METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) MULYA JAYA JAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh: RIANA AMELIA NIM: 107052002746
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H. /2011 M.
METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) MULYA JAYA JAKARTA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : RIANA AMELIA NIM: 107052002746
Dibawah Bimbingan
Dra. Hj. Elidar Husein, MA NIP. 194511251971062001
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H. /2011 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA PSKW MULYA JAYA JAKARTA. Telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin, 13 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Ciputat, 13 Juni 2011 Sidang Munaqosyah Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, M.A NIP. 195204221981031002
Drs. Sugiharto, MA NIP.196608061996031001 Anggota,
Penguji I
Penguji II
Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum NIP. 196104221990032001
Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si NIP.196906071995032003
Pembimbing
Dra. Hj. Elidar Husein, MA NIP.194511251971062001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, atau merupakan plagiat dari karya ilmiah orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 13 Juni 2011
Riana Amelia 107052002746
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan kasih sayang-Nya kita dapat menikmati indahnya kehidupan di dunia ini, dan semoga kasih sayang-Nya tetap menyertai kita di kehidupan mendatang amin. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda Rasulullah SAW, sebagai sauri tauladan kita menuju jalan yang Allah ridhoi. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kategori sempurna, sekalipun penulis telah berusaha untuk melakukan yang terbaik, namun pasti masih ada kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi atau teknik penyusunannya. Dengan demikian, penulis membuka diri untuk menerima masukan dan kritik yang konstruktif demi perbaikan skripsi dan diri penulis sendiri sebagai bahan evaluasi dan introspeksi diri sekarang dan dimasa yang akan datang. Sejujurnya penulis akui, bahwa ketika akan menentukan tema skripsi ini penulis sempat mengalami kebingungan, harus menambil tema apa, dan lokasinya dimana/ lembaga yang akan diteliti. Selanjutnya jawaban itu terungkap dengan berusaha banyak membaca skripsi-skripsi dan sumber-sumber lainnya. Kemudian, pada tahap penyusunan terus melanda, sebab harus terjadi pergantian-pergantian fokus penelitian. Pergantian-pergantian tersebut karena kendala-kendala yang ada di lapangan terutama pada program yang akan penulis angkat. Dengan banyak
i
ii bertanya pada banyak dosen terutama pada pembimbing untuk mendapatkan masukan, maka akhirnya penulis mendapat solusi. Berkat keridhoan Allah SWT sematalah akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Serta tak lupa penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi arahan, konstribusi terhadap penyusunan karya ilmiah ini. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada; 1. Drs. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Sugiharto, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Dra. Hj. Elidar Husein, MA. Sebagai Dosen Pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat berarti dan bermanfaat, yang mana telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dirumah beliau, serta delalu memberikan motivasi yang tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini. 5. Drs. M. Luthfi, MA. Sebagai Dosen Penasehat Akademik, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Isla UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii 6. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si, Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku ketua dan penguji 1 dan penguji 2 dalam sidang munaqosyah. 7. Keluarga tercinta di Jakarta-Pamulang, mamah dan bapak atas support dan doa beliau yang telah mendukung secara materi maupun non materi, yang tidak henti-hentinya kalian mencari nafkah siang malam untuk kelancaran kuliah, serta doa siang malam yang tiada henti untuk anakmu ini, sehingga akhirnya ananda dapat menyelesaikan karya ilmiah pada semester akhir ini. Tiada kata yang pantas ananda ucapkan pada kalian kedua orang tuaku selain ucapan terima kasih banyak, karena kasih sayang kalian kepada ananda yang tidak akan pernah dibalas meskipun dengan materi. 8. Drs. Abdul Rahman, S.Sos.I. Sebagai pembimbing penulis di PSKW Mulya Jaya Jakarta, yang bersedia ditemui kapan saja, meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, serta bersedia di wawancarai. 9. Achmad Afandy, S.Sos.I selaku penyuluh agama islam di PSKW Mulya Jaya Jakarta, yang sedia di wawancarai dan meluangkan waktunya. 10. Ibu Narojah selaku pengasuh WTS/Traficking di PSKW Mulya Jaya Jakarta, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai. 11. Ibu Sri Gantini selaku Ketua Seksi Rehsos di PSKW Mulya Jaya Jakarta, yang mana telah mengizinkan saya untuk meneliti dan memberikan disposisi sebelum meneliti. 12. Bambang Sulistiono, S. ST, Seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial), di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
iv 13. Drs. Susanto Asbudi, Koordinator PEKSOS (pekerja sosial), di PSKW Mulya Jaya Jakarta. 14. Mbak M, N.I, LH, N, E.RN. Sebagai anggota bimbingan mental spiritual yang bersedia meluangkan waktunya untuk di wawancarai. 15. Kepada teman-temanku satu angkatan di BPI 8 angkatan 2007, teman seperjuangan yang telah bersama-sama mengajukan judul, dan saling memberi masukan. 16. Kepada Dinnur Mustika yang selalu memberikan motivasi dan semangat untuk rajin ke PSKW untuk penelitian karya ilmiah ini agar cepat terselesaikan, dan selalu mengingatkan ketika saya malas agar tetap semangat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, makasih untuk semua dukungan dan doa’nya. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kebaikan kalian diridhoi Allah dan mendapat pahala dari-Nya. Sebagai kata terakhir, penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi para pembaca pada umumnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal shaleh disisi Allah SWT. Amiiin. Jakarta, 13 Juni 2011 Penulis,
Riana Amelia
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR……………………………………………….
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………
v
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………..
1
A. Latar Belakang Masalah …………………………..
1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah………………..
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………….
7
D. Tinjauan Pustaka…………………………………..
8
E. Sistematika Penulisan……………………………...
12
BAB II
ANALISA METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL BAGI PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA…
14
A. Pengertian Metode Bimbingan 1. Pengertian Metode…………………………….
14
2. Pengertian Bimbingan….……………………...
15
B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental……………………………..
21
2. Pengertian Spiritual……………………………
31
C. Penyandang Masalah Tuna Susila
BAB III
1. Pengertian Tuna Susila………………………...
34
2. Penyebab Timbulnya Pelacuran……………….
35
3. Akibat Pelacuran……………………………….
37
4. Penanggulangan Pelacuran Atau Prostitusi……
38
METODOLOGI PENELITIAN………………………...
41
A. 1. Lokasi……………………………………….…..
41
A. 2. Waktu Penelitian……….. ………………...........
41
B. 1. Subjek Penelitian………………………………..
42
B. 2. Objek Penelitian………………………………....
42
C. 1. Model Penelitian………………………………...
43
D. 1. Teknik Pengumpulan Data……………………...
45
v
vi
BAB IV
E. 1. Sumber Data…………………………………….
47
F. 1. Fokus Amatan Penelitian………………………..
48
G. 1. Teknik Pemilihan Informan…………………….
55
H. 1. Asumsi Peneliti…………………………………
57
I. Teknik Analisa Data………………………………..
59
J. Teknik Pemeriksaan Data…………………………..
60
ANALISA HASIL PENELITIAN………………………
62
A. Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya
BAB V
Jaya Jakarta………………………………………..
62
B. Analisa Hasil Temuan……………………………..
76
PENUTUP………………………………………………..
98
A. Kesimpulan………………………………………...
98
B. Saran-Saran………………………………………...
102
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Struktur Organisasi PSKW ……………………………………………
64
Pengelola Panti ………………………………………………………..
73
Sarana dan Prasarana PSKW………………………………………….
74
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berlangsungnya perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut di atas memudahkan individu menggunakan pola-pola responsi/reaksi yang inkonvensional atau menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola pelacuran, untuk mempertahankan hidup ditengah-tengah hiruk-pikuk alam pembangunan, khususnya di Indonesia.1 Masalah prostitusi/pelacuran atau tuna susila yang hidup, tumbuh dan berkembang di masyarakat merupakan masalah yang sangat kompleks dan rumit serta tidak dapat hilang dari permasalahan hidup manusia. Pelacur (Wanita Tuna Susila) kadang diistilahkan sebagai Wanita Penjajak Seks dan akhir-akhir ini lebih popular dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).2 Kendala utama yang dihadapi dalam penanganan WTS adalah pendidikan mereka yang umumnya rendah, tidak memiliki keterampilan, keinginan mendapat uang dengan cara mudah3. Maraknya eksploitasi wanita,
1
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada) 2005.
h. 242 2
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 3 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
1
2 rendahnya kontrol sosial pada sebagian masyarakat, sehingga menambah kompleksnya tantangan yang harus dihadapi oleh petugas di lapangan. Masalah pelacuran atau masalah tuna susila yang hidup dan berkembang di masyarakat ini merupakan masalah nasional yang menghambat lajunya pelaksanaan pembangunan karena: a. Tindakan Tuna Susila merupakan hal yang bertentangan dengan nilainilai sosial budaya masyarakat, norma-norma serta kaidah agama dan kesusilaan serta merendahkan harga diri atau martabat bangsa Indonesia. b. Mempengaruhi sendi-sendi kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, ketertiban dan keamanan. c. Masalah tersebut cenderung terus meningkat serta sering kali terjadi penyimpangan di dalam kegiatan dan kehidupan masyarakat. d. Pengaruh negatif yang diakibatkan masalah ketunasusilaan ini sangat membahayakan kehidupan generasi muda serta sumber daya manusia sebagai harapan bangsa.4 Berdasarkan hal itu, masalah tuna susila merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan, atas dasar kerjasama berbagai disiplin ilmu dan profesi, seperti pekerjaan sosial, dokter, psikolog, guru serta profesi lainnya. Selain itu kerjasama antar instansi terkait baik pemerintah
4
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
3 maupun swasta di tingkat pusat maupun daerah, dengan ditunjang oleh organisasi
sosial
masyarakat.
Dalam
perkembangan
pembangunan
kesejahteraan sosial menunjukan bahwa kesadaran dan tanggung jawab sosial sebagian masyarakat mulai timbul, sehingga keinginan untuk berperan serta menangani masalah kesejahteraan sosial termasuk penanganan WTS mulai tumbuh dan berkembang melalui berbagai usaha kesejahteraan sosial.5 Dalam permasalahan di atas, selain penanganan dari Panti Sosial untuk menangani masalah kesejahteraan wanita tuna tuna susila, bagi penyandang masalah tuna susila agama merupakan hal yang berperan penting bagi kehidupan individu, dan sosial seseorang, karena agama itu sendiri dalam islam berasal dari kata dalam bahasa Arab “Ad-din” yang artinya petunjuk/tuntunan tentang tata cara hidup yang ditentukan Allah.6 Itu artinya dengan adanya tuntunan hidup yang Allah telah tentukan, maka manusia sebagai ciptaan Tuhan harus menjalaninya, dan kalaupun melanggar aturan hidup yang Tuhan tentukan maka, akan ada konsekwensinya sendiri berupa hukuman di dunia dan akhirat kelak. Karna pengertian agama adalah keyakinan atau individu terhadap “afterlife“, (hari kiyamat), keterkaitan yang ada di alam ini, Tuhan, doa.7 Permasalahan pelacuran bukan hanya melanggar norma budaya,sosial, dan Negara, akan tetapi juga melanggar norma agama. Karena agama islam
5
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 6 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (PT. Hidakarya Agung, Jakarta:1989), h.133 7 Michael D Andrean dan Judy Daniels, Landasan Bimbingan dan Konseling, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006).
4 melarang ummatnya berzina, karena perbuatan tersebut keji dan kotor, Allah berfirman: ∩⊂⊄∪ Wξ‹Î6y™ u!$y™uρ Zπt±Ås≈sù tβ%x. …絯ΡÎ) ( #’oΤÌh“9$# (#θç/tø)s? ωuρ Artinya: dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.8 “Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya”.9 Dengan penjelasan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya prostitusi/pelacuran maka dengan itu juga perzinahan terlaksana. Sedangkan dalam agama islam Allah telah melarang ummatnya untuk mendekati zina, karena dengan adanya zina seseorang telah melakukan perbuatan keji dan kotor. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan keagamaan khususnya terhadap penyandang masalah tuna susila untuk mencegah terjadinya perzinahan, salah satu diantaranya adalah bimbingan mental spiritual, mengapa bimbingan mental spiritual dipilih karena bertujuan untuk membimbing, menuntun penyandang tuna susila agar mereka mengenal dan mengetahui, ilmu agama lebih dalam dan dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dengan adanya pengetahuan ilmu agama tersebut penyandang tuna susila dapat menghindari perbuatan zina. 8
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Isra:32, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 429 9 Dikutip dari Perkataan Seorang Ulama Besar Arab Saudi Bernama “Syaikh Abdurrahman bin Nashir As’Sa’di, dalam KitabTafsir Al-Kalam Al-Mannan: 4/275
5 Adapun pengertian bimbingan mental spiritual dalam buku panduan penyuluh agama di salah satu panti sosial di Jakarta yaitu di PSKW Mulya Jaya terhadap penyandang tuna susila adalah serangkaian kegiatan/tuntunan untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.10 Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dengan metode yang digunakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta adalah metode ceramah, tanya-jawab, diskusi kelompok, tadabbur alam, konseling individu atau kelompok, renungan suci, praktik atau latihan, dan game islami.11 Adapun pengertian PSKW yang peneliti tetapkan sebagai lokasi dalam penelitian ini adalah salah satu unit Lembaga Rehabilitasi Sosial yang ditetapkan Kementerian Sosial RI cq. Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Susila, yang bertanggung jawab atas Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6 bulan. PSKW Mulya Jaya berlokasi di Jl. Tat Twam Asi No. 47 Komplek Departemen Sosial Pasar-Rebo Jakarta.12
10
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 1 11 Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h. 2 12 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
6 PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan kementerian Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada penyandang Masalah kegiatan sosial khususnya Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.13 Salah satu dari pelayanan rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu adalah bimbingan mental spiritual. Berdasarkan latar belakang di atas, maka skripsi ini melaksanakan penelitian di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta. Adapun judul penelitian ini adalah “METODE BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL TERHADAP PENYANDANG MASALAH TUNA SUSILA DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) MULYA JAYA JAKARTA”. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan mencapai sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada apa yang dimaksud dengan metode bimbingan mental spiritual, dan masalah yang dibahas adalah mengenai agama para penyandang wanita tuna susila yang kurang terarah hingga bisa terjerumus dalam lembah hitam pelacuran/prostitusi.
13
Keputusan Menteri Sosial R.I Nomor 20/HUK, tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila,1999.
7 2. Perumusan Masalah Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah rinciannya sebagai berikut: 1. Bagaimana
metode
bimbingan
mental
spiritual
terhadap
penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta? 2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam keberhasilan pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah yang telah dikemukakan. Pada pokoknya penelitian ilmiah bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.14 Maka tujuan yang ingin peneliti capai adalah: a. Untuk mengetahui dan menganalisis metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta. b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan metode bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta. 2. Manfaat Penelitian
14
Dr. Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial, (Gema Insani Press, Jakarta:1999).
8 Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut: a. Untuk
akademis
diharapkan
agar
memberikan
sumbangan
keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan Penyuluhan Sosial, Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Khususnya yang berkaitan dengan “Metode Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial (PSKW) Mulya Jaya Jakarta”. b. Untuk penelitian diharapkan dapat membantu dan memberi masukan bagi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, dalam Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila dalam bentuk program pelaksanaan kerja Panti. c. Untuk prediksi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan keilmuan dan kurikulum. D. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa judul skripsi mahasiswa atau mahasiswi sebelumnya yang oleh penulis jadikan sebagai tinjauan pustaka. Namun perlu dipertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas, antara lain:
9 1. Fitriyani, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2008, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Bimbingan Islam Dalam Pembinaan Akhlak Anak Yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Islam terhadap anakanak yatim di Panti Asuhan Yakiin Larangan Tangerang ini melakukan dua metode yaitu metode bimbingan individual dan kelompok. Penggunaan metode individual ini dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi kegiatan, sedangkan metode kelompok dilakukan dengan metode ceramah, dialog, Tanya-jawab, dan pembagian kelompok. 2. Ida Nurfarida, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur”. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, sasaran yang diteliti adalah anak-anak tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambuapus Jakarta Timur. Dan metode agama yang digunakan adalah metode bimbingan tauhid, metode meniru (latihan melafalkan syahadat, sholawat, mengaji, dll), metode ceramah, bimbingan sholat dan praktik sholat, dan metode bimbingan akhlak.
10 3. Hj. Holipah, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Bimbingan Mental Pada Jamaah Calon Haji di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathla’ul Anwar Karawang”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, sasaran yang diteliti adalah Metode Bimbingan Mental pada jamaah calon haji I kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Mathala’ul Anwar adalah metode langsung (metode komunikasi langsung) yaitu dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan orang yang di bimbingnya (calon jamaah haji) dalam hal ini ada dua metode bimbingan yang terdiri dari bimbingan individual dan bimbingan kelompok. 4. Warti Sasmiati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi “Metode Pembinaan Mental Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tangerang”. Dalam penelitian skripsi ini menjelaskan bahwa metode yang digunakan pembimbing dalam pembinaan mental spiritual bagi narapidana anak (anak didik) juga tidak berbeda dari metode bimbingan pada umumnya (antara teori dan praktik lapangan), diantaranya seperti metode Group Guidance (bimbingan kelompok) dalam metode ceramah dan diskusi, serta metode directive (bersifat
11 mengarahkan) dalam metode iqra (pembelajaran Al-qur’an dan hafalan ayat-ayat Al-qur’an), wawancara, Tanya jawab, pemutaran film dan muhasabah (introspeksi diri). Dari sekian metode yang digunakan pembimbingan ada dua metode yang sering digunakan yakni; metode ceramah dan metode iqra (pengajaran baca tulis Al-qur’an) karena lebih efektif. 5. Mulia Rahmawati, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2009, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul
skripsi
“Upaya
Peningkatan
Kinerja
Pegawai
Melalui
Pelaksanaan Bina Mental dan Spiritual di Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang”. Dalam skripsi ini adapun tujuan dari penelitian ini adalah pembinaan mental yang dilaksanakan oleh BINTAL (Bina Mental dan Spiritual). Jadi, pengarug terhadap peningkatan kinerja pegawai. Karena dengan mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan dapat
menumbuhkan semangat untuk terus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari hasil pembinaan yang dilakukan oleh BINTAL, manfaat yang dirasakan oleh para pegawai dalam hal bekerja adalah dapat meningkatkan disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja pegawai; bekerja menjadi lebih semangat dan hasil pekerjaan menjadi lebih maksimal, begitu juga dalam hal ibadah menjadi semakin rajin dan istiqomah.
12 Dari kelima penelitian di atas yang membedakan dengan penelitian ini adalah metode yang ada di setiap lembaga yang ada di setiap lembaga tersebut. Metode yang digunakan harus menyesuaikan dengan objek dan sasaran, agar bimbingan mental spiritual dapat tersampaikan dengan baik dan bisa diterima objeknya. Metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, adalah dengan metode ceramah/klasikal, Tanya jawab, diskusi kelompok, taddabur alam, bimbingan individu atau kelompok (curhat), renungan suci/refleksi diri, praktik/latihan, game/kuis. Kegiatan bimbingan mental spiritual ini wajib diikuti oleh TS (sebutan untuk wanita tuna susila) yang ada di PSKW Mulya Jaya ini. Dalam kegiatan ini Panti telah menyediakan seorang penyuluh agama (mental spiritual), penyuluh sosial, seorang ustadz dan pegawai rehabilitasi sosial yang berkompeten dalam bidang kerohanian. Dari hasil bimbingan mental diharapkan TS bisa menjadi pribadi muslimah yang lebih baik, lebih bisa menghargai
diri
mereka,
menjadi
wanita
yang
mempunyai
keterampilan/pekerjaan yang positif, memiliki tujuan hidup yang jelas dengan memegang teguh dan menjalankan agama Allah, menjalankan dan menterapkan ajaran agama yang diterima dan didapat di panti, dapat menjadi manusia yang bermanfaat baik untuk orang lain. E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan skripsi ini secara sistematika penulis membagi ke dalam lima bab. Adapun sistematika penulisannya sbb:
13 BAB I
: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pembatasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II
: Tinjauan Teoritis yang terdiri dari pengertian metode,
pengertian bimbingan, pengertian mental spiritual, pengertian penyandang masalah tuna susila, penyebab timbulnya pelacuran, Akibat-akibat pelacuran, penanggulangan pelacuran atau prostitusi. BAB III
: Metodologi Penelitian
yang terdiri dari, Lokasi dan jadwal
penelitian, subjek dan objek penelitian, model penelitian, teknik pengambilan data, sumber data, fokus amatan penelitian, teknik pemilihan informan, asumsi peneliti, teknik analisa data, teknik pemeriksaan data. BAB IV
: Analisis Temuan Lapangan yang terdiri dari gambaran umum
panti sosial karya wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, menguraikan analisa hasil penelitian mengenai tahapan rehabilitasi “Metode Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta”. BAB V
: Penutup dalam penutup ini penulis akan memberikan
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan, serta saran mengenai tujuan dan manfaat yang diharapkan dapat di ambil manfaat dalam penulisan karya ilmiah ini.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Metode Bimbingan 1. Pengertian Metode Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dengan ilmu pengetahuan, dsb).1 Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”. Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.2 2. Pengertian Bimbingan Bimbingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah petunjuk, penjelasan, atau tuntunan cara mengerjakan sesuatu.3 Secara etimologi, kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberi jalan, menuntun, membimbing, membantu, mengarahkan, pedoman dan petunjuk.”. Kata dasar atau kata kerja dari “guidance” adalah “to guide”, yang artinya
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 580 2 Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 120 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 117
14
15 “menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi penunjuk jalan, dan mengemudikan”. Dan yang paling umum digunakan adalah pengertian “memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan”.4 Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) mengemukakan; “Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can developed to the fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea”.5 Secara terminologi, bimbingan adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, maupun mengambil keputusan untuk hidupnya, maka dengan itu ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna dan bermanfaat untuk masa kini dan masa yang akan datang.6 Adapun definisi bimbingan berikut ini akan di kutipkan dan yang sudah dirumuskan para ahli, yaitu: a. Menurut Crow and Crow, bimbingan adalah “bantuan yang diberikan oleh seseorang, yang memiliki kepribadian baik dan pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap usia,
untuk
menolongnya
mengemudikan
kegiatan-kegiatan
hidupnya sendiri, dan memikul bebannya sendiri”. 4
Prof. H. M. Arifin. M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, Cet, Ke-5 1994). h. 1 5 Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 6 6 Drs. M. Lutfi, MA, h. 6
16 b. Stoops mengatakan bahwa bimbingan adalah “suatu proses yang berlangsung terus menerus dalam hal membantu individu dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal, dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya, orang lain maupun masyarakat di sekitarnya”. c. Menurut Miller, bimbingan adalah “bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri secara maksimal kepada keluarga dan masyarakat”.7 Adapun tujuan dari bimbingan adalah agar individu yang bersangkutan dapat: 1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang akan datang. 2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya, seoptimal mungkin. 3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya. 4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.8 Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, seseorang harus mendapat kesempatan untuk, mengenal dan memahami potensi,kekuatan dan tugas
7
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6-7 8 Drs. M. Lutfi, MA, h. 8
17 perkembangannya, mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya, serta menentukan rencana tujuan hidupnya.9 Adapun fungsi bimbingan adalah sebagai berikut: a. Pemahaman, yaitu membantu individu mengembangkan potensi dirinya secara optimal. b. Prefentif, mencegah anak didiknya agar tidak melakukan perbuatan yang bisa merugikan dan membahayakan dirinya. c. Pengembangan, menciptakan situasi belajar yang kondusif dan mem-fasilitasi perkembangan anak didiknya. d. Perbaikan/Penyembuhan, memberikan bantuan pada anak didik yang sedang mengalami masalah, yang berkaitan dengan pribadinya, sosial, belajar maupun karirnya. e. Penyaluran, membantu anak didik agar mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kemampuan pada bidang dan keahlian yang dimilikinya. f. Adaptasi, membantu anak didiknya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, orang lain, tempat pendidikannya dan dimana ia tinggal. g. Penyesuaian, membantu anak didik agar dapat menyesuaikan diri dimanapun ia tinggal dan berada.10
9
Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 13 10 Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, h. 16-17
18 Makna bimbingan dalam penelitian ini adalah upaya dalam memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok khususnya penyandang masalah tuna susila yang memiliki masalah dalam hidupnya dan membantu dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuan secara maksimal, dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya, agamanya dan orang lain maupun masyarakat di sekitarnya. Metode-metode yang biasa digunakan dalam bimbingan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara, cara atau teknik yang digunakan untuk mengetahui mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada diri yang dibimbing. 2. Observasi, cara atau teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung sikap dan perilaku yang tampak pada saat-saat tertentu, yang muncul sebagai pengaruh dari kondisi mental atau kejiwaannya. 3. Tes (Kuisioner), merupakan serangkaian pertanyaan yang disiapkan beberapa alternative jawaban pilihan. Metode ini untuk mengetahui fakta dan fenomena kejiwaan yang tidak bisa diperoleh melalui wawancara dan observasi. 4. Bimbingan Kelompok (Group Guidance), teknik bimbingan yang digunakan melalui kegiatan bersama (kelompok), seperti; kegiatan diskusi, ceramah, seminar dan sebagainya.
19 5. Psikoanalisis (Analisa Kejiwaan), teknik yang digunakan untuk memberikan
penilaian
terhadap
peristiwa
dan
pengalaman
kejiwaan yang pernah dialami anak bimbingan. Misalnya, perasaan takut, tertekan. 6. Non Directif (Teknik Tidak Mengarahkan), dalam teknik ini yakni mengaktifkan anak bimbing dalam mengungkapkan dan memecahkan masalah dirinya. 7. Direktif (Bersifat Mengarahkan), teknik ini dapat digunakan bagi anak bimbingan dalam proses belajar. 8. Rasional-Emotif, bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis yang disebabkan dorongan emosi yang tidak stabil. 9. Bimbingan Klinikal, yaitu dengan berorientasi pada kemampuan personal secara keseluruhan baik jasmani maupun rohani.11 Metode yang telah di uraikan di atas, maka secara khusus dalam metode bimbingan atau pendekatan islami (mental spiritual) yang biasa digunakan adalah metode “bil-hikmah, bil mujadalah, bil mauidzah”. a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.
11
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 122-134
20 b. Metode “bil-mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional. c. Metode “bil-mauidzah”, dengan menunjukkan contoh yang benar dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap dari apa yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori yang masih baku. d. Metode “ceramah”. e. Metode “Diskusi (Tanya-Jawab)”. f. Metode “Persuasif”, adalah mengajak dan mengarahkan peserta bimbingan kearah positif. g. Metode atau Teknik “Lisan dan Tulisan”. h. Metode “Hati (Dengan Doa dan Zikrullah)”.12 Dari pengertian metode dan bimbingan serta macam-macam metode bimbingan di atas, menggambarkan penelitian ini memiliki variable-variabel dari karakteristik sistem yang ditinjau, penelitian ini bertujuan menampilkan metode dari pelaksanaan bimbingan mental spiritual di panti sosial yang memang telah mempunyai variasi dan karakteristik tersendiri dalam bimbingan mental spiritualnya. Dari metode bimbingan di atas maka akan menghasilkan salah satu metode yang tertera di atas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini diantara metode bimbingan yang tertera di atas adalah metode ceramah, metode diskusi tanya-
12
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta; Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 135-137
21 jawab, metode persuasif, dan metode hati dengan doa dan zikrullah, yang paling sering digunakan dalam penelitian ini yang sesuai dalam buku panduan bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya Jakarta. Alasan mengapa metode ini digunakan karena lebih efektif dan mudah dipahami untuk diberikan kepada penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita Jakarta. Karena dilihat dari latar belakang pendidikan mereka yang masih tergolong rendah, dan dengan adanya metode bimbingan mental spiritual yang efektif maka akan memudahkan mereka dalam menagkap dan memahami materi dengan mudah pula.13 B. Pengertian Mental Spiritual 1. Pengertian Mental Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat tenaga.14 Menurut Notosoedirjo dan Latipun, Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknai sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.15
13
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 14 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet, Ke-1, Edisi Tiga, h. 733. 15 Notosoedirjo & Latipun, (Penerjemah: Zakiah Daradjat), Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), Cet, Ke-12.
22 Mental itu adalah cara berfikir dan berperasaan berdasarkan nurani petunjuk yang berasal dari Agama, petunjuk atau pedoman hidup.16 Dalam istilah lain H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental adalah sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan ilmu jiwa atau lainnya.17 Menurut Sigmund Freud, seorang bapak psikolog dari aliran Psikoanalisa, kejiwaan seseorang terstruktur atas tiga sistem pokok, yaitu: 1. Id (das es) adalah sistem kepribadian biologis yang asli, berisikan sesuatu yang telah ada sejak lahir. Ia merupakan reservoir energi psikis yang menyediakan seluruh daya untuk sistem ego dan super ego. Freud menyebut id dengan the true psychic reality (kenyataan psikis yang sebenarnya), karena id mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif. Prinsip kerjanya adalah serba merngejar kenikmatan (pleasure principle) yang cenderung bersifat rasional, primitif, impulsif, dan agresif. Untuk menghindari ketidaknikmatan maka id mempunyai dua cara: pertama, refleks, yaitu reaksi-reaksi otomatis dalam tubuh, misalnya bersin, berkedip, dan sebagainya; kedua, proses primer, yaitu reaksi psikologis yang menghentikan tegangan melalui hayalan, seperti orang lapar membayangkan makanan. 16
(Diakses pada tanggal 09 Maret 2011). H. M Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet, Ke-2, h. 17 17
23 2. Ego (das ich) adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul karena kebutuhan organisme memerlukan transaksi dengan kenyataan objektif. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality principle) yang bersifat rasional logis dan reaksinya menurut proses skunder. Tujuan prinsip ini adalah mencegah terjadinya ketegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ia mengontrol tindakan, memilih lingkungan untuk memberi respon, memuaskan
insting
yang
dikehendaki
dan
berperan
sebagai arbitrator atau pengendali konflik antara id dan super ego. 3. Super
ego (das
ueber
ich) adalah
aspek-aspek
sosiologis
kepribadian yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dan cita-cita luhur. Ia mencerminkan yang ideal bukan riil, mengejar kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatian utamanya adalah membedakan yang benar dan yang salah dan memilih yang benar. Timbulnya
super
ego
ini
bersumber
dari
suara
hati (conscience) sehingga fungsinya: merintangi impuls-impuls seksual
dan
agresif
yang
aktualisasinya
sangat
ditentang
masyarakat, mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralitas daripada realistic, mengejar kesempurnaan. Jadi super ego menentang ukuran baik-buruk id ataupun ego, dan membuat
24 dunia menurut gambarannya sendiri yang tidak rasional bahkan menunda dan merintangi pemuasan insting.18 Dalam khasanah Islam nafs sendiri banyak pengertian: jiwa (soul), nyawa, ruh, konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kepribadian, dan substansi psikofisik manusia. Namun maksud bahasan ini adalah pengertian terakhir, dimana nafs memiliki natur gabungan jasadi-ruhani (psikofisik).19 M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa, Apabila hamba Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan, pengembangan dan pemberdayaan jiwa (mental), seperti yang ditulis maka ia akan dapat mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu akan tersingkap; 1. Kesempurnaan Jiwa, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah (yang tentram),
jiwa
radhiyah (jiwa
yang
meridhai),
dan
jiwa
yang mardhiyah (yang diridhai) sehingga memiliki stabilitas emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stress, depresi dan frustasi. Jiwa ini selalu akan mengajak pada fitrah Ilahiyah Tuhannya. Indikasi hadirnya jiwa ini akan terlihat pada prilaku, sikap dan gerak-geriknya yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang, tepat dan benar, tidak terburu-buru untuk bersikap apriori dan berprasangka negatif. Jiwa radhiyah akan 18
mendorong
diri
bersikap
lapang
dada,
Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey, Teori-teori Holistik Organismik Fenomenologi, (Terjemahan: Yustinus, judul asli,”Theories of Personality”, Yogyakarta: Kanisius, 1993). 19 Muhammad Mahmud, ‘Ilm al-Nafs al-Ma’ashir fi Dha’I al-Islam, (Jeddah: Dar alSyuruq, 1984).
25 tawakkal, tulus ikhlas dan sabar dalm mengaplikasikan perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dan meneima dengan lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup dan kehidupannya, dalam artian hampir-hampir tidak pernah mengeluh, merasa susah, sedih dan takut menjalani kehidupan ini.20 Allah berfirman: (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# ∩∉⊄∪ šχθçΡt“øts† öΝèδ Ÿωuρ óΟÎγøŠn=tæ ê’öθyz Ÿω «!$# u!$uŠÏ9÷ρr& χÎ) Iωr& Ÿ≅ƒÏ‰ö7s? Ÿω 4 Íοt ÅzFψ$# †Îûuρ $u‹÷Ρ‘‰9$# Íο4θu‹ysø9$# ’Îû 3“t ô±ç6ø9$# ÞΟßγs9 ∩∉⊂∪ šχθà)−Gtƒ (#θçΡ%Ÿ2uρ ∩∉⊆∪ ÞΟŠÏàyèø9$# ã—öθxø9$# uθèδ šÏ9≡sŒ 4 «!$# ÏM≈uΗÍ>x6Ï9 Artinya: 62. Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 63. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. 64. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimatkalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.21 Sedangkan jiwa mardhiyah adalah jiwa yang telah memperoleh title dan
gelar
kehormatan
dari
Allah.
Sehingga
keimanan,
keislaman,dan keihsanannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi dan distorsi. Dalam hal ini diberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk berbuat, berkarya dan beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannnya yang terlepas dari jangkauan makhluk.22 Allah berfirman:
20
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2. 21 Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Yunus:62-64, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 316 22 Notosoedirjo, Moeljono & Latipun
26 ’Îû ’Í?ä{÷Š$$sù Zπ¨ŠÅÊó#£∆ ∩⊄∇∪ ZπuŠÅÊ#u‘ Å7În/u‘ 4’n<Î) ûÉëÅ_ö‘$# ∩⊄∠∪ èπ¨ΖÍ×yϑôÜßϑø9$# ߧø¨Ζ9$# $pκçJ−ƒr'¯≈tƒ ∩⊂⊃∪ ÉL¨Ζy_ ’Í?ä{÷Š$#uρ ∩⊄∪ “ω≈t6Ïã Artinya: 27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurgaKu.23 2. Kecerdasan Uluhiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang hamba yang shalih untuk melakukan interaksi vertikal dengan Tuhannya; kemampuan mentaati segala apa yang telah diperintahkan dan menjauhi diri dari apa yang dilarang dan dimurkai-Nya serta tabah terhadap ujian dan cobaan-Nya. Sehingga dengan kecerdasan ini akan terhindar dari sikap menyekutukan Allah (syirik), sikap menganggap remeh hukum-hukum-Nya atau sikap menunda-nunda diri untuk melakukan kebaikan dan kebenaran (fasiq), sikap suka melanggar hukum Allah (zhalim), sikap mendua dihadapanNya (nifaq), dan sikap suka mengingkari atau mendustakan ayatayat-Nya (kufur). Kedekatan Allah akan membuat hamba-Nya menyaksikan kebesaran dan kesucian-Nya (ihsan) dengan interaksi vertikal yang bersifat transendental, empirik dan hidup, bukan spekulasi dan ilusi.24 Allah berfirman: È≅ö7ym ôÏΒ Ïµø‹s9Î) Ü>t ø%r& ßøtwΥuρ ( …çµÝ¡øtΡ ÏµÎ/ â¨Èθó™uθè? $tΒ ÞΟn=÷ètΡuρ z≈|¡ΣM}$# $uΖø)n=yz ô‰s)s9uρ ∩⊇∉∪ ωƒÍ‘uθø9$#
23
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al-Fajr:2730,(Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 1059 24 Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
27 Artinya: dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.25 Jadi, kecerdasan uluhiyah adalah kesempurnaan fitrah yang dimiliki oleh seorang hamba yang shalih, sehingga dapat merasakan kehadiran Allah dalam
setiap
kedurhakaan
aktifitasnya, dan
dosa,
merasakan dan
bekasan-bekasan
mampu
pengingkaran,
mengalami mukasyafah akal
fikiran, qalb dan inderawi. 3. Kecerdasan Rububiyah, yaitu kemampuan fithrah seorang hamba yang shalih dalam hal: memelihara dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan kehidupanya, mendidik diri agar menjadi hamba yang pandai menemukan hakekat citra diri dengan kekuatan ilmu, membimbing diri secara totalitas patuh dan tunduk kepada Allah serta dapat memberikan kerahmatan pada diri dan lingkungannya (“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”).26 Menyembuhkan dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat melemahkan bahkan menghancurkan potensi jiwa, akal fikiran, qalbu dan inderawi di dalam menangkap dan memahami kebenaran-kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan dan perbaikan diri seutuhnya.27 Allah berfirman:
25
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Qaf :16, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 852 26 Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat At-Tahrim: 6, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 951 27 Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2
28 4yÌö tƒ Ÿω $tΒ tβθçGÍhŠu;ムøŒÎ) öΝßγyètΒ uθèδuρ «!$# zÏΒ tβθà÷‚tGó¡o„ Ÿωuρ Ĩ$¨Ζ9$# zÏΒ tβθà÷‚tGó¡o„ ∩⊇⊃∇∪ $¸ÜŠÏtèΧ tβθè=yϑ÷ètƒ $yϑÎ/ ª!$# tβ%x.uρ 4 ÉΑöθs)ø9$# zÏΒ Artinya; mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, Padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.28 Dengan demikian indikasi seseorang yang telah memperoleh kecerdasan rububiyah biasanya ia memiliki kekuatan, kewibawaan dan otoritas yang sangat kuat dalam hal menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, mempengaruhi dan mengajak untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang positif pada prilakum sikap dan penampilan yang tulus dan lapang dada tanpa adanya paksaan dan tekanan baik kepada dirinya atau orang lain dan lingkungannya; memberikan penyembuhan terhadap penyakit, baik penyakit yang bersifat psikologis, spiritual, moral ataupun fisik; dan memberikan perawatan terhadap kualitas keimanan, keislaman, keihsanan baik terhadap diri maupun lingkungan sekitarnya. 4. Kecerdasan Ubudiyah, yitu kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai kebutuhan yang sangat primer dam merupakan makanan bagi ruhani dan jiwanya. Firman Allah:
28
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat An-Nisa: 108, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 139
29 Íο4θn=¢Á9$# uΘ$s%Î)uρ ÏN≡u2öDy‚ø9$# Ÿ≅÷èÏù öΝÎγø‹s9Î) !$uΖøŠym÷ρr&uρ $tΡÌ øΒr'Î/ šχρ߉öκu‰ Zπ£ϑÍ←r& öΝßγ≈uΖù=yèy_uρ ∩∠⊂∪ tωÎ7≈tã $oΨs9 (#θçΡ%x.uρ ( Íο4θŸ2¨“9$# u!$tFƒÎ)uρ Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpinpemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah”.29 Jadi kecerdasan ubudiyah suatu anugerah dari Allah swt berupa kemampuan dan skill mengaplikasikan sikap penghambaan sangat tulus dan otomatis, baik dalam keadaan sendiri maupun jamaah, baik secara terangterangan atau sembunyi-sembunyi, baik secara vertikal atau horisontal, baik dalam kondisi bagaimanapun, dimanapun dan kapanpun. 5. Kecerdasan Khuluqiyah, ialah kemampuan fitrah seseorang yang shalih dalam berperilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji. Dalam hal ini terintegrasi dalam akhlak yang baik. Suatu perbuatan atau prilaku dapat dikatakan sebagai akhlak apabila memenuhi dua syarat, yaitu; perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang. Apabila perbuatan hanya dilakukan sesekali saja, maka perbuatan itu tidak dapat dikatakan sebagai akhlak, perbuatan timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dalam sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan atau dipertimbangkan secara matang, tidaklah disebut akhlak. Karena akhlak Islamiyah mempunyai ciri yaitu kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyah al29
Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Anbiya: 73, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 504
30 muthlaqah), kebaikannya bersifat menyeluruh (as-salahiyyah al‘ammah), tetap, langgeng dan mantap, kewajiban yang harus dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), dan pengawasan menyeluruh (arraqabah al-muhithah).30 Firman Allah: ∩⊆∪ 5ΟŠÏàtã @,è=äz 4’n?èy s9 y7¯ΡÎ)uρ Artinya: “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak (budi pekerti) yang agung”.31 Dengan demikian, atas tersingkapnya karakter lima kecerdasan sebagaimana disebutkan di atas, merupakan pengejawantahan dari wujud kesehatan mental sebagai solusi pengembangan qalbiah itu sendiri. Adapun bentuknya terefleksikan dari struktur kepribadian. Jika struktur dalam kendali kalbu, maka komponen nafsani manusia memiliki potensi positif, yang apabila dikembangkan secara maksimal akan mendatangkan kecerdasan yang teraktualisasikan sebagai kecerdasan qalbiyah yang meliputi: kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan
beragama.
Dari
sini
insyaallah
potensi
manusia dalam
aktualisasinya sebagai khalifah fil ardy akan mewujudkan sosok insan kamil yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin.32 Keterkaitan penjelasan di atas dengan penelitian ini yang membahas tentang makna mental dan spiritual adalah seseorang dikatakan telah berhasil
30
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2. 31 Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Al- Qalam: 4, (Semarang: CV. As-Syifa, 1999). h. 960 32 Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press 2001), Cet, Ke-2.
31 melakukan kesempurnaan pemberdayaan mental spiritualnya apabila yaitu (jiwa mereka tentram dan diridhoi Allah, yang jauh dari kategori prasangka buruk, senantiasa menjaga kestabilan emosinya, sehingga dengan adanya sifat itu dalam dirinya maka dapat mendorong manusia agar bersikap lapang dada, tawakkal, tulus dan ikhlas Lillahi Ta’ala.). Sedangkan dengan adanya kecerdasan ulluhiyyah, kecerdasan rubbubiyah, kecerdasan ubudiyah, dan kecerdasan khuluqiyah maka seseorang akan menggunakan fitrah akal mereka serta mengaplikasikannya dengan kegiatan spiritual yaitu dengan beribadah kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta senantiasa dapat menjaga diri mereka dari hal-hal yang dapat menghancurkan dirinya, dan selalu menjalankan ibadah dengan ikhlas tanpa adanya paksaan, sehingga dari semua sikap tersebut jika ada dalam diri manusia yang sempurna mental dan spiritual mereka maka senantiasa mereka akan selalu berprilaku terpuji. 2. Pengertian Spiritual Spiritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan, “rohani, batin, mental, moral.33 Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa “spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta;Balai Pustaka 1994), Cet. Ke-2, h. 857
32 apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral”.34 Teori yang menyatakan bahwa sumber kejiwaan atau spitual adalah satu kesatuan dengan agama, timbul beberapa pendapat yang di kemukakan para ahli yaitu: 1. Thomas Van Aquino; mgatakan bahwa sumber kejiwaan agama (spiritual) itu, ialah berpikiren. Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemampuan berpikirnya. 2. Fredrick Schleimacher; mengatakan bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). 3. Rudolf Otto; berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah rasa kagum yang berasal dari “The Wholly Others” (yang sama sekali lain). 35 W. H. Thomas mengemukakan pendapatnya melalui teori “The Four Wishes”, “bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah enam macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia yaitu: a. Keinginan untuk keselamatan (security) b. Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognition) c. Keinginan untuk ditanggapi (response)
34
Tulisan oleh Arya Utama (dikutip dari teori mimi Doe & Marsha Walch, di akses dari, . Pada tanggal 19 Maret 2011. 35 Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia 1993), Cet, Ke-2, h. 21-23.
33 d. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience).36 Bimbingan spiritual diartikan oleh Yusuf, sebagai; proses pemberian bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengambangkan fitrahnya sebagai mahluk beragama (homo religions), berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya. Selanjutnya, tujuan umum bimbingan spiritual adalah memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu untuk mengembangkan kesadaran
spiritualitasnya
dalam
mengatasi
masalah-masalah
yang
dihadapinya. Dengan demikian, konseling dapat mencapai kehidupan yang bermakna. Kesadaran spiritual konseling yang baik diyakini akan berpengaruh secara positif dan fungsional terhadap aspek-aspek kehidupan pribadi lainnya.37 Noor
berpendapat
bahwa;
tujuan
utama
intervensi
spiritual
(kerohanian/agama) dalam bimbingan adalah untuk meningkatkan proses penyesuaian dan pertumbuhan spiritual bimbingan. Hal ini terjadi karena bimbingan yang sehat spiritualnya akan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupannya. Kategori intervensi tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, tingkah laku, dan interpersonal dengan Sang Pencipta.38 36
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, h. 29. (Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011). 38 (Dikutip dari tulisan Noor pada tahun 2006 dan Yusuf pada tahun 2007, mengenai mental-spiritual, mengenai pertolongan bagi pemulihan pecandu NAZA), di akses dari Alamat Web;. (Pada tanggal: 20 April 2011). 37
34 Jadi mental spiritual adalah cara manusia berfikir dan berperasaan dengan menggunakan nurani dan menyatukan antara jasmani dengan rohani, dengan petunjuk agama sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian metode bimbingan mental spiritual adalah cara atau teknik yang digunakan pada serangkaian kegiatan atau tuntunan untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan dan didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan didunia dan kebahagiaan di akhirat kelak. C. Penyandang Masalah Tuna Susila 1. Pengertian Tuna Susila Tuna susila atau tindak susila itu diartikan sebagai kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila juga bisa diartikan sebagai salah satu tingkah, tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila.39 Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya Tahun 1967, mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut: “Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak”.40 Pelacuran berasal dari bahasa latin pro-situere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan percabulan dan 39
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005),
40
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207
h. 207
35 pergendakan. Sedangkan prostitue adalah pelacur atau sundal. Biasa dikenal dengan istilah WTS (Wanita Tuna Susila).41 Peraturan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, menyatakan tentang pelacur sebagai berikut: “Pelacur, selanjutnya disingkat “P”, adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar pernikahan yang sah.42 Kedua peraturan di atas menekankan masalah hubungan kelamin di luar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak. Sedang Pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan sebagai berikut: “Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”.43 Profesor W.A. Bonger dalam tulisannya Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie menulis definisi sebagai berikut: “Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri dan melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian”.44 2. Penyebab Timbulnya Pelacuran Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut:
41
Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 43 Kartini Kartono, Patologi Sosial, h. 207 44 Prof. W.A Bonger, De Maatscchappellijke Oorzaken der Prostitutie, Verspreide Geschriften, (dell II, Amsterdam, 1950), (Terjemahan B. Simajuntak, Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967). 42
36 a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP) dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun. Namun dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai mucikari itu selalu ditoleransi, secara inkonvensional dianggap sah ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak resmi. b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan. c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germogermo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersialisasi diluar perkawinan. d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutar balikan nilai-nilai pernikahan sejati. e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.
37 f. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil. g. Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya system harga berdasarkan hukum “jual dan permintaan”, yang diterapkan pula dalam relasi seks. h. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita P/panggilan bagi anak-anak gadis.45 3. Akibat-akibat Pelacuran Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah sebagai berikut: a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga. c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi. d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin dll.)
45
h. 249-251
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005),
38 e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hokum dan agama. Terutama menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama. f.
Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.
g. Bisa menyebabkan
terjadinya
disfungsi
seksual,
misalnya;
impotensi, ejakulasi premature, satiriasis dll.46 4. Penanggulangan Pelacuran atau Prostitusi Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Usaha ini sangat sukar melalui proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar.47 Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Usaha yang bersifat preventif. Usaha yang bersifat prefentif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa; 1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran; 2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius, dan norma kesusilaan;
46
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005,
h. 242-244 47
Kartini Kartono, h. 266
39 3. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi
bagi
anak-anak
puber
dan
adolesens,
untuk
menyalurkan kelebihan energinya; 4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya serta mendapatkan upah atau gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup hariannya. 5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga; 6. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat lokal untuk membantu melaksanakan kegiatan pencegahan atau penyebaran pelacuran; 7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks; 8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.48 b. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif. Sedangkan usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan (menghapuskan, menindas), dan usaha untuk menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaannya untuk kemudian membawa mereka ke jalan benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain berupa:
48
Kartini Kartono, h. 267
40 1. Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan atau kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitute serta lingkungannya; 2. Untuk megurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan melalui: pendidikan moral, dan agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif; 3. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila terkena razia; disertai dengan pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing; 4. Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk menjamin kesehatan para prostitute dan lingkungannya; 5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan memulai hidup susila; 6. Mengadakan pendekatan pada pihak keluarga pelacur dan masyarakat asal mereka agar mereka mau menerima kembali bekas-bekas wanita tuna susila itu mengawali hidup baru.49
49
Kartini Kartono, h. 268
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian Metode penelitian merupakan teknik atau cara dalam pengumpulan fakta atau bukti yang dalam hal ini adalah perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.1 Berikut di bawah ini adalah tahapan-tahapan penelitian dalam karya ilmiah ini adalah : A. 1. Lokasi Tempat penelitian berlokasi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya di Jl. Tat Twam Asi No. 47, Komplek Departemen Sosial, Kelurahan gedong Pasar Rebo, Jakarta Timur. Adapun alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti. 2. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan para penyuluh agama di Panti Sosial Karya
Wanita
(PSKW)
Mulya
Jaya
Jakarta,
sehingga
mempermudah peneliti menganalisis data. A. 2. Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian yang dilaksanakan di PSKW Mulya Jaya di mulai pada tanggal 09 Maret s/d 22 Agustus 2011, pada pukul 10.00-15.00 WIB.
1
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998), h. 78
41
42 B. 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian disini ialah para klien panti yang mengikuti kegiatan bimbingan mental spiritual, akan tetapi hanya dipilih 6 orang dari 20 klien agar mempermudah dalam penelitian peneliti dalam mengambil data klien pada wawancara terhadap klien oleh karena itu hanya minimal klien yang terpilih dari beberapa klien di Panti sosial karya wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta. B. 2. Objek Penelitian Objek adalah sasaran yang dituju dalam penelitian setelah subjek di temukan, dalam penelitian ini objeknya adalah metode bimbingan mental spiritual yang di laksanakan di PSKW Mulya Jaya Jakarta. C. 1. Model Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini penulis berusaha mengumpulkan datadata dan keterangan yang dibutuhkan selengkap mungkin untuk menunjang penyelesainnya sehingga skripsi ini memenuhi persyaratan sebagai suatu karangan ilmiah, dengan melakukan penelitian atau riset secara langsung maupun tidak langsung. Jenis penelitian dibagi menjadi empat, berikut dibawah ini merupakan jenis-jenis dan penjelasannya, yaitu2: a. Penelitian Historis Penelitian
historis
adalah
penelitian
berupa
kegiatan
penyelidikan, pemahaman, dan penjelasan keadaan yang telah terjadi dimasa yang telah lampau. 2
Kuncoro (2003:8 s/d 1)
43 b. Penelitian Deskriptif Penelitian deskriptif adalah pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. c. Penelitian Korelasional Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menentukan apakah terdapat asosiasi antara dua variabel atau lebih, serta seberapa jauh korelasi yang ada diantara variabel yang diteliti d. Penelitian Kausal Komparatif Penelitian
kausal
komparatif
adalah
penelitian
yang
menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait, disamping mengukur kekuatan hubungannya. Dengan keterangan diatas dan latar belakang serta perumusan masalah yang diterangkan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pengertian lain yaitu ”penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala atau fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu”.3 Dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diperlukan, dikumpulkan dan disusun berdasarkan perumusan masalah. Adapun dalam pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku
3
Dra. Nurul Zuriyah, M. Si, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; TeoriAplikasi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), Cet, Ke-1, h. 47
44 yang diamati.4 Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip, wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman, video dan lain sebagainya.5 Pendekatan
ini
digunakan
karena
peneliti
bermaksud
untuk
mengetahui proses kegiatan penyuluh agama dalam membimbing mental spiritual wanita tuna susila yang kemudian di deskripsikan melalui pelaksanaan kegiatan rohani yaitu metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta. Menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodologi Penelitian adalah, “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan.6 Menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M. Djunady Ghoni adalah: “Penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara lain dari pengukuran”.7
4
Lexy J. Moleong, h. 4 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi ketiga, (Jakarta: LPSP 3 UI, 2005), h. 36 6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h. 4 7 H. M Junady Ghony, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif; Prosedur, Teknik dan Teori Grounded, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), Cet Ke-1, h. 11 5
45 Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model survey. Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar ataupun kecil, tetapi data yang di pelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative distribusi, dan hubungan-hubungan antara variabel sosiologis maupun psikologis. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil sesuatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, survei dapat membantu dalam membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan criteria yang telah ditentukan.8 Dalam model penelitian ini, peneliti menggunakan model penelitian sebagai berikut : Gambar C. 2 Model Penelitian
Metode Bimbingan Mental Spiritual
Bagi Penyandang Masalah Tuna Susila
Alasan peneliti menggunakan model penelitian pada bagan di atas karena penulis ingin melihat dan membuktikan pengaruh antara dua variabel yaitu dari pengaruh bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila di PSKW Mulya Jaya Jakarta.
8
Sugiyono (2001: 7)
46 D. 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.9 Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian ini. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan: 1. Observasi dan pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan rohani di Panti PSKW tersebut. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan. Observasi dan pengambilan data penelitian ini
di PSKW dari
bulan Februari s/d Agustus 2011. 2. Wawancara adalah pengumpulan data melalui percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara (pengumpul data/yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai (yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan) yang dicatat atau direkam dengan alat perekam.10 Wawancara ini terdiri
9
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami penelitian kualitatif, (Bandung: ALFABETA,
2005). 10
Dr. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Rosdakarya, 1995), Cet Ke-1 h. 67
47 dari satu orang Sie Sosial (Program dan Advokasi Sosial), satu orang Sie Rehsos (Rehabilitasi Sosial), satu orang pekerja sosial, satu orang penyuluh sosial, penyuluh agama dan enam orang klien. Pertanyaan pokok ialah tentang metode bimbingan mental spiritual yang diberikan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta terhadap penyandang masalah tuna susila tentang metode bimbingan mental spiritual. Wawancara dilakukan pada jeda waktu kosong mereka TS (sebutan wanita tuna susila dipanti). Sebelum wawancara terlebih dahulu ditanyakan kesediaannya di wawancarai. Kegiatan wawancara dilakukan di masjid, dalam kantor ruangan kerja, dan ruang konsultasi. 3. Dokumentasi,
yaitu
peneliti
mengumpulkan,
membaca,
memperoleh dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-dokumen dan gambar yang ada di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, serta data-data lain dari perpustakaan utama dan fakultas yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah di dokumentasikan dalam buku dan majalah. E. 1. Sumber Data Bila dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi dua bagian yaitu: a. Data Primer
48 Menurut Umar (2002: 84), data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau sumber pertama. Data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada di Panti pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara. b. Data Skunder Data skunder menurut Husein Umar (2002: 84) adalah: data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, departemen dan sebagainya. Data skunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan. F. 1. Fokus Amatan Penelitian Untuk mempermudah penulisan agar lebih fokus dalam melakukan penelitian, maka peneliti memfokuskan masalah yang akan dibahas pada persoalan metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila. Banyak pelayanan yang ditawarkan oleh panti sosial karya wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta, tapi disini peneliti hanya memfokuskan penelitian mulai dari proses bimbingan mental spiritual dengan meneliti metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan disana. Fokus amatan penelitian dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut penjelasan dari rinciannya:
49 1. Pendekatan Awal Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan, dukungan bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, dan bermaksud
memperoleh
gambaran
potensialitas
sumber-sumber
pelayanan, pasar usaha dan kerja serta untuk mendapatkan calon klien. Pendekatan yang dimaksud meliputi; kegiatan-kegiatan orientasi dan konsultasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi dengan jabaran rincian sebagai berikut: a. Orientasi dan Konsultasi Adalah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada pemerintah partisipan
daerah, usaha
instansi-instansi
kesejahteraan
teknis,
sosial
yang
dan
pilar-pilar
terkait
untuk
mendapatkan pengesahan atau pengakuan, dukungan dan bantuan serta peran sertanya dalam pelaksanaan program. Pendekatan awal di PSKW Mulya Jaya yang dilakukan dalm bentuk orientasi dan konsultasi. b. Identifikasi Adalah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri penyandang masalah tuna susila serta potensi terhadap lingkungannya, termasuk sumber-sumber pelayanan, sarana dan prasarana kerja dan usaha, fasilitas atau garis kemudahan.
50 c. Motivasi Adalah kegiatan pengenalan program kepada penyandang masalah tuna susila untuk menumbuhkan keinginan dan dorongan tinggi dalam mengikuti, melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial. d. Seleksi Adalah
kegiatan
pengelompokkan
atau
klasifikasi
penyandang masalah kesejahteraan sosial terutama yang sudah di motivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan. 2. Penerimaan Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi, menelaahan atau pengungkapan masalah, dan penempatan
kelayan
pada
program
rehabilitasi
sosial
yang
dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitive di Panti. Kegiatan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut: a. Registrasi Adalah kegiatan administrasi pencatatan dalam buku induk penerima pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi NIP atau NIK (nomor induk peserta/klien) dan mengkomplikasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima pelayanan definitif lengkap dengan segala informasi biodatanya.
51 b. Penelaahan dan pengungkapan masalah (Assesment) Adalah upaya untuk menelusuri, menerima, dan menggali data
penerima
pelayanan
(klien),
faktor
serta
penyebab
masalahnya, tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima pelayanan (klien). c. Penempatan kelayan pada program rehabilitasi sosial Adalah kegiatan pengelompokkan bakat dan minat para penerima pelayanan (klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran usaha kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut. 3. Bimbingan Mental Spiritual Adalah serangkaian kegiatan bimbingan rohani atau tuntunan untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.11
11
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h.1
52 Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan, untuk mengetahui bagaimana (1) Metode bimbingan mental spiritual, (2) Faktor pendukung dan penghambat keberhasilan bimbingan mental spiritual. 4. Resosialisasi Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh kedalam kehidupan dan penghidupan secara normative, dan di satu pihak lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja atau usaha klien agar mereka dapat menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan kegiatan kemasyarakatan. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal sebagai berikut12: a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Adalah kegiatan bimbingan atau tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi sosial. b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut dapat melaksanakan seluruh kegiatannya sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat.
12
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
53 c. Bimbingan pemberian bantuan stimulans usaha produktif Adalah serangkaian kegiatan pengadaan bantuan peralatan dan bahan untuk mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang. d. Bimbingan usaha kerja Adalah kegiatan tuntunan praktek berusaha atau bekerja untuk dapat menciptakan lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien. e. Penempatan dan penyaluran Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normative baik dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal, maupun kejalur-jalur lapangan kerja atau usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi. 5. Bimbingan lanjut Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak. a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat
54 Kegiatan bimbingan usaha bimbingan atau tuntunan untuk lebih memantapkan kemampuan penyesuaian diri dalam tata hidup bermasyarakat dan keikutsertaan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuannya. b. Bantuan
pengembangan
usaha
bimbingan
peningkatan
keterampilan Serangkaian kegiatan yang diarahkan kepada penerima pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan
dan
bahan
permodalan
maupun
pemantapan
keterampilan, sehingga jenis usaha atau kerjanya lebih berkembang. c. Bimbingan pemantapan kemandirian usaha kerja Serangkaian
kegiatan
bimbingan
yang
diarahkan
kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan usaha ekonomis, produktif, sehingga dapat mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya13. 6. Evaluasi Evaluasi dilakukan secara menyeluruh dalam pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial mulai tahap perencanaan sampai akhir tahap pelayanan yang ditetapkan, untuk mengukur tingkat keberhasilan. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif terhadap pencapaian hasil-hasil
13
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
55 sebagaimana
telah
menyelenggarakan
direncanakan pelayanan
dan
sebelumnya rehabilitasi
dalam sosial
upaya terhadap
penyandang masalah Tuna Susila.14 Tujuannya untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap penyandang masalah Tuna Susila dan sekaligus mengukur secara obyektif hasilhasil pelaksanaan kegiatan tersebut. 7. Terminasi (Pengakhiran Pelayanan) Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga Negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir.15 G. 1. Teknik Pemilihan Informan Berkenaan dengan tujuan penelitian, maka pemilihan informan menentukan informasi kunci (key informan) tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.
14
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 15 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
56 Sample adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya.16 Untuk memilih sample (dalam hal ini informan kunci) lebih tepat dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) pengambilan sampel berdasarkan tujuan.17 Yaitu peneliti memilih dan menentukan subjek atau orang-orang yang menjadi informan untuk diwawancarai berdasarkan tujuan dan maksud penelitian. Selanjutnya, bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai. Pemilihan sample yang peneliti gunakan yaitu: Pengambilan sample dengan variasi maksimum; pengambilan sample ini dilakukan bila subjek atau target penelitian menampilkan banyak variasi, dan penelitian bertujuan menangkap dan menjelaskan tema-tema sentral yang tertampilkan sebagai akibat keluasan cakupan (variasi) partisipan penelitian. Keterwakilan semua variasi penting, dan pendekatan maximum variation sampling justru mencoba memanfaatkan adanya perbedaan-perbedaan yang ada untuk menampilkan kekayaan data.18 Patton menjelaskan demikian. The maximum variation sampling strategy trans that apparent weakness into a strength by applying the following logic: any common petterns that emerge from great variation are of varticular interest and value in capturing the core experiences and central, shared aspect or inpacts of a program (Patton, 1990, hal 172).
16
Dr. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Rosdakarya, 1995), Cet Ke-1 hal. 57 17 Ibid, h. 63 18 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi ketiga, (Jakarta: LPSP 3 UI, 2005), h. 98-99.
57 Patton
mengingatkan
bahwa
penelitian
dengan
sampel
yang
menampilkan variasi maksimum tidak dapat dilakukan dengan jumlah sampel terlalu kecil, mengingat jumlah sampel; terlalu kecil akan menyulitkan diperolehnya keterwakilan semua variasi. Walau demikian, karena penelitian kualitatif juga sulit dilaksanakan dengan jumlah sampel terlalu besar, variasi harus dapat dimaksimalkan dengan jumlah sampel relative tetap terbatas. Konstruksi dimulai dengan mengedintifikasi karakteristik atau kinerja yang berbeda dari individu yang terlibat dalam fenomena. Bila penentuan sampel dilakukan dengan baik, temuan diharapkan menampilkan (1) deskripsi yang berkualitas dan mendetail dari setiap kasus, dengan mendokumentasikan keunikan dari setiap kasus, (2) pola-pola yang tampil dari kasus yang berbedabeda.19 Adapun dari penelitian variasi maksimum ini adalah bagaimana peneliti dapat mendeskripsikan keanekaragaman atau keunikan dari objek yang di teliti, dari berbagai macam latar belakang mereka sampai berada di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta. Dengan demikian jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang. Adapun objek penelitian ini yaitu pada kegiatan atau proses metode bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan oleh PSKW Mulya Jaya Jakarta, dengan mewawancarai beberapa orang secara acak yang benar-benar menguasai permasalahan dalam penelitian ini, kemudian peneliti meminta rujukan untuk mendapatkan informasi dan informan lainnya. Begitu
19
E. Kristi Poerwandari, h. 98-99.
58 seterusnya sampai sekiranya sudah tidak muncul lagi informasi-informasi baru yang bervariasi. H. 1. Asumsi Peneliti Penyandang masalah tuna susila adalah adalah mereka yang hidup dengan keadaan ekonomi yang kurang, mengenyam pendidikan yang minim, memiliki mental rendah, pemikiran yang singkat, dan tidak menghargai norma agama, budaya, sosial, dan tidak menghargai diri mereka sendiri. Itu semua dilakukan hanya untuk mencapai kepuasan dari jalan pintas bagaimana mendapat uang banyak dengan cara cepat, akan tetapi tanpa memanfaatkan keterampilan dan skill yang mereka miliki. Semua itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan financial hidup yang makin hari kian tinggi. Kurangnya pengajaran agama yang mereka dapat dalam hidup dan mental yang rendah yang menjadikan mereka mengkomersilkan diri mereka di kehidupan malam yang gemerlap, yang tanpa mereka sadari semua itu akan menghancurkan diri mereka sendiri secara perlahan. Adanya bimbingan mental spiritual pada setiap panti rehabilitasi adalah suatu perhatian besar dari pemerintah bahwa di jaman yang serba modern ini mereka para para petugas pemerintahan dinas-sosial masih memperhatikan akan pentingnya pendidikan agama di tanamkan pada penyandang masalah tuna susila selama masa rehabilitasi. Pelaksanaan kegiatan bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jakarta tempat saya melakukan penelitian ini merupakan salah satu panti yang ada kegiatan rohani islamnya dengan
59 menggunakan metode bimbingan mental spiritual seperti ceramah, praktik, sharing, dan metode lainnya sesuai dengan syariat islam yang diajarkan. Metode bimbingan mental spiritual di Panti ini cukup berhasil dilaksanakan. Dukungan dari panti dan klien yang mengikuti kegiatan tersebut cukup baik responnya, sehingga program bisa terlaksana dengan baik, meskipun terkadang ada kendala dari klien yang malas mengikuti kegiatan rohani ini akan tetapi penyuluh bisa mengatasinya dengan baik. Dalam penelitian ini, peneliti melihat kegiatan ini sangat maksimal dilaksanakan, karena selain dilaksanakan setiap hari kegiatan bimbingan mental spiritual ini juga ada kegiatan praktik ibadah langsung, jadi klien bukan hanya mengetahui tentang teori-teori akan tetapi bisa langsung mempraktikannya. Dalam praktik ini di awasi langsung oleh penyuluh islam di Panti, sehingga bisa dengan mudah memonitoring klien secara langsung dan kegiatan bimbingan mental spiritual berlangsung selama enam bulan masa rehabilitasi. Dalam penelitian ini, peneliti membagi dalam dua variabel yaitu variabel pertama metode bimbingan mental spiritual, dan variabel kedua terhadap penyandang masalah tuna susila. Maksud dari penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui sejauh mana metode bimbingan mental spiritual mempengaruhi keimanan penyandang tuna susila setelah menjalani bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya ini.
60 I. 1. Teknik Analisa Data Ada berbagai cara untuk menganalsis data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencobah memilih data yang relevan dengan proses layanan metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila serta hambatanhambatannya. b. Penyajian data, setelah data mengenai proses layanan metode bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila serta hambatan-hambatannya diperoleh, maka data tersebut disusun dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan, tabel dan lain sebagainya. c. Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan. 20 J. 1. Teknik Pemeriksaan Data a. Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik tringulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal itu dapat dicapai dengan jalan; (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya; untuk mengetahui bimbingan mental spiritual terhadap penyandang masalah tuna susila yang diberikan
20
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h. 288
61 oleh PSKW Mulya Jaya tersebut. (b) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya hal ini peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh klien yang menerima pelayanan dengan jawaban yang
diberikan
oleh
pegawai
atau
pekerja
sosial.
(c)
membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaatkan dokumen dan data sebagai bahan perbandingan.21 b. Ketekunan atau keajegan pengamatan, ketekunan pengamatan bermaksud menentukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasisituasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja.22 Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian auditor dalam hal ini ialah objektif atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh beberapa orang barulah dapat dikatakan objektif.23
21
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 330-331 22 Ibid, hal 329. 23 Ibid, hal 341.
BAB IV ANALISA TEMUAN LAPANGAN A. Gambaran Umum Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta 1. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Pasar Rebo adalah salah satu unit pelaksanaan teknis Departemen Sosial yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada wanita tuna susila yang meliputi: pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan dan resosialisasi, serta pembinaan lanjut kepada penyandang masalah tuna susila agar
mampu
dalam
kehidupan
masyarakat.1
Pembangunan
dan
penyempurnaan Panti ini terus berkembang secara bertahap, berikut adalah tahap-tahap perubahan PSKW Mulya-Jaya: a) Tahun 1959: berstatus pilot pusat pendidikan wanita, merupakan projek percontohan Despos (Departemen Sosial). b) Tahun 1960: dibuka Menteri Sosial Bpk. H. Moelyadi Djoyomartono (alm) dengan nama: “Mulya Jaya” berdasarkan motto: “Wanita Mulya Negara Jaya” tanggal 20 Desember 1960. c) Tahun 1963: diresmikan menjadi Panti Pendidikan Wanita Mulya Jaya (PPW) dengan SK Mentri Sosial RI No. HUK/4-1-9/2005 tanggal 1 Juni 1963. d) Tahun 1969: disempurnakan menjadi Pusat Pendidikan Pengajaran Kegunaan Wanita (P3KW).
1
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
62
63 e) Tahun 1976: ditetapkan menjadi Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila (PRWTS) “Mulya-Jaya” dengan SK Menteri Sosial RI No. 41/HUK/Kep/XI/1979 November 1979. f) Tahun 1994: ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya (PSKW) dengan keputusan Mensos RI No. 14/HUK/1994 tanggal 23 April 1994. g) Tahun 1995: ditetapkan menjadi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya dengan Kep/Mensos RI No. 22/HUK/1995 tanggal 24 April 1995.2 2. VISI MISI Visi: Pelayanan dan rehabilitasi wanita tuna susila yang bermutu dan professional. Misi: a) Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sesuai dengan panduan yang telah ada. b) Mewujudkan keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi tuna susila sesuai dengan indikator-indikator keberhasialan yang telah ditetapkan panduan pelayanan dan rehabilitasi tuna susila. c) Mengembangkan jaringan kerja sama dengan pihak-pihak terkait pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi wanita tuna susila.3
2
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
64 Adapun tujuan dari PSKW “Mulya-Jaya” Jakarta adalah: terbina dan berkembangnya tata kehidupan sosial para wanita tuna susila yang meliputi pemulihan kembali rasa harga diri, tanggung jawab sosial serta berkemauan melaksanakan
fungsi
sosialnya
dalam
kehidupan
dan
penghidupan
masyarakat. 3. STRUKTUR ORGANISASI.4
Keterangan : Drs. Waskito Budi Kusumo, M.SI.
: Kepala Panti
Ujang Taufik Hidayat, S.SOs.M.SI : KA.Subbag Tata Usaha Dra. Hj. Dwismari Novie Reviani
: Kasie. Program dan Advokasi Sosial
Drs. Ali Samantha, MM.
: Kasie. Rehabilitasi Sosial.
3
Brosur PSKW “Mulya Jaya”, Depsos RI, Kelurahan Gedong Pasar Rebo Jakarta-
4
Ibid
Timur.
65 4. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 28 & pasal 34. 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konfensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan. 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. 6. Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 7. Undang-Undang RI. No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. 8. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Penghapusan Trafiking Perempuan dan Anak. 9. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 106/HUK/2009 Tentang Organisasi dan tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. 10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 20/HUK/1999 tentang Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Sosial.5 5. KEBIJAKAN Kebijakan dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Wanita Tuna Susila adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan
dan
memantapkan
peranan
masyarakat
dalam
menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat
5
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
66 yang didasari oleh nilai–nilai swadaya, gotong royong dan kesetiakawanan sosial, sehingga upaya tersebut merupakan usaha – usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkesinambungan. 2. Meningkatkan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang lebih adil dan merata, agar setiap warga negara khususnya penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak untuk memperoleh pelayanan yang sebaikbaiknya untuk meningkatkan kualitas kehidupan. 3. Meningkatkan mutu pelayanan dan rehabilitasi sosial yang semakin profesional, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. 4. Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang dilakukan dengan penyempurnaan yang terus menerus dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi dan melaporkan serta mengkoordinasikan dan memadukan dengan sektor-sektor lain dan pemerintah daerah, sehingga pelayanan dan rehabilitasi sosial menjadi semakin berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.6 6. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI Sesuai Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 106/HUK/2009, PSKW “Mulya Jaya” Jakarta adalah Panti Rehabilitasi Sosial yang menangani penyandang masalah tuna susila, dengan kedudukan, tugas pokok dan fungsi, sebagai berikut : A. Kedudukan
6
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
67 Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Jakarta adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sehari-hari secara fungsional dibina oleh Direktur Pelayanan Rehabilitasi Tuna Sosial. Panti Sosial dipimpin oleh seorang Kepala.7 B. Tugas Pokok Panti Sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Panti Sosial Karya Wanita mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan,
fisik,
mental,
sosial,
pelatihan
keterampilan,
resosialisasi bimbingan lanjut bagi para wanita tuna susila agar mampu
7
mandiri
dan
berperan
aktif
dalam
kehidupan
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004.
68 bermasyarakat serta pengkajian dan pengembangan standar pelayanan dan rujukan.8 C. Fungsi Berdasarkan tugas pokok tersebut, PSKW “Mulya Jaya” Jakarta, mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana dan program ; evaluasi dan laporan. b. Pelaksaan Registrasi, Observasi, Identifikasi, Diagnosa sosial dan perawatan. c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi
bimbingan
mental,
sosial,
fisik,
dan
keterampilan. d. Pelaksaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut. e. Pelaksaan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi dan rujukan. f. Pelaksanaan pusat model pelayanan rehabilitasi dan perlindungan sosial. g. Pelaksanaan urusan tata usaha.9
8
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 9 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004.
69 7. MEKANISME KERJA DAN KERJASAMA Dalam upaya optimalisasi dan akuntabilitas pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap Wanita Tuna Susila, PSKW “Mulya Jaya” Jakarta memperhatikan mekanisme kerja dan kerjasama yang dilaksanakan. A. Mekanisme Kerja a) Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial wanita tuna susila selalu mengacu pada pedoman yang ada dan prosedur professional pekerjaan sosial, serta mendahulukan kepentingan kelayan untuk mengatasi permasalahan kelayan Wanita Tuna Susila. b) Bagi lembaga rehabilitasi sosial merujuk pada mekanisme kerja yang telah dilakukan oleh instansi masing-masing. c) Mengadakan kontak, konsultasi dan koordinasi dengan Dinas Sosial (Pemerintah Daerah Setempat) dalam rangka pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi tuna susila di daerah-daerah setempat. d) Koordinasi dengan lembaga-lembaga sosial dan instansi terkait lainnya dalam pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial wanita tuna susila. e) Pelaksanaan program pelaporan hasil kegiatan pada lembaga / instansi yang berwenang secara berjenjang. f) Evaluasi dilakukan oleh lembaga / instansi yang berwenang.10 B. Kerjasama
10
Ibid
70 Kerjasama dengan lembaga terkait dapat diwujudkan dalam pola penanganan permasalahan sosial wanita tuna susila yang melibatkan ahli-ahli yang kompeten, dan atas dasar pengetahuan dan dukungan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dalam rangka mengatasi masalah tuna susila. 1. Tujuan kerjasama antar lembaga; Memperoleh dukungan dari lembaga-lembaga terkait maupun lembaga penyedia lapangan kerja untuk terlibat dalam penanganan masalah waita tuna susila. 2. Manfaat kerjasama antar lembaga; a. Menjamin kelancaran dan kelangsungan pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk lebih menghilangkan stigma eks wanita tuna susila dalam masyarakat. b. Meningkatkan kesempatan kerja bagi eks wanita tuna susila untuk melanjutkan kehidupan secara normatif dan mandiri, baik secara sosial maupun ekonomi. c. Sasaran kegiatan ini adalah dunia usaha, lembaga penyedia lapangan kerja, lembaga pelayanan sosial, panti-panti sosial, LSM, dan Pemerintah Daerah. i. Lingkup kegiatan a. Identifikasi sasaran pada sejumlah lembaga yang akan diajak kerjasama.
71 b. Sosialisasi program, pemaparan kelembagaaan pelayanan
dan
penanganan kompetensi
rehabilitasi
yang eks
sosial,
dilakukan, kelayan
dan
jenis
peningkatan hasil
yang
diharapkan. c. Pelaksanaan program kerjasama antar lembaga. d. Evaluasi
program,
menyangkut
efektifitas
kerjasama antar lembaga. Kerjasama yang telah dilakukan oleh PSKW “Mulya Jaya” Jakarta, dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Wanita Tuna Susila, yaitu : 1. Dinas sosial, Dinas ketenteraman & ketertiban/ Satpol PP dalam pengiriman calon kelayan/siswa dan menindaklanjuti hasil razia yang dilaksanakan. 2. IOM
(International
Organizaton
of
Migration)
dalam
penanganan lanjutan dan memberikan perlindungan terhadap terhadap
korban
trafficking/penjualan
perempuan
yang
dilacurkan. 3. RS POLRI Kramat Jati dalam hal rujukan dan penangan medis korban trafficking perempuan. 4. RS Cipto Mangunkusumo dalam bantuan tenaga medis / dokter spesialis kulit & kelamin untuk pemeriksaan danpengolahan PMS penerima pelayanan di Panti.
72 5. Lembaga Pendidikan Keterampilan Wanita dan Yayasan Tri Dewi dalam bantuan tenaga instruktur keterampilan untuk meningkatkan mutu pelatihan keterampilan / vocational. 6. Aparat Keamanan Setempat (Polsek dan Koramil Pasar Rebo), dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. 7. Organisasi Wanita Aisyah, Organisasi Wanita Islam, Yayasan Al Azhar, KUA, Pendeta dari Gereja, dalam pembinaan / bimbingan mental agama. 8. Universitas Indonesia, Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Psikologi, dalam membantu mengungkap dan menangani permasalahan kelayan /siswa. 9. Universitas Negeri Jakarta, dalam hal pembinaan fisik, berupa tenaga instruktur olahraga. 10. Panti Sosial Asuhan Anak Balita “Tunas Bangsa” Cipayung Jakarta, dalam rujukan / penitipan anak balita kelayan / siswa yang sedang dibina.11 8. KEADAAN/KONDISI PANTI Letak dan Luas Panti PSKW “Mulya Jaya” ini berlokasi di komplek Departemen Sosial RI jalan Tat Twam Asi Nomor 47 RT. 08 RW. 02 Kelurahan Gedong Kecamatan
11
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
73 Pasar Rebo Jakarta Timur – PO BOX 13760 Telp. 021 8400631 Fax. 021 8415717, dengan luas 19.700 M2.12 Pengelola/Personil Panti Jumlah personil panti/pegawai seluruhnya sebanyak 45 orang terdiri dari sebagai berikut: NO TINGKAT PENDIDIKAN
JUMLAH
1.
Pasca sarjana (S-2)
3 orang
2.
Sarjana (S-1)
19 orang
3.
Sarjana muda/Diploma
3 orang
4.
SLTA
18 orang
5.
SLTP
7 orang
6.
SD
1 orang
JUMLAH
:
51 orang
Selain itu dibantu Tenaga Harian Lepas (THL) sebanyak 15 orang.13 Kapasitas Tampung Untuk tahun anggara 2009 kapasitas tampung di PSKW “Mulya Jaya”. Jakarta terdiri dari : 1. Wanita Tuna Susila
: 220 orang dalam 2 angkatan
2. Wanita Korban Tracfiking
: 100 orang dalam 4 angkatan
Jangkauan Pelayanan
12
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 13 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
74 Jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial PSKW “Mulya Jaya” Jakarta yaitu Regional – Nasional, meliputi : a. DKI Jakarta b. Banten c. Jawa Barat d. Batam e. Kalimantan Sarana dan Prasarana No SARANA & PRASARANA
KET.
1.
Kantor (Kepala Panti dan Tata Usaha)
187 M2
2.
Kantor (Rehabsos, PAS, Peksos)
420M2
3.
Guest House
195M2
4.
Rumah Dinas Pimpinan
185M2
5.
Rumah Dinas Pegawai I
155M2
6.
Rumah Dinas Pegawai II
115M2
7.
Rumah Dinas / Mess Pegawai
200M2
8.
Ruang seleksi
179M2
9.
Aula
216M2
10. Ruang Keterampilan Tata Rias dan Olahan Pangan
231 M2
11. Ruang Keterampilan Menjahit Manual
156M2
12. Ruang Keterampilan Menjahit High Speed
200m2
13. Ruang Kesehatan, Konsultasi dan data
140m2
75 14. Asrama Siswa Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang
130m2
15. Asrama Siswa Kartini Satu dan Dua
260m2
16. Asrama Siswa Malahayati (Tingkat)
266m2
17. Ruang Makan dan Dapur
275m2
18. Ruang Serbaguna (Ruang Pendidikan)
353m2
19. Pos Jaga Depan
12m2
20. Pos Jaga Belakang
9m2
21. Rumah Ibadah Mesjid Al Khairat
433m2
22. Lapangan Tenis
757m2
23. Lapangan Olah Raga dan Upacara
1280m2
24. Selasar
90m2
25. Taman
1680m2
26. Lahan Pertanian
2903m2
27. Empang I
1.362m2
28. Empang II
1.362m2
29. Jalan dalam Komplek
780m2
30. Pagar Tembok Keliling
785m2
31. Drainase (Saluran Air)
1750m2
32. Gardu PLN
1 unit
33. Lahan Penghijauan dan Semak Belukar
2427m2
34. Gedung TPA
257m2
35. Gedung Traficking (Tingkat)
340m2
76 36. Aula atau Ruang serbaguna
573m2
37
144m2
Lapangan Bulutangkis
38. Lapangan Tenis
757m2
39. Roda Enam (mini bus)
1 Buah
40. Roda Empat
3 Buah
41. Roda Dua
2 Buah
B. Analisa Hasil Temuan Panti sosial karya wanita PSKW “Mulya Jaya” Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat.14 Klien PSKW adalah wanita penjajak komersil hasil dari seleksi yang dilakukan pihak-pihak terkait pemerintah daerah setempat seperti satpol PP, polisi dan pihak berwenang lainnya, yang kemudian klien yang akan menjadi penghuni rehabilitasi disaring kembali oleh pihak PSKW Mulya Jaya. Kemudian setelah mereka di seleksi maka mereka akan ditempatkan di asrama maksimal 6 bulan masa rehabilitasi, dimana didalamnya mereka akan di bina, dibimbing dan diarahkan sesuai dengan bakat serta minat mereka. Selama masa rehabilitasi 14
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
77 mereka juga wajib mengikuti aturan-aturan panti yang ada. Mereka para klien berasal dari daerah yang berbeda-beda, serta latar belakang keluarga, pendidikan, ekonomi mereka berbeda-beda yang kemudian di sosialisasikan dipanti dengan yang lainnya, agar tercipta suasana harmonis didalam panti terhadap sesama teman penghuni satu dengan yang lainnya.15 Pembimbing yang memberikan rehabilitasi di Panti sosial ini adalah mereka yang disebur PEKSOS (pekerja sosial), dan penyuluh agama dengan latar belakang pendidikan yang baik yang lulusan SMA s/d S1. dan pengalaman mereka tidak diragukan lagi. Karena selain mereka berpengalaman dalam memberikan rehabiltasi di Panti mereka juga memiliki pengalaman sebelumnya di tempat rehabilitasi lain.16 Adapun rehabilitasi sosial yang diberikan PSKW Mulya Jaya Jakarta memiliki Tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Pendekatan Awal Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan, dukungan bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan program, dan bermaksud
memperoleh
gambaran
potensialitas
sumber-sumber
pelayanan, pasar usaha dan kerja serta untuk mendapatkan calon klien. Pendekatan yang dimaksud meliputi; kegiatan-kegiatan orientasi dan
15
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011. 16 Wawancara peneliti dengan pekerja sosial Drs. Susanto Asbudi dan seksi advokasi sosial Bambang Sulistiono S. St, dan penyuluh islam mental-spiritual Ahmad Afandi, S.Sos.I di ruang konsultasi dan ruang kerja PEKSOS dan REHSOS pada hari senin tgl 22 Agustus 2011, pukul 10 s/d 12 petang.
78 konsultasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi klien. Berikut penjelasan tentang pendekatan awal di PSKW Mulya Jaya Jakarta. “Pendekatan awal yang dilaksanakan oleh seksi program adalah memberikan informasi tentang program panti ini yaitu bukan hanya TS tuna susila akan tetapi juga untuk korban trafficking, kemana pendekatan awalnya yaitu: ke instansi terkait diantaranya dinas sosial, satpol PP, pihak polri dan instansi-instansi lainnya. Kita mengadakan sosialisasi.. ya, selama sosialisasi itu bagaimana cara mekanismenya yaitu dengan memberikan tugas pada pihak panti untuk menjelaskan pada pihak terkait diatas, dengan memberikan penjelasan bahwa di Panti ini ada 2 angkatan dalam 1 Tahun, yang dimulai penerimaannya dari Januari s/d Juni ya.. dan juli baru angkatan ke-dua sampai Desember.17 Dalam pendekatan awal PSKW mendapatkan informasi tentang WTS dari dinas-dinas sosial. “Jadi gini, masalah kita mendapatkan informasi tentang WTS dari mana kita kan hanya menginformasikan pada pihak polri misalkan bahwa ada lembaga pihak PSKW di Pasar Rebo ini, jadi pihak Panti yang bertugas datang pada pihak berwenang dan menjelaskan bahwa lembaga PSKW ini adalah milik kementrian sosial. Fungsinya apa? Yaitu kita melakukan rehabilitasi pada wanita Tuna Susila (TS) dan korban Traficking yang di eksploitasi seksnya kan begitu.. adapun kewenangan dari peraziaan itu bukan wewenang kami akan tetapi pihak-pihak yang berwenang yang seleksi, maksudnya seleksi apakah betul klien yang di tangkap benar-benar TS atau bukan dinas-dinas sosial yang melakukan itu.18 Adapun faktor pendukung dan penghambat PSKW dalam melakukan pendekatan awal.
17
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang. 18 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
79 “Ya faktor penghambatnya dalam hal ini adalah yang namanya Panti ini kan tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan jangkauan langsung,jadi kita ga tau penyeleksian mereka sudah akurat atau belum dalam artian kewenangannya adalah dinas sosial dengan instansi terkait, karena apa itu otonomi daerah kan.. jadi pihak kami ga bisa langsung. Bisa saja kita langsung pendekatan-pendekatannya langsung pada klien kita, tapi kan kita ada wilayah pembinaan sosial tiap daerahnya dan disanalah kita melakukan kerjasama yaitu namanya kita membuka jaringan kerja sama melalui program sosialisasi. Nah itu yang namanya pendekatan awal”.19 Pendekatan awal meliputi kegiatan-kegiatan orientasi, konsultasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi dengan rincian sebagai berikut : a. Orientasi dan Konsultasi Adalah kegiatan pengenalan program pelayanan kepada pemerintah partisipan
daerah, usaha
instansi-instansi
kesejahteraan
teknis,
sosial
dan
yang
pilar-pilar
terkait
untuk
mendapatkan pengesahan atau pengakuan, dukungan dan bantuan serta peran sertanya dalam pelaksanaan program. Pendekatan awal di PSKW Mulya Jaya yang dilakukan dalm bentuk orientasi dan konsultasi. Pendekatan
awal
orientasi
dan
konsultasi
yang
dilaksanakan PSKW Mulya Jaya sebagai berikut : “Orientasi masa perkenalan dan konsultasi itu dilakukan oleh bagian rehsos (rehabilitasi sosial), prosesnya yaitu ketika klien masuk sini sudah ditentukan, bahwa apakah klien sudah termasuk definitive dan sudah syarat untuk dibimbing, maka ada program yang namanya sosialisasi, jadi, mereka kan yang namanya masih labil karena dari 19
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
80 luar dan pergaulan bebas, emosi tidak stabil dengan perlahan maka akan kita kenalkan pada mereka tentang cara bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan bukan hanya itu, kita juga perkenalkan pada mereka, tentang bagaimana cara bersosialisasi dengan program kita. Konsultasi diantaranya seperti mereka klien ingin dibimbing seperti apa di Panti, dan dibagi juga pembinanya siapa-siapa aja ni untuk dilakukannya proses konsultasi ini agar berjalan dengan baik.. konsultasinya dengan diadakannya bimbingan, serta diberikan kesempatan bagi keluarga untuk dilakukannya konsultasi tentang keberadaan keluarganya disini. Baik melalui pekerja sosial diadakannya kini, maupun petugas-petugas yang ditunjuk”.20 Adapun hambatan dan dukungan yang dihadapi PSKW dalam melaksanakan kegiatan orientasi dan konsultasi ini sebagai berikut : “Pendukungnya adalah klien yang koperatif ya,, karena kalau siswanya yang pasif kan susah juga untuk mengikuti program tahapan orientasi dan konsultasi ini. Kalau klien yang koperatif kan istilahnya ada keluarga yang memberikan dukungan serta memberikan pemahaman pada keluarganya yang dibina di Panti bahwa arti pentingnya mereka dibina disini itu sangat mendukung sekali ya dalam hal ini. Yang tidak mendukung ya.. misalkan ada oknumoknum yang memang berusaha untuk mengajak mereka kembali bekerja menjadi WTS, karena kaya mereka ini ka nada sindikatnya tersendiri ya.. seperti mucikari yang masih mencari-cari mereka untuk bisa di rekrut kembali.”21 b. Identifikasi Adalah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri penyandang masalah tuna susila serta potensi 20
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang. 21 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
81 terhadap lingkungannya, termasuk sumber-sumber pelayanan, sarana dan prasarana kerja dan usaha, fasilitas atau garis kemudahan. “Identifikasinya pertama ya di data oleh pekerja sosial, dan identifikasinya itu bukan hanya menyangkut tentang diri klien (umur, pendidikan, asal daerah) pribadi saja akan tetapi juga menyangkut keluarga (latar belakang keluarga, permasalahan ekonomi dsb), dan segala hal yang menyangkut tentang apa yang dilakukan dia, dan identifikasi kesehatan diri klien juga yaitu mengenai penyakit-penyakit mereka yang dilakukan pengecekkan oleh tim medis. Identifikasi dilakukan pertama ketika mereka masih diluar panti atau masih dalam razia ya.. yang melakukan identifikasi dari dinas sosial. Akan tetapi ketika mereka sudah tersaring di Panti mereka melaksanakan identifikasi di PSKW dengan petugas panti. Untuk mencegah adanya kesalahan dalam identifikasi maka dari itu Panti sosial ini memiliki TIM yang berwenang untuk melakukan identifikasi klien seperti: tim medis, psikolog, polri, dsb”.22 Adapun
faktor
penghambat
dan
pendukung
dari
pelaksanaan identifikasi ini yang dihadapi PSKW. “Pendukungnya kembali ke penjelasan saya tadi ya, bahwa kalau siswanya koperatif kan gampang-gampang aja ya untuk dilakukannya proses identifikasi, penghambatnya kalau pasif kliennya kan susah juga dilakukannya identifikasi nahh susahnya disitu. Makanya kan identifikasi kita dibantu oleh seorang psikolog ya, jadi mereka tau tingkat akurasi data klien bohong atau tidaknya kan dari psikolog yang menangani klien kan gitu”.23 c. Motivasi
22
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang. 23 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
82 Adalah kegiatan pengenalan program kepada penyandang masalah tuna susila untuk menumbuhkan keinginan dan dorongan tinggi dalam mengikuti, melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial. “Dari anak sudah ada di Panti maka si anak sudah diberikan motivasi, dalam artian mereka akan kami buat nyaman dngan keberadaan di Panti, barulah kami memberikan motivasi untuk mereka si klien. Motivasi yang kami berikan seperti konseling dan bimbingan kelompok dan individu, diskusi kelompok dan terapi kelompok. Dengan adanya kegiatan kelompok tersebut maka akan mudah bagi para pengasuh tiap-tiap kelompok dalam memberikan motivasi pada siswa/klien. Pemberian motivasi ini aka terus berjalan selama mereka masih dalam tahap rehabilitasi di Panti ini, adapun tujuan dari pemberian motivasi ini adalah agar klien dapat mengikuti program dan materi serta peraturan yang ada di Panti, agar mereka bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi dalam hidup, karir, cita-cita dan masa depan dalam hidup. Adapun faktor penghambat yang biasa diatasi adalah kemalasan mereka, sifat mereka yang masih labil, karena kan mereka diluar Panti biasa hidup bebas tanpa aturan, nah itu yang terkadang menjadi penghambat dari pemberian motivasi ini di Panti. Akan tetapi pedukungnya adalah mereka klien kami berada dalam lingkungan Panti jadi mudah di jangkau untuk diberikannya motivasi dan pembelajaran materi”.24 d. Seleksi Adalah
kegiatan
pengelompokkan
atau
klasifikasi
penyandang masalah kesejahteraan sosial terutama yang sudah di motivasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan.
24
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
83 “Dalam menyeleksi yang paling utama adalah wanita tuna susila,korban trafficking, usia 15-45 tahun, sehat jasmani dan rohani/tidak sakit ingatan, tidak mengidap penyakit berat dan menular kecuali penyakit kelamin, wajib tinggal di asrama dan mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku, wajib mengikuti bimbingan mental social dan fisik serta keterampilan selama 6 bulan, tidak sedang berurusan dengan pihak kepolisian”.25 2. Penerimaan Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi, menelaahan atau pengungkapan masalah, dan penempatan
kelayan
pada
program
rehabilitasi
sosial
yang
dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitive di Panti. Kegiatan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut: a. Registrasi Adalah kegiatan administrasi pencatatan dalam buku induk penerima pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi NIP atau NIK (nomor induk peserta/klien) dan mengkomplikasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima pelayanan definitif lengkap dengan segala informasi biodatanya. “Registrasinya di Panti ini biasanya kami menyuruh mereka si klien mengisi form masuk terlebih dahulu seperti identitas pribadi mereka dll ya serta surat pernyataan dari si klien dan pihak keluarga bahwa mereka setuju keluarga mereka bersedia untuk menjalani rehabilitasi di Panti
25
Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
84 sosial ini..yang menangani langsung pihak rehabilitasi sosial (REHSOS) dan pekerja sosial (PEKSOS)”.26 Adapun faktor penghambat dari proses registrasi ini yang dihadapi PSKW adalah sebagai berikut : “Hambatannya biasanya seperti alamat mereka itu bukan rumah tetap yang mereka tulis, akan tetapi rumah kontrakan maka ketika kami datangi rumahnya mereka sulit di cari kembali sehingga menjadikan data yang klien berikan kurang akurat kebenarannya”.27 b. Penelaahan dan pengungkapan masalah (Assesment) Adalah upaya untuk menelusuri, menerima, dan menggali data
penerima
pelayanan
(klien),
faktor
serta
penyebab
masalahnya, tanggapannya serta kekuatan-kekuatannya dalam upaya membantu dirinya sendiri. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi bagi penerima pelayanan (klien). “Assessment dalam masalah ini panti membantu klien dalam permasalahan mereka, seperti dari yang mereka menjadi WTS tidak mempunyai keterampilan, dengan diadakannya pengungkapan masalah pada diri klien maka akan terlihat dengan sendirinya bakat mereka dan keterampilan mereka pada bidang apa, dan panti membantu klien agar mereka dapat menyalurkan bakat mereka misalkan melalui keterampilan, bukan hanya itu,, jika mereka membawa masalah pribadi ke panti dan mereka bisa kita bantu memecahkan masalahnya dengan
26
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 27 Wawancara pribadi dengan seksi PAS (Prog. Advokasi Sosial) Bambang Sulistiono, S. ST, di ruang konsultasi PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.30 s/d 11.00 petang.
85 adanya fasilitas psikolog, dokter, dan pihak pekerja sosial yang masih terkait sebagai pengurus panti”.28 c. Penempatan kelayan pada program rehabilitasi sosial Adalah kegiatan pengelompokkan bakat dan minat para penerima pelayanan (klien) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran usaha kerja) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan kerja tersebut. “Program ini adalah penempatan klien pada bidang keterampilan di panti ini misalkan mereka ada bakat di bidang masak maka akan kami salurkan bakat mereka pada keterampilan masak/tata boga, dan keterampilan lainnya sesuai dengan kemampuan klien. Adapun hambatannya misalnya klien yang mati rasa lidahnya kan ga mungkin kita paksakan untuk di tempatkan di tata boga meskipun hobi mereka masak, atau mata klien buta maka tidak mungkin kita memaksakan mereka dibidang yang mereka suka akan tetapi sulit untuk menjalankannya, meskipun panti bisa membantu akan tetapi tetap kami kembalikan pada diri klien masing-masing”.29 3. Bimbingan Mental Spiritual Adalah serangkaian kegiatan bimbingan rohani atau tuntunan untuk dapat memahami diri sendiri, dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara
28
Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 29 Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
86 berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat.30 “Yang wajib mengikuti kegiatan bimbingan mental spiritual ini ialah terutama para siswi PSKW Mulya Jaya, semuanya wajib bagi yang muslim dalam artian wajib mengikuti kegiatan bimbingan mental spiritual selama klien berada dalam masa rehabilitasi serta pengawasan Panti maksimal 6 bulan di PSKW Mulya Jaya ini mereka di bimbing rohani dan jasmani islam mereka dalam kegiatan bimbingan mental spiritual. Tujuan dari kegiatan mental dan spiritual ini pertama dapat memotivasi mereka (klien) agar menjadi lebih baik lagi dalam hal aspek keagamaan, kehidupan sosial,menjadikan dan membentuk akhlak yang mulia. Yang kedua adalah mengajak mereka kearah hidup lebih baik lagi dengan tuntunan agama islam.”31 Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan, untuk mengetahui bagaimana (1) Metode pelaksanaan bimbingan mental spiritual, (2) Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan bimbingan mental spiritual. 1. Metode Pelaksanaan Bimbingan Mental Spiritual Di bawah ini adalah metode kegiatan bimbingan mental spiritual yang dilaksanakan di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta : 1. Ceramah/klasikal. Ceramah yang berlangsung selama kurang lebih 70 s/d 80 menit dalam tiap pertemuan ini, disaksikan seksama dengan para klien seluruhnya yang dikerahkan 30
Abdul Rahman, S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual, (Jakarta: Departemen Sosial, 2011), h.1 31 Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
87 para petugas sosial di Panti, dengan adanya siraman rohani ini kelak akan menyirami hati mereka juga dengan tuntunan agama islam yang sesuai syariat islam, dengan begitu maka akan lebih mudah bagi mereka muhasabah/introspeksi akan dosa-dosa masa lalu, dan memiliki niat gigih untuk bertaubat. 32 “Dalam ceramah ini saya isi dengan pelajaran aqidah setiap hari senin yang berisi (tentang Allah dan tauhid serta menumbuhkan keimanan klien serta mengajak untuk mendekatkan diri pada Allah), kemudian hari selasa di isi dengan materi Fiqh yang berkenaan dengan (bersuci, tata cara solat, bacaan solat, dan praktik ibadah), kemudian hari rabu di isi dengan materi aqidah akhlak.33 2. Tanya Jawab Dengan adanya sesi Tanya-jawab ini yang berlangsung selama 10 menit, meskipun dengan waktu singkat ini klien menggunakan waktu mereka dengan baik untuk menjawab segala sesuatu yang masih mereka belum mengerti, dan kesempatan ini sangat baik bagi mereka yang masih belum mengerti agar mereka tidak tersesat akan kebingungan mereka terhadap penjelasan dari materi agama yang diberikan maka 32
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011 dan dikutip dari Sumber; Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 33 Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
88 dengan solusi/jawaban yang diberikan penyuluh agama maka akan terselesaikan.34 3. Metode “bil-mujadalah” “Mujadalah ini ceramah yang dengan menyebutkan dalil-dalil Allah di sela-sela perkataan syiar ketika ceramah kepada klien di Panti”.35 4. Metode “bil-mauidzah” “Dengan mencontohkan perkataan dan perbuatan baik pada anak didik kami di Panti”.36 5. Konseling individu atau kelompok Dengan
adanya
konseling
individu
dan
kelompok maka dengan mudah klien mengungkapkan isi hati mereka secara leluasa pada penyuluh, serta menjalin keakraban antara klien dan penyuluh dan dengan keakraban itu akan tercipta kepercayaan di hati para klien untuk menceritakan semua masalahnya dan meminta solusi dari para penyuluh dari masalahnya.37
34
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 35 Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 36 Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 37 Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman.
89 “Konseling individu atau kelompok ini dinamakan sharing dalam kegiatan ini, sharingnya tentang keagamaan, atau lebih dikenal dengan curhatan mereka kepada saya, jadi mereka bisa dengan puas curhat tentang masalah mereka mengenai agama dan syariatnya dan kegiatan ini dilaksanakan setiap hari kamis”.38 6. Praktek/latihan Adapun prakek pada tiap-tiap materi yang diberikan di praktekan dalam kehidupan mereka seharihari tentu saja dengan pengawasan penuluh agama di Panti Sosial Wanita ini, dari serangkaian penelitian yang saya jalankan di PSKW Mulya Jaya Jakarta ini, mereka sudah ada perubahan perilaku dan ibadah demikian juga yang di katakana para penyuluh panti, jadi
insya
Allah
mereka
istiqomah
dalam
mempraktekan ibadah dan perilaku baik mereka (klien).39 “Praktik ibadah dalam kegiatan mental spiritual ini dilaksanakan setiap seminggu sekali, jadi setiap habis menyampaikan materi kemudian dari materi itu langsung kita praktik ibadah”.40
38
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 39 Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 40 Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
90 7. Evaluasi Evaluasi seperti Game/kuis memang pada dasarnya adalah permainan semata, akan tetapi dalam penyuluhan islam ini ada materi yang dinamakan game yang berdurasi 5-10 menit, pada game/kuis islami ini penyuluh memberikan pertanyaan akan tetapi secara islami, sehingga klien bukan hanya mendapat hiburan semata akan tetapi juga mendapat ilmu agama yang di selipkan pada game/kuis tersebut.41 “Adapun pada kegiatan kuis ini kita selalu mem follow-up tentang materi yang kita ajarkan dengan dilaksanakannya kegiatan evaluasi, diadakannya evaluasi dua minggu sekali, pada evaluasi ini kita gunakan kesempatan untuk memberikan pelayanan ringkasan materi yang diberikan dari minggu pertama sampai tahap evaluasi, dan memberikan kesempatan bertanya bagi siswi mana yang belum mengerti diantara materi yang telah diajarkan”.42 Adapun tujuan dari kegiatan pelaksanaan bimbingan mental spiritual di PSKW ini agar dapat memberikan pengertian kepada klien yaitu dengan : 1. Pemahaman
41
Observasi peneliti pada saat berada di Panti Sosial Karya Wanita PSKW Mulya Jaya Jakarta pada bulan februari s/d September 2011, dan dikutip dari Sumber; Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. 42 Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
91 Maksudnya memberikan pemahaman tentang pekerjaan WTS itu tidak sesuai dengan norma-norma Agama, Sosial, Budaya, dan Negara. 2. Menumbuhkan kesadaran Maksudnya menumbuhkan kesadaran pada mereka bahwa hidup itu punya tata cara, norma, dan aturanaturan yang berlaku yang harus di taati untuk mengangkat diri sendiri dengan tidak merendahkan harga diri demi uang, serta dapat menumbuhkan kesadaran bahwa mereka juga mempunyai keterampilan lain dibanding menjadi pekerja seks komersial WTS. 3. Mempunyai sikap/pendirian yang kuat Menjauhkan diri dari WTS, dan pergaulan yang tidak baik serta tidak akan kembali pada kegelapan dosa masa lalu.43 2. Faktor
Pendukung
dan
Penghambat
Pelaksanaan
Bimbingan Mental Spiritual a. Faktor pendukung 1. Sarana dan prasarana yang memadai (masjid, dan perpustakaan masjid.) 2. Adanya modul atau materi dari panduan yang penyuluh sediakan. 43
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
92 3. Adanya
sumber
daya
manusia
yang
professional seperti penyuluh agama yang khusus di sediakan di Panti ini. 4. Adanya siswi atau klien muslim PSKW yang rutin mengikuti kegiatan keagamaan ini.44 b. Faktor Penghambat 1. Perilaku klien yang labil sehingga terkadang malas dan terkadang rajin dalam mengikuti kegiatan serta materi mental spiritual di PSKW Mulya Jaya ini. 2. Kehidupan bebas yang mereka jalani sebelum di Panti mereka hidup tanpa aturan akan tetapi ketika di Panti mereka merasa berat mengikuti peraturan yang ada, hal itu juga merupakan faktor penghambat dari jalannya kegiatan rohani islam ini. 3. Suku, budaya dan dari latar belakang yang berbeda-beda
sehingga
terkadang
sulit
beradaptasi. 4. Lupa menjalankan materi yang disampaikan untuk di praktikan sehari-hari.45
44
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30.
93 4. Resosialisasi Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang bersifat dua arah yaitu di satu pihak untuk mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh kedalam kehidupan dan penghidupan secara normative, dan di satu pihak lagi untuk mempersiapkan masyarakat khususnya masyarakat daerah asal atau lingkungan masyarakat di lokasi penempatan kerja atau usaha klien agar mereka dapat menerima, memperlakukan dan mengajak serta untuk berintegrasi dengan kegiatan kemasyarakatan.46 Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Adalah kegiatan bimbingan atau tuntunan pendekatan untuk menumbuhkan kemauan keluarga, masyarakat, tokohtokoh masyarakat, organisasi sosial.47 b. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan agar klien tersebut dapat melaksanakan seluruh kegiatannya sesuai dengan norma yang berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi larangan-larangan masyarakat.48
45
Wawancara pribadi dengan Penyuluh Bimbingan Mental Spiritual Bpk. Achmad Afandy, S.Sos.I, di ruang tamu kantor PEKSOS dan REHSOS PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 10.00 s/d 10.30. 46 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 47 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 48 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004.
94 c. Bimbingan pemberian bantuan stimulans usaha produktif Adalah
serangkaian
kegiatan
pengadaan
bantuan
peralatan dan bahan untuk mempersiapkan klien dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian dan bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-usahanya agar dapat lebih berkembang.49 “Di Panti klien tinggal menggunakan fasilitas yang tersedia diruangan keterampilan, akan tetapi harus dirawat juga alat-alatnya agar seterusnya dapat dipakai generasi berikutnya yang ingin mengikuti kegiatan keterampilan”.50 d. Bimbingan usaha kerja Adalah kegiatan tuntunan praktek berusaha atau bekerja untuk dapat menciptakan lapangan kerja yang layak, serta praktek mengelola usaha, menuju terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien.51 “di Panti ini klien yang memang mempunyai keterampilan khusus aakan di bimbing sampai bisa, dan akan di awasi oleh pengasuhnya masing-masing untuk mengawasi perkembangan mereka dalam mengikuti kerajinan tangan seperti menjahit, memasak, rias kecantikan”.52 e. Penempatan dan penyaluran
49
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 50 Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 51 Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 52 Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
95 Adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk mengembalikan penerima pelayanan kedalam kehidupan dan penghidupan
di
masyarakat
secara
normative
baik
dilingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal, maupun kejalur-jalur lapangan kerja atau usaha mandiri (wirausaha) dengan bertransmigrasi.53 “Kami itu disini kan bekerjasama dengan lembaga yang membutuhkan tenaga kerja secara langsung, jadi kalau memang si klien ini pantas dan mampu untuk di pekerjakan akan di ambil oleh perusahaan yang membutuhkan, seperti beberapa salon, restoran, kerajinan tangan banyak yang mengambil pegawai dari anak-anak kami di PSKW Mulya Jaya ini”.54 5. Bimbingan Lanjut Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada klien dan masyarakat guna lebih memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandirian klien dalam kehidupan serta penghidupan yang layak. “Bimbingan lanjut biasanya dijalankan sekitar 2 s/d 3 bulan kami masih memantau mereka meskipun mereka telah selesai menjalani rehabilitasi mereka di Panti, akan tetapi yang menjadi penghambat adalah alamat mereka yang mereka tulis dalam pendataan klien di Panti terkadang tidak sesuai dan berpindah-pindah tempat, sehingga sulit untuk mengadakan investigasi selanjutnya terhadap klien”.55
53
Diadaptasi dari Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. 54 Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang. 55 Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
96 Adapun bimbingan lanjut yang ada di PSKW Mulya Jaya adalah sebagai berikut : a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat Kegiatan bimbingan usaha bimbingan atau tuntunan untuk lebih memantapkan kemampuan penyesuaian diri dalam tata hidup bermasyarakat dan keikutsertaan mereka dalam proses pembangunan sesuai dengan kemampuannya. b. Bantuan pengembangan usaha bimbingan peningkatan keterampilan Serangkaian
kegiatan
yang diarahkan
kepada
penerima pelayanan dalam bentuk pemberian bantuan ulang balik berupa peralatan dan bahan permodalan maupun pemantapan keterampilan, sehingga jenis usaha atau kerjanya lebih berkembang. c. Bimbingan pemantapan kemandirian usaha kerja Serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada penerima pelayanan guna dapat meningkatkan usaha
ekonomis,
produktif,
sehingga
dapat
mengembangkan jenis dan jumlah penghasilannya.56 6. Evaluasi Evaluasi dilakukan secara menyeluruh dalam pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial mulai tahap perencanaan
56
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011.
97 sampai akhir tahap pelayanan yang ditetapkan, untuk mengukur tingkat keberhasilan. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif terhadap pencapaian hasil-hasil sebagaimana
telah
menyelenggarakan
direncanakan pelayanan
dan
sebelumnya rehabilitasi
dalam sosial
upaya terhadap
penyandang masalah Tuna Susila. Tujuannya untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap penyandang masalah Tuna Susila dan sekaligus mengukur secara obyektif hasil-hasil pelaksanaan kegiatan tersebut.57 7. Terminasi (Pengakhiran Pelayanan) Pengakhiran pelayanan dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum terhadap klien telah dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan mampu menjadi warga Negara masyarakat yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dipersiapkan klien dalam proses pengakhiran berjalan secara wajar, dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat mengganggu klien. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses pelayanan klien sudah berakhir.58 “Terminasi disini artinya adalah klien yang telah selesai masa rehabilitasinya akan Panti pulangkan pada keluarga klien”.59 57
Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 58 Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial R.I, diakses dari Pada tanggal 09 Maret 2011. 59 Wawancara pribadi dengan Koordinator PEKSOS (pekerja sosial) Drs. Susanto Asbudi, di ruang kerja coordinator peksos PSKW Mulya Jaya Jakarta, senin 22 Agustus 2011, pukul 11.30 s/d 12.00 petang.
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan pada bab metode bimbingan mental spiritual, maka peneliti menyimpulkan rehabilitasi sosial di PSKW Mulya Jaya Jakarta mengenai metode bimbingan mental spiritual. Berikut kesimpulan dari metode bimbingan mental spiritual di “PSKW Mulya Jaya” Jakarta : A. I. Metode Bimbingan Mental Spiritual Dibawah ini adalah metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan mental spiritual di PSKW Mulya Jaya, Jakarta : 1. Ceramah/klasikal. Ceramah yang berlangsung selama kurang lebih 70 s/d 80 menit dalam tiap pertemuan ini, disaksikan seksama dengan para klien seluruhnya yang dikerahkan para petugas sosial di Panti, dengan adanya siraman rohani ini kelak akan menyirami hati mereka juga dengan tuntunan agama islam yang sesuai syariat islam, dengan begitu maka akan lebih mudah bagi mereka muhasabah/introspeksi akan dosa-dosa masa lalu, dan memiliki niat gigih untuk bertaubat. 2. Tanya Jawab Dengan adanya sesi Tanya-jawab ini yang berlangsung selama 10 menit, meskipun dengan waktu singkat ini klien menggunakan waktu mereka dengan baik untuk menjawab segala sesuatu yang masih mereka
98
99 belum mengerti, dan kesempatan ini sangat baik bagi mereka yang masih belum mengerti agar mereka tidak tersesat akan kebingungan mereka terhadap penjelasan dari materi agama yang diberikan maka dengan solusi/jawaban yang diberikan penyuluh agama maka akan terselesaikan. 3. Metode “bil-mujadalah” Mujadalah ini ceramah yang dengan menyebutkan dalil-dalil Allah di sela-sela perkataan syiar ketika ceramah kepada klien di Panti.
4. Metode “bil-mauidzah” Kiat yang Penyuluh laksanakan dengan mencontohkan perkataan dan perbuatan baik pada anak didik kami di Panti.
5. Konseling individu atau kelompok Dengan adanya konseling individu dan kelompok maka dengan mudah klien mengungkapkan isi hati mereka secara leluasa pada penyuluh, serta menjalin keakraban antara klien dan penyuluh dan dengan keakraban itu akan tercipta kepercayaan di hati para klien untuk menceritakan semua masalahnya dan meminta solusi dari para penyuluh dari masalahnya. 6. Praktek/latihan Adapun prakek pada tiap-tiap materi yang diberikan di praktekan dalam kehidupan mereka sehari-hari tentu saja dengan pengawasan penuluh agama di Panti Sosial Wanita ini, dari serangkaian penelitian yang saya jalankan di PSKW Mulya Jaya Jakarta ini, mereka sudah ada
100 perubahan perilaku dan ibadah demikian juga yang di katakana para penyuluh panti, jadi insya Allah mereka istiqomah dalam mempraktekan ibadah dan perilaku baik mereka (klien). 7. Evaluasi Evaluasi seperti Game/kuis memang pada dasarnya adalah permainan semata, akan tetapi dalam penyuluhan islam ini ada materi yang dinamakan game yang berdurasi 5-10 menit, pada game/kuis islami ini penyuluh memberikan pertanyaan akan tetapi secara islami, sehingga klien bukan hanya mendapat hiburan semata akan tetapi juga mendapat ilmu agama yang di selipkan pada game/kuis tersebut. A. II. Tujuan Bimbingan Mental Spiritual Adapun tujuan dari kegiatan pelaksanaan bimbingan mental spiritual di PSKW ini agar dapat memberikan pengertian kepada klien yaitu dengan : 1. Pemahaman Maksudnya memberikan pemahaman tentang pekerjaan WTS itu tidak sesuai dengan norma-norma Agama, Sosial, Budaya, dan Negara. 2. Menumbuhkan kesadaran Maksudnya menumbuhkan kesadaran pada mereka bahwa hidup itu punya tata cara, norma, dan aturan-aturan yang berlaku yang harus di taati untuk mengangkat diri sendiri dengan tidak merendahkan harga diri demi uang, serta dapat menumbuhkan kesadaran bahwa mereka juga mempunyai keterampilan lain dibanding menjadi pekerja seks komersial WTS.
101 3. Mempunyai sikap/pendirian yang kuat Menjauhkan diri dari WTS, dan pergaulan yang tidak baik serta tidak akan kembali pada kegelapan dosa masa lalu. A. III. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Bimbingan Mental Spiritual a. Faktor pendukung 1. Sarana dan prasarana yang memadai (masjid, dan perpustakaan masjid.) 2. Adanya modul atau materi dari panduan yang penyuluh sediakan. 3. Adanya sumber daya manusia yang professional seperti penyuluh agama yang khusus di sediakan di Panti ini. 4. Adanya siswi atau klien muslim PSKW yang rutin mengikuti kegiatan keagamaan ini. b. Faktor Penghambat 1. Perilaku klien yang labil sehingga terkadang malas dan terkadang rajin dalam mengikuti kegiatan serta materi mental spiritual di PSKW Mulya Jaya ini. 2. Kehidupan bebas yang mereka jalani sebelum di Panti mereka hidup tanpa aturan akan tetapi ketika di Panti mereka merasa berat mengikuti peraturan yang ada, hal itu juga merupakan faktor penghambat dari jalannya kegiatan rohani islam ini. 3. Suku, budaya dan dari latar belakang yang berbeda-beda sehingga terkadang sulit beradaptasi.
102 4. Lupa menjalankan materi yang disampaikan untuk di praktikan sehari-hari. B. Saran Tanpa mengurangi rasa hormat atas kerja keras yang dilakukan pihak Panti serta keterbatasan yang dimiliki peneliti sebagai manusia biasa yang tidak luput dari salah, dibawah ini aka nada saran yang mudah-mudahan akan bermanfaat untuk memberi masukan bagi kinerja Panti dan efektivitas kegiatan pemberdayaan manusia di dalamnya : 1. Agar klien senantiasa selalu mengingat ajaran agama dari yang telah didapat di Panti dari penyuluh agama, guna bekal hidup di dunia dan akhirat agar tidak tersesat kelak dikemudian hari. Akan tetapi diharapkan keseriusan dalam menjalankan ibadah karena Allah dengan tulus dan rutin dalam mengikutinya guna dapat di praktekan setelah keluar dari rehabilitasi wanita sosial PSKW Mulya Jaya Jakarta. 2. Untuk para staf pengajar/penyuluh agama islam diharapkan dapat menjadi pengajar yang lebih profesional bagi klien dan selalu mencontohkan akhlakul karimah dan ibadah yang baik pada klien agar mereka memiliki panutan untuk di contoh kelak dalam kehidupannya sehari-hari meski sudah keluar dari Panti rehabilitasi sosial PSKW Mulya Jaya Jakarta, dan juga tidak hanya merasa cukup dengan kemampuan yang dimiliki
sekarang ini, mungkin saja dapat
ditemukan model penyuluhan agama islam yang baru dan lebih efektif. 3. Untuk program
103 i. Diharapkan agar pihak lembaga mendatangkan relawan yang professional guna mengawasi para anggota dalam beribadah, dan menjadi pembimbing tiap kelompok klien dan setiap saat selalu memonitoring, guna membantu penyuluh islam yang telah ada. ii. Waktu pembelajaran agar ditambahkan dalam sesi Tanya jawab bukan hanya 5-10 menit, agar klien dapat lebih leluasa menanyakan masalahnya dan meminta solusinya dan dapat mengikuti dengan maksimal dari para penyuluh agama. iii. Dapat mewujudkan tujuan-tujuan program bekerja sama luas lagi dengan berbagai pihak terkait. Guna menambahkan pengetahuan agama islam pada klien lebih luas lagi. iv. Agar sarana dan fasilitas dapat dilengkapi kembali, terutama pada perpustakaan mushola yang menjadi fasilitas utama pelajaran pokok mereka berada disana, guna kelancaran dakwah juga pembelajaran bagi para klien. v. Dari hasil bimbingan islam mental spiritual diharapkan agar senantiasa selalu dilaksanakan ajaran agamanya bukan hanya pada klien akan tetapi pada penyuluh agamanya. vi. Walaupun program bimbingan mental spiritual bukan program pokok panti, diharapkan ada kurikulum yang resmi dari panti.
DAFTAR PUSTAKA Khalaf Wahhab Abdul, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushulul fiqh, Rajawali Press, Jakarta, 1997 Wahid Abdul, Islam dan Idealitas Manusia, Dilema Anak, Buruh, dan Wanita Modern, Sipress, Yogyakarta, 1997. Rahman Abdul, Syari’ah: The Islamic Law, Ta Ha Publishers, London, 1984. Hanafi Ahmad, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1990. Alam A.S, Pelacuran dan Pemerasan, Study Sosiologis tentang Exploitasi Manusia oleh Manusia, Alumni, Bandung, 1984. Sahetapy J.E (et,al.), Bunga Rampai Viktimisasi, Eresco, Bandung, 1995. ___________, Kapita Selekta Kriminologi, Alumni, Bandung, 1987. ___________, Kuasa Kejahatan, Pusat Studi Kriminologi Fakultas Hukum Unair, 1979. Kartono Kartini Dr, Patologi Sosial, Jilid 1, Rajawali, Jakarta, 1983. Weda Darma Made, Kriminologi, Raja, Grafindo Persada, Jakarta, 1996. Faqih Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1987. Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, 1996. Sa’abah Umar Marzuki, Seks & Kita, Gema Insani Press, Jakarta, 1997. Kusuma W. Mulyana, Kejahatan dan Penyimpangan, Suatu Perspektif
Kriminologi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 1988. __________, Kriminologi dan Masalah Kejahatan, Suatu Pengantar Ringkas, Amrico, Bandung, 1984. Drs. Wahid Abdul, S.H., M.A. dan Drs. Irfan Muhammad, S.H., M.Pd. Perlindungan Terhadap, Korban Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, 2001. Drs. H. Arifin Zainal Isep, M. Ag. Bimbingan Penyuluhan Islam, Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikoterapi Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2009. Dr. Kartono Kartini, Patologo Sosial-Jilid 1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Prof. H. M. Arifin, M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, PT. Golden Terayon Press, Jakarta. Drs. H.M. Umar, Drs. Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Pustaka Setia, Bandung, 2001. E. Poerwandari Kristi, Pendekatan Kualitatif Dalam Pengertian Psikologi, Jakarta, Fakultas Psokologi, Universitas Indonesia, 1998. Sandjaja dan Heriyanto Albertus, Panduan Penelitian, Jakarta, Prestasi Pustakarya, 2006. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986. W. S. Wingkel S.J.M. Sc, Guidance Servis and Counseling Servis, 1981. Drs. Masmudi AR, Dienul Islam, LPPTKA BKPRMI, Jakarta, 2001.
Kartono Kartini, Psikologi Abnormal & Pathology Seks , ALUMNI, Bandung, 1979. Komnas Perempuan, Kita Bersikap: Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjalanan Bangsa, Komnas Perempuan 2009. Ann L.Coker, Lucille G Walls, Joseph E Jhonson. Juli 16, 2006 oleh forensikklinik. Definisi dalam Undang Undang No. 21 Tahun 2007, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Townsend, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. EGC : Jakarta. 1998. Sumber Internet http/www.google.com, about/kekerasan/ seksual/pada wanita Diakses Tanggal 18 Januari, 2011.
[email protected], Diakses Tanggal 09 Maret, 2011. http/Simamarta 1983 : ix-xii.com, Diakses Tanggal 09 Maret, 2011. http/www.google.com/Simamarta, 1983: ix-xii Diakses Tanggal 09 Maret, 2011. http/scribd.com/Model-Penyuluhan-Berbasis-Islam, Diakses Tanggal 11 Maret, 2011. http/www.Firman-Nugraha.blogspot.com, Diakses Tanggal 11 Maret, 2011.
http/www.Sulaiman.blogdetik.com, Diakses Tanggal 16 Maret, 2011. www. Scribd.com/pengertian islam-iman-ikhsan, Diakses Tanggal 16 Maret, 2011. http/filsafat.kompasiana.com/pengertian- islam, Diakses Tanggal 11 April, 2011. http..scribd. com/pengertian-kekerasan, Diakses Tanggal 11 April, 2011. http/www.scibd.com/pendidikan-seks, Diakses Tanggal 11 April, 2011. http.scribd.com/dampak-kekerasan-seksual, Diakses Tanggal 11 April, 2011. Tellioglu, Tahir M. D., APA. AAAP. Abuse. (online); (http//:www.healthcentersonline.com/access on December 12th 2006. Sumber Penelitian dan Wawancara PSKW “Mulya Jaya”, Depsos RI, Kelurahan Gedong Pasar Rebo JakartaTimur. Prosedur Kerja Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta Sesuai Kepetusan Menteri Sosial RI No. 40 HUK 2004. Alur Tahapan Rehabilitasi Sosial Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta. Sumber; Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika
Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman. Dan Wawancara Pribadi, Dengan Penyuluh Agama Islam di PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Waktu Wawancara Berbedabeda, Antara 22-25 Maret 2011. Sumber; Wawancara Penulis Dengan Anggota Klien/Korban Kekerasan Seksual di (PSKW) Mulya Jaya Jakarta, Tanggal Setiap Klien Berbeda; 09 Maret-18 April 2011, Waktunya Sama; Pukul 10.0012.00 Siang. Ibu Narojah, Asal Jakarta TMII, Usia 32 Tahun, yang Sudah 1Tahun Menjadi Pengurus/Instruktur WTS/Traficking, Wawancara Pribadi, Jakarta 25 Maret di Ruang Sekretariat Traficking Pukul 10.00 Pagi. N.I Klien Asal Riau/Korban Kekerasan Seksual/Traficking (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta, 25 Maret di Ruang Sekretariat Traficking Pukul 10.30-11.00 Pagi M. Klien Asal Cianjur/Korban Kekerasan Seksual di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 25 Maret di Ruang Sekretariat Traficking Pukul 11.00-11.30 Pagi. E.RN. Klien Asal Karawang/Korban Kekerasan Seksual (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Teras Kamar WTS Cut Nyak Dien Pukul 11.30-12.00. L.H. Klien Asal Garut/Korban Kekerasan Seksual/KDRT (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Teras Kamar
WTS Cut Nyak Dien Pukul 11.00-11.30. N. Klien Asal Tangerang/Korban Kekerasan Seksual (WTS) di PSKW Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Jakarta 01 April di Lapangan Olahraga Depan Kamar Cut Nyak Dien Pukul 10.30-11.00. Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Bpk. Abdul Rahman S.Sos.I, yang Sekarang Menjadi Fungsional Penyuluh Sosial Kemensos RI, di PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Tgl 22 Maret 2011, Pukul 11.45, Diruang Fungsional. Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Ust. Nuhri Sulaeman Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta, yang Sekarang Menjadi Penyuluh Agama Islam, Wawancara dilakukan pada Tgl 24 Maret 2011, Pukul 12.45, Di Ruang Tamu PSKW Mulya Jaya-Jakarta. Wawancara Pribadi, Penulis Dengan Bpk. Drs. H. Abu Bakar, yang Sekarang Menjadi Penyuluh Agama Islam,Wawancara dilakukan pada Tgl 25 Maret 2011, Pukul 10.00, Di Masjid Al-Khairat PSKW Mulya Jaya-Jakarta, Sebelum Beliau Memberikan Materi Penyuluhan Islam pukul 11. Panduan Bimbingan Mental Spiritual dan Bimbingan Etika Sosial, Disusun Oleh; Abdul Rahman S. Sos.I dan Ust. Nuhri Sulaeman.
Wawancara Dengan Seksi Program Advokasi Sosial Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan 1. Apa pengertian spesifik mengenai pendekatan awal terhadap klien di PSKW Mulya Jaya ini? 2. Dari mana pegawai PSKW mendapatkan informasi mengenai WTS sebelum mereka berada di Panti seperti sekarang ini? 3. Faktor penghambat PSKW dalam melaksanakan program pendekatan awal pada klien? 4. Bagaimana pelaksanaan masa orientasi klien? 5. Dimana tempat yang banyak terdapat WTS dan apa latar belakang mereka menjadi WTS? 6. Bagaimana proses konsultasi yang dilakukan petugas PSKW ketika mereka tengah berada di Panti Sosial ini? 7. Apa faktor penghambat dari pelaksanaan program orientasi dan konsultasi terhadap klien? 8. Dalam prog.identifikasi klien pendataan yang dibutuhkan Panti seperti apa? 9. Dimana lokasi dilaksanakannya prosses identifikasi klien? 10. Apa faktor penghambat dari pelaksanaan identifikasi pada klien? 11. Motivasi apa yang disampaikan Panti terhadap klien? 12. Apa faktor penghambat Panti dari jalannya proses pemberian motivasi pada klien? 13. Sebelum klien menjadi penghuni Panti, tentunya akan ada seleksi untuk calon klien sebagai penghuni Panti.. lalu bagaimana syarat dan ketentuan yang ditetapkan Panti untuk menyeleksi klien sebelum menjadi penghuni Panti? 14. Apa faktor penghambat Panti dari program penyeleksian klien?
Peneliti
(Riana Amelia)
Seksi Prog.Advokasi Sosial
Wawancara Dengan Kasie. Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan 1. Bagaimana proses pelaksanaan seleksi dalam prog. penerimaan klien yang di terapkan di Panti? 2. Bagaimana proses penerimaan klien dari awal-akhir penyeleksian? 3. Dalam prog. penyaluran yang ditetapkan Panti, bagaimana proses penyaluran klien yang telah usai mengikuti keterampilan di PSKW Mulya Jaya? 4. Dimana klien Panti akan disalurkan setelah usai mengikuti keterampilan di Panti? 5. Apa faktor penghambat yang dihadapi Panti dalam proses penyaluran bakat dan keterampilan klien yang telah usai menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya? 6. Apa pengertian spesifik mengenai bimbingan lanjut di PSKW Mulya Jaya ini? 7. Apa faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan prog.bimbingan lanjut di Panti?
Peneliti
(Riana Amelia)
Kasie.Rehabilitasi Sosial
Wawancara Dengan Koor.Pekerja Sosial Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan 1. Bagian apa yang menangani registrasi calon klien di Panti? 2. Bagaimana proses registrasi klien di Panti? 3. Hambatan yang dihadapi Panti dalam proses Registrasi klien? 4. Dalam prog.penempatan klien calon klien Panti diarahkan kemana? 5. Bagaimana proses penempatan klien di asrama Panti? 6. Pada penempatan keterampilan, proses apa yang dijalankan Panti untuk klien? 7. Apa pengertian prog.assesment/pengungkapan masalah pada klien di Panti? 8. Apa tujuan dilaksanakannya assessment untuk klien di Panti? 9. Faktor apa yang menjadi penghambat jalannya proses assessment di Panti terhadap klien?
Peneliti
(Riana Amelia)
Koordinator.Pekerja Sosial
Wawancara Dengan Penyuluh Islam-Mental Spiritual di PSKW Mulya Jaya Jakarta
Pertanyaan 1. Siapa yang wajib mengikuti keg.mental spiritual di Panti? 2. Penjelasan yang lebih spesifik mengenai keg.bimbingan mental spiritual di Panti? 3. Metode bimbingan mental spiritual yang digunakan PSKW Mulya Jaya seperti apa? 4. Bagaimana proses pembagian waktu dan hari dilaksanakannya keg.bimbingan mental spiritual dalam sebulan? 5. Bagaimana proses yang dijalankan klien dalam mengikuti bimbingan mental spiritual selama di Panti? 6. Faktor pendukung dan penghambat jalannya proses bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Karya Wanita? 7. Indikator keberhasilan yang dicapai dalam kegiatan bimbingan mental spiritual di Panti?
Peneliti
(Riana Amelia)
Penyuluh Islam PSKW Mulya Jaya