METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Banten, Propinsi Banten. Secara geografis lokasi penelitian berada pada posisi koordinat
10606'-10607’ Bujur
Timur dan 5506’-5508’ Lintang Selatan (Gambar 9). Penelitian ini dilaksanakan dalam kurung waktu 6 bulan (April 2008 sampai September 2008) yang mewakili dua musim, yaitu musim peralihan I (hujan ke kemarau) dan kemarau. Penelitian berlangsung dalam enam kali sampling dengan interval waktu setiap sampling selama 30 hari yang meliputi tiga kali sampling pada musim peralihan I dan berikutnya tiga kali sampling pada musim kemarau.
Gambar 9 Lokasi penelitian di perairan Teluk Banten.
Menentukan Stasiun dan Titik Pengambilan Contoh Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, maka lokasi penelitian secara horisontal dipisahkan atas lima stasiun pengamatan, yaitu stasiun satu berlokasi di muara sungai, stasiun dua berlokasi di perairan pantai, stasiun tiga berlokasi di perairan tengah teluk mengarah pantai, stasiun empat berlokasi di perairan tengah
26
mengarah luar teluk, dan stasiun lima berlokasi di perairan luar teluk (Tabel 1 dan Gambar 10). Dasar pertimbangan penentuan lokasi penelitian secara horisontal dengan lima stasiun adalah distribusi vertikal intensitas cahaya matahari akan semakin dalam ke arah laut. Sebaliknya distribusi DIN, DIP, DSi, dan fitoplankton itu sendiri akan semakin berkurang ke arah laut. Dengan demikian, atas pertimbangan ini diperkirakan pertumbuhan fitoplankton akan bervariasi mengikuti level intensitas cahaya matahari dan keberadaan ketiga bentuk nutrien inorganik terlarut tersebut. Tabel 1 Posisi stasiun untuk pengukuran dan pengambilan sampel Stasiun Lokasi 1 2 3 4 5
Muara sungai Pantai Tengah mengarah ke pantai Tengah mengarah ke luar Luar teluk
Posisi Bujur Timur Lintang Selatan 106°09'57.1" 06°01'24.1" 106°10'01.4" 06°00'47.0" 106°09'48.3" 05°59'00.9" 106°10'56.6" 05°56'36.1" 106°10'30.0" 05°53'26.2"
Secara vertikal, stasiun satu terdiri atas tiga titik kedalaman dengan persentase intensitas cahaya matahari 10%, 5%, dan 1% dari cahaya permukaan; stasiun dua, tiga dan empat masing-masing terdiri atas empat titik kedalaman yang masing-masing dengan persentase intensitas cahaya matahari 50%, 25%, 10% dan 5% dari cahaya permukaan; dan stasiun lima terdiri atas lima titik kedalaman dengan persentase intensitas cahaya matahari 50%, 25%, 10%, 5% dan 1% dari cahaya permukaan (Gambar 10a). Penentuan zonasi secara vertikal ini berdasarkan pada metode standar inkubasi secara in situ (Gocke dan Lenz 2004) yang ditentukan berdasarkan hasil pengukuran persentase distribusi intensitas cahaya matahari di kolom air (lihat uraian mengukur zona eufotik) serta hasil pengukuran nilai produktivitas primer bersih yang pernah dilakukan di perairan teluk Banten lebih tinggi pada persentase intensitas cahaya matahari 50% dari cahaya permukaan (Alianto et al. 2008a).
27
Zonasi secara horisontal Zona Muara
(b)
Zona Pantai
Zona Tengah
Zona Luar
(d)
(c)
Zonasi secara vertikal
50%
25% (a)
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 1 10%
Stasiun 5
5%
1%
Gambar 10 Desain zonasi secara horisontal dan vertikal lokasi penelitian dilihat dari samping, (a) kedalaman yang akan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya matahari, (b) kedalaman inkubasi, (c) pengukuran parameter kualitas air laut, dan (d) pengambilan contoh air. Pengukuran Parameter Kualitas Perairan Fisika Perairan Mengukur Zona Mixing Zona mixing ditentukan dari hasil bacaan Conductivity Thermometer Depth (CTD). Zona ini ditentukan berdasarkan ketebalan lapisan turbulen atau terbentuknya suatu kedalaman yang mempunyai ciri yang hampir sama, dimana
28
kedalaman ini merupakan suatu kedalaman yang dicirikan oleh perbedaan suhu yang mempunyai kisaran sampai 1 °C dari suhu permukaan (Laevastu dan Hayes 1981) (lihat uraian pengukuran suhu) dan kisaran salinitas yang tidak lebih dari 2 ‰ (Livingston 2003) (Lihat uraian pengukuran salinitas).
Mengukur Zona Eufotik Zona eufotik ditentukan berdasarkan persentase penetrasi intensitas cahaya matahari sampai 1% dari cahaya permukaan di kolom air. Intensitas cahaya matahari permukaan diukur dengan alat Automatic Weather Station (AWS) tipe JY 106 dari Badan Meteorologi dan Geofisika Serang (Tabel 2). Besarnya intensitas cahaya matahari yang dapat menembus kolom air dihitung dengan menggunakan persamaan eksponensial atau hukum Beer-Lambert (Walsby 2001) sebagai berikut :
I z I o e kz
(3.1)
keterangan : Iz = intesitas cahaya pada kedalaman z Io
= intensitas cahaya permukaan
k = adalah koefisien peredupan (diketahui dari persamaan 3.2), dan Z
= adalah kedalaman Koefisien peredupan diketahui dari hasil pengukuran kecerahan perairan.
Kecerahan perairan (dalam satuan meter) diukur dengan menggunakan keping Secchi disc (Sd) yang berdiameter 30 cm. Setelah itu koefisien peredupan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Tillman et al. 2000) :
k = 0.191 + 1.242/sd
(3.2)
29
Mengukur Suhu Perairan Pengukuran suhu perairan dilakukan bersamaan dengan parameter kimia perairan, seperti salinitas dan pH yang dilakukan dengan menggunakan Conductivity Thermometer Depth (CTD) (Tabel 2). Pengukuran suhu, salinitas, dan pH dilakukan dengan cara menurunkan CTD dari permukaan perairan hingga ke dasar perairan. Cara seperti ini dilakukan pada masing-masing zona (zona muara sungai, pantai, tengah, dan luar teluk).
Tabel 2 Parameter kualitas air laut yang akan diukur serta metode dan alat ukur yang digunakan
Parameter
Satuan
Metode dan Alat Analisis
Tempat Analisis
Oksigen terlarut
mg l-1
Oksigen, titrasi Winkler
In situ
NH3-N
μM
Brusin, spektrofotometer
Eks situ*
NO3-N
μM
Sulfanilik, spektrofotometer
Eks situ*
NO2-N
μM
Penat, spektrofotometer
Eks situ*
PO4-P
μM
Asam molibdat, spektrofotometer
Eks situ*
Si(OH)4-Si
μM
Molibdosilika, spektrofotometer
Eks situ*
Fitoplankton
Sel l-1
Pencacahan, mikroskop
Eks situ*
-3
Klorofil-a Intensitas cahaya matahari
mg m
Spektrofotometer
Eks situ*
μmol foton m-2 s-1
Automatic weather station
In situ
Kecerahan
Meter
Visual, Secchi disc
In situ
Suhu
°C
CTD
In situ
Salinitas
‰
CTD
In situ
pH Orion
In situ
pH
* Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Kimia Perairan Mengukur Konsentrasi Nutrien Inorganik Terlarut Untuk pengukuran NH3-N, NO3-N, NO2-N, PO4-P, dan Si(OH)4-Si diambil sebanyak 250 ml contoh air laut pada setiap kedalaman (Gambar 10d) dengan menggunakan Van Dorn. Sebelum analisis lanjutan di laboratorium terlebih dahulu dilakukan filtrasi dengan filter nukleopore (Whatman GF/C
30
diameter 47 mm dan porositas 0.45 µm) (Tanaka dan Choo 2000) dengan menggunakan pompa vakum melewati suatu glass microfibre filter serta air tersaring ini disimpan dalam botol plastik sebelum dianalisis. Analisis konsentrasi NH3-N, NO3-N, NO2-N, PO4-P, dan Si(OH)4-Si dilakukan dengan metode standar (Tabel 2) yang direkomendasikan oleh Parson et al. (1984b) menggunakan spektrofotometer tipe SHIMAZU UV-1601.
Biologi Perairan Mengukur Fotosintesis Bersih Pengambilan contoh air laut untuk pengukuran fotosintesis bersih dilakukan di setiap kedalaman dengan menggunakan Van Dorn kapasitas 5 liter (Gambar 10b). Setelah itu contoh air laut dialirkan ke dalam dua buah botol BOD (botol terang dan gelap) 300 ml dengan menggunakan selang yang ujungnya disaring dengan plankton net mesh size 60 μm untuk mencegah masuknya makrozooplankton ke dalam botol (Alpin dan Cloern 1988). Setelah itu botol diinkubasi pada setiap kedalaman (Gambar 10c) selama 7 jam yang dimulai pada jam 09.00-15.00 WIB. Setelah inkubasi dilakukan titrasi Winkler untuk mengetahui konsentrasi oksigen pada setiap botol. Pengukuran kandungan oksigen terlarut pada kedua botol (baik terang maupun gelap) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Strickland dan Parsons 1972) :
ml O2 l 1
(ml titran)(normalitas thiosulfat )(8)(1000) (ml BOD ml reagen terpakai (ml sampel ) (ml botol BOD)
(3.3)
keterangan : - normalitas thiosulfat = 0.025 N - reagen terpakai
= 4 ml (1 ml MnSO4 dan NaOH + KI dan 2 ml H2SO4 untuk volume botol BOD 300 ml)
31
Untuk mengukur besarnya nilai produktivitas primer bersih fitoplankton dapat diketahui dari nilai oksigen terlarut (persamaan 3.3) yang dikonversi kedalam satuan mgC/m3/jam sebagai berikut (Pinckney 2004) : Fotosintesis bersih (mg C m-3 jam-1) =
(O2 , LB) (O2 , IB)(1000) (0.375) ( PQ) (t )
(3.4)
keterangan : O2, LB
= oksigen pada botol terang setelah inkubasi (mg l-1)
O2, IB
= oksigen pada botol inisial setelah inkubasi (mg l-1)
PQ
= photosintetic Quotien fitoplankton (= 1.2)
t
= waktu inkubasi (jam)
1000
= konversi liter menjadi m3
0.375
= koefisien konversi oksigen menjadi karbon (= 12/32)
Mengukur Konsentrasi Klorofil-a Untuk pengukuran konsentrasi klorofil-a contoh air laut diambil sebanyak 1 liter di kelima stasiun pada setiap kedalaman eufotik (Gambar 10d) dengan menggunakan Van Dorn kapasitas 5 liter. Selanjutnya contoh air tersebut dimasukkan kedalam botol polietilen kapasitas 1 dan 2 liter (ditutup rapat dengan plastik hitam), dan disimpan dalam box ice bersuhu dingin untuk dianalisis di laboratorium. Contoh air laut disaring dengan pompa vakum tekanan 200 mm Hg, milipore filter aparatus (Whatman GF/C, diameter 47 mm porositas 1.2 μm). Kemudian diekstraksi dengan aseton 90% sebanyak 10 ml dan digerus sampai halus selama 10-15 menit. Setelah itu dimasukkan dalam tabung lalu ditutup dengan aluminium foil dan didinginkan dalam frizer pada suhu 0-4 °C selama 24-36 jam (Strickland dan Parsons 1972). Setelah itu ditimbang lalu disentrifus pada putaran 3600 rpm selama 5 menit. Selanjutnya diukur dengan spekrofotometer (SHIMAZU UV-1601) pada panjang gelombang 750 nm, 665 nm, dan 664 nm. Selanjutnya ditambahkan asam dengan 1 N HCL dan diukur pula pada panjang gelombang yang sama. Konsentrasi klorofil-a dihitung dengan menggunakan persamaan menurut APHA (2005) sebagai berikut :
32
Klorofil a (mg chl a m 3 )
26.7(664 b 665 a ) x V1 V2 x I
(3.5)
keterangan : V1
= volume yang dieksrak (l)
V2
= volume sampel (m3)
664b
= absorbansi panjang gelombang 664 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm sebelum pengasaman
665a
= absorbansi panjang gelombang 665 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm setelah pengasaman, dan
l
= panjang kuvet (cm) Menghitung Pertumbuhan Fitoplankton Laju
Pertumbuhan
Fitoplankton.
Laju
pertumbuhan
populasi
fitoplankton secara in situ dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Fogg 1975; Parsons et al. 1984a; Lalli dan Parsons 1995; Miller 2004; Boyd et al. 2005; Millero 2006) :
µ =
ln ( N o N ) ln ( N o ) t
(3.6)
keterangan : µ
= laju pertumbuhan populasi fitoplankton (hari-1)
No
= dinyatakan sebagai total standing stok karbon fitoplankton (mg C m-3) sebagai pengganti jumlah sel dengan menggunakan persamaan (3.5) yang dikonversi menjadi karbon fitoplankton dengan dikalikan faktor 10 (Parsons et al. 1961 in Stadelmann 1974; Parsons 1975)
N
= diukur dalam unit karbon fotosintesis (mg C m-3) dengan menggunakan persamaan (3.4)
t
= lama waktu inkubasi (jam) Waktu Doubling Fitoplankton. Waktu doubling dapat hitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut (Riley dan Chester 1971; Parsons et al. 1984a; Lalli dan Parsons 1995; Wood et al. 2005) :
33
d=
ln 2
(3.7)
keterangan : d
= waktu doubling (hari)
= laju pertumbuhan fitoplankton diketahui dari persamaan (3.6) Waktu Generasi Fitoplankton. Waktu generasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Lalli dan Parsons 1995; Wood et al. 2005; MacIntyre dan Cullen 2005) :
k=
ln 2
(3.8)
keterangan : k = waktu generasi (hari-1) µ = laju pertumbuhan fitoplankton diketahui dari persamaan (3.6)
Menghitung Kelimpahan Fitoplankton Contoh air laut untuk analisis fitoplankton diambil sebanyak 25 liter pada setiap kedalaman eufotik (Gambar 10d) untuk ketiga zona dengan menggunakan Van Dorn kapasitas 5 liter. Selanjutnya contoh air laut tersebut disaring dengan menggunakan plankton net dengan mesh size 20 μm. Contoh air laut yang telah disaring dimasukkan ke dalam botol sampel 100 ml lalu diawetkan dengan larutan Lugol 1% atau 1 ml per 100ml sampel (Rao dan Pan 1993). Identifikasi fitoplankton mengacu pada Vilicic (Vilicic 1988) dan dilakukan hanya pada tahap genera. Identifikasi fitoplankton dilakukan dengan mikroskop bolak balik XSP-00 Series (L-301) dengan perbesaran 40x dan 100x (obyektif dan okuler) (Vilicic 1988; Thomas 1997). Identifikasi genera fitoplankton dilakukan dengan menggunakan literatur dari Yamaji (1979), Mizuno (1993), dan Tomas (1997). Kelimpahan fitoplankton dihitung dengan
menggunakan metode sensus
(penyapuan) di atas Sedwick Rafter Cell dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (APHA 2005) :
34
N= n x
Vt 1 x Vcg Vd
(3.9)
keterangan : N
= kelimpahan fitoplankton (sel l-1)
n
= jumlah sel yang teramati
Vt
= volume air tersaring (ml)
Vcg
= volume Sedwick Rafter Cell (ml), dan
Vd
= volume air tersaring (l)
Analisa Data Hasil pengamatan pada penelitian ini dikelompokkan atas data oseanografi fisik, kimia dan biologi perairan Teluk Banten. Untuk keperluan analisis, semua data diuji distribusi kenormalannya dengan menggunakan uji KolmogorovSmirno’v (Sokal dan Rohlf 1995). Selanjutnya untuk mengetahui dinamika atau perbedaan pertumbuhan fitoplankton yang meliputi laju pertumbuhan, waktu doubling dan waktu generasi fitoplankton serta distribusi intentensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien inorganik terlarut dianalisis dengan Anova satu arah. Apabila pada analisis ini terdapat perbedaan yang nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji Post-Hoc Duncan. Untuk mengetahui respon atau hubungan
antara
pertumbuhan
fitoplankton
terutama
laju
pertumbuhan
fitoplankton dengan intensitas cahaya matahari dan nutrien inorganik terlarut, dilakukan dengan analisis korelasi Pearson’s.