin karena pemerintah mengemban dengan baik amanah politik pemerintahan. Terabaikannya amanah akan merusak hubungan social dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Dalam kaitan ini, demi terpeliharanya hubungan yang harmonis antara sesame manusia, seseorang yang diberi amanah harus dapat memelihara dan menjaga amanah itu. Dalam arti luas, seseorang yang diberi amanahsebuah jabatan penting dalam pemerintahan harus menjaga dan memelihara jabatan agar tidak menyeleweng dari ketentuan-ketentuan sumpah jabatan. 3. Amanah manusia yang berhubungan dengan dirinya Artinya amanah yang diperoleh seseorang dari dalam dirinya sendiri. Dalam bentuk ini,. Manusia memperoleh amanah dari dirinya agar selalu dapat berikhtiar memilih mana yang terbaik bagi dirinya dan mana yang tidak baik. Ketika ia akan melakukan sesuatu perbuatan, maka ia harus bertanya pada dirinya, apakah yang dilakukan itu baik atau buruk bagi dirinya Terkait dengan tema kajian ini, tindak korupsi sangat bertentangan dengan prinsip amanah yang diajarkan dalam agama. Lebih jelas lagi, Menyia-nyiakan amanat terjadi karena suatu perkara disandarkan atau dipegang oleh orang yang bukan ahlinya atau orang yang tidak mengetahui maksud, tujuan dan hakekat perkara tersebut. Bayangkan saja, sebagai contoh, perkara atau urusan kepemimpinan, yang pada hakekatnya adalah memberi ketauladanan kepada yang dipimpin, mengarahkan orang-orang
55
yang dipimpinnya untuk suatu tujuan yang mulia (sebagai kesepakatan bersama dalam suatu jemaah), dan mengetahui bahwa kepemimpinannya memberi konsekwensi dunia akherat kepada dirinya sendiri maupun orang-orang yang dipimpinnya, tetapi perkara atau urusan kepemimpinan itu dipegang oleh orang yang tidak mengerti semua itu, dan justru urusan atau perkara kepemimpinan tersebut dipegang atau diberikan kepada orang yang hanya mengetahui bahwa kepemimpinan adalah sarana untuk memperkaya diri, membanggakan diri dan memanfaatkannya untuk kepentingan diri sendiri maupun golongan. Bila itu yang terjadi, maka akan lenyaplah amanat. Rasulullah saw. berpesan tentang akibat pelanggaran atau penyalahgunaan amanah, yaitu sebuah kerusakan total sistem kehidupan masyarakat. Pernyataan Rasulullah saw. ini terbukti, ketika banyak pejabat pemegang amanah menyeleweng, semua sistem sosial kemasyarakatan lambat laun menjadi rusak. Nabi bersabda:
ﻈ ِﺮ ِ ﻻﻣَﺎ َﻧ ُﺔ ﻓَﺎ ْﻧ َﺘ َ ﺖ ْا ِ ﺿِّﻴ َﻌ ُ َﻓِﺈذَا:ل َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﷲ ُ ﻲا َﺿ ِ ﻦ َاﺑِﻰ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْﻋ َ ,ﻏ ْﻴ ِﺮ َا ْهِﻠ ِﻪ َ ﻻ ْﻣ ُﺮ ِإﻟَﻰ َ ﺳﺪَا ْا ِّ ِاذَا ُو:ل َ ﻋ ُﺘﻬَﺎ؟ ﻗَﺎ َ ﻒ ِإﺿَﺎ َ َآ ْﻴ:ل َ َﻓﻘَﺎ,ﻋ َﺔ َ اﻟﺴﱠﺎ 16 ﻋ ِﺔ َ ﻈﺮِا ﻟﺴﱠﺎ ِ ﻓَﺎ ْﻧ َﺘ “Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari). Dari hadis diatas, hubungan antara amanah dan keahlian sangatlah erat. Jika keduanya hilang, maka kehancuran akan mengancam. Dan salah satu faktor yang dapat merusak amanah dan profesionalitas adalah suap. Seseorang sebelum menjabat, tantangan berlaku jujur mungkin tidak berat. Berbeda halnya, ketika ia sudah menjabat suatu urusan, tawaran suap datang dari kanan dan kiri. Di sini amanah sang pejabat diuji.
16
Bukhari, Op. Cit, hlm. 29.
56
Jelasnya, jika kecurangan dan korupsi di semua lini, iman dan amanah sudah tidak ada, maka kemanan menjadi problem yang sulit dikendalikan. Akhirnya, kejahatan merajalela dan hukum pun tidak berdaya, karena jika amanah telah tiada, maka hukum dan keadilan bisa diperjual belikan. Selanjutnya, rusaklah tata kehidupan masyarakat dan sendi-sendi bangsa dan negara. 2. Keadilan Kata “adil” dalam bahasa arab adalah bentuk mashdar dari kata kerja ‘adala – ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udûlan – wa ‘adâlatan ( – ل ُ ل – َﻳ ْﻌ ِﺪ َ ﻋ َﺪ َ َوﻋَﺪَاَﻟ ًﺔ- ﻻ ً ﻋ ُﺪ ْو ُ ﻻ – َو ً ﻋ ْﺪ َ ) yang makna pokoknya adalah ‘al-istiwâ’’ (ﺳ ِﺘﻮَاء ْ = َا ْﻟِﺎ keadaan lurus) dan ‘al-i‘wijâj’ (ﻋ ِﻮﺟَﺎج ْ = َا ْﻟ ِﺎkeadaan menyimpang). Jadi kata tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni “lurus” atau “sama” dan “bengkok” atau “berbeda”. Dari makna pertama, kata adil berarti “menetapkan hukum dengan benar”. Jadi, seorang yang adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. ‘Persamaan’ itulah yang merupakan makna asal kata adil, yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang adil “berpihak kepada yang benar” karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.17 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "adil" diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.
18
kepada
kebenaran,
Secara etimologis adil
merupakan sikap yang mengetengahkan, kesepadanan, kelurusan, sikap tengah yang berkeseimbangan dan jujur.19 Sedangkan secara terminologi 17
18
M. Amin, Keadilan, http://www.psq.or.id/ensiklopedia_detail.asp?mnid=34&id=6.
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit, hlm. 7.
19
Bhayu Sulistiawan, “Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam” http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130 hlm. 91.
57
Istilah adil dalam al-Qur’an pada dasarnya mempunyai bentuk kata (istilah) yang beragam serta mempunyai istilah yang beragam pula, sesuai dengan konteks apa yang bersangkutan. Adapun pengertian adil yang di ungkapkan oleh Murtadha Muthahhari adalah sebagai berikut20: 1. Keadaan sesuatu yang seimbang. Sisi yang berhadapan dengan keadilan dalam artian ini bukanlah kedhaliman tetapi ketidakproporsional. 2. Persamaan dan penafian terhadap perbedaan apa pun. Artinya hukum Allah SWT tidak memihak seseorang atau kelompok tertentu yang berarti bahwa setiap individu berada dalam satu hukum. 3. Memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang menerimanya, bersandar kepada dua hal: a) hak preferensi (pemilikan); b) kekhasan pribadi manusia. Artinya seseorang yang berbuat kedhaliman harus menerima hukuman atas perbuatannya. Tidak di benarkan orang yang tidak bersalah di hukum atas perbuatan orang lain yang bersalah. 4. Memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi dan tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan peralihan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk eksis dan melakukan transpormasi. Beberapa ayat al-Qur’an memberikan indikasi terhadap perintah untuk berlaku adil, diantaranya21:
ﺠ ٍﺪ وَا ْدﻋُﻮ ُﻩ ِﺴ ْ ﻋ ْﻨ َﺪ ُآﻞﱢ َﻣ ِ ﻂ َوَأﻗِﻴﻤُﻮا ُوﺟُﻮ َه ُﻜ ْﻢ ِﺴ ْ ﻞ َأ َﻣ َﺮ َرﺑﱢﻲ ﺑِﺎ ْﻟ ِﻘ ْ ُﻗ ن َ ﻦ َآﻤَﺎ َﺑ َﺪَأ ُآ ْﻢ َﺗﻌُﻮدُو َ ﻦ َﻟ ُﻪ اﻟﺪﱢﻳ َ ﺨِﻠﺼِﻴ ْ ُﻣ Artinya: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah SWT dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Q.S. al-A’raf/7: 29)
20
Sholeh So’an, Op. Cit, hlm. 61-62.
21
Baiquni, dkk, Indeks Al-Qur’an,(Surabaya: Arkola, 1996), hlm. 9.
58
ﻦ ِﻋ َ ن َوإِﻳﺘَﺎ ِء ذِي ا ْﻟ ُﻘ ْﺮﺑَﻰ َو َﻳ ْﻨﻬَﻰ ِ ﺣﺴَﺎ ْ ل وَا ْﻟِﺈ ِ ن اﻟﱠﻠ َﻪ َﻳ ْﺄ ُﻣ ُﺮ ﺑِﺎ ْﻟ َﻌ ْﺪ ِإ ﱠ ن َ ﻈ ُﻜ ْﻢ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗ َﺬ ﱠآﺮُو ُ ﻲ َﻳ ِﻌ ِ ﺤﺸَﺎ ِء وَا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ وَا ْﻟ َﺒ ْﻐ ْ ا ْﻟ َﻔ Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah SWT melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S. anNahl/16: 90)
ﺠ ِﺮ َﻣ ﱠﻨ ُﻜ ْﻢ ْ ﻂ َوﻟَﺎ َﻳ ِﺴ ْ ﺷ َﻬﺪَا َء ﺑِﺎ ْﻟ ِﻘ ُ ﻦ ِﻟﱠﻠ ِﻪ َ ﻦ َﺁ َﻣﻨُﻮا آُﻮﻧُﻮا َﻗﻮﱠاﻣِﻴ َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ن ب ﻟِﻠ ﱠﺘ ْﻘﻮَى وَا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ ِإ ﱠ ُ ﻋ ِﺪﻟُﻮا ُه َﻮ َأ ْﻗ َﺮ ْ ﻋﻠَﻰ َأﻟﱠﺎ َﺗ ْﻌ ِﺪﻟُﻮا ا َ ن َﻗ ْﻮ ٍم ُ ﺷ َﻨَﺂ َ ن َ ﺧﺒِﻴ ٌﺮ ِﺑﻤَﺎ َﺗ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َ اﻟﱠﻠ َﻪ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orangorang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah SWT, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah SWT, Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. al-Maidah/5: 8) Mengenai penegakan keadilan, Ibnu Taimiyah memperingatkan sebagai berikut:
ل ِ ﻈ ْﻠ ِﻢ َوﺧِﻴ َﻤ ٌﺔ َوﻋَﺎ ِﻗ َﺒ ُﺔ ا ْﻟ َﻌ ْﺪ ن ﻋَﺎ ِﻗ َﺒ َﺔ اﻟ ﱡ س َﻟ ْﻢ َﻳ َﺘﻨَﺎ َزﻋُﻮا ﻓِﻲ َأ ﱠ َ ن اﻟﻨﱠﺎ َﻓِﺈ ﱠ ﻻ َ ﺖ آَﺎ ِﻓ َﺮ ًة َو ْ ن آَﺎ َﻧ ْ ﺼ ُﺮ اﻟ ﱠﺪ ْوَﻟ َﺔ ا ْﻟﻌَﺎ ِدَﻟ َﺔ َوِإ ُ ﷲ َﻳ ْﻨ ُ ا:َآﺮِﻳ َﻤ ٌﺔ َوِﻟ َﻬﺬَا ُﻳ ْﺮوَى ﺖ ُﻣ ْﺆ ِﻣ َﻨ ًﺔ ْ ن آَﺎ َﻧ ْ ﺼ ُﺮ اﻟ ﱠﺪ ْوَﻟ َﺔ اﻟﻈﱠﺎِﻟ َﻤ َﺔ َوِإ ُ َﻳ ْﻨ “Sesungguhnya manusia tidak berselisih pendapat, bahwa dampak kezaliman itu sangatlah buruk, sedangkan dampak keadilan itu adalah baik. Oleh karena itu, dituturkan, “Allah menolong negara yang adil walaupun negara itu kafir dan tidak akan menolong negara zalim, walaupun negara itu Mukmin.”22 Berdasarkan pernyataan Ibnu Taimiyah di atas, bahwasanya seorang pemimpin yang adil akan mampu menegakkan negara walaupun ia kafir. Namun, seorang pemimpin yang zalim malah akan menghancurkan 22
Ibnu Taimiyyah, Majmû’ al-Fatâwâ, Juz VI, (, (Beirud: Dar al-Fikr, tth), hlm. 322.
59
negara walaupun ia Muslim sekalipun. Hal senada disampaikan penulis buku “Al-Hasabah”, “negara akan tetap tegak berdiri dengan keadilan dan kekufuran, namun negara akan segera hancur dengan kezaliman dan Islam.”23 Untuk itu, sudah merupakan kepentingan negara Islam berlaku adil untuk warga Muslim ataupun pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya, tak terkecuali walau bukan dari golongan muslim sekalipun. Ketetapan hukum inilah yang kemudian dipakai dalam memperlakukan kelompok minoritas agama, baik itu warga negara ataupun penduduk asing. Bertolak dari konsep keadilan yang berakar dari kesadaran dari tuhan yang maha adil, maka keadilan dalam al-Qur’an berimplikasi terhadap tanggung jawab moral. Tanggung jawab moral ini terkait dengan kebebasan manusia memilih dan memilahberbagai keputusan dalam hidupnya, yang nantinya harus di pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT sampai hari keadilan tiba.24 Dalam hubungannya dengan keadilan maka bentuk keadilan itu ada tiga macam:25 1. Keadilan individual, yaitu kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya sehingga tidak melanggar norma agama. 2. Keadilan sosial, yaitu keserasian dan keseimbangan hubungan antar pribadi dan antara pribadi dengan masyarakat. Dengan demikian terciptalah keseimbangan antara perolehan hak pribadi dan pemberian hak terhadap pribadi lain dan masyarakat dalam hubungan interpersonal dan sosialnya. 3. Keadilan manusia terhadap makhluk lain, yakni tidak berbuat semenamena terhadap makhluk lain.
23
Syafii Ma’arif, Op. Cit, hlm.1.
24
Hakim Muda Harahap, Op. Cit, hlm. 143.
25
Bhayu Sulistiawan, Op. Cit, hlm. 91.
60
Salah satu hal terpenting yang harus ditegakkan dalam penegakan hukum islam adalah memutuskan perkara berdasarkan prinsip keadilan dan persamaan terhadap siapapun. Karena nasib para terdakwa sepenuhnya terletak ditangan penyelenggara keadilan. Apabila seorang penegak hukum tidak memiliki moralitas dan integritas yang tinggi, maka ia akan memutuskan perkara sesuai dengan pertimbangan hawa nafsu, pribadi maupun kelompok, sehingga keputusan yang diambil merugikan salah satu pihak yang berperkara. Oleh karena itu, moralitas utama seorang penegak hukum pidana Islam harus di bangun di atas prinsip-prinsip keadilan. Tolak ukur keadilan dalam Alqur’an adalah kebenaran yang mendapat dukungan umat. Oleh karena itu, keadilan harus dihayati sebagai kesadaran, pengertian, perasaan, perilaku dan tujuan bersama. Apalagi para pelaku korupsi di Indonesia, masyarakat menilai bahwa banyak koruptor tidak di hukum setimpal dengan kejahatan yang di lakukan. Mereka menilai bahwa hukumannya terlalu ringan “over rekayasa” dan tidak memiliki nilai keadilan, sehingga hukumannya dipandang tidak signifikan. Sementara fungsi hukum adalah untuk melindungi masyarakat dari tindakan jahat serta pelanggaran hukum lainnya
yang
lebih
mengerikan
atau
menjaga
dan
melindungi
kemaslahatan manusia. Bahkan dalam perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara manusia, Syyid Quthb mengatakan nash ini bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh di antara manusia, bukan keadilan di antara sesama kaum muslimin tetapi terkena untuk semua manusia, mukminin ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit putih ataupun berkulit hitam.26 Oleh karena itu, para pelaku korupsi baik itu teman ataupun kerabat harus mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya. Sebab, hal ini akan membuat para benih-benih calon pelaku korupsi berikutnya untuk jera melakukannya. 26
Sayyid Quthb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al., (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 307.
61
Beberapa indikasi sikap adil dalam kehidupan sehari-hari adalah tidak mau mengambil sesuatu melebihi haknya, tidak mau merugikan orang lain, dan selalu berusaha memberikan keuntungan terhadap orang lain tanpa harus kehilangan hak-haknya. Sikap adil yang komprehensif aplikatif selanjutnya akan dapat menghindarkan diri orang dari perilaku korupsi. Karena pada dasarnya korupsi merupakan bentuk tindakan yang tidak adil karena merugikan orang lain. D. Pendidikan Antikorupsi Dalam Konteks Masyarakat Modern Seperti diketahui, masyarakat sekarang disebut masyarakat modern, yaitu kehidupan yang ditandai adanya perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.27 Perubahan di sini adalah perubahan dalam pola hidup, cara berpikir, dan perubahan hal lainnya, begitu pula dengan interaksi serta solidaritasnya sesama manusia. Meminjam istilah Giddens masyarakat beralih dari masyarakat tradisional menjadi sebuah masyarakat post-tradisional, artinya masyarakat yang baru itu melampui nilai-nilai tradidisional yang ada karena pengaruh modernitas.28 Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya membina moral dan akhlak, ia mengatakan kehidupan masyarakat modern telah menumbuhkan dalam masyarakatnya sasaran yang melampui kepentingan materi dan kelezatan jasmani. Ia tidak memperhatikan perasaan kemanusiaan, yang jadi pokok pembicaraannya adalah hal jauh melebihi materi.29 Generasi sekarang hidup di alam yang serba berubah. Perubahan yang cepat merupakan gejala terpenting yang sudah dikenal masyarakat sejak dahulu, yang terjadi karena sejumlah faktor, antara lain: pandangan intelektual yang berubah, industri dan produknya (teknologi) dan orientasi demokrasi dan 27
JW. Shoorl, Modernisasi (Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang), terj. RG. Soekardijo,( Jakarta : PT. Gramedia, 1981), Cet. II, hlm. 1. 28
Andang L. Binawan, Korupsi Kemanusiaa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2006), hlm. 127. 29
Kahar Masyhur, Membina Moral Dan Akhlak, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), hlm.
135-136
62
praktiknya.30 Perubahan hendaknya tidak dijadikan sekedar fakta yang diterima begitu saja, tetapi hendaknya dijadikan falsafah yang melandasi pemahaman dan pengkajian terhadap masyarakat untuk berinteraksi. Dalam ajaran Islam interaksi di sini diartikan sebagai persaudaraan atau adanya ukhuwah antara sesama. Walaupun dalam kehidupan yang modern, tetapi diharapkan masih tetap terbina norma-norma serta nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama. Ukhuwah agama (Islam) merupakan faktor yang paling kuat untuk membangkitkan makna kasih sayang, tolong menolong, kejujuran dan berbagi rasa sehingga akhirnya dapat membentuk masyarakat ideal yang dipenuhi kebaikan dan dijauhkan dari keburukan.31 Perbuatan baik tidak hanya sebatas kepada kaum seiman, akan tetapi terhadap siapapun yang ada di muka bumi. Membentuk masyarakat ideal membutuhkan kerja sama dalam perbuatan kebaikan
dari
berbagai
lapisan
masyarakat,
apalagi
dalam
kedaan
masyarakatnya yang modern seperti ini. Umat manusia terbagi dalam berbagai kelompok, yang masing-masing mempunyai tujuan hidup berbeda. Setiap komunitas diharapkan bisa menerima keanekaragaman sosial, budaya, toleransi satu sama lain yang memberi
kebebasan
dan
kesempatan
bagi
setiap
orang
menjalani
kehidupannya.32 Tidak memandang berbeda suku, agama ataupun warna kulit yang dibutuhkan pada masyarakat majemuk adalah agar masing-masing kelompok berlomba-lomba dalam jalan yang sehat dan benar. Terbentuknya suatu masyarakat manusia yang luas yang satu sama lain saling melengkapi kebutuhan masing-masing, saling menolong, menghormati, saling mengingatkan sehingga terwujudlah suatu hubungan komunikasi yang 30
Hery Noer Aly, Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2000), hlm. 194. 31
Mahmud Syaltut, Metodologi al-Qur’an dalam Membenahi Masyarakat, Terj. Katur Sukardi, (Jakarta : Ramadhani, 1991), hlm. 70. 32
Putu Setia, Umat Beragama dan Persatuan Bangsa, (Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1994), hlm. 34.
63
harmonis,
penuh
kasih
sayang
dan
sikap
persaudaraan.
Al-Qur’an
mengajarkan prinsip-prinsip pedoman pergaulan di antara sesame manusia secara umum tidak memandang warna kulit, suku, ras ataupun agama. Secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Saling menghormati di antara sesama manusia baik dalam lingkup suatu negara maupun untuk manusia secara umum di antara bangsa-bangsa di dunia. 2. Menciptakan hubungan persaudaraan dan persatuan di antara sesama umat manusia tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit dan agama. 3. Prinsip tentang persamaan hak di antara sesama manusia baik laki-laki atau wanita. Allah SWT dalam konteks ini berfirman:
ﻃ ﱢﻴ َﺒ ًﺔ َ ﺣﻴَﺎ ًة َ ﺤ ِﻴ َﻴ ﱠﻨ ُﻪ ْ ﻦ َﻓَﻠ ُﻨ ٌ ﻦ َذ َآ ٍﺮ َأ ْو ُأ ْﻧﺜَﻰ َو ُه َﻮ ُﻣ ْﺆ ِﻣ ْ ﻞ ﺻَﺎِﻟﺤًﺎ ِﻣ َ ﻋ ِﻤ َ ﻦ ْ َﻣ ن َ ﻦ ﻣَﺎ آَﺎﻧُﻮا َﻳ ْﻌ َﻤﻠُﻮ ِﺴ َﺣ ْ ﺟ َﺮ ُه ْﻢ ِﺑ َﺄ ْ ﺠ ِﺰ َﻳ ﱠﻨ ُﻬ ْﻢ َأ ْ َوَﻟ َﻨ Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97) 4. Tolong menolong tidak memandang siapa yang akan ditolong, baik kaya atau miskin, besar atau kecil, golongan atau bukan, bangsanya atau bukan seagama atau bukan. 5. Mengadakan komunikasi di antara sesama manusia tanpa disertai perbedaan apapun. 6. Menganjurkan berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran diantara sesama manusia. 7. Saling memberi teguran dan mengingatkan apabila di antara sesame manusia berbuat kesalahan. 8. Toleransi beragama di antara sesama manusia. 9. Hidup sederhana dan bersabar.33
33
Moh. Chadiq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Alqur’an, (Surabaya : Bina Ilmu, 1991), hlm. 118.
64
Sembilan macam yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh manusia terhadap manusia tanpa memandang siapa dia, warna kulit, suku, ras, agama untuk menunjukkan kehidupan penuh dengan ketentraman, kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan. Islam menegaskan prinsip persamaan seluruh manusia atas dasar prinsip persamaan, maka setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Islam tidak memberikan hak-hak istimewa bagi seseorang atau golongan lainnya baik dalam bidang kerokhanian maupun dalam bidang politik sosial dan ekonomi. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban bersama atas kesejahteraan tiap-tiap anggotanya. Islam menentang bentuk diskriminasi karena keturunan, maupun karena warna kulit, kesukuan, kebangsaan dan sebagainya.34 Yang dikehendaki hanyalah saling berhubungan dengan baik dan bukan saling mencari perbedaan.35 Syari’at Islam mengajarkan kepada manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan tanpa mengganggu atau memaksa hak-hak orang lain. Syari’at berusaha memantapkan keseimbangan di antara hak-hak seseorang dengan hak-hak masyarakat sehingga tidak terjadi pertentangan di antara keduanya dan semuanya harus bekerja sama di dalam menegakkan hukum Allah SWT36, membina
hubungan
timbal
balik
dan
mendirikan
lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang menunjang kesejahteraan semua orang sehingga terciptanya suatu masyarakat yang ideal. Begitu juga yang terjadi dalam masyarakat modern sekarang ini, dari pandangan surat an-Nisa’ ayat 58, bahwa dalam kehidupan semodern apapun kita dituntut untuk tetap hidup dalam kejujuran, keadilan serta menjalankan amanat, tidak mencari permusuhan dan mengadakan komplotan untuk melakukan kejahatan. Karena kalau melihat fenomena yang terjadi sekarang 34
Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung : Al Ma’arif, 1978), hlm.28.
35
Sayid Qutb, Masyarakat Islam, Terj. H. A. Muthi Nurdin, (Bandung : Al Ma’arif, 1978), hlm. 20. 36
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarah, Terj. Adang Affandi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 458.
65
ini, banyak kejadian-kejadian yang semakin menjauh untuk kita berhidup rukun damai. Dalam masa sekarang ini, justru semakin banyak yang membuat kelompok-kelompok kejahatan yang terorganisir sehingga meresahkan banyak masyarakat. Majunya produk teknologi memberikan banyaknya kemudahan tetapi manusia sering menjadi kehilangan nilai (dehumanisasi). Berbagai hasil melimpah tetapi manusia sering menjadi konsumeristis dan semakin serakah.37 Dalam hal ini menyebabkan manusia menjadi kejam terhadap sesamanya dan menghalalkan banyak cara untuk mencapai keinginannya tersebut. Dengan adanya kemajuan modern, banyak sekali perubahan yang terjadi, begitu pula dengan sikap kejujuran seseorang. Semakin dia maju pikirannya, semakin dia bermacam-macam keinginannya sehingga terkadang tidak memperdulikan apa yang terjadi dampaknya bagi orang lain atau publik. Bila melihat permasalahan tindak pelaku korupsi yang terjadi, mereka hanya mengarahkan diri pada tujuan demi memenuhi kebahagiaan pribadi. Inilah yang di sebut sebagai ciri masyarakat modern yakni manusia yang mengejar kesuksesan dengan uang sebagai ukurannya (money making). Oleh kartena itu permasalahan umat islam di zaman modern ini harus lebih mengaktualisasikan
ajaran
al-Qur’an
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Menjadikan al-Qur’an sebagai penopang utama utuhnya kesatuan bangsa dan memperkokoh keutuhan keluarga besar umat islam. Salah satu upaya mengaktualisasikan ajaran al-qur’an dalam kehidupan kontemporer adalah memupuk persatuan dan kesatuan, dan senantiasa mempererat tali persaudaraan.38 Ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat ali imran ayat 103 yang menegaskan:
ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ِإ ْذ َ ﺟﻤِﻴﻌًﺎ َوﻟَﺎ َﺗ َﻔ ﱠﺮﻗُﻮا وَا ْذ ُآﺮُوا ِﻧ ْﻌ َﻤ َﺔ اﻟﱠﻠ ِﻪ َ ﻞ اﻟﱠﻠ ِﻪ ِ ﺤ ْﺒ َ ﺼﻤُﻮا ِﺑ ِ ﻋ َﺘ ْ وَا ﺷﻔَﺎ َ ﻋﻠَﻰ َ ﺧﻮَاﻧًﺎ َو ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ ْ ﺤ ُﺘ ْﻢ ِﺑ ِﻨ ْﻌ َﻤ ِﺘ ِﻪ ِإ ْ ﺻ َﺒ ْ ﻦ ُﻗﻠُﻮ ِﺑ ُﻜ ْﻢ َﻓ َﺄ َ ﻒ َﺑ ْﻴ َ ﻋﺪَا ًء َﻓَﺄﱠﻟ ْ ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ َأ ن َ ﻦ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻟ ُﻜ ْﻢ َﺁﻳَﺎ ِﺗ ِﻪ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗ ْﻬ َﺘﺪُو ُ ﻚ ُﻳ َﺒﻴﱢ َ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر َﻓَﺄ ْﻧ َﻘ َﺬ ُآ ْﻢ ِﻣ ْﻨﻬَﺎ َآ َﺬِﻟ َ ﺣ ْﻔ َﺮ ٍة ِﻣ ُ 37
Achmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Aditya media, 1992), Cet. I, hlm. 122. 38 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an:Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat hukum Dalam Al-Qur’an, (Jakarta:Penamadani, 2005), hlm. 64.
66
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orangorang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” Secara tegas ayat ini menghimbau umat manusia agar senantiasa menjaga keutuhan persaudaraan dan memupuk terus kesatuan dan persatuan sehingga keutuhan sebagai satu bangsa dan negara akan lebih kokoh. Karena bila melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, problem-problem korupsi dan sosial lainnya yang terjadi sekarang ini adalah bermacam-macam, dari adanya pencurian, perampokan, tawuran, sampai menghilangkan nyawa orang, merupakan suatu hal yang memprihatinkan dan sangat membutuhkan penanganan khusus. Karena adanya kejadian semacam itu akan menimbulkan keresahan pada masyarakat. Kepedulian sosial yang sekarang ini terlihat kurang, yang seharusnya ditingkatkan lagi dengan cara memberikan penyuluhan-penyuluhan dengan harapan akan terjadi perubahan. Karena dengan kepedulian sosial tersebut kita akan dapat mengerti bagaimana kehidupan orang-orang sekitar.
67
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan tahap demi tahap sebagaimana diuraian sebelumnya, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut ini. Pendidikan antikorupsi merupakan pendidikan non formal yang diberikan kepada manusia yang di dalamnya mengajarkan berbagai cara berhubungan dengan orang lain dalam memajukan budi pekerti, tindakan untuk menentang korupsi dan bertanggung jawab. Nilai-nilai pendidikan antikorupsi itu berguna dan dibutuhkan bagi kehidupan bermasyarakat karena perbuatan korupsi merupakan perbuatan yang merusak dan menghancurkan diri (etrika, norma), lingkungan dan negara. Di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 58 memberikan perhatian kepada manusia untuk saling-menjalankan amanat dan berbuat adil dalam menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.. Seorang mukmin tidak diperkenankan untuk berlaku curang, bohong dan khianat. Nilai-nilai ini mengingatkan manusia agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa. Menjalankan amanat dan berbuat adil ditujukan pada manusia secara keseluruhan tanpa membedakan agama, ras atau keturunan. Di dalam menjalankan amanat harus di serahkan kepada orang yang berhak menerimanya. Terlebih pada seorang pejabat negara mereka mendapat amanat dari rakyat untuk menjadi seorang pemimpin yang jujur, adil dan tidak korupsi sehingga rakyat dapat hidup sejahtera dan penuh kedamaian, karena dampak dari korupsi sangatlah menyengsarakan rakyat atau public. Selain itu, dalam menjalankan keadilan harus tidak memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya walaupun lawan dan tidak pula memihak kepada teman. Hal ini kaitannya dengan korupsi adalah jika seorang pelaku korupsi tidak di adili dengan seadil-adilnya maka akan menumbuhkan bibit-bibit baru para pelaku korupsi. Untuk itu keadilan adalah salah satu faktor terpenting dalam pemberantasan
68
praktek korupsi. Nilai-nilai pendiidkan antikorupsi demikian selain perlu tetap
dimengerti dan dipahami, juga untuk diamalkan demi terciptanya kehidupan masyarakat yang damai, aman, dan tenteram. Kesemuanya merupakan makna dari nilai-nilai menjalankan amanat dan keadilan kepada sesama manusia dari surat an-Nisa ayat 58. B. Saran-saran Keseimbangan dunia dan akhirat sangatlah penting dalam hidup manusia. Manusia hidup di dunia bukan hanya mencari pahala untuk kebahagiaan akhirat saja, meskipun kebahagiaan akhirat adalah tujuan hidup manusia di dunia. Dunia merupakan alat dan tempat untuk mewujudkan hal tersebut. Untuk itu, manusia harus memenuhi kebutuhan jasmaninya agar kebahagiaan akhirat dapat diperoleh dengan sempurna. Tetapi janganlah terpesona dan terbuai dalam kehidupan dunia, karena dunia tidaklah kekal. Sebagai makhluk individu dan sosial, manusia harus mengerti dan memahami akan posisinya. Hidup di dunia sebagai makhluk, hendaklah bersyukur atas semua nikmat dan anugerah dari Sang Khaliq. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara taat beribadah dan bertaqwa kepada Allah. Sebagai makhluk sosial, dalam berinteraksi dengan sesama baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat harus dengan akhlak yang baik penuh dengan kejujuran, keadilan dan
kepercayaan agar dalam hidupnya
memperoleh kemudahan. Karena setiap orang yang menanam pastilah akan menuai dan setiap orang yang berjalan akan sampai, setiap orang yang mencari akan mendapat apa yang ia cari. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terdapat pada surat an Nisa’ ayat 58 ini hendaklah diusahakan untuk dimengerti, dipahami dan diamalkan sehingga akan menjadi milik bersama baik dalam kehidupan individual maupun bermasyarakat dan bernegarawan. C. Penutup Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi. Tuhan yang menciptakan langit, bumi serta isinya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan
69
umat manusia, serta memberi kekuatan lahir dan batin kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ma ashaba min hasanatin faminallah wa man ashabahaa min syayyiatin famin nafsii, semoga skripsi ini bermanfaat kepada semua pihak, khususnya bagi peneliti sendiri dan civitas akademika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo serta masyarakat pada umumnya.
70
Ab dur Rafi’, Abu Fida’, Terapi Penyakit Korupsi (Jakarta: Republika, 2006). Achmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Aditya media, 1992), Cet. I.
Ahmad bin Hanbal, Imam, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz III, (Beirut: Dar alFikr, t.th.).
Al- Hafidh, Imam Abi Fad Ibn Katsier al- Dimasqi, Tafsir al- Qur’anul Azhim, Jilid I, (Beirut: Darul Fikr, tth).
Al-Hayy al-Farmawi, Abd, Metode Tafsir Maudhu’iy, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 1996).
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Maraghi, Juz IV, (Beirut-Libanon : Dar al-Fikr, t.th).
, Terjemah Tafsir al-Maraghi, terj. Hery Noer Aly, et.al., (Semarang: Toha Putra, 1989).
Al-Thoumy, Mohammad, Pendidikan Antikorupsi Dan Multikulturalisme, http://www.uinjkt.ac.id/index.php/section-blog/28-artikel/65-pendidikanmultikultural-dan upaya-anti-korupsi.htm.
Aly, Hery Noer, Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2000).
Al-Zuhaili, Wahbah, Tafsir Munir, Juz V, (Beirut: Darul Fikr, tth). Amin, M, Keadilan,http://www.psq.or.id/ensiklopedia_detail.asp?mnid=34&id=6.
Anwar (Et.al), Syamsul, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,( Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006).
71
Arifin, Muzayin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000). Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Asa, Syu’bah, Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-Ayat Sosial-Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000).
Asy-Syaibani, Omar at-Toumy, Filsafat At-Tarbiyah Al-Islamiyah, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979).
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogykaarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Baiquni, dkk, Indeks Al-Qur’an,(Surabaya: Arkola, 1996). Binawan, Andang, Korupsi Kemanusiaa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2006).
Buchori, Mochtar, Pendidikan Antikorupsi, Kompas,4 Meret 2007. Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid I, (Beirud: Dar al-Fikr, 1420 H/ 2000 M).
Charisma, Moh. Chadiq, Tiga Aspek Kemukjizatan Alqur’an, (Surabaya : Bina Ilmu, 1991).
Danim, Sudarwan, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
Darodjat, dkk, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996). Dewey, John, Democracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964).
Dharmawan, Jihad Melawan korupsi, (Jakarta:PT Kompas Media Nusantara, 2005).
72
Farizt, 14 Negara Terkorup di Asia, http://www.hupelita.com/baca.php?id=50218.
Harahab, Hakim Muda , Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009). Hastings, James, Encyclopedia of Religion and Ethic, (New York: Charles Scribner’s Son, t.th.), Vol. XII.
Joesoef, Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. I.
Kaffah, Ervyn, Fiqih Korupsi Amanah Vs Kekuasaan, (NTB:SOMASI NTB, 2003).
Kaffsoff, Louis O., Elements of Philosophy/Pengantar Filsafat, Terj. Soenarjo Soemargono, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1996).
Kebudayaan, Departemen Pendidikan, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
Klitgaard, Robert, Membasmi Korupsi,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001). Ludjito, Ahmad, Filsafat Nilai dalam Islam dalam M. Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996).
Ma’arif, Syafii, Al-Qur’an berbicara keadilan dan amanat, http://www.cmm.or.id/cmmind_more.php?id=2012_0_3_70_M15.
Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarah, Terj. Adang Affandi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994).
Masyhur, Kahar, Membina Moral Dan Akhlak, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994). Moelong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998).
, Pengantar Metode Penelitian, (Bandung: Trigenda Karya, 1996).
73
Muallidin, Isnaini, Koalisi Antar Umat Beragama Melawan Korupsi, http://www.komisiyudisial.go.id/Artikel/Koalisi%20Antar%20Umat%20Beraga ma%20Melawan%20Korupsi.pdf.
Muhadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996)
Munawir, A, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap (Krapyak: PP alMunawwir, 1984).
Muslim, Abu Husain, Shahih Muslim, jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr,1992). Pengembangan Bahasa, Pusat Pembinaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991).
Qutb, Sayid, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al., (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).
, Masyarakat Islam, Terj. H. A. Muthi Nurdin, (Bandung : Al Ma’arif, 1978).
Rahman, Afzalur, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Terj. HM. Arifin, Cet. II, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992).
Razak, Nasrudin, Dienul Islam, (Bandung : Al Ma’arif, 1978). Rozi, Fakhrur, Urgensi Hadis-Hadis Anti Korupsi dalam Upaya Pemberantasan Korupsi, http://ern.pendis.depag.go.id/DokPdf/jurnal/07-teologia.pdf. Sastrapratedja, M, S. J., “Pendidikan Nilai”, dalam EM. K. Kaswardi, (Ed), Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta : PT. Grasindo, 1993).
Setia, Putu, Umat Beragama dan Persatuan Bangsa, (Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1994).
Shadily, Hasan, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta : Ichtiar Baru- Van Houve, tth).
74
Shaleh, dkk, Qomaruddin, Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Diponegoro, 2002).
Shihab, Umar, Kontekstualitas Al-Qur’an:Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat hukum Dalam Al-Qur’an, (Jakarta:Penamadani, 2005).
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Mishbah Vol 2,(Ciputat: Lentera Hati, 2000).
Shoorl, JW., Modernisasi (Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang), terj. RG. Soekardijo,( Jakarta : PT. Gramedia, 1981), Cet. II.
So’an, Sholeh, Moral Penegak Hukum Di Indonesia, (Bandung:Agung Ilmu,2004) Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997).
Sulistiawan, Bhayu, Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130.
Sunarjo, Ahmad, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989). Surackhmat, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1998).
Syadali, Rofi’i, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997).
Syaltut, Mahmud, Metodologi al-Qur’an dalam Membenahi Masyarakat, Terj. Katur Sukardi, (Jakarta : Ramadhani, 1991).
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997).
Taimiyyah, Ibnu, Majmû’ al-Fatâwâ, Juz VI, (, (Beirud: Dar al-Fikr, tth). Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).
75
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
76