perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI ANALISIS TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA CERAI GUGAT DENGAN ALASAN PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO NOMOR 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Wawan Nur Azizi NIM. E0008257
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
2013 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Inna ma‟al „usri yusroo.” Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. “Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan saya percaya pada diri saya sendiri (Muhammad Ali)” ”Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar (KhalifahUmar)”
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk: a. Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan rizkinNYA. b. Nabi Muhammad SAW. c. Bapak Ibuku Adik-adikku dan keluarga besarku untuk
cinta,
doa
dan
kepercayaan
yang
diberikan. d. Eva Kurnia Damayanti yang selalu memberikan semangat dan motivasi. e. Sahabat-sahabat,
teman-teman,
dan
teman
dekatku yang selalu memberikan dukungan dan doa yang begitu besar. f. Dan untuk semua yang telah memberiku semangat dan bantuan hingga skripsi ini terwujud. g. Pembaca yang budiman. h. Almamater.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Wawan Nur Azizi. 2008. STUDI ANALISIS TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA CERAI GUGAT DENGAN ALASAN PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO NOMOR 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh). Fakultas Hukum UNS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo, untuk mengetahui secara detail mengenai alat-alat bukti yang digunakan dalam pembuktian putusan cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data bersal dari sumber data primer yaitu hasil wawancara dengan Hakim di lingkungan Pengadilan Agama Sukoharjo. Sumber data sekunder berasal dari literatur, buku-buku ilmiah, makalah/hasil ilmiah para sarjana, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, Hakim harus mendengarkan keterangan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. Secara formal, alat bukti tertulis yang foto copy telah dimeteraikan di Kantor Pos. Terdapat alat bukti autentik yang sah yaitu Akta Nikah yang membuktikan sahnya pernikahan penggugat dengan tergugat. Akta Nikah memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan mengikat maksudnya Hakim harus menganggapnya benar serta tidak memerlukan pembuktian lain dalam membuktikan pernikahan antara penggugat dengan tergugat. Terdapat alat bukti penunjuk bahwa antara penggugat dan tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran yang menjadi sebab perceraian seperti surat pernyataan penggugat, transkrip SMS, foto copy surat perjanjian yang nilai pembuktiannya tergantung penilaian Hakim. Saksi-saksi yang digunakan yaitu saksi keluarga dan orang dekat yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian sempurna maksudnya Hakim dalam memutus perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah cukup mengacu pada alat bukti saksi yang ada karena saksi-saksi dalam perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh telah mengetahui, melihat, dan mendengar sendiri perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara penggugat dengan tergugat. Kata kunci : Pembuktian, Alat Bukti, Perkara Cerai Gugat dengan Alasan Perselisihan dan Pertengkaran Terus menerus
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Wawan Nur Azizi. 2008. AN ANALYSIS OF THE STUDY OF PROOF CASE TO SUE FOR DIVORCE ON GROUNDS OF DISCORD AND CONTENTION CONTINUOUSLY IN SUKOHARJO COURT RELIGION (SUKOHARJO RELIGIOUS COURT RULING CASE STUDY NO. 0213/Pdt. G/2012/PA.Skh). Faculty Of Law UNS. This research aims to find out more about how to prove something to sue for divorce on grounds of discord and quarrels constantly in court Religion Sukoharjo, to find out in detail about evidence of tools used in the evidentiary ruling of the plaintiff by reason of divorce disputes and quarrels constantly in Court No. 0213/Sukoharjo Religion Pdt. G/2012/PA. Skh. This research using the method of empirical legal research is descriptive qualitative approach. The source data comes from the primary data source that is the result of an interview with the judge in a court environment Religion Sukoharjo. Secondary data source derived from the literature, books, scholarly papers/scientific results, scholars and documents relating to the object of research. From the results of the research and the discussion can be inferred that the Evidentiary case to sue for divorce on grounds of discord and contention continued support under article 22, paragraph (2) Government Regulation No. 9 1975 Jo. Article 134 of the compilation of Islamic law, where in a case of divorce based on disputes and quarrels constantly, the judge must listen to a description of a close family or people close to husband and wife. Formally, a tool that copy written evidence has been sealed at the post office. There is evidence that a legitimate authentic Deed that proves the marriage the plaintiff and defendant legitimately. Deed has legal power that is perfect and binding means that the Judge must consider it correct and do not need other proof in proving a marriage between plaintiffs and defendants. There is an instrument of evidence pointer that between the plaintiff and the defendant has happened a contentions and quarrels who became for divorce such as a statement of a plaintiff, a transcript sms the photo copy testament epistle pembuktiannya whose value depends appraisement judge. Witnesses who used is legitimate and it has value the power of verifiable perfect that is the judge in the case cut number: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh ve had enough, referring to an instrument of evidence of a witness who exists because witnesses in the matter of number: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh had known, saw and hear own contentions and quarrels that occur between a plaintiff by the defendant. Keywords: Proof, Evidence, Cases to sue for divorce on grounds of discord and Contention continuously
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillahirobbil alamin atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini dari awal dan akhir, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul STUDI ANALISIS TERHADAP PEMBUKTIAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut di Pengadilan Agama Sukoharjo dan alat bukti yang digunakan dalam putusan Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan, tetapi atas bantuan, dorongan dan dukungan dari semua pihak yang telah banyak membantu, akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya antara lain kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.
2.
Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
3.
Bapak Edi Herdyanto, S.H, M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara.
4.
Bapak Dr. Soehartono, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi dalam penelitian hukum ini yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan petunjuk, bimbingan maupun motivasinya kepada penulis hingga terselaikannya skripsi ini.
5.
Bapak Syafrudin Yudhowibowo, S.H.,M.H selaku pembimbing skripsi II dalam penelitian hukum ini yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan petunjuk, bimbingan maupun motivasinya kepada penulis hingga terselaikannya skripsi ini.
6.
Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H.,M.Hum selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani kuliah di Fakultas commit Hukum Universitas Sebelas Maret.to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv HALAMAN MOTTO ........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN a.
Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
b. Rumusan Masalah ............................................................................
4
c.
Tujuan Penelitian..............................................................................
4
d. Manfaat Penelitian............................................................................
5
e.
Metode Penelitian .............................................................................
5
f.
Sistematika ....................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA a.
Tinjauan Pustaka .............................................................................. 11 1. Kerangka Teori.......................................................................... 11 1. Tinjauan Tentang Peradilan Agama ..................................... 11 1) Kedudukan dan Dasar Hukum Peradilan Agama ........... 11 2) Asas Umum Peradilan Agama ........................................ 13 2. Tinjauan Tentang Perceraian ............................................... 15 1) Pengertian Perceraian ..................................................... 15 commit ........................................................... to user 2) Tujuan Perceraian 17
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Alasan-alasan Perceraian ................................................ 18 4) Macam-macam Perceraian .............................................. 19 5) Langkah-langkah Perceraian........................................... 21 6) Asas-asas Pemeriksaan Perkara Perceraian .................... 23 7)Tata Cara Pemeriksaan Perkara Perceraian Dengan Alasan Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus .... 24 3. Tinjauan Tentang Pembuktian.............................................. 25 1) Pengertian Pembuktian ................................................... 25 2) Beban Pembuktian .......................................................... 27 3) Macam-macam Alat Bukti .............................................. 29 b. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 41 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a.
Cara Pembuktian Perkara Cerai Gugat Dengan Alasan Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus Di Pengadilan Agama Sukoharjo 43 (1) Perkara di Pengadilan Agama Sukoharjo .................................. 43 (2) Cara Pembuktian Perkara Perceraian ........................................ 45 (3) Cara
Pembuktian
Perkara
Cerai
Gugat
Dengan
Alasan
Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo ....................................................................... 47 b. Kekuatan Alat Bukti yang Digunakan Dalam Perkara Cerai Gugat Dengan Alasan Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus Di Pengadilan Agama Sukoharjo ........................................................... 60 BAB IV PENUTUP a) Kesimpulan....................................................................................... 66 b) Saran ................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
: Teknik Analisi Data ..............................................................
9
Gambar 2
: Kerangka Pemikiran ............................................................. 41
Gambar 3
: Perkara yang Diterima di pengadilan Agama Sukoharjo Tahun 2011 ........................................................................................ 43
Gambar 4
: Perkara Cerai Gugat yang Diterima Pengadilan Agama Sukoharjo Pada Tahun 2011 .................................................................... 44
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
: Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta kepada Pengadilan
Agama Sukoharjo. Lampiran 2
: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Pengadilan Agama Sukoharjo.
Lampiran 3
: Putusan Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, hal ini membuktikan pentingnya Peradilan Agama dalam negara Indonesia. Lahirnya UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 kedudukan Peradilan Agama semakin kuat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mengatur definisi Peradilan Agama sebagaimana Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyebutkan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Tampak jelas bahwa Lembaga Peradilan Agama khusus diperuntukan bagi umat Islam sedangkan selebihnya bagi orang-orang kristen, hindu, budha, dan lain-lain tidak termasuk di dalamnya (Gatot Supramono, 1993 : 6). Di mana yang berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tersebut adalah Hakim. Hakim dalam memeriksa suatu perkara perlu adanya pembuktian untuk mencari kebenaran fakta dan peristiwa yang dijadikan dasar atau dalil gugatan oleh penggugat dalam menuntut haknya. Pembuktian diperlukan apabila timbul dalam suatu perkara terhadap sesuatu hal di muka peradilan, dimana seseorang mengakui bahwa sesuatu hal tersebut adalah haknya, sedang pihak lainnya menyangkal terhadap pengakuan yang dikemukakan oleh seseorang. Jadi pembuktian adalah untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil suatu perkara yang dikemukakan baik penggugat, pemohon maupun tergugat atau termohon. Pasal 164 HIR menyebutkan bahwa alat bukti berupa : bukti surat, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Hal ini berlaku untuk perkara pada umumnya, hal ini juga berlaku pembuktian di Pengadilan Agama, commit to user berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, bahwa hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini (Zaenal Abidin Abu Bakar, 1992 : 260). Intinya bahwa pembuktian termasuk dalam ruang lingkup hukum acara yang mana hukum acara yang berlaku di peradilan umum juga berlaku di peradilan agama, tetapi dalam undang-undang tersebut menyebutkan tentang adanya pengecualian, hal ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kekhususan tersebut telah diatur secara tegas yaitu tentang perceraian, yang di dalamnya diatur tentang bagaimana
cara
mengajukannya,
bagaimana
cara
memeriksanya,
membuktikannya termasuk adanya lembaga-lembaga yang tidak diatur dalam hukum acara yang berlaku di persidangan umum, seperti sumpah Li’an untuk pembuktian zina. Sumpah Li’an terjadi apabila permohonan diajukan dengan alasan termohon melakukan zina, sedangkan pemohon tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon menyanggah alasan tersebut, dan Hakim berpendapat bahwa permohonan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh termohon, maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon untuk bersumpah.. Sumpah Li’an khusus dalam perkara permohonan talak dengan alasan istri berbuat zina. Menurut hukum islam, jika suami sudah bersumpah meli’an istrinya sekalipun disangkal oleh istri dengan sumpah pula, perkawinan mereka tetap bercerai untuk selama-lamanya, artinya tidak perlu lagi diikuti dengan ikrar talak misalnya, tidak perlu lagi pembuktian lainnya, melainkan sudah tercerai langsung karena Li’an. Hal ini berarti sumpah Li’an termasuk alat bukti yang sah jika dilaksanakan di hadapan sidang Pengadilan Agama. Kemudian hal khusus lainnya yaitu perceraian dengan alasan commit user f Peraturan Pemerintah Nomor 9 pertengkaran terus-menerus Pasal 19tohuruf
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tahun 1975 yang pembuktiannya menggunakan hukum sebagaimana Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 kemudian diubah Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus ada hal yang berbeda dengan perkara lainnya dalam hal pembuktiannya.
Perkara
perceraian
dengan
alasan
perselisihan
dan
pertengkaran terus-menerus terjadi dimana suami istri saling berselisih, dan sudah tidak dimungkinkan lagi untuk rukun kembali, tetapi pihak istri tidak mempunyai alasan yang kuat untuk bercerai, sedang suami bersiteguh tidak mau menceraikannya. Padahal di sini perselisihan antara suami dengan istri merupakan suatu peristiwa yang sifatnya rahasia dan cenderung ditutupi dalam kehidupan rumah tangga sudah tentu tidak akan dibuat dalam bentuk tulisan untuk kepentingan pembuktian seperti peristiwa perdata lainnya. Peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat dan mendengar sendiri peristiwanya, sedangkan dalam perkara perdata lainnya tidak diperbolehkan menggunakan saksi keluarga, karena berdasar pada Pasal 145 ayat (1) HIR, yang berbunyi: (1)
Yang tidak dapat didengar sebagai saksi, adalah : a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak b. Suami atau istri salah satu pihak, meskipun telah bercerai. c. Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka sudah berumur lima belas tahun. d. Orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya terang. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
cara pembuktian dalam perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan kekuatan pembuktian alat bukti yang digunakan dalam pembuktian perkara cerai gugat tersebut. Penulis hendak mengkaji lebih jauh atau lebih jelas lagi. Oleh karena itu, penulis menemukan commit to user Sukoharjo tentang pembuktian suatu permasalahan di Pengadilan Agama
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dan menyusun penulisan hukum yang berjudul : “ STUDI ANALISIS TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA CERAI GUGAT DENGAN ALASAN
PERSELISIHAN
DAN
PERTENGKARAN
TERUS
MENERUS DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI KASUS PUTUSAN
PENGADILAN
AGAMA
SUKOHARJO
NOMOR
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh) “ B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan pokok permasalahan yaitu : a. Bagaimana cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut di Pengadilan Agama Sukoharjo? b. Bagaimanakah kekuatan pembuktian alat bukti yang digunakan dalam putusan Hakim Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh? C. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan ini tidak terlepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo. b. Untuk mengetahui secara detail mengenai kekuatan pembuktian alatalat bukti yang digunakan dalam pembuktian putusan cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk mendapatkan data dan informasi sebagai bahan utama dalam penyususan penelitian. commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan, wawasan penulis di bidang hukum acara perdata khususnya mengenai alat bukti yang digunakan dalam proses pembuktian dan cara pembuktiannya. D. Manfaat Penelitian Penulisan suatu penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat yang dapat diperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat melukiskan lebih lanjut cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo.
.
b. Memberikan referensi tambahan terkait dengan kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang digunakan dalam pembuktian putusan cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi peningkatan dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Pembuktian pada khususnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan bahan masukan, saran dan gagasan pemikiran kepada semua pihak khususnya Pengadilan Agama Sukoharjo. b. Memperluas dan mengembangkan pola pemikiran dan penalaran sekaligus untuk mengimplementasikan ilmu penulis yang diperoleh. E. Metode Penelitian Penelitian
merupakan
cara-cara
ilmiah
untuk
memahami
dan
memecahkan masalah, sehingga didapatkan kebenaran ilmiah (Muhammad Idrus, 2009 : 9). Metode pada hakekatnya memberikan pedoman tentang caracara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkunganlingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2006 : 6). Dalam Penelitian ini metode yang digunakan penulis adalah sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
1. Jenis Penelitian Pada Penelitian ini penulis menggunakan penelitian yang tergolong dalam penelitian hukum empiris. Maksudnya metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir (Soerjono Soekanto & Sri Mamudji : 14). Data primer tersebut dari hasil tanya jawab atau wawancara di Pengadilan Agama Sukoharjo. 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif. Maksudnya penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu(Waluyo, 1991 : 13). Penelitian ini digunakan untuk mengetahui cara pembuktian dan nilai pembuktian alat bukti Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian empiris salah satu model penelitian kualitatif. Ada dua jenis pendekatan dalam penelitian kualitatif, yaitu : a. Pendekatan holistik, yang mengarahkan studi pada subyeknya secara menyeluruh dengan berbagai aspeknya, tanpa memilih (etnografis, grounded). b. Pendekatan terpancang, yang memutuskan studi pada aspek yang dipilih berdasarkan kepentingan, tujuan, dan minat penelitiannya, yang sering disebut dengan studi kasus (HB. Sutopo, 2002 : 90). Pada penulisan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan terpancang, dimana penulis melakukan studi kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo. Penulis memilih pendekatan terpancang untuk mengetahui bagaimana cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut di commit todan useralat bukti yang digunakan dalam Pengadilan Agama Sukoharjo
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
putusan
Pengadilan
Agama
Sukoharjo
Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh. 4. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis mengambil lokasi di Pengadilan Agama Sukoharjo, karena data-data yang digunakan penulis dalam menyusun penulisan ini berada di Pengadilan Agama Sukoharjo. 5. Jenis dan Sumber Data Penelitian a. Jenis Data 1) Data Primer Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Hakim di Pengadilan Agama Sukoharjo 2) Data Sekunder Keterangan-keterangan atau pengetahuan yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam penulisan ini diperoleh dari Undang-Undang, buku-buku ilmiah, dan lain sebagainya b. Sumber data 1) Sumber data primer Pihak yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini pihak yang terkait yaitu : Hakim di lingkungan Pengadilan Agama Sukoharjo, karena penelitian yang dilakukan oleh penulis bersumber pada hasil wawancara dengan Hakim yang ada di Pengadilan Agama Sukoharjo. 2) Sumber data sekunder Jenis data yang mempunyai hubungan erat dan secara langsung mendukung sumber data primer yang diperoleh dari keteranganketerangan atau pengetahuan yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam penulisan ini diperoleh dari Undang-Undang, buku-buku ilmiah dan lain sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang diinginkan. Dengan ketetapan penggunaan teknik pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan sesuai dengan yang diinginkan. Sebagaimana telah diketahui, di dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan penulis, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, wawancara. a. Studi dokumen atau bahan pustaka Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengambil diantara berkas-berkas yang sudah putus yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap di Pengadilan Agama Sukoharjo dan mengumpulkan bahan-bahan dari bahan pustaka lainnya berbentuk data tertulis yang menyangkut dengan objek yang diteliti. b. Wawancara Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden dalam hal ini adalah Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Sukoharjo dan Hakim Pengadilan Agama Sukoharjo, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah data yang diperlukan. 7. Teknik Analisis Data Menurut Soerjono Soekanto, metode (analisis) kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Dengan kata lain bahwa seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi juga untuk memahami kebenaran tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dengan model interaktif yaitu komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersama dengan pengumpula data, kemudian setelah data terkumpul, maka ke tiga commitdan to user komponen tersebut berinteraksi bila kesimpulan dirasa kurang kuat,
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka perlu ada verifikasi (dan penelitian kembali mengumpulkan data di lapangan). Selain itu dilakukan pula suatu proses siklus antara tahap-tahap tersebut sehingga data yang terkumpul akan berhubungan satu dengan yang lainnya secara sistenatis (HB. Sutopo, 2002 : 96). Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar di bawah ini : PENGUMPULAN DATA SAJIAN DATA
REDUKSI DATA
KESIMPULAN Gambar 1 : Teknik Analisis Data (HB. Sutopo, 2002 : 96) Analisis Interaksi Pada umumnya peneliti harus bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bolak balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian. Aktivitas yang dilakukan dengan proses itu komponenkomponen tersebut akan didapat yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara diskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan dan langkah tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus menerus sehingga membuat siklus (HB, Sutopo, 2002 : 13). Analisa dimaksudkan untuk memperjelas di dalam memahami proses riil penelitian dari pengumpulan data hingga penarikan kesimpulan. Mengenai terjadinya analisa data dalam penelitian ini, maka analisa data sudah mulai sejak pengumpulan data di lapangan dan analisa tersebut terus berlanjut pada tahap berikutnya hingga commit to user pada penarikan kesimpulan.
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum memberikan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab. Sistematika tersebut adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan berisi anatara lain : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sitematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab tinjauan pustaka pada sub pertama kerangka teori berisi tentang : tinjauan umum tentang perceraian, tinjauan umum tentang pembuktian, dan tinjauan umum tentang Pengadilan Agama. Pada sub bab kedua berisi tentang kerangka pemikiran. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab hasil penelitian dan pembahasan berisi hasil penelitian dan pembahasan meliputi : cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut di Pengadilan Agama Sukoharjo dan alat bukti yang digunakan dalam
putusan
Pengadilan
Agama
Sukoharjo
Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh. BAB IV PENUTUP Dalam bab penutup menguraikan secara singkat tentang kesimpulam akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Kerangka Teori a. Tinjauan tentang Peradilan Agama 1) Kedudukan dan dasar hukum Peradilan Agama Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen keempat, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen keempat menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Guna memenuhi apa yang ditentukan dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen keempat diundangkanlah Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Bab III Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
ditentukan
badan-badan
kekuasaan
kekuasaan
kehakiman yang akan melaksanakan fungsi dan kewenangan peradilan dalam negara Republik Indonesia. Pasal 18 UndangUndang nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, commit to user
11
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sejajar dengan
ketiga lingkungan peradilan, Peradilan
Agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman. Untuk memenuhi pelaksanaan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bersamaan dengan diundangkannya undang-undang tersebut, di lingkungan Peradilan Agama juga telah diundangkan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama . Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, disebutkan bahwa Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a.
perkawinan;
b. warta; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah. Kewenangan Peradilan Agama memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang perdata, sekaligus dikaitkan dengan asas personalita keislaman yakni yang dapat ditundukkan ke dalam kekuasaan Peradilan Agama, antara orang-orang yang beragama Islam. Maksud dari “antara orang-orang yang beragama commitorang to useratau badan hukum yang dengan Islam” adalah termasuk
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 2) Asas umum Peradilan Agama Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama antara lain : a. Asas Personalita Keislaman Asas personalita keislaman yaitu asas yang menjelaskan bahwa yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan Peradilan Agama, antara orang-orang yang beragama Islam. Maksud
dari “antara orang-orang yang beragama Islam”
adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. b. Asas kebebasan 1) Bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya. Peradilan dan hakim dalam melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman tidak boleh dicampuri oleh badan kekuasaan pemerintahan yang lain. Kebebasan dan kemerdekaan Peradilan Agama bersifat absolut dan mandiri. 2) Bebas dari paksaan, direktiva, atau rekomendasi yang datang dari pihak extra judicial. Maksudnya hakim dalam memutus perkara tidak boleh dipengaruhi oleh pihak manapun. Paksaan yang datang dari manapun dan dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi.commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Kebebasan melaksanakan wewenang peradilan Sifat kebebasannya tidak mutlak, tapi kebebasan hakim terbatas dan relatif. c. Asas wajib mendamaikan Khusus dalam perkara perceraian, terutama atas alasan perselisihan dan pertengkaran, asas mendamaikan menjadi kewajiban hukum bagi hakim. Hasil akhir perdamaian harus benar-benar kesepakatan kehendak bebas dari kedua belah pihak. Tidak boleh ada kekhilafan, paksaan dalam segala bentuk baik fisik dan psikis. Asas ini diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. d. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas ini diatur dalam penjelasan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. yang berbunyi: Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Tidak diperlukan pemerikasaan dan acara yang berbelit-belit
yang
dapat
menyebabkan
proses
sampai
bertahun-tahun, bahkan kadang-kadang harus dilanjutkan oleh para ahli waris pencari keadilan. Biaya ringan artinya biaya yang serendah mungkin sehingga dapat terpikul oleh rakyat. Ini semua dengan tanpa mengorbankan ketelitian untuk mencari kebenaran dan keadilan.
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Asas persidangan terbuka untuk umum Penerapan asas persidangan terbuka untuk umum dikecualikan dalam pemeriksaan perkara perceraian. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
kehakiman
mengenai
Pemeriksaan
gugatan
perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Namun demikian dalam
pembacaan
putusannya
harus
dilakukan
dalam
persidangan yang terbuka untuk umum. f. Asas legalitas dan persamaan Asas ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi “pengadilan
mengadili
membeda-bedakan
menurut
hukum”.
hukum
Artinya
dengan
bahwa
tidak
pengadilan
mengadili berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan menganggap semua orang adalah sama kedudukannya di depan hukum. g. Asas aktif memberi bantuan Pemberian bantuan dan nasihat yang dibenarkan hukum sepanjang mengenai hal-hal yang berhubungam dengan maslah formal. Hal yang berkenaan dengan masalah materiil atau pokok perkara, tidak dijangkau oleh pemberian nasihat dan bantuan.
b. Tinjauan Tentang Perceraian 1) Pengertian perceraian Perceraian menurut bahasa adalah perpisahan, pelepasan, sedangkan menurut fiqih disebut Thalaq. Thalaq berasal dari kata Thalaq yang artinya melepaskan atau meninggalkan berarti perceraian dan thalaq adalah sama yaitu perpisahan, sedangkan menurut istilah thalaq atau perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan atau commit to perkawinan user bubrahnya hubungan (Sayid Sabig, 1996 : 9).
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Moh. Saifulloh Al Aziz S menerangkan bahwa Thalaq berasal dari bahasa Arab “Ithlaq” artinya melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan menurut syara’ adalah melepaskan atau membatalkan perkawinan. Thalaq merupakan perbuatan yang halal tetapi sangat dibenci oleh Allah (Moh. Saifulloh Al Aziz S, 2005 : 501). Abubakar Muhammad menjelaskan bahwa thalaq itu menurut pengertian bahasa : pelepasan ikatan yang kokoh. Thalaq menurut pengertian istilah ialah pelepasan akad perkawinan (Abubakar Muhammad, 1992 : 609). Menurut HA. Fuad Sa’id yang dimaksud perceraian adalah “putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain, seperti mandulnya istri atau suami dan setelah diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak” (Abdul Manan. 2001. Vol. 12 No. 52 Hal 7). Oleh karena itu, perceraian baru dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan lain kecuali hanya dengan jalan perceraian. Adapun menurut Kompilasi Hukum Islam antara Thalaq dan perceraian dibedakan tetapi hal ini tetap diartikan suatu perceraian, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam, bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian
dapat terjadi karena talak atau berdasarkan
gugatan perceraian. Berdasarkan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, untuk putusnya hubungan perkawinan karena perceraian dilakukan oleh salah satu pihak dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan yang berwenang. commit to user Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Sebab Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam hal perceraian menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian. Sebab perceraian dapat memberi pengaruh baik atau buruknya pada kehidupan masyarakat. Karena itu selain perkawinan, perceraian perlu dimengerti dan dipahami dengan sempurna oleh setiap warga negara Indonesia. 2) Tujuan perceraian Perceraian dilakukan untuk menghilangkan kemelaratan dari salah seorang suami istri atau dari keduaduanya adalah karena terkadang-kadang salah seorang dari mereka buruk akhlaknya, atau rusak benar pendidikannya atau selalu terjadi tabi‟at sehingga selalu timbul perselisihan, lalu masing-masingnya menjadi neraka dunia bagi yang lain ( T.M Hasbi Ash. Shiddieqy, 1975 : 425426). Tabi’at sama artinya dengan kebiasaan. Maksudnya kebiasaan jika terus-terusan dipaksaan untuk tetap bersatu antara suami istri, justru akan tambah tidak baik, pecah dan kehidupannya menjadi kalut. Ketidaksenangan kepada sifat-sifat pasangannya juga menjadi faktor penyebab perceraian itu terjadi. Ketidaksenangan itulah nantinya yang dapat menyebabkan bermacam-macam bahaya misalnya karena ketidaksenangan kepada sifat pasangannya bawaannya jika ketemu ingin bertengkar terus yang nantinnya dapat menimbulkan kejenuhan dan pasangannya senang kepada orang lain. Sebab lainnya, karena suami istri tidak memperoleh keturunan, dan jika masing-masing ganti dengan yang lain barangkali bisa punya anak. Karena itu, hendaknya perceraian itu diberi jalan (Sayyid Sabiq, 1996 : 14). Apabila perkawinan itu dilanjutkan atau terus dipaksakan justru akan tambah tidak baik, pecah dan kehidupannya menjadi kalut. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Syari’at Islam membolehkan perceraian adalah untuk memenuhi hak kemanusiaan. Membolehkan perceraian dalam keadaan-keadaan yang sudah tidak mungkin lagi untuk bersatu berarti telah melepaskan masing-masing dari kecelakaan yang terus-menerus dan penghidupan yang pahit. 3) Alasan-alasan perceraian Perceraian dapat dilakukan dan diajukan di depan sidang pengadilan harus dengan alasan yang kuat dan mendasar, sebab Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam hal perceraian menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian, sebab perceraian dapat memberi pengaruh baik atau buruk pada kehidupan masyarakat. Karena itu selain perkawinan, perceraian perlu dimengerti dan dipahami dengan sempurna oleh setiap warga negara indonesia, agar perceraian tidak lagi
menjadi
permainan
atau
dipermainkan
oleh
anggota
masyarakat demi kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman keluarga, masyarakat dan negara. Alasan-alasan perceraian yang diatur dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut : a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagaimana yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak lain. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri. f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam ditambahkan dua alasan lagi, yaitu : a) Suami melanggar taklik talak. b) Peralihan agama /murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Sebagaimana telah dikemukakan di atas mengenai alasanalasan perceraian dapat dijadikan dasar untuk perceraian, pada sub f disebutkan antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 4) Macam-macam perceraian Di
dalam
Kompilasi
Hukum
Islam
menyebutkan
Thalaq
berdasarkan boleh tidaknya merujuk bekas istrinya, dalam hal ini dibagi menjadi : a) Thalaq Raj‟i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah (Pasal 118 Kompilasi Hukum Islam). b) Thalaq Ba‟in Shughraa adalah talak yang tidak boleh rujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah, hal ini dibagi menjadi : (1) Talak yang terjadi qobla aldukhul (belum berhubungan kelamin). (2) Talak dengan tebusan atau khuluk. (3) Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama (Pasal 119 Kompilasi Hukum Islam). commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Talak ini tidak boleh rujuk, hanya bisa nikah baru lagi apabila bekas suami ingin kembali lagi ke bekas istrinya. c) Thalaq Ba‟in Kubro adalah talak yang terjadi untuk tiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da dukhul dan habis masa iddahnya (Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam). Talak menurut boleh tidaknya mentalak terdiri dari : a) Talak Sunny, yaitu talak yang dibolehkan. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut. b) Talak Bid‟i, yaitu talak yang dilarang. Talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut (Pasal 122 Kompilasi Hukum Islam). Adapun menurut siapa yang mengajukannya perceraian dibagi menjadi : a) Cerai Talak adalah cerai yang diajukan oleh suami, dalam hal ini suami mengajukan perkaranya di Pengadilan Agama dimana istri bertempat tinggal. Suami mengajukan perkara dengan permintaan untuk ijin menjatuhkan talak. Sedangkan talaknya dilakukan apabila pengadilan sudah memutuskan untuk mengijinkan menjatuhkan talak dan putusan mana harus sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka ditetapkan sidang ikrar talak itu dilakukan di depan Sidang Pengadilan Agama. b) Cerai gugat diajukan oleh istri dan diajukan di Pengadilan Agama tempat kediaman istri. Hal ini putusan perceraian., apabila perceraian tersebut dengan khuluk atau ba’in, maka hal commithukum to usercerai khuluk sebab cerai dengan ini disebut dengan
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
putusan pengadilan atau cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada pengadilan dan perceraian itu terjadi karena putusan pengadilan. Dan perceraian ini dinyatakan sah apabila putusan mana sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. 5) Langkah-langkah perceraian a) Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya dalam cerai Talak, antara lain : (1) Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989); (2) Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989); (3) Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon (Justsikur.http://justsikur.blogspot.com/2010/08/tata-carapengajuan-cerai-talak-di.html 15 september 2012. Pukul 11). 51 WIB). (4) Permohonan diajukan ke Pengadilan Agama, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dalam hal cerai talak pasal 66, yang berbunyi : Ayat (1) : Seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan permohonan
istrinya kepada
mengajukan Pengadilan
untuk
mengadakan sidang guna menyelesaikan ikrar talak. Ayat (2) : permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termonon, kecuali apabila Termohon dengan commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa ijin. Ayat (3) : Dalam hal Termohon bertempat kediaman di luar negeri permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon. Ayat (4) : Dalam hal Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di Luar Negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Pusat. b) Langkah-langkah dalam mengajukan cerai gugat: (1) Secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama.(Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989). (2) Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 58 UU No.7 Tahun 1989). (3) Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat (http://parangkasbitung.net/index.php/prosedurberperkara/ceraigugat . 15 september 2012. Pukul 11.55 WIB) (4) Gugatan diajukan ke Pengadilan Agama, berdasarkan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, dalam hal cerai gugat, yang berbunyi: Ayat (1) : Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi
Penggugat, commit to user kecuali
tempat
kediaman
apabila
Penggugat
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan
sengaja
meninggalkan
tempat
kediaman bersama tanpa ijin Penggugat. Ayat (2) : Dalam hal Penggugat bertempat kediaman di Luar Negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat. Ayat (3) : Dalam hal Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di Luar Negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi
dilangsungkan
atau
perkawinan kepada
mereka
Pengadilan
Agama Jakarta Pusat. 6) Asas-asas pemeriksaan perkara perceraian. Baik perkara cerai talak maupun cerai gugat mengenai asas-asasnya yang manjadi pedoman pemeriksaan sama dan persis. Asas-asas yang dimaksud yang terdiri : a) Pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis hakim Perhatikan Pasal 80 Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989, yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. yang memerintahkan pemerikasaan perkara dilakukan oleh majelis yang terdiri dari 3 orang hakim. b) Pemeriksaan dalam sidang tertutup Menurut Pasal 68 ayat (2) dan 80 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989, yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama pemeriksaan perkara perceraian dilakukan dengan sidang tertutup. c) Pemeriksaan 30 hari dari tanggal pendaftaran gugatan Hal ini ditentukan Pasal 68 ayat (1) dan Pasal 80 ayat (1) commit to 7user Undang-Undang nomor Tahun 1989, yang telah diperbarui
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama serta Pasal 131 KHI dan 141 ayat (1) KHI. Pembatasan ini selambatlambatnya 30 hari. d) Pemeriksaan In Person atau Kuasa Tidak mutlak penggugat atau tergugat in person yang menghadiri pemeriksaan di sidang Pengadilan. Penggugat atau tergugat dapat diwakili kuasanya asal didukung surat kuasa khusus. e) Usaha mendamaikan selama pemeriksaan berlangsung Pasal 70 jo. Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989, yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama menegaskan kepada hakim untuk berupaya secara bersungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam perkara perceraian. 7) Tata
cara
pemeriksaan
perkara
perceraian
dengan
alasan
perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Hal yang berkenaan dengan tata cara pemeriksaan perkara perceraian atas dasar alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus mendengarkan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. Pengertian perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang disebut dalam penjelasan di atas, sama makna dan hakikatnya dengan apa yang dirumuskan pada penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf f commit to user Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang berbunyi : Antara
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
c. Tinjauan Tentang Pembuktian 1) Pengertian pembuktian Menurut
Mukti
Arto,
Membuktikan
artinya
mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta/peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku (Mukti Arto, 1996 : 135). Dalam pembuktian itu, maka para pihak memberi dasar-dasar yang cukup kapada Hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Menurut M. Yahya Harahap, pembuktian adalah kemampuan Penggugat atau Tergugat memanfaatkan hukum pembuktian untuk mendukung dan membenarkan hubungan hukum dan peristiwa-peristiwa yang di dalilkan atau dibantahkan dalam hubungan hukum yang diperkarakan (M. Yahya Harahap, 1991 : 01). Menurut Roihan A. Rasyid berpendapat bahwa pembuktian adalah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan di muka sidang dalam suatu persengketaan. Jadi membuktikan itu hanyalah dalam hal adanya perselisihan sehingga dalam perkara perdata di muka pengadilan, terhadap hal-hal yang tidak di bantah oleh pihak lawan, tidak memerlukan untuk dibuktikan (Roihan A. Rasyid, 2000 : 138). Mukti Arto mengungkapkan bahwa Pembuktian harus mengikuti hukum pembuktian. Menurut hukum pembuktian dalam acara perdata, maka pembuktiannya adalah: a) Bersifat mencari kebenaran formil. Dari setiap peristiwa yang harus dibuktikan adalah kebenarannya. Dalam acara perdata, kebenaran yang dicari ialah kebenaran yang bersifat formil berarti hakim tidak boleh melampaui batas-batas commit toyang user diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara. Hakim dilarang untuk menjatuhkan ptusan atas
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkara yng tidak dituntut atau meluluskan lebih dari yang dituntut. b) Tidak disyaratkan ada keyakinan baru. Dalam pembuktian dibedakan antara perkara pidana dan perdata. pembuktian dalam perkara pidana mensyaratkan adanya keyakinan hakim, sidang dalam perkara perdata tidak secara tegas mensyaratkan adanya keyakinan. c) Alat bukti harus memenuhi syarat formiil dan materiil. Dalam hukum pembuktian, terdiri dari unsur materiil dan unsur formil. Hukum pembuktian materiil mengatur tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedang hukum pembuktian formil mengatur cara mengadakan pembuktian. d) Hakim wajib menerapkan hukum pembuktian. Hakim wajib mengikuti ketentuan-ketentuan yang mengatur hukum pembuktian, baik tentang alat bukti, menerima atau menolak alat bukti dalam pemeriksaan perkara. (Mukti Arto, 1996 : 136) Pembuktian hanya diperlukan sepanjang mengenai hal-hal yang dibantah atau hal yang masih disengketakan, atau hanya sepanjang yang menjadi perselisihan di antara pihak-pihak yang berperkara. Pembuktian adalah upaya para pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran peristiwa atau kejadian yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa dengan alat-alat bukti yang telah ditetapkan undang-undang (Abdul Manan, 2000 : 129). Oleh karenanya masing-masing pihak akan berupaya sekuat tenaga untuk menyampaikan fakta-fakta yang menurut mereka akan dapat memberi keyakinan kepada Pengadilan tentang adanya hubungan hukum tersebut. Pembuktian
dalam
acara
perdata
berdeda
dengan
pembuktian pada acara pidana. Dalam hukum acara perdata untuk memenangkan seseorang tidak perlu adanya keyakinan hakim sebagaimana dalam hukum pidana, yang terpenting adalah adanya alat bukti yang sah dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengambil keputusan siapa yang kalah, dengan kata lain bahwa dalam hukum acara perdata cukup dengan kebenaran formil saja kebenaran yang dicapai oleh hakim tidak boleh melampaui batasbatas yang diajukan oleh pihak pihak berperkara. Hal ini sesuai dengan Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 189 ayat (3) R.Bg. yang menyebutkan ia dilarang memberikan keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohonkan atau memberikan lebih dari yang dimohonkan, disamping itu juga disebutkan dalam Pasal 162 HIR berbunyi bahwa tentang bukti dan tentang menerima atau menolak alat
bukti
dalam
perkara
perdata,
hendaklah
Pengadilan
memperhatikan peraturan pokok yang berikut ini. Ketentuan pasal tersebut di dalam pembuktian, hakim harus berpokok pangkal kepada peraturan-peraturan yang terdapat dalam HIR yaitu Pasal 163, sedangkan untuk Peradilan Agama ditambah dengan peraturan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 54 Undang-Undang tersebut yang berbunyi : Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam Lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur dalam Undang-Undang ini. 2) Beban pembuktian Dalam suatu proses perdata salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak, adanya hubungan hukum inilah yang harus dibuktikan apabila penggugat tidak berhasil untuk membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila bisa membuktikannya commitKemudian, to user dalam hal yang diakui maka maka akan dikabulkan.
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak dibebani pembuktian, hal ini termasuk hal-hal yang sudah diketahui kalayak umum yang disebut dengan faktor notair (sudah diketahui kalayak umum) sudah merupakan pengetahuan umum dan juga keadaan yang sudah diketahui sendiri oleh hakim, tetapi tidak termasuk fakta notair peristiwa-peristiwa yang kebetulan dilihat oleh hakim yang bersangkutan, karena hal itu sulit digolongkan ke dalam “ diketahui umum “ dalam hal masih timbul peristiwa harus dibuktikan lebih lanjut. Oleh karena itu, hakim harus bersikap arif, tidak boleh berat sebelah, hakim harus mendengar kedua belah pihak atau disebut asas audi et alterm partem artinya hakim wajib menyamakan kedudukan para pihak yang berperkara. Pasal yang terpenting dalam peraturan pokok yang mengatur tentang bukti adalah Pasal 163 HIR. Dalam Pasal 163 HIR terdapat asas “siapa yang mendalilkan sesuatu dia harus membuktikannya”. Berkenaan mengenai asas pembuktian dimuat dalam Pasal 163 HIR. yang berbunyi : barang siapa mengatakan mempunyai “barang suatu hak, atau mengatakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikan hak itu atau adanya perbuatan itu”, ini berarti kedua belah pihak yang berperkara dapat dibebani pembuktian, terutama penggugat berkewajiban membuktikan peristiwa yang diajukannya sedangkan tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya. Dalam praktek, tidak demikian halnya, sebab apabila diperhatikan dengan teliti jawaban dari tergugat, maka hal-hal yang tidak dibantah oleh tergugat tidak perlu dibuktikan oleh penggugat, dan dengan demikian kewajiban penggugat adalah hanya terhadap hal-hal yang dibantah saja oleh tergugat. Berkenaan dengan beban pembuktian, pengadilan harus benar-benar adil dan selalu mendasarkan pada ketentuan hukum acara yang berlaku dengan memandang bahwa semua pihak berperkara dihadapan to userkedudukan sama, dalam menilai pengadilan commit mempunyai
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara tepat tentang beban pembuktian (Hensyah Syahlani, 2007 : 9). Dalam hal pembuktian hanya peristiwa yang disengketakan saja yang harus dibuktikan, hakim terikat pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan para pihak dan para pihaklah yang diwajibkan untuk membuktikan, bukan hakim, yang disebut dengan asas Verhandlungs Maxime. Tidak semua peristiwa yang diajukan oleh penggugat dan tergugat harus dibuktikan, melainkan hanya yang relevan/penting saja yang harus dibuktikan misalnya, dalam perkara perceraian harus dibuktikan ketidakrukunannya atau tidak harmonisnya rumah tangga, misalnya karena pertengkaran terus menerus
yang
tidak
bisa
dirukunkan
lagi,
disebabkan
pertengkarannya tersebut. 3) Macam-macam alat bukti Dalam hukum acara perdata menurut HIR bahwa hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan Undang-Undang. Alat-alat bukti dalam hukum acara perdata sesuai Pasal 164 HIR ada lima macam, ialah : a) Alat bukti surat b) Bukti saksi c) Persangkaan d) Pengakuan e) Bukti sumpah Bukti-bukti tersebutlah nantinya yang akan membantu hakim dalam memutus suatu perkara. a) Bukti surat Menurut Sudikno Mertokusumo , alat bukti surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah commitdan to user pikiran seseorang dipergunakan sebagai pembuktian
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Sudikno Mertokusumo, 1988 : 116). Dalam hukum acara perdata dikenal macam-macam surat, yaitu ada tiga kelompok : surat biasa, akta autentik, akta di bawah tangan, yang dimana masing-masing bukti surat tersebut mempunyai kedudukan yang berbeda-beda. Perbedaan ketiga macam surat tersebut, yaitu dalam kelompok mana suatu tulisan termasuk, itu tergantung dari cara pembuatannya. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata surat dibagi tiga, yaitu: (1) Surat biasa adalah surat dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan bukti, apabila surat tersebut dijadikan bukti hanya merupakan kebetulan saja, misalnya surat cinta. (2) Akta autentik sesuai pasal 165 HIR, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok akta itu. (3) Akta di bawah tangan Akta yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti oleh para pihak tanpa bantuan seorang pejabat yang berwenang. Akta di bawah tangan dapat dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris, atau pegawai lain yang ditunjuk oleh undang – undang dan dibubukan menurut aturan yang diadakan oleh undang-undang (Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata 1995 : 64-69). Bedanya akta dan surat biasa, yaitu pada pembuatannya, kalau surat biasa dibuat semula bukan untuk dijadikan bukti, sedangkan akta dibuat dengan sengaja dijadikan sebagai alat bukti, akta misalnya kwitansi, akta kelahiran, akta nikah, dll. Akta itu sendiri ada dua macam, yaitu : (a) Akta autentik yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa atau akta yang dibuat commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pejabat yang berwenang, misalnya panggilan jurusita, surat putusan hakim. (b) Akta yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, misalnya akta nikah yang dibuat di hadapan pegawai pencatat nikah, surat perjanjian dibuat dihadapan notaris. Mengenai bukti surat dalam Pasal 137 HIR yang menyebutkan : kedua belah pihak boleh timbal balik menuntut melihat surat keterangan lawannya yang untuk maksud itu diserahkan kepada hakim. Kemudian dalam Pasal 138 HIR mengatur bagaimana cara bertindak, apabila salah satu pihak menyangkal keabsahan dari surat bukti yang diajukan oleh pihak lawan. Jika ada sangka yang beralasan, bahwa surat tersebut adalah palsu atau dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka surat tersebut dikirimkan kepada jaksa untuk dilaksanakan penuntutan sebagaimana mestinya. Apabila terjadi hal itu, pemeriksaan perkara perdata, untuk sementara ditangguhkan, sampai perkara pidananya diputus (Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata 1995 : 63). b) Bukti saksi (1) Pengertian saksi Pembuktian dengan saksi dalam praktek lazim disebut kesaksian. Dalam hukum acara perdata pembuktian dengan saksi sangat penting artinya terutama untuk perjanjian-perjanjian dalam hukum adat, dimana pada umumnya karena adanya saling percaya tidak dibuat sehelai surat pun, oleh karena bukti berupa surat tidak ada, pihakpihak akan berusaha mengajukan saksi yang dapat membenarkan atau menguatkan dalil-dalil yang diajukan di muka persidangan. Begitu pula dalam perkara-perkara pada umumnya di samping menggunakan alat bukti tertulis juga commit to user menggunakan saksi, misalnya perkara perceraian, di
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
samping adanya bukti surat seperti surat nikah untuk membuktikan bahwa para pihak (Penggugat dan Tergugat) telah
menikah
membuktikan
secara
resmi
dan
ketidakharmonisan
sah,
juga
rumah
untuk tangga,
pertengkaran rumah tangga juga perlu saksi untuk membuktikannya. Tentang keterangan saksi yang dapat dijadikan alat bukti yang sah menurut hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 164 HIR dan Pasal 184 HIR. Keterangan saksi harus terbatas pada peristiwa-peristiwa yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri dan harus pula disertai alasan-alasan bagaimana diketahuinya peristiwa yang
diterangkan
oleh
saksi-saksi
tersebut.
Terkait
mengenai pengertian saksi, saksi-saksi adalah orang-orang yang mengalami, mendengar, merasakan dan melihat sendiri suatu peristiwa atau kejadian dalam perkara yang sedang dipersengketakan (Abdul Manan, 2000 : 143). Kesaksian dalam bentuk keterangan dari orang yang mengetahui, mengalami dan mendengar sendiri disebut dengan Ratio Sciendi, dan keterangan yang diperoleh atau karena mendengar dari orang lain tidak diperoleh atau yang disebut Testimonium de auditu, yaitu kesaksian yang mendapat dari atau mendengar dari orang lain bukan merupakan alat bukti. Keterangan seorang saksi saja tanpa adanya alat bukti lainnya juga bukan dianggap sebagai alat bukti, hal ini disebut Unus testis nullus testis (seorang saksi bukan saksi), apabila seorang yang memberikan kesaksian tersebut didukung dengan bukti lain, maka dapat merupakan sebagai alat bukti yang sempurna, tetapi apabila hanya seorang saksi saja (sumpah supletoir) dan sebelum saksi commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan kesaksian, maka harus disumpah sesuai dengan agamanya. (2) Dasar Hukum alat bukti saksi Alat bukti saksi diatur dalam Pasal 168-172 HIR dan 306-309 R.Bg. Pembuktian dengan saksi pada dasarnya diperbolehkan dalam segala hal, kecuali jika UndangUndang menentukan lain, misalnya tentang persatuan harta kekayaan perkawinan. Terkait tentang siapa yang dapat diajukan menjadi sakasi dan yang tidak dapat didengar sebagai saksi terdapat dalam Pasal 145 HIR, yang berbunyi: 1) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi, adalah : a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak b. Suami atau istri salah satu pihak, meskipun telah bercerai. c. Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka sudah berumur lima belas tahun. d. Orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya terang. 2) Akan tetapi keluarga sedarah atau keluarga semenda tidak akan boleh ditolak sebagai saksi karena keadaan itu dalam perkara tentang keadaan menuut hukum sipil daripada orang yang berperkara atau tentang suatu perjanjian pekerjaan. 3) Orang tersebut dalam Pasal 146 (1) a dan b HIR , tidak berhak meminta mengundurkan diri daripada memberi kesaksian dalam perkara yang tersebut dalam ayat di muka. Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah commit to useradalah meliputi keturunan lurus ke menurut keturunan lurus
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atas dan lurus ke bawah. Keluarga sedarah menurut keturunan lurus ke bawah yaitu anak, cucu, dan seterusnya, sedangkan menurut keturunan lurus ke atas yaitu orang tua (bapak, ibu), orang tua dari orang tua (kakek, nenek), dan seterusnya. Kemudian semenda
ialah
perkawinan.
yang
dimaksud
hubungan
Disinipun
dengan
keluarga
karena
pertalian
semenda
menurut
keluarga
keluarga
keturunan lurus ke bawah maupun keturunan ke atas. Keluarga semenda menurut keturunan lurus ke bawah yaitu menantu, anak tiri. Sedangkan menurut keturunan lurus ke atas yaitu mertua (baik laki-laki atau perempuan), bapak atau ibu tiri salah satu pihak. Pasal 39 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 di pasal ini menyebutkan mengenai alasan-alasan dapat melakukan perceraian. Kemudian mengenai tata cara pemeriksaan yang dikehendaki terdapat dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam dimana apabila perkara perceraian pertengkaran
didasarkan yang
atas terus
alasan menerus,
perselisihan hakim
dan harus
mendengarkan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. Jika ternyata keluarga dekat tidak ada atau jauh, dan sulit untuk menghadirkan, hakim dapat meminta siapa-siapa orang yang dekat dengan suami istri. c) Persangkaan Alat bukti persangkaan dalam bahasa Belanda dinamakan Vermoeden, yang di dalam Hukum Acara Islam disebut al Qarinah yang artinya hal-hal yang mempunyai hubungan atau to user rupa terhadap sesuatu sehingga pertalian yang commit erat sedemikian
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan petunjuk. (Roihan A Rasyid, 2000 : 166). Persangkaan adalah kesimpulan hakim yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti atau peristiwa yang dikenal ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti, yang menarik kesimpulan itu adalah Hakim dan Undang-Undang. Menurut Mukti Arto, Persangkaan ialah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dikenal atau dianggap terbukti kearah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik yang berdasarkan undang – undang atau kesimpulan yang ditarik oleh hakim (Mukti Arto, 1996 : 169). Sedangkan
menurut
“Persangkaan
adalah
ketentuan
Pasal
1915
kesimpulan-kesimpulan
KUHPer yang
oleh
undang-undang atau oleh Hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal“ (gatot Supramono, 1993 : 37). Persangkaan diatur dalam Pasal 173 HIR dan Pasal 310 R.Bg., sedangkan di KUHper diatur dalam ketentuan Pasal 1915 sampai dengan Pasal 1922. Persangkaan itu sendiri ada dua, yaitu : (1)Praesuntiones
juris
yaitu
persangkaan
berdasarkaan
Undang-Undang. Menurut pasal 1916 KUHPer, disebut persangkaan
Undang-Undang,
karena
kesimpulan-
kesimpulan yang ditarik berdasarkan Undang-Undang dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu. Misalnya : kekuatan yang oleh Undang-Undang diberikan kepada suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kekuatan yang oleh Undang-Undang diberikan kepada pengakuan atau sumpah salah satu pihak, akan tetapi persangkaan tersebut dalam hukum acara perdata kita harus dianggap commit to user sebagai perbandingan saja, yang oleh hakim harus masih
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipertimbangkan, terutama dalam kasus harta benda, perkawinan, hibah antara suami dan istri, karena hukum keluarga menurut BW dan hukum keluarga yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan berbeda. Kekuatan pembuktian
persangkaan
berdasarkan
undang-undang
bersifat memaksa. Hakim terikat pada ketentuan undangundang, kecuali jika dilumpuhkan oleh bukti lawan ( Mukti Arto, 1996 : 171) (2)Praesuntiones facti yaitu kesimpulan yang ditarik oleh hakim. Menurut Mukti Arto (Mukti Arto, 1996 : 169), Persangkaan yang berupa kesimpulan yang ditarik oleh Hakim dari keadaan yang timbul di persidangan, seperti : - Tentang sesuatu yang penting dan seksama, - Atau tentang sesuatu yang terang dan pasti, - Dan saling bersesuaian. Misalnya, perceraian yang didasarkan zina, karena sulitnya pembuktian karena sukarnya menemukan saksisaksi yang melihat sendiri waktu melakukan zina, oleh karena sudah menjadi yurisprodensi tetap bahwa apabila dua orang pria dan wanita dewasa yang bukan suami istri tidur bersama dalam satu kamar yang hanya mempunyai satu tempat tidur. Kemudian ada yang membagi lagi bahwa persangkaan itu dibedakan menjadi dua yaiu berdasarkan kenyataan dan berdasarkan hukum. Berdasarkan kenyataan, hal ini hakimlah yang memutuskan berdasarkan kenyataan apakah mungkin dan sejauh mana kemungkinannya untuk membuktikan suatu peristiwa atau kejadian dengan peristiwa atau kejadian yang lain. Persangkaan berdasarkan hukum dibagi menjadi dua, yaitu: commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Praesuntiones yuris tantum yaitu persangkaan yang memungkinkan adanya pembuktian lawan. (2) Praesuntiones yuris et de jure yaitu persangkaan yang tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Persangkaan merupakan dugaan hakim. Persangkaan berdasarkan kenyataan, kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan Hakim. Hakim bebas dalam menemukan persangkaan
berdasarkan
mempertimbangkan
secara
kenyataan logis.
dan
Tentang
Hakim dugaan
wajib dan
kesimpulan yang ditarik Hakim maka ada syarat-syarat dalam bukti persangkaan Hakim, yaitu : (1) Dugaan mengenai suatu kejadian harus didasarkan atas hal-hal yang telah terbukti. (2) Hakim harus berkeyakinan bahwa hal-hal yang telah terbukti itu dapat menimbulkan dugaan terhadap terjadinya sesuatu peristiwa yang lain. (3) Hakim dalam mengambil dari bukti-bukti itu tidak boleh mendasarkan keputusannya atas hanya satu dugaan saja. (4) Dugaan/persangkaan itu harus bersifat penting, seksama, tertentu dan ada hubungannya satu sama lain. (5) Persangkaan semacam ini hanya boleh diperhatikan dalam hal undang-undang membolehkan pembuktian dengan saksi. (Mukti Arto, 1996 : 170). Meskipun persangkaan merupakan alat bukti namun tidak semua persangkaan dapat dijadikan sebagai alat bukti. Roihan A. Rasyid memberikan beberapa kriteria persangkaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti, yaitu : Menurutnya qarinah tersebut harus jelas dan meyakinkan sehingga tidak bisa dibantah lagi oleh manusia normal dan berakal. Kriteria lainnya adalah semua persangkaan menurut undang-undang di lingkungan peradilan sepanjang tidak jelasjelas bertentangan dengan hukum islam (Roihan A. Rasyid, 1991 : 174 ). commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Pengakuan Pengakuan diatur dalam Pasal 174, 175, dan 176 HIR dan pasal 311 R.Bg serta Pasal 1923-1928 KUHPer. Menurut hukum acara perdata pengakuan ada dua macam yaitu : 3. Pengakuan yang dilakukan di dalam persidangan. 4. Pengakuan yang dilakukan di luar persidangan. Kedua pengakuan tersebut berbeda dalam hal nilai pembuktiannya, berdasarkan Pasal 174 HIR bahwa pengakuan yang diucapkan di depan hakim menjadi bukti yang cukup untuk memberatkan orang yang mengakui tersebut, baik pengakuan tersebut diucapkan sendiri maupun diucapkan oleh seorang yang istimewa dikuasakan untuk melakukannya sedangkan pengakuan di luar persidangan berdasarkan Pasal 175 HIR kekuatannya diserahkan kepada hakim. Pengakuan di depan sidang merupakan keterangan sepihak baik tertulis maupun lisan yang membenarkan seluruh atau sebagian peristiwa/kejadian, hak atau hubungan hukum yang berakibat pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi dan juga pengakuan merupakan keterangan sepihak yang tidak memerlukan persetujuan pihak lain. Pengakuan merupakan pernyataan yang tegas karena pengakuan secara diam-diam tidak memberikan kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa atau kejadian. Pengakuan di muka persidangan tidak bisa ditarik kembali, pengakuan di depan persidangan adalah merupakan bukti yang sempurna dan mengikat. Sedangkan pengakuan di luar persdangan merupakan bukti bebas. Perbedaannya lagi bahwa pengakuan di dalam pesidangan tidak perlu membuktikan lagi, sedangkan di luar persidangan masih perlu pembuktian lebih lanjut dengan saksi-saksi dan alat bukti lainnya. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Bukti sumpah Dalam hukum acara perdata dikenal alat bukti yang disebut sumpah. Sumpah adalah keterangan yang diberikan seseorang dengan mengatasnamakan Tuhannya (Gatot Supramono, 1993 : 44). Sumpah diatur dalam HIR Pasal 155, 156, 157, 158 dan 177. Sebagai alat bukti dikenal tiga macam sumpah yang dimaksudkan sebagai alat bukti, yaitu : (1) Sumpah suppletoir Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa, kejadian yang menjadi sengketa. Untuk sumpah ini terlebih dahulu harus ada bukti permulaan yang belum mencakup dan tidak ada alat bukti lain dan kalau ditambah dengan sumpah suppletoir pemeriksaan perkaranya akan selesai sehingga hakim dapat menjatuhkan putusannya. Pembebanan sumpah ini bukan kewajiban akan tetapi sekedar menjadi wewenangnya untuk itu harus diangkat syarat-syaratnya (HIR Pasal 155 dan R.Bg Pasal 182). (2) Sumpah penaksiran Sumpah penaksiran yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah atau besarnya ganti rugi. Kekuatan pembuktian sumpah ini sama dengan sumpah suppletoir, bersifat sempurna dan masih dimungkinkan adanya bukti lawan. (3) Sumpah decisoir Sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada pihak lawannya. Pihak yang meminta disebut dengan deferent, sedangkan pihak yang harus bersumpah disebut delaat (HIR Pasal 156 dan R.Bg. Pasal 183). Sumpah commit decisoirto user dapat dibebankan/ diperintahkan
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meskipun tidak ada pembuktian sama sekali, dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan persidangan inisiatif datang dari pihak deferent dan ia pulalah yang menyusun
rumusan
atau
bunyi
sumpahnya
dapat
dibebankan secara pribadi, pihak-pihak atau orang yang diberi kuasa khusus, hakim harus meneliti terlebih dahulu apakah permintaan itu memenuhi syarat atau tidak. Hakim dapat menolak atau mengabulkan, seandainya pihak delaat menolak, maka berakibat kekalahan baginya.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Pasal 19 huruf (f) PP Perselisihan
No. 9 Tahun 1975
Mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Dapat Diselesaikan melalui mediasi
Proses persidangan
Alat bukti pasal 164 HIR : Surat Saksi Persangkaan Pengakuan sumpah
Mediasi gagal
Pembuktian
Alat bukti memenuhi syarat dan cara pembuktianya telah sesuai peraturan yang berlaku
Putusan
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran Keterangan : Permasalahan yang timbul akibat pertengkaran dalam suatu keluarga dipicu dari berbagai faktor. Hal demikianlah apabila salah satu pihak tidak commitketidakharmonisan to user rela, maka akan mengakibatkan dalam rumah tangga.
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Salah satu ciri dari ketidakharmonisan dalam rumah tangga adalah terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus-menerus yang tidak mungkin bisa dirukunkan lagi, yang kemudian tidak ada harapan akan hidup dalam rumah tangga, sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerinah Nomor 9 tahun 1975. Setelah diajukan ke Pengadilan yang berwenang menangani maka perlu dilakukan pembuktian. Dalam melakukan pembuktian alat bukti yang diajukan harus memenuhi syarat dan cara pembuktiannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan alatalat bukti tersebut dapat membantu hakim dalam memutus perkara tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Cara Pembuktian Perkara Cerai Gugat Dengan Alasan Perselisihan Dan Pertengkaran Terus Menerus Di Pengadilan Agama Sukoharjo 1. Perkara di Pengadilan Agama Sukoharjo Pengadilan Agama Sukoharjo mempunyai wilayah hukum meliputi 12 kecamatan, dimana berdasarkan sumber yang diperoleh dari Kepaniteraan Pengadilan Agama Sukoharjo, perkara yang diterima pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2011 sebagai berikut :
Gambar 3 : Perkara yang diterima di Pengadilan Agama Sukoharjo 2011 Total perkara yang diterima di Pengadilan Agama Sukoharjo sebanyak 1280 perkara pada tahun 2011 tersebut. Dimana perkara-perkara tersebut meliputi masalah perkawinan, kewarisan, P3HP/penetapan ahli waris.
commit to user
43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perkara cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama Sukoharjo pada tahun 2011 ada 805 perkara, dengan rincian sebagai berikut :
Gambar 4 : perkara cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama Sukoharjo pada tahun 2011 Data
yang
diperoleh
dari
Pengadilan
Agama
Sukoharjo
menunjukkan bahwa tingkat perceraian khususnya cerai gugat cukup tinggi
di
Sukoharjo.
Perceraian
tersebut
disebabkan
karena
ketidakmampuan untuk saling memahami dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan yang menimbulkan suatu konflik antara pasangan suami istri dalam kehidupan berumah tangga. Apabila konflik tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka yang timbul adalah perselisihanperselisihan kecil bahkan perselisihan yang berkepanjangan yang bahkan mungkin akan berakibat putusnya ikatan perkawinan tersebut dengan perceraian. Namun tidak semua konflik ataupun masalah dapat dijadikan alasan untuk melakukan perceraian. Hanya hal-hal yang terdapat dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang dapat dijadikan alasan untuk melakukan perceraian. Perceraian tersebut diajukan ke Pengadilan Agama, maka berlaku hukum acara peradilan agama. commit to user Berdasarkan Pasal 54 Undang-
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, bahwa hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Kekhususan tersebut telah diatur secara tegas yaitu tentang perceraian, yang di dalamnya salah satunya mengatur mengenai bagaimana cara membuktikannya.
2. Cara pembuktian perkara perceraian Setiap perkara perdata yang sampai di persidangan Pengadilan, bermula dari adanya suatu sengketa antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Hal ini dikarenakan antara pihak satu dengan pihak yang lain atau di sini pihak yang melanggar dan yang dilanggar haknya tidak dapat diselesaikan melalui jalan perdamaian, maka sesuai dengan prinsip negara hukum penyelesaian sengketa tersebut dengan melalui jalur hukum, yaitu gugatan ke Pengadilan. Setelah proses persidangan tentang perdamaian,
jawaban
dari
tergugat/termohon,
replik
dari
penggugat/pemohon dan duplik dari tergugat/termohon dan sudah sampai pada tahap pembuktian, Dalam suatu persidangan, pembuktian mempunyai peranan yang penting dalam suatu proses pemeriksaan perkara dalam persidangan di Pengadilan. Dengan adanya pembuktian, dapat memberikan suatu gambaran yang jelas terhadap suatu peristiwa yang sedang menjadi sengketa di Pengadilan tersebut. Pembuktian membantu Hakim dalam memutus suatu peristiwa, maka para pihak pada sidang pembuktian tersebut diberikan kesempatan untuk membuktikan pada
sidang
pembuktian
tersebut
terkait
dengan
dalil-dalil
gugatan/permohonan atau bantahan-bantahannya dengan cara atau langkah-langkah sebagai berikut : commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Penggugat mengajukan alat bukti tertulis, misalnya foto copy akta nikah/duplikat sebagai bukti sahnya perkawinan dan foto copy Kartu Tanda
Penduduk
sebagai
bukti
diri
untuk
menentukan
kewenangannya. Pihak Pengadilan Agama Sukoharjo berwenang mengadili atau tidak dan terkait dengan bukti tersebut apabila foto copy harus dimeteraikan/dilegalisir ke kantor Pos. b. Alat bukti tersebut dikonfirmasikan dengan tergugat apakah alat bukti tersebut benar atau tidak. c. Penggugat mengajukan saksi sebagai penguat gugatannya dan saksi tersebut berupa saksi keluarga atau orang lain yang dekat yang mengetahui, melihat, mendengar langsung tentang kejadian tersebut. d. Saksi penggugat dipanggil ke persidangan. e. Hakim menanyakan saksi tersebut tentang identitas saksi. f. Saksi bersumpah menurut agamanya. g. Hakim menanyakan tentang kedekatan saksi dengan penggugat dan tergugat, tentang keadaan keluarga penggugat dan tergugat, tentang pertengkarannya,
sebab
pertengkarannya,
kapan
terjadi
pertengkarannya, frekuensi pertengkarannya, lihat berapa kali pertengkaran tersebut, sejauh mana tentang pertengkarannya dan apakah saksi mengetahui sendiri atau tidak dengan kejadian yang diterangkan di muka persidangan. h. Keterangan dikonfirmasikan dengan tergugat, bagaimana tentang keberatan kebenaran atau tidaknya tentang keterangan saksi. i. Hakim menanyai pihak penggugat apakah ada saksi lagi yang mau dihadirkan. Jika tidak ada, tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan alat bukti tertulis bila ada sanggahan terhadap bukti penggugat. j. Tergugat mengajukan saksi sebagai penguat sanggahannya dan saksi tersebut berupa saksi keluarga atau orang lain yang dekat yang mengetahui, melihat, mendengar langsung tentang kejadian tersebut. commit to user k. Saksi tergugat dipanggil.
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
l. Kemudian ditanya identitas dan kesediaannya menjadi saksi. m. Bersumpah. n. Ditanyakan sebagaimana saksi penggugat. o. Dikonfirmasikan dengan penggugat dengan keberatan tidaknya, kebenaran tidaknya dengan keterangan saksi tergugat. p. Disamping itu saksi penggugat atau saksi tergugat dimintai pendapatnya tentang kesediaannya atau dapat tidaknya untuk menasehati. Apabila para pihak tidak keberatan dan menyatakan kebenarannya dengan bukti-bukti tersebut baik tertulis maupun para saksi, maka Majelis Hakim bermusyawarah untuk menentukan putusannya. Dalam perkara perceraian, meskipun para pihak telah ada pengakuan, Pembuktian tetap dilakukan karena apabila hanya berpegang pada pengakuan para pihak tersebut ditakutkan akan terjadi suatu kebohongan yang dapat merugikan pihak lain, seperti anak atau pihakpihak lain yang terkait. Karena dalam perkara perceraian yang berat adalah akibat dari perceraian tersebut.
3. Cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo Dilihat dengan seksama, cara pembuktian perkara perceraian dengan perselisihan dan pertengkaran terus menerus hampir sama dengan pembuktian perkara pada umumnya, meskipun demikian pada perkara perceraian dengan alasan perselisihan atau pertengkaran terus menerus ada hal yang berbeda dengan perkara lainnya dalam hal pembuktiannya. Perkara perceraian dengan alasan perselisihan atau pertengkaran terusmenerus terjadi dimana suami istri saling berselisih, dan sudah tidak dimungkinkan lagi untuk rukun kembali, tetapi pihak istri tidak mempunyai alasan yang kuat untuk bercerai, sedang suami bersiteguh tidak mau menceraikannya. Padahal di sini perselisihan antara suami user dengan istri merupakancommit suatu toperistiwa yang sifatnya rahasia dan
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cenderung ditutupi dalam kehidupan rumah tangga sudah tentu tidak akan dibuat dalam bentuk tulisan untuk kepentingan pembuktian seperti peristiwa perdata lainnya. Peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat dan mendengar sendiri peristiwanya. Dalam hal ini yang dibuktikan dalam masalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus adalah tentang sahnya perkawinan, identitas dan juga retaknya keluarga, berupa terjadinya perselisihan dan pertengkaran serta sebab-sebab atau semua unsur yang terdapat dalam gugatannya. Adapun beban pembuktiannya adalah diberikan secara seimbang kepada penggugat atau pemohon dan tergugat atau termohon. Hal ini Hakimlah yang menyatakan para pihak diberikan kesempatan untuk membuktikan sebagaimana telah disebutkan pada cara-cara pembuktian tadi bahwa setelah penggugat membuktikannya lalu tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi alat bukti yang disampaikan oleh penggugat dan diberikan juga untuk membuktikan dan begitu juga sebaliknya penggugat juga diberi kesempatan untuk menanggapinya alat bukti yang disampaikan oleh tergugat. Untuk lebih jelasnya penulis memberikan suatu gambaran mengenai pembuktian suatu perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus melalui putusan Pengadilan Agama Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, perkara tersebut pihak penggugat berinisial SW binti SI, sedangkan pihak tergugat berinisial YT bin KW. Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, penggugat telah mengajukan alat bukti surat sebagai berikut: 1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Penggugat Nomor 3311085706890001 tanggal 22 Maret 2007 yang dikeluarkan oleh Camat Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, bermeterai cukup dan sudah dicocokkan dan ternyata cocok dengan aslinya serta isinya tidak dibantah oleh pihak tergugat (Bukti P-1); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
2. Foto copy kutipan Akta Nikah Nomor: 435/61/IX/2011 tanggal 20 September 2011 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, bermeterai cukup dan sudah dicocokkan dan ternyata cocok dengan aslinya, serta isinya tidak dibantah oleh tergugat (Bukti P-2); 3. Surat pernyataan penggugat tertanggal 30 April 2012 (Bukti P-3); 4. Transkrip SMS yang dibuat oleh penggugat tertanggal 30 April 2012 (Bukti P-4); 5. Foto copy surat perjanjian tanggal 27 Desember 2012 yang ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, bermeterai cukup dan sudah dicocokkan dan ternyata cocok dengan aslinya dan isinya diakui oleh pihak tergugat (Bukti P-5); Bahwa di samping itu, penggugat telah mengajukan bukti saksi masing-masing sebagai berikut: Saksi I penggugat bernama SI bin WK, umur 53 tahun, pekerjaan buruh, bertempat tinggal Dusun Godegan Rt.001, Rw.015, Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, mempunyai hubungan keluarga dengan penggugat sebagai ayah kandung penggugat, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut: - Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang menikah pada bulan September 2011; - Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai anak; - Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering bertengkar karena pernikahannya dijodohkan oleh saksi dan orang tua tergugat disamping itu tergugat cemburu; - Bahwa sejak oktober 2011 penggugat dengan tergugat berpisah commit to userkarena penggugat dipulangkan ke tempat tinggal hingga sekarang
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rumah saksi dengan dipasrahkan oleh tergugat kepada saksi, sedangkan tergugat hidup bersama dengan orang tuanya sendiri dan selama
pisah
antara
penggugat
dan
tergugat
tidak
lagi
berhubungan; - Bahwa saksi pernah berusaha merukunkan penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil; Saksi II penggugat bernama SH bin TA umur 48 tahun, pekerjaan buruh, bertempat tinggal di dusun Godegan, Rt. 001, Rw. 015, Desa Wirun, Kecamatan
Mojolaban,
Kabupaten
Sukoharjo,
tidak
mempunyai
hubungan keluarga dengan penggugat dimana saksi adalah sebagai tetangga penggugat, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut: - Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang menikah pada bulan september 2011; - Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai anak; - Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering bertengkar karena tergugat cemburu penggugat menjalin cinta dengan laki-laki lain; - Bahwa sejak oktober 2011 penggugat dan tergugat berpisah tempat tinggal hingga sekarang karena penggugat dipulangkan ke rumah orang tua penggugat dengan dipasrahkan oleh tergugat dan selama pisah antara penggugat dan tergugat tidak lagi berhubungan; - Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil; Saksi III penggugat bernama SW bin SRD umur 27 tahun, pekerjaan karyawan swasta, bertempat tinggal di dusun Godegan Rt. 001 Rw. 015, desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, mempunyai hubungan keluarga dengan penggugat sebagai kakak kandung penggugat, to userketerangan sebagai berikut: dibawah sumpahnya telahcommit memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
- Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang menikah pada bulan September 2011; - Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai anak; - Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering bertengkar karena pernikahannya dijodohkan oleh orang tuanya dan tidak ada saling mencintai; - Bahwa sejak oktober 2011 penggugat dan tergugat berpisah tempat tinggal hingga sekarang karena penggugat dipulangkan ke rumah orang tua penggugat dengan dipasrahkan oleh tergugat dan selama pisah antara penggugat dan tergugat tidak lagi berhubungan; - Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil; Bahwa tergugat telah mengajukan bukti untuk melumpuhkan bukti penggugat sebagai berupa saksi-saksi: Saksi I tergugat bernama SWN bin MDY, umur 59 tahun, pekerjaan perangkat desa, bertempat tinggal di dusun Kerten, Rt. 002, Rw. 004, Desa Ngombakan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, tidak mempunyai hubungan keluarga dengan penggugat, saksi sebagai tetangga tergugat, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut: - Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang menikah pada bulan September 2011; - Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di rumah orang tua tergugat selama 2 bulan dan belum dikaruniai anak; - Bahwa sejak bulan Oktober 2011 rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis saling bertengkar karena pernikahannya dijodohkan, penggugat kurang perhatian dengan tergugat dan commit to user tergugat cemburu terhadap penggugat;
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
- Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil; Saksi II tergugat bernama YTM binti KW, umur 40 tahun, pekerjaan tani, bertempat tinggal di dusun Kerten Rt. 002, Rw. 004, desa Ngombakan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, mempunyai hubungan keluarga dengan tergugat dimana saksi sebagai kakak kandung tergugat, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut: - Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri yang sah yang menikah pada bulan September 2011; - Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai anak; - Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering bertengkar karena penggugat tidak perhatian terhadap tergugat; - Bahwa sejak Oktober 2011 penggugat dengan tergugat berpisah tempat tinggal hingga sekarang karena penggugat berada di rumah orang tua penggugat sendiri dan tergugat juga di rumah orang tua tergugat sendiri; - Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil; Pertimbangan hukum secara singkatnya dalam putusan Pengadilan Agama Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh dalam hal pembuktiannya, sebagai berikut: Menimbang, bahwa dari bukti P.1 berupa Kartu Tanda Penduduk telah ternyat penggugat bertempat tinggal di wilayah hukum Pengadilan Agama Sukoharjo, maka perkara ini secara relative juga merupakan kompetensi Pengadilan Agama Sukoharjo; Menimbang bahwa bukti P.2 akta perkawinan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, bermeterai cukup dan cocok dengan aslinya serta isinya tidak dibantah oleh tergugat, oleh karena itu akta commit to user tersebut memiliki nilai pembuktian penuh dan mengikat para pihak yang
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
berperkara sehingga telah terbukti bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri yang sah; Menimbang bahwa bukti P.3 berupa surat pernyataan penggugat, P.4 berupa transkrip SMS dan P.5 berupa surat perjanjian yang isinya tidak dibantah oleh tergugat, oleh karena itu bukti tersebut memiliki nilai pembuktian yang penuh dan mengikat para pihak yang berperkara, sehingga terbukti bahwa antara penggugat dan tergugat terindikasi bahwa rumah tangganya sudah tidak rukun lagi; Menimbang, bahwa para saksi penggugat maupun para saksi dari tergugat telah menerangkan dibawah sumpah berdasarkan agama dan kepercayaannya yang dianut oleh para saksi maka keterangan saksi tersebut telah memenuhi syarat formal sebagai saksi; Menimbang bahwa keterangan saksi I, II dan III penggugat menjelaskan antara penggugat dan tergugat bertengkar yang disebabkan pernikahannya dijodohkan orang tua dan tergugat bersifat pencemburu terhadap penggugat, sudah berpisah tempat tinggal selama 4 bulan karena penggugat dipulangkan ke rumah orang tuanya oleh tergugat, penggugat dan tergugat sudah dirukunkan, tetapi tidak berhasil; Menimbang, bahwa saksi I dan II tergugat menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat sering bertengkar karena pernikahannya dijodohkan dan penggugat kurang perhatian terhadap tergugat, dan sekarang sudah berpisah tempat tinggal, penggugat ikut orang tuanya sendiri dan tergugat juga bersama dengan orang tua tergugat sendiri yang hingga sekarang sudah 4 bulan, dan pihak keluarga sudah merukunkan penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil; Menimbang bahwa apa yang diterangkan tersebut didasarkan pada pengelihatan, pendengaran, pengalaman sendiri mengenai fakta-fakta yang diterangkannya serta tidak ada saksi pihak lawan yang menerangkan bahwa ia seorang yang berperilaku buruk (tidak bersifat adil) maka Pasal 171 ayat (1) dan Pasal 172 HIR, maka keterangan saksi commitalat to user tersebut dapat diterima sebagai bukti;
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menimbang, bahwa para saksi penggugat maupun dari tergugat adalah orang dekat dari penggugat maupun tergugat maka hal ini telah sesuai dengan maksud Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam; Menimbang bahwa berdasarkan bukti saksi-saksi penggugat yang didukung oleh saksi-saksi tergugat dan bukti tertulis, telah terbukti faktafakta sebagai berikut: 1. Bahwa, antara penggugat dan tergugat sering bertengkar penyebabnya karena pernikahannya dijodohkan oleh orang tuanya masing-masing, tergugat cemburu dan penggugat kurang memperhatikan tergugat; 2. Bahwa, sejak Oktober 2011, empat (4) bulan terakhir ini antara penggugat dan tergugat berpisah tempat tinggal, penggugat pulang ke rumah orang tuanya sendiri dan tergugat tetap berada di rumah orang tua tergugat sendiri, dan selama pisah tidak ada hubungan lahir maupun batin; 3. Bahwa, keluarga sudah berusaha merukunkan penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil; Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut Majelis Hakim berkesimpulan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat telah pecah dan tidak bisa dirukunkan kembali dalam rumah tangganya. Dalam pembuktian perkara tersebut para pihak yaitu dari penggugat, saksinya merupakan ayah kandung penggugat sendiri, kemudian tetangga penggugat dan yang terakhir kakak kandung penggugat itu sendiri, sedangkan dari tergugat saksinya tetangga tergugat dan kakak kandung tergugat itu sendiri, karena mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian
dengan
melihat,
mendengar,
dan
mengetahui
sendiri
peristiwanya. Setelah itu, tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi saksi penggugat dan tergugat juga diberi kesempatan untuk menanggapi saksi penggugat. Alat bukti tertulis yang digunakan juga diakui oleh commit to user tergugat.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut para Hakim di Pengadilan Agama Sukoharjo yang memeriksa dan memutus Perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, yaitu: a.
Menurut Abdul Basir selaku Hakim Anggota dua (2) Cara pembuktian dalam perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus hampir sama dengan pembuktian perkara-perkara perceraian pada umumnya, yaitu Penggugat mengajukan alat bukti tertulis, misalnya foto copy akta nikah/duplikat sebagai bukti sahnya perkawinan dan foto copy Kartu Tanda
Penduduk
sebagai
bukti
diri
untuk
menentukan
kewenangannya. Pihak Pengadilan Agama Sukoharjo berwenang mengadili atau tidak dan terkait dengan bukti tersebut apabila foto copy harus dimeteraikan/dilegalisir ke kantor Pos, yang kemudian alat bukti tersebut dikonfirmasikan dengan tergugat apakah alat bukti tersebut benar atau tidak. Selanjutnya penggugat mengajukan saksi sebagai penguat gugatannya dan saksi tersebut berupa saksi keluarga atau orang lain yang dekat yang mengetahui, melihat, mendengar langsung tentang kejadian tersebut. Saksi penggugat dipanggil ke persidangan untuk selanjutnya Hakim menanyakan saksi tersebut tentang identitas saksi. Setelah selesai menanyakan identitas saksi tersebut, dilanjutkan Saksi bersumpah menurut agamanya. Setelah itu Hakim menanyakan tentang kedekatan saksi dengan penggugat dan tergugat, tentang keadaan keluarga penggugat dan tergugat, tentang pertengkarannya, sebab pertengkarannya, kapan terjadi pertengkarannya, frekuensi pertengkarannya, lihat berapa kali pertengkaran tersebut, sejauh mana tentang pertengkarannya dan apakah saksi mengetahui sendiri atau tidak dengan kejadian yang diterangkan di muka persidangan. Keterangan dikonfirmasikan dengan tergugat, bagaimana tentang keberatan kebenaran atau tidaknya tentang
keterangan saksi. Hakim menanyai pihak commit useryang mau dihadirkan. Jika tidak penggugat apakah ada saksitolagi
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ada, tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan alat bukti tertulis bila ada sanggahan terhadap bukti penggugat. Apabila ada suatu keberatan, tergugat harus dapat membuktikan keberatannya tersebut, dengan menghadirkan saksi, Saksi tergugat dipanggil kemudian ditanya identitas dan kesediaannya menjadi saksi untuk selanjutnya saksi tergugat tersebut bersumpah menurut agamanya, dan ditanyakan sebagaimana saksi penggugat. Terakhir dikonfirmasikan dengan penggugat bagaimana tentang keberatan kebenaran atau tidaknya tentang
keterangan saksi tergugat, disamping itu saksi
penggugat atau saksi tergugat dimintai pendapatnya tentang kesediaannya atau dapat tidaknya untuk menasehati. b.
Menurut Makali selaku Hakim Ketua Majelis Beliau mengatakan tentang cara pembuktiannya sama dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Abdul Basir. Beliau juga menjelaskan bahwa dalam kasus tersebut perselisihan antara suami dengan istri bersifat rahasia dan sudah tentu tidak akan dibuat dalam bentuk tulisan untuk kepentingan pembuktian seperti peristiwa perdata lainnya. Peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat dan mendengar sendiri peristiwanya. Hakim di dalam memberikan pembuktian kepada para pihak sesuai dengan asas-asas hukum acara perdata yaitu para pihak diberi kesempatan yang sama untuk membuktikannya.
Pembuktian
dalam
perkara
Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sama dengan perkara perdata lainnya hanya bedanya dalam pemeriksaan perkaranya saksi yang digunakan dapat menggunakan saksi keluarga hal ini dikarenakan peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat dan mendengar sendiri peristiwanya, sedangkan yang berada di dekat tempat kejadian biasanya anggota keluarga atau tetangga dekat. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam hal pembuktian saksi, saksi sebelum memberikan keterangan harus bersumpah terlebih dahulu, karena hal ini merupakan syarat formal dalam persidangan. Tentang keterangan satu persatu, saksi penggugat dipanggil terlebih dahulu dan menerangkannya, lalu setelah selesai baru saksi tergugat dipanggil masuk dan menerangkan sampai selesai, yang pada intinya saksi yang menghadap dipanggil satu persatu untuk masuk ruang persidangan. Selanjutnya saksi ditanya tentang identitasnya, yang pada intinya Hakim menanyakan kepada saksi tentang nama, pekerjaan, umur, tempat tinggal, dan tentang hubungannya dengan penggugat dan tergugat. Mengenai pembuktian dengan alat bukti tertulis, Beliau juga menambahkan terkait dengan cara pembuktian dengan menggunakan alat bukti tertulis yang bentuk foto copy, maka alat bukti tersebut harus dimeteraikan terlebih dahulu ke kantor pos. Hal ini juga berlaku di Pengadilan Agama Sukoharjo, yang telah diserahkan kepada Hakim untuk dijadikan alat bukti. c.
Menurut Achmad Baidlowi selaku Hakim Anggota satu (1) Beliau mengatakan cara pembuktian perkara perceraian dengan alasn perselisihan dan pertengkaran terus menerus sama dengan pembuktian perkara persidangan yang lainnya. Hanya di sini keluarga sedarah atau semenda dapat didengar sebagai saksi. Hal ini dikarenakan keluarga sedarah atau semenda dipandang lebih mengetahui peristiwa yang terjadi. Dengan mendengar keterangan saksi tersebut Hakim dapat menilai sampai sejauh mana perselisihan antara suami istri tersebut terjadi, keadaan keluarga penggugat dan tergugat, tentang pertengkarannya, sebab pertengkarannya, kapan terjadi pertengkarannya, frekuensi pertengkarannya, lihat berapa kali pertengkaran tersebut, sejauh mana tentang pertengkarannya dan apakah saksi mengetahui sendiri atau tidak dengan kejadian yang commit to user diterangkan di muka persidangan. Perkara perceraian yang
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didasarkan percekcokkan dan pertengkaran tersebut bisa dikatakan syiqaq atau hanya perselisihan dan pertengkaran saja tergantung dari tingkat keadaan dan unsurnya. Berdasarkan uraian tersebut berarti dapat ditemukan
bahwa
putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh cara pembuktiannya sudah tepat dan sesuai dengan tata cara pembuktian Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus mendengarkan keterangan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri, dikarenakan peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat dan mendengar sendiri peristiwanya, sedangkan yang berada di dekat tempat kejadian biasanya anggota keluarga atau tetangga dekat. Pembuktian putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, Hakim mengacu pada Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam saja karena perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut belum sampai dikatakan Syiqaq. Hal ini berarti dalam hal cara pembuktiannya Hakim belum sampai mengangkat Hakam, dikarenakan alasan perceraian yang didasarkan percekcokkan dan pertengkaran tersebut belum sampai kepada tingkat darurat dan tidak mengandung unsur-unsur yang membahayakan. Perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut belum sampai dikatakan Syiqaq, sehingga tidak sampai mengangkat hakam karena Hakim telah dapat mengetahui sebab-sebab pertengkarannya
dari
keterangan
saksi-saksi
tersebut
dan
telah
mempunyai gambaran yang jelas atas persengketaan yang terjadi. Dalam pembuktian perkara tersebut, saksi sebelum memberikan keterangan telah bersumpah terlebih dahulu, karena hal ini merupakan syarat formal dalam persidangan. Hal ini berarti telah sesuai dengan commit user Pasal 147 HIR, yaitu jika tidakto diminta mengundurkan diri atau jika
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penolakan itu dianggap tidak beralasan buat memberikan kesaksiannya, maka sebelum saksi itu memberikan keterangannya, ia terlebih dahulu disumpah menurut agamanya. Putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, saksi penggugat telah dipanggil terlebih dahulu dan menerangkannya, setelah itu Hakim menanyakan kepada pihak tergugat apakah ada saksi selanjutnya, apabila tidak ada lalu setelah selesai baru saksi tergugat dipanggil masuk dan menerangkan sampai selesai, hal ini telah sesuai Pasal 144 ayat (1) HIR dan Pasal 171 ayat (1) RBg. Intinya saksi yang menghadap dipanggil satu persatu untuk masuk ruang persidangan. Selanjutnya saksi ditanya tentang identitasnya, hal ini berarti telah sesuai dengan Pasal 144 ayat (2) HIR dan Pasal 171 ayat (2) RBg, menyebutkan Ketua menanya namanya, pekerjaannya, umurnya, dan tempat diam atau tinggalnya, lagi pula apakah mereka itu berkeluarga sedarah dengan kedua belah pihak atau salah satu dari padanya, atau karena berkeluarga semenda, dan jika ada, berapa pupu, dan apakah mereka makan gaji atau jadi bujang pada salah satu pihak. Saksi dalam putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh tersebut tidak atas dasar mendengar dari orang lain (Testimonium de Auditu). Saksi-saksi dalam putusan tersebut telah mengetahui sendiri, mendengar sendiri, dan melihat sendiri. Saksi tersebut tidak boleh atas dasar mendengar dari orang lain (Testimonium de Auditu), karena hal tersebut bukan merupakan alat bukti. Hakim harus memerintahkan para pihak yang berperkara untuk menunujukkan akta yang asli guna dicocokkan dengan foto copy yang telah diserahkan kepada Hakim untuk dijadikan alat bukti. Terkait dengan cara pembuktian dengan menggunakan alat bukti tertulis yang bentuk foto copy, secara formal maka alat bukti tersebut harus dimeteraikan terlebih dahulu ke kantor pos. Maka hal ini telah sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, yaitu: commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Dikenakan Bea Meterai sebesar Rp 1000,- (seribu rupiah) atas dokumen yang digunakan sebagai pembuktian di muka Pengadilan : a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; b. Surat-surat
yang semula
tidak
dikenakan
Bea
Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula; Berdasarkan hal tersebut, menurut Penulis cara pembuktian perkara perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut telah tepat dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Seperti yang telah dituangkan sebelumnya bahwa cara pembuktiannya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Kekuatan Alat Bukti Yang Digunakan Dalam Perkara Cerai Gugat Dengan Alasan Perselisihan Dan Pertengkaran Terus Menerus Di Pengadilan Agama Sukoharjo Seperti yang telah ditulis penulis dalam Bab II bahwa Dalam hukum acara perdata menurut HIR Hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan Undang-Undang. Alat-alat bukti dalam hukum acara perdata sesuai Pasal 164 HIR ada 5 macam, ialah : a.
Alat bukti surat
b.
Bukti saksi
c.
Persangkaan
d.
Pengakuan
e.
Bukti sumpah
Bukti-bukti tersebutlah nantinya yang akan membantu hakim dalam memutus suatu perkara. Di Pengadilan Agama Sukoharjo setelah Penulis mengamati dan menanyakan kepada para Hakim bahwa alat bukti yang digunakan berupa alat bukti tertulis yaitu akta autentik dan para saksi. Dalam hal saksi di Pengadilan to user saksi orang lain, yang biasanya Agama Sukoharjo ada yang commit menggunakan
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdiri
dari
tetangga
dekat
atau
teman
dekat
yang
mengetahui
peristiwa/kejadian yang saksi lihat atau ketahuannya dalam hal/peristiwa yang diajukan oleh para pihak. Di samping menggunakan tetangga dekat sebagai saksi dari orang lain, juga ada yang menggunakan saksi dari keluarganya, yaitu keluarga sedarah dan semenda dari para pihak sebagaimana ketentuan pasal 145 ayat (2) HIR seperti ayah, ibu, paman, bibi, kakak atau adik bahkan anak atau seorang yang dianggap sebagai keluarga atau orang lain sebagai wakil dari keluarga, yang dalam hal ini harus orang-orang yang oleh Undang-Undang dipandang mengetahui peristiwanya. Untuk saksi keluarga biasanya digunakan dalam perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan juga syiqaq. Saksi dari keluarga tersebut merupakan dari garis lurus ke atas, ke bawah maupun menyamping atau orang lain yang dianggap dekat dengan para pihak sebagai wakil dari keluarganya, hal mana harus mengetahui, mendengar dan melihat sendiri peristiwa yang dilakukan oleh para pihak. Menurut para Hakim di Pengadilan Agama Sukoharjo yang memeriksa dan memutus perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, yaitu : a. Menurut Abdul Basir selaku Hakim Anggota Dua (2) Beliau mengatakan bahwa dalam suatu perceraian alat bukti tertulis yang penting untuk pembuktian adalah akta nikah. Menurut beliau Akta nikah merupakan bukti autentik penggugat dan tergugat telah menikah secara sah, sehingga hal ini sesuai dengan prinsip perkawinan yang tercantum dalam Undang-Undang perkawinan yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Beliau menambahkan bahwa hal tersebut telah ditegaskan pada Pasal 6 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan “perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatatan tidak mempunyai kekuatan hukum”, di samping itu juga ditegaskan pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang bunyinya “pencatatan perkawinan dari mereka yang commit tomenurut user agama islam dilakukan oleh melangsungkan perkawinannya
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pegawai Pencatat”. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan hal tersebut, maka setelah akta nikah ditandatangani, perkawinan seseorang telah resmi menurut hukum. Oleh sebab itu, perkawinan tersebut harus dilindungi oleh hukum serta adanya hubungan hukum nikah suami istri telah dilindungi oleh hukum. Dikatakan juga bahwa perkawinan bagi orang yang menikah menurut hukum islam hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pejabat Pencatat Nikah (PPN). Oleh sebab itu, dalam pembuktian perkara perceraian yang dijadikan sebagai alat bukti
bahwa penggugat dan tergugat telah
menikah adalah dengan kutipan akta nikah. Akta nikah tersebut membuktikan bahwa sebelumnya penggugat dan tergugat benar telah melangsungkan suatu perkawinan. Kemudian mengenai Kartu Tanda Penduduk menurut beliau merupakan bukti diri dari Penggugat untuk membuktikan tentang keberadaan penggugat. Hal ini dibuktikan dengan bukti yang masih berlaku yaitu Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tentang kependudukan yang lain yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang, misalnya Kartu Tanda Penduduk sementara. Mengenai saksi-saksi yang digunakan di Pengadilan Agama Sukoharjo dalam perkara perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat menggunakan saksi keluarga atau tetangga perkara perceraian atas dasar alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus mendengarkan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. b. Menurut Makali selaku Hakim Ketua Majelis Mengenai alat bukti tertulis, hal-hal yang telah diakui oleh pihak user memiliki nilai pembuktian yang lawan maka alat bukti commit tersebut totelah
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penuh
dan
mengikat.
Kemudian
apabila
pihak
lawan
tidak
menanggapinya dan tidak ada bukti lain yang melemahkan bukti tersebut maka Hakim menilai bahwa alat bukti tersebut telah diakui kebenarannya. Beliau juga mengatakan mengenai Akta Nikah merupakan bukti autentik penggugat dan tergugat telah menikah secara sah. Dikarenakan dalam suatu proses perceraian yang dibuktikan terlebih dahulu adalah kedua pihak tersebut telah melakukan suatu pernikahan. Maka untuk membuktikan perkawinan tersebut dengan menggunakan Akta Nikah. Mengenai Kartu Tanda Penduduk untuk menentukan Kewenangan Relatif Pengadilan Agama untuk mengadili. Hal ini menunjukkan Pengadilan mana yang berwenang dalam mengadili perkara tersebut. Di sini Kartu tanda Penduduk penggugat menunujukkan tempat tinggalnya di wilayah hukum Pengadilan Agama Sukoharjo, maka secara relative merupakan kompetensi Pengadilan Agama Sukoharjo. c. Menurut Achmad Baidlowi selaku Hakim Anggota Satu (1) Beliau menjelaskan alat bukti tertulis yang digunakan dalam perkara tersebut, yaitu surat pernyataan penggugat tertanggal 30 April 2012, transkrip SMS yang dibuat penggugat tertanggal 30 April 2012, foto copy surat perjanjian tanggal 27 Februari 2012 yang ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo merupakan alat bukti yang digunakan untuk menunjukkan indikasi bahwa antara penggugat dan tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran yang menjadi sebab perceraian tersebut terjadi. Berdasarkan putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh dan pendapat Hakim di atas berarti di sini dapat ditemukan
bahwa putusan Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh alat bukti yang digunakan telah memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai alat bukti tertulis yang digunakan, yaitu Akta Nikah merupakan bukti autentik to user penggugat dan tergugat telahcommit menikah secara sah. Berdasarkan pada Pasal 7
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan “perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”. Dikarenakan dalam suatu proses perceraian yang dibuktikan terlebih dahulu adalah kedua pihak tersebut telah melakukan suatu pernikahan. Maka untuk membuktikan perkawinan tersebut dengan menggunakan Akta Nikah. Ditegaskan pula dalam Pasal 165 HIR yang menyebutkan surat (Akte) yang syah, ialah suatu surat yang diperbuat demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuatnya, menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu dan juga tentang yang ada dalam surat itu sebagai pemberitahuan sahaja, dalam hal terakhir ini hanya jika yang diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada surat (akte) itu. Maka, Akta Nikah merupakan bukti yang sah dan telah memiliki kekuatan hukum yang penuh dan mengikat. Mengenai
alat
bukti
tertulis
lainnya
dalam
putusan
Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh seperti surat pernyataan penggugat tertanggal 30 April 2012, transkrip SMS yang dibuat penggugat tertanggal 30 April 2012, foto copy surat perjanjian tanggal 27 Februari 2012 yang ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo sesuai dengan pernyataan Achmad Baidlowi selaku Hakim Anggota 1 merupakan alat bukti yang digunakan untuk menunjukkan indikasi bahwa antara penggugat dan tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran yang menjadi sebab perceraian tersebut telah terjadi. Jadi, alat bukti tertulis seperti surat pernyataan penggugat tertanggal 30 April 2012, transkrip SMS yang dibuat penggugat tertanggal 30 April 2012, foto copy surat perjanjian tanggal 27 Februari 2012 yang ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjotersebut sebagai bukti petunjuk yang membuktikan bahwa pertengkaran itu sudah terjadi sebelumnya. Dimana nilai commit toHakim. user Jika isinya mengandung fakta pembuktiannya tergantung penilaian
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka dapat dipergunakan sebagai bukti permulaan atau sebagai surat keterangan yang memerlukan dukungan alat bukti lain. Saksi
yang
digunakan
para
pihak
dalam
putusan
Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh adalah saksi keluarga dan tetangga yaitu dari penggugat dari ayah kandung penggugat, tetangga penggugat, kakak kandung penggugat. Sedangkan dari tergugat yaitu tetangga tergugat dan kakak kandung tergugat. Saksi yang digunakan dalam perkara tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus mendengarkan keterangan dari keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. Maka, berdasar pada Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam
saksi
keluarga
diperbolehkan
dimintai
keterangannya
dalam
persidangan perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Sehingga alat-alat bukti saksi dalam putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah sah dan mempunyai nilai kekuatan pembuktian sempurna maksudnya Hakim dalam memutus perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah cukup mengacu pada alat bukti saksi yang ada karena saksi-saksi dalam perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh telah mengetahui, melihat, dan mendengar sendiri perselisihan dan pertengkaran antara penggugat dengan tergugat. Oleh karena itu, Pengadilan Agama Sukoharjo telah tepat didalam menerapkan alat bukti dalam putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh. Sekali lagi menyatakan bahwa dalam putusan tersebut alat bukti yang digunakan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo berbeda dengan pembuktian perkara-perkara yang lainnya. Pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus mendengarkan keterangan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. Hal ini untuk mengungkapkan sifat-sifat pertengkarannya, sebab-sebab pertengkarannya atau dengan kata lain memperoleh gambaran yang jelas atas persengketaan yang terjadi. 2. Alat
bukti
yang
digunakan
dalam
putusan
Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh adalah alat bukti tertulis berupa foto copy Akta Nikah, foto copy Kartu Tanda Penduduk, surat pernyataan penggugat tertanggal 30 April 2012, transkrip SMS yang dibuat penggugat tertanggal 30 April 2012, foto copy surat perjanjian tanggal 27 Februari 2012 yang ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Secara formal, alat bukti tertulis yang foto copy tersebut telah dimeteraikan di Kantor Pos. Terdapat alat bukti autentik yang sah yaitu Akta Nikah yang membuktikan sahnya pernikahan penggugat dengan tergugat dan telah memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan mengikat maksudnya Hakim harus menganggapnya benar serta tidak memerlukan pembuktian lain dalam membuktikan pernikahan antara penggugat dengan tergugat. Terdapat pula alat bukti tertulis petunjuk bahwa antara penggugat dan tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran yang menjadi sebab perceraian terjadi seperti surat pernyataan penggugat, to user transkrip SMS, foto copycommit surat perjanjian dimana nilai pembuktiannya
66
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tergantung pada penilaian Hakim karena dapat dipergunakan sebagai bukti permulaan. Saksi-saksi yang digunakan juga telah tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu saksi dari keluarga dan orang-orang dekat dari penggugat atau dari tergugat, dengan mengacu pada Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam. Sehingga alat bukti saksi dalam putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh mempunyai nilai kekuatan pembuktian sempurna maksudnya Hakim dalam memutus perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah cukup mengacu pada alat bukti saksi yang ada karena saksi-saksi dalam perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh telah mengetahui, melihat, dan mendengar sendiri perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara penggugat dengan tergugat.
B. Saran 1. Di dalam memutus suatu perkara, Hakim tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diharapkan para Hakim di Pengadilan Agama bisa berijtihad dengan sungguh-sungguh supaya melahirkan hukum baru. 2. Berkaitan dengan hal tersebut, maka para Hakim, panitera, pegawai Peradilan terutama di Peradilan Agama untuk terus menambah ilmunya, meneruskan studinya maupun membaca literatur-literatur untuk menambah wawasan dan pengetahuannya agar wawasan dan pengetahuannya menjadi lebih luas. Semakin luas wawasan dan pengetahuannya khususnya bagi Hakim akan semakin mempermudah dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara.
commit to user