PENDIDIKAN ANTIKORUPSI UNTUK KITA SEMUA “Memahami Gratifikasi” Oleh: Suradi Widyaiswara Madya, Balai Diklat Kepemimpinan www.bppk.depkeu.go.id/bdpimmagelang
“Gratifikasi dan suap memiliki arti dan bentuk yang relatif sama. Namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Penyuapan dapat didefinisikan sebagai : penawaran (offering), pemberian (giving), penerimaan (receiving), atau meminta (soliciting) sesuatu yang bernilai dengan tujuan untuk mempengaruhi (influencing) tindakan dari seorang pejabat dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan masyarakat atau hukum”
A. Ketentuan Gratifikasi Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa: “Yang dimaksud dengan ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”. Gratifikasi Dikategorikan kejahatan korupsi Jika: Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001,berbunyi sebagai berikut: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, Pengecualian Berdasarkan Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001, berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.
B. Pelaporan Gratifikasi Yang wajib melaporkan Gratifikasi adalah Penyelenggara Negara dan Penyelenggara Negara lainnya: Penyelenggara Negara yang wajib melaporkan Gratifikasi adalah: 1. Penyelenggara Negara Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, Penyelenggara Negara meliputi : Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur dan Hakim. 2. Pejabat Negara Lainnya, antara lain : Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD, Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer. Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek dan Pegawai Negeri.
1
C. Tata Cara Pelaporan Gratifikasi Berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 Pasal 12c ayat 2 dan UU No. 30 tahun 2002 Pasal 16, setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan cara sebagai berikut :
Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.
Formulir sebagaimana huruf b, sekurang-kurangnya memuat : Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi. Jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara Tempat dan waktu penerima gratifikasi. Uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan Nilai gratifikasi yang diterima Formulir Pelapor Gratifikasi dapat diperoleh di kantor KPK atau diunduh disini
D. Contoh Kasus Gratifikasi Beberapa contoh kasus gratifikasi baik yang dilarang berdasarkan ketentuan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (selanjutnya baca gratifikasi yang dilarang). Di dalam buku Buku Saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi, yaitu (halaman 19): 1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya; 2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut; 3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara gratis; 4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan; 5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat; 6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; 7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja; 8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu.
E. Perbedaan Suap dan Gratifikasi Perbedaan antara Suap dan Gratifikasi dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang, yaitu: 1. Dasar hukum; 2. Definisi; 3. Sanksi. Perbedaan antara suap dan gratifikasi dapat dijelaskan pada Tabel 4-1 berikut. Tabel 4-1 PERBEDAAN SUAP DAN GRATIFIKASI NO. 1.
PERBEDAAN Dasar Hukum
SUAP
GRATIFIKASI
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73.
1. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002
2
2. UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap
2.
Definisi
Sanksi
Pemberantasan
3. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 (UU Tindak Pidana Suap)
Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa:
Suap didefinisikan sebagai berikut: “ Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah)”
3.
tentang Komisi Korupsi.
4. Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap: Pidana penjara selamalamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah). 2. Pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 3. Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri
“Yang dimaksud dengan ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”.
Pasal 12 B ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang tidak melaporkan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, daapat diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sesuai
3
atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
F. Himbauan Pimpinan KPK Terkait Gratifikasi Berdasarkan surat dari pimpinan KPK Nomor B.143/01-13/01/2013 tanggal 21 Januari 2013 yang ditujukan kepada Pejabat Negara, Penyelenggara Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pimpinan organisasi swasta, dalam rangka upaya pencegahan tindak pidana korupsi, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menghimbau kepada pejabat dan pegawai di lingkungan tersebut untuk: 1) Tidak menerima/memberikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sesuai pasal1 2 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti: a. uang/barang/fasilitas lainnya dalam rangka mempengaruhi kebijakan/ keputusan/perlakuan pemangku kewenangan; b. uang/barang/fasilitas lainnya berapapun nilainya dalam setiap pelayanan terkait dengan tugas, wewenang atau tanggungjawabnya, c. uang/barang/fasilitas lainnya bagi pegawai/pengawas/tamu selama kunjungan dinas; dan d. uang/barang/fasilitas lainnya dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pejabat/pegawai. 2) Membangun tata kelola pemerintahan dan korporasi yang baik (Good Government Governance dan Good Corporate Governance) dengan membuat aturan kode etik dan aturan perilaku, aturan pengendalian gratifikasi dan aturan terkait lainnya serta membangun lingkungan anti suap dan fungsi pelaksana pengendalian gratifikasi di instansi masingmasing. 3) Melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang tidak melaporkan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, daapat diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sesuai pasal 12 B ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
G. Program Pengendalian Gratifikasi Kementerian Keuangan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-10/MK.01/2013 Tentang Program Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan memberikan panduan kepada seluruh pegawai Kementerian Keuangan terkait dengan gratifikasi dan menjaga konsistensi pelaksanaan pengendalian gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Gratifikasi dalam arti luas adalah pemberian kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang berkaitan dengan jabatannya, meliputi uang, barang, rabat 4
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Sedangkan Gratifikasi dalam kedinasan adalah hadiah/fasilitas resmi dari penyelenggara kegiatan yang diberikan kepada wakil-wakil resmi suatu instansi dalam suatu kegiatan tertentu, sebagai penghargaan atas keikutsertaan atau kontribusinya dalam kegiatan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti honorarium pembicara dan penerimaan biaya perjalanan dinas oleh pihak penyelenggara kegiatan, seminar kits, sertifikat, plakat/cindera, hidangan/sajian/jamuan berupa makanan dan minuman yang berlaku umum. Pengendalian Gratifikasi Dalam rangka mewujudkan Kementerian Keuangan sebagai institusi pemerintahan yang terbaik, berkualitas, bermartabat, terpercaya, dihormati dan disegani serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), maka: 1. Setiap pegawai Kementerian Keuangan dilarang menerima dan/atau memberikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya, seperti: a. uang/barang/jasa/fasilitas lainnya dalam rangka kebijakan/keputusan/perlakuan pemangku kepentingan;
mempengaruhi
b. uang/barang/jasa/fasilitas lainnya berapapun nilainya dalam setiap pelayanan terkait dengan tugas, wewenang atau tanggungjawabnya; c.
uang/barang/jasa/fasilitas lainnya bagi pegawai/pengawas/tamu selama kunjungan dinas;
d. uang/barang/jasa/fasilitas pejabat/pegawai; dan
lainnya
dalam
proses
penerimaan/promosi/mutasi
e. uang/barang/jasa/fasilitas lainnya dalam proses pengadaan barang dan jasa. 2. Setiap pegawai Kementerian Keuangan wajib melaporkan penerimaan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kecuali sebagaimana yang diatur dalam Surat dari pimpinan KPK Nomor B.143/01-13/01/2013 tanggal 21 Januari 2013 (Lihat H). 3. Untuk kepentingan transparansi, Setiap pegawai Kementerian Keuangan wajib melaporkan penerimaan Gratifikasi Dalam Kedinasan kepada atasan langsung. 4. Penerimaan Gratifikasi selain pada angka 2 (dua) wajib dilaporkan kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Gratifikasi diterima. 5. Untuk informasi lebih lanjut terkait dengan Gratifikasi dapat diakses melalui www.kpk.go.id/gratifikasi.
H. Gratifikasi Yang Tidak Perlu Dilaporkan Berdasarkan surat dari pimpinan KPK Nomor B.143/01-13/01/2013 tanggal 21 Januari 2013, tidak semua gratifikasi harus dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Berikut ini gratifikasi yang tidak harus dilaporkan kepada KPK: 4) diperoleh dari hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, atau souvernir yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan; 5) diperoleh karena prestasi akademis atau nonakademis (kejuaraan/perlombaan/kompetisi) dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan; 6) diperoleh dari keuntungan/bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan; 7) diperoleh dari kompensasi atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait dengan tupoksi dari pegawai negeri atau penyelenggara Negara, tidak melanggar konflik kepentingan dank ode etik pegawai, dan ijin tertulis dari atasan langsung; 8) diperoleh dari hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dua derajat atau dalam garis keturunan ke samping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; 9) diperoleh dari hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat atau dalam garis keturunan ke samping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; 5
10) diperoleh dari pihak yang memiliki hubungan keluarga sebagaimana pada huruf f dan g terkait dengan hadiah perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan kegamaan/adat/tradisi dan buka dari pihak-pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; 11) diperoleh dari pihak lain terkait dengan musibah atau bencana, dan bukan dari pihak-pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; 12) diperoleh dari kegiatan resmi kedianasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku secara umum berupa seminar kits, sertifikat dan plakat/cinderamata; dan 13) diperoleh dari acara resmi kedinasan dalam bentuk hidangan/sajian/jamuan berupa makanan dan minuman yang berlaku umum. Melaporkan ke instansi masing-masing atas penerimaan gratifikasi dalam kedinasan dan/atau penerimaan gratifikasi yang diterima berbentuk barang yang mudah busuk atau rusak, seperti bingkisan makanan dan buah.
Daftar Pustaka: Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. El Fanany, Burhan. 2012. Abraham Samad Ayam Jantan dari Timur Siap Mati Berantas Korupsi. Yogyakarta: Araska Hamzah, Andi. 2010. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Rajagrafindo Persada. ------------ 2002. Pemberantasan Korupsi Ditinjau Dari Hukum Pidana. Jakarta: Penerbit Pusat Hukum Pidana Universitas Trisakti. Klitgaard, Robert. 2005. Membasmi Korupsi (Penerjemah Hermojo). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. -------------2002. Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia & Patnership for Governance in Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Buku Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi. Marpaung, Leden.2005. Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika. Suradi. 2006. Korupsi di Sektor Pemerintah dan Swasta. Yogjakarta: Gava Media. Peraturan Perundang-undangan: UU RI Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi. UU RI Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak pidana Korupsi. UU RI Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Korupsi. UU RI Nomor 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara. UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa.
6
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara. Instruksi Presiden RI.No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2012. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberanatsan Korupsi. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 103/PMK.09/2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan dan tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 222/KMK.09/2013 Tentang Strategi Komunikasi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-10/MK.01/2013 Tentang Program Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan.
7