NILAI –NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SURAT AL HUJURAT AYAT 2
SKIRIPSI Diajukan Pada Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap Sebagai salah Satu Syarat Memperoleh Gelar sarjana Strata Satu (S-I ) Dalam Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh : Nama
; ENI SA’DIYAH
NIM
: 072322184
Program Study
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHOZALI ( IAIIG ) KESUGIHAN CILACAP 2010
i
SURAT PERNYATAAN KEORISINALAN SKRIPSI Yang bertanda tangan dibawah ini, saya : 1. Nama
:
ENI SA’DIYAH
2. NIM
:
072322184
3. Fak/Prodi
:
Tarbiyah PAI
4. Tahun Akademik
:
2010
5. Judul Skripsi
:
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
AKHLAK
DALAM SURAT AL HUJURAT AYAT 2
Menyatakan bahwa skripsi saya benar-benar orisinil/ asli buatan sendiri, tidak ada unsur menjimplak atau dibuatkan. Jika dikemudian hari ditemukan adanya indikasi salah satu dari 2 unsur diatas, maka saya bersedia untuk dicabut gelar kesarjanaanya. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan kesadaran penuh dan tanpa unsur pemaksaan.
Cilacap, 2 JUNI
2010
Yang menyatakan, MATERAI Rp. 6000
Eni sa’diyah
ii
Nama : ENI SA’DIYAH NIM : 072322184 Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM QS AL HUJURAT AYAT 2 Pesan pertama yang disampaikan dalam ayat Al Hujuart ayat 2 ini adalah tentang Makna keimanan secara total dengan larangan berbuat ego/ takabur kepada Allah dan RasulNya. dapat dikatakan bahwa ayat ini mengindikasikan adanya penanaman rasa menghargai atau syukur kepada sesama manusia meskipun syukur kepada manusia dibatasi norma-norma Illahi yang tidak boleh dilanggar. Sebab, kecintaan yang berlebihan kepada seseorang bisa menjerumuskan kepada kemusyrikan yang disebut dengan alghuhv. Untuk mengetahui nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam surat, Al Hujuart ayat 2, di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di antara ada peristiwa untuk menghilangkan sangat jelas bahwa dalam mengajarkan nilainilai kebenaran, membutuhkan waktu yang amat panjang, sebagaimana kisah umat terdahulu tersebut, dan hal ini dapat dijadikan pembelajaran dalam mengajari umat Islam juga jelas membutuhkan waktu yang panjang pula, apalagi kalau dilihat dari aspek perwujudan sikap . arti mengikat dari sikap ketauhidan dari sikap pendustaan Agama, yang tidak dapat dialpakan dari sifat sifat penerimaan atas Islam sebagai ajaran dan tuntunan hidup dalam aspek penerimaan Islam yang rahmatan lil ”alamin. Maka baginya disisi Allah ada pahala yang agung. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan serta menumbuhkan akhlak pada pribadi setiap muslim, maka secara umum seorang adalah sosok individu yang memiliki sikap cinta damai, mampu bertutur kata yang lemah lembut, tidak saling menyinggung, tidak menyakiti dan apalagi mau menghujat orang lain. Lebih dari itu hatinya pun senantiasa dipelihara agar tidak tumbuh rasa iri, pemarah, dengki, dendam dan sebagainya. Dengan menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal yang demikian, diharapkan seorang anak dan manusia lain disekitarnya akan terpelihara. Tidak terusik oleh gangguan tangan, katakata maupun hatinya. Sehingga nilai-nilai pendidikan akhlak dalam keluarga mempunyai arti penting bagi pembentukan kepribadian anak yang baik, yaitu merupakan kebutuhan ideal sebagai pedoman dan pegangan dalam mengarungi kehidupannya mencapai tingkat kedewasaan yang Islami. Karenanya nilai-nilai pendidikan akhlak harus ditanamkan kepada setiap benerasi muslim, khususnya pada anak-anak sedini mungkin untuk dapat dipahami, dihayati dan diamalkan. Sebab permasalahan permasalahan yang dihadapinya sangatlah kompleks sehingga persiapan mental spiritual harus dipersiapkan. Tanpa landasan mental spiritual ini manusia tidak mampu mewujudkan keseimbangan antara dua kekuatan yang saling bertentangan yaitu kekuatan kebaikan dan kejahatan Tambak 30 Juni 2010
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Kedua Orang Tuaku, yang telah Ikhlas membimbingku dalam kegelapan.. 2. Kepada segenap Guru dan pendidik yang telah mendidikku. 3. Kepada pendamping setiaku beserta anak-anaku, dorongan dan tanggungjawabku untuk selalu bersamamu.. 4. Almamaterku Fakultas Tarbiyah IAIIG Cilacap
iv
MOTTO
∩⊇∪ ÉΟŠÏm§9$# Ç⎯≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0 y7În/u‘ y‰ΖÏã îöyz àM≈ysÎ=≈¢Á9$# àM≈uŠÉ)≈t7ø9$#uρ ( $u‹÷Ρ‘‰9$# Íο4θuŠysø9$# èπuΖƒÎ— tβθãΖt6ø9$#uρ ãΑ$yϑø9$# ∩⊆∉∪ WξtΒr& îöyzuρ $\/#uθrO
“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalanamalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS Al Kahfi: 46)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang selalu kita nanti-nantikan safaatnya dan juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat: 1.
Drs. KH. Nasrullah, Rektor Institut Agama Islam Imam Ghazali Kesugihan Cilacap beserta Pembantu Rektor.
2.
K .Lumaur Ridlo,S.Psi., Dekan Fakutas Tarbiyah Institut Agama Islam Imam Ghazali Kesugihan Cilacap beserta Pembantu Dekan.
3.
Drs. Yudino, M.Pd.I Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Muniriyanto S.Ag MM. Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Seluruh Dosen Institut Agama Islam Imam Ghazali Kesugihan Cilacap yang telah memberikan ilmu selama masa perkuliahan
6.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
vi
Semoga bantuan Bapak / Ibu dan semua pihak dicatat sebagai amal baik oleh Allah SWT, dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan darma baktinya demi perkembangan pendidikan, ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta kemajuan bangsa Indonesia.
Cilacap,
30 Juni 2010
Penulis
ENI SA’DIYAH
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………..
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING …………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….
iii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………..
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………..
v
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
viii
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………..
1
B. Definisi Operasional ……………………………………
4
C. Rumusan masalah …………………………………….
6
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian……………
6
E. Telaah Pustaka ………………………………………….
7
F. Sistematika Penulisan……………………………………
9
KAJIAN TEORI ………………..
13
A. Pendidikan Akhlak …………………………………….
13
1.Pengertian Pendidikan Akhlak ………………………
13
2.Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak …… …………..
21
3.Dasar Pendidikan Akhlak …………………………….
26
4.Tujuan Pendidikan Akhlak……………. ……………
29
5.Urgensi Pendidikan Akhlak …………………………..
30
6.Metode Pendidikan Akhlak …………………………..
34
7.Pokok-pokok Pendidikan Akhlak……………………..
36
BAB II
B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak…… ………………....
40
C. Pengertian Surat Al Hujurat Ayat: 2…………………….
43
1.Azbabun Nuzul ………………………………………
46
2.Munasabah Ayat ………………………….
47
viii
3.Pandangan Ahli Tafsir ………………………
BAB III
BAB IV
BAB V
54
METODE PENELITIAN …………………………………..
64
A. Jenis Penelitian ………………………………………...
64
B. Obyek Penelitian………………………………………..
64
C. Sumber Data ……………………………………………
64
D. Analisis Data ……………………………………………
66
Hasil Penelitian dan Pembahasan ………………………….
68
A. Al qur’an Surat Al Hujurat Akhlak ……………………
68
1.Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak …………….
68
2.Analsisis Surat Al hujurat ayat 2 …………………..
73
PENUTUP …………………………………………………
82
A. Kesimpulan…………………………………………….
82
B. Saran-saran……………………………………………..
83
C. Kata Penutup……………………………………………
84
ix
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia
sebagai
makhluk
individu
dan
mahluk
social,
yang
keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, sebab dalam lingkungan tersebut, hakekatnya manusia
dimungkinkan untuk mau
mengembangkan
kreatifitas dan aktifitasnya, sehingga kehadirannyapun diharuskan menguasai berbagai pranata pengetahuan dan memahami peradaban. Untuk memfungsikan fitrah itulah setiap individu mempunyai kewajiban untuk tetap belajar baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, sebagaimana mengutip pandangan Hery noer Aly MA, menyebutkan kewajiban bagi setiap orang tua atau orang yang sudah dewasa untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya sebagai
generasi muda, harapan itulah yang senantias menjadi fenomena
manusia, dengan segenap
kemampuan
untuk mampu mendirikan dan
mengelola institusi atau unit-unit pendidikan, yang diperuntukan bagi peserta didik.
1
Adalah wajar kemajuan peradaban dan pengetahuan manusia
hakekatnya adalah reaksi dari kebutuhan manusia dalam proses pendidikannya. Untuk itulah memahami berbagai fenomene perubahan dan dinamika peradaban manusia sebagai makhluk social, penulis akan menfokuskan pada bagaimana mansuai ketika akan mengeambangkan keratifitas memahami pada satu isyarat dalam Al Qur’an, sebagai landasan bagi dinamika peradaban manusia isyarat
1
Hery Noer Ali, Manusia dan pendidikan, Lentera Jakarta, 2000,hlm. 1
1
2
Allah Swt, sebagaimana dalam firmanNya, surat Al Hujurat ayat 2 : sebagai berikut ;
…çμs9 (#ρãyγøgrB Ÿωuρ Äc©É<¨Ψ9$# ÏNöθ|¹ s−öθsù öΝä3s?≡uθô¹r& (#þθãèsùös? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩⊄∪ tβρâßêô±s? Ÿω óΟçFΡr&uρ öΝä3è=≈yϑôãr& xÝt7øtrB βr& CÙ÷èt7Ï9 öΝà6ÅÒ÷èt/ Ìôγyfx. ÉΑöθs)ø9$$Î/ Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu, melebihi suara Nabi SAW, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian dari kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala/ amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadarinya “ 2 Memahami terjemah surat di atas, menurut Dr. H. Hamzah Yakub, dalam buku Etika Islam, menyebutkan ada tiga istilah yang sepadan dengan kandungan ayat diatas , yakni : 1.
Etika, yakni ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran (Yakub,13). 2.
Moral, yakni sesuai dengan ide-ide yang umum di terima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar.(Yakub, 14)
3.
Kesusilaan, yakni membimbing manusia agar hidup sopan sesuai dengan norma-norma tata susila.(yakub,15). Untuk mengupas isi kandungan ayat di atas, penulis mengutip dari
sebagaian buku dari ulama-ulama
ahli tafsir
menyebutkan setiap manusia
sebagai mahluk beriman selalu menyandarkan setiap tindakan dan perbuatan 2
Depag RI , Al Qur’an dan terjemah, PT Toha Putra, Semarang, 2004, hlm. 217
3
pada Nabi Muhammad SAW. Manusia bertugas untuk mengajarkan nilai-nilai kesopanan. Aktifitas manusia selalu berhubungan dengan kebaikan untuk selalu mau beramal. Maksud kandungan ayat diatas berisi :
1. Larangan bersikap takabur/ ego. Pesan pertama yang disampaikan pada ayat ini adalah tentang keimanan secara total dengan larangan berbuat ego/ takabur kepada Allah dan RasulNya. Menurut Ibnu Manzhur, kata laa tarfangu ( terdiri dari empat huruf: la, tar-faa dan ngu. Kata yang dibangun oleh keempat huruf tadi mempunyai makna dasar bercampur. Dari kata-kata tersebut terbentuk kata: pertama, laa yang berarti janganlah, Kedua, tafangu, yang berarti meninggikan /melebihi, ketiga, laa tarfangu berarti , janganlah meninggikan keempat,
As faatakum, yang berarti suaramua, ucapanmu seperti dalam
ungkapan orang Arab, "Sauffa," (keras suaramu). kelima syauta nabi, berarti suaranya n abi besar Muhammmad Saw. Dari makna dasar ini, Saleh Fauzan mendefinisikan syauti Nabii dengan penyimpangan dalam ibadah kepada Allah dan Rasulnya. Selanjutnya, Fauzan membagi keras menjadi dua ma cam: pertama, syati akbar yakni yang dapat mengeluarkan suara seseorang siluara ajaran Islam; dan kedua, syati ashgar, yakni bersuara menyimpang dalam perilaku beribadah. Takabur/ ego yang disertai kekerasan merupakan keharusan hanya dalam ketaatan bertauhid kepada Allah. Jika ayat larangan takabur/ego
dikaitkan dengan konsep pendidikan akhlak, maka dapat
dipahami bahwa ego/ takabur berarti ketika manusia tunduk kepada alam
4
atau dikuasai alam; dan jika manusia dikuasai alam, maka bisa diidentikan dengan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Dari segi redaksi, ayat tersebut diawali dengan kata yaa Ayyuhalladzina A’manu . Dalam bahasa Arab ini termasuk at-tasghir lilisyfaq wa tahabbub, panggilan kesayangan yang menunjukkan rasa cinta amat Dari Allah Swt kepada Hamba yang mau beriman. Ayat ini mengindikasikan bahwa seorang mu’min yang baik harus memahami karakteristik pribadinya serta menghargainyadirinya dengan baik. Larangan berbuat
takabur/
ego
diungkapkan
dengan
fi'lul-mudhari'
yang
mengindikasikan lil-istimrar, dalam arti, sejak dini orang mu’min harus menciptakan lingkungan yang kondusif agar terbebas dari situasi dan suasana yang menjerumuskan pada kemusyrikan, serta mendorong keimana
agar
terus menerusmeningkat disertai dengan mencari ilmu. 3
2. Selalu berbuat baik kepada Allah dan Rasul Nya. Keharusan berbuat baik kepada Allah dan Rasulnya mulai dari zaman Nabi Adam As sampai Ummat Muhammad SAW. Keharusan berbuat baik kepada Allah Swt dan Rasul Nya, juga dibatasi oleh aturan-aturan Allah dan dalam kondisi yang paling pahit. jika ada orang yang paling berjasa dalam hidup mengajak untuk tidak taat kepada Allah, maka ajakan tersebut harus ditolak, dengan catatan tetap menjaga hubungan baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ayat ini mengindikasikan adanya penanaman rasa menghargai atau syukur kepada sesama manusia meskipun syukur kepada 3
Dr. Nurwadjah Ahmad E.Q, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Marja : Bandung, 2007, hlm 166
5
manusia dibatasi norma-norma Illahi yang tidak boleh dilanggar. Sebab, kecintaan yang berlebihan kepada seseorang bisa menjerumuskan kepada kemusyrikan yang disebut dengan al-ghuhv. Dari sisi redaksi, pesan berbuat baik kepada Allah dan RasulNya menggunakan gaya bahasa ithnab, yakni diungkapkan dengan redaksi cukup panjang dengan penjelasan-penjelasan rasional, sehingga dapat menyentuh kalbu dan diakhiri dengan kesimpulan pendek ilayy al-mashir. Kalimat itu merupakan suatu ungkapan yang mengindikasikan bahwa semua pengabdian dan pengorbanan hidup tidak akan sia-sia, sebab Allah akan membalasnya sesuai dengan perbuatan tersebut. Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, hal memberi gambaran bahwa dalam kegiatan pembelajaran harus diciptakan iklim saling hormat-menghormati, baik kepada Sang Pencipta, sesama dan lingkungannya.
3. Nilai Keimanan Setelah menjelaskan Laa tarfangu dan bahayanya dalam kehidupan, Rasulluloh mengajarkan keimanan atau sifat-sifat Allah kepada umatnya dengan gaya bahasa mum'at nazhir, ilustrasi. pendidikan mengilustrasikan, kalaulah ada aktivitas yang setara dengan biji sawi atau biji yang paling kecil berlokasi di bukit batu, di langit maupun di bumi atau di mana pun, maka Allah Maha Sensitif dan Maha Mengetahui. Sifat lathif menunjukkan sesuatu yang tidak bisa terdeteksi oleh panca indra manusia, sedangkan khabir menginformasikan
sesuatu
yang
tidak
nampak
menjadi
nampak.
Penggandengan kedua asma' ul-husna mengindikasikan adanya keikhlasan dalam melaksanakan berbagai aktivitas. Jika dikaitkan dengan pendidikan, evaluasi pendidikan semestinya bukan hanya dilaksanakan di akhir kegiatan, tetapi harus dilaksanakan sejak awal proses sampai akhir kegiatan dan
6
menyangkut seluruh aspek kehidupan, baik yang nampak ataupun yang tidak. Seperti halnya Allah mencatat, sekecil apapun amal yang dilaksanakan manusia, ia akan mendapat penghargaan atau sanksi.
4. Nilai akhlak/Etika Untuk melaksanakan aktifitas bagi seorang Mu’min perlu dibarengi akhlak mulia, yakni saling menghargai dan menghormati sesama manusia yang dilandasi taat kepada Allah. Akhlak terhadap sesama manusia tersebut diungkapkan dengan gaya bahasa kindyah. Dalam ayat 1 diungkapkan Yaa Ayyuhallazina Amanu
Laa tuqodhimu Menurut Wahbah Zuhayli, ayat
tersebut mengandung larangan terhadap sifat sombong dihadapan orang lain, lantaran sikap tersebut merupakan wujud manusia takabur dan musyrik, bukan hamba yang syukur. Pada ayat ke- 3 diungkapkan
Innalazina
Yaghzhunz Asywatahum, golongan yang mau dan bersedia merendahkan dihadapan rasul Nya lebih ditekankan kepada hati, dikandung maksud mau/ bersedia merendahkan diri dalam hal perkataan, perbuatan serta bertindak, Dari sisi redaksi, ayat 2 surat Al Hujurat secara keseluruhan, berisi nasihatnasihat Rasulluloh Saw, yang berisi enam perintah, tiga larangan dan dua ta'lilah (pertimbangan). Enam perintah tersebut adalah: a. Berbuat baik kepada Allah dan RasulNya. b. Menghormati kepada segenap ciptaan Allah swt. c. Berkomunikasi dengan baik kepada Sesama Orang. d. Mengikuti pola hidup anbiya' dan shalihin e. Sederhana dalam berkata, bertindak dalam kehidupan
7
f. Bersikap sopan santun dalam bertindak. Adapun yang berbentuk larangan adalah: a. Larangan bersikap Ego/ takabur baik dalam setiap Ucapan dan perbuatan. b. Larangan bersikap sombong dalam kehidupannya. c. Larangan berlebihan dalam kehidupan 4 Dalam ta’lillah, juga menyebutkan Aspek-aspek ahlak : a. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong. b. Sesungguhnya sejelek-jeleknya suara adalah suara keledai. 5 Dari gambaran makna yang terkandung dalam ayat ini sesuai dengan aspek pendidikan ahlak, dapat diformulasikan dengan beberapa konsep, dimana aspek akhlaq (akhlak). Secara etimologis, akhlak adalah perbuatan yang mempunyai sangkut paut dengan khaliq (Pencipta). Akhlak ini mencakup akhlak manusia terhadap khaliknya dan akhlak manusia terhadap makhluk. Aspek ini jelas memberikan pembelajaran dalam ibadah, muamalah dan akhlak yang bertitik tolak dari aspek akidah. Hubungan korelatif di atas penulis berusaha akan mengangkat kajian Nilai-nilai Pendidikan Akhlak , dalam surat Al Hujurat ayat 2, menjadi kajian skripsi.
B. Definisi Operasional Untuk memudahkan pemahaman penelitian ini penulis mengelompokkan menjadi tema sesuai judul diatas, diantaranya :
4 5
Dr. Abudinnata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, PT raja Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 12 Dr. Nurwadjah Ahmad E.Q, Op Cit., hlm 170
8
1. Nilai-Nilai Nilai dalam kamus bahasa Indonesia, adalah muatan materi atau kandungan yang dapat dihargai 6 dalam hal ini, berupa kajian tentang penghargaan baik dan buruk dalam bidang akhlak.
2. Pendidikan Akhlak Hakekat pendidikan adalah sebagai proses setiap aktifitas manusia sadar, terencana, yang menyangkut proses pembalajaran, yang memiliki tujuan mulia, di mana Akhlak sebagai satu aspek dalam ajaran Islam yang berhubungan dengan tata cara berbuat baik . intisari kajian ini, adalah mengkolaborasi
dua makna dalam satu variable 7 , dalam hal ini adalah
variable pendidikan , sebagai proses dan variabel Akhlak sebagai materi. Kedua makna diatas menjadi satu ungkapan proses untuk selalu berbuat baik.
3. Surat Al Hujurat Ayat 2, dalam kelompok surat Madaniyyah, masuk dalam surat ke 49 , dari 18 ayat, Juz 26, berisi tentang akhlak kepada pemimpin, serta pada orang lain, yang memiliki nilai penting dalam kehidupan setiap mu’min, sebagai hamba yang baik dan sopan. dan dalam kajian ini Penafsiaran ayat ini mengkaitkan beberapa kajian tafsir. Dari definisi operasional di atas , penulia akan mengangkat aspek pendidikan akhlak, sesuai dengan maksud dan kandungan makna tersebut, serta akan dipertegas dalam rumusan masalah.
6 7
Purwadarminto Kamus umum Bahasa Indonesia, Tinta Mas : Jakarta, 1987, hlm 88 Purwodarminto, ibid, , hlm 113
9
C. Rumusan Masalah Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Surat Al Hujurat ayat 2 ?
D. Tujuan dan manfaat Penelitian: 1. Tujuan Penelitian, antara lain : a.
Untuk Mengetahui Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak yang terkandung
dalam surat Al Hujurat ayat 2. 2. Sedangkan Manfaat Penelitian : a.
Memberikan informasi kepada orang tua tentang proses membimbing Akhlak kepada anak-anaknya, sesuai Surat al Hujurat ayat 2.
b.
Memberikan
nilai
tambah
terhadap
dalam
ilmu
AgamaMengungkap espek-aspek pendidikan ahlak bagi
pengetahuan umat Islam
sendiri, dan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan tugas akhir akademik.
E. Telaah Pustaka Skripsi yang berjudul "Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam surat Al Hujurat ayat 2 " sengaja penulis angkat mengingat konsep pendidikan akhlak sekarang ini masih hanya menjadi wacana di beberapa lembaga pendidikan formal, di mana realisasinya belum sesuai dengan dasar tuntunan ajaran Islam bahkan banyak orang tua yang menganggap, bahwa pendidikan akhlak yang bertanggung jawab , hanyalah pihak lembaga pendidikan berupa
sekolah,
10
sehingga sekarang ini pendidikan akhlak baik dalam keluarga, sering mereka tidak menghiraukan aturan atau konsep dalam aturan Islam. 1.
Buku : Pengantar Studi akhlak, karya dr. Asmaran As, MA, memberikan landasan terhadap pengertian ahlak baiksecara bahasa maupun secara istilah.
2.
Buku : Etika Islam. Karangan Dr.H. Hamzah Ya’qub, yang memberikan gambaran secara sistematik, terhadap bagaimana pembinaan akhlakul karimah, dan beberapa langkah dalam proses pembimbingan anak disertai beberapa landasan bagi unsur tauladan kehidupan umat manusia .
3.
Buku : Tahapan mendidik Anak teladan Rasululloh SAW, hasil terjemahan, mengungkap beberapa langkah-langkah prefentif bagaiaman mendidik anak sesuai tuntunan nabi SAW.
4.
Buku : Etika Sosial, karya Drs. H. Burhanudin Salam, menguipas beberapa langkah-langkah dalam merespon azas moral dalam kehidupan manusia.
5.
Buku : Islam, Etika dan Kesehatan, karya Dr.Ahmad Watiq Pratiknyo, yang memberikan resensi tentang sumbangan Islam dalam menghadapi problematika kesehatan sesuai ajaran Islam.
6.
Buku : Membumikan
Al Qur’an , karya dr. Quraish shihab, mA,
memberikan rangsangan umat islam untuk memahami Al Qur’an seacara utuh sebagai pelita hati. Sebagai bahan refrensi, penulis mengambil / mengutip beberapa buku rujuksn untuk penelitian khususnya kajian Tafsir Al Qur’an, seperti Tafsir ibnu Katsir, Tafsir Al Misbah,dan Tafsir Al Azhar.
11
Dalam skripsi ini penulis akan menggambarkan tentang konsep dan tahapan pendidikan akhlak sesuai dengan tuntunan Al Qur'an khususnya QS. Al Hujurat ayat 2 , di mana sudah banyak para ahli tafsir mengkaji permasalahan pendidikan akhlak terhadap anak-anaknya dalam keluarga yang kemudian dikembangkan sesuai dengan perubahan zaman sekarang ini, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan berkeluarga sesuai dengan Al Qur'an. Dengan memahami beberapa buku dan hasil skripsi yang ada relevansinya dengan penulisan skripsi ini, misalnya dengan skripsi Saudara Sarno ( IAIIG, 2008) yang mengupas tentang penidikan Anak, dalamsurat At Tahrim ayat 6, kemudian skripsi saudara Ma’muron ( IAIIG 2008) yang mengambil rujukan surat Lukman ayat 13- 19, sehingga secara substantive sangat beda namun pada metodologinya hamper ada persamaan yang dekat, di mana yang dapat penulis pahami begitu pentingnya konsep Al Qur'an tentang pendidikan Akhlak bagi anak guna menciptakan generasi Islam yang berahlak Al Qur'an. Untuk itu peran orang tua sangat dominan dan diutamakan agar pendidikan Islam dapat diaktualisasikan secara mendalam dan mengakar pada anak.
F. Matode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian deksriptif (Descriptive research). Pada prakteknya, penulis tidak menggunakan semua jenis penelitian deskriptif, tetapi penulis melakukan penelitian dengan pendekatan penelitian analisis dokumen. Penelitian ini menurut Yatim
12
Rianto adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap catatancatatan atau dokumen sebagai sumber data. 8 2. Sumber Data Penelitian Sesuai dengan jenis penelitian yang penulis gunakan ialah deskriptif analitik maka sumber data dari penelitian yang penulis lakukan adalah dokumen. Dokumen dalam pandangan Lexy J.Moleong berarti setiap bahan tertulis ataupun tidak tertulis, selain dari catatan/ record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan penyidik. 9 Referensi sebagai data primer antara lain : a. Al Quran dan Terjemahan, Baik yang ditahsis oleh Depag RI maupun penerbit lain yang terstandar. b. Tafsir Al Azhar c. Tafsir Al Maraghi d. Tafsir Al Mishbah Referensi penunjang sebagai data Sekunder antara lain : a. Wawasan Al Qur’an Karya Prof. Dr. HM. Qurais Syihab. b. Membumikan Al Qur’an Karya Prof. HM. Quraiah Syihab. c. Hermeneutik Agama karya Prof. Dr. d. Etika Islam karya Drs. Sudarsono, SH. 3. Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang tersedia maka metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode 8 9
Dr. Suharsimi Arikunto. Metodologi Penelitian Sebuah Pendekatan. Garsindo :Jakarta hlm 19-21 Lexy J. Moelong. Metodologi Pendidikan Kualitatif. (Bandung, PT Remaja Rosdakarya,2004) cet.XIV hlm 161
13
dokumentasi. Seperti yang dikatakan Yatim Riyanto metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. 10 Cara ini penulis gunakan selain karena hal di atas juga karena cara/ metode ini mudah dilakukan sehingga dapat sebagai cara dalam mengumpulkan data- data yang sesuai dengan apa yang penulis butuhkan. 4. Metode Analisis Data Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah content analysis atau kajian isi. Kajian isi sendiri didefinisikan oleh Weber sebagai metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dan sebuah buku atau dokumen. Data –data mapu memberikan definisi sebagai tehnik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis. 11 Adapun kerangka berfikir yang penulis gunakan dalam menganalisis data adalah kerangka berfikir induktif, dan
deduktif, Metode induktif
penulis gunakan-untuk menyimpulkan sekian data yang telah terkumpul. Dan bilamana terdapat data tunggal (tidak diperoleh data yang sejenis atau data-data yang saling menguatkan) maka penulis dalam menjelaskan permasalahan melakukannya secara deduktif. Artinya penulis cukup dan satu data/pernyataan untuk menjelaskan banyak hal. Metode deduktif juga penulis gunakan untuk menjelaskan kembali kesimpulan yang 10 11
Dr. Suharsimi Arikunto. Op.Cit. hlm 83 LexyJ. Moelong. Op.Cit. hal 163-164
14
diperoleh dan hasil induksi data. Sedangkan metode analisisnya penulis gunakan sesaui deskrisi isi masing-masing kandungan ahli tafsir. Dari analisis terhadap hasil induksi atau terhadap beberapa data yang ada. 12 Kemudian langkah-Iangkah anailisis yang penulis lakukan adalah: a.
Pemrosesan Satuan (unitizing) Dalam melakukan pemrosesan satuan ini (Unitizing) penulis mengikuti tipologi dan penyusunan satuan dengan teliti terhadap data-data yang penulis peroleh.
b.
Kategorisasi Setelah proses unitizing maka langkah berikutnya adalah proses kategorisasi dengan selalu mempertimbangkan fungsi, prinsip, dan langkah-Iangkah kategorisasi secara sistematis.
c.
Penafsiran data Langkah berikutnya seteiah melakukan kategorisasi adalah proses penafsiran data. Dalam proses ini dilakukan proses umum penafsiran data yang dilanjutkan dengan interogasi terhadap data-data tersebut sehingga dapat memperoleh suatu kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan Skripsi Agar pemahaman skripsi ini lebih spesifik, terarah dan mudah difahami, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut :
12
LIHAT Lois O Kattdoff. Element of Philosophy (Pengantar Filsafat) terj.Drs Soejono Soemaryono. (Yogya : Tiara Wacana, 1996) cet. VIII hlm 27-32
15
BAB I
:
Pendahuluan Meliputi :Latar Belakang Masalah, Definisi Operasional, Rumusan Masalah, Tujuan dan Mafaat Penelitian, kajian pustaka, Metode Penelitian ,sistematika penulisan Skripsi.
BAB II
: Konsep Pendidikan Akhlak Meliputi, Pengertian Pendidikan Akhlak dalam pendidikan Islam, Ruang lingkup , materi, metode dan tujuan pendidikan ahlak, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak .
BAB
III
Deskripsi Surat Al Hujurat ayat 2 . Berisikan tentang Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
surat Al
hujurat ayat 2, kandungan surat , Nilai dan tujuan. Kajian tafsir surat Al Hujurat ayat 2, menurut Tafsir Al Azhar, Al Misbah dan Al maroghi. BAB IV
Analisis Kajian Surat Al Hujurat tentang Pendidikan Ahlak berisikan
analisis dan pembahasanannya pendidikan Akhlak
dalam Al Qur'an, Analisis Nilai-nilai Akhlak Dalam Surat Hujurat 2 Analisis Pendidikan Akhlak, menurut kajian tafsir. BAB V
Penutup ; berisikan tentang kesimpulan, saran-saran dan Penutup
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
16
$pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$# (#θãΖtΒ#u™ Ÿω (#þθãèsùös? öΝä3s?≡uθô¹r& s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/
Ìôγyfx. öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr& óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪ $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$#
(#θãΖtΒ#u™ Ÿω (#þθãèsùös? öΝä3s?≡uθô¹r& s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/ Ìôγyfx.
öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr& óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪ $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$# (#θãΖtΒ#u™ Ÿω
17
(#þθãèsùös? öΝä3?s ≡uθô¹r& s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/ Ìôγyfx. öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9
βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr& óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪ $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$# (#θãΖtΒ#u™ Ÿω (#þθãèsùös? öΝä3s?≡uθô¹r&
s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/ Ìôγyfx. öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr&
óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪
B A B II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan Ahlak Menurut Sidi Gazalba yang di kutip oleh Chabib Thoha , Akhlak adalah sesuatu yang bersifat abstrak ia ideal nilai bukan benda kongkrit, bukan fakta. Bahkan menurutnya, Akhlak berarti nilai, yang tidak hanya persoalan benar atau salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan juga soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi. 1 Secara esensi, maka nilai itu tidak memiliki eksistensi, namun ada dalam kenyataan. Nilai dapat dikatakan mmendasari sesuatu barang dan bersifat tetap. Jika orang mengatakan ” Perdamaian merupakan sesuatu yang bernilai”, maka ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian itu sendiri terdapat nilai yang mendasari. Dan nilai juga dapat dipahami sebagai apa yang dapat memberi manfaat, sesuatu yang lebih dari suatu ide, norma atau karya manusia yang dapat direalisasikan dan dikembangkan di kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi realitas kehidupan manusia, baik dalam aspek sosial, agama, budaya dan lainnya. Sangatlah jarang mendapatkan pengertian akhlak secara sempurna, kebanyakan penulis mendefinisikan pendidikan akhlak mulai dari
1
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta,Pustaka Pelajar, 1996), hlm.61
13
pengertian pendidikan dahulu, kemudian pengertian akhlak. Dari kedua pengertian tersebut kemudian dikombinasikan sehingga akan ditemukan pengertian pendidikan ahlak. Secara etiomologis pendidikan berasal dari kata dasar didik yang berarti memelihara dan memberi latihan ( ajaran, tuntunan, pimpinan ). Sedangkan secara terminologi pengertian pendidikan adalah proses bimbingan dari si pendidik kepada si terdidik, menuju ke arah pendewasaan. Kata dewasa mempunyai arti bahwa si terdidik mampu mengetahui siapa dirinya dan apa yang diperbuat, baik atau buruk dan dapatdi
pertanggungjawabkan
keadaannya
serta
segala
perbuatannya. 2 Sedangkan pengertian pendidikan juga dikemukakan oleh ahmadi, yang menyatakan bahwa pendidikan ialah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah secara potensi ( sumber daya ) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya. 3 Sedangkan definisi pndidikan menurut beberapa pendapat diantaranya : a. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 4 b. Pendidikan adalah proses untuk mempersiapkan anak-anak untuk hidup di dalam masyarakat yang disebut sosialisasi, dan setiap kebudayaan
2
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan teoritis dan Praktis, ( Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2000 ).hlm.14. 3 Ahmadi, Islam sebagai Paradigma ilmu Pendidikan ( Yogyakarta, Aditya Media 1992),hlm.16 4 D. Marimba, Pengantar Filsafat pendidikan Islam ( Bandung Al Ma’arif, 1989), hlm. 19
14
mmpunyai
beberapa
rencana
yang
sesuai
dengan
agamnya,
ahlak,ekonomi dan nilai-nilai lain untuk memenuhi tujuan itu. 5 c. Sedangkan mengutip pandangan Frederc J. Mc. Donald
dalam
marimba menyebutkan :Pendidikan dalam pengertian yang digunakan disini adalah sebuah proses atau aktifitas yang menunjukan pada proses perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku. Dari definisi pendidikan di atas, dapat di ambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan secara sadar oleh orang yang bertanggung jawab untuk membawa anak atau peserta didik ke tingkat kedewasaan dalam rangka mewujudkan kepribadian yang mampu bertanggung jawab secara moral atas segala perbuatannya. Dan pendidikan merupakan proses perubahan atau pengembangan diri anak dalam segala aspek kehidupan, sehingga terbentuklah suatu kepribadian yang utuh ( insan kamil ) baik sebagai makhluk sosial, maupun sebagai mahluk individu, sehingga dapat beradaptasi dan hidup dalam masyarakat luas dengan baik, termasuk bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain dan Tuhannya. 6 Perkataan akhlak dalam bahas Indonesia, berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari khuluq atau al khulk, yang secara etimologis berati budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam kepustakaan, ahlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan ( perilaku, tingkah
5
Charles E. Skinner, Esentials of educational Psychology, ( Tokyo, Maruzen Company, LTD, 1958) , hlm.3 6 Sugarda Purbakawatja dan harahap, Ensiklopedi Pendidikan ( Jakarta, Gunung Agung, 1982) hlm.257.
15
laku ) mungkin baik, mungkin buruk. 7 Sedangkan definisi ahlak menurut beberapa pendapat adalah : a. Ahlak menurut Imam Al Ghazali : Ahlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa melalui proses pemikiran dan pertimbangan. Jika keadaan itu menimbulkan perbuatan-perbuatan yang indah dan terpuji menurut akal dan syara, maka keadaan tersebut dinamakan ahlak yang baik, dan jika menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jelek maka dinamakan ahlak yang buruk. 8 b. Menurut Asmaran As. Menyatakan bahwa pada hakekatnya khulk ( budi pekerti ) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa di buat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela. 9 c. Menurut Zainudin yang menyimpulkan pendapat al ghazali, setidaknya ahlak itu, harus mencakup dua syarat : 1) Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulangkali, kontinyu dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan ( habit forming ). 2) Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud refleksi dari jiwanya, tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari orang lain, atau pengaruh-pengaruh dan bujukan-bujukan yang indah dan sebagainya. 10 d. Sedangkan Menurut Elizabeth B. Hurlock, dalam Asmaran As :Tingkah laku ( moral ) dikontrol oleh konsep-konsep moral, peraturan-peraturan
7
Ali Muhamad Daud, Pendidikan Agama Islam ( Jakarta .Raja Grafindo Persada,2002) hlm.346 Imam Al ghazali, Ihya Ulummadin Juz III ( Al Arobiyah Isa Al babi al Halabi tt ). hlm.58 9 Asmaran, As. Pengantar Studi Ahlak, ( Jakarta PT. Raja Grafindo Persada,1994), Cet.III, hlm.3 10 Zaunudin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al ghazali ( Jakarta, Bumi Aksara,tt ) hlm.102. 8
16
tindakan ( tingkah laku ) dan anggota dari kebiasaan dan menentukan pola-pola tingkah laku yang diharapkan dari anggota suatu kelompok.
Dari keempat definisi yang di kutip di atas, sepakat menyatakan bahwa akhlak atau khuluk itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia. Sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. 11 Ukuran akhlak bukanlah dari segi lahiriyah saja, tetapi yang lebih penting adalah dari segi batiniyah, yakni dorongan hati, Apabila kehendak jiwa itu melakukan perbuatan atau kebiasaan jelek maka di sebut akhlak tercela dan sebaliknya. Disamping istilah ahlak, juga dikenal istilah etika dan moral. Menurut etimologi etika berasal dari bahasa yunani, Ethos yang berarti watak atau adat. Adapun etika dari segi stilah telah dikemukana oleh para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda, sesuai dengan sudut pandangnya. Ahmad Amin misalnya mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilakukan oleh manusia. Menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia, di dalam perbuatan yang menunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. 12
11
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Ahlak, ( Surabaya, Bina Ilmu,1990) hlm. 16 Ahmad Amin, Etika ( Ilmu Akhlak ), terjemah KH. Farid Ma’ruf dari judul asli Al ahlak, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1983 ) Cet.III, hlm. 3 12
17
Selanjutnya Soegarda Poerbakawatja, mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan, tentang baik buruk, serta usaha mempelajarai nilai-nilai dan juga merupakan tentang nilai-nilai itu sendiri. 13 Adapun moral berasal dari bahasa latin mores, jamak kata mos berarti dapat kebiasaan. Sedangkan menurut istilah moal adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik dan buruk. 14 Jadi sangat jelas bahwa etika lebih bersifat teoritis, dimana etika hanya berbicara mengenai nilai perbuatan baik dan buruknya manusia dengan tolok ukur akal pikiran. Sedangkan moral adalah bersifat praktis. Moral hanya berbicara mengenai norma-norma yang sudah terjadi di masyarakat. Dapat dikatakan etika menjelaskan ukuran sedangkan moral menyatakan ukuran itu. Ketiga kata tersebut diatas ( Ahlak, etika dan moral ), secara harfiyah tidak ada perbedaan, di mana ketiganya mempunyai arti yang sama tentang baik dan buruk, di samping sumber asalnya juga berasal dari bahasa yang berbeda. Untuk
membahas
kajian
skripsi
ini,
penulis
memilih
penggolongan yang didasarkan macam-macam ahlak dalam pendidikan Islam. Yakni : a) 13 14
Akhlak Dlarury
Sugarda, op cit, hlm. 82 M. Daud ali, Op Cit, hlm. 353.
18
Akhlak dlarury adalah akhlak yang asli, dalam arti akhlak tersebut sudah secara otomatis yang merupakan pemberian dari tuhan secara langsung. Oleh karena itu akhlak ini tanpa memerlukan latihan kebiasaan atu didikan. Ahlak Dlarury ini hanya di miliki oleh manusia-manusia pilihan tuhan di mana keadaannya terpelihara dari perbuatan – perbuatan maksiat dan juga terjaga dari melanggar perintah tuhan. Tentunya manusiamanusia tersebut adalah para Nabi dan Rasul. b)
Akhlak Muhtasaby. Akhlak Muhtasaby adalah merupakan akhlak atau budi pekerti yang harus dicari dan diusahaklan dengan jalan melatih, mendidik dan membiasakan. 15 Setelah mengetahui masing-masing dari pengertian pendidikan
dan akhlak, maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai pengertian dari pendidikan akhlak. Jadi Pendidikan ahlak adalah suatu usaha, bimbingan, pengenalan nilai-nilai ajaran agama Islam yang dijadikan sebagai pedoman, dasar dalam bertindak atau bertingkah laku yang harus dimiliki dan dibiasakan oleh setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari. Agar memiliki kehendak jiwa yang bisa mengembangkan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Perumusan istilah pendidikan akhlak di atas pada prinsipnya mempunyai dimensi dasar tentang disiplin ilmu yang mempelajari
15
M. Zain Yusuf. Ahlak Tasawuf ( Semarang Nawa Kartika, 1993 ) hlm. 20.
19
tentang baik danburuk dengan memperhatikan amal dan perbuatan manusia, sejauh mana yang diketahui oleh akal pikiran. Dimensi yang demikian tidak sepenuhnya salah, karena dataran baik dan buruk merupakan dimensi akhlak dalam batasan kemanusiaan. Dalam Islam ahlak selain berdimensi horisontal juga akhlak kepada Allah SWT. Tolok ukur yang dipakai adalah benar sesuatu yang tidak benar , betapapun performance nya simpatik, rasa sosialnya menakjubkan, ia dengan serta merta akan jatuh tanpa nilai. Berbicara mengenai Akhlak tidak akan lepas dengan syakhsiyatul Muslim ( kepribadian Muslim ) yang pembentukannya iman, Islam dan Ihsan. Pendidikan ahlak berkaitan erat dengan pendidikan keimanan, tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan keimanan. Seseorang yang baik imannya, maka akan pula baik pula akhlaknya. Karena tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak. 16 Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa iman adalah sebagai konsep dasar, sedangkan akhlak sebagai aplikasi dari konsep dalam hubungannya dengan sikap dan perilaku sehari-hari. 2. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak Aspek Akhlak dalam agama Islam ialah suatu ilmu yang di dalamnya mempelajari tingkah laku manusia, atau sikap hidup manusia
16
Maimunah Hasan. Rumah Tangga Muslim ( Yogyakarta, Bintang Cemerlang,2000) hlm.164.
20
dalam pergaulan hidup. Yakni meliputi hubungan dengan Allah dan dengan sesama makhluk. Dengan ajaran akhlak merupakan indikator kuat bahwa prinsi-prinsip ajaran Islam sudah mencakup semua aspek dan segi kehidupan manusia lahir maupun batin dan mencakup semua bentuk komunikasi vertilkal dan horisontal. 17 Pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak menyangkut nilainilai keutamaan dan dalam konsepsi yang lebih disempurnakan dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Dan nilai-nilai kebajikan itu bersifat universal yang dapat digunakan dalam pembinaan akhlak setiap individu tanpa batas cakupan waktu dan wilayah. 18 Secara umum menurut al-Ghazali, akhlak dapat dibagi dua, yakni akhlak yang baik (al-mahmudah) dan akhlak buruk (al-Madzmumah). Akhlak yang baik adalah yang serasi dengan akan dan syari'at, sedangkan akhlak yang buruk adalah akhlak yang bertentangan dengan akal pikiran dan agama (syariat). 19 Muhammad Abdullah Dar membagi akhlak kepada lima hal: a. Akhlak
pribadi
(al-Akhlaq
al-Fardiyah).
Terdiri
dan
yang
diperintahkan (al-Awamir), yang dilarang (al-Nuhi), yang dibolehkan (al-Mubahat) dan akhlak dalam keadaan darurat). (al-Mukhalafah bi al-Idhthira)
17
Zuhairini et al. filsafah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 51 Sudarsono, op.cit., hlm. 151-152 19 Zainuddin, dkk., op.cit., hlm. 103 18
21
b. Akhlak berkeluarga (al-Akhluk al-Usariyah). Terdiri dari kewajiban timbal balik orang tua dan anak, kewajiban suami isteri dan kewajiban terhadap karib kerabat. c. Akhlak bermasyarakat (al-Akhlak al-Ijtima’iyyah) terdiri dari yang dilarang (al-Muhzurat), yang diperintahkan (al-Awamir) dan kaidahkaidah adab (Quwaid al-adab). d. Akhlak bernegara (akhlak al-daulah). Terdiri dari huhungan antara pemimpin dan rakyat, serta hubungan luar negeri. e. Akhlak beragama (al-akhlak al-diniyyah) yaitu kewajiban kepada Allah SWT. 20 Diantara kewajiban (akhlak) manusia dalam rangka pelaksanaan taqwa antara lain : a. Akhlak kepada Khalik Manusia selalu berinteraksi dengan pihak di luarnya. Ketika akhlak dimanifestasikan ke dalam dataran aplikasi. Maka akhlak terkait kepada siapa saja ditujukan. Seperti akhlak kepada Allah SWT merupakan suatu pembuktian terhadap iman kepada-Nya. Takwa merupakan kata yang tepat sebagai bukti taat kepada Allah SWT dengan cara tunduk kepada peraturan-peraturan akhlak dan berbuat menurut peraturamiya, kurena Allah SWT pencipta alam ini. Allah perintah yang bisa mengantarkan pada kebahagiaan dan mencegah apa yang menarik kesengsaraan. Peraturan-peraturan akhlak itu adalah
20
H. yunahar Ilyas. Kuliah Akhlak. (Yogyakarta : LPPT, 2004), hlm. 5
22
perintah-perintah Allah SWT,niscaya akan timbul perbuatan-perbuatan dengan kekuatan yang menjadi lebih banyak gunanya. 21 Bentuk-bcntuk lainnya seperti ikhlas, raja', syukur, taubat, dan sebagainya. Bahwa kepatuhan manusia berarti kesetiaan dan mau mentaati peraturan. Jiwa kepatuhan pada peraturan terbentuk dari dua unsur yaitu kepekaan untuk taat pada peraturan, dan kepekaan untuk merasakan adanya tuntutan moral. peran pendidikan akhlak adalah mengembangkan dua kepckaan ini agar jiwa menjadi patuh kepada peraturan. Menjadi tugas para pendidik untuk menanamkan akhlak pada anak didik untuk patuh pada aturan. b. Akhlak terhadap diri sendiri Kewajiban kedua dalam rangka pelaksanaan takwa adalah kewajiban terhadap diri sendiri, menjaga dan memelihara diri, agar tidak melakukan sesuatu yang dilarang Allah. Misalnya mencari rizki dengan berjudi, meminum minuman keras dan perbuatan-perbuatan lain yang mcrendahkan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah,
c. Akhlak terhadap masyarakat Kewajiban
terhadap
masyarakat
merupakan
salah
satu
dimensi pelaksanaan taqwa. Kewajiban ini dimulai dan kewajiban
21
Ahmad Amin. Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), hlm. 198
23
terhadap keluarga, terhadap tetangga, dan masyarakat luas termasuk kewajiban tcrhadap negara. d. Akhlak terhadap lingkungan hidup Secara umum kewajiban tcrhadap lingkungan hidup dapat disimbolkan dalam al-Qur'an yang menggambarkan kerusakan yang telah terjadi di daratan dan di lautan karcna ulah manusia yang tidak mensyukuri nikmat Allah. Maka wajib meinelihara kelestarian lingkungan hidup. 22 Konsekuensi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka ketakwaan tersebut adalah bahwa manusia harsu selalu menumbuhkan dan mengembangkan empat kesadaran tanggung jawab yaitu tangggung jawab kepada Allah, kcpada hati nurani sendiri, kepada manusia lain dan untuk memelihara kekayaan alam ciptaan Allah. Demikian Ajaran Islam yang selalu memelihara empat jalur hubungan dengan baik. Dan mampu memepertanggungjawabkan perbuatannya. Sehingga orang yang takwa adalah orang yang senantiasa memenuhi kewajiban dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Adapun materi pendidikan akhlak yang harus diajarkan sebagaimana akhlak-akhlak mulia yang diperintahkan oleh Rasullullah Beliau dalam kehidupan sehari-hari di antaranya : 1) Jujur
22
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafmdo Persada, 2000), hlm. 377.
24
Sifat jujur termasuk salah satu akhlak mulai yang menunjukkan iman seseorang. Lawan dari jujur adalah dusta. Sesungguhnya mendidik masyarakat terutama dalam keluarga menuntut adanya latihan bagi masing-masing untuk jujur dalam setiap ucapan dan perbuatan. Wajib bagi orang tua, pendidik unluk memberi contoh masalah ini dan mengajaarkannya sejak kecil. Firman Allah Swt :
|=÷ƒu‘ Ÿω Ïπyϑ≈uŠÉ)ø9$# ÏΘöθtƒ 4’n<Î) öΝä3¨Ψyèyϑôfu‹s9 4 uθèδ ωÎ) tμ≈s9Î) Iω ª!$# ∩∇∠∪ $ZVƒÏ‰tn «!$# z⎯ÏΒ ä−y‰ô¹r& ô⎯tΒuρ 3 ÏμŠÏù Tuhan (yang berhak disembah) selam Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada kcraguan tcrjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(Nya) dan pada Allah" (QS. an-Nisa': 87)
2) Amanah Sifat amanah merupakan perkara penting. Sifat ini dijadikan tanda adanya iman di dalam diri seseorang dan sebaliknya tanda orang munafik tidak adanya sifat amanah. Wajib melatih diri dan anak-anak untuk bersifat amanah dan menghindari sifat khianat beserta akibat yang akan ditimbulkannya. Sehingga terjagalah hakhak manusia dan harta bendanya. 23 3) Sabar Sabar artinya tahan menderita, tabah, sikap menerima dan tenang. Sabar merupakan akhlak mahmudah baik di saat sedang
23
Majalah as-Sunnah, “Mendidik Anak Dengan Akhlak” Edisi 03/th VI/1423 H/2002, hlm.59
25
mengalami
bahagia
maupun
menderita.
Sehingga
manusia
terhindar dari hawa nafsunya. 4) Malu (al-Haya') Seorang muslim seyogyanya menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan meinpunyai sifat main, karcna main itu sebagian dari iman. Sifat main merupakan salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berkelakuan baik dan menjauhi yang buruk. Begitulah diantara point penting yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan generasi Islam yang senantiasa mendapat bimbingan al-Quran dan as-Sunnah. Bahwa sifat-sifat di atas merupakan materi yang harus diajarkan kopada anak-anak dalam pcndldikan akhlak agar mcnjadi anak-anak yang solch dan solehah, schingga sasaran pcndldikan agama islam dapat tcrcapai. 3. Dasar Pendidikan Akhlak Agama Islam adalah agama yang universal. Yang mengajarkan kepada umat manusia berbagai aspek kehidupan, baik dunia maupun ukhrowi. Salah satu di antara ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umat Islam untuk belajar Akhlak. Karena menurut ajaran Islam, belajar Akhlak juga merupakan kebutuhan hidup manusia, yang mutlak yang harus dipenuhi, demi mencapai kesejahteraan dan kebahagiaaan dunia dan akherat. 24
24
Zuharini, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta, Bumi Aksara, 1991). Hlm. 98
26
Adapun suatu bidang ilmu pengetahuan yang paling banyak mendapat perhatian, pengkajian dan penelitian oleh Al Ghazali adalah lapangan ilmu akhlak, karena selaku berkaitan dengan perilaku manusia. Disamping sebagai pendorong tercapainya
tujuan dalam pendidikan
Islam, Aspek akhlak sebahai roh atau jiwa pendidikan Islam. Dalam penjelasannya jelas membutuhkan dasar yang kokoh sebagai pijakan yang dapat mengantarkan pada tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Untuk itu ada bebarapa hal yang menjadi landasan dalam Aspek akhlak ,yakni : a. Landasan Al Qur’an dan Al Hadits Landasan
ahlak adalah Al Qur’an dan al Hadits, yang
merupakan dasar pokok ajaran Islam. Al Qur’an memberi petunjuk kepada
jalan
yang
benar,
mengarahkan
kepada
pencapaian
kesejahateraan hidup, baik di dunia maupun di akherat. Sebagaimana dalam Al Qur’an, seperti :
∩⊆∪ 5ΟŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7¯ΡÎ)uρ Artinya : sesungguhnya kamu benar-benar budi pekerti yang agung. 25 Berdasarkan dalam Tafsir Al Maroghi, dijelaskan, sesungguhnya norma yang tertinggi dan teladan yang baik telah berada di kalian, seandainya
kalian
menghendakinya,
yakni
hendaknya
kalian
mencontoh Rasulullah SAW, di dalam amal perbuatannya, dan hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya, seandainya kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan
25
Depag RI, Al Qur’an dan terjemah ( edisi terbaru 2007) Toha Putra Semarang, hlm. 960.
27
azab Nya di hari yang mana semua orang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta penolong ditiadakan, kecuali hanya perbuatan baik yang pernah dikerjakan sewaktu masih di dunia ( pada hari kiamat). Hanya orang-orang yang selalu ingat dengan
ingatan yang
banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatanperbuatan Rasul Nya. 26 Sebagai panutan umat, Rasululloh telah dibekali akhlak yang agung dan tinggi. b. Kepribadian Rasululloh yang sangat mulia dan beliau patut dicontoh dalam segala bidang, terutama dalam masalah akhlak beliau. Bahkan diperkuat dalam hadits Nabi SAW, yang artinya :Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah SAW, bersabda, Sesungguhnya aku di utus untuk memperbaiki akhlak ( HR. Ahmad ). 27 Misi kerasulan menunjukan akan pentingnya akhlak. Juga dapat diambil sebuah hikmah bahwa penyempurnaan akhlak memerlukan bimbingan, pengarahan dan contoh. Hal ini dapat diperankan oleh Nabi dengan baik. Artinya untuk menyempurnakan akhlak yang baik dan menunjukan bahwa ahlak tidak dapat berubah dengan sendirinya tanpa adanya bimbingan, arahan dan teladan.
26
Mustafa Al Maroghi, Tafsir Al Maroghi. Terj.K. Anshori Umar Sitanggal, et al ( Semarang CV. Toha putra , 1998) Juz.VIII, hlm. 504. 27 Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hambal, Juz II ( Beirut, Dar al Kutub, al ilmiyah, 1993 ), hlm. 504.
28
4. Tujuan Pendidikan Akhlak Bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar setiap orang berbudi pekerti ( berakhlak ), bertingkah laku ( tabiat ), berperangai adar beradat istiadat yang baik yang sesuai dengan syariat Islam. 28 Mengacu pada tujuan pendidikan tersebut dapat diketahui bahwa jiwa dari pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak, yang bertujuan menciptakan manusia sebagai makhluk yang tertinggi, memiliki amal dan tingkah laku yang baik terhadap sesame manusia, sesama makhluk, maupun terhadap Tuhannya untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. 5. Urgensi Pendidikan Akhlak. Pendidikan akhlak merupakan salah satu hak anak sesuai dengan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW, bahwa di antara hak anak terhadap ayah adalah mendapatkan pendidikan yang baik. Akhlak anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia hidup, khususnya di masa awal pendidikan dan pembinaan anak dalam keluarga. Pada mulanya anak mendapatkan pengaruh dari orang disekitarnya, yakni ayah, ibu dan seluruh anggota keluarga. Pendidikan merupakan suatu usaha investasi manusia yang sangat berharga bagi pembinaan dan kelangsungan bangsa dan Negara. Pendidikan sesungguhnya merupakan pembimbitan generasi penerus yakni persemaian tunas bangsa yang pada waktunya akan ditebarkan dalam
28
M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, ( Jakarta Bulan Bintang, 1992) hlm. 14.
29
masyarakat sebagai pemegang tongkat tanggung jawab dalam membangun bangsa dan Negara. Pendidikan ialah bagian terpenting dalam kehidupan yang harus ditangani dan menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun swasta, pajabat maupun rakyat, masyarakat maupun orang tua. Dalam Al Qur’an Surat Az Zumar ayat : 9, Firman Allah Swt;
∩®∪ É=≈t7ø9F{$# (#θä9'ρé& ã©.x‹tGtƒ $yϑ¯ΡÎ) 3 tβθßϑn=ôètƒ Ÿω t⎦⎪Ï%©!$#uρ tβθçΗs>ôètƒ t⎦⎪Ï%©!$# “ÈθtGó¡o„ ö≅yδ ôö≅è% Artinya : “ Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui. Bahwasanya orang yang ingat adalah orang-orang yang berakal ( QS. As Zumar: 9 ). 29 Terkait dengan hal tersebut, aspek pendidikan akhlak atau pmbentukan akhlak menempati urutan yang sangat diutamakan dalam pendidikan, bahkan harus menjadi tujuan prioritas yang harus di capai. Hal ini karena dalam dinamika kehidupan akhlak merupakan cermin dari keadaan jiwa dan sekaligus gerak gerik, perilaku atau tindakan manusia, karena memang tak seorangpun yang manusia dapat terlepas dari pada akhlak. Sehingga manusia akan di nilai berakhlak mulia sekiranya jiwa dan tindakannya menunjukan kepada hal-hal yang baik, yang dipandang mulia. Demikian pula manusia akan di nilai berakhlak rendah atau buruk sekiranya jiwa dan tindakannya menunjukan kepada perbuatan-perbuatan yang di pandang tercela. 30 Agama merupakan pedoman dan pegangan dalam hidup manusia, karena manusia dididik atau di bina sejak kecil 29 30
Depag RI, op Cit. hlm. 747. M. Zain Yusuf, op Cit, hlm. 22
30
hingga dewasa, kemudian setiap individu berhasil dibimbing oleh agama, apabila dalam hidupnya tercermin nilai-nilai agama. Agama adalah tempat penolong orang yang susah. Hal ini dikarenakan agama sebagai penyeimbang kehidupan dunia dan akherat, baik lahir maupun batin. Sedangkan dengan penghayatan agama, seseorang akan menemukan kebahagiaan yang damai dan sejahtera. Sebagai landasan hidup, Akhlak harus di tanamkan mulai sejak dini pada diri anak-anak, tanpa disadari akan menjadi bagian dari unsure-unsur kepribadian Anak yang sudah tertanam nilai-nilai Islam tersebut, secara langsung akan dapat mengndalikan keinginan-keinginan atau dorongandorongan yang timbul dalam dirinya. Karena keyakinan akan agama merupakan modal yang dapat mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam, sekalipun dia hidup dalam serba modern sekalipun. Tanggung jawab ini maksudnya adalah bahwa pendidikan dan pembinaan mengenai dasar-dasar moral ( Akhlak ) dan keutamaan perangai, tabiat yang harus di milikii anak sejak masih kecil, hingga ia dewasa atau mukallaf. Menurut Al Ghazali, melatih anak berakhlak yang baik pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua mereka, pendapat ini ia diperkuat dengan mengutip ayat Al Qur’an yang artinya : Hai orang-orang yang beriman selamatkan diri dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu “. Melatih anak untuk berakhlak baik adalah kewajiban yang mengikat orang tua. Mendidik dan melatih serta mengajari
31
akhlak yang baik mencegah berteman dengan orang-orang atau anak-anak jahat, tidak membiasakan memanjakannya, dan tidak menyediakan perhiasaan atau sarana untuk kenyamanan hidup yang disukai, kalau tidak demikian, anak itu jika bertambah usianya akan menghabiskan waktunya mencari kesenangan tersebut dan oleh sebab itu akan rusaklah jiwanya sepanjang masa. 31 Ada beberapa kewajiban keluarga terutama orang tua dalam memberikan pendidikan akhlak kepada anak, yaitu : a. b. c. d. e.
Memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang teguh pada akhlak yang mulia. Menyediakan peluang-peluang dan suasana praktis di mana mereka dapat mempraktekan akhlak yang diterima dari orang tuannya. Memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anaknya supaya mereka merasa bebas memilih dalam tindak tanduknya. Menunjukan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan sadar dan bijaksana. Menjaga mereka dari teman-temannya yang nyeleweng dari tempattempat kerusakan, dan lain-lain lagi cara di mana keluarga dapat mendidik akhlak anak-anaknya. 32 Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa akhlak adalah
implementasi dari iman dalam segala bentuk perilakunya. Pendidikan dan pembinaan akhlak anak dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Contoh yang terdapat pada perilaku dan sopan santun orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. 33 Akhlak harus mampu menjadi alternative bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai krisis multi dimensial. Melalui upaya aktualisasi nilai31
Muh. Abdul Qasem, Etika al Ghazali, ( Bandung, Pustaka,1975), hlm.103 Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan, ( Jakarta, Husna Zikra, 1995 ) hlm. 374-375. 33 A.Tafsir, dkk, op cit, hlm. 116. 32
32
nilai pendidikan Akhlak, di harapkan akan melahirkan kesadaran dari dalam untuk merealisasikan nilai-nilai pendidikan Islam itu. 6. Metode Pendidikan Akhlak Metode-metode pendidikan yang secara garis besar
ditemukan
dalam Al-Quran sebagai bukti ketinggian dan keagungan serta keistimewaannya menuntut pengamalan yang sungguh-sungguh kepada pendidik muslim dalam melaksanakan kewajiban edukatifnya, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan demi kejayaan Islam. Beberapa metode pendidikan akhlak yang diajarkan oleh Islam antara lain : melalui : Pendidikan akhlak secara langsung yaitu cara-cara tertentu yang ditunjukkan langsung kepada pembentukan kepribadian (akhlak) melalui pembiasaan, yaitu : 1) Teladan Tingkah laku perbuatan Rasulullah mcrupakan suatu contoh yang baik. Pribadinya adalah al-Qur'an, beliau merupakan teladan universal bagi seluruh manusia dan seluruh generasi.
∩⊇⊃∠∪ š⎥⎫Ïϑn=≈yèù=Ïj9 ZπtΗôqy‘ ωÎ) š≈oΨù=y™ö‘r& !$tΒuρ “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta” (QS. Al Anbiya’ : 107) Beliau seorang pendidik yang memberi petunjuk kepada manusia, cahaya itu mengalir kedalam hati dan ke dalam alam yang menerangi jalan manusia sampai pada lujuan hidupnya. 34
34
Muhhamad Qutb, Sistem Pendidikan Islam. terj. Salman Harun. (Bandung Al Ma’arif, 1984). hlm. 326.
33
∩⊆∉∪ #ZÏΨ•Β %[`#uÅ ρu ⎯ÏμÏΡøŒÎ*Î/ «!$# ’n<Î) $·ŠÏã#yŠuρ "dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi." (QS. al-Ahzab : 46) 2) Kebersamaan
dalam sikap dan pembentukan kepribadian bagi
terwujudnya seseorang untuk berakhlak mulia (akhlak al-mahmudah) dan mengeliminasi akhlak tercela (akhlak al-madzmumah) sebagai manifestasi akidahnya dalam perilaku hidup seseorang dalam berakhlak kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, kepada diri sendiri, kepada sesama manusia, dan kepada alam serta makhluk lain. Berdasarkan beberapa metode yang biasa diperankan dalam mengarahkan pada sistem nilai, yang menjadi nilai tersebut, memiliki pemaknaan nilai dan konsepsi abstrak yang didasarkan pada pengalaman empiris. Noeng Muhajir berpendapat bahwa ditinjau dari hirarki tata nilai, maka sumber nilai dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu : a. Nilai-nilai Ilahiyah yang terdiri dari nilai ubudiyah dan nilai mu’amalah. b. Nilai-nilai insaniyah yang terdiri dari nilai rasional, nilai sosial, nilai individual, nilai biofisik, nilai ekonomik, nilai politik dan nilai aestetik. 35
35
Ibid., hlm. 65.
34
Sedangkan untuk sumber nilai insaniyah dan alamiah yang muncul dari pikiran, adat istiadat dan faktor lainnya, menurut an-Nahlawi, ”hanya boleh digunakan jika tidak bertentangan dan menyimpang dari nilai llahiyah.” 36 Hal ini merujuk pada perintah Allah agar mengikuti jalan-Nya yang lurus dan larangan mengikuti jalan lain yang mencerai-beraikan manusia dari jalan-Nya yang lurus. (QS. 6 : 153) 37 Menurut Endang Saefuddin Anshari, Islam ditinjau dari sisi materi pendidikan Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu : a. Aqidah b. Syari’ah c. Akhlak. 38 Hal ini diperkuat oleh pendapat Munir Mulkhan bahwa Islam secara dimensif ada yang berkaitan dengan iman atau aqidah dan ada yang berkaitan aspek ibadah, akhlak dan mu’amalah. 39 Dari berbagai pemaparan kerangka teoritik di atas, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mendasarkan pada nilai-nilai yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits dengan kategori materi pendidikan Islam dari sisi aqidah, syari’ah dan akhlak dengan kerangka pemikiran yang didasarkan pada materi pendidikan Islam. 7. Pokok-pokok Pendidikan Akhlak 36
Ibid.
37
Ibid.
38
Endang Saefudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta : Raja Grafika Persada, 1993),
39
Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, (Yogyakarta : Sipress, 1992),
hlm. 27.
hlm. 90.
35
Yang dimaksud dengan pokok-pokok pendidikan Akhlak di sini adalah pokok-pokok nilai yang merupakan materi pendidikan Akhlak yaitu akhlak mahmudah dan akhlak mazdmumah pemikiran
dalam
bimbingan
pendidikan
yang
40
sebagai kerangka tujuannya
adalah
terbentuknya kepribadian utama. 41 Bimbingan yang dimaksud berupa bimbingan yang didasarkan pada ajaran Islam untuk memiliki kepribadian utama berupa nilai-nilai agama Islam sebagai landasan untuk memutuskan, berbuat dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. 42 Kerangka pemikiran aqidah, syari’ah dan akhlak yang di tempuh dalam penulisan skripsi ini, sebagaimana pendapat Hasan Langgulung yaitu mendasarkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian menerima sumbangan yang baru dari ahli-ahli Islam. 43
1. Aqidah Aqidah adalah kepercayaan akan ke-Esaan Allah Yang Maha Esa, yang merupakan inti ajaran Islam. 44
40
Endang Saefudin Anshari, Op. Cit., hlm. 27.
41
Ahmad D. Marimba, Op. Cit., hlm. 20.
42
Ibid., hlm. 23.
Kesadaran manusia sebagai
43
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam, Demokrasi dan Masa Depan Bangsa, (Yogyakarta : Makalah Lokakarya Nasional, 1994), hlm. 1. 44
Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung : Mizan, 1989), hlm. 178.
36
makhluk ciptaan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi dan untuk beribadah hanya kepada Allah tersebut, menempatkan posisi manusia sebagai Khalifah dan sekaligus sebagai Abid yang akan melahirkan sifat-sifat sebagai orang beriman, 45 yaitu : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Apabila disebut (sifat-sifat keagungan dan kemuliaan) Allah gemetar hatinya. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya. Dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Mendirikan shalat. Senang berbuat baik dan menyesali perbuatan buruk (HR. Thabrani dari Abi Musa) 46 Mampu mengendalikan diri sendiri Memberikan kesejahteraan terhadap alam Dan memberikan infaq sekalipun dalam keadaan membutuhkan (HR. Muslim) Membantu tetangga yang lapar (kekurangan), (HR. Thabrani dan Ibnu Abbas) Mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri (HR. Muttafaq’alaih) 47
2. Syari’ah Syari’ah secara etimologi berarti jalan. Syari’at Islam ialah sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam lainnya. 48
45
Ibid., hlm. 52.
46
Ibid., hlm. 34.
47
Ibid., hlm. 55.
37
Ibadah inilah bangunan Islam yang kokoh dengan mengesakan Allah atau syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji. (HR. Muslim). 49 Dalam arti luas ibadah dapat berwujud sikap, gerak-gerik, tingkah-laku dan perbuatan asal di mulai dengan niat yang ikhlas, menuju keridhaan Allah dan merupakan amal shaleh. 50 Qaidah mu’amalah yang berupa tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan benda. 51 Kaitannya inilah manusia dapat ibadah dan membina pribadinya, karena manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. 95 : 4) sebagai bekal saat ia kembali kepada Allah (QS. 64 : 3) dengan mengembangkan
dan
meningkatkan
potensi
intelektual
berupa
pendengaran, penglihatan dan hati (QS. 23 : 78) lewat berfikir (QS. 23 : 78) dan bertanya pada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (QS. 16 : 43). 52
3. Akhlak
48
Ibid., hlm. 28.
49
Ibid., hlm. 120.
50
Endang Saefudin Anshari, Op. Cit., hlm. 28.
51
Ibid., hlm. 29.
52
Abdul Mujieb, Loc. Cit., hlm. 191 – 197.
38
Akhlak berarti perbuatan. 53 Sumbernya yaitu al-Qur’an, alSunnah dan Ijtihad (HR. Abu Daud dari Muadz bin Jabal). 54 Ahmad Azhar Basyir menelusuri bahwa kata akhlak jama dari kata khuluq yang berarti tabi’at, watak perangai dan budi pekerti, 55 yang sumbernya adalah al-Qur’an, teladan Nabi (QS. 68 : 4) dan hati nurani yang disucikan (QS. 91 : 7 - 10). 56 Ciri-ciri akhlak Islami menurutnya yaitu bahwa akhlak Islami adalah akhlak rabbani yang Allah telah menunjukkan jalan yang lurus (QS. 6: 153), akhlak manusiawi yang sesuai dan sejalan dengan diri manusia yang indah (QS. 95 : 4) dan suci sejak dilahirkan (HR. Muslim), akhlak yang universal yang kesalehannya
berpusat
pada
keimanan
(QS.
2:
177),
akhlak
keseimbangan yang menuju kebaikan dunia dan akhirat (QS. 2: 201), akhlak realistik yang memperhatikan kenyataan hidup dengan cermin hidup al-Qur’an sebagai pegangan, diri sebagai hamba Allah, tidak menganiaya diri sendiri, mengikuti jalan tengah dan berbuat baik (QS. 35: 32). 57 Sedangkan aspek-aspek akhlak Islami dalam kehidupan mencakup aspek akhlak pribadi (QS. 7 : 31), akhlak keluarga (QS. 17 : 23 - 24), akhlak bertetangga (QS. 4 : 36) dan tolong menolong (QS. 5 :
53
Endang Saifudin Anshari, Loc. Cit., hlm. 29.
54
Ibid., hlm. 34.
55
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Ke-Islaman, (Bandung : Mizan, 1996),
hlm. 222. 56
Ibid., hlm. 223.
57
Ibid., hlm. 223 – 226.
39
2), akhlak ekonomi, tidak curang serta makan dari makanan yang halal dan baik (QS. 2 : 168), akhlak politik untuk bersikap kasih sayang dan lembut kepada rakyat (QS. 3: 159) dengan memegang azas-azas musyawarah dalam memecahkan masalah (QS. 3 : 159), akhlak profesai agar menjadi orang yang berbuat adil dan ikhsan (QS. 16 : 90), akhlak lingkungan agar tidak membuat kerusakan di muka bumi (QS. 2 : 60) dan akhlak terhadap Allah untuk selalu bertaqwa yang menentukan ukuran kemuliaan bagi manusia (QS. 49: 13). 58 B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Secara garis besar Nilai-nilai dalam pendidikan akhlak berisi nilai
yang ada dalam materi pokok sebagai berikut : a. Hubungan manusia dengan Allah, hubungan vertical antara manusia dengan Khaliqnya mencakup segi akidah, meliputi : iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab, iman kepada Rasul, iman kepada hari akhir, iman kepada qodho dan qodar. b. Hubungan manusia dengan alam lingkungan, materi yang dipelajari meliputi : akhlak manusia terhadap alam lingkungan, baik lingkungan dalam arti luas maupun terhadap makhluk hidup selain manusia, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan. Strategi transinternalisasi dalam Akhlak akan terwujud dalam kontek antara wahyu sebagai berita gembira dan pemberi peringatan dan
58
Ibid., hlm. 227 – 231.
40
misi sentral Nabi Muhammad yang menujukkan keteladanan sebagai pendidik utama manusia lahir bathin. 59 Sedangkan pendekatan penghayatan juga contohkan oleh Nabi dalam hal ibadah, dakwah dalam pemerintahan, perkembangan keagamaan Islam masyarakat Madinah. 60 Upaya pendekatan dalam pendidikan akhlak terhadap anak tersebut harus mendapatkan perhatian, karena mempunyai peranan penting dalam segala kehidupan. Dan akhlak merupakan dasar pembentukan sikap dan watak yang baik bagi anak yang sedang masa pertumbuhan. Orang tua harus benar-benar memperhatikan, membimbing dan mengarahkan pendidikan akhlak anak-anak agar mereka mempunyai budi pekerti yang mulai dalam kehidupannya. Sebab orang tua merupakan Pembina pribadi pertama dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsure-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh. 61 Oleh karena itu, orang tua mempunyai peran penting dalam memberikan pengajaran kepada anak dalam hal akhlak, di mana keluarga sebagai institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya, dengan interaksi itu, anak-anak memperoleh pengaruh dari orang tua atas segala
59
Azyumadi Azra, Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 2000), hlm. 56.
60
61
Ibid. Zakiyah darajat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta, Bulan Bintang,1976 ), hlm. 71
41
tingkah lakunya. Orang tua harus mengajari mereka akhlak mulia yang sesuai dengan ajaran agama Islam, melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada orang tua, bertingkah laku yang sopan, baik dalam perilaku keseharian maupun dalam bertutur kata. Kepribadian anak yang utuh itulah yang nantinya akan membentuk kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, yakni baik tingkah laku, kegiatan-kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan kepercayaaannya menunjukan pengabdian kepada Tuhan penyerahan diri kepadanya. Pendapat Noeng Muhajir di atas sejalan dengan pendapat AM. Saefuddin sumber nilai dan norma bagi muslim adalah : a. Nilai Ilahiyah yang diambil dari al-Qur’an dan al-Hadits. b. Nilai Insaniyah dan Alamiyah yang diambil dari pikirah, adat istiadat dan kenyataan atau realitas hidup. 62 Sumber nilai bagi muslim di atas juga dikuatkan oleh pendapat Abdurrahman an-Nahlawi.63 An-Nahlawi mendasarkan pendapatnya pada firman Allah surat al-Jumu’ah ayat 2 bahwa ”Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang Rosul diantara mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.” 64
62
Ahmad Muflih Saefudin, Kualitas Akademik Lulusan Tarbiyah, (Yogyakarta : Makalah Seminar Nasional Mahasiswa Tarbiyah SMF Rt. UII, Januari 1992), hlm. 2. 63
Abdurdahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 28. 64
Ibid., hlm. 32.
42
43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatannya
library research, dengan
lebih menekankan
penelitian dengan pendekatan analisis dokumen. Penelitian ini menurut Yatim Rianto adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap catatancatatan atau dokumen sebagai sumber data.. 1 B. Waktu penelitian Penelitian ini, dilaksakanan pada bulan di mulai awal bulan Februari sampai dengan Mei 2010. C. Subjek Penelitian Sesuai dengan jenis penelitian yang penulis gunakan ialah deskriptif dokumen maka sumber data dari penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian terhadap dokumen- Dokumen dalam pandangan Lexy J.Moleong berarti setiap bahan tertulis ataupun tidak tertulis dalam bentuk catatan, lain dari record, dan apabila mungkin yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan peneliti . 2
1
Yatim, R.Metode Penelitian social, Rajawali Preees Jakarta, 2001, hlm. 19-21 2 Moeleong, Penelitian Kualitatif, Rake Rasakin, Yogyakarta , 2004, hlm. 161
44
D. Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran penelitian adalah kajian Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat Al Hujurat ayat 2 dihubungkan dengan implemntasinya dalam dinamika pendidikan Islam. E. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang tersedia maka pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode dokumentasi. Seperti yang dikatakan Yatim Riyanto tekhnik
dokumentasi berarti cara
mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. 3 Teknik ini penulis gunakan selain karena hal di atas juga karena tekhnik ini mudah dilakukan dan dapat mengumpulkan data yang sangat banyak yang penulis butuhkan. Sumber primer , sebagai berikut : 1)
Al Qur’an dan Terjemah, Depag RI
Sumber Sekunder antara lain :
3
1.
Pengantar studi Akhlak. Karya Dr. Asmaran as. MA.
2.
Teori- teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an.
3.
Tafsir Ayat-ayat Tarbawi Dr. Abudinnata
4.
Tafsir Al Azhar karya Prof.HAMKA
5.
Tafsir ayat-ayat Pendidikan karya Dr. Nurwadjah Nadwah, MA.
6.
Etika Islam Karya Dr. Hamzah Yakub..
7.
Lentera hati, Kisah dan Hikmah Karya Prof. Quraish Suhab.
Yatim, Op Cit hlm. . 83 ).
45
8.
Membumikan Al Qur’an karya Dr. KH. Qurais Shihab.
9.
Sejarah pendidikan Islam karya Prof. Zakiyah darajat.
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah content analysis atau kajian isi. Kajian isi sendiri didefinisikan oleh Weber sebagai metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dan sebuah buku atau dokumen. Dokumentasi memberikan definisi sebagai tehnik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis. 4 Adapun kerangka berfikir yang penulis gunakan dalam menganalisis data adalah mendeskripsikan isi pesan dari nilia-nilai pendidikan akhlak dalam surat Al Hujurat ayat 2
beserta data-data yang mendukungnya..
Kemudian langkah berikut adalah langkah analisis yang penulis lakukan ,melalui : 1.
Langkah Pemrosesan hasil penelitian Langkah dalam satuan (unitizing) dalam melakukan pemrosesan ini penulis mengikuti tipologi dan penyusunan data/ bahan-bahan yang sudah terkumpul kemudian di proses dalam identifikasi satuan dengan berpedoman menjaga tingkat ketelitian terhadap data-data yang penulis kumpulkan.kemudian dilanjutkan langkah berikutnya.
4
Moeloeng, Op Cit ,hlm. 163-04).
46
2.
Langkah kategorisasi data satuan. Setelah berikutnya
proses
adalah
unitizing dianggap cukup, maka proses
mengkategorisasi
dengan
langkah selalu
mempertimbangkan fungsi, prinsip, dan langkah-Iangkah kategorisasi secara sistematis., guna menjaga keakurasian data. 3.
Langkah menafsirkan data Langkah berikutnya setelah melakukan kategorisasi data satuan adalah proses penafsiran data. Dalam proses ini dilakukan proses umum penafsiran data , kemudian dilanjutkan dengan langkah penyeleksian Data (interogasi)
terhadap data-data tersebut sehingga dapat
memperoleh suatu kesimpulan. Ketiga komponen berinteraksi sampai didapat suatu kesimpulan yang benar. Dan ternyata kesimpulannya tidak memadai, maka perlu diadakan pengujian ulang, yaitu dengan cara mencari beberapa data lagi di lapangan, dicoba untuk diinterpretasikan dengan fokus yang lebih terarah. Dengan begitu, analisis data tersebut merupakan proses interaksi antara ke tiga komponan analisis dengan pengumpulan data, dan merupakan suatu proses siklus sampai dengan aktivitas penelitian selesai
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Surat Al Hujurat ayat 2 Surat Al Hujurat
keseluruhan kandungan dapat diketahui, baik
masalah ,hukum dll. Surat Al Hujurat termasuk golongan surat Madaniyah atau setelah nabi Muhammad Saw hijrah ke kota Madinah. Surat ini, masuk ke urut surat ke 49, yang memiliki : 18 Ayat diturunkan setelah surat Al Fath dan terdiri dari 29 ayat. Di namai surat Al Hujurat karena di ambil dari kata ” Al Hujurat ” yang terdapat pada ayat ke-1 yang artinya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasulnya. 1 Surat Al Hujurat mengandung ajaran keimanan, hukum, maupun tentang akhlak. Yaitu masalah keimanan terdapat ajaran tentang kekuasaan Allah SWT serta keluasan ilmu-Nya; penegasan bahwa semua yang terjadi dalam alam ini adalah atas izin Allah SWT. Surat Al Hujurat juga terdapat hukum yang mengajarkan tentang perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. 2 Sebagaimana bunyi surat Al Hujurat ayat : 2
…çμs9 (#ρãyγøgrB Ÿωuρ Äc©É<¨Ψ9$# ÏNöθ|¹ s−öθsù öΝä3s?≡uθô¹r& (#þθãèsùös? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ 2
∩⊄∪ tβρâßêô±s? Ÿω óΟçFΡr&uρ öΝä3è=≈yϑôãr& xÝt7øtrB βr& CÙ÷èt7Ï9 öΝà6ÅÒ÷èt/ Ìôγyfx. ÉΑöθs)ø9$$Î/ :
1 2
Dep.Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya, Mahkota 2002), hlm. 743. Ibid, hlm. 939.
47
48
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.(Al Hujurat,ayat :2). 3
Maksud dari pernyataan, meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi. karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan. Menurut Syaikh ’Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata: ”Ini merupakan peringatan dari Allah SWT kepada kaum mukminin agar tidak tepat apabila setiap perbuatan, perkataan dan juga aktifitas lainnya melalmpui hak-hak Allah Swt dan Rasulullah SAW, karena sebagian dari orang Islam kadang melampui batas, pergaulan dan batas kesopanan. Yang namanya melampui dari setiap aktifitas dan perilaku Nabi, maka tugas orang beriman adalah berhati-hati dari orang yang bersifat demikian. Sementara untuk belajar tidak melalpui batas kesopanan inilah, melalui pesan Ayat ini. Maka Allah SWT menasehati hamba-hamba-Nya agar derajat kesopanan itu tidak sampai membuat mereka tidak mendapatkan apa-apa dari amalnya, sementara tuntutan dan ajaran itu mengandung perkara yang dilarang secara syar’i. Allah SWT menekankan mereka untuk berpegang dengan perintah perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya, dengan menjanjikan apa yang ada di sisi-Nya berupa pahala yang besar yang mencakup tuntutan yang tinggi
3
Dep.Agama RI, Ibid, hlm.743
49
terhadap etika kesopanan. Hal ini juga agar mereka lebih mementingkan akhirat dari pada dunia yang fana yang akan berakhir. Meninggikan suara melebihi suara Nabi SAW, menimbulkan kemudaratan bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan anggapan bahwa pernyataan ayat ini hendaknya disikapi secara tulus, serta harus di sertai dengan berbagai limpahan pahala kepada mereka. Akan tetapi Allah SWT hanya memerintahkan untuk berhati-hati dan selalu menghormati perintah itu, hakekatnya pesan ayat ini tidak mengarah pada tindakan menghukum kepada mereka. Karena dalam rangkaian sebelum ayat ini. 4 Allah SWT berfirman:
( ⎯Ï&Î!θß™u‘uρ «!$# Ä“y‰tƒ t⎦÷⎫t/ (#θãΒÏd‰s)è? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩⊇∪ ×Λ⎧Î=tæ ìì‹Ïÿxœ ©!$# ¨βÎ) 4 ©!$# (#θà)¨?$#uρ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Al Hujurat;1). Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. Dapat digambarkan secara umum ayat 2
ini termasuk ayat yang
khusus mengajarkan umat Islam tentang nilai-nilai akhlak yang baik. Untuk itu, apabila dihubungkan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak, tentu saja ayat tersebut sangat sesuai. Tiga ajaran tentang sikap Jangan meninggikan 4
Dep.Agama RI, Ibid hlm. 743 Abdur Rahman Ibn Nasir as-Sa’adi, Taisirul Karim ar-Rahman, Juz II, (Libanon: Jam’iyyah ihya’ at-Turas al-Islami, ttd), hlm. 1209.
50
suaramua ( Takabur) ,jangan berkata keras ( Lantang/Ego) , dan menjaga kesopanan sehingga dapat dijadikan pedoman dalam usaha mendidik umat Islam agar memiliki akhlak yang karimah. 1.
Azbabun nuzul Meninggikan suara melebihi suara Nabi SAW, menimbulkan kemudaratan bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan anggapan bahwa pernyataan ayat ini hendaknya disikapi secara tulus, serta harus di sertai dengan berbagai limpahan pahala kepada mereka. Akan tetapi Allah SWT hanya memerintahkan untuk berhati-hati dan selalu menghormati perintah itu, hakekatnya pesan ayat ini tidak mengarah pada tindakan menghukum kepada mereka. Karena dalam rangkaian sebelum ayat ini. 5 Allah SWT berfirman:
©!$# ¨βÎ) 4 ©!$# (#θà)¨?$#uρ ( ⎯Ï&Î!θß™u‘uρ «!$# Ä“y‰tƒ t⎦÷⎫t/ (#θãΒÏd‰s)è? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩⊇∪ ×Λ⎧Î=tæ ìì‹Ïÿxœ Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. 6 Dapat digambarkan secara umum ayat 2 ini termasuk ayat yang khusus mengajarkan umat Islam tentang nilai-nilai akhlak yang baik. Untuk itu, apabila dihubungkan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak, tentu saja ayat
5
Abdur Rahman Ibn Nasir as-Sa’adi, Taisirul Karim ar-Rahman, Juz II, (Libanon: Jam’iyyah ihya’ at-Turas al-Islami, ttd), hlm. 1209. 6 Dep.Agama RI, Ibid hlm. 743
51
tersebut sangat sesuai. Tiga ajaran tentang sikap Jangan meninggikan suaramua ( Takabur) ,jangan berkata keras ( Lantang/Ego) , dan menjaga kesopanan sehingga dapat dijadikan pedoman dalam usaha mendidik umat Islam agar memiliki akhlak yang karimah. 2. Munasabah Ayat Seperti halnya pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi antara ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat. 7 Secara etimologi, munasabah berarti al-musyakalah ( al-mugharabah (
) dan
) yang berarti ”saling menyerupai dan saling
mendekati”. 8 Selain arti itu, berarti pula ”persesuaian, hubungan atau relevansi”.
9
Adapun secara terminologi munasabah ialah segi-segi
hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat, atau satu surat dengan surat lain.
10
Menurut Abdul Djalal mendefinisikan munasabah dengan
hubungan persesuaian antar ayat atau surat yang satu dengan surat yang lain atau ayat yang satu dengan yang lain sebelum atau sesudahnya. 11 Hubungan tersebut bisa berbentuk keterikatan makna, ayat-ayat, dan macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti 7
Ibid, hlm. 137. Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 91. 9 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 154. 10 Manna Khlil al-Qattani, Op. Cit., hlm. 138. 11 Abdul Djalal, Op.Cit., 154. 8
52
hubungan sebab musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan. Munasabah juga dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian. 12 Munasabah sangat penting peranannya dalam penafsiran alQur’an, di antaranya: 1) untuk menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat atau ayat-ayat dan surat-surat alQur’an, sehingga bagian dari al-Qur’an saling berhubungan dan tampak menjadi satu dalam rangkaian yang utuh dan integral, 2) mempermudah pemahaman al-Qur’an, 3) memperkuat keyakinan atas kebenaran wahyu Allah SWT, 4) menolak tuduhan bahwa susunan al-Qur’an kacau. Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah, para mufassir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayatayat al Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa al-Qur’an serta korelasi antar ayat. Karena seperti diketahui penyusunan ayat-ayat alQuran tidak didasarkan pada kronologi masa turunnya ayat, tetapi pada korelasi makna ayat-ayatnya, sehingga kandungan ayat terdalulu selalu berkaitan dengan kandungan ayat kemudian. Adapun munasabah yang ada dalam surat Al Hujurat ayat 1,2 dan 3 itu berupa munasabah antar ayat, yaitu munasabah atau persambungan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Dalam konteks
12
Ramli Abdul Wahid, Op. Cit., 94-95.
53
©!$# ¨βÎ) 4 ©!$# (#θà)¨?$#uρ ( ⎯Ï&Î!θß™u‘uρ «!$# Ä“y‰tƒ t⎦÷⎫t/ (#θãΒÏd‰s)è? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$# y7Íׯ≈s9'ρé& «!$# ÉΑθß™u‘ y‰ΖÏã öΝßγs?≡uθô¹r& tβθ‘Òäótƒ z⎯ƒÏ%©!$# ¨βÎ) ∩⊇∪ ×Λ⎧Î=tæ ìì‹Ïÿxœ ∩⊂∪ íΟŠÏàtã íô_r&uρ ×οtÏøó¨Β Οßγs9 4 3“uθø)−G=Ï9 öΝåκu5θè=è% ª!$# z⎯ystGøΒ$# Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui “.(1) “ Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.”(3).
Dan Juga surat Attaghabun, juga menjelaskan, yang artinya : ” Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Dialah (Allah), tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja.” (QS. at-Taghabun: 12-13). 13 Di dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa perpalingan orang-orang kafir dari Rasul itu tidak akan membahayakan sedikitpun, sebab Rasul sudah menyampaikan risalah-Nya dan dia memang hanya ditugaskan untuk menyampaikan saja. Orang mukmin harus bertawakal hanya kepada Allah sendiri, karena Dialah yang akan 13
Dep.Agama RI., Op. Cit., 743.
54
menjaminnya dari kejahatan yang ditakutinya. Adapun munasabah dengan ayat sebelumnya, yakni surat At Taghabun yaitu ayat 14, dalam ayat tersebut di atas. Setelah menerangkan berbagai pernyataan yang mungkin datang melalui kebiasaan kurang sopan maka dalam ayat di atas, menjelaskan bahwa Allah SWT menegaskan bahwa sesungguhnya Etika kesopanan merupakan tuntunan hidup supaya tidak terjerumus bagi kaum mukminin ke dalam perbuatan dosa tanpa terasa. Dosa yang dimaksud adalah kecenderungan untuk membatasi diri dari sifat, sikap dan juga aktifitas manusia untuk tidak mengabaikan Allah SWT. Menurut
M.
Quraish
Shihab,
kata
”meninggikan”
yang
diterjemahkan dengan ujian, dipahami oleh Thahir ibnu ’Asyur dalam arti ”keberanian dan ketololan serta keakuan dirinya akibat adanya situasi yang tidak sejalan dengan siapa yang menghadapi situasi itu.” Karena itu ulama ini menambahkan makna sebab (penyebab) sebelum kata Meninggikan yakni sikap yang dapat menggoncangkan hati seseorang. 14 Inilah yang dimaksud dengan ujian yang Allah untuk tidak melewati hakhak Rasul, karena dianggap meninngikan sebagai ancaman kaum mukmin dalam arti umat yang hanya bisa menyibukkan diri atau memalingkan diri dan menjadi penghalang seseorang Umat Islam dari mengingat dan mengerjakan amal taat kepada Allah.
14
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 279.
55
Ungkapan yang paling mendasar bagi umat Islam dalam arti bisa mengganggu orang lain dan membatasi
aktivitas seseorang pernah
dirasakan juga oleh Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa ketika Rasulullah Saw sedang menyampaikan khutbahnya kepada kaum, tiba-tiba lewatlah kedua cucunya Hasan dan Husein mengenakan baju merah sambil berlari dan saling kejar mengejar. Begitu melihat kedua cucunya, Rasulullah kontan turun dari mimbar dan mengangkat keduanya seraya mengatakan, ”Maha Benar Allah dengan firman-Nya, ”Sesungguhnya harta dan anak-anak kamu adalah fitnah”. Aku tidak sabar melihat keduanya sampai aku menghentikan ceramah dan mengangkat keduanya. 15 Hal ini dinisbatkan bahwa mengikuti perilaku Nabi Muhammad SAW, adalah sebuah aturan, sedangkan bagi mereka yang tidak sejalan dengan aturan syariat, berarti melanggar Syariat Islam. Sedangkan dalam tafsir al-Quranul Majid an-Nur disebutkan bahwa hubungan antara surat Al Hujurat dengan surat al-Fath dan surat Qaf adalah sebagai berikut : a.
Hubungan surat Al Hujurat dengan surat al-Fath. Dalam
Al Fath menjelaskan keadaan kaum Mu’min dan
menghadapkan firman-Nya kepada para mukmin. Adapun ayatnya adalah :
15
Imam al-Hafizd ibn Kasir, Op. Cit., hlm. 725-726.
56
öΝßγ1ts? ( öΝæηuΖ÷t/ â™!$uΗxqâ‘ Í‘$¤ä3ø9$# ’n?tã â™!#£‰Ï©r& ÿ…çμyètΒ t⎦⎪Ï%©!$#ρu 4 «!$# ãΑθß™§‘ . Ó‰£ϑpt’
.b
ÌrOr& ô⎯ÏiΒ ΟÎγÏδθã_ãρ ’Îû öΝèδ$yϑ‹Å™ ( $ZΡ≡uθôÊÍ‘uρ «!$# z⎯ÏiΒ WξôÒsù tβθäótGö6tƒ #Y‰£∨ß™ $Yè©.â‘ …çμt↔ôÜx© ylt÷zr& ?íö‘t“x. È≅ŠÅgΥM}$# ’Îû ö/àSè=sVtΒuρ 4 Ïπ1u‘öθ−G9$# ’Îû öΝßγè=sVtΒ y7Ï9≡sŒ 4 ÏŠθàf¡9$# y‰tãuρ 3 u‘$¤ä3ø9$# ãΝÍκÍ5 xáŠÉóu‹Ï9 tí#§‘–“9$# Ü=Éf÷èム⎯ÏμÏ%θß™ 4’n?tã 3“uθtFó™$$sù xán=øótGó™$$sù …çνu‘y—$t↔sù
∩⊄®∪ $Jϑ‹Ïàtã #·ô_r&uρ ZοtÏøó¨Β Νåκ÷]ÏΒ ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=Ïϑtãuρ (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# ª!$# Artinya : ” Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifatsifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orangorang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. 16 Dalam surat al-Fath, Allah telah mewasiatkan supaya umat Islam mencegah kita terlalu menyibukkan diri dengan banyaknya amaliyah, sehingga lupa kepada Allah SWT. Sedang dalam surat Al Fath Allah menerangkan bahwa Orang-orang iman harus menegakan syariat Islam, sebagaimana : .
∩⊄⊂∪ WξƒÏ‰ö7s? «!$# Ïπ¨ΖÝ¡Ï9 y‰ÅgrB ⎯s9uρ ( ã≅ö6s% ⎯ÏΒ ôMn=yz ô‰s% ©ÉL©9$# «!$# sπ¨Ζß™ Artinya : “
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi 16
Ibid,hlm.742
57
sunnatullah itu. Sunnatullah Yaitu hukum Allah yang telah ditetapkannya. Dalam surat al-Fath, juga Allah telah memberikan gambaran kabar gembira, kepada Umat Islam, hal itu diulangi lagi.
È⎦⎪Ïd‰9$# ’n?tã …çνtÎγôàã‹Ï9 Èd,ysø9$# È⎦⎪ÏŠuρ 3“y‰ßγø9$$Î/ …ã&s!θß™u‘ Ÿ≅y™ö‘r& ü”Ï%©!$# uθèδ ∩⊄∇∪ #Y‰‹Îγx© «!$$Î/ 4’s∀.x uρ 4 ⎯Ï&Íj#ä. Artinya : “ Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. dan cukuplah Allah sebagai saksi. Al Fath, 28) 17 c. Hubungan surat Al Hujurat dengan Al Qaf Dalam surat Al Hujurat ayat 1-3, Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat sombong, egois serta tidak menjaga kesopanan Sedangkan dalam surat Al Qaf, Allah menjelaskan tentang kabar gembira kepada kaum mu’min karena sudah datangnya sang Pemimpin :. Sedangkan ayatnya yaitu:
∩⊄∪ ë=‹Ågx” í™ó©x« #x‹≈yδ tβρãÏ≈s3ø9$# tΑ$s)sù óΟßγ÷ΨÏiΒ Ö‘É‹Ψ•Β Νèδu™!%y` βr& (#þθç6Ågx” ty ö≅t/ Artinya : (mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, Maka berkatalah orang-orang kafir :"Ini adalah suatu yang Amat ajaib". Dari kedua rangkaian ayat yang saling terkait antara teks surat Al Fath, Al Hujurat dan juga surat Al Qaf.
Maksudnya orang-orang
mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. 17
Ibid., hlm. 742.
58
3. Pandangan Ahli Tafsir Pada umumnya, manusia cenderung berpaling dari ketekunannya mengabdikan diri kepada Allah SWT, karena kesombongan, egois serta takabur. Mereka lebih senang menghabiskan untuk mencari keridhaan dari segala amal ibadahnya, sebagaimana yang telah menjadi rujukan dalam surat Al Hujurat ayat : 2 (dua) di atas. Sesungguhnya bagi mereka yang berakal tidaklah layak berbuat seperti itu, akan tetapi seharusnya mereka justru mawas diri dan waspada agar tidak menurunkan martabat agama demi kehidupan duniawi yang fana. 18 Sikap-sikap negatif, yang kadang
tanpa disadari banyak mengganggu aktifitas . Betapa banyak
orang mu’min bermusuhan sesama Muslim, demi mengakui tidak mau kalah. Betapa banyak Umat Islam sampai menyeberangi batasan-batasan syariat karena terlalu menuruti keinginan hawa nafsunya. Hingga karena kebodohannya dirinya, artinya sikap ego, sikap takabur dan juga sikap mau menang sendiri, adalah sifat-sifat yang tidak baik, sehingga dalam kajian ini bagaimana sikap kita sebagai umat Islam siap memusuhi setiap perilaku yang menandakan kesombongan tersebut, sebagaimana
Allah SWT
berfirman:
Ÿ≅ö6s%ρu ħôϑ¤±9$# Æíθè=èÛ Ÿ≅ö6s% y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7y™uρ šχθä9θà)tƒ $tΒ 4’n?tã ÷É9ô¹$$sù ∩⊂®∪ É>ρãäóø9$# Artinya :
18
Imam al-Hafizd ibnu Kasir, Op. Cit., hlm. 901.
59
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya) 19 ”. Menurut Hamka dalam tafsirnya al-Azhar menerangkan “Di pangkal ayat diterangkan dengan memakai Wa’ashbir yang berarti bersabarlah, tegasnya, bukanlah semua kesabaran butuh kesadaran dan ketulusan, hal inilah yang diperankan oleh Rasulullah SAW, terhadap sikap ketulusan tersebut. Menurut Ahmad Musthafa Maraghi dalam kitabnya Tafsir alMaraghi dijelaskan “sesungguhnya sikap ketulusan itu adalah sikap positif, dari seorang anak dengan orang tuanya, dan sebaliknya dari seorang tua kepada anaknya, karena kalau kurang adanya ketulusan
maka akan
menghalangi antara kamu dengan ketaatan yang mendekatkan kamu kepada Tuhanmu, menghalangi kamu dengan amal saleh yang bermanfaat bagimu di akhiratmu, dan mungkin juga mendorongmu untuk melakukan yang haram dan melakukan dosa demi kepentingan mereka sendiri”. 20 Mujahid mengatakan, yang dimaksud ayat: “Sesungguhnya di antara sikap ketulusan dan kebersamaan yang dibangun secara periodic, akan menjadikan komunikasi dengan/ kepada Tuhannya tidak terganjal/ lebih cepat diterimanya. Satu ungkapan yang paling dalam bagi umat
19
Dep.Agama R.I : Ibid, Hlm.750 20 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, penerj. Anshori Umar Sitanggal, dkk., (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1974), hlm. 218-219.
60
Islam adalah bertasbihlah, baik factor yang ada pada dirinya selain juga menuruti yang diinginkannya. 21 Menurut Hasbi ash-Shiddiqi yang dimaksud ayat tersebut “Mereka melakukan tindakan-tindakan yang biasanya dilakukan oleh musuhmusuhmu. Mereka menghalangi kamu mengerjakan kebajikan yang mendekatkan kamu kepada Allah SWT dan amal-amal shaleh, yang memberi manfaat kepadamu di akhirat nanti. Bahkan kadang-kadang mendorongmu
untuk
mengerjakan
dosa
agar
mereka
menerima
keuntungan. Oleh karena itu berhati-hatilah kepada mereka”. 22 Musuh di sini dalam arti kesombongan, kekhosongan jiwanya. Sehingga dapat melalaikan ibadah dari melakukan amal shalih. Selain itu, sikap dan perilaku yang dapat memalingkan mereka dari jalan Allah SWT dan membuat mereka lamban untuk taat kepada Allah SWT. Setelah mengingatkan
keberadaan
mereka
sebagai
musuh,
Allah
SWT
memerintahkan: “maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka”. Berhatihati di sini, kata Ibnu Zaid, adalah berhati-hati menjaga agama kalian. 23 Al-Imam Al-Qurthubi mengatakan: “Berhati-hatinya kalian dari menjaga diri kalian disebabkan dua hal. Bisa jadi karena mereka akan membuat kemudaratan/bahaya pada jasmani, bisa pula kemadharatan pada agama.
21
Kemudaratan
tubuh
berkaitan
dengan
dunia,
sedangkan
Imam al-Hafizd Ibn Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azdim, Jilid IV, Penerj. Syihabuddin, 9Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 725. 22 Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi, Tafsir al-Quranul Majid an-Nur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 4250. 23 Al-Hafizd Ibn Kasir, Op. Cit., hlm. 725.
61
kemudaratan pada agama berkaitan dengan akhirat. 24 Lantas, bagaimana bisa seorang mu’min yang tulus , karena faktor dari pihak luar, misalnya : menemani dan mendampingi, dinyatakan sebagai musuh? Al-Qadhi Abu Bakar ibnu ’Arabi telah menerangkan: ”Yang namanya kesombongan hati,
tidaklah mesti diri/individunya sebagai
musuh. Namun dia menjadi musuh karena perbuatannya. Apabila ada kaum mu’min berperilaku kurang baik, seperti larangan antara manusia dengan manusia lainnya, jadilah ia sebagai musuh. Dan tidak ada perbuatan yang lebih jelek daripada menghalangi seorang hamba dan ketaatan kepada Allah SWT”. 25 Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah, bahwa sebagian kaum mu’min merupakan musuh dapat dipahami dalam arti musuh yang sebenarnya, yang mengarah kebencian dan ingin memisahkan diri dari kelompok gerakan yang dimobilisir secara komprehensif.. 26 Sikap kesombongan dan keegoan dapat menimbulkan kemudaratan bagi seorang hamba, dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi memunculkan anggapan bahwa ancaman itu hendaknya disikapi secara jujur, serta harus diberikan balasan kepada mereka yang sesuai. Akan tetapi Allah SWT hanya memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka, memaafkan mereka, tidak menghukum mereka. Sebab dalam aspek kemaslahatan/kebaikan yang tidak terbatas. Allah SWT berfirman: 24
Al-Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Juz XVII, (Kairo: Dar al-Katib al‘Arabi, 1967), hlm. 143. 25 Al-Qadhi Abu Bakar ibn al-‘Arabi, Ahkam al-Qur’an, Juz IV, (Beirut: Dar al-Kutub alIlmiah, t.th), hlm. 264. 26 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 279.
62
Ìôγyfx. ÉΑöθs)ø9$$Î/ …çμs9 (#ρãyγøgrB Ÿωuρ Äc©É<¨Ψ9$# ÏNöθ|¹ s−öθsù öΝä3s?≡uθô¹r& (#þθãèsùös? Ÿω ∩⊄∪ tβρâßêô±s? Ÿω óΟçFΡr&uρ öΝä3è=≈yϑôãr& xÝt7øtrB βr& CÙ÷èt7Ï9 öΝà6ÅÒ÷èt/ Artinya : (1)Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi,
dan(2) janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap (3) sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. Ayat tersebut akan dibahas secara rinci dan jelas oleh para mufasir selanjutnya: 1) Laa Tarfangu (meninggikan ) Laa tarfangu merupakan arti laa amar berarti jangalah atau larangan yang memaksa. 27 Menurut M. Quraish Shihab, “dan jika kamu melanggar dengan sengaja, maka mereka tidak dapat ditoleransi”.
28
Maksudnya memaksa ialah perasaan jiwa yang
bersikap kersa meski lawannya orang zalim dan melampaui batas pada saat ia mampu membalas dendam bila ia menghendakinya karena sikap keras sebenarnya jiwa dari ajaran agama dan kesucian Islam. Di dalam al-Qur’an ditegaskan:
∩⊇∇∪ Ó‰ŠÏGtã ë=‹Ï%u‘ Ïμ÷ƒy‰s9 ωÎ) @Αöθs% ⎯ÏΒ àáÏù=tƒ $¨Β Artinya : Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir. 27
Imam Qusyairi al-Naisaburi, Al-Tahbir fi al-Tadzkir, penerj. Sulaiman al-Kumayi, (Jakarta: Media Grafika, 2003), hlm. 226. 28 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: lentera Hati, 2002), hlm. 278.
63
Menurut Imam Baidhawi, ”ucapan yang tinggi/ keras mereka dengan mengukur kekuatan bagi mereka”. 29 Maksudnya walaupun mereka berbuat lemah lembut sekalipun terhadap siapapun bukan berarti tidak tercatat , melainkan semauanya akan sangat rapi tercatat. Menurut al-Maraghi, ”dan jika diantara kamu mau memaafkan perilaku kasar yang mereka lakukan dengan menanggung hukuman”, 30 maka Allah SWT akan memberikan balasan yang sesuai dengan apa yang diperbuat dan lakukan yang bersangkutan dengan balasan yang sesuai. Menurut Qamaruddin Shaleh, dkk., ”dan jika diantara kamu tidak marah serta memarahi ketika terlanjur berbuat salah” maksudnya ialah yang bersangkutan mengakui kesalahan dari dosa yang pantas dimaafkan, baik dosa yang berkenaan dengan dengan dunia semata atau pun persoalan keagamaan. 31 Memaafkan termasuk perasaan jiwa seseorang untuk bersikap toleran terhadap orang yang zalim, pendengki dan pendendam. Ketika seseorang memaafkan kesalahan orang lain, maka secara tidak langsung, dia telah rela menghilangkan haknya pada orang tersebut dan membebaskan tanggungannya sehingga tidak menimbulkan permusuhan. Memaafkan berarti menekan atau menahan sifat egois dan emosi kepada orang lain.
29
Sulaiman Ibn Umar al-‘Ujailiy, al-Futuhat al-Ilahiyah, Juz VII, (Mesir: Dar al-Fikr t.th), hlm. 24. 30 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, penerj. Anshori Umar Sitanggal, dkk., Juz XXVIII, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 219. 31 Qamaruddin Shaleh, dkk., Ayat-ayat Larangan dan Perintah Dalam al-Qur’an, (Bandung: Diponegoro, 2004), hlm. 902.
64
2) Wa laa Tajhar (sifat keras) Menurut M. Quraish Shihab, ”sikap keras atau marah atas perilaku sadar mereka” 32 maksudnya sifat emosional harus dijauhi karena sifat yang demikian akan menjadi faktor kegagalan dalam penanaman nilai-nilai akhlak terhadap individu peserta didik. Maka ketika ada orang yang meminta Nabi agar tidak bersikap keras seperti kerasnya suara nabi, niscaya pesan kesejukan semakin jauh, dan secara khusus, tiga kali beliau memintanya agar tidak suka marah. Menurut Imam Baidhawi, ”berpaling dan tidak berlaku kasar dan keras bagi mereka”. 33 Dalam Islam, Sikap dan bertindak lemah lembut mempunyai posisi yang amat signifikan, karena sikap keras serta dengan sikap pemarah mungkin, akan menjadikan seseorang sanggup menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang tercela dalam bentuk apapun. Menurut Musthafa al-Maraghi, ”tidak berlaku sombong dengan meninggikan caci maki karenanya” 34 maksudnya bahwa agama bukan menghendaki hilangnya sifat keras dalam prinsip, sama sekali, hanya mencela sifat kasar/ keras
yang melampaui batas.
Dengan kata lain agama melarang setiap individu
untuk
melaksanakan kehendak keras, karena bukansaja, sikap keras identik sengan sifat marah itu sendiri. Rasulullah Saw banyak mendorong para sahabatnya untuk mengendalikan rasa marah, sebagaimana 32
M. Quraish Shihahb, Op. Cit., hlm. 278. Sulaiman Ibn Umr al-‘Ujailiy, Op. Cit., hlm. 24. 34 Ahmad Musthfa al-Maraghi, Op. Cit., hlm. 219. 33
65
tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud. Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya, ”Menurut kalian, siapakah orang yang paling kuat?” Para sahabat menjawab, ”Orang yang tidak dapatkan oleh orang lain”. Beliau menjawab, ”Bukan. Orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya sendiri saat marah”. Rasulullah saw merupakan teladan yang paling baik dalam hal mengendalikan rasa marah. Beliau tidak marah jika disakiti orang, bahkan beliau membalasnya dengan senyuman, beliau mudah memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang membencinya. 35
Artinya ” ”Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali lmran: l34) 36 Seseorang yang dapat menahan amarahnya merupakan salah satu karakteristik orang yang mempunyai ketaqwaan dihadapan yang Allah SWT. Ini bisa diartikan bahwa ketaqwaan seseorang dapat dilihat dari kemampuannya menahan amarah yang dapat meninggikan orang lain. Orang yang bisa mengendalikan diri saat ia marah berarti
35
Muhammad Usman Najati, al-Hadis an-Nabawi wa ‘Ilm an-Nafs, penerj Hedi Fajar: Psikologi Nabi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2005), hlm. 127. 36 Soenarjo, dkk., Op. Cit., hlm. 98.
66
ia telah mampu meleburkan dirinya ke dalam diri orang lain dan mau memaafkan orang lain. 3) Laa Tasngurun (tidak Memahami) Menurut M. Hasbi ash-Shiddieqy, oleh karena mereka adalah bagian dari keberadaan manusia, dari segala aspek kehidupan maka hendaklah kamu mau belajar memahami kepada mereka atas dosadosa yang telah mereka kerjakan dan hendaklah kamu berpaling diri. Bahkan, hendaklah kamu menyembunyikan kesalahan kesalahan mereka. 37 Menurut Imam Mawardi, yang dimaksud adalah ketidak tahuan ini adalah
dari sikap
kedlaliman, ketidak tahuan karena
kebodohan dan ketidak pahaman dari kesalahan.
38
Sedangkan
menurut Imam Abi Ja’far Ahmad bin Muhammad an-Nahas, Mengetahui tingkat kesalahannya, mau menahan emosi dan amarah merupakanmanifestasi sikap kita karena ketidak tahuan maksud yang dikandung. Ahmad Musthafa al-Maragi menerangkan: ”jika kamu memaafkan dosa-dosa yang mereka lakukan dengan meninggalkan hukuman, tidak memarahi dengan meninggalkan caci maki karenanya, dan mengampuni dengan menutupinya dan menerima alasan mereka, maka yang demikian itu lebih baik bagimu. Allah maha kasih
37
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid an-Nur, Juz XXVIII, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), hlm. 4251. 38 Imam Mawardi, an-Nukatu wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, Juz VI, (Beirut: Dad alKutub al-Ilmiyah, t.t), hlm. 25.
67
kepadamu dan kepada mereka, dan Dia akan berlaku terhadapmu seperti apa yang kamu lakukan serta menyayangimu:
Menurut Imam Abi Ja’far Ahmad bin Muhammad an-Nahas, Allah SWT akan menyayangi orang yang bertaubat maksudnya menghapusnya
setelah
bertaubat.
Sedangkan
menurut
Imam
Ibnu ’Arabi, maksud dari ayat di atas adalah surga, karena tidak ada pahala yang lebih agung daripada surga itu sendiri Beberapa pendapat para mufasir tentang surat Al Hujurat ayat 2 di atas, dapat pahami, bahwa di antara kewajiban umat Islam adalah setiap sikap dan perilaku yang bernuansa kesombongan, kedirian, ketidak tahuan serta ketidak pahaman atas seruan agama. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka. Jika setiap individu ingin mengindari kesalahan maka dapat ditolerir karena ada kemaslahatan atau kebaikan yang tidak terbatas, tidak menghukum mereka dengan cara melupakan kesalahan yang pernah diperbuat dan mengampuninya. Maka baginya disisi Allah ada pahala yang agung. Akhlak merupakan dasar yang utama dalam pembentukan kepribadian manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya kepribadian berakhlak merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian secara keseluruhan. Untuk terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya,
68
maka perlu adanya pendidikan. Dan pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak memang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun keluarga. Dalam hal ini yang pertama kali menentukan adalah pendidikan akhlak yang diterima seseorang dalam keluarga. Oleh sebab itu, penting sekali diciptakan lingkungan keluarga yang baik, dalam arti menguntungkan bagi kemajuan dan perkembangan pribadi anak serta mendukung tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Pergaulan anak sehari-hari dengan lingkungan keluarganya itu akan membentuk sebuah karakter, watak dan sikap serta kepribadian anak. Sebelum anak dapat berpikir logis dan memahami hal-hal yang abstrak, serta belum sanggup menentukan yang baik dan mana yang buruk (tamyiz) mana yang benar dan mana yang salah, maka contoh-contoh, latihan-latihan dan pembiasaan-pembiasaan (habit forming) mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembinaan pribadi anak, karena masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan dasar-dasar pendidikan akhlak. 39 Anak yang tidak pernah disayangi dan diberi pendidikan akhlak yang baik, maka dampaknya akan bisa dirasakan langsung oleh orang tua. Tepat sekali kalau Rasulullah Saw menganjurkan kepada orang tua agar memberi contoh tingkah laku yang baik pada anaknya, seperti berbakti kepada orang tua. Memberikan pendidikan akhlak kepada anak harus diajarkan sejak kecil, agar mereka terbiasa berlaku sopan dan punya kepribadian luhur. Penanaman 39
hlm. 106.
Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
69
akhlakul karimah sejak kanak-kanak merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, Islam menekankan akhlak baik dan menyeru kaum muslimin untuk senantiasa membinanya serta menanamkannya di dalam jiwa anak dan akhlak menempati posisi yang paling penting setelah orang beriman. Ajaran Islam sangat mengutamakan terbinanya akhlak yang baik pada manusia. Setiap orang Islam wajib rnembentuk pribadinya dengan hiasan akhlak al-karimah. Berhubungan dengan hal tersebut, maka apabila manusia khususnya keluarga dapat menanamkan sifat-sifat yang terpuji dalam kehidupan masyarakat,
maka
akan
terbentuk
kepribadian
yang
baik
dengan
memperhatikan unsur-unsur pendidikan akhlak yang sesuai dengan dasar dan tujuan pendidikan akhlak. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan serta menumbuhkan akhlak pada pribadi anak, maka secara umum seorang anak adalah sosok individu yang cinta damai, bertutur kata yang lemah lembut, tidak menyinggung, tidak menyakiti dan menghujat orang lain. Lebih dari itu hatinya pun senantiasa dipelihara agar tidak tumbuh rasa iri, pemarah, dengki, dendam dan sebagainya. Dengan menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal yang demikian, diharapkan seorang anak dan manusia lain disekitarnya akan terpelihara. Tidak terusik oleh gangguan tangan, katakata maupun hatinya. Sehingga nilai-nilai pendidikan akhlak dalam keluarga mempunyai arti penting bagi pembentukan kepribadian anak yang baik, yaitu merupakan kebutuhan ideal sebagai pedoman dan pegangan dalam
70
mengarungi kehidupannya mencapai tingkat kedewasaan yang Islami. Karenanya nilai-nilai pendidikan akhlak harus ditanamkan kepada anak sedini mungkin untuk dapat dipahami, dihayati dan diamalkan. Sebab permasalahanpermasalahan yang dihadapinya sangatlah kompleks sehingga persiapan mental spiritual harus dipersiapkan. Tanpa landasan mental spiritual ini manusia tidak mampu mewujudkan keseimbangan antara dua kekuatan yang saling bertentangan yaitu kekuatan kebaikan dan kejahatan. Oleh karena itu, keluarga harus membentuk dan menumbuhkan kepribadian anak ke arah yang kuat dengan memberikan pengalaman atau kebiasaan yang baik, nilai-nilai akhlak yang tinggi serta kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama (Islam). Nilai-nilai akhlak yang ditanamkan dalam keluarga sejak dini pada anak-anak dengan sendirinya akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadiannya. Apabila jiwa anak dididik untuk mengutamakan kemuliaan, mencintai kebajikan, dan membenci kejelekan, maka akan lahir darinya perbuatanperbuatan yang lebih baik dan tidak sulit melakukan apa yang disebut akhlak baik seperti pemurah, lemah lembut, sabar, bertanggung jawab dan perbuatan yang mencerminkan kemuliaan akhlak. Sebaliknya jika jiwa ditelantarkan, tidak dibina dengan unsur yang baik dan membenci kebaikan, maka akan muncul perkataan-perkataan dan perbuatan yang hina dan cacat yang disebut akhlak buruk, seperti: hianat, berdusta, rakus dan sebagainya. Begitu pentingnya akhlak dan penanamannya dalam jiwa anak, maka Rasulullah Saw
71
jauh-jauh hari telah menganjurkan kepada orang tua agar mendidik anaknya dengan akhlak mulia. Berhubungan dengan hal tersebut, maka apabila manusia khususnya keluarga dapat menanamkan sifat-sifat yang terpuji dalam kehidupan masyarakat, maka akan terbentuk kepribadian yang harmonis dengan memperhatikan unsur-unsur pendidikan akhlak yang sesuai dengan dasar dan tujuan pendidikan akhlak. Dengan menanamkan nilai-nilai akhlak yang mulia pada pribadi anak maka secara umum seorang anak akan menjadi seorang individu yang mempunyai sifat Kesopanan dapat menghormati tokoh, dan dapat membantu orang lain. Anak yang telah tertanami nilai-nilai akhlak yang mulia tersebut secara langsung akan dapat mengontrol gejolak yang timbul di dalam dirinya. Karena keyakinan akan agama merupakan modal untuk dapat mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam, sekalipun dia hidup dalam alam yang serba modern sekalipun. Pendek kata apabila seseorang telah mendapatkan didikan agama sejak dini, agama dapat memberikan bimbingan hidup dari yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besar-besarnya, mulai dari hidup pribadi, keluarga, masyarakat, hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan alam semesta. Manusia dalam hidupnya tidak sedikit mengalami kesulitan dan problema yang harus dihadapi. Bagi orang yang beragama tentunya diharapkan secara langsung dapat mengatasi, walaupun problem yang
72
dihadapi itu sangat besar dan berat. Begitu juga keadaan-keadaan bathin yang mengganggu manusia seperti gelisah yang luar biasa, bagi seseorang yang telah mendapatkan siraman nilai-nilai Islam diharapkan nilai-nilai Islam tersebut mampu menentramkan bathinnya. Proses seorang anak menjadi seorang yang berperilaku Islam atau berkepribadian
Islam
tersebut
tidak
lepas
dari
lingkungan
yang
mendukungnya, teladan yang baik dan pendidikan akhlak, agar si anak dapat hidup bermoral dalam kehidupannya ketika dewasa. B. Analisis Terhadap Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Menurut Al-Qur’an Surat Al Hujurat ayat 2 Orientasi untuk membahas, mengkaji, dan menelaah teks-teks AlQur’an adalah untuk merealisasikan antara teks tersebut dengan keadaan, situasi, dan waktu yang terus berjalan. Tanpa adanya upaya tersebut, maka keberhasilan untuk merealisasikan atau menghidupkan teks-teks tersebut tidak akan dapat diterima, baik di luar Islam maupun Islam sendiri. Ajaran tersebut tidak bisa menyesuaikan dan mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu dibutuhkan adanya penafsiran tentang teks-teks Al-Qur’an tersebut, karena dengan adanya tafsiran ayat akan menjkadikan suatu teks bisa menjadi hidup dan tidak stagnan. Selain itu kebutuhan akan penafsiran atas ayat-ayat Allah SWT dirasa sangat penting dan diperlukan dalam segala aspek kehidupan, baik masa lalu, sekarang maupun masa datang. Dengan kata lain, al-Qur’an adalah petunjuk
73
bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam berbagai persoalan hidup, baik masalah aqidah, akhlak maupun muamalah, sebagaimana menurut Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 2 yang menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan akhlaq yang mulia, yang harus diajarkan dan diaplikasikan oleh peserta didik. Walaupun dalam pendidikan tidak menafikan aspek aqidah dan syariah, akan tetapi dalam kajian ini (dalam surat Al Hujurat ayat 2) lebih menfokuskan kepada akhlaq atau keutamaan akhlaq. Khusus dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan akhlak, alQur’an banyak menyinggung sifat sopan, santun, menghormati para tokoh dan sebagainya. Persoalannya adalah bagaimana pemahaman anak didik terhadap ajaran-ajaran yang ada, khususnya mengenai pendidikan akhlak dan bagaimana mengaplikasikan ajaran-ajaran tersebut dalm kehidupan keseharian. Namun demikian dalam usaha aktualisasi ajaran-ajaran nilai-nilai pendidikan akhlak memerlukan juga kajian tafsir yang mendalam, agar ayatayat al-Qur’an yang termasuk dalam sinar ilahi dapat tersosialisasi, bahkan dapat menjadi acuan berperilaku dalam masyarakat. Di antara ayat al-Qur’an yang memerlukan penjelasan sebagai contoh yaitu surat Al Hujurat ayat 2. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 2 :
74
1. Laa Tarfangu ( jangan berlaku sombong) Orang yang mampu mengendalikan perilaku sombong tentu ia telah menyadari atas kelemahannya. Oleh karena itu, untuk menyikapi atau merespon hal tersebut maka sikap yang paling baik dalam merespon kelebihan orang lain adalah dengan menghormati sebelum orang tersebut minta di hormati. Apalagi kalau sudah merasa besar biasanya memiliki sikap sombong. Jangan ada perasaan sombong
untuk dirinya/
kelompoknya, karena sombong adalah milik Allah Swt semata,
yang
apabila sikap sombong sudah menghinggapi setiap individu, jelas dilarang oleh semua ajaran agama, disamping bagi si pelaku berdosa dan juga bagi yang melakukannya, juga dapat merusak dan merugikan diri sendiri. Merasa lemah adalah sikap yang dapat mengukur, kelemahan diri sendiri, juga terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa merasa besar, kuat ataupun berkuasa. Dalam bahasa Arab sifat sombong tersebut disebut dengan taqabur yang secara etimologis berarti berlebih-lebihan atau kelewat lebih. Sebagaimana disebutkan di dalam Surat Al Baqarah ayat 219.
Artinya : ”Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 219) 40
40
,Departemen Agama RI ” Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta:, 1989 , hlm.5 53.
75
Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Dari pengertian mengeluarkan yang berlebih itu, kata taqabur kemudian berkembang maknanya menjadi mengubur Dalam konteks bahasa ini bersikap lemah lembut berarti menghapus kesombongan atau bekas-bekas luka yang ada di dalarn hati. Kata taqabur terulang dalam AI-Quran sebanyak 34 kali. Selain satu kali berarti kelebihan, sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 219 di atas selebihnya berarti menganggap kecil pihak lain, , dan tidak sekalipun berarti kurang mau menghargai pihak/ orang lain. Tapi ayat ini menganjurkan kepada umat manusia untuk tidak menjadi alasan orang yang kelewat takabur untuk minta dimaklumi, sekaligus minta dihindari dari perbuatan tersebut, juga bagi orang yang telah berbuat kesalahan kepadanya atau mendloliminya. Sifat sifat yang berhubungan dengan sikap sikap tersebut, yakni, kasar, sombong, tidak menghargai orang lain, disamping
merusak
pergaulan bermasyarakat, tapi juga merugikan dirinya sendiri. Energi akan terkuras dalam memelihara dan berusaha untuk melampiaskan sikapnya. Oleh sebab itu, Allah SWT menyuruh untuk menjauhi tersebut kecil apapun. Tindakan kesombongan tersebut sebaiknya diikuti dengan tindakan bertaubat. Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an perintah bertaubat diikuti dengan perintah berlapang dada seperti pada ayat berikut :
Artinya :
76
Maafkanlah mereka dan berlapang dadalah, sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan terhadap orang yang melakukan kesalahan kepadanya”. (Q.S. Al-Maidah : l3) 41 Untuk lebih memahami maksud lemah lembut tersebut, ada baiknya dilakukan tinjauan kebahasaan. Sebab lemah lembut dalam arti sikap berlapang dada dalam bahasa Arab disebut dengan ash-shafhu yang secara etimologis berarti lapang. Halaman pada sebuah buku dinamai shafhah karena kelapangan dan keluasannya. Dari sini ash-shafhu dapat diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahah karena melakukannya menjadi pertanda kelapangan dada. Ibarat menulis di selembar kertas, jika terjadi kesalahan tulis, kesalahan itu akan dihapus dengan alat penghapus. Tapi serapi-rapinya menghapus tentu akan tetap meninggalkan bekas. Bahkan kemungkinan kertas yang dipakaipun akan menjadi kusut. Supaya lebih baik dan lebih rapi, sebaiknya diganti saja kertasnya dengan lembaran yang baru. Menghapus kesalahan itulah yang disebut memaafkan. Sedangkan berlapang dada adalah menukar lembaran yang salah dengan lembaran yang baru sama sekali. Jadi berlapang dada menuntut seseorang untuk membuka lembaran baru hingga suatu hubungan tidak sedikitpun tampak ternodai, tidak kusut dan tidak seperti halaman yang telah dihapus kesalahannya.
41
Ibid., hlm. 160.
77
2. Walaa tajhar Parbuatan dosa atau kesalahan yang pernah dilakukan orang lain jangan sampai di respon dengan emosi yang tidak terkendali. Karena emosi yang tidak terkendali akan cenderung mendatangkan tindakan negatif berikutnya yang tidak jarang kemudian akan disesali. Nabi pernah memberi nasehat kepada seseorang yang datang meminta nasehat kepada beliau ”Jangan kamu marah”. Nabi mengulangi nasehat itu sampai beberapa kali. (H.R. Bukhari). Dalam hadits tersebut ada larangan untuk tidak boleh marah akan tetapi bukan berarti membiarkan suatu kesalahan dan kemungkaran terjadi. Perintah nahi munkar dan mengoreksi kesalahan yang dilakukan orang lain adalah amal baik yang diperintahkan Islam. Orang yang mudah marah lebih banyak dikendalikan oleh emosinya dari pada akal sehatnya, sehingga kadang-kadang berlaku seperti orang bodoh. Di mana alat-alat rumah tangga, benda-benda berharga kadang-kadang menjadi sasaran pelampiasannya. Sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat, betapa berbahayanya kalau segala persoalan yang muncul disikapi dengan marah yang tidak terkendali, baik dalam persoalan kriminal maupun politik. Dalam kriminal misalnya, betapa mudahnya masyarakat melampiaskan kemarahannya kepada pencuri atau orang-orang yang baru dituduh mencuri dengan memukulinya hingga babak belur. Bahkan tidak jarang terjadi hingga ke arah tindakan membakar hidup-hidup tanpa ada
78
rasa belas kasihan sedikitpun. Sudah tentu, sekalipun dia bersalah, hukuman yang diterimanya sama sekali tidak setimpal dengan kesalahannya. Apalagi menurut agama ataupun hukum positif, main hakim sendiri adalah perbuatan yang tercela. Begitu juga dalam dunia politik, dalam menyikapi perbedaan pendapat atau sikap politik atau kekalahan dalam pilkada misalnya, tidak sedikit anggota masyarakat yang menghadapinya dengan kemarahan dalam bentuk tindakan-tindakan anarkisme/destruktif seperti halnya melempar batu, membakar kantor, merusak gedung-gedung sekolah, memblokir jalanan hingga menimbulkan kemacetan dan sebagainya. Seseorang tidak dapat menguasai amarahnya segera kepada orang lain yang menyakiti atau menyinggung perasaannya, langkah yang lebih baiknya yang ditempuh adalah dengan cara menghindarinya supaya jiwanya tenang dan bisa menstabilkan amarahnya. Segala sesuatu sudah ada aturan dan mekanismenya masingmasing. Jika seseorang dituduh melakukan tindakan kriminal, laporkan ke polisi dan diproses secara hukum. Jika terjadi perbedaan pendapat maka jalan yang ditempuh yaitu dengan bermasyawarah. Akan tetapi betapapun bagusnya sebuah aturan dan betapapun rapinya sebuah mekanisme, dengan kemarahan semuanya jadi tidak berguna. Oleh sebab itu, agama melarang sifat marah yang berlebihan dan menganjurkan langkah yang lebih baik, yaitu sikap menahan amarah.
79
3. Laa tasngurun Pada posisi seseorang yang pernah berbuat salah atau belum pada hakekatnya sedang mengumpulkan amal perbuatan
yang sebanyak
banyaknya, dan merupakan akhlak yang mahmudah. Yaitu akhlak terpuji yang dianjurkan oleh agama dan dipraktekkan langsung oleh baginda Nabi Saw dengan teladan yang bagus (uswatunhasanah).
Artinya : ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangann hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. al-Ahzab: 21). 42 Bagaimana cara orang yang telah pernah berbuat salah. Dalam bab II telah dijelaskan, bahwa cara yang paling baik untuk menyadari diri sendiri dan mengakui kesalahan seseorang adalah dengan menutupi kesalahannya dan tidak menyebarluaskan kesalahan yang pernah ia lakukan.
42
Ibid., hlm. 670.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan penelitian
dari litaeratur serta
pembahasan dari hasil analisis data berdasarkan pengamatan serta menurut kemampuan penulis dalam mengungkap gambaran tentang Nilai nilai Pendidikan Akhlak dalam surat Al Hujurat ayat 2, , maka dari beberapa sumber rujukan dalam skripsi ini dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam surat Al Hujurat ayat :2 Adanya
upaya
untuk
terus
memberikan
makna
yang
sesungguhnya, maka setiap bentuk perbaikan ke arah akhlak mulia bagi bagi peserta didik khususnya, dan umat Islam pada umumnya , maka keberhasilan untuk merealisasikan atau menghidupkan teks-teks tersebut tidak akan dapat diterima, baik di luar Islam maupun Islam sendiri. Ajaran tersebut tidak bisa menyesuaikan dan mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu dibutuhkan adanya penafsiran tentang teks-teks al-Qur’an tersebut, karena dengan adanya tafsiran ayat akan menjkadikan suatu teks bisa menjadi hidup dan tidak stagnan.
2. Nilai-nilai pendidikan Akhlak Menurut Islam, Bahwa tujuan pendidikan Akhlak ada dua. Pertama, tujuan akhir atau permanen. Pada tujuan akhir ini ialah memberdayakan manusia untuk bisa mengabdi kepada Tuhan yang haq. Kedua, tujuan kontekstual. Dalam 80
tujuan ini Akhlak di artikan dengan terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang mampu mengatasi persoalan dan problema yang terjadi di lingkungan masyarakat
yang
kemudian
dapat
mencari
solusi
untuk
dapat
menyelesaikannya yang sesuai dengan syariat Islam.
3. Pandangan ahli tafsir dalam Nilai-niali Pendidikan Akhlak Implementasi pemikiran para
ahli tafsir dalam pendidikan
Akhlak. Pertama, pendidikan Akhlak, hendaknya dikembalikan pada hakikatnya yakni, sesuai
konsep pendidikan Islam yang utuh,
komprehensif dan berkelanjutan. Artinya yang berkelanjutan tiada henti di mana masing-masing individu bertanggung jawab penuh untuk berbuat baik pada dirinya. Kedua jika pendidikan akhlak tersebut ditarik dalam dunia pendidikan formal, maka dituntut adanya pembenahan di beberapa hal. Proses pendidikan Akhlak harus bersifat partisipatif, melibatkan semua individu, semua orang yang belajar, agar terjadi interaksi antara pengajar dan pembelajar dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman praktek dalam kehidupan nyata. Para pelajar harus tergugah dan berkembang
menjadi
mampudan
punya
keyakinan
diri
untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik. Setiap manusia dewasa yang bertanggung jawab untuk membangun hubungan interdependen dalam lingkungan masyarakat. Singkatnya, setiap ulama, tokoh masyarakat, pendidik
harus menempatkan diri agar menjadi role model, menjadi
panutan, menjadi teladan, sebagai orang-orang yang terus belajar dan harus mau memaksakan atau memutlakkan pendapat dan pandangannya,
81
demi memberdayakan nilai-nilai akhlakul karimah dan akhlak mulia menjadi instrument membentuk anak bangsa yang mandiri, utuh dan berwawasan Islam rahmatan lil ‘alamin B. Saran-Saran Pertama,. adanya tuntutan dan tantangan secara
akademika ,bagi
segenap individu muslim untuk selalu melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal hal ini merupakan peranan umat Islam dalam mengembalikan peran umat terdahulu dari aspek pemikiran-pemikiran Islam yang komprehnsif dan menyeluruh. Kedua, kepada para penggali khasanah keilmuan Islam hendaknya selalu mau menggali khasanah dan wacana pemikiran Keislaman sehingga mampu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ajaran Islam dan sesuai tujuan pendidikan Islam yang salah satunya adalah untuk membimbing manusia menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, berilmu dan sebagainya. Ketiga kepada seluruh umat Islam, supaya mulai serius mengkaji dan menggali seluruh aset dari wahyu Allah ( baik Al Qur’an maupun al hadits ) Umat Islam secara komprehensif, untuk mendapatkan pengalaman belajar dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran khususnya bidang mata pelajaran PAI.
82
C. Penutup Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil'alamiin, penulis merasa sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena walaupun dengan bersusah payah dan bentuan dari berbagai pihak, ternyata skripsi ini dapat terselesaikan walaupun masih banyak kekurangannya di sana sini, oleh karena itu saran serta kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis hanya dapat berharap semoga semua amal baik kita mendapat ridla Allah SWT, serta semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi perkembangan dunia Pendidikan Agama Islam. Amin Ya Rabbal 'Alamiin Tambak ,
83
13 Juli
2010
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, H , 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Edisi Baru. Gaya Media Pratama : Jakarta. Al Ghazali ,(2001) Al mungkid Minad Dholal (Terj), Pustaka Progresif : Surabaya --------------.(2002) Mukhtasor Ihya Ulummadin( Terj) Mizan Bandung Musa Asy’arie (2002). Filsafat Islam Sunah Nabi dalam berfikir, LESFI .Bandung Badri Yatim ( 2001) Sejarah Peradaban Islam II, Penerbit Ghalia Indonesia,Jakarta Didin Saefudin ( 2002) Zaman Keemasan Islam , Grasindo Jakarta Hasan Langgulung ( 1992) Azas-azas Pendidikan Islam, Pustaka Al Husna,Jkt. Departemen Agama RI (2002) Al Quran dan Terjemah. Lajnah Pentafsir AlQuran, CV. Mahkota, Surabaya …………………………(2003) Memahami UU SISDIKNAS, Binbagais, Jakarta Kamiso (2007) , Kamus Lengkap Bahasa Inggris Indonesia, Karya Agung Surabaya, Fathiyah Hasan Sulaiaman ( 1990). Ba’ats fi’il Madzhab al Tarbawi ‘indal Ghazali (terj). P3M Jakarta Zakiyah Darajat. (1996). Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta Saefudin Aswar,( 2007) Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta Muhaimin. (2002). Paradigma Pendidikan Islam. Rosda Karya. Bandung William F.Oneil.( 2002). Idiologi Pendidikan (Terj). Pustaka Pelajar Yogyakarta. Berling (2003) Inleiding tot de wetenchasper ( terj) Tiara Wacana Yogyakarta. Pillip K. Hitti ( 2002) History Of Arabs ( Terj) Serambi, Jakarta Karen Amstrong (2003) Islam, Jendela Yogyakarta Musrifah Suminto (2004) Sejarah Islam Klasik,Perkembanagan Ilmu Pengetahuan Islam, Prenada Media, Jakarta
Ahmad Hasmy, (1993), Sejarah Kebudayaan Islam , Bulan Bintang Jakarta Ali Mufrodi,( 1997) Islam dikawasan Kebudayaan Arab, Logos, Jakarta. Yoesoef Sou’yb ,(1977) Sejarah Daulat Abbasiyah, Bulan Bintang Jakarta Ahmad Salabi, (1983) Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka panjimas,Jakarta Amir Hasan Sidiq, (1987) Studies Islamic History, Al ma’arif Bandung. Mat Solikhin ( 2005) Sejarah Peradaban Islam, Rasail Semarang Depdikbud,(1991) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia Zahara Idris (1992) Pengantar Pendidikan , Remaja Karya, Jakarta Ngalim Purwanto,( 2008) Ilmu Pendidikan Teori dan Praktek, Rosda karya Jakarta Suwarno, ( 1982). Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru, Jakarta Redja Mudyaharjo. (2001) Filsafat Ilmu Pendidikan, Rosda Karya Bandung M. Arifin( 1996) ,Filsafat pendidikan Islam,Remaja Rosda Karya. Jakarta Al Attiyah Al Abrosi,(1997) Panjimas Jakarta
Filsafat Pendidikan Islam ( Terj)
CV. Pustaka
Abdurahaman An Nahlawi,(1976) Pendidikan Islam, Al Kautsar Jakarta Hasan Ibrohim Mitsan (1989) Sejarah dan Kehidupan Nabi, Kota kembang Yogya Harun Nasution,(2001) Islam ditinjau dari berbagai Aspek, UI Press,Jakarta Van Hove,( 1978) Dunia Baru Islam, Ikhtiyar Bandung W. Monteregemtry,(1987) Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, P3M Jakarta. Hasan As’ari, (1998) Pendidikan Tinggi dalam Islam, Logos Jakarta Suharsimi Arikunto, (2006) Prosedur Penelitian suatu Pendekatan, Rineka Cipta Jakarta Mehdi Nakoteen,(1996) Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat, Risalah Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
Aam Amiruddin (2006) Tafsir Al Qur’an, CV. Khazanah Intelektual, Bandung Abuddin Nata, ( 2005.) Tafsir ayat-ayat Pendidikan. PT Rajagrafindo, Pratama : Jakarta. ----------------------2002). Akhlak Tasawuf, CV.Rajagrafindo, Jakarta Abdul Wahib Ramli (2002). Ulumul Qur’an I (Raja grafindo Persada, Jakarta Ahmadi .(1992) Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Adita Media Yogyakarta Asmaran AS (1994) Pengantar Studi Akhlak, PT Rajagrafindo Persada Jakarta Chabib Toha (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar Yogya Departemen Agama RI (2002) Al Quran dan Terjemah. Lajnah Pentafsir AlQuran, CV. Mahkota, Surabaya Ibnu Katsir. (tt). Tafsir Ibnu katsir. Al ma’arif . Bandung Kamiso (2007) , Kamus Lengkap Bahasa Inggris Indonesia, Karya Agung Surabaya. Marimba (1989) Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Penerbit Al Ma’arif Bandung M .Quraish Shihab (2006) Wawasan Al-Qur’an, Penerbit Mizan, Bandung. Ngalim Purwanto ( 2000) Ilmu Pendidikan ,teori dan Praktek , Remaja Rosda Karya. Nurwadjah Ahmad , (2007) Tafsir ayat-ayat Pendidikan Marja : Bandung Nurul Zuhriyah (2007) Pendidikan Moral dan Budi Pekerti, dalam Perubahan , CV Bumi Aksara, Jakarta Saefudin Azwar, (2007) Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta Tafsir Al Maraghi (1992) Terjemah Tafsir Al Maroghi , PT Karya Toha Putra, Semarang Zuhairini (2004), Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta . Zakiyah Darajat. (1996). Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta
. .
Abuddin Natta, (2002) Akhlak tasawuf, CV. Rajagrafindo, Jakarta, William F.Oneil.( 2002). Idiologi Pendidikan (Terj). Pustaka Pelajar Yogyakarta. Charles E. Skinerr (1958) Esential of Education Psykologi ( terj) Tiara Wacana Yogyakarta. Sugarda Purbakawaca ( 1982) Ensiklopedi Pendidikan ( Gunung Agung, Jakarta Zaenudin (TT ) Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghozali, Bumi Aksara Jakarta. Al Ghozali (tt) Ihya Ulumadin Juz III ( Al Halabi Al Arobiah.) Humaidi Tatangpangarsa (1990) Pengantar Kuliah Akhlak, Bina Ilmu Surabaya Ahmad Amin ( 1983) Etika (Ilmu Akhlak) Terj. KH.Farid Ma’ruf, Bulan Bintang Jakarta, M.Zain Yusuf (1993) Akhlak tasawuf, Nawa Kartika Semarang Maemunah Hasan(2000) Rumah Tanga Muslim, Bintang Cemerlang, Yogyakarta Zuharini (1995) Filsafat Pendidikan Islam , Bumi Aksara Jakarta Yunahar Ilyas,(2004) Kuliyah Akhlak, LPPT Yogyakarta Majalah Assunah (2002) Mendidik Anak dengan Akhlak, Edisis 03/VI/1423 Mustofa Al Maroghi (1998) Tafsir Al Maroghi ( terj) K. Ansori umar Sitanggal Toha Putra Semarang Imam Ahmad Bin Hanbal,(1993) Musnad Ahmad Bin Hanbal Juz II, Beirut M. Ali Hasan (1992) Tuntunan Akhlak, Bulan Bintang Jakarta Muh. Abdul Qasem, (1975) Etika Al Ghozali, Pustaka Bandung
Muhamad Qutub ( 1984) Sistem Pendidikan Islam ( Terj) Salman Harun Al Ma’arif Bandung. Endang Saefudin Ansori (1993) Wawasan Islam, Raja grafaindo Persada Jakarta Abdul Munir Mulkan (1992) Runtuhnya Mitos Politik Santri,Sipress Yogyakarta Jamaludion Rahmat (1989) Islam Alternatif, Mizan Bandung Ahmad Azhar Basyir(1996) Reflkesi atas Persolan KeIslaman, Mizan bandung DAFTAR PUSTAKA
Dep. Agama. RI (2003) Memahami UU SISDIKNAS, Binbagais, Jakarta Badan Standar Nasional ( BSN),(2005) Standar Penilaian pendidikan, Depdiknas. Johar, MS ( 2006) Guru Pendidikan dan pembinaannya, Sesusi dengan UU Guru_, CV. Grafika Indah Yogyakarta. Farida Yusuf Tayibnapis (2008) Pendidikan dan Penelitian, CV, Rineka Cipta Jakarta. Nanang Fatah (2006) Landasan Manajemen dan Evaluasi Pendidikan, Rosda Karya Bandung. M.Uzer Usman, (1995) Menjadi Guru Profesional, CV Rosda Karya Bandung, Hasan Langgulung,(1995) Manusia dan Pendidikan Jakarta Huzna Zikra. Hari Noer Ali ( 2000) Manusia dan Pendidikan , Grasindo Jakarta Muhammad Ali Daud (2002) Pendidikan Agama Islam, Raja grafindo Persada Media, Jakarta Azumardi Azra (2000) Pendidikan Islam PT.Logos Wacana Ilmu, Jakarta Mudyaharjo, Redja, ( 2002) Filsafat Ilmu Pendidikan ,Suatu Pengantar, Jakarta, Naim Ngainun, A. Patoni,( 2007) Materi Penyusunan Desain Pembelajaran PAI Wojowasito (2002) Wulangreh , Sinar Aditama, Yogyakarta
Muhaimin ( 2007 ), Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta PT. Raja Grafindo. Budiningsih, Asri ( 2005 ) Belajar dan Pembelajaran ,Jakarta Rineka Cipta Darajat Zakiyah. ( 1996 ) Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara Arifin, Muzayyin, (2005 ) Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara Arikunto Suharsimi.( 2005 ) Jakarta Bina Aksara
Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek
Akbar,Usman .(2006) Metode Penelitian Sosial, Jakarta, PT Bina Aksara