KEYNOTE SPEECH DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA SERVICE EXCELLENCE AWARDS 2014 Jakarta, 13 Juni 2014 Yang kami hormati Pimpinan Redaksi Infobank, Pimpinan Marketing Research Indonesia, Para Pengamat Ekonomi, Perbankan, dan Asuransi, Para Komisaris dan Direksi serta Nasabah Utama Bank-bank Umum di Indonesia, Para Hadirin dan Undangan yang berbahagia,
Selamat Malam dan Salam Sejahtera untuk Kita Semua. Mengawali pertemuan malam ini, saya ingin mengajak Bapak/Ibu sekalian untuk bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas perkenan-Nya kita dapat bertemu dalam suasana yang baik untuk bersilaturahmi dan bersama-sama menyaksikan penganugerahan Banking Service Excellence Awards 2014.
Bapak/Ibu dan para hadirin yang berbahagia, Kita merasakan gejolak ketidakpastian pada setengah dasawarsa terakhir sangatlah kental mewarnai kondisi ekonomi global. Perubahan drastis struktur ekonomi dunia itu terus menciptakan bandul ketidakpastian baru, sehingga fase ”New Normal” yang terjadi pada akhirnya dianggap semu. Beberapa tahun silam, fase tersebut ditandai dengan two-speed world
recovery, yaitu divergensi percepatan pemulihan ekonomi antara advanced dan emerging economies. Namun kini, meredupnya kinerja negara
emerging dengan soft landing negara Tiongkok serta mulai menggeliatnya ekonomi AS dan Eropa memunculkan fenomena Three-speed world recovery. 1
Penyesuaian kondisi ekonomi global tersebut terus mempengaruhi denyut jantung ekonomi domestik. Kita merasakan bahwa tahun 2013 bukanlah tahun yang mudah buat kita semua. Aktivitas ekonomi nasional menunjukkan perlambatan dengan pertumbuhan yang lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Di sisi eksternal, tekanan pada perekonomian nasional meningkat terutama didorong oleh defisit Transaksi Berjalan. Nilai tukar rupiah mengalami penyesuaian yang cukup tajam, sementara inflasi telah melewati sasarannya di 4,5+1% akibat pengurangan subsidi bahan bakar dan kenaikan tajam kelompok bahan makanan (volatile food). Ditengah turbulensi ekonomi dunia yang terus berevolusi, kita patut bersyukur bahwa pada tahun 2013 ekonomi kita mampu bertahan pada level yang cukup tinggi dengan pertumbuhan sebesar 5,78%, jauh diatas rata-rata pertumbuhan peer countries sekitar 3,6%. Dengan capaian tersebut, perekonomian Indonesia dipandang cukup mampu bertahan di tengah-tengah situasi perekonomian global yang terus bergejolak, dan banyak yang memandang Indonesia mampu memitigasi risiko kredit dan mencegah pelarian modal. Hal ini tercermin dari porsi penempatan investor asing terhadap SBI dan SBN Indonesia yang tetap bertahan pada level yang cukup tinggi pada kisaran 31,5%. Berbagai tantangan yang mengemuka tersebut tentunya perlu mendapat perhatian dan respon segera agar tidak meningkatkan risiko terganggunya kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu dalam upaya
menghadapi
berbagai
tantangan
tersebut
Bank
Indonesia
menempuh beberapa langkah antisipatif. Pertama, bauran kebijakan Bank Indonesia diperkuat untuk memastikan agar inflasi dapat segera kembali ke lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014. Kedua, Bank Indonesia senantiasa berupaya menjaga defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih seimbang dan sehat. Selain itu, Bank Indonesia juga memperkuat jalinan koordinasi dengan pemerintah dan meningkatkan kerjasama antar bank sentral. Kami memandang bahwa Bauran Kebijakan Bank Indonesia yang antisipatif tersebut telah memberikan hasil yang baik dalam mengawal ekonomi 2013 dan memberikan arah ekonomi yang lebih resilien di 2014. 2
Bapak/Ibu dan para hadirin yang berbahagia, Dibalik catatan keberhasilan tersebut, kita juga menyadari bahwa tantangan yang perlu terus kita benahi, lambat laun semakin terasa. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sedikit membaik, terutama disebabkan oleh geliat ekonomi negara-negara Eropa dan AS. Sebaliknya, kegiatan produksi Tiongkok diperkirakan terbatas dan IMF telah memperkirakan tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina akan kembali berlanjut yaitu turun menjadi 7,5%, dari sebelumnya sebesar 7,7%. Kondisi tersebut turut mempengaruhi kecepatan pemulihan kinerja ekspor Indonesia sebagai salah satu mitra dagang utama Tiongkok. Pada saat yang sama, ekonomi Amerika Serikat menunjukkan sinyal yang membaik. Jumlah pengangguran di Amerika Serikat telah mengalami penurunan. Membaiknya indikator ekonomi Amerika Serikat khususnya di sektor tenaga kerja telah memperkuat spekulasi percepatan pengurangan dan bahkan penghentian stimulus. Berbagai perkembangan tersebut tentunya sangat mempengaruhi kondisi pasar keuangan di kawasan. Kita telah menyaksikan tekanan di pasar keuangan beberapa negara ASEAN terus mengalami peningkatan. Sejalan dengan ini, tekanan depresiasi Rupiah yang sempat mereda pada Q1-2014 kembali mengalami peningkatan, terutama dipengaruhi oleh reposisi aset keuangan dari emerging market terkait kemungkinan penyesuaian stimulus moneter oleh the Fed serta sentimen terhadap defisit fiskal dan transaksi berjalan di dalam negeri. Tantangan
mendesak
saat
ini
adalah
“bagaimana
kita
dapat
mengalokasikan sumber daya ekonomi secara lebih tepat sasaran, dengan distorsi yang semakin minimum.” Dalam pandangan saya, pada titik inilah kapabilitas kita untuk membaca dan mengantisipasi gerakan ekonomi ke depan semakin teruji. Kecepatan dalam menjawab tantangan tersebut akan mempengaruhi kemampuan kita untuk dapat menjaga kesinambungan pertumbuhan 3
ekonomi
secara
“berkeseimbangan”.
didefinisikan
sebagai
pertumbuhan
dan
“keseimbangan inflasi,
dan
Keseimbangan internal”,
yaitu
“keseimbangan
tersebut
bisa
keseimbangan
eksternal”,
yaitu
keseimbangan neraca pembayaran. Secara
fundamental,
kami
berpandangan
bahwa
dinamika
neraca
pembayaran yang saat ini terjadi lebih disebabkan pada persoalan bagaimana industri kita memiliki kemampuan bersaing, berdikari dalam bahan baku dan bahan pendukung, pengembangan kapasitas inovasi dan kesiapan teknologi, serta pengalokasian sumber daya ekonomi secara efisien. Mencermati dinamika yang terjadi akhir-akhir ini, kami menilai proses penyesuaian ekonomi masih berjalan dengan cukup baik, meskipun terdapat sejumlah risiko yang perlu mendapat perhatian dan diwaspadai. Oleh karena itu kebijakan antisipatif perlu difokuskan untuk memastikan sasaran inflasi dapat dicapai dan kinerja transaksi berjalan tetap terkendali. Dengan pertimbangan tersebut, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,5%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,5% dan 5,75%. Selanjutnya, untuk mendukung kebijakan tersebut, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik serta pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi. Selain itu Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan.
Bapak/Ibu, para undangan dan hadirin yang berbahagia, Krisis keuangan global telah memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya
menjaga
stabilitas
sistem
keuangan.
Dengan
adanya
interconnectedness di sistem keuangan, krisis yang bersumber dari dalam sektor keuangan tidak hanya berdampak negatif di sektor keuangan itu 4
sendiri, namun meluas hingga mempengaruhi kinerja makroekonomi dan menimbulkan biaya recovery yang cukup tinggi di beberapa negara. Di Indonesia, biaya penanganan krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997/1998 diperkirakan mencapai sekitar 51% dari PDB nasional. Terjaganya stabilitas sistem keuangan merupakan faktor penting untuk mencapai stabilitas makroekonomi, dan begitupula sebaliknya, kondisi makroekonomi yang kondusif merupakan prasyarat untuk mencapai stabilitas sistem keuangan. Dari sistem keuangan yang stabil, diharapkan tercipta suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berjalan secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak baik
internal
maupun
eksternal,
sehingga
alokasi
sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. Bank Indonesia menjaga stabilitas sistem keuangan dengan pendekatan makroprudensial, antara lain melalui kegiatan surveillance, riset dan penetapan kebijakan. Dengan tools tersebut, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan dan volatilitas dalam sektor keuangan, hingga mampu mendeteksi potensi tekanan yang berdampak pada sistem keuangan. Sementara penetapan kebijakan yang dilakuan Bank Indonesia diharapkan dapat mempengaruhi perilaku agen di dalam sistem keuangan, sehingga mampu memitigasi risiko dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Saya menyadari bahwa keberhasilan pengawasan makroprudensial sangat bergantung pada tingkat pemahaman pengawas atas stabilitas sistem keuangan. Hal ini meliputi pemahaman atas struktur pasar keuangan, pasar modal, industri keuangan, hingga pemahaman terhadap kondisi keuangan individu lembaga keuangan. Kami mencermati bahwa saat ini indikator-indikator kinerja sistem keuangan dapat tetap terjaga dengan baik, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan. Pertumbuhan kredit kepada sektor swasta pada April 2014 melambat menjadi 18,5% (yoy) dari bulan sebelumnya 19,1% (yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian. Dalam rangka memperkokoh ketahanan industri perbankan 5
tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Meskipun indikator kinerja sistem keuangan secara umum terjaga dengan baik, dinamika perubahan yang sangat cepat menuntut kita untuk senantiasa memperbaiki diri dengan meningkatkan ketahanan, daya saing, dan juga tata-kelola yang baik.
Bapak/Ibu, para undangan dan hadirin yang berbahagia, Perubahan di tatanan ekonomi global tersebut berdampak pada ruang gerak dan visi berbagai entitas, baik di lembaga keuangan maupun nonkeuangan global maupun lokal. Pemerintah dan Bank Indonesia sebagai bank sentral juga tidak luput dari perubahan tersebut. Peran sebagai bank sirkulasi merupakan fungsi klasik bank sentral di seluruh dunia yang juga telah melekat dan menjadi bagian dari sejarah panjang perjalanan Bank Indonesia sejak 1828 (dahulu De Javasche Bank). Seiring dengan perkembangan ekonomi, maka fungsi Bank Indonesia mengalami perluasan dan pendalaman yaitu sebagai pengawal Stabilitas Moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan Stabilitas Sistem Pembayaran. Evolusi identitas yang bergerak seiring dinamika tersebut perlu disikapi secara bijak karena merupakan proses keniscayaan yang terjadi pada setiap
entitas,
baik
publik
ataupun
swasta.
Pada
titik
inilah
Corporate/Organizational Culture berperan penting, menjadi nahkoda yang mendorong peran organisasi pada fungsi dan jatidirinya yang hakiki, mempererat cohesiveness intra dan inter organisasi, serta mengarahkan individu di dalam organisasi untuk bergerak sesuai dengan visi dan misinya. Pada kesempatan ini saya mewakili Bapak Agus D.W. Martowardojo menyampaikan terima kasih atas kehormatan yang telah diberikan atas penghargaan Lifetime Achievement Corporate Culture. 6
Bapak/Ibu, para undangan dan hadirin yang berbahagia, Memberikan pelayanan yang prima (service excellence) kepada para nasabah untuk memelihara kepercayaan dan loyalitas nasabah, serta menjaga kredibilitas bank merupakan prinsip dasar corporate culture yang harus senantiasa dibangun industri perbankan. Namun hal tersebut belum cukup, karena ada faktor-faktor penting lainnya yang perlu dicermati. Untuk bisa bertahan dari gempuran krisis global, bersaing secara sehat dengan bank-bank dari negara tetangga, serta memenuhi kebutuhan pembiayaan perekonomian nasional, kondisi perbankan nasional yang ada saat ini perlu kita perbaiki.
Kinerja bank-bank yang cukup baik dalam
beberapa tahun terakhir bisa menjadi momentum untuk memperkuat ketahanan sekaligus meningkatkan daya saing dan tata-kelola di industri perbankan pada khususnya dan sistem keuangan pada umumnya. Penghargaan terhadap layanan prima yang dilakukan oleh perbankan merupakan suatu hal yang baik dan akan dapat mendorong perbankan untuk senantiasa meningkatkan kualitas pelayanannya kepada nasabah. Namun akan lebih baik lagi jika nasabah didudukkan secara proporsional dan
hak-haknya
dihormati,
sehingga
bisa
meminimalkan
jumlah
pengaduan nasabah Jika ini bisa dilakukan, customer loyalty tidak lagi menjadi
isu
dan
kepercayaan
masyarakat
pada
perbankan
bisa
ditingkatkan. Pada gilirannya, hal ini akan membantu upaya pemeliharaan stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia menyadari bahwa peran pengawasan bank juga akan turut menentukan kualitas suatu bank dalam memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah, melalui mekanisme pengawasan yang mengarahkan bank untuk beroperasi secara sehat dan efisien. Bank Indonesia juga akan tetap melakukan pengawasan dari sisi sistem pembayaran dan makroprudensial untuk mendapatkan keyakinan bahwa penyelesaian transaksi perekonomian berjalan aman, efisien, cepat, dan mudah, serta sistem keuangan berada dalam kondisi yang stabil dan kondusif bagi perekonomian. 7
Kami meyakini bahwa sinergi pengawasan makroprudensial oleh Bank Indonesia bersama dengan pengawasan mikroprudensial OJK akan mendorong resiliensi sistem perbankan berjalan dengan baik. Pertahanan berlapis melalui perlindungan dan pemberdayaan konsumen jasa keuangan dan sistem pembayaran juga diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas layanan prima dari perbankan. Akhir kata, kami mengucapkan selamat kepada para penerima Banking Service Excellence Award 2014 dan berharap agar penghargaan ini dapat senantiasa memacu kinerja untuk memberikan yang terbaik kepada para nasabah.
Sekian dan Terima Kasih
Jakarta, Juni 2014 Ronald Waas
8