MENINJAU ULANG REALISASI INVESTASI NON-FASILITAS JAWA TIMUR: KASUS KABUPATEN SAMPANG, KABUPATEN PROBOLINGGO, DAN KABUPATEN BONDOWOSO Alexander Michael Tjahjadi1 Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio Humaniora, Sleman, Yogyakarta Tren perubahan menunjukan bahwa pada tahun 2011 sampai dengan 2014, total realisasi investasi di Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan. Investasi tersebut terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Investasi non-fasilitas. Investasi non-fasilitas merujuk kepada investasi maupun izin berusaha diatas 500 juta. Investasi jenis ini mencakup hampir setengah dari total realisasi investasi. Selain itu, tren menunjukan peningkatan yang signifikan dari realisasi investasi non-fasilitas di Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur merupakan daerah incaran dari investor. Pada tahun 2012 dan 2013 saja, provinsi ini menduduki peringkat pertama realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia. Namun permasalahannya, Jawa Timur menduduki peringkat kedua terbanyak di Indonesia dari sisi jumlah penduduk miskin. Penelitian ini melihat tiga daerah yang memiliki angka multidimensi kemiskinan tertinggi pada tahun 2012, dan melihat realisasi investasi non-fasilitas di daerah tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk: 1) melihat kecenderungan penurunan angka multidimensi kemiskinan dikarenakan realisasi investasi non-fasilitas 2) memberikan saran agar realisasi investasi berdampak langsung kepada penurunan kemiskinan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan sumber data yang diperoleh melalui studi pustaka. Data yang digunakan berasal dari Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur dan Indeks Multidimensi Kemiskinan dari Perkumpulan Prakarsa-Oxford Institute. Teknik yang digunakan untuk pengolahan data adalah deskriptifkuantitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan beberapa hasil seperti: 1) Sampang memiliki realisasi investasi stagnan dari tahun 2012 ke tahun 2013, Namun realisasi investasi mengakibatkan penurunan angka kemiskinan multidimensi (AKM) sebesar 1,91 persen. Di sisi lain, investasi tersebut menyerap tenaga kerja sedikit, sehingga mengalami peningkatan jumlah rumah tangga miskin sebesar 0.33 persen. 2) Probolinggo memiliki penurunan angka kemiskinan multidimensi (AKM) yang cukup signifikan yaitu 12,10 persen. Hal ini diakibatkan oleh realisasi investasi yang meningkat hampir 239 persen. Namun, tenaga kerja yang terserap mengalami penurunan. 3) Bondowoso mengalami peningkatan serapan tenaga kerja yang paling tinggi, sehingga rumah tangga miskin mengalami penurunan. Selain itu, terdapat penurunan angka kemiskinan multidimensi sampai 5,3 persen. Hal ini diakibatkan oleh realisasi investasi yang meningkat sebesar 166,67 persen. Ketiga hal diatas menunjukkan bahwa realisasi investasi berpengaruh terhadap penurunan angka multidimensi kemiskinan. Namun, bersifat khusus mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang terserap dan rumah tangga miskin. Kata kunci: Realisasi Investasi PMA-PMDN, Investasi Non-Fasilitas, Indeks Multidimensi Kemiskinan (IKM)
1
Penulis merupakan mahasiswa Departemen Ekonomi, Universitas Gadjah Mada. Dapat dihubungi melalui email:
[email protected]. Jika terdapat kesalahan penelitian merupakan tanggungjawab peneliti. Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 1
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota memiliki potensi perekonomian yang luar biasa. Sebagai kawasan paling timur di Pulau Jawa, wilayah ini memiliki jumlah penduduk sebesar 38,8 juta orang dengan rata-rata pertumbuhan penduduk tahunan sebesar 0.67 persen dari tahun 2010 sampai 2015 (BPS 2016). Ditinjau dari sisi perekonomian, provinsi Jawa Timur pada tahun 2015, memiliki pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) konstan sebesar 5,4 persen. Salah satu faktor pendorong PDRB tersebut adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga. Selain itu, perekonomian Jawa Timur bersandar pada sektor industri pengolahan dan sektor pertanian sebagai faktor utama perekonomian. Salah satu komponen yang berpengaruh dalam perekonomian Jawa Timur merupakan investasi. Menurut berita Kata Data (2016), Jawa Timur menjadi destinasi nomor satu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berikut realisasinya. Hal ini membuat perekonomian Jawa Timur semakin menggeliat. Investasi yang masuk ke Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Penanaman Modal Asing (PMA), PMDN, dan PMDN Non-Fasilitas. Menurut Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pasal 22, dijelaskan bahwa PMDN Non-Fasilitas merupakan investasi domestik atau dalam negeri dengan nilai nominal diatas 500 juta rupiah. Dengan adanya investasi tersebut, diharapkan perekonomian bisa mempengaruhi kehidupan masyarakat. Namun permasalahannya, kadang dengan investasi swasta yang besar belum tentu memberikan dampak nyata dalam kehidupan masyarakat, terutama masalah pengentasan kemiskinan. Sehingga, penelitian ini ingin menganalisis lebih lanjut realisasi investasi PMDN Non-Fasilitas terkait dengan penurunan kemiskinan. Profil kemiskinan di Jawa Timur menunjukkan provinsi ini memiliki jumlah penduduk miskin terbesar kedua di Indonesia (BPS 2016). Walaupun tren menunjukkan bahwa kemiskinan mengalami penurunan, namun jumlah penduduk miskin masih lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Menurut BPS Jawa Timur, pada tahun 2016 provinsi ini memiliki presentase penduduk miskin sebanyak 12.05 persen. Di kawasan pedesaan, presentase penduduk miskin sebesar 16 persen berbanding terbalik dengan kawasan perkotaan yang memiliki presentase sebesar 7,9 persen. Jika mengacu kepada Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM) yang digunakan Prakarsa (2014), jumlah penduduk miskin bisa lebih besar dari perkiraan BPS. Hal ini dikarenakan indeks ini mengacu kepada tiga hal yaitu kesehatan, pendidikan, dan kualitas standar hidup. Secara umum, terdapat 11 indikator dari tiga hal tersebut. Penelitian ini akan membandingkan fenomena tren kenaikan investasi dan penurunan kemiskinan, namun dengan mengacu kepada IKM. Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 2
Daerah yang menjadi fokus utama penelitian ini adalah Kabupaten Sampang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Bondowoso. Ketiga daerah tersebut memiliki Angka Kemiskinan Multidimensi (AKM) tertinggi dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Penelitian ini juga ingin mendeskripsikan bagaimana investasi swasta dapat berperan dalam mengurangi ketimpangan maupun kemiskinan di tiga daerah tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian
Menganalisis faktor-faktor yang mengakibatkan penurunan kemiskinan berkaitan dengan realisasi investasi PMDN Non-Fasilitas di Jawa Timur. Menganalisis realisasi investasi PMDN Non-Fasilitas agar memiliki dampak terhadap penurunan kemiskinan maupun ketimpangan di Jawa Timur. Menganalisis penurunan kemiskinan di tiga daerah Kabupaten Sampang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Bondowoso akibat investasi di daerah tersebut.
1.3 Kontribusi Penelitian
Dengan menganalisis faktor-faktor penurunan kemiskinan, kebijakan pemerintah bisa memprioritaskan investasi yang mendukung kesejahteraan masyarakat, sehingga pada gilirannya mengurangi ketimpangan yang ada di wilayah Jawa Timur. Dengan menganalisis realisasi investasi yang ada, pihak swasta dapat berperan dalam usaha menurunkan kemiskinan di Jawa Timur. Dengan menganalisis penurunan kemiskinan di tiga daerah Kabupaten Sampang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Bondowoso, pemerintah bisa membuat kebijakan terutama dalam mengatasi kemiskinan.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 3
2. Telaah Literatur Investasi telah lama menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Selian itu, investasi juga merupakan syarat utama dalam menurunkan kemiskinan (Dollar dan Kraay 2002: Bourguignon 2003: Ravallion 2004). Dengan pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, maka kebijakan pemerintah dibuat agar mengurangi kemiskinan. Penelitian dari Suryadarma dan Suryahadi (2007) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki elastisitas tertinggi dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia. Investasi dengan tren naik cenderung positif terhadap pertumbuhan output domestik dan juga rasio stok kapital terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dari struktur investasi, penelitian Agenor, et al. (2008) menunjukkan bahwa dalam model makroekonomi yang baru, terdapat hubungan antara bantuan, investasi, dan penurunan kemiskinan. Secara sederhana, hubungan kemiskinan dan investasi dianalisis dalam model ini. Awalnya, terdapat tingkat kemiskinan mula-mula, lalu terdapat kebijakan yang menyebabkan pertumbuhan tingkat pendapatan per kapita. Dengan pertumbuhan tingkat pendapatan per kapita yang baru, akan didapatkan tingkat kemiskinan. Penelitian Agegnor, et al. (2008) menyimpulkan terdapat penurunan kemiskinan setelah pertumbuhan tingkat pendapatan. Dalam studi ekonomi regional, peran swasta dalam mengurangi kemiskinan di Asia dianalisis oleh Hipsher (2013). Menurutnya, penurunan kemiskinan dipengaruhi oleh dua faktor utama selain pertumbuhan ekonomi yaitu kesempatan kerja, dan kekuatan daya beli. Dalam penelitian ini, Hipsher (2013) menyatakan bahwa penelitian mengenai peran swasta masih jarang dianalisis terkait kemiskinan, padahal terdapat tiga fungsi utama dengan adanya sektor swasta yaitu: 1) investasi swasta yang berasal dari luar negeri maupun domestik digunakan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 2) membuka lapangan pekerjaan, dan memberikan transfer teknologi ke masyarakat daerah. 3) menyediakan barang dan jasa dengan kualitas yang lebih baik. Penelitian dalam paper ini mengajukan pendekatan dengan model kemiskinan relatif, yaitu membedakan tingkat kemiskinan dengan rata-rata standar masyarakat. Perusahaan swasta menginvestasikan uang dalam penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri (PMA dan PMDN). Studi lain mengenai peran investasi dalam mengurangi kemiskinan juga dilakukan oleh Klein, et al. (2001). Dalam papernya tersebut, dengan adanya investasi swasta akan meningkatkan produktivitas masyarakat. Di lain sisi, investasi juga bisa menjadi sumber bagi pertumbuhan ekonomi yang pro terhadap kemiskinan. Aaron (1999) meninjau bahwa jenis pekerjaan dan pendapatan yang dihasilkan oleh adanya investasi adalah komponen yang tidak langsung mengurangi kemiskinan. Investasi menghasilkan kesempatan bekerja dengan multiplier sebesar 1.6. Artinya, lima kali investasi akan menghasilkan delapan kali lebih besar kesempatan bekerja. Selain itu, menurut Ucal (2014) investasi mempengarui tiga faktor lainnya dalam penelitiannya terhadap 26 negara, dengan data panel. Tiga faktor yang berpengaruh signifikan yaitu tingkat bunga, pertumbuhan Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 4
populasi, dan kemiskinan. Dalam hal ini, investasi secara signifikan mempengaruhi penurunan kemiskinan. Studi mengenai kemiskinan di Indonesia sudah banyak, namun jarang yang menyinggung peran investasi di dalamnya. Terkait kemiskinan, Indonesia telah mengalami penurunan jumlah penduduk miskin yang menakjubkan (Balisacan 2003). Secara umum, penurunan kemiskinan di Indonesia jauh diatas rata-rata negara berkembang. Selain adanya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penurunan kemiskinan di Indonesia dikarenakan beberapa faktor misalnya infrastruktur, akses teknologi, dan yang paling utama adalah modal manusia. Di lain sisi, Tambunan (2000) melihat investasi bisa memiliki efek positif melalui penyediaan lapangan kerja, berkembangnya industri kecil dan menengah, adanya inovasi dan pengetahuan baru, serta insentif program pemerintah yang lebih mengutamakan pengentasan kemiskinan. Dalam menghitung kemiskinan di Indonesia, paper ini menggunakan data yang berasal dari IKM yang diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Dalam melihat konsep kemiskinan tedapat dua indikator misalnya kemiskinan moneter, dan kemiskinan multidimensi. Perhitungan IKM menitikberatkan pada faktor-faktor multidimensi yang ada. IKM dikembangkan pertama kali oleh Oxford Poverty and Human Initiative tahun 2010, dan bertujuan untuk melihat kondisi kemiskinan secara keseluruhan (Prakarsa 2015). Indikator IKM berkebalikan dengan ukuran kemiskinan secara moneter, karena bisa saja orang yang memiliki tingkat pendapatan yang besar, miskin secara multidimensi. Indikator yang digunakan dalam melihat multidimensi kemiskinan yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar hidup. Penjelasan mengenai indikator yang dikembangkan dapat dilihat melalui tabel 2.1 dibawah ini, Tabel 2.1. Indikator MPI dan definisi yang digunakan No
Indikator utama
Indikator khusus
Definisi kemiskinan
1
Kesehatan
Sanitasi
Sanitasi tidak layak
Air bersih
Air yang tidak layak
Penolong Persalinan
Proses persalinan yang tidak ditolong tenaga terlatih
Gizi Seimbang
2
Pendidikan
Kelangsungan Pendidikan
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Rumah tangga yang memiliki balita yang asupan gizi tidak seimbang Tidak melanjutkan ke sekolah lanjutan atas
Halaman 5
Melek huruf
Edukasi 3
Standar Hidup
Sumber Penerangan
Energi untuk memasak
Anggota keluarga yang tidak melek huruf Rumah tangga yang memiliki akses layanan pra-sekolah Rumah tangga yang tidak memiliki penerangan yang layak Rumah tangga yang tidak menggunakan bahan bakar atau energi dalam memasak
Atap Lantai dan Dinding
Rumah tangga yang tidak memiliki atap, lantai, dan dinding yang layak
Kepemilikan rumah
Rumah tangga yang tidak memliki kepemilikan sendiri
Sumber: Diolah dari Prakarsa (2015)
IKM didapatkan dari hasil perkalian presentase jumlah rumah tangga kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Hal ini menunjukkan nantinya, daerah mana saja yang mengalami tingkat keparahan kemiskinan, sehingga pemerintah bisa menentukan prioritas daerah untuk mengurangi kemiskinan. Pada tahun 2014, Jawa Timur menempati provinsi nomor 8 dengan IKM urutan terendah di Indonesia. Perbedaan dengan hasil yang ditunjukkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penelitian IKM perlu dilakukan untuk melihat kemiskinan secara holistik. Selain itu, terdapat Angka Kemiskinan Multidimensi (AKM). Indikator ini menunjukkan presentase rumah tangga yang mengalami kemiskinan multidimensi dibandingkan dengan jumlah populasi daerah yang bersangkutan (Prakarsa 2015). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa angka kemiskinan moneter mengikuti penurunan angka kemiskinan multidimensi.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 6
3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan deskriptif-kuantitatif, yaitu pengumpulan data untuk diuji secara kuantitatif, untuk melihat keadaan yang lengkap dan sesuai situasi (Kuncoro, 2013). Penelitian kuantitatif menggunakan data sekunder yang berasal dari institusi maupun survei. Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan berasal dari Perkumpulan Prakarsa yaitu Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM). Selain itu, terdapat data-data penunjang dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur dalam melihat realisasi investasi. Terdapat juga data-data yang menggambarkan kondisi perekonomian Jawa Timur secara umum. Data ini diambil dari CEIC Premium Database untuk data-data kabupaten dan kota di Jawa Timur. Penelitian ini juga menggunakan berita-berita di surat kabar untuk mendukung gagasan penelitian agar mengungkapkan kondisi di lapangan secara nyata. Populasi dari penelitian ini merupakan masyarakat Jawa Timur, tetapi karena terdapat populasi yang besar, penelitian ini menggunakan data sekunder yang sudah diolah oleh Perkumpulan Prakarsa. Selain itu, sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga wilayah yaitu Kabupaten Sampang, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Bondowoso. Daerah ini dipilih dikarenakan memiliki AKM yang tinggi di wilayah Jawa Timur pada tahun 2012. Pengumpulan data sekunder dilakukan dalam penelitian ini. Caranya yaitu dengan mengakses informasi website institusi baik BPM Jawa Timur, dan Perkumpulan Prakarsa. Pengumpulan untuk data CEIC berasal dari akses Universitas Gadjah Mada yang berlangganan dengan penyedia informasi. Terdapat dua alasan yang melatarbelakangi data sekunder (Kuncoro, 2013), yaitu efektivitas biaya pencarian data sekunder lebih murah dibandingkan pencarian data primer, dan penghematan waktu dikarenakan mencari data sekunder sudah tersedia di informasi website. Penelitian ini tidak menitikberatkan pada analisis multivariat atau ekonometri. Akan tetapi, penelitian ini menggunakan kerangka berpikir studi deskriptif dan asosiasi. Studi deskriptif adalah suatu bentuk analisis untuk mendeskripsikan data mentah sehingga bisa ditafsirkan dengan baik (Kuncoro, 2013). Ada dua hal yang menjadi pokok analisis deskriptif dalam penelitian paper ini yaitu, ukuran tendensi sentral dan ukuran variabilitas. Ukuran tendensi sentral menghitung tendensi himpunan data dalam suatu nilai numerik. Ukuran tendensi sentral yang digunakan adalah rata-rata, terutama rata-rata geometrik. Ratarata geometrik digunakan secara khusus terutama untuk jenis ukuran rasio maupun presentase (Zikmund dalam Kuncoro, 2013). Selain itu, rata-rata geometrik mempertimbangkan efek berantai data sebelumnya (Spizman, 2008). Di lain sisi, ukuran tendensi sentral memiliki nilai maksimum yaitu nilai tertinggi dari data dan nilai minimum yang melihat nilai terendah dari data.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 7
Ukuran variabilitas adalah ukuran yang melihat sebaran data. Dalam penelitian ini kami menggunakan jarak yaitu selisih nilai terbesar dan terkecil dari himpunan data (Kuncoro, 2013). Di sisi lain, peneliti menggunakan deviasi standar yang merupakan ukuran penyimpangan dari akar kuadrat rata-rata. Penelitian ini menggunakan kombinasi ukuran tendensi sentral dan variabilitas. Dalam melihat kesenjangan distribusi indikator peneliti menggunakan coefficient variation (CV). Perhitungan CV telah menjadi acuan penelitian ketimpangan pada tahun 1984, terutama keunggulannya yaitu tidak mempertimbangkan ukuran unit data, sehingga data bisa memiliki satuan unit yang berbagai macam. Dalam membaca CV, penelitian ini didasarkan Pigou-Dalton principle of transfer, yaitu jika diasumsikan CV didapat dari standar deviasi dibagi dengan rata-rata, maka ketika standar deviasi menurun dan rata-rata pendapatan konstan, penurunan CV menunjukkan ketimpangan menurun atau redistribusi semakin merata (Bellu, 2006). Dalam menganalisis data, penelitian ini juga mengkategorikan dengan sistem klasifikasi intensitas (Kuncoro, 2013), yaitu dengan model distribusi. Model distribusi harus memiliki acuan dan peneliti mengaplikasikannya untuk menganalisis distribusi Angka Kemiskinan Multidimensi. Model distribusi acuannya dapat dilihat menggunakan tabel berikut ini, Tabel 3.1 Acuan Model Distribusi Klasifikasi
Indikator Positif
Indikator Negatif
Tinggi
I ≥ X+SD
I ≥ X+SD
Sedang
X≤I<X+SD
X-SD
Rendah
X-SD≤I<X
X
Sangat Rendah
I<X-SD
I≤X+SD
I : Nilai acuan; X: Rata-rata; SD: Standar Deviasi Sumber: Kuncoro (2013) Dalam penelitian ini, untuk melihat hubungan antar investasi dan penurunan kemiskinan, peneliti menggunakan metode asosiasi. Metode ini menggunakan korelasi pearson. Korelasi ini digunakan karena data dalam bentuk rasio sehingga bisa lebih mudah ditafsirkan. Paper ini menganalisis fenomena kemiskinan dan investasi di Jawa Timur dengan menggunakan metode grafik. Metode ini meliputi grafik pencar untuk melihat dua hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya, grafik garis untuk melihat fenomena time-series sesuai dengan rentang waktu, dan grafik batang untuk melihat proporsi dari data tersebut. Semua data diolah dengan program Stata 13.0.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 8
Penelitian kuantitatif juga perlu dilengkapi oleh deskripsi kejadian, untuk melihat fenomena yang terjadi dalam peran swasta. Sehingga, peneliti menggunakan data sekunder yaitu surat kabar Kompas. Studi kasus di tiga wilayah yaitu Kabupaten Sampang, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Bondowoso diperlukan untuk menganalisis fenomena yang terjadi di lapangan.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 9
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Provinsi Jawa Timur memiliki pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurun. Hal ini, merupakan fenomena yang terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Penurunan PDRB di beberapa provinsi tidak bisa dilepaskan oleh perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas global (Yusuf 2015). Pertumbuhan ekonomi yang
Indikator Ekonomi Jawa Timur
-5
0
5
10
15
Tahun 2011-2015
2011
2012
2013 Tahun
PertumbuhanPDB
2014
2015
Penurunan Kemiskinan
Sumber: Diolah dari CEIC Premium Database (2016)
melambat mengakibatkan pada Maret 2015, terdapat peningkatan rasio kemiskinan per kepala. Di beberapa daerah, terdapat juga usaha pemerintah untuk menurunkan kemiskinan termasuk Jawa Timur. Jika menganalisis dengan tren umum, pertumbuhan PDRB Jawa Timur, pada tahun 2011 sampai dengan 2015 ada di rata-rata nasional. Pada studi literatur, telah dijelaskan terdapat penelitian yang mengaitkan pertumbuhan ekonomi dengan penurunan kemiskinan. Seperti yang dapat dilihat dalam grafik di atas, penurunan kemiskinan di Jawa Timur juga mengalami perlambatan. Bahkan, pada tahun 2015 bernilai positif, atau terjadi kenaikan tingkat kemiskinan. Dari grafik di atas, Provinsi Jawa Timur mengalami arah pertumbuhan dan penurunan kemiskinan yang positif. Dalam arti, ketika pertumbuhan ekonomi naik, maka terjadi penurunan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur juga disokong oleh investasi. Investasi yang masuk ke Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Non-Fasilitas. Secara umum, realisasi investasi memiliki jumlah nominal yang naik setiap tahunnya. Namun, yang patut dicermati perubahan y.o.y. realisasi investasi mengalami penurunan. Hanya pada tahun 2015, investasi tumbuh secara positif. Penurunan ini seiring dengan pertumbuhan PDRB yang mengalami penurunan. Total realisasi investasi total dan perubahan y.o.y. dapat dilihat di Lampiran 1. Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 10
Total realisasi investasi memiliki pertumbuhan paling tinggi pada tahun 2011, yaitu 33,7 persen dan pertumbuhan negatif pada tahun 2014 yaitu -0.02 persen. Dari segi komposisinya, investasi yang memilik proporsi lebih besar dari 50 persen merupakan Non-Fasilitas. Seperti yang dapat dilihat pada grafik dibawah, investasi jenis ini, memberikan lebih banyak lapangan pekerjaan baru kepada masyarakat Jawa Timur (akan dijelaskan pada kasus tiga kabupaten-kota). Walaupun pertumbuhan y.o.y. non-fasilitas juga mengalami penurunan, namun investasi ini memiliki titik balik lebih cepat pada tahun 2013, dibandingkan realisasi total investasi. Proporsi PMA, PMDN, Non-fasilitas 200
Provinsi Jawa Timur 2011-2015 (triliun rupiah)
150
67.9 68.48
61.84
53.86
100
40.4 95.77 79.57
76.58
2012
2013
0
50
70.07
83.19
2011
sum of real_nonfasil
2014
2015
sum of real_pma
Sumber: Diolah dari BPM Jawa Timur (2016)
Pada tahun 2011, non-fasilitas memiliki proporsi 63,43 persen dari total realisasi investasi Jawa Timur, selanjutnya pada tahun 2015, memiliki proporsi 58,5 persen dari keseluruhan investasi. Selain itu, investasi jenis ini memiliki pertumbuhan positif pada tahun 2015 yaitu sebesar 15,12 persen. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pertumbuhan total investasi Jawa Timur yaitu 12,8 persen. Sehingga, non-fasilitas bisa menjadi pendorong investasi di Jawa Timur pada masa depan, karena investasi ini memiliki presentase lebih besar dibandingkan PMA maupun PMDN.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 11
Statistik Deskriptif Kemiskinan Jawa Timur
.6 .59 .58
Coefficient Variation
.61
Kabupaten dan Kota Tahun 2005-2014
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Tahun Sumber: Diolah dari CEIC Premium Database (2016)
Dari profil kemiskinan, provinsi Jawa Timur memiliki ketimpangan jumlah penduduk miskin yang tinggi. Data menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin secara moneter memang turun, namun setelah diteliti menggunakan coefficient variation (CV) dengan dasar tahun, tren yang terjadi justru menaik. Penulis melakukan statistik deskriptif dengan seluruh kabupaten dan kota di Jawa Timur, dan menemukan bahwa rata-rata kemiskinan menurun, namun penurunan rata-rata kemiskinan pada tahun 2005-2014 lebih lambat dibandingkan penurunan distribusi penduduk miskin. Hal ini akhirnya mengakibatkan angka CV naik. Rincian statistik deskriptif profil kemiskinan Jawa Timur dapat ditemukan dalam Lampiran 2. Sehingga, untuk melihat profil kemiskinan Jawa Timur, diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh daripada jumlah penduduk miskin secara moneter.
Belajar dari Kemiskinan Multidimensi di Tiga Daerah Sistem pengklasifikasian dengan Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM) dilakukan dengan menghitung rata-rata dan standar deviasi dari Angka Kemiskinan Multidimensi (AKM). Cara perhitungan klasifikasi disajikan dalam Lampiran 3. Klasifikasi jenis ini membandingkan kondisi pada tahun 2012 dan 2013, agar dapat dilihat kondisi keseluruhan dari kemiskinan masyarakat. Rincian dapat dilihat dalam tabel di bawah ini,
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 12
Klasifikasi Kota dan Kabupaten menurut Distribusi AKM Keterangan (AKM dalam persen) Kota dan Kabupaten
Tahun 2012
Status
Tahun 2013
Perubahan status Status
Pacitan
41.5 Sedang
36.8 Sedang
Tetap
Ponorogo
25.8 Rendah
23.3 Rendah
Tetap
Trenggalek
41.5 Sedang
35.4 Sedang
Tetap
Tulungagung
23.8 Rendah
20.3 Rendah
Tetap
Blitar
25.2 Rendah
19.8 Rendah
Tetap
Kediri
26.2 Rendah
21.8 Rendah
Tetap
Malang
21.8 Rendah
19.6 Rendah
Tetap
Lumajang
36.7 Sedang
35.8 Sedang
Tetap
Jember
41.3 Sedang
37.2 Sedang
Tetap
Banyuwangi
23.9 Rendah
20.7 Rendah
Tetap
Bondowoso
53.6 Tinggi
48.3 Tinggi
Tetap
Situbondo
51.3 Tinggi
48.2 Tinggi
Tetap
Probolinggo
55.4 Tinggi
43.3 Tinggi
Tetap
Pasuruan
37.7 Sedang
29.6 Sedang
Tetap
Sidoarjo
16.7 Rendah
Sangat 9.7 Rendah
Baik
Mojokerto
17.5 Rendah
12.6 Rendah
Tetap
Jombang
22.6 Rendah
19 Rendah
Tetap
Nganjuk
25.9 Rendah
21.1 Rendah
Tetap
Madiun
25.8 Rendah
19.5 Rendah
Tetap
Magetan
14.2 Rendah
11.5 Rendah
Tetap
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 13
Ngawi
30.7 Sedang
29.2 Sedang
Tetap
Bojonegoro
38.6 Sedang
33.9 Sedang
Tetap
Tuban
35.1 Sedang
29.5 Sedang
Tetap
27 Rendah
15.9 Rendah
Tetap
Gresik
Sangat 13.1 Rendah
12.5 Rendah
Buruk
Bangkalan
50.1 Tinggi
43.2 Tinggi
Tetap
Sampang
65.1 Tinggi
63.9 Tinggi
Tetap
Pamekasan
43.4 Sedang
36.5 Sedang
Tetap
Sumenep
53.1 Tinggi
47 Tinggi
Tetap
Kota Kediri
14.6 Rendah
17.1 Rendah
Tetap
13.9 Rendah
Sangat 8 Rendah
Sangat 9.2 Rendah
Sangat 8.9 Rendah
Tetap
Kota Probolinggo
19.1 Rendah
23 Rendah
Tetap
Kota Pasuruan
Sangat 13.5 Rendah
12.3 Rendah
Buruk
Kota Mojokerto
Sangat 13.7 Rendah
14.4 Rendah
Buruk
Kota Madiun
Sangat 13 Rendah
Sangat 11.1 Rendah
Tetap
Kota Surabaya
15 Rendah
15.6 Rendah
Tetap
Kota Batu
Sangat 4.8 Rendah
Sangat 2.8 Rendah
Tetap
Lamongan
Kota Blitar
Kota Malang
Rata-rata Geometrik
28.98
25.22
Standar Deviasi
15.12
13.94
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Baik
Halaman 14
Dari tabel diatas dapat dianalisis hanya dua wilayah yang mengalami peningkatan keterangan “Baik” yaitu, Kota Blitar dan Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, kondisi penurunan menjadi “Buruk” terjadi dalam tiga wilayah yaitu Gresik, Kota Pasuruan, dan Kota Mojokerto. Lain halnya dengan tiga daerah yang menjadi fokus penelitian ini yaitu Sampang,
Statistik Deskriptif Penduduk Miskin secara Moneter
.65
.7
.75
Sampang, Probolinggo, dan Bondowoso Tahun 2005-2014
.6
Coefficient Variation
Sumber: Diolah dari Prakarsa (2015)
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Tahun Sumber: Diolah dari CEIC Premium Database (2016)
Probolinggo, dan Bondowoso yang memiliki AKM yang tinggi dan diatas rata-rata. Sampang, Probolinggo, dan Bondowoso mengalami tren penurunan dalam jumlah penduduk miskin secara moneter. Grafik garis dapat dilihat dalam grafik di atas. Statistik deskriptif untuk melihat kondisi tiga daerah tersebut dapat dilihat dalam Lampiran 4. Namun, tiga kabupaten tersebut memiliki kondisi CV yang tidak jauh berbeda dengan kondisi Jawa Timur, yaitu ketimpangan penduduk miskin yang semakin tinggi. Bahkan ketimpangannya, lebih parah dibandingkan rata-rata Jawa Timur. Dengan range 0.61 sampai 0.74, wilayah ini mengalami ketimpangan di atas rata-rata. Dari tahun 2005 sampai dengan 2014 secara rata-rata penduduk miskin turun, namun penurunan rata-rata lebih lambat turunnya, sehingga menimbulkan CV yang mengalami tren kenaikan. Indikator statistik deskriptif yang lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 5. Dengan ketimpangan penduduk miskin secara moneter yang tinggi, peneliti menganalisis menggunakan IKM dan AKM. Ternyata, menurut AKM, tiga daerah tersebut memiliki angka yang jauh diatas rata-rata Jawa Timur. Hal ini menunjukkan tiga daerah tersebut memiliki kualitas pendidikan, kesehatan, dan standar hidup yang belum baik. Walaupun tiga daerah Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 15
tersebut mengalami tren penurunan dari sisi jumlah penduduk miskin secara moneter dan IKM, namun upaya pemerintah daerah tersebut belum cukup, dikarenakan masih terdapat standar kehidupan yang harus dipenuhi dari masyarakat. Kondisi mengenai tiga daerah tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Indikator Ekonomi Tiga Daerah
Tahun
2012
2013
Daerah
AKM (persen)
Realisasi Investasi (triliun)
Jumlah RT miskin
Lapangan pekerjaan
Sampang
65.10%
0.68
147181
2982
Probolinggo
55.40%
0.51
174137
2964
Bondowoso
53.60%
0.18
130486
9211
Sampang
63.19%
0.68
147671
3138
Probolinggo
43.30%
1.73
139330
2173
Bondowoso
48.30%
0.48
119468
174313
Sumber: Diolah dari Prakarsa (2014); BPM Jawa Timur (2016)
Menurut IKM, Kabupaten Sampang memiliki permasalahan serius dalam hal sanitasi, melek huruf, dan juga bahan bakar. Investasi yang bisa berpengaruh yaitu penyediaan bahan bakar untuk meningkatkan taraf hidup. Investasi di kabupaten ini masih sedikit dibandingkan daerah lain, lapangan pekerjaan hanya tumbuh 200 orang. Investasi di penerangan dan sanitasi diperlukan di kabupaten ini. Kabupaten Probolinggo memiliki permasalahan yang sama dengan Kabupaten Sampang, namun isu mengenai penerangan masih lebih besar, penyediaan lapangan pekerjaan di daerah ini memang turun, namun faktor lain seperti infrastruktur membuat tingkat kemiskinan di daerah ini menurun. Terakhir, Kabupaten Bondowoso memiliki permasalahan dalam penyediaan air bersih, sehingga investasi swasta juga bisa diarahkan untuk penyediaan air bersih. Tiga daerah tersebut mempunyai rancangan pengembangan investasi swasta. Kompas (10/5) melaporkan bahwa investasi untuk garam telah dilakukan di Kabupaten Sampang dengan kapasitas produksi 60.000 ton. Pabrik tersebut digunakan untuk sentralisasi garam produksi. Selain itu, terdapat mekanisme bagi hasil terutama untuk garam rakyat. Usaha Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 16
investasi ini akan mendatangkan pendapatan terutama bagi masyarakat sekitar. Di Kabupaten Probolinggo, terdapat investasi tekstil yang membawa keuntungan bagi masyarakat sekitar, realisasi investasi di kabupaten ini terus naik hingga saat ini. Usaha dari masyarakat juga membuat lapangan pekerjaan tersedia. Selain itu, di Kabupaten Bondowoso, kopi merupakan andalan utama investasi sehingga masyarakat sekitar bisa merasakan keuntungan dengan komoditas kopi tersebut. Investasi di tiga daerah membuktikan bahwa terdapat penyediaan barang maupun jasa yang lebih baik, pembukaan lapangan pekerjaan baru, dan penambahan dari sisi pendapatan. Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa AKM mengalami penurunan di tiga daerah tersebut, dengan realisasi investasi yang bertambah Sehingga, lapangan pekerjaan di daerah tersebut mengalami peningkatan. Lapangan pekerjaan tersebut memberikan tambahan
Hubungan AKM dan Realisasi Investasi Non-Fasilitas
4.45
4.5
4.55
4.6
4.65
Provinsi Jawa Timur 2012-2013
0
2
4 ln_perubahanInvestasi
ln_perubahanAKM
6
8
Fitted values
Sumber:Diolah dari BPM Jawa Timur (2016) dan Prakarsa (2014)
pendapatan kepada masyarakat sehingga mampu meningkatkan taraf hidup. Meninjau hubungan realisasi investasi non-fasilitas dengan penurunan AKM, indikator ini memiliki hubungan negatif. Korelasi negatif tersebut sebesar 23,7 persen, rincian detail korelasi dapat dilihat di Lampiran 6. Hal ini berarti kenaikan realisasi investasi bisa menurunkan Angka Kemiskinan Multidimensi (AKM). Dengan kata lain, hubungan AKM dan realisasi nonfasilitas di Jawa Timur berbanding terbalik. Dalam pengolahan data dikarenakan, realisasi investasi non-fasilitas yang bisa tumbuh diatas 100 persen, maka pertumbuhan tersebut dikeluarkan karena bersifat outlier. Dengan hubungan negatif antara AKM dan realisasi investasi non-fasilitas, kemiskinan bisa diturunkan salah satunya dengan realisasi investasi.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 17
5. Kesimpulan Penurunan kemiskinan di wilayah Jawa Timur disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi, selain itu penurunan kemiskinan juga dipengaruhi oleh realisasi investasi. Hubungan antara penurunan kemiskinan dan realisasi investasi ditemukan dalam tingkat kabupaten maupun kota, ditunjukkan oleh korelasi antara Angka Kemiskinan Multidimensi (AKM) dan Realisasi non-fasilitas. Namun, harus diingat bahwa profil kemiskinan provinsi Jawa Timur, juga timpang dari segi kemiskinan ditunjukkan oleh coefficient variation yang memiliki tren kenaikan. Realisasi investasi non-fasilitas bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur karena memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan PMA, dan PMDN. Realisasi investasi non-fasilitas juga mempengaruhi penurunan kemiskinan dari sisi penyediaan barang dan jasa yang lebih berkualitas, lapangan pekerjaan, dan pendapatan masyarakat. Di tiga daerah meliputi Bondowoso, Sampang, dan Probolinggo, realisasi investasi membuat pembangunan unit usaha atau pabrik meningkat. Realisasi investasi disalurkan ke bidangbidang seperti tekstil, garam, maupun kopi. Sehingga, membuat kenaikan pendapatan masyarakat sekitar Studi ini perlu dilanjutkan dengan model ekonometrika untuk menganalisis secara komprehensif realisasi investasi dan penurunan kemiskinan, terutama untuk dilakukan dengan data panel kabupaten dan kota, agar terlihat perubahan tahunan yang lebih jelas.
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 18
Daftar Pustaka Aaron, C. 1999. The Contribution of FDI to poverty alleviation. Presentation, FIAS Singapore Agenor, Pierre-Richard, et al. 2008. Roads out of poverty? Assessing the links between air, public investment, growth, and poverty reduction. Journal of Development Economics, 86, 277-295 Balisacan, Arsenio M., et al. 2003. Revisiting Growth and Poverty Reduction in Indonesia: What Do Subnational Data Show?. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 39(3), 329351 Bellu, Giovanni Lorenzo. 2006. Policy Impacts on Inequality. Rome: FAO United Nations Bourguignon, Francois. 2003. The growth elasticity of poverty reduction; Explaining Heterogeneity Across Countries and Time Periods. Inequality and Growth: Theory and Policy Implications. Cambridge: MIT Press BPS. 2016. Jawa Timur dalam Angka 2016. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Dollar, David dan Aarti Kraay. 2002. Growth is good for the Poor. Journal of Economic Growth, 7, 195-225 Hipsher, Scott A. 2013. The Private Sector’s Role in Poverty Reduction in Asia. Cambridge: Chandos Publishing Kata Data. 2016. Jawa Timur Merajai Investasi Domesik. Diakses pada 11 Oktober 2016. http://katadata.co.id/berita/2016/05/03/jawa-timur-merajai-investasi-domestik-di-awaltahun. Klein, Michael, dkk. 2001. Foreign Direct Investment and Poverty Reduction. World Bank Policy Research Working Paper. World Bank Kompas. 2016. PT Garam Perluas Lahan produksi. Diakses pada 13 Oktober 2016. http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160510kompas/#/18/ Kompas.2015. Kantor Maya Probolinggo. Diakses pada 13 Oktober 2016. http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150703kompas/#/27/ Kuncoro, Mudrajad. 2013. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi Edisi 4. Jakarta: Penerbit Erlangga Prakarsa. 2015. Ringkasan Eksekutif Perhitungan Indeks Kemiskinan Multidimensi Indonesia 2012-2014. Jakarta: Perkumpulan Prakarsa
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 19
Ravallion, Martin. 2004. Pro-Poor Growth: A Primer.World Bank Policy Research Working Paper 3242. Washington DC: World Bank Spizman, Lawrence. 2008. A Note on Utilizing the Geometric Mean: When, Why, and How the Forensic Economist Should Employ the Geometric Mean. Journal of Legal Economics,15 (1), 43-55 Suryadarma, Daniel dan Asep Suryahadi. 2007. The Impact of Private Sector Growth on Poverty Reduction: Evidence from Indonesia. Working Paper Series SMERU Research Institute Tambunan, Tulus. 2000. The Impact of Foreign Direct Investment on Poverty Reduction, A Survey of Literature and A Temporary Finding From Indonesia. Center for Industrial Economic Studies Working Paper Series Times Indonesia. 2016. BAPPEKAB Bondowoso klaim iklim investasi Bondowoso mulai Berkembang. Diakses pada 13 Oktober 2016. http://www.timesindonesia.co.id/baca/115997/20160127/152257/bappekab-bondowosoklaim-iklim-investasi-bondowoso-mulai-berkembang/ Ucal, Meltem Sengun. 2014. Panel Data Analysis of Foreign Direct Investment and Poverty from the perspective of Developing Countries. Procedia Social and Behavioral Sciences, 109, 1101-1105 Yusuf, Arief Anshory, et al. 2015. Growth, Poverty and Inequality under Jokowi. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 51(3), 323-348
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 20
Lampiran 1. Lampiran Realisasi Investasi Jawa Timur dan Laju Realisasi Investasi tahun 2011-2015
Realisasi Investasi dan Perubahan Investasi Provinsi Jawa Timur
30 20 10 0
110
120
130
140
150
delta_investasi (persen)
160
40
Tahun 2011-2015
2011
2012
2013 tahun
real_investasi (triliun)
2014
2015
delta_investasi (persen)
Sumber: Diolah dari BPM Jawa Timur (2016)
2. Lampiran mengenai Statistik Deskriptif Profil Kemiskinan Kabupaten-Kota Jawa Timur dari tahun 2005 sampai dengan 2014 Variable standardev~i mean coef
Obs 10 10 10
Mean 93.446 157.345 .5952066
Std. Dev. 15.49145 28.30826 .0109606
Min
Max
75.49 124.96 .578325
116.85 202.06 .6108549
3. Lampiran mengenai Model Distribusi AKM Model Distribusi Angka Kemiskinan Multidimensi Klasifikasi
Indikator Tahun 2012
Indikator Tahun 2013
Tinggi
I ≥ 44.107
I ≥ 39.15
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 21
Sedang
28.9≤I<44.107
25.21
Rendah
13.86≤I<28.9
11.27
Sangat Rendah
I<13.8612
I≤11.27
I : Nilai acuan; Dihitung menggunakan Excel 2013 4. Lampiran mengenai Penurunan Angka Kemiskinan Moneter di Tiga Kabupaten
Penduduk Miskin Menurut Kemiskinan Moneter
0
100
200
300
400
Sampang, Probolinggo, dan Bondowoso Tahun 2005-2014
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Tahun Penduduk Miskin Sampang Penduduk Miskin Bondowoso
Penduduk Miskin Probolinggo
Sumber: Diolah dari CEIC Premium Database (2016)
5. Lampiran mengenai statistic deskriptif Coefficient Variation di tiga daerah Variable coefficien~n ratarata standardev~i
Obs 10 10 10
Mean
Std. Dev.
.6696974 155.8932 104.0532
.0410927 23.2153 14.56514
Min .611719 123.5 88.17242
Max .7360103 191.8 128.4842
6. Lampiran mengenai hubungan korelasi antara Angka Kemiskinan Multidimensi (AKM) dan penurunan kemiskinan ln_per~M ln_per~i ln_perubah~M
1.0000 38
ln_perubah~i
-0.2370 0.1520 38
1.0000 38
Meninjau Ulang Realisasi Investasi Non-Fasilitas Jawa Timur-EJAVEC 2016
Halaman 22