12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pajak a. Pengertian dan Fungsi pajak Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P.J.A Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”(1991:2). “Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya fungsi pajak yaitu : 1) Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh: Dimaksudkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
13
2) Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
b. Perbedaan pajak dan jenis pungutan lainnya 1. Retribusi Jenis pungutan seperti retribusi mempunyai pengertian lain dibandingkan dengan pajak. Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan prestasi dari pemerintah. 2. Sumbangan Pengertian sumbangan ini tidak boleh dicampuradukkan dengan retribusi. Dalam retribusi dapat ditunjuk seseorang yang menikmati kontraprestasi
dari
pemerintah,
sedangkan
pada
sumbangan
seseorang yang mendapatkan prestasi justru tidak dapat ditunjuk, tetapi golongan tertentu yang dapat menikmati kontraprestasi.
14
c. Pembagian pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya 1. Menurut Golongan a) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh Pajak Penghasilan. b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai contoh Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifat a) Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subektifnya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh Pajak Penghasilan. b) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut Pemungutan a) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
15
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
d. Asas-asas pemungutan pajak Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu dipegang teguh asasasas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Dengan demikian, terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi, yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada 1) Equity Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang
untuk
pengeluaran
pemerintah
sebanding
dengan
kepentingannya dan manfaat yang diterima. 2) Certainty Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti
16
pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. 3) Convenience Kapan wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, sebagai contoh pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You Earn. 4) Economy Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak. Masalah keadilan dalam pemungutan pajak, dibedakan secara lain dalam a. Keadilan Horizontal Pemungutan pajak adil secara horizontal apabila beban pajaknya sama atas semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan. b. Keadilan Vertikal Keadilan dapat dirumuskan (Horizontal dan Vertikal) bahwa pemungutan pajak adil apabila orang dalam kondisi ekonomis yang sama dikenakan pajak yang sama, demikian sebaliknya.
17
Asas Pemungutan pajak dapat pula dibagi dalam 1) Asas Menurut Falsafah Hukum Hukum pajak harus mendasar pada keadilan. Selanjutnya, keadilan ini sebagai asas pemungutan pajak. Untuk menyatakan keadilan kepada hak negara untuk memungut pajak, muncul beberapa teori dasar, yaitu i. Teori Asuransi. Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran pajak. Walaupun kenyataannya menyatakan hal tersebut dengan premi tidak tepat. ii. Teori Kepentingan.
Teori ini memperjatikan beban pajak
yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena
itu,
pengeluaran
negara
untuk
melindunginya
dibebankan pada masyarakat. iii. Teori Gaya Pikul.
Teori ini mengandung maksud bahwa
dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk
18
kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut daya pikul seseorang. iv. Teori Bakti. Teori Bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda buktinya terhadap negara. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara. v. Teori Asas Daya Beli. Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan
individu
atau
negara
sehingga
lebih
menitikberatkan pada fungsi mengatur. 2) Asas Yuridis Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undangundang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 3) Asas Ekonomis Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus
19
meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak mengahambat kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu. 4) Asas Pemungutan Pajak Lainnya Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam Pajak Penghasilan yaitu a. Asas Tempat Tinggal Negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak. Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh yang berasal dari Indonesia atau berasal dari negeri (Pasal 4 Undang-undang Pajak Penghasilan) b. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. c. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
20
dikenai pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak
2. PAJAK DAERAH Menurut Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah. a.
Undang-undang Perpajakan Daerah Pada tahun 1997 Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jika dilihat dari segi waktu undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini memang agak terlambat kalau dibandingkan dengan pajak pusat yang sudah dikeluarkan pada tahun 1983 dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Namun dengan dikeluarkan undang-undang ini menunjukan bahwa pamerintah tidak hanya memperhatikan pajak pusat saja, tetapi juga pajak daerah yang menjadi salah satu sumber penerimaan daerah.
21
Tujuan dari Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 1. Menyederhanakan berbagai pungutan daerah dalam rangka mengurangi ekonomi biaya tinggi. 2. Menyederhanakan sistem dan administrasi perpajakan dan retribusi daerah untuk memperkuat pondasi penerimaan daerah khususnya Dati II, dengan mengefektifkan jenis pajak dan retribusi tertentu yang potensial. Penyederhanaan pajak daerah dan retribusi daerah dapat dilihat dari penyederhanaan jumlah pajak daerah dan retribusi daerah yang ada sebelum dan sesudah undang-undang ini.
Tabel 2.1 Penyederhanaan pajak daerah dan retribusi daerah Keterangan
Sebelum
Sesudah
Undang-undang
Undang-undang
PDRD
PDRD
Pajak Daerah
±42 jenis
9 jenis
Retribusi Daerah
±130 jenis
24 jenis
Retribusi Perizinan Tertentu
±62 jenis
6 jenis
Sumber : Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
22
b.
Kriteria Pajak Daerah Kriteria Pajak Daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak pusat, yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Pajak yang memungut adalah Pemerintah Pusat, sedangkan pajak daerah yang memungut adalah Pemerintah Daerah. Kriteria pajak daerah secara spesifik diuraikan oleh davey (1988) dalam bukunya Financing Regional Government, yang terdiri dari 4 (empat) hal yaitu : a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari daerah sendiri, b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah, c. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah, d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.
1. Administrasi Pajak Daerah Adanya pembaharuan sistem perpajakan daerah yang lebih sederhana, diharapkan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami baik oleh masyarakat maupun aparat pajak daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keberhasilan dalam penerimaan pajak daerah sangat ditunjang oleh pelaksanaan administrasi perpajakan daerah yang baik dan efektif. Pelayanan satu atap mungkin salah satu alternatif dan contoh
23
pelaksanaan administrasi keuangan daerah yang efektif dan efisien. Hal ini juga sangat diperlukan dalam pengadministrasian pajak daerah, sehingga ada kata kiasan bahwa administrasi perpajakan kunci keberhasilan
dari
kebijakan
perpajakan.
Selain
pelaksanaan
administrasi perpajakan yang baik dan efektif, juga masalah produktivitas administrasi perpajakannya. Produktivitas Administrasi Perpajakan oleh : a. Materi UU Perpajakan dan Peraturan-peraturan lainnya b. Wadah Organisasi instansi Perpajakan dan perlengkapan penunjangnya c. Ketrampilan, Kejujuran dan pengabdian aparatur perpajakan d. Kesadaran dan Pengertian WP terhadap UU dan Peraturan Perpajakan yang berlaku e. Lingkungan, kondisi sosial-politik yang ada Dengan demikian, pengelolaan pajak daerah akan baik jika pengadministrasian pemungutan pajak daerah juga baik. Untuk dapat mencapai kondisi yang demikian, maka ada dua faktor yang perlu dilakukan yaitu iklim pajak yang baik dan penataan organisasi perpajakan yang memadai. Teori development from below berpendapat bahwa orang akan lebih bersedia membayar kepada Pemerintah Daerah daripada Pemerintah Pusat karena mereka dapat secara mudah manfaat langsung dalam pembangunan di daerah mereka (Davey, 1988). Teori development
24
from
below
masyarakat
yang lebih
dikemukakan cenderung
tersebut
mau
menunjukan
membayar
pajak
bahwa karena
kedekatannya dengan manfaat yang diperoleh dari membayar pajak tersebut. Orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada Pemerintah Pusat merupakan hal yang logis, karena Pemerintah Daerah juga lebih dekat dibanding dengan Pemerintah Pusat yang kadang mereka tidak dapat melihat manfaat langsung secara mudah dalam pembangunan di daerah mereka. Semakin rendah tingkat pemerintahan maka semakin dekat hubungan antara rakyat dengan pemerintahannya, sehingga mereka yang mengenakan pajak dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekatan inilah, dasar pengenaan pajak dan tarif pajak menjadi rendah tingkat keadilannya. Oleh karena itu perlu ada kontrol dari Pemerintah Pusat untuk membatasi Pemerintah Daerah agar tidak mengenakan pajak secara berlebihan terhadap masyarakatnya. Undang-undang
Nomor
34
tahun
2000
yang
merupakan
penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 dan peraturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, memberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan besarnya obyek dan tarif pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
25
2. Objek Pajak Daerah dan Tarif Pajak Daerah Tabel 2.2 Objek Pajak Daerah dan Tarif Pajak Daerah Pajak Daerah Tingkat I
Tarif tertinggi
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
5%
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
10%
di Atas Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
5%
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah
20%
Tanah dan Air Permukaan Pajak Daerah Tingkat II
Tarif tertinggi
Pajak Hotel
10%
Pajak Restoran
10%
Pajak Hiburan
35%
Pajak Reklame
25%
Pajak Penerangan Jalan
10%
Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian
25%
Golongan C Pajak Parkir
20%
Pajak Air Tanah 20% Keterangan Tabel Pajak Sarang Burung Walet 10% Tarif pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama K Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan 5% (BPHTB)
26
Sedangkan untuk Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Golongan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Daerah. Selain pajak tersebut di atas, Peraturan Daerah dapat menetapkan jenis pajak Kabupaten/Kota lainnya dengan kriteria sebagai berikut: 1) Bersifat pajak dan bukan retribusi, 2) Objek pajak terletak
atau terdapat
di
wilayah Daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, 3) Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum, 4) Objek pajak bukan merupakan objek pajak propinsi dan atau objek pajak Pusat, 5) Potensinya memadai, 6) Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, 7) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat, dan 8) Menjaga kelestarian lingkungan.
27
c.
Cara Penghitungan Pajak Daerah Penghitungan pajak daerah dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Pajak Derah = Dasar pengenaan pajak x Tarif Pajak Daerah
Dasar pengenaan pajak : jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Tarif Pajak Daerah
d.
: tarif disesuaikan dengan jenis pajak
Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Daerah Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Tas Air diserahkan kepada Daerah/Kota paling sedikit 30%. Sedangkan hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70%. Untuk hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70%. Bagian yang diberikan kepada Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Daerah Kabupaten/Kota. Dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh Daerah Kabupaten/Kota tersebut.
28
Hasil penerimaan pajak Kabupaten yang diperoleh melalui Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Golongan dan Pajak Parkir diperuntukan paling sedikit 10% bagi Desa di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Bagian yang akan diperoleh oleh Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Desa. e.
Sistem Pemungutan Pajak Daerah Sistem pemungutan Pajak Daerah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem official assessment dan sistem self assessment. SISTEM OFFICIAL ASSESSMENT Pemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran.menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada Kantor Pos atau bank persepsi. Jika Wajib Retribusi tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). SISTEM SELF ASSESSMENT Wajib Pajak menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalah Surat
29
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD adalah formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak yang terutang. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
f.
Ketentuan Umum Pajak Daerah 1) Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Tanggal jatuh tempo pembayran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 hari setelah saat terutangnya pajak Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Atas permohonan Wajib Pajak, Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga 2% sebulan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Dan tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.
30
2) Keberatan Dan Banding Keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu: a. Surat Ketetapan Pajak Daerah, b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, d. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, e. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, dan f. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan
perundang-undangan
perpajakan
daerah
yang
berlaku. Dalam mengajukan keberatan Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. 2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Dan
31
pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atau keberatan yang diajukan. Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabila jangka waktu telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Banding Jika Wajib Pajak menolak keputusan surat keberatan maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya surat keputusan keberatan. 3. Daluwarsa Pajak Daerah Batas daluwarsa dari pajak daerah adalah 5 tahun, kecuali Wajib Pajak Daerah melakukan tindak pidana pajak aderah. Jangka waktu 5 tahun ditangguhkan jika: a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik secara langsung laupun tidak langsung.
32
3. PAJAK REKLAME
a. Dasar hukum pemungutan pajak reklame 1. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pajak Reklame. 2. Peraturan Walikota Surakarta Nomor 35 tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pajak Reklame. Yang dimaksud dengan : 1. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan Reklame. 2. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum. 3. Titik lokasi reklame adalah tata letak tepatnya tempat pemasangan reklame pada suatu lokasi penggalan jalan dan penentuan standar reklame yang dapat dipasang pada tempat itu; 4. Titik Strategis adalah suatu titik lokasi yang mempunyai nilai jual tertentu /khusus; 5. Standar reklame adalah ukuran luas, ketinggian, bentuk dan konstruksi bangunan reklame termasuk ornamen-ornamen yang dapat dipasang dimasing-masing titik lokasi reklame. 6. Prasarana kota adalah tanah atau bangunan milik Pemerintah di wilayah Kota Surakarta.
33
7. Luar Prasarana kota adalah tanah dan atau bangunan milik perseorangan atau badan hukum di wilayah Kota Surakarta. 8. Penataan reklame adalah kegiatan untuk mengatur tata cara pemasangan reklame di wilayah Surakarta guna mencapai optimalisasi ruang kota untuk pemanfaatan pemasangan reklame yang dapat menunjang estetika keindahan kota. 9. Reklame Insidental adalah reklame yang masa pajaknya ditetapkan paling lama 1 (satu) bulan. 10. Uang Jaminan Pembongkaran reklame adalah uang titipan dari pemasang
reklame
yang
digunakan
sebagai
jaminan
selama
penyelenggaraan reklame
b. Ketentuan umum pajak reklame 1) Subjek Pajak Reklame a. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan Reklame. b. Yang bertanggung jawab atas pembayaran Pajak Reklame adalah 1) Untuk perorangan adalah orang yang menyelenggarakan Reklame atas kuasanya. 2) Untuk badan adalah pengurus atas kuasanya.
34
2) Objek Pajak Reklame a. Reklame Papan (Bilboard) adalah Reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kayu, kertas, plastik, fiber glass, kaca, batu, logam, alat penyinar atau bahan lain yang sejenis yang berbentuk lampu pijar atau alat lain yang bersinar yang dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau dengan cara digantungkan atau ditempelkan. b. Reklame Kain adalah Reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu. c. Reklame Melekat (Stiker) adalah Reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda lain. d. Reklame Selebaran adalah Reklame yang berbentuk selebaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda lain. e. Reklame Berjalan adalah Reklame yang diselenggarakan dengan cara membawa reklame berkeliling oleh orang berjalan kaki.
35
f. Reklame Kendaraan adalah Reklame yang ditempatkan pada kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan atau tenaga mekanik selain alat tersebut pada angka 4,5 diatas. g. Reklame Peragaan adalah Reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara. h. Reklame Udara adalah Reklame yang diselenggarakan diudara dengan menggunakan gas, pesawat atau alat lain yang sejenis. i. Reklame Suara adalah Reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dan atau oleh perantara alat atau pesawat apapun. j. Reklame Film atau Slide adalah Reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan lain yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau diperagakan pada layer atau benda lain atau dipancarkan dan atau diperagakan melalui pesawat televisi. Bentuk, ukuran, konstruksi, penempatan dan ijin penyelenggaraan Reklame ditentukan dan ditetapkan oleh Walikota Surakarta.
3) Pengecualian Dikecualikan dari Objek Pajak adalah penyelenggaraan reklame melalui Televisi, Radio, Warta Harian, Warta Mingguan, Warta Bulanan dan sejenisnya.
36
4) Perijinan a. Setiap penyelenggara Reklame harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Walikota Surakarta. b. Untuk
mendapatkan
ijin
penyelenggara
Reklame
harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Walikota Surakarta dengan mengisi formulir yang telah disediakan di Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. c. Dalam pemasangan Reklame diatas tanah/ gedung/ bangunan milik Pemerintah harus dilampirkan Surat Persetujuan dari Kepala Instansi.
5) Dasar Pengenaan Tarip dan Tata Cara Penghitungan Pajak Reklame a. Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Sewa Reklame. b. Nilai Sewa Reklame dihitung dengan menjumlahkan Nilai Strategis dan Nilai Jual Obyek Pajak Reklame. c. Tarif dasar nilai strategis ditetapkan dengan Peraturan Walikota Nomor 35 tahun 2013 Bab III Pasal 8. d. Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh persen) dari nilai sewa Reklame 6) Tata Cara Pembayaran dan Penagihan a. Pembayaran pajak dilakukan dimuka.
37
b. Ijin penyelenggaraan Reklame diberikan sejak pajak Reklame, Retribusi Sewa Tanah dan uang jaminan pembongkaran Reklame dibayar. c. Reklame yang sudah dibayar penuh pajaknya, diberi tanda lunas Pajak Reklame. Pembayaran pajak dilakukan di Bendaharawan pada Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta. Apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban membayar Pajak Reklame dan biaya-biaya lain yang telah ditetapkan dalam penyelenggaraan Reklame, maka petugas Unit Pelayanan Terpadu melakukan penagihan dengan cara menyampaikan Surat Peringatan kepada Wajib Pajak, selambat-lambatnya 7 hari setelah tanggal jatuh tempo, pembayaran harus dilunasi. 7) Pelaksanaan Pemasangan Reklame Reklame baru boleh dilakukan setelah mendapat ijin reklame dan pajak retribusinya dibayar penuh. Reklame yang sudah dibayar penuh pajaknya, diberi tanda pajak reklame yang dipasang ditempat reklame yang bersangkutan atau tempat lain yang mudah untuk diadakan pemeriksaan. Bentuk, Ukuran dan cara pemasangan Tanda Pajak Reklame diatur oleh Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta.
38
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan bagian dari pendapatan daerah, dan pendapatan lain di luar PAD adalah dana perimbangan dan lain – lain pendapatan daerah yang sah. Menurut Nurcholis (2007:182), pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Halim (2004:96), pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut maka PAD merupakan sumber pembiayaan pemerintah daerah yang peranannya tergantung pada kemampuan dan kemauan daerah dalam menggali potensi-potensi yang ada dalam daerah tersebut. Komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sejak Indonesia merdeka berturut-turut masing-masing adalah : a.
Undang-Undang nomor 11 Drt. Tahun 1957 tentang peraturan umum pajak daerah
b.
Undang-Undang nomor 12 Drt. Tahun 1957 tentang peraturan umum retribusi daerah
c.
Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 1980 tentang Penyusunan dan Pengesahan Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah Tingkat I dan Pajak Daerah Tingkat II dan Retribusi Daerah Tingkat I
39
d.
Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
e.
Peraturan Pemerintah nomor 64 tahun 1998 tentang perubahan atas peraturan tentang pemerintah nomor 19 tahun 1997 tentang pajak daerah
f.
Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun tahun 1998 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1997 tentang retribusi daerah
g.
Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1997 tentang pajak bahan bakar kendaraan bermotor
h.
Undang-Undang nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas undangundang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
i.
Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah
j.
Peraturan Pemerintah nomor 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri 4 komponen, yaitu :
a.
Pajak Daerah Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan
yang
berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah, contoh pajak daerah misalnya: pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan. Pungutan yang dikenakan kepada para wajib pajak daerah tersebut, bukan karena prestasi pemerintah memberi atau menyediakan jasa atau perijinan tertentu, tetapi dalam hal ini menjadi
40
kewajiban bagi wajib pajak yang memiliki kendaraan bermotor, memiliki usaha hotel, restoran, atau menyelenggarakan kegiatan hiburan untuk membayar pungutan pajak yang bersesuaian tersebut. Uang yang diterima tersebut kemudian dijadikan untuk melakukan penyelenggaraan dan pembangunan daerah. Pemberian sesuatu yang diberikan pemerintah daerah terhadap wajib pajak bukanlah imbalan langsung yang seimbang dengan pembayaran wajib pajak tersebut, tetapi merupakan unsur pembinaan terhadap wajib pajak agar pungutan pajak daerahitu dapat berjalan dengan baik. b.
Retribusi Daerah Merupakan pungutan derah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Contoh retribusi daerah, misalnya: retribusi parkir di tepi jalan umum, retribusi rumah potong hewan, retribusi pasar, dan retribusi terminal. Untuk retribusi-retribusi diatas, pemerintah daerah menyediakan fasilitas, misalnya badan jalan untuk parkir, rumah potong hewan untuk RPH, fasilitas tempat dasaran di pasar untuk retribusi pasar, dan fasilitas terminal untuk retribusi terminal. Dalam prinsip jelas berbeda antara pajak daerah dan retribusi daerah berbeda, pajak daerah tidak mensyaratkan pemerintah daerah untuk memberikan atau menyediakan jasa atau perijinan tertentu kepada wajib pajak, tetapi dalam retribusi pemerintah berkewajiban untuk menyediakan
41
jasa atau perijinan tertentu yang menjadi objek dari retribusi yang dimaksud. c.
Hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini merupkan pendapatan yang berasal dari bagian hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang disetrokan ke kas daerah. Sebagai contoh jenis pendapatan
ini
adalah
bagian
hasil
laba
Badan
Usaha
Milik
Daerah(BUMD), pemerintah daerah memiliki beberapa BUMD yang berbentuk perusahaan daerah, seperti: Bank Pasar, PDAM, percetakan daerah dan lain sebagainya. Setiap tahun atau dalam waktu tertentu pemerintah daerah memiliki komitmen untuk membayar modal ke BUMD-BUMD tersebut dengan penyisihan kekayaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. d.
Lain-lain PAD yang sah Komponen lain-lain PAD yang sah ini berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah dapat bersumber dari: 1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan. 2) Hasil pemanfaatan atau penyalahgunaan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan. 3) Jasa giro 4) Pendapatan bunga
42
5) Pendapatan atas tuntutan ganti rugi 6) Penerimaan keuntangan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 7) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.
5. Potensi Pendapatan Asli Daerah Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk dapat menghasilkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dibutuhkan pengetahuan tentang analisis perkembangan beberapa variabel yang dapat dikendalikan agar dapat mengetahui potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta variabel yang tidak dapat dikendalikan, dan yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Beberapa variabel yang perlu dianalisis untuk mengetahui
sumber-sumber
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
yaitu,
(Halim,2004): a.
Kondisi Awal Suatu Daerah Keadaan struktural ekonomi dan sosial yang sangat menentukan keadaan struktural ekonomi, yakni: 1) Besar kecilnya keinginan pemerintah daerah untuk menetapkan pungutan. Hal ini disebabkan oleh sektor ekonomi dan sosial suatu masyarakat menentukan bagi tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayan publik dalam kualitas dan kuantitas tertentu. Pada masyarakat
43
agraris misalnya, tuntutan dalam ketersediaan fasilitas pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu akan lebih rendah daripada tuntutan yang ada di masyarakat industri. Pada masyarakat agraris pemerintah tidak akan terpacu untuk menarik pungutan-pungutan dari masyarakat, sementara di dalam masyarakat industri terpacu untuk menarik
pungutan-pungutan
untuk
memenuhi
tuntutan
akan
ketersediaan pelayanan publik. 2) Kemampuan masyarakat untuk dapat membayar segala maca m pungutan-pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, karena perbedaan dalam struktur ekonomi dan sosialnya, kemampuan membayar berbagai macam pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kan lebih tinggi di masyarakat industri daripada masyarakat agraris. Kondisi awal pada suatu daerah mencakup pengetahuan tentang: a) Kemampuan industri yang ada di daerah. b) Struktur sosial, politik, dan institusional beserta berbagai kelompok masyarakat yang relatif mempunyai kekuatan. c) Kemampuan administratif, kejujuran dan integritas dari semua cabang-cabang perpajakan pemerintah. d) Tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Indikator untuk dapat mengetahui kondisi awal suatu daerah adalah dengan melihat kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah.
44
b.
Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kegiatan ini merupakan upaya untuk memperluas cakupan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terdapat 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan cakupan ini, yaitu: 1) Menambahkan objek dan subjek pajak atau retribusi 2) Meningkatan besarnya penetapan 3) Mengurangi tunggakan
c.
Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita rill Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula pada kemampuan seseoran untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah. Dengan logika yang sama, pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi Pendapatan Domestik Bruto (PDRB) per kapita riil suatu daerah, maka akan semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran pembangunan rutin pemerintahnya. Dengan kata lain, semakin tinggi Pendapatan Domestik Bruto (PDRB) per kapita riil, semakin besar pula potensi penerimaan daerah tersebut.
d.
Pertumbuhan Penduduk Besarnya pendapatan juga dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk daerah tersebut meningkat, maka
45
penpadatan akan meningkat. Tetapi pertumbuhan penduduk tidak mempunyai pengaruh yang berarti pada pertumbuhan pendapatan secara proporsional. e.
Tingkat Inflasi Inflasi akan dapat meningkatkan penerimaan Pendpatan Asli Daerah (PAD) yang penetapannya terhadap omzet penjualan, misalnya pajak reklame. Untuk pajak atau retribusi yang penetapannya didasarkan pada tarif secara tetap, oleh sebab itu inflasi diperlukan dalam pertimbangan perubahan tarif.
f.
Penyesuaian Tarif Dalam peningkatan pendapatan sangat tergantung pada kebijakan tarif. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya ditentukan secara tetap (flat), maka dalam penyesuaian tarif harus mempertimbangkan laju inflasi. Kegagalan dalam menyesuaikan tarif dengan laju inflasi akan menghambat peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam rangka penyesuaian tarif retribusi daerah, selain harus memperhatikan laju inflasi, juga perlu ditinjau hubungan antara biaya pelayanan jasa dengan penerimaan PAD.
g.
Pembangunan Baru Penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat juga diperoleh apabila pembangunan-pembangunan baru ada, seperti pembangunan pasar, pembangunan terminal, pembangunan jasa pengumpulan sampah, dan lain-lain.
46
h.
Sumber Pendapatan Baru Munculnya
kegiatan
usaha
baru
dapat
mengakibatkan
bertambahnya sumber pendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada. i.
Perubahan Peraturan Dengan
adanya
peraturan-peraturan
baru,
khususnya
yang
berhubungan dengan pajak atau retribusi, jelas akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
6. Hubungan Pajak Reklame dengan Pendapatan Asli Daerah Dalam penjelasan tentng perimbangan keunagan antara pusat dan daerah yang dituliskan dalam UU No.25 tahun 1999 diperbarui dengan UU No.33 Tahun 2004menjelaskan bahwa: Pembangunan daerah sebagai sebagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip ekonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan daerah menuju kepada masyarakat yang bebas korupsi, kolusi dan nepotiseme. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan, masyarakt dan pembangunan, maka pemerintah suatu negara pada hakekatnya memiliki tugas dan fungsi utama yaitu fungsi alokasi yang meliputi alokasi antara lain adalah pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi stabilitas yang berisi antara lain, pertahanan dan keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilitas lebih efektif dilaksanakan oleh
47
pemerintah daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat. Namun di dalam pelaksanaanya perlu diperhatikan kondisi dan situai masing-masing wilayah yang berbeda-beda. Dengan demikian pembagian ketiga fungsi tersebut sangat penting sebagai landasan dalam menentukan dasar-dasar perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan adanya pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keunagan pemerintah pusat dan daerah penyelenggaraan otonomi daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan berdasarkan dekonsentrasi, desentralisasi dan pembantuan. a.
Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam pelaksanaan desentralisasi sumber-sumber pembiayaan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah yang diambil dalam wilayah daerah yang bersangkutan, terdiri dari: 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan 4) Lain-lain PAD yang sah
48
Pajak reklame merupakan bagian dari pajak daerah, yang terdapat dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam pembangunan daerah yang bersangkutan. Menurut UU no.28 tahun 2009, penentuan dari besarnya pajak tersebut ditentukan oleh Peraturan Daerah. Pajak reklame sebagai penyumbang pendapatan daerah sangat berpotensi untuk ditingkatkan kerna mengingat peran pajak ini dalam peningkatan
PAD.
Pajak
reklame
bisa
terus
diupayakan
dan
dimaksimalkan pemungutannya sesuai peraturan daerah yang berlaku. Sehingga fungsi utama dari pemungutan pajak berupa budgetair dan pengaturan (regulator) dapat berjalan dengan lancar.
7. Efektifitas Pajak Efektifitas adalah alat untuk tolok ukur antara hubungan hasil pemungutan pajak dengan potensi pajak itu sendiri. Rumus Efektifitas Pajak adalah (Halim,2004)
Tolok ukur yang dipakai dalam menentukan tingkat efektifitas yaitu dengan menggunakan kriteria penilaian kinerja anggaran pada tabel berikut ini:
49
Tabel 2.3 Kriteria kinerja anggaran Presentase kinerja keuangan
Kriteria
100% ke atas
Sangat efektif
90%-100%
Efektif
80%-90%
Cukup Efektif
60%-80%
Kurang Efektif
Dibawah 60%
Tidak Efektif
Sumber : kepmendagri No. 690.900.327 tahun 1996 8. Kontribusi Pajak Kontribusi merupakan upaya untuk mengukut peranan atau sumbangan PAD pada pembentukannya pendapatan daerah. Sehingga kontribusi PAD dalam hal merupakan perbandingan antara nilai PAD dengan total pendapatan daerahnya. Setelah hasil perbandingan diperoleh, dapat dilihat prosentase apakah penerimaan pajak hiburan dan reklame mempunyai kontribusi terhadap PAD dan pajak daerah. Untuk mengetahui kontribusi dapat dilihat menurut Bawasir (1999):
50
Tabel 2.4 Kriteria Kontribusi Presentase kontribusi
Kriteria
0%-0,9%
Tidak berkontribusi
1%-1,9%
Kurang berkontribusi
2%-2,9%
Cukup berkontribusi
3%-3,9%
Berkontribusi
Di atas 4%
Sangat berkontribusi
Sumber : Bawasir, 1999 B. Peneliti Terdahulu Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang penelitian Pajak Reklame yang sudah diteliti oleh peneliti lain. Dengan penelusuran penelitian terdahulu maka akan dapat dipastikan ruang yang didapat oleh penelitian ini. Beberapa penelitian mengenai Pajak Reklame telah banyak dilakukan, antara lain : 1) Arvian Triantoro (2007) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk jurnal dengan judul “Efektifitas Pemungutan Pajak Reklame dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Bandung”. Penelitian bertujuan untuk menemukan jawaban untuk tingkat efektifitas pemungutan pajak reklame di Kota Bandung, dan kontribusinya terhadap penerimaan Pajak Daerah. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tingkat efektifitas pemungutan pajak reklame di Kota Bandung pada tahun 2006 cukup baik, mencapai 53,56%, laju pertumbuhan Pajak Iklan selama enam tahun terakhir menunjukkan rata-rata mencapai 53,94% per tahun. Potensi Pajak Reklame yang harus diperoleh kota Bandung dapat mencapai
51
Rp 48.736.796.510, Pajak Reklame pada tahun 200 dan kontribusinya terhadap Pajak Daerah untuk tahun 2006 berdasarkan realisasi mencapai 15,84%, sedangkan berdasarkan potensinya mampu mencapai 29,77%. 2) Silvia Ristina Puspitaningsih (2013) mengadakan penelitian yang disusun dalam bentuk jurnal
dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Reklame Kota
Malang”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh jumlah penduduk dan jumlah industri terhadap penerimaan pajak reklame Kota Malang serta menganalisa faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan pajak reklame Kota Malang. Metode analisis yang diguanakan adalah model regresi analisis VECM dengan menggunakan bantuan software EVIEWS 6.1. Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel penduduk dan industri berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Dalam jangka panjang semua variabel berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame Kota Malang, tetapi yang memiliki pengaruh positif adalah jumlah penduduk Kota Malang sedangkan jumlah industri Kota Malang berpengaruh secara negatif. Selain dipengaruhi jumlah penduduk dan industri, ternyata penerimaan pajak reklame Kota Malang dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. 3) Syuhada Sofian (1997) melakukan penelitian dalam bentuk jurnal yang berjudul “Prospek dan Alternatif
“Action Plan” Pemajakan Reklame Dalam
Mendongkrak Pendapatan Asli Daerah Studi Kasus di Kodya Semarang ”. Dalam
penelitiannya
membuktikan
bahwa
jumlah
penduduk
berpengaruh terhadap jumlah penerimaan pajak reklame. Secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi besarnya PAD di Kota Samarinda.
52
Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja dianggap sebagai salah satu faktor yang positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Penduduk dianggap sebagai pemacu pembangunan. Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari penduduk inilah yang akan menimbulkan permintaan agregat. Pada gilirannya, peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis eksponential dengan variabel angka pertumbuhan penduduk (X1), angka inflasi Kota Semarang (X2), angka pertumbuhan (X3) diketahui bahwa faktor-faktor tersebut mempunyai prospek yang potensial sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap penerimaan daerah di Kota Semarang. Dengan model analisisnya Y = b1XTA+b2GRP+b3TGI+b4Xkj
C. Kerangka Pemikiran Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu komponen dalam Pendapatan Daerah yang terdiri dari : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah. Sedangkan Pajak Daerah mempunyai komponen : Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak Parkir. Kinerja Pajak Reklame di Kota Surakarta dapat dilihat dari pertumbuhan realisasi, kontribusi terhadap total pajak dan kontribusi terhadap PAD. Kerangka pemikiran studi dapat dilihat pada gambar berikut.
53
Pendapatan Asli Daerah
Retribusi Daerah
Pajak Daerah
Hasil Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang Sah
Pajak Hotel Pajak Daerah
Pajak Hiburan Pajak Restoran Pajak Penerangan Jalan Pajak Parkir Pajak Reklame
Potensi Pajak Reklame
Target Pajak Reklame
Realisasi Pajak Reklame
Kinerja Pajak Reklame
Gambar 2. 1 Alur Kerangka Pemikiran Keterangan: Kotak dengan - - - - - - - - - - (garis putus-putus) = tidak diteliti D. Hipotesis 1. Diduga pajak reklame mempunyai kontribusi yang meningkat terhadap pajak daerah di Kota Surakarta. 2. Diduga pajak reklame mempunyai kontribusi yang meningkat terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Surakarta. 3. Pemungutan pajak reklame di Kota Surakarta diduga sudah efektif. 4. Penerimaan pajak reklame diduga elastis terhadap Pajak Daerah Kota Surakarta.
54
5. Penerimaan pajak reklame diduga elastis terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta. 6. Diduga status kinerja pajak reklame termasuk dalam kategori potensial bahkan bisa mencapai prima.