MENUJU HILIRISASI INDUSTRI ALUMINIUM, MENGGAPAI NILAI TAMBAH SEBAGAI PENOPANG PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DAN PROVINSI SUMATERA UTARA *) (Kajian Pustaka dan Empiris PT Inalum – Perspektif Ekonomi dan Bisnis) Oleh : Drs. Syamsul Bahri, MM, Ak, CA **)
ABSTRAK Tujuan sebuah pebuah perusahaan didirikan antaralain adalah untuk kesinambungan usaha (sustainability), keseimbagan dengan lingkungan (stability), dan mampu memperoleh keuntungan (profitability) yang wajar. Kesinambungan usaha diarahkan kepada semakin tumbuh dan berkembangnya usaha dari perusahaan. Sehingga keberhasilan sebuah perusahaan dapat diukur dari kemampuan perusahaan untuk hidup, tumbuh dab berkembang. Begitu pula halnya dengan PT Inalum, adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industri aluminium batangan (ingot) telah hidup, dan menjalani kehidupannya selama kurang lebih 30 tahun. Perusahaan yang selama ini dikendalikan oleh Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd. (NAA) adalah perusahaan yang didirikan oleh Pemerintah Jepang, telah beralih pengendaliannya kepada Pemerintah Indonesia dan masuk kedalam kelompok Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Status PT Inalum selanjutnya berubah menjadi BUMN dengan nama PT Inalum (Persero) pada tanggal 13 Desember 2013. Setelah menjadi BUMN, PT Inalum (Persero) tentunya dituntut untuk melakukan pengembangan usaha, yang salah satu diantaranya adalah dalam bentuk hilirisasi produk aluminium ingot. Dengan hilirisasi ini diharapkan akan dapat memberikan dampak positif diantaranya dalam penciptaan lapangan kerja baru dan penciptaan nilai tambah (value added). Upaya penciptaan nilai tambah yang telah dihitung adalah dalam bentuk hilirisasi bahan baku bauksit menjadi alumina, dan alumina menjadi aluminium ingot. Harga bauksit di pasar dunia sangat rendah, sekitar US$ 21 per ton, sedangkan alumina memiliki harga lebih tinggi, yaitu US$ 356 per ton, dan aluminium memiliki harga US$ 2,500 per ton. Dengan memperhitungkan biaya produksi bauksit menjadi alumina maupun biaya produksi alumina menjadi aluminium serta mempertimbangkan reduksi massa dalam rantai produksi, dapatlah dihitung selisih keuntungan sebagai nilai tambah. Misalnya bauksit yang diolah 1 juta ton akan menghasilkan 500.000 ton alumina dengan biaya produksi sekitar US$ 72,85 juta. Nilai tambah yang diperoleh sekitar US$ 81,15 juta. Alumina 500.000 ton diolah menjadi 250.000 ton aluminium denga biaya produksi sekitar US$ 265 juta. Nilai tambah yang akan diperoleh sekitar US$ 185 juta, Jadi, kalau hanya menjual 1 ton bauksit maka yang diperoleh hanya US$ 21 juta. Sedangkan jika diolah menjadi alumina maka yang diperoleh sekitar US$ 103.15 juta, dan jika diolah menjadi aluminium maka diperoleh US$ 287.15. Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan, tampak bahwa potensi untuk mengembangkan usaha industri hilir aluminium ingot cukup kuat dan berdampak positif terhadap peningkatan profitabilitas dan nilai tambah, walaupun masih ada masalah-masalah strategik yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan upaya solusinya. Dampak positif tersebut diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, Provinsi Sumatera Utara dan juga nasional. Kata kunci : bauksit, alumina, aluminium ingot, hilirisasi, profitabilitas, nilai tambah. 1
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberadaan sebuah perusahaan industri ditengah masyarakat setidaknya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, masyarakat, dan pemerintah. Sebuah perusahaan industri aluminium sebagai obyek penulisan ini tidak terlepas dari harapan tersebut. Oleh karena itu keberadaan dan pengembangannya harus memperhatikan visi dan kebijakan yang ada serta pemikiran-pemikiran yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Visi pembangunan Industri Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional adalah bahwa Indonesia menjadi Negara Industri Tangguh pada tahun 2025, dengan visi antara pada tahun 2020 sebagai Negara Industri Maju Baru, karena sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 antar para kepala Negara APEC pada tahun tersebut, liberalisasi di negaranegara APEC sudah harus terwujud. Kementerian Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan guna membangun daya saing industri nasional yang tersinergi dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Pertama, melalui pendekatan top-down dengan pengembangan 35 klaster industri prioritas yang direncanakan dari Pusat (by design) dan diikuti oleh partisipasi daerah yang dipilih berdasarkan daya saing internasional serta potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kedua, melalui pendekatan bottom-up dengan penetapan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah, dimana pusat turut membangun pengembangannya, sehingga daerah memiliki daya saing. Pengembangan kompetensi inti di tingkat provinsi disebut sebagai Industri Unggulan Provinsi dan di tingkat kabupaten/kota disebut Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota. Pendekatan kedua ini merupakan pendekatan yang didasarkan pada semangat Otonomi Daerah. Penentuan pengembangan industri melalui penetapan klaster industri prioritas dan kompetensi inti industri daerah sangat diperlukan guna memberi kepastian dan mendapat dukungan dari seluruh sektor di bidang ekonomi termasuk dukungan perbankan. PT Industri Aluminium disingkat PT Inalum adalah sebuah perusahaan peleburan aluminium di Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara yang juga telah membangun dan mengoperasikan PLTA yang terdiri dari stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga yang terletak di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Stasiun pembangkit ini dioperasikan dengan memanfaatkan air Sungai Asahan yang mengalirkan air danau Toba ke Selat Malaka, merupakan perusahaan industri yang tumbuh dan terus eksis sampai saat ini. _____________________________________ *) Sumbangsih pemikiran pada seminar “Mewujudkan Industri Hilir Aluminium dan Kemandirian Energi untuk Penguatan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara” tanggal 20 Nopember 2014. **) Dosen Tetap Non PNS STIE Nusa Bangsa Medan.
2
Data riset PT Redmond mencatat, PT Inalum menunjukkan pertumbuhan laba bersih cukup tinggi, sebesar 171 persen Compounded Annual Growth Rate (CAGR) untuk periode 2010-2012. Setelah berakhirnya kontrak kerja sama pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd. pada tanggal 31 Oktober 2013 dan beralih kepemilikannya 100% kepada Pemerintah Indonesia, PT Inalum perlu mendapat perhatian bagi pemilik dan manajemen untuk pengelolaan dan pengembangan lebih lanjut. Saat ini muncul pemikiran-pemikiran awal yang salah satunya adalah keinginan untuk mengintegrasikan produksi hilir batangan aluminium atau ingot (forward integration industri) seperti dalam bentuk sheet, foil, dan lain-lain, yang sekaligus juga berpeluang untuk integrasi produksi hulunya (backward integration industri) alumina dari pengolahan bauksit yang potensi produksinya cukup besar seperti di Pulau Kalimantan. Sejalan dengan harapan dan perhatian seperti telah diuraikan diatas, tulisan ini akan memberikan kontribusi pemikiran lebih lanjut tentang dukungan rencana pengembangan industri hilir aluminium PT Inalum kedepan. 2. Tujuan Tujuan dari tulisan ini adalah untuk turut serta dalam memberikan kontribusi pemikiran sehingga dapat mendukung komitmen PT Inalum dalam mendorong kemajuan pembangunan ekonomi tingkat daerah, tingkat Provinsi Sumatera Utara dan tingkat nasional melalui peningkatan jenis atau lini produk yang dihasilkannya. Kontribusi pemikiran dalam paper ini difokuskan pada dukungan program hilirisasi industri aluminium batangan atau aluminium ingot sebagai upaya untuk menambah lini produk perusahaan. Penambahan lini produk melalui hilirisasi akan berdampak positif dalam bentuk alih teknologi, lapangan kerja, nilai tambah dan profitabilitas perusahaan. 3. Kerangka Kerja Penulisan Kerangka kerja untuk menulis paper dengan pendekatan input-proses-output serta menggunakan metode deskriptif dan analisis kualitatif ini, diawali dengan adanya edaran informasi tentang permintaan tulisan (call for paper) oleh panitia, melalui brosur dan laman www.inalum.co.id. Setelah memahami informasi call for paper tersebut, dilanjutkan dengan mengumpulkan data dan informasi terkait dengan kerangka acuan kegiatan yang telah diatur panitia. Data dan informasi diperoleh melalui studi pustaka (buku dan media pustaka lainnya) dan studi empiris (berita yang ada di media masa termasuk laman terkait yang ada di internet). Data dan informasi yang diperoleh, kemudian dipelajari, dipahami, kemudian dijadikan input atau referensi dalam proses penulisan paper ini dan dituangkan pada bagian III (Metoda Penulisan) paper ini. Output atau hasil dari kerangka kerja ini adalah paper dengan judul seperti diatas, dan diharapkan dapat memenuhi permintaan panitia. Kerangka kerja yang menggunakan pendekatan input-proses-output dan metode deskriptif serta analisis kualitatif dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut : 3
Informasi call for paper INPUT Membaca dan memahami Informasi call for paper dari panitia
Mencari data dan informasi yang relevan sebagai referensi
PROSES Menulis paper sesuai panduan panitia
OUTPUT Paper tentang hilirisasi industri aluminium
Gambar 1. Kerangka Kerja Penulisan Paper
4
II. HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana telah diuraikan dalam kerangka kerja penulisan paper ini bahwa studi yang digunakan adalah studi pustaka dan empiris. Hasil studi dimaksud diuraikan berikut ini. 1. Studi Pustaka Data dan informasi yang diperoleh dari studi pustaka ini telah diolah menjadi point-point sebagai berikut : a. Terkait dengan tujuan perusahaan yang ingin berumur panjang (sustainability) bahkan dalam jangka waktu tidak terbatas, memerlukan sistem manajemen yang baik dan dikembangkan secara berkesinambungan. Begitu pula dengan kegiatan operasionalnya harus juga dikembangkan, sehingga perusahaan terus tumbuh, berkembang, beranak, dan seterusnya. Ada empat unsur yang berpengaruh bagi perusahaan yang mampu berumur panjang (long lived companies) seperti perusahaan perminyakan “Shell” sebagai salah satu contoh (Arie de Geus, 1997). Keempat unsur tersebut adalah (1). Kepekaan terhadap lingkungan, hal ini ditunjukkan melalui kemampuan perusahaan untuk belajar dan beradaptasi dengan tuntutan lingkungannya, (2). Kohesi atau sinergi dan identitas, hal ini ditunjukkan oleh kemampuan perusahaan untuk membangun organisasi sebagai sebuah anggota komunitas dan mampu membangun jati diri yang mempesona, (3). Toleran dan desentralisasi, ini ditujukkan melalui kemampuan perusahaan berinteraksi dengan ekologinya (dalam bentuk kemampuan membangun hubungan dan kepercayaan yang konstruktif dengan pihak-pihak didalam perusahaan dan juga dengan entitas lainnya diluar perusahaan), dan (4). Konservatif dalam hal keuangan, yakni kemampuan untuk mengendalikan pertumbuhan dan evolusi perusahaan secara efektif berdasarkan kemampuan yang ada. Selanjutnya de Geus berpendapat bahwa perusahaan akan mati karena para manajernya hanya fokus pada kegiatan ekonomi dengan terus meningkatkan kuantitas produk yang dihasilkan dan pelayanannya, dan mereka lupa bahwa organisasi mereka sebenarnya hidup bersama masyarakat dan pihak-pihak lain yang ada dilingkungannya. Untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan perusahaan tentu perlu dilakukan evaluasi dengan menggunakan metode-metode evaluasi yang ada dan terus berkembang saat ini, seperti model Du Pont, Balance Score Card, Malcolm Baldrige, dan lain-lain. b. Pertumbuhan perusahaan dapat ditinjau antara lain dari skala usahanya, jenis produksi (product-line) yang dihasilkan. Perusahaan yang ingin menambah jenis produksinya dapat memilih model integrasi industri yang ada agar tetap survive. Pilihan integrasi industri yang dapat digunakan adalah integrasi vertikal (vertical integration), yaitu suatu proses penambahan kegiatan pemasaran atau fungsi produksi lain kepada fungsi yang telah ada sehingga ketergantungannya kepada organisasi lain menjadi lebih longgar (David Downey, 1987). Dengan demikian integrasi industri dapat pula 5
dilakukan pada bagian hulu (backward integration) dan pada bagian hilir (forward integration). Namun keputusan untuk memilih dan melaksanakan integrasi hulu atau hilir harus yakin, kemudian dipertimbangkan dan dipersiapkan secara baik (perlu ada kajian), karena ada beberapa perusahaan di Indonesia (seperti BUMN Perkebunan) yang belum berhasil dengan baik melaksanakan integrasi industrinya, padahal telah melakukan integrasi hulu dan juga hilirnya. Penyebab pokok yang berpegaruh antara lain teknologi, metode yang digunakan, sistem manajemen (termasuk pengendalian biaya produksi), dan manajemen pemasaran. c. Bauksit yang merupakan bahan baku alumina merupakan produk pertambangan yang telah mulai dieksplorasi selama periode tahun 1942 – 1949. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar, tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu. Potensi dan cadangan endapan bauksit terdapat di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Pulau Bangka, dan Pulau Kalimantan (Pusat Data dan Informasi ESDM, 2007, dikutip dari Arif Zulkifli, 2014). Bauksit yang banyak tersedia di dalam negeri ini, merupakan peluang yang potensial bagi industri aluminium untuk melakukan integrasi hulu bagi industri aluminium batangan atau ingot. Didalam mendukung industri hulu aluminium dalam bentuk proses produksi dengan bahan baku bauksit menjadi alumina (alumina refinery), Indonesia merupakan salah satu produsen bauksit terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 36 juta ton per tahun (tahun 2011). Seluruh hasil produksi bauksit nasional masih diekspor terutama ke China dan Jepang, karena di Indonesia belum terdapat fasilitas pengolahan bauksit menjadi alumina (Qomarsono, www.kemenkeu.go.id, 2014). d. Industri hilir aluminium ingot yang utama adalah dalam bentuk aluminium sheet dan aluminium foil. Menurut data Kementerian Perindustrian, di Indonesia terdapat sekitar 76 perusahaan produsen berbasis aluminium. Maspion Group melalui dua anak perusahaannya yaitu PT Alumindo Light Metal Industri, Tbk (ALMI) dan PT Indal Aluminium Industri, merupakan produsen terbesar di Indonesia. ALMI merupakan perusahaan aluminium terintegrasi (forward integration), sebab ALMI juga memiliki pabrik aluminium foil. e. Lingkup integrasi industri aluminium secara komprehensif (hulu, hilir, dan industri umum) dapat digambarkan sebagai berikut :
6
Industri Umum Industri Hilir Industri Hulu Bauksit
Alumina
Aluminium Ingot
Bahan bangunan
Peralatan rumah tangga
Sheet Foil
Bahan bangunan Peralatan dan bahan kebutuhan rumah tangga
Industri Hilir Gambar 2. Lingkup Industri Hulu dan Industri Hilir Aluminium Ingot, dan Industri Umum
Dari gambar yang disajikan diatas dapat dijelaskan bahwa lingkup industri hulu aluminium ingot adalah pada tahap proses pengolahan bauksit menjadi alumina (yang selanjutnya menjadi bahan baku produksi aluminium ingot), sedangkan industri hilir aluminium ingot adalah pada tahap proses pengolahan aluminium ingot menjadi aluminium sheet dan aluminium foil. Aluminium ingot yang dapat diproses langsung menjadi bahan bangunan (seperti kawat aluminium, pipa atau tulangan aluminium) dan menjadi peralatan rumah tangga (seperti periuk, kuali), masih merupakan ruang lingkup industri hilir aluminium ingot. Sedangkan sheet dan foil, yang selanjutnya diproses menjadi bahan bangunan (seperti lapisan pintu, dan lain-lain) dan juga yang diproses menjadi peralatan rumah tangga (seperti lapisan kompor, dandang, dan lainlain), sudah merupakan ruang lingkup industri umum, bahkan mencakup industri kecil dan industri rumah tangga. Setiap tahapan proses produksi yang menghasilkan produk yang mempunyai nilai jual yang dapat dipisahkan, akan diperoleh nilai tambah. Berdasarkan data BPS tahun 2012, jumlah bauksit yang diekspor selama tahun 2008 – 2011, masing-masing 16,7 juta ton, 14,7 juta ton, 27,4 juta ton, dan 40 juta ton. Sementara itu PT Inalum memerlukan 500.000 ribu ton per tahun yang didatangkan dari Jepang dan Australia untuk menghasilkan 250.000 ribu ton aluminium ingot. Harga bauksit di pasar dunia sangat rendah, sekitar US$ 21 per ton, sedangkan alumina memiliki harga lebih tinggi, yaitu US$ 356 per ton, dan aluminium memiliki harga US$ 2,500 per ton. Dengan memperhitungkan biaya produksi bauksit menjadi alumina maupun biaya produksi alumina menjadi aluminium serta mempertimbangkan reduksi massa dalam rantai produksi, dapatlah dihitung selisih keuntungan sebagai nilai tambah. Misalnya bauksit yang diolah 1 juta ton akan menghasilkan 500.000 ton alumina dengan biaya produksi sekitar US$ 72,85 juta. Nilai tambah yang diperoleh sekitar US$ 81,15 juta. Alumina 500.000 ton diolah 7
menjadi 250.000 ton aluminium denga biaya produksi sekitar US$ 265 juta. Nilai tambah yang akan diperoleh sekitar US$ 185 juta, Jadi, kalau hanya menjual 1 ton bauksit maka yang diperoleh hanya US$ 21 juta. Sedangkan jika diolah menjadi alumina maka yang diperoleh sekitar US$ 103.15 juta, dan jika diolah menjadi aluminium maka diperoleh US$ 287.15 (Laman Prof. Mikrajuddin Abdullah, download 29 Oktober 2014). Jika pada tahun 2011 diekspor 40 juta ton bauksit maka yang diperoleh hanya US$ 840 juta. Namun jika diolah menjadi alumina akan diperoleh sekitar US$ 4 miliar dan jika diolah menjadi aluminium akan diperoleh sekitar US$ 12 miliar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah sekitar US$ 11 miliar atau sekitar Rp 105 triliun. Dengan pola perhitungan yang sama dengan industri hulu tersebut, maka industri hilir dari aluminium ingot, juga akan diperoleh nilai tambah yang sangat signifikan. 2. Studi Empiris Data dan informasi yang diperoleh dari studi empiris ini telah di olah menjadi point-point sebagai berikut : a. Potensi sumber daya alam di Pulau Sumatera, khususnya Provinsi Sumatera Utara cukup besar, sumber daya alam tersebut antara lain terdiri atas, kehutanan, perkebunan, minyak bumi, danau, aliran sungai, yang kesemuanya itu sangat mendukung industri dan perekonomian nasional dan daerah. Pemberdayaan sumber daya alam tersebut telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda yang ditandai dengan berkembangnya industri perkebunan, transportasi darat/kereta api, laut dan udara. b. Upaya pemanfaatan potensi sungai Asahan yang mengalir dari Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara untuk menghasilkan tenaga listrik pernah dilakukan selama pemerintahan Hindia Belanda, tetapi mengalami kegagalan. Namun pemerintah Republik Indonesia masih ingin dan bertekad untuk mewujudkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dari sungai Asahan. Tekad ini semakin kuat ketika pada tahun 1972, pemerintah menerima laporan tentang studi kelayakan Proyek PLTA dan Aluminium Asahan dari Nippon Koei (sebuah perusahaan konsultan Jepang). Laporan tersebut menyatakan bahwa PLTA layak untuk dibangun dengan sebuah peleburan aluminium sebagai pemakai utama dari listrik yang dihasilkannya (www.inalum.co.id, 2014). c. Secara umum industri aluminium nasional khususnya industri aluminium sheet dan aluminium foil belum berkembang optimal, hal ini ditunjukkan meski produksinya terus meningkat, namun kapasitas produksinya tetap stagnan. Dilihat dari sisi produksinya, industri aluminium nasional terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi aluminium sheet meningkat menjadi sebesar 61,9 ribu ton pada 2008 dibandingkan dengan 2004 masih 54,4 ribu ton. Demikian halnya dengan produksi 8
aluminium foil dari sebesar 13,2 ribu ton pada 2004, naik menjadi sebesar 13,6 ribu ton pada 2008. Namun di sisi lain sejak lima tahun lalu (2004-2008) kapasitas produksi industri aluminium sheet dan aluminium foil stagnan tidak mengalami penambahan kapasitas. Kapasitas produksi aluminium sheet tidak mengalami perubahan tetap sebesar 116 ribu ton per tahun. Sedangkan industri aluminium foil tercatat memiliki kapasitas produksi sebesar 20 ribu ton per tahun (Laporan Market Intelligence ICN, September 2009). Sejak 1980, Indonesia telah mampu bersaing dengan negara-negara Asia dalam produksi aluminium. Terbukti, selain harganya murah, higeinis, ramah lingkungan, pangsa pasar produksi aluminium Indonesia mampu masuk ke industri pesawat terbang kelas dunia dunia, Singapore Airlines. Pada tahun 2009, produsen aluminium sheet dan aluminium foil terbesar yaitu PT. Alumindo Light Metal Industri, Tbk. meningkatkan kapasitas produksi aluminium sheet dan aluminium foil masing-masing menjadi 144.000 ton/tahun dan 20.000 ton/tahun dari sebelumnya masing-masing 70.000 ton/tahun dan 15.600 ton/tahun. Beberapa produk aluminium nasional sudah mampu merambah pasar ekspor misalnya aluminium ingot, aluminium ekstrusi dan fabrikasi seperti aluminium billet, kawat aluminium, pipa aluminium, aluminium lembaran berupa sheet dan foil, serta produk produk aluminium hilir atau peralatan rumah tangga. Pada 2008, ekspor produk aluminium nasional mencapai US$ 700 juta atau tumbuh rata-rata 16,1% per tahun. Menurut data International Aluminium Institute, produksi aluminium dunia mencapai 3,03 juta ton pada Januari 2009 atau turun 6,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. China merupakan negara produsen aluminium terbesar dengan produksi mencapai 922.000 ton per tahun. Meskipun tingkat produksinya pada Januari 2009 menyusut 13% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Menyusul kemudian Amerika Utara menempati urutan kedua terbesar produsen aluminium dunia dengan produksi 455.000 ton. Di beberapa negara seperti China, India, Brazil dan Rusia, terbukti ekonominya semakin berkembang setelah membangun industri aluminium. Bahkan di negaranegara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, dan Italia konsumsi aluminiumnya mencapai 17 kg/kapita. Sedangkan rata-rata dunia adalah lima kilogram per kapita, dan Indonesia sendiri baru mengkonsumsi 1 kg/kapita Sementara itu di dalam negeri, sejalan dengan perkembangan industri pemakainya seperti sektor konstruksi, industri komponen otomotif, industri peralatan rumah tangga dan lain sebagainya, maka diperkirakan kebutuhan terhadap aluminium akan terus meningkat. Hasil studi empiris tersebut diatas menunjukkan bahwa potensi serapan pasar hasil industri hilir aluminium masih cukup tinggi, dan kebijakan pemerintah terutama dari segi proteksi sumber daya alam sebagai sumber bahan baku juga sangat mendukung.
9
III. DESKRIPSI TENTANG PT INALUM (PERSERO)
1. Sejarah Singkat a. PT Inalum berawal pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, setelah melalui perundinganperundingan yang panjang dan dengan bantuan ekonomi dari pemerintah Jepang, pemerintah Republik Indonesia dan 12 Perusahaan Penanam Modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium Asahan yang kemudian dikenal dengan sebagai Proyek Asahan. Kedua belas Perusahaan Penanam Modal Jepang tersebut adalah Sumitomo Chemical Company Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Light Metal Company Ltd., C Itoh & Co., Ltd., Nissho Iwai Co., Ltd., Nichimen Co., Ltd., Showa Denko K.K., Marubeni Corporation, Mitsubishi Chemical Industries Ltd., Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium Co., Ltd., Mitsui & Co., Ltd. Selanjutnya, untuk penyertaan modal pada perusahaan yang akan didirikan di Jakarta kedua belas Perusahaan Penanam Modal tersebut bersama Pemerintah Jepang membentuk sebuah perusahaan yang diberi nama Nippon Asahan Aluminium Co, Ltd (NAA) yang berkedudukan di Tokyo pada tanggal 25 Nopember 1975. Pada tanggal 6 Januari 1976, PT Inalum didirikan di Jakarta dan menjadi sebuah perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan Jepang. PT Inalum adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan sesuai dengan perjanjian induk. Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia dengan NAA Jepang pada saat perusahaan didirikan adalah 10% dengan 90%. Selanjutnya pada bulan Oktober 1978 perbandingan tersebut berubah menjadi 25% dengan 75% dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13% dengan 58,87%. Kemudian sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%. b. Untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian induk, Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan SK Presiden No.5/1976 yang melandasi terbentuknya Otorita Pengembangan Proyek Asahan sebagai wakil Pemerintahan yang bertanggung jawab atas lancarnya pembangunan dan pengembangan Proyek Asahan. PT Inalum dapat dicatat sebagai pelopor dan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak dalam bidang Industri peleburan aluminium dengan investasi sebesar 411 milyar Yen. c. Secara de facto, perubahan status PT Inalum dari PMA menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terjadi pada 1 November 2013 sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Induk. Pemutusan kontrak antara Pemerintah Indonesia dengan Konsorsium Perusahaan asal Jepang berlangsung pada 9 Desember 2013, dan secara de jure PT Inalum resmi menjadi BUMN pada 19 Desember 2013 setelah Pemerintah Indonesia mengambil alih saham yang dimiliki pihak konsorsium. PT Inalum (Persero) resmi menjadi BUMN ke-141 pada tanggal 21 April 2014 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014. 10
d. Setelah menjadi BUMN, PT Inalum (Persero) dihadapkan pada tuntutan internal dan eksternal perusahaan dalam bentuk pengembangan usaha perusahaan. Usaha pengembangan usaha diantaranya adalah hilirisasi produk aluminium batangan yang selama ini sebagian besar di ekspor ke Jepang. Industri hilir aluminium perlu dipertimbangkan sebagai salah satu pengembangan usaha PT Inalum (Persero). 2. Ruang Lingkup Usaha a. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) PT Inalum (Persero) telah membangun dan mengoperasikan PLTA yang terdiri dari stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga dengan nama Asahan-2 yang terletak di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Stasiun pembangkit listrik ini dioperasikan dengan memanfaatkan air Sungai Asahan yang dialirkan dari Danau Toba ke Selat Malaka. Dengan demikian total listrik yang dihasilkan sangat bergantung pada kondisi permukaan air Danau Toba. Pembangunan PLTA dimulai pada tanggal 9 Juni 1978. Pembangunan stasiun pembangkit listrik bawah tanah Siguragura dimulai pada tanggal 7 April 1980 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada acara peletakan batu pertama yang diselenggarakan dengan tata cara adat Jepang dan tradisi lokal. Pembangunan seluruh PLTA memakan waktu 5 tahun dan diresmikan pengoperasiannya oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma pada tanggal 7 Juni 1983. Total kapasitas tetap 426 MW dan output puncak 513 MW. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung. b. Pabrik Peleburan Aluminium PT Inalum (Persero) telah membangun pabrik peleburan aluminium dan fasilitas pendukungnya di atas area 200 ha di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, kira-kira 110 km dari kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Pembangunan pabrik peleburan ini dimulai pada tanggal 6 Juli 1979 dan tahap I operasi dimulai pada tanggal 20 Januari 1982. Pabrik peleburan dengan kapasitas terpasang 225.000 ton aluminium per tahun ini dibangun menghadap Selat Malaka. 3. Struktur Organisasi Sampai saat ini bentuk struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut :
11
Sumber : www.inalum.co.id Gambar 3. Struktur Organisasi PT Inalum (Persero) Dari struktur organisasi (Gambar 3) diatas dan sehubungan dengan ambil alih perusahaan serta pengembangan usaha hilirisasi maka tampak Direktorat Pengembangan & Bisnis/Departemen Proyek Pengembangan sebagai direktorat yang diharapkan banyak berperan dalam memenuhi tuntutan pengembangan usaha dalam bentuk perencanaan dan pengembangan industri hilir aluminium, dan pemasaran produk. Sedangkan Direktorat Keuangan/Departemen Logistik perlu meningkatkan kemampuannya dalam mendapatkan bahan baku alumina dan bahan input lainnya yang lebih efisien.
12
4. Kinerja Perusahaan Kinerja keuangan dari sisi rasio profitabilitas PT Inalum bila dilihat dari gross profit margin, operating profit margin, net profit margin, return on investment, dan return equity-nya untuk periode 2000 – 2006 mengalami fluktuasi yang berbeda-beda. Analisis rasio keuangan dilakukan untuk mengetahui tingkat kinerja perusahaan apakah tetap stabil sehingga perusahaan mampu bersaing dan berkembang sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil pengolahan data yang ada maka diketahui bahwa kinerja perusahaan secara umum adalah baik, kecuali di tahun 2002 terjadi kerugian yang disebabkan adanya peningkatan biaya-biaya yang tidak terkendali oleh manajemen perusahaan (Damanik, 2008). Laba tahun 2006 mencapai US$ 136 juta, namun pada tahun 2012 laba perusahaan turun menjadi US$ 61 juta, dan pada tahun 2013 laba perusahaan turun lagi menjadi 30,66 juta (Tempo, 2013). Ini berarti ada indikasi yang kurang baik, terutama dalam pengendalian biaya seperti yang terjadi pada tahun 2002. Laporan keuangan PT Inalum tahun 2004 – 2011, menunjukkan penjualan yang stabil yaitu sebesar US$ 550 juta dengan laba bersih rata-rata sebesar US$ 100 juta dengan harga jual yang masih ditentukan oleh NAA. Sedangkan kinerja pisik produksi, pada tahun 2011 mencapai 250 ribu ton, dan dari jumlah ini diekspor ke Jepang sebesar 147 ribu ton, sisanya merupakan pasokan untuk kebutuhan di dalam negeri, walaupun jumlah ini masih jauh dibawah jumlah kebutuhan yang seharusnya. Permintaan yang lebih besar daripada penawaran selama ini ditutup dengan impor dari luar negeri (Kurniawan, Tempo.Co, 2013). 5. Analisis SWOT a. Strengths (kekuatan) Beberapa kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan sampai saat ini adalah sebagai berikut : 1) Ketersediaan sumber daya tenaga listrik yang dapat mendukung pengembangan usaha industri aluminium 2) Telah memiliki sistem manajemen strategik yang terkodifikasi 3) SDM yang ada sampai ini tentunya telah memiliki pengalaman dan juga didukung oleh nilai-nilai “PROSPEKTIF” sehingga diharapkan mampu mendukung program pengembangan usaha perusahaan. 4) Satu-satunya perusahaan aluminium ingot di dalam negeri 5) Harga jual hasil produksi yang masih layak dan dapat memberikan keuntungan 6) Telah mendapatkan pengakuan dari lembaga tertentu dalam bentuk penghargaanpenghargaan dan sertifikat standar, seperti bendera emas SMK3, ISO, ISPS, IEMIC, dan peringkat biru dalam PROPER 7) Pengalaman yang baik dalam industri alumunium terutama dalam proses produksi aluminium ingot 8) Kualitas produk aluminum yang dihasilkan sangat baik 13
9) Jika dilihat dari aspek teknis, keuangan, dan hukum, pengelolaan perusahaan secara umum masih dalam kondisi baik 10) Sarana dan prasarana yang ada secara umum masih dalam kondisi baik b. Weaknesses (kelemahan) 1) Perangkat sistem manajemen masih terpengaruh oleh sistem manajemen perusahaan Jepang yang belum tentu seluruhnya sesuai dengan kebutuhan. 2) Pegendalian biaya belum efektif 3) Sistem manajemen, sistem kerja, sistem evaluasi kinerja, yang komprehesif terutama terkait dengan hilirisasi industri aluminium ingot belum tersedia 4) Kapasitas produksi yang ada masih rendah, sehingga belum mampu memenuhi permintaan dalam negeri. 5) Bahan baku alumina masih tergantung impor. c. Opportunities (peluang) 1) Ketersediaan sumber bahan baku bauksit dalam negeri, dan juga permintaan produk industri hilir aluminium yang prospektif akan membuka peluang dikembangkannya industri aluminium terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. 2) Permintaan produksi perusahaan di dalam negeri lebih tinggi daripada penawaran, dan peluang ekspor juga masih cenderung terus meningkat 3) Mendapatkan peluang sumber dana murah melalui Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) 4) Produksi bauksit dalam negeri sangat mendukung pembangunan industri alumina sebagai bahan baku aluminium 5) Penciptaan lapangan kerja baru dalam industri hilir maupun hulu aluminium 6) Mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional 7) Industri aluminium saat ini memiliki prospek yang baik dan memiliki profitabilitas yang cukup tinggi sehingga diharapkan memperkuat langkah menuju integrasi industrialisasi nasional 8) Mendapatkan nilai tambah dari pengembangan usaha hilirisasi 9) Jika digabungkan dengan integrasi hulu, diharapkan efisiensi dari sumber bahan baku alumina semakin baik d. Threats (ancaman) 1) Kesulitan dalam pemenuhan dana pengembangan dalam jangka pendek dan jangka panjang 2) Mencari tambahan SDM yang kompeten dalam pengembangan usaha industri hilir aluminium 3) Stakeholder mengharapkan keterbukaan dan perhatian yang semakin baik terhadap lingkungan alam maupun masyarakat sekitar perusahaan
14
4) Rencana pengembangan usaha hilirisasi akan berdampak semakin luasnya rentang kendali operasi, sehingga menuntut kemampuan manajemen yang lebih baik 5) Manajemen menjadi tidak fokus terhadap pengelolaan perusahaan sehingga dapat mengganggu konsentrasi pencapaian tujuan perusahaan yang telah ada. Dari analisis SWOT diatas, dapat dikemukakan bahwa upaya pengembangan usaha industri hilir aluminium sangat potensial, begitu pula jika dimungkinkan untuk diintegrasikan dengan industri hulu yang menghasilkan alumina (dalam jangka waktu panjang dan merupakan program diluar hilirisasi), namun masih perlu antisipasi terhadap masalah-masalah strategik (seperti sebagian besar tercantum pada ancaman dan tantangan) yang akan menghambat kelancaran pencapaian visi perusahaan. Dengan integrasi hilir dan kemungkinan juga industri hulu aluminium, tampaknya visi yang telah ditetapkan perusahaan sampai pada tahun 2025 (menjadi perusahaan global terkemuka berbasis aluminium terpadu ramah lingkungan) masih relevan. Selanjutnya, diharapkan pula agar perusahaan dapat menjadi “the living company”, artinya, PT Inalum dapat terus hidup, tumbuh, berkembang, serta bermanfaat bagi lingkungan internal maupun lingkungan eksternalnya.
15
IV. MASALAH-MASALAH STRATEGIK DAN UPAYA SOLUSI
Dari uraian analisis SWOT pada bagian terdahulu tercermin adanya masalah-masalah strategik yang sebagian besar telah tercantum pada point-point kelemahan (weaknesses) dan ancaman-ancaman (threats). Namun masalah-masalah strategik tersebut perlu dirumuskan upaya-upaya solusinya. Untuk memudahkan pemahaman, isi pokok tulisan pada bagian ini disajikan dalam bentuk matrik sebagai berikut : Tabel 1. MATRIK MASALAH-MASALAH STRATEGIK HILIRISASI DAN UPAYA-UPAYA SOLUSI No Masalah-masalah Strategik 1 Kebutuhan dana yang besar untuk pengembangan sarana dan prasarana hilirisasi
2
3
4
5
Upaya-upaya Solusi a. Mengupayakan pinjaman lunak dan atau dana hibah dari Jepang dengan jaminan imbal ekspor produk aluminium batangan dan hilir b. IPO di BEJ dan bursa internasional Semakin melebarnya rentang kendali Dibuat pilihan bentuk organisasi manajemen sehingga dapat berdampak industri hilir : negatif terhadap kinerja perusahaan a. Badan usaha tersendiri untuk usaha hilir b. Bentuk anak perusahaan, yang kemudian merubah badan usaha keseluruhan menjadi “Holding Company” (investment holding) Kapasitas manajemen dan budaya Meninjau dan mengembangkan sistem perusahaan yang masih terpengaruh manajemen, staff development dan sistem manajemen dan budaya sistem evaluasi kinerja yang lebih perusahaan Jepang yang belum tentu komprehesif dan efektif seluruhnya sesuai dengan kebutuhan Tuntutan para stakeholders tentang a. Sosialisasi program transparansi pengembangan usaha secara efektif b. Portal yang perlu dilengkapi isinya, terutama terkait dengan sosialisasi program-program terkait dengan kepentingan stakeholders c. Pelaksanaan program CSR secara efektif Efektifitas proses adopsi teknologi a. Merekrut tim konsultan industri hilir aluminium berpengalaman dengan reputasi baik, dan staff development di bidang industri hilir aluminium b. Membangun unit riset dan pengembangan yang efektif 16
V. PENUTUP
1. KESIMPULAN Dari uraian-uraian yang telah disajikan pada bagian-bagian terdahulu, dapatlah dibuat kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : a. Pengambil alihan PT Inalum menjadi PT Inalum (Persero) merupakan kebijakan dan keputusan pemerintah yang patut disambut dan direspon dengan penuh antusias terutama oleh manejemen perusahaan dan pihak-pihak yang terkait. b. Pengembangan usaha dalam bentuk hilirisasi (forward integration) merupakan upaya yang berdampak positif terutama dalam bentuk penciptaan lapangan kerja baru, perolehan nilai tambah yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi daerah serta Provinsi Sumatera Utara dan nasional. c. Pengembangan usaha industri hilir aluminum ingot masih dihadapkan dengan masalah-masalah strategik seperti kebutuhan dana, rentang kendali manajemen, kapasitas manajemen dan budaya perusahaan, tuntutan transparansi, dan adopsi teknologi industri hilir aluminium ingot. d. Pengembangan usaha juga membuka peluang integrasi hulu (backward integration) yang juga berdampak positif, walaupun dihadapkan pada tantangan yang masih perlu diantisipasi. Sehingga program ini merupakan upaya yang perlu dikaji lebih lanjut dan dapat dijadikan agenda lainnya di dalam road map program pengembangan industri unggulan berbasis aluminium pada tingkat Provinsi Sumatera Utara dan tingkat nasional. 2. SARAN Saran-saran yang perlu dikemukakan melalui tulisan ini adalah sebagai berikut : a. Pengembangan sistem manajemen perusahaan termasuk struktur organisasi dan sistem evaluasi kinerja perusahaan perlu segera dilakukan, sehingga dapat mendukung kelancaran pencapaian visi perusahaan. Evaluasi kinerja yang komprehensif yang telah diadop Kementerian BUMN sampai saat ini adalah Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) yang menggunakan model Baldrige Criteria dari Malcolm Baldrige, dapat pula diaplikasikan di perusahaan. b. Masalah-masalah strategik yang akan dihadapi perlu diantisipasi dengan memperhatikan rumusan-rumusan upaya solusinya. 17
c. Pengembangan sistem manajemen juga perlu diinspirasi dengan empat unsur yang berpengaruh terhadap perusahaan-perusahaan sukses dan berumur panjang sebagai hasil penelitian yang dilakukan oleh Arie de Geus. d. Perlu dibuat kajian ekonomi dan bisnis lebih lanjut agar program pengembangan usaha hilirisasi produk aluminium batangan dapat berjalan efektif.
SBI
18
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku dan Majalah Ilmiah : Arie de Geus, The Living Company, Habits for Survival in a Turbulent Business Environment, Harvard Business School Press, Boston, Masachusetts, 1997. Bahri, Syamsul, Tinjauan Implementasi Baldrige Criteria Pada PT Perkebunan Nusantara II (Persero), Artikel Hasil Penelitian, Majalah Ilmiah Warta Dharmawangsa, Edisi 38, April 2013. Bahri, Syamsul, dkk, Dinamika Perjalanan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Menuju The Living Company, PT Perkebunan Nusantara III (Persero), 2009. Damanik, Taufik Hidayat, Analisis Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Ditinjau Dari Rasio Profitabilitas Pada PT Inalum, Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, 2008. Downey, W. David and Erickson, Steven P., Manajemen Agribisnis, Alih Bahasa Rochidayat Ganda S. dan Alfonsus Sirait, Penerbit Erlangga, 1987. Salim, Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia, Pustaka Reka Cipta, 2013. Zulkifli, Arif, Pengelolaan Tambang Berkelanjutan, Graha Ilmu, 2014. Artikel dan Laman Internet : Anonim, Kemenperin Mendorong Pengembangan Industri Aluminium Terintegrasi, Siaran Pers, www.kemenperin.go.id, 2014. _________________, Kebijakan Industri Nasional, Agenda Penting Kemenperin, www.kemenperin.go.id, 2014. _________________, Perkembangan Industri Aluminium Sheet dan Aluminium Foil Laporan Market Intelligence, Indonesian Commercial Newsletter (ICN), Monthly Report, September 2009. _________________, Kinerja Kinclong, Inalum Layak IPO, www.tribunnews.com, 2014. _________________, Sejarah Singkat dan Ruang Lingkup Usaha, www.inalum.co.id, 2014. Qomarsono, Hilman, Prospek PT Inalum Pasca Pengambil Alihan oleh Pemerintah, Artikel, www.kemenkeu.go.id, 2014. Abdullah, Mikrajuddin, Strategi Pembangunan Industri Aluminium di Kalimantan Barat, Artikel, Prof. Mirajuddin Abdullah, download 2014. 19
TENTANG PENULIS
Nama lengkap Pekerjaan
: Drs. Syamsul Bahri, MM, Ak, CA : Dosen Non PNS Kopertis Wilayah I Sumatera Utara NIDN : 0101045301 Jabatan fungsional : Lektor Jabatan struktural : Ketua Bidang Akademik STIE Nusa Bangsa Medan Alamat Kantor : Jl. Sei Serayu No. 80 Medan Tempat tinggal : Jl. Karya Jaya, Graha Karya Jaya No. A-1 Kecamatan Medan Johor, Medan No. HP : 08126 580 338 E-mail :
[email protected]. atau
[email protected] Tim Penulis Buku, berjudul : 1. Bersinergi Dengan Masyarakat 2. Dinamika Perjalanan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Menuju The Living Company 3. Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Publikasi Ilmiah, berjudul : 1. Tinjauan Implementasi Baldrige Criteria Pada PT Perkebunan Nusantara II (Persero) 2. Analisis Kewajaran Metode Penyusutan Aset Tanaman Kelapa Sawit Pengalaman Konsultansi dalam bidang : 1. Good Corporate Governance (GCG) 2. Strategic Business Unit (SBU) 3. Organization Structure and Job Description 4. Corporate Planning and Strategic Management 5. Board of Commissioners Pengalaman Pelatihan : 1. Small and Medium Enterprises (SME’s) 2. International Financial Reporting Standards (IFRS) Pengalaman Berorganisasi : 1. Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Sumatera Utara. 2. Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISE) Cabang Medan.
20