ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PENUNTUTAN SERTA TUNTUTAN PIDANA PERKARA PEMALSUAN UANG BERDASARKAN SURAT EDARAN JAKSA AGUNG NOMOR SE-013/A/JA/12/2011 TENTANG PEDOMAN TUNTUTAN PIDANA PERKARA TINDAK PIDANA UMUM DALAM RANGKA MEWUJUDKAN SISTEM PERADILAN PIDANA YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL DI INDONESIA Muhandas Ulimen Mahasiswa Pasca Sarjana (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Email :
[email protected] Abstract This research has been trying to analyse about the implementation and obstacles of the prosecution of counterfeiting crime which is based on The Circular Attorney General Letter of the Republic of Indonesia Number SE -13 / A/ JA/ 2011 about The Guideliness of Criminal Charges in the matter Of Criminal Crime by the Prosecutors , in order to realize the criminal justice system that is transparent and accountable towards excellence public service. The Analysis is conducted on the prosecution and criminal charges/ prosecution , in the matter on the defendant Yohanes Nugrahanto, that is based on The Circular Attorney General Letter of the Republic of Indonesia Number SE -13 / A/ JA/ 2011 about The Guideliness of Criminal reformation programme which aims to build the public trust of the prosecutor’s performances. keywords: analyse, SE-13/A/JA/2011, criminal justice system, reformation, the public trust, counterfeiting crime. Abstrak Penelitian ini mencoba untuk menganalisis tentang bagaimana pelaksanaan dan hambatan dalam penuntutan perkara pemalsuan uang yang didasarkan pada Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE - 013 / A/ JA/ 12 / 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum oleh Jaksa Penuntut Umum dalam rangka mewujudkan sistem peradilan pidana yang transparan dan akuntabel menuju pelayanan publik yang prima. Analisis tersebut dilakukan terhadap proses penuntutan dan tuntutan pidana dalam perkara dengan terdakwa Yohanes Nugrahanto berdasarkan Surat edaran Jaksa Agung Nomor SE - 013 / A/ JA/ 12 / 2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum yang merupakan salah satu program reformasi birokrasi kejaksaan yang bertujuan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kejaksaan. kata kunci: analisis, SE-13/A/JA/2011, sistem peradilan pidana, reformasi, kepercayaan masyarakat, pemalsuan uang.
A. Pendahuluan Wujud pelayanan publik dari Pemerintah telah diatur dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945. Hak-hak tersebut antara lain adalah hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum serta hak-hak lainnya. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang hukum adalah sebuah bentuk pelayanan publik. Pelaksanaan pelayanan publik yang dimaksud dalam penegakan hukum itu sendiri, di Indonesia dilaksanakan oleh Criminal Justice system (CJS) . Hal ini menunjukan juga bahwa penegakan hukum Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
dilakukan secara sistematis dan dilaksanakan secara profesional. Untuk mencapai pelayanan publik yang prima maka diadakan reformasi birokrasi yang menyentuh dan merubah pola pikir dan budaya birokrasi baik berupa kelembagaan, aparatur , tata laksana, pengawasan dan menjadikan pelayanan publik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari reformasi birokrasi. Kejaksaan sebagai sebuah lembaga yang memiliki kewenangan yaitu salah satunya adalah kewenangan melakukan penuntutan juga tidak Analisis Terhadap Pelaksanaan ... 41
luput dari agenda reformasi birokrasi. Hal ini terbukti bahwa pada tahun 2011, Kejaksaan adalah salah satu lembaga yang mendapatkan tunjangan kinerja setelah melakukan perubahan berupa reformasi birokrasi dalam pelaksanaan kewenangannya. Mahfud MD mengatakan bahwa pembangunan hukum di Indonesia haruslah berpijak dari paham natural law yang formalisasinya dapat dilakukan dengan positivism. Dalam paham ini, hukum memang dapat dibuat dan diberlakukan oleh lembaga yang berwenang tetapi harus didasarkan kepada moral, keadilan , budi baik dan kemanfaatan bukan berdasarkan pada upaya membenarkan korupsi dan pembuatan hukum yang kolutif. 1 Konsepsi ini memiliki landasan konstitusional dalam Undang- Undang Dasar 1945 yakni Pasal 1 ayat (3) tentang negara hukum dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28 H ayat (2) yang menekankan pentingnya penyatuan antara asas kepastian hukum , asas keadilan dan asas kemanfaatan.2 Seluruh tindakan yang dilakukan oleh para aparat hukum ini adalah demi tercapainya tujuan dari peradilan pidana yang walaupun fungsi , tugas dan wewenang aparat hukum ini berbeda namun hal ini dilakukan dalam satu kesatuan sistem yaitu suatu keseluruhan terangkai yang terdiri dari atas unsur-unsur yang saling berhubungan secara fungsional.3 Sistem peradilan pidana memiliki tujuan yang sama sehingga dapat terhubung , dapat terawasi, dapat saling berinteraksi dan memiliki satu tujuan. Tujuan hukum yang harus dituju oleh penegakan hukum pidana adalah kepastian hukum, keadilan dan manfaat, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Satjipto Rahardjo bahwa sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain yang berorientasi pada tujuan4. Proses penegakan hukum pidana yang dilakukan oleh Kejaksaan, dalam hal ini penuntutan pidana, merupakan bagian dari pelayanan publik. Oleh karena itu penuntutan pidana mempunyai target yaitu selain untuk tercapainya keadilan, kepastian hukum dan manfaat adalah juga untuk
1 2 3 4 5 6
dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Pelaksanaan penuntutan pidana harus tampil secara transparan, tepat, sederhana, aman, terjangkau dan memiliki kepastian. Penuntutan yang merupakan salah satu tugas Jaksa Penuntut Umum seringkali dilaksanakan tanpa menggunakan analisis yuridis yang baik dan logika hukum yang benar. Hal tersebut dapat dilihat dari surat tuntutan yang mana isinya belum mencerminkan pengetahuan yuridis dan logika hukum yang baik sehingga terkesan tuntutan yang muncul seringkali hanya memenuhi syarat formil belaka. Tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum saat ini dirasa masih belum mampu memberikan rasa keadilan yang baik bagi masyarakat dan menimbulkan pertanyaan tentang berbeda-bedanya penjatuhan jangka waktu tuntutan pidana, berbedanya pasal yang dapat dibuktikan, berbeda-bedanya tenggat waktu penyusunan surat tuntutan, berbedanya status barang bukti dan berbeda-bedanya tuntutan denda atau uang. pengganti yang dikenakan. Hal ini masih ditambah lagi dengan lemahnya analisis Jaksa Penuntut Umum terhadap fakta hukum dalam surat tuntutan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga mengatur bahwa lembaga kejaksaan merupakan pengendali perkara dan yang dapat menentukan apakah berkas perkara yang ada sudah dapat dikirimkan ke Pengadilan atau belum. Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana. Jaksa diberikan wewenang juga sebagai Penuntut umum serta melaksanakan putusan Pengadilan dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang5 Dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dijelaskan bahwa tugas Jaksa adalah 6: a. Melakukan penuntutan; b. Melaksanakan penetapan hakim; c. Melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; d. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana pidana bersyarat
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam kontroversi Isu hlm. 358- 359. ibid, hlm 359. Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjajaran, Maret 2011, hlm 29. ibid Marwan Effendi, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 105. Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Asa Mandiri, Cetakan I, Januari 2007, hlm.1.
42 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Analisis Terhadap Pelaksanaan ...
e. f. g. h. i.
Melaksanakan putusan putusan pidana pengawasan; Melaksanakan Keputusan Lepas Bersyarat; Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu; Melengkapi berkas perkara Melakukan pemeriksaan tambahan yang berkoordinasi dengan penyidik
S u ra t t u n t u t a n d i b u a t b e r d a sa r k a n pemeriksaan alat bukti di persidangan baik berupa hasil pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan surat, keterangan terdakwa serta petunjuk-petunjuk berupa persesuaian antara alat bukti di dalam pemeriksaan di persidangan. Fakta-fakta hukum yang muncul di persidangan tersebut kemudian disusun untuk memenuhi unsur-unsur pasal yang ada dalam surat dakwaan sehingga muncul faktafakta yuridis sebagai bahan dilakukannya analisis terhadap fakta-fakta yuridis tersebut. Surat edaran Jaksa Agung Nomor SE-013/A/ JA/12/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum ini merupakan salah satu program reformasi birokrasi kejaksaan yang bertujuan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kejaksaan. Adapun hal-hal yang diatur didalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-013 / A/ JA/ 12 / 2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Umum ini adalah: a. pendelegasian kewenangan Penuntutan; b. Faktor memberatkan dan meringankan tuntutan pidana; c. Tolok ukur menentukan tuntutan pidana; d. Sikap Penuntut Umum terhadap putusan Pengadilan.7 Terkait dengan tugas dan kewenangan Jaksa penuntut umum untuk melakukan penuntutan perkara pidana maka perkara yang akan dijadikan obyek penelitian adalah perkara pemalsuan uang atas nama terdakwa Yohanes Nugrahanto Raharjo Bin Supeno Pranowo. Perkara pemalsuan uang menjadi topik yang menarik untuk diangkat dalam rangka menganalisis proses penuntutan yang didasarkan pada SEJA No. 013/A/JA/12/2011. Bila kita membaca pengaturan mengenai jangka waktu tuntutan pidana penjara dalam Pasal 245 KUHP pada Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-013/A/JA/12/2011 maka telah diatur beberapa tolok ukur dengan faktor yang membedakan 7 8
sebagai berikut : a. tidak ada hal yang memberatkan ancaman pidananya s/d 3 tahun; b. lebih dominan hal yang meringankan tetapi ada hal yang memberatkan dengan ancaman pidana > 3 tahun s/d 6 tahun c. a n t a r a h a l y a ng m e m b e r at ka n d a n meringankan sebanding dengan ancaman pidana > 6 tahun s/d 9 tahun; d. hal yang memberatkan lebih dominan tetapi ada hal yang meringankan > 9 tahun s/d 12 tahun; e. tidak ada hal yang meringankan dengan ancaman pidana sampai dengan 15 tahun.8 Dari tolok ukur atau rentang tuntutan yang ada tersebut maka bagi penuntut umum akan cenderung mempergunakan ancaman hukuman teringan dimana tidak ada hal yang memberatkan umum. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis tentang bagaimana pelaksanaan dan hambatan dalam penuntutan perkara pemalsuan uang yang didasarkan pada Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-013 / A/ JA/ 12 / 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum oleh Jaksa Penuntut Umum serta solusi untuk mengatasi permasalahan dimaksud dalam rangka mewujudkan sistem peradilan pidana yang transparan dan akuntabel menuju pelayanan publik yang prima. Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana telah diuraikan diatas , maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Proses Penuntutan serta tuntutan pidana terhadap perkara Pemalsuan Uang yang didasarkan pada Surat Edaran Jaksa Agung SE-013/ A /JA /12/2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum yang bertujuan untuk membentuk sebuah sistem peradilan pidana yang transparan dan akuntabel. B. Metode Penelitian Konsep hukum yang dipergunakan adalah konsep hukum yang keempat dimana hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan dan eksis sebagai perilaku sosial yang terlembagakan. Berdasarkan sifatnya maka penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum yang eksploratif Sedngkan berdasarkan bentuknya, penelitian hukum ini berbentuk
Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum (Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-013 / A/JA / 12/ 2011 tanggal 29 Desember 2011) ibid , hal. 42.
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Analisis Terhadap Pelaksanaan ... 43
diagnostik yang mana penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengenai sebabsebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala. Pendekatan penelitian hukum empiris ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum yang mana pendekatan dilakukan dengan pendekatan yang menganalisa tentang bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika suatu sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret serta Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Kejaksaan Negeri Boyolali. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1.
Kasus Posisi Bahwa tersangka Yohanes Nugrahanto Raharjo Bin Supeno Pranowo, lahir di Nganjuk 29 April 1963 , umur 50 tahun , agama Kristen, pekerjaan wiraswasta, alamat Dk Semangkak RT 002 /RW.002 ,Klaten Tengah, Klaten. Pada hari Rabu 29 Januari 2014 pukul 13.30 wib sampai pukul 17.00 wib telah dengan sengaja mengedarkan atau membelanjakan uang palsu. Perbuatan tersangka melanggar pasal 36 ayat (3) UU nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang.
2.
Analisis Proses Penuntutan a.
Pra Penuntutan De n ga n di ki ri mkan ny a Sur at Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Yohanes Nugrahanto Raharjo bin Supeno Pranowo maka Kepala Kejaksaan Negeri Boyolali menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana ( P-16 ) dengan nomor : Print-243 / O.3. 29/ Euh.1/02/2014 tanggal 5 Februari 2014 yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum sdr. Muhandas ulimen, SH atas nama Kepala Kejaksaan Negeri Boyolali. Berdasarkan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor B.401/E/9/1993 tentang Pedoman Penelitian Berkas Perkara pelaksanaan pra penuntutan maka terhadap perkara pemalsuan uang atas nama tersangka Yohanes Nugrahanto Raharjo bin Supeno Pranowo dilakukan penelitian syarat formal yaitu berupa identitas tersangka,
44 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
daftar isi berkas perkara , Resume, laporan Polisi , Surat pengaduaan, Surat Perintah Penyidikan, BA Pemeriksaan tempat Kejadian, SPDP, Surat panggilan tersangka/saksi, Surat Perintah membawa saks i, BA pe meriks aan s ak si, BA Penyumpahan saksi, BA pemeriksaan tersangka, Surat kuasa tersangka kepada Penasehat Hukum, BA Konstruksi, BA Rekonstruksi, Surat Permintaan Visum Et Repertum, BA Hasil Pemeriksaan Ahli ( Pemeriksaan Forensik Laborat), Surat Perintah Penangkapan, BA penangkapan, Surat Perintah penahanan, BA penahanan dan sebagainya yang berkaitan dengan prosedural. Kemudian dilakukan penelitian berkas perkara materiil yaitu hal -hal sebagai berikut: 1) Tindak pidana yang disangkakan Pasal yang disangkakan terhadap tersangka adalah pasal 36 ayat (3) UU Nomor 7 tahun 2011 atau pasal 245 KUHP. Pasal 36 ayat (3) UU Nomor 7 tahun 2001 tentang mata uang berbunyi sebagai berikut: “setiap orang yang mengedarkan dan atau membelanjakan rupiah yang diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000.000,00” Sedangkan dalam pasal 245 KUHP diatur sebagai berikut : “barang siapa dengan sengaja menjalankan serupa mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang asli dan yang tidak dipalsukan yakni mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditiru atau yang dipalsukan sendiri atau yang pada waktu diterima diketahuinya palsu atau dipalsukan , atau pun barang siapa menyimpan atau memasukkan ke negara Indoensia mata uang dan uang kertas bank yang demikian dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh m engedarkannya serupa dengan yang asli dan yang tiada dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun” Terhadap sangkaan yang dipasang oleh penyidik tersebut maka kemudian Jaksa Penuntut Umum akan melakukan Analisis Terhadap Pelaksanaan ...
penelaahan pasal dan fakta yang terdapat di berkas perkara dan menuangkannya dalam matriks serta dilakukan ekspose perkara kepada para Jaksa , Kasi Pidum serta Kepala Kejaksaan Negeri. Apabila kita membaca kasus posisi yang telah dijelaskan sebelumnya maka terhadap penggunaan pasal yang disangkakan dapat dijabarkan sebagai berikut : (a) pasal 36 ayat (3) UU Nomor 7 tahun 2011 maka unsur-unsur pasalnya adalah: setiap orang adalah tersangka Yohanes Nugrahanto Raharjo bin Supeno Pranowo, yang sebenarnya dilakukan bersama-sama Suci Rahayu, Agus Ponco, dan Agus (ketiganya dalam posisi DPO). m e ng e da r k a n d a n a ta u membelanjakan rupiah adalah dibuktikan dengan keterangan dari Sunaryo ,saksi Sugeng Sudibyo dan saksi Totok Haryo dan Budi Prasetyo. diketahuinya merupakan rupiah palsu adalah dibuktikan dengan keterangan tersangka yang mengatakan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan bahwa tersangka membeli uang palsu tersebut dari sdr. Agus sebanyak 3 (tiga) kali (b). Pasal 245 KUHP Dari rumusan pasal 245 KUHP dapat ditemukan bentuk-bentuk tindak pidana yaitu9 : t i n d a k p i d a n a me l a r a n g orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau bank palsu atau dipalsu sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu, uang palsu atau dipalsu mana ditiru atau dipalsu olehnya sendiri; tindak pid an a mela rang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau
2)
uang kertas negara atau bank tidak asli atau dipalsu sebagai uang asli atau tidak dipalsu , yang waktu menerima mata uang atau uang kertas tersebut diketahuinya sebagai tidak asli atau dipalsu; t i nd ak p id an a mel ar an g orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau bank tidak asli atau dipalsu , yang ditiru atau dipalsu olehnya sendiri dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu; t i nd ak p id an a mel ar an g orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara bank yang waktu diterima diketahuinya sebagai tidak asli atau dipalsu dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seperti uang asli dan tidak dipalsu. Tempus Delicti
3)
Pada perkara ini tempus delicti atau waktu terjadinya tindak pidana ini adalah berdasarkan Laporan polisi waktu kejadian adalah 29 Januari 2014 sekitar pukul 16.00 WIB. Locus Delicti
Terkait perkara ini , maka locus delicti yang sesuai adalah Boyolali. 4). Peran dan Kedudukan tersangka terhadap perbuatan yang disangkakan Peranan tersangka sesuai dengan uraian unsur pasal yang disangkakan dan unsur-unsur pasalnya telah sesuai sebagaimana dibahas sebelumnya. 5). Alat bukti Berdasarkan pasal 184 ayat (1) KUHAP diatur bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat , petunjuk dan keterangan terdakwa10.
9
Adami Chazawi, Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pemalsuan , Tindak Pidana yang menyerang kepentingan Hukum terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kebenaran isi tulisan dan berita yang disampaikan, Jakarta, cetakan I, 2014, hlm.54. 10 Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana , UU Nomor 8 tahun 1981, LNRI Tahun 1981 No. 76, TLNRI Nomor 3209.
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Analisis Terhadap Pelaksanaan ... 45
6). Pertanggungjawaban Pidana tersangka
7)
Pertanggungjawaban pidana adalah apabila seluruh perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah memenuhi seluruh unsur delik saja maka hal ini sudah cukup. Kompetensi Absolut dan Relatif. Dalam perkara ini kompetensi relatifnya adalah Pengadilan Negeri Boyolali. Pasal 110 ayat (4 ) KUHAP mengatur tentang selesainya penyidikan sebagai berikut11 : “ penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik” Dari apa yang diatur dalam pasal 110 ayat (4) KUHAP tersebut maka dapat diketahui beberapa hal terkait dengan selesainya penyidikan yaitu 12: (a). batas waktu pra penuntutan atau selesainya pemeriksaan penyidikan serta beralihnya tanggungjawab yuridis kepada penuntut umum, a p a b i l a d a l a m w a k t u e mp a t belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara kepada penyidik; (b). apabila sebelum tenggang waktu 14 (empat belas) hari, telah ada pemberitahuan dari pihak penuntut umum yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan telah sempurna; (c). tenggang waktu 14 hari tersebut dihitung dari tanggal penerimaan berkas perkara dari penyidik. Hal ini menjadi masalah ketika ternyata petunjuk yang diberikan oleh Penuntut Umum ternyata tidak bisa dilengkapi dalam waktu empat belas hari sejak diterimanya berkas oleh penyidik. Masalah lain yang muncul adalah terkadang berkas perkara yang
8)
telah diberikan petunjuk justru tidak dilengkapi namun hanya dikembalikan kepada Penuntut umum saja setelah empat belas hari. SelanjutnyaJPU dalam pra penuntutan wajib membuat matriks perkara dan rencana dakwaan dan mengekspose perkara tersebut sebelum dinyatakan P-19 atau P-21 (perkara telah lengkap) Penerbitan Pemberitahuan berkas perkara lengkap (P-21) Terhadap perkara ini, pada tanggal 3 Maret 2014 telah diterbitkan P-21 terhadap perkara dengan nama tersangka Yohanes Nugrahanto Raharjo bin Supeno. Adapun dalam surat tersebut pada alinea ke 2 berbunyi sebagai berikut: “sesuai dengan ketentuan pasal 8 ayat (3) b, pasal 138 ayat (1) dan pasal 139 KUHAP supaya saudara menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada kami, guna menentukan apakah perkara tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dilimpahkan ke Pengadilan”
Masalah yang muncul adalah terdapat kemungkinan perkara pidana yang telah dinyatakan lengkap untuk kemudian tidak dilimpahkan ke Pengadilan dan atau ke tahap penuntutan. Pelimpahan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum tersebut seharusnya dilanjutkan dengan pelimpahan perkara kepada Pengadilan namun pasal 139 KUHAP justru memberi ruang kepada penuntut umum yaitu dengan terlebih dahulu menentukan apakah perkara tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dilimpahkan ke Pengadilan. Hal ini menunjukan adanya kemungkinan bahwa sebuah perkara pidana tidak dilanjutkan dengan penuntutan. 9). Penerbitan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Boyolali tentang Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk Penyelesaian Perkara Pidana (P-16A) dan Surat Perintah Penahanan (T-7)
11 KUHAP , Op.cit,hlm.49 12 Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan Penerapan KUHAP penyidikan dan penuntutan Jakarta, 2004, hlm .235.
46 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Analisis Terhadap Pelaksanaan ...
Surat perintah ini (P -16 A) tersebut memberikan kewenangan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: melaksanakan penahanan/ pengalihan jenis penahanan/ penangguhan penahanan/ pengeluaran dari tahanan/ pencabutan penangguhan penahanan dan meneliti benda sitaan/barang bukti; melakukan pe meri ksaa n tambahan terhadap perkaraperkara tertentu; melaksanakan penghentian penuntutan; melakukan penuntutan perkara ke Pengadilan; melaksa naka n penet apan Hakim/ Ketua Pengadilan Negeri; melakukan upaya hukum; memberikan pertimbangan atas permohonan grasi terpidana; memberikan jawaban/tangkisan atas permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan ya n g su da h m e m p er ol e h kekuatan hukum tetap; menandatangani berita acara pemeriksaan PK; melaporkan setiap pelaksanaan tindakan hukum berdasarkan perintah penugasan ini dengan berita acara kepada pejabat pengendali penanganan perkara pidana yang bersangkutan. Selan ju tnya terkait perkara ini, Kepala Kejaksaan Negeri Boyolali selaku penuntut umum juga memerintahkan penahanan melalui Surat Perintah Penahanan No. Prin.544 / O.3.29/Euh.2/03/2014 terhadap Tersangka Yohanes Nugrahanto Raharjo bin Supeno Pranowo di Rutan Boyolali selama 20 hari sejak tanggal 25 Maret 2014 sampai dengan 13 April 2014. Hal ini selanjutnya dituangkan dalam berita acara pelaksanaan penahanan atas nama tersangka (BA-10) yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum dan tersangka serta Kepala Rumah Tahanan Boyolali.
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
b.
Penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke Jaksa Peneliti 1) Penelitian terhadap tersangka Sejak tahap penelitian berkas perkara , jaksa peneliti berkas perkara telah melakukan penelitian secara seksama guna mencegah terjadinya error in persona. Hal tersebut dilakukan baik dengan memeriksa KTP, akta kelahiran, kartu keluarga dan mencocokannya dengan alat-alat bukti lain sehingga terang dan jelas bah wa tersangka itulah yang bertanggungjawab pidana. 2) Penelitian terhadap barang bukti Penerimaan dan penelitian barang bukti juga didasarkan pada surat Kapolres Boyolali dengan nomor surat : B/582 / III/ 2014 / RES. BYL tanggal 25 Maret 2014 tentang pengiriman tersangka dan barang bukti atas nama tersangka Yohanes Nugrahanto Raharjo bin Supeno Pranowo. Di dalam surat ini juga dijelaskan barang bukti apa yang telah disita dan akan diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri yaitu berupa: 3 (tiga) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah; 1 (satu) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah nomor seri HFG329824 1 (satu) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah nomor seri HFG329834 1 (satu) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah nomor seri PFG266326
c.
Penuntutan dan Tuntutan Pidana berdasarkan dan Tuntutan Pidana berdasarkan SE Nomor SE-013/A/JA/ 12/2011 Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum Pasal 1 angka 3 Undang-Undang nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R I me ng a t ur ba h wa p en u nt ut a n adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
Analisis Terhadap Pelaksanaan ... 47
sidang pengadilan yang mana hal ini juga diatur dalam pasal 1 angka 7 KUHAP.
Umum tentang pasal 245 diatur sebagai berikut: a). kategori V: s/d 3 tahun (tidak ada hal yang memberatkan); b). kategori IV: > 3 tahun-6 tahun ( lebih dominan hal yang meringankan tetapi ada hal yang memberatkan); c). kategori III : > 6 t ahun-9 t ahun (antara hal yang memberatkan dan meringankan seimbang); d). kategori II : > 9 tahun-12 tahun (antara hal yang memberatkan lebih dominan tetapi ada hal yang meringankan); e). kategori I : s/d 15 tahun (tidak ada hal yang meringankan);
Selanjutnya terkait dengan tuntutan pidana maka Jaksa penuntut umum berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor SE-013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum dengan mengajukan rencana tuntutan kepada Kepala Seksi Tindak Pidana Umum dan berjenjang kepada Kepala Kejaksaan Negeri Boyolali. Dalam rencana tuntutannya usul Jaksa Penuntut Umum adalah sebagai berikut : 1). agar terdakwa Yohanes Raharjo Bin Supeno Pranowo dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja mengedarkan uang palsu” sebagaimana dimaksud dalam dakwaaa kedua yaitu pasal 245 KUHP; 2). agar terdakwa Yohanes Raharjo Bin Supeno Pranowo dituntut dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah tetap ditahan; 3). menyatakan barang bukti berupa 3 (tiga) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah, 1 (satu) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah nomor seri HFG329824, 1 (satu) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah nomor seri HFG329834 dan 1 (satu) lembar uang kertas pecahan seratus ribu rupiah nomor seri PFG266326 masing-masing dirampas untuk dimusnahkan 4). agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 2000,00 (dua ribu rupiah). Terhadap usul tersebut kemudian Kepala seksi Tindak Pidana Umum akan memeriksa lamanya tuntutan dan status barang bukti. Dalam hal ini berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor SE -013 / A/ JA /12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana
d.
Penggolongan dan disparitas tuntutan yang dibuat dalam Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor SE -013 / A/ JA /12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum hanya didasarkan perbandingan antara hal yang memberatkan dan meringankan saja sedangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan itu adalah hal-hal yang sangat subyektif dari Jaksa Penuntut Umum saja bahkan bukan tidak mungkin untuk menjadi sebuah pintu masuk penyalahgunaan kewenangan atau cara bernegosiasi perkara pidana belaka. Keterbukaan Informasi Publik dalam hal penuntutan Terkait keterbukaan informasi tersebut maka setiap badan publik termasuk Kejaksaan wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk informasi sebagai berikut 13: informasi yang berkaitan dengan badan publik; informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait; i n f o rm a si m e n ge n a i l a p o ra n keuangan; informasi lain yang diatur dalam perundang-undangan. Dalam hal keterbukaan informasi tidak semua informasi dapat diberikan kepada publik yaitu sebagai berikut 14:
13 Pasal 9 UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik. 14 Sirajudin, Didik Sukriono, Winardi, Hukum Pelayanan Publik berbasis partisipasi dan Keterbukaan Informasi, Setara Press, Malang, 2011, hlm. 117- 118.
48 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Analisis Terhadap Pelaksanaan ...
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum; Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara; Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat merugikan kepentingan luar negeri Indonesia; Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi; memorandum atau surat-surat antar badan Publik atau intra badan publik yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan komisi informasi atau pengadilan; Info rmasi ya ng tidak boleh diungkapkan berdasarkan undangundang.
Dari uraian diatas yang perlu d ig a ri s ba w ah i a d al a h l a ran g an untuk memberikan informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum. Terkait hal tersebut maka proses
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
penuntutan dan penyusunan tuntutan pidana adalah sebuah proses penegakan hukum yang apabila dibuka justru akan menghambat penanganan perkara dan menyebabkan sulitnya pengawasan serta sulit dipertanggungjawabkan. D. Simpulan Pelaksanaan penuntutan dan tuntutan pidana perkara pemalsuan uang atas nama terdakwa Yohanes Nugrahanto Raharjo Bin Supeno Pranowo berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-013 / A/ JA/ 12 / 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum belum terlaksana dengan maksimal , transparan dan akuntabel. Hal ini dikarenakan proses pra penuntutan, penuntutan dan tuntutan pidana dilakukan berdasarkan KUHAP dan KUHP dimana masih terdapat pasal-pasal yang bertentangan. tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum bersifat positivis dimana Jaksa Penuntut Umum telah disiapkan sejumlah pilihan jangka waktu lamanya tuntutan pidana berdasarkan kategori menurut perbandingan hal memberatkan dan meringankan . Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-013 / A/ JA/ 12 / 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum memberikan kewenangan kepada Jaksa Penuntut Umum , Kepala Seksi Pidana Umum , Kepala Kejaksaan Negeri untuk menjatuhkan tuntutan pidana secara subyektif tanpa mengetahui kebenaran materiil yang terjadi sehingga akan sulit mencapai keadilan yang substantif. Selain itu proses penuntutan perkara pidana atas nama terdakwa Yohanes Nugrahanto Raharjo Bin Supeno Pranowo dilaksanakan tanpa mempergunakan prinsip-prinsip pelayanan publik sehingga menjadi kurang transparan dan kurang akuntabel E.
Saran
Agar Pemerintah Republik Indonesia dan DPR melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan KUHAP sehingga antara pasal-pasalnya tidak saling bertentangan dan memberikan keleluasaan kepada penegak hukum untuk melaksanakan proses penuntutan dengan mengutamakan kebenaran materiil dan keadilan. Selain itu perlu melakukan revisi terhadap prosedur pra penuntutan , penuntutan dan penentuan tuntutan pidana yang didasarkan pada Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan
Analisis Terhadap Pelaksanaan ... 49
Pidana Perkara Tindak Pidana Umum yang memberikan independensi kepada Jaksa Penuntut Umum . F.
Persantunan
Puji dan syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa maka penulis dapat menyelesaikan penelitian tentang Proses Penuntutan serta tuntutan pidana terhadap perkara Pemalsuan Uang yangang didasarkan pada Surat Edaran Jaksa Agung SE- 013 / A / JA / 12 / 2011 tentang pedoman tuntutan pidana perkara tindak pidana umum yang bertujuan untuk membentuk sebuah sistem peradilan pidana yang transparan dan akuntabel. Dalam hal ini, penulis sampaikan terimakasih dan penghargaan yang setulustulusnya kepada yang terhormat :
1.
2. 3.
Ibu Prof. Dr . Hartiwiningsih, Sh, Mhum , selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Bapak Bambang Santoso S.H., M.Hum selaku Co.Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis. Bapak Andi Murdji Machfud SH, MH selaku Kepala Kejaksaan Negeri Boyolali yang telah membantu serta memberikan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.
Pada penulisan ini disadari terdapat kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan . Semoga Penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan rekan-rekan lain pada umumnya.
Daftar Pustaka Buku Adami Chazawi, Ardi Ferdian, 2014, Tindak Pidana Pemalsuan , Tindak Pidana yang menyerang kepentingan Hukum terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kebenaran isi tulisan dan berita yang disampaikan, Marwan Effendi, 2005, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum Jakarta,Gramedia Pustaka Utama. Moh. Mahfud MD, 2012, Konstitusi dan Hukum dalam kontroversi Isu Sirajudin, Didik Sukriono, Winardi, 2011, Hukum Pelayanan Publik berbasis partisipasi dan Keterbukaan Informasi, Malang , Setara Press. Yahya Harahap, 2004, Pembahasan permasalahan dan Penerapan KUHAP penyidikan dan penuntutan, Yesmil Anwar dan Adang, 2011, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjajaran. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana , UU Nomor 8 tahun 1981, LNRI Tahun 1981 No. 76, TLNRI Nomor 3209. Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Asa Mandiri, Cetakan I, Januari 2007. Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-013 / A/JA / 12/ 2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik.
50 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Analisis Terhadap Pelaksanaan ...