perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS SYARAT DAN MEKANISME PENDIRIAN PARTAI POLITIK SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK ATAS KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERORGANISASI MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Penulisan Hukum (S K R I P S I) Disusun dan DiajukanUntuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam IlmuHukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta OLEH : RATMAWAN ARI KUSNANDAR NIM. E.0006208
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS SYARAT DAN MEKANISME PENDIRIAN PARTAI POLITIK SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK ATAS KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERORGANISASI MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Disusun oleh : RATMAWAN ARI KUSNANDAR NIM. E.0006208
Disusun untuk Dipertahankan Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Aminah, S.H, M.H NIP. 195105131981032001
M. Madalina, S.H, M.H NIP. 19601024198602201
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS SYARAT DAN MEKANISME PENDIRIAN PARTAI POLITIK SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK ATAS KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERORGANISASI MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Disusun oleh : RATMAWAN ARI KUSNANDAR NIM. E.0006208 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari
: ..................................................
Tanggal
: .................................................. Panitia Ujian Skripsi
Tim Penguji : 1. Sugeng Praptono, S.H., M.H. NIP. 19520808 198403 1001 Ketua
: ………………………
2. . Aminah, S.H, M.H NIP. 19510513 198103 2001 Pembimbing I
: ………………………
3. M. Madalina, S.H, M.H NIP. 19601024 19860 2201 Pembimbing II
: ………………………
Mengetahui, Dekan,
(Mohammad Jamin,S.H.,M.Hum NIP. 19610930 198601 1 001 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Motto Apabila kita mendapat cobaan dan masalah, bersabarlah, karena sesungguhnya Allah SWT sangat dekat dengan orang sabar. Dunia hanyalah tempat naungan, mata hanya melihat sejauh pandang, kaki hanya melangkah sejauh lelah, namun dimanapun kaki berpijak jadilah orang yang setia dan berguna.
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini Penulis Persembahkan kepada :
Allah SWT Yang Maha Pengasih Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan tuntunan umat. Bapak dan Ibu yang tercinta, yang senantiasa selalu memberi kasih sayang pada Penulis dan tiada hentinya memberikan doa tulus demi kesuksesan Penulis.
Saudaraku yang senantiasa memberikan dukungan kepada Penulis.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga akhirnya kami dapat menyusun dan menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ANALISIS SYARAT DAN
MEKANISME
PENDIRIAN
IMPLEMENTASI
HAK
ATAS
BERORGANISASI
MENURUT
PARTAI
POLITIK
KEBEBASAN
SEBAGAI
BERSERIKAT
UNDANG-UNDANG
DASAR
DAN
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945”. Adapun tujuan dari penyusunan Skripsi ini adalah memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan program Strata satu dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan segala keterbatasan pengetahuan, kami menyadari bahwa karya kami ini sangat jauh dari sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki kualitas karya kami di kesempatan mendatang. Kami meyakini bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga melalui kesempatan ini kami menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H.,MHum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang senantiasa memberikan dorongan dan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum melalui penelitian. 2. Ibu Aminah S.H,MH selaku Ketua bagian Hukum Tata Negara sekaligus sebagai pembimbing Utama, yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Maria Madalina, SH. MH selaku Pembimbing II Penulisan Hukum ( Skripsi ) yang sangat membantu penulis, memberikan arahan serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.. commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran demi mendidik penulis. 5. Segenap Pimpinan dan Staf Fakultas Hukum UNS yang telah melayani penulis selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum UNS. 6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 di Fakultas hukum UNS, terima kasih atas dorongannya. 7. Dan semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil sehingga proses penyusunan Skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Semoga penyusunan Skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membutuhkan dan kami berharap karya ini dapat berguna bagi perkembangan Ilmu Administrasi Negara.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................
ii
PENGESAHAN PENGUJI....................................................................
iii
MOTTO ................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN .................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..........................................................................
vi
DAFTAR ISI .........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................
xi
ABSTRAK ............................................................................................
xii
ABSTRACT...........................................................................................
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................
1
B. Perumusan Masalah .....................................................
4
C. Tujuan Penelitian ........................................................
4
D. Manfaat Penelitian .......................................................
5
E. Metode Penelitian .........................................................
6
F. Sistematika Penulisan Hukum ......................................
12
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ..................................................................
14
1. Tiniauan Umum tentang Tentang Demokrasi ..........
14
a. Pengertian dan hakikat demokrasi,......................
14
b. Unsur-unsur penegak demokrasi.........................
16
2. Tinjauan Umum Teori konstitusi dan Konstitusionalisme
19
a. Teori Konstitusi, ..................................................
19
b. Substansi Konstitusi ............................................
21
c. Teori konstitusionalisme...................................... commit to user
22
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Tinjauan tentang pemilihan umum .................................
25
a. Pengertian tentang Pemilu............................................
25
a. lembaga-lembaga yang terlibat......................................
36
b. Kedudukan Undang-Undang No. 10 tahun 2008 dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia............................... 4. Tinjauan mengenai Partai Politik.......................................
38
a. Pengertian Partai Politik.................................................
38
b. Fungsi Partai Politik .....................................................
40
c. Sistem Kepartaian...........................................................
45
d. Infrastruktur dan Suprastruktur Partai Politik ..............
49
5. Tinjauan tentang Kebebasan Berserikat..............................
57
a. Pengertian Kebebasan Berserikat...................................
57
b. Berbagai Instrumen Internasional..................................
61
c. Hakikat Kebebasan Berserikat.......................................
64
d. Compeled Association...................................................
67
B. Kerangka Pemikiran............................................................ BAB III
36
68
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Syarat dan mekanisme pendirian partai politik menurut undang-ungdang dasar negara republik indonesia tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik .........................................................
71
B. Syarat dan mekanisme pendirian partai politik berkaitan prinsip hak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berorganisasi........................................................................ BAB IV
81
PENUTUP A. Simpulan ..........................................................................
103
B. Saran ................................................................................
104
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Gambar Kerangka Pemikiran....................................................
commit to user x
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK RATMAWAN ARI KUSNANDAR, E.0006208, ANALISIS SYARAT DAN MEKANISME PENDIRIAN PARTAI POLITIK SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK ATAS KEBEBASAN BERSERIKAT DAN BERORGANISASI MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum (Skripsi). Penelitian ini membahas tentang syarat dan mekanisme pendirian partai politik menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik serta syarat dan mekanisme pendirian partai politik tersebut sudah memenuhi prinsip hak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berorganisasi. Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder yaitu bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka atau collecting by library untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan Analisis data yang dipergunakan adalah analisis isi. kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat presosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen, atau teknik penelitian yng dimnfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikastif dan sahih dari data atas konteksnya. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui.. Sedangkan mekanismenya diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-02.Ah.11.01 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Partai Politik Menjadi Badan Hukum. Selain itu Pembentukan Partai Politik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 terdapat materi yang dapat diperdebatkan. Materi yang dapat diperdebatkan tersebut adalah Asas dan ciri-ciri partai politik, jumlah kepengurusan partai politik di provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, Affirmative Action dan pembentukan partai politik sebagai badan hukum. Mengenai semua hal tersebut tidak ada yang bertentangan dengan prinsip kebebasan berserikat yang diatur dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kata Kunci: Politik, Organisasi, Kebebasan Berserikat commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT RATMAWAN ARI KUSNANDAR. E.0006208. ANALYSIS OF IMPLEMENTATION OF RIGHTS TOWARD FREEDOM OF ASSEMBLY AND FREEDOM OF ASSOCIATION ACCORDING TO REPUBLIC OF INDONESIA’S CONSTITUTION, 1945. Faculty of Law. Sebelas Maret University. Legal Writing (Minithesis). This research discussed about the requirement and mechanism of political party establishment according to Republic of Indonesian’s Constitution, 1945 and Republic of Indonesian’s Act Number 2, 2008 about Political Party and the requirement and mechanism of them which fulfilled rights toward freedom of assembly. Research type which writer utilized to propose this legal writing is normative legal writing or literature legal writing; it was a research that conducted by examined literature material or secondary data. Data included primary and secondary data; those are primary, secondary, and tertiary legal material, respectively. Technique of data collection is literature study. Here, the writer used literature study technique or collecting by library to collect and arrange data which is needed. Data analysis used here is content analysis. Content review is a research methodology that uses a set of procedure to make conclusion precisely based on book or document, or a research technique to make rejoinder and precise conclusion based on context of data. Research result concluded that Act Number 31, 2002 about Political Party not yet optimal to accommodate society dynamic and growth which needs political party role in nation life; beside that Act Number 31, 2002 about Political Party require to be renew caused by the demand to make Political Party as national and modern organization. Its mechanism is arranged in Regulation from Minister of Law and Human Rights Republic of Indonesia Number: M. Hh-02.11.01, 2008 about Manual for Registration of Political Party become Corporate Body. Besides that, some materials in Act Number 2, 2008 about Political Party which regulate establishment of political party remains in debate such as ideology and characteristic of political party, number of its management either in province, regency/town or sub district, Affirmative Action and establishment of political party become corporate body. No one of all oppose against freedom of assembly which is regulated in Republic of Indonesia’s Constitution, 1945.
Keywords: Political, Organization, Freedom of Assembly.
commit to user xiii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang telah dilaksanakan sejak jaman Orde Baru mempunyai tujuan utama untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana yang berkeprikehidupan bangsa, aman, tertib dan dinamis dalam pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan pembangunan di segala bidang baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam. Pembangunan yang difokuskan kepada manusia seutuhnya, mestinya secara adil akan memperhatikan semua potensi sumber daya manusia yang ada. Kualitas sumber daya manusia yang ada tidak dihitung pada sumber daya saja, tetapi dihitung pada sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, harus dilakukan langkah-langkah untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan. Salah satunya adalah peningkatan pemberian hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, hak untuk berserikat dan berkumpul
serta masih banyak hak-hak lain yang dijamin dengan
Undang-Undang. Dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia terdapat berbagai macam kepentingan
dan
keinginan
untuk
ikut
berpartisipasi
mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Maka berbagai ide dan gagasan dari sekelompok orang diwujudkan sebagai bentuk keikutsertaan dan keperdulian untuk turut serta mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa ini. Karenanya tak heran kalau banyak sekali dibentuk perkumpulan-perkumpulan di Indonesia. Perkumpulan-perkumpulan itu bekerja dan menerapkan ide dan gagasannya di luar struktur pemerintahan. Demikian juga spesifikasi commit to user
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pekerjaannya sangat beragam tergantung dari bidang-bidang yang paling mampu dilakukan oleh para pendiri dan pengurusnya. Sebut saja misalnya bidang kesehatan, pendidikan, kependudukan, lingkungan hidup, kebudayaan, ekonomi, sosial, keagamaan, riset dan kajian, pemberdayaan rakyat di bidang ekonomi,
sosial,
budaya,
politik,
hukum,
dan
lain-lain
(http://www.indepolis.org/d-tentang-prosedur-pembentukan-partai/). Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi yang artinya kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kemudian dijalankan melalui mekanisme pelembagaan yang bernama partai politik. Kemudian
partai
memperebutkan
politik
kekuasaan
saling
berkompetisi
pemerintahan
secara
negara
melalui
sehat
untuk
mekanisme
pemilihan umum. Inilah wujud dari adanya hak asasi manusia yang telah diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yaitu hak merdeka untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran serta pendapat. Sejalan dengan dinamika politik terutama sejak reformasi, yang diawali dengan perubahan dan penambahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, upaya pengaturan partai politik terus dilakukan, yang berarti penataan kembali legislasi partai politik dengan membentuk Undang-Undang partai politik yang baru merupakan keharusan yang tidak mungkin dihindari. Momentum pemilu tahun 2009 merupakan saat yang sangat bersejarah bagi perjalanan demokrasi di negeri ini. Pemilu di tahun 2009 ini menjadi uji coba kedua pada sistem demokrasi di Indonesia setelah Pemilu tahun 2004. Semua saluran politik yang begitu beragam telah terbuka lebar untuk diapresiasi dalam wujud kebebasan dan kemerdekaan menyampaikan pendapat dan ekpresi. Di Indonesia, perkembangan partai politik tidak terlepas dari hak dan kewajiban warga negara dalam memberikan partisipasi politik serta membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Bertitik tolak hal tersebut bahwa pendidikan politik commit to user merupakan hak asasi setiap warganegara. Oleh karenanya pemerintah
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkewajiban memenuhi, menjamin, dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan dalam berpolitik sesuai dengan hak dan kewajibannya dalam berpolitik sebagai warga negara. Berdasarkan sistem demokrasi yang telah berjalan melalui pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung sejak tahun 2004 merupakan bentuk pendidikan politik bagi masyarakat yang membawa dalam situasi politik praktis dengan berbagai macam partai politik yang bermunculan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan politik bagi masyarakat merupakan bagian yang penting dalam membangun sistem pemerintahan yang kuat serta berkelanjutan. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyebutkan bahwa partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan keseteraan gender dengan tujuan antara lain: (Pasal 31 Undan-Undang Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Partai Politik) 1. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan 2. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan 3. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pendidikan politik bagi masyarakat merupakan suatu ruang lingkup dalam upaya meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajibannya dalam berpolitik terutama memberikan partisipasi politik dengan kemandirian, kedewasaan dan membangun karakter bangsa dengan tujuan utama memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, partai politik diharapkan mampu membangun iklim berdemokrasi yang berlandaskan pada Pancasila sebagai wadah bagi masyarakat dalam memberikan hak dan kewajibannya dalam berpolitik secara praktis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Menyingkapi hal tersebut, maka lahirnya berbagai partai politik diharapkan akan membawa nuansa budaya politik bagi masyarakat itu sendiri dalam memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pendidikan politik oleh partai politik penting diimplementasikan kepada usaha peningkatan kesadaran berdemokrasi sebagai salah satu upaya untuk menjabarkan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat yakni pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat yang memenuhi syarat diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilihan umum. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada paham kekeluargaan dan kegotongroyongan. Bersandarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi dan tanggungjawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi dan konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejak 4 Januari 2008 berlaku Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, menggantikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Alasan penggantian Undang-Undang lama antara lain adalah belum optimalnya UU No. 31 Tahun 2002 mengakomodasi dinamika dan user perkembangan masyarakat commit yang to menuntut peran partai politik dalam
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui UU No. 2 Tahun 2008 diharapkan pula pembaharuan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan partai politik, yang menyangkut domokratisasi internal partai politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan partai politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan partai politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara. Partai politik merupakan hal yang sangat krusial di negara kita, Indonesia. Betapa tidak, sebagai negara yang ‘ingin dikatakan’ demokratis, tentu segala sesuatunya harus diaksanakan dengan demokratis pula, termasuk dalam hal penentuan pemimpin-pemimpin mulai dari presiden, gubernur dan kepala pemerintahan lain yang lebih rendah. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, tentu harus ada pengaturan tentang siapa yang akan menjadi pemimpin, salah satunya adalah Undang-Undang ini, UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang ini merupakan perbaruan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, mengingat dalam Undang-Undang tersebut tuntutan dan dinamika masyarakat semakin berkembang. Bahkan pwemerintah sudah bersiap-siap mengundangkan Undang-Undang Partai Politik yang baru, yang sudah selesai pembahasannya di tinggkat DPR. Perubahan regulasi yang menempatkan partai politik sebagai “organisasi yang bersifat nasional” diharapkan dapat mengubah paradigma politik sekelompok kecil masyarakat yang gemar mendirikan partai politik. Undang-Undang berfungsi sebagai “a tool of social engineering”, dalam hal ini tujuan regulasi partai politik dimaksudkan untuk membatasi kebebasan warga negara mendirikan partai dengan menetapkan persyaratan yang lebih ketat. Persyaratan dimaksud antara lain melalui ketentuan mengenai “pembentukan partai politik” serta organisasi dan kedudukan” partai politik. Dengan demikian para deklarator politik harus benar-benar berusaha memperoleh dukungan publik secara nasional sebelum pembentukan partai diumumkan (http://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/439-dampakcommit to user sistim-multipartai-dalam-kehidupan-politik-indonesia.html). Melihat begitu
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketatnya persyaratan pendirian partai politik, ternyata di Indonesia masih saja muncul partai politik yang begitu banyak. Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan sebuah penelitian tentang persyaratan pendirian partai politik terkait dengan Undang-Undang dasar 1945. Melihat dari latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam sebuah penulisan hukum (Skripsi) dengan judul “ANALISIS SYARAT DAN MEKANISME PENDIRIAN PARTAI POLITIK SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK ATAS
KEBEBASAN
BERSERIKAT
DAN
BERORGANISASI
MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana syarat dan mekanisme pendirian partai politik menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik? 2. Apakah syarat dan mekanisme pendirian partai politik tersebut sudah memenuhi prinsip hak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berorganisasi?
C. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan penelitian apalagi penelitian ilmiah selalu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini penulis bagi dalam dua kelompok sebagai berikut:
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif penelkitian ini adalah: a. Untuk mengetahui syarat dan mekanisme pendirian partai politik menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. b. Untuk mengetahui syarat dan mekanisme pendirian partai politik tersebut sudah memenuhi prinsip hak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berorganisasi. 2. Tujuan Subyektif Tujuan Subyektif penelitian ini adalah: a. Untuk memperluas dan memperdalam wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis mengenai ilmu hukum khususnya hukum tata negara. b. Memberikan sumbangan dan masukan guna pengembangan ilmu hukum khususnya hukum tata negara dalam masalah pembentukan partai politik. c. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
D. Manfaat Penelitian Nilai dari suatu penelitian dapat dilihat dari manfaat yang dapat diberikan. Penulis mengharapkan agar dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu informasi yang rinci dan lengkap serta terarah yang memberikan jawaban atas permasalahan baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang akan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoretis penelitiancommit ini adalah: to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum serta pemecahan atas permasalahan dilihat dari sudut teori. b. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di penelitian yang akan datang. c. Penelitian ini merupakan sarana pembelajaran bagi penulis dalam penerapan ilmu dan teori hukum yang telah diperoleh. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini aalah : a. Untuk mempraktekkan teori penelitian (hukum) yang penulis dapatkan di bangku kuliah. b. Diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti penulis. c. Meningkatkan penalaran, membentuk pola pemikiran yang kritis adan dinamis
serta
untuk
mengetahui
kemampuan
penulis
dalam
menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti perkuiahan hukum di Universitas Sebelas Maret.
E. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan,gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1989:4). Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun
guna menguji
kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun perincian mengenai metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jenis Penelitian commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 2006: 10). Hal ini sesuai dengan pandangan Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian
hukum
kepustakaan.
Penelitian
hukum
normatif
atau
kepustakaan tersebut mencakup: 1. Penelitian terhadap asas-asas hukum 2. Penelitian terhadap sistematik hukum 3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal 4. Penelitian terhadap Perbandingan hukum 5. Penelitian terhadap Sejarah hukum ( Soerjono Soekanto 2006:13-14 ) Dari cakupan jenis penelitian hukum normatif oleh Soerjono Soekanto tersebut penelitian yang dilakukan oleh penulis termasuk dalam penelitian terhadap asas-asas hukum. Hal ini diidentifikasikan dari kajian penulis mengenai prinsip kebebasan berserikat yang dikaitkan dengan pembentukan partai politik di Indonesia dan yang tergolong sebagai penelitian terhadap asas-asas hokum adalah adanya asas lex specialis derograt lex generalis antara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun !945 dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejalagejala lainnya. Menurut Soerjono Soekanto, maksud penelitian bersifat deskriptif ini adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu dalam memperkuat teori atau dalam kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 2006: 10). Dalam penulisan hukum ini akan diurakan mengenai analisis mengenai syarat pendirian partai politik dan mekanisme pendirian partai politik sebagai implementasi kebebasan berserikat dan berorganisasi di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan histories (historical approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93). Dari keempat pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum ini adalah pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan perbandingan dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan historis. Pendekatan peraturan perUndang-Undangan yang dimaksud adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Dalam penelitian ini regulasi yang digunakan sebagai acuan adalah Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-02.Ah.11.01
Tahun
2008
Tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Pendaftaran Partai Politik Menjadi Badan Hukum, sedangkan legislasi yang digunakan adalah Undang-Undang No 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Pendekatan konseptual yang penulis gunakan tersebut karena adanya isu hukum mengenai syarattodan commit usermekanisme pendirian partai politik
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
sebagai implementasi kebebasan berserikat dan berorganisasi di Indonesia. Oleh karena itulah penulis perlu membangun suatu konsep untuk dijadikan acuan di dalam penelitian ini. Serta pendekatan komparatif yang penulis lakukan yaitu dengan membandingkan Undang-Undang Partai Politik yang pernah dan masih ada di Indonesia. Pendekatan historis dalam penelitian ini yaitu pendekatan terhadap sejarah sejarah perkembangan Partai Politik hingga tahun 2009.
4. Jenis data Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas.
5. Sumber Data Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records), yaitu dokumen peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengaturan mengenai sistem pemilihan umum, serta peraturan yang berkaitan dengan partai politik. Di samping sumber data yang berupa Undang-Undang Negara maupun Peraturan Pemerintah, penulis juga memperoleh data dari beberapa jurnal, buku-buku referensi dan media massa yang mengulas mengenai pengaturan sistem pemilihan umum, serta peraturan yang berkaitan dengan partai politik. Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, data sekunder di bidang hukum ditinjau commit to user dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terkait dengan topik bahasan yaitu terdiri dari; 1). Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 2). Peraturan Dasar a). Batang Tubuh UUD 1945 b). Ketetapan MPR 3). Peraturan PerUndang-Undangan a). Undang-Undang dan peraturan yang setaraf b). Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf c). Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf d). Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf e). Peraturan-Peraturan Daerah 4). Bahan hukum yang tidak terkodifikasi, seperti, hukum adat 5). Yurisprudensi 6). Traktat 7). Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku seperti, KUHP(yang merupakan terjemahan yang secara yuridis formal bersifat tidak resmi dari Wetboek van Strafrecht). Dalam hal ini penulis menggunakan bahan hukum primer, yaitu: Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat, UndangUndang No 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik), dan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-02.Ah.11.01 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Partai Politik Menjadi Badan Hukum commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dan terkait dengan topik bahasan yaitu seperti; 8). Rancangan peraturan perUndang-Undangan 9). Hasil karya ilmiah para sarjana 10). Hasil-hasil penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa jurnal-jurnal ilmiah dari Jurnal Legislasi Indonesia, dan Jurnal Konstitusi. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dan terkait dengan topik bahasan yaitu bahan dari media internet, kamus besar bahasa Indonesia, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.
6. Teknik Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) atau disebut juga studi pustaka terhadap data sekunder berupa peraturan perundangan, artikel maupun dokumen lain
yang
dibutuhkan
untuk
kemudian
dikategorisasi
menurut
pengelompokan yang tepat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka atau collecting by library untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan.
7. Teknik Analisis Data Analsis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian
menjadi
suatu
laporan.
Analisis
data
adalah
proses
pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 1993:175).
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam buku Moleong dikemukakan rumusan beberapa pakar tentang teknik analasis data ini, diantaranya : Barelson mendefinisikan kajian isi sebagai teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara obyektif, sistemeik dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. Weber menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat presosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Definisi berikutnya dikemukakan oleh Krippendorff, yaitu kajian isi adalah teknik penelitian yang dimnfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikastif dan sahih dari data atas konteksnya (Lexy J. Moleong, 19893:179).
Oleh sebab itu
analisis data yang dipergunakan adalah analisis isi atau content analysis. Karena content analysis berpijak pada
tiga syarat, yaitu:
objektifitas, pendekatan sistemtis, dan generlisasi. Analisis
isi
berlandaskan aturan yang dirumuskan secara eksplisit. Untuk memenuhi syarat sistematis, untuk kategori isi haruslah menyajikan generalisasi, artinya temuannya haruslah mempunyai sumbangan teoritis. Sehingga dalam penulisan ini penulis ingin mengkaji isi Undang-Undanga Nomor 2 Tahun 2008 berkaitan dengan syarat dan mekanisme pendirian partai politik yang dikaitkan dengan kebebasan berserikat dan berorganisasi yang diatur Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberi gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai penulisan hukum ini, maka berikut ini kami sajikan sistematika: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab iini akan diuraikan mengenai pendahuluan yang terdiri dari Latar belakang masalah, Perumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Metode penelitian commit to user Sistematika penulisan hukum.
serta
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini berisikan sub bab mengenai tinjauan umum tentang
Tentang
Demokrasi
yang
membahas
mengenai
Pengertian dan hakikat demokrasi, Unsur-unsur penegak demokrasi serta Model-model demokrasi. Dijelaskan juga mengenai
Teori
konstitusi
dan
Konstitusionalisme
yang
membahas masalah Teori Konstitusi, Substansi Konstitusi dan juga Teori konstitusionalisme. Juga dijelaskan tentang pemilihan umum, lembaga-lembaga yang terlibat serta kedudukan UU No. 10 tahun 2008 dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia. Sub bab berikutnya menjelaskan tentang Tinjauan mengenai Partai Politik, Pengertian Partai Politik, Fungsi Partai Politik, Klasifikasi Partai Politik, Sistem Kepartaian, Suprastruktur dan Infrasturktur partai politik baik pengertian, peranan
maupun
keberadaannya serta dibahas juga tentang Kebebasan Berserikat yang membahas tentang pengertian Kebebasan Bersuyarat, Instrumen Internasional serta Hakekat Kebebasan Bersyarat serta Compeled Association dan
bagian terakhir adalah
Kerangka Pemikiran. BAB III :
HASIL PENMELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan sub bab tentang : syarat dan mekanisme pendirian partai politik menurut undang-ungdang dasar negara republik indonesia tahun 1945 dan Undang-Undang republik indonesia nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik serta syarat dan mekanisme pendirian partai politik tersebut sudah memenuhi prinsip hak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berorganisasi.
BAB IV
: PENUTUP commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam bab ini disampaikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan, disertai pula dengan saran serta pendapat penulis. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Demokrasi a. Pengertian dan Hakikat Demokrasi Pengertian tentang demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis, "demokrasi" berasal dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu demos
yang
berarti
rakyat,
dan
cratos/cratein
yang
berarti
pemerintahan, sehingga dapat disimpulkan sebagai pemerintahan rakyat. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Sedangkan
pengertian
demokrasi
bila
ditinjau
dari
terminologis (Azyumardi Azra, 2000 : 110), sebagaimana dikemukakan beberapa para ahli, misalnya : 1)
2)
3)
4)
Joseph A. Schmeter, bahwa demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individuindividu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Sidney Hook, bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Phillipe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl yang menyatakan bahwa demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih. Henry B. Mayo, bahwa demokrasi merupakan suatu sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5)
Affan Gaffar, bahwa demokrasi terbagi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif, ialah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh suatu negara, dan pemaknaan secara empirik, yaitu demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu
pengertian
dasar
bahwa
demokrasi
merupakan
suatu
sistem
pemerintahan dimana kekuasaan berada di tangan rakyat. Hal ini mengandung tiga unsur yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan dari rakyat mengandung pengertian bahwa pemerintah yang berdaulat adalah pemerintah yang mendapat pengakuan dan didukung oleh rakyat. Legitimasi suatu pemerintahan sangat penting karena dengan legitimasi tersebut, pemerintahan yang berdaulat dapat menjalankan pemerintahannya serta program-program sebagai wujud dari amanat dari rakyat yang diberikan kepadanya. Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa pemerintah yang mendapat legitimasi amanat dari rakyat sudah seharusnya untuk tunduk pada pengawasan rakyat (social control). Dengan adanya control tersebut, maka dapat sebagai tindakan preventif mengantisipasi ambisi keotoriteran para pejabat pemerintah. Pemerintahan untuk rakyat mengandung arti bahwa kekuasaan yang diberikan dari dan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu, perlu adanya kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan rakyat dan terhadap aspirasi rakyat yang perlu diakomodir yang kemudian di follow-up melaluipengeluaran kebijakan maupun melalui pelaksanaan program kerja pemerintah. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu commit user sama lain. Independensi dan tokesejajaran dari ketiga jenis lembaga
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung hanyalah sedikit dari sekian banyak makna kedaulatan rakyat. Walaupun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir (paradigma) lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.
b. Unsur-unsur penegak demokrasi Karena sangat pentingnya demokrasi, maka perlu adanya faktor-faktor untuk menegakkkan demokrasi itu sendiri (Azyumardi Azra, 2000 : 117 – 121). Ada empat faktor utama yaitu : 1) Negara hukum (rechtsstaat dan rule of law) Konsep rechtsstaat adalah adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM), adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara, pemerintahan berdasarkan peraturan, serta adanya peradilan administrasi. Sedangkan konsep dari rule of law yaitu adanya supremasi aturan-aturan hukum, adanya kedudukan yang sama di muka hukum (equality before the law), serta adanya jaminan perlindungan HAM. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan dua pandangan di atas, maka dapat ditarik suatu konsep pokok dari negara hukum yaitu adanya jaminan perlindungan terhadap HAM, adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara, dan adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri. 2)
Masyarakat madani Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakat yang terbuka, yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif, serta masyarakat yang egaliter. Masyarakat yang seperti ini merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Demokrasi yang terbentuk kemudian dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Selain itu, demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat dalam kaitan dengan pengungkapan kehendak, adanya perbedaan pandangan, adanya keragaman dan konsensus.
3)
Infrastruktur Infrastruktur politik yang dimaksud terdiri dari partai politik (parpol), kelompok gerakan, serta kelompok kepentingan atau kelompok penekan. Partai politik merupakan suatu wadah struktur kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama yaitu memperoleh kekuasaan
politik
dan
merebut
kedudukan
politik
dalam
mewujudkan kebijakan-kebijakannya. Kelompok gerakan lebih dikenal
dengan
organisasi
masyarakat,
yang
merupakan
sekelompok orang yang berhimpun dalam satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya. Sedangkan kelompok kepentingan atau penekan adalah sekumpulan orang dalam suatu wadah organisasi yang didasarkan pada kriteria to user profesionalitas dancommit keilmuan tertentu.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dikaitkan dengan demokrasi, menurut Miriam Budiardjo, parpol memiliki empat fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai recruitment kader dan anggota politik, serta sebagai sarana pengatur konflik. Keempat fungsi tersebut merupakan pengejawantahan dari nilainilai demokrasi, yaitu adanya partisipasi serta kontrol rakyat melalui parpol. Sedangkan kelompok gerakan dan kelompok kepentingan
merupakan
perwujudan
adanya
kebebasan
berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat, dan melakukan oposisi terhadap negara dan pemerintah. 4) Model-model demokrasi Model-model demokrasi antara lain : a) Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi UndangUndang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg. b) Demokrasi terpimpin, yaitu dimana para pemimpin percaya bahwa segala tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai “kendaraan” untuk menduduki kekuasaaan. c) Demokrasi Pancasila, adalah dimana kedaulatan rakyat sebagai inti dari demokrasi. Karenanya, rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi politik yang sama semua rakyat. Untuk itu, Pemerintah patut memberikan perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik. d) Demokrasi sosial, adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egaliterianisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan publik. e) Demokrasi langsung, yang mana lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan, sedangkan pemilihan pejabat eksekutif dan legislatif melalui pemilihan umum oleh rakyat secara langsung. f) Demokrasi tidak langsung, yang mana lembaga parlemen dituntut kepekaan terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan pemerintah dan negara. Hal ini berarti rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pemerintah(Azyumardi Azra, 2000 : 134). commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Teori Konstitusi dan Konstitusionalisme a. Teori Konstitusi Istilah konstitusi telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno, hanya saja konstitusi itu masih diartikan materiil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis. Hal Ini terbukti faham Aristoteles yang membedakan istilah politea dan nomoi. Politea diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi adalah Undang-Undang biasa. Perbedaan di antara dua istilah tersebut yaitu bahwa politea mengandung kekuasaan yang lebih tinggi dari pada nomoi, karena politea mempunyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi kekuasaan itu tidak ada (Jimly Asshiddiqie, 2006 : 90). Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perUndangUndangan
tentang
negara.
Belanda
menggunakan
istilah
“Grondwet” yaitu berarti suatu Undang-Undang yang menjadi dasar (ground) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-Undang Dasar. Undang Undang Dasar (Konstitusi) adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, baik tertulis maupun tidak tertulis. Pembatasan ini adalah kutipan dari alinea pertama Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Undang-Undang Dasar suatu negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis sedang disamping Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggraan negara, meskipun tidak tertulis”. Pada prinsipnya hukum Tata Negara merupakan hasil commit to user tejemahan dari kata ”Constitusional Law”. Secara harafiah berarti
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
Hukum Konstitusi. Menurut Wiryono Projodikoro: ”Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis ”constituter” yang berarti membentuk. Dalam hubunganya dalam kehidupan ketatanegaraan istilah konstitusi mengandung maksud pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan negara” (B.Hestu Cipto H, 2003: 33). Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang dasar dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang dasar. Kerajaan Inggris biasa disebut sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki satu naskah Undang-Undang dasar sebagai konstitusi tertulis. Oleh sebab itu, disamping karena adanya negara yang dikenal sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki konstitusi tertulis, nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dalam praktek penyelenggaraan negara juga diakui hukum dasar dan tercakup pula dalam pengertian konstitusi dalam arti yang luas. Karena itu, undangundang dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan norma hukum dasar tidak tertulis yang hidup sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktek ketatanegaraan seharihari, termasuk ke dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit constitusionnel) suatu negara (Jimli Asshiddiqie, 2006: 35). Berlakunya konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Oleh para ahli disebut sebagai ”constituent power” yang merupakan kewenangan commit to userdiatas sistem yang diaturnya. Di yang ada diluar dan sekaligus
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkungan negara-negara demokrasi rakyatlah yang dianggap menentukan suatu konstitusi. Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan lebih tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otoritas bentuk-bentuk
hukum
atau
peraturan-peraturan
perundangundangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku
universal,
maka
agar
peraturan-peraturan
yang
tingkatnnya berada dibawah Undang-Undang dasar dapat berlaku dan
diberlakukan,
peraturan-peraturan
ini
tidak
boleh
bertentanggan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut (Jimli Asshiddiqie, 2006: 21-23).
b. Substansi Konstitusi Prinsip negara hukum demokrasi sudah menjadi paradigma teori ketatanegaraan yang tidak terbantahkan. Dalam dataran paham konstitusionalisme Indonesia, prinsip semacam ini juga telah ditegaskan secara eksplisit didalam Undang-Undang dasar 1945 (sebelum dan sesudah amandemen). Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah menghendaki adanya pelindungan terhadap hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, legalitas pemerintahan dan peradilan yang bebas. Oleh sebab itulah dalam konteks untuk memberikan isi atau muatan konstitusi Indonesia, unsur-unsur yang harus dipergunakan adalah terjaminya perlindungan hak asasi manusia yang meliputi hak asasi manusia dalam aspek individu (klasik) maupun aspek sosial politik (Ham modern). Hal ini memberikan indikasi bahwa persoalan perlindungan hak asasi manusia disamping dituangkan didalam konstitusi sifatnya
adalah
pokok-pokok
yang
harus
menjadi
dasar
pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia. Sedangkan yang to user adalah perlindungan hak asasi dituangkan dalam commit Undang-Undang
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manusia yang sifatnya lebih terperinci, termasuk didalamnya mekanisme pelaksanaan untuk melakukan penegakan hukumnya (B.Hestu Cipto H, 2003: 41).
c. Teori Konstitusionalisme Walton H . Hamilton memulai artikel yang ditulisnya dengan judul Constitusionalism yang menjadi entri dalam Encyclopedia Of Social Scienses tahun 1930 dengan kalimat: ”Constitusionalism is the name given to the trust which men repose in the power of words engrossed on parchement to keep a goverment in order”. Untuk tujuan to keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon perkembangan peran relative kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia (Walton H. Hamilton dalam bukunya Jimly Asshiddiqie, 2006: 19). Konstitusionalisme dizaman sekarang dianggap sebagai konsep yang niscaya bagi setiap negara modern. Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan consensus diantara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi dan dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut nagara. Kata kunci consensus atau general agremeent. Jika kesepakatan umum itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan yang bersangkutan dan pada giliranya perang saudara (civil war) atau revolusi dapat terjadi. Sebagai contoh tiga peristiwa besar dalam sejarah umat manusia, commit to user yaitu revolusi penting yang terjadi di Perancis tahun 1789, di
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Amerika pada tahun 1776 dan Rusia pada tahun 1917, ataupun di Indonesia pada tahun 1945, 1965 dan 1998. Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme dizaman modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government), Serta kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggara negara (the basis of government), dan Kesepakatan
tentang
bentuk
institusi-institusi
dan
prosedurprosedur ketatanegaraan (the form of institusion of prosedures) Kesepakatan (consensus) pertama adalah berkaitan dengan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme suatu negara. Kesepakatan kedua adalah basis pemerintah didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi yang sangat prinsipil, dalam suatu negara ada keyakinan bahwa adapun yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan negara harus didasarkan atas rule of the game yang ditentukan bersama yang dipelopori oleh A.V.Dicey, sarjana Inggris. Di Amerika Serikat dikembangkan sebagai jargon, yaitu “The Rule Of law, and not of Man” pengertian hukumlah yang sebenarnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia atau orang. ”The rule of law” berbeda dengan istilah ”The Rule by Law”. Kedudukan hukum digambarkan bersifat instrumentalis atau alat, sedangkan kepemimpinan tetap ditangan orang atau pemimpin. Hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem yang puncaknya terdapat pengertian hukum dasar yaitu konstitusi, baik dalam naskah tertulis maupun tidak tertulis. Kita kenal adanya constitusional state yang merupakan ciri penting negara demokrasi committentang to user sistem aturan sangat penting modern. Kesepakatan
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam memutuskan sesuatu yang didasarkan atas hukum, tanpa ada konsensus seperti itu konstitusi tidak akan berguna karena hanya berfungsi sebagai kertas atau dokumen yang mati, hanya bernilai sematik dan tidak berfungsi atau tidak dapat difungsikan sebagai mana mestinya. Kesepakatan ketiga adalah berkenaan dengan bangunan organ negara atau prosedur yang berkaitan dengan kekuasaan, hubungan antar organ negara satu dengan yang lain, serta hubungan antar organ negara dengan warga negara. Dengan adanya kesepakatan itu maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan kerena benarbenar menceminkan keinginan bersama berkenaan
dengan
institusi
kenegaraan
dan
mekanisme
ketatanegaraan yang dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara konstitusi. Konstitusi tidak sama dengan Undang-Undang yang dapat dengan mudah diubah. Prinsip konstitusionalisme modern
menyangkut
mengenai
pembatasan
kekuasaan.
Konstitusionalisme modern mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu hubungan pemerintah dengan warga negara, hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan yang lain. Fungsi konstitusi yang sangat penting baik dalam akademis atau dalam praktek antara lain: 1) Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme. 2) Memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan. 3) Sebagai instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik dari rakyat dalam sistem demokrasi
atau
Raja
dalam sistem Monarki)
organorgan kekuasaan negara. commit to user
kepada
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa konstitusi dapat pula
difungsikan
sebagai
sarana
kontrol
politik,
sosial,
danekonomi dimasa depan, dan sebagai sarana perekayasa politik, sosial dan ekonomi menuju masa depan, fungsi konstitusi antara lain: (1) Sebagai fungsi penentu dan pembatas organ negara. (2) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara. (3) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara. (4) Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaran kekuasaan negara. (5) Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara. (6) Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity). (7) Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation). (8) Fungsi simbolik sebagai pusat upacara (center of ceremony). (9) Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti sempit dalam bidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi. (10) Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaharuan masyarakat (social engineering atau social reform), baik dalam arti sempit maupun luas (Jimli Ashhiddiqie, 2006: 40). 3. Tinjauan Umum Tentang Pemilihan Umum a. Pengertian Tentang Pemilu Pada dasarnya bahwa Pemilihan Umum selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahaasia, jujur, dan adil secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyalur commit toaspirasi user politik rakyat serta anggota
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dewan
Perwakilan
Daerah
sebagai
penyalur
aspirasi
keanekaragaman daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diselenggarakan pemilihan umum. Disinipun terlihat peran Dewan Perwakilan Daerah yang proaktif dalam mengawal sebuah kebijakan yang benar dengan ikut juga mengajukan uji materi atas Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 dengan Perkara Nomor 10/PUU-VI/2008 dimohonkan oleh Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPD, perorangan warga negara Indonesia yang memiliki perhatian besar terhadap pemilu, parlemen Indonesia, dan penyaluran aspirasi daerah yang terdiri dari
para
pegiat
Sekretariat
Nasional
Perlindungan
Hak
Konstitusional Masyarakat Hukum Adat (Seknas MHA), Pusat Reformasi Pemilu atau Center for Electoral Reform (Cetro), Indonesian Parliamentary Center (IPC), dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) serta warga daerah. Para pemohon menyatakan, penghapusan syarat domisili dan syarat nonpartai politik dalam Padal 12 dan Pasal 67 UU Pemilu merupakan penghilangan norma konstitusi. Ketiadaan kedua syarat dianggap menyebabkan Undang - undang Pemilu menegasikan norma konstitusi bahwa calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi terkait (Pasal 22C ayat (1) UUD 1945) dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah berasal dari perseorangan (Pasal 22E ayat (4) UUD 1945). Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 12 dan Pasal 67 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 22C ayat (1) dan Pasal 22E ayat (4) UUD 1945, karena tidak mengandung persyaratan berdomisili di provinsi bersangkutan dan bukan anggota dan/atau pengurus partai politik. Pemerintah menjungkirbalikkan alasan-alasan uji materiil commit to user Undang - undang Pemilu. Dalam persidangan ketiga ini,
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keterangan Pemerintah yang dibacakan Mardiyanto menyatakan, pemohon uji materiil tak mampu menjelaskan bentuk kerugian Dewan Perwakilan Daerah maupun legal standing-nya. “Dalil para pemohon hanya angan-angan belaka!” kata Mardiyanto. Ia berkalikali menyebut, permohonan yang diajukan bersifat spekulatif, hipotetik, dan berlebihan. Terhadap gugatan uji materiil itu, Pemerintah mempertanyakan beberapa hal. Pertama, soal hak dan kewenangan konstitusional Dewan Perwakilan
Daerah
yang
dilanggar.
Menurut
Pemerintah,
pertanyaan DPD salah sasaran karena ketentuan yang digugat hanya berkaitan dengan syarat menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Bahwa anggota Dewan Perwakilan Daerah secara individu dirugikan dengan Pasal-Pasal itu, Mardiyanto mempertanyakan kerugian anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sebab saat ini anggota Dewan Perwakilan Daerah menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah dan tidak terhalangi siapapun. “Bahkan hak dan kewenangan anggota Dewan Perwakilan Daerah untuk mencalonkan diri kembali sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah pada Pemilu 2009 tidak terkurangi dan terhalangi sedikitpun dengan ketentuan itu,” tegasnya. Mendagri kemudian mempertanyakan landasan Seknas MHA, Cetro, IPC, dan Formappi yang ikut menggugat Undang - undang Pemilu. Mardiyanto berkilah, kedua Pasal yang digugat tidak terkait kepentingan mereka, apalagi merugikannya. “Jika dalam penerapan Undang - undang Pemilu ‘seolah-olah’ mengesampingkan atau mengalahkan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah yang berasal dari kelompok masyarakat yang diwakili oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM), maka itu tidak terkait dengan aturannya. Sebab, rakyatlah yang menentukan siapa yang dianggap layak untuk mewakili daerahnya,” jelasnya Ia menyatakan, commit to user pencalonan untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melalui pemilu berdasarkan prinsip kesamaan hak dan kedudukan setiap warga negara menggunakan haknya untuk dipilih, sehingga calon anggota Dewan Perwakilan Daerah tidak dipersyaratkan untuk berdomisili di provinsi yang menjadi daerah pemilihannya dan tidak dibatasi menurut latar belakang atau status politiknya (partai politik atau non-partai politik). “Hal ini sesuai dengan prinsip kesatuan wilayah dan kesamaan kedudukan hukum warga negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” urai Mardiyanto. Ia juga mengatakan Pemilu 2009 akan terganggu jika Mahkamah Konstitusi mengkabulkan permohonan uji materi ini dan menjadi dasar gugatan hasil Pemilu 2009. “Akan terjadi kekosongan
hukum,
terutama
syarat-syarat
calon
Dewan
Perwakilan Daerah,” kata Mardiyanto. Jika ketentuan Pasal 12 dan Pasal 67 Undang - undang Pemilu dibatalkan maka akan terjadi kekacauan hukum karena kedua Pasal mengatur syarat-syarat calon Dewan Perwakilan Daerah yang meniadakan syarat domisili dan nonpartai politik.( diakses melalui www.kabarindonesia.com 1 Desember 2009) Dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 ini mengatur juga mengenai seluruh proses dan tata cara termasuk didalamnya aturan dan kelengkapan untuk pemilu yang sangat penting diantaranya adalah tahapan-tahapan pemilu sesuai yang tercantum dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2008 Pasal 4 (empat) diantaranya : 1) Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. 2) Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi: a) Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. b) Pendaftaran Peserta Pemilu. c) Penetapan Peserta Pemilu. d) Penetapan jumlah dan penetapan daerah pemilihan. commitkursi to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. f) Masa kampanye. g) Masa tenang. h) Pemungutan dan penghitungan suara. i) Penetapan hasil Pemilu, dan j) Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD. Sehubungan dengan pola pengisian keanggotaan Lembaga Perwakilan Rakyat tersebut, maka mekanisme untuk menentukan anggota-anggota
di
Lembaga
Perwakilan
Rakyat
dapat
digolongkan ke dalam dua sistem, yaitu (Bintan R. Saragih, 1988: 171) : 1) Sistem Pemilihan Mekanis. Sistem pemilihan mekanis berpangkal tolak dari pemikiran bahwa (http//www.djpp.depkumham.go.id diakses 15 Agustus 2009) : a. Rakyat di dalam suatu negara dipandang sebagai massa individu-individu yang sama. b. Individu-individu inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih aktif. c. Masing-masing individu berhak mengeluarkan satu suara dalam setiap pemilihan untuk satu Lembaga Perwakilan Rakyat. d. Dalam negara liberal mengutamakan individu-individu sebagai kesatuan otonom dan masyarakat dipandang sebagai suatu kompleks hubunganhubungan antar individu yang bersifat kontraktual. Sedangkan di dalam negara sosialiskomunis lebih mengutamakan totaliteit kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan individu-individu dalam totaliteit commit to user kolektif ini.
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Partai politik atau organisasi politik berperan dalam mengorganisir
pemilih,
sehingga
eksistensinya
(keberadaannya) sangat diperlukan, baik menurut sistem satu partai, dua partai ataupun multipartai. 2) Sistem Pemilihan Organis. Sistem pemilihan organis ini dilandasi oleh pokok pikiran bahwa : a.
Rakyat dalam suatu negara dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam beraneka ragam persekutuan hidup, seperti genealogi (keluarga), teritorial (daerah),
fungsional
spesialis
(cabang
industri),
lapisanlapisan sosial (buruh, tani) dan lembaga-lembaga sosial (LSM/ORNOP). b. Persekutuan-persekutuan hidup inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih. Artinya yang mempunyai kewenangan atau hak untuk mengutus wakil-wakilnya duduk sebagai anggota Lembaga Perwakilan Rakyat adalah Persekutuanpersekutuan hidup tersebut.. c.
Partai-partai
Politik
dalam
struktur
kehidupan
kemasyarakatan seperti ini tidak dibutuhkan keberadaannya. Hal ini disebabkan mekanisme pemilihan diselenggarakan dan dipimpin sendiri oleh masing-masing persekutuan hidup tersebut. Berdasarkan pokok pikiran inilah, maka keberadaan Lembaga Perwakilan Rakyat - menurut sistem pemilihan organis tidak lebih hanya merupakan “Lembaga Perwakilan Persekutuanpersekutuan hidup”. Dengan kata lain Lembaga Perwakilan yang hanya berfungsi untuk mengurus kepentingan-kepentingan khusus dari persekutuan-persekutuan hidup yang ada di dalam masyarakat suatu negara. Dengan demikian commit to usermelalui sistem pemilihan organis
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini kedudukan Lembaga Perwakilan menjadi lemah, dan tingkat representasinya sangat rendah. Oleh sebab itu apabila Lembaga Perwakilan jenis ini akan menetapkan suatu Undang-Undang yang menyangkut hak-hak rakyat, maka Undang-Undang tersebut dapat berlaku efektif jika rakyat telah menyetujui, misalnya melalui referendum. Dalam perkembangan lebih lanjut, kedua sistem Pemilihan Umum ini membuka peluang adanya kombinasi antara keduanya. Sistem Pemilihan yang mengkombinasikan antara sistem distrik dan
Proporsional
adalah
sistem
Pemilihan
Umum
yang
dilaksanakan di Indonesia, sebagaimana tertuang di dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Sistem yang dimaksud adalah “Sistem Proporsional dengan daftar calon terbuka”. a. Sistem Pemilihan Distrik. Tatanan
Pemilihan
umum
seperti
ini
dapat
digambarkan sebagai berikut. Wilayah suatu negara yang menyelenggarakan suatu pemilihan untuk wakil-wakil di parlemen, dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan kursi yang tersedia di parlemen (kursi di Parlemen yang diperebutkan dalam Pemilihan umum). Setiap distrik hanya memilih satu orang wakil untuk duduk di Parlemen dari beberapa calon untuk distrik tersebut. Jikalau pembagian distrik dirasa terlalu banyak, maka dapat juga dipergunakan cara penentuan distrik berdasarkan kursi di Parlemen di bagi dua. Hal ini berarti untuk masing-masing distrik bisa mengirimkan dua calon untuk duduk di kursi Parlemen. Contohnya: Jumlah Kursi di Parlemen adalah 500. Untuk cara yang pertama dapat ditempuh dengan membagi wilayah negara menjadi 500 distrik. Jikalau cara seperti ini mengakibatkan jumlah distrik terlalu banyak, maka dapat ditempuh commit to user dengan membagi wilayah negara
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi 250 distrik. Cara yang kedua ini mengakibatkan masing-masing distrik bisa mengirimkan wakil sebanyak 2 (dua) orang. Berdasarkan tatanan (sistem) Pemilihan distrik semacam ini, maka keuntungan yang dapat diperoleh adalah : 1) Hubungan antara rakyat dengan “sang wakil” relatif dekat. Hal ini disebabkan partai-partai politik tidak mungkin mencalonkan calon wakil rakyat yang tidak populer di masing-masing distrik. Selain itu dalam perkembangan lebih lanjut sang wakil tidak akan mengatas namakan Partai Politik, karena dalam Pemilihan distrik, rakyat memilih orang. Bukan PartaiPolitik. 2) Sistem ini mendorong penyatuan partai-partai (khususnya jika suatu negara itu mempergunakan sistem multi partai). Hal ini disebabkan calon yang terpilih di masing-masing distrik hanya satu atau lebih dari satu, dan terpilihnya mereka ini semata-mata hanya karena kepopuleran dan kredibilitasnya. Oleh sebab itulah ada kemungkinan partaipartai politik itu bergabung untuk mencalonkan seseorang yang lebih “mumpuni” diantara mereka. Calon yang mumpuni itu belum tentu berasal dari satu partai. Bahkan ada kemungkinan adalah calon independen dan non partisan. 3) Organisasi dari penyelenggaraan pemilihan dengan sistem distrik ini relatif sederhana. Tidak memerlukan banyak orang dan banyak birokrasi untuk menyusun kepanitiaan Pemilihan.
Biayanya
relatif
lebih
murah
dan
penyelenggaraannya relatif singkat. Sisa suara yang terbuang tidak perlu diperhitungkan. 4) Dengan
mempergunakan
sistem
distrik,
maka
ada
kemungkinan pertumbuhan Partai Politik yang cenderung sektarian, ideologis atau aliran, dan primordialisme menjadi user berkurang. commit Hal initomengingat tokoh-tokoh politik yang
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terpilih
menjadi
wakil
masing-masing
distrik
lebih
mengedepankan kepentingan rakyat di masing-masing distrik, ketimbang kepentingan kelompok Partai yang justru kadangkala menyimpang dari kepentingan rakyat banyak. Sedangkan kelemahan dan sistem pemilihan distrik, dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Banyak suara yang terbuang. Bahkan ada kemungkinan terjadi fenomena Low representative Versus High representative. Artinya Calon yang menjadi wakil dari suatu distrik, pada hakikatnya hanya memperoleh suara minoritas atau Low Representative yang ada di distrik yang bersangkutan, jikalau dibandingkan jumlah total suara (High Representative) dari calon- calon lain di distrik tersebut. Contohnya : Calon A : 40 suara. Calon B : 39 suara. Calon C : 25 suara. Calon D : 20 Suara. Calon E : 15 suara. Berdasarkan suara tersebut maka Wakil Rakyat dari Distrik tersebut adalah A. Akan tetapi bila dilihat jumlah total perolehan suara (B+C+D+E), maka representasi dari calon A di distrik tersebut adalah rendah (Low representative). 2) Menyulitkan bagi Partai-partai kecil dan golongan-golongan minoritas untuk mempunyai wakil di Lembaga Perwakilan Rakyat. Apalagi mereka ini terpencar dalam berbagai distrik pemilihan. b. Sistem Pemilihan Proporsional (Multi member constituency). Tatanan (sistem) pemilihan umum seperti ini adalah mempergunakan mekanisme sebagai berikut. Kursi yang tersedia di Parlemen Pusatcommit diperebutkan to user dalam suatu Pemilihan Umum,
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibagi kepada Partai-partai Politik atau golongan-golongan politik yang ikut serta dalam Pemilihan Umum sesuai dengan imbangan suara yang diperoleh dalam pemilihan yang bersangkutan. Misalnya untuk kepentingan ini ditentukan suatu perimbangan 1 : 400.000. Imbangan suara seperti ini, artinya 1 (satu) orang wakil harus memperoleh dukungan suara 400.000 rakyat pemilih yang berhak. Dengan kata lain sejumlah 400.000 pemilih mempunyai 1 (satu) orang wakil di Parlemen Dalam sistem ini, negara dianggap sebagai satu daerah pemilihan, dan tiap suara dihitung. Dalam arti bahwa suara yang diperoleh dari suatu daerah dapat ditambahkan dari suara yang diperoleh dari suatu daerah lainnya. Sehingga besar kemungkinan setiap organisasi peserta Pemilihan Umum (Partai Politik/ Golongan Politik) memperoleh kursi/wakil di Parlemen Pusat. Kendatipun negara dianggap satu daerah pemilihan, namun mengingat luas wilayah suatu negara serta jumlah penduduk yang besar, maka pada umumnya dalam sistem pemilihan proporsional ini sering dibentuk daerah pemilihan (bukan distrik pemilihan), yaitu wilayah negara dibagi dalam daerah-daerah pemilihan. Kemudian dengan mempertimbangkan wilayah negara, jumlah penduduk dan faktor-faktor politik lainnya. Akan tetapi sistem ini mengandung kelemahan yang cukup substansiil, yaitu : 1) Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Dengan keadaan yang demikian ini, maka dengan mempergunakan sistem proposional justru menjurus kearah munculnya bermacam-macam golongan, sehingga lebih mempertajam mendorong
perbedaan-perbedaan untuk
dipergunakan
yang dalam
ada.
Kurang
mencari
dan
memanfaatkan persamaan-persamaan. Dengan mempergunakan sistem ini peta Politik justru mengarah pada politik aliran yang sarat dengan konflik ideologi. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Wakil-wakil yang terpilih justru merasa lebih dekat dengan induk organisasinya, yaitu Partai Politik. Kurang memiliki loyalitas kepada rakyat pemilih. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa keberadaan Partai Politik dalam menentukan seseorang menjadi wakil rakyat lebih dominan dari pada kemampuan individu dari sang wakil. Rakyat hanya memilih Partai Politik. Bukan memilih seorang wakil. 3) Dengan membuka peluang munculnya banyak partai, maka sistem ini justru mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil,
sebab
pada
umumnya
penentuan
pemerintahan
didasarkan pada koalisi dari dua partai atau lebih. Disamping kedua sistem tersebut di atas, masih dijumpai adanya sistem lain, yaitu sistem Proporsional dengan daftar calon terbuka. Sistem semacam ini dikembangkan oleh Indonesia dalam melaksanakan Pemilu tahun 2004. Mekanisme dari sistem ini hampir sama dengan sistem proporsional. Akan tetapi dalam penentuan wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, Partai Politik hanya mengajukan calon-calon dalam daftar yang disusun berdasarkan abjad. Bukan nomor urut. Kemudian dalam
pelaksanaan
pemungutan
suara,
rakyat
pemilih
disamping “mencontreng” Partai Politik yang dikehendaki, mereka juga memilih nama-nama calon wakil yang diajukan oleh Partai Politik yang bersangkutan. Cara semacam ini dimunculkan sebagai respon atas keprihatinan rakyat terhadap kualitas wakil-wakil rakyat yang lebih condong mementingkan kepentingan Partai Politik. Sehingga dengan mempergunakan cara semacam ini, diharapkan wakil rakyat benar-benar mampu membawa aspirasi rakyat pemilih.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Lembaga-Lembaga yang Terlibat dalam Pemilu Ada beberapa lembaga yang nantinya akan bertugas dan mempunyai kewajiban mensukseskan jalannya pemilu itu sendiri diantaranya (Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 ): 1) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI lembaga negara yang bermemiliki tugas dan kewenangan untuk menetapkan atau memutuskn partai calon partai politik menjadi partai politik. 2) Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 3) Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4) Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap Undang – undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
c. Kedudukan UU No. 10 Tahun 2008 dalam Ketatanegraan Hukum Indonesia Dalam rangka memperkaya pemahaman terhadap UndangUndang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD maka pada kesempatan ini akan diselidiki penerapan dari sudut pandang hukum terutama Hukum Tata Negara. Menurut Logemann hal-hal yang diselidiki Hukum Tata Negara adalah: (Soerjono Soekanto dan Mamuji, 1990: 34) Jabatan-jabatan apakah yang terdapat dalam susunan kenegaraan tertentu, b) siapakah yang mengadakan jabatan-jabatan itu, c) bagaimanakah cara commit melengkapinya to user dengan pejabat, d) apakah tugasnya (lingkungan pekerjaannya), e) apakah wewenang hukumnya,
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) dalam batas-batas apakah organisasi negara (dan bagian-bagiannya) menjalankan tugas kewajibannya. Dengan
berpedoman
pada
pendapat
Logemann
tersebut
selanjutnya akan diselidiki mengenai Dewan Perwakilan Rakyat melalui suatu penelitian hukum normatif sederhana. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup: 1. Penelitian terhadap azas-azas hukum; 2. Penelitian terhadap sistematik hukum; 3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal; 4. Perbandingan hukum; 5. Sejarah hukum. Akan tetapi, pada kesempatan ini hanya akan dilaksanakan salah satu jenis, yaitu penelitian terhadap taraf sinkronisasi terutama taraf sinkronisasi vertikal, yakni apakah perundang-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari sudut hirarki perundang-undangan tersebut. Adapun
jenis
dan
hierarki
peraturan
perundang-undang
berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
adalah:
(a)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (c) Peraturan Pemerintah; (d.) Peraturan Presiden; (e.) Peraturan Daerah. Selanjutnya akan disampaikan ketentuan tentang DPR dalam dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan UU No. 10 Tahun 2008. Fungsi Undang-Undang adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 baik yang tersurat maupun yang tersirat sesuai dengan asas negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan asas konstitusionalisme. Sebagaimana telah disampaikan bahwa Fungsi Undang-Undang adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945. Dengan demikian, semestinya ketentuan dalam setiap Undang-Undang harus mampu memenuhi kebutuhan yang diatur commit to user dalam UUD 1945. Jika UUD 1945 mengatur tentang kekuasaan,
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fungsi, hak, atau hal-hal lain dari sebuah lembaga negara maka UU harus dapat mengatur lebih lanjut agar kekuasaan, fungsi, dan hak tersebut dalam dilaksanakan. Dari ketentuan tentang DPR dalam UUD 1945 dapat diketahui bahwa lembaga ini memegang kekuasaan membentuk undang-undang serta memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Sedangkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang. Sehubungan dengan itu, seharusnya Undang-Undang yang menyelenggarakan pengaturan lebih lanjt tentang DPR harus dapat mengisi lembaga negara ini dengan orang-orang yang mampu melaksanakan kekuasaan, fungsi, dan hak yang diberikan. Akan tetapi, dari persyaratan untuk menjadi calon anggota DPR tidak satu pun yang dapat mematikan anggota DPR pasti mampu melaksanakan kekuasaan, fungsi, dan hak yang diberikan UUD 1945. Kenyataan ini akan menyebabkan pemilihan umum hanya sebagai sarana legitimasi politik. Padahal dalam suatu negara demokrasi semestinya pemilihan umum bukan sekedar sebagai sarana legitimasi politik melainkan juga sebagai sarana pendidikan politik bagi rakyat.
4. Tinjauan Tentang Partai Politik dan Sistem Kepartaian a. Pengertian Partai Politik Secara etimologis politik berasal dari kata polis bahasa Yunani yang artinya kota, sehingga politik dapat diartikan sebagai hal ihwal mengatur penyelenggaraan suatu kota, atau jika diperluas penyelenggaraan suatu negara. Pengertian politik lebih sulit didefinisikan dari berbagai pengertian sosiologi karena politik (politics) meliputi berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan commitsistem to userperlu skala prioritas dari berbagai keputusan tentang tujuan
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alternatif, sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan berbagai kebijakan umum public policies yang menyangkut pengaturan dan pembagian distribution atau alokasi dari sumber-sumber yang ada resources allocation. Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka (Miriam Budiardjo, 2007:160). Dalam praktek kegiatan politik dilaksanakan oleh lembagalembaga politik yang masing-masing memiliki kewenangan tertentu. Lembagalembaga itu adalah : negara, lembaga-lembaga perwakilan rakyat, lembagalembaga peradilan, serta partai politik. Bagaimana praktek politik itu dilaksanakan tergantung pada sistem politik serta filosofi yang dianut oleh masing-masing negara, mungkin demokratis dapat pula otoriter, theistik atau atheistik. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Partai Politik memberi pengertian bahwa Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurangkurangnya 50 orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris. Akta notaris yang dimaksud adalah harus memuat anggaran dasar dan anggaran rumah commit to user tangga disertai kepengurusan tingkat nasional. Partai politik di
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia harus mendaftarkan diri pada departemen kehakiman. Dalam pembentukannya partai politik harus memiliki asas yang tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. dan setiap partai politik mempunyai ciri tertentu sesuai dengan kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan Undang-Undang.
b. Fungsi Partai Politik Konsep fungsi pada dasarnya merupakan suatu bentuk kerja, yang menurut Poerwadarminta adalah jabatan yang dilakukan dalam pekerjaan yang dilakukan. (Soejamto, 1972: 16) Lebih lanjut dikatakan bahwa fungsi adalah suatu yang menjadi pokok (hal yang besar pengaruhnya terhadap sesuatu), terutama dapat berlangsung dalam suatu organisasi besar maupun kecil, pemerintah maupun swasta. The Liang Gie
mengatakan bahwa
bila dari jumlah
pekerjaan dalam suatu organisasi telah menjadi sangat banyak, maka dikelompokkan menjadi kesatuan bidang kerja cukup bulat, masingmasing bidang kerja ini dapat disebut sebagai fungsi. (A.H Soeharto, 1986: 5). Menurut Sarwoto fungsi dapat pula diwujudkan dalam sekelompok kegiatan homogen dalam arti satu sama lain terdapat hubungan yang sangat erat. Berdasarkan pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi merupakan tugas pokok organisasi seperti partai politik dalam rangka legislasi, anggaran dan pengawasan. Hal ini dipertegas oleh Rudini bahwa fungsi itu sesungguhnya telah melekat pada tugas dan wewenang. (Ibrahim Ambong dan Miriam Budiharjo, 1993: 109). Moekijat
mengatakan
bahwa
“Kecakapan-kecakapan
manusia menunjukkan kenyataan bahwa pelaksanaan daripada fungsi-fungsi harus diserahkan commit to baik user langsung maupun tidak langsung
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepada manusia”. (Hari Cahyono, 1991: 97). Selanjutnya Moekijat juga mengatakan ”Fungsi-fungsi pada pekerjaan yang diusulkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”. (Hari Cahyono, 1991: 98) Dalam kaitan dengan itu, partai politik mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sarana komukasi politik yakni sebagai jembatan arus informasi antara orang yang memerintah (pemerintah) dan orang yang diperintah (rakyat); 2) Sebagai sarana sosialisasi politik yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai-nilai kemasyarakatan dimana dia berada dan juga mewariskan nilai-nilai sosial tadi ke generasi berikutnya; 3) Sarana rekruitmen politik, yaitu proses pencarian anggota baru dan mengajak orang untuk ikut dalam proses politik; 4) Sarana pengatur konflik (conflict management), yakni mengatasi konflik yang disebabkan perbedaan sosial dan budaya di masyarakat agar dampak negatif dapat diminimalisir sekecil mungkin; 5) Sebagai pembinaan dan pengembangan intregitas nasional yaitu sebagai perekat dari berbagai corak daerah, golongan dan budaya agar mempunyai pandangan hidup menjadi satu bangsa. (Haricahyono, 1991: 99)
Sedangkan menurut George H. Sabin mengatakan: “Fungsi Partai Politik diwujudkan secara konstitusional. Karena itu konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori kontrak sosial, untuk memenuhi hakhak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh masing-masing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama, batas-batas hak individual, dan siapa yang bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasnya. Perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the land), yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan commitjuga to user negara. Proses demokrasi terwujud melalui prosedur pemilihan
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umum untuk memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya”. (George H. Sabine, 1961: 517-596) Fungsi Patai Politik menurut Miriam Budiarjo adalah sebagai berikut : a)
Sebagai Sarana Komunikasi Politik Salah satu tugas partai politik adalah menyalurkan aneka
ragam
pendapat
dan
aspirasi
masyrakat
yang
mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Perlu adanya suatu proses dalam masyarakat untuk menghindari hilangnya aspirasi dari kelompok minoritas atas dominasi kelompok yang lebih kuat. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentinga”(interest aggretion). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan” (interest articulatiaom). b)
Sebagai Sarana Sosialisasi Politik Partai politik juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politk (instrument of political socialisation). Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai proses penemuan sikap dan orientasi pribadi terhadap fenomena politik yang umumnya ditemukan yang umumnya berlaku dalam masyarakat diamana ia berada. Proses sosialisasi politik diartikan juga sebagai pembelajaran atau internalisasi nilai-nilai politik. Dalam proses ini partai politik menegaskan visi dan misi partai terhadap simpatisan dan partisannya sehngga memperoleh keyakinan dari masyarakat. Proses sosialisasi politik merupakan proses yang panjang dalam masyarakat.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c)
Sebagai Sarana Rekrumen Politik Partai politik dalam hal ini bergfungsi untuk mencari dan mengajak orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politiknya. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan yang lama (selection of leadership). Kader-kader tersebut nantinya diseleksi untuk menempati jabatan-jabatan politik yang tersedia.
d)
Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management) Dalam sarana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan persoalan yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik harus turut campur menyelesaikannya. Dalam hal ini partai politik memposisikan dirinya sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interest),
sekaligus
yang
mengintegrasikan
kepentingan-
kepentingan yang muncul di masyarakat untuk selanjutnya mengarahkan kepentingan-kepentingan yang ada untuk secara efektif mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan semata-mata untuk menghindari hal-hal yang bersifat destruktif ataupun anarki. Fungsi Partai Politik menurut ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik adalah: (1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan to user berbangsa,commit dan bernegara;
bermasyarakat,
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan
bangsa
Indonesia
untuk
kesejahteraan
masyarakat; (3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; (4) Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan (5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender Pada tataran yang lebih teknis, sekiranya perlu untuk memperhatikan pendapat Yves Meny dan Andrew Knapp mengenai fungsi Partai Politik, sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie, 2006:159) 1) Fungsi mobilisasi dan integrasi; 2) Sarana pembentukan terhadap perilaku memilih (voting pattem); 3) Sarana rekrutmen politik; 4) Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan e) Klasifikasi Partai Politik Ichlasus Amal seperti yang dikutip Mukhtie Fadjar mengklasifikasikan partai politik dalam lima jenis, yaitu: (1) Partai Proto, adalaha tipe awal partai politik sebelum mencapai perkembangan seperti dewasa ini yang muncul di Eropa Barat sekitar abad tengah sampai akhir abad ke 19. Ciri paling menonjol partai proto adalah perbedaan antara kelompok anggota (ins) dengan non-anggota (outs). Masih belum nampak sebagai partai politik modern, tetapi hanya merupakan faksi-faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologi dalam masyarakat. (2) Partai kader, merupakan perkembangan lebih lanjut partai proto, muncul sebelum diterapkan hak pilih secara luas bagi rakyat, sehingga sangat tergantung masyarakat kelas menengah ke atas memiliki hak pilih, keanggotaan yang terbatas, kepemimpinan, serta pemberi dana. Tingkat commit to user organisasi dan ideologi masih rendah. Ideologi yang dianut
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konservatisme ekstrim atau reformisme moderat, partai kader tidak perlu organisasi besar yang memobilisasi massa. Contoh PSI di Indonesia (1950-1960an). (3) Partai massa, muncul setelah terjadi perluasan hak pilih rakyat, sehingga dianggap sebagai suatu respon politik dan organisasional bagi perluasan hak pilih. Kalau partai peoto dan partai kader muncul dalam lingkungan parlemen (intraparlemen) dan memiliki basis pendukung kelas menengah ke atas dengan tingkat organisasi dan ideologi rendah. Partai massa terbentuk di luar parlemen (extra-parlemen) dengan basis massa luas, seperti buruh, tani, kelompok agama dan lain-lain dengan ideologi yang kuat untuk memobilisasi massa dengan organisasi yang rapi. Tujuan utamanya bukan hanya memperoleh kemenangan dalam pemilihan umum tetapi juga memberikan pendidikan politik bagi rakyat atau anggota. Contoh: partai-partai politik di Indonesia (19501960an), sepeti PNI, Masyumi, PKI, dan lain-lain. (4) Partai diktatorial, merupakan suatu tipe partai massa tetapi memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal. Kontrol terhadap anggota dan rekrutmen anggota sangat ketat (selektif), karena dituntut kesetiaan dan komitmen terhadap ideologi. Contoh : PKI dan umumnya partai komuni. (5) Partai catch-all, merupakan gabungan partai kader dan partai massa. Istilah “catch-all” pertama kali dikemukakan oleh Otto Kircheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan partai politik di Eropa Barat pasca Perang Dunia II. Catch-all artinya “menampung kelompokkelompok sosial sebanyak mungkin untuk di jadikan anggotanya”. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan pemilihan umum dengan menawarkan program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Aktivitas Partai ini erat kaitannya dengan kelompok kepentingan dan kelompok penekan. Contoh : Golkar di Indonesia (1971-1998) (Mukhtie Fadjar,2008:17-19).
c. Sistem Kepartaian Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi pada suatu sistem kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sitem kepartaian yang diterapkan disuatu negara. Dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan sekurang-kurangnya satu partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang commit to user diberlakukan. Sistem pkepartaian memberikan gambaran tentang
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
struktur persaingan diantara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Untuk melihat sistem kepartaian suatu negara, ada dua pendekatan yang dikenal secara umum. Pertama, melihat partai sebagai unit-unti dan sebagai satu kesatuan yang terlepas dari kesatuan-kesatuan
lain.
Pendekatan
numerik
ini
pernah
dikembangkan Maurice Duverger (1950-an), ilmuwan politik kebangsaan Prancis. Menurut Duverger, sistem kepartaian dapat dilihat dari pola perilaku dan interaksi anatar sejumlah partai dalam sistem politik, yang dapat digolongkan menjadi tiga unit, yakni sistem partai tunggal, sistem dwi partai, sistem multipartai (Agun Gunandjar Sudarso, 2008: 4). Dengan kehidupan politik ketatanegaraan suatu negara, pada prinsipnya dikenal adanya tiga sistem kepartaian, yaitu: 1) Sistem partai tunggal (the single party system). Istilah ini dipergunakan untuk partai politik yang benar-benar merupakan satu-satunya partai politik dalam suatu negara, maupun untuk partai politik yang mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai politik lainnya. Kecenderuangan untuk menerapkan sistem partai tunggal disebabkan pimpinan negaranegara baru sering dihadapkan maslah mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, suku bangsa yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya. Karena dikhawatirkan bila keanekaragaman ini diniarkan berkembang akan menimbulkan gejolak-gejolak sosial yang menghambat usaha-usaha pembangunan dan menimbulkan disentegrasi. 2) Sistem dua partai (two party system). Menurut Maurice Duverger, sistem ini adalah khas Anglo Saxon. Dalam sistem ini partai politik dengan jelas dibagi kedalam partai politik yang berkuasa karena menang dalam pemilu dan partai oposisi karena kalah dalam pemilu. 3) Sistem banyak partai (multy party system) pada umumnya sistem kepartaian semua ini muncul karena keanekaragaman sosial budaya dan politik yang terdapat di dalam suatu Negara (Zainal Abidin Saleh, 2008: 73).
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di Indonesia, meskipun sistem kepartaian yang dianut adalah multy-party, namun yang terjadi ternyata tidak seperti yang diteorikan (dikonsepsikan) oleh Anderson tersebut. Sampai dengan pelaksanaan pemilihan umum tahun 1997 (periode setelah itu, terutama setelah reformasi berhasil merestrukturisasi sistem kepartaian dalam pemilu 1999 tidak termasuk dalam analisis ini) jumlah partai politik yang ada memang sama dengan yang dicirikan dalam sistem multy-party, tetapi peran partai dalam proses pembuatan kebijakan publik cenderung sama dengan yang ada di negara dengan sistem satupartai. Dalam kenyataannya, terutama setelah masa Dekrit Presiden untuk
membubarkan
Konstituante
dan
setelah
terbentuknya
Demokrasi Terpimpin, pada dasarnya partai politik telah mengalami reproduksi. Dalam pandangan Fachry Ali “partai politik sebagai kekuatan di luar birokrasi negara telah dikocok sedemikian rupa sehingga memproduksikan kekuatan-kekuatan politik yang mudah dicetak”. (Fahri Ali, 1985: 9) Bahkan ketika kekuasaan rejim jatuh ke tangan orde baru, kebijakan memproduksi parpol itu terus berlangsung. Ini terjadi karena birokrasi dan negara telah tumbuh menjadi sangat dominan dan sangat kuat, sehingga seakan-akan birokrasi itu sendiri adalah partai, partai birokrasi. Dalam pandangan Mc Vey, “gerakan reproduksi itu bahkan tidak hanya terjadi pada organisasi-organisasi politik, melainkan juga terjadi pada elite pimpinan politik dan organisasi massa”. (Ruth T. Mc Vey dalam The Army, The Parties and Elections, in Indonesia, No.11, Edisi April 1971) Puncak dari gerakan reproduksi itu adalah “dilakukannya fusi parpol pada tahun 1975. Tragisnya, berbarengan dengan gerakan reproduksi partai-partai politik, seleksi kepemimpinan partai pun dilangsungkan”. (Fachry Ali, 1985: 73). Dalam proses seleksi inilah diproduksi pula para pimpinan partai dengan disain dan rekayasa commit to userdengan harapan tidak akan yang menguntungkan rejim,
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggoyahkan pemerintah yang memang sudah establish. Dengan demikian partai politik praktis menjadi organ pemerintah di luar birokrasi. Oleh karena parpol sudah menjadi organ pemerintah maka parpol kehilangan legitimasi di hadapan publik. Apalagi setelah lahirnya kebijakan asas tunggal dimana parpol sudah meninggalkan simbol-simbol
yang
tadinya
mudah
dikenali
konstituen-nya.
Perkembangan ini akhirnya mempengaruhi penampilan parpol itu sendiri, terutama dalam hal aksesnya terhadap policy making. Fungsi parpol sebagai penyalur aspirasi publik untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik dengan sendirinya terkikis oleh peran barunya sebagai organ pemerintah. Karena adanya peranan parpol yang tidak menguntungkan itu maka tampillah kelompok-kelompok kepentingan (interest groups; LSM) serta kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, sebagai bentuk baru dari wadah aspirasi publik yang memang masih aktif. Inilah konsekwensinya, masyarakat lebih mempercayai LSM dan LSM tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Sayangnya masih sangat sedikit LSM yang berkualitas dan benar-benar lahir untuk pemberdayaan masyarakat. Jadi munculnya LSM-LSM di masa terakhir kepemimpinan rejim orde baru adalah indikasi dari kerdilnya peran parpol waktu itu. Inilah agaknya yang diramalkan oleh Anderson sebagai, “… parties have a broader range of policy concerns than the interest groups”. (Joko Purwono, 1989: 88). . Dan ini adalah konsekuensi yang positif. Adapun konsekuensi lainnya, yang cenderung bersifat negatif, adalah munculnya partisipasi negative dari masyarakat, yang dalam istilah Arbi Sanit disebut sebagai kegiatan "Non Konvensional", yang dalam banyak kasus cenderung merugikan masyarakat itu sendiri. (Arbi Sanit, 1987: 14) Dengan berbagai resening kita jelas tidak menghendaki kejadian-kejadian itu terulang lagi. Meskipun demikian kita tetap commit to user tidak boleh mencegah fenomena masyarakat yang mengambil sikap
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan perilaku negatif, karena hal itu adalah realistis. Yang paling bisa kita lakukan adalah membangun iklim dimana partai politik benarbenar menjadi pemain dan berperan sesuai dengan fungsinya dalam mempengaruhi proses perumusan kebijakan publik.
d. Infrastruktur dan Suprastruktur Partai Politik 1) Pengertian Infrastruktur dan Suprastruktur Infrastruktur dan suprastruktur adalah konsep digunakan oleh Marx dengan Marxisme untuk membedakan dasar-dasar perunbahan tatanan sosial yang penting. Dalam pengertian Karl Marx bahwa superstruktur berarti semua produksi yang bersifat non-materia yang berasal dari ide masyarakat antara lain. Lembaga-lemabaga Politik, Hukum atau Undang-undang, agama, pemikiran, filsafat dan etika sedangkan infrastruktur bagi Karl Marx bersifat mengacu pada sumber daya antara lain: kondisi produksi (iklim, sumber daya alam), alat-alat produksi (alat, mesin) dan hubungan produksi (kelas sosial, dominasi, keterasingan dan sebagainya). (Gunawan Suryatmaja, 2008: 29) Korelasi antara Infrastruktur sebagai sebab yang dapat mengatur kegiatan produksi sedangkan peran suprastruktur (lembaga-lembaga politik, hukum, agama, pikiran, filsafat, moralitas) yang menjadi akibat dalam kegiatan produksi dalam hal ini Marxis bermaksud untuk menjelaskan adanya perubahan sosial akibat dari dorongan oleh perubahan-perubahan dalam produksi sistem. Sebaliknya pada struktur yang akan tetap menjaga sistim produksi, Marx menjelaskan ini berdasarkan teori dari Filsafat Hegel dan idialisme Jerman pada umumnya dalam pergerakan ideide yang membahas borjuis konvervatif dengan kapitalis produksi. Ada perbedaan antara suprastruktur dan infrastruktur Politik. Infrastruktur politik adalah suatu set struktur yang menggabungkan antara satu dengan yang lain, lalu membentuk satu rangkaian yang commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membantu berdirinya keseluruhan struktur tertentu. Infrastruktur politik terdiri dari: (Gunawan Suryatmaja, 2008: 52) a) Partai Politik; b) Interest Group (kelompok kepentingan); c)Presure Group (Kelompok penekan); d) Media of Political Communication (Media Komunikasi Politik); e) Journalism Group (Kelompok jurnalis); f) Student Group (Kelompok Pelajar); g) Political Figure (Figure-figure politik). Suprastruktur politik, yaitu suasana kehidupan politik di dalam pemerintahan dan berhubungan dengan peran fungsi lembagalemba pemerintahan. Suprastruktur politik terdiri dari: (Gunawan Suryatmaja, 2008: 52) (1) Lembaga eksekutif (pemerintahan/presiden) (2) Lembaga legislatif (parlemen, DPR) (3) Lembaga Yudikatif (peradilan , MA); Supra dan infra saling mempengaruhi, dimana supra sebagai pembuat keputusan akan mendapat masukan berupa tuntutan dan aspiasi dari infra. Dan sebaliknya, infra akan melaksanakan yang ada dalam supra. (Gunawan Suryatmaja, 2008: 53) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Suprastrauktur berarti semua produksi yang bersifat non-materi yang berasal dari ide masyarakat antara lain, lembaga-lembaga politik, hukum atau undang-undang, agama, pemikiran, filsafat dan etika. Sedangkan infrastruktur bagi Karl Marx bersifat yang mengacu pada sumber daya antara lain: kondisi produksi (iklim, sumber daya alam), alatalat produksi (alat, mesin) dan hubungan produksi (kelas sosial, dominasi, keterasingan dan sebagainya). Korelasi antara Infrastruktur sebagai sebab yang dapat mengatur kegiatan produksi sedangkan peran suprastruktur (lembaga-lembaga politik, hukum, agama, pikiran, filsafat, moralitas) yang menjadi akibat dalam kegiatan produksi dalam hal commit to user ini Marxis bermaksud untuk menjelaskan adanya perubahan sosial
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akibat dari dorongan oleh perubahan-perubahan dalam produksi sistem. Sebaliknya pada struktur yang akan tetap menjaga sistim produksi, Marx menjelaskan ini berdasarkan teori dari Filsafat Hegel dan idialisme Jerman pada umumnya dalam pergerakan ideide yang membahas borjuis konvervatif dengan kapitalis produksi. Sedangkan Suprastruktur adalah
dapat
didefinisikan
merupakan Fisik dan sosial
sebagai
kebutuhan
dasar
fisik
pengorganisasian sistim struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik, dan sektor privat, sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan, agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik, istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukng jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, kanal, waduk, tanggul,
pengelolahan
limbah,
perlistikan.
Telekomunikasi,
infrastruktur selain fasilitas akan tetapi sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga sampai kepada masyarakat. Dalam beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain termasuk sekolah dan rumah sakit, bila dalam militer, istilah ini dapt pula merujuk kepada bangunan permanen dan instalasi yang diperlukan untuk mendukun operasi dan pemindahan.
2) Peranan Infrastruktur Politik dalam Pemilu Tidak terdapat definisi rinci tentang infrastuktur politik, kecuali dipertentangkan dengan suprastruktur politik. Namun demikian sudah merupakan kesepakatan umum menganggap bahwa partai politik termasuk dalam kelomp[ok inti infrastruktur politik, kemudian diikuti oleh ormas sebagai pelengkap kelompok inti yang kehadirannya juga dipandang sebagai keharusan. Karena commit to user ormas infrastruktur politik tidak dalam konteks Indonesia tanpa
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bermakna sama sekali. Di lain pihak, hubungan komplementer antara supra dan infrastruktur mengindikasikan pula betapa urgen yang tersebut terakhir ini dalam proses institusionalisasi politik. Dalam hubungannya dengan pemilihan umum, patut dicatat terlebih dahulu pengertian yang diajukan teoritisi klasik sejak Tocqueville sampai ke Jefferson percaya bahwa partisipasi politik, lebih-lebih melalui pemberian suara dalam pemilihan umum, merupakan kunci bagi pemerintahan demokratis, yaitu suatu mekanisme,
yang
dengannya
kepercayaan
rakyat
terhadap
pemerintahan diletakkan. (Gunawan Suryatmaja, 2008: 29) Pemilihan umum merupakan salah satu partisipasi politik masyarakat. Marger seperti dikutip Sherman dan Kolker dalam Gunawan Suryatmaja, membagi dua bentuk partisipasi. Pertama melembaga, yairu metode-metode tindakan warga negara yang sengaja diadakan dan dapat diterima yang dipandang sah oleh sistem politik yang berlaku. Yang termasuk dalam kategori ini adalah pemberian suara dalam pemilu, menulis surat untuk pejabat politik, berkarya untuk suatu partai politik tertentu, berdemonstrasi secara damai dan lain-lain. Kedua, bentuk partisipasi massa yang tidak melembaga yang tidak sah, yaitu tingkah laku warga negara yang menyimpang dari tuntutan suatu jabatan, berupa ketidakpatuhan rakyat, konfrontasi dengan kekerasan terhadap kekuasaan pemerintah dan tindakan sengaja untuk menjatuhkan sistem yang sedang berlaku. (Gunawan Suryatmaja, 2008: 60) Ahli lainnya, Milbrath, membagi empat bentuk partisipasi politik, yaitu kegiatan spektator, kegiatan transisi dan kegiatan gladiator, serta bermasa bodoh, berjenjang dari bawah sampai pada yang paling tinggi, yakni memegang jabatan publik dan partai. Dengan pendekatan ini maka pemberian suara dalam pemilu menduduki ranking nomor dua terbawah dari 14 macam kegiatan yang disebut sebagai partisipasi politik. Cara pandang lain, seperti dikemukakan Lipset dalam Gunawan Suryatmaja, tidak melihat keikutsertaan warganegara di commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam pemilihan umum sebagai sesuatu yang penting, terutama di dalam membicarakan partisipasi politik. Karena partisipasi tidak diperlukan dan bukan pula merupakan syarat yang harus ada untuk mempengaruhi organisasi dan kebijakan pemerintah. (Gunawan Suryatmaja, 2008: 29). Dalam kenyataannya bisa terjadi para anggota masyarakat menunjukkan suatu tingkat partisipasi yang rendah di dalam organisasi atau masyarakat, tetapi tetap dapat mempengaruhi kebijakan dengan kemampuan mereka menarik atau memberikan dukungan pemilu kepada salah satu penguasa (birokrasi) yang berbeda yang bersaing merebut kekuasaan. Di pihak lain, para anggota organisasi atau warga negara dapat selalu aktif mengikuti rapat-rapat, memasuki berbagai organisasi politik, dan bahkan memiliki tingkat pemberian suara yang tinggi, tetapi memiliki sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali pengaruh terhadap pengambilan kebijakan politik. Kecuali cara pandang di atas, arti pemilihan umum bagi suatu sistem politik dapat pula dirujuk pada pandangan yang dikemukakan aliran pluralis, yang tidak sekedar menganggap pemberian suara dalam pemilu itu penting, tetapi menekankan pula arti penting kegiatan kelompok kepentingan. Sementara teori konflik, sebagaimana tercermin dalam pendapat Lipset diatas, menganggap kebanyakan bentuk partisipasi nonelite sebagai ritual simbolik dan bukan tindakan rasional pilihan serta merupakan tingkah laku yang tidak efektif untuk mengontrol para elite. Terlepas dari berbagai pandangan tentang esensi pemilu diatas sepanjang pengetahuan saya pemilu merupakan suatu mekanisme untuk merealisasikan salah satu fungsi sistem politik, yaitu rekrutmen politik. Secara rinci, seperti dikemukkan oleh Nohlen, di negara-negara demokrasi liberal barat kegunaan pemilihan umum meliputi: (Gunawan Suryatmaja, 2008: 31) commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a)
Membentuk basis konsep demokrasi liberal.
b)
Memberikan legitimasi bagi sistem politik.
c)
Memberikan legitimasi bagi kepemimpinan politik.
d)
Merupakan unsur penting partisipasi demokratis. Dengan demikian jelasa bahwa pemilu bukan sekedar ritual
seremonik. Salah satu pertanyaan pokok adalah: seberapa jauh pemilu dapat memenuhi keempat fungsinya itu di dalam suatu sistem politik tertentu? Banyak faktor yang mempengaruhi berfungsi atau tidaknya pemilu dalam menegakkan tatanan politik demokratis.
3) Keberadaan Infrastruktur dalam Pemilu Dalam hal ini harus dibedakan antara partai politik dan ormas dalam keikutsertaan mereka di dalam pemilu. Keikutsertaan partai politik di dalam pemilu jelas merupakan salah satu cara aktualisasi fungsi parpol untuk didudukkan di dalam suprastruktur politik. Dengan kata lain dibandingkan dengan unsur infrastruktur lainnya, parpol sebagai kelompok kepentingan memiliki kaitan langsung dengan pemilu guna mempertahankan statusquonya. Fungsi-fungsi partai lainnya juga dapat dilaksanakan manakala partai dapat mendominasi kekuasaan melalui pemilu. Markovic mencatata delapan fungsi partai sebagai berikut: (M Rusli Karim. 1991: 53) a) Artikulasi kebutuhan, kepentingan dan aspirasi berbagai kelompok sosial. b) Menggariskan alternatif jangka panjang dan menengah untuk tujuan-tujuan sosial. c) Perumusan program untuk mencapai tujuan. d) Mengintegrasikan sebagian besar penduduk ke arah tujuan bersama. commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Mencarikan pemecahan kompromis konflik antar kebangsaan, ras, agama dan kelas. f) Rekrutmen dan pemilihan pemimpin dan fungsionaris politik yang berbakat g) Pengorganisasian kampanye pemilu untuk mewakili kelompok sosial yang ada. h) Kontrol dan kritik terhadap pemerintah.
Partai sangat berkepentingan untuk ikut ambil bagian. Keterlibatan individu di dalam partai menurut Robert H Blank dalam M Rusli Karim, menjelaskan bahwa memiliki enam jenjang dari sebagai ikut-ikutan, pendukung umum, pemilih primer, menjadi anggota, pekerja partai sampai ke jenjang tertinggi, sebagai pemimpin partai. (M Rusli Karim, 1991: 52) Dengan demikian partai sangat berkepentingan untuk terlibat secara intens di dalam pemilu. Melalui suara yang didapatnya di dalam pemilu. Melalui suara yang di dapatnya di dalam pemilu suatu partai terwakili di dalam suprastuktur politik. Persoalannya adalah apakah sistem pemilu memungkinkan adanya kompetisi politik yang sehat atau tidak di antara masing-masing kekuatan politik. Manakala pemilu benar-benar berfungsi sebagai sarana persaingan memperebutkan pengaruh massa maka pemilu akan mencapai sasarannya, dalam arti keikutsertaan rakyat dalam pemberian suara akan tinggi. Kendatipun dalam kenyataannya tidak semua warga negara yang memenuhi syarat menggunakan hak mereka untuk memilih tetapi partai sangat berkepentingan terhadap semua pemilih. Aksebilitas partai politik sangat ditentukan oleh seberapa besar dukungan suara yang diberikan rakyat kepadanya pada masing-masing pemilu. Pada bagian lain uraiannya kedua penulis ini menyatakan bahwa keputusan seseorang commit tountuk user memberikan suara dalam pemilu
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut ditentukan oleh pertimbangan singkat tentang situasi tertentu yang dikaitkan dengan berbagai pertimbangan jangka panjang lainnya. Dilihat dari identifikasi partainya serta pengaruhpengaruh sosial lainnya seperti kelamin, identitas etnis, pendidikan, status ekonomi sosial dan tekanan dari kelompok primernya. Sedangkan dilihat dari aspek sosial Lipser mengajukan empat faktor yang mempengaruhi tingkat pemberian suara dalam pemilu: (M Rusli Karim, 1991: 54) (1) Signifikansi kebijakan pemerintah terhadap individu. (2) Akses kepada informasi. (3) Tekanan kelompok untuk memberikan suara. (4) Tekanan-tekanan yang saling berbenturan. Di negara kita pemilu ditandai oleh tiadanya kompetisi ketiga kekuatan politik. Sesuai dengan tujuan menciptakan stabilitas politik maka sejak awal orde baru pemerintah menaruh kepentingan bagi adanya satu kekuatan politik yang sangat dominan. Untuk itu diciptakanlah berbagai aturan main dalam pemilu yang sengaja dirancang agar terjadi pemusatan kekuasaan pada kekuatan politik yang di dukung oleh birokrasi. Sistem pemilu, sebagai bagian integral dari rekayasa politik orde baru tidak memberi peluang bagi kedua partai politik untuk dapat meraih suara yang memadai. Dimulai dengan Pemilu 1971 sampai Pemilu 1987 perolehan kedua parpol inii tidak mencapai 40 persen suara. Parpol mengidap penyakit internal berupa rapuhnya kohesivitas partai, yang bermulai dari berbagai sumber konflik internal di satu pihak, sementara sistem Pemilu, di pihak lain, tidak mendukung bagi berperannya partai secara leluasa untuk memperebutkan pengaruh melalui Pemilu. Terputsnya komunikasi partai dengan massa di tingkat kecamatan ke bawah menyebabkan kedua parpol tidak commit lagi mengakar to user di dalam masyarakat.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terputusnya hubungan itu ditandai pula oleh makin langkanya rakyat yang bersedia menjadi aktivis partai di tingkat kecamatan dan desa. Phobi parpol merupakan akibat logis dari kebijakan “menganakemaskan” GOLKAR dengan kebijakan monoloyalitas sehingga semua aparat pemerintah dan pegawai negeri hanya mendukung partai pemerintah. Partai benar-benar mengalami kelumpuhan total. Faktor inilah penyebab utama kekalahan parpol di dua jenjang pemerintahan terbawah tersebut.
5. Tinjauan Tentang Kebebasan Berserikat dan Berorganisasi a. Pengertian kebebasan berserikat Secara harfiah, menurut kamus Bahasa Indonesia kebebasan berpendapat berasal dari kata bebas (kebebasan) yang berarti suatu keadaan bebas atau kemerdekaan, sedangkan serikat (berserikat) yakni bersatu merupakan perkumpulan. Berdasarkan uraian diatas, jelaslah disebutkan berserikat itu merupakan kemerdekaan,
perkumpulan,
perhimpunan,
persekutuan,
organisasi dan sejenisnya merupakan hak setiap orang. Syarat adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat, merupakan persyaratan mutlak yang lain, yang harus dimiliki oleh suatu negara demokrasi. Kebebasan ini harus dijamin pula di dalam Undang-Undang negara yang bersangkutan. Undang-Undang yang mengatur mengenai kebebasan menyatakan pendapat dan berserikat itu harus dengan tegas mentakan adanya kebebasan berpendapat baik secara lisan maupun tertulis. Dalam rangka kebebasan menyampaikan pendapat tersebut, maka setiap orang berhak mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkannya, sehingga harus dijamin haknya untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikannya. Dibalik itu harus pula ada ketentuan Undang-Undang yang melarang commitpemerintah to user siapapun, termasuk yang ingin mengurangi,
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membatasi atau meniadakan kebebasan tersebut (Krisna Harahap, 2003: 70). Di dalam Pasal 28 UUD 1945 disebutkan mengenai organisasi dengan istilah berserikat. Tetapi jika kerjasama tersebut tidak tetap atau permanen, maka organisasi diistilahkan sebagai berkumpul. Bentuk organisasi ada yang di bawah pemerintahan dan organisasi di luar pemerintahan atau non pemerintah. Organisasi
pemerintah
misalnya
departemen-departemen,
lembaga negara dan banyak lagi lainnya. Organisasi non pemerintah misalnya partai politik, persatuan olahraga, organisasi masyarakat dan banyak contoh lainnya. Organisasi memiliki struktur yang jelas dan tersusun. Struktur ini menjelaskan hak dan kewajiban para anggotanya. Contohnya, pembagian kerja, cara memilih pimpinan dan jabatan khusus lainnya. Coba bayangkan, di keluarga saja ada struktur yang jelas mengenai siapa yang memegang kepemimpinan di rumah, yaitu ayah. Sedangkan ibu bertugas mengatur rumah tangga. Begitu pula dengan organisasi yang lebih besar lingkup tugasnya seperti partai politik. Organisasi melibatkan banyak orang. Organisasi tidak bisa berjalan jika orang-orang di dalam organisasi tersebut tidak bisa bekerja sama dengan baik. Meski pun berbeda jabatan atau strukturnya, setiap orang dalam organisasi harus mematuhi peraturan bersama atau tata tertib yang sudah dibuat untuk kepentingan seluruh anggota organisasi tersebut (Abdullah, Endang dan Rikayani, 2009:58-59). Berikut ini adalah pengaturan dan beberapa pendapat oleh para ahli tentang kebebasan berserikat serta pengertian kebebasan berserikat menurut undangundang, diantaranya : 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Pasal 28 menyatakan : “kemerdekaan berserikat dan berkumpul,mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UndangUndang.“ b)
Pasal 28 E ayat (3) : “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
2)
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai”.
3)
Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). Dalam Undang-Undang ini tidak diatur lebih lanjut mengenai hak-hak sipil dan politik yang ada di Indonesia, sebab Undang-Undang ini meratifikasi secara keseluruhan dari Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Jadi apapun yang menjadi substansi dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik juga merupakan isi dari UndangUndang No. 12 Tahun 2005 ini dan merupakan bagian yang tak terpisahkan, seperti yang tertulis dalam Undang-Undang tersebut,
sehingga
pengaturan
mengenai
kebebasan
menyatakan pendapat diatur dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2005 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebebasan untuk berserikat dengan orang lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya ”, (ayat 1) dan ayat (2) menyatakan “Tidak diperkenankan untuk membatasi pelaksanaan hak ini, kecuali yang telah diatur oleh hukum, dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk to user kepentingan commit keamanan nasional dan keselamatan publik,
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketertiban umum, perlindungan kesehatan dan moral umum, atau perlindungan atas hak dan kebebasan dari orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah diberikannya pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan kepolisian dalam melaksanakan hak ini”. 4)
Artikel 20 (1) UDHR menentukan, “Everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association”.
5)
Amien Rais menyatakan bahwa terdapat 10 kriteria demokrasi yang harus dipenuhi oleh sebuah Negara. Salah satunya ialah pemenuhan terhadap empat macam kebebasan, yakni: kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama. Bila rakyat sudah tidak boleh berbicara atau mengeluarkan pendapat, maka itu pertanda tiadanya demokrasi.“ (Amien Rais dalam Krisna Harahap, 2003: 73).
6)
Menurut Justice Arthur Goldberg We hold simply that group which themselves are neither engaged in subsersive or other illegal or improper activities nor demonstrated to have any subtansial connection with such activities are to protected in their rights of free and private assocaiaton (Justice Arthur Goldberg dalam Jimly Asshiddiqie, 2006:16).
7)
Elfbrandt v. Russell Seorang individu tidak dapat dihukum karena bergabung atau bertemu dengan serikat kecuali serikat itu melakukan kegiatan tidak sah dan individu itu terbukti mengetahui tentang kegiatan yang tidak sah, dan mempunyai niat spesifik untuk melanjutkan tujuannya yang tidak sah (Elfbrandt v. Russell dalam Sandra Coliver, 1993:104) commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Berbagai Instrumen Internasional Sumber rujukan standar kebebasan berserikat, berkumpul dan berorganisasi ini adalah instrumen-instrumen hak asasi manusia yang berlaku universal maupun yang berlaku terbatas dan berlaku dalam lingkup regional. Di antaranya adalah Universal Declaration of Human Rights (ICCPR). Artikel 20 (1) UDHR menentukan, “ Ereryone has the right to freedom of peaceful assembly and association.” Sub-title (2)nya lebih lanjut menegaskan, “ No one may be compelled to belong association.” ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) mengatur lebih lanjut pengakuan dan perlindungan atas “ the right of peaceful assembly” itu dalan artikel 21, sedangkan “freedom of association” dijamin oleh artikel 22-nya. Artikel 22 clause (1) menentukan: (Jimly Ashiddiqie, 2005: 3). Everyone shall have the right to freedom of association and join trade union for the protection of his interests.” Hak atas kemerdekaan untuk “a peaceful assembly and association” itu juga diakui dan dijamin dalam Konvensi Pemberantasan Diskriminasi Rasial (the Convention of the Elimination of Racial Discrimination of 1966). Perlindungan mengenai hal ini dijamin tegas dalam artikel 5(d)(ix) Konvensi Pemberantasan Diskriminasi Rasial tersebut. Disamping instrumen Hukum Internasional yang berlaku global dan universal tersebut di atas, di berbagai kawasan tertentu, berlaku pula beberapa instrumen regional tertentu. Misalnya, dapat disebutkan di sini “the European Convention on Human Rights” Tahun 1969 dan “the African Charter on Human and Peoples” tahun 1981. (Jimly Ashiddiqie, 2005: 4). Sangat disayangkan bahwa negara-negara Asia belum commitregional to user yang tersendiri. Negara-negara mempunyai instrumen
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Asia, yang dikenal berpenduduk paling besar dan paling padat, sangat beranekaragam kebudayaannya, dan demikian banyak jumlah
negaranya,
belum
pernah
menyelenggarakan
suatu
konvensi regional yang tersendiri, seperti eropa, Amerika, dan Afrika. Oleh karena itu, saatnya bagi bangsa-bangsa Asia dan negara-negara di benua terbesar ini untuk mengupayakannya di masa yang akan datang. Kemerdekaan berserikat dalam bidan perburuhan diatur tersendiri dalam artikel 8”the International Convenant on Economic, social, and Cultural Rights” (ICESCR). Ketentuan artikel 8 ini sangat erat kaitannya dengan ketentuan dua instrumen hukum yang disponsori ILO (International Labour Organization), yaitu (i) “the Convention concerning Freedom of Association and Protection of the Rights to Organize”, dan (ii) “the Convention concernig the Aplication of the Principle of the Rights to Organize and Bargain Collectively”. (Jimly Ashiddiqie, 2005: 5). Menurut artikel 2 “Convention Concerning Freedom of Association”
Buruh dan majikan mempunyai hak untuk
membentuk organisasi, untuk menjadi anggota suatu organisasi berdasarkan pilihannya sendiri tanpa memerlukan persetujuan lebih dulu dari pihak lain. (Workers and Employers have the rights to establish and, subject only to the rules of the organizations of their own choosing without previous authorization). Organisasi yang demikian berhak menentukan peraturan dasar dan rumah tangganya (constitutions and rules) memilih
perwakilan
menyelenggarakan
mereka
administrasi
dengan dan
kemerdekaan merumuskan
untuk penuh,
program-
program sendiri tanpa campur tangan pihak yang berwenang. Organisasi pekerja (buruh) dan organisasi majikan (pengusaha) juga
dilindungi dari tindakan pembubaran atau commit to user (dissolution or suspension of pembekuan/penundaan adminstratif
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
administrative mengikuti
authorities)
federasi,
dan
diizinkan
konfederasi,
dan
mendirikan
dan
organisasi-organisasi
semacamnya. Lebih jauh lagi, federasi dan konfederasi tersebut juga memiliki hak untuk berafiliasi dengan organisasi perburuhan dan pengusaha internasional (international organization of workers and employers). Konvensi tentang “the Application of the Principles of the Rights to organize and Bargain Collectively” antara lain dimaksudkan sebagai penguatan terhadap kemerdekaan berserikat dalam
bidang
perburuhan.
Hal
ini
dilakukan
dengan
mengupayakan perlindungan terhadap para pekerja yang berserikat (unionized workers) dari kemungkinan dijadikan korban karena kegiatan serikat. Konvensi ini antara lain menentukan: (Jimly Ashiddiqie, 2005: 6). “(1) Workers shall enjoy adequate protection against acts of antiunion discrimination in respect of their employment. (2) Such Protection shall apply more particularly in respect of acts calculated to (i) make the employment of worker subject to the condition that he shall not join a union or shall relinguish trade union membership; (ii) cause the dismissal of or otherwise prejudice a worker by reason of union membership or because of participation in union activities outside working hours or, with the consent of the employer, within working hours.” Kebebasan
berserikat
(freedom
of
associaton)
dan
berkumpul (Freedom of Assembly) memang tunduk juga kepada pembatasan-pembatasan tertentu yang berlaku secara khusus terhadap kedua jenis kebebasan ini, ataupun pembatasanpembatasan yang berlaku umum terhadap hak asasi manusia (HAM. Semua Instrumen Hukum Internasional selalu menyertakan persyaratan “peaceful” terhadap frasa “freedom of assembly”, commit of to user yaitu menjadi “freedom peaceful assembly”. Persyaratan ini
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdapat, baik dalam artikel 20 UDHR, artikel 11 ECHR, artikel 21 ICCPR, maupun dalam artikel 15 ACHR. Satu-satunya instrumen Hukum Internasional yang tidak menggunakan istilah “Peaceful assembly” ini adalah “the Africab Charter” tahun 1981. Piagam Afrika ini malah menggunakan istilah yang lebih tegas menentukan bahwa pelaksanaan kebebasan untuk berkumpul itu harus tunduk kepada pembatasan yang ditentukan
oleh
undang-undang
(UU),
khususnya
yang
berhubungan dengan “the interest of national security and the safety, health, ethics and the rights and freedoms of others”. Bahasa yang identik untuk membatasi baik prinsip “Freedom of assembly” maupun “Freedom of associaton” berdasarkan ICCPR, ECHR dan ACHR.
c. Hakikat Kebebasan Berserikat Mengapa Kemerdekaan Berserikat harus dijamin dalam UUD? Sebagian ahli berpendapat bahwa Freedom of Association itu merupakan salah satu untuk natural rights yang bersifat fundamental dan melekat dalam peri kehidupan bersama umat manusia. Sebabnya ialah bahwa setiap manusia selalu mempunyai kecenderungan untuk bermasyarakat, dan dalam masyarakat itu perilaku setiap orang untuk memilih teman dalam hubunganhubungan sosial merupakan sesuatu yang alami sifatnya. Setiap orang dengan sendirinya mempunyai kebebasan dan dapat memilih sendiri teman atau kawan tanpa harus dipaksa atau diganggu oleh pihak ketiga. (The ability of an individual to choose the nature of their relationship with others without interference with third parties). Apalagi, dalam kehidupan bermasyarakat, dengan sendiri setiap orang mempunyai naluri alamiahnya sendiri untuk bergaul dengan sesama warga dimana seseorang hidup commit tohidup user bersama itu, setiap orang bebasa bersama. Dalam pergaulan
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memilih teman, tanpa paksaan dari pihak lain. Seseorang, bahkan, juga bebas untuk tidak bergaul dengan orang lain yang dengannya ia tidak mau bergaul. Dalam konstitusi Amerika Serikat, Prinsip kemerdekaan berserikat (freedom of association) demikian itu, diadopsikan dalam amandemen pertama, walaupun tidak secara harfiah dirumuskan dalam kata-kata yang eksplisit. Meskipun demikian, hak berserikat atau kebebasan berserikat (the rights or the freedom of association) di Amerika Serikat pada umumnya dipahami sebagai konsep yang tumbuh dari Amandemen Pertama UUD. Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat memberikan jaminan hak kepada setiap orang untuk berserikat secara damai dan untuk menuntut pemerintah atas pemenuhan hak itu. Sebagian ahli menganggap “the right of association” sebagai suatu “penumbra” Amandemen pertama (the First Amandement) yang melindungi privasi atas jenis-jenis keanggotaan tertentu dalam organisasi (the privacy of certain kinds of organizational
membership).
Sebagian
ahli
lainnya
justru
mengakui freedom of association sebagai suatu hak alami (natural rights) dan karenanya bersifat fundamental. (Jimly Ashiddiqie, 2005: 23). Dalam perkembangan awalnya, pada tahun 1600-an, kerajaan inggris bisa mengatur dan membatasi kebebasan pers melalui skema perizinan. Pada pertengahan abad ke-17, juga digunakan “libel laws” untuk maksud yang serupa. Perkumpulanperkumpulan politik ketika itu diciptakan dan mulai memberikan pengaruh yang besar dalam pemebentukan pendapat umum sehingga dengan demikian juga berpengaruh besar terhadap parlemen dan kerajaan. Namun
pada tahun 1765, parlemen inggris mulai commit to pengekangan user membatasi dan melakukan terhadap semua bentuk
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkumpulan
politik.
Sampai
tahun
1799,
kebanyakan
perkumpulan dan partai- partai politik yang tumbuh bebas tersebut dinyatakan melanggar hukum dan dibubarkan. Pengalaman di Kerajaan Inggris tersebut juga mempengaruhi tumbuhnya gagasan perlindungan terhadap kemerdekaan berserikat atau “the freedom of association” itu, sehingga “Bill of Rights” di Amerika Serikat diadopsikan pada tahun 1791. Kemerdekaan
berserikat
(freedom
of
association)
melindungi keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi yang tidak terlibat dalam kegiatan kriminal. Dalam bukunya Treatise Fragments on Goverment (1776), Jeremy Bentham menyatakan bahwa pemerintah dapat mengakui bahwa: (Jimly Ashiddiqie, 2005: 24). “The liberty of public association, or the security with which malcontents may communicate their sentiments, concert their plans, and practice every mode of opposition of actual revolt, before the executive power can be legally justified in disturbing them” Thomas Paine dalam ‘The Rights of Man’ dalam Jimly Ashiddiqie menulis bahwa: (Jimly Ashiddiqie, 2005: 24). “The end of all political association is, the preservation of the rights of man, which rights are liberty, property, and security; that the nation is the source of all soverignity derived from it” Tujuan dari semua perkumpulan politik adalah untuk melindungi hak-hak manusia, yaitu liberty, property dan security, dan bahwa segala kekuasaan tertinggi bagi suatu bangsa bersumber dari hak-hak itu. Mahkamah Agung Amerika Serikat juga mengakui adanya “a constitutionally rights of association” sebagai prinsip yang melindungi hak-hak setiap individu orang yang terlibat kegiatan commitgerakan to user hak-hak sipil di Amerika Serikat protes selama terjadinya
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(the civil rights movement). Meskipun demikian, dalam perkara De Jonge Versus Oregon (1937), Pengadilan Tinggi (High Court) tidak berpihak kepad De Jonge, dan malah menyatakannya terbukti bersalah karena asosiasi (guilt by association) dengan Partai Komunis. Dalam kasus itu pengadilan mendakwa De Jonge telah mengadakan satu pertemuan umum yang diasosiasikan dengan Partai Komunis atau yang diadakan di bawah pengaruh (auspices) Partai Komunis. Pengadilan tidak membekukan sikap demikian ini selama hampir tiga dasawarsa. Karena itu, dapat dikataan bahwa pengadilan Tinggi (The High Court) di Amerika Serikat memang agak lambat memberikan pengakuan atas perlindungan yang sama terhadap anggota Partai Komunis dan Ku Klux Klan, sebagaiamana perlindungan yang diberikan
kepada
para
anggota”National
Association
for
Advancement of Colored People” (NAACP). Diskriminasi yang tersembunyi di balik kemerdekaan berserikat, seperti dalam kasus United States versus Jaycees and Rotary Club International, ditolak dengan bulat oleh Mahkamah Agung. Penolakan itu dilakukan oleh Mahkamah Agung dengan putusan yang menyatakan bahwa hak berserikat (associatonal right) lebih banyak memperlakukan sama antara wanita dan pria.
d. Compeled Association Kebebasan
orang
untuk
berkumpul
dan
berserikat
menyangkut kebebasan untuk menentukan pilihan berorganisasi dengan atau kemana. Artinya, seseorang haruslah secara sukarela menentukan sendiri kehendak bebasnya itu, tidak karena dipaksa ataupun digiring orang lain untuk mengikuti suatu organisasi. Dalam praktek kebebasan semacam ini terkait pula dengan commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kewajiban membayar yang biasanya dipaksakan oleh suatu peraturan bagi para anggota organisasi yang bersangkutan. Misalnya, dalam Abord versus Detroit Board of Education, Mahkamah Agung membatasi kewenangan pemerintah untuk menentukan kewajiban pembayaran seperti itu. Dalam putusan tahun 1977 itu, Mahkamah Agung membedakan “dues for ideological activities” dari “dues for service charge” pada umumnya. Baik anggota maupun non-anggota dapat dibebani kewajiban yang sama untuk membayar “a union service charge” dalam jumlah yang sama. Orang yang bukan anggota dapat dipaksa membayar untuk kepentingan subsidi bagi “the collective bargaining activities of the union”. Namun, untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat ideologis, bagi mereka yang bukan anggota yang tidak menyetujui kegiatan itu, tidak boleh dipaksa untuk membayar secara paksa. Bagi Mahkamah Agung: (Jimly Ashiddiqie, 2005: 33). “it was unconstitutional to use the mandatory service charges to contribute to political candidates and to express political views unrelated to its duties as exclusive bargaining representative.” Menurut Mahkamah Agung, jantung amandemen pertama UUD Amerika Serikat terletak pada pengertian bahwa seseorang haruslah bebas mempercayai apa yang ia kehendaki (free to believe as he will) dan bahwa dalam suatu masyarakat yang bebas, kepercayaan seseorang akan sesuatu dibentuk oleh pikiran dan kesadarannya sendiri, bukan dipaksakan oleh negara (in a free society one’s beliefs should be shaped by his mind and his conscience rather than coerced by the State)
B. Kerangka Pemikiran Untuk memperjelas alur berpikir penulisan hukum (Skripsi) ini toberpikir: user berikut digambarkan alur commit kerangka
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar : 1 Alur Kerangka Pemikiran Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kebebasan berserikat (Pasal 28 dan Pasal 28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
Syarat dan Mekanisme Pendirian Partai Politik
Kesesuaian Syarat dan Mekanisme Pendirian Partai Politik Dengan Pasal 28 dan 28E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kebebasan berserikat seperti yang diatur dalam Pasal 28 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan : “kemerdekaan berserikat dancommit berkumpul,mengeluarkan pikiran dengan lisan to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.“ dan Pasal 28 E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Salah satu bentuk kebebasan berserikat adalah pembentukan Partai Politik. Keberadaan Partai Politik disebutkan dalam Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik
peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum” dan Pasal 22E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Per wakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”. Oleh sebab itu, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik yang di dalamnya terdapat peraturan mengenai syarat dan mekanisme pendirian partai politik. Sehingga pembentukan partai politik perlu memperhatikan prinsip-prinsip kebebasan berserikat.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Syarat Dan Mekanisme Pendirian Partai Politik 1. Syarat Pendirian Partai Politik Partai politik kembali mendapat kebebasan untuk bermunculan dalam masa reformasi dan menjadi peserta dalam Pemilihan Umum. Namun jalan untuk menjadi persertan Pemilihan Umum (Pemilu) kita ambil contoh Pemilu tahun 2004 tidaklah mudah. Partai politik harus melalui serangkaian proses dengan berbagai persyaratan. Pada tahap awal parpol harus memiliki akta notaris dan tentu saja nama partai, lambang tanda gambar partai, serta kantor tetap. Setelah memenuhi berbagai syarat, parpol diverifikasi oleh Departemen Kehakiman dan HAM. Setelah diverifikasi dan dinyatakan berbadan hukum, langkah selanjutnya parpol mendaftar dan diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lolos verifikasi administrasi tidak menjadi jaminan bagi parpol. Karena untuk menjadi peserta Pemilu 2004, partai harus lolos verifikasi faktual. Setelah ditetapkan sebagai peserta Pemilu, barulah partai mendapat nomor urut. Schattsheider dalam bukunya Jimly asshiddiqie yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” mengatakan bahwa Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan, banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang yeng sebetulnya menentukan demokrasi. Oleh karena itu, partai politik merupakan pilar yang sangat penting
untuk diperkuat derajat
pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattsheider dikatakan pula, “modern democracy is unthinkable save in the terms of the parties”(Jimly Asshiddiqie 2006:to153). commit user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Namun disayangkan hasil jajak pendapat Kompas, di awal tahun ini mencatat tetap terpuruknya kinerja partai Politik di mata publik. Dari berbagai fungsi Partai politik, penilaian paling buruk dialamatkan kepada fungsi aspirasi dan pendidikan Politik (Kompas, 10 Januari 2011 : 5). Padahal partai Politik merupakan pilar yang sangat penting. Dengan tidak diimbanginya kinerja partai politik yang terarah, maka eksistensi kehadirannya tidak dirasakan sebagai kekuatan politik yang punya kejelasan orientasinya. Terpuruknya kiprah partai Politik di mata publik, tidak terlepas dari hiruk pikuk percaturan politik sepanjang tahun 2010. Banyaknya kasus hukum yang turut mempengaruhi kinerja partai politik, menjadikan partai politik, sebagai partai yang hanya menguntungkan partainya sendiri, dan melupakan tujuan awal sebagai sebuah partai yang didirikan dengan berbagai persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang Partai Politik. Dengan demikian praktik partai politik yang berjalan saat ini tampaknya banyak mereduksi tiingkat kepercayaan masyarakat kepada institusi
partai. Padahal dalam partai Politik,
seharusnya mengakomodir kepentingan masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengakui persamaan hak dan kewajiban politik bagi segenap bangsa Indonesia. Partisipasi warga negara dalam bidang politik adalah kemerdekaan individu yang diakui dalam konstitusi dan diselenggarakan berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Landasan yuridis atas pengakuan persamaan hak dan kewajiban politik tersebut, antara lain dapat diketemukan dalam rumusan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D Ayat (1) dan (3), serta Pasal 28E Ayat (3) UndangUndang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari sekian banyak Pasal dalam Undang-Undang Dasar yang berkaitan dengan hak dan kewajiban politik warga negara, Pasal yang paling tegas mengatur mengenai keikutsertaan warga negara dalam organisasi sosial politikcommit dan/atau keikutsertaannya membentuk atau to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendirikan organisasi sosial politik adala Pasal 28 dan Pasal 28E Ayat (3) yang rumusannya masing-masing adalah, Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal 28E Ayat (3):”Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Ketentuan dalam kedua Pasal diatas dapat dipahami sebagai berikut: Pertama, perihal menggabungkan diri dan atau mendirikan suatu organisasi mass atau partai politik adalah hak setiap warga negara (Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945). Kedua, ketentuan mengenai pendirian partai politik diakui sebagai kemerdekaan warga negara penyelenggaraanya diatur dengan undang-undang (Pasal 28 UUD 1945). Ketiga, perlu dibentuk Undang-Undang (Undang-undang organik) untuk melaksanakan ketentuan
Undang-Undang
Dasar.
Undang-undang
sebagaimana
dimaksud merujuk pada Undang-Undang yang mengatur tentang pembentukan partai politik, ketentuan terakhir yang diperbarui mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (LNRI Tahun 2008 Nomor 2, TLNRI Nomor 4801). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Undang-Undang Partai Politik) telah mengatur tentang syarat-syarat pembentukan partai politik dalam Bab II Pasal 2,3, dan 4 UndangUndang Partai Politik yang intinya sebagai berikut: a.
Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akta notaris yang menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
b.
Akta notaris sebagaimana dimaksudksn untuk pendirisn partai politik harus memuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
serta
kepengurusan Partai Politik tingkat pusat. commit to user Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud memuat paling sedikit : a) asas dan ciri Partai Politik; b) visi dan misi Partai Politik; c) nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik; d) tujuan dan fungsi Partai Politik; e) organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan; f) kepengurusan Partai Politik; g) peraturan dan keputusan Partai Politik; h) pendidikan politik; dan i) keuangan Partai Politik. c.
Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum. Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud Partai Politik harus mempunyai: a) akta notaris pendirian Partai Politik; b) nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundangundangan; d) kantor tetap; e) kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan
pada
setiap
kabupaten/kota
pada
daerah
yang
bersangkutan; dan f) memiliki rekening atas nama Partai Politik. d.
Departemen
Hukum
melakukan
penelitian
dan
HAM
dan/atau
menerima
verifikasi
pendaftaranan
kelengkapan
dan
kebenaran persyaratan Partai Politik dalam waktu paling lam 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap, dan sesudah proses penelitian dan/verifikasi berakhir memberikan pengesaha Partai Politik sebagai badan hukum dengan Keputusan Menteri dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI). commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembentukan dan pendirian Partai Politik secara prosedural ditetapkan dalam Undang-Undang. Mukhtie Fadjar dalam bukunya “Partai Politik Dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia” mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun perjalanan Era Reformasi (1998 – 2008) regulasi mengenai partai politik di Indonesia telah berganti sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu : Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik (Undang-Undang Partai Politik Tahun 1999), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik (Undang-Undang Partai Politik Tahun 2002), dan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Undang-Undang Partai Politik Tahun 2008). Jadi, setiap menghadapi pemilihan umum (pemilu) harus selalu dibuat undang-undang partai politik baru (Mukhtie Fadjar, 2008:84). Penulis berpendapat bahwa seringnya pergantian regulasi Partai Politik dalam kurun waktu 10 tahun
Era Reformasi (1998 – 2008)
membuktikan bahwa konstruksi politik pada Era Reformasi belum mampu mengkonsolidasikan keadaan yang ada dengan mantap dan optimal. Kondisi sering bergantinya regulasi Partai Politik ini memeliki kontradiksi dengan teori yang dikemukakan Fuller dalam Soerjono Soekanto tentang beberapa kondisi yang harus mendasari suatu sistem hukum agar dapat digunakan dengan baik dalam masyarakat. Kondisikondisi peraturan hukum yang baik tersebut adalah: 1)
Hukum merupakan aturan-aturan umum yang tetap, jadi bukan merupakan aturan yang bersifat ad-hoc.
2)
Hukum tersebut harus jelas dan diketahui warga masyarakat yang kepentingan-kepentingannya diatur oleh hukum tersebut.
3)
Sebaiknya dihindari peraturan yang bersifat retroaktif.
4)
Hukum tersebut harus dimengerti oleh umum.
5)
Tak ada peraturan-peraturan yang saling bertentangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
6)
Pembentukan hukum harus memperhatikan kemampuan warga masyarakat untuk mematuhi hukum tersebut.
7)
Perlu dihindarkan terlalu banyaknya perubahan-perubahan pada hukum, oleh karena warga masyarakat dapat kehilangan ukuran dan pegangan bagi kegiatan-kegiatannya.
8)
Adanya korelasi antara hukum dengan pelaksanaan atau penerapan hukum tersebut (Soerjono Soekanto, 2006: 149). Seringnya pergantian regulasi Partai Politik dalam kurun waktu
10 tahun Era Reformasi (1998 – 2008) sesuai dengan pendapat Hans Kelsen dalam Maria Farida Indrati yang mengatakan bahwa hukum adalah termasuk dalam sistem norma yang dinamik (nomodynamics) oleh karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang membentuk atau menghapusnya, sehingga dalam hal ini tidak dilihat dari segi norma tersebut, tetapi dilihat dari segi berlakunya atau pembentukannya (Maria Farida Indrati, 2007:23). Bangsa Indonesia dalam masa reformasi ini masih terus berproses untuk mencari jati diri sebagai negara demokrasi yang benar-benar mengayomi rakyatnya. Namun, posisi bangsa Indonesa yang cenderung labil dan mudah berubah (transional) ini memang berdampak buruk pada ketahanan nasional di berbagai sektor kehidupan bangsa dan negara, sebagaimana pemaparan, namun regulasi Partai Politik yang masih bersifat ad hoc tersebut juga mencitrakan bahwa kekuatan-kekuatan politik yang berkembang saat ini sedang sedang mengupayakan tercapainya konsolidasi demokrasi konsensual yang kokoh, berkeadilan dan berkemanfaatan untuk dapat dengan secepat mungkin menciptakan ketahanan nasional dalam berbagai sektor kehidupan bangsa dan negara (Mukhtie Fadjar, 2008:84).
2. Mekanisme Mendirikan Partai Politik Pentapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagai commit to user pengganti dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Politik, maka berdasarkan ketentuan Pasal 3, Departemen Hukum dan HAM
mempunyai
kewenangan
untuk
menerima
pendaftaran
pembentukan dan pendirian partai politik sebagai badan hukum. Dalam proses pengesahan Partai Politik sebagai badan hukum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang tersebut di atas. Untuk memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan sederhana perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan sebagai pedoman bagi para pelaksana dalam melakukan pendaftaran dan pengesahan partai politik menjadi badan hukum. Selain itu petunjuk pelaksanaan ini dapat juga digunakan sebagai acuan bagi partai politik dalam melakukan proses pendaftaran dan pengesahannya sebagai badan hukum. Sesuai dengan tugas dan fungsi seorang menteri sesuai Pasal 17 UUD 1945 perubahan yang mengatur tentang 1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri
negara;
2)
Menteri-menteri
itu
diangkat
dan
diberhentikan oleh Presiden; 3) Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, maka fungsi dari Peraturan Menteri adalah sebagai berikut: a.
Menyelenggarakan
pengaturan
secara
umum
dalam
rangka
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya. b.
Menyelanggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam peraturan presiden.
c.
Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya.
d.
Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya (Maria Farida Indrati, 2007:226-227). commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan fungsi Peraturan Menteri diatas maka UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Undang-Undang Partai Politik) memerlukan Peraturan menteri untuk Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-undang yang tegastegas menyebutnya. Hal ini dikarenakan karena aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yaitu Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HL.01.10 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Ulang, Pendaftaran Pendirian, Pendaftaran Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Nama, Lambang, Tanda Gambar,
Pengurus
Tingkat
Nasional,
serta
Pembubaran
dan
Penggabungan Partai Politik sudah tidak dapat digunakan untuk aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Pergantian Undang-Undang Partai Politik ini juga harus diikuti dengan pergantian aturan pelaksananya yaitu, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HL.01.10 Tahun
2003
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Pendaftaran
Ulang,
Pendaftaran Pendirian, Pendaftaran Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Nama, Lambang, Tanda Gambar, Pengurus Tingkat Nasional, serta Pembubaran dan Penggabungan Partai Politik digantikan dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-02.Ah.11.01 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Partai Politik Menjadi Badan Hukum. Pergantian aturan pelaksana pembentukan partai politik ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Adolf Merkl dalam Maria Farida Indrati yang mengemukakan teori bahwa suatu norma hukum itu ke atas ia bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah ia juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma hukum dibawahnya, sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku relatif (rechtskracht) yang relatif, oleh karena masa berlakunya suatu commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
norma hukum itu tergantung padanorma hukum yang berada diatasnya. Apabila norma hukum yang berada di atasnya dicabut atau dihapus, pada dasarnya norma-norma hukum yang berada dibawahnya akan tercabut atau terhapus pula (Maria Farida Indrati, 2007:42). Tahap-tahap pendaftaran partai politik yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-02.Ah.11.01 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Partai Politik Menjadi Badan Hukum meliputi proses proses pendaftaran, penelitian dan/atau verifikasi, dan pengesahan partai politik. 1)
Pendaftaran a)
b)
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menerima pendaftaran pembentukan dan pendirian partai politik pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Dalam menerima pendaftaran petugas pendaftaran: (1) memberikan tanda terima sementara berkas pendaftaran pendirian/pembentukan partai politik yang belum lengkap (Lampiran II); (2) memberitahukan kekurangan persyaratan administratif tersebut kepada pemohon; (3) memberikan tanda terima bahwa partai politik yang bersangkutan telah melengkapi persyaratan yang kurang (Lampiran III); (4) memberikan tanda terima pendaf taran pendirian/pembentukan terhadap permohonan yang sudah lengkap (Lampiran IV); (5) mencatat dalam buku register permohonan pendaftaran pendirian/pembentukan partai politik, yang meliputi: (a) nama pemohon/kuasanya; (b) waktu dan tanggal permohonan; (c) nama partai politik (d) nama pengurus/pimpinan pusat partai politik; (e) alamat tetap sekretariat partai politik; (6) memproses permohonan pendaftaran pendirian/ pembentukan partai politik yang telah lengkap.
2) Penelitian dan/atau Verifikasi a) Untuk mengesahkan partai politik menjadi badan hukum Departemen Hukum HakAsasi Manusia melakukan penelit commitdan to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ian dan/ atau verifikasi terhadap partai politik pendaftar yang telah memenuhi persyaratan. Penelitian dan atau verifikasi partai polit ik dilakukan secara administratif dan periodik bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Polit ik Departemen Dalam Negeri berkaitan dengan penerbitan surat keterangan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik provinsi/kabupaten/kota dan kecamatan. Penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran persyaratan partai politik dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang keanggotaannya terdiri dari unsur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Departemen Dalam Negeri. Tugas Tim adalah memeriksa dan meneliti, baik secara administratif maupun substansial terhadap persyaratan permohonan pendaftaran partai politik. Dalam melakukan penelit ian dan/atau verifikasi partai politik, Tim dapat melakukan penelit ian/verifikasi langsung kepada instansi atau kantor yang menerbitkan persyaratan administratif pembentukan dan pendirian partai polit ik yang dituangkan dalam berita acara penelitian (Lampiran V) Penelitian dan atau verifikasi partai politik dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.
b)
c)
d)
e)
f)
3) pengesahan partai politik menjadi badan hukum a)
b)
c) (1) (2) (3) (4)
Pengesahan partai polit ik menj adi badan hukum dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Hukum dan Asasi Manusia dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi. Keputusan Menteri Hukum dan Asasi Manusia dikirimkan ke Percetakan Negara untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Salinan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia disampaikan kepada: Mahkamah Agung; Mahkamah Konstitusi; Menteri Dalam Negeri; Komisi Pemilihan Umum.
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-02.Ah.11.01 Tahun 2008 memberi amanah commit user kepada Departemen Hukum dan to Hak Asasi Manusi untuk secara periodik
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memverifikasi partai politik pada bulan Februari/Maret dan Juli/Agustus setiap tahunnnya. B. Kesesuaian Syarat Dan Mekanisme Pendirian Partai Politik Dengan Prinsip Hak Atas Kebebasan Berserikat Dan Kebebasan Berorganisasi
Kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945.
Mengkukuhkan kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat, merdeka dan demokratis berdasarkan hukum. Hak merdeka untuk berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran tersebut diwujudkan dalam pelibatan masyarakat pada proses politik yaitu melalui pemilihan umum. Setiap negara harus berlandaskan pada sebuah sistem ketatanegaraan yang
baik
yaitu
dalam
penyelenggaraan
pelaksanaan
kehidupan
ketatanegaraannya. Sistem ketatanegaraan antara negara yang satu dengan negara yang lain tentulah tidak sama persis karena setiap bangsa dan negara memiliki ciri khas dan karakter sendiri-sendiri. Sistem ketatanegaraan tersebut diantaranya meliputi sistem pemerintahan, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem politik, dan lain-lain yang berhubungan dengan berjalannya suatu negara. Sistem politik merupakan aktualisasi dari prinsip kedaulatan rakyat (demokrasi) yang lebih luas dijabarkan dalam bentuk pengakuan hak berserikat dan berkumpul, termasuk kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota partai politik. Kebebasan yang demikian tergolong sebagai komponen Hak Asasi Manusia yang harus diakui dan sekaligus dilindungi oleh negara. Rakyat berdaulat untuk menentukan arah kebijakan pemerintah hingga tingkat akhir, demikian pula tountuk commit user mempengaruhi dalam penentuan
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
arah politik negara. Hak-hak politik rakyat harus mendapat perhatian khusus delam negara yang menganut kedaltan rakyat. Implementasi kebebasan berserikat dan berkumpul, khususnya kebebasan mendirikan partai politik di Indonesia, mengalami pasang surut sejalan dengan dinamika ketatanegaraan dan sistem politik yang berlaku. Semakin demokratis sistem politik semakin longgar pendirian partai politik, dan semakin otoriter akan semakin ketat pembentukan partai politik, yang berarti pula terjadi pergeseran dalam tafsir kebebasan berserikat dan berkumpul (Mukhtie Fajar: 2008,2-3). Keberadaan Partai Politik disebutkan dalam Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik
peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum” dan Pasal 22E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Per wakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berkewajiban untuk mewujudkan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pemerintahan negara diselenggarakan oleh rangkaian kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Perwujudan kekuasaan legislatif mencerminkan nilai-nilai demokrasi sesuai yang diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan nilai demokrasi tersebut memberikan peran yang besar terhadap lahirnya sistem perpolitikan nasional yang memberi peluang konstitusional bagi kehadiran partai politik. commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum. Dinamika
dan
perkembangan
masyarakat
yang
majemuk
menuntut
peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui. Sejalan dengan tuntutan pembaharuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik maka lahirlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Sebenarnya wacana (khususnya dari partai besar) yang muncul terhadap Undang-Undang Partai politik yang baru adalah semangat untuk membatasi atau mengurangi jumlah partai politik. Hal ini sama artinya untuk membatasi kebebasan berserikat dan berorganisasi (Mukhtie Fajar: 2008,65) Kebebasan berserikat ini tercermin dalam konsideransi UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yaitu : commit to user 1. bahwa kernerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran
perpustakaan.uns.ac.id
2.
3.
4.
5.
6.
87 digilib.uns.ac.id
dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis dan berdasarkan hukum; bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, aspirasi, keterbukaan, keadilan, tanggung jawab, dan perlakuan yang tidak diskriminatif dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi landasan hukum; bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab; bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Partai Politik. Kebebasan pendirian partai politik juga mendapat dukungan dalam
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusi yang memberikan pengaturan sebagai berikut: a. Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai. b. Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik,lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalamjalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hakasasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Tiada gading yang tak retak. Begitulah pepatah yang tepat dalam mendeskripsikan Pembentukan Partai Politik yang diatur dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 terdapat materi yang dapat diperdebatkan. Materi yang dapat diperdebatkan tersebut adalah Asas dan ciri-ciri partai politik, jumlah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
kepengurusan partai politik di provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, Affirmative Action dan pembentukan partai politik sebagai badan hukum. a. Asas Dan Ciri-Ciri Partai Politik Asas dan ciri-ciri partai politik tercantum dalam Anggaran Dasar setiap Partai Politik. Asas dan ciri Partai Politik merupakan syarat subtansial dalam pembentukan partai politik. Dengan demikian, Asas dan ciri Partai Politik merupakan syarat yang mutlak harus ada ketika mengajukan pendaftaran partai politik. Asas dan ciri partai politik secara tegas telah diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. 1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengaturan mengenai asas dan ciri partai politik memberikan kelonggaran kepada setiap warga negara Indonesia yang hendak mendirikan partai politik karena setiap warga negara tidak dibatasi untuk hanya menggunakan satu asas. Hal ini berbeda pada massa orde baru. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya ditegaskan bahwa Pancasila harus menjadi satu-satunya asas bagi semua partai dan Golongan Karya, tanpa embel-embel lainnya (Miriam Budiardjo, 2007:452). Namun, Partai Golkar, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengusulkan penyeragaman asas partai menjadi asas tunggal Pancasila dalam konsultasi parlemen-pemerintah untuk menyusun inventarisasi commit to user masalah prapenetapan Rancangan Undang-Undang Partai Politik dan
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemilu, memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, khususnya kaukus partai politik berasas Islam. Dasar argumentasi partai nasionalis, seperti Partai Golkar-PDIP-Demokrat, untuk mengegolkan asas tunggal partai disebabkan oleh kekhawatiran akan menguatnya politik primordialisme dalam kancah perpolitikan nasional/lokal. Seperti halnya saat ini terdapat peraturan daerah bernapaskan syariat Islam di berbagai daerah ditunjuk sebagai ekspresi gerakan menentang konsensus nasional, yakni ideologi Pancasila
dan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
(NKRI)
(http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=8860&coid=3&caid=31 &gid=3). Penyeragaman asas partai membuka kembali politik otoritarianisme era Orde Baru. Sebab, melalui asas tunggal Pancasila akan terjadi proses hegemoni politik oleh kekuatan partai yang dominan (partai penguasa, the ruling party). Partai yang berkuasa yang berhak memonopoli tafsir atas ajaran ideologi Pancasila. Partai yang marginal merupakan pengikut interpretasi ajaran Pancasila versi partai pemenang pemilu. Asas tunggal partai politik, jika direalisasi dalam Undang-Undang Partai Politik, akan mengakhiri dinamika pemikiran ideologi kontemporer sebagai jawaban krisis multidimensional yang dialami bangsa ini. Sebab, asas tunggal partai akan membelenggu kebebasan organisasi masyarakat sipil dan partai politik untuk merekonsepsi program-program kepartaian yang selaras dengan filosofi nilai yang diyakini oleh para kader dan massa partai politik. Komitmen atas ideologi negara, Pancasila, dan NKRI tidaklah harus ditekstualkan menjadi asas tunggal partai politik yang sama artinya dengan meredam bangkitnya sebuah konstruksi pemikiran sosial sebagai jawaban solusi krisis kenegaraan. Meskipun terdapat kebebasan untuk menetapkan asas Partai Politik, asas dan ciri Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan commit to user Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan penjabaran dari Pancasila dan UUD 1945, sehingga dalam Pasal 40 Ayat (3) Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik diatu bahwa Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme. Pengaturan mengenai larangan menyebarkan ajaran atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme ini dia tur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Sementara
Republik
Indonesia
No.
:
XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia. TAP MPR ini berisi pernyataan organisasi terlarang diseluruh wilayah negara republik indonesia bagi partai komunis indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunis/marxisme-leninisme. Konsideransi pelarangan faham atau ajaran komunis/marxisme-leninisme dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. : XXV/MPRS/1966 adalah : a) Bahwa faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada hakekatnya bertentangan dengan Pancasila; b) Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang mengenal faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan cara kekerasan. c) Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebabkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme. Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. : XXV/MPRS/1966 mengatur bahwa “Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut dilarang” dan Pasal 3 mengatur “Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara commit to user ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan”. Miriam Budiardjo mengutip tulisan Karl Marx menjelaskan bahwa masyarakat komunis adalah masyarakat yang tidak mengenal kelas sosial, di mana manusia dibebaskan dari keterikatan kepada milik pribadi, dan dimana tidak ada eksploitasi, penindasan serta paksaan. Akan tetapi, merupakan hal awal yang aneh bahwa untuk mencapai masyarakat yang bebas dari paksaan itu perlu melalui jalan paksaan dan kekerasan, yaitu dengan perebutan kekuasaan oleh kaum buruh dari tangan kapitalis. Kekerasan adalah bidan dari setiap masyarakat lama yang sedang hamil tua dengan masyarakat baru (Force is the midwife of every old society pregnant with a new one) (Miriam Budiardjo, 2007:145). Miriam Budiardjo juga mengutip tulisan Lenin yang merupakan inti dari gagasan Leninisme, beberapa gagasan Lenin tersebut adalah: 1. 2.
3.
Melihat pentingnya peranan kaum petani dalam menyelenggarakan revolusi. Melihat peranan suatu Partai Politik yang militan yang terdi dari professional revolutionaries untuk memimpin kaum proletar dan merumuskan cara-cara merebut kekuasan. Melihat empirialisme sebagai gejala yang memperpanjang gejala yang memperpanjang hidup kapitalisme(Miriam Budiardjo, 2007:146). .Penulis berpendapat bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Partai Politik merupakan Undang-Undang yang dibentuk untuk menghindari penyebaran faham atau ajaran komunisme/MarxismeLeninisme. Sehingga, sudah selayaknya dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik terdapat pengaturan mengenai larangan penggunaan asas komunisme/Marxisme-Leninisme dalam sebuah partai politik. Undang-undang Nomor Tahun commit2 to user 2008 Tentang Partai Politik telah
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengaturnya dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dan Pasal ayat 5 yaitu : “AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit: a. asas dan ciri Partai Politik” dan “Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan
serta
menyebarkan
ajaran
atau
paham
komunisme/Marxisme-Leninisme”.
b. Jumlah Kepengurusan Partai Politik Di Provinsi, Kabupaten/Kota Dan Kecamatan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran degan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan degan undang-undang“. Pasal ini merupakan dasar kebebasan individu dan kolektif untuk melakukan aktivitas intelektual dan berorganisasi serta berpolitik, termasuk mendirikan Partai Politik dalam rangka menyalurkan aspirasi masyarakat secara sehat serta mewujudkan hak-hak politik rakyat dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya yang bersifat asasi. Pengaturan perundangan sebagaimana disebut pada akhir kalimat Pasal tersebut, tidak boleh mengurangi sedikitpun makna kebebasan yang terpancar dari Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kaitan dengan hal itu perlu diperhatikan pula Pasal-Pasal 27, 28C ayat (2), 28D ayat (1) dan (3), 28 E ayat (3), 28 H ayat (2), 28 I ayat (1), (2) dan (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jika terjadi pengurangan makna kebebasan sebagaimana dimaksud Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka berarti telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dalam Pasal 3 ayat (2) poin d Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan: ” kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang commit to user bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan”. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tersebut bisa diartikan bertentangan dengan hak-hak asasi kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana dimaksud Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal-Pasal terkait dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adanya ketentuan persyaratan kepengurusan sekurang-kurangnya 60% dari provinsi yang ada diseluruh Indonesia, 50% dari jumlah Kabupaten/Kota pada setiap provinsi yang bersangkutan serta 25% dari jumlah Kecamatan dari Kabupaten/kota yang bersangkutan adalah sangat memberatkan warga negara yang hendak mendirikan Partai Politik karena merasa terlalu didesak dan diada-adakan untuk dipenuhi; Sehubungan dengan penafsiran yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 3 ayat (2) poin d Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penulis berpendapat bahwa: 1.
Dalam mengimplementasikan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dalam penyusunan materi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Pemerintah
telah
berupaya
semaksimal
mungkin
untuk
mengakomodasi berbagai aspek termasuk di dalamnya unsur hak-hak asasi manusia. Di samping itu, perlu kami jelaskan bahwa kebijakan pembangunan politik di Indonesia dalam rangka mewujudkan negara yang demokratis, salah satunya adalah penguatan kapasitas Partai Politik. Salah satu fungsi Partai Politik adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas, serta sebagai sarana penciptaan iklim yang kondusif dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk kesejahteraan masyarakat. 2.
Berkaitan dengan pengaturan dalam Pasal 3 ayat (2) poin d Undangcommit to user undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dimaksudkan
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
untuk membangun Partai Politik yang berkualitas, mandiri dan mengakar di masyarakat. Di samping itu, dengan pengaturan tersebut diharapkan tercipta suatu Partai Politik yang mempunyai kredibilitas dan ketersebaran kepengurusan Partai Politik di seluruh Indonesia, memiliki dukungan massa yang kuat, dan bersifat nasional (Indonesia sebagai negara kepulauan dan beragam suku bangsa serta agama). Dengan persyaratan dan kriteria dimaksud pada saatnya nanti akan terwujud Partai Politik yang dapat merefleksikan keanekaragaman suku, bangsa, budaya, dan agama dalam satu wadah dan tujuan demi kepentingan bangsa dan negara. 3.
Penetapan mengenai wajib mempunyai kepengurusan sekurangkurangnya 60 % (enam puluh persen) dari jumlah Provinsi, 50 % (lima puluh persen) dari jumlah Kabupaten/Kota pada setiap Provinsi yang bersangkutan, dan 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah kabupaten/kota yang bersangkutan, merupakan sesuatu yang wajar dalam alam demokrasi, mengingat pengaturan tersebut mempunyai tujuan dan harapan yang ingin dicapai dan diperoleh dari suatu Partai Politik, melalui peran dan kiprahnya dalam membawa arah bagi perjalanan bangsa dan negara. Selanjutnya esensi pengaturan tersebut bukan merupakan pembatasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), tetapi lebih kepada pembelajaran dan pendewasaan politik bangsa.
4.
Kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Udnang dasar Negara Republik Inonesia Tahun 1945 tiak berarti bebas sebebas-bebasnya, tetapi perlu pengaturan agar kebebasan tersebut berjalan secara tertib an sesuai engan peraturan perunang-unangan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa pengaturan, selain mengatur juga membatasi. Pengaturan dan pembatasan masih apat ibenarkan an sah sepanjang ibuat oleh lembaga yang berwenang dan sesuai dengan prosedur commit to yang user berlaku. Secara formal, suatu
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
Undang-Undang sah berlakunya sepanjang telah dibahas oleh DPR dan Presiden untuk menapatkan persetujuan bersama. Prosedur ini telah dipenuhi dalam pembahasan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Oleh karena itu, Unang-unang Nomor 2 Tahun 2008 tetap merupakan cerminan atau pelaksanaan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang dasar Negara Republik Inonesia Tahun 1945. 5.
Pelaksanaan Pemilihan Umum 2009 berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil. Pengertian asas umum adalah setiap warga negara tanpa pandang bulu, apakah kaya atau miskin, apapun suku, ras dan agamanya, apapun warna (kastanya), apapun jenis kelaminnya, apapun tingkat pendidikannya, dimanapun tempat tinggalnya (dalam atau luar negeri, di kota atau tempat terpencil), cacat tubuh apapun yang disandangnya, apapun status perkawinannya, apapun jenis pekerjaannya, dan apapun ideologi yang diperjuangkannya dalam bingkai Dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang telah memenuhi persyaratan objektif seperti umur minimal, tidak hilang ingatan, hak pilihnya tidak sedang dicabut oleh keputusan pengadilan, dan tidak sedang menjalani hukuman penjara lima tahun atau lebih, memiliki hak pilih dan dipilih. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hal ini dirumuskan sebagai "persamaan kedudukan setiap warga negara di depan hukum dan pemerintahan”. Berdasarkan asas umum ini, pengaturan proses pelaksanaan Pemilu, khususnya mengenai mekanisme pendaftaran dan pemungutan suara, harus memungkinkan semua warga negara yang elijibel memilih terdaftar sebagai pemilih dan dapat menggunakan hak pilihnya. Dengan demikian, para anggota dan pengurus serta konstituen eks Partai Persatuan Rakyat Indonesia dapat mengikuti Pemilihan Umum dan tidak kehilangan hak suaranya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
Partai Politik sebagai pelembagaan kebebasan warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Hak warga negara yang tercantumkan dalam Pasal 28 E ayat (3) sangat fundamental. Pengaturan Partai Politik sebagai perwujudan hak berserikat dan berkumpul tidak boleh mengarah kepada pembatasan yang demikian berat sehingga menjadikan warga negara sangat sulit dan sangat terbatas sekali untuk menikmati hak-hak tersebut. Pembebanan yang berkelebihan terhadap tatacara pendirian partai politik dalam fungsinya sebagai perwujudan hak berserikat dan berkumpul akan menjadi penghambat pelaksanaan hak-hak warga negara. Dengan adanya syarat pendirian Partai Politik, sebagaimana dimuat dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002, maka secara langsung akan terganggu secara signifikan hak-hak warga negara, karena persyaratan tersebut tidaklah ringan. Tidaklah jelas alasan mengapa warga negara yang akan mendirikan Partai Politik sebagai perwujudan hakhaknya, secara ketat dibatasi oleh pembuat undang-undang. Alasan pembatasan hak-hak tersebut dibenarkan sebatas apa yang dicantumkan dalam Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu; Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nila-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Pembuat Undang-undang tidak secara tegas-tegas menyebutkan alasan-alasan untuk membatasi pendirian Partai Politik sebagaimana yang tercantumkan dalam Pasal 3 ayat (2) poin d Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Namun, berkaitan dengan hal ini penulis berpendapat bahwa Pasal 3 ayat (2) poin d Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik memenuhi ketentuan Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
La Palombara dan Weiner dalam Firmansyah mengatakan bahwa partai politik mempunyai empat karakteristik yang menjadi ciri khas partai politik. Keempat karakteristik dasar partai politik adalah sebagai berikut : (Firmansah, 2008:67) 1. Organisasi jangka panjang Organisasi partai politik harus bersifat jangka panjang, diharapkan dapat terus hadir meskipun pendirinya sudah tidak ada lagi. Partai Politik bukan sekedar gabungan dari pendukung yang setia dengan pemimpin yang kharismatik. Partai politik hanya akan berfungsi dengan baik sebagai organisasi ketika ada sistem dan prosedur yang mengatur aktivitas organisasi, dan ada mekanisme suksesi yang dapat menjamin keberlangsungan partai politik untuk jangka waktu yang lama. 2. Struktur organisasi Partai politik hanya akan dapat menjalankan fungsi politiknya apabila didukung oleh struktur organisasi, mulai dari tingkat lokal sampai nasional, dan ada pola interaksi yang teratur di antara keduanya. Partai politik kemudian dilihat sebagai organisasi yang meliputi suatu wilayah teritorial serta dikelola secara prosedural dan sistematis. Struktur organisasi partai politik yang sistematis dapat menjamin aliran informasi dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah, sehingga ke depannya akan meningkatkan efisiensi serta efektifitas fungsi kontrol dan koordinasi. 3. Tujuan berkuasa Partai politik didirikan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan, baik lokal maupun nasional. Siapa yang memimpin negara,
propinsi
atau
kabupaten?
Pertanyaan
inilah
yang
melatarbelakangi hadirnya partai politik. Ini pula yang membedakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
partai politik dengan bentuk kelompok dan group lain yang terdapat dalam masyarakat seperti perserikatan, asosiasi, dan ikatan. 4. Dukungan publik luas Dukungan publik luas adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan. Partai politik perlu mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. Dukungan inilah yang menjadi sumber legitimasi untuk berkuasa. Karakteristik ini menunjukkan bahwa partai politik harus mampu diterima oleh mayoritas elemen masyrakat dan sanggup memobilisasi sebanyak mungkin elemen masyarakat. Semakin besar dukungan publik yang didapatkan oleh suatu partai politik, semakin besar juga legitimasi yang diperolehnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka penulis tidak sependapat dengan penafsiran yang menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (2) poin d Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penulis berpendapat Pasal 3 ayat (2) poin d Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik merupakan aturan yang dimaksudkan supaya partai politik mendapatkan legitimasi yang luas dari masyarakat dan dapat memenuhi karakter dasar partai politik seperti yang diungkapkan oleh La Palombara dan Weiner. c. Affirmative Action Pengertian awal affirmative action adalah hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dikenakannya kepada kelompok tertentu pemberian kompensasi dan keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih proporsional dalam beragam institusi dan okupasi. Ia merupakan diskriminasi positif (positive discrimination) yang dilakukan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan. Salah satu sarana terpenting untuk menerapkannya adalah hukum, dimana jaminan commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaannya harus ada dalam Konstitusi dan Undang-Undang (We are Scolty, Vol 2 Tahun 2002). Affirmative action merupakan diskriminasi positif (positive discrimination) atau langkah-langkah khusus yang dilakukan untuk mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan. Salah satu sarana terpenting untuk menerapkannya adalah hukum. Karena jaminan pelaksanaannya harus ada dalam Konstitusi dan UU. Affirmative Action ini dianggap tidak sesuai dengan kebebasan berserikat karena Affirmative Action merupakan tindakan pengkhususan terhadap suatu kelompok atau individu tertentu. Sedangkan menurut ajaran equality before the law semua orang sama dihadapan hukum. Persamaan kedudukan di hadapan hukum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 27 ayat (1) yang isinya “ segala warga
negara
bersamaan
kedudukannya
di
dalam
hukum
dan
pemerintahan dam wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Sebenarnya tindakan affirmative terhadap perempuan merupakan sebagai suatu pemahaman kita terhadap persoalan politik perempuan yang intinya bukan untuk menguasai, saling menjajah atau saling menjegal. Tujuan utamanya adalah membuka peluang terhadap perempuan agar mereka sebagai kelompok yang marginal bisa terintegrasi dalam kehidupan public secara adil. affirmative action disini bisa kita jadikan sebagai alat penting untuk mempertahankan paling tidak 30 % perempuan agar tetap berada pada tingkat pembuatan keputusan sehingga bisa meminimalisir aturan- aturan yang tidak sah untuk mencapai kesetaraan gender. Tindakan affirmative 30% merupakan sebagai alat atau sarana kita untuk mencapai ”gong” yang lebih besar, yaitu masyarakat yang demokrartis. Keberhasilan kebijakan tersebut sangat bergantung pada aktor, diantaranya memerlukan perubahan secara simultan di tingkat commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
makro dan mikro yang bisa kita sebut sebagai “berpolitik dengan cara baru”. Andri Rusta menjelaskan bahwa affirmative mempunyai tiga sasaran yaitu 1.
memeberikan dampak posisitif kepada suatu institusi agar lebih cakap memahami sekaligus mengeliminasi berbagai bentuk rasisme dan seksisme di tempat kerja
2.
agar institusi tersebut mampu mencega terjadinya bias gender maupun bias ras dalam segala kesempatan
3.
sifatnya lebih sementara tapi konsisten, ketika sasaran untuk mencapai kegiatan telah tercapai, dan jika kelompok yang telah dilindungi terintegrasi. Maka kebijakan tersebut bisa dicabut. Andri Rusta berpendapat yang menjadi penekanan dalam affirmatve action adalah terhadap affirmative ini adalah adalah persamaan dalam kesempatan dan persamaan terhadap hasil yang dicapai. Ketentuan tentang affirmative action diatur, yaitu dalam Bab X A
tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28 H ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pasal ini didasarkan atas kesadaran bahwa satu peraturan yang netral, yang diberlakukan sama kepada seluruh kelompok masyarakat yang berbeda keadaannya, akan menimbulkan kesempatan dan manfaat yang berbeda yang berdampak lahirnya ketidakadilan. Maka negara berkewajiban membuat peraturan khusus bagi mereka yang karena kondisi dan rintangannya tidak dapat menerima manfaat dari ketentuan yang dabersifat netral tadi. Tindakan ini disandarkan pada fungsi hukum sebagai sarana untuk mencerminkan ketertiban dan keadilan, serta melakukan rekayasa sosial untuk merubah perilaku masyarakat. commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dukungan terhadap affirmative action juga terdapat dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusi yaitu “Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan”. Syarat dan mekanisme pembentukan Partai politik yang diatur Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengandung amanat untuk melakukan affirmative action dalam mendirikan partai politik. Regulasi penetapan jumlah perempuan dalam pembentukan partai politik adalah bagian dari affirmative policy atau disebut juga diskriminasi positif yang bersifat sementara sampai kesenjangan sosial tersebut teratasi. Secara jelas affirmatif action dalam pembentukan partai politik diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang mengatur: “Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan” dan Pasal 2 Ayat 5 Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang mengatur: “Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan”. Jadi menurut hemat penulis, partisipasi di partai-partai politik dan pada kampanye-kampanye politik tingkat nasional maupun lokal juga merupakan bagian dari partisipasi politik perempuan. Meski sudah banyak upaya untuk meningkatkan jumlah ‘massa kritis’ (critical mass) perempuan di dunia politik, usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas kontak-kontak politik perempuan juga tak kalah pentingnya. Keberhasilan dari upaya-upaya itu sangat tergantung pada keberhasilan pendekatan multi-strategi yang mempersatukan langkah berbagai departemen/ kementrian, kantor-kantor sekretariat parlemen, dan kelompok-kelompok masyarakat madani.
Dalam commit periode to user transisional seperti sekarang,
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
sesungguhnya inilah tantangan utama yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia, baik lelaki maupun perempuan, yang benar-benar percaya pada demokrasi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
d. Pembentukan Partai Politik Sebagai Badan Hukum Dengan sistem multi partai yang sederhana akan lebih mudah dilakukan kerja sama menuju produktivitas yang sinergis secara nasional. Mekanisme seperti ini, di samping tidak cenderung menampilkan monolitisme, juga akan lebih menumbuhkan suasana demokratis yang memungkinkan Partai Politik dapat berperan secara optimal. Perwujudan sistem multi partai yang sederhana dilakukan dengan menetapkan persyaratan kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam pembentukan Partai Politik maupun penggabungan Partai Politik. Yang dimaksud dengan persyaratan kualitatif sebuah Partai Politik yaitu berbadan hukum, artinya dengan berstatus sebagai badan hukum, dengan sendirinya harus memenuhi persyaratan administratif untuk menjadi badan hukum publik, dan bertindak sebagai badan yang transparan kepada publik. Di samping merupakan badan hukum publik, juga harus mempunyai kantor yang tetap. Sedangkan persyaratan kuantitatif sebuah Partai Politik yaitu mempunyai kepengurusan dan memiliki dukungan yang kuat dari rakyat serta basis massa yang luas. Partai politik harus berbentuk badan hukum karena diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik: (1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum. (2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik harus mempunyai: a. akta notaris pendirian Partai Politik; b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh commit to user Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. kantor tetap; d. kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari
jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan e. memiliki rekening atas nama Partai Politik. Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik ini dianggap bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran degan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan degan undang-undang“. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan dasar kebebasan individu dan kolektif untuk melakukan aktivitas
intelektual
dan
berorganisasi
serta
berpolitik,
termasuk
mendirikan Partai Politik dalam rangka menyalurkan aspirasi masyarakat secara sehat serta mewujudkan hak-hak politik rakyat dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya yang bersifat asasi. Status badan hukum partai politik merupakan suatu wujud pengekangan kebebasan berserikat di Indonesia karena Pasal 28 UndangUndang Dasar Tahun 1945 mempunyai kaitan dengan kberadaan hak asasi manusia yang lain yang perlu diperhatikan pula, yaitu Pasal-Pasal 27, 28C ayat (2), 28D ayat (1) dan (3), 28 E ayat (3), 28 H ayat (2), 28 I ayat (1), (2) dan (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jika terjadi pengurangan makna kebebasan sebagaimana dimaksud Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka berarti telah terjadi pelanggaran terhadap UndangUndang Dasar Tahun 1945. Salah satu ancaman serius terhadap prinsip kemandirian partai adalah adanya penerapan politik perijinan bagi berdirinya sebuah partai. Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik persoalan yang harus dicermati, yaitu mekanisme pendirian. Wewenang commit user Manusia dalam pengesahan Departemen Hukum dan Hakto Asasi
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berdirinya sebuah partai politik jelas sangat berlebihan, sebab sebagai badan hukum dia sudah sah bila dicatat di Notaris. Kalaupun Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia ingin berperan, maka kewenangannya tidak boleh lebih dari sekedar pencatatan. Terdapat
kekhawatiran
masyarakat jika ketentuan perijinan seperti itu masih terus berlaku, maka Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nantinya akan berfungsi pula sebagai Pembina Politik. Patronase politik seperti itu selain melanggar prinsip kebebasan berserikat, juga menganggap seolah-olah pemerintah memiliki superioritas politik
(http://www.minihub.org/siarlist/msg0151
html ). Berkenaan dengan anggapan yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penulis berpendapat bahwa Yang dimaksud dengan badan hukum di sini adalah badan hukum publik, artinya dengan berstatus sebagai badan hukum dengan sendirinya harus memenuhi persyaratan administratif untuk menjadi badan hukum publik, dan bertindak sebagai badan yang transparan kepada publik. Di samping merupakan badan hukum publik, juga harus mempunyai kantor yang tetap. Sedangkan persyaratan
kuantitatif
sebuah
Partai
Politik
yaitu
mempunyai
kepengurusan dan memiliki dukungan yang kuat dari rakyat serta basis massa yang luas. Selain itu syarat untuk mendapatkan status badan hukum partai politik cukup seperti yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yaitu: a. akta notaris pendirian Partai Politik; b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. kantor tetap; commit60% to user d. kepengurusan paling sedikit (enam puluh perseratus) dari jumlah
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan e. memiliki rekening atas nama Partai Politik. Status badan hukum partai politik melalui mekanisme yang diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yaitu: 1. Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2). 2. Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap. 3. Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi. 4. Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 justru merupakan pelaksanaan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Pengaturan dimaksud penting guna menjamin agar penggunaan kebebasan seseorang atau sekelompok orang tidak mengganggu kebebasan seseorang atau sekelompok orang lainnya. Ketika kebebasan seseorang bertemu dengan kebebasan orang lain, di situlah hukum diperlukan. Dengan demikian, Pasal tersebut dapat ditafsirkan sebagai pengekangan atau pembatasan terhadap kebebasan untuk mendirikan partai politik, melainkan hanya pengaturan mengenai persyaratan pemberian status badan hukum, sehingga partai politik tersebut dapat diakui sah bertindak dalam lalu lintas hukum. Demikian pula, pengaturan tersebut tidak dapat dipandang diskriminatif karena commit to user berlaku terhadap semua partai politik.
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Syarat dan mekanisme pendirian partai politik menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui. Setelah berlakunya Undang – Undang Partai Politik Nomor 2 Tahun 2008 bermunculan partai politik yang didirikan dengan beraneka ragam corak namun dengan cita – cita mulia sesuai dengan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan adanya berlakunya Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik diharapkan persyaratan dan mekanisme pendiriannya sesuai dengan Pasal 28 dan 28 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun persyaratannya diatur dalam Pasal 2 sampai dengan 4 berlakunya Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Sedangkan mekanismenya diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.Hh-02.Ah.11.01 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Partai Politik Menjadi Badan Hukum.
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Syarat dan mekanisme pendirian partai politik tersebut sudah memenuhi prinsip hak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berorganisasi. Pembentukan Partai Politik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 terdapat
materi
yang
dapat
diperdebatkan.
Materi
yang
dapat
diperdebatkan tersebut adalah Asas dan ciri-ciri partai politik, jumlah kepengurusan partai politik di provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, Affirmative Action dan pembentukan partai politik sebagai badan hukum. Mengenai semua hal tersebut tidak ada yang bertentangan dengan prinsip kebebasan berserikat yang diatur dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diatur dalam Pasal 28 dan 28E.Hal yang diperdebatkan tersebut mengacu pada Pasal 28J ayat (2) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berisi “Dalam menjalankan hak dan kewajibannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tututan yang adail sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertuban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan maka, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut. 1. Bagi Pemeraintah : a. Pendewasaan berpolitik harus diajarkan kepada pemuda sebagai generasi penerus sehingga cita-cita nasional dapat terwujud. b. Undang-Undang Partai Politik hendaknya dibuat untuk jangka waktu yang lama dan bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat.
commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Bagi DPR dan Pemerintah : a.
Pemerintah dan DPR harus konsekuen atas keputusan yang telah ditetapkan. Dijalankan penuh dengan tanggungjawab dan loyalitas kepada negara kesatuan.
b.
Segera diundangkan Undang-Undang partai Politik yang baru sebagai penyempurna Unmdang-Undang Partai Politik yang sudah ada, sehingga kedepan kehidupan berpolitik akan lebih baik
3. Bagi Partai Politik: Partai politik tidak hanya menebar janji politik saja namun relitas nyata bagaimana
penerapan
AD/ART
benar-benar
mensejahterakan masyarakat.
commit to user
dijalankan
untuk
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Endang dan Rikayani, 2009, Pendidikan Kewarganegaraan 5 : Untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah kelas 5, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Agun Gunandjar Sudarsa, Jurnal Legislasi Indonesia, Sistem Multipartai di Indonesia vol 5 No.1- Maret 2008 AH.
Soeharto, 1986, Serba Serbi Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pendekatan Manajemen. Jakarta: Sekretariat Inspektorat Mendagri
Arbi Sanit. 1987, Partisipasi Politik di Indonesia: Keprihatinan dan Harapan, dalam Potret Keadilan Indonesia, Jakarta, (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Azyumardi Azra. 2000, Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) :demokrasi, hak asasi manusia dan mayarakat madani, Jakarta : Prenada Kencana. B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, 2003. Fachry Ali, 1985, Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara, Jakarta, Inti Sarana Firmanzah. 2006. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor George H. Sabine, 1961, “A History of Political Theory”, Third Edition: New York-Chicago-San Fransisco-Toronto-London; Holt, Rinehart and Winston, Gunawan Suryatmana, 2008, Infrastruktur dunia Kepartaian, Bandung: Alumni Haricahyono, 1991, Ilmu Politik Dan Perspektifnya, Yogyakarta: Tiara Wacana Ibrahim Ambong dan Miriam Budiharjo, 1993, Fungsi Legislatif dalam System Politik Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada Indepolis. Prosedur Pembentukan partai. http://www.indepolis.org/d-tentangprosedur-pembentukan-partai/ diakses 6 September Pukul 17.00 Jimly Asshiddiqie, 2005, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik Dan Mahkamah Konstitu., Jakarta: Konstitusi Press commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Joko
110 digilib.uns.ac.id
Purwono,1989, Penjabaran Praktis Komitmen Politis bagi Peneyelenggaraan, (Posyandu, PSKLAH UNS SURAKARTA: Laporan Penelitian
Krisna Harahap.2003. HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia. Bandung: Grafiti. Lexy J, Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Raskarya Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-undangan :Jilid I. Yogyakarta: Kanisius _________________, 2007, Ilmu Perundang-undangan :Jilid II. Yogyakarta: Kanisius M. Rusli karim, 1991, Pemilu Demokratis Kompetitif, Yogyakarta, Tiara Wacana Miriam Budiarjo, 2007, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Mukhtie
Fadjar, 2008, Partai Politik Dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia.Malang : Intrans Publishing
Sistem
Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum., Jakarta: Kencana Prenada Media Group Ruth T. Mc Vey, The Army, The Parties and Elections, in Indonesia, No.11, Edisi April 1971. Sandra Coliver, 1993, Buku Pedoman ARTICLE 19 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat. Toronto: International Freedom of Expression Exchange (IFEX) Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia _______________. 2006, Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : Rajawali Pers Soejamto, 1972,Kamus Administrasi, Jakarta, Gunung Agung. Sutrisno Hadi, 1989, Metodologi Riset I, Yogyakarta: Yayasan Penerbit. Fakultas Psikologi UGM Tim Penyusun.2008.Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Zafrullah Salim. Dampak Sistim Multipartai dalam Kehidupan Politik Indonesiahttp://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/439-dampakcommit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sistim-multipartai-dalam-kehidupan-politik-indonesia.html. September 2010 Pukul 15.00
diakses
6
Zainal Abidin Saleh, Jurnal Legislasi Indonesia, Demokrasi dan Partai Politik vol 5 No.1- Maret 2008 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Kompas, 10 Januari 2011
commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
LAMPIRAN
commit to user