PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION)
MUHAMMAD SULAIMAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber insformasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini. Bogor, Januari 2006 Muhammad Sulaiman NIM C551030031
ii
ABSTRAK MUHAMMAD SULAIMAN. Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan MULYONO S. BASKORO. Dewasa ini penerapan metode akustik melalui peralatan sonar atau echosounder yang dapat digunakan untuk studi tingkah laku ikan (migrasi vertikal dan horizontal), kecepatan renang, respon ikan terhadap stimuli dan lain-lain. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola tingkah laku ikan hubungannya dengan pengoperasian alat tangkap yang menggunakan cahaya lampu. Secara khusus penelitian ini bertujuan : (1) Menganalisis pola distribusi ikan di sekitar pencahayaan sebelum dan setelah proses penangkapan, (2) Menganalisis pola kedatangan ikan di sekitar pencahayaan, (3) Menganalisis tingkah laku pergerakan ikan di sekitar sumber cahaya. Penelitian dilakukan di perairan Kabupaten Barru – Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Lokasi pengamatan terletak pada posisi 4°19’19,9” LS119°16’201” BT, dan bagan rambo dioperasikan pada kedalaman 70 m dengan jarak dari pantai Barru 20 mil laut. Pengamatan lapang dilakukan selama 12 trip mulai dari bulan April sampai Mei 2005. Pendekatan akustik untuk mengamati tingkah laku ikan dilakukan dengan menggunakan side scan sonar colour. Hasil pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colour memperlihatkan bahwa kawanan ikan mendatangi sumber cahaya dari kedalamanan yang berbeda, yaitu pada kisaran kedalaman 20-30 m dan pada kisaran kedalam 5 - 10 m. Pola kedatangan ikan hubungannya dengan arah memperlihatkan bahwa ikan cenderung mendatangi sumber pencahayaan dari arah kiri dan kanan bagan. Penyebaran ikan pada saat lampu luar bagan telah dimatikan, terlihat kawanan ikan semakin mendekati daerah tangkapan (cathcable area). Pada saat ini pola pergerakan kawanan ikan cenderung membentuk pola pergerakan memutar mengitari sumber pencahayaan dan kadang-kadang bergerak agak menjauhi sumber pencahayaan kemudian mendekati lagi. Pada saat hauling dimana hanya lampu fokus yang menyala, pola penyebaran kawanan ikan di perairan sudah memiliki pola yang teratur. Pola penyebaran kawanan ikan berada di sekitar waring bagan dan tepat berada di bawah rangka bagan. Pola penyebaran seperti ini diindikasikan adalah pola penyebaran kawanan ikan teri yang berada di bawah rangka bagan, ikan kembung dan tembang yang berada di sekitar bingkai bagan. Pola distribusi ikan ini membentuk pola spherical (bola). Pola pergerakan kawanan ikan yang berada sedikit di luar daerah pencahayaan membentuk pola kawanan yang tersusun secara vertikal seperti pita (ribbon). Pola pergerakan kawanan ikan yang mendekati bagan mempunyai kecepatan yang berbeda pada saat akan mendekati bagan dan pada saat berada di sekitar bagan. Ikan-ikan yang mempunyai kawanan yang kecil cenderung mempunyai pergerakan yang cepat, sehingga kecepatan pergerakan kawanan ikan akan menurun di sekitar pencahayaan akibat dari semakin padatnya kawanan ikan dan aktivitas makan. Pergerakan kawanan ikan selama penelitian berkisar 0,57 m/detik pada saat mendekati lokasi pencahayaan dan kecepatan pergerakan kawanan ikan sekitar 0,21 m/detik di sekitar pencahayaan. iii
© Hak cipta milik Muhammad Sulaiman, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
iv
PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION)
MUHAMMAD SULAIMAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
v
Judul Tesis Nama NIM
: Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya : Muhammad Sulaiman : C551030031
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc Ketua
Diketahui, Ketua Pogram Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Ujian: 20 Januari 2006
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis: Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya. Sebelum penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, olehnya itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada: (1) Bapak Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran yang konstruksif. (2)
Bapak Dr. Ir. Mulyono S. baskoro, M.Sc
selaku
anggota
komisi
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, arahan dan saran yang konstruksif. (3)
Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku tim penguji luar komisi atas koreksi, saran dan pertanyaan yang memberikan bobot tersendiri tesis ini.
(4)
Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan dan wawasan penulis.
(5)
Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan moral dalam menyelesaikan studi selama beliau menjabat Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
(6)
Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan moral dalam menyelesaikan studi selama beliau menjabat Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (Mantan)
(7) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS, yang telah memberikan bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS). (8)
Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI), yang telah memberikan bantuan dana Penelitian dan Penulisan Tesis.
(9) Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan teman-teman staf pengajar yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi.
vii
(9) Pemerintah Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kotamadya Makassar yang telah memberikan bantuan penelitian. (10) Bapak Kepala Daerah Kabupaten Barru beserta jajarannya yang telah memberikan izin penelitian (11) Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan: Adam, Eva, Bangkit, Wiwit, Ibrahim, Ami, Hasnia, Syamsuar, Mukhlisa, khususnya angkatan 2003 atas segala kerjasama dan dukungannya selama ini. (12) Anwar ST, Safaruddin, Alam, Mansyur, Arief Jaya, Rauf, dan Uppi atas bantuannya dalam pengambilan data selama penelitian. (13) Ayahanda H. Baso Musatari (almarhum) dan Ibunda Yasseng tercinta yang telah membesarkan, mengasuh dan mendidik dengan penuh kasih sayang. (14) Ayah dan ibu mertua H. Yermin dan Hj. Dra. Kartia Kati serta seluruh keluarga
yang
telah
memberikan
doa
dan
dukungannya
dalam
menyelesaikan studi. (15) Terkhusus
istriku
Ruswati Widyastuti, Spi
dan
kedua putraku
Muhammad Alief Alfaridzi dan Muhammad Afindito Zulkarnain yang saya cintai atas segala dukungan, pengorbanan dan doa serta pengertiannya selama ini. (19) Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsi pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini, masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, segala saran dan kritikan yang sifatnya konstruktif dengan senang hati penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat adanya. Bogor,
Januari 2006 Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Limbung Gowa pada tanggal 10 September 1970 dari ayah H. Baso Mustari (almarhum) dan ibu Yasseng. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 159 Sungguminasa Kabopaten Gowa Sulawesi Selatan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Fakultas Peternakan dan Perikanan Jurusan Perikanan UNHAS dan menyelesaikan studi pada tahun 1995. Pada tahun 1995 penulis diterima dan diangkat menjadi staf pengajar pada Politeknik Pertanian Universitas Hasanuddin (sekarang Politeknik Pertanian Negeri Pangkep). Tahun 2003 mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister sains pada Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui bantuan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI.
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL...................................................................................
Halaman xii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
xv
1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 1.5 Hipotesis................................................................................ 1.6 Kerangka Teori .....................................................................
1 1 3 4 4 5 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan .......... 2.2 Alat Tangkap Bagan Rambo ................................................. 2.3 Proses Penangkapan dan Tingkah Laku Ikan........................ 2.4 Peranan Cahaya dan Sifat-sifatnya Dalam Air...................... 2.5 Teknik Hidroakustik untuk Pendeteksian Tingkah Laku Ikan
8 8 8 9 11 12
3 METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 3.2 Bahan dan Alat...................................................................... 3.2.1 Bahan untuk simpan data ............................................. 3.2.2 Bagan rambo ................................................................ 3.2.3 Kapal pengamatan (platform observer) ....................... 3.3 Pengamatan, Pengukuran dan Pengumpulan Data................ 3.3.1 Pengamatan proses penangkapan................................. 3.3.2 Pengukuran iluminasi cahaya bawah air ...................... 3.3.3 Pengukuran profil dasar perairan ................................. 3.3.4 Pengamatan tingkah laku ikan ..................................... 3.3.5 Pengamatan beberapa faktor oseanografi..................... 3.4 Metode Analisis Data............................................................ 3.4.1 Proses penangkapan ..................................................... 3.4.2 Distribusi iluminasi cahaya bawah air ......................... 3.4.3 Pola tingkah laku ikan.................................................. 3.4.4 Komposisi jenis hasil tangkapan..................................
14 14 14 14 14 23 24 24 24 25 25 26 27 27 27 28 28
4 HASIL ................................................................................................. 4.1 Analisis Proses Penangkapan................................................ 4.2 Distribusi Iluminasi Cahaya Bawah Air .............................. 4.3 Profil Dasar Perairan Fishing Ground ................................ 4.4 Pola Tingkah Laku Ikan pada Bagan Rambo........................
30 30 34 37 37
x
4.4.1 Pola kedatangan ikan ................................................... 4.4.2 Pola penyebaran ikan di sekitar pencahayaan.............. 4.4.3 Pola penyebaran ikan pada saat hauling ...................... 4.4.4 Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan............... 4.5 Hasil Tangkapan ................................................................... 4.5.1 Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian .............. 4.5.2 Komposisi jenis hasil tangkapan.................................. 4.5.3 Hubungan antara hasil tangkapan dengan waktu hauling .........................................................................
37 41 45 49 54 54 54
5 PEMBAHASAN ................................................................................. 5.1 Proses Penangkapan pada Bagan Rambo.............................. 5.2 Analisis Tingkah Laku Ikan pada Bagan Rambo.................. 5.2.1 Proses tertangkapnya ikan pada bagan rambo ............. 5.2.2 Pola kedatangan ikan di catchable area....................... 5.2.3 Pola penyebaran ikan di sekitar pencahayaan.............. 5.2.4 Pola penyebaran ikan pada saat hauling ...................... 5.2.5 Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan............... 5.3 Analisis Hasil Tangkapan ..................................................... 5.4 Perbaikan Teknik dan Metode pada Bagan Rambo pada Saat ini...................................................................................
58 58 59 60 60 61 62 62 63
6 KESIMUPULAN DAN SARAN........................................................ 6.1 Kesimpulan ........................................................................... 6.2 Saran......................................................................................
67 67 68
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
69
LAMPIRAN............................................................................................
70
xi
56
65
DAFTAR TABEL Halaman 1
Dimensi bagan rambo, perahu observer dan perahu pengangkut yang digunakan selama penelitian ....................................................
21
2
Spesifikasi bagan rambo yang digunakan selama penelitian ............
21
3
Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktifitas operasi bagan rambo di Selat Makassar.........................................................
33
4
Hasil pengukuran intensitas (lux) bawah air bagan rambo ...............
35
5
Jenis, jumlah dan persentase hasil tangkapan sebelum tengah malam, tengah malam dan setelah tengah malam.............................
55
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bagan alir kerangka pemikiran masalah ...........................................
7
2
Jenis formasi ikan sardine di pantai False Afrika Selatan (Midsun et al, 2003) ........................................................................................
13
3
Peta lokasi pengmatan di perairan Barru Sealat Makassar ..............
15
4
Dimensi bagan rambo yang digunakan selama penelitian ...............
20
5
Bahan dan peralatan yang digunakan selama penelitian...................
22
6
Posisi peralatan di atas bagan dan platform observer selama penelitian ...........................................................................................
22
7
Bagan dan platform observer yang digunakan selama penelitian.....
22
8
Ilustrasi pengukuran intensitas cahaya bawah air lampu mercury di bagan rambo ......................................................................................
24
9
Alur pelayaran akustik data profil dasar perairan .............................
25
10
Diagram alir pengambilan data sampai proses data..........................
29
11
Proses operasi penangkapan ikan pada bagan ambo.........................
32
12
Ilustrasi metode pengoperasian bagan rambo ...................................
33
13
Distribusi iluminasi cahaya pada bagan rambo yang menggunakan lampu mercuri ...................................................................................
35
Hasil estimasi iluminasi cahaya pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m dari perahu bagan rambo yang menggunakan lampu mercuri ..........
36
15
Pola pergerakan ikan pada awal setting pertama ..............................
38
16
Pola pergerakan ikan pada awal setting kedua..................................
39
17
Pola pergerakan ikan pada awal setting ketiga .................................
40
18
Pola penyebaran ikan pada saat lampu masih dinyalakan semua .....
41
19
Pola pergerakan ikan setelah lampu terluar bagan dipadamkan .......
42
14
xiii
20
Contoh observasi pola pergerakan gerombolan ikan setelah lampu luar bagan dipadamkan ....................................................................
43
Pola penyebaran ikan sesaat sebelum hanya lampu fokus yang menyala .............................................................................................
44
22
Pola penyebaran ikan pada saat hauling pertama trip I.....................
46
23
Pola penyebaran ikan pada saat hauling ketiga trip VI.....................
47
24
Pola penyebaran ikan pada saat hauling kedua trip IV .....................
48
25
Tampilan sonar yang memperlihatkan pola pergerakan gerombolan ikan, posisi dan indikasi waktu .........................................................
50
Contoh observasi pola pergerakan gerombolan ikan dengan menggnakan side scan sonar colour pada tanggal 27 April 2005 pukul 01:30:12 – 01:36:52 WITA.....................................................
51
27
Pola pergerakan ikan-ikan kecil di sekitar lampu fokus ...................
52
28
Pola pergerakan ikan teri di sekitar lampu fokus yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam..................................................
52
Pola pergerakan ikan layang di sekitar pencahayaan yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam................................
53
30
Pola pergerakan maju mundur cumi-cumi di sekitar pencahayaan...
53
31
Komposisi hasil tangkapan selama penelitian...................................
54
32
Distribusi rata-rata hasil tangkapan bagan rambo selama penelitian
56
33
Perbandingan antara hasil tangkapan sebelum tengah malam dan setelah tengah malam selama penelitian ...........................................
57
Modifikasi bagan rambo dengan menggunakan selubung apung .....
66
21
26
29
34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Berbgai kondisi bagan Rambo di perairan ........................................
72
2
Profil dasar perairan lokasi penelitian di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar ..................................................................................
73
3
Profil dasar perairan (3 dimensi) lokasi penelitian ...........................
73
4
Jumlah hasil tangkapan menurut waktu hauling...............................
74
5
Hasil pengukuran data oceanografi dan hasil tangkapan selama penelitian ...........................................................................................
75
xv
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami, 1987).
Metode penangkapan ini digunakan
untuk menangkap ikan pelagis dengan menggunakan alat tangkap seperti surrounding net (purse seine dan lampara), stationary dan movable lifnets (stick held dipnets di Jepang), dan pancing. Teknologi penangkapan ikan di Indonesia berkembang pesat terutama pada penggunaan alat bantu cahaya untuk menarik perhatian ikan (Baskoro, 2001). Teknologi penangkapan ikan menggunakan alat bantu cahaya disebut light fishing.
Sumber cahaya yang digunakan mulai dari obor, petromaks (lampu
tekan minyak tanah) sampai lampu listrik (Nomura and Yamazaki, 1975, diacu dalam Wisudo et al, 2001).
Cahaya
digunakan untuk menarik dan
mengkonsentrasikan kawanan ikan pada catchable area yang selanjutnya dengan menggunakan alat tangkap tertentu untuk menangkapnya. Setiap alat dan metode penangkapan bervariasi pada ruang dan waktu, demikian juga intensitas cahaya yang digunakan oleh nelayan berbeda-beda tergantung pada jenis alat tangkap, spesies target, fishing ground, dan kemampuan finansial dari nelayan. Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat dikelompokkan ke dalam jaring angkat (von Brandt, 1985). Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai masyarakat, maka desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Salah satu jenis bagan yang berkembang dengan pesat di Sulawesi Selatan saat ini adalah bagan perahu, khususnya di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar (Nadir, 2000). Hal yang cukup menarik perhatian pada konstruksi bagan perahu ini adalah ukurannya yang besar dan menggunakan lampu listrik dengan jumlah kapasitas yang besar. Bagan perahu yang demikian oleh masyarakat setempat disebut “bagan rambo”. Selanjutnya menurut Sudirman (2003) bahwa tidak jelas siapa pertama kali memberi nama bagan rambo. Pemberian kata rambo berkaitan
2
dengan ukuran bagan yang lebih besar dengan jumlah hasil tangkapan yang lebih banyak, dapat tinggal lama pada suatu fishing ground, kekuatan dari alat tangkapnya, serta jangkauan fishing ground yang lebih jauh. Prinsip penangkapan pada alat tangkap ini pada dasarnya memanfaatkan tingkah laku ikan, khususnya respon ikan terhadap cahaya. Mengingat sulitnya melakukan pengamatan di bawah air, maka dalam penelitian ini pengamatan tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan dilakukan melalui pendekatan akustik. Dewasa ini penerapan metode akustik terus mengalami kemajuan dalam bidang perikanan dengan menggunakan peralatan sonar atau echo-sounder yang dapat digunakan untuk studi tingkah laku ikan (migrasi vertikal dan horizontal), kecepatan renang, respon ikan terhadap stimuli dan lain-lain (Bodholt and Olsen, 1977, diacu dalam Ferno dan Olsen, 1994). Metode ini mempunyai beberapa kelebihan berupa hasil dugaan dapat diperoleh secara langsung, singkat, cukup akurat dan dapat mencakup areal yang luas serta dapat memonitor pergerakan kawanan ikan (Jaya dan Pasaribu, 2000). Penelitian mengenai hubungan antara cahaya dan tingkah laku ikan telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain : Levenes, Gerlotto dan Petit (1990) meneliti tentang reaksi ikan pelagis terhadap alat bantu cahaya untuk melihat kelimpahan dengan menggunakan echo sounder, Baskoro (1999) meneliti proses penangkapan ikan dan tingkah laku ikan pada bagan skala kecil dengan lampu petromaks, Jaya dan Pasaribu (1999) meneliti tentang evaluasi kecepatan dan arah renang ikan pelagis di Selat Sunda dengan pendekatan akustik, Jaya (2002) mengamatati tingkah laku schooling lemuru dengan pendekatan akustik, Alam (2002) meneliti tentang kecepatan renang ikan di bawah cahaya lampu dengan pemanfaatan teknologi hidroakustik, Tupamahu (2003) meneliti tentang tingkah laku ikan tembang dan selar di bawah cahaya lampu dan Sudirman (2003) menganalisis tingkah laku ikan hubungannya dengan teknologi ramah lingkungan. Pengetahuan yang diharapkan dapat mengoptimalkan pengoperasian alat penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya adalah pengetahuan tentang tingkah laku ikan, khususnya mengenai aspek-aspek pola tingkah laku kedatangan ikan, sebaran ikan dan pola tingkah laku ikan di sekitar catchable
3
area pada bagan. Dalam penelitian ini aspek-aspek tersebut diamati dengan menggunakan side scan sonar colour. 1.2 Rumusan Masalah Berbagai permasalahan bisa timbul di lapangan pada saat pengoperasian alat tangkap, karena bagaimanapun canggihnya suatu alat penangkapan ikan, namun ikan ternyata masih dapat meloloskan diri dari cakupan alat tangkap. Oleh sebab itu sangatlah penting pengetahuan tingkah laku ikan dari berbagai faktor untuk dapat diketahui dan dipahami dalam rangka membuka jalan untuk mengetahui cara-cara yang dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu alat tangkap, bahkan dapat memacu dan memodifikasi suatu jenis alat tangkap yang baru dan lebih sesuai. Bila dihubungkan dengan lamanya waktu pengangkatan jaring pada bagan saat nelayan telah melihat ikan banyak berkumpul dan pada waktu itu penyinaran cahaya terlalu singkat dapat menyebabkan kurang efektifnya proses penangkapan disebabkan ikan belum nyaman berada di bawah lampu. Begitu pula kalau terlalu lama, ikan dapat menjadi jenuh berada di bawah lampu yang pada akhirnya meninggalkan lokasi pencahayaan. Distribusi dan tingkah laku ikan pada bagan rambo sampai saat ini belum banyak diketahui bagaimana pola distribusi, pola pergerakan, hubungan sebaran intensitas cahaya dengan distribusi ikan dan lain-lain. Sampai saat ini keberadaan ikan di bawah lampu diduga dari adanya gelembung-gelembung yang dikeluarkan ikan, akan tetapi posisi ikan pada catchable area tidak diketahui. Oleh karena itu pengamatan bawah air (underwater observation) merupakan salah satu aspek yang disarankan dalam pengamatan tingkah laku ikan (Arimoto, 2000). Penelitian tentang tingkah laku ikan telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya antara lain: Baskoro (1999) tentang proses penangkapan dan tingkah laku ikan pada bagan skala kecil dengan lampu petromaks, Tupamahu (2003), meneliti tentang tingkah laku ikan tembang dan selar di bawah cahaya lampu menyatakan bahwa pola ikan pergerakan dapat dikategorikan dua bagian yaitu gerakan memutar yang berlawanan arah jarum jam (tembang dan tongkol) dan pola pergerakan yang muncul secara tiba-tiba dipermukaan perairan karena aktivitas memangsa makanan (selar). Selanjutnya dikatakan pula bahwa distribusi
4
densitas ikan di zona iluminasi cahaya secara vertikal memperlihatkan bahwa ikan tertarik terhadap cahaya lampu dan dan berada di zona iluminasi dari waktu ke waktu dengan densitas yang berbeda-beda. Sudirman (2003) meneliti tentang analisis tingkah laku ikan dalam proses penangkapan pada bagan rambo dimana distribusi dan iluminasi cahaya di dalam air menurun secara eksponensial, baik ke bawah maupun ke samping bagan rambo Hubungan antara cahaya dengan tingkah laku ikan serta jumlah hasil tangkapan, merupakan kajian yang perlu diketahui.
Oleh sebab itu perlu
diketahui pengetahuan tingkah laku ikan agar dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu alat tangkap, bahkan dapat merancang dan memodifikasi suatu jenis alat tangkap baru dan lebih sesuai. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pengetahuan tingkah laku ikan yang perlu diketahui adalah : (1)
Pola kedatangan ikan di sekitar bagan rambo
(2)
Pola distribusi ikan di sekitar pencahayaan
(3)
Pola tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan dan pada catchable area bagan rambo.
(4)
Pola tingkah laku pergerakan ikan di bawah bagan rambo
(5)
Pola distribusi ikan setelah proses hauling
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola tingkah laku ikan hubungannya dengan pengoperasian alat tangkap yang menggunakan cahaya lampu. Secara khusus penelitian ini bertujuan : (1)
Menganalisis pola distribusi ikan di sekitar pencahayaan sebelum dan setelah proses penangkapan
(2)
Menganalisis pola kedatangan ikan di sekitar pencahayaan
(3)
Menganalisis tingkah laku pergerakan ikan di sekitar sumber cahaya.
(4)
Menganalisis hasil tangkapan
1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan dari penelitian ini diperoleh suatu perbaikan terhadap taktik dan metode penangkapan ikan serta rancang bangun alat tangkap sehubungan
5
dengan
penggunaan
cahaya
untuk
menarik
perhatian
ikan
dan
mengkonsentrasikan ikan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti berikutnya. 1.5 Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka disusun hipotesis penelitian berikut: (1)
Ada pengaruh iluminasi cahaya terhadap keberadaan dan pembentukan pola pergerakan ikan disekitar sumber cahaya
(2)
Pola kedatangan ikan sangat tergantung dari jenisnya.
(3)
Pergerakan ikan di sekitar pencahayaan cenderung bergerak berputar (melingkar) secara teratur
(4)
Semakin besar iluminasi cahaya, maka kemungkinan menarik perhatian ikan pada jarak yang jauh akan semakin besar.
(5)
Sebagian ikan pada saat hauling masih dapat meloloskan diri
1.6 Kerangka Teori Tertariknya ikan pada sumber cahaya disebut fototaksis positif. Tingkah laku ikan yang mendatangi sumber cahaya dapat dibedakan: pertama tertarik secara langsung oleh cahaya dan kedua tertarik mendekati cahaya karena mencari makan.
Tingkah laku yang demikian inilah yang dimanfaatkan
nelayan di
malam hari dengan berbagai alat penangkapan ikan seperti bagan, purse seine dan pancing. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tertariknya ikan terhadap sumber cahaya antara lain keberadaan ikan dengan sumber cahaya, temperatur air, intensitas cahaya dan predator.
Berbagai faktor yang mempengaruhi ikan
terhadap cahaya, sumber cahaya itu sendiri yang merupakan faktor utama (intensitas cahaya) yang mempengaruhi secara langsung pola tingkah laku ikan. Pengamatan tingkah laku ikan dapat dilakukan dengan cara pengamatan di atas permukaan air dan di bawah permukaan air. Pengamatan di atas permukaan air meliputi pengamatan visual dengan menggunakan kamera atau handycam. Pengamatan bawah air meliputi pengamatan visual dengan menggunakan kamera
6
bawah air, penyelam dan perangkat akustik untuk mengetahui kecepatan renang dan pola pergerakan kawanan ikan di sekitar zona iluminasi. Pengamatan tingkah laku ikan sangat penting diketahui untuk meningkatkan hasil tangkapan sehingga dalam menangkap ikan di laut tidak lagi mencari tetapi dapat memilih jenis ikan yang akan ditangkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ikan antara lain faktor lingkungan seperti arus, suhu kecerahan, gelombang dan topografi dasar perairan dan faktor dari ikan itu sendiri seperti jenis dan ukuran serta faktor lain yang dapat mempengaruhi ikan untuk berada pada suatu tempat tertentu seperti penetrasi dan iluminasi cahaya, lintang geografis dan musim. Pengetahuan tingkah laku ikan dalam proses penangkapan ikan yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu yang penting diketahui khususnya tingkah laku di sekitar pencahayaan antara lain pola penyebaran dan distribusi ikan sebelum dan sesuadah proses penangkapan, pola kedatangan ikan di sekitar pencahayaan dan pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan. Diketahuinya tingkah laku ikan di sekitar pencahayaan dapat dijadikan suatu pedoman untuk membuat taktik penangkapan agar hasil tangkapan dapat lebih meningkat. Disamping itu dapat juga dijadikan landasan untuk merancang atau memodifikasi suatu alat tangkap yang lebih efektif dan efisien dalam melakukan operasi penangkapan. Berdasarkan kerangka teori di atas, kerangka pemikiran penelitian dibuat seperti pada Gambar 1.
7
Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
8
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan menggunakan jaring pantai (beach seine), serok (scoop net) dan pancing (hand line). Pada tahun 1953 perkembangan penggunaan lampu untuk tujuan penangkapan ikan tumbuh dengan pesat bersamaan dengan perkembangan bagan (jaring angkat, lift net) untuk penangkapan ikan. Saat ini pemanfaatan lampu tidak hanya terbatas pada daerah pantai, tetapi juga dilakukan pada daerah lepas pantai yang penggunaannya disesuaikan dengan keadaan perairan seperti alat tangkap payang, purse seine dan sebagainya. Penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia dan siapa yang memperkenalkannya belumlah jelas. Meskipun demikian di daerah-daerah perikanan Indonesia Timur, khususnya dimana usaha penangkapan cakalang dengan pole and line dilakukan sekitar tahun 1950 ditemukan kurang lebih 500 buah lampu petromaks yang digunakan untuk penangkapan, dimana tempattempat lain belum digunakan (Subani, 1983). Penggunaan cahaya listrik dalam skala industri penangkapan ikan pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1900 untuk menarik perhatian berbagai jenis ikan, kemudian berkembang dengan pesat setelah Perang Dunia II. Di Norwegia penggunaan lampu berkembang sejak tahun 1930 dan di Uni Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov, 1975). 2.2 Alat Tangkap Bagan Rambo Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis Makassar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif singkat alat tangkap tersebut telah dikenal di seluruh Indonesia.
Bagan dalam
perkembangannya telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodofikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah penangkapannya.
Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dikelompokkan
9
dalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989). Bagan rambo memiliki ukuran yang lebih besar dan konstruksinya tampak lebih kokoh serta jumlah lampu yang digunakan lebih banyak (di atas 30 unit lampu). Perahu bagan dapat dikatakan sebagai bangunan utama dari bagan rambo karena selain untuk mengapungkan bangunan bagan juga di atasnya terkonsentrasi seluruh peralatan dan merupakan tempat kegiatan pada saat operasi penangkapan. Bentuk dan konstruksi perahu dirancang khusus yaitu berbentuk pipih memanjang dengan dimensi utama, panjang 30,0 m; lebar 2,0 m dan dalam 3,0 m. Selain perahu, komponen lain dari bagan rambo adalah rangka bagan. Adanya bangunan kayu yang berbentuk rangka merupakan ciri khas dari bagan. Ukuran panjang dan lebar bangunan bagan adalah 32,0 m x 30,0 m, dirangkai pada sisi kiri dan kanan perahu. Semua bahan dari rangka serta perahu terbuat dari kayu pilihan. Selain itu dilengkapi dengan jaring, roller, generator dan lampu merkuri (Nadir, 2000). Hal yang menonjol dari penggunaan bagan rambo ini adalah penggunaan cahaya listrik dengan jumlah bola lampu yang dipergunakan berkisar 30 – 66 buah.
Berdasarkan fungsinya lampu dapat
dibedakan atas dua jenis yaitu, lampu penarik dan lampu yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan-ikan yang telah tertarik pada cahaya lampu. Alat tangkap bagan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok. Berdasarkan mobilitasnya maka dikenal adanya bagan tancap dan bagan apung. Bagan tancap sifatnya menetap sedangkan bagan apung dapat berpindah dari satu fishing ground ke fishing ground lainnya. Bagan rambo merupakan bagan apung dengan mobilitas tinggi, dapat dioperasikan mulai dari pantai sampai jauh dari pantai. Bagan rambo merupakan perkembangan yang paling mutakhir dari alat tangkap bagan apung yang ada di Indonesia saat ini. Berbeda halnya dengan dengan bagan apung lainnya, karena ukurannya yang sangat besar sehingga sering pula disebut dengan bagan raksasa (Sudirman, 2003). 2.3 Proses Penangkapan dan Tingkah Laku Ikan Dalam pengoperasiannya jika dibandingkan dengan jenis bagan lainnya, maka operasional bagan rambo dapat dilakukan pada bulan terang, karena kekuatan cahaya yang digunakan sangat tinggi sehingga penetrasi cahaya yang
10
masuk secara vertikal ke dalam air akan lebih dalam dan secara horizontal dapat menarik kawanan ikan pada jarak yang jauh. Dibandingkan dengan bagan diesel yang dioperasikan di perairan Lampung dengan menggunakan jumlah lampu neon dari 105 – 137 unit, dimana cahaya pada kedalaman 21 – 22 m, iluminasi cahaya mencapai 0,3 – 3 lux, maka daya tembus cahaya lampu mercury pada bagan rambo masih lebih tinggi. Dengan demikian, jumlah tangkapan dan trip penangkapan atau jumlah hauling yang dapat dilakukan pada bagan rambo dapat lebih banyak, pada akhirnya jumlah tangkapan pertripnya akan lebih banyak pula (Sudirman, 2003). Konsep aktivitas penelitian dan pengembangan teknologi penangkapan ikan pada masa yang akan datang tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki proses penangkapan (capture process), mengurangi fishing impact terhadap lingkungan dan bio-diversty (Arimoto, et al. 1999). Selanjutnya Chopin and Inoue (1997) telah melakukan penelitian mengenai kecenderungan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan di Asia dan menekankan bahwa ada beberapa topik utama yang sangat penting dikembangkan antara lain pengamatan bawah air terhadap proses penangkapan (underwater observation on capture process) dan tingkah laku ikan atau studi-studi fisiologi. Walaupun tingkah laku ikan mudah diamati tetapi tidak mudah untuk mempelajarinya karena diperlukan perencanaan yang hati-hati untuk mengamati bagian-bagian dari tingkah laku yang menjadi tujuan pengamatan (Noakes and Baylis, 1990).
Metode pengamatan tingkah laku ikan dapat dilakukan di
laboratorium dan dapat pula dilakukan langsung di lapangan.
Selanjutnya
dikatakan bahwa studi tingkah laku ikan di lapangan dapat memberikan keuntungan yang lebih baik karena dapat diterapkan pada masalah-masalah praktis. Underwater observation merupakan metode pengamatan di lapangan yang dapat dilakukan untuk tujuan pengamatan tingkah laku ikan. Beberapa peralatan yang dapat digunakan untuk memahami proses penangkapan telah dijelaskan oleh Arimoto et al. (1999) antara lain video camera, sonar, biotelemetri.
Selanjutnya dikatakan bahwa kontrol tingkah laku ikan dengan
11
menggunakan
rangsangan
buatan
(artificial
stimuli),
bertujuan
untuk
memperbaiki teknologi penangkapan ikan. Tingkah laku ikan adalah adaptasi ikan terhadap faktor lingkungan eksternal dan internal (He, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa tingkah laku ikan dapat diklassifikasikan kedalam beberapa bagian seperti instinct behaviour, taxis dan refleks.
Karena berbagai keterbatasan dalam pengamatan langsung maka
penggunaan remote automatic sampling techniques merupakan salah satu alat untuk tujuan pengamatan tingkah laku ikan. 2.4 Peranan Cahaya dan Sifat-Sifatnya Dalam Air Cahaya merupakan bagian yang fundamental dalam menentukan tingkah laku ikan di laut (Woodhead, 1966). Stimuli cahaya terhadap tingkah laku ikan sangat kompleks antara lain intensitas, sudut penyebaran, polarisasi, komposisi spektralnya dan lama penyinaran. Nicol (1963) telah melakukan suatu telaah mengenai penglihatan dan penerimaan cahaya oleh ikan dan menyimpulkan bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi sensitifitasnya terhadap cahaya. Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang dapat diterima memiliki panjang gelombang pada interval 400 – 750 mμ (Mitsugi, 1974, Nikonorov, 1975). Penetrasi cahaya dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut.
Semakin besar panjang
gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam perairan. Dengan demikian maka cahaya biru akan menembus jauh ke dalam perairan daripada warna lainnya. Didalam penerapannya pada operasi penangkapan ikan, maka untuk menarik ikan dari jarak yang jauh baik secara vertikal maupun horizontal digunakan warna biru karena dapat di absorbsi oleh air sangat sedikit sehingga penetrasinya ke dalam perairan sangat tinggi. Untuk mengkonsentrasikan ikan di sekitar Catchable area digunakan warna merah atau kuning karena daya tembusnya rendah. Selain panjang gelombang, faktor lain yang menentukan penetrasi cahaya masuk ke dalam perairan adalah absorbsi cahaya dari partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis (Nybakken, 1988). Ben-Yami (1987) menyatakan bahwa nilai iluminasi (lux)
12
suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut masuk ke dalam air karena mengalami pemudaran. 2.5 Teknik Hidroakustik untuk Pendeteksian Tingkah Laku Ikan Instrumen hidroakustik mengalami perkembangan yang pesat selama Perang Dunia II khususnya dalam mendeteksi kapal selam. Akan tetapi cikal bakal hidroakustik ini dikemukakan oleh Leonardo da Vinci pada tahun 1490 bahwa jika anda menempelkan telinga pada suatu pipa panjang yang dimasukkan dalam air, anda akan mendengar kapal pada suatu jarak yang jauh dari anda (Urick, 1975). Instrumen hidroakustik dalam hubungannya dengan pendeteksian kawanan ikan pertama kali dilakukan oleh Kimura tahun 1929 dengan menginstalasikan unit pemancar (transmitter) dan unit penerima (receiver) dalam kolam yang digunakan untuk kultivasi ikan, sedangkan Sund pada Tahun 1935 pertama kali mempublikasikan echogram ikan cod (Maclennan dan Simmonds, 1992). Metode akustik untuk mengestimasi kelimpahan ikan pertama kali diaplikasikan sekitar tahun 1970. Pada waktu itu hasil yang diperoleh dengan tingkat kesalahan yang cukup tinggi dan metode kalibrasipun belum tepat. Instrumen akustik sekarang ini telah berkembang dengan pesatnya sehingga dapat menghitung target strength ikan melalui pengukuran secara langsung melalui berbagai percobaan-percobaan khususnya echosounder bim ganda (dual beam) dan bim terbagi (split beam), kedua instrumen ini juga telah digunakan untuk estimasi kelimpahan melalui echo counting (Maclennan dan Simmonds, 1992). Penggunaan instrumen hidroakustik untuk tingkah laku ikan pun telah digunakan, seperti Blaxter dan Batty (1989) dengan menggunakan echo sounding untuk mendeteksi kelompok ikan herring dewasa pada perbedaan intensitas cahaya selama operasi penangkapan musim panas di Laut Utara, Baskoro (1999) mendeteksi keberadaan kelompok ikan yang tertarik dengan cahaya lampu di bagan apung dengan menggunakan echosounder dan sonar dimana ikan anchovy (Stolephorus commersonii)
biasanya menunjukkan reaksi yang kuat terhadap
sumber cahaya di bawah air, dan cenderung berada pada kolom air antara 2 sampai 5 meter dimana intensitas cahaya 10 sampai 100 lux. Pada saat intensitas
13
dikurangi, ikan ini menunjukkan gerakan yang sangat aktif naik-turun di bawah sumber cahaya, Arakawa et al (1998) menggunakan color scanning sonar untuk mengamati pola distribusi cumi-cumi yang tertarik dengan cahaya lampu di kapal pemancingan cumi-cumi, Levenez et al (1990) menggunakan scientific echo sounder dan digital echo integrator untuk mengamati reaksi dari jenis ikan pelagis terhadap cahaya lampu. Penggunaan side scan sonar untuk melihat formasi tingkah laku bergerombol ikan sardine telah dilakukan oleh Midsun et al (2003). Perubahan kawanan ikan membutuhkan waktu rata-rata 2,08 menit untuk terpecah, sedangkan penyatuan kawanan ikan membutuhkan waktu sekitar 5 menit. Selanjutnya dikatakan pula bahwa rata-rata kecepatan renang kawanan ikan sardine di Afrika Selatan adalah 0,56 – 1,89 m/detik pada kedalaman antara 20 – 48 m.
Gambar 2 Jenis formasi kawanan ikan sardine di pantai False Afrika Selatan (Midsun et al, 2003)
14
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru – Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Lokasi pengamatan terletak pada posisi 4°19’19,9” LS-119°16’201” BT. Selat Makassar khususnya perairan Kabupaten Barru merupakan salah satu daerah penangkapan ikan bagan rambo (Gambar 3). Pengamatan tingkah laku ikan di salah satu bagan rambo milik nelayan. Bagan rambo dioperasikan pada kedalaman 70 meter dengan jarak dari pantai Barru 20 mil laut. Pengamatan lapang dilakukan selama 12 trip mulai dari bulan April sampai Mei 2005. 3.2 Bahan dan Alat Beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, selain untuk pengambilan data maupun pengolahan data dijelaskan sebagai berikut: 3.2.1 Bahan untuk simpan data Kaset video jenis MP8 (Sony MP8 120) digunakan untuk menyimpan data hasil pengamatan di atas permukaan perairan dengan menggunakan handycam. Jumlah kaset video MP8 yang digunakan selama penelitian sebanyak 12 kaset. Setiap malam membutuhkan 1 (satu) kaset untuk merekam data pergerakan ikan di atas permukaan perairan. CD-R (compact disc recordable) digunakan untuk menyimpan hasil rekaman yang dihasilkan oleh side scan sonar colour selama penelitian. Jumlah CD-R yang digunakan sekitar 100 keping, dimana setiap malam menggunakan 7 – 9 CD selama 12 malam. Setiap CD mampu merekam data selama 1 jam 19 menit. 3.2.2 Bagan rambo Bagan rambo yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagan rambo nelayan milik H. Gani (ukuran bingkai 30 x 30 meter, lampu mercury 60 buah) dilengkapi dengan GPSMAP 168 Sounder (IEC 60529 IPX7, frekuensi 200 kHz),
15
Gambar 3 Peta lokasi pengamatan di perairan Barru Selat Makassar
16 underwater camera, televisi 21 inchi (Thosiba), handycam (sony) untuk merekam data baik dari permukaan air maupun di layar televisi, timbangan elektrik untuk mengukur berat setiap jenis ikan, sigma untuk mengukur panjang total ikan. Alat tangkap bagan rambo berbeda dengan bagan yang lain terutama dilihat dari segi komponen yang lebih kompleks dan konstruksi yang lebih kuat serta mempunyai ukuran yang lebih besar. Satu unit bagan rambo terdiri atas beberapa komponen utama yang saling terkait satu sama lain. Komponen tersebut adalah : perahu, rangka, waring, bingkai jaring, roller, generator set (genset), lampu mercuri, dan rumah bagan. (a) Perahu Satu unit bagan rambo terdiri atas dua perahu, yaitu perahu utama (main boat) dan perahu pengantar. Perahu utama berfungsi sebagai penyangga bagunan bagan dan tempat semua proses penangkapan dilaksanakan.
Perahu utama
berbentuk pipih memanjang dengan dimensi L x B x D 27 m x 2,5 m x 3,1 m dimana bentuk haluan dan buritan sama. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu bayang (Intsia bijuga) dan kayu meranti (Shorea spp). Perahu ini dilengkapi dengan jangkar beton dengan ukuran panjang 2 m dan berat kurang lebih 250 kg. Perahu ini tidak dilengkapi dengan mesin penggerak. Perahu pengantar merupakan perahu penarik (towing boat) yang berfungsi menarik bagan dari fishing base ke fishing ground atau dari fishing ground yang satu ke fishing ground lainnya dan kembali ke fishing base. Perahu pengantar ini juga digunakan sebagai pengangkut hasil tangkapan, mengantar jemput nelayan, dan membawa bahan dan perlengkapan kebutuhan operasional bagan rambo dari fishing base ke fishing ground dan sebaliknya. Perahu ini berbentuk memanjang dengan dimensi L x B x D 22 m x 2 m x 1,2 m. Jenis mesin yang digunakan adalah mesin darat (truck) merk Mitsubishi Fuso 6 selinder berbahan bakar solar. (b) Rangka Rangka bagan rambo dirangkai pada sisi kiri dan kanan kapal utama. Ukuran rangka bagan rambo yang digunakan selama penelitian 30 x 30 meter. Fungsi rangka pada bagan rambo adalah : tempat menggantung jaring, menjaga keseimbangan perahu, tempat untuk melakukan setting dan hauling, tempat
17 menggantungkan lampu, tempat dudukan roller, dan kegiatan lainnya (perbaikan jaring, sortir hasil tangkapan, memancing). Rangka bagan rambo ditahan dengan 2 buah tiang terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang dipasang pada bagian tengah perahu utama. Tiang ini berbentuk bulat dengan panjang 14 meter dan berdiameter 30 cm tempat mengikat kawat baja sebagai penyangga rangka bagan. Jumlah kawat baja yang digunakan 286 buah diameter 6 mm dengan panjang setiap kawat baja berkisar 7 – 15 m, bergantung pada jarak tiang dengan rangka bagan.
Pemasangan kawat baja
diusahakan menyebar agar kedudukan rangka bagan lebih kuat, rata, dan stabil. (c) Bingkai jaring dan jaring Bingkai jaring berbentuk
segi empat terbuat dari kayu jati (Tectona
grandis) dengan panjang 7 – 8 m dengan diameter 7 cm. Kayu ini disambung satu dengan yang lain sesuai dengan panjang dan lebar mulut jaring dan rangka bagan. Bingkai jaring berfungsi sebagai tempat mengikat jaring, pemberat, dan tali penggantung yang dihubungkan dengan roller jaring.
Pada setiap sudut
bingkai jaring diikatkan batu, demikian juga sisi bingkai jaring diikatkan 3 buah batu yang beratnya 17 – 20 kg. Jaring pada bagan rambo berbentuk seperti kelambu terbalik dan terbuat dari bahan waring hitam (polypropylene). Bagian tepi jaring dipasang tali ris berdiameter 6 mm terbuat dari bahan polyethylen (PE) sebagai penguat pinggiran jaring. Jaring diikatkan pada bingkai jaring dengan ukuran panjang, lebar dan dalam masing-masing 30 x 30 x 17 m. Satu unit bagan rambo, luas jaring yang digunakan berkisar antara 3500 – 4000 m2. (d) Roller Berdasarkan fungsinya, maka roller atau pemutar pada bagan rambo terdiri atas 3 (tiga) jenis yaitu : (1) Roller untuk bingkai jaring, berfungsi untuk menurunkan atau menarik bingkai jaring pada saat setting dan hauling. Roller ini dipasang melintang pada sisi kiri dan kanan bagian tengah rangka bagan, tingginya 1 m. Panjang tali roller ini antara 25 – 45 meter. Ukuran diameter tali roller 1 cm terbuat dari bahan polyethylen (PE). Sepanjang roller dibuat handle
18 pemutar (tangkai untuk memutar roller) masing-masing 3 buah dengan panjang 1,3 meter dan diameter 10 cm berjumlah 4 buah. (2) Roller untuk tali jangkar, berfungsi untuk menurunkan dan menarik tali jangkar.
Roller ditempatkan
pada bagian depan perahu utama,
panjangnya 3,5 m, tinggi 1 m, dan diameter 25 cm. Pada roller ini dibuat handle pemutar (tangkai untuk memutar roller) sebanyak 2 buah pada masing-masing sisi luar yang panjang pemegangnya 1,5 m diameter 4 cm berjumlah 4 buah. Pada roller ini disiapkan tali jangkar dengan panjang 350 meter dengan diameter 3,5 cm terbuat dari bahan polyethylen (PE). (3) Roller pemberat, berfungsi untuk menarik dan menurunkan batu arus. Batu arus ini beratnya 35 kg berfungsi untuk menahan bingkai jaring pada saat arus kencang sehingga bingkai jaring tetap berada di bawah rangka bagan. Roller pemberat berjumlah 4 buah, 2 buah di depan dan 2 buah di belakang. Tinggi roller 50 cm, diameter 12 cm, dan panjang 70 cm. Tali yang digunakan pada roller ini terbuat dari polyethylen (PE) berdiameter 1 cm dengan panjang 50 m. Secara rinci deskripsi bagan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 1 dan 2. (e) Generator set (genset) Sumber tenaga untuk menyalakan lampu pada bagan rambo menggunakan genset yang dipasang dalam lambung kapal.
Kapasitas daya genset yang
digunakan 20 KVA. Genset ini digerakkan dengan mesin merek Yanmar TF 300, dengan daya kerja maksimum 2400 rpm 30 pk. (f) Lampu Jenis lampu yang digunakan bagan rambo adalah lampu mercury. Jumlah watt dan warna lampu bagan rambo yang digunakan selama penelitian adalah lampu 250 dan 500 watt dengan menggunakan warna kuning dan putih. Dua buah warna kuning 500 watt lampu di pasang setinggi 6 m dan 2 buah lampu warna putih 500 watt dipasang setinggi 3 m pada tiang kapal menghadap ke depan dan ke belakang. Setiap sisi kapal dipasang 4 buah lampu, 1 lampu warna kuning 500 watt, 1 buah lampu berwarna putih 500 watt dan 2 buah lampu warna putih 250 watt. Lampu bagian luar ini berfungsi menarik kawanan ikan pada jarak yang
19 jauh. Tiga puluh delapan buah lampu warna putih 250 watt dan dua lampu fokus berkekuatan 500 watt ditempatkan di bawah rangka bagan yang dapat diredupkan dan berfungsi mengkonsentrasikan ikan di catchable area. Setiap bola lampu dilengkapi dengan reflektor terbuat dari wajan (aluminium) dengan diameter 30 cm, kecuali lampu fokus ditempatkan dalam wadah berbentuk silender agar cahaya lampu terfokus pada perairan. Total jumlah lampu yang digunakan pada bagan rambo ini adalah 60 buah dengan menggunakan kekuatan 18 kW. (g) Rumah bagan Rumah bagan pada bagan rambo di tempatkan di atas perahu utama dan berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 7 m, lebar 3,75 m dan tinggi 2,75 m. Rumah bagan ini berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat panel lampu dan saklar, genset, dan peralatan lainnya. (h) Alat bantu lainnya Peralatan lain yang ada pada bagan rambo adalah alat bantu dalam memperlancar operasional antara lain radio komunikasi, keranjang, peti, dan serok.
Radio komunikasi digunakan berkomunikasi antara juragan laut dan
juragan darat (punggawa laut dan punggawa darat), sesama nelayan untuk mengetahui fishing ground, harga ikan, dan hasil tangkapan. Keranjang berfungsi sebagai wadah hasil tangkapan setelah disortir. Setiap bagan rambo mempunyai minimal 30 buah keranjang. Peti merupakan tempat penyimpanan hasil tangkapan sebelum dibawa ke darat. Peti ini mempunyai ukuran panjang 78 cm, lebar 46 cm dan tinggi 50 cm. Selain alat tersebut di atas, alat lain adalah serok yang berfungsi mengangkat hasil tangkapan dari jaring ke atas perahu.
Serok ini
mempunyai ukuran panjang 3,5 meter dengan dameter bukaan mulut 50 cm, dan tinggi jaring 60 cm dengan mesh size 1 cm terbuat dari bahan poliethylen.
20
Gambar 4 Desain bagan rambo yang digunakan selama penelitian
21 Tabel 1 Dimensi bagan rambo, perahu observer dan perahu pengangkut yang digunakan selama penelitian
Dimensi
Bagan
Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m) LWL (m)
27 2,5 3,1 25 Waring (poliprophylene) Jenis Jaring/waring P. 30 m, L. 30 m, T. 17 m Panjang bingkai (m) 30 Lebar bingkai (m) 30 60 buah (42 buah 250 watt, 12 buah 500 Jumlah Lampu (unit) watt, 6 buah berwarna kuning 500 watt) Jenis Lampu Mercury
Mitsubishi fuso Jianding 14 8 selinder pK
Mesin Penggerak Mesin Generator (pK) Dinamo Nama Pemilik Juragan laut Jumlah ABK Daerah Penangkapan
Jolloro/ Platform Perahu pengangkut Pengamatan 22 14 2 2.1 1,2 1 21 12
Yanmar TF 30030 Pk 20 KVA H. Gani H. Gani Rustam Lawi 14 1 4°19’19,9” LS - 119°16’201” BT
Syafruddin Uppi
Tabel 2 Spesifikasi teknis bagan rambo yang digunakan selama penelitian Bagian bagan rambo A.
Perahu
B.
Jaring
C.
Rangka
D.
Generator
E.
Lampu
Spesifikasi LOA LWL BOA D Panjang Lebar Depth Material Mesh size Panjang Lebar Mesin Kekuatan putaran mesin Dinamo Jenis Warna Jumlah Kekuatan Total kekuatan
27 m 25 m 2,5 m 3,1 m 30 m 30 m 17 m Waring (polyprophylene) 0,5 cm 30 m 30 m 30 pK 2400 rpm 20 KVA Mercury Kuning dan putih 60 buah 250 dan 500 watt 18 kW
22
Gambar 5 Bahan dan peralatan yang digunakan selama penelitian (1) timbagan elektrik, (2) GPSMAP 168 sounder, (3) side scan sonar colour, (4) video disc recorder dan stereo video titler and processor beserta CDR, (5) handycam (sony) dan kaset MP8 120, (6) kamera bawah air (rakitan), (7) Botol sampel, hand refractometer dan sigma, (8) current meter), (9) genset (pro-tiger TG1000)
Gambar 6 Posisi peralatan di atas bagan dan platform observer selama penelitian dimana (1) jarak bagan dengan platform observer (60 -100 m), (2) bagan rambo, (3) lampu mercury, (4) platform observer, (5) GPS map sounder, (6) side scan sonar colour, (7) handycam, (8) permukaan air laut, (9) kedalaman perairan
23
3.2.3 Kapal pengamatan (platform observer) Platform observer (perahu nelayan) dilengkapi dengan side scan sonar colour (JRC, model JFP-101, frekuensi : 180kHz, beam angle : 10°, depression angle : 3°) yang menggunakan video kamera (SONY, type CCD-MC1) yang dihubungkan dengan video disk recorder (Data Video VDR-3000) untuk merekam data), hand refractometer (merk kruss), current meter (valeport seri 07481), botol sampel (botol nansen) yang dilengkapi dengan thermometer. Perlengkapan penunjang penelitian yang ada di atas kapal adalah 1 unit genset (PRO TIGER – TG100) sebagai sumber listrik.
Gambar 7 Bagan dan platform observer yang digunakan selama penelitian (1) bagan rambo dilihat dari depan, (2) bagan rambo dilihat dari samping, dan (3) kapal pengamatan (platform observer)
24
3.3 Pengamatan, Pengukuran dan Pengumpulan Data 3.3.1 Pengamatan proses penangkapan Pengamatan proses penangkapan (penurunan jaring, penyalaan lampu, pemadaman lampu secara teratur dan penarikan jaring) dilakukan setiap tahapan kegiatan operasi di daerah penangkapan ikan dan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahapan kegiatan. Data hasil tangkapan (jenis, ukuran dan berat ikan) dan jumlah hauling setiap malam digunakan untuk membuat diagram proses penangkapan dan mencoba menganalisis secara deskriptif. 3.3.2 Pengukuran iluminasi cahaya bawah air Pengukuran iluminasi cahaya bawah air (lux) diukur pada bagian tengah bagan ke arah horizontal ke sudut bagan dengan interval 5, 10, 20, 30 , 40 ,50 m. Pengukuran dilakukan mulai dari kedalaman nol meter dengan interval 1 meter. Iustrasi pegukuran intensitas cahaya di bagan rambo diperlihatkan pada Gambar 8.
Gambar 8
Ilustrasi pengukuran intensitas cahaya bawah air lampu mercury di bagan rambo. Simbol ( ) posisi pengukuran intensitas cahaya
25
3.3.3 Pengukuran profil dasar perairan Pengukuran profil dasar perairan dilakukan dengan menggunakan GPSMAP 168 sounder yang ditempatkan di platform observer. Platform observer yang berlayar sepanjang jalur transek seperti Gambar 9. Data akustik direkam secara terus menerus selama pelayaran dengan interface NMEA 0813 dengan transfer data per 10 detik yang dihubungkan dengan komputer.
Gambar 9 Alur pelayaran akustik data profil dasar perairan
3.3.4 Pengamatan tingkah laku ikan Observasi tingkah laku ikan pada bagan rambo dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu : (1) pengamatan secara visual di permukaan air dan pengamatan bawah air (2) pengamtan bawah air dengan menggunakan metode akustik. Pengamatan tingkah laku ikan secara visual di atas permukaan air meliputi jenis ikan dan pola pergerakan kawanan ikan. Pengamatan ini dilakukan secara visual pada permukaan perairan sampai dengan kedalaman 1,5 meter. Data di rekam dengan menggunakan handycam.
26 Pengamatan bawah air dilakukan dengan menggunakan teknik akustik yaitu dengan menggunakan side scan sonar colour. Pengoperasian perangkat akustik dilakukan selama operasi penangkapan ikan. Variabel yang dapat diamati dengan alat ini adalah pola tingkah laku dan sebaran kawanan ikan di sekitar bagan pada beberapa waktu setting dan hauling (waktu setting/hauling : Sebelum tengah malam pukul 18.00-22.00; Tengah malam pukul 22.00-02.00 dan setelah tengah malam pukul 02.00 06.00), pola tingkah laku kawanan ikan ketika pemadaman lampu, bagaimana pola tingkah laku pergerakan kawanan ikan serta sebaran kawanan ikan setelah hauling. Pengambilan data akustik dilakukan dengan menempatkan side scan sonar colour di platform observer yang diarahkan ke arah bagan rambo dengan sudut sebesar 3600 dengan jarak platform observer dengan bagan rambo sejauh kurang lebih 60 - 90 meter (Gambar 6). Data akustik direkam terus menerus sepanjang malam. Pengambilan data dengan side scan sonar colour menggunakan kamera yang dihubungkan dengan video disc recorder dan stereo video titler and processor yang direkam dengan menggunakan CD-Recordable.
Transfer data
untuk setiap malamnya menggunakan 7 - 9 CD-Recordable dengan perincian 2 atau 3 kali setting semalam. Data yang diperoleh dari side scan sonar colour dilengkapi dengan data underwater camera yang dapat memonitoring pola pergerakan kawanan ikan. Underwater camera dihubungkan dengan televisi yang selanjutnya data di rekam dengan menggunakan handycam. 3.3.5 Pengamatan beberapa faktor oseanografi Faktor oseanografi diketahui untuk menjelaskan keterkaitan dengan faktorfaktor lainnya. Dalam penelitian ini arus dan kecerahan merupakan parameter penting yang perlu diketahui. Suhu dan salinitas diketahui sebagai faktor pendukung. Kecepatan arus diukur dengan menggunakan current meter.
Kecepatan
arus diukur sebelum dan setelah hauling. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dilakukan pada 3 titik kedalaman masing-masing 5 meter, 10 meter dan 15 meter.
27 Suhu dan salinitas diukur dengan menggunakan bantuan cammerer water sampler untuk mengambil sampel air di beberapa kedalaman. Suhu dan salinitas diukur dengan menggunakan thermometer dan handrefractometer dimana lokasi kedalaman dan waktu pengambilan data seperti halnya pengukuran suhu. Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan seicchi disk.
Pengukuran
kecerahan dilakukan 1 jam sebelum waktu pengangkatan jaring. 3.4 Metode Analisis Data 3.4.1
Proses penangkapan Analisis proses penangkapan dilakukan secara deskriptif untuk melihat
tahapan kegiatan operasi dan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap kegiatan.
Data tersebut digunakan untuk membuat diagram proses
penangkapan. 3.4.2
Distribusi iluminasi cahaya bawah air Menurut Nikonorov (1975), iluminasi cahaya dalam kolom air menurun
secara eksponensial berdasarkan hukum Burger sebagai berikut :
I dimana:
x
=
Ie o
− kx
.......................................................................................... (1)
Ix = intensitas cahaya pada kedalaman yang ditentukan (lux) Io = intensitas cahaya awal yang masuk dalam air (lux) e = logaritma dasar natural k = koefisien atenuasi x = panjang path dari sinar cahaya (m)
Persamaan ini dipakai untuk memperoleh koefisien atenuasi dan intensitas cahaya awal yang masuk dalam perairan dari hasil pengukuran dengan lux meter. Dengan memperoleh koefisien atenuasi dapat diduga nilai iluminasi cahaya bawah air dengan interval 1 m sampai kedalaman 20 m. Hasil perhitungan iluminasi cahaya dinormalkan untuk medapatkan formula iluminasi cahaya yang masuk ke dalam perairan dengan menggunakan software CURVA EXPERT 1.3. Formula yang didapatkan selanjutnya digunakan untuk mencari distribusi iluminasi cahaya dalam perairan. Tampilan kontur distribusi iluminasi cahaya bawah air bagan rambo menggunakan software SURFER for WINDOWS versi 7.0.
28
3.4.3
Pola tingkah laku ikan Pola distribusi kawanan ikan disekitar pencahayaan sebelum dan setelah
proses penangkapan, pola kedatangan kawanan ikan disekitar pencahayaan dan tingkah laku ikan disekitar pencahayaan yang meliputi pola pergerakan pada saat pengoperasian bagan dianalisis secara deskriptif berdasarkan pengamatan visual untuk ikan-ikan yang terakumulasi di bawah cahaya lampu sampai dengan kedalaman 1,5 meter.
Analisis data di kedalaman lebih dari 1,5 meter
menggunakan metode akustik untuk mengetahui tingkah laku ikan yang ada di dalam kolom air. Data hasil rekaman side scan sonar colour dimati secara deskriptif untuk mengetahui pola pergerakan kawanan ikan. Kecepatan pergerakan kawanan ikan juga dapat diketahui dengan menghitung jarak perpindahan kawanan ikan pada rekaman side scan sonar colour dan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan perpindahan. Pola kawanan ikan juga dapat diamati dari hasil rekaman side scan sonar colour dengan melihat bentuk kawanannya dan jenisnya dapat diketahui dengan menghubungkan dengan data hasil tangkapan.
Data hasil rekaman side
scan sonar colour juga diamati pola kedatangan kawanan ikan di sekitar pencahayaan, pola pergerakan pada saat lampu dipadamkan secara bertahap dan pola penyebaran kawanan ikan setelah proses hauling. 3.4.4
Komposisi jenis hasil tangkapan Persentase komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian dan komposisi
jenis berdasarkan waktu pengamatan (sebelum malam, tengah malam dan setelah tengah malam dihitung dengan menggunakan rumus:
p=
n
1
N
x100%
..........................................................................................(2)
dimana: p = persentase satu jenis ikan yang tertangkap n1= berat satu jenis ikan setiap kali sampling (kg) N = berat total tangkapan setiap kali hauling (kg) Selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui distribusi hasil tangkapan dengan melihat standar deviasi hasil tangkapan masing-masing waktu hauling menggunakan analisis One-Sample T Test dengan software spss.
29
Gambar 10 Diagram alir pengambilan data sampai proses data
30
4 HASIL
4.1 Proses penangkapan
Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh operasi penangkapan ikan yang dilakukan.
Tugas masing-
masing ABK pada saat operasi dibagi atas : 1 orang mengatur pencahayaan lampu, 1 orang mengatur tali jangkar pada saat hauling, 2 orang bertugas mengangkut hasil tangkapan dan 12 orang bertugas memutar roller dan menggiring ikan pada salah satu sisi bagan yang berfungsi sebagai kantong. Proses penangkapan dimulai dengan menentukan fishing ground. Penentuan fishing ground dilakukan dengan melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, hasil tangkapan nelayan malam sebelumnya, dan hasil tangkapan nelayan lain. Penentuan fishing ground sepenuhnya berada pada juragan laut. Bagan ditarik ke fishing ground setelah lokasi fishing ground ditentukan. Jarak dari fishing base ke fishing ground sekitar 20 mil. Lama waktu yang dibutuhkan ke fishing ground sekitar 6 jam. Penurunan jangkar pada fishing ground dilakukan setelah dilakukan pengecekan dasar perairan. Dasar perairan sebaiknya berlumpur dan dekat dengan batu agar terlindung dari arus dan gelombang yang besar. Setting dimulai pada saat senja hari (pukul 18.00 WIT) setelah semua ujung jaring telah diikatkan pada bingkai bagan dan selanjutnya dilakukan penyalaan lampu. Sebelum bingkai jaring diturunkan, batu arus yang berfungsi sebagai penahan jaring dari arus diturunkan terlebih dahulu. Dua sampai tiga jam setelah lampu dinyalakan dilakukan pemadaman lampu. Pemadaman lampu dilakukan secara bertahap untuk menghindari agar ikan tidak kaget dan ikan semakin mendekat ke tengah jaring. Lampu pertama yang dipadamkan adalah lampu yang berada pada bagian pinggir rangka bagan. Bersamaan dengan itu lampu fokus dinyalakan dan lampu tiang juga dipadamkan. Pada kondisi ini hanya lampu yang berada di rumah bagan dan lampu yang berada
31
di bawah rangka bagan yang dinyalakan. Pemadaman lampu di bawah rangka bagan juga dilakukan secara bertahap, mulai dari bagian luar rangka bagan, sehingga kawanan ikan diharapkan semakin mendekat ke arah perahu. Pada akhirnya hanya lampu fokus yang menyala dan diredupkan secara perlahan selama 10 – 15 menit (pendapat nelayan = peredupan dilaksanakan jika yang terkonsentarsi ikan layang, jika ikan teri maka peredupan lampu fokus tidak dilakukan). Penarikan jaring dimulai setelah juragan laut telah memberikan isyarat bahwa jaring segera ditarik. Penarikan jaring dilakukan setelah juragan mengamati secara visual kawanan ikan yang terdapat di bawah rangka bagan. Pemutaran roller jaring dilakukan dengan cepat agar kawanan ikan pada catchable area tidak meloloskan diri. Pada saat pemutaran roller jaring, tali jangkar juga dikendorkan agar bingkai jaring tepat berada di bawah perahu pada saat penarikan bingkai jaring. Waktu yang dibutuhkan untuk menarik jaring sampai kepermukaan air bergantung pada kecepatan arus dan kedalaman bingkai jaring, umumnya lama penarikan jaring berkisar 10 menit. Proses selanjutnya adalah menggiring ikan ke bagian sisi jaring yang berfungsi sebagai kantong setelah bingkai jaring ditarik sampai rangka bagan dan lampu dinyalakan kembali.
Jika ikan sudah terkumpul, ikan diangkat ke atas
perahu dengan menggunakan serok dilanjutkan dengan penyortiran. Ikan yang sejenis dikelompokkan ke dalam satu basket dan dimasukkan ke dalam peti setelah dicampur es.
Pada saat ini pula tali jangkar ditarik kembali, jaring
diturunkan untuk melakukan proses penangkapan berikutnya.
Secara singkat
proses penangkapan ikan pada bagan rambo dapat dilihat pada Gambar 11 dan illustrasi metode pengoperasian bagan dapat dilihat pada Gambar 12. Waktu yang dibutuhkan dalam penyalaan lampu berbeda-beda bergantung pada waktu hauling, musim ikan, kedatangan ikan, periode bulan dan keadaan cuaca. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan dalam operasi bagan rambo dapat dilihat pada Tabel 3.
32
Gambar 11 Proses operasi penangkapan ikan pada bagan rambo
33
1
1
1
1
Gambar 12 Ilustrasi metode pengoperasian bagan rambo (1 kolom perairan). Tabel 3 Waktu yang dibutuhkan pada masing-masing aktifitas operasi bagan rambo di Selat Makassar No.
Deskripsi
Waktu yang dibutuhkan (menit)
1.
Persiapan setting
2.
Pencahayaan
3.
Pemadaman lampu secara berkala
30 – 60
4.
Hauling
10 – 15
5.
Menggiring ikan ke sisi perahu
10 – 15
6.
Mengangkat hasil tangkapan ke atas perahu Penyortiran hasil tangkapan
5 – 50
7.
10 - 20 120 - 240
15 – 90
34
Bagan rambo dengan alat bantu cahaya akan menarik ikan karena intensitas cahaya, warna cahaya, kecerahan perairan yang mendukung, dan keberadaan ikan di sekitar fishing ground. Ikan-ikan akan bergerak mendekati sumber cahaya disebabkan oleh fototaksis positif, mencari makan, ataupun keduanya, yaitu sifat fototaksis positif dan mencari makan. Ikan-ikan yang berfototaksis positif akan memilih cahaya yang disenangi. Ikan berenang di atas jaring atau di bawah jaring dan berdiam lama di sekitar pencahayaan. Ikan-ikan yang mencari makan akan berada di sekitar pencahayaan selama makanan masih tersedia dan akan meninggalkan daerah pencahayaan apabila makanan tidak ada lagi. Ikan yang berfototaksis positif dan mencari makan berada di sekitar pencahayaan sambil melakukan aktivitas makan (feeding activity). Pemadaman lampu secara berkala pada saat pengoperasian bagan rambo mengakibatkan ikan-ikan semakin mendekati catchable area.
Ikan yang
berfototaksis positif tetap terkonsentrasi di sekitar pencahayaan. Pada saat hanya lampu fokus yang menyala, ikan yang berfototaksis positif telah berada pada catchable area. Pada saat hauling sebagian ikan masuk ke dalam lingkup jaring dan sebagian lagi meloloskan diri. Ikan-ikan yang meloloskan diri ada yang masih tetap berada di sekitar daerah pencahayaan dan ada yang berenang menghindar dan menjauhi bagan. 4.2 Distribusi iluminasi cahaya bawah air
Hasil pengukuran iluminasi cahaya bawah air di bawah bagan rambo dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya bawah air pada Tabel 4, dicari koefisien ateniasi dengan menggunakan formula (1). Hasil perhitungan selanjutnya di analisis dengan menggunkan software Curva Eexpert 1.3 untuk medapatkan formula nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai kedalaman dan jarak dari bagan setelah dinormalkan diperlihatkan pada Gambar 14.
35
Tabel 4 Hasil pengukuran intensitas (lux) bawah air bagan rambo
Gambar 13 Distribusi iluminasi cahaya pada bagan rambo yang menggunakan lampu mercury
36
Nilai estimasi
iluminasi cahaya selanjutnya dibuat
kontur distribusi
iluminasi cahaya yang masuk dalam perairan dianalisis dengan menggunakan software SURFER versi 7.0 (Gambar 13). Kontur iluminasi cahaya bagan rambo yang menggunakan lampu mercury meperlihatkan pola iluminasi cahaya yang berada dalam radius 5 m di bawah perahu bagan menunjukkan bahwa cahaya lebih jauh menembus perairan. Hal ini disebabkan pada daerah ini terdapat lampu fokus yang arah pencahayaannya terfokus secara vertikal ke dalam perairan. Pola iluminasi juga memperlihatkan bahwa pola iluminasi cahaya sangat tergantung dari tata letak lampu di atas bagan.
Gambar 14 Hasil estimasi iluminasi cahaya pada jarak 5 m, 10 m, 20 m, 30 m dari perahu bagan rambo yang menggunakan lampu merkuri Hasil analisis data menunjukkan bahwa iluminasi cahaya di bawah air berkurang secara ekponensial dengan semakin bertambahnya kedalaman. Pola iluminasi cahaya tergantung dari awal intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Intensitas awal tergantung dari jarak sumber cahaya sudut dan keadaan gelombang.. Nilai estimasi intensitas cahaya pada berbagai kedalaman dan jarak dari bagan setelah dinormalkan diperlihatkan pada Gambar 14. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien atenuasi berkisar antara 0,11 sampai 0,74. Koefisien atenuasi diperoleh pada pengukuran yang dipengaruhi oleh jarak dari sumber cahaya.
37
4.3 Profil dasar perairan fishing ground
Fishing ground (daerah penangkapan ikan)
bagan rambo di Selat
Makassar masih tergolong daerah pantai karena kedalaman perairannya 25 – 70 meter. Perairan yang tergolong landai ini menyebabkan ikan bermigrasi ke pantai karena faktor lingkungan seperti arus, salinitas, temperatur, musim, pasang surut, topografi, makanan, dan lain-lain sehingga daerah ini menjadi fishing ground yang ideal bagi bagan rambo. Profil dasar perairan lokasi selama pengamatan di perairan Barru Selat Makassar disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Lokasi yang ideal mengoperasikan bagan rambo adalah: dasar perairan berlumpur dan terlindung dari ombak dan arus yang kuat. Dasar perairan yang berbatu sebaiknya berada di depan bagan agar terhindar dari arus dan ombak. Dasar perairan berbatu yang tepat berada di bawah bagan kurang baik karena habitat ikan yang berada di ekosisitem batu adalah ikan dasar yang tidak menyenangi cahaya sehingga tidak sesuai dengan tujuan penangkapan bagan rambo yang tujuannya menangkap ikan pelagis yang umumnya berkelompok dan menyenangi cahaya. 4.4 Pola tingkah laku ikan pada bagan rambo
Dalam pengamatan tingkah laku ikan, parameter yang diamati adalah pola kedatangan kawnan ikan, pola distribusi kawanan ikan di sekitar pencahayaan, pola pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan, dan pola pergerakan kawanan ikan setelah hauling. 4.4.1 Pola kedatangan ikan
Pengamatan tingkah laku ikan dapat diamati secara visual hanya sampai kedalaman 2 m. Ikan mulai masuk ke daerah pencayahaan di bawah rangka bagan setelah 5 – 10 menit. Jenis ikan yang pertama masuk adalah ikan yang sangat kecil yang tidak teridentifikasi disusul dengan ikan teri, cumi-cumi, ikan terbang, kepiting rajungan dan ada kalanya ular laut. Pengamatan tingkah laku ikan pada kedalaman lebih dari 2 meter diamati dengan menggunakan side scan sonar colour. Hasil pengamatan pola kedatangan ikan pada setting pertama, kedua, dan ketiga dengan menggunakan side scan sonar colour dapat dilihat pada Gambar 15 -17.
38
Gambar 15 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting pertama (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer) Pola kedatangan ikan pada saat awal setting pertama memperlihatkan bahwa ikan mendekati sumber cahaya umumnya dari arah kiri dan kanan bagan serta dari kedalaman yang berbeda.
Pergerakan kawanan ikan belum
terkonsentrasi pada sumber pencahayaan atau belum beradaptasi sempurna dengan intensitas cahaya yang ada.
39
Gambar 16 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting kedua (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer)
40
bagan
bagan
fish school
A fish school
30 m
B 02:30:15
02:30:27
1
fish school
2
bagan
bagan
A
02:30:39
B
fish school
3
02:30:51
4
Gambar 17 Pola pergerakan kawanan ikan pada awal setting ketiga (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer) Pola kedatangan ikan pada saat awal setting kedua dan ketiga memperlihatkan bahwa sebagian kawanan ikan masih berada di sekitar bagan. Ikan-ikan tersebut adalah ikan yang berhasil meloloskan diri pada saat hauling pertama. Pola penyebaran kawanan ikan akibat proses hauling berada jauh dari sumber cahaya dan belum terkonsentrasi di catchable area. Pola penyebaran kawanan ikan pada awal setting kedua sama halnya dengan pola penyebaran kawanan ikan pada awal setting ketiga, dimana kawanan ikan yang berhasil lolos dari setting kedua sebagian masih berada di sekitar bagan.
41
4.4.2 Pola Penyebaran kawanan ikan di sekitar pencahayaan
Contoh pola penyebaran kawanan ikan di sekitar pencahayaan selama lampu masih dinyalakan semua dapat dilihat pada Gambar 18 dan pola penyebaran ikan pada saat lampu terluar bagan telah dipadamkan dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.
bagan
bagan
fish school
A
30 m fish school
B 20:15:28
20:15:16
2
1
bagan
A
bagan
fish school
fish school Setelah
B 20:15:40
3
20:15:52
4
Gambar 18 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat lampu masih dinyalakan semua (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), perahu observer, Kawanan ikan dalam lingkaran )
42
Pola penyebaran kawanan ikan pada Gambar 18 dapat dilihat bahwa kawanan ikan sudah berada di sekitar pencahayaan dan mulai masuk ke daerah catchable area. Kawanan ikan terlihat bergerak tidak teratur, namun terlihat dalam lingkaran ikan sudah semakin mendekati cahaya.
Pola penyebaran
kawanan ikan belum diketahui dengan pasti, apakah bergerak memutar atau mendekat dan menjauhi sumber pencahayaan.
bagan
fish school
A
bagan
fish school
30 m waring bagan
waring bagan
B 20:40:20
20:40:32
1
2
A
bagan
bagan
fish school
fish school waring bagan waring bagan
B 20:40:56
20:40:44
3
4
Gambar 19 Pola pergerakan kawanan ikan setelah lampu terluar bagan dipadamkan (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), . perahu observer)
43
Pola penyebaran kawanan ikan setelah lampu terluar dipadamkan mempelihatkan kawanan ikan mulai terkonsentrasi di sekitar catchable area, dimana kawanan ikan sudah tidak tersebar lagi dan sudah menyatu dengan bagan. Pola ini terjadi karena cahaya lampu yang menyala hanya di bawah rangka bagan sehingga kawanan ikan mulai berkumpul semakin dekat ke daerah pencahayaan, walaupun masih terlihat ada yang bergerak keluar dari cakupan bagan. Pada Gambar 20 dapat dilihat pola pergerakan kawanan ikan yaitu : (A) ikan bergerak ke arah bagan, (B) kawanan ikan bergerak semakin mendekati sumber pencahayaan dan ada kawanan ikan yang
bergerak menjauhi daerah
pencahayaan (B1), (3) kawanan ikan yang tetap di sekitar pencahayaan, dan (B1, C1, D1) ikan yang menjauhi daerah pencahayaan cenderung mendekat lagi dengan pola pergerakan memutar. Kemungkinan kawanan ikan yang menjauhi daerah pencahayaan kaget pada saat lampu dipadamkan dan dindikasikan kawanan ikan ini akan kembali ke daerah pencahayaan.
C
D
B A B1 C1
D1
A,B,C,D : Kawanan Ikan B1 : Pecahan kawanan ikan A (B+B1) : Bagan : Perahu observer : Pergerakan kawanan ikan
30 m
Gambar 20 Contoh observasi pola pergerakan kawanan ikan setelah lampu luar bagan dipadamkan
44
30 m
A fish school
fish school
bagan
bagan waring bagan
21:15:12
waring bagan
B 21:15:24
1
2
A fish school
bagan
bagan
fish school waring bagan
waring bagan
B
21:15:48
21:15:36
4
3 Gambar 21
Pola penyebaran kawanan ikan sesaat sebelum semua lampu dipadamkan, kecuali lampu fokus (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), platform observer)
Pola penyebaran kawanan ikan sesaat sebelum hanya lampu fokus yang menyala adalah ikan menyebar di sekitar catchable area dan masih ada yang meninggalkan dan mendekati sumber pencahayaan. Pada Gambar 21 bagian 4 dimana lampu fokus sudah menyala memperlihatkan bahwa ikan telah terkonsentrasi di catchable area. Terkonsentrasinya ikan pada catchable area dikarenakan
lampu
yang
dinyalakan
hanya
lampu
fokus
yang
arah
pencahayaannya tidak lagi menyebar tetapi terfokus ke arah bawah secara vertikal.
45
4.4.3
Pola Penyebaran ikan pada saat hauling
Contoh pola penyebaran ikan pada saat hauling dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23. Pada Gambar 22 terlihat bahwa pola penyebaran ikan pada saat hauling pertama trip I menyebar secara horisontal, sedangkan pada Gambar 23 terlihat pola penyebaran ikan pada saat hauling ketiga trip VI menyebar ke arah vertikal. Perbedaan pola penyebaran ini dikarenakan jenis ikan yang tertangkap juga berbeda. Pada hauling pertama trip I jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan teri dan ikan kembung lelaki, sedangkan pada hauling ketiga trip VI jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan layang dan kembung lelaki. Pola penyebaran ikan pada saat hauling telah selesai dapat dilihat pada Gambar 24. Kawanan ikan yang terlihat pada Gambar 24 adalah ikan yang berhasil meloloskan diri pada saat hauling. Pola penyebarannya terlihat ada yang menjauhi daerah pencahayaan dan ada juga yang masih tetap berada di sekitar jaring bagan. Belum diketahui bagaimana pola pergerakan ikan meloloskan diri pada saat hauling, apakah ikan meloloskan diri pada saat bingkai jaring di tarik ke atas atau ikan yang meloloskan diri berada di luar jangkauan bingkai bagan pada saat haling.
46
30 m bagan
fish school
A
bagan fish school
waring bagan
waring bagan
B 22:30:12
22:30:00
1
2
A
bagan
bagan
fish school
fish school
waring bagan
waring bagan
B 22:30:36
22:30:24
3
4
Gambar 22 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling pertama trip I (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), platform observer)
47
bagan
A
30 m bagan
fish school
fish school waring bagan
waring bagan
B 22:34:08
1
2
A
bagan
bagan fish school
fish school waring bagan waring bagan
B 22:34:44
22:34:32
3
4
Gambar 23 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling ketiga trip VI (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m) platform observer)
48
bagan
bagan
30 m
A fish school
fish school
B waring bagan
waring bagan
22:45:34
22:45:46
bagan
A
fish school escape
B
waring bagan 22:45:58
Gambar 24 Pola penyebaran kawanan ikan pada saat hauling kedua trip IV telah selesai (A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m), .............. . platform observer)
49
4.4.4
Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan
Pengamatan pola pergerakan kawanan ikan dengan menggunakan side scan sonar colour dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26. Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayan seperti pada Gambar 25 terlihat bahwa ikan cenderung bergerak mendekati sumber pencahayaan kemudian sedikit menjauh dan mendekati lagi sumber pencahayaan.
Pola pergerakan kawanan ikan pada
Gambar 25 dan 26 memperlihatkan pergerakan kawanan ikan yang mendekati sumber pencahayaan (Gambar 25 : 1) dengan kecepatan 57,69 cm/detik dan kecepatan pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan (Gambar 25 : 2,3,4,5,6) sekitar 20,93 cm/detik. Pola pergerakan kawanan ikan di sekitar pencahayaan yang diamati secara visual dapat dilihat pada Gambar 27 - 30. Kawanan ikan kecil yang tidak teridentifikasi
memperlihatkan
pola
pergerakan
bolak-balik
di
sekitar
pencahayaan (Gambar 27). Kawanan ikan teri (Gambar 28) memperlihatkan pola pergerakan melingkari secara teratur di dekat sumber pencahayaan. Kawanan ikan layang (Gambar 29) memperlihatkan pola pergerakan berputar secara teratur dan berada sedikit diluar sumber pencahayaan. Pola pergerakan cumi-cumi (Gambar 30) mmperlihatkan pola pergerakan maju mundur. Cumi-cumi bergerak maju mendekati sumber pencahayaan pada saat memburu mangsa (ikan-ikan kecil) dan bergerak mundur setelah mendapatkan mangsa. Pola pergerakan ini biasanya terus berlangsung sampai proses hauling dilaksanakan.
50
fish school
A Perahu observer
fish school
30 m
01:30:12
Perahu observer
B
01:30:56
2
1
A
fish school
fish school Perahu observer
Perahu observer
B 01:32:04
01:33:52
4
3
fish school
A
Perahu observer
Perahu observer
01:35:40
5
fish school
B 01:36:52
6
Gambar 25 Tampilan sonar yang memperlihatkan pola pergerakan kawanan ikan layang, posisi dan indikasi waktu. A tampak dari atas, B kedalaman perairan (70 m)
51
D
(01:30:12)
B
C
E
A
Perahu observer
F
30 m
G
E
A : 0’00” B : 0’00” C=(A+B) : 0’:44” D : 1’:44” E : 4’:22” F : 5’:58” G : 6’:56 : bagan : arah dan jarak pergerakan kawanan ikan
30 m Perahu observer
Gambar 26 Contoh observasi pola pergerakan kawanan ikan dengan menggunakan side scan sonar colour pada tanggal 27 April 2005 pukul 01:30:12 – 01:36:52 (A,B,C,D,E,F,G : kawanan ikan)
52
Fish school
Fish school
Lampu fokus
Fish school Fish school
Gambar 27 Pola pergerakan ikan-ikan kecil di sekitar lampu fokus
Fish school
Lampu fokus
Fish school
Lampu fokus
Fish school
Lampu fokus
Gambar 28 Pola pergerakan ikan teri di sekitar lampu fokus yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam
53
Fish school
Fish school
Fish school Fish school
Gambar 29 Pola pergerakan kawanan ikan layang di sekitar pencahayaan yang cenderung berputar ke kanan searah jarum jam (sumber cahaya lampu fokus di sebelah kanan gerobolan ikan
Gambar 30 Pola pergerakan maju mundur cumi-cumi di sekitar pencahayaan
54
4.5 Hasil tangkapan 4.5.1
Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian
Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian pada alat tangkap bagan rambo umumnya adalah ikan small pelagic schooling. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah teri (Stolephorus spp), layang (Decapterus ruselli), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), tembang (Sardinella fimbriata) dan cumi-cumi (loligo sp). Kelompok ikan lainnya yang tertangkap bagan rambo adalah ikan kecilkecil yang tidak teridentifikasi, alu alu atau barakuda (Sphyraena genie dan Sphyraena jello), julung-julung (Hemirhamphus far),
terbang (Cypsilurus
poeciloterus), bawal putih (Pampus argenteus), bawal hitam (Formio niger), cendro (Tylosourus crocodilus), layur (Trichiurus savala), dan peperek (Leiognatus aureus, Leiognathus berbis dan Leionathus blochii). Kelompok ikan ini mempunyai hasil tangkapan yang sangat kecil per jenisnya. 4.5.2
Komposisi jenis hasil tangkapan
Jumlah dan komposisi hasil tangkapan pada bagan rambo setiap waktu hauling dan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 31.
Jumlah dan
komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah kembung lelaki (Rastrelliger spp) 25%, teri (Stolephorus spp) 24%, ikan lainnya 19%, layang (Decapterus sp) 17%, tembang (Sardinella fimbriata) 12%, cumi-cumi (Loligo sp) 3% (total tangkapan 7,419.5 kg). lainnya, 19% teri, 24% cumi-cumi, 3%
tembang, 12% layang, 17%
kembung lelaki, 25%
Gambar 31 Komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian
55
Tabel 5 Jenis, jumlah dan persentase hasil tangkapan sebelum tengah malam, tengah malam dan setelah tengah malam No. 1
2
3
Waktu Sebelum malam
Jenis ikan
tengah Teri Kembung lelaki Tembang Layang Cumi-cumi Lainnya Jumlah Tengah malam Teri Kembung lelaki Tembang Layang Cumi-cumi Lainnya Jumlah Sesudah tengah Teri malam Kembung lelaki Tembang Layang Cumi-cumi Lainnya Jumlah
jumlah hasil tangkapan
persentase (%)
549 344 206 84 75 260 1518 472 584 296 142 50.5 615 2159.5 738 924 400 1040 100 540
36 23 14 6 5 17 100 22 27 14 7 2 28 100 20 25 11 28 3 14
3742
100
Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan sebelum tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah teri (Sardinella spp) 36%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 23%, tembang (Sardinella fimbriata) 14%, layang (Decapterus sp) 6%, cumi-cumi 5% dan ikan lainnya 17 % (total tangkapan 1.518 kg). Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan setelah tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah ikan lainnya 28%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 27%, teri (Sardinella spp) 22%, tembang (Sardinella fimbriata) 14%, layang (Decapterus sp) 7%, , cumi-cumi 2% (total tangkapan 2.159,5 kg). Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan setelah tengah malam (Tabel 5) menunjukkan bahwa ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah layang (Decapterus sp)
56
27%, kembung lelaki (Rastrelliger spp) 25%, teri (Sardinella spp) 20%, ikan lainnya 14%, tembang (Sardinella fimbriata) 11%, cumi-cumi (Loligo sp) 3% (total tangkapan 3742 kg). 4.5.3
Hubungan antara hasil tangkapan dengan waktu hauling
Analisis hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil tangkapan pada hauling setelah tengah malam (287,85 kg) lebih besar dari hauling sebelum tengah malam (253,00 kg) dan pada saat tengah malam (196,32 kg) (Gambar 32), sementara itu rata-rata hasil tangkapan pada hauling sebelum tengah malam lebih tinggi dari hauling tengah malam (Gambar 33). 500
Jumlah tangkapan (kg)
400
300
200
95% CI
100
0 N=
6
11
Sebelum tengah malam Tengah malam
13
Setelah tengah malam
Gambar 32 Distribusi rata-rata hasil tangkapan bagan rambo selama penelitian (sebelum tengah malam pukul 18.00-22.00, tengah malam pukul 22.00-02.00 dan setelah tengah malam pukul 02.00-06.00).
57
700
Sebelum tengah malam (kg)
600
500
400
30 0
200
100
45° 100
200
300
400
500
600
700
Setelah tengah malam (kg) Gambar 33 Perbandingan antara hasil tangkapan sebelum tengah malam dan setelah tengah malam selama penelitian
58
5 PEMBAHASAN
5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo
Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area.
Penggunaan cahaya
buatan yang berkapasitas besar (sekitar 20 kW) memungkinkan bagan rambo dapat dioperasikan pada saat bulan terang.
Daya tembus dari cahaya mercuri
pada kedalaman 25 m iluminasi cahaya mencapai 0,0585 lux dan secara horizontal pada jarak 50 m iluminasi cahaya mencapai 0,5 lux.
Pengoperasian
bagan rambo pada saat bulan terang memungkinkan karena kekuatan cahaya yang digunakan besar sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan secara vertikal akan lebih dalam dan secara horisontal masih dapat menarik kawanan ikan pada jarak yang jauh. Dengan demikian bagan rambo terogolong alat yang efektif karena dapat digunakan walaupun pada saat bulan terang. Fishing ground bagan rambo hubungannya dengan topografi dan dasar perairan sebaiknya berada di belakang karang atau batu untuk menghindari arus dan gelombang yang besar. Penempatan ini memungkinkan bagan rammbo dapat dioperasikan pada saat Musim Barat. Dasar perairan yang berlumpur merupakan fishing ground yang ideal bagi bagan rambo (Lampiran 2 dan 3). Fishing ground bagan rambo yang berada di belakang batu atau karang serta dasar perairan yang berlumpur diindikasikan memberikan hasil tangkapan yang baik. Faktor oseanografi mempengaruhi operasi penangkapan bagan rambo. Arus adalah salah satu faktor oseanografi yang mempengaruhi proses pengoperasian bagan rambo. Arus yang kuat akan menyebabkan proses hauling terganggu. Pengaruh arus akan menyebabkan posisi bingkai dan waring bagan tidak tepat berada di bawah bingkai bagan, hal ini akan mengakibatkan ikan dapat meloloskan diri pada saat hauling. Pengaruh arus yang kuat oleh nelayan setempat diatasi dengan menggunakan tali penahan arus yang ditempatkan pada setiap sudut bagan. Tali arus ini diikatkan pada sebuah roller dan ujung yang lainnya diikatkan sebuah
59
batu sebagai pemberat. Penggunaan tali penahan ini dimaksudkan untuk menahan bingkai bagan agar tepat berada di bawah rangka bagan. Pada kecepatan arus permukaan lebih besar 0,34 m/detik, nelayan bagan rambo tidak menurunkan waring (Sudirman, 2003). Oleh karena itu kecepatan arus merupakan salah satu pembatas dalam mengoperasikan bagan rambo. Jika dibandingkan dengan set net, kecepatan arus yang bisa di tolerir adalah 0,25 m/detik dan pada kecepatan lebih dari 0,75 m/detik akan merusak jaring (Martasuganda 2002),
dengan kata lain set net lebih kuat menahan arus dari
bagan rambo. Suhu berkisar 26-27 °C, salinitas berkisar 33-35 per mil dan kecerahan 13 – 14,5 % di Selat Makassar selama penelitian. Kondisi suhu, salinitas dan kecerahan ini baik untuk tujuan penangkapan ikan.
Ben-Yami (1987)
mengemukakan bahwa kecerahan air di atas 10 m tergolong baik untuk mengoperasikan alat tangkap yang menggunakan alat bantu cahaya.
5.2 Analisis Tingkah Laku Ikan pada Bagan Rambo 5.2.1
Proses tertangkapnya ikan pada bagan rambo
Reaksi ikan
terhadap cahaya berbeda-beda, seperti fototaksis positif,
preferensi untuk intensitas optimum, investigatory reflex, mengelompok dan mencari makan di bawah cahaya serta disorientasi akibat kondisi buatan dari gradient intensitas di bawah air (Ben-Yami 1987).
Reaksi ikan inilah yang
dimanfaatkan untuk menangkap ikan dengan mengunakan alat bantu cahaya. Pergerakan ikan yang berbeda-beda terhadap sumber cahaya merupakan salah satu aspek yang perlu diketahui untuk meningkatkan hasil tangkapan. Pergerakan ikan yang mendekati sumber cahaya
di konsentasikan dengan
mengurangi intensitas cahaya dengan cara menggunakan lampu fokus untuk mengkonsentrasikan
ikan
di
catchable
area.
Pengkonsentrasian
ikan
hubungannnya dengan pergerakan ikan yang berbeda terhadap sumber cahaya mengakibatkan perlakuan dalam mengkonsentrasikan ikan juga berbeda. Ikan teri, kembung dan tembang merupakan ikan yang menyenangi cahaya yang terang sehingga peredupan lampu tidak perlu maksimal.
Sebaliknya ikan layang
60
merupakan ikan yang menyenangi daerah pencahayaan yang tidak terlalu terang, sehingga dalam mengkonsentrasikannya haruslah seredup mungkin dan peredupan lampu dilakukan sehalus mungkin agar ikan tidak terkejut. Penarikan jaring dilakukan setelah ikan telah terkonsentrasi di sekitar lampus fokus dimana ikan telah teradaptasi sempurna oleh cahaya. Ikan yang telah beradaptasi sempurna dengan cahaya mengakibatkan ikan tidak terlalu terpengaruh oleh proses penagangkatan bingkai jaring pada saat hauling. Ikan yang tetap berada dalam lingkup bingkai bagan akan tertangkap dan ikan yang berada di luar lingkup bingkai bagan akan lolos dari proses penangkapan bagan rambo. 5.2.2
Pola kedatangan ikan di catchable area
Pola kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya berbeda-beda, tergantung jenis dan keberadaan ikan di perairan. Pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colour tidak dapat mengetahui jenis ikan yang berada di perairan, namun pergerakan kawanan ikan yang ada di sekitar bagan dapat diketahui. Hasil pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colour memperlihatkan bahwa kawanan ikan
berenang mendatangi sumber cahaya dari kedalamanan yang
berbeda, yaitu ada yang berenang pada kisaran kedalaman 20-30 m dan ada pula yang berenang pada kisaran kedalam 5- 10 m, hal ini sesuai dengan yang kemukakan oleh Gambang (2003) bahwa ikan pelagis kecil terdistribusi dikedalaman 15 – 60 m. Perbedaan ini diindikasikan karena jenis ikan yang berbeda dan kedalaman renang ikan yang berbeda tergantung dari kondisi yang optimum ikan tersebut. Demikian pula respon ikan berbeda terhadap cahaya mengakibatkan pola pergerakan ikan mendekati cahaya juga berbeda. Pola kedatangan ikan di sekitar pencahayaan ada yang langsung menuju sumber cahaya dan ada juga yang masih berada di sekitar sumber pencahayaan. Hal ini terjadi karena ketertarikan ikan berbeda-beda terhadap cahaya. Ikan-ikan yang pola kedatangannya tidak langsung masuk ke dalam sumber cahaya diindikasikan mendatangi cahaya karena ingin mencari makan. Pola kedatangan ikan hubungannya dengan arah memperlihatkan bahwa ikan cenderung mendatangi sumber pencahayaan dari arah kiri dan kanan bagan. Hal ini dikarenakan ikan yang mendatangi sumber cahaya membutuhkan adaptasi
61
dari suatu daerah yang baru, sehingga ikan mendatangi cahaya dengan arah memotong arah arus. Pergerakan arah memotong arus ini diindikasikan untuk menjaga jika di daerah tersebut terdapat predator dapat segera berbalik arah searah dengan arus agar cepat meloloskan diri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada setting II dan III ikan telah ada di sekitar pencahayaan. Keberadaan ikan ini di sebabkan ikan yang berhasil meloloskan tidak meninggalkan lokasi bagan. Ikan-ikan ini diindikasikan adalah ikan yang berfototaksis positif dan telah beradaptasi dengan cahaya masih terus bergerak mendekati dan menjauhi sumber cahaya dikarenakan adanya predator. 5.2.3
Pola penyebaran ikan di sekitar pencahayaan
Hasil side scan sonar colour memperlihatkan penyebaran kawanan ikan di sekitar pencahayaan ada yang berada di sumber cehaya dan ada yang terus bergerak di sekitar sumber pencahayaan. Penyebaran ikan belum memperlihatkan pola yang tetap. Penyebaran ikan pada saat lampu merkury masih dinyalakan semua memperlihatkan bahwa kawanan ikan masih cenderung berada di luar catchable area. Pada saat ini kawanan ikan masih terus mendatangi sumber pencahayaan. Penyebaran kawanan ikan pada saat lampu luar bagan telah dimatikan terlihat semakin mendekati cathcable area. Pada saat ini pola pergerakan ikan cenderung membentuk pola pergerakan yang teratur memutar (melingkari) sumber pencahayaan dimana ikan masih kadang-kadang bergerak agak menjauhi sumber pencahayaan kemudian mendekati lagi. Pada saat lampu yang berada di bawah bingkai bagan akan dipadamkan terlihat ikan semakin terkonsentrasi di sekitar catchable area, walaupun pada saat ini masih ada kawanan ikan yang terlihat meninggalkan lokasi pencahayaan dan ada pula yang mendekati sumber pencahayaan. Penyebaran kawanan ikan di kedalaman perairan berada di sekitar waring bagan dan sekitar permukaan perairan. Ikan-ikan yang berada di sekitar waring bagan dan kolom perairan diindikasikan adalah ikan kembung, tembang dan layang. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh GodØ et al (2004) bahwa sekitar 65 % ikan mackerel berada diantara permukaan sampai kedalaman
62
40 m, sedangkan ikan yang berada di sekitar permukaan adalah ikan teri yang merupakan ikan berfototaksis positif. 5.2.4
Pola penyebaran ikan pada saat hauling
Pada saat hauling dimana hanya lampu fokus yang menyala, pola penyebaran ikan di perairan sudah memiliki pola yang teratur. Pola penyebaran ikan berada di sekitar waring bagan dan tepat berada di bawah rangka bagan. Pola penyebaran seperti ini diindikasikan adalah pola penyebaran ikan teri yang berada di bawah rangka bagan, ikan kembung dan tembang yang berada di sekitar bingkai bagan. Pola distribusi ikan ini membentuk pola spherical (bola) seperti yang dikemukakan oleh Misund et al (2003). Pola pergerakan ikan yang berada sedikit di luar daerah pencahayaan dan membentuk pola gerobolan yang tersusun secara vertikal seperti pita (ribbon) (Misund et al, 2003). Pola ini diindikasikan adalah pola ikan layang, dimana pada proses penangkapan ikan layang lampu bagan harus sangat redup dan peredupannya berlangsung sangat perlahan. Peredupan lampu yang cepat dapat membuat ikan layang terkejut dan menjauhi sumber pencahayaan, demikian pula halnya jika lampu tidak redup, ikan layang akan bergerombol di luar catchable area. Pada saat hauling telah selesai, masih terlihat kawanan ikan di sekitar bagan.
Kawanan ikan ini diindikasikan adalah kawanan ikan yang dapat
meloloskan diri dari cakupan bingkai jaring bagan dan ikan-ikan yang berada di luar catchable area tetapi tidak meninggalkan daerah bagan pada saat hauling dilaksanakan. Ikan-ikan yang tidak tertangkap ada yang menjauhi bagan dan ada yang tetap berada di sekitar bagan. Diduga ikan yang tetap berada di daerah bagan adalah ikan-ikan yang menyenangi cahaya atau dengan kata lain berfototaksis positif.
Kemungkinan kedua adalah ikan predator yang datang
memangsa ikan-ikan kecil yang stres akibat proses hauling sehingga dapat dengan mudah dimangsa. 5.2.5
Pola pergerakan ikan di sekitar pencahayaan
Pola Pergerakan kawanan ikan yang mendekati bagan mempunyai kecepatan yang berbeda pada saat akan mendekati bagan dan pada saat berada di
63
sekitar bagan.
Ikan-ikan yang mempunyai kawanan yang kecil cenderung
mempunyai pergerakan yang cepat, sehingga kecepatan pergerakan kawanan ikan akan menurun di sekitar pencahayaan akibat dari semakin padatnya kawanan ikan dan aktivitas makan. Pergerakan kawanan ikan selama penelitian berkisar 0,57 m/detik pada saat mendekati lokasi pencahayaan dan kecepatan pergerakan kawanan ikan sekitar 0,21 m/detik di sekitar pencahayaan. Hal ini mirip dengan apa yang dikemukakan oleh GodØ et al (2004) bahwa untuk ikan mackerel mempunyai kecepatan pergerakan kawanan sampai 6 m/detik jika kawanan kecil dan sekitar 1m/detik jika kawanannya sangat besar.
Demikian pula yang
dikatakan oleh Misund et al (2003), bahwa kecepatan pergerakan kawanan ikan sardine (Sardinops sagax) sekitar 0,6 – 1,59 m/detik, lama ikan sardine memecah kawanannya sekitar 2 menit dan membutuhkan waktu untuk menyatu dengan kawanan lainnya sekitar 5 menit. Pola pergerakan kawanan ikan teri di sekitar lampu fokus bergerak berputar (melingkar) secara teratur, demikian pula halnya dengan ikan layang. Pola pergerakan ikan teri dan layang sama dengan pola pergerakan kawanan ikan tembang dan selar yang ada di teluk Pelabuhanratu (Tupamahu, 2003) Pola pergerakan memutar secara teratur diindikasikan sangat dipengaruhi oleh pola pergerakan arus. Pola pergerakan kawanan ikan yang bergerak memutar secara teratur lebih mudah ditangkap jika dibandingkan ikan bergerak dengan pola pergerakan yang tidak teratur. 5.3 Analisis Hasil Tangkapan
Komposisi jenis hasil tangkapan menunjukkan bahwa jenis ikan yang tertangkap (81%) pada bagan rambo adalah jenis ikan kembung, teri, layang, tembang dan cumu-cumi. Jenis ikan ini adalah jenis ikan small pelagic schooling. Kedatangan jenis ikan ini diduga karena tertarik secara langsung oleh cahaya dan mencari makan. Kelompok ikan lainnya umumnya adalah ikan predator. Kedatangan jenis ikan diduga karena beberapa faktor antara lain tujuan makan, seperti ikan barakuda, cendro, dan layur. Faktor lain karena pada malam hari ikan-ikan tersebut akan naik pada kedalaman tertentu atau termasuk kedalam ikan nokturnal.
64
Hasil tangkapan bagan rambo sebelum tengah malam memperlihatkan bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah ikan kembung lelaki. Ikan kembung lelaki adalah ikan berfototaksis positif dan termasuk jenis ikan pertama yang datang ke sumber pencahayaan. Ikan ini menyenangi cahaya yang terang dan diduga pada waktu ini merupakan puncak fototaksis dari jenis ikan yang dominan tertangkap, karena pada umumnya nelayan yang memancing di bagan rambo pada jam 19.00 sampai 21.00 adalah nelayan yang memancing ikan kembung. Hasil tangkapan pada saat tengah malam di dominasi oleh ikan lainnya, ini berarti bahwa pada saat tengah malam terjadi keragaman jenis, dimana banyak jenis ikan tertangkap tetapi tidak dominan. Dominannya ikan lainnya disebabkan akumulasi berat jenis ikan yang banyak jenisnya dijumlahkan sehingga nampak dominan pada komposisi jenis hasil tangkapan di tengah malam. Kehadiran predator merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberadaan ikan di bawah sumber cahaya. Jika predator masuk zona iluminasi, tingkah laku ikan di sumber pencahayaan akan berubah. Ikan yang telah terakumulasi di sekitar sumber pencahayaan
akan menjauh jika predator datang dan terakumulasi
kembali di sekitar pencahayaan jika predator telah pergi. Komposisi jenis hasil tangkapan setelah tengah malam menunjukkan bahwa keragaman jenis hasil tangkapan sedikit, dimana hasil tangkapan yang besar cenderung didominasi oleh jenis ikan tertentu. Tingginya rata-rata hasil tangkapan setelah tengah malam dan sebelum tengah malam diduga berhubungan dengan feeding behaviour dan sifat fototaksis.
Diduga pada waktu tersebut
merupakan kebiasaan makan dan puncak fototaksis dari jenis ikan yang dominan tertangkap, dimana ikan yang dominan tertangkap adalah ikan layang.
Ikan
layang teradaptasi sempurna dengan cahaya setelah tengah malam (Sudirman, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi jenis hasil tangkapan lebih beragam pada waktu tengah malam dan sebelum tengah malam, tetapi setelah tengah malam lebih didominasi oleh jenis tertentu. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang di dapatkan oleh Baskoro (1999) bahwa keragaman jenis pada saat tengah malam lebih tinggi dibandingkan sebelum tengah malam dan pada saat setelah tengah malam keragaman jenis sedikit.
65
5.4 Perbaikan Teknik dan Metode pada Bagan Rambo yang Ada Saat Ini
Pengetahuan tingkah laku ikan dalam hubungannya dengan perbaikan teknik dan metode penangkapan ikan merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan upaya pengembangan operasi penangkapan ikan yang lebih efisien dan efektif. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perbaikan teknik dan metode penangkapan pada bagan rambo saat ini adalah : 1. Kedalaman bingkai jaring perlu diperhatikan agar tepat berada di bawah kawanan ikan. Penentuan kedalaman jaring sangat tergantung jenis ikan, musim dan waktu hauling, sehingga sangat dibutuhkan pengalaman dan alat bantu untuk mendeteksi keberadaan ikan diperairan seperti peralatan akustik. Kedalaman bingkai jaring jika pada musim ikan teri dan kembung sebaiknya pada kedalaman 15 meter dikarenakan jenis ikan ini adalah ikan yang bergerombol dekat permukan air, tidak seperti halnya kawanan ikan layang yang tersusun seperti pita dan berada sampai kedalaman 30 meter. 2. Teknik pemadaman lampu juga perlu diperhatikan agar kawanan ikan tetap berada di atas bingkai jaring. Penggunaan intensitas yang tinggi digunakan jika kawanan ikan adalah ikan teri dan kembung karena jenis ikan ini menyenangi intensitas cahaya yang tinggi, sedangkan kawanan ikan layang menyenangi intensitas cahaya yang rendah. 3. Waktu hauling sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah tengah malam karena sebelum tengah malam merupakan waktu dimana ikan yang menyenangi cahaya terang sudah teradaptasi sempurna, sedangkan setelah tengah malam merupakan waktu dimana ikan yang tidak menyenangi cahaya terang teradaptasi sempurna. 4. Peningkatan jumlah hasil tangkapan juga dapat dilakukan dengan memadukan dengan alat tangkap lainnya untuk menangkap ikan yang masih dapat meloloskan diri pada saat hauling, seperti memadukan antara bagan rambo dengan purse seine atau gill net. 5. Modifikasi alat juga dapat dilakukan agar hasil tangkapan dapat meningkat. Modifikasi tersebut seperti penambahan selubung yang dapat bergerak cepat menutup pelolosan ikan pada saat hauling (Gambar 34 ).
66
C. PELEPASAN SELUBUNG
C. PELEPASAN SELUBUNG SELESAI
Gambar 34 Modifikasi bagan rambo dengan menggunakan selubung apung
67
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengamatan tingkah laku ikan di perairan Barru Selat Makassar, maka dapat disimpulkan : 1. Pola distribusi kawanan ikan teri berada di permukaan dekat sumber pencahayaan dan pola distribusi kawanan ikan kembung, dan tembang di sekitar sumber pencahayaan. Pola penyebaran ikan teri, kembung dan tembang membentuk seperti bola dan pola penyebaran ikan layang seperti pita. Pola pergerakan ikan teri dan layang di sekitar pencahayaan bergerak berputar (melingkar) secara teratur teratur. 2. Pergerakan kawanan ikan mendatangi pencahayaan berada pada kedalaman 5-10 m dan 20-30 m dan pola kedatangan kawanan ikan yang mendatangi bagan umumnya dari arah kiri dan kanan bagan. 3. Pola distribusi kawanan ikan setelah proses penangkapan ada yang meninggalkan daerah pencahayaaan dan ada yang tetap di daerah pencahayaan. Ikan yang tetap tinggal di daerah pencahayaan di duga adalah kawanan ikan yang menyenangi cahaya dan ikan yang meninggalkan daerah pencahayaan adalah kawanan ikan yang mendatangi daerah pencahayaan untuk mencari makan. 4. Kecepatan pergerakan kawanan ikan mendekati bagan berkisar 0,57 m/detik dan kecepatan pergerakan kawanan ikan 0,21 m/detik di sekitar pencahayaan. 5. Pendekatan akustik merupakan salah satu cara yang efektif dalam mempelajari tingkah laku ikan di sekitar alat tangkap yang menggunakan cahaya khsusnya tingkah laku ikan yang berada di kolom perairan, dimana peralatan visual sangat terbatas kemampuannya. 6. komposisi jenis hasil tangkapan lebih beragam pada waktu tengah malam dan sebelum tengah malam, tetapi setelah tengah malam lebih didominasi oleh jenis ikan layang.
68
6.2
Saran
Untuk dapat mengetahui dengan baik tingkah laku ikan pada alat tangkap yang menggunakan cahaya untuk mengkonsentrasikan ikan, maka perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai pola pergerakan dan distribusi ikan di sekitar pencahayaan hubungannya dengan musim dan periode bulan. Dalam penelitian hendaknya jenis ikan perlu diketahui dengan jelas. Dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode akustik sebaiknya menggunakan scientific sonar untuk melihat pola kedatangan, kecepatan
dan pergerakan ikan dengan luasan yang besar sehingga perlu
dikombinasikan dengan menggunakan scientific echosounder untuk mengamati tingkah laku ikan khususnya pola pergerakan kawanan ikan, kecapatan pergerakan kawanan ikan, kepadatan, jenis ikan di catchable area dan pola pelololasan kawanan ikan pada saat proses hauling.
69
DAFTAR PUSTAKA
Alam S. 2002. Pemanfaatan Teknologi Hidroakustik dalam Pengkajian Tingkah Laku Ikan di Bawah Cahaya Lampu Bagan Apung di Pelabuhanratu. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana IPB. Bogor. 60 hal. Arakawa AP, S Choi, T Arimoto and Y Nakamura. 1998. Relationship Between Underwater Irradiance and Distribution of Japanese Common Squid Under Fishing Light of Squid Jigging Boat. Journal of the Tokyo University of Fisheries. Vol. 75 No. 2. P 553-557. Arimoto T. 1999. Light Fishing. Paper in International Fisheries Training Centre(unpublished), JICA, Tokyo. P 15. Baskoro MS. 1999. Capture Process of The Floated Bamboo-Platform Liftnet With Light Attraction (Bagan). Graduate School of Fisheries, Tokyo University of Fisheries. Doctoral Course of Marine Sciences and Technology. P 149. Baskoro, M.S and T. Arimoto. (2001). Capture Process of Liftnet Monitored by Echo Sounder and Sonar. Fishing Technologi Manual Series ! Light Fishing in Japan ad Indonesia. TUF JSPS International Vol. 11. Dept. Of Fisheries Resources Utilization, IPB. P 1-4. Ben-Yami M. 1987. Fishing With Light. Published by Arrangement With The Agriculture Organization of The United Nation by Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey, England. P 121. Blaxter JHS and RS Batty. 1989. Herring Behaviour in Light and Dark. In Light and Life in the Sea Ed. By P.J. Herring, Anthony K. Cambell, M. Whitfield and L. Maddock. Cambridge University Press. Cambridge. P 205-227. Ferno, A. And S. Olsen. 1994. Marine Fish Behaviour in Capture and Abudance Estimation. Fishing Nes Book. Gambang, A.C, H.B. Rajali, D. Awang. 2003. Overview of Biology and Exploitation of the Smal Pelagic Fish Resources of the EEZ of Sarawak, Malaysia. Fisheries Research Institute Malaysia Serawak Bintawa, Kucing. P 18. Malaysia. http://www.fri.gov.my/friswak/publication/pelagic2003.pdf. GodØ O.R, V. Hjellvik, S.A. Iversen, A.Slotte, E. Tenningen and T. Torkelsen. 2004. Behaviour of Mackerel School During Summer Feeding Migration in the Norwegian Sea, as Observed from Fishing Vessel Sonars. ICES Journal of Marine Science. International Council for the Sea. Publised by Elsevier Ltd.
70
He P. 1989. Fish Behaviour and its Application in Fisheries. Newfoundland and Labrador Institute of Fisheries and Marine Technology. Canada. P 157. Jaya I and B.P. Pasaribu. 1999. Evaluation of Swimming Speed and Direction of Pelagic Fish in the Sunda Strait: Acoustical Approach. In Sustainable Fishing Technology in Asia Towads the 21 st Century Ed. By T Arimoto and J. Haluan. Proceeding of the 3nd JSPS International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area in Bali Island-Indonesia August 1999, TUF-JSPS International Project Vol.8. P 242-247. Levenes J.J, F.Gerlotto and D.Petit. 1990. Reaction of Tropical Coastal Pelagic Species to Artificial Lighting and Implication for Assessment of Abundance by Echo Integration. In Development and in Fisheries Acoustic, Edited by William A. Korp. International Council for the Exploitation of the Sea, Seattle. P 128-134. Maclennan DN. and EJ Simmons. 1992. Fisheries Acoustics. Chapman and Hall. London. P 325. Misund O. A, J. C. Coetzee, P. Fréon, M. Gardener, K. Olsen, I. Svellingen And I. Hampton. 2003. Schooling Behaviour Of Sardine Sardinops Sagax In False Bay, South Africa. Institute of Marine Research, P.O. Box 1870, N5817 Bergen, Norway. P 185-193. Mitsugi S. 1974. Fish Lamps. In Fishing Gear and Methods. Text book for Marine Fisheries Research Course. Japan International Cooperation Agency, Goverment of Japan. P 209-240. Nadir M. 2000. Teknologi Light Fishing di Perairan Barru Selat Makassar; Deskripsi, Sebaran Cahaya dan Hasil Tangkapan (Tidak Dipublikasikan). Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. 87 hal. Nicol JAC. 1963. Some Aspects of Photoreception and Vision in Fishes. Adv Mar.Biol. P 171-208. Nikonorov IV. 1975. Interaction of Fishing Gear With Fish Aggregations. Keter Publishing House. Jerusalem Ltd. Israel. P 216. Silanov, K. 1968. The Behaviour of Atlantic Saury and Snipefish in an Illuminated Zone in the North Atlantic Ocean. In Fish Behaviour and Fishing Technique Ed. By A.P. Alekseev. Murmansk, PINRO. P146-157. Subani W. 1983. Penggunaan Lampu Sebagai alat Bantu Penangkapan Ikan. Laporan Penelitian Perikanan Laut (Marine Fisheries Report) No. 27. Balai Penelitian Perikanan Laut (Research Institute for Marine Fisheries) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan. Jakarta. Hal. 45-68.
71
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50 Tahun 1988 (Edisi Khusus). Jakarta. 248 hal. Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo (Tidak Dipublikasikan). Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 251 hal. Tupamahu A. 2003. Studi Tentang Tingkah Laku Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) dan Selar (Selar crumenopthalmus) di Bawah Cahaya Lampu (Tidak Dipublikasikan). Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 120 hal. Urich JR. 1975. Principles of Underwater Sound. McGraw-Hill. Inc. New York. P 384. Wisudo, S.H, S. Akiyama, H. Sakai and T. Arimoto. 2001. Capture Process of Liftnet Monitored by Echo Sounder and Sonar. Fishing Technologi Manual Series ! Light Fishing in Japan ad Indonesia. TUF JSPS International Vol. 11. Dept. Of Fisheries Resources Utilization, IPB. P 5-16 Von Brant, A. 1985. Fish Catching Methods of the world. Fishing News Book Ltd, London. P 418 Woodhead PMJ. 1966. The Behaviour of Fish Relation to the Light in The Sea. Eceanogr. Mar. Biol. Ann. Rev. 4.. Horald Barnes Edition. P 337-403
72
Lampiran 1 Berbagai kondisi bagan rambo di perairan : A. Siang hari, B. Persiapan operasi penangkapan, C. Kondisi pencahayaan pada malam hari A
B
C
73
Lampiran 2 Profil dasar perairan lokasi penelitian di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar penelitian
Lampiran 3 Profil dasar perairan (3 dimensi) lokasi penelitian
74
Lampiran 4 Jumlah hasil tangkapan menurut waktu hauling No. Waktu Hauling 1 18 2 19 3 20 4 21 5 22 6 23 7 0 8 1 9 2 10 3 11 4 12 5
Jumlah hasil tangkapan 0 0 0 1380 138 465 1107 587.5 112 0 0 3630
75
Lampiran 5 Hasil pengukuran data oceanografi dan hasil tangkapan selama penelitian
Trip
Waktu Operasi
Kecepatan Arus (m/dt) 1m
Salinitas (°/oo)
Suhu (°C)
kecerahan
Hasil tkp. (kg)
10m 15m 1m 10m 15m 1m 10m15m
I
18.00-21.30 0,118 0,219 0,207 35 35 35 28 27 27 22.15-01.30 0,111 0,233 0,176 35 35 35 28 27 27 02.15-05.45 0,069 0,157 0,126 35 35 35 28 27 27
14.5
646 211 286
II
18.00-00.00 0,115 0,253 0,215 35 35 35 28 27 27 01.00-05.30 0,072 0,076 0,113 35 35 35 28 27 27
14
172 189
III
18.00-21.45 0,122 0,201 0,213 35 35 35 28 27 27 22.15-01.30 0,117 0,239 0,182 35 35 35 28 27 27 02.15-05.30 0,074 0,162 0,131 33 35 35 28 27 27
14
268 141,5 466
IV
18.00-21.30 0,156 0,283 0,244 35 35 35 28 27 27 22.20-0045 0,227 0,263 0,294 35 35 35 28 27 27 01.30-05.30 0,040 0,051 0,015 35 35 35 28 27 27
14
151 104 173
V
18.00-23.45 0,135 0,171 0,299 35 35 35 28 27 27 00.50-05.30 0,145 0,146 0,110 35 35 35 28 27 27
14
199 327
VI
18.00-21.30 0,142 0,202 0,206 33 33 35 28 27 26 22.15-01.30 0,164 0,180 0,189 35 35 35 27 28 27 02.15-05.45 0,140 0,180 0,217 35 35 35 28 27 27
14
86 101 264
13.5
138 112 168
18.00-22.00 0,191 0,242 0,213 35 35 35 28 27 26 VII 22.30-02.15 0,115 0,237 0,180 30 33 33 27 28 27 03.00-05.45 0,072 0,176 0,129 33 33 33 27 28 27 VIII
18.00-00.30 0,204 0,381 0,268 35 35 35 28 29 29 01.45-05.30 0,253 0,366 0,352 35 35 35 28 27 27
14
284 436
IX
18.00-1150 0,237 0,273 0,304 35 35 35 28 27 27 00.45-05.30 0,240 0,251 0,215 35 35 35 28 27 27
14
266 429
X
18.00-00.45 0,242 0,213 0,229 35 35 35 28 27 27 01.30-05.30 0,295 0,246 0,279 35 35 35 28 27 27
14
300 333
XI
18.00-00.00 0,.374 0,301 0,268 35 35 35 28 27 27 01.00-05.30 0,252 0,243 0,244 35 35 35 28 27 27
14
232 360
18.00-21.30 0,123 0,245 0,188 35 35 35 28 28 27 XII 22.15-01.30 0,127 0,249 0,192 33 35 35 27 28 27 02.15-05.45 0,076 0,180 0,133 33 35 35 27 28 27
13
229 165 265
Ket.
HUJAN RINTIK
HUJAN HUJAN