275
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
DISTRIBUSI KUALITAS TANAH TAMBAK DI KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR Kamariah, Ruzkiah Asaf, dan Admi Athirah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Jenis tanah di wilayah Kabupaten Probolinggo terdiri dari aluvial, mediteran, dan regosol. Pengelolaan tanah tambak yang tidak sesuai dengan karakteristik tanahnya merupakan faktor pembatas keberhasilan budidaya di tambak sehingga sangat penting mengetahui kualitas tanahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi kualitas tanah baik secara vertikal maupun spasial horizontal agar pengelolaan tanah di tambak Kabupaten Probolinggo dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik tanahnya. Lokasi Penelitian terletak di 7 kecamatan yaitu : Kecamatan Tongas, Sumber Asih, Dringu, Gending, Kraksaan, Pajarakan, dan Paiton. Pengambilan dan pengukuran sampel tanah sebanyak 55 titik pada kedalaman 0-0,2 m dan 0,2-0,4 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas tanah tambak hampir sama pada kedua kedalaman. Umumnya memiliki pH tanah tambak yang netral. Kesuburan tanah yang rendah dijumpai di Kecamatan Sumber Asih, Gending, Pajarakan, dan Keraksaan. Sementara Kandungan unsur toksin yang cukup tinggi di Kecamatan Pajarakan, Sumber Asih dan Tongas. KATA KUNCI : distribusi, kualitas tanah tambak, Kabupaten Probolinggo
PENDAHULUAN Setiap jenis tanah di wilayah tertentu memiliki karakteristik tanah yang berbeda sehingga kualitas tanahnya juga berbeda. Jenis tanah di wilayah Kabupaten Probolinggo terdiri dari aluvial, mediteran, dan regosol. Jenis tanah aluvial dan regosol terdapat pada daerah paling utara yaitu di daerah pantai. Tanah Aluvial adalah tanah yang terbentuk dari material halus hasil pengendapan aliran sungai, umumnya terdapat di dataran rendah atau lembah. Sedangkan tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material gunung api dan berupa tanah aluvial yang baru diendapkan. Kabupaten Probolinggo terletak pada ketinggian 0-2500 m di atas permukaan laut sehingga tanahnya berupa tanah vulkanis yang banyak mengandung mineral yang berasal dari ledakan gunung berapi berupa pasir dan batu, lumpur bercampur dengan tanah liat yang berwarna kelabu kekuning-kuning (Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, 2012). Pada tahun 2011, jenis komoditas yang paling banyak dibudidayakan di tambak Kabupaten Probolinggo adalah udang werus sebanyak 1.591,6 ton. Sementara jenis udang yang lainnya seperti udang windu dan udang vaname masing-masing 147,6 ton dan 201,7 ton. Untuk budidaya ikan, masih didominasi oleh ikan bandeng sebanyak 932,5 ton (Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, 2012). Dari Laporan Tahunan 2012 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Probolinggo, 2013), menunjukkan bahwa data perkembangan produksi perikanan air payau (budidaya tambak) di Kabupaten Probolinggo mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebanyak 10,09% dari tahun sebelumnya. Namun pengamatan di lapangan, terdapat beberapa tambak yang tidak berproduksi lagi (idle) kemudian diterlantarkan. Salah satu penyebab adanya tambak-tambak yang idle tersebut adalah kemungkinan pengelolaan tambak yang kurang tepat. Pengelolaan tanah tambak yang tidak sesuai dengan karakteristik tanahnya merupakan faktor pembatas keberhasilan budidaya di tambak. Untuk itu sangat penting mengetahui kualitas tanah yang dicirikan oleh karakteristiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi kualitas tanah baik secara vertikal maupun spasial horizontal agar pengelolaan tanah di tambak Kabupaten Probolinggo dapat dilakukan sesuai dengan karakteristiknya. Pengelolaan tanah yang tepat dapat meningkatkan produktivitas lahan termasuk lahan budidaya tambak
Page 291 of 1000
Page 1 of 12
Distribusi kualitas tanah tambak ... (Kamariah)
276
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan pesisir Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei 2013. Lokasi penelitian tersebar di tujuh kecamatan yaitu: Kecamatan Tongas, Sumber Asih, Dringu, Gending, Pajarakan, Keraksaan dan Paiton (Gambar 1).
Gambar 1. Titik pengukuran dan pengambilan contoh tanah di tambak Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur Pengumpulan Data Data Primer Data primer merupakan data pengambilan dan pengukuran contoh tanah. Penentuan titik pengambilan dan pengukuran dilakukan dengan metode purposive sampling methode. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan bor tanah yang dilengkapi skala. Contoh tanah diambil dan diukur sebanyak 55 titik dengan kedalaman 0-0,2 m dan 0,2-0,4 m. Peubah kualitas tanah yang diukur secara in situ yaitu: pHF (pH tanah yang diukur langsung di lapangan) (Watling et al., 2004) dengan pH-meter (Hanna HI 8424), pHFOX (pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi dengan hidrogen peroksida 30%) (Watling et al., 2004) dengan pH-meter (Hanna HI 8424) dan potensial redoks (Essington, 2004) diukur dengan redox-meter (Hanna HI 8314). Sedangkan peubah kualitas tanah yang analisis di Laboratorium tanah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 1. Data Sekunder Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai laporan, pustaka dan hasil penelitian dari berbagai instansi terkait dan peta dasar. Peta yang dikumpulkan antara lain peta batas wilayah dan peta rupa bumi. Analisis Data Data dari peubah karakteristik tanah dianalisis dengan metode statistik klasik untuk mendapatkan rata-rata, standar deviasi dan koefisien variasi berdasarkan petunjuk Sokal & Rohlf (1981) pada
Page 292 of 1000
Page 2 of 12
277
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Tabel 1. Peubah kualitas tanah yang dianalisis di laboratorium tanah BPPBAP, Maros
Peubah
Metode Analisis/Alat Ukur pHH2O pH dari ekstrak H2O (Hanna HI 8424) pH dari ekstrak KCl (Hanna HI 8424) pHKCl Bahan Organik (C organik) metode Walkley dan Black Nitrogen (N) total metode Kjedhal metode Olsen/spektrofotometer Fosfat (PO4 ) (Genesys 10vs) Besi (Fe) spektrofotometer (Genesys 10vs) Aluminium (Al) spektrofotometer (Genesys 10vs)
Pustaka Eviati & Sulaeman, 2009 Eviati & Sulaeman, 2009 Eviati & Sulaeman, 2009 Eviati & Sulaeman, 2009 Eviati & Sulaeman, 2009 Menon, 1973 Menon, 1973
kedalaman tanah yang sama. Peta penutup/penggunaan lahan yang digunakan berasal dari hasil klasifikasi Citra ALOS (Advanced Land Observing Satellite) AVNIR-2 (The Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2) akuisisi 16 Mei 2008 (2 scene), 16 Oktober 2008 (1 scene), dan 17 September 2009 (1 scene) dengan Program ER Mapper 7.1 yang diintegrasikan dengan peta dasar dari peta Rupabumi Indonesia. Informasi spasial lain yang diperoleh dari data primer dan sekunder juga diintegrasikan dengan peta penutup/penggunaan lahan. Metode Kriging (Essington, 2004; Lin, 2008) dalam Program ArcGIS 9.3 digunakan dalam interpolasi terhadap data tanah yang ada pada kedalaman tanah 0-0,2 m. Penyajian Data Distribusi vertikal tanah disajikan dalam bentuk tabel untuk dua kedalaman yaitu kedalaman 00,2 m dan 0,2-0,4 m dan distribusi spasial horizontal tanah disajikan dalam bentuk peta spasial horizontal untuk beberapa peubah kualitas tanah. HASIL DAN BAHASAN Kualitas tanah merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi produktivitas tambak. Oleh karena itu kualitas tanah telah umum dipertimbangkan dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya tambak (Muir & Kapetsky, 1988; Boyd, 1995; Treece, 2000; Salam et al., 2003; Karthik et al., 2005; Mustafa, 2007). Umumnya kualitas tanah di Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur memiliki pH tanah yang netral dan kesuburan yang rendah. Kualitas tanah tambak tersebut hampir sama pada kedua kedalaman seperti terlihat pada tabel distribusi vertikal (Tabel 2). Demikian halnya dengan sebaran kualitas Tabel 2. Kualitas tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur pada kedalaman 0-0,2 m dan 0,2-0,4 m
Peubah pHF pHFOX Potensial Redoks (mV) pHH2O pH KCl B.Organik (%) N.Total (%) PO4 (ppm) Fe (ppm) Al (ppm)
Kedalaman 0-0,2 m Rata- Rata SD 7,18 0,30 5,78 1,35 -113,07 66,69 7,54 0,44 7,14 0,37 1,70 1,07 0,07 0,05 48,62 30,47 172,39 180,38 75,77 53,83
Page 293 of 1000
Page 3 of 12
Kedalaman 0,2-0,4 m Rata- Rata SD 7,17 0,28 5,53 1,41 -113,99 73,11 7,53 0,44 7,07 0,40 1,97 1,18 0,07 0,03 48,37 29,70 159,62 150,15 68,88 51,82
Distribusi kualitas tanah tambak ... (Kamariah)
278
tanah di beberapa kecamatan juga relatif sama seperti terlihat pada peta distribusi spasial horizontal. Distribusi vertikal kualitas tanah tambak dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan distribusi spasial horizontal dapat dilihat pada Gambar 2 – 11. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. selain H+ terdapat pula ion OH- yang jumlahnya sebanding dengan banyaknya H+. Pada tanah tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-. Sedangkan pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H + sama dengan OH - maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH 7 (Handayanto & Hairiah, 2007). Pada Tabel 2, Rata-rata pH tanah tambak yang diukur di lapangan (pHF) tergolong netral untuk kedua kedalaman. Demikian juga pH FOX (indikator awal keberadaan tanah sulfat masam) rata-rata 5,78±1,35 pada kedalaman 0-0,2 m dan 5,53±1,41 pada kedalaman 0,2-0,4 m. Menurut Hazelton & Murphy (2009), nilai pHFOX yang lebih kecil dari 3 mencirikan adanya kemasaman sulfat. Untuk itu tanah tambak di Kabupaten Probolinggo tidak tergolong tanah sulfat masam.
Gambar 2. Distribusi spasial pHF tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur
Gambar 3. Distribusi spasial pHFOX tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur
Page 294 of 1000
Page 4 of 12
279
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Pada Gambar 2 dan 3 terlihat distribusi spasial horizontal pHF dan pHFOX tanah tambak di Kecamatan Keraksaan dan sebagian Kecamatan Gending sedikit lebih rendah dari pada kecamatan lainnya. Peubah kualitas tanah lainnya yang diukur langsung di lapangan adalah potensial redoks. Potensial redoks menggambarkan kondisi tanah yang teroksidasi dan tereduksi. Potensial redoks adalah hasil pengukuran kuantitatif untuk menginformasikan suatu indeks diagnostik dari tingkat anaerobik atau anoksia tanah (Patrick & Delaune, 1977). Pada keadaan anaerob, bakteri reduktor melakukan dekomposisi bahan organik dengan mereduksi senyawa lain seperti Mn, Fe dan Sulfat. Tingginya tingkat reduksi ini menunjukkan besarnya tingkat reaksi anaerob di dalam tanah. Semakin tinggi nilai redoks akan semakin baik. Nilai yang optimal untuk tanah tambak adalah >250 mV (Direktorat Pembudidayaan, 2003). Nilai potensial redoks tanah tambak di Kabupaten Probolinggo baik pada kedalaman 0-0,2 m maupun pada kedalaman 0,2-0,4 m menunjukkan nilai yang negatif yaitu masingmasing -113,07±66,69 dan -113,99±73,11 (Tabel 2). Kondisi dasar tambak yang baik diperlukan nilai redoks potensial minimal (+) 50 mV dengan nilai pH 6,5 – 8,5 (Boyd, 1995).
Gambar 4. Distribusi spasial potensial redoks tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur Distribusi spasial horizontal potensial redoks umumnya bernilai negatif kecuali di Kecamatan Keraksaan (Gambar 4). Nilai potensial redoks yang rendah menunjukkan bahwa tanah tambak berada dalam keadaan tereduksi dan bersifat anaerob. Hal tersebut dikarenakan tanah yang diukur adalah tanah dari tambak yang sementara dalam proses budidaya, sehingga pelataran tambaknya tergenang. Salah satu yang mempengaruhi laju penurunan potensial redoks (Eh) adalah proses reduksi ion Fe3+ menjadi Fe2+. Makin lama tambak digenangi, maka makin besar pula kelarutan ion Fe3+ menjadi ion Fe2+. Secara fisik tanah sedimen yang tereduksi tampak hitam, karena terdapat senyawa besi Fe2+. Pada kondisi tersebut akumulasi bahan organik yang berlebihan cenderung sulit terdekomposisi (Tood, 1980). Pengukuran pH tanah di laboratorium menggunakan dua macam pengekstrak. Pengekstrak akuades digunakan untuk mengukur pHH2O dan kalium klorida untuk pHKCl. pHH2O merupakan pH tanah aktual yang menunjukkan konsentrasi H + dalam larutan tanah, sesuai dengan kondisi alam sebenarnya. Sedangkan pHKCl. merupakan pH tanah potensial yang menunjukkan nilai pH tanah setelah H+ dalam kompleks jerapan/didesak keluar dan masuk ke dalam larutan tanah oleh kation lain. pHKCl potensial dapat terjadi karena pengaruh lain. Untuk distribusi vertikal, sama halnya dengan pHF, maka pHH20 dan pHKCl juga tergolong netral yaitu masing – masing 7,54±0,44 dan 7,14±0,37 pada kedalaman 0-0,2 m dan pada kedalaman 0,2-0,4 m masing-masing 7,53±0,44 dan 7,07±0,40 (Tabel 2). Gambar 5 dan 6 memiliki pola distribusi yang hampir sama. Dimana pHH20 dan pHKCl di Kecamatan Tongas dan Sumber Asih sedikit lebih tinggi, sedang di Kecamatan Paiton, pHH2O nya umumnya lebih tinggi.
Page 295 of 1000
Page 5 of 12
Distribusi kualitas tanah tambak ... (Kamariah)
280
Gambar 5. Distribusi spasial pHH2O tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur
Gambar 6. Distribusi spasial pHKCl tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur Menurut Stevenson (1994), bahan organik adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik dalam tanah berasal dari sisa tumbuhan, hewan dan manusia yang telah mengalami dekomposisi yang dipengaruhi oleh iklim, relief dan bentuk lahan. Bahan organik berpengaruh terhadap sifat kimia, fisik maupun biologi tanah antara lain merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya, membentuk agregat tanah dan mensuplai energi bagi organisme tanah (Stevenson,1994). Kandungan bahan organik dapat mempengaruhi kesuburan tambak, tetapi bila jumlahnya berlebihan dapat membahayakan kehidupan dan populasi ikan dan udang yang dibudidayakan. Benerjea (1967) menyatakan bahwa kandungan karbon organik yang baik untuk budidaya adalah 0,5-2,5% (bahan organik sekitar 1,0-5,0%). Pengukuran kandungan bahan organik tanah dengan metode Walkey and Black ditentukan berdasarkan kandungan C organik (Foth, 1994) dan konversi C-organik menjadi bahan organik = %C organik x 1,724 (Menon, 1973). Pada Tabel 2, rata–rata bahan organik pada
Page 296 of 1000
Page 6 of 12
281
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
kedalaman 0-0,2 m adalah 1,70±1,07% dan pada kedalaman 0.2-0.4 m adalah 1,97±1,18%. Kandungan bahan organik tersebut tergolong rendah menurut eviati & Sulaeman (2009). Sedangkan pada distribusi spasial horizontal seperti terlihat pada Gambar 7, di Kecamatan Gending, Pajarakan dan Keraksaan bahan organiknya lebih tinggi dari daerah lainnya, namun masih berada pada kisaran yang layak untuk budidaya. Akan tetapi ada beberapa daerah di Kecamatan Paiton yang bahan organiknya rendah.
Gambar 7. Distribusi spasial bahan organik tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur Nitrogen dalam tanah terdapat dalam bentuk N organik dan N anorganik yang merupakan indikator kesuburan tanah. Tetapi sebagian besar nitrogen dalam tanah didapatkan dalam bentuk organik dan hanya sebagian kecil dalam bentuk amonium dan nitrat. Nitrogen dalam bentuk NH4+ dan NO3- di dalam tanah berasal dari pupuk yang ditambahkan serta dekomposisi bahan organik (Hakim et al., 1986). Pada penetapan N total dengan metode Kjeldahl, nitrogen diubah dalam bentuk ammonium pada destruksi dengan asam sulfat pekat. Amonium kemudian ditetapkan dari jumlah amoniak yang dibebaskan pada penyulingan destrat. Kandungan N total tanah tambak pada kedalaman 0-0,2 dan 0,2-0,4 m relatif sama yaitu masing-masing 0,07±0,05 dan 0,07±0,03 % (Tabel 2). Kandungan N total tersebut tergolong sangat rendah menurut Eviati & Sulaeman (2009). Hal ini dapat terjadi karena kandungan bahan organiknya juga rendah. Sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa apabila peningkatan kadar bahan organik terjadi maka N dalam tanah juga akan meningkat, demikian juga sebaliknya. Sedangkan pada Gambar 8, terlihat bahwa N total di Kecamatan Sumber Asih dan Gending umumnya lebih tinggi dari daerah lainnya. Indikator kesuburan tanah yang lain adalah fosfor (P), yang dapat digolongkan menjadi P organik dan P anorganik. P organik berasal dari humus atau bahan organik lain yang mengalami dekomposiisi dan melepaskan P ke dalam larutan tanah. Senyawa anorganik terdapat dalam berbagai ikatan dengan Al, Fe, Ca dan Mn. Senyawa tersebut hanya sedikit yang larut dalam air (Rosmarkam & Yuwono, 2002). Fosfor tersedia di dalam tanah dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat diekstraksikan atau larut dalam air. Rosmarkam & Yuwono (2002) juga menyebutkan bahwa P tersedia dalam tanah dalam bentuk anion H2PO4- dan HPO4-. Perbandingan kedua anion ini sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH 5,0 hampir tidak ditemukan HPO4- dan pada pH 9,0 tidak terdapat H2PO4-. Sementara itu, pada pH antara 6,5 – 7,0 perbandingan keduanya relatif hampir sama. Potensial redoks juga mempengaruhi kelarutan P. Penurunan potensial redoks akan meningkatkan kelarutan P karena Al3PO4 berubah menjadi Al(OH)3, sehingga P dibebaskan (Tan, 1982). Dari hasil analisis di laboratorium didapatkan konsentrasi ion PO4 pada kedalaman 0-0,2 m adalah 48,62±30,47 ppm dan pada kedalaman 0,2-0,4 m adalah 48,37±29,70 ppm. Menurut Mustafa et al. (2013) konsentrasi fosfat
Page 297 of 1000
Page 7 of 12
Distribusi kualitas tanah tambak ... (Kamariah)
282
Gambar 8. Distribusi spasial N total tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur lebih besar 60 ppm termasuk kategori sesuai (S1), 45 – 60 ppm kategori cukup sesuai (S2), 30 - 45 ppm kategori kurang sesuai (S3), lebih kecil dari 30 ppm kategori tidak sesuai (N). Meskipun pada kedua kedalaman kandungan ion PO4 hampir sama, namun standar deviasinya menunjukkan variasi konsentrasi yang cukup besar. Lebih jelas dapat dilihat pada distribusi spasial horisontal (Gambar 9). Pada Gambar 9, terlihat ada tiga Kecamatan yang memiliki konsentrasi ion PO4 yang sangat tinggi yaitu di Kecamatan Paiton, Tongas dan Sumber Asih tetapi di Kecamatan lainnya rendah. Besi merupakan salah satu unsur yang banyak dijumpai pada lingkungan tanah, tetapi konsentrasi besi terlarut umumnya sangat rendah pada lingkungan tanah aerob. Kandungan besi berkisar mulai kurang dari 0,05 % dalm tanah bertekstur kasar sampai lebih 10% pada tanah-tanah melapuk lanjut seperti oxisol yang banyak di jumpai di daerah tropika. Siklus besi dicirikan oleh adanya oksidasi dan reduksi senyawa besi dalam tanah. Namun demikian, mineralisasi besi dari besi terikat organik dan pelarutan besi dari senyawa anorganik oleh mikroorganisme juga merupakan proses penting. Oksidasi Fe2+ secara kimiawi berjalan sangat cepat pada kondisi aerob pada pH> 3 dan ini merupakan
Gambar 9. Distribusi spasial PO4 tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur
Page 298 of 1000
Page 8 of 12
283
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Gambar 10. Distribusi spasial Fe tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur rantai oksidasi besi yang utama pada kebanyakan lingkungan tanah (Handayanto & Hairiah, 207). Besi merupakan unsur mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun ferro (Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik). Konsentrasi besi pada tanah tambak di Kabupaten Probolinggo cukup bervariasi yaitu 172,39±180,38 ppm pada kedalaman 00,2 m dan 159,62±150,15 ppm pada kedalaman 0,2-0,4 m (Tabel 2). Demikian halnya dengan distribusi di beberapa kecamatan, terlihat sangat tinggi di Kecamatan Pajarakan dan Sumber Asih yang berdekatan dengan Kodya Probolinggo (Gambar 10). Aluminium merupakan salah satu unsur dalam tanah yang menyumbang rata-rata 8% mineral. Di permukaan batuan, aluminium ditemukan sebagai oksida dan polimer hidroksida. Pada kondisi asam, senyawa-senyawa ini terlarut hingga membentuk ion Al terhidrat , Al(H2O)63+ atau produk-produk hidrolisis dari ion ini. Al3+ merupakan ion Al dominan pada pH kurang dari 4,5. Kelarutan alumunium sangat dipengaruhi oleh pH tanah (Gambar 11). Dalam keadaan sangat masam (pH<3,5) banyak
Gambar 11. Distribusi spasial Al tanah tambak di Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur
Page 299 of 1000
Page 9 of 12
Distribusi kualitas tanah tambak ... (Kamariah)
284
alumunium menjadi larut dan dijumpai dalam bentuk kation (Al 3+) dan hidroksi Al. Bentuk Al 3+ merupakan bentuk aluminium yang paling dominan pada pH<4.0, sedangkan bentuk Al(OH)2+ mulai terbentuk pada pH antara 4.0 – 5.0 dan pada pH>5.5 pengaruh Al bentuk Al3+ sudah dapat diabaikan. Aluminium, ketika ada dalam konsentrasi tinggi, bersifat racun bagi binatang yang bernafas dengan insang. Rata-rata konsentrasi aluminium di Kabupaten Probolinggo pada kedalaman 0-0,2 dan 0,2-0,4 m masing – masing adalah 75,77±53,83 dan 68,88±51,82 ppm (Tabel 2) tergolong tinggi. Konsentrasi Al yang tinggi juga dijumpai di Kecamatan Tongas dan Sumber Asih (Gambar 11). KESIMPULAN Kualitas tanah tambak di Kabupaten Probolinggo umumnya mempunyai pH yang netral. Kualitas tanah pada kedalaman 0-0,2 dan 0,2-0,4 m relatif sama. Distribusi spasial horizontal menunjukkan adanya variasi di beberapa kecamatan. Kesuburan tanah yang rendah dijumpai di Kecamatan Sumber Asih, Gending, Pajarakan dan Keraksaan. Sementara Kandungan unsur toksin yang cukup tinggi di Kecamatan Pajarakan, Sumber Asih dan Tongas. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih diucapkan kepada Muhammad Arnol dan Haking Madeng atas bantuannya dalam pengukuran dan pengambilan contoh tanah di lapangan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rosiana Sabang, Rahmiyah dan Maryam atas bantuannya dalam analisis kualitas tanah di Laboratorium Tanah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Selanjutnya terima kasih kepada Rezki Antoni Suhaimi atas bantuannya membuatkan peta distribusi. DAFTAR ACUAN Badan Pusat Statistik. 2012. Probolinggo dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo. Benerjea, S.M. 1967. Water quality and soil condition of fish ponds in some states of India in relation to fish production. Indian Journal of Fisheries 14: 113-144. Boyd, C.E. 1995. Bottom Soil, Sediment, and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New York. 348 pp. Dinas Kelautan dan Perikanan. 2012. Laporan Tahunan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Probolinggo. Direktorat Pembudidayaan. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udang. Program Intensifikasi Pembudidayaan Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta Eviati dan Sulaeman. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Petunjuk Teknis Edisi 2. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 234 hlm. Essington, M.E. 2004. Soil and Water Chemistry: An Integrative Approach. CRC Press, Boca Raton. 534 pp. Foth, H. D, 1994. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Jilid ke enam, Terjemahan Soenartono Adisumarto. Erlangga, Jakarta. 386 hal. Hanafiah, A. K., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Saul, M.R., Diha, M.A., Hong, G.B. dan Bailey, H.H. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Bandarlampung. 488 hlm. Handayanto, E. dan Hairiah, K. 2007. Biologi Tanah. Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura.Yogyakarta. 196 hlm. Hazelton, P and B. Murphy. 2009. Interpreting soil test results. What do all the numbers means? 2nd ed. CSIRO Publishing. Karthik, M., Suri, J., Saharan, N. and Biradar, R.S. 2005. Brackish Water Aquaculture Site Selection in Palghar Taluk, Thane district of Maharashtra, India, Using the Techniques of Remote Sensing and Geographical Information System. Aquacultural Engineering, 32: 285-302Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A Laboratory Manual for the Analysis of Soil and Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang. 190 pp. Lin, Y.P. 2008. Simulating spatial distributions, variability and uncertainty of soil arsenic by geostatistical simulations in geographic information systems. Open Environ. Sciences, 2: 26-33.
Page 300 of 1000
Page 10 of 12
285
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A Laboratory Manual for the Analysis of Soil and Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang. 190 pp. Muir, J. F. and Kapetsky, J.M. 1988. Site selection decisions and project cost: the case of brackish water pond systems. In: Aquaculture Engineering Technologies for the Future. Hemisphere Publishing Corporation, New York. pp. 45-63. Mustafa, A. 2007. Improving Acid Sulfate Soils for Brackish Water Ponds in South Sulawesi, Indonesia. Ph.D. Thesis. The University of New South Wales, Sydney. 418 pp. Mustafa, A., Hasnawi, Danoedoro, P. Wicaksono, P. Sammut, J. and Rimmer, M.A. 2013. Land characteristics and suitability culturing tilapia (Oreochromis niloticus) at different season in brackishwater ponds of Labakkang District, Pangkep Regency, South Sulawesi Province, Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research and Research Institute for Coastal Aquaculture, Maros. 25 pp. Patrick, W.H.Jr. and Delaune, R.D. 1977. Chemical and biological redox systems affecting nutrient availability in the coastal wetlands. Geoscience and Man, 18: 131 137. Rosmarkam, A. dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta Salam, M.A., Ross, L.G. and Beveridge, C.M.M. 2003. A comparison of development opportunities for crab and shrimp aquaculture in southwestern Bangladesh, using GIS modeling. Aquaculture, 220: 477-494. Sokal, R.R. and Rohlf, F.J. 1981. Biometry: The Principles and Practice of Statistics in Biological Research. Second edition: W.H. Freeman and Co., New York. 859 pp Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. 2th ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. 497 pp. Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. 2th ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. 497 pp. Tan, K. H. 1982. Principle of soils chemistry. The University of Georgia. College of Agriculture, Athens, Georgia. Tood, D.K. 1980. Ground Water Hydrology. New York: John Wiley and Sons Treece, G.D. 2000. Site selection. In: Stickney, R.R. (ed.), Encyclopedia of Aquaculture. John Wiley & Sons, Inc., New York. pp. 869-879 Watling, K.M., C.R. Ahern and K.M. Hey. 2004. Acid sulfate soil field pH test. In: Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Queensland Departement of Natural Resources, Mines and Energy, Indooroopilly, Queensland, Australia. P. H1-1-H1-4.
Page 301 of 1000
Page 11 of 12
Distribusi kualitas tanah tambak ... (Kamariah)
286
DISKUSI
Nama Penanya: Bambang Pertanyaan: (1) Peta Probolinggo, harusnya Dingu – Gendring – Pajarakan – Kraksaan – Paiton (Pajarakan dan Kraksaan tertukar lokasi dan datanya). (2) Kualitas tanah, bagaimana pengambilan sampelnya? (3) Kenapa memilih Probolinggo? Tanggapan: (1) Peta akan di cek kembali. (2) Sampel tanah dari atas ke bawah. (3) Pemilihan lokasi terkait dengan kebijakan pembangunan perikanan dimana Probolinggo merupakan salah satu lokasi KKP (kebijakan pusat). Nama Penanya: Tarunamulia Pertanyaan: Pemilihan teknik sampling sangat menentukan metode analisis datanya dan berapa jumlah titik yang digunakan/diambil? Tanggapan: Titik sampling ada 60 titik dan hanya di sekitar pesisir Probolinggo.
Page 302 of 1000
Page 12 of 12