IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KETAQWAAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Analisis Surat Al Baqarah Ayat 2-5)
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Disusun Oleh Nur Aziz NIM : 111 04 036
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI STAIN SALATIGA 2012
i
ii
iii
iv
MOTTO
Artinya: “Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (QS. Al Baqarah:269)”.
v
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Kedua orang tuaku Bapak Ahmad Fauzi & Ibu Romdiyah yang telah membesarkanku dengan penuh cinta dan kesabaran. Adikku Nurul Fathoni dan Sawitriyani, terima kasih atas motivasi dan dorongan yang telah kalian berikan. Keluarga Besarku, Terima kasih atas Motivasi yang telah kalian berikan. Putri dan Ferlina yang selalu memberi motivasi, semangat, keikhlasan, kesabaran, perhatian, kasih sayang, dukungan, dan bantuan yang telah adinda berikan selama kuliah di STAIN. Sahabat-Sahabat Atenk, Badawi, Haris Fahruddin, sahabat-sahabat markas Organisasi.bengkel TEBO, PIPO dan keluarga besar warung apung Keluarga besar PAI B ’04 yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu trima kasih atas motivasi kalian. Seseorang yang kelak menjadi pendamping hidupku. Semoga Allah meridhoi.
vi
vii
viii
ABSTRAK Aziz, Nur. 2011. Implementasi Nilai-Nilai Ketaqwaan dalam Pendidikan Agama Islam (Analisis Surat Al-Baqarah Ayat 2-5) Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Drs. Abdul Syukur., M.Si. Kata kunci: Nilai-Nilai Ketaqwaan dan Pendidikan Agama Islam Penelitian ini membahas tentang nilai-nilai takwa yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5, Implementasi nilai-nilai takwa surat Al-Baqarah ayat 2-5 dalam Pendidikan Agama Islam, dan manfaat Implementasi nilai-nilai takwa dalam Pendidikan Agama Islam. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui nilai-nilai takwa yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5, untuk mengetahui Implementasi nilai-nilai takwa surat Al-Baqarah ayat 2-5 dalam Pendidikan Agama Islam, dan untuk mengetahui manfaat Implementasi nilai-nilai takwa dalam Pendidikan Agama Islam. Sesuai dengan jenis penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, maka pengumpulan menggunakan metode dokumentasi untuk mencari data dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku Tafsir Al-Qur’an dan Hadits serta buku-buku lain yang berkaitan dengan tema pembahasan. Kemudian hasil dari data-data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan makna Al-Qur’an surat Al-Baqarah tentang aspek-aspek takwa. Analisa data dilakukan dengan metode analisis maudhui, yaitu Merumuskan tema masalah yang akan dibahas menghimpun menyusun dan menelaah ayat-ayat Al-Quran, dan melengkapinya dengan Hadits yang relevan, dan menyusun kesimpulan sebagai jawaban Al Quran atas masalah yang dibahas dan tahap akhir dari ananlisa data ini adalah fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian akan ditarik suatu kesimpulan. Dari penelitian yang dilaksanakan diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: Nilai-nilai yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5 adalah keimanan, keislaman dan beramal saleh. Adapun secara garis besar sasaran takwa adalah berhubungan dengan Allah SWT. dan hubungan antar sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan tujuan dari bertakwa itu sendiri adalah agar mendapatkan keridlaan Allah SWT berupa kebahagiaan hidup baik di dunia dan di akhirat. Penerapan takwa dalam pendidikan Islam ini akan menitikberatkan kepada pokok-pokok materi kurikulum Pendidikan Agama Islam dan dalam proses belajar mengajar. Diantaranya adalah ajaran ketauhidan, ajaran ubudiyyah dan ajaran tentang akhlak al-karimah karena ajaran ini merupakan ajaran pokok dan menjadi dasar dalam pendidikan agama islam, karena merupakan pondasi dan mendidik manusia menuju ketakwaan yang diharapkan. Sebagai hamba Allah SWT. manusia haruslah tunduk dan taat terhadap perintah-perintah-Nya serta mengikuti aturan-aturan yang telah disyariatkan-Nya. Untuk terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan, maka perlu adanya pendidikan, agar manusia dapat bersyukur atas nikmat dan anugerah-Nya, dalam arti dapat menggunakan dengan cara sebaik-baiknya nikmat dan anugerah tersebut. Dan untuk mengembangkan manusia agar menjadi anak didik yang bertakwa.
ix
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ......................................................................................
00
LEMBAR LOGO ...............................................................................................
0
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ........................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................
iv
MOTTO ..............................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................
vii
ABSTRAK ..........................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah ...............................................................................
1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................................
6
C.
Tujuan Penelitian ..........................................................................................
6
D.
Manfaat Penelitian ........................................................................................
6
E.
Definisi Operasional .....................................................................................
7
F.
Metode Penelitian ........................................................................................
9
G.
Telaah Pustaka .............................................................................................
11
H.
Sistematika Penulisan Skripsi ......................................................................
16
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.
B.
Takwa ..........................................................................................................
18
1. Pengertian .............................................................................................
18
2. Tujuan Takwa dalam Islam ..................................................................
21
3. Dasar Utama Takwa .............................................................................
22
Pendidikan Islam .........................................................................................
29
1. Pengertian dan Macam-macam Pendidikan Islam.................................
29
2. Dasar Pendidikan Islam ........................................................................
34
3. Tujuan Pendidikan Islam ......................................................................
35
x
C.
Takwa Dalam Pendidikan Islam .................................................................
37
1. Penddidikan Agama Islam dalam Keluarga ..........................................
40
2. Penddidikan Agama Islam dalam Sekolah ...........................................
42
3. Penddidikan Agama Islam dalam Masyarakat .....................................
47
BAB III NILAI-NILAI TAKWA DALAM SURAT AL-BAQARAH AYAT 2-5 A.
Penjelasan Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 .......................................................
52
1. Surat Al-Baqarah ayat 2-5 ...............................................................................
52
2. Penjelasan Ayat ...............................................................................................
52
Isi dan Kandungan Surat Al-Baqarah ayat 2-5 ............................................
55
1. Pendapat Mufassir tentang Isi dan Kandungan Surat Al-Baqarah ayat 2-5 ....
55
2. Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy .......................................................................
58
C.
Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 ...............................................
60
D.
Kesimpulan Hukum Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 .........................................
63
B.
BAB IV IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TAKWA DALAM PENDIDIKAN ISLAM A.
Nilai-Nilai Takwa Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 ...........................................
65
B.
Implementasi Nilai-Nilai Takwa dalam Pendidikan Islam .........................
68
C.
Manfaat Takwa Dalam Pendidikan Islam ...................................................
78
BAB V : PENUTUP A.
Kesimpulan .................................................................................................
83
B.
Saran ...........................................................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
68
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................
89
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam merupakan penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk dan patuh pada Islam serta menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Berdasarkan makna ini maka pendidikan Islam berupaya untuk mempersiapkan diri manusia agar dapat melaksanakan amanat yang dipikulnya yaitu sebagai hamba Allah berkewajiban untuk mengabdi dan beribadah semata-mata hanya kepada Allah SWT. Islam sebagai agama yang mengandung konsep-konsep, wawasanwawasan, dan ide-ide dasar yang memberi inspirasi terhadap pemikiran umat manusia sekaligus sebagai sistem peradaban mengisyaratkan betapa pentingnya pendidikan. Isyarat ini dijelaskan dari berbagai muatan dalam konsep ajarannya salah satu diantaranya melalui pendekatan filosfis, ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasari oleh nilai-nilai Islam menurut konsepsi filosofi yang bersumberkan pada Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW (Arifin, 2000:109). Islam sebagai agama telah memberikan bimbingan kepada manusia untuk menuju jalan yang lurus (Surat Al- Mustaqim). “ Sedangkan Al-Quran
1
2
sebagai sumber ajarannya yang di samping berfungsi menjadi hudan (petunjuk) juga sebagai furqon sehingga menjadi tolak ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan” (Taufik, 1998: 135). Dengan itu Al-Quran menjadi orientasi bagi kepentingan pemecahan masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Agama Islam dengan kitab sucinya Al-Quran adalah sebuah kitab suci dan petunjuk yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia. Al-Quran berbicara kepada rasio dan kesadaran (conscience) manusia. Ia juga mengajarkan kepada manusia tentang akidah, mengajarkan bagaimana manusia membersihkan diri dari jiwa yang kotor melalui pengamalan ibadah. Al-Quran memberi petunjuk kepada manusia di mana letak kebaikan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Selanjutnya Al-Quran juga menunjukan kepada manusia jalan terbaik guna merealisasikan dirinya dalam mencapai kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Dalam Al-Quran terdapat ajaran tentang kebebasan dan tanggung jawab serta memelihara nilai-nilai keutamaan. Keutaman yang diberikan bukan karena bangsanya, warna kulit, kecantikan, perawakan, harta, pangkat, derajat, jenis profesi dan kasta sosial atau ekonominya. Akan tetapi sematamata karena iman, takwa, akhlak, ketinggian ilmu dan akalnya, juga karena kesediaan untuk menimba ilmu pengetahuan yang beragam (Omar, tt: 107). Seperti tersebut dalam Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
3
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujurat ayat 13). Dari sini jelas bahwa Allah SWT menciptakan manusia itu pada dasarnya sama. Allah tidak akan memandang manusia itu dari pangkat, derajat, harta maupun kedudukanya melainkan dari tingkat ketakwaannya. Pendidikan Islam merupakan suatu sarana dalam menanamkan nilainilai takwa kepada manusia lainnya. Sedangkan pendidikan Islam itu sendiri merupakan suatu aktifitas/usaha pendidik terhadap anak didik menuju ke arah terbentuknya kepribadian muslim yang muttakin (Sholeh, 1998: 53). Yaitu dengan menanamkan nilai-nilai takwa yang terkandung dalam Al-Quran dalam bentuk pengaktualisasian ke dalam pendidikan agama Islam. Penulis contohkan dari ayat kedua surat Al-Baqarah dijelaskan bahwasanya Al-Quran tidak diragukan lagi bahwa datang dari Allah SWT. Hidayah dan petunjuk yang terkandung didalamnyapun berasal dari Allah, termasuk kata-kata dan paramasastranya (Musthafa, 1997:60). Dan Al-Quran juga sebagai petunjuk jika dikaitkan dengan kata “muttakin” karena mengandung pengertian sebagai petunjuk menuju kebaikan. “Jadi seolah-olah orang muttakin itu menjadikan taat terhadap perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya sebagai tameng bagi dirinya terhadap siksaan Allah SWT” (Musthafa, 1997:61).
4
Al-Quran adalah kitab yang Allah telah berjanji akan menurunkannya. Karenanya seluruh isinya adalah haq dan menjadi pedoman bagi orang yang takwa (Hasbi, 1995:55). Jelas bahwa pada surat Al-Baqarah ini terkandung isyarat tentang takwa yang penjabaranya terdapat pada surat dan ayat setelahnya. Dalam dunia pendidikan seorang guru di tuntut tidak hanya harus mampu menerangkan dan menyuruh agar bertakwa saja, akan tetapi harus menanamkan nilai-nilai takwa ke dalam jiwa anak/peserta didik agar dilaksanakan dan supaya beruntung , yaitu selamat dari kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Al-Quran memiliki banyak konsep dan penjelasan yang berhubungan dengan pendidikan terutama pendidikan Islam. Sebagaimana firman Allah SWT: Artinya :”Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah di turunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Q.S.An Nahl: 44). (Depag RI, 2003: 408). Al Quran merupakan sumber dan pedoman hidup bagi seorang muslim yang mampu menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Sedangkan upaya mempelajarinya adalah kewajiban (Shihab, tt:33). Namun pedoman hidup dalam Al Quran ini hanya akan dapat dimengerti dan dipahami setelah ada pemikiran terhadap isi Al Quran itu sendiri. Menurut Fauzi An Najjar yang dikutip oleh Omar Muhammad Al Toumy Al Syaibany mengatakan bahwa pendidikan tidak akan tumbuh,
5
berkembang dan selaras dalam bidang kemajuan selagi hal itu tidak bersandar kepada pemikiran yang selalu disertai dengan pemahaman dan daya cipta dalam dunia yang selalu bertarung dengan ilmu dan teknologi (Omar, tt:33). Pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba-hamba Allah SWT (Uhbiyati, 1997:12). Untuk itu diperlukan suatu metode yang baik agar di dalam pelaksanaan pendidikan berhasil. Langkah awal dari suatu keberhasilan pendidikan adalah penanaman kesadaran akan pentingnya ketakwaan terhadap diri pribadi anak didik. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5 terdapat nilai-nilai takwa yang perlu dibahas, kemudian diterapkan dalam pendidikan Islam. Dengan demikian penulis ingin mengkaji tentang “Aktualisasi Nilai-nilai Takwa dalam Pendidikan Islam dalam Surat Al- Baqarah ayat 2-5”, Karena isyarat ayat AlQuran tersebut mengandung nilai-nilai takwa dan bagaimana aplikasinya ke dalam pendidikan Islam. Artinya : “ Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka yang bertakwa(2), (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka.(3), Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat (4), Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Al-Baqarah 2-5) (Depag Ri, 2003:8-9).
6
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Apa saja nilai-nilai takwa yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5? 2. Bagaimanakah implementasi nilai-nilai takwa surat Al-Baqarah ayat 2-5 dalam Pendidikan Agama Islam? 3. Apa manfaat implementasi nilai-nilai takwa dalam Pendidikan Agama Islam?
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui nilai-nilai takwa yang terkandung dalam surat AlBaqarah ayat 2-5. 2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai takwa surat Al-Baqarah ayat 2-5 dalam Pendidikan Agama Islam. 3. Untuk mengetahui manfaat implementasi nilai-nilai takwa dalam Pendidikan Agama Islam. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :
7
1. Secara Teoritis, diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang kedudukan takwa dalam pendidikan agama Islam. 2.
Secara praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap masyarakat dalam memahami nilai-nilai takwa yang sebenarnya.
3.
Berguna bagi pengembangan metodologi akademis dan penelitian yang dilakukan pada masa mendatang agar mudah dikerjakan karena jumlah rujukannya semakin bertambah.
E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran judul serta istilah yang ada dalam judul skripsi ini, maka perlu dikemukakan maksud dari kata-kata yang ada, agar dapat difahami dan beberapa peristilahan yang dipakainya juga perlu dibatasi terlebih dahulu. 1. Implementasi Implementasi artinya pelaksanaan atau penerapan (Depdiknas, 2001:108). Dalam kajian ini, implementasi yang dimaksud adalah perihal pengimplementasian atau penerapan nilai-nilai takwa pada surat AlBaqarah Ayat 2-5. Kemudian bagaimana aplikasinya dalam pendidikan Agama Islam. 2. Nilai-Nilai Takwa Definisi nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:690) yang diartikan sebagai harga. Namun, kalau kata tersebut sudah
8
dihubungkan dengan suatu obyek atau dipersepsi dari suatu sudut pandang tertentu, harga yang terkandung di dalamnya memiliki tafsiran yang beragam. Takwa artinya kesalehan hidup (takut kepada Tuhan dan pantang berbuat
jahat)
(Poerwadarminta,2003:998).
Mahmudah
Abdalati
menerangkan bahwa “Takwa itu menghendaki pemikiran dari akal dengan cara berpegang teguh kepada kebenaran Allah dan kebenaran hidup, penggunaan harta kekayaan dengan mempergunakan di jalan Allah dalam setiap keadaan, melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik seorang manusia untuk mengabdi kepada Allah” (Mahmudah, 1998:53). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditarik benang merahnya bahwa nilai takwa merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan Sejalan dengan perintah dan larangan dari Allah SWT. 3. Pendidikan Agama Islam Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 2000:19). Drs. M. Sholeh Noor berpendapat, “ Pendidikan Islam ialah suatu aktifitas usaha pendidik terhadap anak didik menuju ke arah terbentuknya kepribadian muslim yang muttakin” (Sholeh, 1998:52).
9
Adapun pembahasan nanti lebih terfokus kepada pendidikan Islam di lingkungan sekolah, karena mengingat pendidikan Islam sangat luas ruang lingkupnya. 4. Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 Surat Al-Baqarah (Sapi Betina) adalah surat ke dua setelah surat AlFatihah dalam susunan Al-Quran yang terdiri dari 286 ayat, termasuk dalam golongan surat-surat Madaniyyah dan merupakan surat yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surat-surat yang ada dalam Al-Quran (Depag RI, 2003:51). Adapun ayat 2-5 menerangkan tentang golongan orang mukmin (Depag RI, 2003:51). Jadi, maksud dari beberapa pengertian di atas adalah bahwasanya penulis ingin mengungkap bentuk pengaktualisasian dari konsep takwa yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5 dalam dunia pendidikan, lebih spesifik pendidikan Islam. Sedangkan pembahasannya lebih terfokus kepada pendidikan Islam di lingkungan sekolah, karena mengingat pendidikan Islam sangat luas ruang lingkupnya.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research) (Hadi, 2004:11), yang pengumpulan datanya yang diperoleh penelusuran buku-buku dan menelaahnya
dengan
10
2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologis (Moleong, 1998:9). Pendekatan ini digunakan untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya tentang takwa. 3.
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan Metode Dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, parasasti, notulen rapat, ledger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi, 1998: 245) Metode ini penulis gunakan untuk mencari data dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku Tafsir Al-Qur‟an dan Hadits serta buku-buku lain yang berkaitan dengan tema pembahasan. Kemudian hasil dari data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan makna AlQur‟an surat Al-Baqarah tentang aspek-aspek takwa.
4. Metode Analisis a. Analisis Maudhui Menurut Quraish Shihab, seperti yang dikutip oleh Noeng Muhadjir, methode maudhu‟i adalah: “Merumuskan tema masalah yang akan dibahas menghimpun menyusun dan menelaah ayat-ayat Al-Quran, dan melengkapinya dengan Hadits yang relevan, dan menyusun kesimpulan sebagai jawaban Al Quran atas masalah yang dibahas” (Muhadjir, 2000:179).
11
Metode ini penulis pergunakan untuk membahas ayat Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 2-5 , dan berupaya menghimpun ayat-ayat AlQuran yang lain dari berbagai surat yang berkaitan dengan tema yang dibahas, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. b. Analisis Deduksi Metode deduksi adalah “berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus” (Hadi, 2004:43). Penerapan metode ini misalnya penulis gunakan untuk mencari fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian akan ditarik suatu kesimpulan agar bisa lebih memahami permasalahan yang ada.
G. Telaah Pustaka Dalam penelitian ini, peneliti belum menemukan buku maupun tulisan yang secara spesifik membahas tentang aktualisasi tnilai-nilai taqwa yang bersumber pada QS. Al-Baqarah ayat 2-5. Namun peneliti menemukan beberapa skripsi yang membahas soal nilai-nilai ketaqwaan dalam Islam. Pada dasarnya urgensi dari adanya tinjauan pustaka adalah sebagai bahan auto-critic terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya, sekaligus sebagai bahan komparatif terhadap kajian terdahulu. Dari penelitian yang didapatkan ada beberapa karya ilmiah terdahulu yang patut dijadikan bahan perbandingan. Dalam tinjauan pustaka ini penulis
12
akan mendeskripsikan beberapa karya ilmiah yang mengilhami penulis dalam mengadakan penelitian. Namun bukan berarti penulis bermaksud menafikan keberadaan karya ilmiah yang lain yang tidak disebutkan dalam tinjauan dalam skripsi ini. Satu, Heru Mulyanto NIM 11105036 (2009) dengan Judul ” Strategi Pendidikan Takwa Sayyid Quthb Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an” dalam skripsi ini disimpulkan bahwa, Pendidikan formal saat ini termasuk juga pendidikan formal islam masih mengedepankan pendidikan yang hanya mengutamakan kcerdasan kognitif dan keberhasilan pendidikan saat ini masih di ukur dengan standar nilai yang ditetapkan oleh pemerintah dimana siswa hanya dituntut untuk bisa mengerjakan evaluasi yang dikeluarkan oleh pemeritah. Guru dan murid bekerja sama untuk mengerjakan soal ujian nasional bukan lagi hal yang tabu,karena kelulusan murid juga berimbas kepada image sekolah,sebelum ujian nasional dimulai murid digembleng siang malam untuk latihan menyelesaikasn soal –soal ujian sebelumnya dan ketika tiba saatnya, pihak sekolah membentuk team sukses untuk menukseskan (membantu murid) menyelesaikan soaal tersebut. Sayyid Qutb dalam tafsir fi zhilalnya menegaskan bahwa pendidikan takwa adalah pendidikan ketauhidan dimana pendidikan tidak hanya dilakukan untuk mengejar pengetahuan semata tapi pendidikan adalah sarana untuk meningkatkan keimanan kita yang berimplikasi pada tingkah laku dan pola hidup kita.pendidikan ketauhidan adalah pendidikan keterbatasan dimana
13
hidup kitaaa di batasi oleh kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan oleh agama islam yang terkadung dalam pedoman hidup umat islam yaitu Al-Qur‟an. Kembali pada Al-Quran itulah yang harus ditekankan lagi pada pendidikan di Negara Indonesia. Pendidikan Tauhid menurut Sayyid Qutub dalam pandangan h. Muchtar Fawzi adalah pendidikan yang menekankan pada akidah dan tauhid yaitu yang menekankan pada iman kepada Allah SWT beserta seluruh sifatsifatnya. Iman yang tidak hanya dalam satu aspek saja saja tetapi menyangkut semua aspek kehidupan, sayyid qutub dalam tafsir fi zhilalil qurannya terutama pada surat Al Baqarah mengatakan bahwa umat islam harus belajar pada umat-umat terdahulu dan tidak mengikuti jejak umat yang salah. Disanqa di gambarkan bagaimana umat yahudi dan nasrani melakukan pengingkaran terhadap nabi yang di utus kepada mereka buakan hanya mengingkari nabi dan ajaran yang dibawa tetapi mereka juga mengingkari Allah SWT dengan menyembah berhala. Kita hanya disuruh untuk mengikuti petunjuk yang sudah ada dalam Al-Quran tetapi kita merasa berat dan pabila ada orang yang mengikuti alquran kita mengolol-oloknya sebagai orang garis keras. Padahal ketentuan yang ada dala alquran sudah pasti adanya. Ilmu Al-Quran adalah ilmu pasti layaknya 2+2=4. ketika di akhirat nanti kita ditanya apa kitab sucimu kita akan menjawab Al-Quran tetaapi apakah jawwaban kita akan diterima begitu saja tentu tidak karena dibutuhkan satu jawaban lagi yaitu apakah kitaa sudah meng implementasiakan kitab petunjuk kita dalam kehidupan sehari-hari.
14
Seorang terdakwa saja ketika akan menjalani persidangan akan direkontruksi ulang apa yang telah dilakukannya tentu saja ketika kita ditanya nanti maka akan kembali di lihat apa yang sudah kita lakukan dengan keimanan kita terhadap Al-Quran. Kedua, Ikhsan Ariyanto NIM 11105034 (2009) dengan Judul “Konsep Pendidikan Tasawuf dan Takwa Jalan Terabas Menurut K. H. Hamim Jazuli (Gus Miek)” dalam skripsi ini dapat dijabarkan bahwa, Mistisme dalam Islam atau tepatnya tasawuf dan takwa tidak cukup dipahami dari satu sisi. Makna yang dikandungpun sangat beragam, tergantung pengalaman mistik masingmasing individu. Cara yang ditempuh setiap mistikus (sufi) sangat berbeda, tidak bisa diseragamkan. Dari perbedaan cara itu yang pasti semua mistikus berusaha meningkatkan ibadah sampai tak terhinggga melalui kearifan dan cinta kepada Yang Maha Kasih. Biasanya dilakukan dengan teknis tapa brata atau semedi yang disertai doa-doa kepada Allah. Dengan begitu para mistikus dapat menuju kegairahan sesungguhnya kepada Allah Yang Maha Tinggi. Para sufi ini dengan sekuat upaya berdasarkan pengalamannya kemudian mendalami dan mengeksplorasi jiwanya untuk sampai pada Tuhan. Kuncinya, ada pada keridloan Allah SWT. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa penelitian-penelitian saat ini, berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena tulisan ini hendak mengungkap aktualisasi nilai takwa dalam Pendidikan Agama Islam (Analisis Surat Al-Baqarah Ayat 2-5).
15
Selain karya-karya ilmiah di atas, penulis juga mengawali kajian dalam penelitian ini berangkat dari konsepsi Al-Quran surat al-Baqarah ayat 2-5 yang berisi tentang ciri-ciri orang yang bertakwa yang akan selalu mendapatkan keuntungan. Untuk itu secara lebih jelasnya, penulisan bukubuku yang dimaksud akan diuraikan berikut ini. Hal ini untuk mengetahui posisi studi ini di antara sekian banyak studi yang telah ada. Pertama, Tafsir Al-Quran. Yaitu tafsir An-Nur karya T.M. Hasbi Ash Shiddieqy (2001), Tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi (tt.) maupun dari Al-Quran dan terjemahnya yang berisi tentang takwa pada umumnya dan surat al-Baqarah ayat 2-5 pada khususnya. Kedua, Islam Suatu Kepastian. Buku ini ditulis oleh Mahmudah Abdalati yang diterjemahkan oleh Nasmay Lofita Anas, MTA cetakan ke-2 yang terbit pada tahun 2000. Pembahasan pada buku ini masih bersifat umum, maksudnya membahas tentang konsep Islam secara umum yang berisi tentang ketakwaan, kebajikan dan keimanan dengan pengertian yang sesungguhnya saling berhubungan satu dengan lainnya dan sama sekali tidak dapat dipisahkan satu persatu. Ketiga, Falsafah Pendidikan Islam. Buku karya Omar Mohammad AlToumy Al-Syaibany yang diterjemahkan oleh DR. Hasan Langgulung dari judul asli Falsafatut Tarbiyyah Al Islamiyah cetakan ke-3 yang terbit pada tahun 2004 yang pada dasarnya membicarakan secara ringkas tentang konsep dan prinsip-prinsip pendidikan Islam yang meliputi tujuan-tujuan kurikulum, metode belajar, metode mengajar, cara memperlakukan murid-murid,
16
kewajiban-kewajiban dan hak-hak guru dan murid-murid dalam pendidikan Islam. Dari buku-buku dan karya tulis di atas tampaklah bahwasanya kajian tentang takwa dan pendidikan Islam masih bersifat umum dan belum ada penjabaran tentang implikasi takwa dalam pendidikan Islam yang kongkrit. Dengan demikian studi ini menurut penulis memiliki spesifikasi
yaitu
mengkaji aktualisasi konsep Al-Quran dalam Pendidikan Agama Islam.
H. Sistematika Penulisan Skripsi Adapun sistematika yang penulis pergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan gambaran umum tentang pembahasan skripsi yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, telaah pustaka, dan sistematika penulisan skripsi Bab II Kajian Pustaka. Bab ini akan membahas tentang takwa dan pendidikan Islam. Takwa terdiri dari dua sub pokok bahasan yaitu pengertian, tujuan takwa dalam Islam dan dasar utama takwa. Pendidikan Agama Islam, pembahasan ini terdiri dari tiga sub pokok bahasan yaitu pengertian Pendidikan Agama Islam, dasar Pendidikan Agama Islam, dan tujuan pendidikan Agama Islam. Takwa dalam Pendidikan Agama Islam Bab III Nilai-Nilai Takwa dalam Surat Al-Baqarah Ayat 2-5. Bab ini akan membahas nilai-nilai takwa dalam Surat Al-Baqarah ayat 2-5 yang
17
meliputi penjelasan ayat 2-5 Surat Al-Baqarah, isi dan kandungan surat AlBaqarah ayat 2-5, yang meliputi dua sub pokok bahasan yaitu, pendapat mufasir tentang kandungan surat Al-Baqarah, nilai-nilai takwa surat AlBaqarah ayat 2-5. Sasaran-sasaran takwa dalam surat Al- Baqarah ayat 2-5. Penerapan takwa dalam Pendidikan Islam, yang terdiri dari dua sub pokok bahasan yaitu penerapan takwa dalam materi pokok kurikulum Pendidikan Agama Islam dan penerapan takwa dalam proses belajar mengajar. Bab IV Implentasi Nilai–Nilai Takwa dalam Pendidikan Islam. Pada bab ini merupakan bab analisis, yang meliputi hubungan antara takwa dan pendidikan. Pembinaaan ketakwaan dalam pendidikan Islam. Aplikasi nilainilai takwa surat Al-Baqarah ayat 2-5 dalam pendidikan Islam di lingkungan sekolah. Bab V Penutup. Bab ini merupakan bab penutup, yang meliputi Kesimpulan, Saran-saran dan kata penutup.
18
BAB II
TAKWA DAN PENDIDIKAN ISLAM
A. TAKWA 1. Pengertian Kata takwa ( )الّتَقْوَىdalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja ) ( َوقَيyang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung (Yunus, 2005:78). Menurut Abdullah Abdalati berpendapat bahwa Takwa itu menghendaki pemikiran yang berasal dari akal, dengan cara berpegang teguh kepada kebenaran Allah, menggunakan kekayaan dengan mempergunakannya di jalan Allah dalam setiap keadaan, melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik seseorang manusia untuk mengabdi kepada Allah (Abdalati, 2000:53). Definisi takwa menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqi yaitu: a. Takwa menurut bahasa: “ menjaga diri dari sesuatu yang ditakuti”. b. Takwa pada pengertian syara’: “Tiada meninggalkan sesuatu yang lazim dikerjakan dengan menggunakan segala kesanggupannya (Shiddieqi, 2001:705). Sedangkan menurut Hamka menjelaskan bahwa: “Kalimat takwa diambil dari rumpun kata wiqoyah yang berarti memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai 18
19
terperosot kepada sesuatu perbuatan yang tidak diridloi oleh Tuhan" (Hamka, 2004:122-123). Dalam Kamus Istilah Fikih, definisi Takwa adalah rasa takut dan khawatir yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan melaksanakan perintah-perintah Allah SWT. dan menjauhi larangan-larangan-Nya “Imtitsaalul awaamir wajtinaabun nawaah” (yaitu melaksanakan perintah sesuai dengan contoh dan menghindari segala laranganlarangan) (Mujieb, 1994:370). Dari pengertian takwa di atas dapat disimpulkan bahwa takwa merupakan bentuk tindakan sadar yang berupa memelihara atau menjaga diri agar terhindar dari kemurkaan Allah SWT. serta siksaan-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri dari segala larangan-Nya. Dalam melaksanakan perintah dan menjauhkan diri dari segala larangan tidak dapat dilakukan dengan setengah-setengah, tetapi harus konsisten untuk terus dilaksanakan (‘adah) dan didasari dengan kemauan (iradah) yang kuat sehingga menghasilkan kesadaran dalam diri untuk melaksanakannya. Dari ungkapan tadi perlu dijelaskan apa yang di maksud dengan ‘adah dan ‘iradah. Menurut Rachmat Djatnika yang dimaksud dengan ‘adah adalah bahwa perbuatan ini selalu diulang-ulang, sedang mengerjakannya dengan syarat ada kecenderungan hati kepadanya dan adanya
20
pengulangan yang cukup banyak sehingga mengerjakannya tanpa memerlukan pemikiran lagi. Sedangkan Yang dimaksud dengan ‘iradah adalah menangnya keinginan manusia setelah dia bimbang. Adapun proses ‘iradah itu adalah sebagai berikut: a. Timbul keinginan-keinginan setelah ada stimulan-stimulan melalui indra-indranya. b. Timbul kebimbangan, mana yang harus dipilih di antara keinginankeinginan yang banyak itu, dengan perkataan lain mana yang harus dilakukan. Karena tidak mungkin mengerjakan semua keinginan dalam satu waktu yang sama. c. Mengambil keputusan, menentukan keinginan yang dipilih di antara keinginan yang banyak itu, keinginan yang dimenangkan inilah yang disebut iradah (Djatnika, 1996:26). Apabila suatu perbuatan itu terjadi tanpa disengaja atau kebetulan saja dia berbuat baik, hal ini tidak bisa dikatakan takwa. Demikian juga kemauan yang mendorong untuk melakukan sesuatu sekali saja atau hanya beberapa kali yang belum menjadi adat kebiasaan, hal ini juga tidak bisa dikategorikan sebagai takwa. Kesimpulan dari beberapa pengertian takwa di atas adalah bahwa kemauan yang dilaksanakan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan yang kontinue dilaksanakan itulah yang dinamakan takwa. Bisa dicontohkan seseorang yang membiasakan diri melaksanakan salat lima waktu secara terus menerus inilah yang dikatakan takwa. Sedangkan salat yang dilaksanakan hanya beberapa kali saja tidak dapat dikatakan sebagai takwa.
2. Tujuan Takwa dalam Islam Tujuan takwa dalam Islam adalah selamatnya jiwa/diri manusia dari azab Allah baik di dunia maupun di akhirat. Takwa itu berisi tingkah laku yang baik, indah, mulia dan terpuji serta menghindari yang
21
jelek, hina dan tercela kemudian dapat mengetahui batas antara yang baik dan yang buruk serta melaksanakannya dengan sepenuh hati dan penuh kesadaran dengan melaksanakan yang diperintah dan menghindari segala yang dilarang, dan inilah yang disebut takwa sebenar-benar takwa.
Aktualisasi takwa sering dikatakan dengan akhlak atau ihsan. Karena dalam Islam, ihsan itu mengandung maksud berbuat dengan sebaik-baiknya (the best action). Takwa dalam agama Islam adalah melaksanakan kewajibankewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak kepada yang berhak baik yang berhubungan dengan Allah SWT. maupun yang berhubungan dengan makhluk, diri sendiri, orang lain dan lingkungannya, dengan sebaik-baiknya seakan-akan melihat Allah dan apabila tidak bisa melihat Allah harus yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatnya, sehingga perbuatan itu benar-benar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan kesemuanya itu di dasari iman dan taqarrub kepada Allah SWT (Djatnika, 1996:24).
Puncak (tujuan) berakhlak itu adalah guna memperoleh : a. Irsyad: dapat membedakan antara amal yang baik dan yang buruk. b. Taufiq: perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. dan dengan akal yang sehat. c. Hidayah: Gemar melakukan yang baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela (Barmawie, 2004:3).
22
Dalam gambaran uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan takwa dalam Islam adalah untuk terbinanya akhlak terpuji dan mulia sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dan agar tercapainya kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
3. Dasar Utama Takwa Dasar utama takwa tidak dapat dipisahkan dari sumber atau dasar kehidupan manusia yang hakiki. Di mana umat Islam memiliki dua pedoman kehidupan yang bersumber dari Allah SWT., dan Rasul-Nya, yakni Al-Quran dan Al-Hadits, Jadi sumber utama takwa adalah Al-Quran dan Al-Hadits. a. Al-Quran Al-Quran menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca, Al-Quran adalah mazdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yakni maqru: yang dibaca (Shiddieqy, 2001:1). Sedangkan menurut istilah Al-Quran adalah “wahyu Illahi yang diturunkan kepada Muhammad SAW. yang telah disampaikan kepada kita umatnya dengan jalan mutawatir, dan di hukum kafir orang yang mengingkarinya (Shiddieqy, 2001:3). Al-Quran menurut Mohd. Raja Hanafi Abd. Mutajalli yang dikutip oleh Omar Mohammad Al-Toumi Al-Syaibany adalah : “Al-Quran adalah Firman (kalam) Allah yang berfungsi sebagai mukjizat, yang diturunkan kepada pungkasan para Nabi dan Rasul, dengan perantara malaikat Jibril AS, yang tertulis pada mushaf-mushaf, diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir, membacanya terhitung ibadah, diawali Surat Fatihah dan ditutup dengan Surat An-Nas” (AlSyaibany 2004:427).
23
Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia, di dalamnya
memuat
berbagai
masalah
kehidupan
manusia.
Diantaranya bagaimana mendidik dan membina manusia agar berperilaku yang baik sebagai khalifah (kuasa/wakil) Tuhan di bumi dengan baik. Karena hakekat wujud manusia dalam kehidupan ini adalah melaksanakan tugas sebagai khalifah, membangun dan mengolah dunia ini menjadi sesuai kehendak Illahi. Karenanya ditetapkanlah tujuan hidupnya yakni mengabdi kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT.:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan Jin dan manusia melainkan untuk beribadah”. (QS. Adz-Dzariat: 56) (Depag, 2003:862).
Dari ayat di atas, bahwasanya tujuan Allah SWT. menciptakan jin dan manusia tidak lain untuk beribadah kepada-Nya. Dari sinilah konsep awal dari pendidikan takwa yang diajarkan Allah SWT kepada manusia. Adanya pengabdian makhluk kepada al-Khalik. Al-Quran merupakan sumber petunjuk awal dalam pembinaan ketakwaan.
24
Petunjuk Al-Quran, sebagaimana dikemukakan Mahmud Syaltut, yang dikutip oleh Hery Noor Aly, dapat dikelompokkan menjadi tiga pokok yang disebutnya sebagai maksud-maksud AlQuran, yaitu: 1) Petunjuk tentang akidah dan kepercayan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan dan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. 2) Petunjuk
mengenai
menerangkan
syariat
dan
hukum
dengan
jalan
dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dan hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. 3) Petunjuk
mengenai
akhlak
yang
murni
dengan
jalan
menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif (Aly, 1999:33). Petunjuk mengenai pelaksanaan takwa di dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya:
.
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik ...”. (QS. Al-Ahzab:21) (Depag, 2003:670).
25
Dari dalil ini dapat diketahui bahwa Rasulullah SAW. adalah suri tauladan bagi seluruh manusia. Karena segala tingkah lakunya selalu
mencerminkan
ketakwaan,
dan
diharapkan
umatnya
mencontoh perbuatan atau tingkah laku yang amat mulia tersebut, karena beliau memiliki budi pekerti yang agung. Sebagaimana firman-Nya: .
Artinya : “Dan kamu sesungguhnya benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam: 4) (Depag, 2003:960). b. Al-Hadits Al-Quran disampaikan oleh Rasulullah SAW. kepada umatnya dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah atau dikurangi. Selanjutnya manusialah yang harus berusaha memahami, menerima, kemudian mengamalkannya. Sering kali manusia kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima AlQuran. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulullah SAW. yang memang diberi otoritas tersebut. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT. di bawah ini : .
26
Artinya : “….dan Kami turunkan al-Dzikr (Al-Quran) agar kamu menerangkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir” (QS. An-Nahl: 44) (Depag, 2003:408).
Penjelasan Nabi kepada para sahabat-sahabatnya inilah yang disebut hadits atau sunnah, yang secara bahasa berarti al-thariqah, jalan, dan dalam hubungan dengan Rasulullah SAW. berarti sebagai segala perkataan, perbuatan dan ketetapannya. Fungsi Al-Sunnah terhadap Al-Quran di antaranya yaitu: 1) Menetapkan Hukum yang Terdapat di dalam Al-Quran Ini tidak berarti bahwa hadits atau sunnah itu menguatkan Al-Quran, namun menunjukkan bahwa masalahmasalah yang terdapat dalam Al-Quran dan juga di dalam hadits atau sunnah itu sangat penting untuk diimani, dijalankan dan dijadikan pedoman dasar setiap muslim (Abuddin, 1994:175). Masalah-masalah yang ada dalam Al-Quran dan dikemukakan
pula dalam Al-Sunnah di antaranya kewajiban
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana terdapat dalam surat A-A’raf ayat 158 yang berbunyi :
27
.
Artinya : ”… maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al-A’raf: 158) (Depag, 2003:247). 2) Hadits Berfungsi sebagai Bayan atau Penafsir Al-Quran Ulama ahli atsar menerangkan bahwa keterangan atau penjelasan sunnah terhadap Al-Quran ada beberapa macam, di antaranya ialah: a) Bayan Tafsil Yang dimaksud dengan bayan tafsil sini adalah bahwa
Al-Sunnah
itu
menjelaskan
atau
memperinci
kemujmalan Al-Quran, karena Al-Quran bersifat mujmal (global) (Abuddin, 1994:178). b) Bayan Takhsish Di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang bersifat umum. Dalam keadaan ayat serupa itu datang hadits memberikan penjelasan tentang kekhususannya (Abuddin, 1994:179).
28
c) Bayan Ta’yin Yang dimaksud bayan ta’yin adalah bahwa AlSunnah berfungsi menentukan mana yang dimaksud
di
antara dua atau tiga perkara yang mungkin dimaksudkan dalam Al-Quran (Abuddin, 1994:180). d) Bayan Nazakh Al-Sunnah juga berfungsi menjelaskan mana ayat yang menasakh (menghapus) dan mana yang dimansukh (dihapus) yang secara lahiriyah bertentangan. Nasakh Bayan ini juga sering disebut bayan tabdil (mengganti suatu hukum atau menghapuskannya) (Abuddin, 1994:180). Dengan demikian Al-Sunnah berkedudukan sebagai penjelas bagi Al-Quran. Rasulullah SAW. sebagai suri tauladan bagi seluruh manusia dan diharapkan umat-Nya untuk mencontoh perbuatan beliau, dalam arti kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya Sebagaimana firman Allah SWT. :
.
29
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-Nisa’: 59) (Depag, 2003:128).
Dari uraian di atas Al-Quran dan Al-Sunnah merupakan sumber utama takwa, karena kedua sumber tersebut banyak menerangkan tata cara dan perintah untuk bertakwa guna tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akherat.
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian dan Macam-macam Pendidikan Islam Pendidikan merupakan persoalan yang penting dan menjadi tumpuan serta harapan dalam mengembangkan setiap individu dan tentunya akan merambah pada kehidupan di masyarakat. Dari hal tersebut bisa dilihat bahwa pendidikan menjadi salah satu faktor penting bagi kemajuan pebuah peradaban, pengembangan masyarakat, dan membuat generasi muda mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat secara luas.
30
a. Tinjauan Bahasa Untuk mengetahui lebih mendetail tentang pendidikan Islam, akan peneliti jelaskan lebih dahulu pengertian atau hakekat dari pendidikan Islam itu sendiri. Pendidikan Islam berasal dari dua kata, yaitu pendidikan dan Islam. Dalam mengkaji pengertian pendidikan dari sudut pandang ajaran Islam, maka dari segi bahasa kita bisa melihat arti pendidikan dari bahasa arab karena ajaran Islam diturunkan dalam bahasa Arab. Ada tiga
istilah yang erat pengertiannya dengan pendidikan dalam bahasa Arab yaitu َ( رَةRabba), َ( عَّلَمAllama) dan َ( اَّدَةAddaba). 1) َ( رَّبRabbaa) Tarbiyah (ٌ )تَرْبِيَةadalah Masdar dari ( )رَبَيartinya pendidikan. Rabbaa memiliki beberapa arti antara lain: mengasuh, mendidik, memelihara. Disamping Rabbaa ada kata-kata yang serumpun dengannya yaitu Rabba (َ )رَةartinya memiliki, memimpin, memperbaiki, menambah. Rabaa ( )رَبَبartinya tumbuh, berkembang. Sedangkan “Pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah ُالّتَرْبِيَة ُ( االِْسّْلَمِيَةDarajat, 1996: 25). Kata kerja َ رَةsudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Seperti dalam firman Allah SWT. Surat Al-Isra’ ayat 24 sebagai berikut:
31
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (Depag, 2005: 284). 2) َعّلَم َ (Allama) Kata lain yang berkaitan dengan pendidikan adalah ُتَعّْلِيْم dengan kata kerjanya َ عَّلَمyang artinya adalah pengajaran (Darajat, 1996: 26). Seperti dalam Firman Allah SWT. surat An-Naml ayat 16 sebagai berikut: Artinya: “Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud dan Dia berkata (Sulaiman) : "Hai manusia, Kami telah diberi pengertian tentang suara burung“ (Depag, 2005: 378). Kata َ عَّلَمpada ayat di atas mengandung pengertian sekedar memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan. Lain halnya dengan َ رَةyang jelas terkandung makna pembinaan, pimpinan, pemeliharaan dan sebaginya. 3) َ( اَّدَّبAddaba) َ اَّدَّبyang masdarnya تَأّْدِيْبًبjuga diartikan mendidik yang lebih tertuju pada penyempurnaan akhlak budi pekerti (Darajat, 1996: 26).
32
b. Tinjauan Istilah Ada beragam penafsiran terhadap arti dari pendidikan, namun dari beberapa definisi pendidikan yang peneliti peroleh, ada kesamaan yang cukup mendasar. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan memfokuskan pada satu definisi yang diberikan oleh Ahmad Tafsir yang mengartikan bahwa pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam semua aspek kehidupan dalam arti pendidikan yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, pendidikan oleh guru atau orang lain dan mencakup seluruh aspek jasmani, rohani, akal, dan hati (Tafsir, 2008: 26). Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami pada masa sekarang, dimana proses pendidikan berlangsung dalam waktu tertentu dan dalam tempat tertentu yang berbentuk sebuah lembaga atau institusi, memang belum terdapat pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun usaha yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih ketrampilan berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi Muslim itu telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang (Darajat, 1996: 27). Pendidikan Islam lebih ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri
33
sendiri maupun untuk kepentingan sosial dan tidak hanya bersifat teoritis saja (Darajat, 1996: 28). Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal. Ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi dan masyarakat menuju kesejahteraan individu dan masyarakat secara luas, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha bimbingan dan perkembangan baik jasmani maupun rohani berdasarkan nilai-nilai Islam dan tauhid sebagai upaya untuk membentuk kepribadian yang utama sesuai norma dan ajaran yang ada dalam Islam. Pada garis besarnya karena manusia adalah satu kesatuan antara jiwa dan raga maka ilmu pendidikan dapat dibagi menjadi dua, yaitu jasmani dan rohani (Muslim, 1998:12). Adapun pendidikan rohani terbagi menjadi bidang-bidang seperti; Ke-Tuhanan, Kecerdasan fikir, Budi pekerti/pendidikan akhlak dan pendidikan keindahan. Sedangkan pendidikan jasmani terbagi atas tiga hal yaitu pendidikan keluarga, masyarakat dan sekolah. Untuk itulah maka pendidikan itu harus selaras dan seimbang antara jasmani dan rohani, agar perkembangan atau perubahan yang
34
diharapkan dapat sesuai yang diharapkan, yaitu terciptanya manusia yang bertubuh sehat dan berakal cerdas yang didasari dengan keimanan dan ketakwaan yang baik. 2. Dasar Pendidikan Islam Yang dimaksud dengan dasar pendidikan ialah pandangan yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan baik dalam rangka penyusunan teori perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Dasar harus selalu ada dalam suatu bangunan. Tanpa dasar bangunan tidak akan ada. Diibaratkan sebuah pohon, dasar adalah akarnya, dan tanpa akar tersebut niscaya pohon akan roboh dan mati. Ketika mati bukan lagi pohon namanya, tetapi kayu. Maka tanpa akar, pohon tidak pernah akan ada. Kalimat la ilaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah) yang merupakan ekspresi terdalam keimanan seorang mukmin digambarkan oleh Allah SWT. sebagai dasar yang melahirkan cabang-cabang yang berupa amal saleh (Aly, 1999:30). Sebagaimana firman Allah SWT. . .
Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
35
langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat perumpamaanperumpamaan itu untuk manusia supaya mereka ingat”. (QS. Ibrahim: 24-25) (Depag, 2003:383-384). Dasar ilmu pendidikan adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber pada Al-Quran, sunnah Rasulullah SAW. (selanjutnya disebut sunnah) dan ra’yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Artinya Al-Quran harus digunakan terlebih dahulu. Apabila suatu ajaran atau penjelasannya tidak ditemukan di dalam Al-Quran maka harus dicari dalam sunnah, apabila juga tidak ditemukan di dalam sunnah, barulah digunakan ra’yu. Sunnah tidak akan bertentangan dengan Al-Quran dan ra’yu tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah (Aly, 1999:30-31). 3. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pendidikan Islam ialah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana individu itu hidup (Ahmadi, 1998:59). Menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, tujuantujuan pendidikan Islam menuntut adanya perubahan-perubahan yang diinginkan pada tiga bidang-bidang asasi yaitu :
36
a. Tujuan–tujuan individuil yang berkaitan dengan individu – individu, pelajar (learning)
dan dengan pribadi mereka
dan apa yang
berkaitan dengan individu – individu tersebut pada perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya dan pada pertumbuhan
yang
diingini pada pribadi mereka, dan pada
persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan akherat. b.Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya dan dengan apa yang berkaitan dengan kehidupan ini tentang perubahan yang diingini, dan perubahan, memperkaya pengalaman, dan kemajuan yang diinginkan. c.Tujuan–tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai profesi, dan sebagai aktivitas di antara aktivitas- aktivitas masyarakat (Al-Syaibany: 1999:399). Adapun menurut Ahmad D. Marimba tujuan terakhir pendidikan Islam ialah terbentuknya kepribadian muslim (Marimba, 2005:49). Yang dimaksud dengan kepribadian muslim menurut Drs. Ahmad D. Marimba ialah “kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam
37
dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam” (Marimba, 2005:23). Tujuan pendidikan Islam harus selaras dengan tujuan di ciptakannya manusia oleh Allah SWT., yaitu menjadi hamba Allah SWT. yang dengan kepribadian muttakin. Hamba yang paling mulia di sisi Allah Swt. adalah yang paling takwa. Sebagaimana firman-Nya: . Artinya : “... Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. AlHujurat: 13) (Depag, 2003:847). Dengan ayat tersebut, maka ketakwaan harus menjadi tujuan pendidikan Islam. Dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya anak didik menjadi hamba Allah SWT. yang takwa dan bertanggungjawab melaksanakan pekerjaan duniawi dan ukhrowi.
C. Takwa Dalam Pendidikan Islam Berangkat dari definisi pendidikan di atas, yaitu usaha bimbingan dan perkembangan jasmani rohani berdasarkan nilai-nilai Islam dan tauhid untuk membentuk kepribadian yang utama (muttaqin), maka takwa adalah perwujudan dari pendidikan Islam itu sendiri. Mendidik anak dengan
38
menumbuhkan kemampuan bertakwa yang diaplikasikan dalam perbuatan yang disebut akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu pendidikan agama merupakan landasan bagi pencapaian tujuan dalam bertakwa tersebut. Pendidikan Islam sebagai sarana pembentukan pribadi anak didik yang takwa yaitu yang berakhlak mulia.
Pendidikan Islam harus bersifat merubah anak didiknya ke tingkat kedewasaan dan bertanggung jawab secara moril, untuk terbentuknya kepribadian yang bernilai akhlak tinggi. Karena pendidikan Islam berasaskan ikhlas dan takwa, dengan membentuk anak didiknya menjadi seorang yang berilmu sempurna, berakhlak baik, beramal sholeh, dan berjiwa besar (Barmawie, 1995:84). Kedudukan takwa dalam pendidikan Islam identik dengan pelaksanaan agama (dien) Islam itu sendiri dalam segala bidang kehidupan. Dalam berakhlak Islamiyah, melaksanakan ajaran agama Islam, menjalani shirat al mustaqim, jalan yang lurus terdiri dari iman, Islam dan Ihsan. Untuk itu sambil kita berusaha di jalan yang lurus itu kita diperintahkan untuk selalu memohon taufiq dan inayah-Nya agar kita tidak keliru dalam menjalaninya, agar kita terlepas berjalan di atas rel agama itu (Djatnika, 1996:22). Karena kita sadar bahwa pendidikan hanyalah satu proses atau usaha yang mana kesemuanya itu memerlukan bimbingan dan petujuk dari Allah SWT.
Inilah kiranya yang dimaksud dengan bacaan dan permohonan kita, bahwa kita selalu memohon bimbingan, petunjuk ke jalan yang lurus, sebagaimana yang selalu kita mohonkan dalam setiap rakaat bacaan AlFatihah : . .
39
Artinya : “Bimbinglah kami ke jalan yang lurus (ialah) jalan yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka. Dan bukan jalan yang Engkau murkai dan bukan jalan yang tersesat”. (QS. Al-Fatihah : 6-7) (Depag, 20053:6).
Hidayah taufik dan inayah ini sebagai hidayah yang ada pada kekuasaan Allah. Yang Allah berkuasa untuk memberikan atau tidak memberikannya. Walaupun setiap orang tua atau guru berusaha mendidik anak didiknya, namun keberhasilan usaha mendidik itu sepenuhnya ada pada kekuasan Tuhan. Karena itu, di samping berusaha mendidik dan memberi contoh akhlak
yang baik terhadap anak didik, juga supaya berdoa, memohon
kepada Allah SWT. agar disukseskan dalam usaha itu. Sebab keberhasilan segala usaha sepenuhnya di tangan Allah SWT., dan kewajiban manusia adalah berusaha. Pendidikan agama Islam menjadi hal yang mutlak untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan Pendidikan Agama Islam dapat dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, linkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. 1. Penddidikan Agama Islam dalam Keluarga Pendidikan agama dalam keluarga menempati posisi yang strategis di tengah-tengah kehidupan keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan yang masih memiliki hubungan darah. Pendidikan adalah
usaha
sadar
dan
terencana
suapaya
anak
didik bisa
40
mengembangkan potensi dirinya ke arah yang lebih baik. Untuk menuju ke arah tersebut, agama merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian. Agama perlu dikenalkan kepada seluruh angota keluarga, terutama kepada anak sejak masih dini bahkan ketika masih dalam kandungan (Noor, 2005:34). Pendidkan agama dalam keluarga bisa melalui kebiasaankebiasaan baik maupun melalui perilaku baik yang dilaksanakan oleh seluruh anggorta keluarga, terutama ayah dan ibu. Dengan adanya pendididikan agama dalam keluarga diharapkan anak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna dan insan saleh di kemudian hari. Anak-anak mempunyai potensi yang maha besar untuk dikembangkan bahkan di kemudian hari karena merekalah yang akan mengukir sejarah hidup baru. Kehidupan manusia di kemudian hari ditentukan dengan bagaimana pendidikan anak pada saat ini (Mufidah, 2004:45). Pendidikan agama dalam keluarga dicontokan oleh Nabi Muhammad saw. Sebagai pendidik dan pembawa risalah, beliau mengajak dan mendidik keluarganya, maka muncullah kaum muslimin yang pertama kali menerima pendidikan darinya, yaitu Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalih, Zaid bin Harits, Abu Bakar al-Shiddik, dan lain-lain. Selanjutnya beliau mendidik kepada keluarga dekat dan anggota masyarakat lainnya (za#man, 2008:79).
41
Di dalam keluarga, pendidikan dan pengamalan agama mutlak diperlukan karena dengan agama, pikiran menjadi tenang, hati merasa tentram, dan keluarga pun menjadi bahagia. Sebaliknya bila tidak disertai dengan agama, hidup terasa hampa dan gersang bagaikan hutan yang habis dilalap api. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak dengan pengetahuan agama yang baik. Ia pun mempunyai tanggung jawab penuh dalam pendidikan dan pengamalan agama bagi seluruh anggota keluarganya. Islam sangat memperhatikan tanggung jawab yang satu ini, memerintahkan orang tua untuk memikul tanggung jawabnya dan memberi peringatan bagi yang lalai menjalankan kewajibannya. Sebagaimana Firman Allah swt. dalam Q.S; al-Tahrim ayat 6 sebagai berikut
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S; al-Tahrim;6) (Depag, 2003:345). Memelihara keluarga berarti mendidik dan mengajar mereka untuk taat kepada Allah Swt. Ketaatan ini antara lain membaca al-Qur’an bersama, sekali-kali shalat berjama’ah di rumah, makan bersama dengan do’a sebelum dan sesudahnya, dan sebagainya. Akan terasa indah dan
42
nikmat hidup bersama keluarga, bagaikan hidup di syurga, bila dihiasi dengan ajaran agama. Tanggung jawab ini merupakan persoalan besar yang penting karena pendidikan agama adalah salah satunya jalan untuk lebih mengenal dan berbakti kepada Allah SWT. Misalnya ketika seorang istri yang sedang hamil, sebuah keluarga yang memiliki sikap keberagamaan yang baik akan berbeda dengan keluarga yang minim pengetahuan agamanya. Seorang istri yang mengerti agama, akan mengetahui bahwa mendidik anak bukan hanya dimulai sejak anak lahir ke dunia tetapi ketika di dalam kandungan pun, calon ayah dana ibu mulai mendidikanya. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan ibu hamil merupakan pendidikan bagi sang janin. Oleh karena, perbuatan baik yang dilakukan ibu hamil merupakan pendidikan baik bagi janinnya, begitu pula perbuatan jelek yang dilakukan olehnya merupakan pendidikan jelek bagi janinnya. Dengan demikian, ibu yang sedang hamil sebaiknya memperbanyak kebaikan dan menghindari perbuatan yang kurang baik. 2. Penddidikan Agama Islam dalam Sekolah Pengembangan pendidikan agama Islam pada sekolah mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) terutama pada standar isi, standar proses pembelajaran, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana pendidikan (Depdiknas, 2006:76).
43
Pengembangan pendidikan agama Islam pada sekolah juga mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, bahwa pendidikan Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, pertama, pendidikan agama diselenggarakan dalam bentuk pendidikan agama Islam di satuan pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan. Kedua, pendidikan umum berciri Islam pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal dan non formal, serta informal. Ketiga, pendidikan keagamaan Islam pada berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok pesantren yang diselenggarakan pada jalur formal, dan non formal, serta informal (Depdiknas, 2009:34). Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam pada sekolah diarahkan pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan agama Islam pada sekolah dengan perkembangan kondisi lingkungan lokal, nasional, dan global, serta kebutuhan peserta didik. Kegiatan dalam rangka pengembangan kurikulum adalah pembinaan atas satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam tingkat satuan pendidikan. Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah yang sedang berlangsung belum semuanya memenuhi harapan kita sebagai umat Islam mengingat kondisi dan kendala yang dihadapi, maka diperlukan
44
pedoman dan pegangan dalam membina pendidikan agama Islam. Ini semua mengacu pada usaha strategis pada rencana strategis kebijakan umum Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam Departemen Agama yaitu peningkatan mutu khusus mengenai pendidikan agama Islam di sekolah, peningkatan mutu itu sendiri terkait dengan bagaimana kualitas hasil pembelajaran pendidikan agama Islam pada peserta didik yang mengikuti pendidikan di sekolah. Mutu itu sendiri sebetulnya sesuatu yang memenuhi harapan-harapan kita. Artinya kalau pendidikan itu bermutu hasilnya memenuhi harapan-harapan dan keinginan-keinginan kita. Kita bukan hanya sebagai pengelola, tetapi juga sebagai pelaksana bersama
semua
pemangku
kepentingan
(stakeholder)
termasuk
masyarakat, orang tua. Dalam kenyataan pendidikan agama Islam di sekolah masih banyak hal yang belum memenuhi harapan (Depag, 2009:77). Misalnya kalau guru memberikan pendidikan agama Islam kepada peserta didik, maka tentu yang kita inginkan adalah peserta didik bukan hanya mengerti tetapi juga dapat melaksanakan praktek-praktek ajaran Islam baik yang bersifat pokok untuk dirinya maupun yang bersifat kemasyarakatan. Karena di dalam pendidikan agama Islam bukan hanya memperhatikan aspek kognitif saja, tetapi juga sikap dan keterampilan peserta didik.
45
Peserta didik yang mendapatkan nilai kognitifnya bagus belum bisa dikatakan telah berhasil jika nikai sikap dan keterampilannya kurang. Begitu pula sebaliknya, jika sikap dan/atau keterampilannya bagus tetapi kognitifnya kurang, belum bisa dikatakan pendidikan agama Islam itu berhasil. Inilah yang belum memenuhi harapan dan keinginan kita. Contoh lainnya, hampir sebagian besar umat Islam menginginkan peserta didiknya bisa membaca Al Quran, namun bisakah orang tua mengandalkan kepada sekolah agar peserta didiknya bisa membaca Al Quran, praktek pendidikan agama Islam di sekolah, bisa mengerti dan mampu melaksanakan pokok-pokok ajaran agama atau kewajibankewajiban ‘ainiyah seperti syarat dan rukun shalat. Maka sekolah nampaknya belum bisa memberikan harapan itu karena terbatasnya waktu alokasi atau jam pelajaran di sekolah (Mahrus, 2005:19). Penyelenggaraan pendidikan agama Islam di sekolah penuh tantangan, karena secara formal penyelenggaraan pendidikan Islam di sekolah hanya 2 jam pelajaran per minggu. Jadi apa yang bisa mereka peroleh dalam pendidikan yang hanya 2 jam pelajaran. Jika sebatas hanya memberikan pengajaran agama Islam yang lebih menekankan aspek kognitif, mungkin guru bisa melakukannya, tetapi kalau memberikan pendidikan yang meliputi tidak hanya kognitif tetapi juga sikap dan keterampilan, guru akan mengalami kesulitan. Kita tahu bahwa sekarang di kota-kota pada umumnya mengandalkan pendidikan Islam di
46
sekolah saja, karena orang-orangnya sibuk dan jarang sekali tempattempat yang memungkinan mereka belajar agama Islam. Jadi guru ini kalau dipercaya untuk mendidik pendidikan agama Islam di sekolah, keislaman mereka ini adalah tanggung jawab moral. Oleh karena itu jangan hanya mengandalkan guru-guru yang hanya mengajar di sekolah saja, akan lebih baik apabila menciptakan berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang memungkinkan mereka bisa belajar agama Islam lebih banyak lagi. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah bagi peserta didik mengandalkan pendidikan agamanya hanya dari sekolah. Namun bagi peserta didik yang tinggal di daerah yang ada madrasah diniyah atau pesantren mengikuti pendidikan agama Islam di sekolah tidak terlalu banyak menghadapi masalah, karena mereka bisa sekolah dan bisa juga belajar agama Islam di diniyah atau pesantren. Tetapi kondisi semacam ini pada masa sekarang sudah sulit dijumpai. Ada beberapa kemungkinan yang dihadapi oleh peserta didik, yaitu peserta didik belajar agama Islam dari sisa waktu yang dimiliki oleh orang tuanya. Peserta didik belajar agama Islam dengan mengundang ustadz ke rumahnya. Ada pula peserta didik yang hanya mengandalkan pendidikan agama Islam dari sekolahnya tanpa mendapatkan tambahan belajar agama dari tempat lain. Dalam pendidikan agama Islam banyak yang mesti dikuasai oleh peserta didik, seperti berkaitan dengan pengetahuan, penanaman akidah, praktek
47
ibadah, pembinaan perilaku atau yang dalam Undang-Undang disebut pembinaan akhlak mulia. Pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama Islam berorientasi pada penerapan Standar Nasional Pendidikan. Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pengembangan metode pmbelajaran pendidikan agama Islam, pengembangan kultur budaya Islami dalam proses pembelajaran, dan pengembangan kegiatan-kegiatan kerokhanian Islam dan ekstrakurikuler. Pelaksanaan pendidikan agama Islam tidak hanya disampaikan secara formal dalam suatu proses pembelajaran oleh guru agama, namun dapat pula dilakukan di luar proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Guru bisa memberikan pendidikan agama ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik. Pendidikan agama merupakan tugas dan tanggung jawab bersama semua guru. Artinya bukan hanya tugas dan tanggung jawab guru agama saja melainkan juga guru-guru bidang studi lainnya. Guru-guru bidang studi itu bisa menyisipkan pendidikan agama ketika memberikan pelajaran bidang studi. Dari hasil pendidikan agama yang dilakukan secara bersama-sama ini, dapat membentuk pengetahuan, sikap, perilaku, dan pengalaman keagamaan yang baik dan benar. Peserta didik akan mempunyai akhlak mulia, perilaku jujur, disiplin, dan semangat keagamaan sehingga menjadi dasar untuk meningkatkan kualitas dirinya.
48
3. Penddidikan Agama Islam dalam Masyarakat Secara sederhana, tujuan mengandung pengertian arah atau maksud yang hendak dicapai lewat upaya atau aktifitas. Dengan adanya tujuan, semua aktifitas dan gerak manusia menjadi terarah dan bermakna. Dengan demikian, seluruh karya dan juga karsa manusia terutama Islam harus memiliki orientasi tertentu. Diantara alasan-alasan penyebab manusia memerlukan pendidikan yaitu: a. Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. b. Dalam kehidupan manusia sebagai individu, memiliki kecendrungan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya seoptimal mungkin. c. Konvergensi dari kedua tuntutan diatas yang mengaplikasikanya adalah lewat pendidikan. d. Sekolah adalah agen sosialisasi yang utama. Di sekolah ditanamkan nilai, norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap seseorang. Disekolah siswa belajar kontrol diri. e. Sekolah adalah tempat dimana orang mempelajari prinsip-prinsip, yang akan mendasari perilakunya sebagai warga masyarakat (Muhandis, 2003:55).
49
Masalah-masalah yang dimaksud disini adalah sifat-sifat atau sikap-sikap yang berkembang dalam kelompok; sikap-sikap itu sering mempengaruhi interaksi antar kelompok dalam masyarakat. Sikap-sikap itu adalah : a. Sikap solidaritas buta, yaitu sikap yang muncul karena keakraban dalam kelompok cukup kuat, selain itu kelompok sangat berarti bagi individu untuk menemukan rasa aman dari segala aspek hidupnya. Karena itu individu senantiasa berusaha membela kelompoknya dengan cara apapun. b. Sikap ethnosentrisme yaitu sikap yang selalu mengutamakan kelompok sendiri. Kelompok sendiri selalu lebih baik dari kelompok yang lain. Akibat dari sikap ini timbul sikap-sikap seperti kecurigaan, kurang bergaul dengan kelompok lain dan merendahkan orang kelompok lain. c. Sikap partikularis. Sikap ini membuat orang selalumemperhatikan serta mengutamakan orang-orang yang mempunyai hubungan partikular atau hubungan khusus dengannya. d. Sikap eksklusif, yaitu satu sikap yang memisahkan diri orang lain atau dari kelompok-kelompok lain. e. Adanya kelompk mayritas yang mendominasi serta melakukan deskriminasi terhadap kelompok minoritas (Muhandis, 2003:56).
50
Secara umum tujuan pendidikan agamapun harus memiliki tujuan tersendiri. Secara umum tujuan pendidikan Islam itu adalah dengan mengacu pada QS. 51: 56, yaitu menjadikan manusia sebagai insan pengabdi kepada khaliknya guna mampu membangun dunia dan membangun alam semesta sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan Allah. Tujuan pendidikan Islam lebih berorientasi kepada nilai-nilai luhur dari Tuhan yang harus diinternalisasikan ke dalam diri inividu anak didik lewat proses pendidikan. Dengan penanaman nilai ini, diharapkan pendidikan
Islam
mampu
mengantarkan,
membimbing
dan
mengantarkan anak didik untuk melaksanakan fungsinya sebagai abd dan khalifah (Muhandis, 2003:59). Metode pendidikan dalam rangka pendidikan agama Islam, sangat banyak terpengaruh oleh prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi. Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar; sehingga terbukalah jalan yang mudah untuk belajar bagi semua orang tanpa perbedaan antara sikaya dan simiskin, tinggi atau rendahnya kedudukan sosial. Oleh karena itu didalam Islam tidak ada orang Arab dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
51
Kesimpulanya, di dalam pendidikan Islam terwujud prinsipprinsip demokrasi, kebebasan, persamaan dan kesmpatan yang sama buat belajar. Banyak masalah yang ditimbulkan oleh adanya kesetiakawanan yang bersifat buta antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Peran pendidikan agama Islam disini yaitu mengembangkan sikap-sikap komunikasi dan silaturrahmi, dengan kesediaan diri untuk mau mengerti dan mau belajar dengan pihak lain. Sikap ethnosentris sering melahirkan sikap-sikap seperti prasangka, curiga, stereotip dan sebagainya antara kelompok dalam masyarakat. Menghadapi sikap-sikap seperti itu, peran pendidikan agama Islam adalah mengembangkan sikap saling memahami, saling mengenal, mengerti dan komunikasi oleh karena itu didalam Al-Qur’an perbuatan merendahkan antara yang satu dengan yang lain dilarang. Di dalam pendidikan Islam juga tidak luput dari anjuran musyawarah, saling mendengar pendapat masing-masing dan mengambil mana yang paling baik seperti dalam Al-Qur’an 39: 18 sehingga dengan perbuatan seperti itu membuat orang saling mengaenal, mengerti dan saling menghargai. Interaksi dalam
masyarakat sering diwarnai oleh pola yang
partikularis. Orang-orang cenderung memperhatikan orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengannya. Pilihan-pilihan partner
52
interaksi adalah orang-orang yang sedaerah, sekelas, seorganisasi dan sebagainya.
Disini
peran
Pendidikan
Agama
Islam
diharapkan
mengembangkan sikap universal. Para siswa dibiasakan bergaul dengan siapa saja diluar dari kelompok partikularnya. Pengajaran
Pendidikan
Agama
Islam
hendaknya
dapat
mempersatukan dan memperkuat kebudayaan bangsa, menumbuhkan semangat kebangsaan yang sehat, kuat dan pelajarannya bersumber pada agama, adat istiadat kesusilaan dan sebagainya. Pengajaran yang bersumber pada agama Islam hendaknya digunakan untuk mengisi adab kesusilaan, dengan harapan nantinya anak-anak dapat terbangun rasa penghargaan, cinta dan keinsyafan terhadap semua agama, terutama agama Islam. Peran utama Pendidikan Agama Islam adalah pembentukan moral yang tinggi dengan penuh perhatian berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan keutamaan-keutamaan dalam jiwa para siswa, membiasakan mereka berpegang pada moral yang tinggi dan menghindarkan
hal-hal yang tercela , berfikir secara rohaniah dan
insaniah. Serta menggunakan waktu buat belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu-ilmu keagamaan (Muhandis, 2003:65).
53
BAB III NILAI-NILAI TAKWA DALAM SURAT AL-BAQARAH AYAT 2-5
A. Penjelasan Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 1. Surat Al-Baqarah ayat 2-5
Artinya : ”Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka yang bertakwa.(2), (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka.(3), Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat.(4), Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan-Nya dan merekalah orang-orang yang beruntung”.(QS.Al-Baqarah: 2-5) (Depag, 2003:8-9). 2. Penjelasan Ayat Allah SWT. telah menunjukkan bahwa inilah kitab yang telah dijanjikan untuk diturunkan. Di mana tidak ada keraguan di dalamnya tentang kebenaran dan sebagai penguat terhadap risalah yang dibawa oleh utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW. Dan kitab inilah yang disebut dengan Al-Quran yang isinya tidak ada satupun kitab atau 53
54
karangan yang sanggup menandinginya baik dari segi bahasa maupun pengetahuan di dalamnya. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT.:
Artinya: “Katakanlah sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini niscaya mereka tidak akan membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain‟‟.(QS-AlIsra‟: 88) (Depag, 2003:437). Dan Allah juga menjelaskan bahwa Al-Quran juga sebagai petunjuk bagi orang-orang yang muttaqin yaitu orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh dan merekalah orang yang akan mendapatkan pahala yang besar. Adapun orang yang muttaqin yaitu yang percaya kepada yang gaib seperti adanya Allah SWT, adanya malaikat serta jin dan mahluk kasab mata lainya. Selainnya itu juga mendirikan salat dengan sempurna akan rukun dan syaratnya serta adab dan dengan jiwa yang khusuk dan tetap memelihara waktu. Juga Allah menyuruh menafkahkan sebagian rizki yang dianugerahkan kepada hambanya hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Firmannya :
Artinya: Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat rukuklah beserta orangorang yang ruku‟. (Q.S-AL baqarah : 43) (Depag, 2003:16).
55
Adapun kata ruku‟ diartikan sebagai shalat berjamaah dan dapat pula diartikan tunduk yaitu tunduk
terhadap segala apa-apa yang
diperintah dan dilarang oleh Allah SWT. Adapun ciri orang muttaqin selain percaya kepada yang gaib adalah beriman kepada kitab yang telah diturunkan oleh Allah baik umat sebelum Nabi
Muhammad maupun kitab yang dibawa oleh Nabi
Muhammad yaitu Al-Quran. Selain itu ciri orang muttaqin yaitu percaya akan adanya hari akhir. Yaitu manusia akan menerima imbalan ataupun balasan akan amalnya di ahkirat kelak.
Artinya: “Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya.”(QS. AlZalzalah: 7) (Depag, 2003:1087). Adapun orang-orang yang takwa itulah yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. dan yang akan selalu mendapatkan segala keuntungan. Yaitu selamat dari kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Di dalam Surat Al-Baqarah ayat 2-5 ini telah dijelaskan bahwa orang-orang yang beruntung yaitu orang-orang yang akan selamat di dunia dan akhirat adalah orang-orang yang takwa. Adapun ciri-ciri orang yang takwa tersebut adalah percaya kepada hal-hal yang ghaib yaitu Allah, Malaikat, Jin dan makhluk Allah ghaib yang lainnya. Dan juga melaksanakan salat, sebagai bentuk pengabdian kepada penciptanya serta menafkahkan sebagian rizki yang diberikan sebagai bentuk hubungan antar sesama manusia. Juga mempercayai akan isi kandungan kitab-kitab
56
yang telah diturunkan oleh Allah kepada para Rasul-Nya dan percaya akan adanya hari pembalasan di yaumil kiamat nanti. Untuk lebih memahami pembahasan ini penulis kemukakan pendapat para mufassir tentang kandungan Surat Al-Baqarah ayat 2-5 dan nilai takwa yang terkandung dalam surat tersebut.
B. Isi dan Kandungan Surat Al-Baqarah ayat 2-5 1. Pendapat Mufassir tentang Kandungan Surat Al-Baqarah ayat 2-5 a. Ahmad Musthafa Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi berpendapat “Bahwasannya AlKitab yaitu Al-Quran tidak dapat diragukan lagi datangnya dari Allah SWT. Hidayah dan petunjuk yang terkandung didalamnyapun berasal dari
Allah
termasuk
paramasastranya
dalam
kata-kata.
Tidak
seorangpun yang mampu menyusun kata-kata walaupun hanya satu kalimat yang mirip dengan Al-Kitab baik dari segi fashahah ataupun balaghahnya” (Al-Maraghi, 1993:60). Lebih lanjut Al-Maraghi menerangkan
bahwa Al-Quran
disebut juga dengan Al-Huda atau petunjuk. Adapun di sini adalah adanya pertolongan atau kekuatan untuk menjalankan hukum-hukum yang ada pada Al-Quran. Sedangkan petunjuk di sini adalah untuk para muttakin . Jadi seolah-olah para muttakin itu menjadikan taat terhadap perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagai
57
tameng bagi dirinya terhadap siksaan Allah SWT. Adapun siksaan yang harus dihindari ada dua macam, yaitu: 1) Siksaan Dunia Yaitu dapat dihindari dengan cara pemanfaatan ilmu pengetahuan tentang hukum alam yang telah diciptakan Allah, dan sunnatullah yang berlaku bagi makhluk-Nya. 2) Siksaan di Akhirat Yaitu dapat dicegah dengan memelihara iman secara ihlas, teguh memegang tauhid, beramal salih dan menjauhi segala hal yang bertentangan dengan ajaran tauhid, misalnya syirik dan melakukan maksiyat atau dosa yang membahayakan individu atau masyarakat (Al-Maraghi, 1993:61-62). Adapun ciri-ciri takwa itu menurut Al-Maraghi adalah : 1) Iman Kepada yang Gaib Yaitu pembenaran dalam hati yang dibarengi dengan ketaatan dan penyerahan jiwa terhadap sesuatu yang tidak dapat diketahui oleh panca indra, seperti dzat Allah, para malaikat, hari akhir, dan apa saja yang terjadi pada hari akhir, misalkan dibangkitkannya manusia, penghitungan amal, dan sebagainya. 2) Shalat yang Dikehendaki Agama Adapun shalat yang dikehendaki agama yaitu “ Mendirikan salat yang sebenarnya yang memerlukan kekhusukkan di dalam melakukan bagian-bagian salat dan hati yang tertuju pada
58
pengawasan Sang Maha Pencipta, seakan-akan pelaku salat melihatNya" (Al-Maraghi, 1993:63-64). 3) Menafkahkan Rizki Ar-Rizq menurut bahasa adalah pemberian, yang menurut sebagian orang menyatakan bahwa Ar-Rizq ini hanya dipakai untuk hal-hal yang bersifat halal. Sedangkan dalam kata wa mimma razaqnaahum mengandung isyarat bahwa nafkah yang disyaratkan oleh agama adalah sebagian dari yang dimiliki oleh seseorang (AlMaraghi, 1993:66). Pada dasarnya Al-Quran merupakan petunjuk bagi para muttakin, karena iman kepada Allah dan adanya kehidupan setelah di dunia. Ketika itu setiap orang menerima balasan setimpal dengan amal perbuatan, karena di dalam iman terkandung keselamatan. Di dalam salat terkandung munajat dan di dalam shadaqah terdapat tambahnya derajat. Juga di dalam iman terkandung kifarat (peleburan dosa) dan di dalam shadaqah terdapat kesucian harta benda (Al-Maraghi, 1993:66-67). 4) Beriman kepada Kitab-Kitab Allah Maksudnya adalah mereka-mereka yang percaya akan adanya Al-Quran dan kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada para Nabi-Nabi yang di utus, yaitu kitab Al-Quran ,Taurat, Injil, dan kitab samawi lainnya dan mengimani secara garis besar, tidak secara terperinci (Al-Maraghi, 1993:68).
59
5) Beriman kepada Hari Akhir Beriman disini berarti meyakini akan adanya hari pembalasan terhadap semua amal perbuatan. Beriman di sini juga berarti Al-Yaqin, yaitu membenarkan secara pasti tanpa keraguan. Hal ini dapat dilihat pada tingkah lakunya. Adapun iman yang benar dapat dilihat melalui dua cara: a) Penyelidikan dan analisa dengan menggunakan sarana-sarana yang dibutuhkan. b) Hadits-hadits Rasulullah SAW. Setelah adanya bukti-bukti yang menyatakan bahwa hal itu benar-benar datang dari Allah atau melalui riwayat-riwayat orang yang mendengar langsung dari Nabi dengan cara yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya atau secara mutawatir (Al-Maraghi, 1993:69). b. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy Menurut Prof. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, kandungan Surat Al-Baqarah ayat 2-5 adalah: 1) Iman Yaitu “membenarkan dengan kokoh yang menyertai ketundukan jiwa dan penyerahannya”. Adapun tanda-tandanya ialah mengerjakan segala hal yang dikehendaki oleh iman. Karena iman berbeda-beda menurut perbedaan martabat para mukmin terhadap keyakinan. Adapun iman adalah:
60
a) Iman kepada yang gaib seperti dzat Allah, malaikat dan hal-hal lain. b) Iman kepada kitab-kitab Allah yang berisikan risalah yang sudah pasti percaya kepada para pembawanya yaitu para Nabi. c) Percaya kepada hari akhir atau hari pembalasan. 2) Mengerjakan Salat Yaitu mengerjakan salat dengan sempurna rukun dan syarat serta adabnya, juga dengan jiwa yang khusyu‟ dan tetap memelihara waktu (Ash Shidieqy, 2001:56-57). 3) Menafkahkan sebagian harta Yang dimaksud dengan menafkahkan sebagian zakat adalah
membelanjakan
harta,
yaitu
termasuk
didalamnya
mengeluarkan belanja yang wajib, seperti nafkah ahli, anak-anak dan kerabat, termasuk didalamnya sedekah. Dan juga mengeluarkan harta untuk kemaslahatan umum yang menguatkan ikatan antara manusia dengan sesamanya. Jadi dalam iman kita akan memperoleh kelepasan dan di dalam sembahyang kita bermunajat kepada Tuhan dan dalam infak kita mencapai tambahan derajat (Ash Shidieqy, 2001:59). 4) Orang-Orang yang Memperoleh Kemenangan Adapun orang-orang yang memperoleh kemenangan adalah orang-orang yang bertakwa yaitu yang selalu melaksanakan segala yang ada di dalam kitab suci sebagai pedoman hidup, yaitu
61
agar terhindar dari siksa baik di dunia maupun di akhirat kelak dengan mendapatkan kebahagiaan (Ash Shidieqy, 2001:64).
C. Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 Dalam suatu riwayat yang diriwayatkan oleh Farabi dan Ibnu Jarir bahwa asabun nuzul surat al-baqaah ayat 2-5 menerangkan tentang sifatsifat dan perilaku orang mukmin dan muttaqin berbeda dengan ayat-ayat sesudahnya,dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan secara runtut tentang sifatsifat orang-orang yang beriman, Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang, ialah melaksanakan semua yang diperintahkan oleh imannya itu (2005:30). Yang gaib, ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada petunjukpetunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya Termasuk yang gaib ialah : Allah, Malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya. Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar ia menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia.
62
Mendirikan salat ialah, mengerjakan dan menunaikan salat dengan menyempurnakan
rukun-rukun
dan
syarat-syaratnya,
terus-menerus
mengerjakannya sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang dimaksud dengan lahir ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sunah Rasul dan yang dimaksud dengan "batin" ialah mengerjakan salat dengan hati, dengan segala ketundukan dan kepatuhan kepada Allah karena merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama. Yang dimaksud "Iqamatussalah" ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna rukun-rukun, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama (Farabi, 2005:35). Arti asal dari perkataan "salat" ialah "doa", kemudian dipakai sebagai istilah yang berarti "salat" sebagai ibadat yang telah terkenal di dalam agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa (Farabi, 2005:35). Menafkahkan sebahagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. "Rezeki" ialah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. "Menafkahkan sebahagian rezeki" ialah memberikan sebahagian rezeki atau harta yang telah direzekikan Allah kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh agama. Harta yang akan dinafkahkan itu ialah sebahagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak disebutkan berapa banyak yang dimaksud dengan sebahagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat dan sebagainya.
63
Beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, yaitu beriman kepada Alquran dan kepada kitab-kitab yaitu Taurat, Zabur, Injil dan sahifah-sahifah yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Beriman kepada Kitab-kitab dan sahifah-sahifah tersebut berarti beriman pula kepada para rasul yang telah diutus Allah kepada umat-umat yang dahulu dengan tidak membedakan antara seseorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul Allah itu. Beriman kepada Kitab-kitab Allah merupakan salah satu sifat dari orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang beriman, waris-waris para nabi. waris ajaran-ajaran Allah baik orang-orang dahulu, maupun orangorang sekarang sampai akhir zaman. Sifat ini akan menimbulkan rasa dalam diri seseorang muslim bahwa mereka adalah umat yang satu, agama mereka adalah satu yaitu agama Islam. Tuhan yang mereka sembah ialah Tuhan Yang Maha Esa, Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Sifat ini akan menghilangkan dalam diri seseorang muslim, semua sifat menyombongkan diri, rasa golongan, rasa kedaerahan dan perasaan kebangsaan yang berlebih lebihan. Beriman kepada adanya hari akhirat. Akhirat lawan dari "dunia". "Negeri akhirat" ialah Negeri tempat manusia berada setelah dunia ini lenyap. "Yakni akan adanya negeri akhirat" ialah benar-benar percaya adanya hidup yang kedua setelah dunia ini berakhir (Mudjab2002:4).
64
D. Kesimpulan Hukum Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 Surat Al Baqarah yang 286 ayat itu turun di Madinah yang sebahagian besar diturunkan pada permulaan tahun Hijrah, kecuali ayat 281 diturunkan di Mina pada Hajji wadaa‟ (hajji Nabi Muhammad s.a.w. yang terakhir). Seluruh ayat dari surat Al Baqarah termasuk golongan Madaniyyah, merupakan surat yang terpanjang di antara surat-surat Al Quran yang di dalamnya terdapat pula ayat yang terpancang (ayat 282). Surat ini dinamai Al Baqarah karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67 sampai dengan 74), dimana dijelaskan watak orang Yahudi pada umumnya. Dinamai FusthaatulQuran (puncak Al Quran) karena memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang lain. Dinamai juga surat alif-laam-miim karena surat ini dimulai dengan Alif-laam-miim . (Farabi, 2005:64) Pokok-pokok isi dari surat al-baqarah diantaranya adalah memuat tentang beberapa hal diantaranya: 1. Keimanan Dakwah Islamiyah yang dihadapkan kepada umat Islam, ahli kitab dan para musyrikin 2. Hukum-Hukum Perintah mengerjakan shalat; menunaikan zakat; hukum puasa; hukum haji dan umrah; hukum qishash; hal-hal yang halal dan yang haram; bernafkah di jalan Allah; hukum arak dan judi; cara menyantuni anak yatim, larangan riba; hutang piutang; nafkah dan yang berhak
65
menerimanya; wasiyat kepada dua orang ibu-bapa dan kaum kerabat; hukum sumpah; kewajiban menyampaikan amanat; sihir; hukum merusak mesjid; hukum meubah kitab-kitab Allah; hukum haidh, „iddah, thalak, khulu‟, ilaa‟ dan hukum susuan; hukum melamar, mahar, larangan mengawini wanita musyrik dan sebaliknya; hukum perang. 3. Kisah-kisah Kisah penciptaan Nabi Adam a.s.; kisah Nabi Ibrahim a.s.; kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil 4. Pokok-Pokok Lain Sifat-sifat orang yang bertakwa; sifat orang-orang munafik; sifat-sifat
Allah;
perumpamaan-perumpamaan;
kiblat,
kebangkitan
sesudah mati (http://blog.uin-malang.ac.id/ivageje/2010/11/06/page/3).
66
BAB IV IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TAKWA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Nilai-Nilai Takwa Surat Al-Baqarah Ayat 2-5 Dari beberapa pendapat para mufassir tentang kandungan Surat AlBaqarah ayat 2-5 tersebut, ada tiga hal yang terkandung di dalam konteks takwa tersebut, yaitu: 1. Iman Iman artinya, “kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa, adapun tanda-tanda adanya iman adalah mengerjakan apa-apa yang dikehendaki oleh iman itu (Depag, 1989:9).” Adapun dalam agama Islam kata iman seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
ْر ِ أالِيْمَبنُ هُوَاَن ْتُؤْمِهُ بِِباهللِ وَمَّلَئِكَّتِهِ وَكُّتُبِهِ وَرُسُوْلِهِ وَاليَوْمِ االَخِي َوقُدْرَتِهِ خَيْرِهِ وَشَرِّ ِه Artinya : “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikatmalaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qadar yang baik dan buruknya” (Imam Muslim, Shahih Muslim, Syirkah al-Ma‟arif li al-Thoba‟ wa al-Nasyr, Juz I, Bab I, hlm. 22). Adapun iman dalam Surat Al-Baqarah ayat 2-5 adalah percaya akan adanya Allah Tuhan semesta alam, percaya akan malaikat dan percaya akan datangnya hari akhir. Juga beriman terhadap kitab-kitab Allah SWT. dan sekaligus kepada para Nabi pembawanya.
66
67
Adapun yang menjadi pokok keimanan adalah mempercayai dan mengakui bahwa Tuhan itu ada dan Esa, tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammmad itu adalah utusan Allah. Iman baru di pandang sempurna apabila ada pengakuan dengan lidah, dibenarkan dalam hati yakni tidak bercampur ragu serta dilaksanakan dengan perbuatan dan memberi pengaruh kepada pandangan hidup dan cita-cita (Fachruddin, 1999:94). 2. Islam Menurut HM. Amin Syukur, kata Islam secara etimologi berasal dari bahasa Arab, diambil dari asal kata “salima” yang artinya selamat sentosa. Dari kata ini dibentuk kata “aslama” yang berarti memelihara dalam keadaan selamat dan sentosa, dan juga berarti menyerahkan diri , tunduk, patuh dan taat. Kata aslama itulah yang menjadi kata pokok dalam Islam, mengandung segala arti yang ada dalam arti pokoknya” (Syukur, 1993:25). Sedangkan secara etimologis Islam mengandung arti semua benda dan semua manusia bisa di sebut Islam, sebab mereka selalu taat, patuh dan menyerah kepada ketentuan Allah (sunnah Allah). Sedangkan menurut KH Abdurrahman secara bahasa Islam berarti, ”masuk kedalam keselamatan atau perdamaian, berserah diri, tunduk dan patuh. Sedangkan menurut istilah Islam berarti : Agama yang diwahyukan Allah melalui Rasul-Nya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia” (Rahman, 1991:1).
68
Islam merupakan suatu tuntunan yang di dalamnya mencakup keimanan dan amal saleh. Jadi apabila iman lebih kepada kepercayaan di dalam hati maka Islamlah tuntunan dalam bentuk kongkrit. Dapat dicontohkan misalnya salat, salat adalah bentuk pengabdian seorang hambakepada
penciptanya,
yaitu yang dipercayai dapat melakukan
segalanya sesuai dengan kehendaknya. 3. Amal Sholeh/Ikhsan Dalam Al-Baqarah ayat 2-5 disebutkan bahwa ciri-ciri orang bertakwa yaitu mereka yang membelanjakan dari hartanya kepada jalan Allah. Adapun yang dimaksud di sini adalah mempergunakan hartanya itu untuk beramal dan berbuat sesuai yang di kehendaki oleh Allah. Amal saleh (perbuatan baik) ini mempunyai pengertian yang luas baik yang berhubungan dengan Tuhan ataupun yang berhubungan sesama manusia, diri sendiri dan alam semesta. Juga erat kaitannya dengan niat karena Allah, menjalankan perintah-Nya dan melaksanakan petunjuk-Nya (Fachruddin, 1999:95). Antara kata iman dan amal saleh (perbuatan baik) di dalam AlQuran dijalin dengan eratnya, bagaikan tidak dapat atau tidak boleh diceraikan antara keduanya. Berulang kali apabila di sebut alladziina „aamanu
(orang-orang
yang
beriman)
pasti
disambung
dengan
wa‟amilusshalihaati (dan mereka mengerjakan amal saleh) (Fachruddin, 1999:94).
69
Jadi antara iman dengan amal saleh sangat erat kaitannya, karena di dalam Al-Quran telah disebutkan bahwa orang yang mengerjakan amal saleh berdasarkan iman, mereka akan memperoleh ampunan dan mendapatkan pahala yang besar. Hal ini seperti firman Allah dalam Al-Quran :
Artinya: ” Dan Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Maidah: 9) (Depag, 2003:159). Para ahli ilmu pernah memberikan perumpamaan amal saleh tanpa iman bagaikan pohon yang tidak mempunyai akar tunggang, sebaliknya iman yang tidak melahirkan amal saleh bagaikan pohon yang tidak berbuah. Dengan kata lain tidak menghasilkan apa-apa (Fachruddin, 1999:95). Adapun untuk penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana cara mengaktualisasikan nilai-nilai takwa tersebut dalam pendidikan Islam, pembahasannya akan dikemukakan pada bab empat dalam skripsi ini.
B. Implementasi Nilai-Nilai Takwa dalam Pendidikan Islam Dalam Islam isi pokok ajarannya dapat disimpulkan menjadi tiga, yaitu: 1. Ajaran tentang keimanan (Aqidah) 2. Ajaran tentang keIslaman ( Syariat)
70
3. Ajaran tentang Keikhsanan (Akhlak) (Sholeh, 1998:62). Ketiga ajaran pokok tersebut oleh lembaga pendidikan di rencanakan dengan teratur (sistematis) dalam bentuk kurikulum dengan silabusnya sebagai penjabaran isi ajaran pokok Islam. Adapun pembahasan penerapan takwa dalam pendidikan Islam ini akan menitikberatkan kepada pokok-pokok
materi kurikulum pendidikan
agama Islam dan dalam proses belajar mengajar. 1. Penerapan Takwa dalam Materi Pokok Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pokok-pokok materi kurikulum Agama Islam secra garis besar adalah: a. Ajaran tentang Ketauhidan/Akidah Ajaran ini merupakan ajaran pokok dan menjadi dasar dalam pendidikan Islam, karena ajaran ini merupakan pondasi dalam mendidik manusia menuju ketakwaan yang diharapkan. Adapun ajaran ketauhidan ini berisi tentang hubungan vertikal antara insani dengan Khaliknya
mendapatkan prioritas utamanya
dalam
penyusuna
kurikulum, kaena pokok ajaran inilah yang pertama-tama perlu ditanamkan pada anak didik. Tujuan kurikuler yang hendah dicapai dalam hubungan dengan manusia dengan Allah SWT. ini mencakup segi keimanan, rukun Islam dan ikhsan. Termasuk kedalamnya membaca Al-Quran dan menulis huruf Al-Quran (Zakiah, 1996:134). Penerapan takwa membentuk anak untuk :
71
1) Beriman Hubungan kepada Allah SWT. artinya menngakui, mempercayai atau meyakini bahwa Allah SWT. itu ada, memiliki segala sifat kesempurnaan dan sunyi dari sifat kelemahan. 2) Taat dan Berbuat Ikhsan Taat disini dimaksudkan sebagai takwa itu sendiri yakni memelihara diri sendiri agar selalu berada pada garis dan jalan yang lurus, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Selalu
berbuat
kebaikan
kepada
sesamanya. b. Ajaran tentang Ubudiyah. Ajaran ini merupakan ajaran tentang ibadah yang berhubungan dengan Tuhan (mahdlah) dan yang berhubungan dengan manusisa dan alam (ghairu mahdlah). Tujuan kurikuler yang hendak dicapai dengan kurikulum ini mencakup segi kewajiban dan larangan dalam hubungan dengan sesama manusia, segi hak dan kewajiban di dalam bidang pemikiran dan jasa. Kebiasaan hidup bersih dan sehat jasmaniah dan rohaniah, dan sifat-sifat kepribadian yang baik (Zakiah, 1996:135). Penerapan takwa disini membentuk anak untuk : 1) Tawadhu’ kepada Orang Tua dan Sesama Akhlak terhadap orang tua dan sesama di antaranya, memelihara keridloan orang tua, berbakti kepada orang tua, memelihara etika pergaulan dengan keduanya.
72
2) Tawadlu’ terhadap Kaum Kerabat dan Tetangga Taat disini berarti mengadakan silaturahmi
dan berbuat
ikhsan (kebaikan) dan jangan menyakiti. c. Ajaran tentang Akhlakul Karimah Agama Islam banyak mengajarkan tentang tata cara dalam bertingkah laku dalam kehidupan di bumi ini. Manusia diberi mandat oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi. Manusia boleh menggunakan dan mengambil manfaat dari alam menurut garis-garis yang yang telah ditentukan Allah SWT (Zakiah, 1996:138). Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan dan bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Makhluk-makhluk itu adalah umat seperti manusia juga (Dahlan, 2001:76) Penerapan takwa adalah mendorong anak didik untuk mengenal alam, selanjutnya mencintai dan mengambil manfaat sebanyak-banyaknya. Secara tidak langsung mendorong mereka ikut ambil bagian dalam pembangunan, baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat dan negara. Dengan mengenal alam dan mencintainya, anak didik akan mengetahui keindahan dan kehebatan alam semesta. Hal yang demikian akan menambah iman mereka kepada Allah SWT. sebagai Maha Pencipta.
73
Oleh karena itu untuk membentuk abdi Allah SWT. yang muttakin dan cakap perlu adanya materi kurikulum kepada anak didik yang di dalamnya ada penerapan nilai takwa demi terwujudnya tujuan pendidikan Islam yaitu agar mendapat kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. 2. Penerapan Takwa dalam Proses Pembelajaran Takwa seharusnya terdapat dalam setiap lingkungan pergaulan hidup manusia, terlebih dalam lingkungan pendidikan dan pengajaran (PBM) di mana terdapat interaksi (hubungan) antara guru dan murid. Maka perlu diterapkan sikap takwa dan prisip kesopanan yang perlu dilaksanakan oleh semua pihak. Adapun prinsip yang harus dilaksanakan adalah : a. Adab guru dalam Mengajar 1) Niat Ikhlas Hendaklah seorang guru dalam mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan penuh keikhlasan hati serta mengharapkan keridlaan Allah 2) Kasih Sayang Firman Allah SWT. :
Artinya : “Mereka saling berpesan dengan kesabaran, mereka saling berpesan dengan kasih sayang.” (QS. Al-Balad: 17) (Depag, 2003:1062).
74
3) Hikmah Kebijaksanaan Guru harus berlaku bijaksana dalam mengajar dan hendaknya memilih suatu sistem dan metode didaktik yang tepat. Adapun penjelasan QS Al-Balad ayat 17 di atas adalah bahwasanya seorang guru itu harus mempunyai hikmah, maksudnya guru haruslah berilmu. Selain itu juga haruslah memberi mauidhah hasanah, maksudnya adalah seorang guru selain berilmu juga harus membimbing anak didiknya agar sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang terakhir adalah mengajak anak didik untuk berdialog yaitu mengajak untuk berdiskusi agar diketahui sejauh mana anak pengetahuan anak didik tentang ilmu pengetahuan yang telah diajarkan. 4) Memilih waktu yang
Tepat
untuk Menjaga Kebosanan
Murid/Pelajar agar Pelajar dapat dengan Efektif untuk Menerima Pelajaran yang Diberikan 5) Memberikan Teladan Guru tidak hanya mengajar dalam bentuk lisan namun yang terlebih penting ialah guru harus memberikan contoh perbuatan dan akhlak yang baik serta mudah dicontoh oleh muridmuridnya. b. Adab Murid Dalam Belajar 1) Niat
75
Seorang murid hendaklah berniat baik dalam hatinya. Niat yang baik itu bisa menjernihkan hati sehingga mudah menangkap pelajaran. Karena niat yang penuh keikhlasan menyingkirkan setan dan mengundang nur Illahi. 2) Azam Yakni seorang murid harus memiliki kemauan yang keras untuk memahami suatu ilmu. 3) Tekun Yaitu tekun dalam memperhatikan pelajaran dengan serius, patuh, dan hormat kepada guru yang sangat besar jasanya. Ia mendidik kita, dari bodoh menjadi pandai, dari tidak tahu menjadi tahu. Maka sebagai murid kita harus berterima kasih kepada guru dan selalu berakhlak baik kepadanya. 3. Penerapan Takwa dalam Keluarga Setiap orang tua dan semua guru ingin membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak yang terpuji. Semuanya itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal (di sekolah) maupun yang informil (di rumah oleh orang tua) Setiap pengalaman, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya (Darajat, 1996:56). Di sekolah sudah jelas, usaha pembinaan ketakwaan menambah pengetahuan tentang takwa yang kebanyakan bersifat teoritis yang
76
dimasukkan dalam kurikulum pengajaran. Adapun di rumah dilaksanakan oleh orang tua. Di antara keduanya yang paling penting adalah pembinaan dan penerapan nilai takwa di dalam keluarga (rumah). Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan di dalam keluarga. Orang tua tanpa ada orang yang memerintah langsung memikul tugas sebagai pendidik baik bersifat sebagai pemelihara, pengasuh, pembimbing, pembina maupun sebagai guru dan memimpin terhadap anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari tiap-tiap manusia sebagai orang tua (Sholeh, 1998:63). Sebagai orang tua baik ayah, ibu, maupun kakak-kakaknya berkewajiban membina dan menerapkan sifat takwa terhadapnya, karena anak adalah anggota keluarga, di mana orang tua adalah pemimpin keluarga , selaku penanggung jawab terhadap keselamatan keluarganya di dunia dan di akhirat dari api neraka. Suasana keagamaan dalam keluarga akan berakibat anak berjiwa agama. Hubungan anak dengan orang tuanya mempunyai pengaruh dalam perkembangan agama si anak (Darajat, 1996:59). Kebiasaan orang tua dan keluarganya dalam bertakwa akan membentuk kepribadian dan ketakwaan pula pada anak tersebut. Pembentukan kebiasaan yang demikian ini menunjukan bahwa keluarga berperan penting dalam pembinaan ketakwaan. Jelasnya keluarga itu merupakan tempat pertama dan utama di mana sifat-sifat kepribadian akan bertumbuh dan terbentuk. Seseorang akan berkelakuan baik tergantung
77
pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga di mana anak dibesarkan. Penerapan dan pembinaan ketakwaan dalam keluarga terhadap anak sangat penting. Maka, kedua orang tua haruslah menjaga keluarganya dalam arti selalu memelihara hubungan yang baik dengan Allah dan jangan sampai terperosok ke dalam sesuatu perbuatan yang tidak diridloi oleh Allah. Jadi orang tua tidak hanya memberikan kata-kata saja tetapi juga adanya contoh yang kongkrit, karena orang tualah sebenarnya guru atau pendidik yang utama bagi anak-anaknya. Adapun hal yang dapat dilakukan adalah antara lain : a. Mencontohkan Berikan contoh langsung, tanpa banyak keterangan. Perhatikan bagaimana kehidupan muslim itu sehari-hari. Bacalah basmalah dan doa dalam setiap pekerjaan. Contohkan salat tepat pada waktunya, kejujuran dan sebagainya. Nabi SAW. mendidik keluarganya dan sahabatnya hampir selalu dengan memberikan contoh, sedikit sekali dalam
bentuk
pemberian
keterangan
apalagi
dalam
bentuk
memberikan argument (Tafsir, 1997:140). b. Pembiasaan Penerapan sifat takwa pada anak-anak di rumah antara lain dapat dilakukan dengan bentuk pembiasaan, berdoa, bersopan santun, cara bicara yang baik dan sebagaianya. Kesemuanya itu diharapkan
78
anak bisa melakuan, yang kemudian menjadi kebiasaan, dan tertanam dalam jiwa anak. c. Hukuman yang Mendidik Berilah hukuman yang bersifat mendidik sekali-kali, hal itu diberikan ketika terpaksa. Seringkali hukuman memberikan kesadaran pada anak-anak bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Akan tetapi hukuman ini juga harus bersifat mendidik, contohnya ketika sang anak tidak mau melaksanakan shalat maka sang anak diberi hukuman seperti harus mengahafal salah satu surat dalam Al-Quran. Jadi kalau bisa jangan bersifat fisik dalam memberi hukuman pada anak yang melakukan suatu kesalahan. d. Memberikan Hadiah Sejalan dengan hukuman, hendaknya memberikan hadiah atau ganjaran dalam frekwensi yang lebih banyak. Hal ini untuk memacu kemauan anak dalam melaksanakan yang sesuai dengan agama. Contohnya ketika sang anak mendapat prestasi dalam belajar maka hendaknya orang tua memberikan hadiah seperti sepatu atau tas baru. Adapun ganjaran yang sifatnya mudah
ialah memberikan pujian
kepada anak kita tatkala mereka melakukan pekerjaan baik yang bernilai sebagai prestasi yang luar biasa (Tafsir, 1997:140). Di antara kedua orang tua, maka pengaruh ibulah yang paling banyak. Hal ini bisa dimaklumi, karena sejak anak lahir sampai menginjak dewasa,
79
dalam kehidupan sehari-harinya lebih dekat dengan ibunya dibandingkan dengan yang lainnya (Sholeh, 1998:68). Peranan ibu nampak lebih berfungsi dalam mecetak watak dan tingkah laku anak-anaknya. Dengan kata lain ibu harus lebih mencontohkan akhlak yang baik, agar anak-anaknya menjadi orang yang berguna bagi agama dan bangsa. Demikianlah antara lain nilai-nilai takwa yang perlu diterapkan dalam pendidikan Islam sehingga akan tercipta generasi yang tidak hanya pandai dalam masalah teknologi saja tanpa diimbangi dengan pengetahuan dalam bidang keagamaan yang dibarengi dengan amal saleh sehingga tidak akan tercetak para cendekiawan yang sombong dan malah menjadi malapetaka bagi dunia. Dan itu semua akan terjadi jika anak-anak menjadi orang yang tidak hanya berpengetahuan tetapi juga bertakwa. Karena sesungguhnya orang yang paling tinggi derajatnya di hadapan Allah SWT. adalah orang yang paling tinggi tingkat ketakwaanya.
C. Manfaat Takwa Dalam Pendidikan Islam Takwa mempunyai kedudukan yang penting di dalam kehidupan ini. Adapun contoh takwa yang benar seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Contoh nyata Nabi tersebut disebut akhlak, karena memang missi Rasulullah SAW. itu sendiri keseluruhannya adalah untuk memperbaiki akhlak yang mulia (Djatmika, 1996:16). Jadi aktualisasi takwa tersebut adalah
80
akhlak Rasulullah yang harus ditiru oleh umatnya untuk keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Risalah Islamiyah yang dibawa Nabi Muhammad SAW. sebagai khatamun Nabiyyin (nabi terakhir), memiliki prinsip-prinsip ajaran yang sama dengan yang dibawa oleh para Nabi terdahulu, yakni ajaran tauhid dan ta‟abud Ilallah. Secara keseluruhan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW. merupakan kesinambungan, kelengkapan dan penyempurnaan ajaran dari para Nabi terdahulu. Semuanya merupakan satu sistem keyakinan dan ketentuan Illahi yang mengatur segala aspek kehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam berbagai hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya (flora, fauna, dan bendabenda alam lainnya). Tujuan risalah Islamiyah tidak lain adalah mengangkat harkat dan martabat manusia, sehingga tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta terwujudnya Rahmatan lil „alamin (Ahmadi, 2005:28). Pengertian Risalah Islamiyah tersebut di atas merupakan konsep transendental yang baru akan berdaya guna dan berhasil guna bila telah diseharikan dalam kehidupan nyata oleh individu dan masyarakat. Proses penyeharian dan aktualisasi konsep transendental ini dalam kehidupan individu dan masyarakat dapat terjadi lewat pendidikan. Dari beberapa hal di atas terlihat adanya hubungan antara takwa dan pendidikan. Karena pendidikan merupakan sarana pembentukan ketakwaan, sedangkan takwa merupakan perwujudan dari pendidikan, yakni mendidik manusia dengan menumbuhkan kemampuan bertakwa yang baik dan bisa
81
mengaktualisasikannya. Untuk itu, antara takwa dan pendidikan harus ada saling
keterkaitan.
Pendidikan
harus
bersifat
normatif
Illahi
yaitu
menanamkan ketakwaan, juga pendidikan tidak sekedar berorientasi kekinian, tetapi juga ukhrowi, kemudian takwa harus bersifat sederhana, realistis, menautkan antara akidah dan amal, antara kata dan perbuatan dan antara teori dan praktek. Tidak ada nilai iman yang tidak diikuti oleh amal. Orang semestinya tidak mengatakan bahwa agama dan takwa hanyalah sekedar perkataan yang diulang-ulang atau slogan yang dipamerkan, tetapi selalu berkaitan pengertian yang benar bagi agama dan takwa dengan amal dan praktek. Lebih jelas lagi bila dilihat pada makna pengertian Islam terhadap agama dan takwa, ayat-ayat Al-Quran, hadits-hadits Rasulullah SAW. dan perkataan-perkataan ulamaulama dari Assalaf-Assaleh semuanya mengatakan pentingnya mengikat iman dan takwa dengan amal dan muamalah, dan menganggap amal itu sebagai teras dan syarat iman dan sebagai bukti mendalamnya sikap akhlak dalam jiwa (Al-Syaibany, 2004:341). Sebagaimana firman Allah SWT. :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat.” ( QS. As-Shaff : 2) (Depag, 2003:928).
82
Hubungan takwa dan pendidikan, jelas tidak bisa dipisahkan bagaikan mata rantai yang saling memperkuat antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, pembinaan dan pendidikan takwa dalam kehidupan individu mutlak diperlukan. Sebagaimana telah diketahui bahwa Allah SWT., menciptakan manusia bukan secara kebetulan, tetapi benar-benar diiradahkan oleh Allah SWT., dengan tujuan tertentu yakni untuk beribadah kepada-Nya. Untuk itu pendidikan ketakwaan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia guna menjalankan tugasnya tersebut. Sebagai hamba Allah SWT. manusia haruslah tunduk dan taat terhadap perintah-perintah-Nya serta mengikuti aturan-aturan yang telah disyariatkanNya. Dengan adanya takwa manusia dapat berhubungan baik dengan Tuhannya maupun dengan sesama makhluk Allah. Untuk terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan, maka perlu adanya pendidikan, agar manusia dapat bersyukur atas nikmat dan anugerah-Nya, dalam arti dapat menggunakan dengan cara sebaik-baiknya nikmat dan anugerah tersebut. Dan untuk mengembangkan manusia agar menjadi anak didik yang bertakwa, maka peranan pendidikan guna membentuk takwa yang diperlukan. Manusia sebagai Khalifah Allah SWT., ia berkuasa di bumi untuk mengatur dan memakmurkan sekaligus mengolahnya, dengan bentuk suasana aman tentram dan damai di bawah naungan ridha Allah SWT. Untuk itu takwa
83
sangat dibutuhkan sebagai kendali bagi manusia dalam menjalankan tugasnya tersebut. Dalam praktek kehidupan sehari-hari, kehidupan manusia tidak terlepas dari keadaan lingkungannya, karena manusia satu dengan yang lainnya saling membutuhkan pertolongan. Untuk itu, kedudukan takwa sangat menentukan keharmonisan pergaulan untuk bisa menjamin kebahagiaan hidupnya. Sesuai dengan pendapat Fardhul Al-Djamali, yang dikutip oleh H.M. Arifin, yaitu esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia ini terletak pada keimanan/keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas) dan pengamalannya (Arifin, 1994:32). Dari pembahasan di atas, tampak letak pentingnya pendidikan dan ketakwaan untuk dijalani, diamalkan dan dimiliki oleh setiap manusia dalam membangun diri dan bangsanya (sebagai hamba Allah dan Khalifah-Nya). Dan takwa dapat dibina dan diarahkan melalui pendidikan.
84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Adapun dari pembahasan skripsi ini secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai takwa yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5 adalah keimanan, keislaman dan beramal saleh. Adapun secara garis besar sasaran takwa adalah berhubungan dengan Allah SWT. dan hubungan antar sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan tujuan dari bertakwa itu sendiri adalah agar mendapatkan keridlaan Allah SWT berupa kebahagiaan hidup baik di dunia dan di akhirat. Pendidikan dan pembinaan ketakwaan mutlak diperlukan dalam membentuk kepribadian yang muttaqin untuk menjalankan tugas manusia sebagai wakil Tuhan dimuka bumi dalam menata dan memakmurkan dunia dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. 2. Implementasi nilai-nilai takwa yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5 dalam pendidikan Agama Islam adalah menitikberatkan kepada pokok-pokok materi kurikulum Pendidikan Agama Islam dan dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah ajaran ketauhidan, ajaran ubudiyyah dan ajaran tentang akhlak al-karimah karena ajaran ini merupakan ajaran pokok dan menjadi dasar dalam pendidikan Agama 84
85
Islam, karena merupakan pondasi dan mendidik manusia menuju ketakwaan yang diharapkan. 3. Manfaat implementasi nilai-nilai takwa yang terkandung dalam surat AlBaqarah ayat 2-5 dalam Pendidikan Agama Islam adalah munculnya kesadaran sebagai hamba Allah SWT. yang harus tunduk dan taat terhadap perintah-perintah-Nya serta mengikuti aturan-aturan yang telah
disyariatkan-Nya.
Dengan
adanya
takwa
manusia
dapat
berhubungan baik dengan Tuhannya maupun dengan sesama makhluk Allah. Untuk terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan, maka perlu adanya pendidikan, agar manusia dapat bersyukur
atas
nikmat
dan
anugerah-Nya,
dalam
arti
dapat
menggunakan dengan cara sebaik-baiknya nikmat dan anugerah tersebut. Dan untuk mengembangkan manusia agar menjadi anak didik yang bertakwa, maka peranan pendidikan guna membentuk takwa yang diperlukan. Tampak letak pentingnya pendidikan dan ketakwaan untuk dijalani, diamalkan dan dimiliki oleh setiap manusia dalam membangun diri dan bangsanya (sebagai hamba Allah dan Khalifah-Nya). Dan takwa dapat dibina dan diarahkan melalui pendidikan.
86
B. Saran-Saran 1. Pembahasan ini baru merupakan sebagian dari perumusan konsep-konsep Al-Quran tentang aktualisasi nilai-nilai takwa dalam pendidikan Islam terhadap surat al-Baqarah ayat 2-5. Sedangkan pembahasan secara mendalam dan terperinci mengenai hal tersebut belum terkaji secara menyeluruh. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kajian yang mendalam dan lebih rinci lagi terhadap hal tersebut. 2. Fungsi diciptakanya manusia sebagai hamba Allah yang wajib beribadah akan dapat dipahami dan dihayati apabila ditanamkan secara sadar tentang kewajiban bertakwa yang berhubungan dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan alam sekitarnya. Bagaimana pola hubungan tersebut dapat dikembangkan sebaik-baiknya, baru dapat dilaksanakan bilamana dibimbing atau diarahkan melalui proses pendidikan. 3. Seiring dengan berubahnya jaman yang semakin kompleks sekarang ini akan lebih mudah dalam mempengaruhi manusia dan menggeser nilainilai Islam. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya proses pendidikan Islam harus dapat membentuk anak didik yang bertakwa sesuai dengan nilainilai Islam. Serta membentuk anak didik yang kuat dan teguh keimanannya. Hal ini dimaksudkan untuk menopang manusia dalam menjalankan amanat dan kewajiban yang telah diberikan sebagai hamba Allah SWT. dan khalifah-Nya.
87
DAFTAR PUSTAKA
Abi Isa Muhammad Bin Isa Bin Suroh al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Dar alKutub al-Ilmiyyah, Bairut, Libanon, t.th. Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Aditya Media, 1992. Al-Munjid, Darul Masyruq, Beirut, Libanon: 1986. Arifin, Muhammad, M. Ed., Ilmu Pendidikan Islam ( Satu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Ash-Shiddieqy, Hasbi, Tafsir An-Nur, Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1965. Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, CV. Toha Putera, Semarang, 1989. Djatmika, Rachmat, Sistem Etika Islam (akhlak mulia), Jakarta: Pusaka Panjimas, 1996. D. Marimba, Ahmad, Drs.,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung; PT. Al-Maarif, 1980. Fachruddin HS., Ensiklopedia Al-Quran, jilid 1, Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1983. Hamka, Tasfsir Al-Azhar 1, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982. Hasbi Ash Shiddieqi, Prof. Dr. TM., Al-Islam II, Jakarta: Bulan Bintang, 1969.
88
,
Sejarah
dan
Pengantar
Ilmu
Al-
Quran/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1992. , Tafsir An-Nur, juz 1, cet. Kedua, N.V. Jakarta: Bulan Bintang, 1965. Jatmika, Rachmat, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas,1996. J. Moleong, Lexy, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998. Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988. Mahali, A.Mudjab, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur‟an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin , 1990. Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Omar Falsafatut Tarbiyyah Al Islamiyah , terj.
Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1979. Mujieb M. Abdul, Kamus Istilah Fikih, Jakarta: Pustaka Firdaus, cet.II, 1994. Muslim, Drs., Ilmu Pendidikan, Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo, 1998. Muslim, Imam, Shahih Muslim, Syirkah al-Ma‟arif li al-Thoba‟ wa al-Nasyr, Bandung, Juz I, Bab I.
89
Musthafa Al-Maraghi, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar LC.,dkk, Semarang: CV. Toha Putera, 1993. Nata, Abuddin, Drs. M.A., Al-Quran dan Hadits (dirosah Islamiyah I), Jakarta: Rajawali Press, 1994. Noor Aly, Heri, Drs. M.A., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Noor, M. Sholeh, Pendidikan Islam Suatu Pengantar, Semarang:
IAIN
Walisongo Press, 1987. Purwadarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1985. Rahman, Abdur, Perbandingan Madzhab, Bandung: Sinar baru, 1991. Shihab, M. Quraisy, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, tt. Syukur, Amin, MA., Pengantar Studi Islam, Semarang: Duta Grafika bekerjasama dengan Yayasan Studi Iqra; Cet. II, 1993. Tafsir, Ahmad, Metodologi pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997. Umary, Barmawie, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1995. http://blog.uin-malang.ac.id/ivageje/2010/11/06/page/3/
90
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Nur Aziz
Tempat, Tanggal Lahir : Grobogan, 09 maret 1983 Agama
: Islam
Nama Ayah & Ibu
: Ahmad fauzi & Romdiyah
Alamat
: Padaan, RT 02 RW I, Kec. Pabelan, Kab. Semarang
Pendidikan
: - SD N 033 Kota Lama Kab. Rokan Hulu, Lulus Tahun 1997 - SMP AL MUAYYAD Surakarta, Lulus Tahun 2000 - SMA AL MUAYYAD Surakarta. Lulus Tahun 2003 - STAIN Salatiga, Lulus Tahun 2012
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.