Departemen Pertanian
MENTERI PERTANIAN BAHAN KULIAH UMUM DI DEPAN MAHASISWA PROGRAM PASCASARJANA (S-2 dan S-3) INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB) Bogor, 5 Mei 2007 TANTANGAN DAN PROSPEK SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGUATKAN JATIDIRI BANGSA Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh PENDAHULUAN Harus kita sadari dan akui bahwa situasi dan permasalahan perekonomian di masa depan akan sangat kompleks serta berbeda dengan kondisi sekarang dan masa lalu. Pertama, di masa lalu sumber pertumbuhan ekonomi didominasi oleh pinjaman luar negeri, di masa mendatang arus dana pinjaman akan semakin sulit karena beban hutang yang sudah overloaded seperti yang pernah dialami oleh negara-negara Meksiko, Brazil dan Argentina di masa lalu. Kedua, reformasi perdagangan global menciptakan peluang pasar karena hambatan tarif dan subsidi yang semakin longgar, tetapi persaingan semakin ketat, karena hambatan non-tarif khususnya di bidang mutu semakin meningkat. Ketiga, adanya otonomi daerah memaksa pergeseran paradigma pembangunan dari sentralistis ke desentralistis. Keempat, adanya kesadaran dan tendensi kuat bahwa pelaku pembangunan adalah masyarakat luas. Pemerintah akan lebih berperan untuk mendorong dan menciptakan iklim kondusif dalam berusaha— steering rather than rowing. Kelima, momentum depresiasi rupiah harus secara cermat dimanfaatkan guna memacu ekspor, dan substitusi impor. Dalam kondisi sulit seperti sekarang ini, guna menjamin terciptanya fundamental ekonomi yang solid, Indonesia harus mampu mengidentifikasi sektor yang dapat menggerakkan perekonomian nasional dengan cepat. Sektor-sektor itu adalah sektor yang didukung oleh sumberdaya domestik. Di antara sektor yang mengandalkan sumberdaya domestik dan mempunyai peluang usaha baru adalah sektor pertanian.
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
1
Departemen Pertanian
Oleh karena itu, sudah selayaknya investasi disektor pertanian harus lebih ditingkatkan termasuk infrastruktur pendukungnya agar diperoleh economic return dan distribusi income yang tinggi. Pembangunan dimasa lalu pada tingkat tertentu telah berhasil memecahkan masalah tenaga kerja, kemiskinan, dan stabilitas makro-ekonomi nasional dengan fokus pertanian yang merupakan salah satu sub-sistem agribisnis yaitu on-farm. Setidaknya dalam dua kali krisis yaitu tahun 1986 dan tahun 1998 pertanian tetap tegar menghadapi krisis. Akan tetapi situasi ini memunculkan masalah baru yaitu rendahnya produktivitas pertanian dan disparitas pendapatan antar sektor, sehingga ketimpangan antar sektor menjadi masalah. Dualisme ekonomi juga muncul akibat
kekeliruan model
pembangunan masa lalu. Sektor pertanian secara terpisah tidak akan mampu menjadi penggerak ekonomi masa depan. Akan tetapi, sektor pertanian dapat menjadi kekuatan yang sangat besar apabila dikombinasi dengan agroindustri, perdagangan, dan jasa-jasa penunjang. Dalam keyakinan kita, yang mampu menjadi penggerak ekonomi masa mendatang adalah sektor pertanian (agribisnis), suatu sektor yang selama ini pada taraf tertentu telah berlangsung, dan sebenarnya merupakan bisnis terbesar di Indonesia tetapi selama ini terabaikan dan tidak difokus. Maka sangat strategis jika di masa mendatang kita memilih strategi besar yaitu membangun sistem pertanian yang tangguh disertai oleh usahausaha agribisnis untuk menggerakkan ekonomi nasional. Dengan membangun sistem pertanian beserta usaha-usaha agribisnis secara terencana, maka sebenarnya kita membangun perekonomian bangsa. Membangun sistem dan usaha pertanian yang kokoh berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan sehingga terjadi keseimbangan antar sektor. Ini juga berarti menciptakan meaningful employment di luar sektor pertanian, sehingga beban pertanian yang terlalu berat menampung tenaga kerja dapat teratasi. Karena sebagian besar sumberdaya terdapat di daerah pedesaan, maka dengan membangun sistem dan usaha pertanian (agribisnis) sekaligus juga membangun daerah, sehingga ketimpangan kota-desa teratasi. Migrasi dari desa ke kota dapat dicegah secara alami, karena kesempatan kerja tersedia di desa. Disamping itu, dengan pembangunan dan modernisasi pertanian terutama dipedesaan akan menjadikan wajah sektor pertanian menjadi lebih atraktif terutama bagi generasi muda yang memiliki kualitas SDM yang lebih tinggi untuk turut membangun pertanian dan pedesaan secara bersama, sinergi dan berkelanjutan.
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
2
Departemen Pertanian
Dalam upaya membangun tersebut, diperlukan suatu upaya teguh, pemikiran yang jernih, integritas, kualitas moral membangun yang memadai, kebanggaan yang tinggi terhadap sektor pertanian serta mau dan jujur dalam mengambil pelajaran berharga masa lalu kearah perbaikan yang komprehensif dan konsepsional dengan pendekatan kewilayahan agar dapat tumbuh terus dan bermanfaat dalam meningkatan kesejahteraan khususnya masyarakat tani. TANTANGAN DAN PENGALAMAN BERHARGA DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI Tantangan Pembangunan Pertanian Tantangan pembangunan pertanian dapat berasal dari tantangan internal (dari dalam negeri) maupun tantangan eksternal (dari luar negeri). Secara khusus tantangan internal yang akan disoroti dalam makalah ini adalah terkait tidak terintegrasinya sektor pertanian dengan sektor lainnya, dukungan domestik terhadap sektor pertanian (domestic support), dan kelembagaan ekonomi petani yang kuat yang merupakan salah satu ciri pertanian modern belum tumbuh dan berjalan secara efektif. Bila dicermati secara seksama, bahwa sektor industri dan jasa yang dibangun saat ini tidak terintegrasi baik dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang kita miliki. Akibatnya, sektor pertanian tidak tumbuh menjadi sektor usaha yang membanggakan, sebaliknya semakin hari semakin tertinggal, dan pertumbuhan ekonomi menjadi tidak merata, terkonsentrasi pada kelompok tertentu dan tidak berkelanjutan. Pada awal tahun 1980-an pasti mengingat saat-saat kegemilangan profesi yang terkait dengan pertanian. Pada saat itu, pembangunan sektor pertanian memang sedang gencar-gencarnya dan orangtua akan memiliki kebanggaan tertentu yang memiliki anak-anak atau menantu dengan gelar insinyur pertanian. Di era keemasan tersebut, profesi insinyur pertanian lebih dipilih anak-anak muda ketika melanjutkan studi dibandingkan dengan insinyur lainnya atau juga profesi lainnya. Seiring dengan hal tersebut, Perguruan Tinggi yang mengembangkan fakultas dan jurusan pertanian tidak hanya perguruan tinggi milik pemerintah saja. Di beberapa kota, sejumlah perguruan tinggi swasta juga mendirikan dan mengembangkan fakultas dan jurusan pertanian. Seiring dengan perjalanan waktu menunjukkan, kini profesi itu tidak lagi dipilih oleh remaja-remaja yang bukan hanya tinggal di kota, tetapi juga tinggal di desa. Mereka bahkan terkesan tidak mau bersentuhan dengan urusan pertanian. Persepsi lulusan perguruan tinggi tentang pertanian hanya berputar pada kemiskinan, pedesaan, pupuk,
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
3
Departemen Pertanian
pestisida, dan sejenisnya. Bahkan, beberapa perguruan tinggi yang memiliki fakultas dan jurusan pertanian mulai bertumbangan. Sekarang kenyataannya pertanian memang kurang menarik dikalangan generasi muda. Meski pemerintah dan para politisi berteriak akan mengembangkan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan, kenyataannya sinergi antar pihak/instansi dirasakan belum optimal. Data statistik (Sakernas-BPS, 2003-2006) menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian mencapai 42,01 juta jiwa (46,36%) kemudian sedikit meningkat menjadi 42,33 juta jiwa (44,47%). Sementara, bila dilihat jumlah angkatan kerja menurut pendidikannya, maka angkatan kerja dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar kebawah mengalami peningkatan yaitu dari 54,82 juta orang (54,65% dari angkatan kerja) pada tahun 2003 menjadi 56,47 juta orang (53,13% dari angkatan kerja) pada tahun 2006. Hasil penelitian (2002) menunjukkan bahwa secara rataan tenaga kerja disektor pertanian di Indonesia kualitas SDM-nya masih rendah, yaitu sekitar 81,68 % berpendidikan SD kebawah, 18,05 % berpendidikan sekolah lanjutan dan hanya sekitar 0,27 % yang berpendidikan Perguruan Tinggi. Harus diakui bahwa sektor pertanian Indonesia masih berada di posisi yang minim dari dukungan berbagai pihak termasuk dari kalangan kelembagaan keuangan. Sementara,
di negara maju dalam mengelola dan mendukung sektor pertanian
dilakukan secara penuh dengan melihat tantangan ke depan sehingga sektor ini tetap menarik karena didukung oleh pengembangan bioteknologi. Adapun Indonesia bercermin dari kemajuan negara maju kemudian menjiplak hal-hal yang artifisial saja, namun meninggalkan sektor pertanian sehingga kesan yang muncul adalah sektor pertanian yang kumal, kumuh, dan tidak membanggakan. Di negara maju para petani memperoleh dukungan domestik (domestic support) yang memadai, petani Indonesia sangat minim dukungan domestik, bahkan selalu harus menerima beban ketidak-efisienan sektor lainnya. Naiknya harga input dan dibatasinya kenaikan harga komoditas pangan tanpa dukungan domestik yang memadai, misalnya, merupakan jawaban mengapa petani kita tidak kunjung sejahtera dan pertanian primer menjadi kurang menarik bagi generasi muda. Bunga Bank yang relatif mahal dibandingkan dengan negara-negara lain, serta persyaratan perbankan yang sulit dipenuhi petani, mengakibatkan petani harus tergantung kepada pemilik modal swasta yang menyediakan bunga atau bagi hasil yang kurang menguntungkan petani. Pengalaman disaat krisis ekonomi sesungguhnya perlu menjadi pembelajaran bahwa sesungguhnya sektor pertanian secara faktual lebih kebal dan tahan terhadap
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
4
Departemen Pertanian
deraan krisis ekonomi. Namun, ternyata belum semua pihak untuk secara sadar mendukung penuh secara all out terhadap sektor ini. Dalam perjalanannya, dorongan terhadap sektor pertanian untuk bangkit kembali mulai tampak sejak tahun 2005 dimana sektor pertanian mulai dipacu melalui pencetusan dan gebrakan Program Revitalisasi Sektor Pertanian. Dengan program nasional ini diharapkan sektor pertanian dapat tumbuh dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia yang mendapat dukungan dari berbagai pihak secara sinergi, dan berkelanjutan. Tantangan terkait organisasi ekonomi petani yang kokoh sebagai salah satu ciri pertanian modern tampaknya belum tumbuh dan berjalan secara efektif. Para petani cenderung berusaha sendiri-sendiri, sangat tergantung kepada bantuan pemerintah dan pelaku usaha lainnya seperti : pabrikan, pedagang dan pemiliki modal. Pertanian individual seperti ini tentu saja menjadi tidak efisien karena harus mendatangkan input dalam volume kecil, serta juga mengalami masalah dalam peningkatan produktivitas dan mutu hasil, pemasaran, akses ke teknologi dan permodalan. Oleh karena itu, pemberdayaan dan penguatan kelompok tani dalam wadah Gapoktan (Gabungan Kelompok tani) mutlak diperlukan. Sementara itu, tantangan dari eksternal khususnya terkait atas dampak globalisasi perdagangan dan investasi disektor pertanian yang perlu kita sikapi secara seksama antara lain terkait dukungan kebijakan makro atas sektor pertanian, daya saing dan mutu komoditas pertanian untuk perdagangan global serta investasi di sektor pertanian. Pasca reformasi urusan pemerintah terlihat sangat berat. Beban anggaran juga masih diprioritaskan untuk membayar utang luar negeri. Pemerintah cenderung lebih fokus mengurusi ekonomi makro sehingga sektor riil, termasuk pertanian, tidak mendapat perhatian memadai. Dalam hal ini dibutuhkan lompatan untuk mengurusi sektor pertanian di tengah beban utang yang berat dan target indikator makro yang ideal. Proses reformasi juga melahirkan dampak ketika otonomi daerah diberlakukan. Infrastruktur yang memburuk terjadi di pedesaan (misalnya pada infrastruktur irigasi, jalan desa, jalan usahatani) karena minimnya pemeliharaan oleh pemerintah daerah. Di sisi lain, pemerintah daerah yang mendapat kewenangan otonomi dan dana dekonsentrasi tidak menggunakan dana yang ada untuk perbaikan irigasi serta jalan desa dan juga jalan distribusi produk pertanian. Tidak mengherankan bila ongkos transportasi produk pertanian pun menjadi sangat mahal. Salah satu contoh adalah
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
5
Departemen Pertanian
membawa sapi dari Darwin, Australia, ke Jakarta 85 persen lebih murah dibandingkan dengan jika membawa sapi dari Bima, Nusa Tenggara Barat, ke Jakarta. Perubahan di dalam negeri yang begitu cepat terjadi pada saat dunia juga berubah sangat cepat, khususnya di dalam bidang perdagangan. Penyesuaian aturan di dalam negeri terhadap peraturan internasional harus dicermati. Belajar dari beberapa negara, tidak setiap saran dari lembaga internasional harus dituruti pemerintah ketika menghadapi perdagangan internasional. Situasi perdagangan dunia cenderung tidak berpihak pada sektor pertanian Indonesia. Diplomasi perdagangan pada Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Hongkong beberapa waktu yang lalu memang telah menghasilkan hasil yang cukup baik bagi sektor pertanian misalnya dimasukkannya konsep produk spesial dan mekanisme pengamanan perdagangan untuk produk pertanian di dalam rancangan aturan perdagangan internasional. Sesungguhnya ekspor komoditas pertanian memiliki prospek yang cukup tinggi karena memiliki peluang yang semakin besar untuk bisa masuk ke pasar negara-negara tujuan. Namun pada saat yang bersamaan, komoditas pertanian Indonesia juga bisa terancam oleh masuknya komoditas yang sama dari luar. Besarnya peluang ekspor dan ancaman impor tersebut sangat tergantung pada daya saing komoditas perkebunan rakyat Indonesia yang bersangkutan. Makin tinggi daya saing, maka makin besar peluang ekspor dan makin kecil ancaman impor tersebut. Dalam hal meningkatkan daya saing komoditas pertanian dalam era perdagangan global, perdagangan antar-negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produksi komoditas yang diunggulkan oleh masing-masing negara. Meski dalam kenyataannya, dari berbagai hasil penelitian empiris menunjukkan bahwa dengan semakin terbukanya suatu perekonomian tidak serta merta menciptakan kemakmuran bagi negara-negara yang terlibat. Dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas pertanian, maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah melakukan fokus pengembangan sentra/kawasan komoditas unggulan ke depan yaitu 32 jenis komoditas unggulan nasional yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Departemen Pertanian memfasilitasi pembiayaannya pada aspek kritikal yang masih menjadi faktor pembatas dalam pengembangannya di tingkat lapangan. Selanjutnya, problem inferioritas terhadap produk dalam negeri harus didekati dengan jaminan kualitas dan kuantitas produk. Di samping itu, pengembangan produk
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
6
Departemen Pertanian
unggul di dalam negeri akan memberi daya tarik konsumen. Mutu produk pertanian yang dihasilkan masih merupakan issu kritikal dan juga sekaligus menjadi tantangan tersendiri untuk lebih meningkatkan daya saing dan penetrasi pasar internasional. terutama sejak terbentuknya WTO yang berimplikasi telah disepakatinya Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT) yang harus dilaksanakan. Untuk bisa memenuhi SPS, maka para produsen pangan harus mampu melaksanakan Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HCCP) yang kesemuanya itu masih menjadi kendala bagi produsen di Indonesia. Di sisi lain, promosi dan lobi perdagangan akan produk komoditas pertanian nasional juga masih lemah. Oleh karena itu, bila kendala tersebut bisa diatasi serta kesepakatan persyaratan dapat dipenuhi secara baik dan bertahap maka daya saing komoditas pertanian Indonesia juga secara bertahap akan semakin meningkat. Dalam hal investasi di sektor pertanian, seringkali dihadapi proses birokrasi perizinan yang berbelit dan cenderung lambat. Oleh karena itu, untuk mendukung pengembangan dan investasi di sektor pertanian tersebut telah dilakukan deregulasi dan debirokratisasi terkait perizinan yang ada selama ini. Pelayanan perizinan dan rekomendasi teknis telah merealisasikan beberapa kegiatan. Konsep Sistem Pelayanan Satu Atap Perizinan Pertanian telah digulirkan
dengan tujuan untuk mewujudkan
pelayanan prima untuk mendorong pelaku usaha pertanian, agar tercipta iklim usaha yang kondusif, dan meningkatkan citra aparatur pemerintah dan memberikan pelayanan yang mudah, cepat, aman, transparan, nyaman, ramah dan pasti. Pengalaman Berharga Dalam Pengembangan Sektor Pertanian Sejarah negara-negara di dunia menunjukkan bahwa keberhasilannya dalam membangun ekonomi sangat ditentukan oleh kesuksesannya dalam membangun pertanian (Eropa Barat, Amerika Serikat, Jepang, Rusia, Australia, Cina). Negaranegara yang tidak berhasil membangun pertanian sebagai dasar pembangunan sektor ekonomi akan mengalami kemunduran setelah mencapai tahapan perkembangan ekonomi tertentu. Ekonomi Filipina jatuh ke tahap prakondisi setelah memasuki tahap lepas landas (1957). Demikian juga Argentina, Chili, Srilanka, Myanmar, India dan Indonesia, mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi pada akhir abad-19, tetapi tidak berhasil lepas landas, bahkan beberapa negara terlempar kembali ke tahap prakondisi
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
7
Departemen Pertanian
tinggal landas. Gejala tersebut umumnya diakibatkan oleh belum kokohnya sektor pertanian dan terburu membangun industri subtitusi impor. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya dengan sumberdaya alam, tanah yang subur dan curah hujan yang relatif teratur. Sepatutnya kita dapat mewujudkan kecukupan pangan, sandang dan papan bagi seluruh rakyatnya dan bahkan mungkin mampu menjadi salah satu sumber pangan dunia. Namun kenyataannya masih belum dapat dirasakan oleh seluruh warga masyarakat, hal disebabkan karena belum optimalnya dalam pengelolaan serta dukungan penuh dari berbagai pihak. Kita juga perlu bercermin dari pengalaman membangun pertanian negara Jepang dengan pertumbuhan produktivitas ekonominya yang pesat saat ini. Dimulai pada saat restorasi Meiji, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tradisional memainkan peran penting untuk meningkatkan surplus pertanian selama proses transformasi pertanian menuju industrialisasi. Sementara, pada
negara Adidaya seperti Amerika Serikat, ternyata juga
membangun negaranya dengan bertopang pada sektor pertanian. Jika diurut ternyata dalam pembangunan perekonomiannya, AS telah bertopang pada ekonomi pertanian selama 100 tahun (1836-1936), selanjutnya menguatkan industri selama 20 tahun (1936-1956) dan selanjutnya baru membangun industri informasi. Pada negara tetangga semisal Thailand yang secara hampir bersamaan dilanda krisis ekonomi pada tahun 1997, namun Thailand mampu keluar dengan cepat dari krisis ekonomi yang salah satu faktor pendukungnya adalah fundamental ekonomi makro yang dibangun dengan fundamental pertanian yang tangguh.
STRATEGI DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Pada dasarnya strategi pengembangan pertanian merupakan perubahan pola fikir konvensional usaha pertanian yang pada mulanya berorientasi pada produksi semata berubah kearah bisnis komersial lebih yang menghasilkan produk berdaya saing tinggi dipasar luas serta berkelanjutan dengan dukungan kelembagaan yang mantap termasuk penyediaan lembaga finansial perdesaan dan dukungan teknologi. Perubahan orientasi ini memiliki urgensi kuat bila dikaitkan dengan iklim liberasasi perdagangan komoditas pertanian yang makin menguat. Proses
pembangunan
itu
sendiri
merupakan
suatu
perubahan
yang
direncanakan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam kaitan ini, pembangunan sistem dan usaha pertanian diarahkan untuk
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
8
Departemen Pertanian
mendayagunakan keunggulan komparatif (comparative advantage) Indonesia sebagai menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage). Dengan demikian struktur perekonomian yang terbangun memiliki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik, berdayasaing, berkerakyatan, serta berkelanjutan. Dalam memasuki era globalisasi dewasa ini, maka sosok pertanian yang harus dibangun adalah pertanian moderen yang tangguh, berkelanjutan, efisien yang dikelola profesional yang memiliki keunggulan untuk bersaing baik dipasar global maupun pasar domestik.
Dengan
semakin
terintegrasinya
perekonomian
Indonesia
kedalam
perekonomian dunia, maka pengembangan produk pertanian harus siap menghadapi persaingan terbuka yang semakin ketat agar tidak tergilas oleh pesaing dari luar negeri. Sesuai konteks pembangunan pertanian diatas, maka strategi dan kebijakan pembangunan pertanian tahun 2005 - 2009 telah disusun berdasarkan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu “terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan”. Adapun beberapa kebijakan strategis sektor pertanian yang juga melibatkan instansi lain di luar sektor pertanian yang perlu penanganan segera antara lain menyangkut: (1) kebijakan ekonomi makro yang kondusif; (2) pembangunan infrastruktur pertanian; (3) kebijakan pembiayaan yang mudah di akses masyarakat; (4) kebijakan perdagangan yang mendorong kelancaran distribusi dan pemasaran hasil pertanian; (5) kebijakan pengembangan industri yang lebih menekankan pada agroindustri skala kecil diperdesaan; (6) kebijakan investasi yang kondusif; (7) pembiayaan pembangunan yang lebih memprioritaskan anggaran untuk sektor pertanian dan sektor pendukungnya; dan (8) dukungan pemerintah daerah pada pembangunan pertanian. Sesuai strategi pembangunan pertanian tersebut, telah dirumuskan tiga program utama pembangunan pertanian, yaitu : 1) Program Ketahanan Pangan, 2) Program Agribisnis dan 3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Program Peningkatan Ketahanan Pangan ditujukan dalam rangka dicapainya ketersediaan pangan yang cukup dan beragam pada tingkat nasional, regional dan rumah tangga, serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Program Pengembangan Agribisnis dimaksudkan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha pertanian yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Sementara, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan untuk
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
9
Departemen Pertanian
meningkatkan pendapatan petani melalui pemberdayaan petani, pengembangan kelembagaan dan peningkatan akses petani terhadap sumber daya usaha pertanian. PERANAN RIIL SEKTOR PERTANIAN SEBAGAI PILAR PEREKONOMIAN DAN MENGUATKAN JATI DIRI BANGSA Peran riil sektor pertanian bagi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk nomor empat terbesar di dunia sangatlah signifikan. Kemandirian pangan dan pengembangan industri pertanian berbasis sumberdaya lokal adalah pilihan yang sangat tepat bagi bangsa kita sehingga pertanian haruslah menjadi salah satu pilar perekonomian rakyat. Peran penting sektor pertanian sudah tidak diragukan lagi antara lain dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penciptaan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain melalui kontribusi langsung tersebut, sektor pertanian juga mempunyai kontribusi tidak langsung berupa efek pengganda (multiplier effect) melalui kaitan ke depan dan ke belakang yang dampaknya relatif besar terhadap sektor-sektor perekonomian lain sehingga layak dijadikan sebagai sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) telah dicanangkan oleh Presiden RI pada bulan Juni tahun 2005. Bila dilihat dari perkembangan PDB, maka sampai dengan Triwulan III Tahun 2006, PDB sektor Pertanian (di luar Perikanan dan Kehutanan) tumbuh 3,41 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Tahun 2005. Dengan demikian, besarnya capaian pertumbuhan PDB sektor pertanian tahun 2006 terutama disumbang oleh subsektor perkebunan sebesar 5,12 persen, lalu disusul oleh subsektor peternakan dan hasilhasilnya sebesar 3,99 persen dan subsektor tanaman bahan makanan sebesar 2,89 persen. Dalam hal persetujuan investasi yang merupakan cerminan aliran investasi, maka pada periode 2004-2006 persetujuan investasi sektor pertanian (PMDN dan PMA) mengalami peningkatan masing-masing 102,88% dan 104,96%. Jumlah persetujuan investasi PMDN di sektor pertanian tahun 2006 senilai Rp 6,71 Triliun dengan 15 buah proyek, sedangkan PMA tahun 2006 senilai US $ 463 juta dengan 38 buah proyek. Keberhasilan lainnya adalah dalam hal penyerapan tenaga kerja, dimana pada tahun 2005 dari sebanyak 105,81 juta orang yang berkerja, sekitar 41,81 juta orang atau
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
10
Departemen Pertanian
39,52 persen bekerja di sektor pertanian. Pada tahun 2006, jumlah yang bekerja di sektor pertanian meningkat menjadi 42,32 juta orang atau sekitar 1,00 persen dari tahun sebelumnya, sehingga pangsa serapan tenaga kerja di sektor ini meningkat dari 39,52 persen pada tahun 2005 menjadi 44,47 persen pada tahun 2006. Bila dilihat dari sisi neraca perdagangannya, nilai ekspor komoditas pertanian tahun 2006 sebesar US $ 9,48 Milyar yang meningkat sebesar 31,67 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar US $ 7,20 Milyar. Neraca perdagangan pada tahun 2005 mengalami surplus sebesar US $ 6,3 Milyar, dan pada tahun 2006 surplusnya sebesar US $ 5,6 Milyar (posisi hingga Bulan Agustus 2006). Salah satu indikator utama tingkat kesejahteraan umum ialah prevalensi jumlah penduduk
miskin.
Kemiskinan
merupakan
salah
satu
kendala
utama
dalam
pengembangan sektor pertanian. Kemampuan Indonesia untuk menurunkan jumlah penduduk miskin, utamanya di pedesaan, secara konsisten merupakan suatu prestasi yang patut dibanggakan. Kemiskinan merupakan salah satu kendala utama dalam pengembangan sektor pertanian. Jumlah penduduk miskin menurut BPS tahun 2005 diperkirakan mencapai 35,10 juta jiwa dan pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin sedikit mengalami peningkatan yaitu menjadi 39,10 juta jiwa. Bila dilihat dari segi peningkatan produksi komoditas pertanian, maka berdasarkan ATAP 2005 produksi padi GKG sebesar 54,15 juta ton GKG, atau meningkat sebesar 0,12 % dari ATAP 2004 sebesar 54,.09 juta ton GKG. Selanjutnya berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) III 2006 yang dikeluarkan BPS, produksi padi 2006 kembali akan mengalami kenaikan mencapai 54,66 juta ton GKG. Apabila dibandingkan dengan ATAP 2005 yang sebesar 54,15 juta ton GKG, produksi padi tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 0,51 juta ton GKG (0,95%). Hal ini terjadi karena naiknya luas panen sebesar 11,855 ha (0,14%) dan produktivitas naik menjadi 46,11 ku/ha (0,81%). Untuk produksi jagung tahun 2005 adalah 12,53 juta ton, apabila dibandingkan dengan tahun 2004 mengalami kenaikan produksi sebesar 1.298.651 ton (11,57%). Hal ini terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 269.073 ha (8,01%) dan kenaikan produktivitas dari 33,44 ku/ha menjadi 34,54 ku/ha (3,17%).
Produksi jagung
berdasarkan ARAM III 2006 sebesar 12,14 juta ton. Melalui perluasan penggunaan varietas jagung hibrida yang mampu memacu peningkatan produktivitas ditahun 2005. Untuk komoditas hortikultura buah-buahan pada kurun waktu 2004-2006 produksinya naik dari 14,79 juta ton menjadi 16,17 juta ton atau meningkat 9,34 persen.
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
11
Departemen Pertanian
Sementara untuk sayuran produksinya naik dari 9,10 juta ton menjadi 9,70 juta ton atau naik sebesar 6,57 persen. Produksi komoditas perkebunan dalam kurun waktu 20052006 naik sebesar 7,76 persen yaitu dari 24,44 juta ton meningkat menjadi 26,34 juta ton. Kontribusi utama dari tanaman tahunan meliputi kelapa sawit 15,23 juta ton, menyusul kelapa 3,81 juta ton, dan karet 2,37 juta ton. Kontribusi dari tanaman semusim terutama dari tebu 2,39 juta ton, dan dari tembakau sebesar 0,21 juta ton. Untuk produksi peternakan, dalam kurun waktu tahun 2005 – 2006 produksi daging, telur dan susu masing-masing meningkat sebesar 13,94%, 7,83% dan 7,77%. Untuk produksi daging, kontribusi terbesar peningkatannya berasal dari ternak ayam ras pedaging (22,67%), ayam ras petelur (20,18%), menyusul domba (9,65%), sapi potong (8,53%), dan ayam buras (7,08%). Untuk produksi telur, kontribusi peningkatannya berasal dari ayam ras petelur (10,26%) Berpijak dari peran dan kinerja diatas, maka sektor pertanian sudah sepantasnya menjadi salah satu tumpuan ekonomi bangsa dan sekaligus semua pihak memberikan perhatian serta dukungan penuh terhadap sektor ini. Sebagai negara agraris, sudah saatnya, bangsa kita harus berdiri diatas produksi pertanian (pangan) nasional yang dihasilkan oleh para petani bangsa kita sendiri. Secara perlahan, ketergantungan akan impor dan image komoditas asal impor relatif lebih disukai atau lebih bagus harus mulai dieliminir. Untuk mencapai hal itu, tentunya diperlukan sistem usaha pertanian nasional harus dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi pertanian modern yang mendapat support penuh dari berbagai pihak seperti pemerintah, swasta, para pelaku usaha termasuk para generasi mudanya sehingga menghasilkan produk yang memiliki daya saing tinggi dipasaran internasional dan domestik. PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN BANGGA TERHADAP SEKTOR PERTANIAN
DALAM
MENINGKATKAN
RASA
Sosok pertanian yang ingin dibangun dimasa depan adalah pertanian modern. Upaya modernisasi pertanian ini memiliki urgensi yang sangat penting antara lain untuk meningkatkan ketertarikan generasi muda dalam keikutsertaannya untuk turut bagian bekerja disektor pertanian, serta dalam rangka meningkatkan produksi serta produktivitas pertanian nasional yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan pertanian modern-berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya dan usaha pertanian melalui penerapan teknologi maju (bibit
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
12
Departemen Pertanian
unggul, pemupukan berimbang, dan mekanisasi pertanian) dan kelembagaan secara berkesinambungan bagi generasi kini dan masa depan. Kesinambungan usaha dapat diartikan bahwa usaha tani tersebut dapat memberikan kontribusi bagi rumah tangga tani, sehingga pemilihan jenis komoditas dan usaha harus yang bernilai ekonomis tinggi (high value commodity), memberikan jaminan terhadap tingkat-stabilitas-kontinuitas pendapatan dan memiliki tujuan pasar luas. Pembangunan pertanian modern berkelanjutan memerlukan penerapan Standar Prosedur Operasional berbasis Good Agricultural Practices (GAP) yang pada dasarnya menekankan pada penggunaan low external input. Ke depan, upaya yang perlu ditempuh antara lain adalah malalui penyuluhan dan sosialisasi SPO berbasis GAP dan usahatani konservasi pada berbagai usahatani komoditas. Teknologi pertanian merupakan komponen utama dalam menghela pembangunan pertanian. Dalam merakit teknologi pertanian tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna yang mencirikan sosok pertanian 20 tahun kedepan, dimana sosok pertanian itu ditentukan oleh kondisi global dan nasional yang secara bertahap akan berubah. Hal ini tentunya harus didukung dengan kemajuan yang cepat dalam merakit teknologi pertanian yang inovatif untuk pengembangan agribisnis komoditas pertanian pada berbabagai agroekosistem. Disamping itu, setiap teknologi pertanian yang akan digunakan harus memenui syarat teknis, layak secara ekonomi, serta harmonis dengan lingkungan. Teknologi yang perlu dikembangkan dalam peningkatan produktivitas pertanian mencakup teknologi pembibitan, budidaya pertanian, dan penanganan pasca panen, serta teknologi pakan. Disamping teknologi pertanian yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas, diperlukan juga teknologi pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah dan daya saing. Nilai tambah produk pertanian dapat dicapai dengan menerapkan teknologi pasca panen primer atau sekunder yang efisien. Teknologi standarisasi kualitas, teknologi pengolahan sekunder, dan teknologi pemanfaatan hasil sampingan, perlu ditawarkan kepada petani/kelompok tani untuk memperoleh nilai tambah dari produk pertaniannya. Standarisasi mutu produk hasil pertanian perlu dibangun untuk mengejar standar yang mempunyai nilai tambah ekonomi. Teknologi penanganan pada waktu panen, pemrosesan setelah panen, pengepakan, penanganan selama transportasi yang efisien perlu dirakit dan dimasyarakatkan kepada petani/kelompok tani, sehingga mereka dapat terpacu untuk memasarkan produknya sendiri.
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
13
Departemen Pertanian
Produk pertanian yang berdaya saing dapat dicapai dengan teknologi pertanian yang efisien yang mampu menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan konsumen nasional maupun internasional. Dalam hal teknologi bibit unggul yang mampu menghasilkan aroma wangi (beras wangi), rasa tertentu, kandungan gizi tertentu, akan menghasilkan produk yang mempunyai daya saing yang tinggi. Demikian juga halnya teknologi budidaya pertanian yang menekankan pada pertanian organik dan ramah lingkungan sehingga menghasilkan produk pertanian yang bebas cemaran , sehingga mudah diterima di pasaran global. Dengan demikian untuk keperluan, teknologi pertanian organik juga perlu dikembangkan. Teknologi penanganan pasca panen harus mampu menghasilkan produk yang memiliki trade mark tertentu sehingga kualitas dapat dijaga. Untuk itu, berbagai kegiatan penelitian untuk menghasilkan inovasi teknologi perlu terus ditingkatkan dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. PENUTUP Sosok sektor pertanian yang ingin dibangun pada tahun-tahun mendatang adalah pertanian moderen dengan simpul-simpul sebagai berikut : (1) Usaha pertanian yang dilakukan merupakan industri/perusahaan pertanian yang memenuhi skala ekonomi (economics of scale ), menerapkan teknologi maju spesifik lokasi, dikelola secara professional , berkelanjutan serta memiliki brand name yang setara dengan produk internasional; (2) Pelaku usaha pertanian mampu mengambil keputusan yang rasional dan inovatif , jiwa kewirausahaan yang tinggi, mempunyai kemampuan pengetahuan serta manajemen yang professional, networking yang luas, akses informasi pasar luas, posisi tawar yang kuat, serta mobilitas yang tinggi untuk mendukung kegiatan usahataninya; (3) Perlu keselarasan kebijakan di tingkat makro maupun mikro sehingga bisa dioperasionalkan dilapangan; (4) Manajemen mutu dan standar kualitas produk pertanian yang dapat memenuhi permintaan pasar dan perubahan perferensi konsumen; (5) Pentingnya melakukan transformasi kelembagaan kelompok tani ke arah kelembagaan (assosiasi/koperasi) petani yang berbadan hukum, sehingga melakukan transaksi ekonomi dengan berbagai pelaku ekonomi, akses ke berbagai lembaga keuangan, efektif dan efisien (transfer teknologi, pengadaan input, dan pemasaran hasil secara bersama), melakukan kemitraan usaha. Kemampuan menghasilkan produk pertanian nasional yang berdaya saing tinggi dipasar
luas
sangat
ditentukan
oleh
seberapa
jauh
para
pelaku
mampu
mengimplementasikan simpul-simpul pembangunan pertanian modern berkelanjutan.
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
14
Departemen Pertanian
Oleh karena itu, sistem jaringan agribisnis yang eksis di perdesaan yang bersifat tradisional-lokal perlu diintegrasikan dengan managemen usahatani modern yang berakar kokoh pada budaya bangsa, akomodatif, serta bersifat dinamis terhadap perkembangan global. Pada akhir kuliah ini, saya sebagai bagian dari Civitas Akademika IPB mengajak kepada seluruh mahasiswa IPB, dan rekan-rekan staf dosen IPB serta berbagai pihak lainnya untuk terus bahu-membahu membangun pertanian kita sehingga sosok pertanian modern yang menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dengan baik. Demikianlah yang saya dapat sampaikan, atas perhatian saudara-saudara, saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam segala upaya kita. Amin. Wabillahitaufiq walhidayah, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Menteri Pertanian RI,
ANTON APRIYANTONO
Bahan Kuliah Umum Menteri Pertanian di Depan Mahasiswa Pascasarjana IPB, Bogor, 5 Mei 2007.
15