Eksistensi Pancasila dalam konteks Modern dan Global pasca Reformasi STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Nama
: Febrian Dwi Saputra
NIM
: 11.12.6254
Kelompok
:J
Program Studi
: Pancasila
Jurusan
: Sistem Informasi
Nama Dosen
: Junaidi S.Ag, M.Hum
Eksistensi Pancasila dalam konteks Modern dan Global pasca Reformasi
Abstrak Tulisan ini membahas tentang eksistensi pancasila dalam konteks modern dan global pasca reformasi. Untuk mengetahui lebih lanjut kita harus memahami terlebih dahulu latar belakang masalah, rumusan masalah, pendekatan Historis, dan pembahasannya. Adapun isis dari pembahasan tersebut sebagai berikut : Istilah modernisasi, Istilah Globalisasi, Istilah Reformasi, dan keberadaan pancasila setelah reformasi serta bagaimana solusinya.
1. Latar Belakang Masalah Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberikan kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang semakin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Namun pada era modern dan global seperti sekarang ini banyak yang melupakan pancasila bahkan sampai ada yang tidak hafal dengan pancasila itu sendiri. Pada upacar hari senin atau upacar kemerdekaan Indonesia, pancasila sering sekali dibacakan dengan suara yang keras dan lantang. Apa karena sekarang adalah era modern dan global banyak masyarakat Indonesia yang melupakan dasar negara kita yaitu, Pancasila ?
2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalahnya adalah : A. Apa istilah Modernisasi ? B. Apa istilah Globalisasi ? C. Apa istilah Reformasi ? D. Keberadaan Pancasila setelah Reformasi ? E. Bagaimana solusinya ?
3. Pendekatan secara Historis Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulanusulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu : Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[1] Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya: Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah : Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945 Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945 Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949 Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950 Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
4. Pembahasan A. Istilah Modernisasi Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis. Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. (dalam buku Sosiologi: suatu pengantar) Dengan dasar pengertian di atas maka secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya tarat penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
B. Istilah Globalisasi Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi: Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
C. Istilah Reformasi Reformasi secara sempit dapat diartikan sebagai menata kembali keadaan yang tidak baik menjadi keadaan yang lebih baik. Reformasi kadang disalahartikan sebagai suatu gerakan demonstrasi yang radikal, “semua boleh”, penjarahan atau “pelengseran” penguasa tertentu. Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar orang tidak salah mengartikan reformasi, antara lain sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Reformasi bukan revolusi Reformasi memerlukan proses Reformasi memerlukan perubahan dan berkelanjutan Reformasi menyangkut masalah struktural dan kultural Reformasi mensyaratkan adanya skala prioritas dan agenda Reformasi memerlukan arah
D. Keberadaan Pancasila setelah Reformasi Di era modern dan era global ini kita menyaksikan seakan-akan Pancasila begitu ‘hilang dari peredaran’, padahal ia sesungguhnya merupakan ideologi bangsa/negara Indonesia yang terwujudkan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar negara kesatuan Republik Indonesia, dan tujuan negara/bangsa Indonesia. ‘Kehilangan’ ini tampak pada adanya dua fenomena, sebagai contoh, berikut: Dalam berpraktek politik kenegaraan, yang menonjol kini adalah aktualisasi ideologiideologi-aliran/ideologi-ideologi-partisan yang ditunjukan oleh pribadi-pribadi, partaipartai politik, ormas-ormas, daerah-daerah, dan lain sebagainya. Mereka cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok, golongan, atau daerah daripada kepentingan bangsa dan negara untuk bersama-sama mengatasi krisis bangsa yang multidimensional. Dalam berpraktek ekonomi nasional, yang menonjol kini adalah aktualisasi jual-beli uang, lobi bisnis politik-uang, perebutan jabatan publik ekonomis, dan lain sebagainya yang ditunjukan oleh para konglomerat, para pialang saham (baik pemain domestik maupun internasional), para politisi/partisan partai politik, atau yang lainnya yang seringkali mengabaikan kepentingan yang lebih luas, lebih besar, dan lebih jauh ke depan untuk kepentingan bangsa dan negara. Fenomena seperti itu, kemudian mengundang kita untuk berpikir: Bagaimana mengatasinya? Secara ideologis, jawabannya adalah dengan cara reinterpretasi dan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila. Agar reinterpretasi dan reaktualisasi Pancasila itu tepat yang pada akhirnya akan dapat memahami UUD 1945 secara benar-, diperlukan pemahaman Pancasila:
Yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan empiris dan objektif dari sejarah nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sejak budaya suku-suku asli sampai dengan saat-saat menjelang tanggal 18 Agustus 1945 ketika Pancasila disahkan oleh PPKI. Ini diperlukan untuk lebih meyakini bahwa Pancasila itu milik bangsa Indonesia sejak dahulu kala; yang lahir dan berkembang di dalam sejarah manusia dan bangsa Indonesia. Yang diyakini bahwa ideologi Pancasila itu berguna dalam menjawab dan mengatasi permasalahan bangsa Indonesia di masa kini dan mendatang, yaitu terutama permasalahan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan: (1) yang tidak terjawab oleh masing-masing agama di Indonesia, (2) yang tidak terjangkau oleh masing-masing budaya-lokal, oleh ideologi-ideologi partisan di Indonesia, atau oleh ideologi-ideologi global di dunia, (3) yang tidak terakomodasi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) yang tidak terpikirkan oleh ilmuwan/pemimpin/ tokoh bangsa di Indonesia, dan (5) yang belum teralami oleh hidup manusia/masyarakat Indonesia. Yang sedang ditantang oleh globalisasi ilmu pengetahuan dan informasi, liberalisasi ekonomi/perdagangan, globalisasi politik dan hukum/HAM yang liberal (west-vision), standardisasi kualitas lingkungan hidup (yang ramah lingkungan) global, dan seterusnya. Tegasnya, kini tidak bisa lagi memahami Pancasila dan UUD 1945 secara mengabaikan nilai nilai budaya asli bangsa Indonesia, berpikir dan bersikap eksklusif seakan-akan pihak dirinya yang paling benar, dan menutup diri dari pengaruh globalisasi.
E. Bagaimana Solusinya Tiadanya ideologi yang dapat memberikan arah perubahan politik yang sangat besar dewasa ini dikuatirkan akan memunculkan kembali gerakan-gerakan radikal baik yang bersumber dari rasa frustasi masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian hidup maupun akibat dari manipulasi sentimen-sentimen primordial. Gerakan-gerakan radikal semacam ini tentu sangat berbahaya karena dapat memutar kembali arah reformasi politik kepada situasi yang mendorong munculnya kembali kekuatan yang otoritarian maupun memicu anarki sosial yang tidak berkesudahan. Tidak mustahil kalau Pancasila tidak segera kembali menjadi roh bangsa Indonesia, dikhawatirkan akan muncul ideologi alternatif yang akan djadikan landasan perjuangan dan pembenaran bagi gerakan-gerakan radikal. Karena itu, bagi bangsa Indonesia tidak ada pilihan lain selain mengembangkan nilai-nilai Pancasila agar keragaman bangsa dapat dijabarkan sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dalam hubungan itu, perlu pula dikemukakan bahwa persatuan dan kesatuan bangsa bukan lagi uniformitas melainkan suatu bentuk dari suatu yang eka dalam kebhinekaan. Pluralitas juga harus dapat diwujudkan dalam suatu struktur kekuasaan yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola kekuasaan agar dapat diperoleh elit politik yang lebih lejitimet, akuntabel serta peka terhadap aspirasi masyarakat. Sejarah telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa konsep persatuan dan kesatuan yang
memusatkan kewenangan kepada pemerintah pusat dalam implementasinya ternyata lebih merupakan upaya penyeragaman (uniformitas) dan membuahkan kesewenang-wenangan serta ketidakadilan. Nasionalisme yang merupakan identitas nasional yang dilakukan oleh negara melalui indoktrinasi dan memanipulasi simbol-simbol dan seremoni yang mencerminkan supremasi negara tidak dapat dilakukan lagi. Negara bukan lagi sebagai satu-satunya aktor dalam menentukan identitas nasional. Hal ini juga seirama dengan semakin kompleksnya tantangan global, masyarakat merasa berhak menentukan bentuk dan isi gagasan apa yang disebut negara kesatuan yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Sementara itu, perubahan paling mendasar terhadap UUD'45 adalah bagaimana prinsip kedaulatan rakyat yang pengaturannya sangat kompleks dalam sistem kehidupan demokrasi dapat dituangkan dalam suatu konstitusi. Hal itu harus dilakukan secara rinci dan disertai dengan rumusan yang jelas agar tidak terjadi multi interpretasi sebagaimana terjadi pada masa lalu. Upaya tersebut telah dilakukan dengan mengamandemen UUD'45 antara lain yang berkenaan dengan pembatasan jabatan Presiden/Wakil Presiden sebanyak dua periode, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah secara langsung, pembentukan parlemen dua kamar (Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah), pembentukan Mahkamah Konstitusi, pembentukan Komisi Yudisial, mekanisme pemberhentian seorang Presiden dan/Wakil Presiden dan lain sebagainya. Namun sayangnya perubahan tersebut tidak dilakukan secara komprehensif dan berdasarkan prinsip-prinsip konstitusionalisme sehingga meskipun telah dilakukan perubahan empat kali, ternyata UUD Tahun 1945 masih mengandung beberapa kekurangan. Pengalaman selama lebih kurang setengah abad praktek-praktek kenegaraan yang menyeleweng dari Pancasila telah mengakibatkan berbagai tragedi bangsa harus dijadikan pelajaran yang sangat berharga agar tidak terulang kembali. Akibat lain adalah ketertinggalan bangsa dibandingkan dengan negara-negara lain karena bangsa Indonesia selalu disibukkan dengan masalah-masalah internal bangsa seperti kesewenanganwenangan penguasa, pelanggaran HAM, disintegrasi bangsa serta hal-hal yang tidak produktif lainnya sehingga tidak heran jika bangsa Indonesia kalah bersaing dengan bangsabangsa lain. Untuk bangkit dari keterpurukan tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia, pertama-tama dan terutama harus kembali kepada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa. Caranya adalah para pemimpin bangsa dan negara tidak hanya mengucapkan Pancasila dan UUD 45 dalam pidato-pidato, tetapi mempraktekkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan serta kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kesaktian Pancasila bukan hanya diwujudkan dalam bentuk seremonial, melainkan benar-benar bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia pada era seperti sekarang ini. Pada era modern dan global seperti sekarang sudah sulit untuk mencari nilai nasionalisme dalam diri seseorang. Oleh karena itu dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud. Saran Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila, diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya.
6. Referensi 1. http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/09/13/makalah-pkn-tentangpancasila/
2. http://ayuna.abatasa.com/post/detail/2590/pengertianmodernisasi.html
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila 4. http://vivixtopz.wordpress.com/modul-kuliah/pendidikanpancasila/modul-mata-kuliah-pancasila/ 5. http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-pancasilapancasila-vs-agama/ 6. http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi 7. http://kakakung.blogspot.com/2010/07/pancasila-di-era-reformasiantara.html