NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL ‟IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Disusun Oleh: MUHAMMAD CHOIRUL UMAM NIM 111 09 112
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015 i
ii
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail :
[email protected] NOTA PEMBIMBING Lamp : Hal : Naskah skripsi Saudara Muhammad Choirul Umam Kepada: Yth. Ketua IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamualaikum. Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama
: Muhammad Choirul Umam
NIM
: 111 9 112
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Judul
: Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul „Ibad Karya Imam Nawawi Al-Bantani
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 11 Maret 2015 Pembimbing
Muh. Hafidz, M. Ag. NIP. 19730801 200312 1002
iii
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail :
[email protected] SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL ‟IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI DISUSUN OLEH MUHAMMAD CHOIRUL UMAM NIM : 111 09 112 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 11 April 2015, dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam. Susunan Panitia Ujian Ketua Penguji
: Rasimin, S.Pd.I, M.Pd.
__________________
Sekretaris Penguji
: Muh. Hafidz, M.Ag.
__________________
Penguji I
: Prof. Dr.H. Mansur, M.Ag.
__________________
Penguji II
: Muna Erawati, M.Si.
__________________
Salatiga, 11 April 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd. NIP: 19670121 199903 1 002
iv
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721
http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail :
[email protected]
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Muhammad Choirul Umam
NIM
: 111 09 112
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Judul
: Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul ‟Ibad Karya
aaaaaaaaaaaaaaaaaImam Nawawi Al-Bantani
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.. Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 11 Maret 2015 Penulis
Muhammad Choirul Umam NIM: 111 09 112
v
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra‟d: 11).
“Manusia Berusaha dan berdo‟a, Tuhan yang menentukan”
Barang Siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.(H.R. Tirmidzi)
vi
PERSEMBAHAN Kupersembahkan skripsi ini untuk: 1. Ibuku Siti Aisyah dan Bapakku Asmudi yang selalu sabar dalam mendidik, memberi motivasi dan merawat serta membesarkanku dengan keringatnya hingga sampai pada titik ini. Semoga tetesan keringat ibu dan bapak dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. 2. Keluargaku di kampung halaman, Bani Sajad Yasir. Terutama kedua adikku Al-Istianah dan Sayyidatus Syarifah, kalian adalah semangatku. 3. Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah serta seluruh keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manar. yang senantiasa memberikan ilmu pengetahuan hingga saat ini. 4. Teman-teman seperjuangan Keluarga besar pondok pesantren Al-Manar, jajaran kepengurusan, Dewan Asatidz MADIN Al-Manar dewan guru Madrasah Aliyah dan Dewan Guru MTs serta seluruh santri yang selalu membagi tawanya kepadaku. 5. Almamaterku tercinta, IAIN Salatiga, tempatku menimba pengetahuan . teman teman PAI-D angkatan 2009. Kalian luar biasa. 6. Seluruh sahabat terbaikku yang telah meluangkan waktunya dalam hal apapun. Pakdhe Ilzamsyah Am., Sobet Rieadie Ijah, Tumbrok, Gembel, Cah Ayu, Tante nafi‟ teteh Lutfi dan Bunda kamal serta siapa saja yang aku lupa namanya.
vii
7. Calon pendampingku, Tulang rusukku yang akan menemaniku kelak, ibu dari anak-anak Kita semoga kau setia menungguku. 8. Seluruh Umat Islam di belahan dunia manapun yang bersedia membaca karya kecil ini.
viii
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah INSTITUTAGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Allah SWT tuhan yang tiada duanya dan Rosulullah SAW seorang Nabi yang menjadi suri tauladan yang baik bagi umatnya. 2. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 3. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. , selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam (PAI). 4. Bapak M. Hafidz, M.Ag., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini. 5. Bapak M. Ghufron, M.Ag., selaku pembimbing akademik 6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. ix
7. Mu‟allif kitab Nashaihu „Ibad, Imam Nawawi Al-Bantany 8. Seluruh keluarga besar Yayasan Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang. 9. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb Salatiga, 11 Maret 2015 Penulis
Muhammad Choirul Umam
x
ABSTRAK Umam, Muhammad Choirul. 2015 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul „Ibad Karya Imam Nawawi Al-Bantani. Skripsi Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M. Hafidz, M.Ag. Kata kunci: Nilai Pendidikan, Nashaihul „Ibad Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Imam Nawawi al-Bantani merupakan seorang ulama‟ salaf pemikir yang menghasilkan karya-karya besar yang cukup fundamental.Beliau merasa bahwa sangat pentingnya sebuah pribadi yang memiliki keimanan yang kuat, kesempurnaan akidah dan akhlak serta pendidikan yang unggul dan memadai harus dimiliki oleh setiap hamba dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan dalam kitab nashaihul „ibad karya imam nawawi al bantani. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab nashaihul „ibad?, 2) Bagaimana nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab nashaihul „ibad?, 3) Bagaimana implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam kehidupan sehari-hari?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan jenis penelitian kepustakaan(Library Research), sedangkan sumber data primer dari penelitian ini adalah kitab nashaihul „ibad dan sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deduktif dan metode induktif dan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan dalam kitab Nashaihul „Ibad karya Imam Nawawi ini sangat dibutuhkan bagi peserta didik dan pendidik dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Karakter pemikiran beliau dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh dengan al Qur‟an dan Hadits serta atsar para ulama‟. Beliau menyatakan bahwa ilmu itu sesuatu yang suci dan hanya akan dapat diserap oleh jiwa yang suci pula. Pendidikan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja, namun kita bisa mendapatkannya melalui siapa saja dan apa saja. Ilmu dapat diperoleh dengan cara berkumpul dengan orang saleh, menjaga diri dari perbuatan yang dilarang agama dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap kita kepada sesama manusia dan makhluk lain juga akan berpengaruh dalam pendidikan. Menghargai orang lain, menjaga lisan rendah hati serta sikap-sikap yang seharusnya kita lakukan kepada makhluk lain akan menjadikan kita sebagai hamba yang santun dan bijak dalam mengarungi bahtera kehidupan. Kecenderungan lain dalam pemikiran beliau adalah mengetengahkan nasihat-nasihat kepada para hamba sebagai bekal dalam menjalani kehidupan dan kebahagiaan yang hakiki.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN BERLOGO .............................................................................
ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv DEKLARASI ................................................................................................
v
MOTTO........................................................................................................ vi PERSEMBAHAN ........................................................................................ vii KATA PENGANTAR ................................................................................. ix ABSTRAK ................................................................................................... xi DAFTAR ISI ................................................................................................ xii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian......................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 5 E. Penegasan Istilah......................................................................... 7 F. Metode Penelitian.......................................................................
9
G. Sistematika Penulisan Skripsi.................................................... 11 BAB II. BIOGRAFI A. Latar Belakang Penulisan Kitab Nashaihul „Ibad.....................
13
B. Sistematika Penulisan Kitab Nashaihul „Ibad...........................
13
C. Riwayat Hidup Imam Nawawi................................................... 16 D. Pendidikan Imam Nawawi Al-Bantani....................................... 17 xii
E. Nasionalisme............................................................................. 19 F. Gelar-gelar................................................................................
21
G. Karya-karya..............................................................................
22
H. Nasab Imam Nawawi...............................................................
25
I.
Silsilah Guru Imam Nawawi.................................................... 27
BAB III. NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD A. Pengertian Pendidikan.............................................................
30
B. Pemikiran Imam Nawawi tentang Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul „Ibad........................................................................
32
BAB IV. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD A. Nilai Pendidikan dalam Nashaihu „Ibad................................
41
B. Implikasi Nilai Pendidikan Dalam Kehidupan......................
61
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan...........................................................................
70
B. Saran.....................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan Agama rahmatan lil‟alamin yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia dan pendidikan bagi manusia dan seluruh alam. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal-hal yang kecil sampai pada hal yang besar. Baik masalah tersebut berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Tidak heran jika hal itu sangat menjadi topik utama dalam kehidupan ini. Menjadi awal dan dasar kehidupan seseorang untuk menjadi bahagia di dunia dan akhirat. Dasar utama dalam Islam adalah mengakui keberadaan-Nya dan para utusannya. Dengan mengakui bahwa:” Aku mengakui, bahwa tiada Ilah selain Allah SWT, tunggal Maha sendiri-Nya,tiada sekutu bagi-Nya, demikian tinggi Dia dengan ketinggian yang Maha Agung. Dia menciptakan seluruh langit dan bumi serta segala apa yang ada diantara keduanya dalam kurun wangsa waktu enam periode hari, kemudian Dia bersemayam di Arasy al Rahman” (Soedjarwo, 1990: 27). Islam juga sangat menjunjung tinggi ilmu. Begitu tingginya orang yang memiliki ilmu, hingga dalam sebuah ayat, Allah berfirman: ......
1
Artinya:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Q.S. Al-Mujadalah. 11). (http//www.alquran-digital.com).
Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan orang mukmin yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun (Ihya‟ Ulum Al-Din) Dalam keseharian manusiapun, seorang yang memiliki illmu akan lebih dihormati dibanding orang-orang biasa. Sebagai contoh konkrit, seorang yang memiliki pemahaman dan kearifan dalam ilmu agama, terkait dengan akidah, fikih, dan lain sebagainya, di masyarakat akan dijadikan panutan oleh masyarakat. Selain itu, perkataan yang beliau ucapkanpun akan lebih dipatuhi dibanding orang pada umumnya. Begitulah Allah mengangkat derajat hamba-Nya yang memiliki ilmu. Bahkan, tidak terbatas dalam ilmu agama semata, dalam bidang keilmuan umumpun Allah akan mengangkat derajat hamba-Nya yang berilmu. Sebagai contoh orang yang memiliki kepandaian dalam bidang ilmu hitung atau matematika, masyarakat juga tidak akan sungkansungkan menimba ilmu dengannya, atau jika memang memungkinkan, ketika orang tersebut membuka sebuah wadah pembelajaran berbentuk les privat, masyarakat tidak akan segan-segan mengarahkan putra-putrinya untuk menimba ilmu padanya. Disisi lain, manusia semakin cerdas dan mendayagunakan fikirannya untuk menemukan konsep dan metode yang benar-benar 2
relevan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan pendidikan berkembang dari konsep pedagogi, andragogi dan education. Dalam konsep paedagogi, kegiatan pendidikan ditujukan hanya kepada anak yang belum dewasa. Tujuannya mendewasakan anak. Namun, karena banyak hasil didikan yang justru menggambarkan perilaku yang tidak dewasa, maka sebagai anti tesis dari kenyataan itu, muncullah gerakan andragogi. Selanjutnya gerakan modern memunculkan konsep education yang berfungsi ganda, yakni “transfer of knowledge” dan “ making scientific attitude” pada sisi yang lain. Ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan kaidah-kaidah tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan ada pendidikan yang berfungsi sebagai pelatih, pengembang, pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat pula bahan yang dilatihkan, dikembangkan, diberikan serta diwariskan yakni berupa pengetahuan, keterampilan, berfikir, karakter yang berupa bahan ajar, serta ada murid yang menerima latihan, pengembangan, pemberian dan pewarisan pengetahuan, keterampilan pikiran dan karakter. Ilmu juga berkaitan erat dengan kecerdasan. Pembicaraan mengenai kecerdasan sangatlah luas. Teori-teori kecerdasan terus berkembang, mulai dari Plato, Aristoteles, Darwin, Alfred Binet, Stanberg, Piaget, sampai Howard Gardner. Perkembangan ini mengerucut pada pola yang sama, yaitu makna kecerdasan banyak ditentukan oleh faktor situasi dan kondisi (konteks) yang terjadi pada saat teori tersebut muncul. Pada 3
akhirnya, makna kecerdasan sangatlah tergantung pada banyaknya kepentingan eksternal dari hakikat kecerdasan itu sendiri. Kepenitingan ekstenal tersebut meliputi kepentingan politik, eugenic (keturunan), keunggulan ras, dan banyak lagi. Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai pendidikan pada pemikiran Imam Nawawi Al-Bantani melalui sebagian karya-karyanya yang cukup fundamental yaitu kitab Nashaihul „Ibad yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan. Untuk itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: NILAINILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL ‟IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI, dengan harapan semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
4
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sistematika penulisan kitab Nashaihul „Ibad? 2. Bagaimana nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab Nashaihul „Ibad? 3. Bagaimana implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam dunia pendidikan?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui sistematika penulisan kitab Nashaihul „Ibad. 2. Mengetahui nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab Nashaihul „Ibad. 3. Mengetahui implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam dunia pendidikan.
D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu: 1.
Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung dalam
5
karya Imam Nawawi serta bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam. 2.
Kegunaan Praktis a. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai nilai pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam aktifitas sehari-hari b. Bagi Lembaga Pendidikan 1)
Dapat
menjadi
meningkatkan
masukan
kualitas
yang
lembaga
membangun pendidikan
guna
terutama
pendidikan Islam, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum. 2)
Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia terutama pendidikan Islam (seperti Madrasah Diniyah,
Pondok
Pesantren)
sebagai
solusi
terhadap
permasalahan pendidikan yang ada. c. Bagi Ilmu Pengetahuan 1)
Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan yang terdapat dalam kitab Nashaihul „Ibad sehingga mengetahui betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian
seorang 6
mukallaf
akan
berusaha
memperbaiki diri agar semakin meningkatkan mutu kualitas diri menjadi yang lebih baik dihadapan Allah dan dihadapan manusia. 2)
Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan dibidang tersebut khusunya dan bidang ilmu pengetahuan yang lain pada umumnya.
E. Penegasan Istilah Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan dalam memahami istilah, maka penulis perlu membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Adapun tujuannya agar asumsi yang akan muncul nantinya akan dapat diartikan secara tepat sesuai dengan yang dikehendaki penulis, antara lain: 1. Nilai-Nilai Pendidikan Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya
tercermin
dalam
perilaku,
sikap
dan
perbuatan-
perbuatannya (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106) Pendidikan
adalah
usaha
sadar
dan
terencana
untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual
keagamaan,
7
pengendalian
diri,
kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 130). 2. Nashaihul ‟Ibad Adalah sebuah karya Muhammad Nawawi Bin „Umar AlBantani Al-Jawi yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan berperilaku sesuai tuntunan islami yang dapat membawa ke arah kebaikan dan menjadikan seseorang berbudi pekerti santun dan berjiwa lembut. Kandungannya begitu dalam dan hakikatnya begitu tinggi, sehingga bila difahami dengan ikhlas dalam kehidupan seharihari dapat menghantarkan kita pada kebersihan hati, kesucian jiwa dan kesantunan budi pekerti serta dapat mengingatkan kita akan pentingnya mrmahami makna hidup hakiki dan mempersiapkan diri menghadap Sang Maha Kuasa dengan membawa berbagai amal kebaikan dan budi pekerti yang baik (Kauma, 2005: 5) Kitab ini terdiri dari 11 bab pembahasan, dimulai dari Khutbatul Kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga, sampai dengan sebelas pada akhir kitab. Kitab ini juga disertai dengan fahrasat (daftar isi). 3. Imam Nawawi Adalah Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar bin „Arabi bin „Ali At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa Tanar, Banten, Jawa Barat, pada tahun 1230 H bertepatan dengan 1813 M, didalam
keluarga yang mulia yang terkenal dengan dakwah
islamiyahnya. Sejak kecil beliau hidup dan menimba ilmu di Makkatul 8
Mukarromah dan berbagai daerah seperti: Madinah, Syiria, dan Mesir. Kemudian menetap kembali di Makkah. Beliau dikenal dengan “sayid ulama hijaz”, syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, pecinta fakir miskin. Beliau wafat pada tahun 1314 H bertepatan dengan tahun 1897 M di Makkatul Mukarromah (Al-Qof, 2008:183). F.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1990: 3). Dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran. 2. Sumber Data Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Nashaihul ‟Ibad karya imam Nawawi. Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah Nashaihul ‟Ibad, kitab Risalatul Mu‟awwanah, Kapita Selekta Pendidikan Islam serta kitab-kitab dan buku-buku lainnya yang ada relevansinya dengan obyek pembahasan penulis. 3. Teknik Pengumpulan Data
9
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yakni kitab Nashaihul ‟Ibad dan data sekunder
yakni
terjemah
Nashaihul
‟Ibad,
kitab
Risalatul
Mu‟awwanah, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan buku-buku serta kitab yang relevan lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubunganya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data/informasi untuk bahan penelitian. 4. Teknik Analisis Data Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya. Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut: a.
Metode Deduktif Yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan beragkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus (Hadi, 1990: 26). Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisis data tentang konsep yang akan dibahas yaitu nilai pendidikan. 10
b. Metode Induktif Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa
konkrit,
kemudian dari
fakta-fakta
dan
peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1990:26). Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis data tentang kebahagiaan yang hakiki dalam kitab Nashaihul ‟Ibad, sehingga dapat diketahui nilai pendidikan yang terkandung didalamnya. G. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini. BAB II : Latar Belakang penulisan kitab Nashaihul ‟Ibad, Sistematika penulisan kitab Nashaihul ‟Ibad, Biografi dan pemikiran imam Nawawi, menguraikan tentang: Biografi imam Nawawi yang meliputi
riwayat
kelahiran, 11
kehidupan
intelektual,
dan
perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas perkembangan intelektual, karya-karyanya, silsilah nasab dan silsilah gurunya. BAB III BAB IV
: Deskripsi pemikiran imam Nawawi. : Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi, pemikiran, dan implikasi.
BAB V
: Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.
12
BAB II BIOGRAFI A. Latar Belakang Penulisan Kitab Nashailul „Ibad Mushanif, yakni imam Nawawi, merasa penting sekali dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nasehat-nasehat dalam menjalani kehidupan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik dihadapan Tuhan dan manusia. Melihat konteks kehidupan yang sangat dibutuhkannya ilmu ini, maka beliau menulis kitab yang dirasa cukup memuat pembahasan tentang nasehat-nasehat para orang terdahulu, kitab tersebut merupakan syarah yang disusun guna mensyarahi sebuah kitab yang berisi nasehat-nasehat, karya Al-Allamah Al-Hafizh Syaikh Syihabuddin Ahmad bin „Ali bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syafi‟iy yang terkenal dengan nama Ibnu Hajar Al-Asqalani Al-Mishri. dan beliau beri nama kitab tersebut dengan Nashaihul „Ibad yang berisikan penjelasan terhadap kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Al-Munabbihaat „alal Isti‟daad Li Yaumil Ma‟ad (Peringatan dan nasehat untuk melakukan persiapan menghadapi hari Kiamat) (Kauma, 2005: 19). B. Sistematika Penulisan Kitab Nashailul „Ibad Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Nashaihul „Ibad adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain berdasarkan jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung didalamnya. Mulai dari dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya sampai sepuluh pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada 13
214 yang didasarkan pada 45 Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan tabi‟in). Adapun rincian bab yang terdapat dalam kitab ini yaitu: 1.
Bab I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari penulis.
2.
Bab II, dalam bab ini terdapat 30 nasehat yang masing masing terdiri dari 2 poin. Empat diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar. Adapun urutannya adalah: a. Dua hal yang sangat utama b. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama‟ c. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal d. Dua kemuliaan e. Dua kesedihan f. Dua pencarian g. Dua sikap orang mulia dan bijaksana h. Dua modal yang berbeda hasilnya i. Dua dasar kemaksiatan j. Dua jenis tangisan k. Larangan meremehkan dosa kecil l. Dua jenis dosa m. Dua aktivitas utama n. Dua bukti belum mengenal Allah dan dirinya sendiri o. Dua kerusakan 14
p. Dua nasehat tentang nafsu dan sabar q. Dua pengendalian akal r. Dua keuntungan menjauhi keharaman s. Dua wahyu Allah kepada Nabinya t. Dua kesempurnaan akal u. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh v. Dua ciri orang yang taat kepada Allah w. Dua aktivitas inti x.
Dua sumber dosa dan fitnah
y. Dua pengakuan kelemahan diri z. Dua perbuatan tercela 3.
Bab III, dalam bab ini terdapat 55 nasehat yang masing masing terdiri dari 3 poin. Tujuh diantaranya berupa Hadits Nabi, sedang sisanya berupa atsar.
4.
Bab IV, dalam bab ini terdapat 37 nasehat yang masing masing terdiri dari 4 poin. Delapan diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
5.
Bab V, dalam bab ini terdapat 27 nasehat yang masing masing terdiri dari 5 poin. Enam diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
6.
Bab VI, dalam bab ini terdapat 17 nasehat yang masing masing terdiri dari 6 poin. Dua diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar. 15
7.
Bab VII, dalam bab ini terdapat 10 nasehat yang masing masing terdiri dari 7 poin. Lima diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
8.
Bab VIII, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri dari 8 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
9.
Bab IX, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri dari 9 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
10. Bab X, dalam bab ini terdapat 28 nasehat yang masing masing terdiri dari 10 poin. Sebelas diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar. C. Riwayat hidup Imam Nawawi Beliau adalah seorang yang memiliki nama Abu Abdul Mu‟ti Muhammad bin „Umar bin „Arabi bin „Ali at-Tanari al-Bantani al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa Tanar, Banten, Jawa Barat pada tahun 1230 H /1813 M dalam keluarga yang terkenal dengan dakwah islamiahnya. Kedua orang tua beliau memberi nama dengan Muhammad Nawawi. Nama pada bagian awal diambil dari nama pemimpinya para Nabi dan Rasul yang memiliki risalah yaitu Muhammad bin Abdullah SAW. Dan nama pada bagian dua diambil dari nama syaikhul Islam waliyullah Mukhyiddin Abi Zakaria Yahya bi Syarif an-Nawawi. Beliau wafat di Makkah pada tahun 1314 H diakhir bulan ayawal bertepatan dengan tahun 16
1897 M. Beliau dimakamkan di pemakaman Mi‟la dekat dengan makam sayyidah Asma‟ binti Abu Bakar as-Sidiq, dan dekat dengan ulama‟ ahli tahqiq yaitu Ibnu Hajar al-Haitami (Al-Qof, 183-184). Ayah beliau bernama K. H „Umar bin „Arabi, seorang pejabat penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja‟far ash-Shadiq, imam Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah az-Zahra (Ghofur, 2008:189). Beliau bersaudara tiga orang yaitu Nawawi, Tamim dan Ahmad (Syamsu, 1996:271). D. Pendidikan Imam Nawawi adalah pecinta ilmu agama yang mengamalkan ilmunya, yang mencintai sampai dilubuk hatinya (Al-Qof, 2008:183). Semenjak kecil beliau terkenal cerdas, otaknya dengan mudah menyerap pelajaran yang diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaanpertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya keberbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat bimbingan langsung dari ayahnya, kemudian berguru kepada
17
kiyai Sahal banten, setelah itu mengaji kepada kiyai Yusuf Purwakarta (http://id.Wikipedia.org). Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang mencekik telah meneguhkan keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau mencerap pelbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190). Beliau berguru kepada para ulama‟ terkenal di Makkah, seperti: syeikh Khatib al-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, „Abdul Hamid Dhagestani, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syeikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi guru yang paling berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syeikh Juneid al-Betawi, dan Syeikh Ahmad Dimyati ulama‟ terkemuka di Makkah, lewat karakter ketiga syeikh inilah karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama‟ lain yang berpengaruh besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad Khatib al-Sambasi dan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama‟ besar Madinah (http://id.Wikipedia.org). Setelah beliau menggali ilmu di Madinah, kemudian beliau mengembara jauh dari tempat tinggalnya di Makkah, menuju ke daerah Kinanah, Mesir, yang menjadi kota sekaligus gudangnya ilmu, dan menuju universitas Al-Azhar yang menjadi kiblat ilmu dan ulama‟. Beliau di sana 18
berkeinginan berjumpa dengan pembesar para ulama‟. Dan akhir perjalanannya menuju ke kota Syam (Syiria) untuk mencari jati dirinya (Al-qof, 2008:183). E. Nasionalisme Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan para pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan para tokoh mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam membangun serta membina masyarakat Islam (Al-Qof, 2008:184). Ketika beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau melihat praktik-praktik ketidak adilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Tak ayal, semangat jihad pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai
pengikut
mengobarkan
pangeran Diponegoro perlawanan
terhadap
yang ketika penjajahan
itu sedang belanda
(http://id.wikipedia.org). Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, apa boleh buat, Imam Nawawi terpaksa kembali ke negeri Makkah, tepat ketika perlawanan Pangeran 19
Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama besar ini di masa mudanya juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu sampai di Makkah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib „Ali, Makkah (http://id.wikipedia.org). Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi al-Bantani alJawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org). Seorang orientalis kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada 1884-1885, Snouck Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap hari sejak pukul 07.30-12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah K.H. Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyad Thawil dari Banten, K.H. Hasyim Asy‟ari dari Jombang, dan K.H. Kholil dari Madura. Merekalah yang kelak menjelma sebagai ulama besar dan berpengaruh di Indonesia (Ghofur, 2008:191). F.
Gelar-gelar 20
Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah. Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman otaknya, ia tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Syekh Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191). Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz (jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama dan kedudukan yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, dan pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi ampunan (Al-Qof, 2008:104). Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang pertamatama mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org). Kemudian Snouck Hourgronje mengelarinya sebagai “Doktor Ketuhanan”, karena memiliki ilmu yang dalam, rendah hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Di kalangan intelektual masa itu juga mengelarinya sebagai al-Imam wa al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Sementara
21
para ulama‟ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab Kuning Indonesia” (http://id.wikipedia.org). G. Karya-karya Kurang lebih 15 tahun sebelum wafat, Imam Nawawi sangat subur dalam membuahkan kitab. Waktu mengajarnya pun sengaja dikurangi untuk menambah kesempatan menulis. Maka tak heran jika Nawawi mampu melahirkan puluhan, bahkan menurut sebuah sumber ratusan karya tulis meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu teolog, sejarah, syari‟ah, tafsir dan lainnya. Paling tidak, Yusuf alias Sarkis mencatat 34 karya Imam Nawawi dalam Dictionary of Arabic Printed Books (Ghofur, 2008:192). Sedangkan ulama mesir Syeikh „Umar „Abdul Jabbar dalam kitabnya “al-Durus min Madhi al-Ta‟lim wa Hadrilih bi al-Masjidil alHaram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang pendidikan di Masjidil Haram) menulis bahwa syeikh Nawawi sangat produktif dalam menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik (http://id.wikipedia.org). Sebagian diantara karya-karya Imam Nawawi diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Bidayah al-Hidayah 2. Sullam Munajah syarah Safînah al-Shalâh 3. Tanqihul al-Qoul al-Hasis syarah Lubab al-Hadits 22
4. Salalim al-Fudala syarah Mandhumah Hidayah al-Azkiya 5. As-Simar al-Yani‟ah fi Riyadh al-Badi‟ah 6. Al-„Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubin 7. Bahjah al-Wasail syarah al-Risalah al-Jami‟ah bayn al-Usul wa alFiqh wa al-Tasawwuf 8. Al-Tausyih/Quwt al-Habib al-Gharib syarah Fath al-Qarib al-Mujib 9. Nihayah al-Zayyin syarah Qurrah al-„Ain bi Muhimmah al-Din 10. Maraqi al-„Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah 11. Nashaih al-„Ibad syarah al-Manbahatu „ala al-Isti‟dad li yaum alMi‟ad 12. Qami‟u al-Thugyan syarah Mandhumah Syu‟bu al-Iman 13. Kasyf al-Maruthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah 14. Fath al-Ghafir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musamma al-Kawakib al-Jaliyyah 15. Nur al-Dhalam „ala Mandhumah al-Musammah bi „Aqîdah al„Awwam 16. Madarij al-Shu‟ud syarah Maulid al-Barzanji 17. Targhib al-Mustaqin syarah Mandhumah Maulid al-Barzanji 18. Fath al-Shamad al „Alam syarah Maulid Syarif al-„Anam 19. Fath al-Majid syarah al-Durr al-Farid 20. Tîjan al-Darary syarah Matan al-Baijury 21. Fath al-Mujib syarah Mukhtashar al-Khathib 22. Muraqah Shu‟ud al-Tashdiq syarah Sulam al-Taufiq 23
23. Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-Naja 24. Al-Futuhah al-Madaniyyah syarah al-Syu‟b al-Imaniyyah 25. „Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain 26. Qathr al-Ghais syarah Masail Abi al-Laits 27. Naqawah al-„Aqidah Mandhumah fi Tauhid 28. Al-Nahjah al-Jayyidah syarah Naqawah al-„Aqidah 29. Suluk al-Jadah syarah Lam‟ah al-Mafadah fi bayan al-Jumu‟ah wa almu‟adah 30. Hilyah al-Shibyan syarah Fath al-Rahman 31. Al-Fushush al-Yaqutiyyah „ala al-Raudlah al-Bahiyyah fi Abwab al-Tashrifiyyah 32. Mishbah al-Dhalam‟ala Minhaj al-Atamma fi Tabwib al-Hukm 33. Dzariyy‟ah al-Yaqin „ala Umm al-Barahin fi al-Tauhid 34. Al-Ibriz al-Daniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid alAdnany 35. Baghyah al-„Awwam fi Syarah Maulid Sayyid al-Anam 36. Al-Durrur al-Bahiyyah fi syarah al-Khashaish al-Nabawiyyah 37. Lubab al-bayyan fi „Ilmi Bayyan 38. Al-Tafsir al-Munir li al-Mu‟alim al-Tanzil al-Mufassir „an wujuh mahasin al-Ta΄wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma‟na Qur΄an Majid
24
Kitab yang disebut terakhir ini bahkan telah ditetapkan sebagai buku wajib di dunia pesantren. Popularitasnya hanya diungguli oleh Tafsir Jalalain karya Jalaludin as-Suyuthi dan Jalaludi al-Mahalli. Lantaran karyanya yang bergaung luas dengan bahasa yang mudah dicerna tanpa mengurangi kepadatan isi, nama Nawawi termasuk dalam barisan ulama besar abad ke-14 H/ 19 M. Karena keilmuannya ia dikaruniai gelar: alImam al-Muhaqqiq wa al-Fahhmah al-Mudaqqiq dan Sayyid Ulama alHijaz (Ghofur, 2008:192). Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya Imam Nawawi yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih banyak karyakarya beliau yang belum bisa disebutkan di sini dikarenakan terbatasnya sumber yang penulis dapatkan. Dan memang dari sumber yang penulis dapatkan, banyak dari karya-karya beliau yang belum diterbitkan oleh penerbit-penerbit. H. Nasab Imam Nawawi Telah disebutkan di atas, bahwa nasab Imam Nawawi bersambung sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun urutan nasab beliau adalah sebagai berikut: 1. Sayyiduna Muhammad SAW 2. Sayyiduda „Ali bin Abi Tholib Karomawallahu wajh wa Sayyidatuna Hababah Fatimah Azzahro al-Batul Ra. 3.
Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra.
4. Sayyiduna Imam „Ali Zainal „Abidin Assajad Ra. 25
5. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra. 6. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra. 7. Sayyiduna Imam „Ali „Uroidhi Ra. 8. Sayyiduna Imam Muhammad Naqib Ra. 9. Sayyiduna Imam Isa Syakir Arrumi Ra. 10. Sayyiduna Imam Ahmad al-Muhajir Ra. 11. Sayyiduna Imam Ubaidullah Ra. 12. Sayyiduna Imam Alawi Ra. 13. Sayyiduna Imam Muhammad Ra. 14. Sayyiduna Imam Alawi Ra. 15. Sayyiduna Imam „Ali Kholi Qosam Ra. 16. Sayyiduna Imam Muhannad Shohib Marbath Ra. 17. Sayyiduna Imam „Ali Hadroh Maut (yaman) Ra. 18. Sayyiduna Imam Abdul Malik Ra. 19. Sayyiduna Imam Abdullah Khon Ra. 20. Sayyiduna Imam Ahmad Syah Jalaliddin Ra. 21. Sayyiduna Imam Jmaluddin al-Akbar Ra. 22. Sayyiduna Imam „Ali Nurril „Alim Siyam Ra. 23. Sayyiduna Imam Abdullah Umdataddin Ra. 24. Sunan Gunung Jati Raden Syarif Hidayatullah Cirebon Ra. 25. Maulana Hasanuddin Banten Ra. 26. Maulana Yusuf Banten Ra. 27. Maulana Muhammad Nashriddin Banten Ra. 26
28. Maulana Abul Mafakhir Muhammad Abdil Qadir Ra. 29. Maulana Abul Ma‟ali Ahmad Kanari Banten Ra. 30. Maulana Abul Fath Abdil Fattah Tirtayasa Banten Ra. 31. Maulana Mangsuruddin Cikaduen Banten Ra. 32. Maulana Nawawi Ra. 33. Maulana „Ali Ra. 34. Maulana „Umar Attanar al-Bantani Ra. 35. Syaikhul Kabir wa „Alim Hijaz Abdul Mu‟thi Muhammad Nawawi Ra. Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda Nabi
Muhammad
melalui
jalur
sayyiduna
Husain
ra
(http//id.wikipedia.org). I. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi Guru Imam Nawawi yang paling berpengaruh terhadap beliau yang mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib as-Sambasi yang pada waktu uzur Imam Nawawi mengantikan beliau menjadi imam masjidil haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan terkenal sebagai syekh Nawawi al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru beliau melalui syeikh Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut: 1. Allah SWT. 2. Malaikat Jibril 3. Nabi Muhammad SAW. 4. Sayyiduna „Ali bin Abi Thalib Karromawallahu Wajh. 27
5. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra. 6. Sayyiduna Imam Ali Zainal Abidin Ra. 7. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra. 8. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra. 9. Sayyiduna Imam Musal Khazim Ra. 10. Sayyiduna Imam Ali Ridho Ra. 11. Sayyiduna Syeikh Abu Mahfuzh Ma‟ruf al-Kharkhi Ra. 12. Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Sirriddin Assaqathi Ra. 13. Sayyiduna Syeikh Abul Qasimil Junaidi al-Baghdadi Ra. 14. Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Dullaf bin Juhdur Asy-Syibli Ra. 15. Sayyiduna Syeikh Abdul Aziz at-Tamimi Ra. 16. Sayyiduna Syeikh Abu Fadl Abdil Wahid bin Abdil Aziz at-Tamimi Ra. 17. Sayyiduna Syeikh Abul Faraj Ath-Thartusi Ra. 18. Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Ali bin Yusuf al-Qirusyi al-Hankari Ra. 19. Sayyiduna Abu Said Mubarrok bin Ali al-Makhzumi RA. 20. Sayyiduna Imam Ghoutsul A‟zhom Abu Muhammad Abdil Qadir Jailani Ra. 21. Sayyiduna Imam Abdul Aziz bin Abdil Qadir jailani Ra. 22. Sayyiduna Syeikh Muhammad Hattak Ra. 23. Sayyiduna Syeikh Samsuddin Ra. 24. Sayyiduna Syeikh Syarofuddin Ra. 28
25. Sayyiduna Syeikh Nuruddin Zainiddin Ra. 26. Sayyiduna Syeikh Waliyuddin Ra. 27. Sayyiduna Syeikh Nuruddin Hisyamiddin Ra. 28. Sayyiduna Syeikh Yahya Ra. 29. Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Ra. 30. Sayyiduna Syeikh Abdur Rohim Ra. 31. Sayyiduna Syeikh Utsman Ra. 32. Sayyiduna Syeikh Abdul Fattah Ra. 33. Sayyiduna Syeikh Muhammad Murad Ra. 34. Sayyiduna Syeikh Syamsuddin Ra. 35. Sayyiduna Syeikh Ahmad Khatib Syambasi bin Abdil Ghaffar Ra. 36. Syeikhul kabir wa Alimul Hijaz Abu Abdil Mu‟thi Muhammad Nawawi Ra. Demikian silsilah guru-guru beliau melalui jalur syeikh khatib asSambasi yang wusul pada Allah SWT. yang mana telah kita ketahui di atas, bahwasannya syeikh khatib merupakan guru beliau yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi diri pribadi Imam Nawawi, sehingga diri beliau lebih terbentuk dan termotivasi dengannya. Dengan demikian, Semoga dapat memberikan kefahaman dan pengetahuan kepada para pembaca.
29
BAB III NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD KARYA IMAM NAWAWI A. Pengertian pendidikan 1. Pengertian Pendidikan Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis (Nata, 2003:210). Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis, maupun historis filosofik (Nata, 2003: 210). Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal serta membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama (Nata, 2003: 211). Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN, bab 1 pasal 1) pendidikan diartikan sebagai “usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan, bagi perannya di masa yang akan datang” (Nata, 2003:211). 30
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (Indar, 1994:16). Dikatakan dalam kitab „Izhotun Nasyi‟in, bahwa anak-anak itu dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa berperilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan ilmu yang manfaat bagi negaranya (Al-Ghulayaini, 2009:69). Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu sendiri. (Al-Ghulayaini, 2009:69). Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib, sebagaimana dikatakan imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak tersebut (Al-Ghulayaini, 2009:70). Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik dihatinya para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas beramal, lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang makmur dan diridhai Allah SWT (Al-Ghulayaini, 2009:70). 31
Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. Seseorang yang dididik akan menimbulkan suatu talenta tersendiri yang dapat dilihat dalam perilaku atau moralitasnya setiap memberikan keputusan, setiap bertindak, dan bersosialisasi dengan masyarakat. B. Pemikiran Imam Nawawi tentang Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul „Ibad Salah satu karya Imam Nawawi yang sudah dikenal dalam dunia pesantren adalah kitab Nashaihul „Ibad. Karya beliau yang satu ini mengajak kita terutama para pemuda untuk menjadi hamba yang santun dan bijak dalam mencari ilmu. Dengan harapan agar dalam mencari ilmu tidak hanya memperoleh pemahaman saja, namun juga keberkahan dari ilmu yang dicari tersebut. Islam menekankan pendidikan yang berorientasi pada pencapaian kebaikan bagi individu dengan menawarkan amal saleh sebagai simbol orientasi baru. Dengan amal saleh akan lahir manusia baru yang berhak memperoleh kebaikan, sebab amal saleh yang dilakukannya akan membuatnya berbeda dari sebelum memperoleh pendidikan dan amal saleh (Aly, 2008: 80). Kebahagiaan hakiki bukan terletak pada meteri, jabatan, status sosial, dan kedudukan-kedudukan yang lain, melainkan terletak pada 32
kebersihan dan kesucian hati dalam bertawajjuh kepada Allah (Kauma, 2005: 17). Berangkat dari pengertian pendidikan di atas, selanjutnya akan kita bahas dan ketahui bagaimana penjabaran tentang nilai pendidikan menurut imam Nawawi dalam kitab Nashaihul „Ibad di bawah ini. 1. Bab 2 Perkara a. Perintah Bergaul dengan Ulama‟
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ب َ ْ َ َْ ُ ْ ُ َ اَ َ ُالَ َ ا َ ْا َ ِا َ َم اُ َ َ ا َ إ َّن هللا تَ َل ََل ََْي ِي اْ َق ِّمل .ِ َ َ ْت بِنُ ْوِر اِ ْ َ ِ َ َ َُْي ِي َْر َ ملَِ َ ِ َ ِا ا َ َ َ “Hendaklah kalian duduk bersama ulama dan mendengarkan perkataan hukama‟ (orang bijak). Karena sesungguhnya Allah Ta‟ala menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghiduplan bumi yang mati dengan hujan.”(Nawawi, tt: 2) b. Dua Pencarian
ِص ِ ِ ََمن َ َن ِِف ط ِ ِ َت جلَنَّ ُ َِف طََبِ ِو َم ْن َ َن ِِف طَ ا ْ َب ال ْ ِ َ ن َ ب اْ َ ْل َْ َ .ت انَّ ُر ِِف طََبِ ِو ْ ََ ن “Barang siapa mencari ilmu, Berarti ia sedang mencari surga dan barang siapa mencari kemaksiatan, berarti ia sedang mencari neraka.” Yang dimaksud ilmu disini adalah ilmu yang bermanfaat, yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap orang yang baligh dan berakal sehat. c. Perbedaan Antara yang Berilmu dan yang Bodoh
. ِ َ َ ب ا َل ِا ِ َ َ َ طَن ا َ ِى:َ ِْ 33
“ Orang yang berpengetahuan tidak akan merasa asing dimanapun ia berada dan orang yang tidak berpengetahuan akan merasa terasing dimanapun ia berada.” Artinya seseorang yang bersifat memiliki ilmu dan amal maka sesungguhnya ia akan dihormati diantara manusia di mana saja berada. Oleh karena itu di mana saja berada layaknya mereka seperti di negeri sendiri dan dihormati. Sebaliknya orang yang bodoh adalah kebalikannya meskipun di negeri sendiri mereka merasa asing (Kauma, 2005: 36) 2. Bab 3 Perkara a. Umar R.A. Berkata:
ِ ح نا ِ ِ ِ ف الِْ ِ َ ُح ْ ُن ُ ص ُ ص ْ ف َال ْق ِ َ ُح ْ ُن ا ُ َؤ ل ن ْ َّو ُدد إِ ََل انَّ ِس ن َ ُُْ ِ .ِ َ ِْف اْ َ ل ُ ص ْ اَّ ْ بِِْ ن “Bersikap simpatik dengan orang lain adalah bagian dari kecerdasan akal, Bertanya dengan cara yang baik adalah bagian dari ilmu, dan kepandaian memanage adalah bagian dari penghidupan.” b. Tiga Nasehat
ِ ِ َََن ر ُج ً ِم ْن بَِِن إِ ْا ئِ َخ ج إِ ََل ط َ ب الِْ ِ فَبَ َ َغ ذَا ْ ك بَْ نَ ُه ََ َ َ َ َّ ى أ َ ُِر ِ ِ ِ ِ ِ ّي َ فَبَ َل َ َث إِاَْ ِو فَأَتَ هُ فَ َق َل اَوُ يَ فَ ََت إِِّّن أَ ْ ظ َ ِّص ٍل فْ َه ْ ُ ََّ ا َ ك بِثَ َ ثَ خ ِ آلخ ِين خف هللا ِِف ا ِ ِ ْال َ نِ ِ أَم ِ ِ ِ َ ِك ا َ ن َ ََْ َ َ َ ّ ُ َ َ َْ َ ْ ك َ ِن خلَْق َ تُ َذ ّ َ ُى إِ َّ ِِبٍَْ َ نْظُْ َخْب َزَك ا ِّذى تَأْ ُ ُوُ َح ََّت يَ ُ ْو ُن ِم َن اَ َِل فَ ْمَنِ َع ا َل ََت َ ِن .خلََ ِج “Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang hendak pergi menuntut ilmu dan berita itu sampai kepada Nabi mereka, lalu ia dipanggil untuk menghadap. 34
Setelah datang , Sang Nabi berkata kepadanya: Wahai anak muda, Camkanlah! aku akan memberimu beberapa wejangan dari ilmu orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, yaitu: Takutlah kepada Allah baik sewaktu berada ditempat sepi maupun ditempat ramai, jaga lisanmu jangan sampai engkau berkata sembarangan kepada orang lain, kecuali hal-hal yang baik, dan perhatikan makananmu jangan sampai kau memakannya kecuali dari hasil yang halal. Karena beratnya pesan tersebut, sedang tiada kemampuan bagi pemuda itu untuk menunaikannya bila jauh dari Nabinya, akhirnya dia mengurungkan niatnya mecari ilmu ke negri lain.” c. Tiga Azas Agar Ilmu Bermanfaat
َّ ى أ َن َر ُج ً ِم ْن بَِِن إِ ْاَ ئِ مجع مث نّي ت بوت من ال َ ََلْ ين لع بِلِْ ِ ِو َ ُِر ِ ِ ِ ِ ِ ْفأ ح َي هللا تَ َل ََل إِ ََل نَبِ ُه ْ أن ل ِلََذ جل مع اَ ْو مجلت َ ثْ ً م َن ال ْ ِ ََل ِِ َ َ ّي ُّ ك إَِّ أَ ْن تَ ْل َ بِثَ َثَِ أَ ْشَ اَ َ ُُِت َ يَْن َل ُل ْ َ َْ َب ا ُ نَ ف َ ْ ت ب ر ملُْؤمن ِملؤِمن ِ ِْتص حب ا َ ْ َ ن فَ َْس بِ ف .س حب ف ملؤمنّي ف أح تؤذ ّي ق َ َ ْ ْ ْ َ َ َ “Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa dahulu pada masa kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki yang mempunyai 80 peti yang penuh dengan kitab-kitab ilmu yang telah dibacanya, namun ia tidak beroleh manfaat dari ilmunya, Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya untuk menyampaikan kepada lelaki tersebut: “Meskipun engkau mengumpulkan ilmu yang banyak niscaya ilmu itu tidak akan memberi manfaat bagimu, kecuali engkau mengerjakan tiga hal berikut: Jangan engkau mencintai dunia, karena dunia bukan tempat orang-orang beriman menerima pahala-Nya, Jangan berteman dengan setan, karena setan bukan teman orang-orang beriman, Jangan mengganggu seseorang, Karena mengganggu orang lain bukanlah pekerjaan orang-orang beriman.” 3. Bab 4 Perkara a. Empat Penentu Tegaknya Agama dan Dunia Ali R.A. Berkata
35
ِ ْ ِ َ يََز ُل ا ِّيْن ا ُّنْ َ َ ئ:َُ ْن َ ِ ر ِاي هللاُ َ ْنو ُ ت أ َْربَ َل ْ ّي َم َد َم َ َُ َ َ أَ ْشَ اَ َم َد َم ْ َ ْ نَِ اُ َ يَْب َخ ُ ْو َن ِ َ ُخ ِّو ُل َ َم َد َم اْ ُلَ َ اُ يَ ْل َ ُ ْو َن َِ َ ِ ُ ْو َ َم َد َم ْجلُ َه َ اُ َ يَ ْ َ ْ ِِبُْ َن َ َّ ََلْ يَ ْلَ ُ ْو َ َم َد َم اْ ُل َقَ اُ َ يَبِْ ُل ْو َن . ْ ِخَتَ ُه ْ بِ ُ نْ َ ُى “Agama dan dunia akan selalu tegak selama empat golongan berfungsi dengan baik, yaitu selama orang kaya tidak bakhil, selama para ulama‟ mengamalkan ilmunya, selama orang-orang bodoh tidak takabbur dari sesuatu yang tidak mereka ketahui dan selama orang-orang fakir tidak menjual akhirat mereka dengan duniawi.” b. Empat Perkara Tempat Terdapatnya Empat Perkara Lainnya
ٍ ِ َن ح ِم ْ اَّ َل َح َأْنَ طَ ِِ َه ْ أ َْربَ َل ٌ طََْب نَ َى ِِف أ َْربَ َل فَأ:ف رروُ هللاُ أَنَّوُ َ َل َ ْ ٍ َِن ِِف اْ َ ِل فَ َو َج ْ نَ ِِف اْ َقنَ َ ِ َ طََْب ن َّ ََِخَى طََْب نَ َاْغ َ فَ َو َج ْ نَ َى ِِف أ َْربَ َل أ ِ اَّ ح ِ ِِف اثَّ ةِ فَوج ْ نَ ى ِِف َِّ ِ اْ ِل طََب نَ اَّ َذ ت ِِف انِّ ْل َ ِ فَ َو َج ْ نَ َى َ َ َ َْ ْ َ َ َ .اص ِ ْ ِ َ طََْب نَ الِْ َ ِف ب ٍن ِشب ٍع فوج ْ نَ هُ ِِف بَ ْ ِن َج ئِ ِع َّ َ ِِف ْابَ َ ِن “Hamid Al-Lafaf berkata: “Aku telah mencari empat hal dalam empat hal yang lain, tetapi ternyata aku salah, kemudian aku baru menemukannya dalam empat hal yang lainnya lagi, yaitu: - Aku mencari kecukupan dalam harta, namun aku temukan dalam sikap qana‟ah - Aku mencari ketenangan dalam banyaknya harta, namun aku temukan dalam harta yang sedikit - Aku mencari kenikmatan dalam kesenangan, namun aku temukan pada badan yang sehat - Aku mencari ilmu dengan keadaan perut kenyang, namun aku temukan dalam keadaan perut lapar.” 4. Bab 5 Perkara a. Lima Larangan Meremehkan Sabda Rasulullah: 36
َم ْن أ ََى َن َخَْ َ ً َخ ِ َ َخَْ َ ً َم ْن: ْ َُّرِ َ َ ِن انَِّ َ َّ هللاُ َ َْ ِو َ َا ِ ِ ِ ِ َّ ا خ ف بِ َُمَ ِا َخ ِ َ ا ُّنْ َ َ َم ْن َ ين َ َم ْن ْاَ َخ َ َْ َ ّ ف ب اْ ُلَ َ ا َخ َ ا ِ ِ ِ ِ ِ َّ اَخ ف بِ َْ ِبَ ِا َخ ِ َ ُاوَّدةِ َ َم ْن َ ف ب جلْ َ ن َخ َ اْ َ نَ ف َع َ َم ْن ْاَ َخ َ ْ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ْاَ َخ .ِ َ ِْب اْ َ ل َ َف بأ َْى و َخ َ ط
“Barang siapa meremehkan lima golongan, maka ia rugi dalam lima hal, yaitu: - Barang siapa meremehkan ulama‟, maka ia akan rugi dalam urusan agama. - Barang siapa meremehkan pemerintah, maka ia akan rugi dalam urusan dunia. - Barang siapa meremehkan tetangga, maka ia akan rugi dalam beberapa hal yang ia perlukan. - Barang siapa meremehkan kaum kerabat, maka ia akan rugi dalam urusan kasih sayang. - Barang siapa meremehkan istrinya, maka ia akan rugi dalam urusan kenikmatan hidup. 5. Bab 6 Perkara a. Enam Nasehat Yahya bin Mu‟adz Ar-Razi
ِ َ َاْلِْ ُ َداِْ ُ اْ َل َ ِ َ اْ َل ْه ُ ِ َ اُ اْ َل:َُ ْن ََي َ بْن ُم َل ْذ اَّ ِزى َرِرَوُ هللا ِ ِ ُ اْل ْق َ ئِ ٌ اِْ َخ ِْ ِْلَوى م ِ َ ْب ا ُّذنُ ْوب َ اْ َ ُل ِرَد اُ اْ ُ َ َ ِِّبيْ َن َ ا ُّن ٌ َُ َ َ ُ َ َ ِ ُ او .ِآلخَة َْ
Yahya bin Mu‟adz Ar-Razi berkata: “Ilmu itu pembimbing amal, pemahaman itu wadahnya ilmu, Akal itu penuntun pada kebaikan, hawa nafsu itu kendaraan dosa, harta itu pakaian orang-orang takbur dan dunia itu pasarnya akhirat.” 6. Bab 8 Perkara a. Delapan Hal Yang Tidak Pernah Kenyang
37
ٍِ ِ ِ ِ َِ َل ان ِ َّي ِم ْن انَّظ ُ ْ َمثَ نَ ُ أَ ْشَ اَ َ تَ ْ بَ ُع م ْن َمثَ نَ اْ َل: َِّب َ َْو ا َّ َ ْم ُ ِ َ ََر ِمن ا َ ِ ُنْثَ ِمن َّاذ َ ِ ال َِل ِمن الِْ ِ ا َّ ئِ ِمن ا ئ ْ ُ َ َ َْ ْ ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ ِ َ َْاَ ِيْ ُ ِم ْن جلَ ْ ِع اْبَ ْ ِمن مل ِا انَّ ُر ِم ْن ا .ب َ َ َ ُ َ َ “Ada delapan hal yang tidak pernah kenyang dari delapan hal, yaitu: Mata tidak akan pernah kenyang dari memandang, bumi tidak akan pernah kenyang dari menerima hujan, wanita tidak akan pernah kenyang dari laki-laki, Ulama tidak akan pernah kenyang dari menuntut ilmu, pengemis tidak akan pernah kenyang dari memintaminta, orang serakah tidak akan pernah kenyang dari mengumpulkan harta benda, lautan tidak akan pernah kenyang dari menampung air dan api tidak akan pernah kenyang dari memakan kayu bakar. b. Delapan Perhiasan
ِ : َ َمثَ نَِ ُ أَ ْشَأَ ُى َّن ِزيْنَ ٌ اِثَ َ نَِ ِ َ ْشَ ا:ُاص ِيْ ْق َر ِا َي هللاُ َنْو ّ ْ َ ََ َل أَبُ ْو ب ِ ِ َّ ِ َال َل ُ ِزيْنَ ُ ا َل ِق ا ُّ ْ ِزيْنَ ُ انِّ ْل ُ َا ُع ِزيْن ُ َّو َ َ ٌ َُ َ اصْب ُ زيْنَ ُ ابَ َا َ ا ِ َا ب َ ْاِْ ُ ِزيْنَ ُ اْلِْ ِ َ اَّ َذاُّ ُ ِزيْنَ ُ اْ ُ َ َلِّ ِ َ تَ ْ ُك اْ َ نَّ ِ ِزيْنَ ُ ِإل ْح َ ِن َ .ِاص َة َّ ُ ََْخلُ ُ ْواُ ِزيْن “Ada delapan perkara yang merupakan perhiasan bagi delapan perkara yang lain, Yaitu: - Memelihara diri dari meminta-minta merupakan perhiasan bagi kefakiran. - Bersyukur kepada Allah merupakan perhiasan bagi nikmat yang telah diberikan-Nya - Sabar adalah perhiasan bagi musibah - Tawadhu‟ adalah perhiasan bagi (kemuliaan) nasab - Santun adalah perhiasan bagi ilmu - Rendah hati adalah perhiasan bagi seorang pelajar - Tidak menyebut-nyebut pemberian merupakan perhiasan bagi kebaikan - Khusyu‟ adalah perhiasan bagi sholat.” 7. Bab 10 Perkara 38
a. Sepuluh Hal yang Sia-Sia
ِ ِ ِ ْ أ: َُ َل ُثْ َ ْن َر ِا َي هللاُ َ ْنو ٌ ْ َ ُ َ َلٌ َ يُ ْ ئَ ُ َ ْنو: ٌَاَ ُع ْشَ ا َ ْ َة َِّ ي ل بِِو رأْ و ب َ ي ْقب ِا َح َ ي ل م ِ ٌ َ يص َُ ْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ٌ َ ُ َ َ ٌ َ َ ٌ ََ ُ َ ْ ُ ِ ِِ ِِ ب َ ِ ْ ُ ُّازْى ِ ِِف ٌ َص ْ فْو َ ُم ُ َْ ُف َ يُ ْقَأُ فْو َ َم ٌل َ يُْن َل ُق مْنوُ َ َخْ ٌ َ ت .ِبَ ْ ِن َم ْن يُِيْ ُ ا ُّنْ َ َ ُ ْ ٌ طَ ِويْ ٌ َ يَُ َزَّ ُد فَ ْ ِو اِ َ َل ِه “Utsman bin „Affan berkata: Ada sepuluh hal yang sungguh sia-sia, yaitu: - Orang alim yang tidak ditanyai tentang ilmunya - Ilmu yang tidak diamalkan - Pendapat benar yang tidak diterima - Senjata yang tidak dipakai - Masjid yang tidak dipakai sholat - Al-Qur‟an yang tidak dibaca - Harta yang tidak diinfaqkan - Kuda (kendaraan) yang tidak ditunggangi - Ilmu zuhud di hati orang yang cinta keduniaan - Umur panjang yang tidak digunakan untuk mencari bekal (ke akhirat). b. Sepuluh Hal Terbaik
ٍ ِ ِ ِ ِ ب َخْ ُ ِح ْفَ ٍ َ اَّ ْق َوى ُ َاْل ْ ُ َخْ ُ مْ َ ث َ ََد: َُ َل َ َرا َي هللاُ َ ْنو ٍِ ِ َّ ٍ خ ز ٍد اْلِب دةُ خ بِض ل ا ْ َ َ َُْ َ َ َ َ َُْ ُْ اص ا ُ َخْ ُ َ ئ َ ُح ْ ُن ْخلُُ ِق َخ َ َ َ ُ ِ ِ ِ ٍ ُ َ ِيَ ٍن َ ْا ْ ُ َخْ ُ َ ِزيْ ٍ َ اْ َقنَ َ ُ َخْ ُ ًِن َ ا َّْوفْ ُق َخْ ُ َ ْون َ اْ َ ْو ُ ْت َخ ٍ م َؤِّد .ب ُ “Ali R.A. berkata: Ilmu adalah sebaik-baik harta warisan, sopan santun adalah sebaik-baik perolehan, Taqwa adalah sebaik-baik ke akhirat, ibadah adalah sebaik-baik harta perniagaan, amal shalih adalah sebaik-baik penuntun (ke surga), budi pekerti yang mulia adalah sebaik-baik teman, sifat hilm (santun) adalah sebaik-baik pembantu, Qana‟ah adalah sebaik-baik kekayaan, taufiq adalah sebaik39
baik pertolongan, mati adalah sebaik-baik pendidik (menuju kebaikan akhlak). c. Sepuluh Aneka Kesentausaan
ِ ِ َ َ َل را ٍ ِ ِ ِ ِف َُ ْ ٌ َ َْ َاْ َل فَ ُ َ َ َ َ َة أَْ ُجو َخ: َ َّول هللا َ َّ هللاُ َ َْو َ َا ِ ا ُّنْ َخَْ ٌ َِف آلخَةِ فَأ ََّم اََِّت ِِف ا ُّ نِْ َ َاْلِْ ُ َ اْلِبَ َدةِ َ اِّْز ُ ِم ْن اَ َِل َ َ َ ِ اصب َ ا ِّ َّةِ ا ُّ ْ َ انِّل ِ أ ََّم اََِّت ِِف ك ُ َآلخَةِ فَِإنَّوُ يَأْتِْ ِو َم َ ُ َ َ ُ ْ َّ َ َ َْ ِ اْ و ِ ْ ُّت بِ اَّ ْرَِ ا ف َ يَُ ِّ ُوُ ُمْن َ ٌ َ نَ ِ ْ ٌ ِِف ا َق ِِْب يَ ُ ْو ُن ِمنً ِِف ا َلَز ِا َْ َ ِ َّ ِ ِ ِ َ َُُّ ْ ِِب ُتُْ اِأَتُو تُ ْقب ح نَ تُو ََي َ ُ َ َ ُ َ َ ُ َّ َ َ ّ ُ اصَ ط َ اْبَ ْ ا م ِع فَ َ ْ ُخ .ِ جلَنَّ ُ ِِف ا َّ َ َم “Rasulullah SAW bersabda: Kesentosaan (orang beriman) itu ada sepuluh macam, lima diberikan di dunia dan lima lagi diberikan di akhirat. Adapun yang diberikan di dunia adalah: - Memiliki ilmu - Bisa beribadah - Memperoleh rizqi yang halal - Sebar ketika menerima musibah - Bisa mensyukuri nikmat Allah. Adapun lima macam kesentosaan yang diberikan di akhirat adalah: - Malaikat izroil datang kepadanya dengan kasih sayang dan lembut (sewaktu mencabut ruhnya) - Malaikat Munkar dan Nakir tidak akan mengejutkan dan membentak dirinya dalam pertanyaan kuburnya - Dia akan merasa aman dari ketakutan yang maha dahsyat - Ketika segala keburukannya dihapus dan diterima segala amal shalihnya - Ketika melintas shirat bagaikan kilat sehingga bisa masuk surga dengan selamat.
40
BAB IV ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD A. Nilai Pendidikan dalam Nashaihul „Ibad Nabi Muhammad merupakan uswatun hasanah terbaik di dunia ini, beliaun adalah sebaik-baik umat, sumber pendidik sepanjang zaman. Beliau adalah Nabi dan Rosul terakhir yang tidak ada keraguan perihal keimanannya. Tetapi, beliau tetap terus berusaha menambah keimanan setiap hari, walaupun kehidupan akhirat beliau telah dijamin masuk surga. Banyak para sahabat sampai ulama‟ yang mengikuti jejak beliau baik dalam hal keilmuan maupun akhlaknya. Termasuk yang berusaha mengikuti jejak beliau adalah Imam Nawawi Al-Bantani. Seorang ulama‟ indonesia yang namanya kini mendunia. Kita sebagai umat beliau tentu harus dengan semaksimal mungkin meniru perilaku beliau dalam hal keilmuan dan akhlak. Manusia diberi keutamaan lebih daripada makhluk lain. Manusia dilantik menjadi khalifah di bumi untuk memakmurkannya. Untuk itu dibebankan kepada manusia amanah. Diberikan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta memelihara nilai-nilai keutamaan. Keutamaan yang diberikan bukan karena bangsanya, bukan juga karena warna, kecantikna perwatakan, harta, derajat, jenis profesi dan kasta sosial atau ekonominya. Tetapi semata-mata karena iman, takwa, akhlak, ketinggian akal dan amalnya.
41
Selain itu karena kesediaan insan menimba ilmu pengetahuan yang berbagai jenis (Al-Syaibany, 1983: 107) Manusia harus mempunyai pendidikan sebagai pembeda dari makhluk lain. Utamanya pendidikan dalam masalah agama. Dalam kaitan ini Malik Fajar mengatakan bahwa hubungan antara Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar. Namun demikian, upaya menghubungkan antara Islam dengan pendidikan dan masalah lainnya dalam peta pemikiran Islam, masih dijumpai adanya perdebatan yang hingga kini masih belum tuntas (Nata, 2003:222). Menuntut ilmu hukumnya wajib. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW:
ِ ََط ٍ ِ ْ ض ٌ َ َي ُ ِ ُم َ ْب ْال ْ َ فَ ِي ُ ّ Artinya:”Menuntut ilmu itu wajib atas semua orang Islam.” (H. R. Baihaqi) (Kitab Sunan Ibnu Majah, Juz 1, halaman 98).
Begitu pentingnya Ilmu pengetahuan hingga seorang pelajar rela mengeluarkan biaya yang besar untuk sebuah ilmu. Namun tidak cukup itu saja. Para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil, mereka ketika masa mencari ilmu sangat menghormati ilmu dan gurunya, dan orang-orang
42
yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu karena mereka tidak mau menghormati ilmu dan gurunya (Al-Zarnuji, tt:16). Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan berniat untuk hal-hal duniawi, dan jangan melecehkan dan menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam mengerjakan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi sematamata. Di samping itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakantindakan yang diperbuat. Dalam kitab Nashaihul „Ibad karya Imam Nawawi menjelaskan perihal nilai pendidikan bagi seorang pelajar dalam meraih ilmu pengetahuan. Adapun analisis yang dapat ditarik dari pembahasannya, yaitu: 1. Berperilaku Takwa Banyak sekali definisi takwa yang dikemukakan para ahli, antara lain: a. Takwa ialah melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, baik secara lahiriah maupun batiniah dengan cara mensyiarkan agama Allah SWT dan mencintai-Nya dengan penuh keikhlasan. b. Takwa adalah ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT semata.
43
c. Barang siapa yang ingin takwanya diterima, tinggalkanlah maksiat dan perbuatan dosa. Perilaku takwa harus ditanamkan dalam jiwa seorang pelajar agar ilmu yang diperoleh dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain dengan tidak melupakan Allah sebagai sumber seluruh ilmu pengetahuan. Seorang berilmu yang tertanam takwa dalam dirinya akan merasa takut unutk melakukan laranganlarangan Allah serta senantiasa melaksanakan apa yang telah diperintah-Nya. Dalam Al-Qur‟an dijelaskan:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalaian kepada Allah dan katakan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa yang menta‟ati Allah dan Rosulnya maka sungguh dia telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.S. Al-Ahzab 70-71) (Http//www.alquran-digital.com). Jelas janji Allah dalam ayat tersebut bahwa jika kita bertakwa denga sebenar-benarnya takwa maka Allah akan memperbaiki amal dan mengampuni dosa kita. Takwa adalah membuat perlindungan dari siksa Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan menjauhi larangan44
larangan-Nya. Inilah yang disebut takwa. Dan ini adalah batasan yang terbaik untuk mengartikan kata “takwa”. Bertakwalah kepada Allah SWT di mana pun engkau berada, yakni di tempat mana pun engkau berada. Engkau tidak hanya bertakwa kepada Allah SWT di tempat yang disana orang-orang melihatmu saja. Seperti bertakwa hanya saat berada di masjid, kantor, rumah dan jalanan saja. Bertakwa juga tidak hanya di bulan ramadhan, tapi juga di waktu-waktu yang lain karena semua waktu adalah milik Allah SWT. Dan tidak hanya bertakwa kepada-Nya di tempat-tempat yang engkau tidak dilihat oleh seorang pun, karena Allah SWT senantiasa melihatmu, di tempat manapun engkau berada. Oleh karena itu, bertakwalah di manapun engkau berada. 2. Berperilaku syukur Syukur berarti berterima kasih atas segala nikmat yang telah diberikan Allah. Dan perilkau ini yang harus ada dalam diri seorang pelajar. Karena setiap nafas yang kita hirup merupakan kuasa-Nya. Syukur menurut (Al-Raghib Tt, 265) terbagi dalam 3 macam. Pertama syukur hati yaitu dengan mengingat-ingat nikmat yang telah diberikan Allah dengan perasaaan hati. Kedua syukur lisan yaitu bentuk syukur yang diucapkan dengan lisan, baik kepada Allah atau kepada sesama manusia.
Diantara
syukur
lisan
adalah
dengan
mengucap
Alhamdulillah. Ketiga adalah syukur anggota badan yaitu bentuk
45
syukur yang dilakukan dengan membalas nikmat atau kebaikan dengan kepatutan atau kepantasan yang layak. Seorang hamba tentulah harus selalu bersyukur kepada Tuhannya. Terkadang saat mendapat nikmat dan kebahagiaan kita lalai dalam mensyukuri nikmat tersebut namun saat mendapatkan cobaan atau musibah mengaku bahwa kita sedang diuji oleh-Nya padahal saat sedang bahagia tidak mengingatNya. Padahal Allah selalu ada untuk kita dalam keadaan apapun. Begitu penting dan besarnya manfaat syukur dalam kehidupan hingga Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
Artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku , sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.(Q.S. Ibrahim: 7). (Http//www.alquran-digital.com). 3. Khusyu‟ Khusyu adalah dengan kerendahan hati atau dengan sungguhsungguh. Sebagai peserta didik haruslah mengetahui tentang tujuannya mencari ilmu, memalingkan diri dari ilmu yang dapat mendatangkan kebingungan terhadap dirinya sendiri. Al-Ghazali berkata, ilmu-ilmu yang semata-mata mementingkan khilafiyyat (perbedaan pendapat dalam ilmu fiqih) atau mujadalat (perdebatan) dalam ilmu kalam, atau pengetahuan tentang cabang-cabang yang amat rinci, maka pemusatan pikiran tentangnya sambil memalingkan diri dari selainnya, tidak akan 46
berakibat lain kecuali kekerasan hati, kelalaian akan Allah SWT. keterlibatan dalam kesesatan yang berlanjut serta menguatnya ambisi untuk meraih kedudukan dalam masyarakat. Kecuali siapa-siapa yang diselamatkan
oleh
mencampurinya
Allah
dengan
SWT.
pelbagai
dengan ilmu
rahmat-Nya,
keagamaan
atau
(Al-Baqir,
1996:192). Untuk itu peserta didik haruh memfokuskan diri pada pencapaian suatu keberhasilan dalam ilmu, amal dan akhlak yang baik. Sedangkan
bagi
seorang
pendidik
sendiri
maka
harus
merendahkan hati dalam menyampaikan ilmu dan bersungguh-sungguh terhadap pencapaian sebuah ilmu, mencerdaskan dan membentuk karakter perilaku pada peserta didik. Hendaknya ia tidak mengabaikan apapun untuk menasehati muridnya. Kemudian, hendaknya ia selalu mengingatkan bahwa tujuan sebenarnya dari upaya mencari ilmu adalah demi ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, bukan demi meraih jabatan, kepemimpinan atau untuk bersaing dengan rekan sesamanya. 4. Sabar Sabar adalah menahan hawa nafsu agar tetap berada pada batasbatas yang telah ditentukan oleh agama. Sabar merupakan salah satu sifat keutamaan yang sangat dibutuhkan oleh seorang muslim, baik dalam kehidupan dunianya maupun dalam kehidupan agamanya. Antara sabar dan syukur ada keterkaitan seperti keterkaitan yang ada antara nikmat dan cobaan dimana manusia tidak bisa terlepas dari keduanya. 47
Karena syukur dengan amal perbuatan menuntut adanya kesabaran dalam beramal. Ulama‟ membagi sabar menjadi tiga: a. Sabar dalam musibah, yaitu kerelaan menerima kehendak Allah yang pad awalnya terasa tidak nyaman seperti sakit, kurang harta, ketakutan, kelaparan , bencana alam dan sebagainya. b. Sabar dalam ibadah, kerelaan melakukan kehendak Allah yang wujud dalam perintah-perintah-Nya. c. Sabar dalam maksiat, kerelaan diri menerima ujian melakukan hal-hal yang menjadi larangan-Nya (Sultoni, 2007: 153) Oleh karena itu, sabar adalah separuh iman, sebab tidak satupun maqam iman kecuali disertai kesabaran (Hawa, 2004:370). Bahkan Allah akan memberikan derajat yang tinggi dan kebaikan, dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. Firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orangorang dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka perbuat” (QS. An-Nahl:96). (http//www.alquran-digital.com).
Untuk itu, seorang guru harus sabar dalam menyampaikan ilmu, pelan-pelan dalam menyampaikannya dan memahami karakter setiap murid agar para murid tetap antusias dalam menerima pelajaran. Sedangkan murid sendiripun juga harus sabar dalam menerima ilmu, dan bersabar pula terhadap kekerasan seorang guru. Murid harus 48
berfikir terhadap hal yang ditujukan kepadanya, dengan fikiran yang positif, bahwa hal yang demikian itu untuk kebaikan dirinya. 5. Zuhud Sederhana disini yaitu menggunakan segala sesuatu yang tersedia baik berupa benda dan lain-lain menurut keperluan dan tidak berlebih-lebihan. Baik guru maupun murid senantiasa berperilaku sederhana dalam segala hal, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Hidup sederhana tidaklah berarti hidup melarat atau hidup serba kekurangan. Hidup sederhana adalah hidup yang wajar yang terletak diantara hidup kekurangan dan hidup yang mewah, atau dengan kata lain hidup secara seimbang. Zuhud merupakan pertanda kebahagiaan, manifestasi penjagaan Allah, apabila cinta dunia merupakan pangkal kekeliruan, maka membencinya merupakan pangkal segala ketaatan dan kebaikan. Mengenai zuhud ini, kita bisa menyimak ayat al-Qur‟an yang menyifati dunia dengan mata‟ul ghurur (kesenangan yang menipu). Allah berfirman:
49
Artinya: “ Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid:20) (Http//www.alquran-digital.com). Kehidupan yang dihimbaukan oleh Islam adalah kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat, seimbang kehidupan jasmani dan rohani. Orang yang semata-mata mendasarkan kehidupan untuk menuntut kesenangan duniawi biasanya lupa pada kehidupan ukhrawi. Sehari-hari pikirannya tertuju bagaimana supaya hartanya bertambah dan menjadi banyak, dan hanya memenuhi keinginan-keinginan nafsunya. Tingkatan terendah zuhud adalah tidak meninggalkan ketaatan karena dunia atau tidak mengerjakan maksiat karenanya. Sedangkan tingkatan tertinggi zuhud adalah tidak mengambil sedikit pun dari dunia ini, kecuali bila yakin bahwa mengambilnya lebih disenangi oleh Allah daripada meninggalkannya. Di antara derajat tersebut, terdapat derajat lainnya. Zuhud yang benar ditandai oleh tiga hal: tidak merasa senang dengan pa yang kita miliki, tidak merasa sedih tatkala harta kita sirna, dan tidak menyibukkan diri mencari dunia dan bersenang-senang dengannya (Al-Husaini, 1999:202). Seorang guru dan murid senantiasa membiasakan perilaku zuhud ini, karena akhlak ini untuk membentengi 50
dari sifat pemborosan dan bakhil, serta tidak terlalu memikirkan dunia yang menjadi penghambat terhadap tercapainya keberhasilan ilmu dan akhlakul karimah. 6. Menjaga dari hal yang haram (wira‟i) Berperilaku wira‟i disini merupakan sikap kehati-hatian terhadap perkara yang syubhat bahkan haram dalam segala aspek perilaku kehidupan. Baik guru maupun murid harus berperilaku wirai terhadap makanan, minuman, tempat dan segala sesuatau yang dibutuhkan dalam pencapaian ilmu. Dengan akhlak ini hati akan mudah menangkap ilmu, cahaya dan kemanfaat ilmu. Menghindarkan diri dari suatu yang syubhat bahkan haram ini dapat memperkokoh keberagamaan dan merupakan kebiasaan para ulama‟ yang mengamalkan ilmunya. Rasulullah SAW. bersabda:
ِ ِ ِِ َّن ا َل ب ت َ يَ ْلَ ُ ُه َّن َ ثِْ ٌ ِم َن ٌ ّي َ بَْ نَ ُه َ ُُم ْوٌر ُمَ َ بِ َه ٌ َِّّي َ َّن اََ َم ب ٌَّ َ َ ِ انَّ ِس فَ ِن تَّ َق ا ُّب ه ت فَ َق ْ ِا ب أَ اِ ِينِ ِو ِ ِا ِو من َع ِِف ا ُّب ه ت َ َُ َُ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َْ ْ َ .) َ َ َع ِِف اََ ِم (ر ه ابخ رى م Artinya: “Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang haram. Antara keduanya terdapat sesuatu syubhat yang sebagian besar manusia tidak mengetahuinya. Siapa saja yang berhati-hati darinya, selamatlah agamanya dan dirinya. Sebaliknya siapa yang tergelincir ke dalamnya, ia akan jatuh ke dalam keharaman. (HR. Bukhari dan Muslim). (An-Nawawi, tt:9). Perlu diketahui sesungguhnya makanan yang haram atau syubhat tidak akan mendorong pemakannya untuk melakukan amal saleh. Apabila ia melakukan amal saleh tersebut, ia tidak akan terhindar 51
dari penyakit hati, seperti ujub dan riya‟. Jelasnya, amal orang yang memakan harta haram akan ditolak. Sebab, Allah adalah dzat yang baik dan hanya menerima yang baik. Setiap amal perbuatan pasti dilakukan oleh anggota badan. Sedangkan gerakan badan didorong oleh daya yang dihasilkan oleh makanan, jika makanannya haram maka daya yang akan dihasilkannyapun akan jelek (A-Husaini, 1999:128). Untuk itu, sikap wirai ini perlu diperhatikan baik bagi guru maupun murid. Dengan berhati-hati maka tidak akan cenderung untuk menuruti hawa nafsu dan syahwat yang nantinya akan menimbulkan keburukan dan kejahatan. Syaikh
al-Zarnuji
berkata
bahwa
seorang
murid
yang
berperilaku wirai, maka ilmunya akan lebih bermanfaat, dan belajarnya lebih mudah. Termasuk perilaku wirai adalah menghindari rasa kenyang, banyak tidur, dan banyak bicara. (al-Zarnuji, tt:39). 7. Qona‟ah Qona‟ah yakni menerima segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah. Guru dan murid senantiasa harus berperilaku qonaah dalam segala aspek kehidupan. Dengan menerima segala yang telah diberikan Allah, maka pendidikan ini akan lebih mempermudah dalam pencapaian keluasan ilmu dan amal, karena pendidikan ini dapat membentengi pecahnya hati dan akal terhadap hal-hal yang kurang bermanfaat dan akan menimbulkan semangat pencapaian sebuah ilmu. Dengan berakhlak qona‟ah maka akan muncul berbagai sumber hikmah. 52
Imam Syafi‟i berkata:
َِّ اَ ِن من طََبو بِ ِذا,ِ َ ِس ال ِ ملل ُ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ِ انَ ْل . َ َ ُْالَ َ ِا أَف
َِ يُ ْلَ َم ْن طََب الِْ ِ بِلَِّزة ُ َ ِ س ا ِق ال ِ ِخ ْ م َ َ ْ َ ْ َ َ ِ انَ ْل
Artinya: “Tidak akan beruntung bagi orang yang mencari ilmu dengan memulyakan dirinya dan berlebihan dalam kebutuhannya, akan tetapi orang yang beruntung itu adalah orang yang merendahkan diri, mencukupkan kebutuhan dan melayani ulama” (Asy‟ari, tt:26). 8. Rendah Hati (tawadhu‟) Tawadhu‟ bukanlah merendahkan maupun menghinakan diri. Melaikan tawadhu‟ adalah akhlak yang luhur dan sifat yang tinggi, sedangkan kesombongan bukan termasuk akhlaknya dan tidak patut bersanding dengannya. Seorang muslim bertawadhu‟ adalah untuk dimuliakan dan tidak mau sombong agar tidak dicampakkan, sebab Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang tawadhu‟ dan merendahkan orang-orang yang sombong. Rasulullah SAW bersabda,
ِ َ َح َ َ َم تَ َو, َ َم َز َد هللاُ َ ْب ً بِ َل ْل ٍو إِ َّ َ ًز,ت َ َ َ ٌ م ْن َم ٍل ْص َ َم نَ َق َ ا َع أ ) (ر ح مل.ُِِّ إِ َّ َرفَ َلوُ هللا Artinya: Shadaqah tidak mengurangi harta dan Allah tidak menambah hamba yang memaafkan kecuali kemuliaan, dan seseorang tidak bertawadhu‟ karena Allah kecuali Allah mengangkat derajatnya” (H.R. Muslim : 2588). 9. Berperilaku Kasih Sayang
53
Salah satu sifat yang dianugrahkan Allah kepada makhluknya adalah sifat kasih sayang, tidak hanya kepada sesama manusia melainkan juga kepada semua makhluk yang bernyawa. Bukan hanya manusia saja yang diberi sifat kasih sayang oleh Allah, akan tetapi binatang pun juga diberi oleh-Nya. Allah memerintahkan kepada umat Islam agar mengasihi sesama manusia, terlebih terhadap sesama mukmin. Allah berfirman:
Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujarat:10). (http//www.alquran-digital.com). Bersikap saling mengasihi dan menyayangi merupakan suatu kewajiban bagi seorang murid dan guru guna mencapai suatu tujuan. Guru adalah penyebab kehidupannya di alam yang baka. Dan sekiranya bukan karena pendidikan sang guru, niscaya apa yang diperoleh dari ayah akan menjerumuskannya ke dalam kebinasaan yang terusmenerus. Sedangkan apa yang diperolehnya dari guru, itulah yang akan berguna baginya untuk kehidupan ukhrawinya yang langgeng. Yang dimaksud tentunya adalah guru yang mengajarkan ilmu-ilmu akhirat, atau ilmu-ilmu duniawi untuk digunakan sebagai sarana untuk akhirat, bukan untuk dunia saja (Al-Baqir, 1996:188). Dengan berperilaku kasih sayang maka akan muncul sifat saling menghormati antar sesama. Sikap menghormati sesama manusia ini 54
sangat ditekankan, karena merupakan suatu bentuk tindakan menjaga hak-hak sesama manusia. Termasuk menghormati sesama manusia adalah ramah tamah, berbicara dengan sopan, tidak menyinggung perasaan, dan mengucapkan salam ketika bertemu baik di jalan maupun dalam suatu majlis. 10. Menjaga Lisan Lidah tak bertulang dan lentur namun memiliki efek yang luar biasa ketika digunakan.sehingga begitu penting kita menjaga lisan. Allah mengingatkan agar kita berhati-hati dalam menggunakannya. Jika kita tidak bisa berkata baik maka lebih baik diam. Allah SWT berfirman:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalaian kepada Allah dan katakan perkataan yang benar. (Q.S. Al-Ahzab 70). (Http//www.alquran-digital.com). Jika kita tidak hati-hati dalam menggunakan lisan akan bisa menimbulkan bencana dan musibah. Dua orang yang asalnya berteman bisa saling membenci hanya karena salah perkataan. Maka dapat dibenarkan apabila ada perkataan bahwa lisan itu lebih tajam daripada pedang. Imam Al-Syafii mengatakan, apabila seseorang ingin berbicara, hendaklah berfikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan
55
jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya (http://inilah.com) 11. Mengekang Hawa Nafsu Ibnu Abbas mengatakan “dinamakan dengan hawa karena menjatuhkan pelakunya kepada neraka”. Adapun Nafs maknanya adalah jiwa atau ruh.namun kata nafs ini telah menjadi kalimat yang berkonotasi negatiff, yaitu yang bermakna selalu mengajak kepada keburukan. Begitu juga dengan hawa. Hali ini juga sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur‟an yang memang pada asalnya nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan (http//muaraiman.blogspot.com) Firman Allah:
Artinya: “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf: 53) (http//www.alquran-digital.com). Melihat ayat di atas bahwasanya seorang hamba harus membersihkan diri dari hawa nafsu, karena sudah jelas bahwa nafsu itu cenderung pada hal-hal yang bersifat negatif. Maka kebersihan batin itu harus selalu berusaha untuk dilatih. Sedangkan kebersihan batin dapat dilakukan dengan membersihkan hati dari akhlak-akhlak yang tercela. 56
Seperti sombong, riya‟, hasud, dengki, cinta keduniaan dan lain-lain. Serta menghiasinya dengan budi pekerti yang terpuji, seperti tawadhu‟, mempunyai rasa malu, ikhlas, dermawan, dan sifat terpuji lainnya. Agar memperoleh akhlaqul karimah yang telah disampaikan oleh Imam al Ghazali dalam kitabnya Ihya „Ulumuddin juz II. 12. Berkumpul dengan Ulama‟ Ulama‟ atau adalah pewaris para Nabi. Bukan harta, kedudukan ataupun kejayaan namun ilmu pendidikan yang diwariskan kepada para ulama‟. Berkumpul dengan mereka akan mendapatkan banyak pengetahuan terutama tentang ilmu agama. Dapat mendidik tingkah laku menjadi baik berkat pengaruh kebiasaan-kebiasaan mereka yang tentunya jauh lebih baik. Ulama‟ itu terbagi menjadi 3 macam, 1. Ulama‟ yang sangat menguasai dan memahami hukumhukum Allah. Mereka itulah yang memiliki fatwa. 2. Ulama‟ yang sangat dalam kemampuannya tentang ma‟rifat kepada dzat Allah. Ulama seperti ini disebut Hukama‟. Golongan ulama‟ ini senantiasa menitikberatkan pada upaya memperbaiki tingkah laku dan akhlaq, baik untuk diri sendiri maupun umatnya. 3. Ulama-ulama besar yang disebut dengan Al-Kubara‟. Ulama‟ seperti ini senantiasa melakukan hal-hal yang terpuji untuk kepentingan makhluk Allah, terutama ahli ibadah. 57
Lirikannya lebih memberi manfaat daripada ucapannya (kauma, 2005: 29) 13. Tholabul „Ilmi Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi umat Islam. Karena jika seseorang tidak berilmu maka tak akan dapat menjalankan ketaatan yang difardhukan Allah SWT, menjauhi kemaksiatan yang diharamkan Allah SWT, apalagi ibadah sunnah yang berfungsi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan ilmu, maka akan dapat mengetahui hal yang wajib, sunnah dan haram. Maka menuntut ilmu dan mengamalkan wajib hukumya. Karena begitu besar peranan ilmu, dengan mengamalkan ilmu maka akan diperoleh kebahagiaan dan kesuksesan dunia dan akhirat. Nabi bersabda: barang siapa menempuh jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. Bukhori) (Abi Jamrah, 2005: 30) Ilmu yang wajib dituntut oleh setiap muslim yaitu ilmu yang menjelaskan tentang ketentuan yang diwajibkan oleh Allah SWT dan keharaman yang diharamkan-Nya. 14. Keutamaan Ilmu Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap hamba. Tanpa ilmu kita tidak bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan dimanfaatkan orang lain. Mudah diperdaya karena kebodohannya, tidak dapat tegak didalam memenuhi 58
apa yang difardhukan Allah dan tidak dapat taat didalam menjauhi larangan-Nya.serta tidak dapat menjalankan apa yang disyari‟atkanNya. Ilmu yang barokah adalah ilmu yang memberikan kemanfaatan kepada kita sehingga menunjukkan jalan yang diridhoi oleh Allah. Ilmu juga termasuk amalan yang tidak terputus pahalanya. Apabila kita mengajarkan satu ilmu kebaikan kemudian terus digunakan maka satu ilmu itu bisa menjadi tabungan kita kelak di akhirat. Perlu diketahui, bahwa orang yang beribadah tanpa berdasarkan ilmu, maka bahayanya akan mengancam dirinya. Sebab, ibadah ibadahnya akan banyak bermanfaat padanya, jika ia mengerti ilmunya. Banyak orang yang banyak beribadah, kaan tetapi hanyalah menyusahkan dirinya, karena dia jatuh dalam kemaksiatan. Dia menganggap taat sebagai maksiat, sedangkan maksiat dianggap bukan maksiat (Suchaimi, Tt: 73). Ilmu mengungguli amal, sebab dengan adanya ilmu sekalipun amal kecil dapat dirasakan manfaatnya, tetapi tanpa ilmu sekalipun amal besat/ banyak tiada manfaatnya. Maka dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa: “Nilai ilmu lebih berharga daripada amal ibadah, dan sudah menjadi ketentuan wajib bagi orang yang beramal ibadah, dibarengi dengan ilmunya, pelanggaran ketentuan tersebut berakibat sia-sia amal ibadahnya, bagai debu berhambur ditiup angin (Ramadlan, 1987: 59). 15. Manajemen Waktu 59
Waktu sangatlah penting bagi guru dan murid. Untuk itu harus mengoptimalkan waktu yang dimilikinya, baik di waktu malam maupun siang dengan menggunakan kesempatan yang ada dari sisa-sisa umurnya. Umur yang tersisa adalah harga yang dimilikinya, dengan begitu senantiasa pergunakanlah untuk
berdiskusi, mengarang,
mengulang pelajaran dan menghafal. Agar waktu tersebut tidak terbuang secara percuma. Seorang murid harus menunjukkan perhatiannya yang sungguhsungguh kepada tiap-tiap disiplin ilmu agar mengetahui tujuannya masing-masing. Jika ia masih ada kesempatan, sebaiknya ia berusaha untuk
mendalaminya.
Mengurangi
segala
keterkaitan
dengan
kesibukan-kesibukan duniawi. Sebab keterkaitan akan memalingkan dari tujuan yang hendak dicapai. Selain itu juga harus mengisi waktu dengan segala aktivitas ibadah hingga tak ada waktu sedikit pun, baik siang maupun malam, kecuali untuk mengabdi kepada Allah SWT. Dengan demikian akan tampak keberkahan waktu, memperoleh faedah umur dan senantiasa menghadapkan diri pada-Nya. Demikian pula sediakan waktu khusus untuk mengerjakan kebiasaan sehari-hari, seperti makan, minum, dan mencari nafkah. Hujjatul Islam, Imam al Ghazali mengatakan bahwa: “Hendaklah engkau membagi waktumu, mengatur wiridmu dan menetapkan waktumu dengan segala aktivitas yang tidak akan engkau langgar dan janganlah engkau terpengaruh dengan hal lain dalam masalah waktu ini. Barangsiapa menelantarkan dirinya dari aktivitas, 60
maka ia laksana orang yang tersesat di jalan, bermaksud untuk menyibukkan diri, tetapi ia sendiri selalu menyia-nyiakan waktunya. Ketahuilah, waktu itu adalah umurmu dan umur adalah modal untuk investasi (ibadahmu). Dengan umur itu pula engkau dapat memperoleh kenikmatan abadi di sisi Allah SWT. Setiap nafasmu bagaikan mutiara yang tak ternilai harganya, dan bila hilang percuma engkau tak mungkin mampu mengembalikannya.” Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan sehari-hari diantaranya: 1) Shalat witir 2) Shalat Dhuha 3) Shalat Awabin 4) Shalat Sunnah Malam 5) Membaca al Qur‟an 6) Mempelajari Ilmu yang bermanfaat 7) Dan aktivitas lainnya yang bermanfaat
B. Implikasi Nilai Pendidikan Dalam Dunia Pendidikan Individu manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban. Dengan memfungsikan fitrah itulah ia belajar dari lingkungan dan masyarakat oeang dewasa yang mendirikan institusi pendidikan (Aly, 2008: 1). Kondisi awal individu dan proses pendidikannya tersebut diisyaratkan oleh Allah di dalam firmanNya sebagai berikut: Dan Allah mengelurakan kamu dari perut ibumu dalam keadaaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur. (Q.S. An-Nahl :78) (http//www.alquran-digital.com). 61
Sedangkan menengok arti pendidikan itu sendiri adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak hanya untuk memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari posisinya sebagai kholifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa, beriman, berilmu dan beramal saleh. Di dalam islam, manusia yang beriman, berilmu dan beramal saleh memang memiliki derajat yang tinggi. Dalam konteks ini juga menjadi terkenal kredo dalam agama islam tentang perlunya ilmu yang amaliyah dan amal yang ilmiah (TPIP FIP-UPI, 2007: ix) Untuk menjadikan sebuah umat yang berilmu, berakhlak dan berbudi pekerti yang baik serta berpendidikan yang berkualitas, maka peran orang tua dalam masalah ini harus lebih mengedepankannya dari msalah-masalah yang lain. Terlebih perhatian orang tua kepada anakanaknya. Maka sudah semestinya semenjak dini orang tua harus sudah mengenalkan anaknya terhadap hal-hal yang positif dan bernilai luhur, menjauhkannya dari sifat negatif yang dapat merusak kesucian fitrah seorang anak. Karena kesucian fitrah inilah yang dapat menentukan karekteristiknya dimasa mendatang. Kita bisa menengok bahwa Imam Al-Ghazali, seorang filosof terbesar sejak dari zamannya dulu hingga saat kini, mengatakan demikin: “Seseorang anak, sejak ia dilahirkan itu adalah merupakan amanat atau titipan dari Tuhan kepada kedua orang tuanya. Kalbu anak itu masih bersih dan suci, bagaikan suatu permata yang maha berharga, sunyi dari segala 62
macam lukisan dan gambaran. Manakala anak itu dibiasakan kepada halhal yang baik, diperlihatkan kepadanya hal-hal yang bagus dan sekaligus diajarkan serta diperintah mengamalkannya, maka anak itu akan tumbuh menjadi manusia, makin hari makin besar dan makin tertancap serta makin meresaplah kebaikan –kebaikan itu dalam jiwanya. Dengan demikian tidak perlu disangsikan lagi bahwa anak itu akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat” (Ghulayaini, 1967: 314). Pembelajaran dan pendidikanlah yang mampu mengantarkan seseorang memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, terlebih dalam menjadikan masyarakat yang berperadaban dan beradab. Melalui proses belajar dengan mengikuti pola-pola dan norma-norma sosial, mengikatkan diri pada ideologi dan sistem nilai, serta terlibat dalam aktivitas saling menukar pengetahuan dan pengalaman, mereka kemudian menjadi masyarakat yang berperadaban dan beradab. Memang pendidikan merupakan
alat
unutk
memajukan
peradaban,
mengembangkan
masyarakat, dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka. Melihat penjelasan pendidikan di atas, karya Imam Nawawi yang tertuang dalam kitab Nashaihul „Ibad dapat membimbing kita untuk menjadi seseorang yang santun dan bijak. Baik terhadap Allah, Rasul-Nya, maupun sesama manusia. Maka analisis pendidikan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Akhlak 63
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya „ulumuddin mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
ىي ل راخ ِف اق ب تص ر نه و ل فل ل ب هوا من رؤي
خ ف
Artinya: “Akhlak dalah suatu sifat yang tertanam dalam hati, yang dapat diwujudkan atau dilahirkan dalam bentuk perkataan maupun perbuatan dengan mudah tanpa dipikir atau diangan-angan terlebih dahulu. Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa akhlak itu terjadi begitu saja tanpa ada rencana sebelumnya. Sifat bawaan yang akan muncul dengan sendirinya tanpa direkayasa atau difikir terlebih dahulu. Dengan demikian untuk meraih kesempurnaan akhlah , seseorang harus melatih diri dan membiasakannya dalam hidup seharihari. Seseorang harus berlatih dan membiasakan diri berfikir dan berkehendak,
serta
membiasakan
mewujudkan
pemikiran
dan
kehendaknya itu dalam hidup sehari-hari. Dengan demikia seseorang akan meraih kesempurnaan akhlak. Sebab akhlak seseorang bukanlah tindakan yang direncanakan pada saat-saat tertentu saja, namun akhlak merupakan keutuhan kehendak dan perbuatan yang melekat pada seseorang yang akan tampak pada perilaku sehari-hari. Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dan menunjukkan jalan unutk melakukan apa yang harus diperbuat. Akhlak merupakan sifat yang dekat hubungannya dengan iman (Siroj, 2009: 2). 64
Baik buruknya akhlak menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan seseorang. Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan seyakin-yakinnya akan keesaan Allah. Meyakini bahwa Allah mempunyai sifat dengan segala sifat kesempurnaannya. Seseorang akan dinilai baik oleh orang lain bukan pada tinggi ilmunya, berbagai macam prestasi yang dia raih atau tinggi pangkatnya. Namun seorang muslim akan dipandang melalui akhlaknya. Bahkan Rasulullah diutus ke dunia bukan untuk kedudukan, kekayaan apalagi politik namun tidak lain hanya untuk menyempurnakan Akhlah. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
ِ ) ت ِ َُُِتِ َ َم َ ِرَم ْح َ ْ (ر ح أر ُ ْإِمنََّ بُلث
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlakakhlak mulia.” (HR. Ahmad). 2. Pendidikan Ikhlas Ikhlas adalah perbuatan yang dilakukan terus menerus karena melaksanakan perintak Allah SWT tidak supaya dihormati oleh orang lain. Perbuatan bisa diumpamakan sebagai jasad dan yang menjadi ruhnya adalah ikhlas. Jasad sewaktu ditinggal oleh ruh yang dapat menyebabkan jasad bisa hidup tegak, pasti akan berubah menjadi bangkai dan tidak bisa bergerak dan akan berubah menjadi bangkai yang tidak ada manfaatnya. Begitu juga dengan perbuatan yang dipisahkan dari ruh (Siroj, 2009: 8) Allah berfirman: 65
Artinya: ”Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS. Az-Zumr:11) (http//www.alqurandigital.com).
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk melandasi segala aktivitas dengan keikhlasan. Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak ada motivasi yang membangkitkannya kecuali mencari taqarrub kepada Allah (Hawa: 2004:320). Keikhlasan hati kepada Allah itulah yang akan mengangkat derajat amal duniawi semata-mata menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah. Keikhlasan yang mendalam adalah masalah yang sangat penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Sebab ilmu adalah nilai tertinggi yang oleh Allah dijadikan alat penentu orang-orang mulia di antara hambahambanya. Sesungguhnya ilmu dengan berbagai cabangnya, duniawi ataupun yang bersifat ukhrawi itu tidak akan bercahaya dan sampai pada suatu derajat tertinggi, melainkan harus didasari dengan keikhlasan dan tujuan yang mulia (Masy‟ari, 2008:56). Untuk itu setiap manusia janganlah berniat kesebalikannya dalam melaksanakan amal perbuatan dan beribadah, yang bertujuan untuk meraih keduniawiaan semata. Baik untuk mencari kedudukan, mencari kekayaan, dan berperilaku untuk mengungguli terhadap manusia. Karena setiap amal yang di dasari dengan nafsu, tanpa adanya keikhlasan dan niat yang
66
tulus karena Allah justru akan mengeruhkan kejernihan dari amal itu sendiri. 3. Pendidikan Tawadhu‟ Tawadhu‟
merupakan
sikap
merendahkan
hati,
tidak
memandang pada diri sendiri lebih dari orang lainnya, dan tidak menonjolkan diri sendiri, yang mana sikap ini perlu dimiliki oleh seorang hamba. Tawadhu‟ merupakan suatu bentuk perilaku yang mulia hingga Allah memerintahkan utuk bersikap tawadhu‟ melalui firmanNya:
Artinya: “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (al-Hijr:88) (http//www.alquran-digital.com). Bagi seorang pelajar hendaknya tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak pula menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang telah mengajarinya, tetapi menyerahkan sepenuhnya kendali dirinya dan mematuhi segala nasihatnya. Pelajar sudah sepatutnya bersikap demikian dihadapan gurunya, dan mengharapkan pahala serta kemuliaan dengan berkhidmat kepadanya. Sedangkan bagi seorang hamba, sikap tawadhu‟ perlu ditamankan dalam hati. Dengan cara menundukkan dirinya dari sikap sombang, riya, dan angkuh terhadap orang lain yang memiliki kapasitas keilmuan, derajat maupun pangkat dibawahnya. 4. Pendidikan Tekun 67
Tekun adalah rajin atau bersungguh-sungguh. Dengan kata lain tekun adalah kesungguhan tekad dalam melakukan (mencapai) sesuatu. Tekun merupakan suatu sifat terpuji yang harus dipeganggi oleh setiap hamba, dan tidak boleh berputus asa dalam menekuni setiap ibadah dan beramal. Untuk mencapai apa yang di cita-citakan, seseorang harus menanamkan kesadaran diri untuk senantiasa tekun. Orang akan sukses apabila tekun dalam melakukan apapun dan tidak bermalas-malasan. Allah telah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.(QS. Ar-Ra‟du:11). (http//www.alquran-digital.com). Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa manusia haruslah mengusahakan segala hal untuk kehidupannya. Tidak sekedar menunggu apapun itu dari Allah dengan berpangku tangan. Dengan ketekunan akan meninggkatkan kesejahteraan diri, mewujudkan citacita dan mengapai tujuan hidup. Terlebih dalam pembelajaran, peserta didik bersungguh-sungguh dalam belajarnya maka kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat akan dapat diraih. 5. Pendidikan Tawakal Tawakal adalah kesadaran diri bahwa apapun upaya yang kita lakukan maka hasilnya adalah terserah Allah SWT (Siroj, 2009: 17). Orang yang bertawakal selalu dapat mensyukuri rezeki yang diterimanya dan dapat menerima dengan rela bila tidak mempunya apa68
apa. Orang yang bertawakal tetap saja taat dan melaksanakan ibadah kepada Allah dalam keadaaan kaya maupun miskin. Karena perubahan keadaannya tidak pernah mengubah ketaatannya terhadap Sang Pencipta. Barangsiapa bertawakal dan pasrah kepada Allah SWT, maka ia akan dicukupi, ditolong dan selalu dikasihi-Nya. Tawakal tumbuh dari buah tauhid yang mantap dan sudah mendarah daging dalam hati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT berfirman:
Artinya:”Bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159). (http//www.alqurandigital.com). Inti tawakal kepada Allah adalah sadarnya hati bahwa segala sesuatu berada di tangan-Nya, baik yang bermanfaat, bermudharat, yang menyusahkan serta yang membahagiakan. Sangat meyakini bahwa seandainya seluruh makhluk dikumpulkan untuk memberi kemanfaatan ataupun kemudharatan, maka mereka sedikit pun tidak akan mampu melaksanakannya kecuali dengan adanya ketetapan dan ketentuan dari Allah (Al-Hadad, Tt: 206).
69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab Nashaihul „Ibad. Sitematika yang dipakai dalam penulisan kitab ini adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain berdasarkan jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung didalamnya. Mulai dari dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya sampai sepuluh pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada 214 yang didasarkan pada 45 Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan tabi‟in). 2. Bagaimana nilai pendidikan dalam kitab Nashaihul „Ibad karya Imam Nawawi Al-Bantani. Dalam kitab Nashaihul „Ibad beliau memaparkan betapa pentingnya pendidikan pada segala sendi kehidupan. Manusia harus memiliki pendidikan sebagai pembeda dari makhluk lain. Bahkan pentingnya pendidikan dalam islam sampai diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar dan tidak dapat dipisahkan. Sangat penting bagi pelajar untuk mengetahui sikap yang harus dilakukan agar ilmu yang didapatkan dapat memberi manfaat bagi 70
dirinya sendiri dan orang lain. Beliau menyatakan bahwa ilmu itu sesuatu yang suci dan hanya akan dapat diserap oleh jiwa yang suci pula. Pendidikan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja, namun kita bisa mendapatkannya melalui siapa saja dan apa saja. Dengan cara berkumpul dengan orang saleh, menjaga diri dari perbuatan yang dilarang agama dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap kita kepada sesama manusia dan makhluk lain juga akan berpengaruh dalam pendidikan. Menghargai orang lain, menjaga lisan rendah hati serta sikap-sikap yang seharusnya kita lakukan kepada makhluk lain akan menjadikan kita sebagai hamba yang santun dan bijak dalam mengarungi bahtera kehidupan. 3. Implikasi nilai pendidikan kitab Nashaihul „Ibad dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang telah dipaparkan kitab Nashaihul „Ibad memberikan penekanan pada sikap yang harus diambil oleh seorang hamba dalam memperoleh pendidikan dan mengamalkan pendidikan. Dari pemaparan beliau, implikasi pendidikan yang dapat diterapkan dalam kehidupan adalah pendidikan akhlak, pendidikan ikhlas, tawdhu‟, tekun dan tawakal. Dengan pendidikan tersebut seorang pelajar akan mampu mengarungi bahtera kehidupannya dengan baik. .
71
B. Saran Pendidikan menjadi sangat penting dalam kehidupan kita sebagai
manusia
terutama
pendidikan
agama.
Baik
dalam
hubungannya kepada Sang Pencipta maupun makhluk-Nya. Seseorang akan ditinggikan derajatnya apabila dia berilmu pengetahuan luas. Dalam hal „ubudiyah misalnya, kita harus mengtahui ilmu cara sholat, syarat dan rukunnya agar ibadah kita tidak sia-sia dan diterima Allah. Oleh karena itu hendaknya pendidikan lebih di prioritaskan daripada apapun
agar
nantinya
dapat
kesempurnaan akal fikiran.
72
menjadi
orang
yang memiliki
DAFTAR PUSTAKA
Abi Jamrah, Ibnu. 2005. Khosiyah Abi „Ala Mukhtshar Ibnu „Abi Jamrah lil Bukhori. Indonesia: Haromain. Al-Ghazali, Muhammad. Tt. Ihya „Ulumuddin. Indonesia: Al-Haromain …………… Tt. Al-„Ilm. Terjemah oleh Al-Baqir, Muhammad. 1996. Bandung: Karisma. Al-Ghulayaini, Musthafa. Tt. Izhatun Nasyi‟in. Terjemah jilid 2 oleh Siroj, Zainuri, Hadi Nur. 2009. Jakarta: PT. Albama. …………………………. Tt. Izhatun Nasyi‟in. Terjemah oleh Moh Abdai Rathomy. 1976. Semarang: C.V. Toha Putra. Al-Hadad, Sayyid Abdullah bin Alwi Bin Muhammad. Tt. Risalatul Mua‟awanah. Terjemah oleh Ihsan dan Suchaimi, Ainul Ghoerry. Jalan Menempu Ridho Allah. Tt. Surabaya: Al-Hidayah. Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. Tt. Falsafatut Tarbiya Al-Islamiyah. Terjemah Oleh Hasan Langgulung. Falsafah Pendidikan Islam. 1983. Jakarta: Bulan Bintang. Aly, Hery Noer dan Munzier S. 2008. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani. Az-Zarnuji. Tt. Ta‟limul Muta‟alim. Surabaya. Darul Ilmi. Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. Ghofur, Saiful Amin. 2008. Profil Para Mufassir Al-Qur‟an. Yogyakarta. Pustaka Insan Madani. Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta. Andi Offset. Hawa, Sa‟id bin Muhammad Daib. Tt. Al-Musthalakh fii Tazkiyatil Anfus. Terjemah oleh Tamhid dan Aunur Rafiq Shaleh. 2004. Jakarta: Robbani Press. Indar, Djumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya. Karya Abditama. Nata, Abuddin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa. Nawawi, Muhammad. Tt. Nashaihul „Ibad. Semarang: Karya Putra. ...................................... Nashaihul ‟Ibad. Terjemah oleh Kauma, Fuad. 2005. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Ramadlan, Abu HF. 1987. Tarjamah Duratun Nasihin. Surabaya: Mahkota. Siroj, Zaenuri dan Al-Arif, Adib. 2009. Hebatnya Akhlak di atas Ilmu dan Tahta Jilid 2 . Surabaya: Bintang Books. Sultoni, Ahmad. 2007. Sang Maha-Segalanya Mencintai Sang Mahasiswa. Salatiga: STAIN Salatiga press. 73
Syamsu, Muhammad. 1996. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta: Lentera. Tim Pengambang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan bagian III. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama. http//www.alquran-digital.com. http//muaraiman.blogspot.com/2010/05/wasapadalah-terhadap-hawanafsu.html?m=1 http://inilah.com/news/detail/2145055/keutamaan-menjaga-lisan-1. Wikipedia.org/wiki/nawawi-al-bantani.
74
DAFTAR NILAI SKK Nama Nim
: Muhammad Choirul Umam Jurusan : 111 09 112 Progdi No Nama kegiatan Tanggal 1 OPAK “ Sentralisasi Paradigma Gerak 20 Agustus 2009 Menuju Mahasiswa Ideal Dalam Menghadapi Situasi Global” (DEMA) 2 Pelatihan Emosional Spiritual Intelligence 21 Agustus 2009 Quotient (ESIQ) (STAIN Salatiga) 3 User Education (UPT Perpustakaan) 29 Agustus 2009 4 Seminar Lingkungan Hidup Mapala Mitapasa 24 Mei 2010 Event Fusion 2010 (MAPALA) 5 Audisi MC & Qori‟ Haflah Akhirussanah ke 10 Juli 2010 63 Pon-Pes Al-Manar 6 Khotmil Qur‟an Binnadzor Pondok Pesantren 01 Agustus 2010 Al-Manar 7 Basic Training LK 1 “Mewujudkan 28 Oktober 2010 Mahasiswa Islami yang Ideal Demi Terwujudnya Kader yang Militan (HMI)
: Tarbiyah : PAI Keterangan Peserta
Nilai 3
Peserta
3
Peserta Peserta
3 3
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
3
8 9
Praktikum Baca Tulis Al- Qur‟an (BTA) Seminar Nasional Pendidikan “Membudayakan sebuah Pendidikan Berkarakter Ke-Indonesia-an dakam Pendidikan Formal” (HMJ Tarbiyah)
02 November 2010 06 November 2010
Peserta Peserta
2 3
10
Praktikum Etika Profesi Keguruan
25 November 2010
Peserta
2
11
Praktikum Metodologi Pendidikan Agama Islam Seminar Pendidikan “Menuju Pendidikan Indonesia Yang Ideal” (HMI) Training Senoir Course (SC) Se-Jateng dan DIY “Tranformasi Nilai-nilai Pengkaderan Menuju Kompetensi Pendidik yang Berkualitas” (HMI) Praktikum Telaah Kurikulum Pendidikan Agama Islam (STAIN Salatiga)
23 September 2011
Peserta
2
28 Desember 2011
Panitia
2
20 Februari 2012
Panitia
3
13 Maret 2012
Peserta
2
12 13
14
75
15 16 17
18
19
20
21
22
23 24 25 26 27 28
29 30 31
Seminar “Peran Mahasiswa dalam Mengawal BLSM BLT Tepat Sasaran” (DEMA) Bedah Buku “Ketika Cinta Bertasbih” (HMI) Sertifikat Ujian Praktek Pengalaman dan Keilmuan Lapangan (PPKL) (Pondok Pesantren Al-Manar) Musabaqoh Lughoh „Arobiyah “Mewujudkan Potensi Berbahasa dengan Musabaqoh Lughoh „Arobiyah” (ITTAQO) Workshop Penelitian “Reaktualisasi Perwujudan Amanah Tri Darma Perguruan Tinggi dalam Memecahkan Problematika di Masyarakat” LPM DinamikA) Basic Training LK 1”Membangun Paradigma Mahasiswa yang Berintelektual dan Berjiwa Nasionalis Religius dalam Perwujudan Insan Paripurna” (HMI) Seminar Nasional Kebangsaan “Menggagas Menasionalismekan Ber-Agama; Upaya Membingkai Perbedaan keberagamaan dalam Ke-Indonesiaan” (IPNU) Dies Natalis HMI ke 66 “66 Tahun HMI untuk Umat Islam dan bangsa Indonesia” (HMI) Follow Up Mission HMI “Membangun Kader HMI yang Militan” (HMI) Bedah Buku “Sholat Ngebut Bikin Benjut” (HMI) Haflah Akhirussanah dan Haul KH. Djalal Suyuthi ke 66 Pondok Pesantren Al-Manar Lomba Cerdas Cermat Ilmu Agama di Pondok Pesantren Al-Manar Sosialisasi Empat Pilar (MPR-RI) Sarasehan Akbar HMI Komisariat Walisongo “Merajut Ukhuwah Memperkokoh Kebersamaan” (HMI) Bedah Film “Tanah Surga Katanya” (HMI) Bahsul Masa‟il Kubro Pondok Pesantren AlMas‟udiyah Blater Sarasehan Akbar Bersama Tokoh Nasional “Komitmen Politik Islam dalam Menata Arah Masa Depan Bangsa Indonesia” )LDMI PB
03 Mei 2012
Peserta
4
13 Mei 2012 13 Juli 2012
Peserta Peserta
2 3
17 Oktober 2012
Peserta
3
26 November 2012
Peserta
3
03 Desember 2012
Panitia
3
27 Desember 2012
Peserta
6
06 Februari 2013
Panitia
2
18 Februari 2013
Peserta
2
13 Mei 2013
Peserta
2
29 Juni 2013
Panitia
2
29 Juni 2013
Panitia
2
23 September 2013 11 Oktober 2013
Peserta Panitia
6 2
29 Desember 2013 28 Januari 2014
Peserta Peserta
2 3
15 Maret 2014
Peserta
3
76
32 33 34
HMI) Haflah Akhirussanah dan Haul KH. Djalal Suyuthi ke 67 Pondok Pesantren Al-Manar Gebyar Rebana Dalam Rangka Haflah Akhirussanah 7 Haul Pon Pes Al-Manar Kilatan Ramadhan 1435 H Pondok Pesantren Al-Manar
77
21 Juni 2014
Sekretaris
2
21 Juni 2014
Panitia
2
19 Juli 2014
Sekretaris
2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Muhammad Choirul Umam
Nim
: 111 09 112
Fakultas
: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Tempat,tanggal,lahir
: Kab. Semarang, 07 Agustus 1991
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Gentan, Rt 07/08, Truko, Kec. Bringin, Kab. Semarang, __________Jawa Tengah (50772)
No Hp.
: 085 727 001 955
Riwayat Pendidikan
: 1) SD Negeri Banding 02 2) MTs Sudirman Truko 3) MA Al-Manar 4) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Program Studi Pendidikan agama Islam (PAI) strata 1
Demikian daftar riwayat hidup (pendidikan) ini penulis susun dengan sebenarbenarnya.
Wonosobo, 11 April 2015 Penulis
M. Choirul Umam
78
79