Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta © 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail:
[email protected] Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN: 978-602-262-373-1 Cetakan Pertama, tahun 2014
BAB ..... KATA PENGANTAR
etika publik dibuat bingung oleh hasil quick count lembaga survey pada Pilpres 2014, banyak yang bertanya, mana lembaga survey yang benar. Ketika media massa terbelah dengan konten yang saling menyerang salah satu kubu dan membesar-besarkan kubu lain, masyarakat bingung, mengapa media menjadi begitu partisan. Media elektronik khususnya televisi yang menggunakan ranah publik tidak malu-malu mengeksploitasi frekuensi untuk kepentingan bisnis dan politik sekelompok orang. Pentingnya media massa dalam dunia politik saat ini seiring majunya pola kampanye yang sejak beberapa saat lalu kita masuk pada era marketing politik. Para peserta Pemilu laksana produk barang yang dikemas secantik mungkin kemudian dijajakan lewat beragam aktivitas pemasaran yang kreatif dan menarik. Polesan sang calon menjadi ritual penting untuk memberikan kesan baik sehingga disukai publik sebagai “pembeli”. Politik citra saat ini mendorong berbagai pihak untuk menyertakan media massa pada setiap gerak aktivitasnya, agar segala yang dilakukan dapat diketahui oleh masyarakat. Bukan hanya ketika berbuat, bahkan ketika tidak melakukan sesuatu apapun, dalam dunia politik citra, adalah menjadi sesuatu dan harus dipublikasikan. Baik bergerak atau diam, baik berbicara atau tidak, semuanya mesti menjadi konsumsi media agar rakyat mengetahui segala gerak-gerik sang kandidat. Pada era seperti ini, media massa idealnya semakin memperteguh posisinya sebagai kontrol sosial dan selalu memfungsikan diri sebagai lembaga yang strategis untuk melakukan pendidikan politik. Media massa tidak menjadi bagian dari kekuatan partisan yang membela yang satu dan menekan yang lain. Memperkokoh independensi sebagaimana dalam prinsipnya, mungkin menjadi penting agar masyarakat tetap terlayani secara informasi secara berimbang. Namun dalam perkembangannya, media massa kini jatuh pada dua kepentingan yang sulit disangkal, yaitu berada di wilayah bisnis sehingga mementingkan keuntungan materi di atas
vi
Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai
pelayanan informasi yang mendidik, juga kepentingan politik yang cenderung memihak. Kondisi ini memaksa ruang redaksi laksana ajang pertempuran opini yang mengabaikan kepentingan publik, sebab tuan bagi media kini adalah bos sang pemilik modal, juga partai politik tertentu yang mem-back up kepentingan tertentu. Di sini jurnalis sesungguhnya dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Tidak mudah menentukan keberpihakan padahal prinsip jurnalistik mesti dijadikan rujukan. Namun ketika berbenturan dengan pemodal dan berseberangan dengan kepentingan politik, semuanya rontok karena terhimpit kepentingan kehidupan yang juga mesti disikapi secara realistis. Yang menjadi korban dalam konteks pertarungan informasi yang tidak sehat yang dipublikasi media massa tentu saja adalah publik. Publik yang seharusnya menjadi tuan atas informasi yang dibutuhkan kini tetap berada di pihak objek yang secara rela menerima informasi apapun, entah mendidik atau tidak. Media siaran yang menggunakan ranah publik sebagai sarananya, pun tidak luput dari keberpihakan. Konten media elektronik khususnya televisi semakin menjadi-jadi ketika terjadi pertentangan politik secara terbuka di ranah publik. Pada Pilpres 2014 misalnya, bagaimana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur berkali-kali beberapa stasiun televisi atas ketidak objektifannya dalam menyiarkan berita. Bahkan desakan publik begitu kuat terhadap KPI untuk mengusulkan kepada Kominfo untuk menangguhkan bahkan sekaligus mencabut izin dua stasiun televisi swasta nasional. Kedua media tersebut dianggap sangat tidak objektif dalam menyampaikan berita bahkan terkesan memanas-manasi publik lewat tayangan dan laporan yang provokatif. Ketika hajat demokrasi berakhir, setiap media massa mencoba untuk kembali memulihkan kepercayaan publik lewat berbagai tayangan yang dianggap pro publik. Namun tidak ada yang menggaransi bahwa karakter partisannya tidak akan terjadi, hingga akhirnya publik akan kembali menyaksikan fenomena yang sama ketika momentum Pemilu itu kembali lagi. Karya yang mungkin jauh dari sempurna ini, diharapkan dapat memberikan informasi tentang marketing politik kaitannya dengan media massa – dengan segala kekurangannya. Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang berkontribusi untuk lahirnya buku ini. Bandung, Desember 2014
Penulis
BAB ..... DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
v vii
BAB I
MARKETING POLITIK DI ERA MULTIPARTAI 1.1 Era Baru Kampanye Politik 1.2 Marketing dan Pencitraan 1.3 Kampanye di Era Marketing Politik 1.4 Marketing Politik Membangun Persepsi 1.5 Marketing Politik dan Pemilih Rasional
1 1 3 8 9 12
BAB II
MARKETING POLITIK DAN STRATEGI PEMENANGAN PEMILU 2.1 Pentingnya Marketing Politik 2.2 Marketing Politik Sebagai Fenomena Global 2.3 Tiga Pendekatan Marketing Politik 2.4 Marketing Politik di Inggris dan Amerika Serikat
17 17 19 21 27
BAB III
KAMPANYE POLITIK DI TENGAH MAYORITAS KEBERAGAMAAN MASYARAKAT INDONESIA 3.1 Parpol dan Sentimen Keagamaan 3.2 Konfigurasi Capres-Cawapres 2004 3.3 Agama dan (Kampanye) Politik 3.4 Kampanye Politik yang Efektif 3.5 Merumuskan Pesan 3.6 Memilih Jurkam
31 31 33 35 38 39 40
viii
Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai
BAB IV
BRANDING PARTAI POLITIK DALAM PEMILU 4.1 Menciptakan Branding 4.2 Parpol Sebagai Produk 4.3 Market Oriented Party (MOP)
43 43 44 47
BAB V
PARTISIPASI POLITIK ORMAS ISLAM DALAM PILKADA GARUT 5.1 Dinamika Politik Garut 5.2 Partisipasi Politik 5.3 Partisipasi Politik Ormas Islam Garut
49 49 51 56
BAB VI
STRATEGI KAMPANYE DI RUANG MEDIA MASSA 6.1 Politik Milik Publik 6.2 Obama Vs Hillary 6.3 Media Sebagai Alat Politik 6.4 Media Memproduksi Pesan Politik 6.5 Media Massa dalam Kampanye di AS 6.6 Kekuatan Media Massa Cetak 6.7 Kekuatan Media Siaran 6.8 Kekuatan Media Internet 6.9 Kampanye Barack Obama dan Hillary Clinton di Media Massa 6.10 Pentingnya Perencanaan yang Matang
63 63 64 65 66 67 70 71 73 75 78
BAB VII
PESAN POLITIK CALON KEPALA DAERAH DI MEDIA MASSA PADA MASA KAMPANYE 7.1 Pentingnya Kampanye 7.2 Model-model kampanye 7.3 Strategi Politik 7.4 Komunikasi Politik 7.5 Kampanye di Media Massa 7.6 Pesan Politik 7.7 Objek Telaah 7.8 Analisis Pesan
81 81 82 89 90 91 94 95 97
BAB VIII
KONTRIBUSI MEDIA ONLINE DALAM POLITIK LOKAL 8.1 Dinamika Pilkada 8.2 Kelebihan Media Massa 8.3 Relationship Marketing 8.4 Bukti Kekuatan Internet 8.5 Online Relationship Marketing: Pentingnya Web Site 8.6 Pandangan Partai Tentang Internet 8.7 Strategi Relationship Marketing Berdasarkan Web 8.8 Kelemahan Internet di Kita
101 101 104 107 109 111 112 113 114
Daftar Isi
BAB IX
ix
ETIKA KOMUNIKASI POLITIK DALAM RUANG MEDIA MASSA 9.1 Aktivitas Politik 9.2 Momentum Politik 9.3 Konsep Komunikasi Politik 9.4 Subjektifitas Media Massa 9.5 Target Komunikasi Politik 9.6 Konseptualisasi Etika 9.7 Etika Politik 9.8 Etika Media Massa dalam Proses Komunikasi Politik
DAFTAR PUSTAKA GLOSARIUM INDEKS
117 117 119 120 123 125 128 130 131 135 139 141
-oo0oo-