II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumber Pembiayaan Pembangunan
Menurut Pougue dan Sgontz (1978), bahwa pemedntah dapat membiayai pengeluaran pembangunannya dengan menarik pajak
(taxation), melakukan pinjaman (borrowing) dan menjual jasa (se/ling services).
Pinjaman dapat dipero\eh dari da\am negeri dengan cara
menerbitkan bonds (obligasi), yang dapat berfungsi sebagai surat utang negara.
Pemerintah membayar bunga dari bonds tersebut dan pada
waktu jatuh tempo maka pemerintah membeli kembali bonds tersebut. Pajak biasanya merupakan sumber pembiayaan yang terbesar dibandingkan sumber-sumber penerimaan negara 1ainnya. Pengenaan pajak kepada masyarakat bukan didasarkan pada sifat suka rela
(voluntary) dari masyarakat, tetapi
merupakan~kewajiban
yang diemban
oleh penduduk, dan negara mempnnyai otoritas untuk melakukan bal itu. Oleh karena itu target penerimaan pajak setiap tahunnya dapat diperkirakan oleh pemerintah sehingga dapat dianggarkan pada APBN. Sumber pembiayaan pembangunan 1ainnya yaitu pemedntah menyediakan jasa yang dapat dijua!. Biasanya sektor yang dimasuki oleh pemerintah adalah yang menghasi\kan barang publik, dimana jarang pihak swasta yang terlibat di da\amnya.
Hal ini disebabkan karena
biasanya barang publik investasinya sangat mahal, sehingga sulit bagi
17
pelaku swasta untuk menyediakannya. Contoh barang publik tersebut ada1ab pelayanan pos, irigasi, listrik dan lain sebagainya. Pembiayaan dari .Iuar negeri atau utang luar negeri menjadi sa1ab satu pembiayaan penting da\am budget negara. Bisa dikatakan babwa semua negara mempunyai struktur utang luar negeri pada budgetnya. Hal itu tidak lepas selain karena suatu negara memerlukan utang tersebut, tetapi juga dapat karena efek dart hubungan bilateral dan multilateral yang memungkinkan suatu negara memperoleh pinjaman luar negeri. Utang luar negeri memberikan beban bunga yang harus dibayar. Resiko beban bunga dapat meningkat jika terjadi depresiasi atau melemabnya ni1ai tukar rupiab terhadap mata uang asing. Bagi Indonesia, pembiayaan dart da1am neged, lerasa sekali pengaruhnya tatkala krisis menerpa pada tahun 1997. Pada saat itu terjadi krisis multi
dimens~
termasuk di da\amnya krisis perbankan.
kaitannya dengan fungsi
intermedias~
Da\am
maka pemerintah me1akukan
restrukturisasi perbankan dengan cara menempatkan obligasi pada bankbank bermasalah untuk meningkatkan modal perbankan (program
rekapita1isasi).
Penempatan obligasi ini yang menimbulkan kewajiban
membayar bunga oleh pemerintah. Menurut Pougue dan Sgontz (1978), jika pemerintah melakukan pembiayaan utang seperti kebijakan "pay-as-you use", maka diharapkan
stok utang pemerintah akan merefleksikan stok kapital pemerintah (jalan, dam, gedung sekolah dan lain-lain) yang tersedia.
Selain itu pula,
IS
pertumbuhan dalam stok kapital akan mengimpikasikan dan dapat menjustifikasi pertumbuhan stok utang. Pemanfaatan utang seyogianya
diarahkan untuk membiayai
keperluan untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan, sedemikian rupa sehingga nilai kini jumlah utang saat in! sama dengan surplus pendapatannya.
Nilai utang yang lebih besar dari surplus yang
dihasilkan mengakibatkan ekonomi tidak efisien, karena biaya lebib besar dari pendapatan yang dihasilkan. Sebaliknya, nilai surplus yang lebih besar dari utang merefleksikan penggunaan sumberdaya yang tidak maksimal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang seharusnya dapat dieapai (Hamilton dan Flavin, 1986).
22 Defisit Anggaran Defisit
anggaran
menggambarkan
kondisi
anggaran
dan
pendapatan belanja negara (APBN) dimana pengeluaran lebib besar dibandingkan penerimaan. Oleh karena itu, suatu negara dalam keadaan anggaran yang defisit maka memerlukan tambaban dana agar kegiatan yang telah direncanakan tetap dapat berjalan.
Upaya memperoleh
tambaban yang untuk menutup defisit disebut dengan pembiayaan defisit
(deficit financing). Bentuk dari upaya ini seperti mencarai pinjaman atau utang di dalam negeri dan luar negeri, menjna! aset negara dan memperoleh bantuan atau hibah.
i9
Menurut Dornbusch dan Fischer (1987) bahwa pembiayaan defisit secara makro dapat dilakukan melalui penarikan pajak dan utang. Pada perekonomian terbuka sumber utang berasal dari dalam dan luar negeri. Utang dalam negeri dapat dibedakan atas utang iangsung kepada masyarakat berupa penjualan obligasi
Sedang utang tidak iangsung
berupa pinjaman kepada bauk sentral melalui pencetakan nang (money
printing) atau seigniorage. Stiglitz (2000) yang mengamati perkembangan perekonomian Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa masalah defisit anggaran di AS dimulai sekitar tahun 1981. Hal itu terjadi karena pemerintah melakukan pemotongan pajak tetapi tidak diimbangi dengan penurunan pengeluaran yang sepadan. Puncak defisit terjadi pada tahun 1992 di mana defisit mencapai US $ 290 milyar. Defisit sebagai persentase dari PDB meningkat mencapai 6.1 % pada tahun 1983. Keadaan defisit terns ber1anjut sampai tahun 1997, dan pada tahun 1998 bam mengalami surplus. Untuk menjawab apa yang menyebabkan atau sumber defisit anggaran AS maka harns diketahui dulu apa yang terjadi antara tahun 1970-an dan tahun 1980-an (Stiglitz, 2000). Menurutnya ada lima sumber .
penyebab defisit anggaran : 1. Pengurangan pajak.
Selama tahun 1970-an, penerimaan dari pajak berkisar 18%-19% dari PDB. Baru pada tahun 1980 dan 1981 terjadi peningkatan penerimaan dari pajak sebesar 20% dari PDB.
20
2. Pengeluaran anggaran pertahanan yang tinggi. Pengeluaran untuk anggaran pertahanan selama tahun 1970-an menurun. karena perang Vietnam mulai berakhir.
Anggaran
pertahanan pada tahun 1970 sebesar 8.4% dari PDB menurun menjadi 4.4% pada tahun 1979. Bail< Presiden Jimmy Carter dan penggantinya Ronald Reagan sarna-sama meminta anggaran pertahanan yang besar. Dari tahun 1983 sampai 1988 anggaran pertahanan melebihi 6% dari PDB. 3. Pengeluaran sosial yang tinggi untuk kelompok usia !anjul. Hal ini dilaknkan karena populasi usia !anjut seeara absolut dan proporsi dari populasi mengalami pertumbuhan yang pesat. Program ini menghabiskan anggaran rata-rata 5% dari PDB pada tahun 1970-an,
dan meningkat melebihi 6% dari PDB pada tahun 1980. Pada tahun 1982 angka tersebut mencapai 7% dari PDB. 4. Peningkatan pengeluaran untuk kesehatan. Pada tahun 1980-an dan awal 1990-an pengeluaran untuk program kesehatan meningkat hingga mendekati 12% per tahun, dimana da1am enam tahun terjadi peningkatan sebanyak dna kali lipat. 5. Pembiayaan bunga pinjaman yang tinggi. Selama tahun 1970-an, pembiayaan bunga meneapai 1.5% dari PDB. Antara tahun 1983 sampai 1990 pembiayaan bungan tersebut melebihi 3% dari PDB. Penurunan suku bunga pada akhir 1990-an memberikan kontribusi da1am mengeliminasi defisit anggaran.
21
Ketika terjadi defisit anggaran maka yang harus dilakukan adalah melakukan pinjaman.
Akumulasi dari pinjman tersebut disebut utang
pemerintah. Konsekuensi yang segera timbul dari meningkatnya utang tersebut adalah pemerintab harus membayar bunga yang lebih banyak. Pembiayaan
pengeluaran
pemerintab
meIalui
akan
pinjaman
meningkatkan tingkat konsumsi masyarOOt pada jangka pendek dibandingkan dengan menaikkan pajak.
Hal iui karena dengan
peningkatan pajak dapat mengurangi disposable
income.
Ketika
perekonomian berada pada full-employment, konsumsi yang tinggi akan mengimplikasikan lebih sedikitnya parsi untuk investasi. mempertahankan perekonomian pada full-employment tanpa
Untuk
infIas~
moo
pemerintah harus meningkatkan suku bunga. Dengan demikian, pembiayaan defisit mengarab pada investasi yang lebih rendah. dan dalam jangka panjang akan menurunkan output dan konsumsi Haryati (2001) melihat keterkaitan defisit anggaran APBN terhadap pertumbuban
ekonomi.
Menurutnya
penyebab
terjadinya
pembengkakan defisit anggaran adalah tidak terpenuhinya beberapa target penerimaan dan pengeluaran negara karena asumsi-asumsi pada peubab makroekonmi yang diinginkan untuk menyusun APBN tidak sesuai dengan perkiraan. Peubab makroekonomi yang dimaksud adaIah pertumbuhan ekonomi, niIai tukar, produksi minYak burni, harga minyak bumi dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tidak sesuainya
22
atau tidak terpenuhinya asumsi tersebut akan berpengaruh pada PDB, total penerimaan dan belanja negara.
2.3. Konsep dan Diskusi Tentang Ulang Utang suatu negara dapat dibedakan alas utang pemerintah dan utang swasta. Utang pemerintah dapat diperoleh dari dalarn negeri dan luar negen, sedangkan utang dalarn negeri dapat dibedakan atas utang Iangsung ke masyarakat berupa penjualan obligasL penjua1an obligasi di pasar internasional dan utang tidak Iangsung yaitu pencetakan uang
(money printing). Utang luar negeri dipero!eh dari dua sumber yaitu dari kerjasarna bilateral dan multilateral.
Konsep dan dampak dari utang
pemerintah tersebut akan diuraikan pada Bab III. Seperti yang dikemukakan di alas bahwa salah satu sebab timbulnya utang pemerintah adalah adanya gap antara penerimaan dan pengeluaran.
Berbagai studi tentang utang lebih melihat utang
pemerintah sebagai fokus permasalaban, kbususnya utang luar negen. Hal ini dapat dimengerti mengingat utang luar negeri pemerintah
mempunyai dampak yang lebib luas bagi perekonomian negara dIbandingkan utang swasta.
Utang swasta biasanya lebib berdampak
keci! karena difokuskan pada pengembangan usaha perusahaan itu sendiri.
Salah satu alasan yang mungkin bagi kenaikan pengeluaran pemerintah berasa! dari kenaikan utang pemerintah.
Kenaikan utang
23
pemerintah tersebut akan menyebabkan kenaikan beban bunga yang harus
dibayar.
Se!anjutnya
kenaikan
pembiayaan
bunga
dapat
menyebabkan kenaikan defisit anggaran yang kemudian meningkatkan utang lebib !anjut, dan demikian akan semakin meningkatkan kenaikan pembayaran bUllga. Pada dasarnya kebutuhan utang 1uar negeri disebabkan tabungan domestik tidak cukup, sebagai indikasi ketidakmampuan pemerintab dalam memobilisasi dana domestik sehingga tidak pernah meugimbangi besamya kebutuban dana kebutuban investasi. Kesenjangan tabungan nasional yaitu tabungan domestik dan swasta menjadi a1asan kuat perlunya utang luar negeri dan penanaman modal asing untuk membiayai investasi.
Masalah defisit dan utang di Kanada disebabkan oleh negara tidak dapat menghasilkan tabungan domestik untuk membiayai kebutuban investasi sektor swasta yang besar dan menutup defisit anggaran. Konsekuensinya pemerintab meminjam dari luar negeri sehingga akumulasi utang pemerintah dan swasta lebib dari 45% terhadap PDB (Martin, 1996).
2.4. Pandangan Equivalensi Ricardian
Pandangan ekuivalensi Ricardian (Ricardian equivalence) muncu1 sebagai pandangan alternatif dari teori tradisional utang pemerintah. Asumsi pandangan tradisional bahwa ketika pemerintab melakukan
24
pemotongan pajak dan menjalankan kebijakan defisit anggaran akan menyebabkan konsumen merespon dengan melakukan pengeluaran lebih banyak, karena sekarang disposable income menjadi lebih besar.
Oleh
karena itu, dalaru jangka pendek peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa akan meningkatkan output dan kesempatan kerja. Tetapi karena defisit anggaran didanai dari utang sehingga menyehabkan tabungan nasional dapat berkurang. Pengurangan tabungan nasional ini akan menyebabkan tingkat suku bunga akan naik, dimana investor dan pemerintah bersaing untuk mendapatkan dana. Kenaikan tingkat suku bunga akan mengurangi kemampuan investasi swasta dan mendorong aliran modal dari luar negeri sehingga nilai tukar cendemng terapresiasi dan perusahaan domestik kurang kompetitif di pasar dunia. Dalaru jangka panjang, penurunan tabungan nasional berarti mengecilnya persediaan modal dan utang luar negeri yang lebih besar sehingga output nasional akan menjadi lebih kecil Walaupun dampak keseluruhan dari pemotongan pajak tersebut sulit dinilai, tetapi dapat diprediksi bahwa generasi sekarang akan menerima manfaat dari konsumsi dan kesempatan kerja yang lebih linggi. Di pihak lain, generasi mendatang akan menanggung beban lebih besar dari kebijakan defisit anggaran tersebut, dimana persediaan modal yang lebih kecil dengan utang luar negeri yang lebih besar. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa menurul pandangan tradisional bahwa defisil anggaran akan meningkatkan permintaan
25
agregat dan output dalam jangka pendek.
Namun demikian dalam
jangka panjang, efek dari defisit anggaran akan mengurangi modal dan menekan pertumbuhan ekonomi. Pandangan Ekuivalensi Ricardian justru mempertanyakan asumsi yang digunakan oleh pandangan tradisional
Dalam pandangan
Ekuivalensi Ricardian, asumsi pokok yang dipegang adalah bahwa konsumen melihat ke masa depan dalam perilaku pengeluarannya sebagai respon alas pemotongan pajak yang membuat pemerintah menjalankan defisit anggaran. Oleh karena itu, pengeluaran konsumen tidak semata-mata alas pertimbangan pendapatan sekarang, tetapi juga pada pendapatan di masa depan yang mereka harapkan. Pemotongan pajak yang berakibat dijalankannya kebijakan defisit tidak akan merubah konsumsi konsumen. Di masa depan, pemerintah harus meningkatkan pajak untuk .membayar utang dan mengakumulasi modal, sehingga pemotongan pajak saat ini mempunyai arti peningkatan pajak di masa depan untuk membayar utang pemerintah.
Dengan
demikian, konsumen tidak akan merubah konsumsinya.
Dapat
dikatakan, bahwa pemotongan pajak tersebut yang harus didanai dari utang sebenarnya tidak akan
mengurangi beban pajak, karena
pemotongan pajak tersebut tidak lebili dari sekedar penjadwalan ulang pajak.
Itulah sebabnya konsumen tidak mempunyai dorongan untuk
meningkatkan konsumsinya dengan melakukan pengeIuaran yang Iebili besar.
Atau dengan kata lain, pemotongan pajak membuat konsumsi
26
tidak terpengaruh, karena rumah tangga menabung kelebihan disposable
income untuk mengantisipasi kebijakan peningkatan pajak di masa depan. Peningkatan tabungan swasta akan dapat menutup penurunan tabungan pemerintah sehingga tabungan nasional yang merupakan penjumlahan dart tabungan swasta dan pemerintah akan tetap sama.
Dengan
demildan, menurut pandangan Ekuivalensi Ricardian pemotongan pajak tidak memiliki dampak sebagaimana yang dikemukakan oleh pandangan tradisional. s.cara ringkas dapat dikatakan bahwa utang pemerintah adalah ekuivalen dengan pajak di masa depan. Jika konsumen mampu melihat ke depan maka pajak masa depan adalah ekuivalen dengan pajak saat ini. Sehiogga jika pemerintah mendanai defisit anggaran dengan utang, berarti ekuivalen mendanai dengan pajak di masa depan. ltulah sebabnya teori ini ini disebut Ricardian Equivalence.
25. Hubungan Defisit Anggaran dan Utang Pemerlntah Pemerintah akan meJakukan pinjaman atau utang jika teIjadi defisi! anggaran untuk menutup defisit tersebut. Utang adalah jumlah pinjaman yang berupa pembayaran
kembali nilai neto dart pokok utang dan
ditambah dengan pembayaran bunga alas utang. Defisi! anggaran akan menyebabkan akumulasi utang nasional yang besar.
Hal itu itu
disebabkan adanya pengeluaran pemerintah berbentuk pembayaran bunga yang menyebabkan kenaikan lagi pada utang.
Kekhawatiran
27
terhadap defisit anggaran pemerintah berasal dart efek akumulatinya atas utang nasional yaitu atas kewajiban bunga. Itulah sehaOOya penelaahan pada pola partumbuhan utang nasional menjadi suatu hal yang penting (Dornbusch dan Fischer, 1987). Dalam mengevaluasi utang nasional dan pembayaran bunga utang perIu diIihat seeara relatif terhadap ukuran perekonomian, yaitu terhadap persentase dart PDB. Jumlah utang yang sama akan berbeda implikasinya bila utang
terseoot pada perekonomian yang keciI dan pada
perekonomian yang besar. Pembayaran bunga utang biasa disebut debt
seroice payment. Jika pembayaran bunga sebagai persentase dart PDB terus menunjukkan kecenderungan meningkat maka akan menjadi beban yang semakin berat atas terjadinya delisit dan atas kemampuan penarikan pajak oleh pemerintah.
Apabila delisit semakin besar seiring dengan
besamya utang, maka pajak yang akan terpaksa dinaikkan atau pengeluaran dikurangi dengan kombinasi tertentu. Meningkatnya rasio utang PDB menimbnlkan dua macam biaya. Pertama, menimbulkan beban tetap berupa pembayaran bunga yang besar dan terus meningkat dalam anggaran, mengurangi kemampuan . pemerintah untuk menggunakan anggaran guna stabilisasi ekonomi atau untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah yang rutin.
Kedua,
mengurangi kemakmuran masyarakat di masa mendatang, yaitu apabila utang pemerintah untuk membiayai pengeluaran berjalan mengurangi kemampuan investasi swasta, sehingga stok modal yang akan diwariskan
28
pada generasi yang akan datang akan lebih ked!. Stok modal yang lebih kecU menunjukkan tingkat output yang lebih rendah, dan hal ini berarti kemakmuran masyarakat akan menurun dan merupakan beban utang jangka panjang.
26. Efek Utang pada Permintaan Agregat Utang (debt) dan pajak (tax) merupakan dua instrumen yang dapat dipakai oleh pemeriutah untuk membiayai pengeluarannya.
Namun
delI\ikian. pembiayaan dengan utang mempunyai implikasi yang berbeda dIbandingkan dengan pembiayaan dari pajak.
Menurut Pougue dan
Sgontz (1978), ada dua perbedaan utama antara pembiayaan dengan utang dibandingkan pembiayaan dari pajak. Pertama, permintaan barang dan jasa yang disuplai oleh swasta (privat) pada tingkat pengeluaran pemeriutah tertentu akan lebih besar jika pengeluaran. tersebut dibiayai
dari pihjaman dibandingkan jika dibiayai dari pajak.
Kedna, utang
mendistribusikan biaya pemerihtah secara berbeda dibandingkan dengan penerimaan dari penarikan pajak. balk itu di antara rakyat yang hidup pada waktu tertentu maupun di antara yang hidup pada waktu yang berbeda. , Dengan pembiayaan dari utang, swasta dan rumah tangga mempunyai disposable income yang lebih besar dibandihgkan jika pemeriutah menarik pajak sebagai pembiayaan pembangunan.
Oleh
karenanya dengan pembiayaan utang maka permintaan barang dan jasa
29
pada harga dan suku bunga yang berlaku akan lebili besar. Pembiayaan pajak membatasi permintaan akibat berkurangnya pendapatan nominal setelah pajak (disposable money income).
27. Efek Crowding Out
Efek crowding out (crowding out e!Ject) biasanya merujuk pada kecenderungan dimana peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak yang dapat mengurangi investasi swasta (Branson dan Utvack, 1981). Sebagaimana yang dijelaskan pada Bagian 3.12 bahwa defisit yang dibiayai oleh utang dapat menggeser kurva LM ke kiri atas. Efek dari pergeseran kurva LM tersebot mempunyai kecenderungan mengurangi keseimbangan pendapatan nasional, yaitu terjadi penurunan keseimbangan pendapatan nasional dari y2 ke Y'. llustrasi efek crowding out dapat dilihat pada Gambar 1. Keseimbangan internal mula-mula terjadi pada pendapatan nasional YEo Peningkatan pengeluaran pemerintah (G) akan meningkatkan pendapatan nasional dari YE ke Yl, akibatnya terjadi peningkatan permintaan uang untuk transaksi Peningkatan permintaan uang ini akan meningkatkan tingkat suku bunga dari
fE
ke
l'F,
sebingga akan terjadi penurunan
investasi swasta sebagai respon dari kenaikan tingkat suku bunga. Penurunan investasi menyebabkan penurunan pendapatan nasional dari yl ke YF. Penuruan pendapatan nasional dari yl ke yF tersebut disebut efek
crowding out.
30
r
YE YF
YI
Y
Gambar 1. llustrasi Efek Crowding Out
Fenomena crawding out juga berkaitan dengan posisi atau bentuk kurva IS-LM, dan mempunyai implikasi pada efektifitas kebijakan fiskal dan moneter. Pada kasus ekstrim dimana kurva LM vertikal (Gambar 2) menunjukkan kondisi yang disebut complete crawding out atau full crawding
out.
Kasus ini mendekati teorl Klasik sebingga sering disebut kasus
Klasik.
Keadaan ini terjadi jika tidak ada permintaan uang untuk
spekuJas~
sebingga total permintaan untuk uang menjadi inelastis
sempurna dalam kaitannya dengan tingkat bunga, artinya permintaan uang sepenuhnya ditentukan oleh tingkat pendapatan. Pada kasus ini
kebijakan fiskal tidak efektif. Pergeseran kurva IS akan meningkatkan atau menurunkan tingkat bunga dan tidak merubah income sebingga jika kebijakan fiskal dilakukan maka mengakibatkan complete crawding out. Oleh karenanya kebijakan yang efektif adalah kebijakan moneter yang menghasilkan peningkatan
pendapatan nasional,
karena
meningkat sebagai akibat dari menurunnya tingkat suku bunga.
investasi
31
r IS
LM,
LM
y'
y'
y
Gambar 2. Complete Crowding Out pada Kurva LM Vertikal
Fenomena crowding out Iainnya ditunjukkan dengan kurva IS horisontal.
Kurva IS yang horisontal ini terjadi jika investasi bersifat
elastis sempurna terhadap tingkat bunga.
Pada kasus ini .uatu
peningkatan daJam pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap pendapatan nasional, karena kenaikan yang kecil terhadap tingkat bunga • itu akan menyebabkan investasi .wasta menurun dengan jumlah yang .ama (crowding out).
Oleh karenanya kebijakan yang efektif adalah
kebijakan moneter yang dapat meningkatkan income pada full employment tanpa mempengarubi tingkat suku bunga. Hal itu diperlihatkan pada Gambar3.
2.8. Indikator Penilaian Utang Pemerintah Dana yang diperlukan untuk menutup defisit di negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat langka, sehingga pada sistem ekonomi terbuka perlu bantuan dana dari pihak asing. Namun demikian,
32
membiayai pembangunan dengan dana pinjaman, utamanya pinjaman luar negeri akan mambawa konsekuensi ekonomi dan politik.
r LM
IS
y
y'
Gambar 3. Crowding Out pada Kurva IS Horisontal Menurut Kamaluddin dan Tambunan (1996) bahwa ada beberapa hal penting yang perlu dilakukan agar pengelolaan pinjaman luar negeri
dapat berja1an baik dan efektif. Pertama, memproyeksikan secara teliti profil
waktu
dari
kewajiban
pembayaran
utangnya:
Kedua,
memperldrakan penerimaan basil ekspor, penerimaan da1am negeri dan
akses di masa datang da1am berbagai sumber pembiayaan.
Ketiga,
memonitor potensi untuk pembayaran kembali utangnya. Aspek yang ketiga di alas bertujuan untuk mengambil maniaat dari pinjaman baru yang mempunyai syarat-syarat yang lebih baik, menyesuaikan jangka waktu pelunasan utang terhadap penerimaan fiskal yang dihasilkan proyek-proyek
yang
dibiayai
dengan
pinjaman,
dan
untuk
33
menganggulangi kekurangan-kekurangan basil ekspor dalam membiayai kebutuhan impor. Tidak adak formula yang persis untuk me1akukan penilaian atas jumIah pinjaman luar negeri yang optimal dan yang dapat memiku1 beban pinjaman sebingga tidak menimbulkan kesulitan pembiayaan utang. Untuk keperluan ini, biasanya dilakukan analisis resiko pinjaman (oountry
risk analysis) yang menyangkut analisis rasio-rasio tertentu, seperti rasio utang terhadap GNP, rasio kewajiban pembayaran utang terhadap ekspor dan lain sebagainya.
Menurut Mayer (1985), walau banyak indikator
dalam menganalisis
utang luar negeri. namun hanya beberapa
diantaranya
yang
kemungkinan
sering
akan
digunakan sebagai
timbulnya
kesulitan
"sistem
atau
peringatan"
bahaya
dalam
penyelenggaran utang luar negeri. Indikator utama yang sering dipakai ada1ab rasio kewajiban pembayaran utang terhadap ekspor (Debt service
ratio, DSR), rasio cadangan devisa terhadap· impor, rasio utang netto terhadap PDB, rasio utang netto sebagai persentase dari ekspor, rasio defisit current account terhadap PDB dan rasio utang jangka pendek terhadap impor. Rasio pembayaran cicilan utang terhadap ekspor (DSR) merupakan indikator yang paling Jazim digunakan dalam menilai beban utang luar negeri. Menurut Wolfe dalam Kamaludin (1998), DSR di bawah 10% pada umurnnya dapat diterima (acceptable).
Bila angka tersebut sudah
mencapai 20% secara potensial sudah berbahaya. Indikator DSR yang
34
mencapai 20-25% menunjukkan beban utang yang semakin berat. Rasio cadangan devisa terhadap impor yang cukup untuk menutupi impor se1ama tiga bulan pada umumnya masih dipandang sebagai tingkat yang aman. Sedangkan menurut Kern dalam Kamaludin (1998), jika cadangan
devisa
berkurang dari pembayaran rata-rata impor dua bulan
menimbulkan tekanan berat atas neraca pembayaran daIam jangka pendek, khususnya dalam hal. kemarnpuan untuk memikul beban pembayaran utang Juar negeri. Menurut Royal Bank of Canada bahwa persentase utang netto terbadap PNB dianggap cukup baik jika masih di bawah 20%. Timbulnya penundaan utang (reschedulling) menjadi lebih besar pada negara-negara yang rasio utang terhadap ekspornya melebihi 160%.
Suatu negara
dengan rasio utang terhadap ekspor meningkat sarnpai melebihi 200% pada suatu jangka waktu tertentu akan terpaksa dan punya alasan untuk menjadwalkan kembali bagian-bagian tertentu dari utangnya.
Kern
berpendapat bahwa rasio defisit current account neraca pembayaran sebagai persentase dari PDB yang berlangsung terus dalam jumIah yang melebihi 7.5-10% biasanya menunjukkan kelemahan ekonomi yang mendalam. Banyak ahli berpendapat bahwa apabila suatu negara mempunyai profil utang yang wajar atau yang diinginkan (a desirable debt profile), maka negara tersebut tidak perlu mengkhawatrikan eksistensi utang sebagai salah satu pendukung keberbasilan pembangnnan nasional. Jika jumlah
35
utang suatu negara melebihi profil utang yang wajar maka akan dapat mengancam dan menyebabkan krisis ekonomi negara tersebut. Menurut
Williamson (1999) bahwa profil utang yang wajar
oieh
suatu negara
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. JumIah utang tidal< boleh melebihi 40% dari PNB. 2.
JumIah utang tidak boleh melebihi 200% dari jumlah ekspor suatu negara.
3. Debt service ratio (DSR), yaitu rasio cicilan pembayaran utang terhadap ekspor tidak boleh lebih dari 25%. Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai rambu-rambu atau peringatan dalam meJihat keberadaan utang luar negeri telah dirumuskan oleh IMF dan Bank Bunia. Indikator utang tersebut biasanya
digunakan dalam kaitannya dengan skenario jangka menengah (medium-
term scenarios), yang meJihat analisis keberlanjutan utang (debt sustainability) sepanjang waktu. Indikator yang berkaitan dengan utang tersebut antara Jain (IMF dan World Bank, 2(01) : 1. Rasio utang luar negeri terhadap ekspor. Indikator ini berguna meJihat trend utang yang berhubungan erat dengan kapasitas negara dalam pembayaran kembali. 2. Rasio utang luar negeri terhadap PDB. Indikator ini berguna untuk mengkaitkan utang dengan sumberdaya dasar, dimana akan merefleksikan pergeseran produksi potensial
36
terhadap ekspor atau subslitusi impor untuk meningkatkan kapasitas pembayaran kembali. 3. Tingkat suku bunga rata-rata terbadap utang luar negeri. Indikator ini dalam pengertian pinjaman. Hal ini berkaitan dengan rasio utang terhadap PDB dan rasio utang terbadap ekspor dan perspektif pertumbuhan, merupakan suatu indikator kunci dalam menilai keberlanjutan utang (debt sustainability). 4. Pangsa utang luar negeri yang bernilai mata uang asing terhadap total utang luar negeri. Indikator yang berguna melihat dampak perubahan nilai tukar terhadap utang (balanre sheet effect), khususnya yang berkaitan dengan informasi pada turunan yang mentransformasikan komposisi mata uang yang efektif. Bank Dunia bersama IMF membuat suatu rambu untuk melihat apakah utang akan menjadi masalah perekonomian suatu negara. Indikator ini berkaitan dengan negara yang berpendapatan menengah dengan tingkat utang yang tinggi (severely indebted midd/e-inrotne countrySIMIq.
Suatu negara akan dikategorikan sebagai negara SIMIC, jika
paling sedikit ada liga rasio di bawah ini yang nilainya di atas ketentuan (World Bank, 1989) : 1. Rasio utang total terhadap PNB > 50%. 2. Rasio utang total terhadap penerimaan ekspor > 275%. 3. Rasio clellan utang terhadap penerimaan ekspor > 30%. 4. Rasio bunga terhadap penerimaan ekspor > 20%.
37
Dalam kaitan dengan budget negara, utang dapat menjadi faktor penentu dalam melihat keberlanjutan fiskal (fiscal sustailUlbility) suatu negara.
Menurut MlUlStrich Treaty bahwa keberlanjutan fiskal dapat
didekati dari variabel fiskal dan pendapatan nasionaL Suatu anggaran dikatakan sustainable jika rasio defisit terhadap PDB kurang dari 3%, dan atau rasio utang terhadap PDB kurang dari 60%. Rasio utang terhadap PDB merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan DSR untuk memperkirakan apakah suatu negara akan menghadapi krisis (McLeod, 1996).
Dari rasio-rasio yang dikemukalcan di atas tidak semuanya digunakan sebagal ukuran dalam menganalisis pnjaman luar negeri. Rasio mana yang digunakan sebagal indikator daIam meuganalisis posisi dan masalah utang luar negeri tergantung kepada bagian aspek utang mana yang menonjol, penekanan pokok pembahasan dan ketersediaan data yang akan digunakan. Dalam kaitan dengan utang, Sugema (2001) mengatakan bahwa utang luar negeri bukanlab penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia seperti yang banyak dikemukalcan oleb pengamat dan ekonom. Namun dia mengakui bahwa utang memang merupakan salah satu masalah yang menyebabkan penyesualan makroekonomi menjadi sulit
ketika krisis finansiaI mulai menghantam sendi-sendi perekonomian. Sehingga masih menurut Sugema, seandainya tidal< tetjadi krisis moneter
maka utang tidak akan menimbulkan masalah yang terlalu rumit.
J8
Oengan kata lain bahwa masalah utang timbul karena adanya krisis, dan bukan sebaliknya. Argumen Sugema di alaS dibangun berdasarkan fakta empiris dengan melihat rasio-rasio yang berkaitan dengan utang luar negeri. Labih jauh dikatakan bahwa kalau rasio yang berhubungan dengan utang digunakan sebagai acuan penyebab utama krisis, maka seharusnya krisis Indonesia terjadi sepuluh tahun sebelumnya, karena pada waktu itu rasio utang terbadap POB mencapai angka tertinggi yaitu 69.3%.
Dengan
membandingkan nilai rasio utang terhadap POB dan angka D5R di beberapa negara, dia menyimpulkan bahwa jumlah utang dan DSR bukan indikator yang baik dan tepat untuk memprediksi akan terjadinya krisis.
29. Skema Debt Swaps
Berbagai skema utang telah diupayakan oleh berbagai negara yang mempunyai utang luar negeri sangat besar dengan tujuan beban utang luar negeri dapat menjadi lebih ringan. Di antara skema tersebut adalah penjadwalan utang. Oa1am penjadwalan utang ini kemungkinan yang dapat dilakukan adalah penundaan pembayaran cici1an pokok, tetapi cici1an bunga tetap dibayar. Selain itu, skema pengurangan utang (debt reduction) merupakan salah satu piliban negara pengutang untuk keluar
dari masalah utang yang membelit perekonomiannya. Skema ini pernah dilakukan oleh Afrika Selatan pada tahun 1982. Pemberian pengampunan utang (debt forgiveness) dapat dilakukan terhadap sebagian utang luar
39
negeri yang dapat diajukan oleh negara debitur dengan alasan-alasan tertentu.
Skema kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia di antaranya ada1ah mengupayakan fasilitas debt swaps. Menurut Vylder
(2004) debt swaps didefinisikan sebagai berikut "the canrellation of debt in exchange for something else". Definisi yang lebib teknis dikemukakan oleh Moye (2001) yang mengatakan bahwa " a debt swaps involves the voluntary
exchange, by a creditor with its debtor, of debt for cash, another asset or a new obligation with different repayments terms".
Sedangkan defisinsi yang
diberikan oleh UNDP ada1ah "the cancellation of external debt in exchange for
the debtor government's commitment to mobilize domesh'c resources (local currency or another asset) for an agreed purpose". Dari beberapa definisi di alas dapat dikatakan bahwa debt swaps mengandung pengertian adanya keinginan dari negara debitur untuk .'
dapat mengurangi beban utangnya melalui cara pengalihan utang alau pembelian kembali utang oleh pihak lain (alau negara kreditur) dan dananya diaIihkan alau dikembalikan lagi ke negara debitur untuk maksud dan tujuan tertentu. Upaya debt swaps tentunya tidak lepas dari komitmen negara kreditur untuk membantu negara yang berutang besar dan menga1ami kesulitan dalam pengelo1aan utang luar negerinya, Berbagai jenis skema debt swaps sebagaimana yang dikemukakan oleh Vylder (2004), yaitu :
40
1.
Debt-for-equity swaps. Pihak swasta dapat membeli utang negara pada pasar sekunder atau
dari pelaku kredit ekspor bilateral.
Negara debitur kemudian
membeli kembali utang pada harga yang dinegosiasi dalam mata uangnya (atau bond domestik), dan kemudian mata uang domestik tersebut digunakan untuk investasi di suatu perusahaan negara debitur.
Beberapa negara yang pemah memperoIeh fasilitas ini
adalah Argentina, Chili, Meksiko, Philippina dan Maroko.
2.
Debt buy-backs. Bentuk khusus dari bantuan pembangunan melalui konversi utang yang mana bantuan dana digunakan oleh negara debitur untuk membeli kembali utangnya yang tidak dapat dibayar dengan harga diskon dari nilai mukanya. Bolivia merupakan negara yang pemah memanfaatkan fasilitas ini.
3.
Debt-far-develapment swaps. Skema ini merupakan skema debt swaps untuk pembangunan pada sektor tertentu, seperti debt-far-education swaps, debt-far-health swaps,
debt-far-poverty swaps, debt-for-child-survival swaps. Skema ini didorong oleh
kesuksesan
orgauisasi
lingkungan
da1am
memobilisasi
sumberdaya tambahan melalui debt-far-nature swaps.
4.
Debt-far-nature swaps. Skema ini adalah memobilisasi dana untuk kelestarian lingkungan hidup. Kelompok tertentu yang bergerak da1am bidang konservasi
41
dapat membeli utang yag tidak dapat dibayar, dan bunganya digunakan oleh negara debitur untuk melindungi dan melestarikan lingkungan. 5. Debt-fvr-puverty swaps.
Negara kreditur dapat membeli kembali utang yang tidak dapat dibayar dengan harga diskon, dan kemudian dana tersebut dikembalikan kepada negara debitur untuk menangguIangi masaJah kemiskinan di negaranya.
210. Pengelolaan Utang Pemerintah Pengelolaan utang negara menurut IMF dan World Bank (2001) adalah suatu proses dalam membuat dan melaksanakan strategi pengelolaan utang negara supaya dapat dikendalikan pada tingkat biaya dan resiko yang dapat ditoleransikan 80rta untuk memenuhi tujuan lainnya. Hal ini dilakukan agar pemerintah dapat menjaga supaya nilai dan laju pertumbuhan utang negara tidak mengganggu perekonomian 80bingga pembayaran kembalinya dapat dipenuhi dalam berbagai kondisi yang memungkiukan. Peningkatan kapasitas pengeloiaan utang di negara-negara yang mempunyai utang yang besar adalah suatu faktor kunci dari strategi
masyarakat intemasional untuk menjamin suahl kondisi yang dapat keluar secara robust dan berlanjut (sustain) dari beban utang yang tidak berkelanjutan (unsustainable) (Bangura, Kitabire dan PowelL 2(00).
42
Biasanya negara berkembang menggunakan utang luar negeri sebagai instrumen untuk mengatasi adanya gap antara tabungan domestik dan investasi yang diinginkan. Selain itu juga diarahkan untuk mengatasi gap antara ekspor dan impor. Hubungan dan tata kerja lembaga yang mengelola utang negara biasanya berbeda antara negara satu dengan yang lainnya
Namun
demikian menurut Bangura, Kitabire dan Powell (2000), tugas lembagalembaga tersebut berkisar pada : 1. Memformulasikan kebijakan dan strategi pengelolaan utang.
2. Menyediakan analisis dan proyeksi makroekonomi untuk mendukung pembuatan kebijakan. 3. Meiaksanakan kegiatan untuk mengimplementasikan kesepakatan pinjaman dan menjaga data pinjaman. Prioritas utama dari lembaga pengelola utang negara terse but seharusnya dipusatkan untuk memantaPkan kerja kelompok atau kerja unit dengan jelas. Hal itu berarti harus jelas mandat dan sumberdaya yang dimiliki untuk melaksanakan tugas utama tersebut. Kelompok kerja (working groups) sebagai representasi dari seliap pelaku yang terlibat di dalam pelaksanaan pinjaman yang diperlukan dibentuk untuk menjamin aliran informasi ke unit utang. Kelompok ini sebaiknya melibatkan kantor pemerintah dalam implementasi proyek yang menangani pengeluaran atau pembayaran, badan di departemen keuangan yang memprsoses pembayaran cicilan utang dan persoalan-
4)
persoalan lain yang terkait, Kantor Bank Sentral yang menangaru persoalan pembayaran utang.
Selain itu pula, Kantor Kementerian
Keuangan yang bertanggung jawab memonitor anggaran.
Gambar 4.
mengilustrasikan uraian tersebut di alas.
Pengambil keputusan
Analisis dan proyeksi makroekonomi /
Badan KoonIinasi Keb. Tmgkat Tinggi
A
t
Implementasilmonitoring pinjaman /~ dan menge10la informasi pinjaman
t
'=-
t~ \
t
--
Komi., ........... ' """""" BOP, proyeksi fiskaI dan
t~
1. Uni'U"". , _ dan menganalisis data utang 2. Kelompok kc:Ija aliran
infonnasi
Gambar 4. Kerangka Kelembagaan dalarn Pengelolaan Utang Sumber : Bangura, Kitabire dan Powell (2000)
Ada dua elemen kunci dalarn pengelolaan utang.
Pertarna,
memformulasikan suatu strategi di dalarn menangani besar dan komposisi utang. Kedua, memonitor dan menjaga informasi utang luar negeri.
Dalarn kaitannya dengan besarnya pinjaman yang diperlukan
maka ada tiga hal utama yang patut yang patut diperhitungkan, yaitu Bangura, Kitahire dan Powell (2000): 1.
Proyek yang dibiayai oleh dana pinjaman seharusnya sejalan dengan strategi sektoral dan prioritas nasionai, dan seharusnya dimasukkan dalam perencanaan investasi pemerintah (public investment plan).
44
2.
Efisiensi dan penggunaan sumberdaya berhubungan dengan benefit aliran masuk (inflow) terhadap biaya pinjaman. Hal itu berarti bahwa tingkat pengemba1ian ekonomi pada pinjaman investasi diharapkan meiebihi tingkat pembayaran bunga utang.
3.
Pertumbuhan output dan ekspor berkaitan dengan biay. pinjaman rill.
211. Pengeioiaan Utang di Beberapa Negara 211.1. Malaysia PengeloJaan utang negara di Malaysia tidak berada pada satu iembaga yang independen, tetapi berada di bawah Departemen Keuangan. Lembaga tersebut bemama The Federal Treasury of Mnlaysia (FTr), yang dikepalai oleh Sekretaris Jenderal (Secretary General of
Treasury).
Sekretaris Jenderal Treasury bertanggung jawab secara
langsung kepada Menteri Keuangan. Da1am melaksanakalltugasnya dia dibantu oieh tiga orang Deputi, yaitu Deputy Secretary General of the
Treasury (Policy), Deputy Secretary General of the Treasury (Operation), Deputy Secretary General of the Treasury (System and Control). The Federal Treasury of Mnlaysia bertanggung jawab da1am rangka
meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan sosia!. Tujuan dibentuknya FTr ini ada1ah : 1.
Memformulasikan· dan mengimplementasikan kebijakan fiskal dan moneter untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi.
45
2.
Meningkatkan daya kompetisi nasional dan ekonomi yang prospektif.
3.
Menjamin pengelolaan finansial yang efektif dan bali-bali.
4.
Menjamin
pemerataan
kekayaan
nasional
dan
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Deputy Secretary General of the Treasury (Policy) l!lembawahl tiga divisi Deputy Secretary General of the Treasury (Operation) membawahl enam divisi, dan Deputy Secretary General of the Treasury (System and
Control) membawahl liga divisi
Divisi lainnya yang jumIahnya ada
empat divisi Iangsung bertanggung jawab pada Deputy Secretary General. Secara lengkap struktur tersebut dapat diringkaskan sebagai berikut : A. Deputy Secretary General of the Treasury (Policy)
1. Economic and internal division 2. Tax analysis division 3. Loans Management and financial policy division
B. Deputy Secretary General of the Treasury (Operation) 1. Budget management division 2. Government procurement managemant divison
3. Housing loans division 4. Administrative divison
5. Federal Treasury Sarawak 6. Federal Treasury Sabah C. Deputy Secretary General of the Treasury (System and Control)
1. MOF (Inc). Companies, privatisation and public enterprises division
46
2. Control and monitoring divison 3. Financial Management advisory division D. Divis; Lainnya
1. Accounting general's department 2. Legal divisi"" 3. Spedal commissioner of income tax
4. Internal audit unit PengeloJaan utang negara berada di bawah Loans Managemant and
Financial Policy Divisi"". Tugas utama dari divisi ini adalah : 1. Memformulasi dan mengkoordinasikan kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan bantuan pemerintah federal. 2.
Mencarl dan mendapatkan sumber dana dari dalam negeri dan
iUdf
negeri untuk membiayai proyek pembangunan. 3. Menyediakan bantuan dan garansi kepada negara-negara bagian dan perusabaan negara. 4.
Memformulasi dan melakukan pengawasan dari kebijakan, hukum dan aturan mengenai pembiayaan domestik dan offshore financial serta
pasar kapita!.
Loans Management and Financial Policy Division atau yang dikenal juga dengan nama Finance, debt and investment managemel1-t ti,ivison terdiri
atas tiga seksi, yaitu (1) Loan and capital market secti"", (2) Domestic finance
section, dan (3) Privatisation section. Setiap seksi tersebut terdiri alas
47
beberapa unit.
Loans and capital market section terdiri atas empat unit,
yaitu :
1. Multilateral unit, bertanggung jawab dalam pengelolaan pinjaman dari Bank Donia, Bank Pembangunan Islam, dan Bank pembangunan Asia. Selain itu, unit ini berperan sebagai fasilitator bagi 1embaga-1embaga
keuangan internasional yang mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan. 2.
Bilateral and market loan unit, bertanggung jawab di dalam pengelolaan pinjaman pemerintah, baik dari domestik dan luar negeri.
3.
Banking industry and licensed insurance unit, bertanggung jawab dalam hal kebijakan dan regulasi yang terkait dengan industri perbankan dan asuransi
4.
Fund and investment unit, bertanggung jawab dalam koordinasi kebijakan dalam rangka penggunaan dana secara efisien dan melakukan koordinasi antar lembaga-Iembaga investasi di dalam negeri.
Domestic finance section mempunyai enam unit, dimana tugas uuunanyaan~aUrin:
1.
Menangani pembayaran bantuan oleh pemerintah federal kepada negara-negara bagian.
2.
Mamastikan pembayaran kembali oleh debitur sesuai dengan term of
reference perjanjian pinjaman.
48
3.
Memonitor kemajuan dan kinerja perusahaan di bahwa kementerian keuangan untuk memastikan bahwa operasionalisasinya mengikuti aturan dan undang-undang yang ada.
Privatisation sech'on terdiri atas enam unit, dimana bertanggung jawab untuk menjaga privatisasi proyek dari berbagai kementerian yang berbeda. Tugas utama unit ini diantaranya : 1. Menganalisis aspek fiskal dari proyek privatisasi yang diusulkan. 2.
Mengkoordinasikan masalah pembiayaan privatisasi dan cash flaw.
3.
Memonitor semua proyek privatisasi termasuk proyek pusat, negara bagian dan pemerintah daerah yang mana barns merujuk kepada
Privatisation Commitee di Economic Planning Unit (EPU).
211.2 Philippina
Lembaga yang menangani pengelolaan utang negara di Philippina bukan suatu badan atau departemen yang berdiri sendiri (independent). Lembaga ini merupakan bagian dari Departemen Keuangan yang bemama Bureau of the Treasury (BTr). Lembaga ini melaksanakan mandat Departemen Keuangan dalam menilai. memberi izin dam mengelola semua utang pemerintah, baik utang domestik ataupun utang luar negeri. Dengan demikian wewenang dan fungsi pengelo1aan utang pemerintah yang dimiliki oleh Departemen Keuangan dija1aukan oleh BTr. dengan kata lain, misi utama dari BTr adalah pembiayaan negara.
Atau
49
Secara rinci mandat atau tugas yang dimiliki oleh BTr adalah : 1.
Memberikan asistensi dalan memformuJasikan kebijakan tentang pinjaman, investasi dan pengembangan pasar kapita!.
2.
MemformuJasikan petunjuk operasionalisasi bagi kebijakan fiskal dan pembiayaan.
3.
Mengelola pembukuan dari transaksi tunai.
4.
Mengontrol dan mencicil utang pemerintah baik domestik dan luar negeri.
5.
Mengeluarkan obligasi untuk account pemerintah pusat yang dizinkan oleh presiden berdasarkan hukum. Secara struktural, BTr dikepalai oleh seorang kepala dengan
dibantu oleh Iiga orang depuli, yaitu Deputy Treasurer masing-masing untuk subsektor L Subsektor IT dan Subsektor ID.
Deputy Treasurer
Subsector I membawahi dua bagian (seroire), yaitu Research seroire, dan Asset management seroire. Deputy Subsector II membawahi dua bagian yaitu Accounting seroire dan Management information system seroire. Sedangkan Deputy Subsector III membawahi Iiga bagian yaitu Lu.bility Management Service, Administrative Servire dan Treasury Regional offices. Masing-masing bagian tersebut membawahi beberapa divisi yang merupakan pelaksana
utama BTr.
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh BTr dalam rangka meningkatkan pemhiayaan dari .dalam negeri yaitu Program Small Investor
Program (SIP).
Program ini dilakukan untuk mengembangkan pasar
50
kapital dengan memperluas investor untuk memiliki government securities;
dengan memberikan akses kepada penabung kecil untuk berinvestasi pada gauemment securities. Program tersebut diharapkan akan dapat menghilangkan persepsi babwa T-Bills dan T-Bonds hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya. Misi SIP ini adalah untuk memantapkan gauemment securities sebagai sarana investasi utama bagi semua orang Philippina. Program SIP
diarahkan agar orang-orang Philippina berperan secara Iangsung daJam pembangunan nasional melalui pasar government securities.
211.3. India
PengeloIaan utang di India mempunyai pola yang hampir sama dengan Malaysia dan Philippina.
Pengelolaan utang tersebut tidak
dilakukan oleb badan atau lembaga independen, tetapi herada di bawah Departemen Keuangan. Kantor Kementerian Keuangan India terdiri atas tiga departemen. yaitu Department of Economics Affairs, Department of
Expenditure, da.., Department of REvenue. Tugas pengeloIaan utang negara dilakukan oleh sebuah unit yang berada di bawah Department of Economic Affairs yaitu External Commercilll Borrawing Division, ADB Division, Fund Bank Division. Dalam menjalankan
tugasnya, divisi tersebut bekerjasama dengan unit lainnya daJam pengelolaan pinjaman maupun bantuan. Unit lain yang dimaksud adalah
AID, Accounts and Audit Division, Japan Division. Ketiga unit tersebut juga
berdasarkan negara pemberi bantuan. Japan Division terdirt alas beberapa bagian, seperti Indo-Japanese Bilateral Development Cooperation, IBIC Loan,
Japanese Grants Aid and Technical Cooperation, llCA's NGO Programmes, Debt Relief Sebagai unit yang dibert tanggung jawab mengeloJa utang negara,
External Commercial Borruwing mempunyai tugas utama, yaitu : 1. MeJakukan review dan merumuskan kebijakan tentang pinjaman luar
negeri. 2.
Menentukan kebijkan yang terkait dengan resiko dan manajemen
liabilities. 3.
Merestrukturisasi external sovereign debt dan mengurangi biaya operasionai seJama proses berjaJan.
Department of Economics Affairs, dimana unit pengeloJaan utang berada, mempunyai tugas memformuJasikan dan mengawasi program kebijakan ekonomi internal dan eksternal.
Secara rinci tugas tersebut
adaJah (1) merumuskan dan mengawasi kebijakan ekonomi pada level makro yang berkaitan dengan fungsi industri perbankan, perusahaan asuransi dan pasar modal serta niJai tukar, (2) meningkatkan sumberdaya
ekonomi melalui official development assistance, baik bilateral maupun multilateral dan juga pinjaman komersialluar negeri.
52
211.4. Selandia Barn Pengelolaan utang di Selandia Barn dilakukan oleh The New Zealand
Debt Management Office (NZDMO) yang dibentuk pada tahun 1998, sebagai bagian dari program reformasi keuangan pemerintah Selandia Barn.
Lembaga ini dibentuk dalam rangka peningkatan manajemen
resiko yang terkait dengan pengeluaran pemerintah dari penerbitan surat utang (portfolio). Portfolio tersebut terdiri atas liabilitas baik yang ada di dalam negeri dan luar negeri. Resiko yang dikelola oleh NZDMO adalah resiko pasar, resiko kredit resiko pembiayaan, liquidity risk, portfolio concentration risk dan resiko operasional.
Tanggung jawab utama yang diemban oleh NZDMO antara lain : 1. Mengembangkan dan mempertahankan kerangka kerja manajemen portofolio untuk mencapai sasaran pengelolaan utang pemerintah. 2.
Menentukan struktur portofolio, nilai tukar, jatuh tempo, credit
exposure yang berkaitan dengan upayapengurangan resiko. 3. Mengelola enam bentuk resiko yang berkaitan dengan kebijakan pemetintah dan manajemen portofolio NZDMO, yakni menyangkut syarat-syarat pinjaman pemerintah. Pengelolaaan nilai tukar untuk memenuhi tingkat suku bunga mala uang asing dan pembayaran pokok, serta penyelesaian dan pembukuan terhadap semua transaksi utang.
surat-surat bernarga pemerlIuan
Ut::ll~ru.l
I.l.lvc;,::n.v ..
~ .......
- __ ----p-
perantara keuangan serta lembaga pemeringkat kredit intemasiolll!l. 5.
Menyediakan estimasi terhadap utang dan laporan akuntansi untuk dipergunakan sebagai prediksi dan pelaporan.
6.
Menyediakan konsultasi dan saran tentang pasar modal untuk pihakpihak yang berkepentingan.
2.11.5. Inggris Pengelo1aan utang negara Inggris di1akukan oleh lembaga Debt
Management Office (DMO). Lembaga ini didirikan tahun 1998 dengan tugas menetlpkan kebijakan manajemen utang untuk meminimumkan ongkos pembjayaan (financing cost), mengelola resiko dan kebutuhan kas Sj!efektif mlll}gkin dan konsisten dengan target kebijakan mQneter dan kebijilkan pemerintah 1ainnya.
Debt Management Office merupakan lembaga yang merupakan bagian dar! Kantor Menteri Keuangan. Walaupun demikian, kegiatan operasionalnya terpisah dar! Menteri Keuangan.
Hal tersebut dapat
di1akokan karena ada pemisahan tanggung jawab antara pimpinan DMO dengan Menteri Keuangan, Sekretaris Departemen Keuangan'Serta Kepala eksekutif DMO.
Pemisahan tanggung jawab tersebut !ercantun pada
dokumen kerangka kerja dan tujuan strategis DMO. Kepala DMO mempunyai tugas menentukan kebijakan dan kerangka pengelo1aan
54
keuangan.
Kegiatan operasional yang teJah dipntuskan oleh DMO,
seperti manajemen utang dan kas serta manajemen kantor sehari-hari, didelegasikan kepada kepala eksekutif (chief executive). Tujuan strategis didirikannya DMO antara lain : 1. Memenubi target pembayaran yang ditetapkan menteri keuangan alas penjualan dan pembelian aset berharga, dan juga untuk meminimisasi
biaya jangka panjang. 2.
Mengelola aset yang berada di Debt Management Account secara e£ektif.
3. Memberi nasehat kepada menteri keuangan agar target dan sasaran dapat dicapai.
Selain itu juga melaporkan kinerja DMO kepada
menteri keuangan. 4.
Mendukung kerja tim treasury daIam mengembangkan strategi pengelolaan aset finansiaI dan liabilitas pemetintah.
5.
Menyediakan informasi utang dan treasury bill market serta kebijakankebijakan DMO yang dapat diakses oleh masyarakat Dari pemaparan di alas dapat dikatakan bahwa pengelolaan utang
pemerintah di negara berkembang umumnya bukan suatu lembaga yang berdirt sendirt karena berada di bawah Departemen Keuangan, dan relatif kurang independen.
Sebaliknya di negara maju, pengelolaan utang
pemetintah relatif lebih independen. karena walaupun berada di bawah Departemen Keuangan kegiatan operasionalnya terlepas dari Menteri Keuangan.
55
212 Studi Terdahulu Tentang Utang Pemerintah
Studi tentang utang yang teIah diIakukan pada umunmya mempeIajari dampak utang terhadap pertumbuhan ekonomi (growth). Hasil studi Partillo, Poisson dan Ricci (2001) pada negara berkembang di Sub-Sahara Afrika (SSA), Asia, Amerika Latin dan Timur Tengah sepanjang periode 1969-1998 menunjukkan bahwa tampaknya utang mempunyai efek terhadap pertumbuhan yang tidak linier. Dampak ratarata dari utang terhadap pertumbuhan per kapita adaIah negatif untuk tingkat rasio utang terhadap ekspor di atas 160-170% atau 35%-40% untuk rasio utang terhadap PDB. Untuk negara yang berutang banyak, kenaikan dua kaIi rasio utang akan mengurangi pertumbuhan per kapita sebesar setengah dari kapasitas penuh. Perbedaan pertumbuhan per kapita antara negara dengan utang luar negeri (daIam net present value) di bawah 100% dari ekspor dengan yang di atas 300% dari ekspor lebili dari 2% per tahun. Untuk negara-negara yang memperoleh keuntungan dari pengurangan utang, pertumbuhan per kapita meningkat sebesar 1 %. Dari hasil studi ini menyatakan bahwa utang yang besar mengurangi pertumbuhan utamanya
dengan
menurunkan
efisiensi
investasi
dibandingkan
penurunan volume investasi itu sendiri. Studi lain yang menghasilkan efek negatif utang luar negeri pada pertumbuhan dilakukan oleh Degefe (1992) di negara Ethiopia.
Elbadawi, Ndulu, dan Ndung'u (1996) menemukan efek debt
overhang pada pertumbuhan ekonomi di 99 negara berkembang di Sub
56
Sahara Afrika (SSA), Amerika Latin, Asia dan Timur Tengah. Mereka mengidentifikasi tiga saluran langsung dimana utang SSA berkoreIasi negatif dengan pertumbuhan, yaitu : aIiran utang sekarang sebagai rasio dari PDB (yang seharusnya menstimuIir pertumbuhan), akumuIasi utang yang Iampau (menangkap debt uuer/umg) dan debt seroice ratio. Sedangkan yang keempat merupakan saluran tidak langsung yang bekerja melaIui dampak dari saluran langsung pada pengeluaran sektor publik. Beban utang mengarah pada kesulitan
fiskal yang dimanifestasikan oleh
pemadatan anggaran (severely compressed budgets).
Dari hasil studi
tersebut juga diperoleh hasil bahwa indikator beban utang juga mempengaruhi pertumbuhan secara tidak langsung melalui dampaknya pada pengeluaran sektor publik. Beberapa studi 1ainnya mempeIajari dampak utang terbadap investasi. Borensztein (1990) mengkaji utang dan investasi di Philippina mengatakan bahwa debt CJ1Jt!rhang mempunyai efek berIawanan dengan investasi swasta di Philippina. Efek tersebut paling kuat ketika utang swasta yang digunakan sebagai ukuran debt CJ1Jt!rhang daripada total utang. Mbanga dan Sikod (2001) yang meneliti dampak utang terhadap investasi di Kamerun menemukan bahwa ada efek debt CJ1Jt!rhang dan crowding out pada investasi swasta dan publik Hasil kajian Cohen (1993) dalam Were (2001), tentang utang dan
investasi di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa tingkat stok utang tampaknya tidak banyak menjeIaskan penurunan investasi di
57
negara-negara berkembang selama tahun 1980-an.
SeJain itu pula
diperoleh hasll bahwa cieilan utang aktual crowding out investasi. 5tudi yang
mempeIajari utang
dan dampaknya
terhadap
pertumbuban ekonomi dan investasi dilakukan oleh Were (2001), Iyoha (1996) dan Fosu (1996). Were (2001), meneIaah besaran dan struktur utang luar negeri Kenya dan dampaknya pada pertumbuban ekonumi dan investasi swasta. Hasll studi ini menunjukkan bahwa utang luar negeri Kenya sehagian besar adaIah utang pemerintah, dimana proporsi yang lebih besar adaIah dari sumber multilateral. Akumulasi utang luar negeri meningkat sepanjang tahun dengan indikator beban utang meningkat seeara tetap pada awaI 1990-an.
Hasil empiris menunjukkan bahwa
akumulasi utang luar negeri mempunyai dampak negatif pada pertumbuban ekonomi dan investasi swasta. SeJain itu pula diperoleh basil bahwa aliran utang menstimulasi investasi swasta. Ocilan utang
tidak tampak mempengaruhi pertumbuhan seeara berIawanan tetapi mempunyai efek crowding out pada investasi swasta. Fosu (1996) daIam Were (2001) mengatakan bahwa utang dapat mempunyai pengaruh tambahan pada pertumbuban ekonomi lewat pengaruhnya pada produktifitas investasi. Dan sekalipun pembayaran clellan utang tidak mengurangi tabungan dan investasi seeara signifikan, tetapi utang tersebut masih dapat menurunkan pertumbuban output seeara langsung melalui penurunan .' produktifitas sebagai akibat dari perubahan yang berIawanan dalam investment mix.
Oleh karena itu,
58
dampak utang luar negeri secara simultan mempengaruhl investasi dan
.
pertumbuhan ekonomi
Dengan kata 1ain, mengestimasi hanya
persamaan pertumbuhan akan mempunyai efek yang underestimate dari utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi, karena investasi merupakan kunci penentu terhadap pertumbuhan ekonomi SeJanjutnya, Iyoha (1996) mempeJajari utang luar negeri dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Sub Sahara Afrika. Dia menyimpulkan babwa beban utang yang tinggi berakihat berkurangnya investasi melalul efek debt cwerhnng dan crawding out.
Dari uraian di atas tampak babwa studi tentang utang kebanyakan menunjukkan adanya efek debt f!Uerlumg atau cruwding out akibat beban utang yang ditanggnng oleh suatu negara. Studi yang menghasiJkan efek yang menggembirakan dari utang luar negeri jarang ditemukan. Selain itu, studi yang mempelajari dampak utang terhadap variabel utama makroekonomi yang dapat menjadi indikator stabilitas ekonomi masih jarang dijumpai. Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk meJihat bagaimana .dampak utang terhadap' kinerja perekonomian Indonesia, khususnya terhadap stabilitas makroekonomi
..