EKSISTENSI PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI
Nama
: Ridwan Yunus
Nim
: 11.12.6221
Kelompok
:J
Program Study
: S1
Jurusan
: Sistem Informasi
Nama Dosen
: Junaidi Idrul, S.Ag,. M.Hum
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN DAN INFORMATIKA (STMIK AMIKOM) YOGYAKARTA
A. Latar Belakang Fungsi Pancasila untuk memberikan orientasi ke depan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, eksistensi Pancasila harus semakin di tingkatkan dan dipahami lebih mendalam baik dalam konteks modern atau pun global apalagi pasca reformasi. Kemajuan ilmu pengetahuan, kecanggihan teknologi dan lainnya sarana komunikasi membuat dunia semakin kecil dan menguatnya independensi dikalanga bangsa-bangsa di dunia. Dilain sisi, banyak kalangan berpendapat bahwa gelombang demokratisasi dapat menjadi ancaman serius bagi identitas suatu bangsa. Dewasa ini hampir tidak satu bangsa pun di Dunia biasa terhindar dari sapuan gelombang besar demokratisasi. Gelombang demokrasi global yang ditopang oleh kepesatan teknologi informasi telah menjadikan dunia seperti sebuah perkampungan global (global village) tanpa sekat pemisah. Lalu dimanakah identitas lokal berada dan bagaimana sebaiknya suatu bangsa menjadi bagian dari proses demokrasi global tanpa arus kehilangan identitas nasionalnya. Hal itu semua menunjukan bahwa bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk survival, yaitu tantangan memiliki cara hidup dan tingkat kehidupan wajar secara manusiawi dan adil sesuai dalam konsep pancasila. Tantangan ini hanya bisa diatasi bila bangsa Indonesia kembali memahami pancasila secara unversal. Dengan demikian anak-anak bangsa sebagai generasi penerus akan memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam era modernisasi, globalisasi dan reformasi serta tidak akan mengarah ke disintegrasi bangsa, karena bangsa Indonesia adalah sebagai keturunan bangsa pejuang yang memiliki latar belakang sejarah yang mengandung nilai-nilai kejuangan melalui perjuangan fisik antara merdeka dan mati, sehingga diperlukan konsepsi kehidupan global menurut faham Pancasila.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peran keberadaan Pancasila di era modernisasi, globalisasi dan reformasi serta tantangnnya? 2. Sejauh mana eksistensi Pancasila dalam konteks modern dan global pasca reformasi?
C. Pendekatan :
a. Historis Pendekatan historis akan membawa pada situasi dimana Pancasila tidak sekedar diterima sebagai barang jadi, tetapi merupakan hasil dari suatu proses pergulatan pemikiran yang cukup panjang. Sejarah Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan sejarah bangsa Indonesia itu sendiri mulai dari masa kejayaan bahwa Indonesia merdeka yang kemudian mengalami penderitaan akibat ulah kolonialisme sehingga timbul perjuangan bangsa Indonesia
melawan
kolonialisme
tersebut
kemudian
bangsa
Indonesia
berhasil
meproklamasikan kemerdekaan dan berhasil juga menjawab tantangan tersebut serta mengisi kemerdekaannya itu dengan pembangunan. Dalam seluruh peristiwa tersebut Pancasila mempunyai peranan penting. Rumusan
yang
beraneka
ragam
dalam
penyusunan
Pancasila
selain
membuktikan bahwa Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran individu yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara,ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan Intruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang hingga saat ini selalu terdengar. b. Sosiologis Pancasila merupakan kajian ilmiah yang bersifat interdisipliner (kajian antarbidang). Dapat diketahui melalui dua sisi yakni sebagai objek kajian (objek material), dan sebagai objek formal (perspektif). Pendekatan ini diharapakan adanya perubahan perilaku menuju kedewasaan baik fisik/mental, intelektual, moral maupun sosial. c. Yuridis Landasan yuridis berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik disekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (BAB V Pasal 1-b).
Pendidikan Pancasila memiliki landasan yuridis yang dapat dilihat dari dasr nasionalnya dimulai dari tujuan negara Indonesia yang dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
D. Pembahasan Eksistensi Pancasila dalam konteks modern & global pasca reformasi perlu menjadi kajian serius pada masa kini. Dalam perkembangan dunia yang serba modern seperti saat ini bangsa Indnesia dihadapkan dengan tantangan yang semakin besar dan kompleks sejalan dengan semakin derasnya arus perubahan dan kuatnya dampak globalisasi. Kondisi tersebut mau tidak mau dan suka tidak suka dapat berakibat negatif terhadap cara pandang bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Benteng terkuat untuk menangkal segala bentuk baik ancaman maupun pandangan yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bangsa tersebut tentu dengan tetap berpegang teguh pada pandangan hidup bangsa Indonesia. (R. Soeprapto hal 165). Sejatinya, perubahan sosial yang terjadi akibat globalisasi dipandang sebagai upaya bangsa untuk mengembangkan kepribadiannya sendiri melalui penyesuaian dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat modern. Atau dengan kata lain, dengan kepribadiannya sendiri, bangsa dan negara Indonesia berani menyosong dan memandang pergaulan dunia, tetapi kendati hidup diantara pergaulan dunia, bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jati diri bangsa yang tumbuh diatas kepribadian bangsa lain, mungkin saja memandang kemajuan, tetapi kemajuan akan membuat rakyat menjadi asing dengan dirinya sendiri seperti yang terjadi saat ini di mana rakyat tidak lagi mengenal dirinya sendiri. Mereka kehilangan jati diri yang sebenarnya sudah jelas tergambar melalui nilai-nilai luhur yang tergantung dalam Pancasila. Rakyat dan bangsa yang kehilangan jati dirinya sendiri senantiasa berada dalam kegelisaan sehingga akhirnya menjadi lunak dan mudah menjadi mangsa bangsa lain. Peran Pancasila. Bangsa dan rakyat Indonesia sangat patut bersyukur bahwa founding fathers telah merumuskan dengan jelas pandangan hidup bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang dikenal dengan nama Pancasila. Bahwa Pancasila telah dirumuskan sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, Pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Juga sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia.
Karena itu, Pancasila tak bisa terlepas dari tata kehidupan rakyat sehari-hari mengingat Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita moral yang meliputi seluruh jiwa dan watak yang telah berurat-berukar dalam kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala telah menegaskan bahwa hidup dan kehidupan manusia bisa mencapai kebahagian jika dikembangkan secara selaras dan seimbang baik dalam pergaulan antar anggota masyarakat selaku pribadi, hubungan manusia dengan komunitas, hubungan dengan alam, maupun hubungan Sang Khalik. Gelombang globalisasi. Dalam sejarah perkembangannya, menurut para ahli, globalisasi merupakan suatu mata rantai yang mempunyai persentuhan proses dengan kolonialisme dan imperilaisme di abad ke-16 sampai abad ke-19, modernisasi di abad ke-20. Kecanggihan teknologi komunikasi, informasi, dan trasportasi, mendorong globalisasi mengalami percepatan yang luar biasa pesatnya. Menurut Anthony Giddens (1999), globalisasi telah melahirkan ruang sosio-kultural yang spektakuler dalam hubungan antara bangsa dan interkoneksi yang melampui batas-batas geografis dan kedaulatan negara. Dalam kaitan ini, penetrasi globalisasi membawa tiga dampak signifikan. Mulai meluntur dan mengendurnya ikatan-ikatan negara bangsa sebagai hasil dari pergaulan antara kedaulatan negara versus kapitalisme global. Pola tekanan globalisasi cenderung mengarah pada integrasi sosial budaya di bawah naungan kultur Barat sebagai kultur yang dominan. Saat ini bangsa Indonesia tengah menghadapi arus ganda persoalan seputar identitas nasional kebudayaanya. Di satu sisi, harus menghadapi gempuran gelombang globalisasi yang membawa peradaban universal (universal civilization) beserta dampak ikutan lainnya, sepertiuniformitas, homogenisasi, westernisasi, dan hegemoni budaya. Disisi lain, tengah berhadapan dengan masalah-masalah internal dalam kebudayaannya sendiri baik yang muncul sebagai akibat dinamika nasional maupun persentuhannya dengan penetrasi globalisasi. Contoh dari gejala ini munculnya radikalisme etnik yang cenderung mengarah pada disintegrasi bangsa. Melihat dua kenyataan dilematis tersebut, maka diperlukan suatu format baru dalam menata kembali konstelasi budaya lokal Indonesia yang terbungkus dalam ideologi negara Pancasila yang sayangnya saat ini tengah carut-marut dan tercerabut. Karena itu, multikulturalisme (plural culture) dan konsep ideologi terbuka seharusnya dijadikan paradigma baru mengantikan konsep masyarakat majemuk semu yang selama ini diterapkan rezim militer Orde Baru. Multikulturalisme dan konsep terbuka merupakan sesuatu strategi dari integrasi sosial dimana keanekaragaman budaya benar-benar diakui dan dihormati
sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam menengarai setiap isue separatisme dan disintegrasi sosial. Memang era keterbukaan global telah membuka peluang bagi masuknya berbagai faham dan ideologi asing di luar Pancasila dan sistem politik dari luar Indonesia. Dan sebagai akibatnya, alam berfikir para elite politik dan sebagai genenarasi muda turut terpengaruh di dalamnya. Adanya gejala mulai meninggalkan atau setidaknya tak lagi menaruh kepedulian terhadap Pancasila dan adanya amandemen total UUD 1945 menjadi pertanda betapa kuatnya pengaruh globalisasi di bidang ideologi dan politik nasional. Di era global ini pula kejahatan organisasi kelas internasional demikian mudahnya masuk ke setiap negara, khususnya Indonesia, melakukan link-up dengan organisasi-organisasi kejahatan lokal dengan modus operandi baru yang lebih canggih. Lihat saja betapa maraknya peredaran narkoba di Indonesia. Bahkan, akibat pengaruh global, Indonesia kini bukan hanya sebagai negara transit, tetapi telah menjelma sebagai negara produsen narkoba. Demikian pula dengan jaringan terorisme internasional yang kian canggih dan rapi dalam merencanakan, mempersiapkan, mengkoordinasikan, serta melaksanakan aksi-aksi teror di Indonesia. Berbagai aksi pemboman menjadi bukti nyata betapa teroris telah masuk ke dalam relung kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia. Derasnya arus pengaruh budaya dan gaya hidup dari luar yang masuk ke dalam kehidupan rakyat Indonesia semakin sulit terbendung sebagai efek terbukanya akses informasi dan komunikasi serta transportasi yang semakin luas dan cepat. Kekurang pedulian para penyelenggara negara dan tokoh masyarakat dalam memilihara serta mengembangkan nilai-nilai budaya dari luar yang negatif dalam kehidupan sehari-hari. Merebaknya penyalahgunaan narkoba, peredaran pornografi, pelanggaran susila, tindak kejahatan anakanak dan remaja, pratek perjudian yang dilindungi oknum aparat, gaya hidup serba bebas tanpa peduli norma agama serta norma budaya dan kepribadian bangsa, terasa kian kental mewarnai suasana kehidupan masyarakat di perkotaan dan bahkan telah mulai menembus di pedesaan. Bola salju Globalisasi. Kuatnya pengaruh bola salju globalisasi yamg meluncur dengan derasnya sambil membawa muatan kebebasan dan persaingan bebas mengakibatkan rakyat dan bangsa Indonesia seperti terkena goncangan kultural dan tampaknya belum cukup siap untuk menghadapi bangsa Indonesia menjadi bingung dan limbung serta muncul berbagai bentuk sikap isolatif dan protektif yang berorientasi pada primordialisme sempit. Dalam konteks nasional, di satu sisi, bisa melunturkan kesadaran dan semangat nasionalisme, sedangkan di sisi lain melahirkan sikap anti asing yang berbau asing, sungguh amat dilematis
dan memprihatinkan. Semestinya bangsa Indonesia bisa menyikapi globalisasi dengan tenang, tegas, bijaksana, dan selektif, jika kadar keyakinan bangsa cukup kuat dan mantap. Nilai global yang berpengaruh positif dan menguntungkan kepentingan nasional hendaknya diambil. Sedangkan nilai berpengaruh negatif serta merugikan kepentingan nasional hendaknya ditolak dengan tegas, dengan argumen yang kuat, tanpa berlagak gensi atau takut. Bukankah negara yang suka berteriak kebebasan justru memberlakukan peraturan yang ketat di dalam negaranya demi keamanan nasionalnya. Bukankah negara yang suka kencang berteriak HAM justeru getol melakukan pelanggaran HAM di negerinya sendiri dan bahkan dinegeri lain. Bangsa Indonesia harus bersikap tegas dan luwes dalam mengahadapi globalisasi. Jangan sampai kepentingan nasional malah menjadi korban hanya demi alasan globalisasi. Kepentingan nasional harus diletakan di atas semua kepentingan yang ada baik kepentingan individu dan kelompok maupun kepentingan global. Di saat krisis seperti saat ini bangsa Indonesia, bahkan para pemimpin nasional. Telah kehilangan pegangan, dan hanyut terombang-ambing derasnya arus perubahan yang tak mampu dikelola dengan baik dan bijaksana. Tak jelas akan terbawa arus menuju kemana dan sampai kapan kondisi ini akan terus berlangsung. Pada hal sebagai bangsa Indonesia memiliki rambu-rambu yang mengarahkan perjalanan bangsa, serta memiliki ideologi negara sebagai pemberi arah dalam meraih cita-cita nasional. Landasan berpijak, rambu-rambu, dan arah yang hendak dituju tak lain adalah Pancasila yang digali oleh faunding fathers sebelum proklamasi kemerdekaan RI. Upaya pemantapan pemahaman terhadap Pancasila menjadi penting dan mendesak justeru ketika bangsa Indonesia dilanda krisis dan terkesan kehilangan pegangan seperti sekarang. Tetapi, saat ini, kedudukan Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa sedang terjepit oleh ancaman dari dua sisi. Di satu sisi, ancaman neo-liberalisme yang mendewadewakan kebebasan dan HAM dengan atas nama demokrasi bagi rakyat yang bebas merdeka. Di sisi yang lain, ancaman dari neo-komunisme yang mengatasnamakan demokrasi bagi rakyat kecil yang tertindas. Kurangnya pemahaman terhadap ideologi Pancasila yang sekaligus juga jati diri bangsa sungguh sangat berbahaya bagi kelangsungan perjalanan bangsa ke depan. Misalnya saja pemahaman keliru tentang HAM yang diwujudkan dalam sikap hanya ingin menuntut haknya sendiri tanpa mempedulikan hak orang lain yang dilanggarnya dalam upaya memperjuangkan atau menuntut haknya. Sikap seperti itu jelas bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila kemanusiaan yang adil dan beradab, dan norma hukum. Bahkan, bertentangan dengan ajaran agama manapun.
Juga dalam kehidupan berdemokrasi, sesungguhnya penyelenggara kehidupan demokrasi melalui badan perwakilan merupakan ciri demokrasi modern yang berbeda dengan sistem demokrasi primitif yang tidak menggunakan cara perwakilan. Asas musyawarah sarat dengan muatan wintvin solution synergetic (pola hubungan timbal balik yang saling mengisi atau saling percaya yang berlandasan pada semangat kerja sama yang kokoh dan rasa kepercayaan yang tinggi bagi tercapainya kekuatan dan ketangguhan. Oleh karena itu upaya pemantapan ideologi dilakukan secara serius dan konsisten oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Caranya melalui berbagai alur seperti metode pendidikan, komunikasiinformasi, pertunjukan seni, simulasi-simulasi dan keteladanan. Dilain sisi, melihat perilaku sebagaian besar elit politik kita sekarang yang sangat pragmatis, feodalistik, dan materialis, serta tidak lagi dominan menggunakan ideologi Pancasila sebagai pendekatan imperatif dalam kerja politik mereka hampir pada semua level dan kelembagaan politik serta dalam membuat dan mengawasi produk perundang-undangan, kelihatannya masa depan reformasi dan demokratisasi, integrasi politik, serta kebangsaan Indonesia seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa, masih unpredictable. Dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir ini, kalau membicarakan Pancasila, rasanya ada orang yang mengernyitkan dahi sambil berpikir, apakah Pancasila masih relevan. Sepanjang reformasi Pancasila seakan akan merupakan objek menarik yang dijadikan acuan pencapaian keseluruhan proses reformasi. Pancasila harus selalu menjadi acuan pencapaian tujuan Negara Indonesia. Pertanyaannya, Pancasila dalam konteks yang mana. Harus dibedakan apakah sebagai pandangan (falsafah) bangsa, ideologi maupun sebagai dasar negara. Kerancuan dan perbedaan persepsi yang berkembang di masyarakat tidak terlepas dari perbedaan pemahaman tentang tatanan nilai dalam kehidupan bernegara yang belum berjalan secara sinergis, yaitu antara nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis. Nilai dasar adalah asas yang kita terima sebagai dalil yang setidaknya bersifat mutlak. Kita menerima sebagai sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum dari nilai dasar yang biasanya berupa norma sosial maupun norma hukum yang akan dikonkretkan lagi oleh pemerintah dan para penentu kebijakan. Sifatnya dinamis dan kontekstual. Nilai ini sangatlah penting karena merupakan penjabaran dari nilai dasar dalam wujud konkret sesuai perkembangan masyarakat. Bisa dikatakan nilai ini merupakan tafsir positif dari nilai dasar. Berikutnya adalah nilai praktis
yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kehidupan nyata sehariharidimasyarakat Seharusnya semangat yang ada pada realitas masyarakat sama dengan yang ada pada nilai dasar dan instrumental, karena dari kajian inilah akan diketahui apakah nilai dasar dan instrumental telah betul betul ada di tengah tengah masyarakat. Berangkat dari pemikiran tersebut maka penataanya bisa diurutkan dengan falsafah, ideologi, politik dan strategi(mainstream). Falsafah dan ideologi pada nilai dasar, politik dan strategi di nilai instrumental. Sedang konkretisasi di masyarakat adalah nilai praktis yang harus diupayakan untuk mengimplementasikan nilai dasar dan instrumental. Perenungan, pembahasanan, wacana tentang falsafah adalah final artinya nilai dasar yang terkandung di dalam Pansasila adalah sesuatu yang tidak perlu diberbincangkan lagi, karena Pancasilalah tujuan keseluruhan yang diinginkan dan diupayakan bangsa Indonesia.
E. Kesimpulan & Saran 1. Dalam perkembangan dunia yang serba modern seperti saat ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan tantangan yang semakin besar dan kompleks sejalan dengan semakin derasnya arus perubahan dan kuatnya dampak globalisasi. Kondisi tersebut-mau tidak mau dan suka tidak suka - dapat berarkibat negatif terhadap cara pandang bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Benteng terkuat untuk menangkal segala bentuk baik ancaman maupun pandangan yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bangsa tersebut tentu dengan tetap berpegang teguh pada pandangan hidup bangsa Indonesia. 2. Sejatinya, perubahan sosial yang terjadi akibat globalisasi dipandang sebagai upaya bangsa untuk mengembangkan kepribadiannya sendiri melalui penyesuaian dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat modern. Atau dengan kata lain, dengan kepribadiannya sendiri, bangsa dan negara Indonesia berani menyongsong dan memandang pergaulan dunia. Tetapi, kendati hidup di antara pergaulan dunia, bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jati diri. 3. Nilai-nilai Pancasila yang bersifat universal dapat diterima sebagai pedoman bagi segala tindakan dan perilaku negara-negara di dunia. Pasalnya, nilai-nilai Pancasila relevan dengan segala situasi dan kondisi di dunia hingga kapanpun. Apalagi Pancasila lahir dan dikembangkan dalam suasana perjuangan dan
pemikiran panjang dari perjalanan bangsa Indonesia. Pancasila juga tidak memihak dan bukan bagian dari faham liberal ataupun faham sosialis yang banyak menimbulkan kesengsaraan bagi dunia. Selain itu, nilai-nilai Pancasila memandang kesetaraan setiap bangsa di dunia. 4. Era globalisasi kiranya menjadi momentum yang sangat baik guna membangun tatanan dunia baru yang terlepas dari hingar-bingar perang dan kekerasan. Dunia menjadi aman, sesuai nilai Pancasila, karena setiap negara di dunia menghargai dan menghormati kedaulatan setiap negara lain. Kedamaian dunia tercipta, karena Pancasila sangat menentang keras peperangan dan setiap tindak kekerasan dari satu negara kepada negara lain. Dan, kesejahteraan dunia bisa tercapai, sesuai nilai-nilai Pancasila, karena kesetaraan setiap negara di dunia sangat membuka peluang kerja sama antar negara dalam suasana yang tulus, tidak dalam sikap saling curiga, serta tidak saling memusuhi.
F. Refensi http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=1&vnomor=19 KONSEPSI KEHIDUPAN GLOBAL ANTAR BANGSA MENURUT FAHAM PANCASILA Oleh : Ir. Marjono, M.Si Puslitbang Strahan Balitbang Dephan. http://blog.tp.ac.id/landasan-filosofis-psikologis-dan-yuridis-pembelajaran-tematik http://www.anakciremai.com/2008/07/makalah-filsafat-pancasila-tentang.html