MAKALAH EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI
Nama NIM Kelompok Program Studi Jurusan Dosen
: Rizka Febri Hartanto : 11.12.6171 :J : S1 : Sistem Informasi (SI) : Djunaidi Idrus, SH.,N.Hum
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011
EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI
Rizka Febri Hartanto
ABSTRAK
Eksisitensi Pancasila dalam reformasi di tengah berbagai tuntutan reformasi ternyata masih dianggap relevan, dengan mempertimbangkan antara lain : pertama, Pancasila dianggap merupakan satu-satunya aset nasional yang tersisa dan diharapkan masih dapat menjadi perekat tali persatuan yang hamper koyak. Kedua, secara Yuridis, Pancasila merupakan Dasar Negara,jika dasar Negara berubah, maka berubahlah begara itu. Di era reformasi dan globalisasi ini, eksistensi Pancasila masih terdapat berbagai penyimpangan antara lain, pertama, adanya GAP atau ketidak konsisiten dalam pembuatan hokum atau perundang-undangan dengan filosofi, asas dan norma hukumnya. Kedua, kelemahan yang terletak pada para penyelenggara Negara dengan maraknya tindak kolusi, korupsi dan nepotisme, serta pemanfaatan hokum sebagai alat legitumasi kekuasaan dan menyingkirkan lawan-lawan politik dan ekonomisnya. Makalah ini ditulis bertujuan memberikan sumbangan informasi dan pemikiran tentang eksisitensi Pancasila di era modern dan global agar dapat memperbaiki segenap tatanan kehidupan bernegara.
Kata kunci : Eksistensi Pancasila dalam konteks modern dan global pasca reformasi.
1. Latar Belakang Masalah
Pancasila mengandung makna yang amat penting bagi sejarah perjalanan Bangsa Indonesia.Karena itulah Pancasila dijadikan sebagai dasar negara ini.Artinya segala tindak tanduk dari orang-orang yang termaktub sebagai warga negara dari republik yang bernama Indonesia, haruslah didasarkan pada nilainilai dan semangat Pancasila.Apakah dia sebagai seorang politisi, birokrat, aktivis, buruh, mahasiswa dan lain sebagainya.Pancasila dan UUD 1945 sudah final dan tidak boleh lagi diganggu gugat sebagai landasan dan falsafah yang mengatur dan mengikat kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila pun terbukti sangat ampuh sebagai pedoman kehidupan bersama, termasuk kehidupan dalam berpolitik. Tidak ada yang lain. Ideologi Pancasila dan UUD 1945 tidak perlu lagi diperdebatkan lagi.Itu sudah menjadi kesepakatan masyarakat Indonesia ketika negara ini didirikan. Bahkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut adalah hasil dari
penggalian
karakter
dan
budaya
masyarakat
Indonesia.
Sejarah kesaktian Pancasila adalah sejarah yang sangat berharga.Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus dijadikan sebagai kesempatan untuk merefleksikan tentang pemaknaan nilai-nilai dan kesaktian Pancasila itu sendiri.Pancasila adalah dasar negara.Pancasila adalah asal tunggal dan menjadi sumber dari segala sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia, termasuk kehidupan berpolitik.
2. Rumusan Masalah Apa pengertian Modernisasi ? Apa pengertian Reformasi ? Apa pengertian Globalisasi ? Bagaimana keberadaan Pancasila setelah Reformasi ? Bagaimana Pancasila seharusnya ?
3. Pendekatan Historis
Pada tahun 1945, menjelang proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dr. Radjiman, ketua Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengajukan pertanyaan yang fundamental : Indonesia merdeka yang akan kita dirikan apa dasarnya? Karena dasar negara yang kita hendaki haruslah dasar negara yang mampu mempersatukan unsur-unsur bangsa dan negara yang begitu heterogen. Bung Karno menjawab pertanyaan dr. Radjiman pada tanggal 1 Juni 1945. Jawaban itu disampaikan dalam suatu pidato tanpa teks.Pidato itu dinilai oleh para pengamat sangat baik. Para anggota BPUPKI memberikan tanggapan penuh semangat,yang dianggap
tanda persetujuan terhadap substansi
uraiannya. Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 mengandung sintesis nilai-nilai atau unsur-unsur budaya yang lengkap dan memiliki sifat-sifat universal, mulai dari kebangsaan, kemanusiaan,
kerakyatan,
kesejahteraan,
dan
ketuhanan.
Semua
itu
menunjukkan betapa luas dan mendalamnya pengetahuan dan wawasan Bung Karno. Meski demikian Bung Karno sadar akan perlunya penyempurnaan. Sampai sekarang masih diperdebatkansiapa sebenarnya pencetus gagasan dasar negara Pancasila pertama kali, Soekarno atau M.Yamin.Mereka yang pro-Yamin mendasarkan pendapatnya atas dasar dokumen Yamin yang berjudul Asas dan Dasar Negara Kebangsaan RI bertanggal 29 Mei 1945.Teks Yamin itu termuat dalam buku himpunannya yang berjudul naskah Persiapan UUD 1945 jilid I (1959). Buku itu mendapat kata pengantar tulis tangan dari Presiden Soekarno, bertanggal 22 April 1959. Berdasarkan 2 dokumen itu muncullah pendapat yang menyatakan bahwa Yaminlah pecetus gagasan dasar negara pertama, meskipun tidak memberi nama Pancasila. Pendapat itu menganggap pengantar tulis tangan dari Presiden Sukarno sebagai endorsement (pengukuhan) atas pendapat pro-Yamin itu.
Tetapi mereka yang mau cermat akan menghadapi kesukaran karena dalam karya-karya Yamin yang lain, justru ia mengakui Bung Karnolah penggali pertama gagasan dasar negara Pancasila. Karya-karya Yamin itu adalah :
1. Sistema Filsafah Pancasila (1958) 2.Tinjauan Pancasila terhadap Revolusi Fungsionil (1959) 3.Naskah Persiapan UUD 1945 jilid II 4.Lima uraian tentang UUD 1945 (1960) 5. Pembahasan UUD 1945
Kecuali pengakuan Yamin dalam karya-karyanya tsb,pendapat yang pro Bung Karno, 1 Juni 1945 juga didukung oleh para saksi, yaitu anggota BPUPKI yang menyaksikanpidato Lahirnya Pancasila pada tanggal tsb. Mereka itu adalah Ki Hajar Dewantara, KH Masykur, RP Suroso, Prof Rooseno dan dr. Radjiman sendiri. Dr. Radjiman pulayang memberi kata pengantar untuk penerbitan pertama
lahirnya
Pancasila.
Seperti sudah dikemukakan pidato Bung Karno Mendapat sambutan hangat disertai tepuk tangan bertubi-tubi.Hal itu diartikan sebagai persetujuan para peserta sidang.Namun perlu dibahas dan dirumuskan kembali sehingga lebih runtut dan bernada filosofis.Untuk itu BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang anggotanya antara lain Bung Karno (ketua), Hatta (wakil ketua), M.Yamin, Kh Agus Salim, Kahar Muzzakkir, Maramis, Wachid Hasyim, Ahmad Soebardjo, dan Abi Kusno Tjokrosujoso.
Lewat pengkajian yang mendalam Panitia Sembilan menghasilkan dokumen yang disebut Piagam Jakarta, 22 Juni 1945. Pengkajian itu diteruskan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang menghasilkan, antara lain Pembukaan UUD 1945. Lewat tahap pengkajian 22 Juni gagasan Bung Karno Dirumuskan kembali menjadi
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3.Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia
Tahap berikutnya adalah merumuskan sila pertama.Sebelum sidang PPKI 17 Agustus 1945 petang, Bung Hatta didatangi utusan dari Kaigun Indonesia Timur. Wakil rakyat daerah itu mengusulkan agar sila pertama diubah,sehingga sebagai norma dasar, Pembukaan UUD tidak memuat ketentuan yang diskriminatif. Keesokan harinya sebelum sidang PPKI 18 Agustus bermula, Hatta melobi tokoh-tokoh Islam, yaitu Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singadimeja, Wahid Hasyim dan Teuku Moh Hasan. Mereka sepakat untuk berkompromi, sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.Dengan kompromi itu sesuatu dapat menimbulkan perpecahan bangsa dapat dicegah.
Dengan landasan yang sama berbagaipersoalan hidup kenegaraan, kebangsaan dan kerakyatan dapat dimusyawarahkan dengan penylesaian yang manusiawi, berkeadilan dan berkebudayaan.
Asal mula Pancasila dasar filsafat Negara dibedakan: 1. Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri, terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
3. Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya dalam hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam sidang-sidangnya.
4. Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada kausan finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan. Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya misalnya: 1. Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, buktibuktinya: bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama, pendidikan agama, rumah-rumah ibadah, tulisan
karangan sejarah/dongeng yang mengandung nilai-nilai agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia, bukti-buktinya misalnya bangunan padepokan, pondokpondok, semboyan aja dumeh, aja adigang adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja sawiyah-wiyah, dan sebagainya, tulisan Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu Pegat, Anting Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan Metsyaha, membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya, hubungan luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan; semua meng-indikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan, sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya, tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala, Negara nasional Sriwijaya, Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan.
4. Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, bukti-buktinya: bangunan Balai Agung dan Dewan Orang-orang Tua di Bali untuk musyawarah, Nagari di Minangkabau dengan syarat adanya Balai, Balai Desa di Jawa, tulisan tentang Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang Merindu, Loro Jonggrang, Kisah Negeri Sule, dan sebagainya, perbuatan musyawarah di balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat demokratis Indonesia;
5. Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air, tanggul sungai, tanah desa, sumur bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi di muka rumah, selamatan, dan sebagainya. Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang baik-baik yang digali dari bangsa Indonesia.Disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai yang baik.Adapun kelima sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur tidak boleh terputus satu dengan yang lainnya.Namun demikian terkadang ada pengaruh dari luar yang menyebabkan diskontinuitas antara hasil keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya. 4. Pembahasan
Apa pengertian Modernisasi ?
Modernisasi adalah proses yang menggambarkan institusi-institusi yang lahir secara historis disesuaikan dengan fungsi-fungsinya yang berubah dengan cepat yang merefleksikan pertambahan pengetahuan orang yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah memungkinkan orang mengontrol lingkungannya, yang menyertai revolusi ilmu pengetahuan.
Apa pengertian Reformasi ?
Reformasi berarti perubahan (bidang sosial, politik, atau agama) dengan melihat keperluan masa depan, menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktik yang salah atau memperkenalkan prosedur yang lebih baik, suatu perombakan menyeluruh dari suatu sistem kehidupan dalam aspek politik,
ekonomi, hukum, sosial dan tentu saja termasuk bidang pendidikan. Reformasi juga berarti memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar.Oleh karena itu reformasi berimplikasi pada merubah sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna seperti melalui perubahan kebijakan institusional. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa karakteristik reformasi dalam suatu bidang tertentu yaitu adanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa yang lalu, keinginan untuk memperbaikinya pada masa yang akan datang, adanya perubahan besar-besaran, adanya orang yang melakukan, adanya pemikiran atau ide-ide baru, adanya sistem dalam suatu institusi tertentu baik dalam skala kecil seperti sekolah maupun skala besar seperti negara sekalipun
Apa pengertian Globalisasi ? Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batasbatas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi
akan
membuat
dunia
seragam.
Proses
globalisasi
akanmenghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnisakan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.
Bagaimana keberadaan Pancasila setelah Reformasi ?
Reformasi secara sempit dapat diartikan sebagai menata kembali keadaan yang tidak baik menjadi keadaan yang lebih baik.Reformasi kadang disalahartikan sebagai suatu gerakan demonstrasi yang radikal, “semua boleh”, penjarahan atau “pelengseran” penguasa tertentu. Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar orang tidak salah mengartikan reformasi, antara lain sebagai berikut. 1.
Reformasi bukan revolusi
2.
Reformasi memerlukan proses
3.
Reformasi memerlukan perubahan dan berkelanjutan
4.
Reformasi menyangkut masalah struktural dan kultural
5.
Reformasi mensyaratkan adanya skala prioritas dan agenda
6.
Reformasi memerlukan arah
Berbagai faktor yang mendorong munculnya gerakan reformasi antara lain: Pertama, akumulasi kekecewaan masyarakat terutama ketidakadilan di bidang hukum, ekonomi dan politik; kedua, krisis ekonomi yang tak kunjung selesai; ketiga, bangkitnya kesadaran demokrasi, keempat, merajalelanya praktek KKN, kelima, kritik dan saran perubahan yang tidak diperhatikan. Gerakan reformasi menuntut reformasi total, artinya memperbaiki segenap tatanan kehidupan bernegara, baik bidang hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya, hankam dan lain-lain. Namun pada masa awal gerakan
reformasi, agenda yang mendesak untuk segera direalisasikan antara lain: pertama, mengatasi krisis; kedua, melaksanakan reformasi, dan ketiga melanjutkan pembangunan. Untuk dapat menjalankan agenda reformasi tersebut dibutuhkan acuan nilai, dalam konteks ini relevansi Pancasila menarik untuk dibicarakan.
Eksistensi Pancasila dalam reformasi di tengah berbagai tuntutan dan euforia reformasi ternyata masih dianggap relevan, dengan pertimbangan, antara lain: pertama, Pancasila dianggap merupakan satu-satunya aset nasional yang tersisa dan diharapkan masih dapat menjadi perekat tali persatuan yang hampir koyak. Keyakinan ini didukung oleh peranan Pancasila sebagai pemersatu, hal ini telah terbukti secara historis dan sosiologis bangsa Indonesia yang sangat plural baik ditinjau dari segi etnis, geografis, maupun agama.Kedua, Secara yuridis, Pancasila merupakan Dasar Negara, jika dasar negara berubah, maka berubahlah negara itu. Hal ini didukung oleh argumentasi bahwa para pendukung gerakan reformasi yang tidak menuntut mengamandemen Pembukaan UUD 1945 yang di sana terkandung pokokpokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila. Kritik paling mendasar yang dialamatkan pada Pancasila adalah tidak satunya
antara
teori
dengan
kenyataan,
antara
pemikiran
dengan
pelaksanaan.Maka tuntutan reformasi adalah meletakkan Pancasila dalam satu
kesatuan
antara
pemikiran
dan
pelaksanaan.Gerakan
reformasi
mengkritik kecenderungan digunakannya Pancasila sebagai alat kekuasaan, akhirnya hukum diletakkan di bawah kekuasaan. Pancasila dijadikan mitos dan digunakan untuk menyingkirkan kelompok lain yang tidak sepaham. Beberapa usulan yang masih dapat diperdebatkan namun kiranya penting bagi upaya mereformasi pemikiran Pancasila, antara lain: Pertama,
mengarahkan pemikiran Pancasila yang cenderung abstrak ke arah yang lebih konkret. Kedua, mengarahkan pemikiran dari kecenderungan yang sangat ideologis (untuk legitimasi kekuasaan) ke ilmiah. Ketiga, mengarahkan pemikiran Pancasila dari kecenderungan subjektif ke objektif, yaitu dengan menggeser
pemikiran
dengan
menghilangkan
egosentrisme
pribadi,
kelompok, atau partai, dengan menumbuhkan kesadaran pluralisme, baik pluralisme sosial, politik, budaya, dan agama. Berbagai bentuk penyimpangan, terutama dalam pemikiran politik kenegaraan dan dalam pelaksanaannya dimungkinkan terjadi karena beberapa hal, di antaranya, antara lain: Pertama, adanya gap atau ketidakkonsisten dalam pembuatan hukum atau perundang-undangan dengan filosofi, asas dan norma hukumnya. Ibarat bangunan rumah, filosofi, asas dan norma hukum adalah pondasi, maka undang-undang dasar dan perundangundangan lain di bawahnya merupakan bangunan yang dibangun di luar pondasi. Kenyataan ini membawa implikasi pada lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara tidak dapat memerankan fungsinya secara optimal. Para ahli hukum
mendesak
untuk
diadakan
amandemen
UUD
1945
dan
mengembangkan dan mengoptimalkan lembaga judicial review yang memiliki independensi untuk menguji secara substansial dan prosedural suatu produk hukum. Kedua, Kelemahan yang terletak pada para penyelenggara negara adalah maraknya tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme, serta pemanfaatan hukum sebagai alat legitimasi kekuasaan dan menyingkirkan lawan-lawan politik dan ekonomisnya. Sosialisasi Pancasila juga mendapat kritik tajam di era reformasi, sehingga keluarlah Tap MPR No.XVIII/MPR/1998 untuk mencabut Tap MPR No.II/MPR/1978 tentang P-4. Berbagai usulan pemikiran tentang sosialisasi Pancasila itu antara lain: menghindari jargon-jargon yang tidak berakar dari realitas konkret dan hanya menjadi kata-kata kosong tanpa arti, sebagai
contoh slogan tentang “Kesaktian Pancasila”, slogan bahwa masyarakat Indonesia dari dulu selalu berbhineka tunggal ika, padahal dalam kenyataan bangsa Indonesia dari dulu juga saling bertempur, melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen, dan lain-lain. Menghindari pemaknaan Pancasila sebagai proposisi pasif dan netral, tetapi lebih diarahkan pada pemaknaan yang lebih operasional, contoh: Pancasila hendaknya dibaca sebagai kalimat kerja aktif, seperti masyarakat dan negara Indonesia harus ….. mengesakan Tuhan, memanusiakan manusia agar lebih adil dan beradab, mempersatukan Indonesia, memimpin rakyat dengan hikmat/kebijaksanaan dalam suatu proses permusyawaratan perwakilan, menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sosialisasi diharapkan juga dalam rangka lebih bersifat
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bukan
membodohkannya
sebagaimana yang terjadi pada penataran-penataran P-4, sehingga sosialisasi lebih kritis, partisipatif, dialogis, dan argumentatif.
• Bagaimana Pancasila seharusnya ? Pancasila seharusnya digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang.Hal ini berarti bahwa semua tingkahlaku dan tindak perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Selain itu Pancasila merupakan asset nasional yang dapat menjadi perekat tali persatuan bangsa Indonesia yang pluralistic disamping pancasila sebagai Dasar Negara dan Sumber dari Segala Sumber Hukum.
5. Kesimpulan dan Saran
Eksisitensi Pancasila dalam reformasi di tengah berbagai tuntutan reformasi ternyata masih dianggap relevan, dengan mempertimbangkan antara lain : pertama, Pancasila dianggap merupakan satu-satunya aset
nasional yang tersisa dan diharapkan masih dapat menjadi perekat tali persatuan yang hamper koyak. Kedua, secara Yuridis, Pancasila merupakan Dasar Negara,jika dasar Negara berubah, maka berubahlah begara itu.
Di era reformasi dan globalisasi ini, eksistensi Pancasila masih terdapat berbagai penyimpangan antara lain, pertama, adanya GAP atau ketidak konsisiten dalam pembuatan hokum atau perundang-undangan dengan filosofi, asas dan norma hukumnya. Kedua, kelemahan yang terletak pada para penyelenggara Negara dengan maraknya tindak kolusi, korupsi dan nepotisme, serta pemanfaatan hokum sebagai alat legitumasi kekuasaan dan menyingkirkan lawan-lawan politik dan ekonomisnya.
Makalah ini ditulis bertujuan memberikan sumbangan informasi dan pemikiran tentang eksisitensi Pancasila di era modern dan global agar dapat memperbaiki segenap tatanan kehidupan bernegara.
6. Referensi Kaelan, Drs. M.S., 1996, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Pardigma Yogyakarta, Yogyakarta http://dony90ds.blogspot.com/2008/09/sejarah-pembentukan-pancasila.html http://kembangpetai.blogspot.com/2008/12/pancasila-pasca-reformasi.html http://gmnisemarangraya.wordpress.com/2010/02/09/pancasila-sebagai-bintangpenuntun-dalam-menyelesaikan-masalah-bangsa-di-tengah-tengah-arusglobalisasi/