KONSEP KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN SURAT ALI ‘IMRON AYAT 159
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh: NURFIDIAT NIM: 073111064
FAKUKTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGEI WALISONGO SEMARANG 2011
ii
iii
iv
v
ABSTRAK Judul : Konsep Kepemimpinan Pendidikan dalam Perspekti Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron Ayat 159 Penulis : Nurfidiat NIM : 073111064 Skripsi ini membahas tentang konsep kepemimpinan pendidikan dalam perspekti al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan ali ‘imron ayat 159. Kajiannya dilatar belakangi oleh banyaknya pemimpin yang mengandalkan kekuatan dan teror, sanksi atau hukuman dan jarang sekali mencari pemimpin yang sesuai dengan konsep qur’ani sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pendidikan Islam Insan yang memiliki kecerdasan spiritual yang selalu termotivasi untuk menegakkan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan keyakinan agama Islam dan akan menjauhi segala kemungkaran dan sifat yang merusak kepada kepribadiannya sebagai manusia yang beragama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya konsep kepemimpinan pendidikan yang terdapat di dalam al-Qur’an yaitu surat an-nisa ayat 58 dan ali ‘imron ayat 159. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau (library research). Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, dalam hal ini ada tiga sumber, yaitu : sumber primer, sumber sekunder dan sumber tersier.Guna mencari jawaban dari beberapa permasalahan yang ada di atas,maka digunakan metode tematik (maudhu’i). metode tematik adalah suatu metode tafsir yang bermaksud membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Kajian ini menunjukkan bahwa di dalam surat an-Nisa ayat 58 dan Ali ‘Imron ayat 159 terdapat suatu konsep kepemimpinan pendidikan yang mencakup tentang pendidikan akhlak bagi seseorang yang akan menjadi pemimpin yang sesuai dengan akhlak al-Qur’an, yaitu : (1) Pemimpin yang menyampaikan amanah, (2) Pemimpin yang menetapkan hukum dengan adil, (3) Pemimpin yang berlaku lemah lembut, (3) pemimpin yang mempunyai sifat pemaaf, (4) Pemimpin yang melaksanakan musyawarah di dalam mengambil keputusan, (5) Pemimpin yang bertawakkal hanya kepada Allah. Berdasarkan hasil penelitian di atas, diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan rujukan bagi para civitas akademik, para mahasiswa, para tenaga pengajar mata kuliah jurusan dan program studi di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, terutama dalam memberi dorongan kepada mahasiswa agar senantiasa meningkatkan jiwa kepemimpinan yang berakhlak yang mulia yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
vi
TRANSLITERASI ARAB LATIN
Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543b/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-] disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya. ا
a
ط
ب
b
ظ
ت
t
ع
ث ج
j
ح
غ
g
ف
f
ق
q
خ
kh
ك
k
د
d
ل
l
ذ
ż
م
m
ر
r
ن
n
ز
z
و
w
س
s
ه
h
ش
sy
ء
ص
ي
y
ض Bacaan Madd: ā = a panjang ū = u panjang ī = i panjang
Bacaan Diftong: او = au اي = ai
vii
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam yang telah memberikan beberapa rahmat, taufiq, hidayah, dan kenikmatan kepada penulis berupa kenikmatan jasmani maupun rohani, sehingga penulis dapat menyusun skripsi
yang berjudul konsep kepemimpinan pendidikan dalam
perspektif al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan surat Ali Imron ayat 159. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW, karena berkat perjuangan beliau yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang terang benderang ini yaitu zaman Islamiyah. Dengan berbekal keikhlasan, kesabaran dan berniat dengan tulus serta dengan penuh tanggung jawab, penulis sekali lagi bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan apa yang tidak diberikan oleh siapapun berupa pertolongan di dalam menyusun skripsi ini sampai selesai. Tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan di dalam menyusun skripsi ini, karena dalam penelitian ini, penulis banyak menjumpai hal-hal yang belum pernah penulis jumpai dalam penelitian tentang konsep kepemimpinan pendidikan dalam perspektif al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan surat Ali Imron ayat 159. Tidak sedikit daya dan upaya yang penulis lakukan untuk menyelesaikan skripsi ini baik itu berupa materi maupun pikiran yang curahkan. Namun semua itu dapat penulis jalani dengan baik, penuh kesabaran dan penuh tanggung jawab sehingga skripsi ini dapat penulis susun sebagaimana mestinya. Karena pengalaman yang sangat berharga ini penulis sangat termotivasi untuk terus berusaha melaksanakan penelitian di waktu yang akan datang, agar tujuan penelitian dapat terwujud. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat: 1.
Dr. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
2.
H. Amin Farih, M.Ag., selaku Pembimbing I dan Nadhifah,S.TH.I, M.S.I, selaku Pembimbing II, yang telah berkenan meluangkan waktunya, tenaga dan pikirannya untuk membimbing, mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. viii
3.
Dosen Pendidikan Agama Islam, dan staf pengajar di IAIN Walisongo Semarang yang membekali berbagai pengetahuan dan pengalaman.
4.
Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang beserta seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan pelayanan yang baik.
5.
Bapak Kasno Prasetyono dan Ibu Riyati selaku ayahanda dan ibunda tercinta,hanya terima kasih yang bisa anakmu ucapkan atas do’a restu ayah dan ibu yang tidak pernah lelah untuk mendoakan penulis, nasihat, dan dukungan serta segala pengorbanan dan kasih sayang selama ini dalam mendidik penulis dengan penuh kesabaran serta kepada adik-adik yang selalu menyadarkan penulis setiap penulis akan melakukan kesalahan.
6.
Bapak KH. Sirodj Khudlori dan Bapak H. A. Izzuddin M.Ag. selaku pengasuh Pon. Pes. Daarunnajaah yang senantiasa membimbing dan mendo’akan penulis.
7.
Teman seperjuangan PAI 2007 dan sahabat-sahabat PAI 07 (Ana Nur Qouliyah, Rose, Prenku, Rudin Haryono, Muhayat, lutfiya, Dinda, Mamah, dll) yang senantiasa menjadi penyemangat penulis.
8.
Sedulur-sedulur inyong,baik sedulur tua ataupun sedulur nom yang selalu menemani disaat orang lain melupakan penulis, kalian penyemangat hidup, penghilang rasa sedih di hati yang selalu membantu dalam suka maupun duka.
9.
Seluruh anggota kamar ar-rahmah dan al-badar (mirza, sepudin, dowo, menwa, kang huda, zami, mizan, fahmi tevez , ainul, epit, fathur, minan, cinok,dll), kapan kita bisa bercanda ria lagi?
Atas jasa-jasa mereka penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka diterima Allah SWT, dan mendapat pahala yang lebih baik serta mendapatkan kesuksesan bak di dunia maupun di akhirat. Dan kepada mereka semua, penulis ucapkan “jazakumullah khairan katsiran“.
ix
Akhirnya, penulis menyadari bahwa sripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin.
Semarang, 14 Desember 2011 Penulis
Nurfidiat NIM. 073111064
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL -------------------------------------------------------------
i
PERNYATAAN KEASLIAN ----------------------------------------------------
ii
NOTA PEMBIMBING -----------------------------------------------------------
iv
ABSTRAK -------------------------------------------------------------------------
vi
TRANSLITERASI-------------------------------------------------------------------
vii
KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------
viii
DAFTAR ISI------------------------------------------------------------------------
xi
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ---------------------------------------
1
B. Rumusan masalah ----------------------------------------------
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian--------------------------------
7
D. Penegasan Istilah -----------------------------------------------
7
E. Telaah Pustaka --------------------------------------------------
8
F. Metode Penelitian-------------------------------------------------
11
G. Sistematika Penulisan--------------------------------------------- 13
BAB II
: TELAAH AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI IMRON AYAT 159 A. Isi Kandungan Surat an-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali Imron Ayat 159------------------------------------------------------------
14
1. Isi Kandungan Surat An-Nisa Ayat 58 ------------------
14
2. Isi Kandungan Surat Ali Imron Ayat 159 ---------------
16
B. Penafsiran Kata-Kata Sulit-------------------------------------
18
1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 -----------------------
18
2. Al-Qur’an surat Ali Imron Ayat 159---------------------
18
C. Asbabun Nuzul--------------------------------------------------
19
D. Munasabah ------------------------------------------------------
20
1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58------------- ------------
20
2. Ali Imron Ayat 159------------------------------------- -----
30
xi
E. Tafsir Surat an-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali Imron Ayat 159-------------------------------------BAB III
35
: NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN SURAT ALI ‘IMRON AYAT 159 A. Pendidikan Islam, Isi Pendidikan Islam dan Tujuan Pendidikan Islam -----------------------------------------------
33
B. Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat an-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali ‘Imron Ayat 159 ----------BAB IV
: ANALISIS
KONSEP
PENDIDIKAN
42
KEPEMIMPINAN
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI-IMRON AYAT 159 A. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif Surat An-Nisa Ayat 58------------------------------------
48
B. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif Surat Ali ‘Imron Ayat 159-------------------------------BAB V
60
: PENUTUP A. Simpulan --------------------------------------------------------
65
B. Saran-saran -----------------------------------------------------
67
C. Penutup ----------------------------------------------------------
68
DAFTAR KEPUSTAKAAN RIWAYAT HIDUP
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hidup dan hadirnya manusia di dunia bukan atas kehendak dan kemauan sendiri, tetapi hidupnya manusia atas kehendak dan kekuasaan yang Maha Pencipta. Diciptakannya manusia bukan tidak ada maksud, tetapi sebagaimana firman Allah swt. Bahwa “Dijadikan manusia adalah untuk menjadi khalifah atau penguasa di muka bumi”.1 Amanat untuk mengemban misi suci ini disebutkan dalam surat al Ahzab ayat 72 :
$pks]ù=ÏJ øts† b r& šú
÷üt/r'sù ÉA $t6Éf ø9$#ur ÇÚ ö‘F{ $#ur ÏN ºuq»uK¡ 9$# ’n?tã sptR$tBF{ $# $oYôÊ ttã $¯RÎ) ÇÐËÈ Zw qßgy_ $YBqè=sß tb %x. ¼çm¯RÎ)(ß` »|¡ RM} $#$ygn=uHxq ur $pk÷]ÏB z` ø)xÿô© r&ur
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”2 Amanat tersebut telah pernah ditawarkan Tuhan kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tapi semuanya enggan untuk memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Manusialah yang suka rela menerima untuk mengemban amanat tersebut.3 Manusia yang lahir dalam keadaan tidak tahu apa-apa telah diberi kemampuan termasuk akal serta pengetahuan-pengetahuan sehingga akan mampu melaksanakan tugasnya selaku khalifah atau penguasa di bumi ini. Dengan indra dan kemampuan yang dikaruniakan Allah SWT ini manusia mempunyai kemampuan untuk memimpin, memelihara, dan membangun
1
Joko Suharto bin Matsnawi, Menuju Ketenangan Jiwa, (Jakarta : PT Rineka Cipta,2007),
hlm.22 2
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk,Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit J-ART,2005), hlm.427 3 Moh Sholeh Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2005), hlm.79
1
kehidupan di dunia.4 Pemimpin yang dicintai dan dipercaya serta diikuti oleh mereka adalah pemimpin yang sebanding dengan kemampuannya untuk memecahkan persoalan mereka. Ini dapat berupa masalah personal atau publik, atau berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang, atau komunitas sosial, persoalan ekonomi dan politik. Banyak pemimpin yang mengandalkan kekuatan dan teror, sanksi atau
hukuman
(misalnya
pengasingan,
penjara,
mencabut
kewarganegaraan), siksaan, atau memata-matai persoalan pribadi untuk memecahkan persoalan mereka. Tetapi solusi-solusi itu hanya bermanfaat dalam jangka pendek. Selain itu, mereka menciptakan lingkaran setan di mana lebih banyak lagi orang yang berusaha memecahkan persoalan dengan cara itu, akan lebih dalam mereka tenggelam dalam persoalan itu.5 Akan tetapi, kenyataan di dalam kehidupan ini banyak ditemui kesombongan manusia, perbuatan pengrusakan, sikap mementingkan diri sendiri, kelakuan menghalalkan segala cara, serta kurangnya kepedulian terhadap kondisi orang lain dan lingkungan. Rupanya banyak manusia yang sering lupa pada asalnya dan lupa akan tugasnya. Manusia seperti itu telah lalai di dalam hidupnya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang telah mereka lakukan. Berkait dengan ini Rasulullah SAW telah bersabda :
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺑﺸﺮ ﺑﻦ ﳏﻤﺪ ﻗﺎﻝ ﺃﺧﱪﻧﺎ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﻗﺎﻝ ﺃﺧﱪﻧﺎ ﻳﻮﻧﺲ ﻋﻦ ﺍﻟﺰﻫﺮﻱ ﻗﺎﻝ ﺃﺧﱪﻧﺎ ﺳﺎﱂ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﻋﻦ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ
ﻛﻠﻜﻢ ﺭﺍﻉ ﻭﻛﻠﻜﻢ ﻣﺴﺆﻭﻝ ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻪ ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ ﺭﺍﻉ ﻭﻣﺴﺆﻭﻝ ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻪ: ﻳﻘﻮﻝ ﻭﺍﻟﺮﺟﻞ ﺭﺍﻉ ﰲ ﺃﻫﻠﻪ ﻭﻫﻮ ﻣﺴﺆﻭﻝ ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻪ ﻭﺍﳌﺮﺃﺓ ﺭﺍﻋﻴﺔ ﰲ ﺑﻴﺖ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻭﻣﺴﺆﻭﻟﺔ
ﻗﺎﻝ ﻭﺣﺴﺒﺖ ﺃﻥ ﻗﺪ. ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻬﺎ ﻭﺍﳋﺎﺩﻡ ﺭﺍﻉ ﰲ ﻣﺎﻝ ﺳﻴﺪﻩ ﻭﻣﺴﺆﻭﻝ ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻪ
4
Moh Sholeh Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi,hlm.22 M.Fethullah Gulen, Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2002), hlm.276-277 5
2
ﻗﺎﻝ ﻭﺍﻟﺮﺟﻞ ﺭﺍﻉ ﰲ ﻣﺎﻝ ﺃﺑﻴﻪ ﻭﻣﺴﺆﻭﻝ ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻪ ﻭﻛﻠﻜﻢ ﺭﺍﻉ ﻭﻣﺴﺆﻭﻝ ﻋﻦ ﺭﻋﻴﺘﻪ ٦
()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ
`”Telah menceritakan kepada kami Bisyr ibn Muhammad, dia berkata : “ Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah”, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Zuhriy”, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami Salim ibn ‘Abdillah dari Ibn Umar r.a” Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengolah harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”(HR. Bukhari) Banyak pemimpin, pada awalnya bertekad untuk selalu berbuat adil. Keadilan ditegakkan tidak pandang bulu. Itu disosialisasikan pada saat masa kampanye. Pada awal masa pemerintahannya, boleh jadi masih terlihat ketegasan dalam menjalankan sifat keadilan. Namun, lambat laun, seiring dengan waktu, tekad itu pun sirna sedikit demi sedikit, lalu tampaklah sifat otoriternya. Sikapnya sudah melampaui batas. Pantas kalau Allah mengkritik sifat itu dalam firman-Nya, “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar (sangat mudah) melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.” (al-‘Alaq : 6-7) Sikap melampaui batas dan berlaku sewenang-wenang berbanding terbalik dengan sikap yang penuh dengan keadilan. Pemimpin yang sukses dalam kepemimpinannya yang menjadi parameter pertama adalah dia berlaku adil atau tidak. Sikap ini yang pernah dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz. Beliau adalah seorang khalifah yang gaya kepemimpinannya mirip seperti empat Khulafaur Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Bahkan ada sebagian yang berpendapat bahwa Khulafaur Rasyidin bukan empat tetapi lima yaitu Umar bin Abdul Aziz. 6 Abu ‘Abdilah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matnu Masykuli al-Bukhari Bihasyiyati al-Sanadi,(Bairut : Dar al-Fikr, t.t), hlm.160
3
Salah satu sikap tegas dan proporsionalnya adalah ketika anaknya datang ke kantor beliau untuk membicarakan persoalan keluarga. Karena masalah yang dibahas adalah persoalan keluarga, semua yang terkait dengan urusan kantor, seperti lampu harus dimatikan, membuka pakaian dinas dengan pakaian biasa, dan sebagainya. Anaknya bertanya, “ Mengapa demikian?” Beliau menjawab,” Bukankah yang kita bicarakan adalah masalah keluarga? Lampu, pakaian, dan sebagainya adalah biaya negara. Aku umar pantang melakukan ini karena amanah yang diemban di atas pundakku.”7 Sebenarnya pemimpin yang harus diteladani adalah Rasulullah, karena semua yang beliau lakukan adalah berasal dari al-Qur’an. Beliau mendidik umatnya agar menjadi pemimpin yang berakhlak seperti apa yang beliau ajarkan kepada umatnya yaitu mengikuti al-Qur’an dan asSunnah. Nabi Muhammad mempunyai semua kualitas kepemimpinan yang diperlukan untuk keberhasilannya dalam segala aspek kehidupan. Akan tetapi yang lebih penting lagi adalah beliau mampu memimpin umatnya menuju keberhasilan disegala bidang. Beliau adalah sumber yang mengalirkan semua perkembangan selanjutnya yang berhubungan dengan komando, kenegaraan, agama, perkembangan spiritual dan sebagainya diseluruh dunia muslim.8 Beliaulah kiblat dari semua pendidik sekaligus pemimpin bagi umat Islam di dunia ini. Akhir-akhir ini banyak penelitian mengenai kepemimpinan telah dilakukan, teristimewa kepemimpinan dalam bidang pendidikan. Jika kita berbicara tentang kepemimpinan pendidikan, hendaklah kita berusaha memahami bahwa dalam pelaksanaan tugas itu ada seseorang yang berfungsi sebagai pemimpin. Ia adalah seseorang yang dapat bekerja sama dengan orang lain dan dapat bekerja untuk orang lain.
7 8
Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan, (Jakarta : Gema Insani Press,2006), hlm. 34-35 M.Fethullah Gulen, Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad, hlm.290
4
Tiap-tiap orang yang terpanggil untuk melaksanakan tugas memimpin di dalam lapangan pendidikan dapat disebut pemimpin pendidikan, misalnya orangtua di rumah, guru di sekolah, kepala kantor Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan,
maupun
pengawasan
pendidikan di Kantor Pembinaan Pendidikan dan di daerah pelayanannya, juga pendidik lain. Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam pembinaan pendidikan. Dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama itu, pemimpin dan kelompok yang satu bergantung pada pemimpin dan kelompok yang lain. Seseorang tidak dapat menjadi pemimpin jika terlepas dari kelompok. Kepemimpinan merupakan suatu sifat dari aktifitas kelompok. Setiap orang sebagai anggota suatu kelompok dapat memberikan sumbangannya untuk kesuksesan kelompoknya. Di dalam suatu kelompok harus ada persatuan. Persatuan harus dibentuk dan dibina oleh pemimpin kelompok
itu.
Di bawah
kepemimpinannya, baik pemimpin maupun yang dipimpin harus berusaha bersama untuk mencapai tujuan kelompok itu. Persatuan harus diciptakan dan dipelihara dalam kelompok. Jika tidak, kelompok itu hanya merupakan kumpulan dari individu-individu yang seorang terpisah dari yang lain. Bertalian dengan hal di atas, harus ada seseorang yang dapat mengembangkan perasaan kelompok dan koordinasi. Ia muncul sebagai pemimpin, ia memperlihatkan kelebihan dan kesanggupan dalam membina kegiatan kelompok menuju ke hal tercapainya tujuan kelompok itu. Kesanggupannya sangat dibutuhkan dalam memcahkan masalah yang dihadapi oleh kelompoknya.9 Tentunya masih banyak sekali konsep pendidikan kepemimpinan lain yang terus menerus bermunculan yang telah berhasil ditulis di banyak buku yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup zaman sekarang. Akan 9
Soekarto Indrafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif, (Bogor : Ghalia Indonesia,2006),hlm.1-2
5
tetapi perlu juga dicari formula kosep yang sesuai dengan perubahan zaman dan kebutuhan agar pemikiran-pemikiran yang ingin diberikan bisa diserap dengan lebih mudah dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Semakin banyak penelitian dilakukan , tentunya semakin banyak pula objek yang bisa dijadikan bahan untuk mencari konsep-konsep kepemimpinan pendidikan, baik dari akal pikiran manusia maupun sumber lain. Salah satu sumber yang utama itu adalah al-Qur’an, kitab suci pedoman untuk umat Islam. Di dalamnya pasti masih banyak konsep pendidikan kepemimpinan, tergantung kita mampu atau tidak untuk menggalinya. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk bukan hanya untuk umat Islam, akan tetapi untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini. Dengan petunjuk al-Qur’an, kehidupan manusia akan berjalan dengan baik. Manakala mereka mempunyai masalah, maka masalah tersebut dapat terpecahkan sehingga ibarat penyakit, akan ditemukan obatnya dengan alQur’an itu. Oleh karena itu, menjadi amat penting bagi kita sebagai umat Islam untuk memahami al-Qur’an dengan sebaik-sebaiknya sehingga bisa kita gunakan sebagai pedoman hidup di dunia ini dengan sebenarbenarnya. Adalah amat jelas bahwa dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang mengandung berbagai macam konsep mengenai kepemimpinan pendidikan. Untuk mendapatkan konsep tersebut maka perlu kiranya selalu diadakan kajian-kajian di berbagai tempat dan kesempatan. Dan salah satu sarana yang menjadi objek kajian paling utama adalah al-Qur’an. Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian ini akan mencoba untuk ikut mencari konsep kepemimpinan yang ada dalah ayat yang terdapat di dalam al-Qur’an, dengan sebuah skripsi yang berjudul : “KONSEP KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTI ALQUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI ‘IMRON AYAT 159”.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka peneliti akan kemukakan pokok masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimanakah konsep kepemimpinan pendidikan dalam perspektif alQur’an surat an-Nisa ayat 58 dan ali Imron ayat 159?” C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsep yang jelas tentang kepemimpinan pendidikan dalam perspektif al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan Ali ‘Imron ayat 159. Sedangkan manfaat yang hendak dicapai adalah sebagai berikut : 1. Menjadi sumbangan pemikiran kepada mereka yang membutuhkan penelitian yang berkaitan dengan konsep pendidikan kepemimpinan. 2. Menambah
wawasan
peneliti
tentang
konsep
pendidikan
kepemimpinan. 3. Menambah
perbendaharaan referensi
bagi
perpustakaan
IAIN
Walisongo Semarang. D. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan judul “Konsep Kepemimpinan Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali Imron Ayat 159”, maka penulis akan membatasi pengertian-pengertian dari istilah-istilah yang ada pada judul proposal tersebut, sehingga akan diperoleh gambaran yang jelas dari apa yang dimaksud oleh peneliti. 1. Konsep Kepemimpinan Adalah suatu rancangan usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut
7
(bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.10 2. Pendidikan Adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.11 3. Al-Qur’an Adalah kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Mujammad SAW sebagai mu’jizat dengan menggunakan bahasa arab yang mutawatir dan diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas serta membacanya termasuk ibadah.12 Jadi yang dimaksud dalam judul penelitian ini adalah suatu konsep atau rancangan usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan suatu tujuan
yaitu tercapainya kedewasaan atau
mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi dalam arti mental, yang mana konsep tersebut diambil secara langsung dari ajaran al-Qur’an surat anNisa ayat 58 dan ali Imron ayat 159. E. Kajian pustaka Kajian atau penelitian tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan kepemimpinan sudah banyak dilakukan, terutama oleh tokoh-tokoh terkemuka, baik tokoh yang menguasai ilmu-ilmu secara menyeluruh maupun yang bersifat spesialisasi. Banyak sekali mufassir (para penafsir al-Qur’an) dan peneliti yang membahas masalah ini secara mendetail. Hal ini dapat
dilihat
dari hasil penelitian yang menyoroti tentang
kepemimpinan.
10
Isjoni, Manajemen Kepemimpinan Dalam Pendidikan, (Bandung : Sinar Baru Algesindo,2007),hlm.19 11 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2005),hlm.1 12 Moch Charisma, Tiga Aspek Kemu’jizatan Al-Qur’an,(Surabaya : Bina Ilmu,1992),hlm.2
8
Salah satu hasil penelitian tentang kepemimpinan adalah penelitian skripsi yang dilakukan oleh Anis Rozanah pada tahun 2002, yang menyimpulkan
bahwa
karakteristik
pemimpin
dalam
al-Qur’an
mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan Islam, diantaranya dalam kurikulum, metode serta dalam evaluasi pendidikan Islam. Di dalam kurikulum pendidikan Islam, karakteristik pemimpin dalam al-Qur’an memberikan pengaruh pada proses penyusunannya, di mana karakteristik penyusun bisa mempunyai pengaruh pada hasil susunannya. Dalam metode pendidikan Islam, karakteristik pemimpin dalam al-Qur’an memberikan pengaruh dalam pelaksanaan metode dan penerimaan anak didik akan materi yang disampaikan melalui metode tersebut. Sedangkan dalam evaluasi pendidikan Islam, karakteristik pemimpin dalam al-Qur’an mempunyai pengaruh pada hasil akhir pendidikan, yaitu hasil yang dicapai dalam proses pendidikan Islam dan poses tersebut dipengaruhi oleh siapa yang memberikan materi didik. Sehingga karakteristik akhlakul karimah sangat
berpengaruh pada tujuan pendidikan Islam
yaitu dalam
mewujudkan pribadi yang berakhlak mulia. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Anik Risalati yang berjudul “Makna Khalifah Dalam Al-Qur’an dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam (Analisis QS. Al-Baqarah Ayat 30-35)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa khalifah berarti wakil Allah dalam melaksanakan ketetapan-ketetapan-Nya di bumi. Hal ini adalah sebuah penghormatan yang diberikan Allah kepada manusia karena ia adalah makhluk yang paling sempurna. Khalifah adalah manusia yang aktif dalam tatanan alam semesta, seorang khalifah adalah manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, keimanan dan amal shaleh. Penelitian ini juga menjelaskan hakikat manusia sebagai khalifah, yaitu manusia sebagai pemegang mandat dari Allah yang wajib mengikuti apa yang diinginkan oleh Allah dan tidak boleh mengabaikannya, karena amanat yang dilimpahkan kepadanya akan dipertanggungjawabkan kelak. Sebagai khalifah yang mendapatkan amanat pengelolaan bumi, manusia harus
9
berusaha menghiasi diri dengan ilmu, karena tidak mungkin ia dapat melaksanakan amanah tanpa ilmu. Sebagai khalifah manusia memiliki tugas yang menyangkut diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam sekitar. Selanjutnya yaitu penelitian yang diteliti oleh Muhammad Asrori Ardiansyah
dengan
judul
“Studi Perbandingan
Tentang
Konsep
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Teori Kepemimpinan dalam Ayat AlQur’an”. Di dalam penelitian ini dijelaskan bahwa terdapat perbedaan antara konsep kepemimpinan secara umum dan konsep kepemimpinan dalam al-Qur’an. Hal ini dapat dilihat dari pengertian kepemimpinan secara
umum
yang
merupakan
suatu
hubungan
proses
yang
memepengaruhi terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan bersama. Sedangkan konsep kepemimpinan dalam alQur’an yaitu khalifah, imam dan ulil amri dengan segala syarat-syaratnya dinilai lebih komprehensif dalam memaknai sebuah kepemimpinan yang akhirnya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang handal dan dapat membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Selain itu di dalam penelitian ini juga diungkapkan sifat-sifat pemimpin yang ideal. Dalam konsep kepemimpinan umum, sifat pemimpin antara lain mempunyai energi jasmaniah dan mental, mempunyai kesadara akan tujuan arah dan antusiasme. Sedangkan konsep kepemimpinan dalam al-Qur’an antara lain memiliki sifat-sifat yaitu Islam, bertakwa, memahami situasi dan kondisi masyarakatnya, mempunyai karisma dan wibawa dihadapan manusia, konsekuen dengan kebenaran, ikhlas dan bertingkah laku yang baik.
F. Metode Penulisan Merujuk pada kajian di atas, peneliti menggunakan beberapa metode yang relevan untuk mendukung dalam pengumpulan dan penganalisaan data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi.
10
Metode yang diterapkan adalah : 1. Metode pengumpulan data Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggunakan metode penelitian
kepustakaan
(library
research)13,
yaitu
dengan
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, dalam hal ini ada tiga sumber, yaitu : a. Sumber primer Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data secara langsung dari tangan pertama atau sumber asli.14 Dalam skripsi ini sumber primer yang dimaksud adalah al-Qur’an surat an-Nisa ayat 58 dan ali Imron ayat 159 b. Sumber sekunder Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari sumber yang
lain yang tidak diperoleh dari sumber primer.15 Dalam
skripsi ini sumber-sumber sekunder yang dimaksud adalah kitabkitab tafsir yang ada hubungannya dengan al-Quran surat an-Nisa ayat 58 dan ali Imron ayat 159. c. Sumber tersier Sumber tersier adalah sumber-sumber yang diambil dari bukubuku selain sumber primer dan sumber sekunder sebagai pendukung. Yang dimaksud sumber tersier dalam skripsi ini adalah buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan skripsi ini. Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat tersebut, melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah yang ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, baik berupa 13
Sutrisno Hadi, Metodologi Research,(Yogyakarta : Andi Offset,1999),Jilid I,hlm.9 Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah,Edisi I,(Jakarta : Bumi Aksara,2001),cet.IV,hlm.150 15 Saifuddin Anwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pelajar Offset,1998),hal.91 14
11
kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa. 2. Metode analisa data Guna mencari jawaban dari beberapa permasalahan yang ada di atas, peneliti menggunakan metode tematik (maudhu’i). Metode tematik adalah suatu metode tafsir yang bermaksud membahas ayatayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.16 Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufassir. Antara lain sebagai berikut : a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk megetahui kemungkinan adanya ayat
yang mansukh, dan
sebagainya. b. Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) ayat-ayat yang telah dihimpun – (kalau ada). c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut, terutama kosakata yang menjadi pokok permasalahan di dalam ayat itu. d. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman pendapat para mufassir, baik yang klasik maupun yang kontemporer. e. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan penalaran yang objektif. 17 Jadi dengan metode ini peneliti akan mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, ataupun dari yang lain-lain dengan mengulas ayat di atas dari berbagai sudut, terutama dari bagian yang bisa secara langsung membantu untuk menarik kesimpulan ayat sehingga pada akhirnya akan diperoleh suatu bentuk konsep kepemimpinan dari ayat tersebut
16
Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1998),hlm.151 17 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,,hlm.152-153
12
yang nantinya bisa dipakai sebagai salah satu alternatif pilihan metode dalam suatu pendidikan. G. Sistematika penulisan Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :
Bab I
:
PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,tujuan penulisan
penelitian, penegasan
istilah, telaah pustaka, metode penulisan penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II
:
TELAAH
AL-QUR’AN
SURAT
AN-NISA
AYAT 58 DAN ALI IMRON AYAT 159 Pada bab II ini akan membahas tentang gambaran umum dari surat an-Nisa ayat 58 dan ali ‘Imron, mufrodat atau penafsiran kata-kata sulit yang terdapat di dalam surat an-Nisa ayat 58 dan ali ‘Imron ayat 159, asbab al-nuzul atau sebab-sebab apa yang melatarbelakangi diturunkannya surat anNisa ayat 58 dan ali ‘Imron, munasabah ayat dan surat yang terdapat pada surat an-Nisa ayat 58 dan ali
’Imron
159
dengan
ayat
sebelum dan
sesudahnya ataupun dengan surat-surat di dalam alQur’an yang mempunyai munasabah dengan surat an-Nisa dan ali ‘Imron, dan yang terakhir adalah akan membahas mengenai tafsir dari surat an-Nisa ayat 58 dan surat ali ‘Imron ayat 159.
13
Bab III
:
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
YANG
TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN ANNISA AYAT 58 DAN ALI IMRON AYAT 159 Pada bab III ini akan di bahas mengenai nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 58 dan surat ali ‘Imron, yaitu : a. Seorang
pemimpin
harus
menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya b. Menetapkan hukum diantara manusia dengan berlaku adil c. Berlaku lemah lembut terhadap bawahan d. Pemaaf dan bermusyawarah dengan bawahan e. Bertawakkal kepada Allah SWT
Bab IV
:
ANALISIS
KONSEP
KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ALQUR’AN AN-NISA AYAT 58 DAN ALI IMRON AYAT 159 Konsep kepemimpinan pendidikan yang terdapat dalam surat an-nisa ayat 58 dan ali imron ayat 159 adalah seorang pemimpin yang menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, berlaku adil ketika menetapkan hukum, bersikap lemah lembut,
mempunyai
bermusyawarah
sifat
dengan
pemaaf,
mau
bawahannya
dan
pemimpin yang bertawakkal kepada Allah.
Bab V
:
PENUTUP Terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.
14
BAB II TELAAH AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI ‘IMRON AYAT 159
A. Redaksi dan Terjemah Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron Ayat 159 1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58
b r& Ĩ $¨Z9$# tû÷üt/ O çFôJ s3 ym #sŒÎ)ur $ygÎ=÷d r& #’n<Î) ÏM »uZ»tBF{ $# (#r–Šxsè? b r& öN ä.ããBù'tƒ ©! $# ¨b Î) ÇÎÑÈ #ZŽÅÁ t/ $Jè‹Ïÿxœ tb %x. ©! $# ¨b Î)3ÿ¾ÏmÎ/ /ä3 Ýà Ïètƒ $KÏèÏR ©! $# ¨b Î)4ÉA ô‰ yèø9$Î/ (#qßJ ä3 øtrB “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”1
2. Al-Qur’an Surat Ali ‘Imron Ayat 159
ô` ÏB (#q‘Ò xÿR]w É= ù=s)ø9$# xá ‹Î=xî $ˆà sù |M Yä. öqs9ur (öN ßgs9 |M ZÏ9 «! $# z` ÏiB 7pyJ ôm u‘ $yJ Î6sù ö@ ©.uqtGsù |M øBz•tã #sŒÎ*sù (ÍöDF{ $# ’ÎûöN èd ö‘Ír$x© ur öN çlm; öÏÿøótGó™ $#ur öN åk÷]tã ß# ôã $sù (y7 Ï9öqym ÇÊÎÒÈ tû,Î#Ïj.uqtGßJ ø9$#= Ïtä† ©! $# ¨b Î)4«! $# ’n?tã “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.2
1 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit J-ART,2005), hlm.87 2 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.71
15
B. Gambaran Umum Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron Ayat 159 1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 Allah swt menyampaikan perintah dan larangan-Nya tidak sekaligus, dan tidak juga berdiri sendiri. Agar akal manusia tidak dipenuhi informasi dan perintah pada saat yang sama, maka setiap perintah dikaitkan dengan sesuatu yang dihunjam ke dalam lubuk hati. Bila telah mantap dan ditampung di dalam benak dan hati, datang lagi perintah dan larangan baru dengan cara seperti di atas, dan ini pada gilirannya terhunjam pula ke dalam hati dan benak. Demikian dari saat ke saat, sehingga bila tiba saat mengerjakan perintah atau menjauhi larangan, muncul bersamaan dengannya apa yang telah tertananm sebelumnya dalam lubuk hati. Itu sebabnya perintah dan larangan-Nya hampir selalu dikaitkan dengan alasan yang memuaskan akal dan menyentuh jiwa manusia.3 Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kita. Pengajaran itu berupa perintah untuk menyampaikan amanat kapada ahlinya, menetapkan hukum diantara manusia dengan adil, dan berbagai perintah serta syariat Allah lainnya yang mulia, sempurna dan komprehensif. Bentuk amanat yang wajib dilakukan manusia seperti hakhak Allah yang menjadi kewajiban para hambanya, yaitu shalat, zakat, puasa, kafarat, nadzar dan sebagainya yang berupa perkara yang dipercayakan kepada manusia tanpa perlu diawasi oleh orang lain, berupa hak hamba yang menjadi kewajiban hamba lain, seperti barang titipan dan perkara lain yang diamanatkan kepadanya untuk dilaksanakan tanpa perlu disaksikan pihak lain.4
3
M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,(Jakarta : Lentera Hati,2002), hlm.479-480 Muhammad Nasib ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin, (Jakarta : Gema Insane Press,1999), hlm. 737-378 4
16
2. Al-Qur’an Surat Ali ‘Imron Ayat 159 Ayat ini merupakan ayat tuntunan yang diarahkan kepada Nabi Muhammad saw.,sambil menyebutkan sikap lemah lembut Nabi kepada kaum muslimin khususnya mereka yang telah melakukan kesalahan dan perlanggaran terhadap perang Uhud. Sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang mengundang emosi manusia untuk marah. Namun demikian,
cukup
banyak pula
bukti yang
menunjukkan
kelemahlembutan Nabi saw. Beliau bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan berperang, beliau menerima usul mayoritas mereka, walau beliau sendiri kurang berkenan, beliau tidak memaki dan mempersalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus. Firman-Nya : “Maka disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka”, dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah swt sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi Muhammad saw. Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu alQur’an, tetapi juga kalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam.5
C. Penafsiran Kata-Kata Sulit 1. Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 – اﻻﻣﺎﻧﺔal-amanah
: sesuatu yang dijaga untuk disampaikan kepada
pemiliknya. Orang yang menjaga dan menyampaikannya dinamakan hafiz (orang yang menjaga), amin (orang yang dipercaya), dan wafiy (orang yang memenuhi); sedangkan yang tidak menjaga dan menyampaikannya disebut pengkhianat.
5
M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hlm.256
17
– اﻟﻌﺪلal-adlu : menyampaikan hak kepada pemiliknya melalui jalan terdekat. – اﻟﺘﺄوﯾﻞat-ta’wil : menerangkan kesudahan dan akibat.6
2. Ali ‘Imron Ayat 159 – اﻟﻠﯿﻦ ﻓﻲ اﻟﻤﻌﺎﻣﻠﺔal-lain fil mu’amalah : bersikap lemah lembut dalam mu’amalah. – اﻟﻔﻆal-fazhzh : kasar dan keras tabiat dalam bergaul, baik perkataan maupun sikap. – اﻟﻐﻠﯿﻆalgholizh : keras hati dan tidak bisa dipengaruhi oleh apapun. – ﻻﻧﻔﻀﻮاlanfadldlu : mereka bubar – وﺷﺎورھﻢ ﻓﻲ اﻻﻣﺮwa syawirhum fil amri : mengatur kehidupan berpolitik umat dalam urusan perang, damai, kritis, dan lain sebagainya, yang terkait dengan kepentingan-kepentingan duniawi. – اﻟﺘﻮﻛﻞat tawakkul : menampakkan kelemahan dan berpegang kepada selain dirimu, serta mengandalkannya dalam mengerjakan yang engkau perlukan.7
D. Asbabun Nuzul Secara etimologis, kata asbab (tunggal : sabab) dapat berarti alasan atau sebab. Sedangkan nuzul secara bahasa berarti turun. Jadi asbab al-nuzul dapat dimaknai sebagai pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.
6
Ahmad Musthafa al Maraghi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali, terjemah Tafsir al Maroghi, (Semarang : Toha Putra,1993), Juz. V,hlm. 112 7 Ahmad Musthafa al Maraghi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali, terjemah Tafsir al Maroghi, hlm. 191
18
Az Zarqoni mendefinisikan asbabun nuzul sebagai berikut : ٨
ﻣﺎ ﻧﺰﻟﺖ اﻷﯾﺔ اواﻷﯾﺎت ﻣﺘﺤﺪﺛﺔ ﻟﺤﻜﻤﮫ أﯾﺎم وﻗﻮﻋﮫ
“Peristiwa yang menjadi sebab turunnya suatu ayat atau berapa ayat, di mana ayat tersebut ayat tersebut menceritakan atau menjelaskan tentang suatu hukum mengenai peristiwa tersebut pada waktu terjadinya” Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang penting diketahui terkait dengan asbab al-Nuzul adalah adanya satu atau beberapa kasus yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, dan ayat-ayat itu dimaksudkan untuk memberikan penjelasan terhadap kasus itu.9 Adapun Asbabun Nuzul surat an-Nisa ayat 58 adalah sebagai berikut
, دﻋﺎ ﻋﺜﻤﺎن ﺑﻦ ﻃﻠﺤﺔ, ﻟﻤﺎ ﻓﺘﺢ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻞ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻣﻜﺔ: ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎ س ﻗﺎل , ﺑﺄﺑﻲ أﻧﺖ و أﻣﻲ:ﻓﻘﺎل,ﻗﺎم اﻟﻌﺒﺎس,ﻓﻠﻤﺎ ﺑﺴﻂ ﯾﺪه إﻟﯿﮫ,ﻓﺄه ﺑﮫ,أرﻧﻲ اﻟﻤﻔﺘﺎح: ﻓﻠﻤﺎ اﺗﺎه ﻗﺎل ھﺎ ت ال: ﻓﻘﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻞ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ, ﻓﻜﻒ ﻋﺜﻤﺎن ﯾﺪه, اﺟﻤﻌﮫ ﻟﻲ ﻣﻊ اﻟﺴﻘﺎﯾﺔ ﺛﻢ ﻧﺰل, ﺛﻢ ﺧﺮج ﻓﻄﺎف ﺑﺎﻟﺒﯿﺖ, ﻓﻘﺎم ﻓﻔﺘﺢ اﻟﻜﻌﺒﺔ, ھﺎك ﺑﺄﻣﺎﻧﺔ اﷲ: ﻓﻘﺎل,ﻣﻔﺘﺎح ﯾﺎ ﻋﺜﻤﺎن )إن اﷲ ﯾﺄﻣﺮﻛﻢ: ﺛﻢ ﻗﺎل, ﻓﺄﻋﻄﺎه اﻟﻤﻔﺘﺎح, ﻓﺪﻋﺎ ﻋﺜﻤﺎن ﺑﻦ ﻃﻠﺤﺔ,ﻋﻠﯿﮫ ﺟﺒﺮﯾﻞ ﺑﺮد اﻟﻤﻔﺘﺎح ١٠
.( ﺣﺘﻰ ﻓﺮغ ﻣﻦ اﻻﯾﺔyأن ﺗﺆدوا اﻷﻣﻨﺖ إﻟﻲ أھﻠﮭﺎ
"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dia berkata : ketika Rasulullah saw. menaklukkan mekah, beliau memanggil Usman bin Talhah, ketika dia telah datang, beliau bersabda,”perlihatkan kunci ka’bah kepadaku.” Ketika Usman mengulurkan tangannya, Abbas berdiri kemudian berkata,”demi bapakku, engkau, dan ibuku, satukanlah ia dengan penyiram air untukku.”maka Usman membukakan telapak tangannya, lalu Rasulullah saw. bersabda, “berikanlah kunci itu, hai Usman!” Usman berkata, inilah amanat Allah.” Beliau berdiri lalu membuka ka’bah. Kemudian keluar dari ka’bah, lalu bertowaf di baitullah. Kemudian Jibril turun memerintahkan supaya mengembalikan kunci itu. Lalu beliau memanggil Usman bin 8
Muhammad Abdul ‘Adhim Az Zarqani, Manahil al Irfan fi Ulumil Quran, (Bairut : Darul Fikr, tt.), hlm.19 9 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang : Rasail Media Group,2008), hlm.74-75 10 Al-Imam As-Syeikh Abil Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi, Asbabun Nuzul,(Beirut : Darul Kitab Al-‘Arabi, 1416 H), hlm. 130
19
Talhah dan memberikan kunci kepadanya. Kemudian beliau membacakan ayat :”Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian supaya menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...hingga selesai membaca ayat itu." E. Munasabah 1. Surat An-Nisa Ayat 58 a. Munasabah Ayat QS. surat an-Nisa ayat 58 mempunyai munasabah dengan ayat sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 57 dan 59. Munasabat QS. surat anNisa ayat 58 dengan ayat 57 adalah :
$pkÉJøtrB ` ÏB “ ÌøgrB ;M »¨Yy_ óO ßgè=Åz ô‰ ãZy™ ÏM »ys Î=»¢Á 9$# (#qè=ÏJ tã ur (#qãYtB#uä tûïÏ%©!$#ur ¸x ŠÎ=sß yx Ïß öN ßgè=Åz ô‰ çRur (×ot£gsÜ •B Ól ºurø—r& !$pkŽÏù öN çl°; (#Y‰ t/r& !$pkŽÏù tûïÏ$Î#»yz ã»pk÷XF{ $# “Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang Shaleh, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.”11 Sedangkan munasabat QS. surat an-Nisa ayat 58 dengan ayat 59 adalah :
b Î*sù (óO ä3 ZÏB ÍöDF{ $# ’Í<'ré&ur tA qß™ §9$# (#qãè‹ÏÛ r&ur ©! $# (#qãè‹ÏÛ r& (#þqãYtB#uä tûïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ ÏQ öqu‹ø9$#ur «! $Î/ tb qãZÏB÷sè? ÷LäêYä. b Î) ÉA qß™ §9$#ur «! $# ’n<Î) çnr–Šãsù &äóÓx« ’Îû ÷Läêôã t“»uZs? ¸x ƒÍrù's? ß` |¡ ôm r&ur ׎öyz y7 Ï9ºsŒ 4ÌÅz Fy $# “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
11
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.87
20
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”12 Pada ayat 57 Allah menerangkan ganjaran besar bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, yang kelak mereka dijanjikan Allah akan dimasukkan ke dalam surga. Dan amalan tersebut adalah menyampaikan amanat dan menetapkan hukum diantara manusia dengan cara yang adil, seperti yang terdapat pada ayat 58. Kemudian pada ayat 59 selain memerintahkan untuk menyampaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil, Allah juga memerintahkan supaya menaati Allah dan RasulNya serta menaati ulil amri dari mereka.13 Menurut Ibnu Abbas dan Jabir ra. yang dimaksud ulil amri di sini adalah fuqoha dan ulama yang mengajarkan kepada manusia tentang agama mereka.14 Dengan demikian, seorang pemimpin harus memiliki etika, antara lain : menunaikan amanah, menetapkan hukum dengan adil, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kembali ke al-Qur’an dan sunnah, bermusyawarah, menyeru kejalan Allah, jujur, mengabdi hanya kepada Allah dan beriman.15
b. Munasabah Surat 1. Surat an-Nisa dengan surat ali Imran dan surat al-Maidah Munasabatnya adalah pada surat ali ‘Imran ditutup dengan perintah untuk bertakwa, sedangkan pada surat an-Nisa perintah untuk bertakwa berada pada pembukaan surat. Kemudian di dalam surat ali ‘Imron disebutkan peperangan setelah perang uhud dengan menggunakan firman Allah yang berbunyi :
12Fadhlu 13
‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.87 Wahbah az-Zuhaily, Tafsir Munir, (Bairut : Darul Fikri, tt.), hlm.122 14 Abi Muhammad al Husain bin Mas’ud al Farra al Baghowi, Tafsir Baghowi Al Musamma Ma’alimat Tanzil, (Bairut : Darul Kutub, tt.),hlm.100 15 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran,2009), hlm.205206
21
4ßy ös)ø9$# ãN åku5$|¹ r&!$tB ω ÷èt/ -Æ
ÏB ÉA qß™ §9$#ur ¬! (#qç/$yf tGó™ $#t ûïÏ%©!$#
“(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud)”16 Sedangkan pada surat an-Nisa dengan menggunakan firman-Nya yang berbunyi :
$yJ x. šc
qßJ s9ù'tƒ óO ßg¯RÎ*sù tb qßJ s9ù's? (#qçRqä3 s? b Î) (ÏQ öqs)ø9$# Ïä!$tóÏGö/$# ’Îû (#qãZÎgs? Ÿw ur
$¸J ŠÅ3 ym $¸J ŠÎ=tã ª! $#tb %x.ur 3šc
qã_ ötƒ Ÿw $tB «! $# z` ÏB tb qã_ ös?ur (šc
qßJ s9ù's?
“ Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”17 Di dalam surat ali ‘Imran juga diceritakan kisah kejadian Isa dengan tanpa ayah yang dijadikan hujjah untuk kejadian Adam yang digunakan untuk menolak perkataan kaum yahudi dan nasrani dengan firman Allah surat an-Nisa ayat 156 dan 171-172 :
$VJ ŠÏà tã $·Z»tFökæ5 zO tƒötB 4’n?tã öN ÎgÏ9öqs%ur ö “Dan Karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina)”18 Firman Allah :
$yJ ¯RÎ) 4¨, ys ø9$# žw Î) «! $# ’n?tã (#qä9qà)s? Ÿw ur öN à6 ÏZƒÏŠ ’Îû(#qè=øós? Ÿw É= »tGÅ6 ø9$# Ÿ@ ÷d r'¯»tƒ Óy râ‘ur zN tƒótB 4’n<Î) !$yg9s)ø9r& ÿ¼çmçFyJ Î=Ÿ2 ur «! $# Ú^ qÞ™ u‘ zN tƒótB ßûøó$# Ó|¤ ŠÏã ßx ŠÅ¡ yJ ø9$#
16
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.72 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.95 18 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.103 17
22
ª! $# $yJ ¯RÎ) 4öN à6 ©9 #ZŽöyz (#qßgtFR$# 4îpsW»n=rO (#qä9qà)s? Ÿw ur (¾Ï&Î#ß™ â‘ur «! $Î/ (#qãZÏB$t«sù (çm÷ZÏiB ’Îû $tBur ÏN ºuq»yJ ¡ 9$# ’Îû $tB ¼ã&©! ¢Ó$s!ur ¼ã&s! šc #Y‰ ö7tã šc
qä3 tƒ b r& ÿ¼çmoY»ys ö7ß™ (Ó‰ Ïm ºur ×m»s9Î)
qä3 tƒ b r&ßx ŠÅ¡ yJ ø9$# y# Å3 YtFó¡ o„` ©9 ÇÊÐÊÈ Wx ŠÅ2 ur «! $Î/ 4’s"x.ur 3ÇÚ ö‘F{ $#
÷ŽÉ9ò6 tGó¡ tƒur ¾ÏmÏ?yŠ$t6Ïã ô` tã ô# Å3 ZtGó¡ o„ ` tBur 4 tb qç/§s)çRùQ$# èps3 Í´¯»n=yJ ø9$# Ÿw ur °! ÇÊÐËÈ $YèŠÏHsd Ïmø‹s9Î) öN èd çŽà³ ós u‹|¡ sù “171.Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara. 172. Al masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembah-Nya, dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.”19 Kemudian disebutkan juga pada ayat 55 surat ali ‘Imron :
¥’n<Î)y7 ãèÏù#u‘ur š‹ÏjùuqtGãB ’ÎoTÎ)#Ó|¤ ŠÏè»tƒ ª! $#tA $s% øŒÎ) “(ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku”20 Ayat ini untuk menolak perkataan kaum nasrani yang terdapat dalam ayat :
19
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.105 ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.57
20Fadhlu
23
çnqç7n=|¹ $tBur çnqè=tFs% $tBur «! $# tA qß™ u‘ zN tƒótB tûøó$# Ó|¤ ŠÏã yx ‹Å¡ pRùQ$# $uZù=tGs% $¯RÎ) öN ÎgÏ9öqs%ur ô` ÏB ¾ÏmÎ/ M çlm; $tB 4çm÷ZÏiB 7e x© ’Å"s9 Ïm‹Ïù (#qàÿn=tG÷z $# tûïÏ%©!$# ¨b Î)ur 4öN çlm; tmÎm7ä© ` Å3 »s9ur ª! $# tb %x.ur 4Ïmø‹s9Î) ª! $# çmyèsù§‘ @ t/ ÇÊÎÐÈ $KZŠÉ)tƒ çnqè=tFs% $tBur 4Çd` ©à 9$# tí $t7Ïo?$# žw Î) AO ù=Ïæ ÇÊÎÑÈ $\KŠÅ3 ym #¹“ƒÍ•tã “157. Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh
Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.158. Tetapi (yang sebenarnya), Allah Telah mengangkat Isa kepadaNya[379]. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”21 Kemudian pada ayat ali ‘Imran yang mutasyabih :
ãyz é&ur É= »tGÅ3 ø9$# ‘Pé& £` èd ìM »yJ s3 øt’C ×M »tƒ#uä çm÷ZÏB |= »tGÅ3 ø9$# y7 ø‹n=tã tA t“Rr& ü“ Ï%©!$# uqèd ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#çm÷ZÏB tmt7»t± s? $tB tb qãèÎ6®KuŠsù Ô÷ ÷ƒy— óO ÎgÎ/qè=è% ’ÎûtûïÏ%©!$#$¨Br'sù (×M »ygÎ7»t± tFãB tb qä9qà)tƒ ÉO ù=Ïèø9$# ’Îû tb qã‚ Å™ º§9$#ur 3ª! $# žw Î) ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? ãN n=÷ètƒ $tBur 3¾Ï&Î#ƒÍrù's? uä!$tóÏGö/$#ur ÇÐÈ É= »t6ø9F{ $#(#qä9'ré&Hw Î)ã©.¤‹ tƒ $tBur 3$uZÎn/u‘ ω ZÏã ô` ÏiB @ ä. ¾ÏmÎ/ $¨ZtB#uä “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari
21
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.103
24
sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” 22 Dijelaskan di dalam surat an-Nisa lebih terperinci dengan firmanNya : 162
tA Ì“Ré& !$tBur y7 ø‹s9Î) tA Ì“Ré& !$oÿÏ3 tb qãZÏB÷sムtb qãYÏB÷sçRùQ$#ur öN åk÷]ÏB ÉO ù=Ïèø9$# ’Îûtb qã‚ Å™ º§9$# Ç` Å3 »©9 «! $Î/ tb qãZÏB÷sçRùQ$#ur no4qŸ2 ¨“9$# šc
qè?÷sßJ ø9$#ur 4no4qn=¢Á 9$# tûüÏJ ŠÉ)çRùQ$#ur 4t4y7 Î=ö6s% ` ÏB
ÇÊÏËÈ $·K‹Ïà tã #·ô_ r&öN ÍkŽÏ?÷sãYy™ y7 Í´¯»s9'ré&ÌÅz Fy $#ÏQ öqu‹ø9$#ur “Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orangorang mukmin, mereka beriman kepada apa yang Telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang Telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. orang-orang Itulah yang akan kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” 23 Kemudian munasabat surat an-Nisa dengan surat al-Maidah yaitu pada surat al-Maidah memerinci tentang hukum mencuri dan perampok yang dikaitkan dengan emas dan perak yang terjadi pada ayat setelah menerangkan perempuan dan anak-anak, yaitu pada firman-Nya :
b r& #·Š$|¡ sù ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû tb öqyèó¡ tƒur ¼ã&s!qß™ u‘ur ©! $# tb qç/Í‘$ptä† tûïÏ%©!$# (#ätÂt“y_ $yJ ¯RÎ) (#þqç6¯=|Á ム÷rr& (#þqè=Gs)ム“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib” 24 Sedangkan pada surat an-Nisa hal itu terjadi setelah menerangkan tentang pembagian waris.25
22
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.50 ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.103 24 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.113 25 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu fi Tanasubi as Suwari, (Bairut : Darul Kutub al ‘Ilmiyah,tt.),hlm.77-79 23Fadhlu
25
2. Surat an-Nisa dengan surat al-Baqarah Surat an-Nisa juga menjelaskan keumuman-keumuman dari surat al-Baqarah yang lain. Salah satunya adalah firman Allah yang berbunyi :
ÇËÊÈ tb qà)Gs? öN ä3 ª=yès9 öN ä3 Î=ö6s% ` ÏB tûïÏ%©!$#ur öN ä3 s)n=s{ “ Ï%©!$# ãN ä3 /u‘ (#r߉ ç6ôã $# Pada surat an-Nisa ditambahkan :
[ä!$|¡ ÎSur #ZŽÏWx. Zw %y` Í‘ $uKåk÷]ÏB £] t/ur $ygy_ ÷ry— $pk÷]ÏB t, n=yz ur ;oy‰ Ïn ºur <§ øÿ¯R ` ÏiB /ä3 s)n=s{ Kalau kita lihat ayat yang berhubungan dengan takwa di dalam surat al-Baqarah adalah berada pada akhir ayat, sedangkan ayat pada surat an-Nisa terdapat pada permulaan surat an-Nisa.
Selain yang tersebut di atas, yang termasuk penjelasan surat anNisa terhadap surat al-Baqarah adalah firman Allah :
sp¨Ypgø:$# y7 ã_ ÷ry—ur |M Rr& ô` ä3 ó™ $# “Diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini” 26
Pada surat an-Nisa dijelaskan bahwa istri diciptakan dari suaminya, seperti firman-Nya :
$ygy_ ÷ry— $pk÷]ÏB t, n=yz ur “Dan dari padanya Allah menciptakan isterinya”27
26 27
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.6 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.77
26
Kemudian pada ayat yang menerangkan mengenai anak yatim, wasiat, orang yang mendapatkan waris dan orang yang memberikan waris yaitu surat al-Baqarah ayat 233:
3y7 Ï9ºsŒ ã@ ÷VÏB Ï^ Í‘#uqø9$#’n?tã ur 4 “Dan warispun berkewajiban demikian.”28
Ayat ini diperinci lagi oleh surat an-Nisa dengan keterangan yang lebih rinci yaitu yang terdapat pada ayat 7,11,12,33 dan 176:29
x8 ts? $£J ÏiB Ò= ŠÅÁ tR Ïä!$|¡ ÏiY=Ï9ur tb qç/tø%F{ $#ur Èb #t$Î!ºuqø9$# x8 ts? $£J ÏiB Ò= ŠÅÁ tR ÉA %y` Ìh=Ïj9 ÇÐÈ $ZÊ rãøÿ¨B $Y7ŠÅÁ tR 4uŽèYx. ÷rr&çm÷ZÏB ¨@ s% $£J ÏB šc
qç/tø%F{ $#ur Èb #t$Î!ºuqø9$#
“ Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”
s- öqsù [ä!$|¡ ÎS £` ä. b Î*sù 4Èû÷üu‹sVRW{ $# Åeá ym ã@ ÷VÏB Ìx.©%#Ï9 (öN à2 ω »s9÷rr& þ’Îû ª! $# ÞO ä3 ŠÏ¹ qムÈe@ ä3 Ï9 Ïm÷ƒuqt/L{ ur 4ß# óÁ ÏiZ9$# $ygn=sù Zoy‰ Ïm ºur ôM tR%x. b Î)ur (x8 ts? $tB $sVè=èO £` ßgn=sù Èû÷ütGt^øO$# ÿ¼çmrOÍ‘urur Ó$s!ur ¼ã&©! ` ä3 tƒ óO ©9 b Î*sù 4Ó$s!ur ¼çms9 tb %x. b Î)x8 ts? $£J ÏB ⨠߉ ¡ 9$# $yJ åk÷]ÏiB 7‰ Ïn ºur 7p§‹Ï¹ ur ω ÷èt/ .` ÏB 4⨠߉ ¡ 9$# ÏmÏiBT| sù ×ouq÷z Î) ÿ¼ã&s! tb %x. b Î*sù 4ß] è=›W9$# ÏmÏiBT| sù çn#uqt/r& ZpŸÒ ƒÌsù 4$YèøÿtR ö/ä3 s9 Ü> tø%r& öN ßg•ƒr&tb râ‘ô‰ s? Ÿw öN ä.ät!$oYö/r&ur öN ä.ät!$t/#uä 3AûøïyŠ ÷rr&!$pkÍ5 ÓÅ» qムÇÊÊÈ $VJ ŠÅ3 ym $¸J ŠÎ=tã tb %x. ©! $# ¨b Î)3«! $# šÆ 28 29
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.37 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu fi Tanasubi as Suwari,hlm.75
27
ÏiB
”Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”30
tb $Ÿ2
b Î*sù 4Ó$s!ur £` ßg©9 ` ä3 tƒ óO ©9 b Î) öN à6 ã_ ºurø—r& x8 ts? $tB ß# óÁ ÏR öN à6 s9ur
÷rr& !$ygÎ/ šú tb $Ÿ2
üϹ qム7p§‹Ï¹ ur ω ÷èt/ .` ÏB 4z` ò2 ts? $£J ÏB ßì ç/”9$# ãN à6 n=sù Ó$s!ur Æ
b Î*sù 4Ó‰ s9ur öN ä3 ©9 ` à6 tƒ öN ©9 b Î) óO çFø.ts? $£J ÏB ßì ç/”9$# Æ
&ûøïyŠ ÷rr& !$ygÎ/ šc
ßgs9ur 4&ú
ßgs9 øïyŠ
qß¹ qè? 7p§‹Ï¹ ur ω ÷èt/ .` ÏiB 4Läêò2 ts? $£J ÏB ß` ßJ ›V9$# £` ßgn=sù Ó$s!ur öN à6 s9
7‰ Ïn ºur Èe@ ä3 Î=sù ×M ÷z é& ÷rr& îˆ r& ÿ¼ã&s!ur ×or&tøB$# Írr& »'s#»n=Ÿ2
ß^ u‘qム×@ ã_ u‘ šc
.` ÏB 4Ï] è=›W9$# ’Îûâä!%Ÿ2 uŽà° ôM ßgsù y7 Ï9ºsŒ ` ÏB uŽsYò2 r& (#þqçR%Ÿ2
%x. b Î)ur 3
b Î*sù 4⨠߉ ¡ 9$# $yJ ßg÷YÏiB
ÒO ŠÎ=ym íO ŠÎ=tæ ª! $#ur 3«! $# z` ÏiB Zp§‹Ï¹ ur 49h‘!$ŸÒ ãB uŽöxî AûøïyŠ ÷rr&!$pkÍ5 4Ó|» qム7p§‹Ï¹ ur ω ÷èt/ “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, 30
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.87
28
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” 31
ôN y‰ s)tã tûïÏ%©!$#ur 4šc
qç/tø%F{ $#ur Èb #t$Î!ºuqø9$# x8 ts? $£J ÏB u’Í<ºuqtB $oYù=yèy_ 9e@ à6 Ï9ur
ÇÌÌÈ #´‰ ‹Îgx© &äóÓx« Èe@ à2
4’n?tã tb %Ÿ2
©! $# ¨b Î)4öN åkz:ÅÁ tR öN èd qè?$t«sù öN à6 ãZ»yJ ÷ƒr&
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu Telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”32
ÿ¼ã&s!ur Ó$s!ur ¼çms9 }§ øŠs9 y7 n=yd (#îtâöD$# Èb Î) 4Ï's#»n=s3 ø9$# ’Îû öN à6 ‹ÏFøÿムª! $# È@ è% y7 tRqçFøÿtGó¡ o„ Èû÷ütFuZøO$# $tFtR%x. b Î*sù 4Ó$s!ur $ol°; ` ä3 tƒ öN ©9 b Î) !$ygèOÌtƒ uqèd ur 4x8 ts? $tB ß# óÁ ÏR $ygn=sù ×M ÷z é& Åeá ym ã@ ÷WÏB Ìx.©%#Î=sù [ä!$|¡ ÎSur Zw %y` Íh‘ Zouq÷z Î) (#þqçR%x. b Î)ur 4x8 ts? $®ÿÊE Èb $sVè=›V9$# $yJ ßgn=sù ÇÊÐÏÈ 7O ŠÎ=tæ >äóÓx« Èe@ ä3 Î/ ª! $#ur 3(#q=ÅÒ s? b r&öN à6 s9 ª! $#ßûÎiüt6ム3Èû÷üu‹s[RW{ $# “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah
31 32
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.79 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.83
29
menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”33
2. Surat Ali ‘Imron Ayat 159 a. Munasabah ayat Disebutkan di dalam tafsir Munir bahwa munasabat surat ali ‘Imron ayat 159 jelas yaitu ayat-ayat ini masih menceritakan tentang kejadian perang Uhud dan dampak-dampak yang terjadi. Kemudian setelah Allah memaafkan kaum muslim atas sesuatu yang membuat mereka
tergesa-gesa
di
dalam
peperangan
uhud
dan
Allah
memperingatkan mereka dari pengaruh ucapan kaum munafik, maka Allah membalas lebih baik yaitu dengan memaafkan pemimpin yang menyakitkan nabi dan orang-orang yang menetap dan memaafkan sesuatu yang menyebabkan luka dan rasa sakit yang menimpanya. Setelah itu nabi bergaul dengan mereka dengan sifat kasih sayang, lemah lembut dan kesabaran. Dan memberikan nasihat kepada mereka dengan cara yang halus dan bergaul dengan mereka dengan cara yang baik pula. Tetapi beliau bermusyawarah dengan mereka di dalam menghadapi permasalahan baru dan kemaslahatan urusan dunia. Ketika diketahui nabi mempunyai kemulyaan akhlak dan sifat kebijaksanaan sebagai seorang pemimpin, maka beliau adalah rahmat bagi seluruh alam dan al-Qur’an mensifati nabi dengan firman Allah :34
ÇÍÈ 5O ŠÏà tã @, è=äz 4’n?yès9 y7 ¯RÎ)ur “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
33
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.106 Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir,(Bairut : Darul Fikr ,tt.),hlm.139
30
b. Munasabah surat 1. Munasabah surat ali ‘Imron dengan surat al-Fatihah dan alBaqarah. Sebagian ulama mengatakan bahwa surat al-Fatihah mengandung ketetapan ketuhanan, kembali kepada ketuhanan di dalam agama Islam, menjaga dari agama Yahudi dan Nasrani. Surat al-Baqarah di dalamnya mengandung kaidah-kaidah agama Islam, sedangkan surat Ali ‘Imron adalah penyempurna dari maksud surat al-Baqarah.35 Surat al-Baqarah menempati tempatnya dalil dalam hukum, sedangkan surat Ali ‘Imron menempti jawaban dari perkara perdebatan yang masih samar, karena di dalamnya banyak terdapat ayat mutasyabihat yang menjadi pegangan orang-orang Nasrani. Allah swt mewajibkan haji di dalam surat ali ‘Imron, adapun di dalam surat al-Baqarah Allah menuturkan bahwa haji itu disyariatkan dan Allah swt memerintahkan menyempurnakannya setelah disyariatkannya haji. Khitob yang terdapat di dalam surat Ali ‘Imron itu ditujukan pada orang Nasrani, seperti halnya khitob terhadap orang yahudi juga banyak terdapat dalam surat alBaqarah, hal ini karena kitab taurat adalah kitab asal, sedangkan kitab Injil adalah cabang. Artinya yang ada dalam Injil pasti ada dalam Taurat, sedangkan yang ada dalam Taurat belum tentu ada dalam Injil.36 Dalam surat al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam as langsung diciptakan Allah swt, sedang dalam surat ali ‘Imron disebutkan tentang kelahiran nabi Isa as yang kedua-duanya diluar kebiasaan. Dalam surat al Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuata orang Yahudi, disertai hujjah-hujjah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surat ali ‘Imron dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani. Surat al-Baqarah dimulai dengan
35 36
Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari,hlm.63 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari,hlm.63
31
menyebutkan tiga golongan manusia yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang dalam surat ali ‘Imron menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya. Ketika Nabi hijrah ke madinah, Nabi mengajak orang-orang yahudi untuk beriman dan memberikan motifasi kepada mereka dan motifasi yang diberikan Nabi kepada orang-orang nasrani di dalam akhir setiap permasalahan mereka sebagaimana Nabi pernah mendoakan ahli syirik sebelum ahli kitab. Karena hal ini, surat makiyah yang terdapat dalam surat al-Baqarah di dalamnya mengandung agama yang telah disepakati oleh para Nabi, yang khitobnya ditujukan untuk semua manusia. Sedangkan surat madaniyah di dalamnya terdapat penjelasan mengenai Nabi dari kelompok yahudi dan mukminin yang dikhitobi dengan lafal ﯾﺎ
اھﻞ اﻟﻜﺘﺎب, ﯾﺎ ﺑﻨﻲ اﺳﺮاﺋﯿﻞdan ﯾﺎ اﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ اﻣﻨﻮا.37
2. Munasabat surat ali ‘Imron dengan surat an-Nisa Pada surat an-Nisa ayat 22-27 diterangkan mengenai hukumhukum yang berkaitan dengan perempuan, yaitu firman Allah :
4y# n=y™ ô‰ s% $tB žw Î)Ïä!$|¡ ÏiY9$#šÆ
ÏiB Nà2 ät!$t/#uä yx s3 tR $tB (#qßs Å3 Zs? Ÿw ur
“ Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau.” Sampai firman Allah yang berbunyi :
(#qè=ŠÏÿsC b r& ÏN ºuqpk¤¶ 9$# tb qãèÎ7Gtƒ šú
ïÏ%©!$# ߉ ƒÌãƒur öN à6 ø‹n=tæ z> qçGtƒ b r& ߉ ƒÌム! $#ur ÇËÐÈ $VJ ŠÏà tã ¸x øŠtB
37
Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari, hlm.64
32
“ Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauhjauhnya (dari kebenaran).”38 Yang dijadikan permulaan pada ayat yang telah lalu yang terdapat pada surat ali ‘Imron. Pada surat ali ‘Imron diterangkan bahwa tidak dibutuhkannya penjelasan mengenai hukum anak karena keharaman anak sudah jelas, oleh karena itu, berkaitan dengan hal ini maka diisyaratkan melalui firman Allah :
(#qà)Gu‹ù=sù öN ÎgøŠn=tæ (#qèù%s{ $¸ÿ»yèÅÊ ZpƒÍh‘èŒ óO ÎgÏÿù=yz ô` ÏB (#qä.ts? öqs9 šú
ïÏ%©!$# |· ÷‚ u‹ø9ur
ÇÒÈ #´‰ ƒÏ‰ y™ Zw öqs% (#qä9qà)u‹ø9ur ©! $# “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”39 Kemudian surat an-Nisa juga sangat jelas memperinci surat ali ‘Imron dalam hukum waris seperti firman Allah :
Èû÷üu‹sVRW{ $#Åeá ym ã@ ÷VÏB Ìx.©%#Ï9 (öN à2 ω »s9÷rr& þ’Îûª! $# ÞO ä3 ŠÏ¹ qム“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”40
Firman-Nya :
Ò= ŠÅÁ tR Ïä!$|¡ ÏiY=Ï9ur tb qç/tø%F{ $#ur Èb #t$Î!ºuqø9$#x8 ts? $£J ÏiB Ò= ŠÅÁ tR ÉA %y` Ìh=Ïj9
38
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.81-83 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.78 40 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.78 39
33
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula).”41 Ayat
ini
digunakan
untuk
menolak
orang-orang
yang
mengkhususkan anak laki-laki di dalam hukum waris disebabkan lebih dicintainya anak laki-laki dari pada perempuan.
Pada ayat yang lain Allah berfirman :
ÍotsÜ Zs)ßJ ø9$# ÎŽÏÜ »oYs)ø9$#ur tûüÏZt6ø9$#ur Ïä!$|¡ ÏiY9$# šÆ
ÏB ÏN ºuqyg¤± 9$# = ãm Ĩ $¨Z=Ï9 z` Îiƒã—
ßì »tFtB šÏ9ºsŒ 3Ï^ öys ø9$#ur ÉO »yè÷RF{ $#ur ÏptB§q|¡ ßJ ø9$#È@ ø‹y‚ ø9$#ur ÏpžÒ Ïÿø9$#ur É= yd ©%!$#šÆ
ÏB
ÇÊÍÈ ($u‹÷R‘‰ 9$#Ío4qu‹ys ø9$# “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”42 Ayat ini menerangkan sesuatu yang terdapat pada surat setelahnya dan mengatur sesuatu yang terjadi di dalam ayat tersebut untuk mengetahui apa yang Allah halalkan dan apa yang Allah haramkan dikarenakan condongnya hati manusia kepadanya.43
F. Isi Kandungan Surat An-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali Imron Ayat 159 1. Surat An-Nisa Ayat 58 Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk menyampaikan amanat dan bersikap adil di dalam menentukan hukum karena sesungguhnya Allah maha mendengar dan melihat apa yang yang kalian ucapkan dan apa yang
41
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.78 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.51 43 Jalaludin as Suyuthi, Tanasuqu Fi Tanasubi as Suwari, hlm.78-79
42
34
kalian hukumi serta mengetahui apa yang kalian lakukan di dalam menyampaikan amanat tersebut.44 Bila dikritisi, surat an-Nisa ayat 58 paling tidak mengandung 4 pesan moral,yaitu : 1. Allah memerintahkan untuk menunaikan berbagai macam amanah yang diamanahkan kepada siapapun yang memberikan amanah 2. Apabila diamanahkan untuk berkuasa, maka laksanakan kekuasaana amanah itu dengan penuh keadilan 3. Perintah dan nasihat ini merupakan perintah yang paling indah untuk dijadikan pedoman 4. Sesungguhnya Allah mendengar perkataan serta melihat gerak-gerik kalian
dalam
perilaku,
termasuk
ketika
dalam
berkuasa
atau
memerintah.45 2. Surat Ali ‘Imron Ayat 159 Salah satu yang menjadi penekanan pokok ayat ini adalah perintah untuk melakukan musyawarah. Ini penting, karena petaka yang terjadi di Uhud, didahului oleh musyawarah, serta disetujui oleh mayoritas. Kendati demikian, hasilnya sebagaimana telah diketahui, adalah kegagalan. Hasil ini boleh jadi mengantar seseorang untuk berkesimpulan bahwa musyawarah tidak perlu diadakan. Apalagi bagi Rasul saw. Nah, karena ayat ini dipahami sebagai pesan untuk melakukan musyawarah, kesalahan yang dilakukan setelah musyawarah tidak sebesar kesalahan yang dilakukan tanpa musyawarah, dan kebenaran yang diraih sendirian, tidak sebaik yang diraih bersama.
44
Al Qodliy Nasiruddin Abi Sa’id ‘Abdillah bin Umar bin Muhammad asy Syarozy al Baidlowiy, Tafsir Baidlowiy,(Bairut : Darul Kutub,891 h),hlm.220 45 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah pentashihan mushaf alquran, 2009 ),hlm.204
35
Pada ayat ini, disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk beliau laksanakan sebelum musyawarah. Dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah, perlu menghiasi diri Nabi saw dan setiap orang yang melakukan musyawarah. Pertama, adalah berlaku lemah lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras. Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang pertama harus ia hindari adalah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi. Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru. Memaafkan adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu, karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati. Pesan terakhir ilahi dalam konteks musyawarah adalah setelah musyawarah usai, yaitu membulatkan tekad dan bertawakkal/berserah diri kepada Allah karena sesunggunya Allah menyukai orang-orang yang berserah diri.46
G. Tafsir dari Surat an-Nisa Ayat 58 dan Surat Ali Imron Ayat 159 1. Tafsir Surat An-Nisa Ayat 58 Wahai orang-orang yang beriman, Allah swt menyuruh kalian agar senantiasa menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Adapun amanah yang harus kalian tunaikan untuk Allah swt adalah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan amanah yang harus kalian pelihara di antara sesama kalian diantaranya, menyampaikan
46
M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,hlm.258-260
36
titipan dan hak-hak kepemilikan harta, melaksanakan akad, menepati janji, dan tidak membatalkan sumpah.47 Dalam tafsir al-Munir juga dijelaskan bahwa amanat terbagi atas tiga macam, yaitu : 1. Amanat yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contohnya : melaksanakan perintah, menjauhi segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh anggota badan untuk mendekatkan diri kepada Allah. 2. Amanat yang berkaitan dengan diri sendiri. Contohnya : seseorang tidak melakukan perbuatan kecuali yang bermanfaat bagi dirinya, baik dalam urusan agama, dunia, maupun akhirat. 3. Amanat yang berkaitan dengan hak orang lain. Contohnya : tidak menyebarkan kejelekan dan aib antar sesame, berjihad, saling nasihat menasihati, atau tidak melakukan tipu daya di dalam muamalah.48 Kemudian, bila kalian ditunjuk atau dipercaya oleh sesame kalian untuk memutuskan sebuah perkara, melerai sebuah perseteruan, atau mendamaikan beerapa hamba yang sedang berperkara maka selesaikanlah dengan adil dan bijaksana, dan hendaklah kalian senantiasa bertakwa kepada Allah swt ketika mengurusi atau menjalankan semua itu, janganlah kalian berbuat zalim, menipu, dan berpaling dari kebenaran. Demi Allah swt, sesungguhnya ini merupakan wasiat besar dan nasihat yang sangat agung. Yakni, karena nasihat ini mengandung kebaikan untuk di dunia dan akhirat, berisi petunjuk dan kebenaran, dan yang menyampaikan adalah Allah swt yang Maha Esa, Maha Mendengar segala ucapan, tidak ada suarapun yang tidak terdengar oleh-Nya, Maha Melihat segala perbuatan, tidak satu pengetahuanpun yang terlewat oleh-Nya, dan
47
‘Aidh al-Qarni, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, (Jakarta : Qisthi Press, 2008),
hlm.402 48
Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir, hlm. 123
37
Maha Mengetahui segala kondisi, tidak ada kejadian atau keadaaan yang tidak terlihat oleh-Nya.49 2. Tafsir Surat Ali ‘Imron Ayat 159 Hai Muhammad, sebagian sahabatmu telah berbuat salah, lari meninggalkan medan pertempuran, padahal peperangan masih berkecamuk. Namun demikian engakau tetap bersikap lemah lembut terhadap mereka, dan memperlakukan mereka dengan cara yang baik karena rahmat-Nya yang dilimpahkan kepadamu, selain kamu telah diberi derajat yang lebih tinggi dan berakhlak luhur.50 Inilah rahmat Allah yang meliputi Rasulullah dan meliputi mereka yang menjadikan beliau penyayang dan lemah lembut kepada mereka. Seandainya beliau bersikap keras dan berhati kasar, niscaya hati orang-orang di sekitar beliau tidak akan tertarik kepada beliau, dan perasaan mereka tidak akan tertambat kepada beliau. Manusia itu senantiasa memerlukan naungan kasih sayang, pemeliharaan yang optimal, wajah yang ceria dan peramah, cinta dan kasih sayang, dan jiwa penyantunan yang tidak menjadi sempit karena kebodohan, kelemahan, dan kekurangan mereka. Mereka memrlukan hati yang agung,yang suka memberi kepada mereka dan tidak membutuhkan pemberian dari mereka, yang mau memikul duka derita mereka dan yang senantiasa mereka dapatkan padanya kepedulian, kelemahlembutan, kelapangan dada, cinta kasih dan kerelaan.51 Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya yaitu tafsir al-Misbah menyatakan bahwa firman Allah : “Maka disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka”, dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah swt, sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi
49
‘Aidh al-Qarni, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, hlm. 402 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur, (Semarang : PT Pustaka Rizka Putra, 2002), hlm.718 51 Sayyid Quthb, terj. As’ad Yasin, dkk, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan AlQur’an,(Jakarta : Gema Insani Press,2001), hlm.193 50
38
Muhammad saw. Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu alqur’an, tetapi juga kalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam. Kemudian Nabi diperintahkan untuk member maaf dan seterusnya, seakan-akan ayat ini berkata : sesungguhnya perangaimu wahai Muhammad, adalah perangai yang sangat luhur, engkau tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar, engkau pemaaf, dan bersedia mendengar saran dari orang lain serta mau bermusyawarah dengan mereka.52 Pesan terakhir Ilahi dalam konteks musyawarah adalah setelah musyawarah usai, yaitu apabila telah bulat tekad, maka laksanakanlah dan berserah dirilah kepada Allah. Sesunggunya Allah menyukai orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.53
52 53
M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,hlm.256 M. Qurish Shihab, Tafsir Al-Misbah,hlm.258
39
BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN SURAT ALI ‘IMRON AYAT 159 A. Pendidikan Islam, Isi Pendidikan Islam dan Tujuan Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Menurut
Ahmadi,
pendidikan
Islam
adalah
usaha
untuk
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. 1 Menurut Zakiyah Drajat, pendidikan Islam adalah pendidikan yang bermuara pada pembentukan kepribadian muslim, di mana pendidikan lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan. 2 Sementara itu, pengertian pendidikan Islam menurut Syaikh Musthofa al-Ghulayaini adalah :
اﻟﺘﺮﺑﯿﺔ ھﻲ ﻏﺮس اﻻﺧﻼق اﻟﻔﺎﺿﻠﺔ ﻓﻲ ﻧﻔﻮس اﻟﻨﺎﺷﺌﯿﻦ وﺳﻘﯿﮭﺎ ﺑﻤﺎء اﻻرﺷﺎد واﻟﻨﺼﯿﺤﺔ ﺣﺘﻲ ﺗﺼﺒﺢ ﻣﻠﻜﺔ ﻣﻦ ﻣﻠﻜﺎت اﻟﻨﻔﺲ ﺛﻢ ﺗﻜﻮن ﺛﻤﺮﺗﮭﺎ اﻟﻔﺎﺿﻠﺔ واﻟﺨﯿﺮ وﺣﺐ اﻟﻌﻤﻞ اﻟﻮﻃﻦ “Pendidikan adalah penanaman akhlak mulia pada jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga menjadi kecerendungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan, serta cinta bekerja, yang berguna bagi tanah air.”3 Masih banyak lagi definisi dengan pengertian berbeda-beda tentang pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pemikir Islam. Dari pengertian pendidikan Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses dalam usaha manusia untuk membina, membimbing kepribadian sesuai dengan nilai-nilai Islam yang didasarkan
1
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 28 Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,1996),cet. II, hlm. 28 3 Syaikh Musthofa al-Ghulayaini, ‘Idzotun Nasyiin , (Pekalongan : Raja Murah,tt. ), hlm.188 2
40
pada akhlak al-Qur’an dan as-Sunnah, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian muslim yang muttaqin yang selalu berpedoman menjadi muslim yang baik di seluruh aspek kehidupan duniawi
sampai kepada kehidupan ukhrowi
yang
membutuhkan
kabahagiaan sebagai hamba Allah. 2. Isi Pendidikan Islam Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang membuatnya unik di tengah-tengah pendidikan lain, baik tradisional maupun yang modern.4 Karakteristik isi pendidikan Islam pertama-tama tampak pada kriteria pemikirannya, yaitu iman, ilmu, amal, akhlak dan sosial. Dengan kriteria tersebut pendidikan Islam merupakan pendidikan keimanan, ilmiah, amaliyah, moral dan sosial. Semua kriteria tersebut terhimpun dalam firman Allah ketika menyifati kerugian manusia yang menyimpang dari jalan pendidikan Islam, baik manusia sebagai jenis, manusia sebagai generasi, maupun umat Islam secara keseluruhan. Firman Allah :
(#qè=ÏJ tã ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$# žw Î)
ÇËÈ AŽô£ äz ’Å"s9 z` »|¡ SM} $# ¨b Î)
ÇÊÈ ÎŽóÇ yèø9$#ur
ÇÌÈ ÎŽö9¢Á 9$$Î/ (#öq|¹ #uqs?ur Èd, ys ø9$Î/ (#öq|¹ #uqs?ur ÏM »ys Î=»¢Á 9$# 1. Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Firman tersebut sekaligus menunjukkan bahwa proses pendidikan berpusat pada manusia sebagai sasaran taklif, dan merupakan proses sosial yang memiliki kerja sama masyarakat diberbagai lapangan kehidupan.
4
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2003), hlm.55
41
a. Pendidikan Keimanan Agama
bukanlah
sebagai
pemenuhan
kebutuhan
sesaat,
melainkan pedoman manusia untuk menjalani kehidupan dunia dan akhirat.5 Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad saw sebagai rasul.6 Islam memandang pendidikan sebagai proses yang terkait dengan upaya mempersiapkan manusia untuk mampu memikul taklif (tugas hidup) sebagai khalifah Allah di muka bumi. Untuk maksud tersebut, manusia diciptakan lengkap dengan potensinya berupa akal dan kemampuan belajar. Seperti firman Allah pada surat al-baqarah ayat 30-32 :7
ã@ yèøgrBr& (#þqä9$s% (Zpxÿ‹Î=yz ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû ×@ Ïã %y` ’ÎoTÎ) Ïps3 Í´¯»n=yJ ù=Ï9 š•/u‘ tA $s% øŒÎ)ur (y7 s9 ⨠Ïd‰ s)çRur x8 ω ôJ pt¿2 ßx Îm7|¡ çR ß` øtwUur uä!$tBÏe$!$# à7 Ïÿó¡ o„ur $pkŽÏù ߉ Å¡ øÿム` tB $pkŽÏù öN åkyÎ ztä §N èO $yg¯=ä. uä!$oÿôœ F{ $# tPyŠ#uä zN ¯=tæ ur ÇÌÉÈ tb qßJ n=÷ès? Ÿw $tB ãN n=ôã r& þ’ÎoTÎ) tA $s% ÇÌÊÈ tûüÏ%ω »|¹ öN çFZä. b Î) ÏäIw às¯»yd Ïä!$yJ ó™ r'Î/ ’ÎTqä«Î6/Rr& tA $s)sù Ïps3 Í´¯»n=yJ ø9$# ’n?tã ÇÌËÈ ÞO ŠÅ3 ptø:$# ãLìÎ=yèø9$# |M Rr&y7 ¨RÎ)(!$oYtFôJ ¯=tã $tB žw Î)!$uZs9 zN ù=Ïæ Ÿw y7 oY»ys ö6ß™ (#qä9$s% 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
5 6
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, hlm.54 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press, 2005),
hlm.17 7
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.
42
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 32. Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." Islam memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek kehidupan. Hidup ini diibaratkan sebagai jalan raya, pada jalan tersebut terdapat rambu-rambu serta jalur-jalur sebanyak aspek kehidupan manusia. Siapa saja yang memasuki gerbang jalan raya baik karena keturunan maupun karena mengucapkan dua kalimat syahadat, wajib memperhatikan rambu-rambu dan berjalan melalui jalur-jalur yang telah ada.8 Pendidikan keimanan merupakan aspek dari pendidikan yang harus pertama diperhatikan, karena iman merupakan pilar yang mendasari keIslaman seseorang. Pendidikan keimanan adalah tonggak penyangga utama bagi tegaknya pendidikan. Iman yang benar menjadi dasar dari sikap pendidikan yang benar, karena iman yang benar memimpin manusia ke arah akhlak mulia, akhlak mulia memimpin manusia ke arah usaha memahami hakikat dan menuntut ilmu yang benar, sedangkan ilmu memimpin manusia ke arah amal yang saleh. Pendidikan rabbani atau pendidikan keimanan tidak sama dengan pendidikan kependetaan seperti yang berlangsung di barat dengan nama religious education. Pendidikan semacam itu tidak ada dalam kamus Islam, sebab pendidikan Islam mencakup Islam itu sendiri dengan segala konsepnya.9
8
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2004), hlm.50 9 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.69
43
b. Pendidikan Amaliah Pendidikan
Islam
memperhatikan
aspek
amaliah
karena
manfaatnya yang besar bagi kehidupan di dunia berupa kebaikan dan kebahagiaan bagi individu dan masyarakat. Perhatian tersebut terlihat dalam firman Allah. Allah berfirman :10
öN èd (Ïp¨Yyf ø9$# Ü= »ys ô¹ r& y7 Í´¯»s9'ré& ÏM »ys Î=»¢Á 9$# (#qè=ÏJ tã ur (#qãZtB#uä šú ÇÑËÈ šc
ïÏ%©!$#ur
rà$Î#»yz $pkŽÏù
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”11
` ÏB “ ÌøgrB $]ùtäî Ïp¨Ypgø:$# z` ÏiB Nßg¨ZsÈhqt6ãZs9 ÏM »ys Î=»¢Á 9$# (#qè=ÏJ tã ur (#qãZtB#uä tûïÏ%©!$#ur ÇÎÑÈ tû,Î#ÏJ »yèø9$#ãô_ r& zN ÷èÏR 4$pkŽÏù tûïÏ$Î#»yz ã»yg÷RF{ $# $uhÏGøtrB “Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempattempat yang Tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal”12 Pendidikan amaliah mencakup semua pendidikan dalam kategori pendidikan profesi yang berguna bagi kehidupan. Umpamanya, pengetahuan untuk menundukkan berbagai fenomena alam serta memanfaatkan kekayaan dan apa yang dapat digali dari bumi bagi kepentingan individu, masyarakat dan semua umat manusia. Islam menghendaki agar setiap individu memiliki profesi sebagai mata penghidupannya dan berupaya menekuninya hingga memberinya hasil yang terbaik. Allah berfirman :13
10
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.76 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit J-ART,2005), hlm.12 12 Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.403 13 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.78 11
44
` ÏB (#qè=ä.ur $pkÈ:Ï.$uZtB ’Îû (#qà± øB$sù Zw qä9sŒ uÚ ö‘F{ $# ãN ä3 s9 Ÿ@ yèy_ “ Ï%©!$# uqèd ÇÊÎÈ â‘qà± –Y9$#Ïmø‹s9Î)ur (¾ÏmÏ%ø—Íh‘ “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” c. Pendidikan Ilmiah Islam dan pendidikan bagaikan dua mata uang. Keduanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan. Ilmu merupakan objek utama dalam pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan proses dalam transfer ilmu, yang umumnya dilakukan melaui tiga cara yaitu tulisan, lisan dan perbuatan.14 Allah berfirman :
ÇÊÈ t, n=y{ “ Ï%©!$# y7 În/u‘ ÉO ó™ $Î/ ù&tø%$# “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”
ÇÊÈ tb rãäÜ ó¡ o„$tBur ÉO n=s)ø9$#ur 4úc “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis” Pendidikan
keterampilan
baca
tulis
dilanjutkan
dengan
pengetahuan kemanusiaan yang dimulai dari pengetahuan tentang jiwa manusia samapai kepada lingkungan sosial sepanjang masa dan di setiap tempat, kemudian pengetahuan tentang lingkungan fisik dan fenomena-fenomena alam. Pandangan
Islam
terhadap
ilmu
pengetahuan
bersifat
komprehensif karena lahir dari prinsip kesatuan yang merupakan aspek penting di dalam konsep Islam. Atas dasar itu, Islam mendorong manusia untuk mempelajari setiap pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakatnya, dan semua umat manusia, baik dalam lingkup
14
Heri Jauhari Muchtar, Fiqh Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.12
45
pengetahuan kesyariatan maupun pengetahuan sosial, kealaman, ataupun pengetahuan lainnya.15 d. Pendidikan Akhlak Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk satu kesatuan tidak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian dan kelakuan itulah lahir perasaan moral yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaar dan mana yang tidak bermanfaat.16 e. Pendidikan Sosial Pendidikan sosial merupakan aspek penting dalam pendidikan Islam karena manusia menurut tabiatnya, dalam arti sesuai dengan hukum penciptaan Allah, adalah makhluk sosial :
Ÿ@ ͬ!$t7s%ur $\/qãèä© öN ä3 »oYù=yèy_ ur 4Ós\Ré&ur 9x.sŒ ` ÏiB /ä3 »oYø)n=yz $¯RÎ) ⨠$¨Z9$# $pkš‰r'¯»tƒ ÇÊÌÈ ×ŽÎ7yz îLìÎ=tã ©! $#¨b Î)4öN ä3 9s)ø?r&«! $#y‰ YÏã ö/ä3 tBtò2 r&¨b Î)4(#þqèùu‘$yètGÏ9 "Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Allah adalah Rabb al-‘alamin (Tuhan alam semesta) dan Rabb al-nas (Tuhan manusia). Sementara itu Islam diturunkan sebagai rahmatan li al-alamin (rahmat bagi alam semesta), bagi semua individu dan masyarakat, bagi semua generasi disetiap masa dan tempat hingga akhir zaman, bukan bagi individu atau masyarakat tertentu. Tabiat risalah Islam adalah sosial, demikian pula tabiat fitrah
15 16
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.85-86 Z. Drajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : Ruhama, 1995),
hlm.10
46
manusia. Jadi, tidak aneh apabila Islam memusatkan perhatian pada pengembangan kebiasaan sosial yang baik pada individu serta menanamkan perasaan bahwa dia adalah anggota di dalam keluarga, individu di dalam masyarakat, dan seseorang di tengah-tengah umat manusia. Atas dasar itu, Islam mengatur hubungan antara individu dan keluarganya serta antara individu dengan masyarakatnya, kemudian memusatkan perhatian pada pembentukan manusia yang saleh untuk hidup di alam yang luas ini.17 3. Tujuan pendidikan Islam a. Pengertian tujuan pendidikan Islam Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu dijelaskan apa sebenarnya makna dari “tujuan” tersebut. Secara etimologi, tujuan adalah arah, maksud atau haluan. Dalam bahasa Arab tujuan diistilahkan dengan ﻏﺎﯾﺔ, اھﺪفatau
ﻣﻘﺎﺻﺪ. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan goal, purpose, objectives atau aim. Secara terminology, tujuan berarti sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai. Oleh H.M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses
pendidikan
Islam
adalah
idealitas
(cita-cita)
yang
mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap. Berdasarkan kepada pengertian pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran al-Quran dan sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.
17
Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, hlm.97
47
b. Prinsip pengembangan tujuan pendidikan Islam Ada delapan prinsip dalam mengembangkan tujuan pendidikan Islam, antara lain: 1. Prinsip universal (menyeluruh) Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, seharusnya memperhatikan seluruh aspek kehidupan yang mengitari kehidupan manusia, baik aspek agama, budaya social kemasyarakatan, ibadah, akhlak dan muamalah. 2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan Islam memiliki prinsip dasar keseimbangan dalam kehidupan, baik antara dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, kepentingan pribadi dan kepentingan umum, dll. Oleh karena itu, pengembangan tujuan pendidikan Islam sepatutnya selalu memperhatikan prinsip keseimbangan ini. 3. Prinsip kejelasan Adalah prinsip yang mengandung ajaran dan hokum yang memberi kejelasan terhadap aspek spiritual dan aspek intelektual manusia. Dengan perpegang teguh kepada prinsip ini akan terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan yang jelas pula. 4. Prinsip tidak ada pertentangan Pada prinsipnya sebuah system di dalamnya terdapat berbagai komponen yang saling menunjang dan membantu antara satu sama lain. Pendidikan sebagai sebuah proses yang bersistem maka hendaknya potensi-potensi pertentangan yang mungkin terjadi di dalamnya harus dihilangkan sedemikian rupa, termasuk salah satu diantaranya adalah dalam pengembangan tujuan pendidikan Islam. 5. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan Adalah sebuah prinsip yang selalu menjunjung tinggi realitas atau kenyataan dalam kehidupan. Sebuah tujuan hendaknya
48
dirancang sejauh kemungkinan ia dapat diwujudkan dalam kenyataan.
Khayalan
sesungguhnya
tidak
akan
pernah
mengantarkan manusia ke arah kebahagiaan. 6. Prinsip perubahan yang diinginkan Yaitu prinsip perubahan jasmaniah, spiritual, intelektual, social, psikologis dan nilai-nilai menuju kea rah kesempurnaan. 7. Prinsip menjaga perbedaan antar individu Adalah prinsip yang concern perbedaan antar individu, baik dari segi kebutuhan, emosi, tingkat kematangan berfikir dan bertindak atau sikap dan mental anak didik. 8. Prinsip
dinamisme
dan
menerima
perubahan
serta
perkembangan dalam rangka memperbarui metode-metode yang terdapat dalam pendidikan agama. Prinsip-prinsip di atas menjadi asas yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan tujuan pendidikan I18slam. B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terdapat Di Dalam Al-Qur’an Surat AnNisa Ayat 58 Dan Surat Ali Imron Ayat 159 1. Menunaikan amanah
$ygÎ=÷d r’n<Î)ÏM »uZ»tBF{ $#(#r–Šxsè? b r&öN ä.ããBù'tƒ ©! $#¨b Î) Kata amanat yang menjadi fokus pembahasan di atas adalah bentuk jamak dari kata amanah. Kata ini terulang sebanyak 9 kali; pengertian amanah, amanah harus ditunaikan, memikul amanah, mengkhianati amanah, amanah jin, amanah dalam memerintah, amanah dalam pekerjaan, amanah dalam menjalankan nasihat kepada orang lain, amanah malaikat, dalam konteks kepemimpinan yaitu amanah dalam kekuasaan.19
18
Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers,2002), hlm.16-18 19 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, 2009 ),hlm.206
49
Secara bahasa, amanat adalah bentuk masdar dari kata أﻣﻦ- – ﯾﺄﻣﻦ
أﻣﺎﻧﺔ – أﻣﻨﺎatau dengan mengikuti wazan/struktur اﻓﻌﻞmenjadi amanah yang berarti jujur atau dapat dipercaya.20 Maksudnya segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya, hak orang lain, maupun hak Allah SWT. Amanat juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang dinilai memiliki kemampuan untuk mengembannya. Namun, dengan kemampuannya itu ia juga bisa menyalahgunakan amanat tersebut. Arti sesungguhnya dari penyerahan amanat kepada manusia adalah Allah ta’ala percaya bahwa manusia mampu mengemban amanat tersebut sesuai dengan kehendak Allah. Setidaknya ada lima konteks pemakaian kata amanat dalam alqur’anul karim, yaitu : a. Kata amanat dikaitkan dengan larangan menyembunyikan kesaksian atau keharusan memberikan kesaksian yang benar. Allah swt berfirman :
z` ÏBr& ÷b Î*sù (×p|Ê qç7ø)¨B Ö` »yd Ìsù $Y6Ï?%x. (#r߉ Éf s? öN s9ur 9xÿy™ 4’n?tã óO çFZä. b Î)ur Ÿw ur 3¼çm/u‘ ©! $# È, Gu‹ø9ur ¼çmtFuZ»tBr& z` ÏJ è?øt$# “ Ï%©!$# ÏjŠxsã‹ù=sù $VÒ ÷èt/ Nä3 àÒ ÷èt/ tb qè=yJ ÷ès? $yJ Î/ ª! $#ur 3¼çmç6ù=s% ÖN ÏO#uä ÿ¼çm¯RÎ*sù $ygôJ çGò6 tƒ ` tBur 4noy‰ »yg¤± 9$# (#qßJ çGõ3 s? ÇËÑÌÈ ÒO ŠÎ=tæ “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
20
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir,(Surabaya : Pustaka Progressif,1997), hlm.40
50
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”21 b. Kata amanat dihubungkan dengan keadilan atau pelaksanaan hukum secara adil. Allah swt berfirman :22
Ĩ $¨Z9$# tû÷üt/ O çFôJ s3 ym #sŒÎ)ur $ygÎ=÷d r’n<Î) ÏM »uZ»tBF{ $#(#r–Šxsè? b r& öN ä.ããBù'tƒ ©! $# ¨b Î) #ZŽÅÁ t/ $Jè‹Ïÿxœ tb %x. ©! $# ¨b Î)3ÿ¾ÏmÎ/ /ä3 Ýà Ïètƒ $KÏèÏR ©! $# ¨b Î)4ÉA ô‰ yèø9$Î/ (#qßJ ä3 øtrB b r& “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Menyangkut ayat ini, al-Qur’an kembali menuntun kaum muslimin agar tidak mengikuti jejak orang yahudi yang tidak menunaikan amanah yang Allah percayakan kepada mereka, yakni amanah mengamalkan kitab suci dan tidak menyembunyikan isinya. Tuntunan kali ini sungguh sangat ditekankan, karena ayat ini langsung menyebut nama Allah sebagai yang menuntun dan memerintahkan, sebagaiman terbaca dalam firmannya di atas : sesungguhnya Allah yang Maha Agung, yang wajib wujud-Nya serta menyandang segala sifat terpuji lagi suci dari segala sifat tercela, menyuruh kamu menunaikan amanah-amanah secara sempurna dan tepat waktu kepada pemiliknya, yakni yang berhak menerimanya, baik amanah Allah kepada kamu maupun amanah manusia, betapapun banyaknya yang diserahkannya kepada kamu.23
‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 49 Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Perintah dan Larangan Dalam Al-Qur’an, (Bandung : Diponegoro, 2002), hlm. 584-585 23 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.480 21 Fadhlu 22
51
c. Kata amanat dikaitkan dengan sifat khianat. Allah berfirman :
öN çFRr&ur öN ä3 ÏG»oY»tBr& (#þqçRqèƒrBur tA qß™ §9$#ur ©! $# (#qçRqèƒrB Ÿw (#qãZtB#uä z` ƒÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ tb qßJ n=÷ès? “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.”٢٤ Sifat khianat adalah sejelek-jeleknya sifat bohong yang dimiliki seseorang. Mudharatnya langsung menimpa orang lain. Kalau sifat ini sudah meluas ditengah masyarakat pertanda masyarakat itu akan hancur.25
d. Kata amanat dihubungkan dengan salah satu sifat manusia yang mampu memelihara kemantapan (stabilitas) rohaninya, tidak berkeluh kesah bila ditimpa kesusahan, dan tidak melampaui batas ketika mendapatkan kesenangan. Allah berfirman :
tb qãã ºu‘ ôM Ïd ω ôgtã ur öN ÍkÉJ»oY»tBL{ öLèe tûïÏ%©!$#ur “Dan orang-orang yang dipikulnya) dan janjinya.”
memelihara amanat-amanat
(yang
e. Kata amanat diterjemahkan dalam pengertian yang sangat luas, baik sebagai tugas keagamaan maupun tugas kemanusiaan pada umumnya. Allah swt berfirman :
b r& šú
÷üt/r'sù ÉA $t6Éf ø9$#ur ÇÚ ö‘F{ $#ur ÏN ºuq»uK¡ 9$# ’n?tã sptR$tBF{ $# $oYôÊ ttã $¯RÎ) Zw qßgy_ $YBqè=sß tb %x. ¼çm¯RÎ) (ß` »|¡ RM} $# $ygn=uHxq ur $pk÷]ÏB z` ø)xÿô© r&ur $pks]ù=ÏJ øts†
24 25
Fadhlu ‘Abdi al-Rahman Biafdhola, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.180 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam,2007), hlm.86
52
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” Amanat tersebut telah pernah ditawarkan Tuhan kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tapi semuanya enggan untuk memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Manusialah yang suka rela menerima untuk mengemban amanat tersebut.26 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari perintah pertama yang terkandung dalam ayat yang dibahas dapat ditemukan prinsip pertanggungjawaban dalam ajaran kepemimpinan Qur’ani. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penunaian amanat oleh pemimpin pada ayat di atas dalam konteks pendidikan mengandung makna aktualisasi fungsi-fungsi administrasi serta control (pengawasan). Lebih lanjut dapat pula diketahui tujuan yang hendak dicapai adalah terwujudnya kesejahteraan dan kesentosaan (prosperity and security) dalam kehidupan.27 2. Menetapkan hukum dengan adil
ÉA ô‰ yèø9$Î/ (#qßJ ä3 øtrB b r&Ĩ $¨Z9$#tû÷üt/ O çFôJ s3 ym #sŒÎ)ur “Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” Kata dasar adil berasal dari ﻋﯿﻦ, دال, dan ﻻم, ﻋﺪلberarti persamaan, lurus, tidak berat sebelah, kepatutan, kandungan yang sama. Terkadang juga menggunakan kata ﻗﺴﻂ. ﻗﺎف, ﺳﯿﻦ, dan )ﻗﺴﻂ( ﻃﺄyang berarti adil, timbangan, neraca bagian, angsuran dan kadarnya.28
26
Moh Sholeh Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2005), hlm.79 27 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.209 28 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.210
53
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, adil diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran dan sepatutnya tidak sewenang-wenang.29 Jadi keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang dengan
kewajiban,
atau
memberikan
seseorang
sesuai
dengan
kebutuhannya. Misalnya orang tua yang adil akan membiayai pendidikan anak-anaknya sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing sekalipun secara nominal masing-masing anak tidak mendapatkan jumlah yang sama. Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki mendapatan warisan dua kali bagian anak perempuan. Hal itu karena anak laki-laki setelah berkeluarga menanggung kewajiban membiayai hidup isteri dan anakanaknya, sementara anak perempuan setelah berkeluarga dibiayai oleh suaminya.30 Seorang
pemimpin
harus
bersikap
tegas
dan
adil
dalam
melaksanakan tuganya, menjunjung supremasi hukum, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, membela kebenaran dan menegakkan keadilan terhadap rakyatnya tanpa pandang bulu walaupun terhadap keluarganya sendiri.31 Jadi ada dua syarat kepemimpinan pendidikan. Yang pertama adalah komitmen kepada cita-cita pendidikan, khususnya kesejahteraan dan kesentosaan anggota yang merupakan amanah, dan yang kedua adalah pengetahuan yang dalam dan luas yang memungkinkan lembaga pendidikan menghasilkan aturan-aturan yang adil.32 3. Pemaaf Pemaaf adalah sifat suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas.
29
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,1990),hlm.6 30 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,hlm.235 31 Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang : Aneka Ilmu, 2006), hlm.52 32 Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.212
54
Dalam bahasa arab sifat pemaaf tersebut disebut dengan اﻟﻌﻔﻮyang secara etimologi berarti kelebihan atau yang berlebih, sebagaimana terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 219 :
3uqøÿyèø9$# È@ è% tb qà)ÏÿZム#sŒ$tB štRqè=t«ó¡ o„ur “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Dari pengertian mengeluarkan yang berlebih itu, kata اﻟﻌﻔﻮkemudian berkembang maknanya menjadi menghapus. Dalam konteks bahasa ini memaafkan berarti menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada di dalam hati.33 Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah. Sekalipun orang yang bersalah telah menyadari kesalahannya dan berniat untuk meminta maaf, tetapi boleh jadi dia mengalami hambatan psikologis untuk mengajukan permintaan maaf. Apalagi bagi orang-orang yang meras status sosialnya lebih tinggi dari pada orang yang akan dimintainya maaf itu. Misalnya seorang pemimpin kepada rakyatnya, seorang bapak kepada anaknya, seorang manajer kepada karyawannya, atau yang lebih tua kepada yang lebih muda. Barangkali itulah salah satu hikmahnya, kenapa Allah memerintahkan kita untuk memberi maaf sebelum dimintai maaf.34 4. Musyawarah
tû,Î#Ïj.uqtGßJ ø9$#= Ïtä† ©! $#¨b Î)4«! $# ’n?tã ö@ ©.uqtGsù |M øBz•tã #sŒÎ*sù (ÍöDF{ $#’ÎûöN èd ö‘Ír$x© ur “Bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” Istilah musyawarah berasal dari kata musyawarat. Ia adalah bentuk masdar kata kerja ﺷﺎور- ﯾﺸﺎورyakni dengan akar kata ﺷﯿﻦ, واوdan رأ 33 34
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1996), hlm.247 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.140-142
55
dalam pola ﻓﺎﻋﻞ. Struktur kata tersebut bermakna pokok “menampakkan dan menawarkan sesuatu” dan “mengambil sesuatu”. 35 Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang musyawarah ini. Islam menamakan salah satu surat al-qur’an dengan asy-syura, di dalamnya dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka. Sesuatu hal yang menunjukkan betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa ayat tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban shalat dan menjauhi perbuatan keji. Allah swt berfirman :
. tb rãÏÿøótƒ öN èd (#qç6ÅÒ xî $tB #sŒÎ)ur |· Ïm ºuqxÿø9$#ur ÄN øOM} $# uŽÈµ¯»t6x. tb qç7Ï^tGøgs† tûïÏ%©!$#ur $£J ÏBur öN æhuZ÷t/ 3“ u‘qä© öN èd ãøBr&ur no4qn=¢Á 9$# (#qãB$s%r&ur öN ÍkÍh5tÏ9 (#qç/$yf tGó™ $# tûïÏ%©!$#ur tb qà)ÏÿZムöN ßg»uZø%y—u‘ “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.” Dalam ayat di atas, syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam dituturkan sesudah iman dan sholat.36 Sudah seharusnya seorang pemimpin selalu bermusyawarah dalam setiap mengambil sikap dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Semua permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan musyawarah karena 35
Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.220 36 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm. 229-230
56
dengan cara ini disamping pendapat rakyat dapat terakomodasi juga akan menghasilkan keputusan yang bijaksana.37
37
Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, hlm.391
57
BAB IV ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AN-NISA AYAT 58 DAN ALI-IMRON AYAT 159
A. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif Surat An-Nisa Ayat 58 Al-Qur’an bagi umat Islam adalah sebagai konstitusi (hukum dasar) untuk kehidupan di dunia dan akhirat, memuat prinsip-prinsip umum dan membiarkan rinciannya diterangkan oleh sunnah dan ijtihad para mujtahid sepanjang masa. Misalnya al-Qur’an hanya menyebutkan teks atau lafalnya saja, namun dari redaksi dan lafal inilah para mujtahid atau mufassir dapat mengimplementasikan secara rinci makna lafal tersebut menjadi suatu konsep utuh yang dijadikan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti : khalifah (wakil, pengganti, pemimpin), syura (permusyawaratan, demokrasi), al-‘adl (keadilan), al-mulk (kedaulatan, kerajaan), ad-dawlah (Negara, pemerintahan), as-sultan (kekuasaan), al-qada
(system peradilan),
(menganjurkan
yang
al-amr bil-ma’ruf
baik dan
mencegah
yang
wan-nahyu ‘anil-munkar mungkar), al-ukhuwah
(persaudaraan, kesetaraan), al-ummah (bangsa, umat), as-syu’ub (bangsa), alqabail (suku bangsa), al-musawa (persamaan), al-hukm (pemerintahan) dan ululamr (amir, raja, pemimpin negara). Termasuk dalam konteks ini, yaitu ulul-amr atau al-imamah dalam al-Qur’an. Kepemimpinan dibidang apapun berhubungan dengan ketaatan atau loyalitas. Dalam kepemimpinan rumah tangga, misalnya, loyalitas pertama adalah kepada Allah dalam menjalankan hukum keluarga. Pria sebagai suami adalah pemimpin yang harus ditaati oleh istri dan anak-anaknya sebagai anggota keluarga. Ketaatan kepada suami dan ayah dalam batas-batas yang telah ditetapkan hukum Allah, sebagai kepala rumah tangga merupakan suatu keharusan. Rumah tangga adalah unit terkecil masyarakat.
58
Begitu juga dalam masyarakat, ada yang disebut dengan pemimpin formal seperti lurah, camat, bupati, gubernur, dan presiden, dan warga atau rakyat harus taat kepada pimpinannya. Keberhasilan pemimpin formal sangat ditentukan oleh kepemimpinan informal di rumah tangga dan keberhasilan kepemimpinan rumah tangga adalah anak tangga dasar menuju kepemimpinan masyarakat yang berhasil. Realitas di berbagai Negara diseluruh dunia berbicara, kepemimpinan pada umumnya dimulai dari bawah. Keberhasilan dari bawah inilah yang membuat masyarakat memilih seseorang untuk kepemimpinan yang lebih tinggi.1 Yang menjadi permasalahan adalah, bagaimana memilih pemimpin? Syarat-syarat apa saja yang harus mereka penuhi? Pemimpin macam apa? Dan bagaimana konsep pemimpin menurut al-Qur’an? Pertanyaan yang terkhir inilah yang akan dijawab dalam bab IV berikut ini. Ayat pertama yang berkaitan tentang pemimpin terdapat dalam surat anNisa ayat 58 :
b r& Ĩ $¨Z9$# tû÷üt/ O çFôJ s3 ym #sŒÎ)ur $ygÎ=÷d r& #’n<Î) ÏM »uZ»tBF{ $# (#r–Šxsè? b r& öN ä.ããBù'tƒ ©! $# ¨b Î) ÇÎÑÈ #ZŽÅÁ t/ $Jè‹Ïÿxœ tb %x. ©! $# ¨b Î)3ÿ¾ÏmÎ/ /ä3 Ýà Ïètƒ $KÏèÏR ©! $# ¨b Î)4ÉA ô‰ yèø9$Î/ (#qßJ ä3 øtrB “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”2
1
Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran,2009), hlm.202203 2 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit JART,2005), hlm.87
59
Persoalan pokok yang terkandung dalam surat an-Nisa ayat 58 di atas adalah perintah untuk menunaikan amanat dan perintah untuk belaku adil dalam menetapkan hukum. a. Menunaikan Amanah Kata amanat yang menjadi fokus pembahasan di atas adalah bentuk jamak dari kata amanah. Secara bahasa, amanat adalah bentuk masdar dari kata أﻣﻦ-
أﻣﺎﻧﺔ – أﻣﻨﺎ – ﯾﺄﻣﻦatau dengan mengikuti wazan/struktur اﻓﻌﻞmenjadi amanah yang berarti jujur atau dapat dipercaya.3 Maksudnya segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya, hak orang lain, maupun hak Allah SWT. Menurut Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, amanat adalah sesuatu yang lengkap dan jamak, meliputi amanat hamba (umat) kepada Tuhannya. Yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, sebagaimana melengkapi amanat umat terhadap sesamanya. Misalnya menyerahkan barang titipan, mengmbalikan pinjaman, memlihara segala hak, baik terhadap istri, kerabat, umum manusia atau aparat pemerintah.4 Apabila dia seorang kepala Negara, maka rakyat yang diperintah merupakan amanat Allah. Maka, dia wajib memerintah rakyatnya dengan berdasarkan undang-undang hukum Allah dan hendaklah dia selalu mengikuti perintah Allah. Mengambil petunjuk dari sunnah Nabi, tidak menyerahkan suatu tugas (urusan) kepada mereka yang bukan ahlinya (tidak punya kemampuan dan kemauan), tidak merampas sesuatu hak dari rakyat, tidak menipu dan berbuat curang kepada seorang muslim, tidak menerima suap, tidak memakan harta manusia dengan jalan batil seperti korupsi dan penggelapan. Sebaliknya, dia terus-menerus menggunakan waktunya untuk kemaslahatan (kesejahteraan) rakyat. 3
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir,(Surabaya : Pustaka Progressif,1997), hlm.40 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm.879 4
60
Jika dia seorang alim (intelektual, cendekiawan), maka hendaklah menunjuki manusia ke jalan kebajikan dan mengembangkan pemikiran yang benar dan rahasia-rahasia syara’ (hukum) berdasarkan ilmu pengetahuan, sehingga aparat, utamanya pejabat dan penguasa, serta rakyat mau mematuhi hukum-hukum agama. Apabila dia tidak berbuat demikian, dia mengkhianati amanat (intelektualitas, keilmuannya). Amanat ini juga melengkapi amanat seseorang untuk dirinya, seperti keharusan mengerjakan sesuatu yang baik dan maslahat, serta segala hal yang bermanfaat, baik bermanfaat duniawi maupun ukhrawi. Sebaliknya, dia tidak akan mengerjakan sesuatu yang mendatangkan kemudaratan. Dia akan menjauhkan dirinya dari segala perbuatan yang mendatangkan kekacauan dan penyakit masyarakat. Nash yang singkat ini menegakkan sendi yang pertama bagi masyarakat manusia yang dikehendaki Islam, sebagaimana kaidah tersebut menjadi kaidah pertama bagi system (nizham) pemerintahan dan masyarakat manusia.5 Dalam tafsir al-munir dijelaskan bahwa amanat terbagi atas tiga macam, yaitu: 1. Amanat yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contohnya : melaksanakan perintah, menjauhi segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh anggota badan untuk mendekatkan diri kepada Allah. 2. Amanat yang berkaitan dengan hak diri sendiri. Contohnya : seseorang tidak melakukan perbuatan kecuali apa yang bermanfaat baginya, baik dalam urusan agama, duinia maupun akhirat. 3. Amanat yang berkaitan dengan hak orang lain. Contohnya : tidak menyebarkan kejelekan dan aib diantara sesama, berjihad, saling nasihatmenasihati, atau tidak melakukan tipu daya di dalam muamalah.6
5 6
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, hlm. 880 Wahbah Zuhaily, Tafsir Munir,(Bairut : Darul Fikr ,tt.),hlm.123
61
Di dalam Ibnu Katsir juga dijelaskan, bahwa amanat dalam surat an-Nisa ayat 58 adalah meliputi amanat yang diperintahkan Allah kepada hambahambanya, seperti : shalat, zakat, shaum, pembayaran kafarat, penunaian nadzar, dan amanat amanat yang lain yang hanya diketahui oleh Allah dan hamba yang bersangkutan.7 Kemudian di dalam tafsir al-Maraghi karangan Ahmad Musthofa AlMaraghi juga dipaparkan bahwa amanat yang harus dilaksanakan ada tiga macam, yaitu : 1. Amanat seorang hamba dengan tuhannya, yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadanya untuk dipelihara, berupa melaksanakan segala perintahNya, menjauhi segala larangan-Nya dan menggunakan segala perasaan dan anggota
badannya
untuk
hal-hal
yang
bermanfaat
baginya
dan
mendekatkannya kepada Tuhan. Di dalam asar dikatakan, bahwa seluruh maksiat adalah khianat kepada Allah. 2. Amanat hamba dengan sesama manusia, diantaranya adalah mengembalikan titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia pada umumnya dan pemerintah. Termasuk dalam amanat ini adalah keadilan para umara terhadap rakyatnya, dan keadilan para ulama terhadap orang-orang awam dengan membimbing mereka kepada keyakinan dan pekerjaan yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat, seperti pendidikan yang baik, mencari rezeki yang halal, memberikan nasihat dan hukum-hukum yang menguatkan keimanan, menyelamatkan mereka dari berbagai kejahatan dan dosa, serta mendorong mereka untuk melakukan kebaikan dan kebajikan. Seperti juga keadilan suami terhadap istrinya, seperti tidak menyebarkan rahasia masing-masing pihak, terutama rahasia khusus mereka yang biasanya tidak pantas diketahui orang lain.
7
Abi Al-Fida Isma’il Bin Katsir Ad-Damasyqiy, tafsir Ibnu Katsir,(Beirut : Darul Fikr, t.t),hlm.516
62
3. Amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti halnya memilih yang paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dan dunia, tidak langsung mengerjakan hal yang berbahaya baginya di akhirat dan dunia, serta menghindarkan berbagai penyakit sesuai pengetahuan dan petunjuk para dokter. Hal terkahir ini memerlukan pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama pada waktu banyak tersebar penyakit dan wabah.8 Yang dimaksud amanat di sini menurut sayyid quthb adalah amanat hidayah, makrifah, dan iman kepada Allah dengan niat, kehendak hati, kesungguhan, dan arahan. Selain manusia, makhluk yang lain hanya diberi ilham oleh Allah untuk mengimani-Nya, mengikuti petunjuknya, mengenalNya, beribadah kepada-Nya dan menaati-Nya.Juga ditetapkan-Nya untuk mengikuti undang-undang alamnya tanpa melakukan upaya, tanpa kesengajaan, tanpa kehendak, dan tanpa arahan. Maka, hanya manusia sendirilah yang diserahkan kepada fitrah, akal, makrifah, iradah, tujuan, dan usahanya untuk sampai kepada Allah dengan pertolongan Allah.9 Sedangkan menurut Yunahar Ilyas, amanah yaitu artinya seakar dengan kata iman karena sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Amanah dalam pengertian yang sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam pengertian yang luas amanah mencakup banyak hal, menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain sebagainya.10 M. Quraish Shihab juga menyatakan bahwa, amanat adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat 8
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Lebanon : Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2006),hlm.242 9 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin,dkk, (Jakarta : Gema Insane Press, 2001), hlm.396 10 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam,2007), hlm.89
63
memelihara dengan baik apa yang diberikannya. Lebih lanjut beliau menjelaskan, agama mengajarkan bahwa amanah/kepercayaan adalah asas keimanan berdasarkan sabda Nabi saw,” Tidak ada iman bagi yang tidak memiliki amanah”. Amanah tersebut
membutuhkan kepercayaan dan
kepercayaan itu melahirkan ketenangan batin yang selanjutnya melahirkan keyakinan.11 Kemudian amanat secara umum terbagi atas dua bagian. Amanat yang berkaitan dengan hablum manallah (hubungan dengan Allah) dan amanat yang berkaitan dengan hablum minan nas (hubungan dengan sesama manusia). Amanat pertama yang paling agung dan dibebankan kepada setiap pribadi ialah amanat yang berkaitan dengan hablum minallah, yaitu beribadah hanya kepada Allah menurut tata cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dengan kata lain, amanat ini menyuruh manusia untuk melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Contoh amanat jenis ini adalah mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, dan menuntut ilmu agama. Amanat berikutnya berkenaan dengan hubungan antar sesama manusia (hablum minan nas) untuk berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat menyakiti orang lain. Contohnya adalah berbakti kepada orang tua, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menutup aib orang lain, membuang jauh-jauh sifat hasad, dan lain-lain.12 Dari berbagai penjelasan tentang amanat di atas, menurut penulis, sebenarnya terdapat kesamaan antara penjelasan yang satu dengan yang lain yaitu sama-sama menjaga apa yang telah dipercayakan dan diberikan kepada manusia dan akan dikembalikan kepada pemiliknya apabila sudah saatnya dikembalikan dan setiap amanat akan dipertanggungjawabkan kelak. Kalau penulis kaitkan dengan pendidikan maka amanat di sini adalah sebuah prinsip pertanggungjawaban terhadap fungsi administrasi dan control (pengawasan)
11 12
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm.480 Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Perintah dan Larangan Dalam Al-Qur’an, (Bandung : Diponegoro, 2002), hlm.586-587
64
terhadap anggota atau staf pendidikan untuk mewujudkan visi misi yang akan dilaksanakan dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri. b. Menetapkan Hukum Dengan Adil Adapun dalam perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara manusia, maka nash ini bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh “diantara semua manusia”, bukan keadilan diantara sesama kaum muslimin dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia hanya karena dia diidentifikasi sebagai manusia. Maka identitas sebagai manusia inilah yang menjadikannya berhak terhadap keadilan itu menurut manhaj rabbani. Identitas ini terkena untuk semua manusia, mukmin ataupun kafir, orang yang berkulit putih ataupun berkulit hitam, orang arab maupun orang ajam (non-arab). Umat Islam harus menegakkan keadilan ini di dalam memutuskan hukum diantara manusia apabila mereka memutuskan hukum di dalam urusan mereka dengan keadilan yang sama sekali belum pernah dikenal oleh manusia kecuali hanya di tangan Islam saja, kecuali di dalam hukum kaum muslimin saja, kecuali di dalam masa kepemimpinan Islam terhadap manusia saja. Orang yang kehilangan keadilan sebelum dan sesudah kepemimpinan ini, maka ia tidak akan dapat merasakannya sama sekali dalam bentuknya yang mulia, seperti yang diberikan kepada seluruh manusia karena semata-mata mereka sebagai manusia, bukan karena sifat-sifat lain sebagai tambahan dari identitas pokok yang dimiliki oleh semua manusia.13 Di dalam banyak ayat, Allah ta’ala memerintahkan supaya menegakkan keadilan. Diantaranya seperti dalam ayat ini :
3“ uqø)G=Ï9 Ü> tø%r&uqèd (#qä9ω ôã $#4 “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”14
uÅÝ ó¡ É)ø9$Î/ tûüÏBº§qs% (#qçRqä. “Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan”15 13 14
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin,dkk,hlm.397 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.108
65
ÇÒÈ šú
üÏÜ Å¡ ø)ßJ ø9$#= Ïtä† ©! $#¨b Î)((#þqäÜ Å¡ ø%r&ur ÉA ô‰ yèø9$Î/ $yJ åks]÷t/ (#qßs Î=ô¹ r'sù
“Maka damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil”16 Pemutusan
perkara
diantara
manusia
mempunyai
banyak
jalan,
diantaranya ialah : pemerintahan secara umum, pengadilan, dan bertahkim (arbitrasi) kepada seseorang untuk memutuskan perkara antara dua orang yang bersengketa dalam perkara tertentu. Untuk memutuskan perkara dengan adil memerlukan beberapa hal : Pertama, memahami dakwaan dari si pendakwa dan jawaban dari si terdakwa, untuk mengetahui pokok persengketaan dengan bukti-bukti dari kedua orang yang bersangkutan. Kedua, hakim tidak berat sebelah kepada salah satu pihak diantara dua orang yang bersengketa. Ketiga, hakim mengerti tentang hukum yang telah digariskan oleh Allah untuk memutuskan perkara di antara manusia berdasarkan contoh dari al-kitab, sunnah maupun ijma’ umat, Keempat, mengangkat orang-orang yang mampu mengemban tugas hukum untuk menghukumi. Kaum muslimin telah diperintahkan supaya menegakkan keadilan dalam hukum, perkataan, perbuatan dan akhlak.17 Allah ta’ala berfirman :
4’n1öè% #sŒ tb %Ÿ2
öqs9ur (#qä9ω ôã $sù óO çFù=è% #sŒÎ)ur
“Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)”18
15
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.100 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.516 Ahmad Musthafa al Maraghi, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali, terjemah Tafsir al Maroghi, (Semarang : Toha Putra,1993), Juz. V,hlm. 114-115 18 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.149 16 17
66
Di samping keadilan hukum, Islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama kepada orang-orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap diri dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. 1. Adil terhadap diri sendiri
Írr& öN ä3 Å¡ àÿRr& #’n?tã öqs9ur ¬! uä!#y‰ pkà ÅÝ ó¡ É)ø9$Î/ tûüÏBº§qs% (#qçRqä. (#qãYtB#uä tûïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ (#qãèÎ7Fs? Ÿx sù ($yJ ÍkÍ5 4’n<÷rr& ª! $sù #ZŽÉ)sù ÷rr& $†‹ÏYxî ïÆ
ä3 tƒ b Î) 4tûüÎ/tø%F{ $#ur Èûøïy‰ Ï9ºuqø9$# (#qä9ω ÷ès? b r“ uqolù;$#
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran.”19 2. Adil terhadap istri dan anak-anak
žw r& óO çFøÿÅz ÷b Î*sù (yì »t/â‘ur y] »n=èOur 4Óo_÷WtB Ïä!$|¡ ÏiY9$# z` ÏiB Nä3 s9 z> $sÛ $tB (#qßs Å3 R$$sù ¸oy‰ Ïn ºuqsù (#qä9ω ÷ès? “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja”20 3. Adil dalam mendamaikan perselisihan
$yJ ßg1y‰ ÷n Î) ôM tót/ .b Î*sù ($yJ åks]÷t/ (#qßs Î=ô¹ r'sù (#qè=tGtGø%$# tûüÏZÏB÷sßJ ø9$# z` ÏB Èb $tGxÿͬ!$sÛ b Î)ur ôN uä!$sù b Î*sù 4«! $# ÌøBr& #’n<Î) uäþ’Å"s? 4Ó®Lym ÓÈöö7s? ÓÉL©9$# (#qè=ÏG»s)sù 3“ t÷z W{ $# ’n?tã ÇÒÈ šú
19 20
üÏÜ Å¡ ø)ßJ ø9$#= Ïtä† ©! $#¨b Î)((#þqäÜ Å¡ ø%r&ur ÉA ô‰ yèø9$Î/ $yJ åks]÷t/ (#qßs Î=ô¹ r'sù
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.100 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.77
67
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”21 4. Adil dalam berkata
Nä3 8¢¹ ur öN à6 Ï9ºsŒ 4(#qèù÷rr&«! $#ω ôgyèÎ/ur (4’n1öè% #sŒ tb %Ÿ2
öqs9ur (#qä9ω ôã $sù óO çFù=è% #sŒÎ)ur (
ÇÊÎËÈ šc
rã©.x‹ s? ÷/ä3 ª=yès9 ¾ÏmÎ/
“Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”22 5. Adil terhadap musuh sekalipun
Ÿw ur ( ÅÝ ó¡ É)ø9$Î/ uä!#y‰ pkà ¬!
šú
üÏBº§qs% (#qçRqä. (#qãYtB#uä šú
ïÏ%©!$# $pkš‰r'¯»tƒ
(3“ uqø)G=Ï9 Ü> tø%r& uqèd (#qä9ω ôã $# 4(#qä9ω ÷ès? žw r& #’n?tã BQ öqs% ãb $t«oYx© öN à6 ¨ZtBÌôf tƒ ÇÑÈ šc
qè=yJ ÷ès? $yJ Î/ 7ŽÎ6yz ©! $#žc
Î)4©! $#(#qà)¨?$#ur
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”23 Islam menginginkan keadilan dalam semua aspek yang mencakup keadilan terhadap diri sendiri, adil terhadap isteri dan anak-anak, adil dalam mendamaikan
perselisihan,
adil
dalam
berkata
bahkan
Islam
juga
memerintahkan untuk berbuat adil terhadap musuh sekalipun. Selain itu, keadilan juga mencakup dalam keadilan bersama. Semuanya telah diatur di 21
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.516 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.149 23 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.108 22
68
dalam al-Qur’an. Kalau kita cermati, Islam juga tidak mengajarkan diskriminasi dalam keadilan hukum. Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat. tidak ada perbedaan hukum dikarenakan warna kulit, status sosial, ekonomi dan sebagainya.
B. Konsep Pendidikan Kepemimpinan Dalam Perspektif Surat Ali ‘Imron Ayat 159 Kemudian Ayat kedua pada pembahasan bab ini yang berkaitan tentang pemimpin adalah terdapat dalam surat ali ‘Imron ayat 159 :
y7 Ï9öqym ô` ÏB (#q‘Ò xÿR]w É= ù=s)ø9$#xá ‹Î=xî $ˆà sù |M Yä. öqs9ur (öN ßgs9 |M ZÏ9 «! $#z` ÏiB 7pyJ ôm u‘ $yJ Î6sù ¨b Î)4«! $# ’n?tã ö@ ©.uqtGsù |M øBz•tã #sŒÎ*sù (ÍöDF{ $#’ÎûöN èd ö‘Ír$x© ur öN çlm; öÏÿøótGó™ $#ur öN åk÷]tã ß# ôã $sù ( ÇÊÎÒÈ tû,Î#Ïj.uqtGßJ ø9$#= Ïtä† ©! $# “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”24 Persoalan pokok yang terkandung dalam surat ali ‘Imron ayat 159 di atas adalah perintah untuk lemah lembut dalam bertutur kata, pemaaf, bermusyawarah dan perintah untuk bertawakkal kepada Allah.
1. Lemah lembut dalam bertutur kata Kandungan dari ayat di atas salah satunya adalah sifat lemah lembut di dalam bertutur kata dan tidak menyakiti orang lain dengan perkataan ataupun perbuatan, serta memberi kemudahan dan ketentraman kepada masyarakat. Sifat ini merupakan faktor subjektif yang harus dimiliki oleh 24
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.71
69
seorang pemimpin yang dapat merangsang dan mendorong orang lain untuk berpartisipasi dalam musyawarah.25 Redaksi di atas, yang disusul dengan perintah memberi maaf dan seterusnya seakan-akan ayat ini berkata : sesungguhnya perangaimu wahai Muhammad adalah perangai yang sangat luhur, engkau tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar, engkau pemaaf, dan bersedia mendengar saran dari orang lain. Itu semua disebabkan karena rahmat Allah kepadamu yang telah mendidikmu, sehingga semua faktor yang dapat mempengaruhi kepribadianmu disingkirkan-Nya. Firman-Nya : sekiranya engkau bersikap keras lagi kasar…, mengandung makna bahwa engkau Muhammad bukanlah seorang yang berhati keras. Ini dipahami dari kata law yang diterjemahkan sekiranya. Kata ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersyarat, tetapi syarat tersebut tidak dapat wujud. Seperti jika seorang yang ayahnya telah meninggal kemudian berkata “sekiranya ayah saya hidup, maka saya akan menamatkan kuliah.” Karena ayahnya telah wafat, maka kehidupan yang diandaikan pada hakikatnya tidak ada, dan dengan demikian tamat yang diharapkannya pun tidak mungkin terwujud. Jika demikian, ketika ayat ini menyatakan sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, maka itu sikap keras lagi berhati kasar, tidak ada wujudnya dan karena tidak ada wujudnya, maka tentu saja, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, tidak pernah akan terjadi. 2. Pemaaf Sifat maaf adalah salah satu manifestasi ketaqwaan kepada Allah swt sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya :
25
Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran,2009), hlm.223
70
ôN £‰ Ïã é&ÞÚ ö‘F{ $#ur ßN ºuq»yJ ¡ 9$#$ygàÊ ótã >p¨Yy_ ur öN à6 În/§‘ ` ÏiB ;otÏÿøótB 4’n<Î)(#þqã Í‘$y™ ur xá ø‹tóø9$# tûüÏJ Ïà »x6 ø9$#ur Ïä!#§ŽœØ 9$#ur Ïä!#§Žœ£ 9$# ’Îû tb qà)ÏÿZムtûïÏ%©!$# ÇÊÌÍÈ šú
ÇÊÌÌÈ tûüÉ)GßJ ù=Ï9
üÏZÅ¡ ós ßJ ø9$#= Ïtä† ª! $#ur 3Ĩ $¨Y9$#Ç` tã tûüÏù$yèø9$#ur
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan"26 Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah. Menurut M. Quraish Shihab, tidak ditemukan satu ayatpun yang menganjurkan untuk meminta maaf, tetapi yang ada adalah perintah untuk memberi maaf.27 Tindakan memberi maaf sebaiknya diikuti dengan tindakan berlapang dada. Di dalam beberapa ayat al-Qur’an perintah memaafkan diikuti dengan perintah berlapang dada.
ÇÊÌÈ šú
üÏZÅ¡ ós ßJ ø9$#= Ïtä† ©! $#¨b Î)4ôx xÿô¹ $#ur öN åk÷]tã ß# ôã $sù (
“Maka maafkanlah mereka dan berlapang dadalah, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”28
3óO ä3 s9 ª! $#tÏÿøótƒ b r&tb q™7ÏtéB Ÿw r&3(#þqßs xÿóÁ u‹ø9ur (#qàÿ÷èu‹ø9ur ( “Dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?”29
26 27
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.67 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1996), hlm.247 28 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.109 29 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.352
71
3.
Musyawarah Pemimpin seharusnya selalu bermusyawarah dalam setiap mengambil sikap dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Semua permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan musyawarah karena dengan cara ini di samping pendapat rakyat dapat terakomodasi juga akan menghasilkan keputusan yang bijaksana.30 Firman Allah swt :
öN æhuZ÷t/ 3“ u‘qä© öN èd ãøBr&ur “sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka”31 Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang pertama ia harus hindari ialah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi. Di sisi lain, yang bermusyawarah harus menyiapkan mentalnya untuk selalu bersedia memberi maaf, karena boleh jadi ketika melakukan musyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar dari pihak lain kalimat atau pendapat yang menyinggung, dan bila mampir ke hati akan mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi mengubah musyawarah menjadi pertengkaran.32 Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam menamakan salah satu surat al-Qur’an dangan asy-syura, di dalamnya dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka. Sesuatu hal yang menunjukkan 30 31 32
Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang : Aneka Ilmu, 2006), hlm.391 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.487 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hlm.459
72
betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa ayat tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban shalat dan menjauhi perbuatan keji.33 Allah swt berfirman :
ÇÌÐÈ tb rãÏÿøótƒ öN èd (#qç6ÅÒ xî $tB #sŒÎ)ur |· Ïm ºuqxÿø9$#ur ÄN øOM} $# uŽÈµ¯»t6x. tb qç7Ï^tGøgs† tûïÏ%©!$#ur $£J ÏBur öN æhuZ÷t/ 3“ u‘qä© öN èd ãøBr&ur no4qn=¢Á 9$# (#qãB$s%r&ur öN ÍkÍh5tÏ9 (#qç/$yf tGó™ $# tûïÏ%©!$#ur ÇÌÑÈ tb qà)ÏÿZムöN ßg»uZø%y—u‘ “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatanperbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”34 Esensi muyawarah adalah pemberian kesempatan kepada anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam aturan-aturan hukum ataupun kebijaksanaan politik. Apabila pendapat yang berkembang dalam musyawarah itu sepakat, maka keputusan yang diambil oleh pimpinan adalah pendapat yang disepakati. Pada sisi lain kenyataan menunjukkan pula bahwa musyawarah tidak hanya digunakan sejalan dengan ajaran agama, bahkan sering digunakan untuk kepentingan penguasa untuk kejayaan dan kelestarian kekuasaan mereka. Musyawarah seperti ini telah menyimpang dari tujuan yang hendak dicapai, yakni kebenaran atau pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran dan untuk kebaikan bersama. Ini berarti diperlukan sebuah prinsip yang dapat menghindarkan penggunaan musyawarah sebagai panggung legalisasi kepentingan sepihak. Untuk itu al-Qur’an dan sunnah dijadikan sebagai pemutus akhir. Dari sini, uraian selanjutnya berkenaan dengan subjek dan objek musyawarah serta metode pengambilan keputusan.
33 34
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.229-230 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.487
73
Subyek musyawarah yang dimaksud di sini adalah siapa yang menjadi sasaran perintah atau yang diperintahkan agar menyelesaikan perselisihan yang terjadi dengan merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah. Secara eksplisit ayat di atas menunjukkan bahwa perintah yang terkandung dalam ayat tersebut berlaku umum. Setiap orang beriman dibebani kewajiban yang terkandung dalam ayat tersebut. Bertolak dari eksistensi musyawarah sebagai metode pembinaan hukum dan dari kenyataan sejarah, maka dapat dikatakan bahwa perintah penyelesaian perselisihan pada ayat di atas juga ditujukan kepada ulil amri. Ini berarti mereka tidak hanya wajib bermusyawarah, tetapi juga wajib menyelesaikan perselisihan berdasarkan al-Qur’an dan sunnah. Kewajiban bermusyawarah di atas berimplikasi pada perlunya pelembagaan musyawarah. Hal ini terlihat dalam sejarah, baik pada masa pemerintahan rasulullah saw ataupun masa pemerintahan khulafaurasyidin. Pada masa tersebut, meskipun tidak disebut secara resmi, namun keberadaan tokoh sahabat yang mendampingi Rasulullah dan para khalifahnya sebagai mitra tetap atau tidak tetap yang dimintai pendapatnya apabila persoalan timbul, merupakan indikator pelembagaan musyawarah dalam system politik. Dengan demikian objek musyawarah tidak hanya berkenaan dengan kehidupan duniawi, tetapi berkenaan dengan urusan keagamaan.35 Tentang tata cara musyawarah serta keharusan mengikuti tatacara itu, tidak ada nash al-Quran dan sunnah yang menerangkankannya. Juga tidak ada nash yang mengharuskan ditetapkannya jumlah anggota majlis permusyawaratan dan cara menghadirkan para anggota. Tatacara musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah ternyata sangat beervariasi; 1. Kadang kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau,
lalu
beliau
melihat
pendapat
itu
benar,
maka
beliau
mengamalkannya. Seperti pendapat al-Hubab ibn al-Mundzir tentang 35
Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, hlm.223-22
74
pemilihan tempat yang strategis dalam perang Badar dan pendapat Salman al-Farisi tentang penggalian parit pertahanan dalam perang Khandaq; 2. Kadang-kadang beliau bermusyawarah dengan dua atau tiga orang saja. Kebanyakan dengan Abu Bakar dan ‘Umar; 3. Kadang kala beliau juga bermusyawarah dengan seluruh massa melalui cara perwakilan, seperti yang terjadi ssesudah perang Hunain tentang rampasan perang dan permohonan bantuan melalui utusan Hawazin.36 Dari peristiwa yang bervariasi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa tatacara musyawarah, anggota musyawarah bisa selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Sebenarnya yang penting dan harus dilakukan adalah musyawarah itu sendiri harus selalu ditegakkan dan dilaksanakan bagi siapapun yang menginginkan keputusan dalam suatu forum bisa menjadi keputusan yang paling baik dan bisa dipertanggungjawabkan. Apalagi bagi seorang pemimpin, jika dia ingin memutuskan
suatu
permasalahan
maka
sudah
seharusnya
dia
bermusyawarah pada masalah tersebut. Karena musyawarah sudah jelas nashnya,maka sebagai umat Islam kita harus selalu bermusyawarah di dalam menentukan suatu keputusan. 4. Tawakkal Tawakal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada-Nya. Seorang muslim hanya boleh bertawakkal kepada Allah semata-mata. Allah swt berfirman :
ö@ ž2 uqs?ur çnô‰ ç6ôã $sù ¼ã&—#ä. ãøBF{ $# ßì y_ öムÏmø‹s9Î)ur ÇÚ ö‘F{ $#ur ÏN ºuq»yJ ¡ 9$# Ü= ø‹xî ¬! ur ÇÊËÌÈ tb qè=yJ ÷ès? $£J tã @ Ïÿ»tóÎ/ y7 •/u‘ $tBur 4Ïmø‹n=tã
36
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.233
75
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”37 Tawakkal adalah salah satu buah keimanan. Semua orang yang beriman bahwa semua urusan kehidupan, dan semua manfaat mudharat ada di tangan Allah, akan menyerahkan segala sesuatunya kepada-Nya dan akan ridha dengan segala kehendak-Nya. Dia tidak takut menghadapi masa depan, tidak kaget dengan segala kejutan. Hatinya tenang dan tentram, karena yakin akan keadilan dan rahmat Allah. Oleh sebab itu Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakkal.38 Allah swt berfirman :
ÇËÌÈ tûüÏZÏB÷s•B O çGYä. b Î)(#þqè=©.uqtGsù «! $#’n?tã ur “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benarbenar orang yang beriman".39
ÇÊÌÈ šc
qãZÏB÷sßJ ø9$#È@ ž2 uqtGuŠù=sù «! $#’n?tã ur 4uqèd žw Î)tm»s9Î)Iw ª! $#
“(Dia-lah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja.”40 Tawakkal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal (ikhtiar). Tidaklah dinamai tawakkal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa. Sikap pasrah seperti itu adalah satu bentuk kesalahpahaman terhadap hakikat tawakkal. Rasulullah dan kaum muslimin generasi awal telah memberikan contoh bagaimana seharusnya memahami tawakkal. Mereka adalah para pekerja keras dalam berbagai lapangan kehidupan, perdagangan, pertanian, perindustrian, keilmuan dan lain sebagainya. Rasulullah saw mendorong
37 38
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.235 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, hlm.45-46 39 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.111 40 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm.557
76
umatnya bekerja keras. Beliau selalu berdoa agar dijauhkan dari sifat-sifat lemah dan malas. Sikap tawakkal sangat bermanfaat sekali untuk mendapatkan ketenangan batin. Sebab apabila seseorang telah berusaha dengan sungguhsungguh untuk mencapai sesuatu mengerahkan segala tenaga dan dana, membuat perencanaan dengan sangat cermat dan detail, melaksanakan dengan penuh disiplin dan melakukan pengawasan dengan ketat, kalu kemudian masih mengalami kegagalan, dia tidak akan berputus asa. Dia menerimanya sebagai musibah, ujian dari Allah swt yang harus dihadapi dengan sabar. Sebaliknya jika berhasil dengan baik, dia bersyukur kepada Allah swt, tidak sombong dan membanggakan diri, karena dia yakin semua usahanya tidak akan berhasil tanpa izin dari Allah swt. Dengan demikian, semua situasi dihadapinya dengan tenang. Bila gagal bersabar, bila berhasil bersyukur. Bandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki konsep tawakkal dalam kehidupannya. Kegagalan bisa membuatnya stress dan putus asa, sementara keberhasilan juga bisa membuatnya sombong dan lupa diri.41 Dari uraian di atas menggenai konsep awal kepemimpinan dari surat an-Nisa ayat 58 dan ali-imron ayat 159 dan didukung dengan ayat-ayat alQur’an yang lain yang mendukung tentang konsep tersebut,maka dari penjelasan di atas dapat dijadikan menjadi suatu kesatuan konsep tentang kepemimpinan pendidikan yang berdasarkan al-Qur’an yang mencakup tentang pendidikan akhlak bagi seseorang yang akan menjadi pemimpin yang sesuai dengan akhlak al-Qur’an, yaitu : 1. Menyampaikan amanah Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan amanah disini adalah merupakan sebuah prinsip pertanggungjawaban terhadap fungsi administrasi dan control (pengawasan) terhadap anggota atau staf
41
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,hlm.49
77
pendidikan untuk mewujudkan visi misi yang akan dilaksanakan dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri. 2. Menetapkan hukum dengan adil Seorang pemimpin pendidikan harus bersikap tegas dan adil dalam
melaksanakan
tuganya
sebagai
pimpinan
sehingga
memungkinkan lembaga pendidikan menghasilkan aturan-aturan yang adil tanpa memandang warna kulit, status sosial, ekonomi dan sebagainya 3. Berlaku lemah lembut Seorang pemimpin pendidikan harus mempunyai sifat lemah lembut terhadap anggota-anggotanya karena sifat ini merupakan faktor subjektif yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang dapat merangsang dan mendorong orang lain untuk berpartisipasi dalam kegiatan musyawarah serta tidak menyakiti orang lain dengan perkataan ataupun perbuatan, serta memberi kemudahan dan ketentraman kepada anggota. Jika seorang pemimpin tidak memiliki sifat tersebut, maka orang akan menjauh dan tidak memberikan dukungannya. 4. Pemaaf Pemaaf juga salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin karena terkadang tidak semua anggota mempunyai keberanian untuk meminta maaf, boleh jadi dia mengalami hambatan psikologis untuk mengajukan permintaan maaf. Oleh karena itu, seorang pemimpin yang bijak harus berusaha memaafkan kesalahan anggotanya tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
Sekalipun anggota
kesalahannya.
78
yang
bersalah telah
menyadari
5. Bermusyawarah Pemimpin seharusnya selalu bermusyawarah dalam setiap mengambil sikap dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Semua permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan musyawarah karena dengan cara ini di samping pendapat anggota dapat terakomodasi juga akan menghasilkan keputusan yang bijaksana. Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang pertama ia harus hindari ialah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi.
6.
bertawakkal kepada Allah. Seorang pemimpin juga harus mempunyai konsep tawakal di samping sifat-sifat yang telah disebutkan di atas. Hal ini dikarenakan apabila seorang pemimpin mempunyai konsep tawakal dan kemudian mengalami suatu kegagalan, setelah semuanya direncanakan dengan baik, maka dia tidak akan berputus asa. Dia menerimanya sebagai musibah, ujian dari Allah swt yang harus dihadapi dengan sabar. Sebaliknya jika berhasil dengan baik, dia bersyukur kepada Allah swt, tidak sombong dan membanggakan diri, karena dia yakin semua usahanya tidak akan berhasil tanpa izin dari Allah swt. Dengan demikian, semua situasi dihadapinya dengan tenang. Bila gagal bersabar, bila berhasil bersyukur.
79
BAB V
A. Kesimpulan Berawal dari beberapa permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam skripsi yang berjudul “Konsep Kepemimpinan Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 58 dan Ali ‘Imron Ayat 159”, maka penulis dapat menarik kesimpulan mengenai konsep kepemimpinan pendidikan yang terdapat di dalam surat an-Nisa ayat 58 dan surat ali ‘Imron ayat 159, yaitu : 1. Menyampaikan amanah Amanat terbagi atas tiga macam, yaitu : a. Amanat yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Contohnya : melaksanakan perintah, menjauhi segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh anggota badan untuk mendekatkan diri kepada Allah. b. Amanat yang berkaitan dengan hak diri sendiri. Contohnya : seseorang tidak melakukan perbuatan kecuali apa yang bermanfaat baginya, baik dalam urusan agama, duinia maupun akhirat. c. Amanat yang berkaitan dengan hak orang lain. Contohnya : tidak menyebarkan kejelekan dan aib diantara sesama, berjihad, saling nasihat-menasihati, atau tidak melakukan tipu daya di dalam muamalah. 2. Menetapkan hukum dengan adil Perintah agar memutuskan hukum dengan adil diantara manusia bersifat mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh “diantara semua manusia”, bukan keadilan diantara sesama kaum muslimin dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan hak setiap manusia hanya karena dia diidentifikasi sebagai manusia. Maka identitas sebagai manusia inilah yang menjadikannya berhak terhadap keadilan itu menurut manhaj rabbani. Identitas ini terkena untuk semua manusia, mukmin ataupun kafir, orang yang berkulit putih ataupun berkulit hitam, orang arab maupun orang ajam (non-arab).
80
3. Lemah lembut dalam bertutur kata Sifat lemah lembut di dalam bertutur kata dan tidak menyakiti orang lain dengan perkataan ataupun perbuatan, serta memberi kemudahan dan ketentraman kepada masyarakat merupakan faktor subjektif yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang dapat merangsang dan mendorong orang lain untuk berpartisipasi dalam musyawarah. 4. Pemaaf Sifat maaf adalah salah satu manifestasi ketaqwaan kepada Allah swt. Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah. Tindakan memberi maaf juga sebaiknya diikuti dengan tindakan berlapang dada dikarenakan jika hal tersebut dilakukan maka Allah akan memberikan ampunan sebagai balasannya. 5. Musyawarah Pemimpin
seharusnya
selalu
bermusyawarah
dalam
setiap
mengambil sikap dan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Semua permasalahan dipecahkan atau diselesaikan dengan musyawarah karena dengan cara ini di samping pendapat rakyat dapat terakomodasi juga akan menghasilkan keputusan yang bijaksana. Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam menamakan salah satu surat al-Qur’an dangan asy-syura, di dalamnya dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka. 6. Tawakkal Semua orang yang beriman tahu bahwa semua urusan kehidupan, dan semua manfaat mudharat ada di tangan Allah, akan menyerahkan
81
segala sesuatunya kepada-Nya dan akan ridha dengan segala kehendakNya. Dia tidak takut menghadapi masa depan, tidak kaget dengan segala kejutan. Hatinya tenang dan tentram, karena yakin akan keadilan dan rahmat Allah. Oleh sebab itu Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakkal.Sikap tawakkal sangat bermanfaat sekali untuk mendapatkan ketenangan batin. Sebab apabila seseorang telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai sesuatu mengerahkan segala tenaga dan dana, membuat perencanaan dengan sangat cermat dan detail, melaksanakan dengan penuh disiplin dan melakukan pengawasan dengan ketat, kalu kemudian masih mengalami kegagalan, dia tidak akan berputus asa. Dia menerimanya sebagai musibah, ujian dari Allah swt yang harus dihadapi dengan sabar. Sebaliknya jika berhasil dengan baik, dia bersyukur kepada Allah swt, tidak sombong dan membanggakan diri, karena dia yakin semua usahanya tidak akan berhasil tanpa izin dari Allah swt. Dengan demikian, semua situasi dihadapinya dengan tenang. Bila gagal bersabar, bila berhasil bersyukur. Bandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki konsep tawakkal dalam kehidupannya. Kegagalan bisa membuatnya stress dan putus asa, sementara keberhasilan juga bisa membuatnya sombong dan lupa diri. B. Saran-saran Berawal dari membaca fenomena yang berkembang dalam bangsa ini, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan kepemimpinan, saran yang perlu penulis tambahkan pada akhir penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perlu adanya pendidikan akhlak yang diberikan oleh orang tua kepada anakanaknya, khususnya dalam melatih jiwa kepemimpinan kepada mereka sehingga jika kelak mereka menjadi seorang pemimpin, maka mereka akan menjadi pemimpin yang berakhlak sesuai ajaran islam yang bersumber kepada al-quran dan sunnah. 2. Orang-orang yang ingin mengabdikan diri kepada masyarakat sebagai pemimpin harus mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan konsep kepemimpinan dengan jiwa dan raganya.
82
3. Adanya perhatian terhadap lembaga pendidikan yang masih mengajarkan pendidikan akhlak yang di dalamnya juga terdapat akhlak-akhlak yang berkaitan dengan kepemimpinan, agar lembaga tersebut dapat menjaga eksistensinya dalam dunia pendidikan. C. Penutup Alhamdulillahirobbil’alamin, itulah kiranya kata yang pantas keluar dari bibir penulis sebagai pujian dan ungkapan syukur kepada Allah swt Pencipta alam raya. Semuanya tidak akan terlaksana dan tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya campur tangan Allah swt. Karena setelah melalui proses yang panjang akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Buah karya ini merupakan hasil kerja penulis dengan mencurahkan segenap kemampuan dan pikiran serta mengorbankan seluruh tenaga, waktu dan materi. Namun kerja keras dan pengorbanan penulis sama sekali tidak ada artinya tanpa bantuan dari Allah swt, karena semua bisa terjadi hanya karena kekuasaan Allah. Oleh karena itu, kesalahan dan kekurangan pada skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mustahil adanya. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis adalah semoga karya kecil ini dapat mendatangkan dan memberikan manfaat yang besar bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.Amin.
83
DAFTAR KEPUSTAKAAN Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005) Ad-Damasyqiy, Abi Al-Fida Isma’il Bin Katsir, tafsir Ibnu Katsir,(Beirut : Darul Fikr, t.t) Al Farra al Baghowi, Abi Muhammad al Husain bin Mas’ud, Tafsir Baghowi Al Musamma Ma’alimat Tanzil, (Bairut : Darul Kutub, tt.) Al Maraghi, Ahmad Musthafa, terj. Bahrun Abubakar dan Hery Noer Ali, terjemah Tafsir al Maroghi, (Semarang : Toha Putra,1993), Juz. V Al-Bukhari, Abu ‘Abdilah Muhammad bin Ismail, Matnu Masykuli al-Bukhari Bihasyiyati al-Sanadi,(Bairut : Dar al-Fikr, t.t) Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2004) Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi, (Lebanon : Darul Kutub Al‘Ilmiyah, 2006) Al-Qarni, ‘Aidh terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, (Jakarta : Qisthi Press, 2008) Al-Wahidi an-Naisaburi, Al-Imam As-Syeikh Abil Hasan Ali bin Ahmad, Asbabun Nuzul,(Beirut : Darul Kitab Al-‘Arabi, 1416 H) Aly, Hery Noer dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani, 2003) Anwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pelajar Offset,1998) Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers,2002) Ar-Rifai, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin, (Jakarta : Gema Insane Press,1999) As Suyuthi, Jalaludin, Tanasuqu fi Tanasubi as Suwari, (Bairut : Darul Kutub al ‘Ilmiyah,tt.),hlm.77-79 Ash-Shiddieqy,
Muhammad Hasbi,
Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur,
(Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2000)
84
Asy Syarozy al Baidlowiy, Al Qodliy Nasiruddin Abi Sa’id ‘Abdillah bin Umar bin Muhammad, Tafsir Baidlowiy,(Bairut : Darul Kutub,891 h) Az Zarqani, Muhammad Abdul ‘Adhim, Manahil al Irfan fi Ulumil Quran, (Bairut : Darul Fikr, tt.) Az-Zuhaily, Wahbah, Tafsir Munir, (Bairut : Darul Fikri, tt.) Baidan, Nashiruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1998) Bin Matsnawi, Joko Suharto, Menuju Ketenangan Jiwa, (Jakarta : PT Rineka Cipta,2007) Charisma, Moch, Tiga Aspek Kemu’jizatan Al-Qur’an,(Surabaya : Bina Ilmu,1992) Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit JART,2005) Drajat, Z., Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : Ruhama, 1995) Drajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,1996),cet. II Gulen, M.Fethullah, Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2002) Hadi, Sutrisno, Metodologi Research,(Yogyakarta : Andi Offset,1999),Jilid I Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2005) Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang : Rasail Media Group,2008) Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq,(Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam,2007) Indrafachrudi, Soekarto, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif, (Bogor : Ghalia Indonesia,2006) Isjoni, Manajemen Kepemimpinan Dalam Pendidikan, (Bandung : Sinar Baru Algesindo,2007) Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang : Rasail Media Group, 2008)
85
Muchtar, Heri Jauhari, Fiqh Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005) Munawwir, A.W., Kamus Al-Munawwir,(Surabaya : Pustaka Progressif,1997) Musbikin, Moh Sholeh Imam, Agama Sebagai Terapi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2005) Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press, 2005) Nasution,
Metode
Research
Penelitian
Ilmiah,Edisi
I,(Jakarta
:
Bumi
Aksara,2001),cet.IV Perpustakaan Nasional RI : Catalog Dalam Terbitan (KDT), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf AlQuran,2009) Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Perintah dan Larangan Dalam Al-Qur’an, (Bandung : Diponegoro, 2002) Quthb, Sayyid, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin,dkk, (Jakarta : Gema Insane Press, 2001) Sanusi, Anwar, Jalan Kebahagiaan, (Jakarta : Gema Insani Press,2006) Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan,1996) Shihab, M. Qurish, Tafsir Al-Misbah,(Jakarta : Lentera Hati,2002) Sya’roni, Mahmud, Cermin Kehidupan Rasul, (Semarang : Aneka Ilmu, 2006)
86
87