TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
Moralisasi Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam (Pandangan Generalisasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam tentang Pendidikan Antikorupsi) Naufal Ilma IAIN Sultan Amai Gorontalo ABSTRAK Problematika menyangkut tatanan moral dalam masyarakat salah satunya adalah korupsi yang tak pernah berakhir. Beberapa hasil survei dari lembaga transparansi publik mengindikasikan tingginya tingkat korupsi di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara lainnya, Indonesia berada di posisi keenam terkorup di dunia menurut lembaga survei Transparency International (TI) pada tahun 2010. Berbagai upaya dilakukan guna mencegah dan menghilangkan praktek korupsi di Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Salah satu strategi yang dilakukan memerangi korupsi adalah dengan dirancangnya pendidikan antikorupsi oleh beberapa lembaga pendidikan. Ide ini lahir untuk membasmi korupsi melalui persilangan antara pendidikan watak dan pendidikan kewarganegaraan. Disamping itu, pendidikan antikorupsi berupa pendidikan nilai untuk mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi serta sektor pendidikan formal di Indonesia yang berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan korupsi. Olehnya itu, pendidikan Islam perlu mengembangkan nilai antikorupsi. Sebab dalam sistem pendidikan Indonesia, baik dalam kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum 2013 belum dimuat materi antikorupsi di Indonesia secara komprehensif. Sementara sektor pendidikan Islam sangat diharapkan berperan dalam memberantas korupsi secara tidak langsung melalui pengaitan materi pembelajaran kontekstual dengan pesan moral yang disampaikan tentang korupsi. Kata kunci: Moralisasi Antikorupsi, Kurikulum Pendidikan Islam, Pendidikan Antikorupsi. dan Uzbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti dan Myanmar. Menurut hasil survei ini, Islandia adalah negara paling bebas korupsi.1 Korupsi memang merupakan masalah yang cukup pelik melilit dan mengjangkiti hampir seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Bagi telinga rakyat Indonesia bukanlah hal yang asing bahwa teriakan aksi untuk pemberantasan korupsi mulai bergema kencang, terlebih keheranan masyarakat bertambah ketika Kementerian Agama (dulu: Departemen Agama R.I.) pun yang notabene adalah lembaga representatif sebagai ‘uswah’ dan penggerak nilai keagamaan normatifkolektif, malah ikut terlibat dalam kasus korupsi. Temuan Badan Pemeriksa Keu-angan (BPK) RI pada tahun 2010 menyatakan bahwa
A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat Indonesia sedang menghadapi bermacam problema-tika pelik seputar krisis multidimensional serta yang menyangkut tatanan moral yang sangat menuntut adanya solusi yang efektif progresif. Problematika yang menyangkut tatanan moral dalam masya-rakat salah satunya adalah problematika korupsi yang tak pernah berakhir. Karena semakin akutnya permasalahan tersebut, sebagian orang menganggap korupsi di Indonesia sudah membudaya dan menjangkiti bagai virus yang harus segera diberantas bersama. Beberapa hasil survei dari lembaga transparansi publik mengindikasikan tingginya tingkat korupsi di Indonesia, karena Indonesia sendiri dibandingkan dengan negara lainnya, berada di posisi keenam terkorup di dunia menurut survei Transparency International (TI) pada tahun 2010. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia adalah 2,2, sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Liberia,
1
Http://id/wikipedia.org/wiki/korupsi, ses tanggal 06/07/2015.
117
diak-
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam korupsi terbesar di negeri ini justru terjadi di Kementerian Agama, menyusul kemudian Kementerian Pendidikan Nasional (dulu: Departemen Pendidikan Nasional R.I.) yang di dalamnya penuh dengan orang yang semestinya menjadi teladan moral bagi masyarakat luas.2 Oleh karenanya tak heran pula ketika organisasi Retting Political and Economic Risk Concultancy (PERC) Hongkong, ikut melaporkan hasil survei yang diperolehnya bahwa Indonesia merupakan negara terkorup di Asia.3 Patut dicatat bahwa mantan Presiden R.I., Susilo Bambang Yudhoyono (biasa disebut: SBY) bersama jajaran pemerintahannya dulu juga meminta semua pihak agar secara bersama memberantas ‘virus’ korupsi. Tak pelak para alim ulama, cendikiawan, serta tokoh masyarakat pun diminta untuk membantu memberantas korupsi. Untuk itu, berbagai tokoh Ornop dan LSM atau gerakan masyarakat (termasuk partai politik) turut berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan korupsi ini. Hal ini menunjukan betapa problematika korupsi sudah menjadi agenda pemerintahan yang cukup signi-fikan. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah dan menghilangkan praktek korupsi di Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Namun realitasnya, korupsi tetap saja menjamur. Bahkan di era otonomi daerah sekarang ini, korupsi sudah menyebar di berbagai daerah lokal. Pada tingkatan birokrat pusat pun korupsi menyebar luas. Salah satu strategi yang dilakukan untuk memerangi korupsi adalah dengan dirancangnya pendidikan antikorupsi oleh beberapa lembaga pendidikan. Gagasan ini lahir dimaksudkan untuk membasmi korupsi melalui persilangan (intersection) antara pendidikan watak dan pendidikan kewarganegaraan. Di samping itu, pendidikan untuk mengurangi korupsi berupa pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi.4
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 B. Makna Korupsi Dalam sejarah tercatat bahwa korupsi bermula sejak awal kehidupan manusia, dimana organisasi kemasyara-katan yang rumit mulai muncul. Kepustakaan lain mencatat korupsi sudah berlangsung sejak zaman Mesir kuno, Babilonia, Roma, sampai pada abad pertengahan, hingga sekarang. Pada zaman Romawi korupsi dilakukan oleh para jenderal dengan cara memeras daerah jajahannya, untuk memperkaya dirinya sendiri. Pada abad pertengahan para bangsawan istana kerajaan juga melakukan praktek korupsi. Pendek kata, korupsi yang merupakan benalu sosial dan masalah besar sudah berlangsung dan tercatat di dalam sejarah Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani, dan Romawi kuno.5 Korupsi memang merupakan istilah modern, tetapi wujud dari tindakan korupsi itu sendiri ternyata telah ada sejak lama. Sekitar dua ribu tahun yang lalu, seorang Indian yang menjabat semacam perdana menteri, telah menulis buku berjudul “Arthashastra” yang membahas masalah korupsi di masa itu.6 Dalam literatur Islam, pada abad ke-7 nabi Muhammad Saw. juga telah memperi-ngatkan sahabatnya untuk meninggalkan segala bentuk tindakan yang merugikan orang lain yang kemudian dikenal sebagai bagian dari korupsi. Korupsi dan koruptor sesuai dengan bahasa aslinya bersumber dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya.7 Corruptio dari kata corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap.8 Samuel Huntington dalam buku Political Order in Changing Societies, mendefinisikan korupsi sebagai behavior of public officials with deviates from accepted norms in order to serve private ends (1968: 59). Melihat dari definisi tersebut jelas bahwa korupsi tidak hanya menyangkut aspek hukum, ekonomi dan politik tetapi juga menyangkut perilaku manusia (behavior) yang menjadi bahasan utama serta norma (norms) yang diterima dan dianut masyarakat. Definisi korupsi tersebut mengidentifikasikan bahwa ada penyimpangan dari pegawai publik (public
2
Moh. Asror Yusuf (Ed.), Agama Sebagai Kritik Sosial di Tengah Arus Kapitalisme Global, Yogyakarta: IRCiSoD, 2006. 3 Ridlwan Nasir, (Ed.), Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS, 2006. 4 http://kompascyber.com, diakses tanggal 21 Februari 2015.
5
Ridwan Nasir, [Ed.], 2006: 277. Ahmad Fawa’id & Sultonul Huda [Ed.]; 2006: 1. 7 Muhammad Azhar [Et.al], 200: 28. 8 Nasir, [Ed.], Op.Cit., 281-282. 6
118
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam officials) dari norma yang diterima dan dianut masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi (serve private ends). Senada dengan itu, Azyumardi Azra mengutip pendapat Syed Husein Alatas yang lebih luas: ”Corruption is abuse of trust in the interest of private gain”, Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi.9 Korupsi didefinisikan sebagai ”penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa”.10 Sedangkan pengertian ringkas yang dipergunakan World Bank adalah ”penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain). Definisi ini juga serupa dengan yang dipergunakan oleh Transparency International (TI), yaitu ”korupsi me-libatkan perilaku oleh pegawai di sektor publik, baik politikus atau pegawai negeri, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri, atau yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.11 Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.12 Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa ”korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau 9
Syamsul Anwar (Et.al), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006, hal. 10. 10 http://www.kamus.net/english/corruption, "corruption." STANDS4 LLC, diakses tanggal 2/9/2015. 11 Fawa’id, Huda (Ed.), Op.Cit., hal 24. 12 Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, hal 19-20
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori ko-rupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewe-nang serta fasilitas negara. Korupsi dengan berbagai modusnya telah terbukti menyengsarakan rakyat. Salah seorang budayawan bahkan mengatakan bahwa korupsi sebenarnya lebih ’porno’ dari pada pornografi itu sendiri. C. Model Korupsi Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sudah mulai dilakukan secara sistematis baik oleh perorangan maupun berkelompok (berjamaah), serta semakin meluas dan semakin canggih dalam proses pelaksanaannya. Korupsi ini semakin memprihatinkan bila terjadi dalam aspek pela-yanan yang berkaitan dengan sektor publik, mengingat tugas dan kewajiban utama dari aparat pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada publik atau masyarakat. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, dapat diringkas secara umum bentuk, karakteristik atau jenis, dan unsur (dari sudut pandang hukum) korupsi sebagai berikut: 1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang. 2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu. 3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk di dalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan tertentu.”. Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi. Pertama, korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa. Kedua, korupsi manipulatif, seperti permintaan
119
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. Ketiga, korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. Keempat, korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.13 Sedangkan menurut Aditjondro, secara aplikatif ada tiga model lapisan korupsi, yaitu: ”1. Korupsi Lapis Pertama; Penyuapan (bribery), yaitu dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik, atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayanan publik lainnya. 2. Korupsi Lapis Kedua; Jejaring korupsi (cabal) antara birokrat, politisi, aparat penegakan hukum dan perusahaan yang mendapat kedudukan yang istimewa. Biasanya ada ikatan yang nepotistis di antara beberapa anggota jejaring korupsi yang dapat berlingkup nasional. 3. Korupsi Lapis Ketiga; Jejaring korupsi (cabal) berlingkup internasional, dimana kedudukan aparat penegakan hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga penghutang dan atau lembaga inter-nasional yang punya otoritas di bidang usaha maskapai mancanegara yang pro-duknya terpilih oleh pimpinan rezim yang jadi anggota jejaring korupsi internasional tersebut.”14 Selain model korupsi seperti di atas, terdapat banyak jenis perilaku korupsi. Syed Hussein Alatas menyebutkan jenis korupsi antara lain yaitu: 1. Biasanya melibatkan lebih dari satu orang. 2. Melibatkan keserbarahasiaan kecuali telah berurat berakar.
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 3. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik (tidak selalu uang). 4. Melanggar norma tugas dan pertanggungjawaban. 5. Kepentingan umum di bawah kepentingan khusus.”15 D. Sebab Terjadinya Korupsi Secara umum, munculnya perbuatan korupsi didorong oleh dua motivasi. Pertama, motivasi intrinsik, yaitu adanya dorongan memperoleh kepuasan yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi. Kedua, motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan korupsi dari luar diri pelaku yang tidak menjadi bagian melekat dari perilaku itu sendiri.16 Alatas menjelaskan beberapa hal yang menjadi penyebab korupsi yaitu: ”1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi kunci yang mempengaruhi tingkah laku menjinakkan korupsi. 2. Kelemahan pengajaran agama dan etika. 3. Konsumerisme dan globalisasi. 4. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku antikorupsi. 5. Perubahan radikal atau transisi 17 demokrasi." Korupsi juga sangat erat hubungannya dengan penyalahgunaan kekuasaan. Ketika kekuasaan cenderung absolut dan represif maka kesempatan adanya praktik korupsi semakin besar. Tidak salah bila Lord Acton mengatakan, power corrupts, and absolute power corrupts absolutely. Semakin mutlak kekuasaan, semakin besar pula kesempatan korupsi.18 Lebih lanjut Alatas mendeskripsi-kan beberapa faktor penyebab terjadinya korupsi, antara lain: problem kepemim-pinan, problem pengajaran agama dan etika, latar belakang sejarah (kolonial-isme), kualitas pendidikan yang rendah, faktor kemiskinan dan gaji yang rendah, penegakkan hukum yang lemah dan
13
15
Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi, Jakarta: LP3ES, 1975, hal. 46. 16 Syamsul Anwar (Et.al), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muham-madiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006, hal. 13. 17 Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi, Jakarta: LP3ES, 1975, hal. 46. 18 Majalah Tempo; edisi Juli 2008.
Syamsul Anwar (Et.al), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006, hal. 18 14 George Junus Aditjondro, Jurnal Wacana: Bukan Persoalan Telur dan Ayam: Membangun Suatu Kerangka yang Lebih Holistik bagi Gerakan Antikorupsi di Indonesia, Yogyakarta: Insist Press, 2003, hal. 22
120
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam buruk, sistem kontrol yang tidak efektif, struktur dan sistem pemerintahan.19
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 dilandasi dengan prinsip bahwa betapa pun para koruptor yang berhasil ditangkap dan dipenjara tanpa ada upaya pencegahan tindak pidana korupsi pekerjaan berat itu akan menjadi sia-sia. Sebab tunas koruptor yang baru akan muncul kembali. Menciptakan generasi baru yang antikorupsi merupakan sasaran dari langkah preventif untuk membantu mewujudkan negara yang bebas dari korupsi. Gerakan antikorupsi melalui jalur pendidikan merupakan langkah awal yang ditempuh untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang lebih baik dari sejak usia muda dengan membangun karakter termasuk pembentukan sikap disiplin.
E. Kasus Korupsi Sejak lahirnya KPK masyarakat pun sudah mulai antusias dengan pemberan-tasan korupsi. Masyarakat mulai semangat menggelorakan gerakan untuk melawan korupsi, yang semula kepercayaan masyarakat terhadap upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi berada pada titik terendah ketika orde baru berkuasa. Perkembangan kasus korupsi terus bermunculan dari hari ke hari. Hal ini dapat dirasakan oleh masyarakat dan terlihat secara langsusng dari media. Dalam Annual Report KPK pada tahun 2007 saja misalnya, dilihat dari jumlah keuangan yakni jumlah uang yang berhasil diselamatkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memper-oleh kekuatan hukum tetap, yaitu putusan terhadap uang rampasan, uang pengganti dan denda sebesar: Rp. 119.976.472.962,00. Adapun yang berhasil disetorkan ke Kas Negara adalah sebesar: Rp. 45.513.032.038,00.
G. Korupsi Menurut Perspektif Islam Sebagai agama yang sempurna dan universal, Islam tidak hanya mengatur hubungan antara makhluk dengan sang Khalik (hablum minallah), tetapi juga mengatur hubungan antar sesama makhluk (hablum minannas), serta hubungan manusia dengan alam (hablum minal ‘alam). Oleh karenanya, Islam mengajarkan secara komprehensif beberapa prinsip agar hubungan antar manusia menjadi harmonis dan beradab. Lebih jauh, Islam melalui kitab suci al-Qur’an telah memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk menjalankan ajaran Islam secara keseluruhan. Hal tersebut mengandung unsur universalitas Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana statemen dalam alQur’an menyatakan: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q. S. Al-baqarah/2:208). Ditinjau dari segi hukum Islam (fiqih), kasus korupsi termasuk dalam wilayah mu’amalah maliyah (sosial-ekonomi) atau fiqh siyasah (hukum tata negara) yang tertumpu pada permasalahan maliyah (benda). Dalam alQur’an terdapat beberapa ayat yang mampu membentuk kesadaran moral manusia untuk tidak rakus memakan harta rakyat. Al-Qur’an juga mempunyai perangkat teoritis untuk memberantas korupsi, seperti melarang umat Islam untuk memilih kaum penindas untuk jadi penguasa, apalagi melakukan korupsi yang sangat merugikan orang banyak. (Lihat Q.S. An-Naml/27: 34, dan Q.S Hud/11: 27). Korupsi secara definitif juga ditandai oleh sejumlah interpretasi keagamaan tentang tindak pidana tersebut. Para ulama, misalnya,
F. Penyelesaian Kasus Korupsi Gerakan pemberantasan korupsi yang digawangi oleh KPK semakin berkembang dalam tahun 2007. Aparat penegak hukum seolah berlomba dalam memburu para koruptor. Media massa pun terlibat aktif dalam menggelorakan gerakan antikorupsi. Pada tahun 2007 tercatat banyak koruptor kelas kakap berhasil ditahan. Baik dari sisi nilai kerugian negaranya maupun dari sisi ketokohannya. Seperti diantaranya anggota Komisi Yudisial, anggota DPR, bahkan mantan Direktur Utama BUMN dan BI dengan asset triliunan berhasil ditangkap. Ada dua cara dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi. Pertama, melalui langkah represif (penindakan), dimana aparat penegak hukum menjadi penggerak dalam memberantas korupsi. Kedua, melalui langkah preventif (pencegahan). Diantaranya upaya perbaikan sistem birokrasi, dan yang paling penting adalah penyemaian bibit-bibit antikorupsi melalui jalur pendidikan. Penanaman nilai antikorupsi akan melahirkan generasi antikorupsi di masa yang akan datang. Keduanya harus dilakukan secara simultan dengan kecepatan yang seimbang. Hal itu 19
Ibid., Alatas, revisi 1986 hal. 46
121
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam menganalogikan korupsi dengan al-ghulûl, sebuah istilah yang diambil dari ayat al-Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 161: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian setiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”. Asal kata “yaghulla” dari “ghallayaghullu-ghulûlan”, memiliki arti “ber-khianat, menipu” (Mahmud Yunus, 1990: 298). Sebagian dari para mufassir (diantaranya Ibnu Katsir, Qurthubi dan Thabari) menafsirkan “an yaghulla” dengan kata “an yakhûna” , yang berarti “khianat atau berkhianat yang dalam ayat ini berbentuk fi’il atau kata kerja”. Ibnu Katsir ketika menafsirkan Q.S. Ali ‘Imran/3: 161 mendefinisikan al-ghulûl dengan rumusan: “menyalahgunakan kewenangan–dalam urusan publik–untuk mengambil sesuatu yang tidak ada dalam kewenangannya, sehingga mengakibatkan adanya kerugian publik”. Definisi ini juga disepakati oleh para ulama di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI, 1999) dalam fatwanya menetapkan bahwa al-ghulûl identik dengan “korupsi”, yang dinyatakan sebagai salah satu bentuk perbuatan haram. Termasuk dalam tindak pidana korupsi–disamping al-ghulûl–adalah tindakan penyuapan (ar-risywah). Rangkaian kalimat “Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya” didalam Q.S. Ali ‘Imran/3: 161, mengandung ancaman keras dan peringatan yang tegas, bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang terlarang. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa kalau perkara perbuatan menggelapkan selembar permadani (sebagaimana asbâbun nuzul ayat) saja dianggap sebagai sebuah tindak pidana korupsi, apalagi perbuatan menggelapkan uang negara dan pengkhianatan atas kepentingan publik dan khalayak umum. Justeru perbuatan tersebut yang seharusnya lebih pantas dianggap sebagai korupsi dalam pengertian yang sesungguhnya (hakikat korupsi).
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015
a.
b.
d.
e.
122
Selain ayat al-Qur’an di atas juga terdapat beberapa Hadits yang dapat mendukung ayat tersebut: Riwayat Ahmad dari Abu Malik al-Asyja’i: (“Ghulul (korupsi) terbesar di sisi Allah ialah sehasta tanah; kalian menjumpai dua orang laki-laki ber-tetangga tanah miliknya atau rumah miliknya, lalu salah seorang dari keduanya mengambil sehasta milik temannya. Apabila ia mengambilnya niscaya hal itu akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi di hari kiamat nanti”). Riwayat Abu Daud dari Al-Mustaurid bin Syaddad: Hadits-hadits tersebut dapat dilihat dalam kitab tafsir karya Ibnu Katsir, juga terdapat dalam Compact Disk (CD) The Holy Qur’an Version 8.0. (“Barangsiapa bekerja untuk kepentingan kami, hendaklah ia mencari isteri; jika belum mempunyai pelayan, hendaklah mencari pelayan; dan jika masih belum punya rumah, hendaklah ia mencari rumah. Barangsiapa yang mengambil selain dari itu (yang menjadi haknya), berarti dia adalah koruptor atau pencuri”). Sebagaimana hadits di atas, kejahatan korupsi disejajarkan dengan pencuri. Dalam Hadits Riwayat Abu Daud tersebut, status ghallun (koruptor) disamakan dengan sariqun (pencuri). Riwayat Ibn Hanbal, yang terdapat juga dalam kitab musnadnya: “Hadiah-hadiah yang diterima oleh para ‘amil (petugas zakat/infaq/shodaqoh/pajak) adalah ghulul (korupsi)”. Riwayat Abu Daud dalam Hadits yang lain: “Barangsiapa yang saya angkat menjadi pejabat dengan gaji rutin, maka sesuatu yang diambilnya selainitu (gaji rutin) adalah ghulul (korupsi)”. Dari beberapa penjelasan Hadits di atas, kita dapat memahami bahwa korupsi harus dipahami secara kontekstual sesuai dengan kausa-efisien (‘illat)-nya dan kausa-finalis (maqashid)-nya. Berdasar pada ‘illat (kausaefisien), korupsi dapat dipahami sebagai “tindakan penyalah-gunaan wewenang oleh pemegang amanat publik”. Sehingga penyalahgunaan wewe-nang oleh siapapun, dalam bentuk apapun, dimana pun, dan kapan pun oleh pemegang amanat publik dapat disebut sebagai tindakan korupsi. Ketika korupsi kita pahami berdasarkan pada maqashid (kausa-finalis), maka korupsi dapat dipahami sebagai “tindakan yang merugikan kepentingan publik”. Sehingga semua tindakan yang dapat merugikan kepentingan publik
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok yang dilakukan oleh siapa pun, dalam bentuk apa pun, dimana pun, dan kapan pun dapat disebut sebagai tindakan korupsi. Tuduhan penggelapan selembar permadani pada masa Nabi telah menyebabkan atau melatar belakangi turunnya Q.S. Ali ‘Imran/3: 161. Betapapun tindak perilaku penggelapan, hal itu tentu sudah jelas (sharih) dalam ayat dinyatakan hal yang dilarang, karena kedudukannya yang sama dengan alkhianat (pengkhianatan). Dari beberapa uraian di atas dapat kita pahami konstruksi pemahaman tentang hukum korupsi. Sehingga mengindikasikan lahirnya ketetapan hukuman (fatwa) terhadap pelaku korupsi. Bagi sebagian orang -termasuk ulama– yang memahami korupsi sebagai tindakan pengkhianatan karena ‘illat dan maqâshid yang terdapat dalam kasus tersebut (yaitu pengkhianatan dan penyelewengan), maka hukumnya adalah haram dan termasuk kejahatan besar sehingga keluarlah fatwa hukuman mati bagi pelakunya. H. Nilai-nilai Islam yang Diselewengkan Dalam Kasus Korupsi 1. Amanah Secara bahasa, “amanah” berarti “titipan” (Munawir, 1997). Sedangkan “amanah” dalam pengertian istilah dapat dipahami dalam lima pengertian, sebagaimana yang terdapat di dalam kandungan al-Qur’an: Pertama, kata amanah dikaitkan dengan larangan menyembunyikan kesaksian atau keharusan memberikan kesaksian yang benar. Hal tersebut termaktub dalam QS. AlBaqarah/2: 283: Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguh-nya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Kedua, kata amanah dikaitkan dengan keadilan atau pelaksanaan hukum secara adil. Sebagaimana yang dapat kita pahami dari QS. An-Nisa/4: 58: Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” Ketiga, kata “amanah” dikaitkan dengan sifat khianat sebagai lawan katanya. Ayat alQur’an dalam surat Al-Anfal/8 ayat 27 berbunyi: Artinya: “Hai orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” Kempat, kata “amanah” dikaitkan dengan salah satu sifat manusia yang mampu memelihara kemantapan ruhaninya, kemudian dihubungkan dengan janji. QS. Al-Ma’arij/70: 32: Artinya: “Dan orang yang memelihara amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” Kelima, kata “amanah” secara definitif yang sangat universal, baik sebagai tugas keagamaan maupun sosial-kemanusiaan. Sebagaimana yang dapat kita pahami dalam QS. Al-Ahzab/33: 72: Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,” 2. Shidiq Nilai keislaman yang diselewengkan oleh korupsi kemudian adalah nilai-nilai kebenaran atau “shidiq”. Secara etimologis “shidiq” berarti: benar atau jujur (Munawwrir, 1997). Seorang Muslim dituntut untuk selalu dalam keadaan benar lahir-bathin, meliputi: benar-hati (shidq al-qalb), benar-perkataan (shidq al-hadîts), serta benar-perbuatan (shidq al-‘amâl). Benar dalam ketiga hal tersebut akan menuntun pada perilaku yang sesuai dengan “kebenaran” agama Islam. Oleh karenanya Rasulullah SAW memerintahkan kepada setiap Muslim untuk selalu menjaga diri dalam sikap “shidiq’ serta melarang umatnya berbohong, karena setiap kebohongan akan membawa kepada kejahatan. 3. Adil Adil merupakan sikap yang mengetengahkan kesepadanan, kelurusan (etimologis), sikap tengah yang
123
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam berkeseimbangan dan jujur (terminologis) yang muncul dari rasa insaf atau kesadaran yang mendalam. Namun sebagai sebuah konsep keagamaan, makna keadilan jauh lebih luas dan kompleks yang berkaitan dengan konteks masing-masing. Keadilan dapat dilihat dari empat pengertian: 1) keadaan sesuatu yang seimbang, 2) persamaan dan penyangkalan terhadap perbedaan, 3) memelihara hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya, 4) kemurahan dalam memberikan kebaikan. Sedangkan bentuk keadilan ada tiga macam: (1) Keadilan individual, yaitu kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya sehingga tidak melanggar norma agama. (2) Keadilan sosial, yaitu keserasian dan keseimbangan hubungan antar pribadi dan antara pribadi dengan masyarakat. Dengan demikian terciptalah keseimbangan antara perolehan hak pribadi dan pemberian hak terhadap pribadi lain dan masyarakat dalam hubungan interpersonal dan sosialnya; dan (3) Keadilan manusia terhadap makhluk lain, yakni tidak berbuat semena-mena terhadap makhluk lain. Beberapa ayat al-Qur’an memberikan indikasi terhadap perintah untuk berlaku adil, diantaranya: Artinya: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepadaNya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Q.S. al-A’raf/7: 29).
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 berlangsung sepanjang sejarah. Secara kualitatif, puluhan tahun lalu Bung Hatta pernah memberikan label atas hal korupsi sebagai perilaku yang telah membudaya. Bahkan secara kuantitatif, Begawan ekonomi Indonesia, Prof. Soemitro Djojohadikusumo pernah mengemukakan pernyataan kontroversial yang menyatakan bahwa kebocoran anggaran pembangunan di Indonesia mencapai 30 persen (Sudarwan Danim, 2003: 61). Konsep dasar pendidikan anti-korupsi secara filosofis merupakan agregasi dari internalisasi hakikat korupsi (ontologis), pemahaman praktik korupsi (epistemologis) serta aplikasi moral antikorupsi dalam tindakan (aksiologis) untuk mencegah perilaku korupsi. 1. Falsafah Pendidikan Antikorupsi Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian individu secara terus menerus terhadap nilai budaya dan cita-cita masyarakat; suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect), dan jasmani anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dengan demikian, internalisasi nilai antikorupsi melalui pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa (baca: peserta didik) dalam memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang korupsi. Upaya pencegahan korupsi melalui pendidikan merupakan basis falsafah dalam pendidikan nilai, moral agama. Secara filosofis korupsi hanya dipahami sebagai tindakan merusak (stabilitas nasional, etika, dan norma individu pelakunya) dalam konstruksi sosial budaya masya-rakat bahkan agama. Dalam konteks tersebut, pendidikan harus juga dimaknai dan dimanfaatkan sebagai instrumen, selain harus mampu mentransformasikan nilai moral, pendi-dikan juga berfungsi melakukan social engineering guna membangun sosial religi yang efektif dan seimbang. Konsep strategis dan krusial yang harus diimplementasikan selanjutnya adalah bagaimana problematika korupsi di Indonesia menjadi pokok bahasan tertentu dalam kurikulum pendidikan. Bukan hanya sebagai suplemen bagi pendidikan moral pancasila
4. Taqwa Sikap keislaman atau nilai Islam yang dinafikan oleh korupsi selanjutnya adalah taqwa. Sikap taqwa merupakan nilai paling krusial yang diperintahkan oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an. Kata taqwa dalam al-Qur’an disebut sebanyak 242 kali, baik dalam bentuk kata benda maupun kata kerja. Taqwa dalam pengertian: takut, berhati-hati dan waspada (etimologis). Sedangkan secara terminologis berarti: penjagaan diri dari sesuatu yang tidak baik, atau menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang Allah. I. Konsep Pendidikan Antikorupsi Sebagaimana halnya negara-negara lainnya, perilaku koruptif di Indonesia sudah
124
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam (kewarganegaraan), melainkan pendidikan agama (Islam).
juga
bagi
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 yang tinggi telah menjalankan pendidikan antikorupsi melalui berbagai upaya. Tak terkecuali Indonesia, sebagian daerah telah melakukan upaya sosialisasi pendidikan antikorupsi baik dari aspek nilai maupun praksis. Hal tersebut didasari pada kepekaan terhadap problematika bangsa yang harus dicegah mata rantainya mulai dari generasi bangsa pada sektor pendidikan. Metode yang paling menarik dari pendidikan antikorupsi dan telah banyak diadopsi adalah laboratorium warung kejujuran atau kantin kejujuran. Secara praktis, warung tersebut mengajarkan praktik kejujuran dengan aksentuasi transendental bahwa apapun yang kita lakukan pasti diketahui Tuhan. Warung tersebut dibuka tanpa penunggu (kasir), pembelinya membayar sesuai dengan harga, mencatat pembelian, dan mengambil uang kembalian dengan sendirinya. Beberapa sekolah yang mengadopsi kantin kejujuran diantaranya, SMP Keluarga Kudus, SMP 8 Padang, dan SMAN I Tambun Bekasi. Metode lain yang digunakan dalam aplikasi pendidikan antikorupsi adalah menyampaikan materi melalui mahasiswa yang sudah dilatih oleh KPK. Pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan antikorupsi pun telah digiatkan oleh beberapa kampus bahkan termasuk dalam mata kuliah. Universitas Paramadina (UPM) Jakarta telah memulai kuliah antikorupsi perdananya yang dikonsep dalam format kuliah umum pada tanggal 26 Juni 2008, diisi oleh Ketua KPK Antasari Azhar. Mata kuliah antikorupsi merupakan mata kuliah wajib di kampus tersebut dengan bobot 2 SKS (www.kpk.go.id, tanggal 16 Juli 2008). Model pendidikan anti korupsi di beberapa negara: 1. Kamboja (Korupsi Peringkat 162), memasukkan materi antikorupsi sebanyak 344 pokok bahasan ke buku pelajaran kelas I sampai kelas XII. Materi sekolah dasar: cerita tentang ambisi pribadi versus kepentingan publik, pentingnya kejujuran, dan dampak keserakahan serta egoisme. Materi sekolah menengah: keuangan rumah tangga, diskusi soal sumber keuangan keluarga, apakah penghasilan orang tua legal atau hasil korupsi. 2. Makau (Peringkat 34), KPK Makau (CCAC) menyusun program: a. Kejujuran untuk murid kelas IV hingga kelas VI SD. b. Membuat taman bermain dan panggung boneka yang mengajarkan ihwal integritas dan kejujuran. c. Buku, cakram
2. Pendidikan Moral Sebagai Dasar Pendidikan Antikorupsi Prof. Schoorl dalam Sudarwan Danim (2003: 63) menyatakan, bahwa praktik pendidikan merupakan wahana terbaik dalam menyiapkan SDM dengan derajat moralitas yang tinggi. Dalam tujuan pendidikan nasional idealisasi tersebut juga termuat dalam UU-RI No.20 Tahun 2003, pasal 4.”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar, atau salah, baik atau buruk (Poespoprodjo, 1999: 118). Konseptualisasi moral memiliki beberapa tingkatan, yaitu standar moral, aturan moral, dan pertimbangan moral. Standar moral adalah prinsip moral dasar yang paling fundamental yang merupakan basis pijakan atau asumsi untuk menentukan apakah secara moral sebuah tindakan itu diperkenankan atau tidak, baik atau tidak, diterima masyarakat atau tidak. Aturan moral memuat prinsip-prinsip moral yang diderivasikan dari standar moral. Aturan moral merupakan tindakan yang dianggap benar atau salah dengan berdasarkan pada kriteria yang diformulasikan oleh standar moral. Sedangkan pertimbangan moral merupakan evaluasi moral terhadap dimensi kepribadian sekaligus tindakan-tindakan seseorang, baik yang bersifat umum maupun spesifik. Secara konseptual –baik dari aspek standar moral, aturan dan pertimbangan moral– korupsi sangat bertentangan dengan nilai moral yang ada di dalam sebuah masyarakat. Perbuatan korupsi dapat menyebabkan delegitimasi nilai moral yang sudah ada. J. Model Pendidikan Antikorupsi di Beberapa Negara Korupsi yang bagi sebagian negara telah dianggap sebagai kejahatan trans-nasional memunculkan banyak ide terhadap cara pencegahan korupsi. Salah satu ide yang selalu dicanangkan adalah melalui pendidikan. Beberapa negara yang memiliki tingkat korupsi
125
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam padat, dan papan permainan dibuat sebagai pendukung program. (Sumber: Trans-parency International, Koran Tempo, 2 Maret 2008
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 korupsi pada nilai kebangsaan, agama, dan kemanusiaan. Proses pembelajaran dalam pendidikan antikorupsi pun sangat signifikan dan dominan dilakukan dengan cara mengaitkan materi pembelajaran dengan arus kenyataan praktikal dan aktual, semisal kejahatan korupsi dengan berbagai modus operandinya. Sebagai-mana diketahui, stagnasi pengembangan materi pembelajaran diakibatkan tidak terintegrasinya materi dengan problem-problem kontekstual. Hal tersebut diperparah lagi dengan proses pem-belajaran yang berjalan secara monoton serta hanya berorientasi pada basis kompetensi dan penguasaan materi konvensional (subject oriented curricu-lum). Seperti materi dalam ilmu fikih, ushul fikih, dan sebagainya, pada pendefinisian tema pencurian dan perampasan hak kepemilikan financial-private dalam pengajaran fikih. Di dalam mendefinisikan tema tersebut, baik di dalam kurikulum, silabus, maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Satuan Acara Perkuliahan (SAP), dinamakan sebagai pencurian dan perampasan hak kepemilikan finansial yang dilakukan secara fisik, seperti merampok (hirabah) atau perampasan di jalanan (qath’u al-tharîq). Pengayaan materi belum menyentuh pada bentuk perampasan dan perampokan finansial dalam mekanisme non fisik yang lebih sistemik - komunal kontekstual dan mutakhir, yaitu kejahatan korupsi sebagai gejala penyalahgunaan amanah dan kekuasaan sekaligus sebagai salah satu bentuk kejahatan kerah putih (white collar crime) kepada publik. Integritas atau amanah para pemimpin negara terlihat jelas penyelewengannya terhadap korporato-krasi. Bagaimana pun kepercayaan rakyat tidak bisa digadaikan begitu saja kepada pihak asing dengan cara menjual aset-aset nasional yang notabene sebagai sumber daya alam bagi bumi Indonesia. Eksploitasi alam termasuk dalam materi bagaimana hablum minal ‘âlam seharusnya diarakan untuk eksplorasi, bukan eksploitasi. State capture corruption adalah jenis korupsi yang super destruktifdan berskala negara. Kejahatan ini muncul ketika terjadi persekongkolan antara negara dan korporasi, dimana kekuatan korporasi menaklukan kekuatan negara sehingga negara menjadi pelayan kepentingan korporasi. Selain itu juga, state capture corruption ternyata mengejawantahkan dalam pembelian berbagai
K. Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Pendidikan Antikorupsi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 BAB X pasal 36 ayat 1 menyebutkan bahwa ”pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Sedangkan dalam ayat 2 disebutkan bahwa ”kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik”. Dalam pasal 38 ayat 2 juga disebutkan bahwa ”kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah”. Pendidikan Islam sebagai lembaga formal pendidikan (baca: sekolah) yang memiliki karakteristik nilai keislaman sudah barang tentu harus memiliki kesadaran (sense) terhadap fenomena dan problem kontekstual yang bertentangan dengan nilai keislaman, terutama dalam hal materi pelajaran. Agama sudah barang tentu menjadi kekuatan spiritualmoral dalam menegakkan panji kebenaran dan menolak setiap bentuk kemungkaran. Pada poin persatuan nasional dan nilai kebangsaan dapat diderivasikan beberapa nilai kebangsaan yang telah dirusak dan dikotori oleh para koruptor. Maka dari itu proses melawan korupsi adalah suatu upaya menjaga nilai kebangsaan, dan hal tersebut harus diimplementasikan dalam tataran praktis dengan menerapkan persoalan kejahatan korupsi dan semangat antikorupsi sebagai bagian integral dalam kurikulum dan pengajaran di sekolah. Oleh karenanya terdapat dua opsi dalam upaya penerapan kebijakan antikorupsi, yang pertama adalah menjadikan persoalan korupsi menjadi satu mata pelajaran yang didalamnya bisa dibahas antara lain: sejarah korupsi di Indonesia dan dunia dari masa ke masa; proses pemberantasan korupsi di Indonesia dan Negara lain; dan akibat
126
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam dekrit politik dan pembuatan undang-undang oleh sektor korporat dan penyalahgunaan wewenang dalam mendatangkan keun-tungan ekonomi. Hal inilah yang sangat urgen untuk diinternalisasikan kepada peserta didik dalam pengembangan materi pendidikan agama Islam agar kejahatan korporasi yang telah menyelewengkan nilai amanah dan kejujuran dapat ditekan. L.
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 harus mengarah pada penyemaian strategis, yaitu kualitas pribadi individu yang konsekuen dan kokoh dalam keterlibatan peran sosialnya. Pendidikan antikorupsi secara umum dikatakan sebagai pendidikan koreksi budaya yang bertujuan untuk mengenalkan cara berfikir dan nilai baru kepada peserta didik (Dharma, 2004). Dengan demikian, pendidikan antikorupsi membimbing peserta didik untuk berfikir terhadap nilai antikorupsi dalam kerangka koreksi terhadap budaya yang cenderung merusak nilai tersebut. Model pendidikan antikorupsi yang integratif-inklusif dalam pendidikan agama Islam secara aplikatif lebih berkedudukan sebagai pendekatan dalam pembelajaran. Hal tersebut akan tampak dalam desain atau Rencana Pembelajaran setiap mata pelajaran terpilih (pendidikan agamaIslam). Sebagai sebuah pendekatan (approach) pembelajaran maka implemen-tasi pendidikan antikorupsi akan sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajarmengajar. Oleh karena itu, implementasi pendidikan antikorupsi yang terintegrasi dalam pendidikan agama Islam di sekolah agar efektif dalam mengembangkan pendidikan antikorupsi perlu memperhatikan hal berikut: a) Materi; yakni materi pembelajaran antikorupsi perlu mencakup tiga domain: kognitif, afektif, dan psikomotorik. b) Metodologi; pendidik dapat mengguna-kan berbagai metode dan model pengajaran yang sesuai dengan perma-salahan dan kematangan peserta didik. Seperti penggunaan multimedia untuk membuat pembelajaran semakin mena-rik. c) Sumber belajar; perlunya penggunaan berbagai sumber pembelajaran. Seperti media cetak maupun elektronik (koran, majalah, CD, internet). Atau dengan narasumber semisal penegak hukum (polisi, hakim, jaksa, KPK). d) Evaluasi; pendidik dapat memperguna-kan bentuk evaluasi autentik yang tidak hanya mengukur aspek verbal dan kognitif peserta didik. Setelah menelaah konsep pendidik-an antikorupsi serta tinjauan aspek kuri-kulum dan perkembangannya, maka selanjutnya dicoba untuk diterapkan ke dalam pendidikan Islam. Urgensitas dan inklusifitas pendidikan antikorupsi pada pendidikan agama Islam jika diambil benang merahnya adalah sebagai berikut:
Model Pendidikan Antikorupsi IntegratifInklusif dalam Pendidikan Agama Islam. Keterlibatan pendidikan formal dalam upaya pencegahan korupsi sebenarnya bukan hal baru, justru memiliki kedudukan strategis. Sejalan dengan pandangan progresivisme, sekolah adalah agen perubahan sosial yang bertugas mengenalkan nilai baru kepada masyarakat (Pol, M., Hlouskova dkk, 2005). Secara umum tujuan pendidikan antikorupsi adalah: (1) pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi dan aspeknya; (2) pengubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi; dan (3) pembentukan keterampil-an dan kecakapan baru yang ditujukan untuk melawan korupsi. Sedangkan manfaat jangka panjangnya adalah menyumbang pada keberlangsungan sistem integrasi nasional dan program antikorupsi serta mencegah tumbuhnya mental korupsi pada diri peserta didik yang kelak akan menjalankan amanah di dalam sendi kehidupan. Pendidikan antikorupsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program pendidikan antikorupsi yang secara konsepsional memungkinkan disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada di sekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran antikorupsi. Pilihan ini digunakan oleh karena pertimbangan agar tidak menambah beban kurikulum dan jam belajar siswa. Pada aspek lain, pendidikan antikorupsi dapat juga diimplementasikan dalam bentuk mata pelajaran untuk kegiatan ekstra kurikuler siswa ataupun muatan lokal (institusional). Untuk berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan korupsi ada dua model yang dapat dilakukan oleh sekolah. Pertama, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan perspektif universal pada individu. Kedua, pendidikan
127
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 terbuka dari kemungkinan untuk dilakukan peninjauan dan penyempurnaan (Muis Sad Imam, 2004: 54). Pendidikan Islam lebih eksplisit lagi kurikulumnya sendiri jarang sekali diarahkan menjawab persoalan seperti itu. Buku pelajaran cenderung yang diajarkan secara normatif, tidak diambil serta dikembangkan semangat berpikirnya, apalagi kemudian dikorelasikan pada kontekstualisasi kekinian, seperti kenapa terjadi budaya korupsi, nepotisme dan lain sebagainya. Sementara para pendidik sendiri hanya mencukupkan diri dengan berpedoman kepada buku tersebut, tanpa pernah mengajarkan peserta didik bagaimana metode berpikir dan strategi menyelesaikan permasalahan yang mungkin muncul. Dengan berbagai pembenahan kurikulum tersebut, diharapkan pendidi-kan mampu mengalami perubahan yang signifikan. Memang, seharusnya kuriku-lum yang ideal harus berasal dari masyarakat. Berbagai pendekatan diperlu-kan guna membantu penyusunan kuriku-lum yang komprehensif.
1. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan antikorupsi adalah menanamkan pemahaman dan perilaku antikorupsi. Jika merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa pendidikan diseleng-garakan sebagai suatu proses pembudaya-an dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Atas dasar ini, signifikansi penyelenggaraan pendidikan antikorupsi lewat jalur pendidikan tidak dapat diabaikan potensinya sebagai salah satu cara untuk membudayakan antikorupsi di Indonesia. Pemberian pendidikan antikorupsi di sekolah hendaknya memperhatikan kebutuhan dan kematangan siswa. Kebutuhan yang dimaksud adalah pendidikan antikorupsi hendaknya tidak menjadi bidang studi yang (subject matter) berdiri sendiri (separated) sehingga akan menambah jumlah jam belajar siswa. Sedangkan disesuaikan dengan tingkat kematangan adalah bobot atau tingkat kesukaran pendidikan antikorupsi hendaknya disesuaikan dengan kemampuan berfikir peserta didik. 2. Kurikulum Kurikulum adalah sekumpulan silabus yang tercetak atau uraian mengenai satu demi satu mata pelajaran yang disertai pengantar bersifat umum mengenai tujuan pendidikan secara keseluruhan, dan ikhtiar singkat mengenai tujuan masing-masing mata pelajaran. Dengan begitu maka, kurikulum adalah salah satu komponen yang urgensitasnya sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran. Menurut Freire, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dihimpun dari pengalaman yang educatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana serta susunan yang teratur. Pengalaman educatif adalah pengalaman apa saja yang serasi dengan tujuan menurut prinsip-prinsip yang digariskan dalam pendidikan, setiap proses belajar yang ada membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Kurikulum yang bagus adalah tipe “core curiculum” yaitu sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum. Oleh karena tidak adanya standar yang universal, maka kurikulum harus
3. Metode Pengajaran Metode pengajaran adalah salah satu penentu keberhasilan dalam dunia pendidikan. Metode pengajaran yang ada saat ini masih bersifat monoton dan cenderung tekstual, dengan hanya mengacu pada pedoman buku teks sebagai bahan ajar. Seperti model pengajaran yang dominasinya pada ‘hafalan’ juga harus dibatasi, harus diganti dengan cara mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, membangun komunikasi yang dialogis. Metode ’hafalan’ adalah metode di mana peserta didik menghafal teks atau kalimat tertentu dari buku pelajaran yang dipelajarinya. M. Kesimpulan Setelah melakukan deskripsi dan analisis tentang pendidikan antikorupsi dengan tinjauan aspek kurikulum Pendidikan Agama Islam kemudian menganalisisnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Upaya pencegahan prilaku korupsi bisa dilakukan dengan dua langkah, yaitu langkah represif dan preventif. Langkah represif dilakukan dengan cara menjalankan penegakan hukum yang tegas oleh para aparat penegak hukum. Adapun langkah preventif melalui pendidikan, dilakukan dengan cara internalisasi nilai antikorupsi terhadap peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Konsep pendidikan
128
TADBIR ; Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Volume 3, Nomor 2 ; Agustus 2015 George Junus Aditjondro, Jurnal Wacana: Bukan Persoalan Telur dan Ayam: Membangun Suatu Kerangka yang Lebih Holistik bagi Gerakan AntiKorupsi di Indonesia, Yogyakarta: Insist Press, 2003.
antikorupsi yang digagas sebagai solusi atas permasalahan bangsa adalah upaya mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui pendidikan. Secara simplistik, langkah tersebut ditujukan untuk menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan lingkungan agar tidak permissive to corruption, sehingga dapat mencegah timbulnya mental korupsi pada generasi anak bangsa. 2. Pendidikan Islam bisa dijadikan sebagai sarana upaya preventif dan antisipatif dalam mengembangkan nilai antikorupsi untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi. Nilai keislaman yang terkandung dalam pendidikan antikorupsi dapat dikembangkan dalam kurikulum pendidi-kan agama Islam. Dalam mengaitkan relevansinya antara pendidikan anti-korupsi dengan pendidikan Islam, setidaknya bisa dilihat dalam konsep dan tujuan pendikan antikorupsi kemudian ditinjau dari kurikulum pendidikan agama Islam yang selaras terhadap nilai antikorupsi serta pengembangan kuri-kulum ke arah antikorupsi dan dengan pengayaan materi pembelajaran menjadi sangat relevan. Tinjauan kurikulum pendidikan agama Islam terhadap pendidikan antikorupsi melalui pengem-bangan kurikulum ke arah: peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat per-kembangan dan kemampuan peserta didik, problem kontekstual, persatuan nasional dan nilai kebangsaan, serta agama.
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006. Moh. Asror Yusuf (Ed.), Agama Sebagai Kritik Sosial di Tengah Arus Kapitalisme Global, Yogyakarta: IRCiSoD, 2006. Muhammad Azhar (Et.al), Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi, 2003. Ridlwan Nasir, (Ed.), Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS, 2006. Syamsul Anwar (Et.al), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006. Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi, Jakarta: LP3ES, 1975 Sumber Lain: http://id/wikipedia.org/wiki/korupsi http://www.kamus.net/english/corruption, "corruption." STANDS4 LLC, diakses tanggal 2/9/2015.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Fawa’id, Sultonul Huda (Ed.), NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006.
http://kompascyber.com, diakses tanggal 21 Februari 2015. http://www.kpk.go.id Tempo Interaktif, 8 Desember 2004.
129