1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat diperoleh dari dua sektor, yaitu sektor migas dan sektor non migas. Salah satu sumber penerimaan negara yang berasaldari sektor non migas adalah penerimaan pajak. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Bila kita lihat APBN di negara ini, penerimaan non migas saat dikuasai oleh penerimaan dari pajak. Terbukti dari tahun ke tahunsejak dimulainya Orde Baru, pajak menempati posisi yang tertinggi dalam komposisi penerimaan, baik dalam rencana maupun dalam realisasi APBN. Saat ini, peranan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara meningkat. Hampir seluruh jenis penerimaan pajak realisasinya melampaui target. Sepanjang tahun 2010, pajak memberikan kontribusi bagi pembiayaan APBN sebesar 78,21%. Dalam penggolongannya, pajak dibedakan beberapa jenis. Berdasarkan sifatnya, pajak dibagi menjadi pajak subyektif dan pajak obyektif. Pajak subyektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi keaadaan wajib pajak. 1
2
Dalam hal ini, penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan obyektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak, contohnya pajak penghasilan atau PPh. Sedangkan pajak obyektif adalah pajak yang berdasarkan pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan dari wajib pajak, misalnya Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB, dan pajak penjualan barang mewah atau PPnBM. Untuk penggolongannya, pajak dibedakan dibagi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung. Pajak langsung merupakan pajak yang penyebarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Contoh pajak langsung adalah PPh dan PBB. Pajak tak langsung adlah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan ke pihak lain, misalnya pajak pertambahan nilai, PPnBM dan Bea Materai atau cukai. Sedangkan berdasarkan pihak yang memungut, pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat dan merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Misalnyapajak pertambahan nilai, PPh, dan Bea Materai serta pajak daerah yang dipungut pemerintah daerah. Contohnya adalah pajak tontonan, pajak reklame, pajak kendaraan bermotor, PBB, retribusi parkir, dan retribusi terminal. Dalam APBN, salah satu jenis penerimaan pajak berasal dari pajak pertambahan nilai. Kontribusi pajak pertambahan nilai terhadap APBN sebesar 48,47% dari total penerimaan pajak. Realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai dan PPnBM mencapai Rp. 251,9 Triliun atau 95,8% dar sasaran APBN 2010 sebesar Rp. 263 Triliun. Sehingga dapat dikatakan
3
realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai dan PPnBM tidak mencapai target. Tetapi, jika dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2009 sebesar Rp. 193,1 Triliun, penerimaan pajak pertambahan nilai dan PPnBM di tahun 2010 masih lebih tinggi yaitu sebesar Rp. 58,8 Triliun (30,5%). Tidak tercapainya target penerimaan pajak tersebut dalam tahun 2010, berkaitan dengan besarnya restitusi yang masing-masing mencapai Rp. 26,6 Triliun. Restitusi pajak pertambahan nilai merupakan pengembalian kelebihan bayaran pajak perrtambahan nilai dan PPnBM yang dilakukan oleh wajib pajak. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas obyeknya. Dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ketika Pengusaha Kena Pajak menjual produknya, sedangkan Pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar ketika Pengusaha Kena Pajak membeli, memperoleh atau membuat produknya. Bila pada satu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak juga dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pajak (restitusi). Dengan karakteristiknya yang bersifat obyektif, maka semua transaksi atas penjualan dan pembelian Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Penghasilan Kena Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga Pajak Pertambahan Nilai memberikan kontribusi cukup besar terhadap APBN.
4
Karena kontribusinya itu, maka dibuatlah undang-undang nomor 42 tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga atas undang-undang nomor 8 Tahun 1983. Sebelumnya,aturan pajak mengacu pada undang-undang nomor 18 Tahun 2000. Perubahan dalam undang-undang tersebut adalah: 1. Saat pembuatan Faktur Pajak (FP) a. Bila sebelumnya paling lama akhir bulan berikutnya atau pada saat pembayaran (bila pembayaran
telah diterima sebelum
akhir bulan
berikutnya). b. Perubahannya, pembuatan Faktur Pajak saat penyerahan atau pada saat pembayaran (dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan). 2. Jenis faktur pajak a. Bila sebelumnya dikenal dua jenis Faktur Pajak, yaitu Faktur Pajak standard dan Faktur Pajak sederhana. b. Perubahannya, saat ini hanya dikenal istilah faktur pajak. 3. Saksi atas pelanggaran syarat formal faktur pajak a. Bila sebelumnya Penghasilan Kena Pajak
akan dikenai sanksi bila
menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memenuhi syarat, misalnya tidak ada nama pembeli dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli. b. Perubahanya, Pengusaha Kena Pajak tidak akan dikenai sanksi, tetapi faktur tersebut tidak dikategorikan sebagai Faktur Pajak cacat. Namun Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan oleh pembelinya. 4. Saat penyetoran dan pelaporan
5
a. Bila sebelumnya penyetoran dilakukan paling lambat 15 setelah berakhirnya masa pajak dan pelaporannya dilakukan paling lama tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak. b. Perubahannya, penyetoran dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan dan pelaporannya dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. CV. Arjuna Securitas Abadi merupakan perusahan yang bergerak dalam bidang Packing Kemasan Kayu. Dalam melakukan kewajiban perpajakannya, CV. Arjuna Securitas Abadi telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasnya ditetapkan oleh keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Karena sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka dalam melakukan pembelian dan penjualannya, CV. Arjuna Securitas Abadi harus memungut Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut perusahaan sebesar 10% dengan sistem pembayaran dalam bentuk kredit atau tunai.
Jangka
waktu
kredit
dalam
dua
bulan.
Dalam
melakukan
pembayarannya CV. Arjuna Securitas Abadi pernah melakukan keterlambatan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sehingga dikenakan denda sebesar 2% dan bila terlambat lapor akan dikenai denda.
6
Dengan adanya perubahan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, maka untuk tahun 2011 perusahaan tidak diperbolehkan menggunakan Faktur Pajak Standard dan Faktur Pajak Sederhana dan sudah dihapus dan diganti dengan Faktur Pajak saja. Selain itu, bila melakukan penjualan kepada pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak, maka NPWP di Faktur Pajak diisi dengan angka 00.000.000.0.000.000 dan nama wajib pajak cukup diisi dengan no name. Kebijakan perlakuan akuntansi atas transaksi yang mengharuskan Pengusaha Kena Pajak memungut Pajak Pertambahan Nilai harus diterapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk membantu perusahaan dalam menyajikan laporan keuangan yang bersifat wajar kepada para pengguna laporan keuangan. Karena masih banyak pengusaha yang belum paham perlakuan sebenarnya atas Pajak Pertambahan Nilai, seperti mengabaikan PPN masukan dari transaksi pembelian yang dilakukan, tidak mengetahui PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan atau bagaimana memperlakukan PPN Masukan yang tidak bisa dikreditkan dan sebagainya. Hal ini dapat berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan, yang diawali dengan kesalahan penentuan laba, selanjutnya berdampak pada kesalahan penyajian Laporan Laba-Rugi dan akhirnya berdampak pada kesalahan interprestasi para pemakai laporan keuangan. Berdasarkan latar belakang diatas penulis menjadikan Pajak Pertambahan Nilai sebagai bahan penelitian skripsi dengan judul “Implementasi Pajak
7
Pertambahan Nilai dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Keuangan Pada CV. Arjuna Securitas Abadi di Surabaya”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana implementasi PPN pada perusahaan CV. Arjuna Securitas Abadi ditinjau dari undang-undang PPN? 2. Apakah perlakuan Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh terhadap laporan keuangan CV. Arjuna Securitas Abadi? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi Pajak Pertambahan Nilai sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku (Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009) 2. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Pertambahan Nilai terhadap laporan keuangan perusahaan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis
Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu dan Pengetahuan. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan implementasi perlakuan PPN dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan pada sebuah perusahaan.
8
2. Manfaat Praktis a. Manfaat Bagi Penulis Untuk menambah wawasan mengenai implementasi Pajak Pertambahan Nilai dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan pada CV. Arjuna Securitas Abadi. b. Manfaat Bagi Perusahaan Untuk memberikan masukan kepada perusahaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. c. Manfaat Bagi Almamater dan Pembaca Lainnya Untuk membantu memberi masukan bagi pembaca dan diharapkan dpat berguna untuk menambah pengetahuan dan sebagai sarana untuk bahan penelitian selanjutnya dibidang perpajakan, khususnya Pajak Pertambahan Nilai.
9
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan unsur yang sangat penting bagi negara, dengan adanya pajak maka pembangunan negara berjalan lancar, karena dari pajaklah kegiatan pemerintahan dibiayai. Melihat betapa pentingnya pajak bagi pembangunan, banyak ahli berusaha memberikan definisi yang berbeda, meskipun begitu, unsur – unsur yang terkandung dalam definisi tersebut hampir sama. Definisi Pajak menurut pasal 1 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang KUP: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Berikut ini definisi pajak menurut beberapa ahli: 1. Menurut Rochmat Soemitro: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Menurut P.J.A Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo dijelaskan bahwa: Pajak ialah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat 9
10
prestasi langsung – kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dengan beberapa pengertian pajak di atas, maka dapat disimpulkan ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut: 1) Pajak dipungut berdasarakan undang – undang serta aturan pelaksanaanya. 2) Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti apabila utang pajak tidak dibayar, maka utang tersebut dapat ditagih dengan kekerasan, seperti surat teguran, surat paksa, surat sita, dan sandra. 3) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah. 4) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan pihak swasta yang orientasinya adalah keuntungan. 5) Pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum 2.1.1.1. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas, fungsi pajak menurut Muqodium, (2010) yaitu :
11
1) Fungsi penerimaan (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sunber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran
pemerintah
baik
pengeluaran
rutin
maupun
pengeluaran
pembangunan. 2) Fungsi mengatur (regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social, ekonomi, maupun bidang politik dengan tujuan tertentu sesuai dengan kebijakan pemerintah. Dalam fungsi mengatur, pajak sebagi salah satu alat untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu yang letaknya diluar tujuan fiskal/budgetair, pajak harus pula membantu usaha pemerintah untuk campur tangan dalam mengatur dan bila perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan
sektor
swasta.
Tetapi
negara
harus
juga
menyelenggarakan
kesejahteraan masyarakat serta meratakan pendapatn nasional. Beberapa penerapan fungsi mengatur antara lain : a. Pemberlakuan tarif progresif. Jika tarif ini diterapkan pada PPh maka tinggi penghasilan semakin tinggi tarif pajaknya. Sehingga kebijaksanaan ini berpengaruh besar terhadap usaha pemerataan pendapatan nasional. Dalam hal ini, pajak juga dikenal dalam berperan sebagai alat redistrisbusi pendapatan nasional. b. Pemberlakuan bea masuk tinggi bagi barang – barang impor dengan tujuan untuk melindungi terhadap produsen dalam negeri sehinggamendorong perkembangan industri dalam negeri.
12
c. Pemberian fasilitas tax holiday atau pembebasan pajak untuk beberapa jenis industri tertentu dengan maksud mendorong atau memotivasi para investor atau calon investor untuk meningkatkan investasinya. d. Pengenan pajak untuk jenis barang tertentu dengan makud agar menghambat konsumsi barang – barang tersebut atau jika pajak tersebut diterapkan pada barang mewah sebagaimana PPnBM mempunyai maksud antara lain menghambat perkembangan gaya hidup mewah. 2.1.1.2. Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo, (2010) : agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Adil dalam mengenakan pajak secara umum dan merata sesuai dengan kemampuan masing – masing dan adil dalam pemberian hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding. 2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Pelaksanaan pemungutan pajak di suatu negara atau daerah berdasarkan undang – undang. Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3) Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
13
Yaitu pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan jangan mengganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak. Selain itu, pemungutan pajak tidak boleh mengganggu atau menghalangi kelancaran produksi maupun perdagangan / perindustrian. Sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4) Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) Sesuai dengan fungsi penerimaan (budgetair), biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan, sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5) System pemungutan harus sederhana. Untuk mencapai efisiensi pemungutan pajak serta untuk memudahkan warga masyarakat untuk menghitung dan memperhitungkan pajaknya, maka harus diterapkan system pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan sehingga masyarakat tidak terganggu dengan permasalahan pajak yang sulit. Karena hal ini akan membantu masyarakat dalam membayar pajak. 2.1.1.3.
Sistem Pemungutan Pajak
Dalam melakukan pemungutan pajak di Indonesia, terdapat beberapa macam cara atau sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo, (2010), yaitu : 1.
Official Assesment System Adalah suatu sistem yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri – cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif
14
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2.
Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentuka sendiri besarnya pajak terutang. Ciri – cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3.
With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri – cirinya, wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.1.1.4.
Tarif Pajak
Tarif pajak adalah angka atau presentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak terutang. Disamping tarif pajak, pada umumnya untuk menentukan jumlah pajak perlu diketahui dasar pengenaan pajaknya. Misalnya PPh dasar pengenaan pajaknya adalah penghasilan, sedangkan Pajak Pertambahan Nilai dasar pengenaan pajaknya adalah harga jual dan nilai impor, sedang bea materai dasar pengenaan pajaknya adalah jenis dokumen (Muqodim, 2010). Secara struktural , menurut Mardiasmo (2010), tarif pajak dibagi dalam empat jenis
15
yaitu : 1.
Tarif sebanding / proposional Tarif berupa prosentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contohnya, untuk penyerahan Barang Kena Pajak dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
2.
Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap. Contohnya, besarnya tarif bea materai. Untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 1000.
3.
Tarif Progresif Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai semakin besar. Menurut kenaikan presentase tarif progresif di bagi menjadi : a. Tarif progresif progresif : kenaikan presentase semakin besar b. Tarif progresif tetap : kenaikan presentase tetap c. Tarif progresif degresif : kenaikan presentase semakin kecil Tarif pajak menurut pasal 17 Undang – undang pajak penghasilan tersebut diatas termasuk tarif progresif – progresif.
4.
Tarif Degresif Presntase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
16
2.1.2. Pajak Pertambahan Nilai Berbeda
dengan
PPh
yang dikenakan
terhadap
penghasilan,
pajak
pertambahan nilai dikenakan terhadap konsumsi. Penggunaan istilah pertambahan nilai merujuk pada pengenaan pajak yang diletakkan pada nilai tambah yang muncul disepanjang jalur produksi dan distribusi barang dan jasa. Nilai tambah tersebut berasal dari pemanfaatan aneka faktor produksi oleh pengusaha yang menimbulkan pertambahan nilai suatu barang atau jasa. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa didalam negeri (Daerah Pabean). Dalam penggolongannya, Pajak Pertambahan Nilai termasuk pajak tak langsung karena pembayaran pajaknya dapat dialihkan kepada pihak lain. Tetapi dalam implementasinya, meskipun beban pajak ada di pundak konsumen, pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menjadi Pengusaha Kena Pajak, yaitu Wajib Pajak yang dalam kegiatan usahanya melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak. Dengan demikian, secara Yuridis Pengusaha Kena Pajak bertangungjawab memungut pajak pertambahan nilai dan secara ekonomis, konsumen yang menanggung beban Pajak Pertambahan Nilai (Faisal, 2010). Undang – undang yang mengatur tentang pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yaitu undang – undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah menjadi undang – undang No. 42 Tahun 2009 yang sebelumnya mengacu pada undang – undang No. 18 Tahun 2000.
17
Pengertian tentang PPN Masukan adalah pajak petambahan nilai akibat terjadinya pembelian, sedangan pengertian tentang PPN keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai akibat terjadinya penjualan. 2.1.2.1 Barang dan Jasa Kena Pajak Barang Kena pajak merupakan barang yang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang yang tidak berwujud dikenakan pajak berdasarkan undang – undang pajak pertambahan nilai. Pada dasarnya, semua barang adalah barang kena pajak, kecuali undang – undang menetapkan sebaliknya (Mardiasmo, 2010). 2.1.2.2 Barang Tidak Kena pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak Jenis barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2002 berdasarkan atas empat kelompok barang, yaitu : 1. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran yang diambil dari sumbernya meliputi : a. Minyak Mentah ( Crude Oil) b. Gas bumi, kecuali gas bumi yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat seperti elpiji, c. Panas bumi, d. Pasir dan kerikil, e. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara dan f. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel dan bijih perak serta bijih bauksit
18
2. Barang kebutuhan yang sangat dibutuhkan rakyat banyak, jenisnya : a. Beras, b. Gabah, c. Jagung, d. Sagu, e. Kedelai, dan f. Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usahajasa boga atau catering 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Sedangkan kelompok jasa yang tidak kena pajak terdiri dari jasa di bidang (UUD. No. 42 tahun 2009) : a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi :
Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;
Jasa dokter hewan;
Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi;
Jasa kebidanan, dan dukun bayi;
Jasa paramedis, dan perawat; dan
Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
b. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi :
19
Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
Jasa pemakaman termasuk krematorium;
Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia. d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi:
Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan
Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
e. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
Jasa pelayanan rumah ibadah;
Jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan
Jasa lainnya di bidang keagamaan.
20
f. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:
Jasa
penyelenggaraan
pendidikan
sekolah,
seperti
jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional;
Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian Tradisional yang diselenggarakan cuma-Cuma. h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air j. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi
Jasa tenaga kerja;
Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
k. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
21
Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumahpenginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengankegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
2.1.2.3 Subyek Pajak Pertambahan Nilai 1.
Subyek PKP Pengusaha adalah OP atau badan yg dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan perdagangan, memanfaatkan barang tak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak menurut UU ini, tidak termasuk pengusaha kecil yang ditetapkan KMK. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan republik Indonesia Nomor 197PMK.03/2013 bahwa Batasan Pengusaha Kecil adalah jika pengusaha tersebut melakukan penyerahan BKP dan atau JKP
dengan jumlah peredaran bruto
22
dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha kecil boleh memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. PKP wajib dikukuhkan dan memiliki NPPKP (Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak) yang bentuknya sama dengan NPWP. Kewajiban PKP adalah mengenakan, memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM. 2.
Subyek Non PKP
Non-PKP dapat menjadi subjek PPN jika: a.
Mengimpor BKP.
b.
Memanfaatkan BKP tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
c.
Melakukan kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya.
2.1.2.4 Obyek Pajak Pertambahan Nilai Setelah melalui proses pengukuhan dan memperoleh status sebagai Pengusaha Kena Pajak, kewajiban berikutnya adalah memungut Pajak Pertambahan Nilai. Secara umum, obyek pajak Pertambahan Nilai terdiri dari (UU PPN ps. 4, ps. 16C, ps. 16D):
1.
Penyerahn BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2.
Impor BKP (PPN = 10% x Nilai Impor)
3.
Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4.
Pemanfaatan BKP tak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5.
Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
23
6.
Ekspor BKP yang dilakukan PKP PPN 0%
7.
Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP
8.
Ekspor JKP oleh PKP
Selain itu, khusus untuk penyerahan barang, Pengusaha Kena Pajak juga harus memahami bahwa tidak semua penyerahn barang dikenakan pajak. Ada tujuh macam penyerahan Barang Kena Pajak yang merupakan penyerhan kena pajak menurut UU No. 42 tahun 2009 pasal 1A (1) dan (2), yaitu : 1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. 2. Pengalihan Barang Kena Pajak kerna suatu perjanjian sewa jual beli dan atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) 3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. 4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma – cuma atas Barang Kena Pajak. 5. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tesebut menurut ketentuan dapat dikreditkan. 6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dari penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang. 7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerhan Barang Kena Pajak adalah : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam kitab undang – undang hukum dagang.
24
2. Penyerahan Barang Kena Pajak unutk jaminan utang piutang. 3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal pengusaha kena pajak memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang. 2.1.2.5 Saat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Menurut UU No. 42 tahun 2009 pasal 11 (1) dan (2), terutangnya pajak terjadi pada saat : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak 2. Impor Barang Kena Pajak 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean. 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean 6. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud 7. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud 8. Ekspor Jasa Kena Pajak Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
25
2.1.2.6 Tarif Pajak Pertambahan Nilai Menurut Mardiasmo, (2011) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas : a.
Ekspor BKP berwujud
b.
Ekspor BKP tidak berwujud; dan
c.
Ekspor JKP Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (limabelas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Sedangkan untuk tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan Mardiasmo, (2011) bahwa tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dibedakan menjadi beberapa tarif yaitu tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan yang paling tinggi 200% (dua ratus persen) . Ketentuan mengenai tarif kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis Barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
26
Atas ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi). Selain itu, tarif PPN khusus juga diterapkan pada : 1.
Jasa Kurir Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-147/PJ.532/2000
menyebutkan bahwa untuk perusahaan Joint Venture yang bergerak dibidang jasa kurir internasional untuk 2 kegiatan yaitu : a.
Untuk ekspor : - Untuk jasa kurir ekspor yang biayanya dibayarkan di Negara Indonesia (oleh si pengirim) yang disebut PrePaid Shipment yang pihaknya selalu mengeluarkan invoice beserta PPN 1% - Untuk jasa kurir ekspor yang bianyanya dibayarkan di Negara tujuan (oleh si Penerima) disebut Freight Collect Shipment, pihaknya tidak mengeluarkan invoice maupun PPN 1% melainkan hanya menerima kompensasi yang sudah diperhitungkan bersama biaya-biaya internasional freight (telah di net kan dengan hutang piutang).
b.
Untuk impor : - Menerima kompensasi yang sudah diperhitungkan dengan hutang piutang yang disebut Destination Compensation. - Untuk biaya-biaya Bea Cukai pihaknya membebankan kepada customer sesuai dengan data dari bea cukai yang diurus / dilakukan oleh pihak
27
ketiga dan pihaknya menambahkan biaya disbursement fee sebesar 5% dari bea masuk. 2.
Penyerahan Emas Perhiasan Berdasarkan Pasal 3 Peratutan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/PMK.03/2014 bahwa penyerahan emas perhiasan dan/atau jasa terkait dengan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar pengenaan pajak tersebut adalah nilai lain yang ditetapkan sebesar 20% (dua puluh perse) dari harga jual Emas atau nilai penggantian.
2.1.2.7 Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Dasar Pengenaan Pajak terdiri dari : 1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
28
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN. 4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 5. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan yaitu : a. harga jual / penggantian dikurangi laba kotor, yaitu untuk pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma dan penyerahan antar pusat cabang atau antar cabang. b. harga jual rata-rata / perkiraan hasil rat-rata, yaitu untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar dan penyerahan film cerita. c. harga pasar wajar, yaitu persediaan tersisa saat pembubaran perusahaan, dan penyerahan aktiva bekas. d. Sepuluh persen dari harga jual atau jumlah tagihan, yaitu penyerahan kendaraan bermotor bekas, jas biro perjalanan atau pariwisata, dan jasa pengiriman paket. e. Lima persen dari jasa imbalan untuk jasa anjak piutang.
29
2.1.2.8 1.
Klasifikasi Pajak Pertambahan Nilai Pajak Masukan Menurut Mardiasmo, (2011) Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barng KenaPajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barng Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. 2.
Pajak Keluaran Menurut Mardiasmo, (2011) Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai
terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barng Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak. 2.1.2.9
Faktur Pajak Menurut Mardiasmo, (2011), Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak
yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, atau bukti pungutan Pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Faktur pajak dapat berupa : 1. Faktur pajak standar yaitu faktur pajak yang bentuk dan isinya telah ditetapkan oleh peraturan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Isi faktur harus mencantukan minimal: – Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP.
30
– Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP. – Jenis barang, jumlah harga jual/penggantian dan potongan harga. – PPN/PPnBM yang dipungut. – Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak. – Nama, jabatan dan tanda tangan yg berhak menandatangani Faktur Pajak (penjelasan Pasal 13 ayat 5 UU PPN) . 2. Faktur Pajak Sederhana dibuat oleh PKP yang melakukan: Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat yang terdapat di Pasal 13 ayat 7 UU PPN: a. Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak b. Jenis dan kuantum c. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah. d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana Pasal 9 ayat 8 UU PPN, Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana tidak dapat dikreditkan. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan : a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, atau b. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang nama, alamat,
31
atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui, Dapat membuat Faktur Pajak Sederhana (Kep DJP No 128/PJ/2004) 3. Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak yang dibuat meliputi semua penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama (Pasal 13 ayat 2 UU PPN).
Faktur Pajak Gabungan pada dasarnya adalah Faktur Pajak Standar sehingga tidak digolongkan sebagai bentuk tersendiri terpisah dari Faktur Pajak Standar.
Menurut Pasal 13 ayat 1 dan 3 UU PPN, Faktur Pajak pada umumnya dibuat:
Pada saat penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak apabila sebelumnya tidak ada pembayaran.
Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak Standar sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sekurangkurangnya harus mencantumkan : 1. Nomor Seri Faktur Pajak, 2. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Nomor dan Tanggal Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, 3. Nama, alamat, dan Nomor Poko Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak,
32
4. Macam, jenis, kuantum, harga satuan, jumlah harga jual atau penggantian dan potongan harga, 5. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut, 6. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut, 7. Tanggal penyerahan atau tanggal pembayaran,, 8. Nomor dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, 9. Nama, jabatan dan Tanda Tangan yang berhak menanda tangani Faktur Pajak.
2.1.2.10
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Dengan demikian, saat pembuatan faktur pajak sesuai dengan Pasal 13 ayat (1a) Undang-undang PPN dapat dibaca secara utuh dengan memperhatikan Surat Edaran Nomor SE-50/PJ/2011, yaitu : 1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, di mana pengertian saat penyerahan sesuai dengan penjelasan dalam SE50/PJ/2011 yang diuraikan di atas; 2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; 3.
Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan seperti untuk penyerahan jasa pemborong bangunan; atau
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah
33
menyampaikan tagihan, sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN.
2.1.3. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1.
Saat terutang adalah saat pembayaran
2.
Faktur dan SPP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan
3.
Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran
4.
Pemungut pajak wajib memungut PPN terutang pada saat pembayaran (bukan pada saat penyerahan) Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan
5.
PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayaran tagihan
Yang ditunjuk pemungutan PPN (KMK 563/KMK.03/2003) 1.
Bendaharawan Pemerintah
2.
Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara
2.1.4. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Prosedur pembukuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari : 1.
Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
2.
Penjualan dan PPN terutang
3.
PPN yang masih harus dibayar atau lebih
34
4.
Dan lain-lain. Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat
digolongkan ke dalam dua jenis barang, yaitu barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Pembelian kedua jenis barang tersebut perlu dipertimbangkan dalam arangka pembukuan, karena PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dikreditkan tersebut dapat dimasukkan ke dalam biaya dalam perhitungan pajak penghasilan nantinya. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu : 1.
Pembelian barang unutk diolah (persediaan) dan
2.
Pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi.
2.1.5. Pengakuan PPN Terutang Pada prinsipnya PPN dipungut berdasarkan 2 prinsip yaitu; 1) Prinsip Akrual : Sesuai pasal 11 ayat (1) UU PPN, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor Barang Kena Pajak. 2) Prinsip Kas : Sesuai pasal 11 ayat (2) UU PPN, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan
35
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. Atas dasar hal tersebut di atas, Faktur Pajak harus dibuat pada saat: 1) Penyerahan barang. 2) Pembayaran diterima, sebelum penyerahan barang/jasa dilakukan. Dalam hal pembayaran diterima setelah penyerahan barang, Faktur Pajak dibuat pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang. 2.1.6. Laporan Keuangan Menurut Munawir (2010), laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk merperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dalam hasil – hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah pengguna. Laporan keuangan terdiri dari : a. Laporan Laba Rugi (Income Statement) b. Laporan Perubahan Ekuitas (Capital Statement) c. Neraca (Balance Sheet) d. Laporan Arus kas (Cash Flow Statement) Laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan. Untuk mencapai tujuannya tersebut, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakuai saat kejadian dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan disusun atas dasar akrual memberikan
36
informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas di masa depan.
2.1.7
Penyajian Pajak Pertambahan Nilai Pada Laporan Keuangan
Dalam laporan posisi keuangan, terdapat aset, kewajiban, dan ekuitas. Nama – nama akun pada laporan keuangan yang berkaitan dengan transaksi – transaksi diatas adalah : a. Sisi aset, terdapat nama-nama akun sebagai berikut : 1. Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar yang disajikan pada pos piutang (masuk pos piutang karena atas kelebihan pajak ini dpat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau direstitusi sehingga kita memiliki piutang terhadap pemerintah) 2. Kas 3. Persediaan 4. Perlengkapan Kantor 5. Piutang Usaha b. Kewajiban Lancar 1. Pajak Pertambahan Nilai kurang bayar yang disajikan pada pos hutang (masuk pos hutang karenajika terjadi kurang bayar, maka kita harus membayar kepada kepada pemerintah paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya mas pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan). 2. Hutang Usaha
37
3. Pendapatan diterima dimuka (masuk pasiva karena kita masih harus memenuhi kewajiban kita kepada pembeli tetapi pendapatan sudah diterima terlebih dahulu). Sedangkan yang termasuk dalm laporan rugi laba komprehensif adalah : 1. Penjualan 2. Potongan Penjualan 3. Retur Penjualan 4. Harga Pokok Penjualan 5. Sanksi bunga akibat terlambat membayar pajak masuk dalam pos rugi lain-lain (dalam fiskal, dikoreksi positif. Dikoreksi positif karena mengurangi biaya dan menambah laba) 6. Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dapat dikreditkan disajikan pada pos beban (dalam laporan keuangan fiskal dikoreksi positif. Dikoreksi positif karena mengurangi biaya dan penambahan laba). 7. Pajak Pertambahan Nilai masukan yang tidak dapat dikreditkan, masuk dalam cost of inventory (dalam laporan keuangan fiskal, dapat diakui sebagai biaya)
2.1.8
Pengakuan Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) timbul akibat adanaya transaksi pembelian
dan penjualan terhadap Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak. Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian BKP maka akan dikenakan Pajak Masukan. Selanjutnya bila PKP tersebut melakukan penjualan atas BKP tersebut maka mereka berhak unutk melakukan pemungutan PPN yang telah mereka setor
38
sebelumnya dan hal ini merrupakan Pajak Keluaran. Seperti halnya pendapatan, PPN juga harus diketahui dan bagaimana cara pengukurannya. Menurut Kerangka Dasar Penyusutan dan Penyajian lapoaran Keuangan dalam SAK (2007 ; 22 : par.92), dijelaskan bahwa : Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penuruanan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan penghasilan tetrjadi bersamaan dengan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar. Menurut UU Perpajakan No. 18 Tahun 2000 Pasal 4 ayat 1, dijelaskan bahwa : Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonimis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Pendapatan umumnya diakui jika : a.
Telah direalisasi atau dapat direalisasi
b.
Telah dihasilkan
Misal, PT. X melakukan penjualan barang dengan jumlah penyerahan Rp. 15.000.00,- terdiri dari : -
Penyerahan yang telah diterima pembayarannya Rp. 10.000.000,-
-
Penyerahan yang belum diterima pembayarannya Rp. 5.000.000,-
Prinsip akrual : Pendapatan (Penjualan) adalah Rp. 15.000.000,Prinsip kas
: Pendapatan (penjualan) adalah Rp. 10.000.000,- sisa yangbelum
dibayar sebesar Rp. 5.000.000 ditetapkan sebagai penghasilan pada periode berikutnya apabila telah dilakukan pembayaran berikutnya.
39
Pengakuan pendapatan dari penjualan barang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 23 menyebutkan bahwa pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut terpenuhi : a. Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepda pembeli b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melkukan pengendalian efektif atas barang yang dijual c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal. Pengukuran pendapatan dalam PSAK No. 23 dijelaskan bahwa “Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima.” Dalam UU Perpajakan No. 18 Tahun 2000 Pasal ( ayat 1, dijelaskan bahwa “Pejak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak”. Dalam akuntansi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan beban atau perolehan aktiva (PSAK NO. 23 par 38). Begitu juga dengan pajak, pengakuan beban atau perolehan aktiva diakui pada saat penyerahan barang kena pajak, tetapi karena pembuatan faktur pajak dapat diserahkan bulan berikutnya maka pendapatan tersebut tidak dapat dilaporkan pada bulan saat penyerahan BKP.
40
Terutangnya PPN menurut akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP walaupun faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya. Menurut UU perpajakan terutangnya PPN sama dengan akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP atau sudah terjadi penjualan (UU Perpajakan No. 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat 1), tetapi apabila diterima uang muka dari penjualan tersebut maka terutangnya PPN secara administrative adalah pada saat pembayaran uang muka (UU Perpajakan No. 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat 2) dan diterbitkan faktur pajaknya.
2.2
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1.1 Hasil Penelitian Terdahulu : Nama
Judul
Hasil Penelitian
Hastari (2009)
Evaluasi Atas Perhitungan, Pelaporan dan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada PT X
Israelka (2008)
Analisis penerapan pajak pertambahan nilai pada PT. Kaltimex Lestari Makmur
Pencatatan dan perhitungan terhadap akuntansi PPN telah dilakukan dengan baik sesuai dengan standard UU PPN yang berlaku. Prosedur penerapan PPN telah berjalan sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
41
Tabel 1.2 Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu
Objek Penelitian
Perbedaan Lokasi Penelitian
1. Hastari (2009) melakukan 1. Palembang penelitian dengsn judul “Evaluasi Atas Perhitungan, Pelaporan dan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada PT X” 2. Israelka (2008) melakukan penelitian dengan judul “analisis penerapan pajak pertambahan nilai pada PT. Kaltimex Lestari Makmur”
2. Jakarta Utara
1. PT. X
2. PT. Kaltimex Lestari Makmur
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah menggunakan metode analisis deskripsi, yaitu suatu metode pembahasan masalah yang sifatnya menguraikan, menggambarkan, membandingkan suatu data atau keadaan serta melukiskan dan menerangkan suatu keadaan sedemikian rupa sehingga dapatlah ditarik suatu kesimpulan.
2.3 Kerangka Konseptual Penelitian Gambar 1.1 Kerangka Konseptual CV. ARJUNA SECURITAS ABADI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI SAK
UU PPN
PENGAKUAN BEBAN DAN HUTANG LAPORAN KEUANGAN
42
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yang terbatas pada usaha
untuk mengungkapakna suatu masalah, keadaan, dan peristiwa yang terjadi sebagaimana adanya. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi apakah perlakuan akuntansinya sudah sesuai denagn peraturan yang berlaku. 3.2
Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel
3.2.1
Deskripsi Populasi Menurut pendapat Nur dan Bambang (2010), populasi adalah sekelompok
orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Sehingga, dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah Sistem Informasi Akuntansi di perusahaan CV. Arjuna Securitas Abadi. 3.2.2
Penentuan Sampel Sampel penelitian adalah merupakan bagian dari populasi yang diambil
sebagai wakil dari penelitian. Hal ini sesuai pendapat Nur dan Bambang (2010) bahwa sampel adalah sebagian dari elemen-elemen populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah Akuntansi pembelian dan laporan keuangan.
42
43
3.3
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1
Klasifikasi Variabel Variabel dalam suatu penelitian dapat diartikan sebagai segala sesuatu
yang akan menjadi obyek pajak penelitian dan apa yang merupakan variabel dalam suatu penelitian ditentukan oleh landasan teori. Adapun variabel yang menjadi obyek penelitian antara lain, yaitu : a.
Variabel Bebas : Implementasi Akuntansi
b.
Variabel Terikat : Laporan Akuntansi
3.3.2
Definisi Operasional Variabel Setelah
variabel
diklasisfikasikan,
maka
variabel
tersebut
perlu
diidentifikasikan secara operasional agar variabel tersebut jelas tujuan yang dimaksud. Adapun definisi operasional dari variabel-variabel tersebut antara lain : 1. Pajak Pertambahan Nilai (X) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak karena mengalami proses produksi dan distribusi. 2. Laporan Keuangan (Y) Laporan keuangan merupakan suatu ringkasan
suatu proses pencatatan dari
transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Komponen laporan keuangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
persentase penurunan nilai laba kotor yang terjadi akibat adanya PPN Masukan yang tidak bisa dikreditkan. 3.4
Teknik pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa teknik yaitu :
44
a.
Teknik Observasi
Yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung maupun
tidak
langsung
terhadap
aktivitas
yang
berhubungan
dengan
implementasi pajak pertambahan nilai pada CV. Arjuna Securitas Abadi cabang Surabaya. b.
Teknik Wawancara
Yaitu mengadakan Tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan pihak perusahanna, khususnya dengan bagian yang berhubungan dengan objek penelitian. 3.5
Teknik Keabsahan Data
Instrumen penelitian yang digunakan adalah peraturan perpajakan, PSAK No. 46, ketetapan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain : 1. Validitas adalah suatu ukuran yang adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan. 2. Realibilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama – sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan.
45
3.6
Teknik Analis Data
Teknik analisis data dilakukan metode Deskriptif. Dalam metode ini dibagi menjadi
dua
yaitu
meneliti
aktivitas
Pajak
Pertambahan
Nilai
dan
implementasinya yang akan dijabarkan sebagai berikut : a.
Teknik yang digunakan untuk meneliti aktivitas perlakuan Pajak Pertamabahn Nilai pada CV. Arjuna Securitas Abadi adalah : 1. Mengumpulkan data perusahaan sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. 2. Mencocokan saat pembuatan faktur pajak keluaran dan saat pengkreditan faktur pajak masukan. Saat pembuatan faktur pajak adalah saat penyerahan atau saat pembayarana bila pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak. Bila perusahaan tidak mau terlambat membuat faktur pajak, amak perusahaan akan dikenakan sanksi administrasi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. Dan bilapajak Masukan dikreditkan melewati masa yang diperkenankan, maka terdapat ketidaksesuaian dalam hal pengkreditan Pajak Masukan. 3. Mencocokan perlakuan Pajak Keluaran pada bulan Januari sampai Desember 2012 yang tertera pada Faktur Pajak keluaran dengan data penjualan yang ada. Jika terdapat transaksi maupun perhitungan yang tidak sesuai antara Faktur Pajak keluaran dengan data penjualan, maka kesimpulannya adalah perhitungan dan pelaporan Pajak Keluaran tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
46
4. Mencocokan perlakuan pajak masukan pada bulan Januari sampai Desember 2012 yang tertera pada Faktur Pajak masukan dengan data pembelian yang ada. Jika terdapat transaksi maupun perhitungan yang tidak sesuai antara transaksi maupun perhitungan yang tidak sesuai antara Faktur Pajak masukan dengan dat pembelian, maka kesimpulannya adalah perhitungan dan pelaporan Pajak Masukan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. 5. Mengevaluasi ketetapan pengisisna Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai. Bila terdapat informasi yang berbeda dengan apa yang seharusnya dilaporkan, maka pengisian Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-uandangan yang berlaku. 6. Mengevaluasi ketetapan saat penyetoran Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai dengan melihat tanggal penyetoran yang tertera pada Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai. Batas akhir Penyetoran Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai adalah paling lamabat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Bila seurat Setoran Pajak Pertambahan Nilai dilaporkan melewati batas akhir penyetoran Surat Setoran pajak Pertambahan Nilai dianggap tidak tepat waktu. 7. Mengevaluasi ketepatan pengisian Surat Pemebritahuam mas pajak pertambahan Nilai. Bila terdapat informasi yang berbeda dengan apa yang seharusnya dilaporkan, maka pengisisan Surat Pemberithauan masa Pajak
47
Pertambahan Nilai dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 8. Mengevaluasi ketetapan saat pelaporan Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai. Batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai adalah paling lambat akhir bulan berikutnya. Bila Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai dilaporkan melewati batas akhir pelaporan, maka Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai dianggap tidak tepat waktu b.
Teknik yang digunakan untuk meneliti aktivitas perlakuan akuntansi pada CV. Arjuna Seuritas Abadi, adalah : 1. Pengumpulan data yang berupa buku penjualan dan buku pembelian. 2. Mengevaluasi buku penjualan dan buku pembelian. Jika terdapat Pajak Pertambahan Nilai yang teruatang atau yang dapat dikreditkan, maka akan diperhitungan sebagai Pajak Keluaran atau Pajak Masukan. 3. Mengumpulkan data yang berupa laporan keuangan yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai yaitu laba rugi komprehensif CV. Arjuna Securitas Abadi. 4. Mengevaluasi laporan laba rugi komprehensif. Apakah Pajak masukannya tidak dapat dikreditkan dalam laporan laba rugi komprehensif diakuai sebagia beban atau masuk dalam harga pokok penjualan. 5. Mengumpulkan data yang berupa laporan keuanagan yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai yaitu laporan posisi keuangan CV. Arjuna Securitas Abadi.
48
6. Mengevaluasi laporan posisi keuangan, apakah
CV. Arjuna Securitas
Abadi telah menghitung Pajak Pertambahan Nilai nya dan mendapatkan pajak kurang bayar atau pajak lebih bayar. Dimana pajak kurang bayar akan disajikan dalam pos hitung yang dalam laporan posisi keuangan diakui sebagai passiva, sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar akan disajikan dalam pos hitung dan dalam laporan posisi keuangan akan diakui sebagai aktiva. 3.7
Jadwal Penelitian
Tahap
Mar ‘14
Penelitian
III
Pengajuan Judul Penyelesaian Proposal Pengumpulan Data Pengolahan Data
IV
April ‘14 I II
III
Mei’14 IV
I II
III
Juni ‘14 IV
I II
III
IV
49
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1
Penyajian Data
4.1.1
Sejarah Singkat Perusahaan CV. Arjuna Securitas Abadi adalah perusahan yang bergerak dalam bidang
Packing Kemasan Kayu yang berdiri tanggal 12 Oktober 2004 berdasarkan Akte Notaris Mustari Sawirin SH., dengan direktur utama Bapak Son Warsono . Awal mula berdiri CV. Arjuna Securitas Abadi berkantor di Perum. Semarang Indah Blok D-XI No. 17, Semarang dengan area kerja propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengembangan dan perluasan telah dilakukan CV. Arjuna Securitas Abadi sehingga dapat membuka cabang perusahaan diantaranya Solo, Purwokerto, Surabaya dan Denpasar. Saat ini jumlah karyawan telah mencapai 150 orang yang tersebar mulai dari kantor pusat dan kantor cabang. Berikut kami sajikan prosentase tingkat pendidikan karyawan di CV. Arjuna Securitas Abadi. Tabel 4.1 Prosentase Tingkat Pendidikan No.
Pedidikan
Jumlah Karyawan
Prosentase
1
SLTA
60
40 %
2
D3
53
35 %
3
S1
37
25 %
150
100 %
Sumber : CV. Arjuna Securitas Abadi CV. Arjuna Securitas Abadi cabang Surabaya beralamatkan di Jalan Damo Permai III, Ruko Plasa Segi Delapan Blok D-879 Surabaya. Mempuyai SIUP 49
50
dengan No. 503/2436.A/436.6.11/2012 Tgl. 14-03-2012 dan TDP No. 503/2831.D/436.6.11/2012 Tgl. 02-04-2012. Merujuk kepada peraturan baru dari Badan Karantina Tumbuhan bahwa setiap kantor cabang harus memilih nomor ID (Registrasi) sendiri dan terpisah dari kantor pusat maka setelah melakukan verifikasi kantor cabang Surabaya per tanggal 21 Februari 2008 telah mendapat ID baru dengan nomor 088 (ID – 088). Selain jasa packing kemasan kayu, CV. Arjuna Securitas Abadi, juga merupakan salah satu provider ISPM #15 di Surabaya. ISPM #15 yang merupakan singkatan dari International Standard for Phytosanitary Measures Publication No. 15 adalah aturan kemasan kayu m perdagangan Internasional sebagai jawaban atas adanya penyebaran hama kayu pada kemasan kayu seperti pallet, peti, crate, box, serta dunnage (penyangga). ISPM #15 dikeluarkan oleh Sekretariat International Plant Protection Convention (IPPC) yang merupakan bagian dari United Nations Food and Agriculture Organisation’s (FAO) pada maret 2002. Kayu
sebagai
material
pengepakan,
penyangga,
pelindung
dan
pembungkus barang sering digunakan dalam perdagangan internasional, baik ekspor maupun impor yang dilalulintaskan antar area. Penggunaan material kayu sering kali didaur ulang dan dirakit kembali bahkan bercampur dengan material lokal karenanya sering menjadi media tertularnya hama kayu baik melalui ekspor maupun impor barang disamping itu untuk menghindari tidak diketahuinya histori dari mana kemasan kayu tersebut berasal. Standard ISPM #15 tentang maetrial kayu yang digunakan sebagai pembungkus (wood packaging material) dalam perdagangan inetrnasional
51
bertujuan untuk mengurangi resiko terinfestasinya organisme penggangu tumbuhan (OPT) yang berasosiasi dengan materi kemasan kayu seperti kayu penyangga (dunnage), peti kayu (crate) dan pallet. Karena penerimaan bruto CV. Arjuna Securitas Abadi dalam tahun berjalan telah mencapai Rp. 4.800.000.000,- maka CV. Arjuna Securitas Abadi dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan nomor NPWP 02.405.140.1604.001 Tgl. 07-02-2007. Dengan dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak maka perusahaan ini harus memungut Pajak Pertambahan Nilai apabila melakukan penyerahan Barang Kena Pajak. Dalam menjalankan usahanya perusahaan berpegang pada visi dan misi perusahaan. Visinya adalah Mewujudkan perusahaan kemasan kayu yang tangguh, professional, dan terpercaya dalam mengawal pelaksanaan ISPM # 15 di Jawa Timur Sedangkan misinya antara lain : 1.
Ikut ambil bagian dalam melindungi kelestarian tumbuhan dari serangan hama dan penyakit tumbuhan (OPT)
2.
Meningkatkan layanan pelanggan / perusahaan ekspor dan impor yang menggunakan kemasan kayu. Perusahaan beroperasi selama enam hari dalam seminggu dan hanya
memiliki satu shift kerja dalam sehari dengan jam operasi sebagai berikut : a.
Hari Senin sampai Jum’at mulai pukul 08.00 WIB – 16.30 WIB dengan waktu istirahat antara pukul 12.00 WIB – 13.00 WIB.
b.
Hari Sabtu mulai pukul 08.00 WIB – 12.30 WIB.
52
CV. Arjuna Securitas Abadi juga memberikan jaminan sosial kepada karyawan antara lain : 1.
Memperoleh ijin bila sakit.
2.
Tunjangan Pernikahan.
3.
Tunjangan Kelahiran.
4.1.2
Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi mempunyai peranan penting dalam suatu perusahaan
karena memungkinkan adanya koordinasi usaha antara semua jenjang untuk mengambil keputusan yang dapat mencapai tujuan umum perusahaan dan struktur organisasi juga merupakan bagian penting dan memegang peranan penting dalam mewujudkan pemerataan wewenang serta pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Dalam
setiap
bagian
dalam
struktur
organisasi
harus
mengerti
tanggungjawab, wewenang dan fungsinya dalam organisasi tersebut agar segala aktivitas perusahaan dapat berjalan dengan baik dan tujuan perusahaan dapat tercapai.
53
Gambar 4.1 Struktur Organisasi pada CV. Arjuna Securitas Abadi Direktur Utama Kepala Cabang HRD
KABAG. KEUANGAN
MANAJER MUTU
MANAJER TEKNIS
KA. PRODUKSI
STAFF
MARKETING
SPV. ADM
QC
STAFF
STAFF
Tenaga Produksi
OPS. LAP.
OPS. DOC.
Sumber : CV. Arjuna Securitas Abadi Tugas dan Wewenang Pekerjaan : a. Direktur 1. Bertanggungjawab penuh dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan perusahaan dalam mencapai maksud dan tujuannya. 2. Berhak mewakili perusahaan didalam dan diluar pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian. 3. Berhak untuk melakukan perbuatan hukum yaitu mengalihkan, melepaskan hak atau menjadikan jaminan hutang seluruh atau sebagian besar harta kekayaan perusahaan dalam satu tahun buku baik dalam satu transaksi ata
54
beberapa transaksi yang berdiri sendiri ataupun berkaitan satu sama lain dengan persetujuan rapat umum pemegang saham. 4. Berhak pula mengangkat wakil atau kuasanya dengan memberikan kepadanya kekuasaan yang diatur dalam surat kuasa. b. Kepala Cabang 1. Berhak mengawasi dan mengkoordinasikan segala usaha pencapaian sasaran usaha yang telah ditentukan oleh manajemen. 2. Memberikan pengarahan dan pengendalaian perusahaan di cabang 3. Jalur pelaporan langsung ke manajemen pusat. 4. Memimpin rapat koordinator cabang perusahaan dan rapat staf yang diadakan secara berkala maupun sewaktu-waktu. 5. Merencanakan arah kebijakan perusahaa sebagi upaya pencapaian sasaran perusahaan. c. HRD (Kepala Personalia) 1. Membuat keputusan-keputusan dalam perekrutan karyawan yang akan dipekerjakan
sesuai
dengan
kriteria-kriteria
yang
ditetapkan
oleh
perusahaan. 2. Mengatur pengalokasian sumber daya manusia yang telah dimiliki sesuai dengan kemampuan yang ada. 3. Sebagai negosiator dengan pihak karyawan jika terjadi masalah mengenai pembatalan kontrak serta keluhan karyawan. 4. Mengevaluasi kinerja karyawan perusahaan.
55
d. Manager Mutu 1. Menerapkan sistem mutu dalam perusahaan kemasan kayu sehingga kondisi sanitasi dan spesifikasi teknis kemasan kayu dapat tercapai. 2. Membuat komitmen perusahaan dalam melaksanakan sistem mutu. 3. Membuat sistem manajemen mutu yang bertujuan untuk memberi acuan kuat yang berpedoman pada dokumen sistem mutu. 4. Mengkomunikasikan
persyaratan
pelanggan
serta
peraturan
dan
perundangan yang berlaku. e. Manager Teknis 1. Bertanggungjawab kepada Wakil Manajemen untuk mengendalikan seluruh aktifitas, produksi dan sertifikasi kemasan kayu. 2. Bertanggungjawab dalam memenuhi permintaan pelanggan serta menjaga komunikasi sebelum dan selama proses pekerjaan dilakukan. 3. Mendampingi, membantu dan member masukan kepada wakil manajemen dalam penyusunan, penerapan, pengendalian, dan pengawasan mutu secara keseluruhan dengan mengkoordinasi supervisor produksi mulai dari proses produksi, pelabelan, penyimpanan, pengiriman hingga pengapalan. f. Kabag. Keuangan 1. Mengawasi dan mengevaluasi laporan keuangan yang telah dihasilkan oleh staf keuangan. 2. Membuat kebijakan-kebijakan dalam maslah keuangan perusahaan misalnya jika terjadi pembengkakan biaya operasional.
56
3. Mengatur perusahaan jika ada pertemuan yang berhubungan dengan keuangan misalnya adanya seminar dalam peraturan perpajakan yang ditetapkan oleh pemerintah. g. Kabag. Pemasaran 1. Bertanggungjawab untuk meningkatkan hubungan baik antara perusahaan dengan semua pelanggan. 2. Mencari pelanggan dan peluang baru guna mencapai target perusahaan. 3. Bertanggungjawab terhadap pencapaian target perusahaan. h. Kabag. Produksi. 1. Menjamin mutu produk kemasan kayu dan ispeksi kemasan yang akan disertifikasi, 2. Mengawasi proses seleksi bahan baku, perlakuan marking, pengiriman produk, pemakaian kemasan kayu oleh pelanggan hingga pengapalan (shipment) 3. Bertanggungjawab melaksanakan kegiatan yang terkait dengan pelabelan dan keamanan kondisi pengemasan pelanggan dan menjaga kemungkinan terjadi ketidaksesuaian kemasan dengan standart. i. Kabag. Quality Kontrol 1. Bertanggungjawab terhadap kualitas dan pemantauan ketentuan ISPM #15 2. Meminta laporan kegiatan harian dari supervisor 3. Memperhatikan absensi, rolling petugas dan posting pelaksanaan lapangan. 4. Memastikan implementasi sistem dan Standart Operating Prosedur di lapangan.
57
j. Staff Accounting 1. Membuat laporan keuangan yang akan dilaporkan kepada kepala bagian keuangan. 2. Memeriksa transaksi-transaksi keuangan yang telah dilakukan oleh perusahaan. 3. Melakukan koreksi dalam laporan keuangan jikaterjadi salah jurnal terhadap transaksi-transaksi yang telah dilakukan atas seijin kepala bagian keuangan. k. Kasir 1. Membuat laporan harian kas dan bank. 2. Melakukan penagihan terhadap pelanggan yang mempunyai piutang. 3. Menerima pembayaran dari pelanggan. 4. Membayar hutang kepada supplier. l. Supervisor Administrasi 1. Bertanggungjawab dalam mengelola secretariat administrasi dan SDM perusahaan. 2. Bertanggungjawab
terhadap
segala
aktifitas
administrasi
termasuk
pengarsipan dan pemeliharaan dokumen sisitem mutu. 3. Bertanggungjawab dalam pelaksanaan sub kontrak serta peningkatan Sumber Daya Manusia. m. Administrasi dan Umum 1. Bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan pengumpulan, penyimpanan dan pemeliharaan dokumen yang berkaitan dengan proses kemasan kayu yang berlogo.
58
2. Menyiapkan dan menyusun rencana kebutuhan dokumen yang diperlukan. 3. Menyusun rekapitulasi penerimaan kayu, bahan baku kemasan, volume produksi dan pemakaian kemasan kayu berlogo. n. Operasional 1. Melakukan pengecekan kemasan kayu secara menyeluruh, melakukan perbaikan dan selanjutnya melksanakan Marking dan Labeling. 2. Melakukan pengawasan terhadap fumigasi yang dilakukan. 3. Melakukan pengawasan pemuatan ke container 4. Membuat rekaman kegiatan yang dilakukan.
4.1.3
Tujuan Perusahaan Tujuan perusahaan adalah tingkat terakhir yang hendak
dicapai
perusahaan dalam melaksanakan kegiatan perusahaan. Tujuan umum perusahaan itu sendiri dalam pelaksanaannya terdapat dua kategori yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Adapun tujuan jangka pendek perusahaan antara lain : 1.
Meningkatkan omset penjualan kemasan kayu.
2.
Mencapai keuntungan.
3.
Meningkatkan kinerja karyawan.
4.
Meminimalkan biaya operasional. Untuk tujuan jangka panjang perusahaan diharapkan teralisasi apabila tujuan
jangka pendek tersebut sudah tercapai. Adapun tujuan jangka panjang perusahaan antara lain :
59
1.
Mencapai profit yang optimal. Setiap perusahaan akan dapat dilihat keberhasilannya yanitu dengan meliahat tercapainya profit atau keuntungan yang seoptimal mungkin.
2.
Meningkatkan citra perusahaan. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang dapat dipercaya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dan dapat mengerjakan order pelanggan dengan tepat waktu, sehingga tidak ada pelanggan yang kecewa dengan kinerja perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan citra perusahaan di luar lingkungan.
3.
Melakukan ekspansi usaha. Apabila perusahaan sudah berhasil dalam meningkatkan usahanya, maka yang akan dilakukannya adalah ekspansi (perluasan) usaha. Dimana hal tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan itu sendiri.
4.
Memperhatikan kelangsungan perusahan. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, selain dengan meningkatkan omset penjualan juga tergantung perusahaan dalam mengolah dana yang ada dengan baik.
4.1.4
Konsumen
Didalam memasarkan produknya dibutuhkan konsumen-konsumen yang menggunakan jasa maupun membeli produk perusahaan. Beberapa konsumen dari CV. Arjuna Securitas Abadi diantaranya sebagai berikut :
60
Tabel 4.2 Daftar Konsumen Cv. Arjuna Securitas Abadi No.
Nama Konsumen
Alamat
1.
Pt. Sura Indah Wood Industries
Desa Tanjungan Driyorejo, Gresik 61177
2.
PT. Agung Kharisma
Jl. Margomulyo Idah I No. 10 Kav. 19, Surabaya
3.
P.D. Wooagung Sejahtera
Jl. Mayjed Sungkono XIV No. 99, Gresik
4.
PT. Kayan Patria Pratama
Desa Cangkringmalang, Beji – Pasuruan
5.
CV. Kayu Multi Guna
Jl. Veteran Segoromadu, Gresik
6.
PT. Alas Petala Makmur
JL. Tambak Langon No. 18, Surabaya
7.
CV. Almenta
Jl. Mayjen Sungkono XIV No. 118, Gresik
8.
PT. Panverta Cakra Kencana
Desa Sumberejo KM. 45, Pandaan
9.
PT. Sorini Towa Berlian
Desa Cangkringmalang, Beji – Pasuruan
10.
PT. Langgeng Karya Makmur
Jl. Semeru 124 Bambe Driyorejo, Gresik
11.
PT. Supranusa Indogita
Jl. Surabaya Mojokerto KM. 25, Krian
12.
PT. Sky Indonesia
Ngoro Industri Persada Blok U 1, Ngoro – Mojokerto
Sumber : CV. Arjuna Securitas Abadi
4.2
Analisis Data Pada bagian ini akan ditampilkan data-data yang penulis peroleh dari
perusahaan, yaitu data penjualan, data pembelian, faktur pajak masukan, faktur pajak keluaran, surat pemberitahuan mas pajak pertambahan nilai, surat setoran pajak, neraca, dan laporan laba rugi.
61
4.2.1 Mekanisme Pencatatan Akuntansi dan PPN Perusahaan. CV. Arjuna Securitas Abadi adalah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang jasa Packing kayu. Dalam melakukan kegiatan operasionalnya, CV. Arjuna Securitas Abadi membeli barang-barang memalui supplier yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sehingga dalam melakukan pembelian, perusahaan akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. Mekanisme pembelian yang dilakukan CV. Arjuna Securitas Abadi adalah dengan melihat jumlah stok terlebih dahulu. Dalam perusahaan terdapat jumlah minimum yang harus ada dan jumlah maksimal barang yang dapat dipesan. Kemudian bila jumlah stok tidak mencukupi, maka bagian pembelian bertugas memesan barang dengan Purchase Order (PO) dan disahkan oleh kepala bagian pembelian. Kemudian PO tersebut dikirimkan kepada supplier. Dalam melakukan pembelian barang dagangan, CV. Arjuna Securitas Abadi membeli secara kredit maupun tunai. Untuk pembelian kredit, faktur pajak akan diperoleh CV. Arjuna Securitas Abadi pada saat barang diterima. Selama ini pajak masukan CV. Arjuna Securitas Abadi dikreditkan pada masa pajak yang sama namun kadang pula pembelian yang pajak masukannya dikreditkan pada masa yang akan datang. Hal ini tidak melanggar aturan yang ada selama faktur pajak tersebut dikreditkan paling lama tiga bulan sebelum dibiayakan atau dilakukan pemeriksaan. Sedangkan untuk mekanisme penjualan, diawali dengan adanya pesanan dari pelanggan. Langkah berikutnya adalah memastikan apakah tersedianya cukup persediaan untuk memenuhi pesanan agar pelanggan dapat diinformasikan
62
mengenai perkiraan tanggal pengiriman. Bila sudah dapat dipastikan ketersediaan barang maka akan dibuatkan kartu pengambilan barang yang dipesan pelanggan. Kemudian barang dikirim kepada pelanggan pada jadwal yang telah dijadwalkan. Faktur penjualan dibuat saat barang dikeluarkan dari gudang. Transaksi penjualan dilakukan baik dengan pembelian yang non Pengusaha Kena Pajak maupun yang telah tercatat sebagai Pengusaha Kena Pajak.
4.4.2
Laporan Laba Rugi Perusahaan tahun 2012 Dibawah ini akan disajikan laporan laba rugi CV. Arjuna Securitas Abadi
pada tahun 2012.
63
Tabel 4.3 Laporan Laba Rugi CV. Arjuna Securitas Abadi LAPORAN LABA RUGI PERIODE YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2012 Penjualan. Harga Pokok Penjualan Persediaan Awal Pembelian Persediaan Akhir Laba Kotor
41.979.790.835,45 8.546.095.704,41 48.610.621.824,31 (29.232.698.644,92)
Biaya Usaha Gaji, Upah, Lembur Makan dan minum Kesejahteraan Karyawan Ongkos Angkut Air, Listrik, Telepon Iuran dan Sumbangan Alat Kantor Administrasi Bank Bunga Pinjaman Asuransi Transportasi Biaya Sparepart Biaya Overhead lain-lain Pemeliharaan Aktiva BiayaPenyusutan Pajak Biaya Denda Biaya Lain-lain Biaya Sewa Total Biaya Usaha
2.386.255.000,00 116.982.000,00 996.000,00 37.245.800,00 246.406.700,00 400.000,00 38.894.700,00 1.546.000,00 24.423.6000,00 4.217.550,00 2.307.400,00 35.750.700,00 17.372.500,00 4.373.500,00 45.106.187,42 247.556.820,00 24.699.000,00 593.057,85 114.000.000,00
Pendapatan Non Operasi Pendapatan Jasa Giro 231.126,07 Pendapatan lain-lain 67,12 Total Pendapatan Non Operasi Laba (Rugi) Komersial sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba(Rugi) Komersial Setelah Pajak
39.924.018.883,80 4.055.771.951,65
3.574.096.115,27 481.675.836,38
223.193,19 481.899.029,57 184.400.270,00 297.498.759,57
Sumber : Data Diolah Keterangan yang terkait dengan pos-pos dalam laporan laba rugi diatas adalah sebagai berikut : 1.
Nilai yang tertera dalam penjualan, merupakan penjualan barang dagangan dan belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
64
2.
Biaya kesejahteraan karyawan digunakan untuk membeli obat-obatan karyawan dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
3.
Ongkos angkut digunakan untuk membayar ongkos angkut barang kepada pembeli dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
4.
Air, listrik, dan telepon digunakan untuk membayar air, listrik dan telepon kantor dan gudang. Untuk pembayaran air, termasuk dalam Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan. Sedangkan pembayaran listrik tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan untuk tagihan telepon dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
5.
Iuran dan sumbangan merupakan sumbangan pertisipasi lebaran pada bulan September 2012 sebesar Rp. 200.000,- dan partisipasi HUT-RI pada bulan Agustus 2012 dan tidak termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai.
6.
Alat kantor digunakan untuk membeli alat tulis kantor dan sudah termasuk dalam Pajak Pertambahan Nilai.
7.
Transportasi berasal dari biaya bahan bakar, biaya parkir, biaya kendaraan, dan biaya entertaint. Untuk biaya kendaraan, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan biaya parkir, biaya bahan bakar, dan biaya entertaint tidak termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai.
8.
Biaya Sparepart merupakan biaya untuk membeli lem, paku, palu, gerinda, dll dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena bertransaksi dengan pihak non PKP.
65
9.
Biaya Overhead lain-lain digunakan untuk membeli barang-barang untuk pemeliharaan kantor dan gudang dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena bertransaksi dengan pihak non PKP.
10. Biaya perbaikan dan pemeliharaan aktiva digunakan untuk ganti ban, tambal ban, pompa ban, dan servis tungku pemanas dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena bertransaksi dengan pihak non PKP. 11. Biaya lain-lain merupakan pajak masukan yang sudah tidak dapat dikreditkan (melebihi batas waktu yang ditentukan) 12. Biaya sewa digunakan untuk menyewa forklift dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena bertransaksi dengan pihak non PKP. 13. Biaya pajak digunakan untuk mencatat PPh 21 yang terutang pada bulan Desember 2012. 14. Biaya denda merupakan biaya yang dibayarkan untuk membayar surat tagihan pajak PPh Pasal 25/29, pembayaran Surat Tagihan Pajak Pertambahan Nilai, pembayaran dendan Surat Tagihan Pajak Pertambahan Nilai, dan pembayaran denda Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 21 yang terdiri dari :
66
Tabel 4.4 Biaya Denda Bulan
Keterangan
Jumlah (Rp)
Mei 2012 01/05/2012 Pembayaran STP PPh Pasal 25/29
22.459.500,-
Juni 2012 14/06/2012 Pembayaran STP PPN Masa Juli 2011
714.000,-
14/06/2012 Pembayaran STP PPN Masa Agustus 2011
655.000,-
14/06/2012 Pembayaran STP PPN Masa September 2011
566.300,-
27/06/2012 Pembayaran denda STP PPN Masa Okt. 2011
104.000,-
27/06/2012 Pembayaran denda STP PPh Masa Agt. 2011
100.000,-
27/06/2012 Pembayaran denda STP PPN Masa Sept. 2011
100.000,-
4.2.3
Total
2.239.500,-
Total Biaya Denda
24.699.000,-
Neraca Perusahaan tahun 2012 Berikut akan disajikan neraca CV. Arjuna Securitas Abadi untuk tahun
2012 yang didalamnya terdapat posisi aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan.
67
Tabel 4.5 CV. Arjuna Securitas Abadi Neraca Per 31 Desember 2012 AKTIVA
KEWAJIBAN DAN MODAL
AKTIVA LANCAR
KEWAJIBAN
Kas dan Setara Kas Piutang Dagang Persediaan Sewa Dibayar Dimuka
300,269,327.54 4,308,971,508.00 29,231,696,644.00 85,500,000.00
KEWAJIBAN LANCAR Hutang Usaha
30,279,772,062.56
Hutang Pajak PPN
6,522,931.00
Hutang Biaya
7,852,400.00
PPN Masukan
938,991,394.40
Hutang PPh Ps. 21
53,605,320.00
UM Pembelian
10,000,000.00
Hutang PPh Ps. 25
13,851,000.00
-
Hutang PPh Ps. 29
11,369,375.66
Bunga Ditangguhkan TOTAL AKTIVA LANCAR
34,876,430,874.86
TOTAL
30,372,973,089.00
KEWAJIBAN LANCAR AKTIVATETAP Mesin & Peralatan
427,885,500.00
Inventaris Kantor
34,600,000.00
Inventaris Gudang
3,775,000.00
Kendaraan
Akm. Penyusutan NILAI BUKU AKTIVA TETAP
TOTAL AKTIVA
KEWAJIBAN JK, PANJANG TOTAL KEWAJIBAN
0.00 30,372,973,089.00
1,155,310,181,00
MODAL
1,621,570,661.00
Modal yang disetor
1,500,000.000.00
Laba Ditahan
3.176,830,238.24
(1,150,699,468.83) 470,871,212.17
35,347,302,087.03
Laba Tahun Berjalan
297,498,759.57
Total Modal
4,974,328,997.81
TOTAL KEWAJIBAN &
35,347,302,087.03
MODAL
Sumber : Data Diolah Hal-hal yang terkait dengan pos-pos dalam neraca diatas adalah : 1.
Piutang Dagang, yaitu piutang dagang pada bulan Desember 2012 dan sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
2.
Biaya sewa dibayar dimuka merupakan pembayara sewa untuk kantor dan gudang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai karena melakukan transaksi dengan Pengusaha Kena Pajak.
68
3.
Pajak Pertambahan Nilai Masukan pada neraca merupakan Pajak Pertambahan Nilai Masukan yang belum dikreditkan dan akan dikreditkan pada masa pajak berikutnya.
4.
Uang muka pembelian berasal dari uang muka untuk pembelian kendaraan dan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena bertransaksi dengan Pihak non Pengusaha Kena Pajak.
5.
Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan.
6.
Hutang usaha yaitu hutang dagang pada bulan Desember 2012 dan sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
7.
Hutang biaya merupakan biaya listrik untuk bulan desember yang belum dibayarkan.
8.
Hutang pajak Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak kurang bayar pada bulan desember 2012 yang belum dibayar oleh perusahaan dan akan dibayarkan pada bulan Januari 2013.
4.2.4
Rekapitulasi Data Penjualan selama tahun 2012 Rekapitulasi data penjualan diperoleh dari data penjualan perusahaan pada
tahun 2012. Dibawah ini akan disajikan rekapitulasi data penjualan atas semua penjualan yang terjadi pada tahun 2012 dan akan digunakan untuk menghitung Pajak Keluaran.
69
Tabel 4.6 CV. Arjuna Securitas Abadi Rekapitulasi Data Penjualan selama Tahun 2012 Bulan
Jumlah Penjualan (Rp)
Januari
3.007.323.545,45
Februari
2.326.630.772,73
Maret
3.813.048.081,82
April
3.979.624.681,82
Mei
3.541.629.477,27
Juni
6,329,839.045,45
Juli
3.462.301.332,73
Agustus
2.919.068.935,45
September
3.127.798.863,64
Oktober
3.281.408.076,36
November
2.584.600.613,64
Desember
3.606.517.409,09 Total
41.979.790.835,45
Sumber : Data Diolah Berdasarkan data penjualan diatas dapat diketahui bahwa total penjualan CV. Arjuna Securitas Abadi adalah sebesar Rp. 41.979.790.835,45. Data penjualan tersebut merupakan data penjualan kepada pembeli non Pengusaha Kena Pajak maupun pembeli dengan Pengusaha Kena Pajak.
4.2.5
Rekapitulasi Data Pembelian selama tahun 2012 Rekapitulasi data pembelian diperoleh dari data pembelian perusahaan
tahun 2012. Dibawah ini akan ditampilkan rekapitulasi data pembelian atas semua pembelian yang terjadi di tahun 2012 dan akan digunakan untuk menghitung Pajak Masukan .
70
Tabel 4.7 CV. Arjuna Securitas Abadi Rekapitulasi Data Pembelian selama Tahun 2012 Bulan Januari
Jumlah Pembelian (Rp) 4.523.934.765,73
Februari
960.382.535,00
Maret
4419480.800,91
April
3.665.489.183,18
Mei
7.163.301.514,53
Juni
3.874.361,714,43
Juli
3.640.045.027,36
Agustus
4.208.677.332,73
September
4.296.256.356,42
Oktober
3.367.193.696,82
November
4.912.807.115,73
Desember
3.578.691.781,47
Total Pembelian
48.610.621.824,31
Sumber : Data Diolah Pembelian yang dilakukan merupakan pembelian barang dagangan CV. Arjuna Securitas Abadi yang totalnya selama tahun 2012 adalah sebesar Rp. 48.610.621.824,31.
4.2.6. Rekapitulasi Faktur Pajak Keluaran untuk Masa Pajak Januari 2012 Hingga Desember 2012 Rekapitulasi Faktur Pajak Keluaran selama tahun 2012 diperoleh Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tahun 2012.
71
Tabel 4.8 CV. Arjuna Securitas Abadi Rekapitulasi Faktur Pajak Keluaran Tahun 2012 Masa Pajak
Omset Penjualan
Penjualan
2012
DPP (Rp.)
PPN (Rp.)
Januari
3.007.323.545,45
3.007.323.545,45
300.732.354,55
Februari
2.326.630.772,73
2.326.630.772,73
232.663.077,27
Maret
3.813.048.081,82
3.813.048.081,82
381.304.808,18
April
3.979.624.681,82
3.979.624.681,82
397.962.468,18
Mei
3.541.629.477,27
3.541.629.477,27
354.162.947,73
Juni
6,329,839.045,45
6,329,839.045,45
632.983.904,55
Juli
3.462.301.332,73
3.462.301.332,73
346.230.133,27
Agustus
2.919.068.935,45
2.919.068.935,45
291.906.893,55
September
3.127.798.863,64
3.127.798.863,64
312.779.886,36
Oktober
3.281.408.076,36
3.281.408.076,36
328.140.807,64
November
2.584.600.613,64
2.584.600.613,64
258.460.061,36
Desember
3.606.517.409,09
3.606.517.409,09
360.651.740,91
41.979.790.835,45 41.979.790.835,45
4.197.979.083,55
Sumber : Data Diolah Pada tabel diatas disajikan seluruh penjualan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang terjadi pada tahun 2012. Selain penjualan dengan Pengusaha Kena Pajak, perusahaan juga melakukan transaksi dengan pembeli non Pengusaha Kena Pajak. Sehingga total penjualan selama tahun 2012 adalah sebesar Rp. 41.979.790.835,45 4.197.979.083,55.
dengan
total
Pajak
Pertambahan
Nilai
sebesar
Rp.
72
4.2.7 Rekapitulasi Faktur Pajak Masukan untuk Masa Pajak Januari 2012 hingga Desember 2012. Rekapitulasi Faktur Pajak Masukan selama tahun 2012 diperoleh dari Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tahun 2012. Tabel 4.9 CV. Arjuna Securitas Abadi Rekapitulasi Faktur Pajak Masukan Tahun 2012 Masa Pajak
Jumlah Pembelian
Pembelian
2012
DPP (Rp.)
Januari
PPN (Rp.)
4.523.934.765,73
4.523.934.765,73
452.393.476,57
960.382.535,00
960.382.535,00
96.038.253,50
Maret
4.419.480.800,91
4.419.480.800,91
441.948.080,09
April
3.665.489.183,18
3.665.489.183,18
366.548.918,32
Mei
7.163.301.514,53
7.163.301.514,53
716.330.151,45
Juni
3.874.361,714,43
3.874.361,714,43
387.436.171,44
Juli
3.640.045.027,36
3.640.045.027,36
364.004.502,74
Agustus
4.208.677.332,73
4.208.677.332,73
420.867.733,27
September
4.296.256.356,42
4.296.256.356,42
429.625.635,64
Oktober
3.367.193.696,82
3.367.193.696,82
336.719.369,68
November
4.912.807.115,73
4.912.807.115,73
491.280.711,57
Desember
3.578.691.781,47
3.578.691.781,47
357.869.178,15
48.610.621.824,31 48.610.621.824,31
4.861.062.182,43
Februari
Sumber : Data Diolah Total
faktur
4.861.062.182,43
Pajak yang
Masukan berasal
selama
dari
total
tahun
2012
pembelian
sebesar
Rp.
sebesar
Rp.
48.610.621.824,31. Untuk pengkreditan pajak keluaran tersebut, dikreditkan pada masa pajak yang sama tetapi ada pula yang sama tetapi ada pula yang dikreditkan pada masa pajak yang tidak sama.
73
4.2.8 Rekapitulasi Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai untuk
tahun 2012.
Rekapitulasi perhitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai selama tahun 2012 diperoleh dengan melihat jumlah kurang bayar atau lebih bayar yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada tiap bulannya. Tabel 4.10 CV. Arjuna Securitas Abadi Rekapitulasi Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Masa
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
Pajak
(Rp.)
(Rp.)
Kompensasi
Kurang/Lebih Bayar (Rp.)
Januari
300.732.354,55
452.393.476,57
-
(151.661.122,03)
Februari
232.663.077,27
96.038.253,50
151.661.122,03
136.624.823,77
Maret
381.304.808,18
441.948.080,09
-
(60.643.271,91)
April
397.962.468,18
366.548.918,32
60.643.271,91
31.413.549,86
Mei
354.162.947,73
716.330.151,45
-
(362.167.203,73)
Juni
632.983.904,55
387.436.171,44
362.167.203,73
245.547.733,10
Juli
346.230.133,27
364.004.502,74
-
(17.774.369,46)
Agustus
291.906.893,55
420.867.733,27
17.774.369,46
(128.960.839,73)
September
312.779.886,36
429.625.635,64
128.960.839,73
(116.845.749,28)
Oktober
328.140.807,64
336.719.369,68
116.845.749,28
(8.578.562,05)
November
258.460.061,36
491.280.711,57
8.578.562,05
(232.820.650,21)
Desember
360.651.740,91
357.869.178,15
232.820.650,21
2.782.562,76
4.197.979.083,55
4.861.062.182,43
Total
Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Keluaran CV. Arjuna Securitas Abadi pada tahun 2012 sebesar Rp. 4.197.979.083,91 dan Pajak Masukan pada tahun 2012 sebesar Rp. 4.861.062.182,43, dimana dapat
74
disimpulkan bahwa pada tahun 2012 CV. Arjuna Securitas Abadi dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai terdapat adanya kompensasi di bulan Februari atas Lebih Bayar di bulan Januari sebesar Rp. 151.661.122,03, pada bulan
Maret
perusahaan
mengalami
kondisi
lebih
bayar
yang
akan
dikompensasikan pada bulan April, lalu pada bulan Mei terdapat lebih bayar yang akan dikompensasikan pada bulan Juni, lalu Juli terdapat lebih bayar sebesar 17.774.369,46 yang akan dikompensasikan pada bula Agustus, lalu pada bulan Agustus terdapat lebih bayar sebesar Rp. 128.960.839,73 yang akan dikompensasikan pada bulan September, kemudian pada bulan September terdapat lebih bayar sebesar Rp. 116.845.749,28 yang akan dikompensasikan pada bulan
Oktober.
Pada
bulan
oktober
terdapat
lebih
bayar
yang
kan
dikompensasikan pada bulan November yaitu sebesar Rp. 8.578.562,05. Dan pada bulan November juga terdapat lebih bayar yang akan dikompensasikan pada bulan Desember sebesar Rp. 232.820.650,21. Sehingga dapat disimpulkan CV. Arjuna Securitas Abadi pada tahun 2012 terdapat Lebih Bayar sebesar Rp. 1.079.451.768,39.
75
Tabel 4.11 CV. Arjuna Securitas Abadi Rekapitulasi Tanggal Lapor SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai tahun 2012 Masa Pajak
Tanggal Lapor
Januari
22 Februari 2012
Februari
22 Maret 2012
Maret
30 April 2012
April
26 Mei 2012
Mei
29 Juni 2012
Juni
29 Juli 2012
Juli
27 Agustus 2012
Agustus
30 September 2012
September
29 Oktober 2012
Oktober
30 November 2012
November
28 Desember 2012
Desember
20 Januari 2012
Sumber : Data Diolah Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa CV. Arjuna Securitas Abadi dalam melaporkan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak pernah melewati akhir bulan berikutnya. 4.2.9
Rekapitulasi Bukti Setoran Pajak
Dibawah ini akan disajikan ringkasan Surat Setoran Pajak untuk tahun 2012 :
76
Tabel 4.12 CV. Arjuna Securitas Abadi Ringkasan SSP tahun 2012 Periode
Tanggal Setor
Jumlah Setoran Pajak (Rp.)
Januari
15 Februari 2012
4.167.613,00
Februari
15 Maret 2012
4.428.003,00
Maret
15 April 2012
5.850.814,00
April
14 Mei 2012
5.284.038,00
Mei
15 Juni 2012
4.832.508,00
Juni
15 Juli 2012
5.465.814,00
Juli
23 Agustus 2012
4.856.676,00
Agustus
29 September 2012
5.019.812,00
September
14 Oktober 2012
4.774.060,00
Oktober
25 November 2012
5.486.752,00
November
14 Desember 2012
5.833.920,00
Desember
14 Januari 2012
6.522.931,00
Sumber : Data Diolah Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh CV. Arjuna Securitas Abadi di tahun 2012, sampai dengan Maret dilakukan sebelum tanggal 15 bulan berikutnya, dan mulai April 2012 penyetoran pajak dilakukan pada akhir bulan berikutnya sebelum berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dilaporkan.
4.3
Analisa dan Pembahasan Berdasarkan data penelitian menegnai perhitungan Pajak Pertambahan
Nilai yang telah dilakukan oleh CV. Arjuna Securitas Abadi, maka penulis perlu
77
membuat analisa dan pembahasan lebih lanjut sehingga rumusan masalah yang telah disusun dapat dijawab. 4.3.1
Pencatatan pada saat Penyerahan Barang Kena Pajak CV. Arjuna Securitas Abadi dalam melakukan transaksi Penjualan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada konsumen melakukan sistem atau menerapkan sistem pembayaran Cash, Giro dan Transfer. Pada saat CV. Arjuna Securitas Abadi dalam melakukan Penjualan akan mengeluarkan atau membuat Invoice atas transaksi penjualan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan setiap hari nya. Invoice tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai Dasar Penagihan perusahaan atas konsumen yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Non-Pajak Pertambahan Nilai. Dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terutama dalam trasaksi Pajak Keluaran CV Arjuna Securitas Abadi membuat beberapa jurnal atas Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan sebagai berikut : -
Jurnal pada saat transaksi Penjualan Tunai :
Kas Penjualan Pajak Keluaran
Debit (Rp.) Kredit (Rp.) XXX XXX XXX
Berikut Jurnal Pajak Keluaran pada CV. Arjuna Securitas Abadi yaitu sebagai berikut : Debit (Rp.) Kredit (Rp.) Kas 46.177.769.919,00 Penjualan 41.979.790.835,45 Pajak Keluaran 4.197.979.083,55
78
-
Jurnal pada saat transaksi Penjualan Kredit :
Piutang Dagang Penjualan Pajak Keluaran
Debit (Rp.) Kredit (Rp.) XXX XXX XXX
Berikut Jurnal Pajak Keluaran pada CV. Arjuna Securitas Abadi yaitu sebagai berikut : Debit (Rp.) Kredit (Rp.) Piutang Dagang 46.177.769.919,00 Penjualan 41.979.790.835,45 Pajak Keluaran 4.197.979.083,55
Pada saat terjadiya Pelunasan Pembayaran : Debit (Rp.) Kredit (Rp.) Kas 46.177.769.919,00 Piutang Dagang 46.177.769.919,00
4.3.2
Pencatatan Perolehan atas Barang Kena Pajak
Dalam transaksi perolehan Barang KenaPajak kepada Supplier, perusahan yang melakukan transaksi tersebut menerima sebuah Invoice beserta Faktur Pajak yang akan dijadikan pihak Supplier sebagi tanda terima bahwasanya Barang Kena Pajak tersebut telah berlangsung dan dijadikan Dasar Penagihan pihak Supplier kepada perusahaan atas Pajak
Masukan yang terutang. Setiap transaksi CV.
Arjuna Securitas Abadi membuat jurnal atas transaksi tersebut, berikut Jurnal Pajak Masukan pada tahun 2012.
79
-
Jurnal Transaksi Pembelian secara Tunai : Debit (Rp.) Pembelian Pajak Masukan Kas
Kredit (Rp.) xxx xxx xxx
Berikut Jurnal Pajak Keluaran pada tahun 2012 CV. Arjuna Securitas Abadi :
Pembelian Pajak Masukan Kas
-
Debit (Rp.) Kredit (Rp.) 48.610.621.824,31 4.861.062.182,43 53.471.684.006,74
Jurnal Transaksi Pembelian secara Kredit : Debit (Rp.) Kredit (Rp.) Pembelian 48.610.621.824,31 Pajak Masukan 4.861.062.182,43 Utang Dagang 53.471.684.006,74
4.3.3
Analisa Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.
4.3.3.1 Analisa Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Dalam setiap Masa Pajak Pajak Pertambahan Nilai, Wajib Pajak atau Perusahaan mempunyai kewajiban dalam hal melakukan penyetoran. Besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Kurang Bayar dan/atau Lebih Bayar yang disetorkan ke Kas Negara, atau Lebih Bayar bisa dikompensasikan atau direstitusi ke Masa Pajak berikutnya. CV. Arjuna Securitas Abadi wajib melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang Kurang Bayar dengan menggunakan
80
Surat Setoran Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Surat Setoran Pajak ini dibuat dalam rangkap 4 (Empat) yang terdiri dari : - Lembar ke-1 : Untuk arsip CV. Arjuna Securitas Abadi. - Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak Negara (KPPN). - Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan oleh CV. Arjuna Securitas Abadi ke Kantor Pelayanan Pajak. - Lembar ke-4 : Untuk arsip Bank Persepsi atau Kantor pos & Giro. Menurut
Undang-Undang
No.18
tahun
2000
penyetoran
Pajak
Pertambahan Nilai dilakukan selambat-lambatnya tgl 15 masa pajak berikutnya, sedangkan Undang-Undang No.42 tahun 2009, penyetoran Pajak Pertambahan Nilai paling lambat penyetoran dilakukan akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa disampaikan. Namun apabila perusahaan tidak melakukan pembayaran ataupun penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka sesuai dengan peraturan per-Undang-Undangan No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan Pasal 9 ayat 2a, Pengusaha Kena Pajak ada dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) per-bulan dari jumlah pajak yang terutang dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai tanggal pembayaran. Berikut penjabaran mengenai penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukakn oleh CV. Arjuna Securitas Abadi apakah sudah sesuai atau tidak
81
dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009 yang berlaku untuk Masa pajak periode 2012. Tabel 4.13 CV. Arjuna Securitas Abadi Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2012 Masa Pajak
Kurang/Lebih Bayar
Tanggal Setor
(Rp.)
Keterangan sesuai/tidak dengan Undang-Undang No.42 Tahun 2009
Januari
(151.661.122,03)
15 Februari 2012
Sesuai Undang-Undang
Februari
136.624.823,77
15 Maret 2012
Sesuai Undang-Undang
Maret
(60.643.271,91)
15 April 2012
Sesuai Undang-Undang
April
31.413.549,86
14 Mei 2012
Sesuai Undang-Undang
Mei
(362.167.203,73)
15 Juni 2012
Sesuai Undang-Undang
Juni
245.547.733,10
15 Juli 2012
Sesuai Undang-Undang
Juli
(17.774.369,46)
23 Agustus 2012
Sesuai Undang-Undang
Agustus
(128.960.839,73)
29 September 2012
Sesuai Undang-Undang
September
(116.845.749,28)
14 Oktober 2012
Sesuai Undang-Undang
(8.578.562,05)
25 November 2012
Sesuai Undang-Undang
November
(232.820.650,21)
14 Desember 2012
Sesuai Undang-Undang
Desember
2.782.562,76
14 Januari 2012
Sesuai Undang-Undang
Oktober
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa selama tahun 2012, CV. Arjuna Securitas Abadi pada bulan Januari, Maret, Mei, Juli hingga November mengalami lebih bayar sedangkan pada bulan Februari, April, Juni, dan bulan Desember mengalami kurang bayar. Pada saat penyetoran Pajak Pertambahan Nilai pun CV. Arjuna Securitas Abadi selalu tepat waktu dan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009.
82
4.3.3.2 Analisa Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dalam hal melakukan pelaporan atas seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal ini CV. Arjuna Securitas Abadi melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa pajak Pertambahan Nilai yang sesuai dengan system
perpajakan di Indonesia yaitu Self Assesment dimana
perhitungan, penyetoran, pelaporan dan serta tanggungjawab dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. CV. Arjuna Securitas Abadi melakukan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa lengkap dengan lampirannya sebagai pertanggungjawaban atas Pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Keluaran perusahaan. Dan Lebih atau Kurang Bayar. Menurut Undang-Undang No.18 tahun 2000, pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selambat-lambatnya tanggal 20 setelah masa pajak berikutnya sedangkan menurut Undang-undang No.42 Tahun 2009, pelaporan Pajak Pertambahan Nilai paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak yang mulai direalisasikan pada bulan April tahun 2010. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan oleh CV. Arjuna Securitas Abadi di kantor Pelayanan Pajak tempat dimana perusahaan dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP). Dalam pelaksanaan Pelaporan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai perusahaan terlambat untuk melaporkan maka akan dikenakan sanksi berupa denda Sebesar Rp. 500,000,(Lima Ratus Ribu Rupiah) sesuai yang telah ditetapkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan pasal 7 ayat 1.
83
CV. Arjuna Securitas Abadi dalam melaporkan setiap kegiatan Penyerahan dan Perolehan Barang Kena Pajak sesuai dengan Undang-Undang yaitu akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan membuat Surat Setoran Pajak (SSP) yang dibuat 4 (Empat) rangkap, yaitu: - Lembar ke-1 : Untuk arsip CV. Arjuna Securitas Abadi. - Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak Negara (KPPN). - Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan oleh CV. Arjuna Securitas Abadi ke Kantor Pelayanan Pajak. - Lembar ke-4 : Untuk arsip Bank Persepsi atau Kantor pos & Giro. Dibawah
ini
berikut
penulis
jabarkan
tanggal
Pelaporan
Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai CV. Arjuna Securitas Abadi yang sesuai dengan Undang-Undang atau tidak pada tahun 2012.
84
Tabel 4.14 CV. Arjuna Securitas Abadi Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai tahun 2012 Masa Pajak
Kurang/Lebih Bayar
Tanggal Lapor
(Rp.)
Keterangan sesuai/tidak dengan Undang-Undang No.18 Tahun 2000
Januari
(151.661.122,03)
22 Februari 2012
Sesuai Undang-Undang
Februari
136.624.823,77
22 Maret 2012
Sesuai Undang-Undang
Maret
(60.643.271,91)
30 April 2012
Sesuai Undang-Undang
April
31.413.549,86
26 Mei 2012
Sesuai Undang-Undang
Mei
(362.167.203,73)
29 Juni 2012
Sesuai Undang-Undang
Juni
245.547.733,10
29 Juli 2012
Sesuai Undang-Undang
Juli
(17.774.369,46)
27 Agustus 2012
Sesuai Undang-Undang
Agustus
(128.960.839,73)
30 September 2012
Sesuai Undang-Undang
September
(116.845.749,28)
29 Oktober 2012
Sesuai Undang-Undang
(8.578.562,05)
30 November 2012
Sesuai Undang-Undang
November
(232.820.650,21)
28 Desember 2012
Sesuai Undang-Undang
Desember
2.782.562,76
20 Januari 2012
Sesuai Undang-Undang
Oktober
Sumber : Data Diolah Berdasarkan Data tabel 4.12 diatas, dapat dilihat bahwa selama tahun 2012, CV. Arjuna Securitas Abadi tidak pernah terlambat dalam melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Namun apabila ada keterlambatan di tahun-tahun berikut nya maka CV. Arjuna Securitas Abadi akan dikenakan denda administrasi sebesar Rp. 500,000,-, per bulan. 4.3.4
Pengaruh PPN terhadap Laporan Keuangan pada CV. Arjuna Securitas Abadi Berdasarkan Harnanto (2003) bahwa PPN bukan merupakan unsur
pembentuk laba karena PPN Masukan merupakan uang muka PPN sehingga
85
bukan dianggap biaya dan PPN Keluaran merupakan hutang PPN, bukan merupakan pendapatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 4.15 Uji Pengaruh PPN Terhadap Laba Kotor Tahun 2012 Deskripsi
Penjualan HPP
Menyertakan PPN
Tanpa Menyertakan
(Rp.)
PPN (Rp.)
41.979.790.835,45
PPN (Rp.)
38.163.446.214,05
3.816.344.621,40
(39.924.018.883,80) (36.294.562.621,64)
3.629.456.262,16
PPN Terutang
(186.888.359,24)
-
186.888.359,24
Laba Kotor
1.868.883.592,41
1.868.883.592,41
-
Sumber : Data Diolah Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa besarnya laba kotor yang diperoleh perusahaan adalah tetap sama. Hal ini membuktikan bahwa PPN tidak mempengaruhi laba kotor perusahaan. Namun tidak demikian adanya apabila terdapat PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran. PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran dapat diperlakukan sebagai biaya perolehan bahan. Sebagaimana dijelaskan dalam PSAK No. 14 : Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi netto, mana yang lebih rendah. Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pemeblian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Dalam penjelasannya disebutkan : Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak laiannya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa.
86
Sebagaimana ditekankan dalam penjelasan di atas bahwa pajak yang tidak dapat ditagih kembali oleh entitas dapat diakui sebagai biaya persediaan, maka dengan dasar itu perusahaan dapat megkapitalisasi PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagai Biaya Persediaan. Atau sebagaimana oleh Harnanto (2003) disebutkan salah satu alternatif dalam memperlakukan PPN Masukan yang tidak bisa dikreditkan yaitu membebankannya sebagai harga pokok penjualan. Namun pembebanan tersebut dapat memperbesar biaya produksi yang akhirnya berakibat pada penuruanan nilai laba kotor. Untuk mengantipasi hal tersebut, sebelumnya perusahaan seharusnya melakukan penyesuaian terhadap harga jual produk, dengan menaikkan harga jual produk agar laba kotor yang diperoleh tetap sesuai dengan yang ditargetkan. Namun perusahaan dalam menaikkan harga jual haruslah mendasar, karena jika harga yang dinaikkan terlalu tinggi akan menimbulkan kekecewaan dari para pelanggan dan akhirnya perusahaan akan kehilangan pelanggannya. Dalam hal ini, kenaikan harga sebaiknya cukuplah hanya untuk menutupi kerugian yang diakibatkan oleh PPN Masukan tersebut. Adapun secara kronologis penyesuaian yang dapat dilakukan perusahaan adalah sebagai berikut : a.
Menentukan nilai HPP setelah penyesuaian dengan perhitungan sebagai berikut : HPP Adjust = HPP Sebelum + PPN Masukan (tidak dapat dikreditkan)
b.
Penyesuaian harga jual dengan perhitungan sebagai berikut : Harga Jual Adjust =
HPP Sebelum Presentase HPP
87
Dengan menggunakan perhitungan diatas akan diperoleh nilai penjualan sebagaimana contoh dalam tabel dibawah ini : Tabel 4.16 Penyesuaian Harga Setelah Perlakukan Terhadap PPN Masukan Tahun 2012 Deskripsi HPP Harga Jual PPN
Sebelum
Target
Sesudah
99.070.000 73 %
99.070.000 73 %
100.770.000 73%
136.000.000 100 %
136.000.000 100 %
138.333.703 100%
1.700.000 1,25 %
- 0%
- 0%
Masukan (tidak dapat dikreditkan) Laba Kotor
35.230.000 25,90 %
36.930.000 27%
37.563.703 27%
Sumber : Data Diolah Dengan perlakuan PPN Masukan yang tepat, perusahaan tidak akan mengalami kerugian akibat adanya PPN. Keputusan untuk menaikkan harga jual terkadang perlu dilakukan untuk mempertahankan tujuan perusahaan. Namun perlu adanya pertimbangan agar tidak mengecewakan pelanggan. Dengan demikian besarnya harga yang seharusnya ditetapkan oleh perusahaan terkait dengan kondisi tersebut. Dengan dilakukannya penyesuaian terhadap harga jual produk, tentunya besarnya laba yang diperoleh perusahaan akan sesuai dengan yang ditargetkan. Sehingga tentunya akan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilihat dari laporan keuangan.
88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan CV. Arjuna Securitas Abadi dalam menerapkan Pajak Pertambahan Nilai
adalah sebagai salah satu kewajiban perpajakan yang harus dijalankan oleh perusahaan. CV. Arjuna Securitas Abadi merupakan Wajib Pajak Badan yang telah dikukuhakan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Sukomanunggal. Dari analisis yang penulis lakukan pada CV. Arjuna Securitas Abadi dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Implementasi Pajak Pertambahan Nilai pada CV. Arjuna Securitas Abadi selama tahun 2012 secara garis besar telah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku (UU No. 42 tahun 2009) yaitu dalam hal melakukan Perhitungan, Pelaporan dan apabila terdapat Lebih Bayar dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
2.
Dalam penerapannya, Pajak Pertambahan Nilai tidak berpengaruh terhadap Laporan Keuangan perusahaan. Karena PPN Masukan dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji pengaruh PPN menunjukkan bahwa PPN tidak mempengaruhi laba kotor perusahaan. Dan hal ini memperkuat teori dari Harnanto bahwa PPN bukan merupakan unsur pembentuk laba karena PPN Masukan bukan biaya dan PPN Keluaran bukan merupakan pendapatan. Dalam kaitannya dengan PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran, perusahaan membebankannya kedalam HPP dengan menganggap PPN dari pembelian sebagai biaya 88
89
perolehan / pembelian bahan sesuai dengan PSAK No. 14. Pembebanan PPN Masukan yang tidak bisa dikreditkan ke dalam HPP, perlakuan tersebut berdampak pada penurunan nilai nilai laba kotor perusahaan. 5.2
Saran
Berdasarkan hasil evaluasi dan pembahasan CV. Arjuna Securitas Abadi, maka penulis akan memberikan saran-saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan, antara lain : 1.
Untuk menghindari sanksi Administrasi sebaiknya CV. Arjuna Securitas Abadi dalam pembuata Faktur Pajak, Perhitungan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Pertambahan nilai harus sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2.
Untuk pelaksanaan penyetoran dan pelaporan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga meminimalisir terjadinya keterlambatan pada saat penyetoran Pajak Pertamabahan Nilai.
3.
Perusahaan sebaiknya selalu mengikuti perubahan yang terjadi terhadap peraturan perpajakan mengingat undang-undang perpajakan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
90
DAFTAR PUSTAKA Harnanto, 2003, Akuntansi Perpajakan, BPFE, Yogyakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, 2010, Standar Akuntasi Keuangan Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta. Lalujan, Cindy R.E, Juni 2013, Analisa Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Agung Utara Sakti Manado, Jurnal EMBA, Volume 1 No. 3, http:// ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/download/1652/1318. 10 Mei 2014. Manarisip, Juiaty C. Juni 2013, Evaluasi Perhitungan, Pencatatan, Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT. SWA Karya Muda Balikpapan, Jurnal EMBA, Volume 1 No. 3, http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/ article/viewFile/1867/1476, 10 Mei 2014. Mardiasmo, 2011, Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Andi, Yogyakarta. Munawir, 2010, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta. Muqodim, 2010, Perpajakan, Edisi ke 7, UII Press dan Ekonisia, Yogyakarta. Peraturan Menteri Keuangan, 30/PMK.03/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jas Kena Pajak Yang Atas Ekspornya Dikanai Pajak Pertambahan Nilai. Peraturan Menteri Keuangan, 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. Peraturan Menteri Keuangan, 30/PMK.03/2014 tentang Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Emas Perhiasan. Peraturan Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, S - 147/PJ.532/2000 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kurir yang Dibayarkan Di Negara Tujuan. Posumah, Priancka I.C. Juni 2013, Evaluasi Penerapan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Telekomunikasi Indoesia TBK Manado, Jurnal EMBA, Volume 1 No. 3, http:// ejournal.unsrat.ac.id/index.php/em ba/article/download/1843/1454, 10 Mei 2014. 90
91
Undang-undang Republik Indonesia, UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-undang Republik Indonesia, UU Nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Waluyo. 2005, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.