MENDAMBAKAN
MAKNA DIRI
R. C. SPROUL KATA PENGANTAR OLEH CHARLES W. COLSON
P ENERBIT M OMENTUM 2005
Copyright © momentum.or.id
Mendambakan Makna Diri Oleh: R. C. Sproul Penerjemah: Lana Asali Sidharta Editor: Irwan Tjulianto Pengoreksi: Jessy Siswanto dan Irenaeus Herwindo Tata Letak: Djeffry Desain Sampul: Ricky Setiawan Editor Umum: Solomon Yo Originally published in English under the title, The Hunger for Significance copyright © 1983, 1991 by R. C. Sproul Reprinted 2001 by P&R Publishing Company Translated and printed by permission of Presbyterian and Reformed Publishing Co. P.O. Box 817, Phillipsburg, New Jersey 08865-0817 All rights reserved. Hak cipta terbitan bahasa Indonesia © 2003 pada Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature) Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275 e-mail:
[email protected]
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT) Sproul, R. C., Mendambakan makna diri/R. C. Sproul, terj. Lana Asali Sidharta – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2005. xviii + 291 hlm.; 15,5 cm. ISBN 979-8131-30-4 1. Martabat – Aspek-aspek Religius – Kekristenan
2005
241’.4–dc21
Cetakan pertama: Juni 2005 Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.
Copyright © momentum.or.id
b a b
E M P A T
Daftar Isi
Prakata Penerbit
ix
Prakata oleh Charles W. Colson “Kita harus memandang diri kita sendiri – dan sesama kita – dalam terang dari martabat yang telah dianugerahkanNya pada kita.”
xi
Pendahuluan “Perburuan yang intens di zaman kita ini ialah pencarian akan martabat dan nilai diri.”
xv
1. Pencarian Kita akan Nilai Diri “Kita ingin hidup kita mempunyai arti. Kita ingin merasa yakin bahwa diri kita penting dalam suatu hal. Dorongan batin ini sama kuatnya dengan kebutuhan kita akan air dan oksigen.”
1
2. Pencarian Kita akan Kasih “Kasih yang hanya pasif adalah kasih yang mati, bahkan bukan kasih sama sekali melainkan sekadar menikmati perasaan hangat.”
35
3.
Pencarian Kita akan Martabat “Karena Allah telah menetapkan bahwa setiap orang mempunyai nilai, maka martabat manusia diteguhkan.”
83
4. Martabat di Rumah “Bisa kita katakan bahwa rumah adalah wadah pembinaan nilai diri manusia di mana kasih dan penghargaan harus dipupuk dengan hati-hati dan dipelihara dengan gigih.”
115
Copyright © momentum.or.id
viii • M E N D A M B A K A N M A K N A D I R I
5.
Martabat di Sekolah “Respek pada Yesus yang ditunjukkan oleh murid-muridNya di bumi adalah model tertinggi yang kita lihat dalam hubungan murid-guru. Ini adalah teladan yang sempurna dalam penghormatan dan puncak dari respek.”
143
6.
Martabat di Rumah Sakit “Di mana orang sakit dihargai, martabat manusia seutuhnya ditinggikan.”
161
7.
Martabat di Lembaga Pemasyarakatan “Apa yang menjadi isu dalam peradilan kriminal adalah martabat dasar dari seseorang dan harta miliknya.”
173
8.
Martabat di Gereja “Di mana derita merajalela dalam suatu masyarakat, di situlah seharusnya Gereja berada.”
193
9.
Opsi Kaum Marxis “Agenda Kristen untuk martabat manusia bukan suatu revolusi…. Kita menginginkan perubahan, namun kita memilih model reformasi ketimbang revolusi.”
217
10. Martabat di Tempat Kerja “Bilamana martabat manusia dipupuk dalam suatu lingkungan kerja, niscaya dihasilkan peningkatan produksi dan perbaikan kualitas.”
255
Catatan
279
Copyright © momentum.or.id
b a b
E M P A T
Prakata
B
seorang teman menganjurkan saya untuk menonton video rekaman ceramah seorang theolog bernama R. C. Sproul. Saya tidak begitu berminat menontonnya. Saya pernah mendengar nama Sproul satu atau dua kali dan tidak tahu apa-apa mengenai dirinya kecuali bahwa ia seorang theolog. Ini bukan suatu kualifikasi yang menarik karena saya seorang aktivis, yang bekerja setiap hari di medan pertempuran untuk kebutuhan manusia; theologi adalah bagi orang-orang yang punya waktu untuk belajar. Di samping itu, saya menyangka bahwa para theolog hidup dalam menara gading berdinding tebal dan tidak akan mampu menyampaikan sesuatu yang cukup praktis bagi saya. Namun setelah didesak oleh teman saya, saya bersedia menonton serangkaian ceramah Sproul mengenai kekudusan Allah. Keputusan ini telah membawa saya kepada salah satu pengalaman paling dahsyat dalam hidup Kekristenan saya – pada akhir dari ceramah keenam saya mendapati diri saya bersujud dengan wajah ke lantai, dipenuhi rasa hormat dan kagum dan memohon belas kasihan Allah. Melalui karunia komunikasi Sproul yang mengagumkan, hari itu saya mulai mengenal Allah dengan kesungguhan yang belum pernah saya alami sebelumnya. EBERAPA TAHUN YANG LAMPAU
Copyright © momentum.or.id
xii • M E N D A M B A K A N M A K N A D I R I
Tak lama setelah itu saya mengunjungi R. C. Sproul di Ligonier Ministries; kami menghabiskan akhir pekan dengan mendiskusikan beberapa pertanyaan yang sulit sehubungan dengan iman Kristen. Ketiga hari tersebut menjadi berkat yang luar biasa. Sepanjang karier saya yang bervariasi di bidang bisnis, hukum, pemerintahan, dan di kalangan Injili, saya telah berpeluang mengenal beberapa pemikir yang hebat dari abad kedua puluh. Dalam akhir pekan itu saya menyadari bahwa R. C. termasuk dalam jajaran lima atau enam orang intelektual tertinggi yang saya kenal. Sejak itu saya senantiasa belajar di bawah bimbingannya. Itu juga merupakan awal dari suatu persahabatan yang sangat berharga bagi saya, yang telah mengilhami saya, mengajar saya, memberi tantangan pada saya, dan membangkitkan semangat saya. Yang mengagumkan dari R. C. ialah sekalipun ia dihormati sebagai salah satu theolog dan pembela iman Kristen yang paling gigih di dunia masa kini, ia memiliki kapasitas yang luar biasa untuk mengomunikasikan kebenaran yang mendalam dengan cara yang amat gamblang. Ia bukan seorang cendekiawan menara gading. Sebaliknya, ia seorang pemikir yang sanggup menjalin komunikasi dengan orang-orang di mana pun mereka berada – di tempat kerja, di gereja, di rumah, di penjara. Karena itulah buku ini begitu berpotensi. Buku ini mengulas salah satu masalah paling krusial dewasa ini – yakni martabat (dignity) dan nilai diri manusia – dengan cara yang mudah dipahami. Perhatikanlah peradaban modern kita. Mesin kini menggantikan orang. Kemajuan teknologi yang sulit dibayangkan di abad kita ini telah merenggut otoritas dari individu manusia dan melimpahkannya pada institusi-institusi besar yang tak berperasaan. Dan orang acap kali tidak peduli. Bagi banyak orang, realitas bukan lagi kehidupan mereka sendiri, melainkan tayangan yang
Copyright © momentum.or.id
Prakata • xiii
mereka simak yang ditransmisikan dalam warna-warna hidup pada layar elektronik di ruang keluarga mereka setiap malam. Cengkeraman teknologi abad kedua puluh membuat manusia merasa diri tak berdaya, terasing, dan tidak becus. Pada saat yang bersamaan, kekuatan humanisme mencuat, meyakinkan kita bahwa manusia tidak mempunyai tujuan terakhir yang lain di luar hidup untuk saat ini. Apa yang kita lakukan, bahkan, siapa diri kita, tidak mempunyai makna mutlak. Jadi mengapa kita tidak melakukan apa saja yang kita inginkan – atau tidak berbuat apa-apa? Seandainya hidup ini tanpa makna, maka begitu juga dengan setiap individu. Kehilangan makna, tujuan hidup, dan martabat individu adalah wabah penyakit yang sedang merebak di zaman kita. Satusatunya respons yang sehat ialah wawasan dunia Kristen yang mengungkapkan bahwa kita diciptakan menurut gambar Allah, bahwa jiwa kita kekal sementara kerajaan-kerajaan tumbang dan mesin-mesin rusak berkarat. Sebagai orang Kristen, kita menyadari sepenuhnya kemerosotan spiritual masyarakat kita – tetapi pertanyaan yang penting ialah, apa yang kita perbuat untuk mengatasinya? Buku ini menyajikan jawaban-jawabannya, menerapkan perspektif alkitabiah tentang harga diri dan nilai di dalam rumah, di tempat kerja, di gereja, di rumah sakit, di penjara. Melalui buku ini, R. C. Sproul telah mengumandangkan panggilan di zaman kita; ia telah terjun dalam peperangan antara mitos humanisme melawan martabat Kristen. Saya berharap bahwa sementara Anda membaca buku yang menyingkapkan banyak hal ini, Anda akan mengenal R. C. Sproul, dan bahwa ia membangkitkan respons dalam diri Anda seperti yang terjadi pada diri saya – mendorong Anda bertelut dengan penuh kekaguman akan Allah yang suci. Sebab Allah kitalah yang akan mengangkat Anda dan membawa Anda keluar ke jalan, menjumpai orang-orang yang membutuhkan dengan membawa berita yang seharusnya diteriakkan dari atas atap rumah oleh setiap orang Kristen:
Copyright © momentum.or.id
xiv • M E N D A M B A K A N M A K N A D I R I “Hidup ini bukan tanpa makna, manusia bukan tak berharga! Kristus kita telah mati di atas kayu salib agar kita boleh hidup bersama Dia sepanjang kekekalan. Allah menciptakan kita dengan suatu tujuan. Kita harus memandang diri kita sendiri – dan sesama kita – dalam terang dari martabat yang telah dianugerahkan-Nya pada kita.”
Itulah kabar baik, khususnya bila masyarakat kita mendapati bahwa mempercayai segala sesuatu sebenarnya sama dengan tidak mempercayai apa-apa. Buku ini memperlengkapi orang yang percaya kepada Allah yang hidup dengan persepsi yang luhur serta jawaban bagi dunia yang amat mendambakan makna.
Charles W. Colson Washington, D. C.
Copyright © momentum.or.id
b a b
E M P A T
Pendahuluan
S
bisa menyenangkan – dari permainan petak umpet sampai berburu telur Paskah di halaman Gedung Putih; dari mencari tempat favorit untuk memancing ikan sampai perburuan pada pesta Halloween. Suatu pencarian bisa sia-sia – sejak dari zaman dahulu ketika Diogenes menjelajahi sudut-sudut kota Atena yang paling gelap dengan lenteranya, tanpa berhasil menemukan seorang yang jujur, sampai kesatria abad pertengahan yang mencari Cawan Suci Kristus; dari pencarian tambang yang hilang sampai kerinduan untuk menemukan Firdaus di bumi. Suatu pencarian bisa membosankan, dan baru memperlihatkan hasil setelah bertahun-tahun mengalami kegagalan – Thomas Edison bereksperimen dengan beribu-ribu senyawa kimia hingga akhirnya ia menemukan satu senyawa yang sesuai untuk digunakan sebagai filamen yang berpijar; Jonas Salk melakukan pengamatan melalui mikroskop ribuan kali sebelum menemukan vaksin polio. Suatu pencarian bisa terlalu idealistis dan tidak masuk akal – ilmuwan kimia yang mencari formula untuk mengubah timah hitam menjadi emas; Ponce De León yang mencari Mata Air Awet Muda. Ini ibarat mengejar emas di ujung pelangi dan mengejar cahaya fosfor dengan jaring penangkap kupu-kupu. UATU PENCARIAN
Copyright © momentum.or.id
xvi
• MENDAMBAKAN MAKNA DIRI
Suatu pencarian bisa menjadi obsesi – Kapten Ahab yang penasaran berlayar ke perairan yang tak dikenal, membahayakan awak kapal dan misinya, semata-mata demi membalas dendam pada musuh bebuyutannya, ikan paus putih Moby Dick. Seperti si raksasa dalam cerita Jack dan Kacang Ajaib yang sambil berteriak-teriak, berusaha mati-matian mengejar kecapi emasnya. Manusia menurut naturnya adalah pemburu. Ia selalu ingin menemukan wilayah baru, cakrawala yang hilang, formula ajaib dan pahala terbesar. Sejak Nimrod yang memburu singa di zaman dahulu sampai pengejaran yang gigih oleh pemburu-Nazi Simon Wiesenthal terhadap Adolf Eichmann dan Dr. Josef Mengele, perburuan itu terus berlangsung. Seperti Columbus mencari benua baru, Galileo mencari satelit baru di sekitar Yupiter, dan Christian Dior mencari corak baru untuk mode. Kitalah para pencari. Kita berburu binatang dan batu-batu mulia; mencari penyembuhan untuk penyakit kanker dan solusi guna menyelesaikan utang-utang negara. Kita mencari pekerjaan, pacar, penawaran yang menguntungkan dan pengalaman yang mendebarkan. Memburu kebahagiaan merupakan hak kita yang tak dapat diganggu gugat. Kita seperti Dorothy yang pergi mencari si Penyihir yang baik dalam dongeng anak-anak Wizard of Oz. Dunia kita adalah dunia yang baru, sarat dengan ancaman bencana nuklir yang berpotensi memusnahkan umat manusia, tercabik-cabik oleh keganasan terorisme internasional, tertekan oleh kegagalan kita dalam membangun masyarakat yang luhur. Perburuan yang intens di zaman kita ini ialah pencarian akan martabat dan nilai diri. Ini merupakan perburuan besar-besaran yang dikobarkan oleh api kegairahan yang menyala dalam jiwa orang-orang yang tidak mau menyerah pada suara-suara yang mengatakan bahwa kita tidak berarti. Pencarian martabat merupakan perjuangan yang mahabesar, petualangan kepahlawanan, yang didorong oleh rasa sakit yang tak dapat diredakan. Manusia modern mempunyai kehampaan yang memilukan. Kekosongan yang kita rasakan tak dapat dihi-
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan • xvii
langkan dengan makan enak ataupun menghirup kokain. Berusaha mengisi kekosongan itu dengan pekerjaan yang lebih baik atau rumah yang lebih besar sama saja dengan membawa air dalam sebuah ayakan. Martabat tidak akan ditemukan dalam uang. Kita harus mencari lebih jauh serta menggali lebih dalam guna membungkam jeritan-jeritan yang memilukan dari harga diri yang terkoyak. Pencarian kita harus lebih luhur – melampaui hal-hal yang sepele dan mengarah pada persoalan-persoalan terpenting perihal nilai diri kita sebagai manusia. Augustinus mengatakan bahwa di dalam setiap orang ada suatu kehampaan yang harus diisi, supaya kita jangan terpuruk oleh serangan dahsyat yang berupaya meyakinkan kita bahwa diri kita tidak berarti. Kita harus mencari akar-akar kita, asal usul kita, dan destini kita, bila kita ingin mengenal nilai diri kita. Buku ini ditulis oleh seorang Kristen bagi orang-orang Kristen dan bagi siapa saja yang ikut dalam pencarian ini. Buku ini mengupas jeritan manusia yang mendambakan martabat, hasrat yang kuat untuk memiliki makna, kerinduan kudus untuk memperoleh kasih dan penghargaan. Buku ini menyentuh kehampaan yang memilukan di rumah, di sekolah, di rumah sakit, di penjara, di gereja, dan di tempat kerja. Di mana pun orang berkumpul, para pemburu bertemu dengan kiat yang sama – mencari nilai diri, kepastian akan martabat kita. Terkadang buku ini mirip otobiografi – bukan seolah-olah saya sendiri saja yang pernah merasakan kehampaan yang memilukan itu, tetapi supaya saya dapat berbicara dari bilik yang paling pribadi dalam pencarian saya, yaitu hati saya. Ada pembaca yang dapat ikut merasakan dan ada yang tidak. Kepedihan saya tidak selalu sama dengan kepedihan Anda. Dan sukacita saya mungkin saja membosankan bagi Anda. Namun saya sungguh berharap agar roh kita yang selaras akan bertemu pada suatu titik, dan apa pun perbedaan-perbedaan kita, kita akan terekat bersama dalam suatu komitmen yang
Copyright © momentum.or.id
xviii • M E N D A M B A K A N M A K N A D I R I
diperbarui untuk memelihara dan melindungi martabat setiap laki-laki, wanita, dan anak-anak yang kita jumpai setiap hari. Terima kasih yang sebesar-besarnya patut saya ucapkan pada Bob dan Lillian Love yang telah menyediakan tempat bekerja bagi saya, jauh dari gangguan dering telepon dan tekanan tugastugas organisasi, dan pada Leo dan Todge Collins yang membantu saya dengan bahan-bahan pendukung. Terima kasih khususnya pada Ibu Lillian Rowe yang mengizinkan saya menuangkan momen-momen lembut pada saat kematian suaminya dalam buku ini. Terima kasih juga pada Karen Snelback yang mengetik naskah ini, pada Tim Couch dan Dave Fox yang mengelola Ligonier Ministries selama saya absen, pada putra saya R. C. Sproul, Jr. untuk bantuan pengeditannya, dan pada sahabat-sahabat saya di Regal Books: William Greig, David Malme, dan editor saya yang sabar Donald Pugh yang mendesak saya untuk menulis buku ini, dan atas segala dorongan dan bantuan mereka. Akhir kata, terima kasih saya yang sedalam-dalamnya pada istri saya, Vesta, tanpa bantuannya buku ini akan jauh lebih abstrak dan sulit dipahami.
R. C. Sproul Altamonte Springs, Florida Juli 1991
Copyright © momentum.or.id