KEBERADAAN PANCASILA DALAM KONTEKS MODERN DAN GLOBAL PASCA REFORMASI
HAFIZ HALIM 11.12.6312 J DJUNAIDI IDRUS, S.H, M.Hum S1-SISTEM INFORMASI
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Keberadaan pancasila dalam konteks modern dan global pasca reformasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
B. Rumusan masalah Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya: 1. Istilah modernisasi ? 2. Istilah Globalisasi ? 3. Istilah reformasi ? 4. Keberadaan pancasila setelah reformasi ? 5. Bagaimana pancasila seharusnya ? BAB II PENDEKATAN A.Yuridis Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela”.
B.Bidang hukum Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi]], hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum
internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.
1.Hukum Pidana Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis) Hukum pidana dalam Islam dinamakan qisas, yaitu nyawa dibalas dengan nyawa, tangan dengan tangan, tetapi di dalam Islam ketika ada orang yang membunuh tidak langsung dibunuh, karena harus melalui proses pemeriksaan apakah yang membunuh itu sengaja atau tidak disengaja, jika sengaja jelas hukumannya adalah dibunuh jika tidak disengaja wajib membayar di dalam Islam wajib memerdekakan budak yang selamat, jika tidak ada membayar dengan 100 onta, jika mendapat pengampunan dari si keluarga korban maka tidak akan terkena hukuman.""
2.Hukum Perdata Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individuindividu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga
hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan . Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi: 1. Hukum keluarga 2. Hukum harta kekayaan 3. Hukum benda 4. Hukum Perikatan 5. Hukum Waris
3.Hukum Acara Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum materiil perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan, untuk hukum materiil tata usaha negara, diperlukan hukum acara tata usaha negara. Hukum acara pidana harus dikuasai terutama oleh para polisi, jaksa, advokat, hakim, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Hukum acara pidana yang harus dikuasai oleh polisi terutama hukum acara pidana yang mengatur soal penyelidikan dan penyidikan, oleh karena tugas pokok polisi menrut hukum acara pidana (KUHAP) adalah terutama melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. Yang menjadi tugas jaksa adalah penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim pidana. Oleh karena itu, jaksa wajib menguasai terutama hukum acara yang terkait dengan tugasnya tersebut. Sedangkan yang harus menguasai hukum acara perdata. termasuk hukum acara tata usaha negara terutama adalah advokat dan hakim. Hal ini disebabkan di dalam hukum acara perdata dan juga hukum acara tata usaha negara, baik polisi maupun jaksa (penuntut umum) tidak diberi peran seperti halnya dalam hukum acara pidana. Advokatlah yang mewakili seseorang untuk memajukan gugatan, baik gugatan perdata maupun gugatan tata usaha negara, terhadap suatu pihak yang dipandang merugikan kliennya. Gugatan itu akan
diperiksa dan diputus oleh hakim. Pihak yang digugat dapat pula menunjuk seorang advokat mewakilinya untuk menangkis gugatan tersebut. Tegaknya supremasi hukum itu sangat tergantung pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan hukum diharapkan benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi terhadap para penegak hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu untuk menaati hukum.
BAB III PEMBAHASAN
A.modernisasi Kata modenisasi secara etimologi berasal dari kata modern, kata modern dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah yang berarti: baru, terbaru, cara baru atau mutakhir, sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman, dapat juga diartikan maju, baik. Kata modernisasi merupakan kata benda dari bahasa latin “modernus” (modo:baru saja) atau model baru, dalam bahasa Perancis disebut Moderne. Modernisasi ialah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Adapun modernisasi secara terminologi terdapat banyak arti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari banyak ahli. Menurut Daniel Lerner, modernisasi adalah istilah baru untuk satu proses panjang – proses perubahan social, dimana masyarakat yang kurang berkembang memperoleh ciri-ciri yang biasa bagi masyarakat yang lebih berkembang. Ahli lainnya, Wright berpendapat bahwa biasanya modernisasi harus dibayar dengan harga yang mahal. Harga sosialnya, menurut Weiner adalah timbulnya ketegangan (tension), sakit mental, kekerasan, perceraian, kenakalan remaja, konflik rasial, agama dan kelas, dan juga menurut Wright akan timbul kriminalitas, penyalahgunaan obat, serangan jantung. Serta dapat pula ditambahkan tentu saja adalah stress dan AIDS, dua penyakit yang banyak muncul dalam masyarakat industri modern, tetapi begitu sulit untuk menemukan obatnya. Munculnya dua penyakit tersebut terakhir ini juga cukup menimbulkan tanda Tanya. Justru ketika manusia makin rasional mereka makin tidak mampu menguasai diri sendiri, yang kemudian menyeret mereka untuk terjerumus kepada perilaku yang aneh dan juga tidak rasional. Kemoderenan selalu identik dengan kehidupan keserbaadaan, sedangkan modernisasi itu sendiri merupakan salah satu ciri umum peradaban maju – yang dalam sosiologi berkonotasi perubahan sosial masyarakat yang kurang maju atau primitive untuk mencapai tahap yang telah dialami oleh masyarakat maju atau berperadaban. Mungkin modernitas memang suatu keharusan sejarah manusia, modernisasi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan, baik individual maupun kemasyarakatan. Tidak kurang filosof eksistensialis menyebut era ini sebagai “kehancuran”, kendatipun membuka berbagai kemungkinan baru. T.S. Elliot menyebutnya sebagai era kecemasan, bahkan bagi para seniman era ini disebut sebagai keterasingan baru dan pemenjaraan yang paling menakutkan.
Jadi memang harus dipahami bahwa zaman modern harus dipandang sebagai suatu kelanjutan yang wajar dan logis, dalam perkembangan kehidupan manusia, yang ditandai oleh kreatifitas manusia dalam mencari jalan mengatasi kesulitan hidupnya di dunia ini, dan harus dipahami pula bahwa betapapun kreatifnya manusia di zaman modern, namun kretifitas itu, dalam perspektif sejarah dunia dan umat manusia secara keseluruhan, masih merupakan kelanjutan hasil usaha (achievement) umat manusia sebelumnya. Karena itulah modernitas sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, lambat ataupun cepat modernitas tentu pasti muncul dikalangan umat manusia, entah kapan dan di bagian mana di muka bumi ini.
B.Globalisasi.
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling
mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidangbidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi: Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara. http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
C.Reformasi Reformasi, secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata reformasi umumnya merujuk kepada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan Presiden Soeharto atau era orde baru. Dalam kata reformasi mengandung pengertian tentang perubahan dari suatu keadaan pada saat tertentu, menjadi keadaan lain (diharapkan lebih baik) pada saat yang lain, jadi didalamnya ada fungsi waktu.
D.Keberadaan Pancasila Setelah Reformasi Seandainya saja Bangsa Indonesia benar-benar meresapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, tentunya degradasi moral dan kebiadaban masyarakat kita dapat diminimalisir. Kenyataannya sekarang yaitu setelah era reformasi, para reformator alergi dengan semua produk yang berbau orde baru termasuk P4 sehingga terkesan meninggalkannya begitu saja. Belum lagi saat ini jati diri Indonesia mulai goyah ketika sekelompok pihak mulai mementingkan dirinya sendiri untuk kembali menjadikan negara ini sebagai negara berideologi agama tertentu.
Semoga saja 45 Butir Pengamalan Pancasila ini dapat mengingatkan kita akan nilai – nilai kebaikan yang patut kita amalkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. (6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. (7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. (2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. (3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. (4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. (5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. (6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. (7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. (8) Berani membela kebenaran dan keadilan. (9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. (10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. 3. Persatuan Indonesia (1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. (3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. (4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. (5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. (6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. (7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan (1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. (2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. (3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. (4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. (5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. (6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. (7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. (8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. (9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan. 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. (2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. (3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. (4) Menghormati hak orang lain. (5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. (6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. (7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. (8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. (9) Suka bekerja keras. (10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. (11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Bagaimana membuat nilai-nilai ini bisa kembali menjadi pedoman dan pengamalan dalam keseharian kehidupan kita? Saya rasa perlu suatu pemerintahan otoriter di Indonesia untuk memprogram ulang otak bangsa kita dengan suatu dokrin nilai – nilai sosial dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di negara Indonesia yang nyata – nyata sangat plural ini. Pemerintahan otoriter sangat diperlukan ketika berhadapan dengan masyarakat yang tak bermoral, tak terkendali, tak mau diatur, dan merasa dirinya adalah kebenaran itu sendiri tanpa sadar bahwa mereka hidup bersama dengan orang lain. Semoga saja bangsa Indonesia tidak separah itu ;))
E.Bagaimana pancasila seharusnya ? Jakarta ()ANTARA News) – Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu mengatakan, Pancasila seharusnya menjadi karakter negara yang terekspresi pada tiga wilayah kekuasaan yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. “Karakter Pancasila itu menjadi lebih sempurna jika didukung oleh moral penyelenggara negara maupun warga negaranya yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” kata Ryamizard Ryacudu pada diskusi “Membangun Kesadaran Pancasila di Kalangan Kaum Muda” di Gedung MPR/DPR/DPD , Jakarta, Kamis. Diskusi yang diselenggarakan Fraksi PDI Perjuangan MPR ini menampilkan pembicara lainnya yakni pengamat politik dari Sugeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit. Ryamizard menegaskan, Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang harus mengatur moral dan sikap negara. “Jadi, yang primer adalah Pancasila harus tercermin dalam karakter negara. Karena itu, segala upaya yang terkait dengan pengamalan Pancasila harus terfokus pada upaya membenahi kembali karakter negara,” katanya. Sementara itu, pengamat politik dari Sugeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit menilai, bangsa Indonesia sesungguhnya gagal memahami Pancasila sebagai ideologi negara. Selama ini, kata dia, bangsa Indonesia memposisikan Pancasila sebagai sesuatu yang berbahaya, terancam, dan hanya sebagai slogan. Padahal, kata dia, Pancasila sebagai ideologi negara merupakan cita-cita cita-cita dari pendiri negara Indonesia. “Kalau Pancasila hanya menjadi slogan, berarti kita gagal memahami Pancasila sebagai ideologi,” kata Sukardi Rinakit. Demikian pula dalam tataran praktis, kata dia, Pancasila belum diterapkan secara layak dan lebih cenderung sebagai korban. Contohnya konkret gagalnya Pancasila sebagai ideologi negara, menurut dia, yakni tumbuhnya radikalisme serta seringnya muncul kekerasan di tengah masyarakat. Ia menambahkan, para elite politik juga banyak yang belum memahami bahwa berpolitik itu adalah bagian dari bernegara yang berarti mematuhi amanah konstitusi. Dalam konteks ini, kata dia, penyelenggara negara seharusnya melindungi warga negaranya agar tidak terjadi aksi kekerasan dan radikalisme. “Tanpa kita sadari nilai-nilai Pancasila sudah bergeser di tengah bangsa Indonesia dengan tumbuhnya praktik liberalisasi,” katanya. Jika bangsa Indonesia memahami Pancasila, kata dia, seharusnya bisa meredam gerakan liberalisasi yang saat ini mengarah kepada neo-liberalisme.
YOGYAKARTA - Pancasila masih sangat relevan dengan realitas ke-Indonesiaan. Namun, Pancasila tidak cukup sebatas diyakini. Sebagai ideologi bangsa, Pancasila semestinya terbuka diperbincangkan dan diperdebatkan agar kian membesar, masuk dalam berbagai wilayah dan sektor. “Bahkan menjadi 'mainstreaming' area diskursus apapun, sampai akhirnya mengilhami kebijakan maupun kultur yang menguat di lingkungan masyarakat dan Negara," kata Pengamat sosial politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) Arie Sujito di Yogyakarta, Jumat. Menurut dia, sebagai bagian dari konsensus politik, Pancasila diharapkan menjadi nafas dan jiwa interaksi berbangsa dan bermasyarakat. "Di jaman reformasi ini memang paradoks, kenyataan saling bertubrukan. Di satu sisi, tersedia ruang terbuka mengekspresikan kehendak atau aspirasi tanpa tekanan berarti. Tetapi, kebebasan itupun belum punya makna mendalam, bahkan mengalami pendangkalan," katanya. Ia mengatakan, secara umum masih sebatas mengejar hal-hal yang artifisial, sehingga tidak heran jika urusan yang abstrak-abstrak, nilai, narasi besar dianggap tidak penting. "Katanya dianggap tidak konkret sehingga ideologipun, kadang dianggap 'jadul' (jaman dulu)," katanya. Arie mengatakan. butuh cara kreatif dan cerdas. Menggali nilai dan spirit pengetahuan Pancasila, lalu mendialogkannya dengan fakta-fakta empirik. "Mendalaminya bisa berwujud riset, diskusi ilmiah, menguraikan nilai dalam interpretasi kebijakan yang 'cerdas' yang relevan dengan masalah dan kebutuhan masyarakat banyak," katanya. Begitu pula dengan memfasilitasi praktik budaya lokal yang mengekspresikan nilai-nilai keindonesiaan, serta mendorong agar kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi berkait erat dengan nilai-nilai Pancasila. Dia mengatakan, selain itu juga membuat Pancasila semakin diakrabi siapa saja baik itu pejabat, dosen, guru, pengusaha, mahasiswa, wartawan, buruh, petani, aktivis LSM dan politisi.
"Itulah yang disebut upaya membangun konstruksi Pancasila sebagai ideologi, berproses secara inklusif. Jika mampu memanfaatkan perubahan demokratisasi sebagai lahan subur mengembangkan nilai ke-Indonesiaan, maka tidak akan merasa kering sebagai warga bangsa. Nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, serta kultur masyarakat seperti nilai sosial harus terus dikembangkan bukan saja di tataran normatif, atau hanya doktriner," kata kandidat doktor ilmu sosial di UGM ini. (gor/ant)
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah. B. Saran-Saran Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. BAB V DAFTAR PUSTAKA 1. Google.com
2. Dahlan Thaib, SH, MSI pancasila yuridis ketatanegaraan.UPP AMP YKPN