12
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Akhir April 2012 pada wilayah DAS Citarum Hulu, yaitu sebelah barat bendungan Saguling. Penelitian difokuskan pada wilayah DAS Citarum Hulu yang sangat rawan terhadap banjir, diantaranya pada wilayah barat bedungan Saguling, diantaranya meliputi Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Ciparay, Baleendah, dan Majalaya.
Gambar 3. Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu. Bahan dan Metode Dalam penelitian ini beberapa bahan dan peralatan digunakan dalam rangka pencapaian keluaran yang diinginkan. Bahan penelitian terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder dibutuhkan dalam rangka memperoleh informasi mengenai karakteristik sungai Citarum Hulu. Data diperoleh dengan cara studi pustaka dan penelusuran informasi data pada berbagai instansi seperti: Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Balai Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (GMKG), Perusahaan Umum Jasa Tirta II, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Sedangkan data primer dibutuhkan untuk mengetahui kapasitas tampung maksimum sungai Citarum Hulu yang diperoleh dengan cara pengukuran lapang. Secara lengkap kebutuhan bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian dijelaskan pada Tabel 1.
13 Tabel 1. Kebutuhan bahan dan peralatan dalam penelitian Tujuan dan keluaran 1. Menganalisis karakteristik debit sungai dan debit banjir Citarum Hulu Keluaran : Karakteristik debit sungai dan debit banjir Citarum Hulu
2. Menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu
Metode Analisis • Analisi deskriptif dan kuantitatif • Metode peluang sebaran Gumbel • Pemodelan debit harian GR4J
Bahan dan peralatan Bahan / data sekunder: • Data debit sungai • Data curah hujan • Data rekaman kejadian banjir 2000-2008 Peralatan: • Komputer • Software MS Excel 2010 • Software MS Access 2010 • Software GR4J
• Analisis citra satelit • Pemodelan aliran permukaan 1 dimensi HECRAS
Keluaran : Peta rawan banjir das Citarum Hulu skala 1:100.000 periode ulang 2, 25 dan 100 tahun
Bahan / data sekunder: • Peta topografi skala 1:25.000 • Peta geologi 1:25.000 • Citra Alos Avnir 2010 • Peta digital rupa bumi 1:25.000 Bahan / data primer: • Profil melintang sungai Peralatan : • Komputer • Perangkat pengukur batimetri dan kecepatan aliran sungai (Echo sounder) • GPS Geodetik • Total Station • Software ArcGIS versi 10.0 • Software ENVI versi 4.3 • Software HEC-RAS • Software HEC-GEO RAS • Software MS Excel 2010 • Software MS Access 2010
3. Menganalisis potensi kerugian tanaman padi yang ditimbulkan akibat banjir dan genangan DAS Citarum Hulu Keluaran : Informasi kerugian tanaman padi di tingkat petani pada kawasan rawan banjir DAS Citarum Hulu
Analisis citra satelit Model simulasi tanaman padi rawan banjir Ektrapolasi dengan menggunakan pemodelan GIS
Bahan / data sekunder: • Data iklim (Suhu maksimum, minimum dan radiasi matahari global) • Data curah hujan • Data fisika tanah • Data fisiologi tanaman padi • Data kesuburan tanah Peralatan: • Komputer • Software RENDAMAN.CSM • Software ArcGIS v.10 • Software MS Excel 2010 • Software MS Access 2010
14 Tahapan Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam lima bagian, yaitu: penentuan debit banjir periode ulang dan, penyusunan peta kemiringan lahan secara digital, penyusunan peta tutupan lahan, penyusunan peta banjir periode ulangan berserta proses validasinya dan menghitung kerugian tanaman padi akibat kejadian banjir. Secara lengkap proses ini deperlihatkan pada gambar tahapan penelitian pada Gambar 4.
Data Debit Banjir
Data Kedalaman dan Penampang Melintang Sungai
Analisis Frekuensi
Peta RBI (1:25,000)
Citra ALOSAVNIR2
Peta TIN
Tutupan Lahan
Debit Banjir Periode Ulang 2, 10, 25, 50, dan 100 tahun Data Tabular Rawan Banjir Hasil Pencatatan Perum Jasa Tirta II
Peta interpretasi Rawan Banjir
Pembanding
Model HEC- RAS
Peta Banjir Periode Ulang 2, 10, 25, 100 tahun
Taksiran Dampak Banjir untuk Tanaman Padi Sawah
Gambar 4. Tahapan penelitian.
Analisis Karakteristik Debit dan hujan Analisis debit dilakukan terhadap beberapa seri data hasil pada outlet DAS. Analisis debit mencakup penentuan debit puncak, koefisien aliran permukaan, rasio debit maksimum dan debit minimum. Analisis hujan yang dilakukan terhadap semua stasiun pengamat hujan di dalam wilayah DAS mencakup perhitungan jeluk hujan untuk semua kejadian hujan, intensitas maksimum dan variasi intensitas hujan sebagai fungsi waktu. Simulasi debit harian Sungai Citarum Hulu disusun berdasarkan aplikasi Model Gr4J (Perin at all. 2003). Model GR4J merupakan model sederhana dengan hanya membutuhkan 4 paremeter yaitu X1: Kapasitas Maximum Simpanan Produksi; X2: Parameter Tukar Air; X3: Kapasitas Maksimum Simpanan Alihan; serta X4: Waktu dasar hidrograf satuan (Gambar 5).
15
Gambar 5. Diagram pemodelan GR4J Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model hasilnya mendekati output dari DAS yang diuji. Output yang dikalibrasi adalah hasil debit aliran, dengan cara membandingkan antara hasil prediksi dengan hasil observasi dengan menggunakan kriteria statistik. Hasil simulasi dikatakan baik jika ENS ≥ 75,0; memuaskan jika 75,0 > ENS > 36,0; kurang baik jika nilai ENS < 36,0 (Nash dan Sutcliffe, 1970). Metode statistik yang digunakan adalah dengan menghitung efisiensi Nash-Sutcliffe (ENS). Persamaan untuk ENS adalah sebagai berikut: ∑ ...................................................................(1)
= 1 − ∑
dimana: Ens = Koefisien Nash-Sutcliffe. Qsi = Nilai simulasi model. Qmi = Nilai observasi. = Rata-rata nilai observasi. n = Jumlah data. Untuk mempelajari karakteristik debit banjir, dilakukan analisis Frekuensi dan Analisis Aliran Sungai. Analisis Frekuensi debit harian maksimum dan minimum periode bulanan, musiman dan tahunan menggunakan sebaran Gumbell, dengan periode ulang 2, 25, dan 100 tahun yang direpresentasikan dengan persamaan sebagai berikut: x − a F ( x) = exp − exp − b ..................................................................(2) Dengan mengintroduksikan peubah u = (x-a)/b pada persamaan di atas maka akan diperoleh persamaan : u = − ln(− ln( F ( x )) ................................................................................(3)
16 F ( x) =
r − 0.5 n ....................................................................................... (4)
dimana: F (x) = Frekuensi hitung r = rangking n = jumlah tahun pengamatan Untuk memprediksi debit pada perode ulang tertentu (Xt), berdasarkan parameter a dan b, dapat digunakan persamaan berikut: X t = a + bu t .......................................................................................... (5) 1 u t = − ln − ln1 − T ....................................................................... (6) dimana: Xt = debit pada periode ulang tertentu (m3/s) a = konstanta persamaan regresi linear antara variabel u dengan variabel debit pengukuran b = slope persamaan regresi antara variabel u dengan variabel debit pengukuran T = Periode ulang
Pemodelan Banjir dan Genangan Pemodelan banjir dan genangan dilakukan berdasarkan aplikasi Model Hidrodinamik HEC RAS yang telah dikembangkan oleh US Army Corp of Engineers (2002) dalam Bruner (2002). Model HEC RAS memerlukan data masukan DEM (Digital Elevation Model) yang dihitung dari data kontur Peta RBI 1:25.000 yang hasilnya akan dibandingkan juga terhadap DEM yang dikeluarkan oleh Aster (http://aster.gdm), serta data geometrik sungai meliputi penampang melintang sungai (river cross section), garis tengah sungai, garis sisi sungai, dan nilai kekasapan permukaan Manning. Perangkat lunak Arcgis dan modul HEC-GeoRAS digunakan untuk membangkitkan data geometric dimana hasilnya akan diekspor kembali ke dalam modul HEC RAS. Analisis peluang Gumbell digunakan untuk menghitung debit banjir peda setiap periode ulang yang digunakan untuk masukan data HEC RAS. Sebagai validasi dilakukan dengan cara membandingkan antara peta rawan banjir hasil pemodelan dengan peta rawan banjir yang dibuat dari hasil survey tingkat desa oleh Perum Jasa Tirta II. Dalam modul HC-RAS dikenal dua jenis tipe aliran yaitu aliran tetap (steady flow) dan aliran tidak tetap (unsteady flow). Aliran tetap adalah aliran dimana kedalaman air tidak berubah menurut waktu sehingga kecepatan aliran air juga tidak berubah menurut waktu. Sebaliknya aliran tidak tetap apabila kedalaman air berubah menurut waktu sehingga kecepatannya juga berubah menurut waktu. Profil muka air pada HEC-RAS dihitung dari penampang melintang sungai yang satu ke penampang melintang berikutnya yang diselesaikan
17 dengan persamaan energi. Dalam manual book HEC-RAS penjabaran persamaan energi diperlihatkan pada gambar berikut: 2
Garis kelas energi he Aliran permukaan
Y2
2
Dasar sungai
Y1
Z2 Z1
Gambar 6. Penjabaran persamaan energi dalam pemodelan HEC-RAS Dari penjabaran persamaan energi di atas maka persamaan energi yang terjadi pada penampang melintang sungai 1 dan 2 dituliskan sebagai berikut: Y2 + z 2 +
α 2 ⋅ V2 2 2g
= Y1 + z1 +
α 1 ⋅ V12 2g
+ he
................................................(7)
dimana: Y1, Y2 = kedalaman pada penampang melintang sungai 1 dan 2 z1, z2 = elevasi dasar saluran pada penampang melintang sungai 1 dan 2 α1, α2 = koefisien kecepatan air g = gravitasi he = kehilangan energi Tinggi energi yang hilang (he) diantara 2 penampang melintang sungai yang disebabkan oleh gesekan dan penyempitan atau pelebaran dijabarkan sebagai berikut:
α ⋅ V 2 α ⋅ V 2 he = L ⋅ S f + c ⋅ 2 2 − 1 1 2g 2g .........................................................(8)
Llob ⋅ Qlob + Lch ⋅ Qch + Lrob ⋅ Qrob Qlob + Qch + Qrob ........................................................(9) dimana: L = panjang bidang gesekan dari 2 titik pengamatan Sf = kemiringan rata-rata antara 2 penampang melintang sungai c = koefisien kehilangan akibat penyempitan dan pelebaran L=
18
Llob , Lch , Lrob = panjang bidang gesekan antara 2 penampang melintang sungai untuk aliran di sebelah kiri tanggul, tengah saluran dan kanan tanggul Qlob , Qch , Qrob = debit aliran di bagian kiri tanggul, tengah saluran dan kanan tanggul Dalam menentukan debit total dan koefisien kecepatan pada sebuah penampang melintang sungai maka aliran harus dibagi menjadi unit-unit tertentu karena kecepatan aliran tidak terdistribusi secara merata. Dalam model HEC-RAS pembagian area dilakukan berdasarkan kekasapan permukaan. Pada Gambar 7 diperlihatkan bentuk pembagian aliran pada sebuah penampang melintang sungai sesuai dengan nilai kekasapan permukaan.
Gambar 7. Pembagian aliran pada sebuah penampang melintang sungai dalam pemodelan HEC-RAS Berdasarkan visual pembagian aliran seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7 maka debit pada setiap kekasapan permukaan (n) dihitung sebagai berikut : 1/ 2 Q = K ⋅Sf .......................................................................................... (9) 1,486 K= ⋅ S ⋅ R2/3 n ...............................................................................(10) dimana: K = koefisien pengaliran untuk sub-sub area n = koefisien kekasapan permukaan untuk sub-sub area A = luas penampang basah (cross section) sub-sub area R = radius hidraulik untuk sub area P = ukuran fraksi pada setiap sub area Penampang melintang sungai ditetapkan pada setiap segmen sungai mulai dari hulu hingga hilir sungai. Jarak antar penampang sungai diatur sedemikian rupa sehingga setiap penampang melintang mampu mewakili rona lingkungan yang homogen. Untuk wilayah sungai yang memiliki profil melintang sungai dan tutupan lahan yang sama sepanjang sungai maka jarak antara penampang melintang sungai yang satu dengan yang lainnya dapat berjauhan, namun untuk profil melintang sungai yang beragam dan berkelok-kelok dengan tutupan yang tidak seragam, penampang melintang sungai ditetapkan secara berdekatan agar mampu menggambarkan rona sungai yang lebih terperinci.
19 Bentuk tiga dimensi dari penampang melintang sungai yang menunjukkan kedalaman sungai terbentuk dengan cara menumpangtindihkan (overlay) antara garis penampang melintang sungai dengan peta TIN (Triangulated Irregular Network). TIN mempresentasikan bentuk permukaan bumi yang diperoleh dari titik-titik contoh yang tersebar secara tidak teratur yang dihubungkan oleh sebuah garis membentuk jaringan segitiga tidak beraturan yang saling berhubungan dan mempunyai infomasi tentang koordinat dan ketinggian. Dalam penelitian ini peta TIN direkonstruksi dari peta DEM (Digital Elevation Model) yang dibuat dengan mengkombinasikan informasi ketinggian dari peta topografi skala 1:25.000, data titik tinggi (highspot) wilayah Citarum Hulu dan data kedalaman penampang melintang sungai yang diperoleh dari hasil pengukuran lapang. Dalam HEC-RAS aliran pada kiri tanggul dan aliran kanan tanggul diperoleh dengan cara menjumlahkan semua aliran pada masing-masing sub area. Sedangkan pada bagian tengah, aliran dihitung secara normal sebagai sebuah elemen. Total aliran untuk penampang melintang sungai didapat dengan menjumlahkan ketiga aliran pada bagian-bagian tersebut (Klob + Kch + Krob) seperti dipelihatkan pada Gambar 8. Kondisi banjir terjadi jika volume aliran permukaan yang masuk ke dalam sungai melebihi volume yang mampu ditampung oleh badan sungai, yaitu perkalian antara total debit aliran pada setiap sub area (Q) terhadap total luas penampang basah sungai (A). Pada saat itu total aliran yang terjadi melebihi penjumlahan seluruh aliran pada masing-masing bagian (Ktotal > Klob + Kch + Krob). Akibatnya ketinggian air akan melebihi batas tanggul sungai dan akan melimpas menempati daerah-daerah cekungan yang ketinggiannya lebih rendah. Kejadian ini mungkin saja terjadi pada beberapa wilayah berbeda sepanjang daerah aliran sungai. Untuk kasus seperti ini kejadian banjir biasanya terjadi pada wilayah-wilayah dimana penampang melintang sungai pada wilayah tersebut tidak mampu menampung aliran debit ekstrim yang terjadi pada saat itu. Banjir
Tanggul kiri
n1
Tanggul kanan n2 A2P2 A3P3
nch
AchPch
n3 A5P5
A1P1
Perhitungan Dampak Banjir Klob = K1 + K2 + K3
Kch
Krob = K5
Kondisi banjir : Ktotal > Klob + Kch + Krob Gambar 8. Proses terjadinya banjir pada pemodelan HEC-RAS Analisis dampak banjir akan dibatasi hanya terhadap tanaman padi saja, yang merupakan tanaman utama di wilayah penelitian. Pengertian dampak dalam
20 penelitian ini adalah kerugian hasil tanaman padi yang diakibatkan karena banjir, misalnya gagal panen ataupun panen dengan hasil di bawah rata-rata produktivitas tanaman padi. Dampak banjir dihitung dalam bentuk rupiah, yaitu selisih antara rata-rata produktivitas normal dengan produktivitas karena banjir dikalikan luasan banjir yang diperoleh dari hasil interprestasi peta wilayah banjir yang telah dibuat sebelumnya. Perhitungan dampak banjir untuk tanaman padi mengacu pada Model Simulasi Padi Rawan Banjir yang biasa disebut RENDAMAN.CSM yang dikembangkan oleh Makarim dan Ikhwani (2011). RENDAMAN.CSM merupakan model simulasi dinamis berbasis database yang dibangun dengan menggunakan bahasa fortran dan Personal Computer Continuous Simulation Modelling Programme (PCSMP). Model ini mampu menduga hasil padi pada kondisi sawah biasa, sawah rawan rendaman maupun lahan kering/gogo dengan tingkat validasi yang tinggi hingga 0,96 persen (Makarim dan Ikhwani, 2011). Dalam model ini yang dimaksud padi terendam adalah jika seluruh tanaman padi terendam air banjir, sehingga data tinggi genangan minimum adalah sama dengan data tinggi tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan, yaitu antar 50 cm – 60 cm. Output utama dari model RENDAMAN.CSM adalah hasil produksi padi berdasarkan lama hari terendam banjir. Sebagai kontrol digunakan produksi padi dengan lama terendam nol (0) hari, dimana pada kondisi ini produksi tanaman padi dianggap sama dengan potensi hasilnya sesuai dengan paramater yang ideal. Hasil penelitian Makarim dan Ikhwani (2011) menyebutkan bahwa tanaman padi akan mati jika terendam air lebih dari 14 hari, oleh karena itu hari ke 14 padi terendam merupakan akhir dari running program. Bentuk pemodelan RENDAMAN.CMS dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9.
Bentuk tampilan pemodelan RENDAMAN.CSM
Dalam pemodelan RENDAMAN.CSM perhitungan potensi kehilangan hasil akibat banjir mengikuti kaidah fisiologis pertumbuhan tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan mulai dari fase vegetatif hingga fase pembentukan buah yang ditetapkan oleh de Vries et al. (1989). Sedangkan data-data tentang kerentanan padi yang dimasukkan ke dalam model diperoleh dari hasil penelitian Makarim
21 dan Ikhwani (2011). Bahasa pemerograman lengkap RENDEMEN.CSM dalam bahasa fortran disajikan pada lampiran sedangkan adalah kaidah-kaidah metamatis yang terdapat dalam pemodelan RENDEMEN.CSM ditulis sebagai berikut: 1.
Kebutuhan data a. Data iklim • Curah hujan harian (mm) • Radiasi matahari global (MJ/m2) b. Data fisika tanah • Lapisan tanah atas (LAY, cm) • Kapasitas lapang (WHC,%) • Titik layu permanen (WPC,%) c. Kesuburan tanam • Total-N (%)- SOILN; Bray P-2 (ppm P)- SOILP, Exch.K (me K/100 g)-SOILK • Soil Reducible Fe (ppm)- FE; Effect Cation Exch.Capacity (me/100 g)- KTKE d. Data varietas padi • FRT: Faktor stres akibat rendaman/penurunan hasil dari normalnya • Varietas Padi Toleran Rendaman (INPARA 4,5 dsb) FUNCTION FRT = 0.,1.0,2.,0.95,4.,0.9,6.0,0.80,10.,0.6,14., 0.4,16.,0.0 • Varietas lokal: Unggul biasa (Ciherang, Mekongga dsb.) FUNCTION FRT= 0.,1.0, 2.,0.8,4.,0.6,10.,0.1,16.,0.0 e. Submergence Duration Of Rice Plants (SUBMD, DAYS) Kelas lama genangan: • 0 hari, 1-3 hari, 4-6 hari, 7-9 hari, 10-12 hari dan 13-14 hari. f. Tanggal tanam dalam julian (EX. 20 JANUARY= 20. etc.) g. Nilai Usaha Tani/Kerugian • Harga jual gabah kering dalam Rp/kg (HARGA) • Kehilangan hasil (kg/ha) (DHASIL) --> HASIL-YSUBM DHASIL=HASIL-YSUBM • Luas areal terkena banjir dalam ha (AREAB) • Penurunan produksi (ton) DPROD --> DPROD=DHASIL*AREAB/1000 • Besarnya kerugian Rp.000 (RUGI) DPROD*HARGA RUGI=DPROD*HARGA
2.
Keluaran hasil a. Rice yield potential (POTENS), Yield with fertilizers (HASIL), b. Yield w/o fertilizer (ASAL), Yield after submerged (YSUBM) c. DHASIL, DPROD, RUGI masing-masing perubahan hasil, produksi dan keuntungan akibat banjir (HASIL-YSUBM dst) d. Optimum N (NFOP), optimum P (PFOP) and K (KFOP)
22 3.
Analisis Rendaman a. Water Stress Factor (No stress= 1.) FUNCTION WSFT= 0.2,0.1,0.345,0.3, 0.479,0.6,... 0.482, 0.8, 0.534,1.0 b. Submergence Stress Factor (No stress =1.) c. Duration of submergence is affecting biomass and yield,* SUBMD= Submergence duration (days) d. Fe toxicity stress factor, Fe (ppm) FEF=AFGEN(FET,FE) e. Change of soil water content RAIN = RAINT (IDATE)/10.0 EVAP = 0.1*WC*LAY DRAIN = RAIN-EVAP DWC = DRAIN/LAY WC1 = INTGRL (WCI,DWC)) WC2 = AMIN1(WHC,WC1) WC = AMAX1(0.2,WC2) f. PADI SAWAH • WSO, potensi hasil padi sawah k.a.0% • POTENS, potensi hasil GKG k.a.14% • ASAL, Hasil tanpa pemberian pupuk • HASIL, Hasil akibat pemberian pupuk POTENS = WSO*1.14 WSON = WSO*FHN*1.14 WSOP = WSON*FHP*1.14 WSOK = WSON*FHK*1.14 WSOFE= WSON*FEF*1.14 ASAL=AMIN1(WSON,WSOP,WSOK,WSOFE) WSHN=WSH*FHN WSHP=WSH*FHP WSHK=WSH*FHK WSHFE=WSH*FEF WSH=WST+WLV WSHS=AMIN1(WSHN,WSHP,WSHK,WSHFE) g. Nutrient uptake (kg nutrient/ha) NUPK=FHN*NUPO NUPO=((WSO*NOPTG)+(WSH*NOPTS))/100. PUPK=FHP*PUPO PUPO=((WSO*POPTG)+(WSH*POPTS))/100. KUPK=FHK*KUPO KUPO=((WSO*KOPTG)+(WSH*KOPTS))/100 h. Fertilizer requirement (kg/ha as N, P2O5, K2O) NFOP=(NUPO-NUPK)/EFFN PFOP=(PUPO-PUPK)*71./(EFFP*31.) KFOP=(KUPO-KUPK)*87./(EFFK*71.) i. Predicted yield level (kg/ha) NAVA=NUPK+NPPK+NPPKA PAVA=PUPK+PPPK
23 KAVA=KUPK+KPPK HASILN=AMIN1(WSO,NAVA*WSO/NUPO) HASILP=AMIN1(WSO,PAVA*WSO/PUPO) HASILK=AMIN1(WSO,KAVA*WSO/KUPO) HASIL1=AMIN1(HASILN,HASILP,HASILK,WSOFE) HASIL = HASIL1*1.14 YSUBM=HASIL * FR * S NPPK=UREA*0.45*EFFN PPPK=SP36*0.36*EFFP*31/71 KPPK=KCL*0.6*EFFK*71/87 NPPKA=ZA*0.21*EFFN
Rekomendasi Pengelolaan Lingkungan Sebagai Upaya Pencegahan Banjir di DAS Citarum Hulu Model pencegahan banjir sebagai bentuk pengelolaan lingkungan didekati dari aspek sipil hidrologi dan aspek tataruang wilayah. Dari aspek sipil hidrologi, DAS Citarum Hulu difungsikan sebagai wilayah tangkapan air sedangkan badan sungai Citarum Hulu sebagai outlet pembuangan air limpasan. Untuk menurunkan aliran permukaan yang masuk ke badan sungai maka aliran permukaan akan ditahan (dipanen) di wilayah tangkapan hujan. Sedangkan dari aspek tata ruang akan direkomendasikan beberapa poin penting sebagai masukan dalam rencana pengelolaan lingkungan dikaitkan dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bandung untuk menyusun rekomendsi pengelolaan yang dianggap paling sesuai. Bangunan hidrologi sebagai pengendali banjir yang direkomendasikan adalah embung dan dam parit karena kedua bangunan penahan air hujan ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat dan cukup lestari keberadaannya. Selain dapat menampung kelebihan aliran permukaan di waktu hujan dan menahannya di wilayah hulu, embung dan dam parit juga mampu menurunkan debit puncak dan waktu responnya serta cukup baik dalam konservasi sumberdaya air untuk didistribusikan kembali pada musim kemarau, seperti yang dikemukakan oleh Heryani et al.(2002). Untuk mengetahui banyaknya embung atau dam parit yang dibutuhkan maka harus dihitung terlebih dahulu volume aliran permukaan yang akan jatuh ke badan sungai Citarum Hulu. Volume aliran permukaan dapat dihitung dengan cara mengetahui kelebihan jumlah hujan yang menyebabkan debit Sungai Citarum Hulu melampaui batas ambang debit periode ulang dua tahun (batas kritis). Jumlah hujan tersebut dapat diketahui berdasarkan modifikasi terhadap model simulasi debit harian GR4J. Data yang dibutuhkan meliputi data hujan, data evapotranspirasi potensial (ETP) dan data debit harian, sedangkan parameter model yang dihasilkan berupa kapasitas maximum simpanan produksi, parameter tukar air, kapasitas maksimum simpanan alihan dan waktu dasar hidrograf satuan. Untuk dapat melihat sebaran embung dan dam parit digunakan pemodelan IFAS (Integrated Flood Analysis System) yang dikembangkan oleh PWRI, Jepang (Sugiura T. et al. 2009). IFAS merupakan sebuah sistem untuk menganalisis kejadian banjir yang cukup efektif dan efisien dengan
24 masukan-masukan yang cukup sederhana.. Sistem ini mengimplementasikan interface yang tidak hanya berbasis GIS tetapi juga berbasis satelit, misalnya dalam peramalan banjir data hujan yang diggunakan adalah data global curah hujan dari satelit. IFAS telah disosialisasikan di Negara-negara berkembang melalui seminar dan pelatihan melalu kerjasama dengan pemerintah daerah, organisasi, dan lain-lain. Data-daya yang dibutuhkan dalam pemodelan IFAS adalah peta topografi DAS Citarum Hulu skala 1:25.000, peta tutupan lahan skala 1:25.000, dan data debit harian sungai Citarum Hulu. Sedang data-data lainnya seperti curah hujan global dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) sheet Citarum Hulu. Sebagai pewakil digunakan 10 embung atau dam parit yang letaknya mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sawiyo (2012). Dalam penelitiannya, Sawiyo menyebutkan bahwa parameter yang mempengaruhi kesesuaian letak dam parit antara lain berhubungan dengan ketersediaan air yang berasal dari daerah tangkapan air, stabilitas bangunan yang dipengaruhi oleh jenis batuan dasar dan bahan endapan; aksesibilitas material, topografi, target pendistribusian air dan keterlibatan masyarakat. Dalam penelitian ini aksesibilitas material dan keterlibatan masyarakat dianggap tetap, sehingga dalam penentuan letak dam parit skenario kedua parameter ini tidak dilibatkan. Berikut adalah acuan yang digunakan dalam penentuan letak dam parit skenario: Tabel 2. Kriteria penentu model kesesuaian posisi pengembangan dam parit individual. Parameter/ Sub Parameter Ketersediaan air (ka) 1. a. Luas DTA iklim basah (ha) b. Luas DTA iklim sedang-kering (ha) 2. a. Orde sungai paralel b. Orde sungai dendritik Stabilitas bangunan (sb) 1. Jenis batuan dasar 2. ketebalan bahan endapan a. kerikil dan batu (cm) b. pasir dan lumpur (cm) Aksesibilitas (ab) 1. Aksesibilitas Kriteria distribusi air (da) 1. Beda tinggi dam parit dan wilayah target (%) kemiringan dasar saluran 2. Kemiringan tebing yang dilalui saluran
S1
Sumber: Sawiyo, 2012
N
>150
100-150
50-100
<50
>200
150-200
100-150
<100
2, 3 3-4
4 2 dan 5
1 1
>5 >6
Batuan beku Kuarsit, gabro
Batusabak, batupasir
Skis mika, batulempung
Batukapur, marmer batubara
<50 <50
50-75 50-100
75-100 100-150
>100 >150
mudah
sedang
sulit
S. sulit
1.0 -2,0% > 15% >(8o)
Pemanfaatan air irigasi (pa) 1. Luas target irigasi dg kelas KL I-IV (ha) > 10, > 50 dan domestik (KK) KK 2. Penggunaan lahan
Tingkat Kesesuaian S2 S3
0-1,0% 2,0-3,0 15-30% (8-17o)
30-45% (17-30o)
5-10 ha, 25-50 KK
1-5 ha, 10-25 KK
Sawah tadah .Tegalan, hujan domestik
3,0-5,0 >45% (>30o)
< 1 ha <10 KK Hutan Kebun camp. dan semak belukar